BUdaya kerja pns.pdf
-
Upload
cheen-tidore -
Category
Documents
-
view
54 -
download
0
Transcript of BUdaya kerja pns.pdf
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, termaktub bahwa tujuan
di bentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk menjadikan
Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia maju dan sejahtera serta
mencerdaskan kehidupan dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk
merealisasikan semua tujuan tersebut, perlu usaha-usaha memberdayakan seluruh
potensi dan aset sumber daya yang dimiliki negara Indonesia secara produktif
khususnya dalam pengembangan dan pemanfaatan Sumber Daya Manusia yang
belum optimal. Dalam sistem kenegaraan, pengetahuan pengelolaan Sumber Daya
Manusia telah diatur dalam Undang-Undang Kepegawaian Republik Indonesia.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 43 Tahun 1999 dengan
merujuk pada, perubahan atas Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian, dinyatakan :
Bahwa dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional untuk mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur, adil dan bermoral tinggi, diperlukan pegawai negeri yang merupakan unsur aparatur negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Kedudukan pegawai negeri dalam UU Pokok Kepegawaian sebagai unsur
aparatur negara, mempunyai tugas dan peran yang sangat strategis dalam
-
2
pengelolaan bangsa dan negara. Terutama dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan
tugas negara, pemerintahan dan pembangunan. Pegawai negeri adalah asset
nasional yang sangat vital, mereka adalah sosok-sosok pemimpin, penggerak dan
sekaligus pelaksana tugas negara. Pada pundak mereka tugas tanggung jawab
keberhasilan pemerintahan dalam mencapai tujuannya.
Oleh karena itu sudah sepantasnya PNS merupakan tenaga unggulan yang
terpilih. Manusia-manusia paripurna sebagai pengelola kesempurnaan
pemerintahan negara. Tak heran jika tugas tanggung jawab negara berada pada
pundaknya. Untuk itu kita harus tahu persis, siapakah mereka itu sebenarnya, Baik
menyangkut kondisi fisik maupun mental serta integritas pribadi dalam
keprofesionalannya. Begitu pula apakah imbal jasa yang mereka terima sudah
layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya sehingga bisa
menunaikan tugas pekerjaannya secara optimal.
Justru inti pokok persoalan inilah yang harus menjadi sorotan perhatian
utama dan perlu mendapat kajian yang mendalam, karena energi bangsa
Indonesia berada ditangannya. Walaupun kekuatan mereka hanya berada dalam
jumlah kurang lebih 3,7 juta orang tetapi sangat menentukan. Hal ini sesuai
dengan hukum Pareto Manajemen yang menyatakan bahwa: Sedikit tetapi
penting dan banyak tetapi tidak penting (Januar, 1980). Kekuatan +1,76 % PNS
harus bisa bekerja optimal untuk mengendalikan jumlah yang 98,24 % warga
negara Indonesia untuk mencapai tujuan yang diinginkan bangsa dan NKRI. Pada
tangan-tangan merekalah sebenarnya keberhasilan bisa dicapai dan diandalkan .
-
3
Profesionalisme dengan tugas dan tanggung jawabnya sangat menentukan sebagai
ujung tombak dan tak dapat diabaikan atau dilirik hanya dengan sebelah mata.
Mereka membutuhkan fokus perhatian 100 % atas keberadaan dan upaya-upaya
peningkatannya, sampai kepada prestasi dan produktivitas kerjanya yang optimal.
PNS ini, keberadaannya tersebar di seluruh tatanan birokrasi pemerintahan.
Sedangkan fokus pembahasan kajian dalam penelitian ini lebih ditujukan kepada
dosen sebagai PNS dalam jabatan fungsional yang melaksanakan tugas
profesional berdasarkan keahlian dan keterampilannya untuk bekerja mandiri
dalam tugas keseharianya di lingkungan dunia perguruan tinggi. Untuk
kepentingan itu semua, penelitian dalam tesis ini akan mengkaji dan membahas: :
Apakah Dosen sebagai Pegawai Negeri Sipil Aparatur Negara telah mengikuti
dan melaksanakan budaya kerja yang berlaku dalam kehidupan aparatur negara?.
Apakah Dosen sebagai Pegawai Negeri Sipil telah menunjukkan kinerja yang
produktif dan optimal dalam bidang tugas pekerjaannya?. Apakah Dosen sebagai
Pegawai Negeri Sipil telah mendapatkan imbal jasa sebagai balas jasa yang adil
dan layak atas pekerjaannya? Apakah Dosen merasa telah mendapatkan kepuasan
kerja dalam melaksanakan tugas kewajibannya sebagai Pegawai Negeri Sipil
Aparatur Negara. Berdasarkan kaji telaah yang telah dilakukan oleh Djoko
Susilo (Makalah, 2001), bahwa Pegawai Negeri Sipil sebagai Aparatur Negara
(dalam hal ini termasuk Dosen) masih belum dapat menjalankan tugas secara
optimal. Hal ini, dapat ditunjukkan dengan memperhatikan hasil penelitian dan
kajian serta penilaian terhadap Aparatur Negara khususnya Pegawai Negeri Sipil
baik menyangkut Budaya Kerjanya, Kinerjanya maupun Imbal Jasanya, yang
-
4
dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No:
25/KEP/M.PAN/04/2002
Apabila SK. Menpan No. 25/2002 kita kaji telaah dengan seksama dan
klarifikasikan berdasarkan penilaian khusus terhadap opsi Budaya Kerja PNS,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut : (1). Sampai saat ini komitmen dan
konsistensi terhadap visi dan misi organisasi masih rendah, karena belum
memahami benar mengenai urgensi dan makna visi, misi dan masih ada
kepentingan pribadi dan golongan yang lebih menonjol jika dibandingkan dengan
kepentingan tujuan organisasi. (2) Pelaksanaan wewenang dan tanggung jawab
aparatur saat ini belum seimbang. (3) Di kalangan pegawai masih belum
menunjukkan integritas perilaku dan profesionalisme yang konsisten. Tampak
pada perilaku yang tidak bisa diandalkan, sering mangkir, datang terlambat dan
pulang cepat, menunda-nunda pekerjaan, dan lain-lain. (4) Saat ini sifat
kebersamaan mulai jarang dijumpai karena masing-masing individu lebih banyak
terpaku pada kepentingan interest masing-masing dan enggan menerima risiko,
yang dapat merugikan setiap individu. (5) Kebiasaan aparatur negara saat ini
banyak yang kurang tepat sasaran dan tidak cepat dalam menyelesaikan suatu
urusan, bahkan sering terkesan asal jadi, asal bekerja dan kurang berorientasi pada
kualitas pelayanan. (6) Pengaruh budaya prestise yang lebih menonjol sehingga
aspek rasionalitas sering dikesampingkan. (7) Aparatur negara masih suka ikut-
ikutan dan tidak punya pendirian serta kurang objektivitas dalam bekerja terutama
dalam mengatasi konflik sosial, ekonomi, dan lain-lain. (8) Aparatur negara dari
tingkat tertinggi sampai yang terendah pada umumnya kurang memiliki kearifan,
-
5
karena nilai kearifan itu telah menggeser pada nilai materialisme yang selalu di
ukur dengan uang. Ini disebabkan oleh tuntutan biaya hidup yang kurang
terpenuhi dari gaji yang diterima dan pengaruh lingkungan sosial yang bergaya
hidup mewah dan konsumtif. (9) Dedikasi dan loyalitas aparatur negara masih
rendah, bahkan ada aparatur yang salah dalam menerapkan loyalitas hanya
ditunjukkan kepada atasannya tetapi tidak loyal terhadap visi dan misi tugas
Instansinya. (10) Banyak aparat yang kurang tekun dalam melaksanakan tugasnya.
Mereka seringkali menunda pekerjaannya karena merasa tidak ada beban dan
tanggung jawab moral. (11) Kebanyakan aparatur negara belum memahami
makna keadilan dan keterbukaan bagi masyarakat yang dilayaninya.
Sedangkan penilaian terhadap Kinerja PNS dapat kita klarifikasikan ,
adalah sebagai berikut : (1). Komitmen dan konsistensi terhadap visi, misi dan
tujuan organisasi belum efektif. (2). Aparatur negara dalam menjalankan
wewenang dan tanggung jawabnya masih rendah, wewenang yang kurang jelas,
dedikasi yang rendah serta sistem manajemen pelayanan yang masih kurang baik
sehingga layanan aparatur kepada masyarakat masih jauh dari harapan baik
kualitas kepastian maupun sikap aparaturnya. (3). Saat ini masih banyak aparatur
yang integritas dan profesionalisme rendah, selalu mau menang sendiri dan
biasanya tidak mau di salahkan karena menganggap dirinya sebagai penguasa
resmi yang sah. (4). Kebiasaan bekerja sangat terburu-buru, sehingga banyak
kesalahan atau bekerja sangat lamban. Tidak mempunyai rencana kerja yang
tepat, rinci dan akurat, jelas dan kurang giat mengembangkan metode kerja yang
efisien. (5). Keteguhan dan ketegasan aparatur negara masih rendah. (6).
-
6
Kedisiplinan dan keteraturan negara aparatur kerja masih rendah, terbukti masih
banyak pejabat tingkat atas terlalu sibuk menghadiri rapat koordinasi di berbagai
tempat dan bekerja sampai malam. Sementara banyak pegawai di bawah yang
bekerja hanya berdasarkan perintah sehingga sering terburu-buru dan banyak
nganggur apabila tak ada perintah. (7). Banyak aparatur negara yang tidak berani
mengambil risiko dalam pengambilan keputusan karena tuntutan baru yang tidak
pasti atau diluar kebiasaan. Konsekuensinya kalau gagal mereka akan kena sanksi
sehingga mereka tidak berbuat apa-apa dan menunggu perintah. (8). Aparatur
yang asal kerja tanpa merasa malu berbuat kesalahan berulang kali, karena
segalanya dianggap biasa dan akan diperbaiki oleh atasannya.
Demikian juga penilaian terhadap Imbal Jasa (Reward) PNS hasil
penilaiannya adalah sebagai berikut: (1). Gaji pegawai pemerintah yang kecil
nilainya bila di bandingkan dengan harga barang dan jasa lainnya. (2). Tingkat
kesejahteraan yang kurang memadai. (3). Penghasilan aparatur belum memadai.
Diperkuat lagi dengan pendapat Kwik Kian Gie (2004) dalam tinjauannya
terhadap sistem penggajian Pegawai Negeri Sipil dan Polri, sudah menjadi sangat
semerawut, ini karena besarnya gaji yang di terima satu bulan hanya cukup untuk
hidup satu sampai dua minggu. Lebih tajam lagi Business News (Jakarta, 20 Juli
2002) memberitakan, sungguh ironis perbandingan antara UMP di Jakarta dengan
gaji guru sebulan hanya cukup untuk menginap satu malam saja di hotel
berbintang empat. Dalam sebuah laporan Pokja Pemberdayaan Guru/ Tenaga
Kependidikan periode November 1998 Januari 1999 mengangkat persoalan
kesejahteraan guru/tenaga kependidikan, bahwa :
-
7
Tingkat kesejahteraan guru/tenaga kependidikan tergolong rendah, bahkan amat rendah, tidak setara dengan pengabdian yang diberikannya. jumlah gaji yang di terimanya jauh di bawah kebutuhan minimal untuk hidup guru bersama keluarganya. Keadaan ini berlaku untuk semua guru pada semua tingkat pendidikan dan di semua daerah. Kesejahteraan guru yang rendah berdampak tidak menguntungkan terhadap motivasi guru, status sosial profesi guru dan dunia pendidikan secara keseluruhan. Gaji guru rendah, bahkan lebih rendah dari pada pekerjaan lain dengan tingkat pendidikan yang sama atau bahkan dengan pendidikan yang lebih rendah. (Fasli Jalal dan Dedi Supriadi (2001:229).
Dalam hal ini Hardiyanto (2002) berpendapat bahwa masalah tersebut
disebabkan oleh sistem Remunerasi yang berlaku masih belum dapat berfungsi
sebagai pemacu peningkatan kinerja karena jumlahnya masih belum dapat
memenuhi kebutuhan hidup layak dan penetapan besaran gaji pokok dan
tunjangan masih belum didasarkan pada bobot jabatan. Kondisi seperti ini
mendorong emosi yang tak terbendung dan meledak menjadi sebuah demonstrasi
yang intinya berkisar pada rendahnya imbal jasa yang mereka terima. Kasus yang
masih hangat adalah kasus pemogokan dan demonstrasi besar-besaran para
pahlawan tanpa tanda jasa, para guru dari tingkat SD,SLTP, maupun SLTA.
Mereka meminta kenaikan gaji minimal 300 % . Kasus ini menjadi cukup serius
dengan ancaman mogok saat pelaksanaan EBTANAS andai tetap tidak digubris.
Untung saja hal tersebut tidak sampai terjadi. Bagaimana pun hal ini telah
menyentakan hati para orang tua murid. Sudah segawat itukah permasalahan yang
di hadapi sehingga mereka menggunakan senjata terakhir agar di dengar pihak
berwenang? Sudah berkali-kali ditulis dan dibahas dalam seminar, bahkan
dinyanyikan dalam lagu yang cukup terkenal oleh Iwan Fals perihal nasib guru
-
8
yang di juluki Oemar Bakri ini, membonceng suasana reformasi, para guru
lebih berani menggunakan hak untuk mengatakan yang sebenarnya.
Hal inipun telah terjadi dalam pergerakan para karyawan/pegawai yang
sudah bisa diperkirakan sebelumnya, bahkan seharusnya sudah dapat di cegah
akibat yang lebih serius apabila perusahaan atau pemerintah mempelajari
sungguh-sungguh gejala awal yang muncul sebagai akibat rendahnya tingkat gaji
yang ada di Indonesia. Juga dapat mengambil langkah sebelum akibat lebih serius
terjadi. Sebenarnya masalah rendahnya imbalan (reward/compensation) yang di
terima bisa berdampak luas. Dampak yang muncul tidak hanya pada hal yang
mencolok mata, seperti demonstrasi dan pemogokan. Deteksi dini dapat di lihat
dari perilaku para karyawan/pegawai sebelum demonstrasi atau pemogokan.
Gejala awal bisa berupa sering timbulnya pertanyaan kenapa karyawan/pegawai di
suatu organisasi bisa bekerja dengan penuh semangat, rajin penuh dedikasi, dan
perhatian kepada pekerjaan yang dijalankan. Di lain pihak, dapat di lihat ada yang
bekerja ala kadarnya, sering terlambat, kadang tidak masuk, produktivitas rendah,
dan kurang dedikasi.
Dalam dunia pendidikan, persoalan seperti itu bisa kita bandingkan
kualitas Guru dan Dosen perguruan tinggi Australia dan Malaysia dengan
Indonesia. Di perguruan tinggi Indonesia, baik tenaga edukatif maupun tenaga
administratif belum bisa mencurahkan seluruh perhatiannya secara fokus seratus
persen pada pekerjaannya. Akibat pengamatan bagaimana dosen harus bekerja dri
satu tempat ketempat lain, dalam kondisi fisik serta mental yang lebih, waktu
yang syarat padat dengan beban kerja untuk ditunaikan, sehingga dari satu
-
9
pekerjaan ke tugas pekerjaan lainnya sangat mepet. Akibatnya sering terjadi
keterlambatan mengumumkan hasil evaluasi, tugas atau ujian mahasiswa. Belum
lagi dengan seambreg bimbingan masiswa baik dalam bentuk guidance &
counseling dimana jumlahnya cukup banyak, ditambah dengan rangkap tugas dan
jabatan. Bimbingan skripsi, penelitian, pengabdian masyarakat dan kegiatan
kepanitiaan yang bersifat ekstra kurikuler. Peran pelayanan terhadap klien atau
pelanggan, belum menunjukkan standar profesional sesuai dengan jabatan
fungsional. Banyak masalah penyebab menurunnya kinerja staf pengajar di
perguruan tinggi di Indonesia ini. Salah satunya disebabkan, tidak sepadannya
penghargaan yang di terima para dosen atas pekerjaan yang telah di lakukan. Jika
kita bandingkan dengan pendapatan dosen di negara tetangga terdekat saja yang
serumpun misalnya Malaysia berdasarkan tim survey BAUK UPI yang dipimpin
Drs.H.Dirdja Halimi (2004) dalam satu bulannya untuk golongan III
mendapatkan kurang lebih Rp. 17.000.000,00 sedangkan untuk pangkat dan
golongan yang sama di Indonesia Rp. 1.700.000,00. Begitu juga untuk guru besar
golongan IVe versi tertinggi golongan gaji di Indonesia, kurang lebih
mendapatkan Rp. 34.000.000,00 sedang di Indonesia Rp. 3.400.000,00. Betapa
besarnya gap sistem penggajian di negara Jiran dibandingkan dengan sistem
pengupahan di Indonesia. Menurut Satrio (Business News,20 Juli 2002), kondisi
sistem penggajian di Indonesia sungguh tragis dimana seorang Profesor dengan
kemampuan yang sama, gajinya jauh lebih kecil dibandingkan dengan teman
sejawatnya di Malaysia. Akibatnya, tidak aneh jika banyak profesor dan guru
besar terbaik Indonesia yang hijrah ke negeri Jiran demi untuk memperbaiki
-
10
nasibnya. Di Australia, gaji dosen untuk setara dengan golongan III menurut
versi Indonesia rata-rata sekitar $ 2000/bulan (Kompas, 2000). Ketidakpuasan
pada gaji sering di jadikan salah satu penyebab banyak kejadian, mulai dari
kurang disiplin dalam bekerja sampai kinerja yang rendah serta menunjukkan
sikap mental negatif.
Dalam hal ini Edward Lawler (1972) menjelaskan akan ketidakpuasan
gaji yang dapat mempengaruhi perasaan individu melalui dua cara. Pertama,
meningkatnya keinginan mendapatkan penghasilan yang lebih banyak. Kedua,
menurunnya daya tarik pekerjaan. Manakala individu meningkat penghasilannya.
Kegiatan ini termasuk menjadi anggota suatu serikat pekerja, mencari pekerjaan
lain, bekerja lebih baik, atau mogok kerja. Dengan perkecualian bekerja lebih
baik, pada umumnya tindakannya diklasifikasikan sebagai tindakan yang tidak
baik. Dalam kasus bekerja lebih baik, hal ini hanya akan terjadi dalam kasus di
mana gaji di persepsikan langsung terkait dengan kinerja. Jika pekerjaan
kehilangan daya tariknya, karyawan cenderung akan absen, sulit diatur, dan
menjadi tidak puas dengan pekerjaan itu sendiri.
Kepuasan gaji pada umumnya mempunyai pengaruh yang cukup
signifikan pada kinerja karyawan maupun organisasi. Hal serupa ini dapat di
tunjukkan berdasarkan informasi dari berita surat kabar Kompas (24-3-2000).
Bahwa :
Masalah yang muncul dan amat meresahkan kalangan Rektorat dan Dosen adalah karena justru Kepala Biro, Kepala Bagian dan Kepala Sub Bagian yang mengurus administrasi PTN memiliki eselon dan berhak atas tunjangan cukup besar. Kepala Biro misalnya berada di eselon II/a dengan tunjangan jabatan Rp. 5.000.000,- per bulan. termasuk tunjangan kepala Biro jauh lebih tinggi dari pada Rektornya. Bagaimana kami bisa
-
11
memimpin mereka, tanya Rektor Universitas Negeri Malang (UNM) Nuril Huda. Selama ini Nuril Huda memperoleh tunjangan fungsional sebesar Rp. 500.000,-/bulan dari anggaran perguruan yang ia pimpin. Sesuai Surat Edaran (SE) Dirjen Anggaran, mulai April mendatang Rektor PTN dengan jabatan guru besar hanya akan menerima tunjangan sebesar Rp. 900.000,- per bulan. Kalau pejabat seperti Dekan, jabatannya baru Lektor Madya dengan tunjangan yang ia terima hanya Rp. 500.000,- per bulan. Inilah yang menimbulkan keresahan. Kami khawatir keadaan ini akan mengganggu kegiatan perkuliahan, tambah Nuril lagi. Tanggapan senada datang dari Purek I Universitas Indonesia Usman Chatib Warsa yang mengaku pihaknya amat terkejut mengetahui kenaikan tunjangan struktural yang mencapai 1.900 persen. Mengapa tunjangan struktural itu begitu besar ? Bukannya saya iri tetapi kesenjangan yang teramat besar dengan staff biasa akan berakibat kurang baik. Lebih baik SE Dirjen Anggaran ditunda dahulu, kata Usman. Diluar itu, kelak jika otonomi PTN direalisir, tunjangan struktural yang begitu tinggi akan memberatkan PTN yang otonomi. Menurut tujuh Rektor PTN se-Jatim ( Universitas Airlangga, Universitas Jember, IAIN Sunan Ampel, ITS, Universitas Negeri Malang dan Universitas Negeri Surabaya), SE Dirjen Anggaran tersebut dapat menimbulkan keresahan dan suasana kerja kurang kondusif, utamanya dalam pelaksanaan proses kegiatan belajar mengajar. Akibat lebih lanjut dapat merusak disiplin kerja tenaga edukatif dan tenaga administratif di lingkungan PTN. Disamping itu lebih lanjut Hardiyanto (2002) mengemukakan bahwa :
Gaji pegawai yang di berikan berdasarkan kemampuan keuangan negara, bukan
didasarkan pada standar kebutuhan fisik minimal atau standar hidup minimal.
Sistem remunerasi yang berlaku masih belum dapat berfungsi sebagai pemacu
peningkatan kinerja karena jumlahnya masih belum dapat memenuhi kebutuhan
hidup layak dan penetapan besaran gaji pokok dan tunjangan masih belum
didasarkan pada bobot jabatan. Struktur gaji pokok masih belum memenuhi
prinsip-prinsip keadilan individu, internal dan eksternal (individual equity,
internal equity, dan external equity). Selain itu, sistem remunerasi yang berlaku
masih belum transparan, karena selain gaji dan tunjangan, masih ada PNS yang
menerima penghasilan berbagai sumber non-belanja pegawai. Dengan tunjangan
-
12
jabatan struktural yang lebih besar dari gaji pokok telah menimbulkan distorsi dan
mendorong terjadinya kompetensi yang tidak sehat dikalangan PNS untuk dapat
kedudukan dalam struktural. Untuk mengurangi distorsi, gaji pokok seyogyanya
dinaikkan sehingga dapat menjadi bagian terbesar dari penghasilan PNS. Namun,
upaya untuk meningkatkan penghasilan PNS selalu dihadapkan pada kenyataan
gaji pokok terendah PNS selalu dijadikan bench mark bagi penetapan upah
pekerjaan di sektor swasta.
Kenaikan gaji pokok PNS tentunya akan mendorong pekerja untuk
membuat kenaikan upah. Di dalam kondisi ekonomi yang belum pulih, hal
tersebut justru akan membawa dampak yang luas. Begitu pula dalam hal disiplin
pegawai masih rendah dan mekanisme akuntabilitas belum dapat ditegakkan. Hal
tersebut disebabkan antara lain tidak jelasnya uraian tugas dan tanggung jawab
PNS serta sasaran pencapaian hasil yang dibebankan kepadanya.
Berdasarkan hasil observasi dan pengamatan di lingkungan Dosen Jurusan
Pendidikan Ekonomi, bahwa budaya kerja seperti yang telah digariskan dalam
kebijakan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara sebagian sudah dilaksanakan
akan tetapi masih ada Nilai-Nilai Dasar Budaya Kerja yang menunjukkan belum
dapat dilaksanakan secara konsisten, menyeluruh dan optimal. Hal ini dapat
ditunjukkan seperti dalam disiplin kehadiran Dosen sebagai Pegawai Negeri Sipil
yang harus bekerja dari jam 07.00 sampai dengan jam 16.00, belum bisa
sepenuhnya setiap Dosen dengan tenang diam di tempat menjalankan tugasnya
sehari-hari. Dalam bekerja, Dosen belum memanfaatkan tenaga, peluang waktu
kerja maupun sarana - prasarana ruangan dan laboratorium secara efektif dan
-
13
efisien. Dalam menyalurkan ide, gagasan, dan kreativitas Dosen masih belum
memaksimalkan kapasitas potensi yang dimilikinya untuk berbagai kegiatan
inovatif selain menjalankan tugas-tugas rutin PBM, juga penelitian dan
pengabdian sangat ketergantungan pada dana yang terbatas di sediakan lembaga.
Apalagi yang menyangkut aktivitas-aktivitas kemandirian baik dalam
pengembangan pribadi atau terprogram. Begitu juga dalam inovasi dan motivasi
dengan biaya sendiri masih jauh dari yang diharapkan.
Standar profesionalisme dan etika kerja, masih harus ditingkatkan.
Keteladanan Dosen memerlukan pembinaan yang lebih intensif, di mana
integritas kepribadian dan profesionalisme dengan standar nasional maupun
internasional dalam beberapa hal masih perlu peningkatan menuju kesempurnaan
pribadi kaum intelektual yang arif dan bijak serta mandiri secara utuh. Ketegasan
dalam hal tindakan pengambilan keputusan, pertimbangan-pertimbangan
emosional masih nampak dan menunjukkan budaya kerja pokoknya aman dan
berjalan lancar dari hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan sampai akhir
tahun. Sedangkan kinerja yang ditunjukkan DP3 dan Angka Kredit Dosen,
walaupun secara keseluruhan sudah dijalankan sesuai dengan aturan dan prosedur
serta kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam pelaksanaan kerja, akan tetapi masih
terdapat kesenjangan-kesenjangan penilaian yang perlu mendapatkan perhatian
lebih tajam dan konsisten.
Mengenai imbal jasa Dosen, umumnya sudah menerimanya sesuai dengan
sistem imbal jasa PNS yang harus diterima pada setiap bulannya. Sekalipun
jumlahnya dirasakan belum memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga
-
14
dalam setiap bulannya. Akibatnya, banyak atau hampir sebagian besar Dosen
mencari pendapatan tambahan diluar pekerjaan tetap, yang kadang-kadang
mengganggu terhadap tugas-tugas rutin sebagai kewajiban utamanya. Demikian
pula kebiasaan mengambil pinjaman ke Bank, ke Koperasi atau ke badan-badan
kesejahteraan lainnya merupakan fenomena yang tak dapat dihindari, hal ini
menyebabkan take home pay mereka ada yang sampai nol bahkan minus.
Bagaimana mungkin motivasi kerja bisa memacunya dalam kondisi seperti itu.
Atas dasar kondisi Dosen seperti yang telah diuraikan di atas, muncul
keinginan untuk mengetahui persepsi dan gambaran objektif keadaan PNS di
lapangan dengan mengambil objek riset pada Pegawai Negeri Sipil Tenaga
Edukatif/Dosen Jurusan Pendidikan Ekonomi FPIPS-UPI. Dengan tujuan untuk
memperoleh gambaran deskriptif dan analisis verifikatif tentang keadaan
Dosen/Tenaga Edukatif berdasarkan data empirik yang dapat dikaji dan diuji
sehingga memperoleh temuan-temuan yang bisa dijadikan masukan (feed back)
bagi dosen dalam rangka mewujudkan tindakan yang positif menuju peningkatan
budaya kerja yang lebih produktif, kinerja yang lebih baik dan perfect serta imbal
jasa kesejahteraan yang lebih memadai dan memberi kepuasan dalam tugas dan
kewajibannya sebagai aparatur negara. Semua itu diharapkan bisa memotivasi
dan diakui sebagai sebuah Hukum Besi bagi kelangsungan hidup setiap
organisasi apakah itu Bisnis, ataupun Pemerintahan. (Anwari, 2000). Lebih-lebih
memberi arti yang positif, di lihat sebagai basis untuk mencapai sukses pada
berbagai kehidupan khususnya pada lingkungan Perguruan Tinggi. Seperti di
kemukakan dalam International Dictionary of Management (1990) bahwa proses
-
15
atau faktor yang menyebabkan dan mendorong seseorang mengambil tindakan
dengan cara-cara tertentu. Dimana proses motivasi itu bisa mengidentifikasi atau
mengapresiasi kebutuhan yang tidak memuaskan, menetapkan tujuan yang dapat
memenuhi kepuasan serta bisa menyelesaikan suatu tindakan yang dapat
memberikan kepuasan kepada pihak-pihak yang bersangkutan dalam mencapai
tujuannya. Dari semua paparan materi yang diuraikan secara runtut dan sistematis
sebagai latar belakang permasalahan, telah memacu dan memicu penulis untuk
membuat Tesis yang berjudul : Pengaruh Budaya Kerja, Kinerja, Imbal Jasa
Terhadap Kepuasan Kerja Dosen Jurusan Pendidikan Ekonomi FPIPS-
UPI. Sebagai sebuah karya tulis dalam memenuhi salah satu syarat penyelesaian
studi pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, Pasca Sarjana Universitas
Pendidikan Indonesia.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, banyak
faktor yang dapat memotivasi Dosen/Tenaga Edukatif untuk menunjukkan kinerja
yang produktif, sehingga dapat memberikan kepuasan kepada dirinya maupun
organisasinya. Dalam mengelola sumber daya manusia faktor-faktor yang harus
diperhatikan dan diklasifikasikan serta diklarifikasikan, seperti digambarkan
dalam fungsi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan maupun pengawasan
terhadap: partisipasi, sistem promosi, motivasi, imbal jasa, prestasi/ kinerja, iklim
dan budaya kerja.
Untuk lebih memfokuskan perhatian pembahasan dalam penelitian ini,
permasalahannya akan dibatasi pada persoalan-persoalan yang menyangkut
-
16
Budaya Kerja, Kinerja, dan Imbal Jasa yang dapat mempengaruhi
Kepuasan Kerja. Sejauh mana keempat variabel tersebut saling berhubungan
dan sejauh mana ketiga variabel independen dapat mempengaruhi baik secara
langsung maupun tidak langsung terhadap variabel dependen dapat di rumuskan
sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran pelaksanaan budaya kerja, kinerja dan imbal jasa
terhadap kepuasan kerja dosen Jurusan Pendidikan Ekonomi FPIPS-UPI.
2. Seberapa jauh pengaruh budaya kerja terhadap kepuasan kerja.
3. Seberapa jauh pengaruh kinerja terhadap kepuasan kerja.
4. Seberapa jauh pengaruh imbal jasa terhadap kepuasan kerja.
1.3. Maksud dan Tujuan
Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh data guna kepentingan
menganalisis variabel-variabel penelitian dalam konteks permasalahan daya
dukung Budaya Kerja, Kinerja dan Imbal Jasa dapat memotivasi kerja sehingga
bisa mempengaruhi Kepuasan Kerja Dosen di lingkungan Jurusan Pendidikan
Ekonomi FPIPS-UPI.
Maksud dan tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menelaah tentang:
1. Gambaran tentang pelaksanaan budaya kerja, kinerja dan imbal jasa terhadap
kepuasan kerja dosen pada Jurusan Pendidikan Ekonomi FPIPS-UPI.
2. Besarnya pengaruh budaya kerja terhadap kepuasan kerja.
3. Besarnya pengaruh kinerja terhadap kepuasan kerja.
4. Besarnya pengaruh imbal jasa terhadap kepuasan kerja.
-
17
1.4. Kegunaan Penelitian
Dari hasil penelitian ini, di harapkan mempunyai manfaat yang berarti
secara positif baik bagi kepentingan praktis maupun teoritis, sebagai berikut :
1.5.1. Kegunaan praktis.
1. Dapat memberikan masukan yang berarti dalam upaya sosialisasi dan
internalisasi, implementasi SK Menpan No. 25/KEP/M.PAN/04/2002 serta
sekaligus meningkatkan Budaya Kerja dalam memberi motivasi kepada dosen
(tenaga edukatif), sehingga bisa mencapai Kinerja yang optimal dengan Imbal
Jasa yang adil serta layak dan dapat memberikan Kepuasan Kerja dalam
pelaksanaan tugas dan kewajibannya sebagai Dosen Jurusan Pendidikan
Ekonomi FPIPS-UPI.
2. Memberikan masukkan bagi Lembaga dalam membuat kebijakan dan program
pengembangan dan peningkatan Budaya Kerja, Kinerja, serta Imbal Jasa SDM
Tenaga Edukatif/Dosen pada jurusan Pendidikan Ekonomi FPIPS dalam
pengembangan Universitas Pendidikan Indonesia dimasa depan.
3. Mendayagunakan ilmu bagi umat manusia untuk mencari dan menemukan
kebenaran yang bermanfaat dan kemaslahatan .
1.5.2. Kegunaan Teoritis
1. Memperkaya konsep dan teori yang dapat menopang pengembangan
pendidikan ilmu pengetahuan sosial dalam bidang Pengetahuan Manajemen
Sumber Daya Manusia, khususnya yang terkait dengan Budaya Kerja, Kinerja,
Sistem Imbal Jasa, dan Kepuasan Kerja.
-
18
2. Hasil kajian dari penelitian ini dapat dipakai untuk penelitian lebih lanjut, bagi
setiap insan yang peduli terhadap upaya-upaya perbaikan pengembangan dan
peningkatan mutu SDM dalam bidang kerja.
1.5. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 1.5.1. Kerangka Pemikiran
Dasar pemikiran yang esensial memicu penelitian ini adalah teori B.F
Skinner (Sunarto 2003) yang menyatakan bahwa : Dengan konsekuensi-
konsekuensi yang menyenangkan untuk mengikuti ragam-ragam penilaian yang
khusus, frekuensi dari perilaku tersebut akan meningkat. Orang-orang kebanyakan
akan menunjukkan perilaku yang diinginkan jika mereka di perkuat secara positif
untuk melakukan hal itu. Ganjaran (reward) misalnya akan paling efektif, jika
ganjaran itu dengan segera mengikuti respon yang diinginkan. Disamping itu,
perilaku yang tidak diberi ganjaran akan lebih kecil kemungkinannya untuk di
ulang. Demikian pula perilaku yang diberi hukuman (punishment).
Dalam penelitian ini akan melihat sejauh mana ada faktor-faktor / aspek-
aspek yang menyenangkan sehingga membuat seorang pekerja atau pegawai
mendapatkan kepuasan dari pekerjaan yang dilakukannya. Sejauh itu Umar
Husein (2003:63) menyebutkan beberapa faktor yang menyenangkan, sehingga
pegawai termotivasi untuk melakukan tugas pekerjaan dengan baik yaitu: gaji,
supervisi, sifat pekerjaan, rekan sekerja, dan promosi jabatan, ini diduga kuat
memiliki hubungan atau keterkaitan dengan kepuasan. Sejauh mana hubungan
tersebut mempunyai arti dan makna lebih jauh lagi dan bagaimana variabel-
variabel budaya kerja, kinerja, imbal jasa dapat mempengaruhi kepuasan kerja.
-
19
Pengaruh (influence) dalam konteks persoalan ini adalah sesuatu yang
dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain atau daya yang menyebabkan
sesuatu terjadi (Badudu-Zain, 1994:1031). Sedangkan Gary Yukl (1981 dan
1994) mengatakan bahwa : Influence is a word that everybody seems to
intuitively understand; it is merely the effect of one party(the target) lebih
tegas lagi dikatakan : Influence is the actual esertion of force on another
(pengaruh adalah tindakan yang sesungguhnya daripada kekuatan yang satu
kepada yang lain). Berdasarkan model motivasi kerja yang dibuat oleh Smith dan
Cranny yang dikutip Udai Pareek (1980:226). Mengemukakan bahwa :
Work motivation can be explained in tersm of the interactions amongs three main variables, ie, effort, satisfaction and reward. The relationships amongst these variables are shown: the performance influences abaut satisfaction and rewards. The significant part of model is that all other relationships are two way relationship, axcept that of performance, which is only influence by effort or intention.
Dari pendapat Smith dan Cranny tersebut nampak sangat jelas apakah itu
hubungan atau pengaruh variabel yang satu terhadap yang lainnya, sebagaimana ia
tuturkan atas penelitiannya bahwa: (1) Usaha/maksud tujuan (effort and incention
atau Budaya Kerja dalam kajian tesis ini. (2) Kinerja (performance) dan (3) Imbal
Jasa (reward) sebagai faktor dependen mempunyai fungsi mempengaruhi
terhadap (4) Kepuasan Kerja (job satisfaction) (sebagai faktor independen yang
dipengaruhi). Dari semua uraian yang telah dikemukakan, menunjukkan apa dan
bagaimana hubungan antara variabel Budaya Kerja, Kinerja Imbal Jasa dan
dalam hubungannya dengan Kepuasan Kerja. Untuk lebih nampaknya hubungan
tersebut dapat disimak dari konsep model motivasi kerja yang dibuat oleh Smith
-
20
dan Cranny, yang dikutip oleh Udai Pareek (1980), sebagaimana telah
dikemukakakan di atas bahwa : Motivasi kerja dapat di terangkan dalam bentuk
interaksi diantara tiga variabel utama yaitu: Usaha atau maksud dan tujuan (effort
or intension), Imbal Jasa (reward), dan Kepuasan (satisfaction) sedangkan
Penampilan (performance) hanya dipengaruhi oleh usaha/maksud tujuan (effort or
intension) dan mempengaruhi pada kepuasan (satisfaction). Untuk Usaha atau
maksud dan tujuan akan digunakan istilah Budaya kerja berkaitan dengan
pendapat Rue and Byars (1992:481) yang mengatakan bahwa : Effort, Which
result from bring motivated, refer to the amount of energy used by an employee in
performing job. Dalam hal ini Budaya Kerja adalah merupakan suatu ikhtiar
yang dilakukan untuk mendorong agar pekerja/ pegawai dapat melaksanakan
tugas sesuai dengan maksud dan tujuan yang menjadi komitmennya pada
pekerjaan Sebagaimana Atkinson dengan mengutip pendapat Patchen dalam Udai
Pareek (1980:226) mengatakan That effort will lead to achievement. .
Achievement motivation has been explained in terms of expected intrinsic
satisfaction, expected satisfaction in approval that achievement will bring and
expected other satisfaction. Lebih jelasnya Budaya kerja diartikan sebagai
sikap dan perilaku individu dan kelompok aparatur negara yang didasari atas nilai-
nilai yang diyakini kebenarannya dan telah menjadi sifat serta kebiasaan dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-hari (Menpan, 2002:2). Bagi kajian tesis
ini, untuk Effort or intension/usaha atau maksud tujuan akan digunakan istilah
Budaya Kerja yang merupakan konsep hasil kajian Pemerintah Indonesia
dalam usaha/ikhtiar untuk meningkatkan kinerja prestasi Pegawai Negeri Sipil
-
21
dalam mencapai target standar bagi pelaksanaan kerja pada instansi pemerintah.
Untuk mengaktualisasikan nilai (value), karsa (creativity) dan hasil karyanya
(performance), budaya kerja ini dielaborasi dalam bentuk nilai-nilai yang
diinternalisasikan pada lembaga sebagai institusionalisasi dalam pelaksanaan
Standard operating procedure aparat negara. Sedangkan internalisasi dan
nasionalisasi pada PNS diwujudkan dalam bentuk nyata dari nilai, kepercayaan,
dan pemahaman yang dianut dan didapat menjadi motivasi untuk melahirkan kerja
yang bermutu.
Akhirnya budaya kerja akan merupakan cara pandang seseorang dalam
memberi makna terhadap kerja. Dengan demikian budaya kerja merupakan cara
pandang seseorang terhadap bidang yang ditekuninya dan prinsip-prinsip moral
yang dimilikinya sehingga menumbuhkan keyakinan kuat atas dasar nilai-nilai
yang diyakini, memiliki semangat tinggi dan sungguh-sungguh untuk
mewujudkan prestasi kerja terbaik (Kebijakan Menpan 2002:7). Aktualisasi
keyakinan tersebut menumbuhkan motivasi dan tanggungjawab terhadap
peningkatan produktivitas dan kinerja yang memuaskan baik bagi PNS maupun
bagi Pemerintah Indonesia.
Untuk keperluan dalam kajian tesis ini, kinerja (performance) diartikan
sebagai hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai negeri sipil dalam
melakukan tugas yang dibebankan kepadanya. Kinerja atau juga disebut prestasi
kerja adalah merupakan hasil penilaian terhadap seorang pekerja atas hasil
pekerjaannya untuk pegawai negeri sipil. Sistem penilaian atas hasil kerja dosen
digunakan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) disertai Angka Kredit.
-
22
Penilaian yang baik kepada pegawai merupakan penghargaan atas prestasi yang
dicapainya. Ini merupakan kepuasan bagi pegawai atas prestasi yang dicapai
karena telah melaksanakan tugas dan sekaligus kewajiban dengan baik dan
berhasil. Untuk Reward digunakan istilah Imbal Jasa. Imbal jasa diartikan
sebagai keseluruhan balas jasa yang diterima oleh pekerja atau pegawai karena ia
telah melaksanakan tugas sesuai dengan kewajibannya. Pegawai dalam hal ini
telah memberikan jasa (tenaga dan pikirannya) kepada lembaga sehingga
menghasilkan sesuatu (barang/jasa) yang mempunyai nilai atau harga. Atas jasa
pegawai kepada lembaga melalui pekerjaan yang ia lakukan, maka wajar pegawai
menerima balas jasa baik berupa uang (upah/gaji/insentif) maupun berbentuk
barang (natura). Imbal Jasa yang diberikan atas prestasinya itu merupakan wujud
penghargaan yang dicapai dengan kerja keras yang tinggi sehingga memberikan
kepuasan atas gaji/upah yang diterima sesuai dengan prestasi dan harapannya,
baik secara internal maupun eksternal dibandingkan dengan penerimaan. Untuk
Satisfaction tetap dipakai istilah Kepuasan. Kepuasan di sini berarti perasaan
menyenangkan atau tidak menyenangkan yang dialami dan dirasakan pegawai
dalam pekerjaannya. Menurut Davis dan Newstrom (1996) kepuasan kerja
menunjukkan kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dan imbalan yang
diberikan atas pekerjaan. Kepuasan ini berkaitan dengan hasil pekerjaan seseorang
yang dihargai secara adil dan layak, baik secara fisik maupun psikologis.
Sehingga dari apa yang diterimanya atas hasil jerih payahnya diwujudkan dalam
bentuk sikap senang atau tidak senang, seorang individu sebagai pencerminan
perasaan puas atas pekerjaan, hasil kerja dan sekaligus penghargaan yang ia
-
23
terima dari pekerjaannya. Baik secara internal maupun eksternal dibandingkan
dengan penerimaan imbal jasa yang lain dalam pekerjaan yang sama. Apabila
semua variabel tersebut kita gambarkan, maka akan nampak sebagai berikut:
Sumber : Model konsep Motivasi Kerja Smith dan Cranny dalam Udai Pareek (1980) yang dimodifikasi untuk model kerangka penelitian pengaruh budaya kerja, kinerja dan imbal jasa serta kepuasan kerja.
Gambar 1.1 Modifikasi Model konsep Motivasi Kerja Smith dan Cranny
Dari model konsepsi di atas, ke empat variabel tersebut di berikan simbol-simbol
sebagai berikut :
Budaya kerja di beri tanda simbol X1
Kinerja di beri tanda simbol X2
Imbal Jasa di beri tanda simbol X3
Kepuasan Kerja di beri tanda simbol Y
Berdasarkan teori ekspektasi, maka hubungan-hubungan yang nampak dari
variabel variabel tersebut adalah :
1. Hubungan Budaya Kerja dengan Imbal Jasa
2. Hubungan Imbal Jasa dengan Kinerja
3. Hubungan Kinerja dengan Budaya Kerja
Sedangkan perbedaan ketiga variabel yaitu Budaya Kerja (X1), Kinerja
(X2), dan Imbal Jasa X3 dapat secara parsial maupun simultan berpengaruh
Imbal Jasa
Kepuasan Kerja
Budaya Kerja
Kinerja
-
24
terhadap Kepuasan Kerja (Y). Apabila kajian tersebut kita rumuskan ke dalam
model kepuasan kerja adalah sebagai berikut : Y = f(X1, X2,X3)
Untuk mengoperasionalkan variabel-variabel tersebut, agar dapat dipakai sebagai
media penelitian yang rasional dan sistematis akan di gambarkan dalam alur bagan
kerangka kerja sebagai berikut :
Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran Pengaruh Budaya Kerja, Kinerja Dan Imbal Jasa
Terhadap Kepuasan Kerja
1.5.2. Hipotesis
Dari uraian kerangka kerja pemikiran, dapat dirumuskan ke dalam bentuk
hipotesis kerja penelitian yaitu, bahwa Budaya kerja, kinerja dan imbal jasa
berpengaruh terhadap kepuasan kerja baik secara parsial maupun secara
simultan. Sub hipotesisnya sebagai berikut :
1. Budaya Kerja berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja.
2. Kinerja berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja.
3. Imbal Jasa berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja.
4. Budaya kerja, kinerja, imbal jasa secara bersama-sama berpengaruh terhadap
kepuasan kerja.
Budaya kerja (X1)
Kinerja (X2)
Imbal Jasa (X3)
Kepuasan Kerja (Y)