Budaya Siri' Dalam Perspektif Islam
-
Upload
achmad-darwiz -
Category
Documents
-
view
201 -
download
0
Transcript of Budaya Siri' Dalam Perspektif Islam
1 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.
Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan suatu negara yang dikenal dan diakui memiliki beragam potensi,
baik pada wilayah geografis, pluralis dan keragaman masyarakatnya. Negara Indonesia yang
dikenal negara kepulauan terdiri dari berbagai suku bangsa memiliki bentuk dan corak
kebudayaan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Sebagai negara kepulauan yang
memiliki karakteristik yang terdiri dari bermacam-macam suku, adat, bahasa, kepercayaan
serta agama1 dengan latar belakang sejarah dan budaya yang berbeda-beda pula, tentunya
Indonesia dikenal sangat unik.
Keragaman yang dimaksud dapat disaksikan dengan melihat banyaknya karakteristik dan
nilai yang berlaku dalam masyarakat serta lahirnya perilaku yang bervariatif dalam suatu
komunitas social.2 komunitas social tersebut dapat dipandang sebagai symbol
keanekaragaman dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. Dalam masyarakat tersebut terdapat
seperangkat tata nilai sebagai salah satu unsur yang diyakini dan menjadi frame of reference
tentang bagaimana seharusnya seseorang berbuat, bersikap dalam kehidupan sosial. Nilai-nilai
itulah yang mempengaruhi dan kadang-kadang dapat dikatakan “membentuk” keseluruhan
sikap masyarakat terhadap suatu orientasi, dan itulah yang muncul atau terpolakan ke atas
permukaan dalam kehidupan social masyarakat.3
Dalam aktivitas budaya, manusia tidak bebas nilai, karena kebebasan berprilaku manusia
dibatasi oleh kebebasan orang lain. Dengan melakukan perbuatan atau aktivitas kehidupan,
manusia membentuk kebudayan, dalam hal ini dengan berlandaskan doktrin al-Qur’an.4 Untuk
menghargai perbedaan ini, ada satu cara yang diajarkan sendiri oleh Allah, yaitu terimalah
perbedaan itu sebagai suatu nikmat atau rahmat.5 Sebagai sumber paling utama ajaran Islam,
1Pengertian dalam konteks ini adalah pengertian yang biasa digunakan untuk menyebut semua agama yang
diakui secara resmi oleh negera Indonesia yakni: Islam, Protestan, Katolik, Hindu-Dharma, Buddha-Dharma.
Koentjaraningrat, Bunga Rampai Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2000), hlm.149. 2Muhammad Huzain, Etika Budaya “Sipakatau” masyarakat Bone. (Yogyakarta: Tesis UIN Sunan Kalijaga,
2006), hlm 2. 3Tim PUSPAR UGM, Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan, Wawasan Budaya untuk
Pembangunan: Menoleh Kearifan Lokal, (Yogyakarta: Pilar Politika, 2004), hlm.326. 4Umar Faruq, Kebudayaan dan Agama dalam Konteks Indonesia Menurut Musa Asy‟arie, (Yogyakarta:
Skripsi, Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2007), hlm. 99. 5Hal ini dapat berarti perbedaan itu dipandang sebagai berkah. Karena dengan perbedaan itu, kita bisa saling
dialog, kenal mengenal, menguji argument, mempertajam pemikiran dan mengembangkan kehidupan. Tanpa
keragaman itu, kehidupan akan berjalan di tempat, akan statis. Rahmat, M. Imdadun, Islam Pribumi Mendialogkan
Agama Membaca Realitas, (edt), Sayed Mahdi, Singih Agung, (Jakarta: Erlangga,2003), hlm.118.
2 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.
Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
Al-Qur’an berfungsi memberi petunjuk jalan yang paling lurus (Q.S.Al-Isra’[17]:9)6 bagi
segenap umat manusia demi tercapainya kebahagiaan dalam hidup. Hal ini berarti bahwa misi
utama (dan terpenting) dari Al-Qur’an adalah memberi tuntunan bagi umat manusia,
mengenai apa-apa yang harus diperbuat dan tidak diperbuat dalam hidup keseharian.7
Indonesia sebagai penganut Islam terbesar dengan budaya yang beragam disisi lain terjadi
konfigurasi nilai-nilai Islam dan nilai-nilai tradisi budaya masyarakat yang tampak pada pola
tingkah laku dalam relasi-relasi social. Nilai-nilai moral yang menjadi landasan kebudayaan,
bukan dataran aplikatifnya yang bersifat plural, yang standard procedure moral antara satu
daerah dengan daerah lainnya berbeda-beda, yang dalam wujud kebudayaan ada pada apa
yang disebut dengan adat istiadat.8 Dalam suatu tradisi budaya local, perangkat nilai tersebut
dan pada umumnya tradisi-tradisi itu tercipta dengan landasan agama Islam, maka
implementasi dan wujud dalam kehidupan social itu tak dapat terpisahkan dari legitimasi
dalil-dalil Al-Qur’an dan hadis Nabi. Maka jelas dalam implementasinya merupakan petunjuk
dalam Al-Qur’an dan hadis tersebut. Nilai-nilai dalam tradisi budaya local itu, khusunya
dalam pembahasan ini erat hubungannya dalam konteks nilai etika budaya yang terstruktur
dalam adat dan istiadat masyarakat. Islam senantiasa memberikan warna yang sempurna
dalam setiap tradisi itu sehingga tafsirannya senantiasa tertuju pada landasan Al-Qur’an dan
Al-Hadis.
Pada makalah singkat ini bertemakan “Budaya Siri‟ Bugis Makassar dalam Perspektif
Islam”. Siri‟ sebagai salah satu budaya lokal yang mempunyai hubungan sangat kuat dalam
pandangan Islam sebagai kerangka spiritualitas masyarakat yang kokoh. Dalam makalah ini
pada awal pembahasan jelaskan sekilas sejarah dan makna budaya siri‟ Bugis Makassar,
Budaya siri‟ dalam perspektif Islam, Nilai-Nilai pendidikan Islam dalam konteks Siri‟ Bugis
Makassar. Budaya Siri‟ ini tidak hanya dikenal dalam Bugis Makassar namun dikenal pula
dikalangan Toraja dan Mandar yang mendiami daratan Sulawesi Selatan.9 Kendati demikian,
dalam pembahasan ini, dengan tidak mengurangi eksistensi dua suku bangsa lainnya di daerah
ini, hanya mengetengahkan suku Bugis Makassar. Hanya kosakata dan penyebutannya saja
6Departemen Agama RI. Al-Qur‟an dan Terjemah-Nya, (Bandung: PT Sygma Examedia Arkalema, 2009),
hlm.283. 7 Miftahul Huda, Al-Qur‟an dalam Perspektif Etika dan Hukum, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm.105.
8 Abdul Karim, Konsep Kesadaran Harkat Siri‟, dalam website, http://abdulkarim8284.blogspot.com
/2012/04/.html, diakses, 20 Oktober 2012. 9Portal Bugis, Manusia Bugis Rantau, Budayanya Siri‟ Bugis Makassar, dalam website,
https://portalbugis.wordpress.com, diakses, 20 Oktober 2012.
3 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.
Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
yang berbeda, tetapi falsafah ideologinya memiliki kesamaan dalam berinteraksi dengan
sesama.
BAB II
PEMBAHASAN
B. SEKILAS SEJARAH DAN MAKNA BUDAYA SIRI’ BUGIS MAKASSAR
1. Ikhtisar umum sejarah kebudayaan Bugis Makassar
Kebudayaan Bugis Makassar adalah kebudayaan dari suku bangsa Bugis-Makassar yang
mendiami bagian terbesar dari jazirah selatan dari pulau Sulawesi.10
Orang Bugis dan
Makassar merupakan rumpun yang satu. Orang bugis adalah salah satu dari berbagai suku
bangsa di Asia Tenggara dengan populasi lebih dari empat juta orang. Mereka termasuk ke
dalam rumpun keluarga besar Austronesia.11
Suku Bugis adalah suku terbesar yang ada di
Sulawesi Selatan. Mereka yang berada di luar Sulawesi Selatan lebih banyak lagi. Mereka
mendiami 15 dari 21 kabupaten di Sulawesi Selatan.12
Dari bahasa, tulisan dan kesusasteraan,
orang Bugis mengucapkan bahasa “Ugi” dan orang Makassar bahasa “Mangkasara”. Kedua
bahasa tersebut dipelajari dan diteliti secara mendalam oleh seorang ahli bahasa Belanda
B.F.Matthes, dengan mengambil berbagai sumber kesusasteraan tertulis yang sudah dimiliki
oleh orang Bugis Makasar berabad-abad lamanya.13
Kesusasteraan tertulis tersebut yang
disebut dengan Lontara.14
Asal-usul orang Bugis hingga kini masih tidak jelas dan tidak pasti. Berbeda dengan
wilayah Indonesia bagian barat, Sulawesi Selatan sama sekali tidak memiliki monument
Hindu atau prasasti, baik dari batu atau pun dari logam yang memungkinkan dibuatnya suatu
kerangka acuan yang cukup memadai untuk menelusuri sejarah orang Bugis sejak abad
10
Penduduk propinsi Sulawesi Selatan terdiri dari empat suku bangsa ialah: Bugis, Makassar, Toraja, dan
Mandar. Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2010), hlm.266. 11
Evolusi internal serta interaksi mereka dengan berbagai peradaban luar (Cina, India, Islam, dan Eropa).
Christian Pelras, Manusia Bugis, Oxford Inggris: Blackwell Publisher Limited, terj. Abdul Rahman Abu,Hasriadi,
Nurhady Sirimorok.(Jakarta: Penerbit Nalar,2006), hlm.1. 12
yaitu Bone, Soppeng, Wajo, Luwu, Luwu Timur, Luwu Utara, Sidenreng Rappang, Bulukumba, Sinjai,
Pinrang, Barru, Enrekang, Pare-Pare, Pangkajenne Kepulauan, dan Maros. Dua kabupaten terakhir merupakan
daerah-daerah peralihan yang penduduknya berbahasa Bugis maupun Makassar. Supriadi Mappangara, Bugis
Makassar di Lintasan Sejarah, dalam Website, http://ila-galigo.blogspot.com /2009/05/. html, diakses, 30 Oktober
2012. 13
Koentjaraningrat, Manusia., hlm.268. 14
Dalam kaitan ini Lontara dapat berarti tulisan atau buku. Lontara yang dimaksud disini ialah buku yang
memuat catatan hasil-hasil intelektual leluhur Bugis Makassar yang sudah dalam bentuk tulisan tangan atau cetak di
atas kertas. Mattulada, Latoa: Suatu Tulisan Analisis Terhadap Antropologi-Politik Orang Bugis. (Jakarta:
Universitas Indonesia, 1975), hlm. 37.
4 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.
Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
pertama Masehi hingga ke masa ketika sumber-sumber tertulis Barat cukup tersedia.15
Masa
lalu orang Bugis dapat dibagi menjadi tiga periode yaitu:16
Pertama, Periode Sejarah yang
bersumber dari kronik Bugis, ditambah dengan sumber-sumber luar. Kedua, periode Bugis
awal dapat diketahui melalui satu-satunya sumber tertulis setempat, yakni siklus La Galigo
yang harus dimanfaatkan dengan sangat hati-hati. Ketiga, Periode Prasejarah yang sama sekali
tidak memiliki sumber tertulis; hanya mengandalkan bukti-bukti arkeologis. Jika kita merujuk
pada sumber tertulis yakni siklus La Galigo17
tersebut dengan jumlah kurang lebih 9000
halaman folio18
maka hanya dapat dikemukakan pandangan bahwa Bugis telah ada jauh
sebelum abad ke-17 Masehi. Hal ini dikarenakan pendatang Minangkabau dan Melayu yang
melakukan perantauan ke Sulawesi sejak abad ke-15 sebagai tenaga adminstrasi dan pedagang
di Kerajaan Gowa dan telah terakulturasi yang juga dikategorikan sebagai orang bugis. Sejak
awal abad ke-17 Masehi, setelah menganut agama Islam, orang Bugis−bersama dengan orang
Aceh dan Minangkabau di Sumatera, Kalimantan dan Malaysia; orang Moro19
di Mindanao;
orang Banjar di Kalimantan; orang Sunda di Jawa Barat; dan orang Madura di Pulau Madura
dan Jawa Timur−dicap sebagai orang Nusantara yang paling kuat identitas keislamannya.
Agama orang Bugis adalah agama Islam, tanpa mengeksplisitkan kemayoritasannya,
mengingat sejarah orang Bugis sejak masuknya agama Islam sampai sekarang ini,
menunjukkan adanya perpaduan antara kebudayaan Bugis dan agama Islam.20
Orang Bugis
malah menjadikan agama Islam sebagai bagian integral dan esensial dari adat istiadat dan
budaya mereka.21
Orang Bugis Makassar, yang dalam kehidupan sehari-harinya terikat oleh sistem norma
dan aturan-aturan adat yang keramat dan sakral yang keseluruhannya disebut
Pangngaderreng22
(Pangngadakkan dalam bahasa Makassar). (Kata Pangngadereng atau
15
Christian Pelras, Manusia, hlm.23 16
Christian Pelras, Manusia., Ibid., hlm. 39 17
Perpaduan antara tradisi lisan dan sastra tulis kemudian menghasilkan salah satu epos sastra terbesar di
dunia yang lebih panjang dari Mahabhrata, Christian, Manusia.,Ibid., hlm.4 18
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Bugis. 19
“Moro”,istilah dari bahasa Spanyol yang merujuk pada orang-orang muslim di Filipina Selatan, Christian
Pelras, Manusia., 20
Andi Rasdiyanah, Integrasi Sistem Pangngadereng (Adat) dengan Sistem Syari‟at sebagai pandangan
hidup orang Bugis dalam Lontarak Latoa, (Yogyakarta: Disertasi IAIN Sunan Kalijaga,1995), hlm. 106. 21
Christian Pelras, Manusia., 22
Sistem norma dan adat –istiadat orang Bugis Makassar itu berdasarkan atas lima unsur pokok ialah: (1)
Ade‟ (ada‟ dalam Makassar); (2) Bicara; (3) Rapang; (4) Wari‟ dan (5) Sara‟ (Sara’ dalam bahasa Arab Syariah
adalah unsur pokok dalam Pangngadereng/Pangadakkang yang berasal dari agama Islam). Koentjaraningrat,
Manusia.,hlm.277.
5 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.
Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
Panngadakkang) berasal dari ade‟ atau ada‟ yang bersumber dari bahasa Arab „adah).23
Unsur pokok dalam Pangngadereng atau Pangngadakkan tersebut terintegrasi satu sama lain
sebagai suatu kesatuan organis dalam pikiran orang Bugis Makassar, demikian pula martabat
dan harga diri yang terkandung semuanya dalam konsep Siri‟. Dalam adat Istiadat, bagi suku-
suku lain disekitarnya, orang bugis dikenal sebagai orang berkarakter keras dan sangat
menjunjung tinggi kehormatan. Bila perlu, mempertahankan kehormatan, mereka bersedia
melakukan tindak kekerasan. Namun demikian, di balik sifat keras itu, orang Bugis juga
dikenal sebagai orang yang ramah dan sangat menghargai orang lain serta sangat tinggi rasa
kesetiakawanannya.24
Dalam konteks ini Siri‟ akan terwujud dalam diri bilamana tidak
mampu mempertahankan kehormatannya atau harga dirinya karena merasa malu. Sifat dan
karakter yang melekat dan merupakan cerminan sekaligus budaya yang tertanam yang salah
satunya disebut dengan budaya Siri‟ dalam masyarakat Bugis Makassar.
2. Makna Budaya Siri’ Bugis Makassar
Sebelum kita mengkaji tentang Siri‟, maka Siri‟ sebagai aspek kebudayaan atau aspek
Antropologi budaya Bugis maupun Makassar, Toraja dan Mandar. Guna mengkajinya dan
menghayatinya, secara mendasar dibutuhkan pengenalan pada pengertian budaya dan
kebudayaan tersebut terlebih dahulu.
a. Pengertian Budaya
Istilah budaya dan kebudayaan dalam bahasa Indonesia yang biasa dipakai oleh umum
dalam pembicaraan sehari-hari mengandung pengertian mengenai bangunan-bangunan indah,
candi-candi, tari-tarian, seni-suara, seni rupa dan sebagainya. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, budaya adalah pikiran, akal budi.25
Budaya diistilahkan pula adat istiadat. Dalam
disiplin keislaman, adat istiadat diistilahkan dengan ʼadah yang oleh banyak pakar
yurisprudensi Islam dianggap memiliki kedekatan pengertian dengan „urf. „Urf secara
etimologis berarti “sesuatu yang dipandang baik dan diterima akal sehat. Dalam terminologi
usul al-fiqh, „urf adalah “sesuatu yang tidak asing lagi bagi suatu masyarakat karena telah
menjadi kebiasaan dan menyatu dengan kehidupan mereka, baik berupa perbuatan maupun
23
Kata ini masuk dalam perbendaharaan kata Bugis melalui bahasa Melayu sebagai bahasa utama rumpun
Melayu di samping sebagai bahasa komunikasi berbagai etnis di Nusantara sejak awal sejarah kehidupan masyarakat
di wilayah ini hingga sekarang. Panngadereng atau Panngadakkan berarti perihal, hal ikhwal atau persoalan yang
berkaitan dengan ade‟ atau ada‟. Nurman Said, Masyarakat Muslim Makassar: Studi Pola-Pola Integrasi Sosial
antara Muslim Pagama dengan Muslim Sossorang, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI,
2009), hlm. 47. 24 Christian Pelras, Manusia., Ibid., 25
Suhartono dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Lux), Semarang: Widya Karya,
2011, hlm.94
6 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.
Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
perkataan”. Dengan definisi seperti ini, maka ʼurf sama dengan adat istiadat, yaitu kebebasan
seseorang yang kemudian diikuti oleh yang lain sehingga menjadi adat sebuah masyarakat
tertentu dijalankan bersama dan dipatuhi bersama.26
Dalam lingkungan antrophologi, definisi
kebudayaan dirumuskan bahwa, kebudayaan ialah keseluruhan dari kelakuan dan hasil
kelakuan manusia yang teratur oleh tata-kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan
yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.27
Kebudayaan adalah suatu sistem
pengetahuan, cara memandang dan merasakan, berfungsi seabagai pedoman dan pengarah
bagi perilaku manusia warga komunitas.28
Dari beberapa pandangan tersebut di atas maka dalam konteks ini budaya atau adat
istiadat dapat disimpulkan bahwa suatu sistem kebiasaan yang termuat dalam tata kelakuan
baik perkataan dan perbuatan suatu komunitas masyarakat yang menjadi sebuah ciri khas
kehidupan yang dipatuhi dan dijalankan bersama. Budaya yang dijalankan oleh komunitas
masyarakat tersebut hendaknya pula bertumpu pada nilai religius, sebagaimana Dr. Abd. Haris
mengutip Hamka melihat kebudayaan yang dibangun hendaknya berakar pada kepercayaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa.29
b. Makna Siri’
1) Menurut Bahasa
Dalam Bugis Makassar nilai-nilai budaya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
Islam, setidaknya tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam seperti menjaga harga diri atau
malu30
yang lebih dikenal dalam Bugis Makassar yang disebut dengan Siri‟. Secara harfiah
kata Siri‟ dalam sistem adat Bugis di Sulawesi Selatan mempunyai makna yang berdimensi
ganda, disatu sisi artinya malu, di sisi lain berarti harga diri.31
Andi Rasdiyanah mengutip
Shelly Errington berpendapat bahwa Siri‟ pada orang Bugis mengandung unsur penting, yaitu
26
M. Nur Kholis Setiawan, Pribumisasi Al-Qur‟an, Tafsir Berwawasan Keindonesiaan, (Yogyakarta:
Kakubata Dipantara, 2012), hlm. 126-127. 27
Bhimokurniawan, Menggali Nilai Nilai Budaya Bugis Makassar, dalam Website http://id.scribd.com/doc.
diakses, 30 Oktober 2012 28
Tim PUSPAR UGM, Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan , Wawasan., hlm.249. 29
Abd. Haris, Etika Hamka, Kontruksi Etik Berbasis Rasional Religius, (Yogyakarta: LKiS,2010), hlm.206. 30
Nasir Baki, Pola Pengasuhan Anak dalam Keluarga Bugis (Studi tentang Perubahan Sosial dalam
Keluarga Rappang di Sulawesi Selatan, Disertasi. (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2005), hlm.5-6. 31
Sampai disini maka Siri‟ itu adalah suatu yang universal dan fitrah, artinya semua manusia memilikinya.
Namun yang membedakan dengan orang Bugis atau Makassar adalah terletak pada kelembagaan siri’ ke dalam
system cultural dan system pranata social mereka, sehingga penghayatan dan pengamalannya sangat intens.
Nasruddin Anshoriy, Anregurutta Ambo Dalle Maha Guru daru Bumi Bugis, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2009), hlm.
xxi.
7 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.
Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
harga diri dan malu.32
Jadi malu dan harga diri tidak dapat dipisahkan yang terdapat pada diri
seseorang.
2) Menurut Istilah
Istilah (terminologi) Siri‟ dapat didekati dari sudut makna menurut bahasa namun dapat
pula dicermati menurut kultural. Dari hasil penelitian ahli-ahli ilmu sosial dapat diketahui
bahwa konsep Siri‟ itu telah diberi interpretasi yang bermacam-macam menurut lapangan
keahlian dari para ahli masing-masing.33
Manakala kita ingin mendalami
pengertian Siri‟ dengan segenap masalahnya antara lain dapat diketahui dari buku La
Toa.34
Buku ini berisi pesan-pesan dan nasehat-nasehat yang merupakan kumpulan petuah
untuk dijadikan suri teladan. Contohnya seperti; Siri‟ sebagai harga diri atau kehormatan,
Passampo Siri‟ (penutup malu), Mappakasiri‟ (dinodai kehormatannya), Ritaroang Siri‟
(ditegakkan kehormatannya), dan Siri‟ sebagai perwujudan sikap tegas demi kehormatan
tersebut.
Dari makna ganda tersebut di atas, maka Siri‟ dapat dipahami sebagai berikut yaitu:
a) Menurut Koentjaraningrat mengutip Salam Basjah memberi tiga pengertian kepada
konsep Siri‟ itu ialah; malu, daya pendorong untuk membinasakan siapa saja yang telah
menyinggung rasa kehormatan seseorang, atau daya pendorong untuk bekerja atau
berusaha sebanyak mungkin.35
b) Christian Pelras mengutip Hamid Abdullah dalam bukunya “Manusia Bugis−Makassar”
bahwa dalam kehidupan manusia Bugis−Makassar, Siri‟ merupakan unsur yang prinsipil
dalam diri mereka. Tidak ada satu pun nilai yang paling berharga untuk dibela dan
dipertahankan di muka bumi selain dari pada Siri‟. Bagi manusia Bugis−Makassar, Siri‟
adalah jiwa mereka, harga diri dan martabat mereka. Sebab itu untuk menegakkan dan
membela Siri‟ yang dianggap tercemar atau dicemarkan oleh orang lain, maka manusia
Bugis−Makassar akan bersedia mengorbankan apa saja, termasuk jiwa yang paling
berharga demi tegakknya Siri‟ dalam kehidupan mereka.36
32
Andi Rasdiyanah, Integrasi., hlm.147. 33
Koentjaraningrat, Manusia.,Hlm.279 34
Artinya “YANG TUA”. Tetapi, arti sebenarnya ialah “Petuah-Petuah”, berisi sekitar seribu jenis petuah-
petuah. Hampir semua isi La Toa ini erat hubungannya dengan peranan Siri‟ dalam pola hidup atau adat istiadat
Bugis-Makassar (merupakan falsafah hidup). 35
Demikian pula mengutip M.Natzir Said dengan pendapatnya yang berbeda mengemukakan bahwa Siri‟
adalah perasaan malu yang memberi kewajiban moril untuk membunuh pihak yang melanggar adat, terutama dalam
soal-soal perkawinan. Koentjaraningrat, Manusia., Hlm.280. 36 Christian Pelras, Manusia., hlm.251
8 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.
Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
c) Siri’ adalah rasa malu yang mendorong sifat untuk memberi hukuman moril atau
membinasakan bagi yang melakukan pelanggaran adat terutama dalam soal atau masalah
perkawinan.
Hal ini dapat pula dikatakan bahwa Siri’ juga ada dalam konteks malu, Siri‟-siri‟ atau
tau passiri‟-siri‟seng (bahasa Bugis), tau passiriang (Bahasa Makassar dan Mandar) yang
artinya orang pemalu. Istilah siri‟-siri‟ yang sangat dikenal dalam suku tertentu di Sulawesi
Selatan merupakan penamaan bagi seseorang yang berada dalam keadaan sangat malu,
sehingga digambarkan ibarat helai daun pinang yang berkerut karena dijemur dibawah terik
sinar matahari.37
Siri‟ dapat pula dikonotasikan sebagai sikap segan serta takut. Contoh ungkapan seperti;
Masiri‟ka mewaki situdangang, nasaba engka onrotta (bahasa Bugis), artinya, aku takut
duduk bersama tuan, karena tuan memiliki kedudukan terpandang. De‟ga mumasiri‟ri nabitta,
nade muturusiwi penggajaranna, artinya tidakkah engkau takut kepada Nabi kita sehingga
tidak mematuhi ajarannya.38
3) Makna Kultural
Menurut makna kultural, dalam seminar tentang Siri‟ yang diselegarakan oleh
Universitas Hasanuddin tahun 1977 telah dirumuskan definisi Siri‟ yaitu sebagai sistem nilai
sosio-kultural dan kepribadian yang merupakan pranata pertahanan harga diri dan martabat
manusia sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat.39
Makna kultural kata Siri‟ baru
dapat dihayati secara komprehensif manakala diamati dari sisi keberadannya sebagai sistem
nilai budaya pada empat sistem adat suku yang ada di Sulawesi Selatan40
yaitu Bugis,
Makassar, Tator dan Mandar.
Menurut Abu Hamid orang Bugis Makassar di pedesaaan menekankan sikap moral
yang sangat tinggi, perilaku seseorang dinilai mengandung moral bilamana memiliki enam
sifat, seperti, Malempu (jujur), ada tongeng (berkata benar), getteng (keteguhan hati), Siri‟
(rasa malu), amaccang (kepintaran), dan makkareso (berusaha). Sikap kehendak yang
merupakan etos dibarengi dengan sikap mental dan prilaku yang baik menjadi jembatan
bagi anugerah Tuhan.41
37
Hal ini juga sering digambarkan dengan sebuah keadaan dimana seseorang yang sangat ingin menikmati
hidangan yang tersaji di perjamuan namun tertekan rasa malu karena merasa diperhatikan oleh tetamu yang
lain.Banuamandar, Siri dan Pengaruhnya dalam Masyarakat, dalam website http://banuamandar. blogspot.com
/2012/05, diakses, 29 Oktober 2012. 38
Banuamandar, Siri‟. Ibid., 39
Nasruddin, Anregurutta.,hlm. XXII 40
Banuamandar, Siri‟. 41
Abu Hamid, Syekh Yusuf Seorang Ulama, Sufi dan Pejuang. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1994),
hlm. 260-261.
9 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.
Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
Nilai-nilai tersebut terangkum dalam adat-istiadat yang dianggapnya luhur dan suci
mempengaruhi keseluruhan perilakunya. Apabila ada diantaranya yang mencoba melanggar
salah satu adat, maka ia akan memperoleh sangksi sosial yaitu berupa pemencilan.42
Dari berbagai pandangan tersebut di atas tentang makna Siri‟ maka dapat disimpulkan
bahwa Siri‟ adalah etos kultur, prinsip hidup atau pendirian masyarakat yang melekat pada
system nilai yang berimplikasi dalam system budaya, social dan kepribadian seseorang atau
suatu masyarakat. Bagi masyarakat Bugis-Makassar, Siri' mengajarkan moralitas kesusilaan
yang berupa anjuran, larangan, hak dan kewajiban yang mendominasi tindakan manusia untuk
menjaga dan mempertahankan diri dan kehormatannya.
C. SIRI’ BUGIS MAKASSAR DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN AL-HADITS
1. Budaya Siri’ dalam perspektif Al-Qur’an dan Al-Hadits
Siri‟ merupakan salah satu sifat kepribadian manusia. Siri, sebagai akhlak yang
relevansinya banyak dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Hadist Nabi SAW. Al-qur’an
menjelaskan kepribadian manusia dan ciri-ciri umum yang membedakannya dengan makhluk
lain. Al-qur’an juga menyebutkan sebagian pola dan model umum kepribadian yang banyak
terdapat pada suatu masyarakat,43
salah satunya Siri‟ dalam Bugis Makassar. Mengenai
kepribadian manusia tersebut dalam Al-Qur’an diisyaratkan:
Artinya:“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya
merugilah orang yang mengotorinya.” (Q.S. Asy-Syams [91]:9-10.44
Konsep tentang Siri‟ mendapat tambahan yang terkait dengan istilah Arab sir berarti
rahasia. Kata rahasia mengandung pengertian tentang sesuatu yang tersembunyi, yakni sesuatu
yang bersifat fundamental dalam diri manusia yakni jati diri atau kepribadian. Makna Siri‟
mendapat tambahan disamping bermakna rasa malu yang mendalam dan harga diri, juga
bermakna rahasia tersembunyi dalam diri manusia.45
Karena Siri‟ adalah sesuatu hal yang
abstrak dan hanya akibatnya yang berwujud konkrit saja yang dapat diamati dan diobservasi.46
42
Pemencilan dalam artian ini yaitu tidak ada orang bergaul atau membantunya jika ditimpa kesusahan atau
berupa pengusiran keluar kampung. Sanksi pembunuhan sering terjadi kalau orang yang melanggar itu berkisar pada
masalah Siri‟. Abu Hamid, Syekh., Ibid, hlm.30. 43
Rif’at Syauki Nawawi, Kepribadian Qur‟ani, (Jakarta: Amzah,2011), hlm.28. 44
Departemen Agama RI. Al-Qur‟an, hlm.595. 45
Nurman Said, Masyarakat., hlm. 63-64. 46
Koentjaraningrat, Manusia., hlm.280.
10 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.
Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
Relevansi etimologi Siri‟ (malu dan harga diri) sangat erat kaitannya dalam Islam, maka
akan ditemukan sebuah istilah seperti hayaa>‟ (malu) berasal dari kata al-hayaa >‟ (hidup) dan
ada pula yang mengartikan hayaa>‟ (hujan) dan ghirah (harga diri).47
Malu adalah sifat atau
perasaan yang menimbulkan kerengganan melakukan sesuatu yang rendah atau tidak baik.48
Malu dan harga diri inilah yang perlu dimiliki oleh setiap orang. Al-hayaa >‟ atau rasa malu
ialah suatu sifat yang ada dalam hati dan jiwa manusia, yang mendorongnya untuk melakukan
kebaikan dan ketaatan, serta mencegahnya dari prilaku buruk, tercela dan yang memalukan.49
Ibnu Hajar Al Asqalani mengutip Ar-Raghib, malu adalah menahan diri dari perbuatan
buruk.50
Sifat rasa malu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari iman, karena ia
merupakan salah satu buah dan konsekuensi utamanya.
Rasulullah SAW bersabda:
م يو ام “. ” و ال و و اء ء ل و ة م ل ال
Artinya:“Dan rasa malu adalah satu bagian dari iman” (H.R. Abu Hurairah R.A).
Menurut Ibnu Qutaibah yang dikutip Ibnu Hajar Al Asqalani, bahwa sifat malu dapat
menghalangi dan menghindarkan seseorang untuk melakukan kemaksiatan sebagaimana
iman. Maka sifat malu disebut sebagai iman, seperti sesuatu dapat diberi nama dengan nama
lainnya yang dapat menggantikan posisinya.51
Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda:
“ لو ل و م ل و او م و او ل و ل و م و الء ين و ل و و الن اء م ل و و م الن ء ن م ال . مان م ”
Artinya:“Sesungguhnya diantara kata-kata kenabian terdahulu yang masih diingat oleh
masyarakat adalah: “Jika kamu sudah tidak punya rasa malu lagi, maka berbuatlah
sekehendakmu” (HR. Al-Bukhari).
Terdapat beberapa penjelasan ulama mengenai hadis tersebut, diantaranya:
47
Banuamandar, Siri., 48
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LLPI), 2011),
hlm. 128. 49
Mawaddah indah, Al-Hayaa‟ atau Rasa Malu, dalam website http://mawaddahindah.wordpress.
com/2012/04/07/ diakses, 2 November 2012. 50
Sifat tersebut merupakan salah satu ciri khusus manusia yang dapat mencegah dari perbuatan yang
memalukan dan membedakannya dengan binatang. Sifat tersebut merupakan gabungan dari sifat takut dan iffah
(menjaga kesucian diri). Oleh karena itu orang yang malu bukan orang yang fasik, meskipun jarang sekali kita
temukan seorang pemberani yang pemalu. Terkadang sifat malu juga berarti menahan diri secara mutlak. Ibnu Hajar
Al-Asqalani, Fathul Baari (Penjelasan Kitab Shaih Al Bukhari) terj. Ghazirah Abdi Ummah, edt. Abu Rania, Lc dan
Titi Tartila, S.Ag, (Jakarta: Pustaka Azzam, Cet. I, 2002), hlm. 130. 51
Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul., Ibid,
11 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.
Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
a. Bentuk hadits di atas adalah perintah tapi maksudnya adalah pemberitaan. Hal ini di
karenakan sebagai pencegah utama agar manusia tidak terjerumus ke dalam kejahatan
adalah sifat malunya. Maka jika ia meninggalkan sifat malunya, ia seakan-akan di
perintahkan untuk mengerjakan semua larangan.
b. Hadits di atas merupakan ancaman, artinya lakukan apa saja yang kau inginkan karena
sesungguhnya Allah akan membalas semua perbuatanmu.
c. Lihatlah kepada apa yang ingin engkau lakukan. Jika tidak termasuk yang membuat malu
maka lakukanlah, jika termasuk yang membuat malu, maka tinggalkanlah.
d. Hadits di atas mendorong pada sifat malu dan memuji keutamaannya. Artinya karena
seseorang tidak boleh berprilaku semata-mata mengikuti kehendak hatinya, maka ia tidak
boleh meninggalkan sifat malunya.52
Sifat malu merupakan akhlak terpuji yang menjadi keistimewaan ajaran Islam.
Rasulullah SAW bersabda:
اك. ه. ان ام ء ل م ل م و ء ء ء ء لء ال ل و م ال و و اء
Artinya:“Sesungguhnya semua agama itu mempunyai akhlak, dan akhlak Islam itu adalah
sifat malu”.(HR. Malik)
Malu terbagi atas tiga jenis yaitu, pertama, malu kepada Allah, kedua, malu kepada diri
sendiri dan ketiga, malu kepada sesama manusia. Rasa malu berfungsi mengontrol dan
mengendalikan seseorang dari segala sifat dan perbuatan yang dilarang oleh agama. Tanpa
kontrol rasa malu seseorang akan bebas melakukan apa saja yang diinginkan oleh hawa
nafsunya.53
Muhammad Al-Gazali mengemukakan bahwa jika tanda-tanda rasa malu sudah
tidak ada lagi pada wajah seseorang, seperti kayu yang sudah terkelupas dari kulitnya yang
hijau, itu merupakan suatu isyarat bahwa keutamaan pada diri seseorang itu telah pudar.54
Sifat malu merupakan bagian dari akhlak yang diajarkan dalam Agama Islam. Oleh karena
itu akhlak dan perilaku utama merupakan bagian penting dari eksistensi masyarakat Islam.
Mereka adalah masyarakat yang mengenal persamaan dan keadilan, kebajikan dan kasih
sayang, kejujuran dan kepercayaan, sabar dan kesetiaan, rasa malu dan harga diri,
52Dari penjelasan di atas diketahui bahwa malu membatasi antara seorang hamba dengan semua larangan
atau kemaksiatan. Maka dengan kuatnya rasa malu makin lemahlah kecenderungan seseorang untuk terjerumus dalam
kemaksiatan. Sebaliknya dengan lemahnya rasa malu makin kuatlah keinginan seseorang untuk melakukan
kemaksiatan. Salim bin 'Ied al-Hilali, Malu Menurut al-Quran dan as-Sunnah yang Shahih, dalam Website
http://ebook.mw.lt/jowo2/txtmalu.txt, diakses, 2 November 2012. 53
Yunahar Ilyas, Kuliah,. hlm.131. 54
Muhammad Al-Gazali, Khuluqul Muslim, Akhlak Seorang Muslim, terj. Abu Laila dan Muhammad Tahir,
Bandung: PT. Alma’arif Bandung, 1995), hlm. 314.
12 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.
Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
kewibawaan dan kerendahatian, kedermawanan dan keberanian, perjuangan dan pengorbanan,
kebersihan dan keindahan, kesederhanaan dan keseimbangan, kepemaafan dan
kepenyantunan, serta saling menasehati dan bekerja sama.55
Akhlak atau prilaku dalam Islam
adalah yang terwujud melalui proses aplikasi system nilai/norma yang bersumber dari al-
Qur’an dan al-Hadis.
Seperti firman Allah SWT dalam (Q.S.Ali Imran: 159-160),
Artinya : Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.
kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-
Nya.(Q.S. Al Imran: [3]:159).56
Hadis Nabi seperti yang diriwayatkan Ahmad dari Abu Hurairah:
ع ن ع بي ه ع م عي ع اب عي ن ي ب ي الل بي علل ي الل هي علع ن بي ع علل عي ب ل ع ي ه ب ن ه ي ع ه اه ي ع اع ي ع ب ي ه ع ين ع عي ع اع رواه )ي . ع ن (أمحد
Artinya:“Dari Abu Hurairah R.A, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya saya diutus
(kepada manusia hanyalah) untuk menyempurnakan akhlak.”. (HR. Ahmad).
Dari ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadis Nabi SAW tersebut maka dalam hal ini dapat
dipahami bahwa dalam adat-istiadat Bugis Makassar, Siri‟ (hayaa >‟ dan ghirah), atau malu dan
harga diri adalah dua sifat yang tidak hanya dijunjung tinggi dalam tradisi Islam akan tetapi
juga diyakini sebagai bagian terpenting dari struktur keimanan seorang muslim sehingga
sering kali ditegaskan bahwa konsep Siri‟ dalam tradisi adat Sulawesi Selatan adalah sumber
inspirasi dan inti dari bangunan kebudayaan mereka yang bersifat Islami.57
Siri‟ sebagai
akhlak dalam agama Islam mempunyai kedudukan yang sangat penting, karena pada
hakekatnya akhlak adalah buah dari iman dan ibadah seseorang.58
Siri‟ sebagai bentuk
55
Yusuf Qardhawy, Ratna Susanti, Masyarakat Berbasis Syariat Islam, Akidah, Ibadah, Akhlak. Edt,
(Surakarta: Era Intermedia, 2003), hlm.145. 56
Departemen Agama RI. Al-Qur‟an., hlm.71. 57
Banuamandar, Siri., 58
Imam Suraji, Etika dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Al-Hadits, (Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru,
2006), hlm. 33.
13 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.
Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
kepribadian dan kepribadian seseorang atau manusia secara umum dalam suatu komunitas
social menjadi salah satu bentuk adat istiadat yang banyak dijelaskan dalam Al-Qur’an
sebagaimana yang telah dicontohkan di atas karena inti budaya Siri‟ tersebut mencakup
seluruh aspek kehidupan masyarakat terutama pada Bugis Makassar.
Etika sosial dan budaya yang bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan
menampilkan kembali sifat jujur, saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling
mencintai dan saling menolong di antara sesama manusia dan warga bangsa. Sejalan dengan
itu, perlu menumbuhkembangkan kembali budaya malu, yakni malu berbuat kesalahan dan
semua yang bertentangan dengan moral agama, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa.59
2. Nilai-Nilai pendidikan Islam dalam konteks budaya Siri‟ Bugis Makassar
Berangkat dari definisi Siri‟ sebagai konteks budaya lokal dan penjelasan ayat Al-Qur’an
serta Hadis Nabi tersebut di atas, maka nilai-nilai pendidikan Islam budaya Siri‟ Bugis
Makassar dikategorikan sebagai berikut:
a. Nilai Malu
Nilai malu berkait erat dengan perasaan malu. Perasaan malu merupakan salah satu
pandangan nilai dalam kehidupan budaya Bugis Makassar, mengingat perasan malu menjadi
bagian konsep, gagasan, ide, yang menempati sistem budaya (culture system). Nilai malu
adalah bagian dari sistem nilai budaya Siri‟.
Semua makna kata malu dimaksud belum sepenuhnya mengenai bagi pengertian nilai
malu dalam kaitan sistem nilai budaya Siri‟. Nilai malu dalam sistem nilai
budaya Siri‟mengandung ungkapan psikis yang dilandasi perasaan malu yang dalam guna
berbuat sesuatu hal yang tercela serta dilarang oleh kaidah adat. Nilai malu dalam Siri‟ adalah
terutama berfungsi sebagai upaya pengekangan bagi seseorang untuk melakukan perbuatan
yang tercela,60
dan sebagai kontrol terhadap terhadap dorongan-dorongan sikap yang dapat
yang menjurus pada hal yang negati dipandang bertentangan dengan nilai-nilai moral dalam
kehidupan budaya masyarakat. Karena dalam pandangan Islam malu terkait erat dengan iman.
Iman bertambah dengan bertambahnya rasa malu dan berkurang dengan berkurangnya rasa
malu.61
Hal tersebut sebagaimana hadits Nabi SAW yang diriwayatkan Al-Hakim yang
59
Abd. Haris, Etika., hlm.205. 60
Abdul Karim, Konsep., 61
Amr Khaled, Akhlak Al-Mu‟min, Buku Pintar Malu (Memandu anda Berkepribadian Muslim dengan Lebih
Asyik, Lebih Otentik, terj. Fauzi Faisal Bahreisy. (Jakarta: Zaman, 2010), hlm. 168.
14 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.
Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
artinya: “Rasa malu dan iman dua-duanya adalah sejalan, bila yang satu hilang maka
hilanglah yang lain”.62
b. Nilai Harga Diri (Martabat)
Harga diri berarti kehormatan, disebut pula martabat. Nilai harga diri (martabat)
merupakan pkisis terhadap perbuatan tercela serta dilarang oleh kaidah adat (ade‟). Nilai
harga diri (martabat) menjadikan individu tidak mau melakukan perbuatan yang dipandang
tercela serta dilarang oleh kaidah hukum (ade‟) Karena hal dimaksud berkaitan dengan harkat
kehormatan dirinya sebagai individu (pribadi), dan sebagai anggota masyarakat.63
Jadi jelas
bahwa tidak ada alasan untuk bagi individu dan masyarakat untuk tidak mempertahankan
harga dirinya atau martabatnya.
Dari nilai utama tersebut diatas terdapat pula nilai-nilai relative (nisbi) yang dibatasi oleh
waktu dan tempat. nilai-nilai ini terimplikasi pada budaya Siri‟ seperti:
c. Pacce atau Pesse
Pacce atau pesse mangandung makna belas kasih, setia kawan dan solidaritas social.
Kata pacce atau pesse sering digandengkan dengan kata Siri‟ sehingga menjadi siri na pace
(Makassar) atau siri na pesse (Bugis) sehingga bermakna rasa malu atau harga diri dan belas
kasih. Siri‟ lebih menekankan pada implikasi individual tanpa mengabaikan implikasi
sosialnya, sementara pacce atau pesse lebih menekankan implikasi social tanpa mengabaikan
implikasi individualnya.64
Kendati pacce atau pesse sebagai aspek hakiki dari makna siri‟
namun hal ini menjadi salah satu indikator yang amat penting sebagai konsep yang
menekankan pada pendidikan akhlak. Siri‟ na Pacce atau Pesse yang merupakan nilai etis
terdapat nilai yang meliputi:
1) Ada tongeng,
Ada tongeng atau lempu‟, artinya ungkapan benar atau kejujuran. Kata ini ditutupi oleh
kebiasaan berkata bohong dan dusta. Betapa pun sulit dan rumitnya suatu urusan, harus selalu
berkata benar. Berbohong merupakan awal dari perbuatan maksiat. Sekali berbohong
diucapkan dan didengar oleh orang lain, akan beredar kebohongan, sampai terbukti kita tidak
percaya lagi.
2) Amaccang atau acca,
62
Muhammad Al-Gazali, Khuluqul., hlm.304. 63
Abdul Karim, Konsep., 64
Artinya, Siri‟ tanpa dibarengi pace bisa menimbulkan kesan egoisme yang berlebihan. Dengan demikian,
pace menjadi faktor penyeimbang terhadap siri‟ dan sebaliknya siri‟ menjadi penyeimbang terhadap pacce. Nurman
Said, Masyarakat., hlm. 67.
15 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.
Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
Amaccang atau acca artinya kepintaran atau cendikiawan. Hal yang menutup kepintaran
adalah kemarahan atau suka marah. Ciri orang yang pintar selalu manyameng ininnawa
(tenang hati dan pikiran) memandang segala sesuatu dengan sikap madeceng kalawing ati
(baik kandungan hatinya). Orang pintar itu orang yang memikirkan lebih dahulu semua akibat
dan dampak suatu perbuatan, barulah dilaksanakan.65
3) Getteng,
Getteng artinya taat asas atau konsisten dan keteguhan. Sikap ini harus ditegakkan, baik
dalam ucapan maupun dalam perbuatan. Hal yang menutupi sikap ini adalah ucapan dan
pendiriannya yang berubah-ubah sehingga bingung. Sikap ini memang situasional, namun
dasar kejujuran menjadi tujuannya.
4) Awaraningen,
Awaraningen, artinya (keberanian), sikap ini berkaitan dengan sikap magetteng, yaitu
berani melakukan keputusan hasil kesepakatan.
5) Sipakatau
Sipakatau, artinya humanis (Saling Memanusiakan). Budaya sipakatau sudah dikenal
oleh masyarakat Sulawesi Selatan sejak lama, terpaut dalam kesadaran mereka, digunakan
untuk pergaulan sehari-hari. Sikap ini terwujud dalam sopan santun dan bertutur kata berbudi
bahasa, mulia dalam komunikasi dalam tatap muka.
6) Madeceng kalawing ati
Madeceng kalawing ati, artinya (baik kandungan hati). Sikap mental ini kurang lebih
sebangung dengan ajaran agama, yaitu husnu dzam (baik sangka). Lebih dari itu, sikap ini
harus diwarnai keikhlasan dalam bertindak, bahwa semua itu untuk pengabdian kepada Tuhan
Yang Maha Esa66
(Allah SWT).
65
Tim PUSPAR UGM, Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan, Wawasan., hlm. 258. 66
Ibid., hlm. 260.
16 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.
Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Bugis Makassar adalah dua suku yang merupakan rumpun yang sama yang mendiami
wilayah Sulawesi bagian selatan, orang Bugis Makassar dalam kehidupan sehari-harinya
terikat sistem norma dan adat istiadat. Sistem norma dan adat-istiadat orang Bugis Makassar
itu berdasarkan atas lima unsur pokok ialah: (1) Ade‟ (ada‟ dalam Makassar); (2) Bicara; (3)
Rapang; (4) Wari‟ dan (5) Sara‟ (Sara’ dalam bahasa Arab Syariah adalah unsur pokok dalam
Pangngadereng atau Pangadakkang yang berasal dari agama Islam). Dalam sistem adat
tersebut, konsep Siri‟ selalu dihayati oleh orang-orang yang berpegang teguh pada ade’ serta
sistim Pengadereng. Siri‟ adalah etos kultur, prinsip hidup atau pendirian masyarakat yang
melekat pada system nilai yang berimplikasi dalam system budaya, social dan kepribadian
seseorang atau suatu masyarakat. Bagi masyarakat Bugis-Makassar, Siri' mengajarkan
moralitas kesusilaan yang berupa anjuran, larangan, hak dan kewajiban yang mendominasi
tindakan manusia untuk menjaga dan mempertahankan diri dan kehormatannya karena
seseorang yang tidak memeliki Siri‟ adalah lepas dari konteks moralitas ade‟ serta
kesepakatan adat.
Siri‟ merupakan salah satu sifat kepribadian manusia, dalam kepribadian manusia
tersebut dikatakan sebagai akhlak dalam konteks ini yang relevansinya banyak dijelaskan
dalam Al-Qur’an dan Hadist Nabi SAW. Islam sangat menekankan betapa pentingnya sebuah
akhlak dalam kehidupan bermasyarakat. Konsep Siri‟ tersebut adalah bagian tata nilai yang
sangat urgen dan merupakan sebuah tradisi budaya lokal yang perlu dilestarikan yang
tentunya harus senantiasa sesuai dengan asas-asas ajaran agama Islam sebagai landasannya.
Siri‟ (hayaa >‟ dan ghirah), atau malu dan harga merupakan dua sifat yang tidak hanya
dijunjung tinggi dalam tradisi Islam akan tetapi juga diyakini sebagai bagian terpenting dari
struktur keimanan seorang muslim.
Tradisi budaya lokal Siri‟ dalam masyarakat utamanya Bugis Makassar mengandung
nilai-nilai etika hukum dan sekaligus nilai-nilai pendidikan yang juga sangat menekankan
pada pada aspek kehidupan sehari. Adapaun nilai-nilai tersebut adalah, Nilai malu dan nilai
harga diri sebagai nilai utama dalam konteks budaya Siri‟. Disisi lain nilai-nilai yang bersifa
nisbi yang dibatasi oleh waktu dan tempat. nilai-nilai ini terimplikasi pada budaya Siri‟ seperti
atau Pacce atau Pesse, Ada Tongeng (Kejujuran), Amaccang (Kepintaran), Getteng
17 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.
Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
(Keteguhan), Awaraningen (Keberanian), Sipakatau (Memanusiakan) dan, Madeceng
kalawing ati (Baik kandungan hati).
Penghayatan akan nilai-nilai etika kandungan Siri‟ yang didalamnya memuat nilai-nilai
malu serta harga diri (martabat) seyogyanya harus bermula ditanamkan dalam kehidupan
keluarga. Anak-anak dibiasakan merasa malu melakukan perbuatan tercela dan terlarang, serta
pada saat yang sama ditanamkan perasaan harga diri guna selalu melukakan hal yang baik dan
terpuji.
DAFTAR PUSTAKA
Ana Retnoningsih, Suhartono, dan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Lux), Semarang:
Widya Karya, 2011.
Anshoriy, Nasruddin, Anregurutta Ambo Dalle Maha Guru daru Bumi Bugis, Yogyakarta: Tiara
Wacana, 2009.
Al-Asqalani, Hajar, Ibnu, Fathul Baari (Penjelasan Kitab Shaih Al Bukhari) terj. Ghazirah Abdi
Ummah, edt. Abu Rania, Lc dan Titi Tartila, S.Ag, Jakarta: Pustaka Azzam, 2002.
Al-Gazali, Muhammad, , Khuluqul Muslim, Akhlak Seorang Muslim,, terj. Abu Laila dan
Muhammad Tahir, Bandung: PT. Alma’arif Bandung, 1995.
Baki, Nasir, Pola Pengasuhan Anak dalam Keluarga Bugis (Studi tentang Perubahan Sosial
dalam Keluarga Rappang di Sulawesi Selatan, Disertasi. Yogyakarta: UIN Sunan
Kalijaga, 2005.
Banuamandar, Siri dan Pengaruhnya dalam Masyarakat, dalam website
http://banuamandar.blogspot.com /2012/05.
Departemen Agama RI. Al-Qur‟an dan TerjemahNya, Bandung: PT Sygma Examedia Arkalema,
2009.
Faruq, Umar, Kebudayaan dan Agama dalam Konteks Indonesia Menurut Musa Asy‟arie,
Yogyakarta: Skripsi, Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin UIN Sunan
Kalijaga, 2007.
Hamid, Abu, Syekh Yusuf Seorang Ulama, Sufi dan Pejuang. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
1994.
Haris, Abd., Etika Hamka, Kontruksi Etik Berbasis Rasional Religius, Yogyakarta: LKiS, 2010.
Hilali, 'Ied, Salim, bin, al, Malu Menurut al-Quran dan as-Sunnah yang Shahih, dalam Website
http://ebook.mw.lt/jowo2/txtmalu.txt.
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Bugis,.
Huda, Miftahul, Al-Qur‟an dalam Perspektif Etika dan Hukum, Yogyakarta: Teras, 2009.
18 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.
Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
Huzain, Muhammad, Etika Budaya “Sipakatau” masyarakat Bone. Yogyakarta: Tesis UIN Sunan
Kalijaga, 2006.
Ilyas, Yunahar, Kuliah Akhlak, Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LLPI),
2011
Imdadun, Rahmat, M., Islam Pribumi Mendialogkan Agama Membaca Realitas, Sayed Mahdi,
Singih Agung, (ed), Jakarta: Erlangga, 2003.
Indah, Mawaddah, Al-Hayaa‟ atau Rasa Malu, dalam website http://mawaddahindah.
wordpress.com/2012/04/07/.
Karim, Abdul, Konsep Kesadaran Harkat Siri‟, dalam website, http://abdulkarim8284.
blogspot.com/2012/04/.html.
Khaled, Amr, Akhlak Al-Mu‟min, Buku Pinta Malu (Memandu anda Berkepribadian Muslim
dengan Lebih Asyik, Lebih Otentik, terj. Fauzi Faisal Bahreisy. Jakarta: Zaman, 2010.
Koentjaraningrat, Bunga Rampai Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2000.
_____________, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2010.
Kurniawan, Bhimo, Menggali Nilai Nilai Budaya Bugis Makassar, dalam Website
http://id.scribd.com/doc.
Mappangara, Supriadi, Bugis Makassar di Lintasan Sejarah, dalam Website, http://ila-galigo.
blogspot.com/2009/05/.html.
Mattulada, Latoa: Suatu Tulisan Analisis Terhadap Antropologi-Politik Orang Bugis. Jakarta:
Universitas Indonesia, 1975.
Nawawi, Syauki, Rif’at, Kepribadian Qur‟ani, Jakarta: Amzah, 2011.
Pelras, Christian, Manusia Bugis, Oxford Inggris: Blackwell Publisher Limited, terj. Abdul
Rahman Abu,Hasriadi, Nurhady Sirimorok. Jakarta: Penerbit Nalar, 2006.
Portal Bugis, Manusia Bugis Rantau, Budayanya Siri‟ Bugis Makassar, dalam website,
https://portalbugis.wordpress.com.
Tim PUSPAR UGM, Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan, Wawasan Budaya untuk
Pembangunan: Menoleh Kearifan Lokal, Yogyakarta: Pilar Politika, 2004.
Rasdiyanah, Andi, Integrasi Sistem Pangngadereng (Adat) dengan Sistem Syari‟at sebagai
Pandangan hidup orang Bugis dalam Lontarak Latoa, Yogyakarta: Disertasi IAIN
Sunan Kalijaga,1995.
Ratna Susanti, Yusuf Qardhawy, , Masyarakat Berbasis Syariat Islam, Akidah, Ibadah, Akhlak.
Edt, Surakarta: Era Intermedia, 2003.
19 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.
Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
Said, Nurman, Masyarakat Muslim Makassar: Studi Pola-Pola Integrasi Sosial antara Muslim
Pagama dengan Muslim Sossorang, Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Departemen
Agama RI, 2009.
Setiawan, Nur Kholis, M., Pribumisasi Al-Qur‟an Tafsir Berwawasan Keindonesiaan,
Yogyakarta: Kakubata Dipantara, 2012.
Suraji, Imam, Etika dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Al-Hadits, Jakarta: PT. Pustaka Al Husna
Baru, 2006.
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………………………
A. LATARBELAKANG ……………………………………………………………..
BAB II. PEMBAHASAN ……………………………………………………………………
A. SEKILAS SEJARAH DAN MAKNA BUDAYA SIRI’ BUGIS MAKASSAR …
1. Ikhtisar umum sejarah kebudayaan Bugis Makassar ………………………….
2. Makna Budaya Siri’ Bugis Makassar ………………………………………….
a. Pengertian Budaya …………………………………………………………
b. Makna Siri’ ………………………………………………………………..
B. SIRI’ BUGIS MAKASSAR DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN AL-HADITS
……………………………………………………………………………
1. Budaya Siri’ dalam perspektif Al-Qur’an dan Al-Hadits ……………………..
2. Nilai-Nilai pendidikan Islam dalam konteks Siri’ Bugis Makassar …………..
BAB. PENUTUP …………………………………………………………………………….
A. KESIMPULAN …………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………..
20 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.
Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012