Buah

33
1. PENDAHULUAN 1.1. TOPIK Buah-buahan 1.2. TUJUAN PRAKTIKUM Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari karakteristik fisik dan kimiawi buah, mengetahui pengaruh blanching terhadap perubahan tekstur dan warna buah, mengetahui proses terjadinya reaksi browning pada buah, serta mengetahui sifat klimaterik dan non-klimaterik buah.

description

laporan praktikum bahan pangan

Transcript of Buah

Page 1: Buah

1. PENDAHULUAN

1.1. TOPIK

Buah-buahan

1.2. TUJUAN PRAKTIKUM

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari karakteristik fisik dan kimiawi

buah, mengetahui pengaruh blanching terhadap perubahan tekstur dan warna buah,

mengetahui proses terjadinya reaksi browning pada buah, serta mengetahui sifat

klimaterik dan non-klimaterik buah.

Page 2: Buah

2. HASIL PENGAMATAN

2.1. Uji Fisik

Hasil pengamatan uji fisik pada buah yang meliputi pengukuran panjang dan diameter,

pengamatan bagian-bagian buah, serta edible portion dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Uji Fisik pada Buah

Kel.

Bahan Gambar Buah Keterangan (cm)Edible

Portion (%)B1 Pir Panjang : 8,570

Diameter : 6,530Bagian buah :1. Kulit buah

2. Daging buah3. Endokarp4. Biji buah

76,455

Belimbing Panjang : 12,500Diameter : 6,315

Bagian buah :1. Eksokarp2. Endokarp

3. Daging buah

77,672

B2 Pir Panjang : 6,500Diameter : 6,450

Bagian buah :1.Kulit buah

2. Daging buah3. Endokarp4. Biji buah

57,804

1

42

3

1

42

3

1

32

Page 3: Buah

Belimbing Panjang : 12,220Diameter :7,175Bagian buah :1. Eksokarp2. Endokarp

3. Daging buah

89,602

B3 Pir Panjang : 7,400Diameter :6,550Bagian buah :1. Kulit buah

2. Daging buah3. Endokarp4. Biji buah

82,405

Belimbing Panjang : 12,500Diameter : 6,510

Bagian buah :1. Eksokarp2. Endokarp

3. Daging buah

90,561

B4 Pir Panjang : 7,587Diameter : 6,530

Bagian buah :1. Kulit buah

2. Daging buah3. Endokarp4. Biji buah

75,379

Belimbing Panjang : 13,370Diameter : 6,760

Bagian buah :1. Eksokarp2. Endokarp

3. Daging buah

87,495

1

4

2

3

32

1

1

3

2

2

4

1

3

3

2

1

Page 4: Buah

B5 Pir Panjang : 3,538Diameter : 6,260

Bagian buah :1. Kulit buah

2. Daging buah3. Endokarp4. Biji buah

79,333

Belimbing Panjang : 12,310Diameter : 6,000

Bagian buah :1. Eksokarp2. Endokarp

3. Daging buah

87,927

B6 Pir Panjang : 7,520Diameter : 6,592

Bagian buah :1. Kulit buah

2. Daging buah3. Endokarp4. Biji buah

88,156

Belimbing Panjang : 13,700Diameter : 6,654

Bagian buah :1. Eksokarp2. Endokarp

3. Daging buah

78,948

Pada tabel 1, dapat dilihat uji fisik dari dua jenis sampel buah, yaitu buah pir dan buah

belimbing. Dalam tabel hasil pengamatan dapat dilihat ukuran dari masing-masing buah

yang meliputi diameter dan panjang, bagian-bagian buah, serta edible portion pada buah

yang menjadi sampel pada masing-masing kelompok. Pada pengukuran buah pir yang

meliputi pengukuran panjang dan diameter, dapat dilihat pada kelompok B1, B2, B3,

B4, B5, B6 masing-masing memiliki panjang 8,570; 6,500; 7,400; 7,587; 3,538; 7,520.

12

4

2

3

4

1

3

1

3

2

3

2

1

Page 5: Buah

Sedangkan untuk diameter buah pir masing-masing kelompok, dimulai dari kelompok

B1 adalah 6,530; 6,450; 6,550; 6,530; 6,260; 6,592. Untuk pengukuran buah belimbing,

dimulai dari kelompok B1 sampai B6, didapatkan hasil pengukuran panjang 12,500;

12,220; 12,500; 13,370; : 12,310; 13,700. Sedangkan untuk diameternya adalah 6,315;

7,175; 6,510; 6,760; 6,000; 6,654. Dalam hasil pengamatan, dapat diketahui bagian-

bagian dari buah pir dan belimbing. Bagian-bagian dari bauh pir adalah kulit buah,

daging buah, endokarp, dan biji buah. Bagian-bagian pada buah belimbing adalah

eksokarp, endokarp, dan daging buah. Selain itu, dalam tabel hasil pengamatan, dapat

diketahui edible portion dari buah pir dan belimbing. Edible portion untuk buah pir pada

kelompok B1, B2, B3, B4, B5, dan B6 secara urut adalah 76,455; 57,804; 82,405;

75,379; 79,333 dan 88,156. Edible portion untuk buah belimbing pada kelompok B1,

B2, B3, B4, B5, dan B6 secara urut adalah 77,672; 89,602; 90,561; 87,495; 87,927;

78,948.

2.2. Pengukuran Tingkat Kekerasan

Hasil pengamatan pengukuran tingkat kekerasan pada buah pir dan belimbing dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Pengukuran Tingkat Kekerasan pada Buah

Kel. Bahan PerlakuanTingkat Kekerasan (gf) Rata-rata

Kekerasan (gf)

Pangkal Tengah Ujung

B1 Pir Kontrol 3,350 3,300 2,500 3,050B2 Pir Steam

Blanching4,300 3,400 2,100 3,267

B3 Pir Hot Water Blanching

3,600 3,600 3,800 3,660

B4 Belimbing Kontrol 2,800 2,800 2,900 2,833B5 Belimbing Steam

Blanching2,400 2,750 3,400 2,850

B6 Belimbing Hot Water Blanching

0,200 0,500 0,350 0,350

Berdasarkan tabel hasil pengamatan diatas, buah pir dan buah belimbing yang diberi

perlakuan berbeda, menghasilkan tingkat kekerasan yang berbeda pula. Untuk buah pir

yang diberi perlakuan kontrol, tingkat kekerasan pada bagian pangkal, tengah, dan

Page 6: Buah

ujung adalah 3,350; 3,300; 2,500 dengan rata-rata kekerasan 3,050. Pada buah pir yang

diberi perlakuan steam blanching, tingkat kekerasan pada bagian pangkal, tengah, dan

ujung adalah 4,300; 3,400; 2,100 dengan rata-rata kekerasan 3,267. Sedangkan buah pir

yang diberi perlakuan hot water blanching, tingkat kekerasan pada bagian pangkal,

tengah, dan ujung adalah 3,600; 3,600; 3,800 dengan rata-rata kekerasan 3,600. Untuk

buah belimbing yang diberi perlakuan kontrol, tingkat kekerasan pada bagian pangkal,

tengah, dan ujung adalah 2,800; 2,800; 2,900 dengan rata-rata kekerasan 2,833. Pada

buah belimbing yang diberi perlakuan steam blanching, dapat dilihat tingkat kekerasan

pada bagian pangkal, tengah, dan ujung pada tabel adalah 2,400; 2,750; 3,400 dengan

rata-rata kekerasan 2,850. Sedangkan buah belimbing yang diberi perlakuan hot water

blanching, tingkat kekerasan pada bagian pangkal, tengah, dan ujung adalah 0,200;

0,500; 0,350 dengan rata-rata kekerasan 0,350.

2.3. PengukuranWarnaHasil pengamatan pengukuran warna pada buah pir dan belimbing dengan

menggunakan chromameter dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Pengukuran Warna pada Buah

Kel. Bahan PerlakuanWarna (nilai rerata)

L* a* b*B1 Pir Kontrol 70,207 -0,633 13,667B2 Pir Steam Blanching 62,586 0,216 11,042B3 Pir Hot Water Blanching 73,687 -1,147 5,333B4 Belimbing Kontrol 69,759 -2,732 14,322B5 Belimbing Steam Blanching 60,963 -3,047 10,207B6 Belimbing Hot Water Blanching 70,713 -2,200 9,173

Pada tabel hasil pengamatan, dapat dilihat hasil pengukuran warna pada buah pir dan

belimbing. Dapat dilihat bahwa nilai pengukuran warna yang dihasilkan pada buah pir

dan belimbing dengan berbagai perlakuan adalah berbeda. Pada kelompok B1, yang

menggunakan buah pir dengan perlakuan kontrol, dapat dilihat pada tabel bahwa nilai

rata-rata L*, a*, dan b* secara berturut-turut adalah 70,207; -0,633 dan 13,667. Pada

kelompok B2 yang menggunakan buah pir dengan perlakuan steam blanching, nilai

rata-rata L*, a*, dan b* secara berturut-turut adalah 62,586; 0,216 dan 11,042.

Kelompok B3 yang juga menggunakan buah pir tetapi dengan perlakuan hot water

Page 7: Buah

blanching, nilai rata-rata L*, a*, dan b* yang dihasilkan secara berturut-turut adalah

73,687; -1,147 dan 5,333. Sedangkan kelompok B4 yang menggunakan buah belimbing

dengan perlakuan kontrol, dapat dilihat pada tabel bahwa nilai rata-rata L*, a*, dan b*

secara urut adalah 69,759; -2,732; 14,322. Kelompok B5 dan B6 juga menggunakan

buah belimbing. Buah belimbing pada kelompok B5 diberi perlakuan steam blanching,

menghasilkan nilai rata-rata L*, a*, dan b* secara berturut-turut adalah 60,963; -3,047;

10,207. Sedangkan kelompok 6 diberi perlakuan hot water blanching, menghasilkan

nilai rata-rata L*, a*, dan b* yang secara urut adalah 70,713; -2,200 dan 9,173.

2.4. Uji pH

Hasil pengamatan uji pH pada buah pir dan belimbing dengan menggunakan pH meter

dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Uji pH pada Buah

Kel. BahanpH

Rata-rata pH1 2 3

B1 Pir 3,570 3,520 3,620 3,570B2 Pir 3,600 3,790 3,760 3,717B3 Pir 3,700 3,720 3,680 3,700B4 Belimbing 3,190 2,870 2,870 2,977B5 Belimbing 2,480 2,470 2,490 2,480B6 Belimbing 2,880 2,920 2,920 2,907

Bedarsarkan tabel hasil pengamatan di atas, dapat diketahui nilai rata-rata pH dari buah

pir dan belimbing yang digunakan oleh tiap kelompok dengan 3 kali pengulangan. Nilai

pH rata-rata pada kelompok B1, B2, dan B3 yang mengguanakan buah pir sebagai

bahan secara urut adalah 3,570; 3,717; 3,700. Sedangkan nilai rata-rata pH yang pada

kelompok B4, B5, dan B6 yang menggunakan buah belimbing sebagai bahan adalah

2,977; 2,480; 2,907.

2.5. Pencoklatan pada Buah

Hasil pengamatan pencoklatan pada buah dengan berbagai perlakuan dapat dilihat pada

Tabel 5.

Tabel 5.Hasil Pencoklatan pada Buah

Page 8: Buah

Kel PerlakuanPerubahanWarna

10 menit 30 menit 60 menit 90 menitB1 Suhu

ruang+ ++ +++ ++++

B2 Direndam dalam air

+ +++ +++ +++

B3 Seluruh permukaan

dilapisi cairan jus jeruk nipis

+ + + +

B4 Direndam air garam (1-2%)

+ + + +

B5 Letakkan dalam kulkas

++ ++ +++ ++++

Page 9: Buah

B6 Blanching dengan air

panas 3 menit 850C

lalu langsung

dicelup ke dalam air

es

+ ++ ++++ +++++

Keterangan:

+ : coklat sangat muda/putih++ : coklat muda+++ : coklat++++ : coklat agak tua+++++ : coklat tua

Pada tabel hasil pengamatan diatas, dapat dilihat bahwa buah pir diberi perlakuan yang

berbeda pada tiap kelompok untuk menentukan perubahan warna pada menit ke-10, 30,

60, dan 90. Kelompok B1 dengan perlakuan diletakkan di suhu ruang, pada menit ke-

10, 30, 60, dan 90 menunjukan perubahan warna secara urut, yaitu coklat sangat

muda/putih menjadi coklat muda, kemudian coklat, dan menjadi coklat agak tua.

Kelompok B2 yang diberi perlakuan dengan direndam dalam air, menunjukan

perubahan warna, yaitu dimulai dari coklat sangat muda/putih pada menit ke-10 dan

tetap berwarna coklat pada menit ke-30, 60 dan 90. Kelompok B3 dengan perlakuan

seluruh permukaan dilapisi cairan jus jeruk nipis pada menit ke-10, 30, 60, dan 90, tidak

menunjukan perubahan sama sekali, tetap berwarna coklat sangat muda/putih. Begitu

juga yang terjadi pada kelompok B4. Kelompok B4 juga tidak mengalami perubahan

warna. Kelompok B5 dengan perlakuan diletakkan di dalam kulkas pada menit ke-10

dan 30 berwarna coklat muda, pada menit ke-60 berwarna coklat dan menit ke-90

berwarna coklat agak tua. Sedangkan kelompok B6 yang diberi perlakuan blanching

dengan air panas 3 menit 85oC dan kemudian langsung dicelupkan ke dalam air es, pada

menit ke-10 berwarna coklat sangat muda/putih, menit ke-30 berwarna coklat muda,

menit ke-60 berwarna coklat agak tua, dan dimenit ke-90 berwarna coklat tua.

2.6. Perbedaan Sifat Buah Klimaterik dan Non-Klimaterik

Hasil pengamatan pengukuran kandungan kadar gula pada buah pir dan belimbing

dengan menggunakan brix refractometer dapat dilihat pada Tabel 6.

Page 10: Buah

Tabel 6.Hasil Perbedaan Kadar Gula Buah Klimaterik dan Non-Klimaterik

Kelompok Bahan Kadar Gula (%)B1 Pir 9,200B2 Pir 7,800B3 Pir 8,900B4 Belimbing 8,000B5 Belimbing 8,000B6 Belimbing 8,000

Pada tabel hasil pengamatan di atas, dapat dilihat kandungan kadar gula pada buah pir

dan belimbing pada masing-masing kekompok. Pada kelompok B1, B2, dan B3 yang

menggunakan buah pir sebagai bahan, kandungan kadar gulanya secara urut adalah

9,200; 7,800; 8,900. Sedangkan untuk kelompok B4, B5, dan B6 yang menggunakan

belimbing sebagai bahan, kandungan kadar gulanya adalah 8,000.

Page 11: Buah

3. PEMBAHASAN

Praktikum kali ini menggunakan bahan buah, yakni buah pir dan belimbing. Menurut

Sjaifullah (1997), buah adalah salah satu bahan pangan yang kaya akan mineral,

vitamin, protein, lemak, dan serat. Setiap jenis buah juga mempunyai keunikan dan daya

tarik tersendiri, seperti misalnya aroma yang khas, rasa yang lezat, serta warna dan

bentuk yang mengandung nilai-nilai estetis. Buah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

buah klimaterik dan buah non-klimaterik. Menurut Sjaifullah (1997), buah klimakterik

merupakan buah yang memiliki pola respirasi yang diawali dengan peningkatan secara

lambat, kemudian meningkat, dan akan menurun lagi setelah mencapai puncak.

Muchtadi & Sugiyono (1989) mengatakan, bahwa setiap buah memiliki kandungan pati,

dimana kandungan pati tersebut akan terus bertambah selama pendewasan sel. Namun,

ada beberapa buah yang kandungan patinya mula-mula meningkat, kemudian menurun

lagi. Buah yang kandungan patinya meningkat dan kemudian menurun lagi inilah yang

termasuk dalam buah klimaterik. Sjaifullah (1997) juga mengatakan, sejalan dengan

proses pematangan buah, zat pati yang ada akan diubah menjadi gula. Pematangan buah

klimaterik akan tetap berlanjut walaupun buah sudah dipanen, sehingga pengubahan zat

pati yang menjadi gula pun terus berlanjut dan semakin lama kandungan patinya pun

menurun. Contoh buah klimakterik adalah pir, alpukat, apel, durian, mangga, manggis,

melon, pepaya, pisang, sirsak, dan semangka. Berbeda dengan buah klimaterik, menurut

Sjaifullah (1997), buah non klimaterik merupakan buah yang pola respirasinya hampir

mendatar. Buah non klimakterik dipetik ketika buah sudah matang (ripe). Buah non

klimaterik ini tidak bisa matang meskipun dilakukan pemeraman. Oleh sebab itu,

setelah dipetik, pengubahan zat pati buah non-klimaterik menjadi zat gula, tidak akan

berlanjut seperti yang terjadi pada buah klimaterik. Contoh dari buah non-klimaterik

adalah anggur, belimbing, jambu air, kelengkeng, duku, nanas, rambutan, dan salak.

Pada praktikum ini, dilakukan beberapa uji, dimulai dari uji fisik yang meliputi uji

bentuk dan ukuran diikuti dengan penentuan edible portion serta pengukuran tingkat

kekerasan warna dan buah pada berbagai perlakuan, uji keasaman pH, pencoklatan atau

reaksi browning pada buah, dan perbedaan sifat buah klimaterik dan non klimaterik.

3.1. Uji Fisik

Page 12: Buah

3.1.1. Uji Bentuk dan UkuranPada percobaan uji bentuk dan ukuran, digunakan buah pir dan belimbing sebagai

bahan. Percobaan diawali dengan memotong melintang buah pir dan belimbing pada

masing-masing kelompok, kemudian buah diamati, digambar, dan diberi keterangan

secukupnya. Selanjutnya dilakukan pengukuran panjang dan diameter dari buah dengan

menggunakan jangka sorong. Berdasarkan hasil pengamatan, diameter dari buah pir

pada kelompok B1, B2, B3, B4, B5, dan B6 hampir memiliki kesamaan ukuran,

meskipun panjang dari buah pir berbeda. Begitu pula sama halnya dengan buah

belimbing. Diameter dari buah belimbing pada semua kelompok hampir memliki

ukuran yang sama, namun panjang dari buah belimbing bereda-beda. Menurut

Zuhairini (1996), buah-buahan akan selalu mengalami perubahan, baik dari segi

morfologi, fisiologi, maupun kimiawi, dimana perubahan yang terjadi sangat kompleks.

Beberapa contoh dari perubahan tersebut meliputi perubahan warna, tebal dinding sel,

permeabilitas plasmolemma, banyaknya ruang antar sel, serta meningkatnya kadar

etilen. Semua perubahan yang terjadi merupakan penyebab terjadinya pelunakan

jaringan yang biasanya dinggap sebagai tanda atau penunjuk utama dari pemasakan

buah.

Selain dilakukan pengukuran, dalam percobaan ini juga dilakukan pengamatan terhadap

bagian-bagian dari buah pir dan belimbing. Berdasarkan tabel pengamatan, buah pir

memiliki bagian-bagian buah yang terdiri dari kulit buah, daging buah, endokarp, dan

biji buah. Sedangkan belimbing memiliki bagian buah yang terdiri dari eksokarp,

endokarp, dan daging buah. Hasil pengamatan menunjukan kesamaan bagian buah pada

semua kelompok yang menunjukan bahwa buah pir dan belimbing, meskipun memiliki

perbedaan ukuran dan bentuk, tetapi buah masih memiliki bagian yang sama.

3.1.2. Pengukuran Tingkat Kekerasan dan Warna Buah pada Berbagai Perlakuan

Pada percobaan uji tingkat kekerasan dan warna pada buah, keompok B1, B2, dan B3

menggunakan buah pir sebagai bahan, sedangkan kelompok B4, B5, dan B6

menggunakan buah belimbing sebagai bahan. Pada masing-masing kelompok, buah

yang digunakan sebagai bahan diberi perlakuan. Untuk kelompok B1 dan B4 buah

diberi perlakuan kontrol. Kelompok B2 dan B5 buah diberi perlakuan dengan steam

Page 13: Buah

blanching selama 3 menit pada 85oC. Sedangkan untuk kelompok B3 dan B6 buah

diberi perlakuan dengan hot water blanching selama 3 menit pada 85oC. Setelah itu

tingkat kekerasan dari buah diukur dengan menggunakan fruit hardness tester pada

bagian pangkal, ujung dan tengahnya. Selain itu, juga dilakukan pengukuran warna

terhadap buah dengan menggunakan chromameter. Pengukuran warna dilakukan pada

tiga titik berbeda, dengan terlebih dahulu melakukan kalibrasi pada alat chromameter.

Dapat dilihat dari hasil pengamatan, bahwa kelompok B1 yang menggunakan buah pir

sebagai bahan dan diberi perlakuan kontrol, stelah diukur tingkat kekerasannya,

menghasilkan angka sebesar 3,050. Sedangkan untuk kelompok B2 dan B3 yang juga

menggunakan buah pir namun dengan perlakuan steam blanching dan hot water

blanching, setelah diukur tingkat kekerasannya, mengahasilkan angka sebesar 3,267 dan

3,660. Dari hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa dengan adanya proses blanching,

kekerasan sari buah pir akan bertambah. Seperti yang dikatakan oleh Sjaifullah (1997),

bahwa pir merupakan salah satu jenis buah klimaterik, dimana buah klimaterik dapat

terus mengalami proses pematangan setelah dipetik. Karena terus mengalami proses

pematangan, maka akan semakin banyak gula yang terkandung didalam buah, sehingga

tekstur buah akan menjadi lunak, seperti yang dikatakan oleh Muchtadi & Sugiyono

(1989) bahwa setiap buah memiliki kandungan pati, dimana kandungan pati tersebut

akan terus bertambah selama pendewasan sel. Akan tetapi, dengan dilakukannya

blanching, kandungan gula dan enzim yang ada didalam buah akan hilang, bahkan

enzim dapat menjadi inaktif. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Winarno &

Aman (1981) bahwa dengan adanya pemanasan, permeabilitas sel buah dapat rusak,

sehingga air banyak masuk ke dalam jaringan buah dan menyebabkan kandungan gula

dan enzim menjadi hilang. Sehingga buah pir yang diberi perlakuan akan memiliki

tingkat kekerasan yang lebih tinggi dari pada yang tidak diberi perlakuan. Sedangkan

buah belimbing adalah jenis buah non-klimaterik yang pada umumnya tingkat

kekerasan yang dimiliki tidak berubah setelah pemasakan karena memiliki pola respirasi

yang hampir mendatar, seperti yang dikatakan oleh Sjaifullah (1997). Hasil tingkat

kekerasan yang didapatkan oleh kelompok B5 dengan belimbing yang diberi perlakuan

steam blanching, jika dibandingkan dengan kontrol, tidak memiliki perbedaan yang

jauh. Tetapi, untuk kelompok B6, belimbing yang diberi perlakuan hot steam blanching

Page 14: Buah

memiliki tingkat kekerasan yang lebih lunak dibandinglan kontrol. Hal ini dapat terjadi

karena perbedaan buah belimbing yang digunakan oleh masing-masing kelompok

sehingga menghasilkan hasil yang berbeda. Sedangkan untuk warna pada buah, baik pir

dan belimbing yang di kontrol maupun yang diberi perlakuan dengan steam blanching

dan hot water blanching, tidak menunjukan perubahan warna yang signifikan. Menurut

Tim Penulis PS (1992) blanching memiliki beberapa manfaat, dimana salah satunya

adalah untuk menghambat aktivitas enzim yang dapat menimbulkan perubahan warna.

Oleh sebab itulah mengapa buah tidak menunjukan perubahan warna yang signifikan.

3.2. Uji Keasaman/pH

Pada percobaan ini, uji keasaman/pH dilakukan dengan menimbang bahan sebanyak

100 gram, kemudian dihancurkan menggunakan blender. Setelah itu, pH bahan diukur

dengan menggunakan pH meter dan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan kemudian

nilainya dirata-rata. Menurut Pantastico (1993) kandungan asam buah akan sangat

mempengaruhi pH buah. pH ikut menentukan perubahan warna pada buah, karena

pigmen buah sensitif terhadap perubahan pH. Nilai rata-rata pH buah pir pada hasil

pengamatan untuk kelompok B1 adalah 3,570; kelompok B2 adalah 3,717; kelompok

B3 adalah 3,700. Sedangkan untuk buah belimbing nilai rata-ratanya untuk kelompok

B4 adalah 2,977; kelompok B5 adalah 2,480; dan kelompok B6 adalah 2,907. Seperti

yang dikatakan Sjaifullah (1997) pir adalah buah klimaterik yang masih dapat

mengalami proses pemasakan meskipun sudah dipetik. Sumoprastowo (2004)

mengatakan, selama proses mencapai kemasakan, zat asam akan berubah menjadi zat

gula yang akan menyebabkan buah menjadi semakin manis dan kandungan asamnya

pun menurun. Dalam tabel hasil pengamatan, buah pir memiliki pH yang lebih tinggi

daripada buah belimbing, hal ini disebabkan karena masih adanya proses pemasakan

yang akan berlangsung pada buah pir sehingga akan menaikan kadar gula, tidak seperti

buah belimbing yang proses pemasakannya tidak dapat berlanjut setelah dipetik.

3.3. Reaksi Pencoklatan (Browning) pada Buah Setelah Pemotongan

Percobaan untuk mengetahui reaksi pencoklatan pada buah dilakukan dengan

memotong buah secara melintang dan diambil sebanyak 1 irisan. Kemudian irisan apel

tersebut diberi perlakuan yang berbeda pada masing-masing kelompok. Pada kelompok

Page 15: Buah

B1, buah pir diletakkan di suhu ruang. Untuk kelompok B2, buah pir direndam dalam

air, sedangkan kelompok B3 seluruh permukaan dilapisi cairan jus jeruk nipis. Buah pir

pada kelompok B4 direndam pada air garam, kelompok B5 diletakkan di dalam kulkas,

dan kelompok B6 di blanching dengan air panas selama 3 menit 85oC lalu langsung

dicelup ke dalam air es. Menurut Fox (1991), proses browning terjadi secara enzimatis

yang melibatkan aktivitas enzim poliphenol oksidase dimana akan menghasilkan

senyawa melanin yang dapat memunculkan warna coklat pada buah. Lie et. al. (2009)

mengatakan bahwa proses browning sangatlah merugikan karena dapat merusak buah-

buahan. Disamping memunculkan warna coklat, adanya interaksi antara gugus kuinon

dengan protein dapat merusak atau mengurangi kandungan nutrisi yang ada dalam

makanan. Reaksi oksidasi merupakan salah satu faktor penyebab reaksi pencoklatan

enzimatik yang terjadi pada buah sesaat sesudah buah dipotong. Enzim Polyphenol

Oxidase (PPO) yang ada dalam buah akan keluar dan bereaksi dengan oksigen di udara,

sehingga reaksi pencoklatan pun terjadi. Reaksi antara enzim Polyphenol Oxidase dan

oksigen akan mengubah gugus monophenol menjadi O-hidroksi phenol, kemudian akan

diubah lagi menjadi O-kuinon. Gugus O-kuinon inilah yang akan membentuk warna

coklat. Dari hasil pengamatan, browning yang paling cepat terjadi adalah pada buah pir

yang diletakkan dalam suhu ruang. Perubahan terjadi secara bertahap pada menit ke 10,

30, 60, dan 90. Hal ini terjadi karena adanya reaksi oksidasi, seperti yang dikatakan oleh

Lie et. al. (2009). Pada buah yang diberi perlakuan dengan direndam didalam air,

dilapisi cairan jus jeruk nipis, direndam air garam, serta blanching menunjukan bahwa

proses browning berlangsung lambat, hal ini dikarenakan enzim PPO tidak dapat

bereaksi dengan oksigen yang ada di udara. Namun, pada kelompok B3 dan B4 yang

diberi perlakuan dengan dilapisi cairan jus jeruk nipis dan direndam dalam air garam,

dari menit ke-10 hingga menit ke-90, buah pir tidak mengalami perubahan. Perlakuan

yang diberikan tersebut digunakan untuk menghambat reaksi browning yang terjadi,

jadi reaksi oksidasi masih dapat terjadi pada buah. Selain itu, blanching juga merupakan

salah satu cara untuk mencegah browning. Pemberian panas pada buah pir dengan

waktu yang singkat bertujuan untuk menginaktifkan enzim katalase dan perokside.

Menurut Lie et. al., (2009), browning pada buah dapat dicegah dengan melapisi buah

dengan lilin (CMC). Selain dengan pelapisan CMC, browning pada buah juga dapat

dicegah dengan membungkus buah dengan plastik, kemudian meletakkan buah didalam

Page 16: Buah

lemari es. Namun, pada hasil pengamatan, didapatkan hasil buah pir yang disimpan

didalam lemari es berubah warna, dari yang semula coklat muda menjadi coklat agak

tua. Hal ini dapat terjadi karena mungkin pada saat dimasukkan ke dalam lemari es,

buah tidak dibungkus terlebih dahulu menggunakan plastik, sehingga buah pir dapat

bereaksi dengan oksigen yang ada dalam udara, sehingga reaksi browning dapat terjadi

dalam lemari es.

3.4. Penentuan Edible Portion

Penentuan edible portion dilakukan dengan menimbang buah pir dan belimbing yang

digunakan, kemudian dilakukan pemisahan antara bagian yang bisa dimakan dengan

bagian yang tidak bisa dimakan. Selanjutnya dilakukan penimbangan kembali bagian

yang dapat dimakan dan dihitung dengan menggunakan rumus. Berdasarkan hasil

pengamatan, dapat diketahui bahwa edible portion antara buah yang satu berbeda

dengan yang lain. Hal ini disebabkan karena ukuran dari setiap buah yang berbeda-beda,

sehingga daging buah yang dapat dimakan juga menjadi berbeda. Disamping itu, tingkat

ketelitian setiap praktikan dalam melakukan potongan dan pengupasan, serta

menentukan bagian yang dapat dimakan dan yang tidak dapat dimakan juga membuat

edible portion buah menjadi berbeda. Pada tabel pengamatan, edible portion dari buah

pir rata-rata menunjukan hasil perhitungan sekitar 70%-80%. Sedangkan untuk buah

belimbing, edible portionnya adalah 70%-90%. Perbedaan edible portion dari kedua

buah selain disebabkan karena ukuran buah yang berbeda, juga disebabkan karena

bagian buah yang dipotong, yang dianggap sebagai bagian yang tidak dapat dimakan

adalah berbeda. Pada buah pir, bagian kulit buah dan biji buah harus dihilangkan untuk

edible portion yang diinginkan. Sedangkan pada buah belimbing, hanya bagian kulit

pinggiran dan ujung-ujung buah yang berbentuk bintang, serta biji yang dihilangkan.

Selain itu, pada kelompok B2, hasil pengukuran edible portion pada buah pir mencapai

angka yang rendah, yaitu 57,804. Hal ini dapat terjadi karena pada saat pengupasan kulit

buah terlalu dalam, sehingga bagian daging buah ikut terangkat dan menyebabkan

bagian dari edible portion ikut terbuang dan menjadi lebih sedikit.

3.5. Perbedaan Sifat Buah Klimaterik dan Non-klimaterik

Page 17: Buah

Pada percobaan membedakan sifat buah klimaterik dan non-klimaterik, kandungan gula

buah diukur dengan menggunakan brix refractometer, kemudian kadar gula antara buah

pir dan belimbing diukur. Dari hasil percobaan yang diperoleh, buah pir memiliki kadar

gula yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan buah belimbing. Seperti yang sudah

dikatakan sebelumnya, menurut Sjaifullah (1997), pir merupakan buah klimaterik,

dimana kandungan zat pati yang ada dalam buah akan diubah menjadi gula sejalan

dengan proses pematangan. Dapat dilihat pada tabel hasil pengamatan, buah pir pada

kelompok B1, B2, dan B3 secara urut adalah 9,200; 7,800; 8,900. Menurut Tranggono

& Sutardi (1990), selama periode pasca panen, pati yang terdapat dalam jaringan buah

dapat diubah menjadi gula-gula sederhana, seperti sukrosa, glukosa, dan fruktosa.

Winarno (1997) juga mengatakan, buah dengan kandungan pati yang tinggi, apabila pati

dipecah menjadi gula, maka kadar gula yang dikandung buah akan menjadi semakin

tinggi pula. Pada buah dengan kadar gula yang tinggi, maka akan terasa manis.

Sedangkan hasil pengamatan dari belimbing, kadar gula yang dihasilkan oleh kelompok

B4, B5, dan B6 adalah sama, yaitu 8,000. Sesuai dengan pernyataan Sjaifullah (1997),

buah belimbing merupakan buah non-klimaterik yang buahnya sudah dipetik dalam

kondisi matang, sehingga kadar gula yang ada dalam buah relatif stabil atau tetap,

karena sudah tidak dapat mengalami proses pemasakan kembali sehingga tidak ada zat

pati yang akan diubah menjadi gula.

Page 18: Buah

4. KESIMPULAN

Bagian yang terlihat dari buah pir adalah kulit buah, daging buah, endokarp, dan

biji buah.

Bagian yang terlihat dari buah belimbing adalah eksokarp, endokarp, dan daging

buah.

Alat untuk mengukur tingkat kekerasan pada buah adalah fruit hardness tester.

Buah klimaterik adalah buah yang proses pemasakannya akan tetap berlanjut

meski sudah dipanen.

Buah non-klimaterik adalah buah yang yang pola respirasinya hampir mendatar

dan dipetik ketika buah sudah matang (ripe).

Pir merupakan buah klimaterik, sedangkan belimbing merupakan buah non-

klimaterik.

Tekstur buah akan menjadi lebih keras dengan adanya proses pemanasan.

Proses browning paling cepat terjadi pada suhu ruang atau diletakkan di ruang

terbuka.

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mencegah browning adalah dengan

blanching.

Kadar gula pada buah non-klimaterik lebih stabil daripada buah klimaterik.

Kandungan gula pada buah klimaterik sejalan dengan proses pemasakan buah.

Semarang, 28 Mei 2014 Asisten Dosen

- Steven George

Helen Novita Sari

13.70.0090

Page 19: Buah

5. DAFTAR PUSTAKA

Fox, F. (1991). Food Enzymology. Elsevier Science Publishers Ltd. New York.

Lie.et al., (2009). “Pengaruh Edible Coating Terhadap Kecepatan Penyusutan Berat Apel Potongan”. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia.

Muchtadi,T.R & Sugiyono.(1989).Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.Depdikbud.Bogor.

Pantatisco, E. B. (1993). Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub-tropika. Gadjah Mada University Press. Jogjakarta.

Sjaifullah. (1997). Petunjuk Memilih Buah Segar. PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Sumoprastowo, R. M. (2004). Memilih dan Menyimpan Sayur-Mayur, Buah-buahan dan Bahan Makanan. Bumi Aksara. Jakarta.

Tim Penulis PS. (1992). Pasca Panen Sayur. PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Tranggono & Sutardi. (1990). Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.

Winarno, F. G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, G, F. & Aman, M. (1981). Fisiolofi Lepas Panen. PT, Sastra Hudaya. Jakarta

Zuhairini, E. (1996). Memperpanjang Kesegaran Buah. Trubus Agrisarana. Surabaya

Page 20: Buah

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Perhitungan Edible Portion

Rumus :

EdiblePortion=B erat bua h yangdapat dimakanberat buah total

× 100 %

KelompokB1

Pir

Berat buah total: 176,55 gram

Berat buah yang dapat dimakan: 137,13 gram

Edible Portion=137,13176,55

×100 %=76,455 %

Belimbing

Berat buah total: 131,410 gram

Berat buah yang dapat dimakan: 100,47 gram

Edible Portion= 100,47131,410

×100 %=77,672 %

KelompokB2

Pir

Berat buah total: 181,32 gram

Berat buah yang dapat dimakan: 104,810 gram

Edible Portion=104,810181,32

×100 %=57,804 %

Belimbing

Page 21: Buah

Berat buah total: 187,840 gram

Berat buah yang dapat dimakan: 167,860 gram

Edible Portion=167,860187,840

×100 %=89,602%

Kelompok B3

Pir

Berat buah total: 161,52 gram

Berat buah yang dapat dimakan: 133,52 gram

Edible Portion=133,52161,52

×100 %=82,405 %

Belimbing

Berat buah total: 164,750 gram

Berat buah yang dapat dimakan: 149,200 gram

Edible Portion=149,200164,750

×100 %=90,561 %

Kelompok B4

Pir

Berat buah total: 115,960 gram

Berat buah yang dapat dimakan: 87,410 gram

Edible Portion= 87,410115,960

× 100 %=75,379 %

Belimbing

Berat buah total: 162,030 gram

Berat buah yang dapat dimakan: 141,710 gram

Page 22: Buah

Edible Portion=141,710162,030

×100 %=87,459 %

Kelompok B5

Pir

Berat buah total: 106,03 gram

Berat buah yang dapat dimakan: 133,64 gram

Edible Portion=106,03133,64

× 100 %=79,333 %

Belimbing

Berat buah total: 174,27 gram

Berat buah yang dapat dimakan: 153,23 gram

Edible Portion=153,23174,27

× 100 %=87,927 %

Kelompok B6

Pir

Berat buah total: 142,86 gram

Berat buah yang dapat dimakan: 125,94 gram

Edible Portion=125,94142,86

× 100 %=88,156 %

Belimbing

Berat buah total: 177,75 gram

Berat buah yang dapat dimakan: 140,33 gram

Edible Portion=140,33177,75

×100 %=78,948 %

Page 23: Buah

6.2. Laporan Sementara