Blount Disease Ortho 2013
-
Upload
marianto-lie -
Category
Documents
-
view
171 -
download
14
description
Transcript of Blount Disease Ortho 2013
PENYAKIT BLOUNT
Pembimbing:
dr. Pranajaya Dharma Kadar, Sp.OT(K)
Disusun Oleh:
Endah Galih Harina (080100086)
Minda Hadiyanti Lubis (080100093)
Dania Rahmi (080100094)
Marianto (080100112)
Rini Y Andalia (080100197)
DEPARTEMEN ILMU BEDAH ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas
berkat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan tepat pada
waktunya.
Pada makalah ini, kami menyajikan kasus mengenai penyakit Blount.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan
klinik Departemen Ilmu Bedah Orthopaedi dan Traumatologi, Rumah Sakit
Umum Haji Adam Malik Medan.
Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan pula terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. Pranajaya Dharma Kadar, Sp.OT(K), atas kesediaan
beliau sebagai pembimbing kami dalam penulisan makalah ini. Besar harapan
kami, melalui makalah ini, pengetahuan dan pemahaman kita mengenai penyakit
Blount semakin bertambah.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna,
baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan
segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan makalah ini. Atas bantuan dan segala dukungan dari berbagai
pihak baik secara moral maupun spiritual, penulis ucapkan terima kasih. Semoga
makalah ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya bidang kesehatan.
Medan, 24 Juli 2013
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HalamanKATA PENGANTAR .............................................................................................iiDAFTAR ISI ............................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................11.1. Latar Belakang......................................................................................11.2. Tujuan Penulisan...................................................................................21.3. Manfaat Penulisan ................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................32.1. Definisi Penyakit Blount.......................................................................32.2. Epidemiologi Penyakit Blount..............................................................32.3. Etiologi Penyakit Blount.......................................................................32.4. Faktor Risiko Penyakit Blount..............................................................42.5. Klasifikasi Penyakit Blount..................................................................42.6. Patogenesis Penyakit Blount.................................................................42.7. Diagnosis Penyakit Blount....................................................................6
2.7.1. Anamnesis....................................................................................62.7.2. Pemeriksaan Fisik........................................................................72.7.3. Pemeriksaan Penunjang...............................................................7
2.8. Diagnosis Banding Penyakit Blount.....................................................112.9. Tatalaksana Penyakit Blount.................................................................12
2.9.1. Pengobatan Non-Operatif.............................................................122.9.2. Pengobatan Operatif.....................................................................13
2.10. Komplikasi Penyakit Blount.................................................................162.11. Prognosis Penyakit Blount....................................................................17
BAB 3 KESIMPULAN............................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit Blount adalah penyakit pada pertumbuhan tulang dimana
berlakunya kelainan pada proses osifikasi di medial dari proximal tibia fisis,
epifisis dan metafisis. Deformitas penyakit Blount bersifat progresif, dimanifestasi
dengan terjadinya angulasi varus dan rotasi interna pada tibia di regio proksimal
metafisis di bawah lutut. Penyakit ini menyebabkan perubahan patologik yang
irreversibel, selalunya terjadi gangguan pertumbuhan fisis pada epifisis medial
proximal tibia.
Erlacher mendeskripsikan kasus tibia vara pertama pada tahun 1922. Akan
tetapi, artikel dari Blount pada tahun 1937 mengemukakan tanda-tanda kelainan
penyakit Blount secara terperinci. Blount mempresentasikan 13 kasus baru dan
menilai 15 kasus dalam literaturnya. Blount juga menggambarkan kesamaan
antara tibia vara infantil dan remaja dan menekankan perbedaan etiologi penyakit
tersebut.9 Tibia vara dan osteochondrosis deformans tibia adalah dua istilah lain
yang digunakan untuk menggambarkan kelainan penyakit Blount. Blount
menyarankan istilah tibia vara anatomi, adalah istilah umum yang diterima.
Namun, istilah tersebut tidak mengidentifikasi lokasi spesifik dari kelainan, juga
tidak menunjukkan etiologi penyakit. Oleh karena itu, Penyakit Blount dan tibia
vara merupakan istilah yang paling sering diterima untuk penyakit ini.1
Penyakit ini dapat terjadi pada setiap kelompok umur pada anak,
diklasifikasikan sebagai infantil (1-3 tahun), juvenil (4-10 tahun), dan adolescence
11 tahun atau lebih tua.2 Prevalensi penyakit Blount infantil pada anak muda di
Amerika Serikat sekitar 0,007 atau kurang dari 1%. Prevalensi pada remaja
mencapai 2,5%. Frekuensi pada seluruh etnis tidak diketahui, namun diduga
kurang dari 1%. Selain dari faktor ras dan berat badan, frekuensi penyakit ini
meningkat apabila dijumpai adanya riwayat keluarga.9
2
Walaupun penyebab penyakit Blount yang pasti tetap belum diketahui,
kelainan ini tampaknya akibat supresi pertumbuhan dari kenaikan gaya kompresif
di sisi medial lutut.2
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan tulisan ini adalah untuk lebih mengerti dan
memahami mengenai penyakit Blount. Tulisan ini juga dibuat untuk memenuhi
persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di
Departemen Ilmu Bedah Orthopaedi & Traumatologi.
1.3. Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan
pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis agar dapat lebih
mengetahui dan memahami mengenai penyakit Blount.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Penyakit Blount
Penyakit Blount adalah gangguan yang jarang terjadi ditandai dengan
kelainan pertumbuhan sisi media epifisis tibia proksimal, mengakibatkan angulasi
varus progresif di bawah lutut.2 Bentuk juvenil dan adolescence biasanya
digabung sebagai tibia vara yang dimulai lambat. Ketiga kelompok ini sama-sama
memiliki karakteristik klinis yang relatif lazim, sedang perubahan radiografi pada
kelompok mulai lambat kurang menonjol daripada bentuk infantil. Walaupun
penyebab penyakit blount yang pasti tetap belum diketahui, kelainan ini
tampaknya akibat supresi pertumbuhan dari kenaikan gaya kompresif di sisi
media lutut.2
2.2. Epidemiologi Penyakit Blount
Frekuensi bisa terjadinya penyakit ini untuk semua etnis masih belum
diketahui, tetapi dapat meningkat sekiranya ada ahli keluarga yang didiagnosa
dengan penyakit ini. Penyakit ini dapat terjadi pada setiap kelompok umur pada
anak, diklasifikasikan sebagai infantil (1-3 tahun), juvenil (4-10 tahun), dan
adolescence 11 tahun atau lebih tua.2
Prevalensi penyakit Blount infantil pada anak muda di Amerika Serikat
sekitar 0,007 atau kurang dari 1%. Prevalensi pada remaja mencapai 2,5%.
Frekuensi pada seluruh etnis tidak diketahui, namun diduga kurang dari 1%.
Selain dari faktor ras dan berat badan, frekuensi penyakit ini meningkat apabila
dijumpai adanya riwayat keluarga.9
2.3. Etiologi Penyakit Blount1
Ada 3 faktor yang dapat menyebabkan kelainan bawaan yaitu :
1. Faktor genetik
2. Faktor lingkungan
3. Kombinasi faktor genetik, lingkungan, dan faktor yang tidak diketahui.
4
Penyebab bagi penyakit Blount masih kontroversi sehingga saat ini, tetapi
ada yang menyatakan ia adalah sekunder dari gabungan genetik dan pertumbuhan
yang tidak seimbang. Tahanan biomekanik yang berlebihan di proximal tibial fisis
yang disebabkan statik varus dan berat badan yang berlebihan menjadi etiologi
kepada penyakit tibia vara yang infantil. Tahanan yang kompresif di aspek medial
lutut menyebabkan pertumbuhannya di supresi.2
2.4. Faktor Risiko Penyakit Blount
Penyebab ataupun faktor resiko blount disease masih belum dipahami
sepenuhnya. Beberapa sumber menyebutkan faktor resiko penyakit Blount
berkaitan dengan obesitas pada anak, pada anak-anak yang berjalan terlalu cepat,
faktor genetik dan lingkungan, dan juga berkaitan dengan etnis, dimana penyakit
Blount lebih banyak ditemukan pada anak-anak kulit hitam.3
2.5. Klasifikasi Penyakit Blount
Berdasarkan bentuk klinisnya penyakit blount dapat dibagi menjadi dua,
yaitu early onset (infantile) dan late onset (juvenile/adolescent).4
1. Early onset (infantile)
Infantile Blount disease adalah kondisi ortopedik yang terjadi pada anak-
anak yang disebabkan karena deformitas dari lutut. Pada early onset
(infantile) Blount disease terjadi pada usia 1-3 tahun. Infantile Blount
disease ditandai dengan adanya deformitas varus pada fisis tibialis
proksimal.5
2. Late onset (Juvenile/Adolescent)
Juvenile blount disease terjadi pada usia 4-10 tahun, dan adolescence
Blount Disease terjadi pada usia 11-14 tahun.
2.6. Patogenesis Penyakit Blount
Penyebab terjadinya penyakit Blount masih belum jelas. namun diduga berasal
dari kombinasi antara faktor herediter dan peningkatan tekanan/stres mekanik
pada fiseal medial pada saat berjalan, terutama pada physiological bow leg. 7
5
Menurut Gosai MM et al (2010), terdapat hubungan yang kuat antara obesitas pada
anak dengan adanya tekanan mekanis pada bagian medial dari fisis tibial proksimal.7,8
Seperti yang diketahui pada kartilago yang rusak akan terjadi osifikasi yang
lebih lambat. Pada penyakit Blount, terjadi kerusakan kartilago bagian medial
pada pemeriksaan histologis. Selain itu, tekanan berlebihan pada bagian medial
dari epifisis kartilago proksimal tibia menyebabkan perubahan struktur dan fungsi
dari kondrosit. Seperti pada obesitas, terjadi peningkatan tekanan pada bagian
medial dari sendi lutut pada anak dengan genu varum.14 Akibatnya, osifikasi akan
terhambat pada bagian medial tibia dibandingkan bagian lateral.9 Sesuai dengan
hukum Heuter-Volkmann, tekanan pada bagian metafisis medial tibia akan
mensupresi pertumbuhan7,9,10,11,12,13
Gambaran histopatologis mengenai tibia vara infantil dan onset lanjut mirip
dengan temuan pada pasien dengan slipped capital femoral epiphysis. Temuan
yang didapat berupa terjadi fissura dan adanya celah pada fisis, adanya perbaikan
fibrovaskuler dan kartilago pada physeal-metaphyseal junction, fokus kartilago
yang nekrotik, dan disorganisasi dari zona fisis degeneratif medial. Hal ini
merupakan temuan yang sesuai dengan mekanisme pertumbuhan endokondral
normal yang terhambat.15
Pertumbuhan yang terhambat dan berkurangnya osifikasi endokondral akan
mengakibatkan angulasi varus progresif di bawah lutut dan meningkatkan gaya
kompresif pada fisis, yang mengubah arah gaya berat tubuh pada bagian atas
epifisis tibialis dari tegak lurus hingga menjadi oblik. Gaya oblik ini cenderung
untuk menggeser epifisis tibial ke lateral. Regio metafisis pada tibia juga akan
membengkok secara medial untuk menyesuaikan tulang dengan deviasi stres. 9,16
Pada penyakit Blount, dapat terjadi variasi gait. Hal ini disebabkan
peningkatan ketebalan paha yang juga diduga merupakan penyebab penyakit
Blount pada remaja.16
Beberapa penelitian telah menemukan adanya riwayat keluarga penyakit
Blount pada beberapa penderita. Penyakit Blount pernah ditemukan pada anak
kembar. Shoenecker et al juga menemukan adanya riwayat keluarga pada 14 dari
33 pasien.17 Namun, tidak ditemukan bukti langsung adanya hubungan genetik.9
6
2.7. Diagnosis
Diagnosis Blount disease ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit
(anamnesis), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, terutama radiografi.
2.7.1. Anamnesis
Bentuk infantil lebih umum pada anak perempuan, kulit hitam, dan orang-
orang dengan obesitas yang bermakna. Hal ini terkait dengan tonjolan metafisis,
torsi tibialis internal, dan ketidaksesuaian kaki-panjang.18 Kasus bilateral adalah
sekitar 80%. Tonjolan metafisis yang terlihat dan dapat teraba pada bagian atas
aspek proksimal medial kondilus tibia. Biasanya, pasien tidak mengeluh
sakit. Namun, deformitas ekstremitas bawah dapat cukup jelas.
Sebaliknya, pasien dengan penyakit Blount adolescence biasanya
mengeluhkan rasa nyeri pada aspek medial lutut, tidak teraba tonjolan metafisis
medial proksimal, torsi tibia interna minimal, kelemahan ligamentum kolateral
medial ringan, dan ketidaksesuaian panjang tungkai bawah yang ringan. Pasien-
pasien ini biasanya kelebihan berat badan atau obesitas. Pasien mungkin
mengalami kesulitan berjalan tanpa tersandung. Cara berjalan dapat terlihat tidak
normal.
Gambar 1. Anak perempuan berusia 4 tahun dengan tibia vara infantil dan
menderita genu varum kiri sedang.
7
2.7.2. Pemeriksaan Fisik
Pengamatan visual adalah metode pertama diagnosis. Melihat gaya
berjalan pasien. Pasien mungkin menyodorkan kakinya keluar menjauh dari kaki
yang lain ketika berjalan di kaki yang terkena. Jarak antara lutut diukur dengan
pasien berdiri. Jika ruang antara lutut lebih dari 5 cm (1 1/4 inci) pengujian lebih
lanjut diperlukan.19
2.7.3. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Penelitian laboratorium masih belum membantu dalam mendiagnosis
penyakit Blount. Diagnosis dari kedua bentuk penyakit Blount berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan yang paling penting, radiografi lutut.
2. Radiologi 20
Pada anak dengan tibia vara biasanya dilakukan foto rontgen AP pada
kedua ekstremitas bawah dan posisi lateral pada ekstremitas yang terkena. Posisi
anak berdiri dengan pembebanan memungkinkan terlihatnya deformitas klinis
yang maksimal. Fragmentasi dengan deformitas tahap penonjolan dan penonjolan
metafisis tibia medial proksimal merupakan tanda-tanda utama kelompok infantil.
Perubahan dalam metafisis tibiale medialis kurang mencolok pada bentuk-bentuk
mulai awal, yang ditandai oleh adanya baji bagian medial epifisis, depresi
artikuler posteromedial ringan, fisis lengkung ke arah kepala serpiginosa, dan
tidak ada fragmentasi atau ringan atau tonjolan metafisis medial proksimal.
Radiografi anteroposterior dari kedua ekstremitas bawah dan lateral
radiografi ekstremitas yang terlibat
8
Gambar 2. Foto anteroposterior (AP) dari lutut menunjukkan depresi plateau
medial dan penonjolan metaphyseal beaking (Langenskiöld tahap II-III) khas
genu varum infantile.
Gambar 3. Foto anteroposterior menggambarkan beberapa ukuran sudut penting
pada penyakit Blount. Deformitas varus jelas dalam tibia proksimal tanpa
pembentukan miring atau bar (bar tidak terjadi pada bentuk adolescence). A:
sudut tibiofemoral.B: sudut metafisis-diafisis. C: sudut metafisis-epifisis.
Perubahan awal penyakit Blount infantil dapat dinilai dengan mengukur
sudut metafisis-diafisis dari proksimal tibia, yaitu sudut yang dibentuk oleh
perpotongan garis melalui bidang transversal dari metaphysis tibia proksimal
dengan tegak lurus dengan sumbu panjang dari diaphysis tibialis.
Tingkat keparahan deformitas varus didasarkan pada sudut tibiofemoral
yang diukur pada radiografi berdiri anteroposterior yang meliputi pergelangan
kaki, lutut, dan sebagian besar femur, sudut metafisis-diafisis, dan sudut metafisis-
epifisis, yaitu sudut yang dibentuk oleh perpotongan garis melalui bidang
9
transversal tibia proksimal epiphysis dengan garis melalui bidang transversal
metaphysis.
Kadang-kadang, atrografi, foto resonansi magnetik, atau tomografi
mungkin perlu untuk menilai meniskus, permukaan artikuler tibia proksimal, atau
integritas fisis tibia proksimal. Ini biasanya dipakai untuk deformitas yang lebih
berat.
Tahap Langenskiold
Langenskiöld tibia vara infantil diklasifikasikan menjadi 6 tahap progresif,
berdasarkan tingkat metafisis-epifisis, perubahan dilihat pada radiografi. Tingkat
keparahan penyakit ini dinilai berdasarkan tahap Langenskiöld dan usia anak.21
Gambar 4. Tingkat Langenskiold
Para radiolog melihat sudut varus yang tajam dan perubahan lain dalam
metafisis. Seringkali ada pelebaran pada growth plate. Bagian atas tibia terlihat
adanya paruh (beak) pada sisi medial.
Tahap I : Di atas usia 3 tahun, osifikasi metafisis tidak teratur dan penghancuran
dari metafisis.
10
Tahap II : Di antara usia 2 setengah tahun dan 4 tahun, depresi tajam garis
osifikasi dari 1/3 medial metafisis dan medial epifisis menjadi lebih berbentuk
huruf V dan kurang berkembang daripada bagian yang lateral.
Tahap III : Usia 4 dan 6 tahun, pendalaman penekanan dari metafisis yang
berbentuk seperti paruh burung, terisi kartilago dengan penampilan seperti bentuk
jejak, epifisis medial berbentuk seperti huruf V dan kurang bisa dibedakan, dan
daerah kecil kalsifikasi mungkin akan ada dibawah garis medial.
Tahap IV : Usia 5 dan 10 tahun, tulang epifisis melebar dan terjadi depresi pada
bagian medial dari metafisis dan dengan ketidakteraturan dari garis medial
epifisis.
Tahap V : Usia 9 dan 11 tahun, epifisis terbagi oleh pita yang jelas terlihat pada
bagian medial dari plat pertumbuhan kartilago artikular, kemiringan ke arah
bawah dari permukaan artikular serta ketidakteraturan dari batas medial epifisis.
Tahap VI : Usia 10-13 tahun, lempeng pertumbuhan berfungsi secara medial dan
pertumbuhan lebih dahulu terjadi pada sisi lateralperubahan bentuk kemiringan
yang progresif pad sisi medial.
Selain klasifikasi Langenskiold, ada parameter radiografi lain yaitu sudut
metafisial-diafisial, yang dapat membantu membedakan genu varum fisiologis
dengan Blount disease onset awal pada anak berusia kurang dari 2 tahun.3
Perubahan awal penyakit Blount infantil dapat dinilai dengan mengukur sudut
metafisis-diafisis dari proksimal tibia, yaitu sudut yang dibentuk oleh perpotongan
garis tegak lurus antara aksis batang tibia dengan garis tepi lateral dan medial
metafisis tibia proksimal yang normalnya antara 11-14o.
11
Gambar 5. Indeks radiografis dalam mengevaluasi genu varum pada bayi dan
anak (sudut tibiofemoral)4
2.8. Diagnosis banding
1. Physiologic bowing
Physiologic bowing merupakan suatu keadaan yang self-limited, dimana
tulang tibia dan femur bersifat lunak dan dapat menyebabkan
membungkuknya bagian tibia dan femur secara fisiologis, physiologic
bowing umumnya terjadi pada anak usia 18-24 bulan.
2. Congenital bowing
Congenital bowing dapat terjadi pada bagian tengah tibia, dengan bagian
distal femur dan tibia proksimal yang normal.
3. Rickets
12
Pada rickets, adanya gambaran radiologis yang khas adanya kerusakan dan
pelebaran ujung metafisis.
4. Metaphyseal Chondrodysplasia
Deformitas metaphyseal multipel terlihat sama dengan rickets pada
gambaran radiologi.
5. Riwayat trauma yang dapat menyebabkan deformitas, contohnya trauma
pada proksimal tibia yang sedang mengalami pertumbuhan.
6. Osteomielitis
Akibat terganggunya pertumbuhan bagian tulang karena infeksi sekunder.6
2.9. Tatalaksana Penyakit Blount
Tatalaksana Blount disease disesuaikan untuk setiap pasien dengan
mempertimbangkan berbagai faktor, seperti: usia, beratnya deformitas,
diskrepansi panjang ekstremitas, faktor psikososial, serta pengetahuan dan
pengalaman dokter bedah. Pengamatan atau percobaan menggunakan brace paling
sering digunakan untuk anak usia 2-5 tahun. Namun, deformitas yang progresif
biasanya membutuhkan osteotomi.22
2.9.1. Pengobatan Non Operatif
Pada anak yang lebih tua dari 2 tahun, pengobatan orthotic dapat
digunakan ketika deformitas meningkat atau jika anak tersebut memiliki sudut
metaphyseal-diaphyseal lebih besar dari 11°.23
Jika kelainan tersebut menetap atau meningkat menjadi stadium III atau IV
dengan pengobatan brace siang hari, maka osteotomi perlu dilakukan. Jika
memungkinkan, lebih baik untuk melakukan osteotomi sebelum anak berusia 4
tahun untuk mencegah kekambuhan.6 Jika deformitas parah (Langenskiold tahap
V atau VI), koreksi operasi sangat penting. Perangkat orthotic tidak efektif untuk
Blount disease pada remaja.24
13
Gambar 6. Knee-ankle-foot Orthosis9
Sebelum usia tiga tahun, digunakan orthosis hip-knee-ankle-foot-orthosis
(HKAFO) atau knee-ankle-foot-orthosis (KAFO) selama 23 jam sehari. Tulang
akan diluruskan dengan brace, orthotic diganti setiap dua bulan atau lebih untuk
memperbaiki posisi varus. Kegagalan untuk memperbaiki deformitas sering
mengakibatkan kerusakan permanen pada pertumbuhan tulang yang kemudian
dapat terjadi degenerasi sendi.
2.9.2. Pengobatan Operatif
Jika deformitas tidak membaik dengan pengobatan orthotic dan penyakit
berlanjut ke tahap II atau tahap III, koreksi bedah harus dilakukan. Operasi
dianjurkan untuk cacat yang semakin parah dan bisa melumpuhkan anak, atau jika
anak tersebut memiliki sudut metaphyseal-diaphyseal lebih besar dari
14°. Indikasi mutlak untuk operasi adalah depresi tibialis dataran tinggi
(Langenskold tahap IV), dan kelemahan ligamen lutut.25
Osteotomi merupakan tindakan bedah yang paling sering digunakan.26
Osteotomi adalah operasi bedah dimana tulang dipotong untuk memperpendek,
memperpanjang, atau mengubah keselarasannya.
14
Gambar 7. Osteotomy4
Dalam osteotomi, sepotong tulang berbentuk baji akan dihilangkan dari
sisi medial femur (tulang paha). Setelah itu potongan tulang dimasukkan ke tibia
kemudian dilakukan fiksasi. Jika fiksasi digunakan di dalam kaki,
disebut osteotomi fiksasi internal.
Osteotomi fiksasi eksternal menggambarkan frame kawat khusus melingkar di
bagian luar kaki dengan pin untuk memegang perangkat di tempat.24
Gambar 8. Osteotomi fiksasi internal dan osteotomy fiksasi eksternal4
15
Pada beberapa pasien dengan penyakit Blount adolescence, kaki
membungkuk lebih pendek dari sisi normal. Operasi sederhana untuk
memperbaiki sudut yang cacat tidak selalu memungkinkan. Dalam kasus seperti
ini perangkat fiksasi eksternal digunakan untuk menyediakan traksi bagi
memperpanjang kaki dan memperbaiki deformitas secara bertahap. Operasi ini
disebut osteogenesis distraksi. Frame ini memberikan stabilitas pada pasien dan
memperbaiki weight bearing. Fiksasi eksternal telah memberikan hasil yang
menjanjikan pada Blount disease remaja.
Gambar 9. Taylor Spatial Frame4
Pilihan penatalaksanaan lainnya untuk Blount disease meliputi: observasi
dengan pemeriksaan klinis dan radiografi berulang, orthosis, dan berbagai
tindakan bedah, seperti realignment osteotomy, lateral hemiepiphyseodesis, dan
guided growth di sekitar lutut, distraksi fisis tibia proksimal asimetris bertahap,
reseksi physeal bar, dan elevasi tibial plateau.20
Tabel 1. Rekomendasi tata laksana Blount disease onset awal4
16
Tabel 2. Rekomendasi tata laksana Blount disease onset lanjut4
2.10. Komplikasi Penyakit Blount
Blount disease berakibat pada deformitas berkelanjutan dengan deviasi
gaya berjalan (gait), diskrepansi panjang ekstremitas, dan artritis dini sendi lutut.5
Ingvarsson, dkk, meneliti 49 pasien (86 lutut) dengan Blount disease onset awal;
38 lutut tidak memiliki riwayat bedah sebelumnya. Pada usia rata-rata 38 tahun,
17
11 (13%) lutut megalami arthritis, 9 diantaranya mengalami arthritis ringan. Dari
11 lutut dengan arthritis, 2 diantaranya diatasi secara non-operatif dan sisa 9
lainnya diatasi secara operatif.
Komplikasi yang berkaitan dengan penatalaksanaan Blount disease
meliputi loss alignment, malalignment, gangguan vaskular, fraktur patologis, dan
infeksi luka.27
Gambar 10. Kemungkinan deformitas berulang post-koreksi bertahap dengan
fiksator ekstrena walau dengan hasil klinis yang memuaskan4
2.11. Prognosis Penyakit Blount
Berdasarkan pemeriksaan lanjut (follow up) jangka panjang pada Blount
disease infantile type, Doyle, dkk menemukan bahwa hasil akhir Blount disease
bergantung pada usia pasien dan keparahan deformitas pada saat intervensi.27 Dari
hasil penelitian didapatkan rekurensi pada anak yang menjalani osteotomi pada
usia <4 tahun dibandingkan dengan 9 dari 15 anak yang dilakukan pembedahan
pada usia yang lebih tua. Selain itu, deformitas dengan stadium langenskiold <III
saat dilakukan pembedahan, memiliki hasil akhir yang lebih baik. Blount disease
yang tidak diatasi dapat terus berkembang. Literatur mengemukakan regresi
parsial atau komplit mungkin terjadi pada stadium I-IV, namun begitu, Stadium
18
V-VI tidak menunjukkan regresi.19 Beberapa penulis melaporkan angka
rekurensi >50% setelah dilakukan osteotomi valgus pada anak dengan Blount
disease onset awal, dengan hasil yang lebih baik jika koreksi dilakukan sebelum
anak berusia 4 tahun.22 Pada anak yang berusia lebih tua, deformitas varus tetap
berkembang walaupun dengan pembidaian.1 Hal ini hanya dapat diperbaiki
dengan tindakan operatif osteotomi tibia, yang dilakukan berulang selama masa
pertumbuhan.18,19
19
BAB 3
KESIMPULAN
Blount disease (tibia vara atau osteokondrosis deformans tibia) merupakan
gangguan pertumbuhan yang relatif jarang terjadi, ditandai dengan gangguan
osifikasi aspek medial dari fisis tibia proksimal. Secara klinis diklasifikasikan
menjadi onset awal dan onset lanjut. Onset awal disebut juga infantile type. Onset
lanjut selanjutnya dibagi menjadi dua, yaitu juvenile type dan adolescence type.
Blount disease lebih sering terjadi pada anak perempuan dibandingkan laki-laki,
dengan predisposisi pada anak berkulit hitam, obesitas, dan anak-anak keturunan
Skandinavian. Gangguan ini bermanifestasi pada usia 2 tahun pada infantile type,
dan setelah usia 8 tahun pada juvenile dan adolescence type. Infantile type terjadi
5 kali lebih sering dibandingkan tipe lainnya.
Etiologi dari Blount disease saat ini masih belum diketahui dan mungkin
multifaktorial. Faktor genetik, humoral, biomekanik, dan lingkungan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan fisis. Pemeriksaan penunjang
untuk Blount disease yang terpenting adalah radiografi.
Tatalaksana untuk Blount disease meliputi observasi dengan pemeriksaan
klinis dan radiografi berulang, orthosis, dan tindakan bedah. Prognosis Blount
disease bergantung kepada usia dan keparahan deformitas saat dilakukan
intervensi.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasjad C. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Jakarta: Yarsif
Watampone; 176-177.
2. Kliegman R.M., et al. Nelson Text Book of Pediatrics. 18th ed. Blount
disease. USA: Saunders, Elseviers. 2007; 2788-2790
3. Sanghrajka P., et al. 2012. Slipped upper tibial epiphysis in infantile tibia
vara. Journal Of Bone and Joint Surgery Children Orthopedics. Diperoleh
dari:
http://www.boneandjoint.org.uk/highwire/filestream/60844/field_highwire
_article_pdf/0/1288.full.pdf (diakses pada 18 Juli 2013)
4. Sabharwal, S. Blount disease. 2009. Journal Of Bone and Joint Surgery.
Diperoleh dari:
http://medicine.tums.ac.ir:803/Users/ramin_espandar/journal%20club
%203,88/Blount%20Disease.PDF (diakses pada 17 Juli 2013)
5. Abdelgawad, Amr A. Combined distal tibial rotational osteotomy and
proximal growth plate modulation for treatment of infantile Blount’s
disease. 2013. World Journal of Orthopedics. Diperoleh dari:
http://www.wjgnet.com/2218-5836/full/v4/i2/90.htm (diakses pada 17 Juli
2013).
6. Taksande, A., et all. Infantile Blount Disease. 2009. Diperoleh dari:
http://www.ejournal.afpm.org.my/ (diakses pada 18 Juli 2013)
7. Iwegbu G. 2006. Orthopaedic Diseases: Summary of Principles and
Management. USA: Godwin Iwegbu, 116-120.
8. Gosai MM, Solanki D, Hariyani HB, Purohit PH, Sadadia MA, Goswami
G. Blount Disease in 3 year old boy from India. NIJRM 2010;1(2): 30-35.
9. DeOrio MJ, Lavernia CJ, Talavera F, DeBerardino TM, Patel D. 2012.
Blount disease. Available from:
emedicine.medscape.com/article/1250420-overview. [Accessed July 20
2013].
21
10. Grover JP, Vanderby R, Leiferman EM, Wilsman NJ, Noonan KJ.
Mechanical behavior of the lamb growth plate in response to asymmetrical
loading: a model for Blount disease. J Pediatr Orthop. Jul-Aug
2007;27(5):485-92.
11. Sabharwal S, Wenokor C, Mehta A, Zhao C. Intra-articular morphology of
the knee joint in children with Blount disease: a case-control study using
MRI. J Bone Joint Surg Am. May 16 2012;94(10):883-90.
12. Sabharwal S, Zhao C, McClemens E. Correlation of body mass index and
radiographic deformities in children with Blount disease. J Bone Joint
Surg Am. 2007; 89:1275-83.
13. Grudziak JS, Bosch P. 2004. Angular Deformities of the Lower
Extremities. In: Pediatrics, Cramer KE, Scherl SA. USA: Lippincott
William & Wilkins; 14-16.
14. Gushue DL, Houck J, Lerner AL. Effects of childhood obesity on three
dimensional knee joint biomechanics during walking. J Pediatr Orthop.
2005;25:763-8.
15. Shirley ED & Davidson RS. 2011. Surgical Management of Blount’s
Disease. In: Operative Techniques in Orthopaedic Surgery. Flynn JM,
Wiesel SW. China: Lippincott Williams & Wilkins. 205-208.
16. Davids JR, Huskamp M, Bagley AM. A dynamic biomechanical analysis
of the etiology of adolescent tibia vara. J Pediatr Orthop. Jul-Aug
1996;16(4):461-8.
17. Schoenecker PL, Meade WC, Pierron RL, et al. Blount's disease: a
retrospective review and recommendations for treatment. J Pediatr
Orthop. Mar-Apr 1985;5(2):181-6.
18. Behrman, Richard E, et al. Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15. Jakarta : EGC.
2000.
19. A Patient’s Guide to Blount’s Disease in Children and Adolescents.
Anatomy. Accessed at : http://www.concordortho.com on 19th July 2013.
20. DeOrio M.J, DeOrio J.K. Blount Disease. Updated; 21th July 2013.
Accessed at Medscape on 21th July 2013.
22
21. Bradway JK, Klassen RA, Peterson HA. Blount disease: a review of the
English literature. J Pediatr Orthop. Jul-Aug 1987;7(4):472-80.
22. Doyle BS, Volk AG, Smith CF. Infantile Blount disease: long-term
follow-up of surgically treated patients at skeletal maturity. J Pediatr
Orthop. Jul-Aug 1996;16(4):469-76.
23. Tachdjian MO, ed. The foot and leg: tibia vara. In: Pediatric
Orthopedics. Vol 4. Philadelphia:. WB Saunders Co;1990:2835-50.
24. Sabharwal, S. Blount disease. 2009. Journal Of Bone and Joint Surgery.
Diperoleh dari:
http://medicine.tums.ac.ir:803/Users/ramin_espandar/journal%20club
%203,88/Blount%20Disease.PDF (diakses pada 19 Juli 2013).
25. Sanghrajka, P., et all. Slipped upper tibial epiphysis in infantile tibia vara.
2012. Journal Of Bone and Joint Surgery Children Orthopedics. Diperoleh
dari:
http://www.boneandjoint.org.uk/highwire/filestream/60844/field_highwire
_article_pdf/0/1288.full.pdf (diakses pada 20 Juli 2013).
26. Salter R. Textbook of Disorders and Injuries of the Muskuloskeletal
System. Edisi ketiga. USA: Lippincott Williams and Wilkins; 1999.
27. Skinner H. Current Diagnosis and Treatment: Orthopaedics. USA: The
McGraw-Hill Companies, Inc.; 2006.