Bpd

27
Subiyanto (406107057) BAB I PENDAHULUAN Displasia bronkopulmoner (bronchopulmoner dysplasia, BPD) merupakan diagnosis klinis yang ditentukan berdasarkan ketergantungan oksigen dalam periode waktu tertentu setelah lahir, dan disertai gambaran radiologis tertentu sesuai dengan kelainan anatomi. 1,2 Gambaran BPD terus berkembang sesuai dengan semakin banyaknya pemberian steroid antenatal dan surfaktan pascanatal. Tatalaksana tersebut dapat menurunkan insiden dan derajat sindrom distres pernapasan, serta meningkatkan angka keberhasilan bayi hidup yang sangat kecil dan imatur (usia gestasi <30 minggu atau berat lahir <1250 gr). 3,4 Faktor resiko terjadinya BPD adalah multifaktorial. Hal ini berhubungan langsung dengan derajat penyakit paru yang mendasarinya sebagian besar sindrom distres Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 – 28 Juli 2012 1

description

anak

Transcript of Bpd

Page 1: Bpd

Subiyanto (406107057)

BAB I

PENDAHULUAN

Displasia bronkopulmoner (bronchopulmoner dysplasia, BPD) merupakan

diagnosis klinis yang ditentukan berdasarkan ketergantungan oksigen dalam periode

waktu tertentu setelah lahir, dan disertai gambaran radiologis tertentu sesuai dengan

kelainan anatomi.1,2

Gambaran BPD terus berkembang sesuai dengan semakin banyaknya

pemberian steroid antenatal dan surfaktan pascanatal. Tatalaksana tersebut dapat

menurunkan insiden dan derajat sindrom distres pernapasan, serta meningkatkan

angka keberhasilan bayi hidup yang sangat kecil dan imatur (usia gestasi <30 minggu

atau berat lahir <1250 gr).3,4

Faktor resiko terjadinya BPD adalah multifaktorial. Hal ini berhubungan

langsung dengan derajat penyakit paru yang mendasarinya sebagian besar sindrom

distres pernapasan), lama pemakaian ventilator, dan lama pemberian oksigen. 3,4

Insiden BPD tampaknya akan terus berkembang dalam hubungannya dengan

peningkatan kelangsungan hidup pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah

yang dirawat dan sembuh dari sindrom distres pernapasan.5,6

Tujuan utama dari pencegahan BPD adalah untuk menghindari atau

meminimalkan perluasan penyakit yang dapat menghasilkan konsekuensi seumur

hidup termasuk kelainan paru persisten. Tatalaksana BPD saat ini untuk mengurangi

derajat keparahannya.7

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 – 28 Juli 2012 1

Page 2: Bpd

Subiyanto (406107057)

BAB II

BRONKOPULMONER DISPLASIA

II.1 Definisi

Displasia bronkopulmoner (bronchopulmoner dysplasia, BPD) merupakan

diagnosis klinis yang ditentukan berdasarkan ketergantungan oksigen dalam periode

waktu tertentu setelah lahir, dan disertai gambaran radiologis tertentu sesuai dengan

kelainan anatomi. Sejauh ini belum ditemukan definisi fisiologis yang tepat. Dengan

berkembangnya gejala klinis BPD selama 30 tahun terakhir, maka berkembang pula

definisi BPD. Displasia bronkopulmoner pertama kali di laporkan oleh Northway dkk.

Pada tahun 1967 berdasarkan perubahan radiologis pada bayi prematur yang

menderita sindrom distres perapasan setelah bayi lahir, mendapatkan terapi ventilator

dan ketergantungan oksigen. Meskipun penyakit respiratorik akut membaik, tetapi

kebutuhan oksigen meningkat setelah 7-10 hari, bahkan menetap hingga 28 hari

setelah lahir.1.2

Definisi BPD menurut Northway telah dimodifikasi. Bancalari menyatakan

bayi prematur dengan sindrom pernapasan yang tidak berat yang membutuhkan

ventilator jangka pendek, tetapi gejala respiratorik menetap dan membutuhkan

oksigen minimal selama 28 hari setelah lahir, disertai kelainan radiologis. Gambaran

BPD terus berkembang sesuai dengan semakin banyaknya pemberian steroid antenatal

dan surfaktan pascanatal. Tatalaksana tersebut dapat menurunkan insiden dan derajat

sindrom distres pernapasan, serta meningkatkan angka keberhasilan bayi hidup yang

sangat kecil dan imatur (usia gestasi <30 minggu atau berat lahir <1250 gr). Bayi –

bayi tersebut mempunyai penyakit paru kronik yang lebih ringan. Shennan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 – 28 Juli 2012 2

Page 3: Bpd

Subiyanto (406107057)

mengatakan morbiditas paru yang didapatkan mudah diprediksi dengan melihat

kebutuhan oksigen minimal pada usia 36 minggu pasca konsepsi (postconseptual

age,PCA). Shenna merekomendasikan bahwa ketergantungan oksigen selama 36

minggu PCA, termasuk 28 minggu setelah lahir, digunakan sebagai definisi BPD

karena lebih relevan secara klinis.1,2,3

Beberapa bayi dengan berat badan sangat rendah (BBLSR), bayi prematur

yang lahir antara 23-28 minggu gestasi dan berat badan lahir <1250gr, membutuhkan

oksigen lebih tinggi selama 1-2 minggu setelah lahir, mekipun sebelumnya tidak

terdapat penyakit paru dan juga tidak mendapat ventilator atau terapi oksigen. Tipe

BPD tersebut dikenal sebagai tipe BPD atipikal. Hingga saat ini definisi BPD hanya

berdasarkan kebutuhan oksigen dalam waktu tertentu, tanpa memerhatikan terapi

adjuvan seperti pemberian diuretik, retriksi cairan, bronkodilator, atau steroid yang

mempengaruhi oksigen. Masalah yang ditimbulkan adalah kesulitan penentuan

insidens dan prevalens yang akurat dari BPD, dan kesulitan membandingkan terapi

atau keluaran diantara pusat rumah sakit yang berbeda.2.3

Usia Gestasional < 32 Minggu ≥ 32 Minggu

Waktu penentuan

diagnostic

36 minggu pascakonsepsi

atau saat diizinkan pulang,

bergantung pada yang

mana yang lebih dulu

Terapi oksigen > 21%

untuk minimal 28 hari

Usia > 28 hari tetapi < 56

hari, atau saat diizinkan

pulang

BPD ringan Bernapas dengan udara

ruangan pada usia 36

Bernapas dengan udara

ruangan pada usia 56 hari

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 – 28 Juli 2012 3

Page 4: Bpd

Subiyanto (406107057)

minggu pasca konsepsi

atau saat diizinkan pulang

atau saat diizinkan pulang

BPD sedang Kebutuhan oksigen < 30%

pada usia 36 minggu pasca

konsepsi atau saat

diizinkan pulang

Kebutuhan oksigen < 30%

pada usia 56 hari, atau saat

diizinkan pulang

BPD berat Kebutuhan oksigen ≥ 30%

dan/ udara tekanan positif

(PPV atau NCPAP) pada

36 minggu PMA atau saat

diizinkan pulang

Kebutuhan oksigen ≥30%

dan/ udara tekanan positif

(PPV atau NCPAP) pada

usia 56 hari atau saat

diizinkan pulang

II.2 Epidemiologi

Faktor resiko terjadinya BPD adalah multifaktorial. Hal ini berhubungan

langsung dengan derajat penyakit paru yang mendasarinya sebagian besar sindrom

distres pernapasan), lama pemakaian ventilator, dan lama pemberian oksigen.

Displasia bronkopulmoner terjadi pada 26% bayi hampir aterm yang menderita

penyakit paru yang berat (misalnya sindrom distres pernapasan, aspirasi mekonium,

pneumonia, sepsis dan 50% pada bayi yang menderita hipoplasia pulmoner.3,4

Insidens BPD bergantung pada definisi yang digunakan. Terdapat kurang dari

50% bayi prematur yang membutuhkan suplementasi oksigen pada 28 hari setelah

bayi lahir yang tetap bergantung pada oksigen pada 36 minggu PCA. Pada populasi

neonatus dengan BBLSR (<1500gr), insidens ketergantungan oksigen pada 28 hari

setelah lahir adalah sekitar 30% hingga 50%, pada 36 minggu PCA insidens

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 – 28 Juli 2012 4

Page 5: Bpd

Subiyanto (406107057)

ketergantungan oksigen pada bayi yang sama menurun menjadi 4-30%. Sekitar 60%

bayi dengan BBLSR membutuhkan ventilator dan surfaktan, dan bergantung pada

oksigen hingga 28 hari, dan 30% dari bayi dengan BBLSR tetap bergantung pada

oksigen pada 36 minggu PCA. Di Amerka Serikat, insiden BPD bervariasi antara 17-

57%.4

Beberapa studi menunjukkan bahwa sepertiga bayi dengan BBLSR mengalami

bentuk ringan dari BPD atipikal. Insidens BPD berbanding terbalik dengan usia saat

bayi dilahirkan dan berat badan lahir. Oleh karena itu, insidens BPD lebih tinggi pada

bayi – bayi prematur dan berat badan rendah. Semakin banyak bayi prematur yang

bertahan hidup, maka jumlah total anak – anak yang menderita BPD juga meningkat,

meskipun secara klinis derajatnya lebih ringan.1

II.3 Etiologi

Displasia bronkopulmoner terjadi pada bayi yang mendapat ventilator dan

terapi oksigen konsentrasi tinggi dalam jangka panjang. Pemberian terapi oksigen

konsentrasi tinggi ini sebenarnya bertujuan untuk mengobati sindrom gawat

pernafasan pada bayi baru lahir. Cedera paru-paru ini bisa disebabkan oleh

meningkatnya tekanan dalam paru-paru karena ventilator mekanik atau karena

keracunan oksigen yang terjadi akibat paparan oksigen dalam konsentrasi tinggi dan

jangka panjang.4,5

II.4. Faktor resiko

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 – 28 Juli 2012 5

Page 6: Bpd

Subiyanto (406107057)

- Prematuritas

- Infeksi saluran pernafasan

- Penyakit jantung bawaan

- Penyakit berat lainnya pada bayi baru lahir yang memerlukan terapi

oksigen atau ventilator.4,6

II.5 Patogenesis

Pada awalnya, BPD dipercaya sebagai akibat trauma langsung dari ventilator,

dan toksisitas oksigen. Akan tetapi dalam perkembangan nya, dengan adanya

perubahan gejala klinis dan adanya ketergantungan oksigen pada bayi tanpa sindrom

distres pernapasan, atau pada bayi yang awalnya tidak diberi oksigen, akhirnya

diketahui bahwa inflamasi merupakan penyebab utama BPD. Bukti bahwa respons

inflamasi menyertai sindrom distres pernapasan adalah ditemukan nya sel – sel

inflamasi yang teraktivasi, mediator inflamasi dan sitokin – stokin pada bayi yang

menderita BPD. Faktor – faktor seperti macrophage protein-1 dan interleukin 8 (IL-8)

yang ditemukan disaluran respiratorik, dan penurunan sitokin counter regulatory

seperti IL-10 menyebabkan inflamasi persisten. Sel – sel inflamasi banyak ditemukan

diruang antar sel maupun rongga udara, selain itu sel epitel paru juga mensintesis

mediator – mediatr inflamasi. Produksi radikal bebas oleh karena besi bebas pada

rongga udara menyebabkan terbentuknya TGF-β dan fibrosis.3,7

Barotrauma dan volutrauma akibat repirator dapat merusak jalan napas dan

parenkim paru secara langsung ataupun tidak langsung, intubasi menyebaban

kerusakan permukaan saluran respiratorik lokal, mengganggu aktivitas silier, dan

sebagai jalan masuk langsung bakteri patogen dan gas eksogen pada saluran

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 – 28 Juli 2012 6

Page 7: Bpd

Subiyanto (406107057)

respiratorik. Kebocoran udara, misalnya pada emfisema intertsisial paru, semakin

merusak jaringan paru. Paparan oksigen menyebabkan timbulnya radikal bebas toksik

yang dapat menyebabkan kerusakan akut pada jaringan, dan menghambat perbaikan

dan perkembangan paru.7,8

Bayi dengan paru yang masih imatur dapat mudah mengalami kerusakan dan

lebih sulit mengalami perbaikan. Dari hasil autopsi ditemukan abnormalitas

perkembangan dan morfologi paru pada bayi yang menderita BPD, dengan penurunan

pembentukan alveoli dan septum. Diketahui juga bahwa alveoli terus berkembang

hingga usia 5 tahun, sehingga sebagian besar bayi dengan BPD membaik secara klinis

meskipun patologis dan radiologis biasa nya menetap hingga dewasa.8

II.6 Gejala klinis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 – 28 Juli 2012 7

Page 8: Bpd

Subiyanto (406107057)

Gejala klinis BPD meliputi takipnea, retraksi, mengi, dan ronki. Resiko

terjadinya infeksi juga meningkat pada akhir minggu pertama setelah lahir, lalu

menetap pada awal minggu ketiga. Eksaserbasi terjadi berhubungan dengan edeme

paru, infeksi, atau gagal jantung.5

Northway menggambarkan empat stadium radiologis BPD sebagai berikut:

1. Sindrom distres pernapasan.

2. Diffusely hazy

3. Diffusely bubbly, pola intersisial

4. Hiperaerasi, hiperlusen fokal

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 – 28 Juli 2012 8

Page 9: Bpd

Subiyanto (406107057)

Stadium tersebut sesuai dengan progesivitas patologi, dari sindrom distres

pernapasan akut hingga edema paru, inflamasi, metaplasia sel skuamosa, dan akhirnya

emfisema, fibrosis, atelektaksis, dan penebalan otot polos peribronkial dan

perivaaskular. Akan tetapi, lesi pada pasien BPD tergambarkan lenih baik pada CT-

scan dari pada rontgen. Pada CT-scan dapat ditemukan area hiperaerasi multifokal,

beberapa opasitas linier subpleura, dan menyingkirkan bronkiektasis jika didapatkan

gambaran sekuele dari BPD.6,7

Displasia bronkopulmoner sering disertai dengan bronkospasme, episode

sianosis, dan hipoksemia kronik. Abnormalitas fungsi paru pada bayi BPD meliputi

penurunan komplians paru, ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, serta peningkatan

volume paru, tahanan saluran repiratorik, dan air trapping. Perbaikan klinis BPD

dinyatakan dengan perkembangan somatik yang membaik.7

Abnormalitas uji fungsi paru menetap pada anak usia sekolah dengan riwayat

BPD. Abnormalitas tersebut mencakup penurunan kapasitas vital paru, volume

ekspirasi paksa (forced expiratory volume, FEV), aliran ekspirasi biasa, dan

peningkatan volume residu. Uji fungsi paru biasanya membaik pada usia 7-11 tahun.

Sekitar 50% anak – anak dengan riwayat BPD mempunyai hiperreaktifitas bronkus

meskioun tidak terdapat riwayat mengi. Suatu studi kohort menyatakan bahwa

BBLSR yang menderita BPD memiliki kelemahan motorik dan berisiko lebih tinggi

terhadap retardasi mental.5,6

II.7 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan:

- Roentgen dada

- Gas darah arteri

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 – 28 Juli 2012 9

Page 10: Bpd

Subiyanto (406107057)

- CT scan thorak

- oksimetri.4

II.8 Tatalaksana

Tujuan tatalaksana BPD adalah mengurangi keluhan repiratorik, memperbaiki

fungsi paru, meminimalkan jejas paru dan inflamasi, memberikan oksigenasi adekuat,

dan memfasilitasi perkembangan paru. Meskipun pemberian diuretik dapat

mengurangi edema paru dan kebutuhan oksigen, tetapi dapat juga menurukan

elektrolit, memicu bone loss, dan nefrokalsinosis. Kortikosteroid sistemik dosis tinggi

memfasilitasi ekstubasi dan menurunkan bantuan pernapasan dan paparan oksigen.

Akan tetapi, keuntungan jangka pendek tersebut menyebabkan komplikasi yang serius

seperti hiperglikemi, hipertensi, perforasi usus halus, infeksi, menghambat

pertumbuhan otak dan somatik, serta menghambat perkembangan neuromotor

(cerebral palsy,CP). Kortikosteroid pascanatal tidak menunjukkan keuntungan jangka

panjang. Hingga saat ini belum diketahui hubungan antara efek steroid sistemik

tersebut dan jenis steroid, dosis yang digunakan atau durasi pengobatan. Penggunaan

steroid aerosol menunjukkan komplikasi yang lebih sedikit, tetapi efek terapi nya

kurang efektif. Karena efek samping jangka pendek maupun jangka panjang steroid

itulah maka direkomendasikan bahwa penggunaan steroid pascanatal hanya pada

keadaan klinis khusus seperti gagal napas berat dengan oksigen maksimal.

Kemungkinan pengobatan yang digunakan untuk menurunkan ketergantungan

oksigen lebih merusak dari pada oksigen itu sendiri.6,9

Banyak bayi prematur terpapar dengan peningkatan konsentrasi oksigen,

sedangkan enzim antioksidan endogen relatif kurang saat lahir. Pemberian

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 – 28 Juli 2012 10

Page 11: Bpd

Subiyanto (406107057)

recombinant human superoxide dismutase (rhSOD) dapat mengurangi jejas paru baik

pada kultur sel maupun pada binatang percobaan. Pada suatu studi, rhSOD

diinstilasikan pada trakea setelah pemberian dosis awal surfaktan eksogen dan di

lanjutkan hingga 28 hari atau selama penggunaan ventilator. Dari studi tersebut

didapatkan hubungan antara pemakaian rhSOD, penurunan derajat perdarahan

intravaskular, dan leukomalasia periventrikular. Akan tetapi, pemberian antioksidan

untuk pencegahan dan terapi masih perlu dievaluasi lebih lanjut.9

Perkembangan paru terjadi akibat keseimbangan antara pengaruh stimulan dan

inhibitor, yaitu glukokortikoid dan TGF-β. Glukokortikoid mendorong pematangan

struktur parenkim, meningkatkan surfaktan dan komplians paru, meningkatkan klirens

air pada paru, menurunkan permeabilitas vaskular. Hasil akhirnya adalah perbaikan

fungsi paru, respons yang lebih baik terhadapt surfaktan, dan peningkatan harapan

hidup. Sebaliknya, TGF-β menghambat perkembangan paru.7,8

Studi yang dilakukan oleh Cole pada tahun 1999 menyatakan bahwa

pemberian inhalasi beklometason tidak mencegah terjadinya BPD, tetapi berhubungan

dengan penurunan glukokortikoid sistemik dan ventilator. Deksametason diberikan

dengan dosis 0,2-0,5 mg/kgBB po/iv dan dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,1

mg/kgBB po/iv selama 6-8 jam. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan

dosis dan cara pemberian glukokortikoid pada pasien BPD.9

Nitric oxide (NO) merupakan regulator penting pada tonus vaskular paru, dan

NO sintase dapat di temukan pada endotel vaskular dan epitel bronkus. Inhalasi NO

dapat meningkatkan aliran darah paru, menurunkan tahanan vaskular paru, dan

memperbaiki oksigenasi.9

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 – 28 Juli 2012 11

Page 12: Bpd

Subiyanto (406107057)

NUTRISI

Nutrisi yang optimal, termasuk energi yang cukup dan vitamin, sangat penting

untuk perkembangan dan perbaikan paru. Malnutrisi dapat menurunkan fungsi

maupun ukuran paru. Anak yang menderita BPD biasanya mengalami gangguan

pertumbuhan karena kebutuhan nutrisi dan kalori meningkat, sementara asupan nutrisi

kurang optimal. Intoleransi makanan, refluks gastroesofagus, kesulitan makan (oral

aversion), restriksi cairan, hipoksemia, dan infeksi berulang menyulitkan pemenuhan

kebutuhan nutrisi dan berperan pada gagal tumbuh. Terapi di fokuskan pada

pembatasan katabolisme, peningkatan status anabolik, serta pemberian kalori dan

nutrisi tambahan untuk memperbaiki jaringan dan pertumbuhan. Setelah pulang, anak

yang menderita BPD tetap membutuhkan kalori dan nutrisi tambahan. Pemenuhan

nutri tambahan dibutuhkan anak minimal selama satu tahun PSA.9

Nutrisi yang penting untuk mencegah atau mengobati BPD adalah inositol,

asam lemak, karnitin, sistein, serta vitamin A, C, dan E. Hingga saat ini hanya vitamin

A parentral yang diberikan setelah lahir. Vitamin A, C dan E adalah nutrisi

antioksidan yang bisa mencegah peroksidase lipid dan menjaga integritas dinding sel.

Akan tetapi, vitamin E dalam neonatus preterm tidak dapat mencegah BPD. Neonatus

preterm mungkin kekurangan vitamin A dan banyak penelitian tetntang penambahan

vitamin A dapat mencegah BPD dalam neonatus preterm. Memberikan energi dan

nutrisi yang cukup secepat mungkin sangat penting. Mengawali nutrisi parentral

dengan protein, lemak, karbihidrat, vitamin, dan mineral dalam 24-48 jam setelah

lahir dapat mencegah kehilangan protein, meminimalkan katabolisme, mencegah

defisiensi asam lemak esensial, dan menyediakan vitamin dan mineral.9

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 – 28 Juli 2012 12

Page 13: Bpd

Subiyanto (406107057)

Air susu ibu (ASI) membantu memberikan keuntungan imunologis spesifik

pada bayi yang menderita BPD. Di dalam kandungan ASI terdapat inositol yang

merupakan suplemen nutrisi yang penting untuk pertumbuhn dan perkembangan

komponen surfaktan. Selain itu, ASI juga dibutuhkan untuk memperoleh proteinyang

adekuat, kalori, dan mineral pada semua bayi dengan berat badan lahir <1500gr. Susu

formula dapat digunakan sebagai alternatif jika ASI tidak tersedia. Baik ASI maupun

susu formula dapat menjaga keseimbangan nutrisi, dimana kalori dapat ditingkatkan

hingga 30kkal/onz jika dibutuhkan retriksi cairan untuk menurunkan edema paru.

Pengukuran parameter pertumbuhan seperti berat badan, lingkar lengan, dan lingkar

kepala dilakukan sesering mungkin untuk menetukan kebutuhan nutrisi.6

II.9. Pencegahan

Terapi steroid prenatal dan surfaktan postnatal telah dibuktikan meingkatkan

kelangsungan hidup pada bronkopulmoner diplasia. Pencegahan kehamilan prematur

dan korioamnionitis dapat menurunkan insiden bronkopulmoner displasia. Dari segi

pemakaian ventilator ( ekstubasi dini, pemakaian CPAP) dan pengaturan cairan

mungkin menurunkan insiden dan keparahan dari bronkopulmoner displasia.

Memaksimalkan nutrisi , memonitor pemasukkan cairan, pemakaian diuretik untuk

perbaikan paru.10

II.10. Komplikasi

- infeksi post natal atau sepsis

- gangguan pendengaran

- retinopathy of prematurity yang berat10

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 – 28 Juli 2012 13

Page 14: Bpd

Subiyanto (406107057)

II.11 Prognosis

Sebagian bayi dengan BPD dapat bertahan hidup, tetap terdapat peningkaan

resiko infeksi, hiperreaktifitas saluran respiratorik, disfungsi jantung, dan kelainan

neurologis. Dua puluh empat persen dari bayi dengan BPD klasik akan mempunyai

keluhan respiratorik hingga dewasa. Meskipun BPD ringan berhubungan dengan hasil

yang lebih baik, tetapi anak yang menderita BPD mempunyai reesiko dua kali lebi

besar untuk menderita mengi asma, atau infeksi saluran respiratorik bawah,

dibandingkan dengan anak-anak tanpa BPD. Pada beberapa laporan, 50% dari seluruh

bayi BBLSR dengan riwayat BPD kembali masuk rumah sakit pada 12-24 bulan

pertama setelah lahir, dan 50% mempunyai riwayat mengi atau asma pada masa anak-

anak. Resiko kejadian akut yang mengancam jjiwa (20%) atau kematian mendadak

(3%) kebih tinggi pada bayi BBLSR dengan BPD. 8

BAB III

KESIMPULAN

Displasia bronkopulmoner (bronchopulmoner dysplasia, BPD) merupakan

diagnosis klinis yang ditentukan berdasarkan ketergantungan oksigen dalam periode

waktu tertentu setelah lahir, dan disertai gambaran radiologis tertentu sesuai dengan

kelainan anatomi.

Insidens BPD berbanding terbalik dengan usia saat bayi dilahirkan dan berat

badan lahir. Oleh karena itu, insidens BPD lebih tinggi pada bayi – bayi prematur dan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 – 28 Juli 2012 14

Page 15: Bpd

Subiyanto (406107057)

berat badan rendah. Semakin banyak bayi prematur yang bertahan hidup, maka

jumlah total anak – anak yang menderita BPD juga meningkat, meskipun secara klinis

derajatnya lebih ringan.

Displasia bronkopulmoner terjadi pada bayi yang mendapat ventilator dan

terapi oksigen konsentrasi tinggi dalam jangka panjang. Cedera paru-paru ini bisa

disebabkan oleh meningkatnya tekanan dalam paru-paru karena ventilator mekanik

atau karena keracunan oksigen yang terjadi akibat paparan oksigen dalam konsentrasi

tinggi dan jangka panjang.

Gejala klinis BPD meliputi takipnea, retraksi, mengi, dan ronki. Resiko

terjadinya infeksi juga meningkat pada akhir minggu pertama setelah lahir, lalu

menetap pada awal minggu ketiga. Eksaserbasi terjadi berhubungan dengan edeme

paru, infeksi, atau gagal jantung.

Tujuan tatalaksana BPD adalah mengurangi keluhan repiratorik, memperbaiki

fungsi paru, meminimalkan jejas paru dan inflamasi, memberikan oksigenasi adekuat,

dan memfasilitasi perkembangan paru.

DAFTAR PUSTAKA

1. Greenhough A, Premkumar M, Patel D. Ventilatory strategies for the extremely

premature infant. Paediatric Anaesthesia 2008;18(5)371-377.

2. Baraldi E, Fillipone M. Chronic lung disease after premature birth. N Engl J Med

2007;357(19):1946-1955.

3. Ramanathan R. Optimal ventilatory strategies and surfactant to protect the preterm

lungs. Neonatology 2008;93(4):302-308.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 – 28 Juli 2012 15

Page 16: Bpd

Subiyanto (406107057)

4. Walsh MC, Yao Q, Gettner P, Hale E, Collins M, Hensman A, et al. Impact of a

physiologic definition on bronchopulmonary dysplasia rates. Pediatrics

2004;114(5)1305-1311.

5. Tin W, Wiswell TE. Adjunctive therapies in chronic lung disease: examining the

evidence. Semin Fetal Neonatal Med 2008;13(1)44-52.

6. Ambalavanan N, Carlo W. Ventilatory strategies in the prevention and management

of bronchopulmonary dysplasia. Semin Perinatol 2006;30(4):192-199.

7. Kinsella J, Greenough A, Abman SA. Bronchopulmonary dysplasia. Lancet

2006;367(9520):1421-1431.

8. Bhandari A, Panitch HB. Pulmonary outcomes in bronchopulmonary dysplasia.

Semin Perinatol 2006;30(4)219-226.

9. Cerny L, Torda JS, Rehan VK. Prevention and treatment of bronchopulmonary

dysplasia: contemporary status and future outlook. Lung 2008;186(2):75-89.

10. Driscoll, W. Bronchopulmonary Dysplasia. 2007. Available from:

www.emedicine.com. Accessed July 17th,2012.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 – 28 Juli 2012 16