Blue Bird IPO - Final
-
Upload
akuntinomandhany -
Category
Documents
-
view
187 -
download
1
description
Transcript of Blue Bird IPO - Final
-
5/19/2018 Blue Bird IPO - Final
1/15
LAPORAN RISET
Emiten PT Blue Bird Tbk. Tanggal Laporan 9 Oktober 2014
Industri Transportasi Keperluan IPO dan Universe
Harga IPO Rp 7,2009,300 Nilai Wajar Rp 7,882
PE/emiten 2014 : 27x | 2015 : 23x Cost of Equity 11.4%
Kapitalisasi Pasar Rp 1925 Triliun Rekomendasi Neutral
Sekilas Mengenai Perusahaan dan Manajemen
Blue Bird terkenal secara luas sebagai perusahaan operasional taxi yang memiliki armada taxi
terbesar di Indonesia. Cikal bakal blue bird sendiri adalah Chandra Taxi yang didirikan Ny.
Mutiara Djokosoetono yang khusus melayani jurnalis asing serta pelanggan lain yang
berkunjung ke Jakarta. Blue Bird sendiri menjadi pelopor pengenaan tarif taxi berdasarkansistem argo dan melengkapi seluruh armada dengan radio komunikasi.
Pada tanggal 29 Maret 2001, dr. Purnomo Prawiro dan Alm. dr. Chandra Suharto mendirikan
perusahaan dengan nama PT Blue Bird berdasarkan akta Notaris Dian Pertiwi, S.H., No. 11 Akta
Pendirian ini telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat
Keputusan No.C-00325-HT01.01. TH 2001, tanggal 26 April 2001, dan diumumkan dalam
Tambahan No. 5155 dari Berita Negara Republik Indonesia (BNRI) No.62, tanggal 3 Agustus
2001. Berdasarkan akta tersebut kegiatan usaha yang dijalankan bergerak dalam bidang
transportasi penumpang dan jasa pengangkutan darat. Pada saat pendirian dr. Purnomo
Prawiro menjabat sebagai Direktur Utama dan Alm. Dr. Chandra Suharto menjabat sebagai
Komisaris Utama. Keduanya bersama dr Mintrasih merupakan anak dari Ny. Mutiara
Djokosoetono. Mitrasih juga memiliki perusahaan operasional taxi bernama Gamya Taxi.
Mitrasih inilah yang saat ini melakukan gugatan kepada saudaranya Purnomo Prawiro dan
anak-anak dari Alm. Chandra Suharto.
-
5/19/2018 Blue Bird IPO - Final
2/15
Pada bulan November 2012, pemegang saham Perseroan melakukan restrukturisasi
kepemilikan saham mereka di beberapa perusahaan penyedia jasa angkutan darat yang pada
akhirnya menghasilkan lima belas perusahaan penyedia jasa angkutan darat yang beroperasi
menjadi Entitas Anak Perseroan. Hanya perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bisnis
penyedia jasa angkutan darat untuk penumpang yang diakuisisi oleh Perseroan, yang mana
setidaknya 90% dari saham yang dikeluarkan oleh masing-masing Entitas Anak menjadi milik
Perseroan dan dimasukkan ke dalam Grup Perseroan sebagai bagian dari restrukturisasi.
Sebagai hasilnya, beberapa perusahaan angkutan darat tertentu yang mengoperasikan merek
Blue Bird, Golden Bird dan Big Bird, dimana Pemegang Saham Pendiri Perorangan
menguasai kurang dari 90% kepemilikan atas perusahaan tersebut, termasuk diantaranya
adalah PT Blue Bird Taxi, yang mengoperasikan taksi reguler dengan merek Blue Bird, PT
Surabaya Taksi Utama dan PT Lombok Seaside Cottage, yang mengoperasikan taksi reguler
menggunakan logo Blue Bird, PT Golden Bird Metro yang mengoperasikan kendaraan limusin
dan sewa mobil merek Golden Bird, PT Pusaka Thrifty Indonesia, yang mengoperasikan sewa
mobil tidak bermerek, dan PT Big Bird yang mengoperasikan sewa bis merek Big Bird, tidak
dimasukkan sebagai Entitas Anak Perseroan saat ini. Selain itu, PT Golden Bird Bali, yang
mengoperasikan kendaraan limusin dan sewa mobil merek Golden Bird di Bali, meskipun secara
keseluruhan dimiliki oleh satu atau lebih dari Pemegang Saham Pendiri Perorangan, tidak
dialihkan kepada Perseroan sebagai bagian dari restrukturisasi karena fungsi utama dari
perusahaan ini adalah sebagai perusahaan induk properti. Masing-masing perusahaan jasa
angkutan darat ini, yang tidak termasuk dalam Grup Perseroan, dikendalikan oleh beberapa
Pemegang Saham Pendiri Perorangan (kecuali PT Big Bird) dan disebut sebagai Perusahaan
Transportasi Darat Terafiliasi".
-
5/19/2018 Blue Bird IPO - Final
3/15
Struktur Blue Bird sebelum IPO
IPO Structure
Issuer : PT Blue Bird Tbk
Offering Structure
Price Range : Rp 7,200Rp 9,300
Pre IPO Shares : 2,125.6 mn
Total Listed Shares : 2,657 mn
Public Offer Shares : 531.4 mn (20%)
Public Offer Size : Rp 3.8 TRp 4.9 T
Lock Up : 12 months for company, 6 months for controlling shareholders
Use of net primary proceeds : 50% capital expenditures, 36% repay loans, 14% for futher
investments in subsidiaries
-
5/19/2018 Blue Bird IPO - Final
4/15
Kinerja Keuangan
Profitabilitas
Regular taxi memiliki kontribusi terbesar bagi
Blue Bird, rata-rata hampir 80% dari total
pendapatan Blue Bird. Regular taxi sendiri
memiliki gross margin sebesar 33%. Executive
taxi (Silver Bird) dan rental mobil yang memiliki
kontribusi masing-masing 7% dan 9% pendapatan
Blue Bird memiliki gross margin yang lebih
rendah dari regular taxi. Walaupun memiliki
kontribusi gross margin yang lebih rendah,
executive taxi tetap dipertahankan untuk
menjaga brand dari Blue Bird.
Wilayah operasi Blue Bird terkonsentrasi di
Jakarta, penetrasi dilluar Jakarta cenderung sulit
dilakukan karena terkendala oleh taxi lokal yang
biasanya berkerjasama dengan pemerintah
daerah setempat.
Rata-rata direct cost 65% terhadap pendapatan,
dimana kontribusi cost terbesar adalah salaries
driver cost sebesar 40%, bahan bakar 30% dan
depresiasi 20%. Depresiasi akan terus meningkat
seiring ekspansi dengan penambahan unit taxi.
Fluktuasi bahan bakar mejadi salah satu risiko
mengingat perusahaan taxi tidak bisa langsung
menaikan tarif saat terjadi kenaikan bahan bakar,
karena rentang tarif tergantung pemerintah
daerah setempat. Walaupun demikian, dilihat
historisnya, tarif taxi cenderung ikut naik saat
terjadi kenaikan bahan bakar subsidi.
-
5/19/2018 Blue Bird IPO - Final
5/15
Blue Bird memiliki pertumbuhan
profitabilitas yang cukup baik,
pendapatan meningkat 20% per
tahun dalam lima tahun terakhir.
Kenaikan pendapatan juga diikuti
oleh kenaikan di laba
operasional dan laba bersih yang
masing-masing naik 65% dan
74% per tahun selama lima
tahun kebelakang. Kompetitor
terdekat, Express Taxi, memiliki
pertumbuhan pendapatan yang sedikit lebih tinggi yaitu sebesar 38% per tahun selama lima
tahun kebelakang. Hal ini wajar karena positioning Blue Bird yang memiliki market share jauh
lebih tinggi dibandingkan Express Taxi.
Blue Bird mengalami peningkatan di sisi margin dari 4% net margin di 2009 menjadi 18% di
tahun 2013. Gross margin juga cenderung stabil di rentang 35% - 37%, sedikit penurunan dari
titik tertinggi sebesar 38% di 2011 lebih diakibatkan ekspansi dengan penambahan unit baru
yang cukup besar (dari 15,170 unit regular taxi di 2011 menjadi 21,756 unit di 2013). Hal ini
mengakibatkan penurunan pada utilisasi kendaraan dari 80% menjadi 77%.
MARGIN 2009 2010 2011 2012 2013
Gross Margin 22% 37% 38% 35% 34%
Operating Margin 7% 21% 22% 20% 25%
Net Profit Margin 4% 18% 15% 14% 18%
Net Margin dari Blue Bird naik signifikan dari 14% di 2012
menjadi 18% pada tahun 2013. Pertama, terjadi
penurunan beban usaha sebesar 28% yoy di 2013. Blue
Bird melakukan restrukturisasi anak-anak perusahaan
pada November 2012, sehingga terjadi penurunan pada
beban umum dan administrasi terutama di sisi gaji
karyawan sebesar 40% yoy. Gaji sendiri berkontribusi 40%
terhadap beban umum dan administrasi. Maka dari itu
operating margin terlihat meningkat dari 20% di 2012
menjadi 25% di 2013. Kedua, kenaikan bahan bakar bisa
ditutupi oleh efisiensi di repairs and maintenance
sehingga dampak kenaikan bahan bakar hanya
menurunkan gross margin sebesar 1%.
Net margin sebenarnya sempat tercatat naik ke 24% pada
4M13, namun kembali turun menjadi 18% pada 4M14
karena impact kenaikan bahan bakar pada pertengahan
tahun 2013.
-
5/19/2018 Blue Bird IPO - Final
6/15
Net margin dari Blue Bird cenderung sama
dengan Express Taxi, dimana keduanya
mencatatkan rata-rata net margin sebesar
14%. Walaupun mencatatkan net margin
yag cenderung tidak jauh berbeda, ROEBlue Bird cenderung superior
dibandingkan dengan Express Taxi. Blue
Bird mencatatkan rata-rata 5 tahun ROE
49%, jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan rata-rata ROE Express Taxi
sebesar 18%.
Bila ROE di breakdownmenggunakan pendekatan DuPont, terlihat bahwa Blue Bird cenderung
lebih unggul dalam hal efisiensi penggunaan aset dibandingkan dengan Express Taxi. Hanya saja
yang perlu diperhatikan adalah kecenderungan Asset Turn Over Blue Bird yang cenderung turun
selama lima tahun kebelakang. Hal ini diakibatkan ekspansi yang cukup besar yang dilakukan
Blue Bird sehingga kenaikan dari pendapatan belum setinggi kenaikan pada aset. Aset Blue Bird
tercatat naik 33% CAGR lima tahun kebelakang vs pendapatan yang naik 20% pada periode
yang sama.
Satu hal lagi, Blue Bird cenderung menggunakan tingkat leverage yang lebih tinggi dibandingkan
dengan Express Taxi, terlihat dari Equity Multiplier yang lebih tinggi. Kombinasi dari Asset Turn
Over dan leverage yang tinggi mengakibatkan ROE Blue Bird lebih tinggi dibandingkan degnan
Express Taxi.
2009 2010 2011 2012 2013
ROE Blue Bird 37% 66% 39% 42% 59%
Breakdown ROE Blue Bird
Net Profit Margin 4% 18% 15% 14% 18%
x
Asset Turn Over 117% 95% 87% 80% 78%
x
Equity Multiplier 7.76 3.82 2.95 3.70 4.16
ROE Express Taxi 6% 25% 29% 12% 17%
Breakdown ROE Express Taxi
Net Profit Margin 2% 16% 18% 15% 19%
x
Asset Turn Over 62% 33% 34% 29% 32%
x
Equity Multiplier 6.56 4.65 4.85 2.60 2.68
-
5/19/2018 Blue Bird IPO - Final
7/15
Utang dan Likuiditas
Seperti yang telah dijelaskan diatas, Blue Bird cenderung menggunakan tingkat leverage yang
tinggi pada modalnya. Keadaan ini merefleksikan nature dari bisnis taxi di Indonesia dimana
80% financing mobil baru dibiayai oleh bank. Hal ini mengakibatkan DER Blue Bird cenderungtinggi. Per Juni 2014, DER tercatat 1.9x. Namun beban bunga yang harus dikeluarkan dapat di
cover oleh laba operasional dari Blue Bird, ditunjukkan dengan tingginya interest coverage
ratio. Rasio utang terhadap ekuitas akan turun setelah IPO karena Blue Bird berencana
menggunakan 35.71% dana hasil IPO untuk pelunasan utang. DER akan turun pada rentang
0.34x0.28x pasca IPO.
Di tahun 2013, Blue Bird mengganti sistem
receivable dari voucer yang sebelumnya
dibebankan kepada pihak ketiga menjadilangsung kepada perusahaan, akibatnya turn
over receivable naik. Di sisi lain, payable yang
kebanyakan kepada Astra International
sebagai main dealer dari Blue Bird, turn over
yang normalnya sekitar 2-3 minggu, turun
menjadi dibawah 2 minggu pada 4 bulan
-
5/19/2018 Blue Bird IPO - Final
8/15
pertama 2014. Hasilnya, dengan sistem receivable voucer baru dan pembayaran ke suplier yang
cenderung lebih cepat, working capital akan mulai membebani cash flow walaupun cenderung
tidak terlalu besar, sekitar Rp 2030 miliar dibandingkan dengan EBITDA yang mencapai Rp 1.3
triliun di 2013.
Arus Kas
Blue Bird memiliki arus kas operasional
yang selalu positif selama empat tahun
kebelakang walaupun masih belum
mencatatkan free cash flow karena
masih dalam tahap ekspansi. Cash Flow
Operation margin Blue Bird juga
cenderung baik dengan rata-rata 4 tahun
sebesar 27%. Kedepan Blue Bird
menganggarkan dana untuk akuisisi
lahan sebagai pool dan penambahan
armada sejalan dengan lisensi yang bisa
didapat oleh Blue Bird
Investment Thesis dan Risiko
Penetrasi taxi di Indonesia rendah dan Perbaikan Infrastruktur Transportasi
Penetrasi taxi di Indonesia dapat dikategorikan masih cukup rendah dibandingkan dengan
beberapa negara maju lain. Dengan pandangan ini, potensi pertumbuhan dari bisnis taxi sendiri
diperkirakan masih akan cukup besar. Di sisi lain pertumbuhan kendaraan bermotor masih
sangat tinggi, salah satu penyebab adalah kecenderungan masyarakat Indonesia untuk
bepergian menggunakan kendaraan pribadi, baik mobil untuk kalangan menengah atas ataupun
motor yang cenderung untuk kalangan menengah ke bawah. Untuk kalangan menengah ke
bawah, taxi cenderung bukan pilihan kendaraan subsitusi yang akan dipilih. Jadi bisnis taxi
-
5/19/2018 Blue Bird IPO - Final
9/15
sendiri akan terfokus untuk kalangan menengah dan atas. Infrastruktur transportasi di
Indonesia yang cenderung masih belum baik dan orientasi mass transportation kebelakang
yang masih rendah, mengakibatkan pilihan transportasi menjadi terbatas dan cenderung
memilih kendaraan pribadi.
Pertumbuhan kendaraan bermotor
sendiri di Indonesia selama lima tahun
ke belakang sekitar 11% per tahun.
Dibandingkan dengan Singapura yang
cenderung lebih rendah karena
pemerintahnya membuat aturan
mengenai kepemilikan kendaraan
pribadi dengan Vehicle Quota System
dan Preferential Additional
Registration Fee. Kebijakan
pemerintah mengenai pembatasan
kepemilikan kendaraan pribadi akan
menjadi salah satu key drivers untuk
pertumbuhan bisnis taxi.
Dengan adanya perbaikan pada sistem transportasi, masyarakat diharapkan akan berpindah
dari orientasi menggunakan kendaraan pribadi menjadi transportasi publik. Syaratnya adalah
adanya kenyaman pada sistem transportasi tersebut, terutama untuk kalangan menengah atas
yang cenderung akan membandingkan kenyamanan dalam menggunakan kendaraan pribadinyaatau berpindah menggunakan transportasi publik.
Bisnis taxi sendiri dinilai akan mendapatkan keuntungan dari perbaikan sistem tranportasi
masal di Indonesia. Walaupun kecenderungan akan kehilangan pelanggan jarak jauh, taxi akan
mengambil peranan sebagai penghubung antara simpul transportasi masal ke tujuan akhir
pelanggan.
Branding kuat dan barriers to entry di bisnis Taxi
Blue Bird mempunyai branding nama yang kuat sejak lama. Terkenal sebagai taxi premium
namun dengan tingkat kenyamanan dan keamanan yang juga baik. Beberapa cerita menarik
mengenai Blue Bird seperti barang pelanggan yang tertinggal hampir 90% bisa ditemukan
kembali, sistem alarm mobil yang memberikan tanda apabila supir mengemudikan melebihi
batas lain, sistem IT dan GPS yang dapat mengontrol dimana unit berada menjadi branding kuat
Blue Bird.
-
5/19/2018 Blue Bird IPO - Final
10/15
Blue Bird sendiri saat ini menajadi perusahaan taxi yang memiliki unit terbanyak di Indoensia
dengan lebih dari 30,000 unit taxi per April 2013. Dengan posisi tersebut Blue Bird memegang
market share sekitar 33% dari total taxi di Indonesia (data Euromonitor 2013). Dengan skala
ekonomi yang besar, Blue Bird mampu mengembangkan sebuah sistem yang cukup baik
sehingga menciptakan efisiensi pada operasionalnya.
Blue Bird memiliki sistem kontrol
terhadap unit dimana kantor pusat
dapat mengetahui posisi dari unit
taxi secara real time. Sistem
tersebut juga memungkinkan
booking taxi dilakukan by sistem,
tidak lagi tergantung dari operator
di kantor pusat. Penerapan ini
menjadikan tata kelola perusahaan
yang lebih transparan dan
mempercepat proses di
operasional. Kami berpendapat
bahwa sistem tersebut baru bisa
diterapkan saat perusahaan sudah
mencapai skala ekonomi yang besar.
-
5/19/2018 Blue Bird IPO - Final
11/15
Untuk masuk ke dalam bisnis taxi dan
mencapai skala ekonomi yang besar tidak
mudah. Gajalan pertama adalah adanya
kebutuhan lisensi yang harus dipenuhi oleh
operator taxi. Lisensi operasional tersebutdikeluarkan oleh pemerintah daerah dengan
cara tender, dimana kriteria yang dilihat
biasanya adalah keadaan finansial operator
taxi, jumlah unit taxi, jumlah pengemudi,
kondisi pool dan tipe unit taxi. Sejauh ini Blue
Bird selalu mampu mengamankan lisensi baru
untuk mendukung ekspansi mereka.
Berikutnya yang tidak kalah penting adalah brand dan reputasi, dimana masyarakat sendiri
sudah cukup sadar akan keamanan dan service quality. Satu hal yang sulit adalah reputasi yangbaik tidak dibentuk dalam waktu yang singkat.
Dengan branding yang kuat, skala ekonomi yang besar dan kemampuan untuk mengamankan
lisensi operasional taxi, Blue Bird dinilai akan mendapatkan keuntungan yang besar apabila
bisnis taxi akan tumbuh lebih pesat kedepannya.
Sampai April 2014, Blue Bird sudah mengamankan 7,504 lisensi baru untuk regular taxi dan 68
lisensi untuk executive taxi (sekitar 30% dari lisensi saat ini). Lisensi ini akan digunakan dalam
beberapa tahun untuk memperbesar jumlah armada taxi Blue Bird. Dengan rencana ekspansi
yang cukup besar ini, manajemen perlu memperhatikan ketersediaan tenaga kerja pengemuditaxi sendiri. Karena ekspansi tidak hanya dilakukan pada unit taxi, namun juga pengemudi.
Ditambah kebijakan dari Blue Bird sendiri mengenai jumlah pengemudi per mobilnya. Saat ini
tiga unit taxi dipegang oleh tiga pengemudi reguler plus satu cadangan. Artinya manajemen
perlu mencari lebih banyak pengemudi dibandingkan unit taxi sendiri.
Ekspansi ini akan menimbulkan risiko bila Blue Bird tidak bisa mengamankan pengemudi
eksistingnya dan juga menambah pengemudi baru. Ditambah lagi pengetahuan pengemudi
baru juga perlu diperhatikan agar tidak menghilangkan brand kuat yang telah dibangun Blue
Bird selama ini.
Family Business dan Risiko Litigasi
Blue Bird sendiri adalah bisnis keluarga dimana saat ini dikuasai oleh generasi ketiga dan
keempat (generasi kedua tersisa President Director, Purnomo Prawiro). Seperti kebanyakan
bisnis keluarga, perusahaan akan terpapar risiko saat bisnis perusahaan menjadi bagian dari
-
5/19/2018 Blue Bird IPO - Final
12/15
harta warisan. Hal yang sama juga terjadi pada Blue Bird dimana beberapa case yang
digugatkan oleh anggota keluarga.
Sampai saat ini, beberapa persoalan hukum antara lain Gugatan 311 (dicabut) dari dr Mintrasih
(saudara perempuan Purnomo Prawiro) terhadap kedua saudaranya, Gugatan 507 (tidak
diterima) dari Lani Wibowo dan Elliana Wibowo yang merupakan pemegang saham minoritas
Blue Bird Taxi (bukan Blue Bird Tbk). Blue Bird sendiri mengklarifikasi bahwa gugatan hukum
tersebut tidak akan berpengaruh terhadap perusahaan dan rencana Penawaran Umum.
Hanya saja perlu diperhatikan bahwa masih ada gugatan yang berjalan yaitu Gugatan No 322
dari Lani Wibowo dan Elliana Wibowo terhadap beberapa pihak termasuk manajemen Blue Bird
dengan gugatan langsung secara personal kepada Purnomo Prawiro yang merupakan Presiden
Direktur Blue Bird. Mediasi pada 13 Agustus 2014 dan 27 Agustus 2014 gagal dilakukan. Dalam
gugatan juga tercatat mengenai permintaan pembatalan merek dagang Blue Bird dan
mendaftarkan hak kekayaan intelektual atas nama BBT. Blue Bird sendiri dalam prospektustidak menjamin bahwa dapat secara sukses membela diri atas proses litigasi yang sedang terjadi
atau yang akan terjadi di masa mendatang.
Jika Perseroan tidak berhasil membela diriatas berbagai tuntutan/gugatan yang
ditujukan kepada Perseroan, anak-anak perusahaan Perseroan,dan/atau pengurus
Perseroan, Perseroan dapat diminta untuk membayar sejumlah denda atau uang
tertentu dan/atau menanggung biaya yang bersifat material dalam penyelesaian
tuntutan/gugatan perkara tersebut dan/atau dapat kehilangan hak untuk menggunakan
kekayaan dan aset yang sedang digunakan dalam usaha Perseroan, termasuk atas Hak
Kekayaan Intelektual dalam Gugatan No. 322. Hal-hal yang disebutkan sebelumnya
dapat mempengaruhi usaha, hasil operasi dan prospek Perseroan.
Valuasi
Kami mengasumsikan Blue Bird menambah armada taxi regulernya sebanyak 7,500 selama
2014 2016 sesuai dengan tambahan lisensi baru saat ini sebanyak 7,504 lisensi. Selanjutnya
diasumsikan tambahan armada per tahun sebesar 2,000 taxi reguler. Dengan asumsi tersebut
kenaikan jumlah armada taxi reguler milik blue bird adalah 7% per tahun sepanjang masa
proyeksi, lebih rendah daripada kenaikan historisnya sebesar 17% per tahun. Taxi eksekutif, bisdan rental diasumsikan menambah armada 80% dari rata-rata oenambahan historis sehingga
sepanjang masa proyeksi tumbuh sebesar 5% - 6% per tahun, lebih rendah dibandingkan
historis sebesar 10% - 16% per tahun.
Utilisasi armada Blue Bird cenderung menurun dari 80% di 2011 menjadi 77% di 2013 pertama
karena masa ekspansi sehingga armada bertambah cukup banyak, yang kedua adalah utilisasi
-
5/19/2018 Blue Bird IPO - Final
13/15
turun akibat adanya beberapa kali extraordinary event seperti bencana alam dn lain-lain.
Sebagai keperluan proyeksi, tiga tahun pertama 2014 2016 turun ke level 75% sebagai
antisipasi penambahan armada. Selanjutnya utilitas diasumsikan akan mulai naik 1% per tahun
sampai maksimal di 83%.
Taxi reguler Blue Bird secara rata-rata mampu menghasilkan pendapatan per hari sebesar Rp
558 ribu, naik 4.4% per tahun dimana pada tahun 2010 pendapatan per taxi tercatat sebesar Rp
491 ribu. Pendapatan per hari tersebut diproyeksikan naik berdasarkan kenaikan GDP (40% dari
proyeksi GDP growth) Dengan asumsi tersebut, sepanjang masa proyeksi pendapatan harian
tumbuh 3.6% per tahun
-
5/19/2018 Blue Bird IPO - Final
14/15
Capital Expenditure dihitung berdasarkan biaya untuk menambah armada tambahan setiap
tahun dan kebutuhan area depot taxi. Rata-rata Blue Bird menggunakan armada Toyota Limo
(Toyota Vios) dan Nissan Almera, namun Nissan dipesan hanya pada saat pesanan mencapai
maksimal di Toyota. Harga Toyota Vios 1.5 E M/T saat ini sekitar Rp 246 juta, dengan discount
untuk taxi sebesar 20% dan ditambah 10% untuk asesoris. Harga tersebut diasumsikan naiksetiap tahun pengikuti inflasi. Hal yang sama juga untuk taxi eksekutif yang menggunakan
Mercy C-200 dan mobil rental Toyota Avanza dan Kijang Inova. Sedangkan untuk kebutuhan
area depot dihitung berdasarkan jumlah tambahan armada dimana untuk satu mobil
dibutuhkan 16m2
dan bis 40m2dan ditambahkan kebutuhan support area sebesar 5%.
Untuk keperluan perhitungan Cash Flow, digunakan pendekatan CFO margin sebesar 30.6%
yang merupakan rata-rata Cash Flow from Operation Margin 3 tahun kebelakang. Risk free rate
diasumsikan 7.5% (BI Rate) dengan cost of equity 11.4% dan cost of debt 10.0% sehingga WACC
11.1%. Terminal rate diasumsikan 3.0% karena dinilai Blue Bird masih memiliki pertumbuhan
yang cukup stabil.
-
5/19/2018 Blue Bird IPO - Final
15/15
Dari hasil perhitungan, didapat equity value dari Blue Bird sebesar Rp 20.9 Triliun atau sebesar
Rp 7,882 per saham. Rentangan harga IPO Rp 7,2009,300.
Berikut sensitivitas analisis untuk menggambarkan perbuhan pada CFO margin dan WACC dari
pemodelan Blue Bird
Screening Universe
Sebagai screening universe saham non bank telah ditetapkan beberapa parameter sbb :
1. Rata-rata 5 tahun ROE 12%
2. DER 80%
3. Rata-rata 5 tahun Operating Cash Flow positif
Dengan memperhatikan ratio tersebut, Blue Bird memiliki
1. Blue Bird mencatatkan ROE rata-rata selama lima tahun kebelakang sebesar 49%
2. DER Blue Bird per Juni 2014 tercatat sebesar 190% lebih tinggi dari ketentuan universe.
Namun setelah IPO DER akan turun pada rentang 28% - 38% akibat adanya pelunasanutang di awal dan naiknya tingkat equity dari Blue Bird
3. Data cash flow yang tersedia hanya empat tahun kebelakang, selama empat tahun
tersebut Blue Bird selalu mencatatkan Operating Cash Flow positif
Rekomendasi
Melihat beberapa kondisi di atas, kinerja keuangan Blue Bird, Investment Thesis, valuasi dan
beberapa risiko litigasi yang sedang dihadapi Manajemen Blue Bird, analis merekomendasikan
Blue Bird untuk dimasukkan dalam stock universe dan memberi rekomendasi Neutral untuk
saham Blue Bird.
7,882
9.1% 10.1% 11.1% 12.1% 13.1%
27% 9,171 7,455 6,180 5,200 4,426
29% 10,340 8,441 7,031 5,946 5,088
31% 11,509 9,428 7,882 6,692 5,751
33% 12,679 10,415 8,733 7,438 6,413
35% 13,848 11,402 9,584 8,184 7,076
CFO Margin
WACC