Blok 18 PPOK

34
Pasien dengan Keluhan Sesak Napas Secara Terus Menerus disertai Batuk dan Riwayat Merokok Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) Jl.Arjuna Utara no.6, Jakarta 11510 Marco 10-2010-095 Kelompok B3 [email protected] Semester 4, Blok 18 3 Juli 2012 PENDAHULUAN Dalam tinjauan pustaka ini akan membahas seorang laki- laki berusia 57 tahun, datang ke UGD RS dengan keluhan sesak nafas yang memberat dan terus menerus sejak 5 jam yang lalu. Keluhan disertai batuk berdahak warna putih sejak 3 hari yang lalu. Keluhan seperti ini sudah beberapa kali timbul,sejak 3 tahun terakhir pasien sudah merasa nafasnya terasa berat jika beraktivitas berat dan bila sedang demam dan batuk. Riwayat merokok sejak usia 30 tahun sebanyak ± 1-2 bungkus/hari Dari kasus tersebut akan dibahas secara mendetail sehingga diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis maupun pembaca tentang Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang menjadi salah satu topik perkuliahan di blok 18. 1

description

PPOK

Transcript of Blok 18 PPOK

Page 1: Blok 18 PPOK

Pasien dengan Keluhan Sesak Napas Secara Terus Menerus

disertai Batuk dan Riwayat Merokok

Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA)

Jl.Arjuna Utara no.6, Jakarta 11510

Marco

10-2010-095

Kelompok B3

[email protected]

Semester 4, Blok 18

3 Juli 2012

PENDAHULUAN

Dalam tinjauan pustaka ini akan membahas seorang laki-laki berusia 57 tahun, datang

ke UGD RS dengan keluhan sesak nafas yang memberat dan terus menerus sejak 5 jam yang

lalu. Keluhan disertai batuk berdahak warna putih sejak 3 hari yang lalu. Keluhan seperti ini

sudah beberapa kali timbul,sejak 3 tahun terakhir pasien sudah merasa nafasnya terasa berat

jika beraktivitas berat dan bila sedang demam dan batuk. Riwayat merokok sejak usia 30

tahun sebanyak ± 1-2 bungkus/hari Dari kasus tersebut akan dibahas secara mendetail

sehingga diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis maupun pembaca tentang

Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang menjadi salah satu topik perkuliahan di blok 18.

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit obstruksi jalan napas

karena bronkitis kronik atau emfisema. Obstruktif tersebut umumnya bersifat progresif, bisa

disertai hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifat reversibel

ANAMNESIS

1. Identifikasi pasien

- Mengidentifikasi data seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan, status pernikahan.

Sumber riwayat biasanya pasien, tetapi dapat juga dari anggota keluarga, teman,

surat rujukan atau rekam medis.

2. Keluhan utama

1

Page 2: Blok 18 PPOK

- Satu atau lebih gejala atau kekhawatiran pasien yang menyebabkan pasien

mencari perawatan

- Skenario : 3 tahun terakhir , nafas berat terutama aktivitas berat dan jika bila

sedang demam dan batuk.

3. Penyakit saat ini

- Menjelaskan keluhan utama, gambarkan bagaimana perkembangan setiap gejala,

tunjukan tujuh gambaran dari setiap gejala yaitu lokasi (di mana, apakah menyebar),

kualitas (seperti apa rasanya), kuantitas atau keparahan (seberapa parah), waktu

terjadinya gejala (kapan mulai dirasakan, sudah berapa lama, seberapa sering gejala

muncul), kondisi saat gejala terjadi (meliputi faktor lingkungan, aktivitas individu,

reaksi emosi, atau keadaan lain yang berperan terhadap timbulnya penyakit), faktor

yang meredakan atau memperburuk penyakit, manifestasi terkait (apakah anda

mengenali hal-hal lain yang menyertai gejala tersebut). Kemudian juga termasuk

pikiran dan perasaan klien mengenai penyakitnya. Poin pengkajian dapat mencakup

medikasi, alergi, kebiasaan merokok, alkohol, karena kerap kali terkait dengan

penyakit yang sedang diderita.

- Skenario : batuk berdahak, warna putih, sejak 3 hari yang lalu.

4. Riwayat kesehatan masa lalu

Penyakit yang diderita pada masa kanak-kanak, penyakit yang dialami saat

dewasa lengkap dengan waktunya yang sedikitnya mencakup empat kategori

berikut: medis, pembedahan; obstetrik/ginekologik dan psikiatrik, termasuk

praktik mempertahankan kesehatan seperti imunisasi, uji skrining, masalah gaya

hidup, dan keamanan rumah.

5. Riwayat keluarga

Gambaran atau diagram usia dan keadaan kesehatan atau usia dan penyebab

kematian, apakah bersumber dari saudara kandung, orangtua, dan kakek nenek.

Dokumen yang menunjukan ada atau tidak adanya penyakit khusus dalam

keluarga, seperti hipertensi, penyakit arteri koroner, dan sebagainya.

6. Riwayat pribadi dan sosial

Jelaskan tentang tingkat pendidikan, suku bangsa keluarga, keadaan rumah

tangga saat ini, minat individu, dan gaya hidup.1

2

Page 3: Blok 18 PPOK

PEMERIKSAAN FISIK

Inspeksi.

Melihat kulit thorax (warna), apakah ada benjolan, pelebaran kapiler/tidak.

Bentuk thorax, apakah ada barrel chest. Mengamati dada pasien ketika inspirasi dan

ekspirasi, apakahsimetris/tidak. Mengamati sela iga, apakah ad retraksi/tidak..2

Palpasi.

Meraba permukaan thorax dan sela iga pasien, apakah ada nyeri/tidak.

Memeriksafremitus paru pasien. Meletakkan tangan pada thorax pasien, kemudian

merasakan saat pasien bernapas, apakah ada bagian paru yang tertinggal/tidak.2

Perkusi.

Perkusi normal adalah sonor. Jika pada perkusi paru terdapat suara pekak di salah

satu bagian paru artinya jaringan paru terisi dengan cairan. Namun jika suara perkusi

hipersonor,artinya paru-paru dalam keadaan dipenuhi oleh udara.1,2

Auskultasi.

Melakukan pemeriksaan paru dengan menggunakan stetoskop. Bunyi paru normal

adalah vesikuler. Sedangkan suara paru yang patologis adalah vesikuler

melemah/memanjang, bronkial karena alveoli terisi dengan eksudat, bronko-vesikuler,

ronkhi kering (whezzing),ronkhi basah karena adanya udara yang melalui cairan.

Skenario :

- Kesadaran compos mentis

- TTV : Tekanan darah 120/70 mmHg, denyut nadi 100x/menit, frekuensi napas 30

x/menit, suhu : 36 derajat Celcius

- Thorak pulmol : simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi intercostalis

(+), taktil fremitus simetris

- Perkusi : sonor pada kedua lapang paru.

- Suara nafas wheezing +/+, ronkhi basah minimal +/+.2

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan radiologi

- Foto toraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow

berupa bayangan garis-garis paralel keluar dari hilus menuju apeks paru

dan corakan paru yang bertambah.

3

Page 4: Blok 18 PPOK

- Pada emfisema paru, foto toraks menunjukan adanya overinflasi dengan

gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah

pulmonal, dan penambahan corakan ke distal.

2. Pemeriksaan fungsi paru

Menunjukan obstruksi aliran napas dan menurunnya pertukaran udara akibat

destruksi jaringan paru. Kapasitas total paru bisa normal atau meningkat

akibat udara yang terperangkap. Dilakukan pemeriksaan reversibilitas karena

20% pasien negalami perbaikan dengan pemberian bronkodilator.

3. Pemeriksaan gas darah

4. Analisa gas darah harus dilakukan jika ada kecurigaan gagal napas. Pada

hipoksemia kronis kadar hemoglobin bisa meningkat.3

DIAGNOSIS KERJA

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

Penyakit Paru Obstruktif Kronii ( PPOK ) ditujukan untuk mengelompokan penyakit

yang mempunyai gejala berupa terhambatnya arus udara pernapasan. Istilah ini mulai dikenal

pada akhir 1950-an dan permulaan tahun 1960-am. Masalah yang menyebabkan

terhambatnya arus udara tersebut bisa terletak pada saluran pernapasan maupun pada

parenkim paru. Kelompok penyakit yang dimaksud adalah bronkitis kronik ( masalah pada

saluran pernapasan), emfisema ( masalah pada parenkim ). Ada beberapa ahli yang

menambahkan ke dalam kelompok ini, yaitu asma bronkiale kronik, fibrosis kistik, dan

bronkiektaksis. Secara logika penyakit asma bronkiale seharusnya dapat digolongkan ke

dalam golongan arus napas yang terhambat, tetapi pada kenyataanya tidak dimasukan ke

dalam golongan PPOK.

Suatu kasus obstruksi aliran udara ekspirasi dapat digolongkan sebagai PPOK jika

osbtruksi aliran udara ekspirasi tersebut cenderung progresid. Kedua penyakit tadi ( bronkitis

kronik, dan emfisema) hanya dapat dimasukkan ke dalam PPOK jika keparahan penyakitnya

telah berlanjut dan osbtruksinya bersifat progresif. Pada fase awal, kedua penyakit ini belum

dapat digolongkan ke dalam PPOK.

Jika dilakukan pemeriksaan patologik pada pasien yang mengalami obsruksi saluran

napas, diagnosis patologiknya ternayata sering berbeda satu sama lain. Diagnosis patologik

4

Page 5: Blok 18 PPOK

tersebut dapat berupa emfisema sebesar 68%, bronkitis 66% sedangkan bronkiolotis sebesar

41%. Jadi dapat disimpulkan bawah kelainan patologik yang berbeda menghasilkan gejala

klinik yang serupa.4

Emfisema

Definisi

Keadaan paru yang ditandai oleh pembesaran abnormal menetap ruang udara di

sebelah distal bronkiolus terminal disertai kerusakan dinding dindingnya tanpa fibrosis yang

nyata.

Jenis-jenis emfisema ( diklasifikikasikan berdasarkan distribusi anatomisnya di dalam

lobulus ) :

1) Emfisema sentriasinus

- Keterlibatan lobulus bagian sentral atau proksimal asinus yang dibentuk oleh

bronkiolus respiratorik terkena sedangkan alveolus distal tidak. Oleh sebab itu, di

dalam asinus dan lobulus yang sama, terutama di segmen apikal dapat ditemukan

baik ruang udara yang emfisematosa maupun yang abnromal.

- Lesi lebih sering dan biasanya lebih parah di lobus atas, terutama di segmen

apikal.

- Dinding ruang udara yang emfisematosa sering mengandung banyak pigmen

hitam.

- Sering terjadi peradangan di sekitar bronkus dan bronkiolus

- Terjadi pada perokok berat, sering disertai bronkitis kronik.

2) Emfisema parasinus

- Asinus yang secara merata membesar dari tingkat bronkiolus respiratorik hingga

ke alveolus terminal.

- Cenderung terjadi di zona bawah dan di batas anterior paru dan biasanya paling

parah di basal.

- Karena defisiensi α1-antitripsin.

3) Emfisema asinus distal

- Bagian proksimal asinus normal dan kelainan terutama mengenai bagian distal

- Temuan khas, ruang udara yang membesar, bersambungan, dengan garis tengah

kurang dari 0,5 cm-2cm kadang-kadang membentuk struktur mirip kista.

5

Page 6: Blok 18 PPOK

- Penyebab banyak kasus pneumotoraks spontan pada dewasa muda.

4) Emfisema iregular

- Asinus terkena berbentuk iregular dan hampir disertai dengan pembentukan

jaringan ikat

Epidemiologi

Penyebab tertinggi keempat morbiditas dan mortalitas di Amerika Serikat dan

diperkirakan mencapai peringkat kelima pada tahun 2020 di seluruh dunia. Dalam sebuah

penelitian, ditemukan emfisema kombinasi parasinus dan sentriasinus pada 50% kasus saat

autpsi dan penyakit paru dianggap menjadi penyebab kematian pada 6,5% pasien-pasien ini.

Terdapat hubungan yang jelas antara merokok berat dan emfisema, dan tipe emfisema paling

parah terjadipada pria perokok berat.

Manifestasi Klinis

Belum terlihat sampai paling sepertiga parenkim paru fungsional rusak. Dispnea

adalah gejala awal, sesak nafas ini mucul secara perlahan tetapi terus progresif. Pada

sebagian pasien, batuk dadan mengi merupakan keluhan utama sehingga mudah disangka

asma. Batuk dan pengeluaran dahak sangat bervarisi. Penurunan berat badan sering terjadi

dan dapat sedemikaian hebat sehingga seperti menandakan adanya tumor ganas tersembunyi.

Pasien tampak memiliki dada berbentuk tong dan sesak dengan ekspirasi yang jelas

memanjang, duduk condong ke depan dengan posisi membungkug dan bernapas melalui bibir

yang mengerut.

Pada pasien emfisema berat batuk sering hanya sedikit tetapi distensinya sangat parah,

kapasitas difusinya rendah dan nilai-nilai gas darah relatif normal saat istirahat.5

Bronkitis Kronik

Definisi

Sebagai adanya sekresi mukus yang berlebihan pada saluran pernapasan secara terus

menerus ( kronik ) dengan disertai batuk. Pengertian terus menerus adalah terjadi sepanjang

hari selama tidak kurang dari tiga bulan dalam setahun dan telah berlangsung selama 2 tahun

berturut-turut.

6

Page 7: Blok 18 PPOK

Gambaran histologinya berupa kelenjar mukosa bronkial dan peradangan peribronkial

yang menyebabkan kerusakan lumen bronkus berupa metapalsia skuamsa, silia menjadi

abnormal, hiperplasia otot polos pada saluran pernapasan, peradangan dan penebalan mukosa

bronkus.

Epidemiologi

Kedua jenis kelamin dan usia dapat terkena, tetapi bronkitis kronik paling sering

dijumpai pria pada usia pertengahan. Bronktis kronik 4-10 kali lebih sering pada perokok

berat tanpa memandang jenis kelamin, usia, pekerjaan atau tempat tinggal.

Manifestasi Klinis

Batuk terus menerus yang disertai dahak dalam jumlah banyak dan batuk terbanyak

pada pagi hari. Sebagian besar penderita bronkitis kronik tdk mengalami obstruksi aliran

pernapasan, namun 1-15% perokok merupakan golongan yang mengalami penurunan aliran

napas. Penderita batuk produktif kronik yang mempunyai aliran napas normal disebut

penderita bronkitis kronik simpleks, sedangkan yang disertai dengan penurunan aliran napas

yang progresid disebut penderita bronkitis kronik obstruktif.

Pemeriksaan fisik tidak sensitif untuk bronkitis kronik yang ringan sampai sedang,

tetapi pada penderita yang mengalami obstruksi napas, gejalanya telah tampak pada saat

inspeksi yaitu digunakannya otot pernapasan tambahan.4

DIAGNOSIS BANDING

Asma Bronkial

Epidemiologi

Asma adalah penyebab tunggal terpenting untuk morbiditas penyakit pernapasan dan

menyebabkan 2000 kematian/tahun. Prevalensinya, sekarang sekitar 10-15%, semakin

meningkat di masyarakat Barat. Insidensi mengi tertinggi pada anak-anak (satu dari tiga anak

mengalami mengi dan satu dari tujuh anak sekolah terdiagnosis asma).3

Patofisiologi

Asma adalah penyakit yang didasari oleh hiperaktivitas bronkus, yaitu kepekaan

saluran napas yang berlebihan terhadap berbagai rangsangan baik dari dalam maupun dari

7

Page 8: Blok 18 PPOK

luar dengan manifestasi penyempitan saluran napas yang menyeluruh dengan derajat yang

berubah-ubah secara spontan atau dengan pengobatan

Komponen penyempitan saluran napas pada asama ada 2, yaitu :

1. Bronkospasme yg disebabkan oleh konstrksi otot polsa bronkus menimbulkan

perubahan kaliber jalan napas dengan akibat pengingkataan tahanan jalan napas.

2. Inflamsi menimbulkan edema lapisan membran mukosa saluran napas dan

meningkatkan sekresi mukus. Keadaan ini juga menyebabkan obstruksi aliran

udara.

Bronkokonstriksi yang timbul segera setelah paparan alergen merupakan reaksi

hipersensitivitas tipe cepat. Sel mast akan mengeluarkan berbagai mediator antara lain

histamin, prostaglandin, leukotrine, dan platelet activating (PAF). Mediator ini merupakan

bronkokonstriktor dan mediator peradangan yang poten. Perangsangan non imunologik

seperti beban kerja, pendinginan saluran napas, asap rokok, debu akan merangsang saluran

napas secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung zat-zat ini merangsang otot polos

bronkus dengan akibat timbul bronkokonstriksi karena penglepasan mediator seperti

histamin. Secara tidak langsung yaitu melalui aktivitas sarah eferen parasimpatis dan

selanjutnya melepaskan substansi bronkokonstriktor, dari ujung saraf substansi ini akan

merangsang otot polos yang mengandung reseptor muskarinik.

Pada waktu serangan asma, terjadi obsturksi saluran napas sehingga meningkatkan

tahanan jalan napas dengan akibat terjadi perlamabatan aliran udara. Keadaan ini dapat

diketahui secara subjektif maupun objektif.

Manifestasi Klinis

Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktivitas bronkus.

Obstruksi jalan napas dapat reversibel secara spontan maupun dengan pengobatan. Gejala-

gejala asma antara lain:

1. Dispnea yang bermakna.

2. Batuk, terutama di malam hari.

3. Pernapasan yang dangkal dan cepat.

4. Mengi yang dapat terdengar pada auskultasi paru. Biasanya mengi terdengar hanya

saat ekspirasi, kecuali kondisi pasien parah.

5. Peningkatan usaha bernapas, ditandai dengan retraksi dada, disertai perburukan

kondisi, napas cuping hidung.

8

Page 9: Blok 18 PPOK

6. Kecemasan, yang berhubungan dengan ketidakmampuan mendapat udara yang cukup.

7. Udara terperangkap karena obstruksi aliran udara, terutama terlihat selama ekspirasi

pada pasien asma. Kondisi ini terlihat denganmemanjangnya waktu ekspirasi.

8. Di antara serangan asmatik, individu biasanya asimtomatik. Akan tetapi, dalam

pemeriksaan perubahan fungsi paru mungkin terlihat bahkan di antara serangan pada

pasien yang memiliki asma persisten.

Etiologi

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan

asma bronkhial.

a. Faktor predisposisi

Genetik

Pada pasien yang mempunyai komponen alergi, jika ditelusuri ternyata sering terdapat

riwayat asma atau alergi pada keluarganya. Faktor genetik yang diturunkan

kecendrungan memproduksi antibodi jenis IgE berlebihan. Seseorang yang

mempunyai predisposisi memproduksi IgE berlebihan disebut mempunyai sifat

atopik, sedankgan keadaannya disebut atopi.4

b. Faktor presipitasi

Alergen

Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.

Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.

Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim

kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan

debu.

Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas

jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan

asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas

tersebut.

9

Page 10: Blok 18 PPOK

Stress

Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga

bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul

harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu

diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum

diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini

berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium

hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu

libur atau cuti.6

Penatalaksanaan

Tindakan pengobatan dilakukan pada keadaan serangan, dapat dilakukan dengan atau

tanpa pengobatan. Usaha pencegahan bertujuan agar serangan yang berikut menjadi

berkurang atau hilang sama sekali.

Medika mentosa

1. Bronkodilator

Obat utama yang mengatasi obstruksi saluran nafas, tiga golongan : xanthin,

simpatomimetik dan antikolinergik.

- Teofilin :

o Derivat yang paling kuat efek bronkodilatornya > derivat xanthin yang

lain.

o Dapat menurunkan bronkospasme dan mengurangi hipereaktivitas

bronkhus non spesifik

o Menghambat degranulasi sel mast dengan akibat mencegah pelepeasan

mediator yg dapat menimbulkan bronkospasme dan inflamasi saluran

napas.

o Pemakaian teofilin dgn bronkodilator lain bersifat aditif.

o Dosis : 10-20 mcg/ml. Dosis toksis dpt menimbulkan gejala-gejala : mual,

muntah, gelisah, kejang, dan penurunan kesaran.

10

Page 11: Blok 18 PPOK

- Golongan simpatomimetik : bronkodilator utama oleh karfena mempunyai efek

bronkodilatasi yang kuat dan disamping itu juga meningkaykan kecepatan aliran

lendir di saluran napas.

Beta-2 agonis :

o Bekerja relatif selektif

o Fenoterol, terbutaaline, metaproterenol, salbutamol.

o Paling baik diberikan secara inhalasi karena memberikan efek terapeutik

yang cepat dan efek samping seperti tremor dan palpitasi yang minimal.

2. Kortikosteroid

- Mempunyai efek secara langsung terhadap komponen inflamasi saluran napas.

- Manfaat anti asma terjadi melalui penekanan inflamsi dan menghambat

penglepasan mediator dari sel mast.

- Sangat efektif untuk mengontrol asma kronik dan obatg ini harus diperikan pada

asma akut berat.

*. Antibiotika, mukolitk dan ekspektorans diberikan atas indikasi.

*. Pemberian obat penenang tidak dianjurkan karena dapat menekan pusa pernapasan.

*. Anti histamin akan mengentalkan sekret, sebaiknya tidak diberikan kecuali bila

jelas ada tanda-tanda alergi.7

Komplikasi

1. Status asmatikus adalah keadaan spasme bronkiolus berkepanjangan yang

mengancam jiwa yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan dapat terjadi pada

beberapa individu.

2. Menyebabkan kerja pernapasan seseorang meningkat sehingga menyebabkan

kebutuhan O2 juga meningkat dan tidak dapat memenuhi kebutuan O2 ny secara

normal, sehingga dapat menyebabkan spasme bronkiolus, pembengkakan bronkiolus,

dan mukus yang kental.

3. Pneumotoraks akibat besarnya tekanan untuk melakukan ventilasi.

4. Apabila individu kelelahan, dapat terjadi asidosis respiratorik, gagal napas, dan

kematian.8

11

Page 12: Blok 18 PPOK

Prognosis

Sejalan dengan bertambahnya usia anak, sebagian besar anak akan mengalami

perbaikan. Pada anak-anak prasekolah yang mengalami mengi hanya pada saat pilek,

mungkin gejala akan menghilang setelah usia 5-8 tahun. Secara umum, semakin berat suatu

asma maka perbaikan akan tercapai pada usia yang lebih tua. Asma mungkin berulang pada

masa dewasa, dan remaja sebaiknya tidak merokok dan menghindari alergen potensial di

tempat bekerja.9

Pencegahan

1. Penyuluhan pasien penting untuk keberhasilan penatalaksanaan, khususnya penjelasan

mengenai pemicu, penggunaan dan peran obat-obatan dan bagaimana mendeteksi dan

bereaksi terhadap perburukan.

2. Menghindari pemicu lingkungan atau alergen penting, terutama menghindari asap

rokok3

Bronkietaksis

Bronkietaksis adalah dilatasi bronkus lokal dan permanen sebagai akibat dari

kerusakan struktur dindingnya. Bronkietaksis merupakan kelainan saluran napas yang

seringkali tidak berdiri sendiri, akan tetapi bisa merupakan sebagian kelainan dari suatu

sindrom atau sebagai akibat atau komplikasi dari kelainan paru yang lain.

Epidemiologi

Merupakan penyebab utama kematian pada negara yang kurang berkembang.

Terutama pada negara yang kurang berkembang. Terutama pada negara yang sarana medis

dan terapi antibiotika terbatas. Bronkiektasis umumnya terjadi pada penderita dengan umur

rata-rata 39 tahun, terbanyak pada usia 60-80 tahun. Sebab kematian yang terbanyak pada

bronkiektaksi adalah karena gagal napas. Lebih sering terjai pada perempuan daripada laki-

laki dan yang bukan perokok.

Patofisiologi

1. Faktor radang dan nekrosis :

- Radang menyebabkan silia tidak berfungsi.

12

Page 13: Blok 18 PPOK

- Epitel columnar degenerasi diganti menjadi epitel bertatah nekrosis

elemen kartilago muscularis dan jaringan elsatis yang berakibat dinding bronkus

melebar tak teratur dan permanen.

2. Faktor mekanik :

- Distensi mekanis sebagai akibat adanya sekret yang menumpuk dalam bronkus

atau adanya tumor atau pembesaran kelenjar limfe.

- Meningkatnya tekanan intra bronkial akibat batuk.

- Penarikan dinding bronkus oleh karena fibrosis jaring paru.

Sebagai akibatnya timbul pelebaran lokal yang permanen lokal dari dinding bronkus.

Pelebarannya bisa berbentuk : sakuler, tubuler, dan varikose.

Manifestasi Klinis

Gejala sering dimulai pada saat anak-anak, 60% gejala timbul sejak pasien berusia 10

tahun. Gejala yang timbul tergantung dari luas, berat, lokasi, serta ada atau tidaknya

komplikasi. Gejala tersering adalah batuk kronik dengan sputum yang banyak. Batuk dan

pengeluaran sputum dialami paling sering pada pagi hari, setelah tiduran atau berbaring pada

posisi yang berlawanan dengan sisi yang mengandung kelainan bronkektasis.

Pada bronkektasis ringan atau yang hanya mengenai satu lobus saja, mungkin tidak

terdapat gejala. Kalaupun ada biasanya batuk bersputum yang menyertai batuk-pilek selama

1-2 minggu. Komplikasi pneumonia jarang dan progresivitasnya lambat.

Pada bronkiektasis berat, pasien mengalami batuk terus-menerus dengan sputum yang

banyak (200-300 ml) yang bertambah berat bila terjadi infeksi saluran napas atas. Biasanya

dapat diikuti dengan demam, nafsu makan berkurang, berat badan turun, anemia, nyeri

pleura, malaise. Sesak napas dan sianosis timbul pada kelainan yang luas. Hemoptisis

mungkin merupakan satu-satunya gejala, sebab itu bronkiektasis harus dipikirkan bila

terdapat hemoptisis yang tidak jelas sebabnya.

Pada pemeriksaan fisik yang terpenting adalah terdapat rongki basah sedang sampai

kasar pada daerah yang terkena dan menetap pada pemeriksaan yang berulang. Kadang-

kadang dapat ditemukan rongki kering dan bising mengi. Ditemukan perkusi yang redup dan

suara napas yang melemah bila terdapat komplikasi empiema. Clubbing Finger didapatkan

13

Page 14: Blok 18 PPOK

pada 30-50% kasus. Pada kasus yang berat mungkin terdapat sianosis dan tanda kor

pulmonal.

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium : tidak khas, Hb bisa rendah ( anemia ) bisa pula tinggi bila ada

polycthemia sekunder sbg akibat dari insufisiensi paru. Leukositosis dengan lanju

endap darah yang tinggi bila ada infeksi sekunder.

Sputum : hapusan dengan pengecetan ZN/TTH dan gram.

2. Radiologi :

- Foto thorak PA dan lateral : tampak infiltrat pada paru bagian basal dengan daerah

radiolucent yang multiple menyerupai sarang lebah ( Honey com appearance).

3. Bronkografi : merupakan sarana diagnosa pasti untuk bronkietaksis, karena dengan

bahan kontras yang dimasukkan ke saluran napas akan tampak kelainan ektasinya.

4. Bronkoskopi : tidak bisa digunakan untuk melihat ektasisnya akan tetapi bisa untuk

mengetahui adanya tumor atau benda asing, sumer hemoptoe atau asal sputumnya

5. Pemeriksaan faal paru : untuk melihat akibatnya yaitu restriktif dan obstruktif

Etiologi

1. Sebagai gejala sisa dari infeksi paru: pertusis pada anak, pneumonia, tuberkulosa..

2. Obstruksi bronkus oleh benda asing atau tmor

3. Atelektaksis

4. Kelainan kongenital :

Kartegener sindroma yang terdiri dari trias : bronkiektaksis, sinusitis, dekstro

kardi/situs inversus.

Penatalaksanaan

Konservatif :

a. Memberantas penyakit dasarnya.

b. Drainase postural.

c. Penggunaan antibiotika yang tepat dan segera.

d. Mukolitik dan ekspektorans.

14

Page 15: Blok 18 PPOK

Supportif :

a. Memperbaiki keadaan umum

b. Psikoterapi agar tidak menarik diri dari lingkungan.

Pembedahan :

Paling ideal direseksi pada bagian yang sakit. Indikasi : hemoptoe berulang, proses ektasis yg

lokal atau soliter. Kontra indikasi : pada bronkietaksis yang difus, faal paru yang jelek.

Prognosis

-Tergantung penyebab, lokasi , luas proses, derajat gangguan faal paru, dan adanya

komplikasi.

-Penggunaan antibiotika yg tepat dan tindakan bedah sangat berpengaruh terhadap

prognosa. Tanpa pengobatan penderita ektasis jarang bisa hidup melewati 10-15 thun.

Kebanyakan penderita meninggap pada umur kurang dari 40 tahun karena adanya

komplikasi.

Pencegahan

1. Vaksinasi terhadap pertusis dan morbili.

2. Bila ada obstruksi bronkus harus segera diberantas.

3. Higiene saluran napas : udara pernapasan bebas polusi termasuk rokok.

Congesti Heart Failure

Keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu

memompa darah secara adekuat ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan

oksigen dan nutrisi atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume

diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau

terjadi gagal jantung sisi kiri. Apa bila tekanan pengisian ini meningkat, dapat mengakibatkan

edema paru dan bendungan pada sistem vena.

Karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru.

Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru.

Manifestasi dapat dilihat seperti dipsnoe, batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat dengan

bunyi jantung 3, kulit lembab, dan pada saat ekspirasi terdengar bunyi mengi akibat edema

bronkus.

15

Page 16: Blok 18 PPOK

Pemeriksaan Penunjang

-Pemeriksaan foto toraks dapat mengarah ke kardiomegali, corakan vaskular paru

menggambarkan kranialisas, infiltrate precordial kedua paru dan efusi pleura.

-Fungsi elektrokardiografi (EKG) untuk melihat penyakit yang mendasari seperti

infark miocard dan aritmia.5

 EPIDEMIOLOGI

Prevalensi PPOK yang tepat dari seluruh dunia sebagian besar tidak diketahui,

tapi perkiraan bervariasi 7-19%. Beban Penyakit Paru-Paru (BOLD) studi menemukan

prevalensi global 10,1%. Pria ditemukan memiliki prevalensi 11,8% dikumpulkan dari

dan perempuan 8,5%. Angka bervariasi di berbagai wilayah dunia. Cape Town, Afrika

Selatan, memiliki prevalensi tertinggi, yang mempengaruhi 22,2% pria dan 16,7%

perempuan.

Hannover, Jerman, di sisi lain, memiliki prevalensi terendah, sebesar 8,6% untuk

pria dan 3,7% untuk perempuan. Perbedaan dapat dijelaskan sebagian oleh situs dan

seks perbedaan dalam prevalensi merokok. Seperti dicatat di atas, laporan-laporan ini

secara luas diyakini meremehkan karena COPD adalah dikenal terdiagnosis dan

undertreated. Selain itu, prevalensi pada wanita diyakini meningkat.

Meskipun tingkat saat ini dari COPD pada pria lebih tinggi dari tingkat pada

wanita, tingkat pada perempuan telah meningkat. PPOK terjadi terutama pada orang tua

dari usia 40 tahun.

Sebuah studi oleh Mintz dkk memperkirakan prevalensi PPOK tak dikenal.

Menggunakan Fungsi Paru Kuesioner (LFQ) dan hasil spirometri, studi menetapkan

bahwa sekitar 1 dari 5 pasien (21%) berusia 30 tahun atau lebih tua dengan riwayat

merokok selama 10 tahun atau lebih terlihat di sebuah pusat perawatan primer

kemungkinan memiliki PPOK.10

PATOFISIOLOGI

Pada bronkitis kronik maupun emfisema terjadi penyempitan saluran napas.

Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan napas dan menimbulkan sesak. pada

bronkitis kronik, saluran pernapasan kecil yang berdiameter kurang dari 2 mm menjadi lebih

16

Page 17: Blok 18 PPOK

sempit, berkelok-kelok, dan berobliterasi. Penyempitan ini terjadi karena metaplasia sel

goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus.

Pada emfisema paru penyempitan saluran napas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas

paru-paru.3

Karena obstruksi tersebut terjadilah peradangan pada saluran napas. Pada PPOK yang

stabil, ciri peradangan yang dominan adalah banyaknya sel neutrofilik yang ditarik oleh

interleukin 8. Walaupun jumlah limfosit juga meningkat, namun yang meningkat hanya sel T

CD8 helper tipe 1. Berbeda pada asma, yang dominan adalah eosinofil, sel mast, dan sel

TCD4 helper tipe 2. Ketika terjadi eksaserbasi akut pata PPOK, jumlah eosinofil meningkat

30 kali lipat.4

Merokok menyebabkan hipertrofi kelenjar mukus bronkial dan meningkatkan poduksi

mukus , menyebabkan batuk produktif. Pada bronkitis kronis (‘batuk produktif > 3

bulan/tahun selama > 2 tahun) perubahan awal terjadi pada saluran udara yang kecil. Selain

itu terjadi destruksi jaringan paru disertai dilatasi rongga udara distal (emfisema) yang

menyebabkan hilangnya elastic recoil, hiperinflasi, terperangkapnya udara, dan peningkatan

usaha untuk bernafas, sehingga terjadinya sesak napas.

Dengan berkembangnya penyakit kadar CO2 meningkat dan dorongan respirasi

bergeser dari CO2 ke hipoksemia. Jika oksigen tambahan menghilangkan hipoksemia,

dorongan pernapasan juga mungkin akan hilang, sehingga memicu terjadinya gagal napas.3

MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinisnya antara lain:

Batuk

Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen

Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernapasan tambahan untuk bernafas.

Obstruksi saluran nafas yang progresif

Adanya gejala batuk dan napas pendek yang bersifat progresif lambat dalam

beberapa tahun pada perokok atau mantan perokok cukup untuk menetukan diagnosis.

Beratnya penyakit ditentukan berdasarkan obstruksi saluran napas (volume ekspirasi

paksa I detik [FEV1]:

17

Page 18: Blok 18 PPOK

Penyakit ringan: FEV1 60-80% dari perkiraan usia/jenis kelamin-batuk, dispenea

minimal, pemeriksaan fisis paru normal.

Penyakit sedang: FEV1 40-59% - batuk, sesak napas saat aktivitas yang tidak

terlalu berat, mengi, hiperinflasi, dan penurunan udara yang masuk.

Penyakit berat: FEV1 < 40% - batuk, sesak napas saat aktivitas ringan: tanda-tanda

PPOK sedang dan kemungkinan gagal napas serta kor pulmonal.

ETIOLOGI

1. Asap rokok

Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala

respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada

orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita COPD bergantung pada “dosis

merokok”nya, seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap

per hari dan berapa lama orang tersebut merokok. Enviromental tobacco smoke (ETS)

atau perokok pasif juga dapat mengalami gejala-gejala respiratorik dan COPD

dikarenakan oleh partikel-partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan

paru-paru “terbakar”. Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor

resiko kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-paru dan

perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat mengganggu

sistem imun dari janin tersebut.

2. Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)

3. Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan

 Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang, kayu bakar

ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk memasak,

pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya, sehngga menyebabkan polusi

dalam ruangan.

4. Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan.

5. Infeksi saluran nafas berulang

6. Jenis kelamin Dahulu, COPD lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita.

Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini

prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh perubahan

pola dari merokok itu sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok wanita

lebih rentan untuk terkena COPD dibandingkan perokok pria.

7. Status sosio ekonomi dan status nutrisi yang rendah

18

Page 19: Blok 18 PPOK

8. Asma

9. Usia (Onset usia dari COPD ini adalah pertengahan)

PENATALAKSANAAN

1. Terapi eksaserbasi akut dilakukan dengan:

a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi.

- Infeksi ini umunya disebakan oleh H. Influenzae dan S. Pneumoniae,

maka digunakan ampisilin 4 x 0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4 x 0,5

g/hari.

- Augmentin (amoksisilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman

penyebab infeksinya adalah H influenzae dan B. Catarhalis yang

memproduksi β-laktamase.

Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada

pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan

dan membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-

10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-

tanda pnemonia, maka dianjurkan antibiotik yang lebih kuat.

b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapsan karena

hiperkapnea dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.

c. Fisioterapi membantu pasien mengeluarkan sputum dengan baik.

d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya

golongan adrenergik β dan antikolinergik. Pada pasien dapat diberikan

salbutamol 5 mg atau ipratropium bromida 250 μg diberikan tiap 6 jam dengan

nebulizer atau aminofilin 0,25-0,5 g iv secara perlahan.

2. Terapi jangka panjang dilakukan dengan:

a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x

0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.

b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap

pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari

fugnsi faal paru.

c. Fisioterapi.

d. Latihan fisik untuk menignkatkan toleransi aktivitas fisik.

e. Mukolitik dan ekspektorant

19

Page 20: Blok 18 PPOK

f. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II

dengan PaO2 , 7,3 kPa (55 mmHg).

g. Rehabilitasi pasien cenderung mengalami kesulitan bekerja, emrasa sendiri dan

terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari deperesi.

Rehabilitasi untuk pasien PPOK adalah fisioterapi, rehabilitasi psikis,

rehabilitasi pekerjaan.11

KOMPLIKASI

Eksaserbasi akut PPOK.

Secara sederhana, eksaserbasi dapat didefinisikan sebagai memburuknya gejala

PPOK. Banyak orang dengan PPOK menderita beberapa episode eksaserbasi akut

tahun, sering menyebabkan rawat inap meningkat, kegagalan pernapasan dan

bahkan kematian.

Pneumotoraks.

Pneumotoraks didefinisikan sebagai akumulasi udara atau gas di ruang antara paru

dan dinding dada. Pneumotoraks terjadi karena lubang yang berkembang di paru-

paru, yang memungkinkan udara untuk melarikan diri dalam ruang di sekitar paru-

paru, menyebabkan paru-paru untuk sebagian atau seluruhnya runtuh. Orang yang

memiliki PPOK berada pada risiko lebih besar untuk pneumotoraks karena struktur

paru-paru mereka lemah dan rentan terhadap perkembangan spontan dari jenis

lubang.

Kor Pulmonal.

Kor pulmonal disebabkan oleh peningkatan tekanan darah di arteri paru-paru,

pembuluh yang membawa darah dari jantung ke paru-paru. Hal ini menyebabkan

pembesaran dan kegagalan berikutnya dari sisi kanan jantung.

Polisitemia sekunder.

Polisitemia sekunder diperoleh dari kelainan langka yang ditandai oleh kelebihan

produksi sel darah merah dalam darah. Ketika terlalu banyak sel darah merah yang

diproduksi, darah menjadi tebal, menghalangi perjalanan melalui pembuluh darah

20

Page 21: Blok 18 PPOK

kecil. Pada pasien dengan COPD, polisitemia sekunder dapat terjadi sebagai tubuh

mencoba untuk mengkompensasi penurunan jumlah oksigen dalam darah.

Pneumotoraks.

Pneumotoraks didefinisikan sebagai akumulasi udara atau gas di ruang antara paru

dan dinding dada. Pneumotoraks terjadi karena lubang yang berkembang di paru-

paru, yang memungkinkan udara untuk melarikan diri dalam ruang di sekitar paru-

paru, menyebabkan paru-paru untuk sebagian atau seluruhnya runtuh. Orang yang

memiliki PPOK berada pada risiko lebih besar untuk pneumotoraks karena struktur

paru-paru mereka lemah dan rentan terhadap perkembangan spontan dari jenis

lubang.

Kegagalan pernafasan.

Kegagalan pernapasan terjadi ketika paru-paru tidak dapat berhasil mengekstrak

oksigen yang cukup dan / atau menghapus karbon dioksida dari tubuh. Kegagalan

pernapasan dapat disebabkan oleh sejumlah alasan, termasuk PPOK atau

pneumonia.12

PROGNOSIS

Tergantung pada :

1. Beratnya obstruksi

2. Adanya kor pulmonale

3. Kegagalan jantung kongestif

4. Derajat ganggunan amalisis gas darah

5. Apakah pasien mau berhenti merokok.

Bila dibuat diagnosa dini dan segera dikelola secara optimal, prognosis adalah baik.

Bila penderita sudah dalam stadium lanjut, dimana sudah terdapat kelainan-kelainan

struktur jalan napas, dapat berakibat invalid dan survival 5 tahun hanya 40%.

21

Page 22: Blok 18 PPOK

PENCEGAHAN

1. Cobalah untuk tidak berada di luar ketika tingkat polusi udara tinggi. Jika

tidak dapat menghindari polusi udara, memakai masker polusi udara untuk

meminimalkan paparan Anda.

2. Memiliki ventilasi yang baik di rumah Anda untuk menghindari polusi udara

dalam ruangan. Jauhkan karpet kering dan disedot secara rutin untuk

membantu pengendalian debu.

3. Hindari asap rokok

4. Jika pekerjaan mengharuskan untuk asap kimia atau debu, gunakan peralatan

keselamatan untuk mengurangi jumlah asap dan debu yang dihirup.11

KESIMPULAN

Laki-laki berusia 57 tahun dengan keluhan tersebut menderita Penyakit Paru

Obstruktif Kronik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bickley SL. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Edisi 5.

Jakarta: Kedokteran EGC; 2008. h. 15.

2. Santoso M, Kartadinata H, Yuliani IW, Widjaja WH, Kurnia Y, Rumawas MA.

Bukua panduan keterampialn fisik. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran

Ukrida.; 2008. h. 52-6.

3. Davey P. Medicine at glance. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2005. h. 181-3.

4. Djojodibroto RD. Respirologi. Edisi ke-2. Jakarta: Kedokteran EGC; 2009. H

5. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Dasar patologis penyakit. Edisi ke-7. Jakarta:

Kedokteran EGC;2010.h. 737-40.

6. (Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Kumpulan kuliah farmakologi. Edisi ke-2. Jakarta: EGC;2008.h.571-86.

7. Yunus F, Rasmin M, Hudoyo A, Mulawrman A, Swidarmoko B. Pulmonologi klinik.

Jakarta: FKUI Jakarta; 2002. 132-3.

8. Corwin EJ. Patofisiologi: buku saku. Edisi ke-3. Jakarta: Kedokteran EGC;

2009.h.566-71.

9. Hull D, Johnson DI. Dasar-dasr pediatrik. Edisi ke-3. Jakarta: Kedokteran EGC;2008.

H. 126-9.

22

Page 23: Blok 18 PPOK

10. Kleinschmidt Paul. Penyakit paru obstruktif kronik dan emfisema di pengobatan

darurat. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/807143-

overview/04/01/2011, 1 juli 2012.

11. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani IW, Seiowulan W. Kapita selekta

kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta: Media Aesculapius FK UI; 2007. h. 476-83.

12. Deborah Leader. Sebuah panduan komprehensif untuk komplikasi PPOK. Diundu

darihttp://copd.about.com/od/complicationsofcopd/tp/copdcomplications.htm/

01/06/2009, 1 Juli 2012

23