Blok 15 Lepra

download Blok 15 Lepra

of 21

Transcript of Blok 15 Lepra

  • 7/30/2019 Blok 15 Lepra

    1/21

    Bercak Putih pada Lengan (lepra)

    Nama mahasiswa : Aminah binti Mohd Yasin

    NIM : 102010366

    Kumpulan : C-2

    Universitas Kristen Krida Wacana

    Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11470

    Program Studi Sarjana Kedokteran, Fakultas Kedokteran

    Jakarta 2011

    [email protected]

    17 April 2012

    mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]
  • 7/30/2019 Blok 15 Lepra

    2/21

    Page | 2

    Pendahuluan

    Jamur memang sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia. Sedemikian eratnya

    sehingga manusia tak terlepas dari jamur. Jenis fungi-fungian ini bisa hidup dan tumbuh di

    mana saja, baik di udara, tanah, air, pakaian, bahkan di tubuh manusia sendiri.

    Jamur bisa menyebabkan penyakit yang cukup parah bagi manusia. Penyakit tersebut

    antara lain mikosis yang menyerang langsung pada kulit, mikotoksitosis akibat mengonsumsi

    toksin dari jamur yang ada dalam produk makanan, dan misetismus yang disebabkan oleh

    konsumsi jamur beracun.

    Pada manusia jamur hidup pada lapisan tanduk. Jamur itu kemudian melepaskan toksin

    yang bisa menimbulkan peradangan dan iritasi berwarna merah dan gatal. Infeksinya bisa

    berupa bercak-bercak warna putih, merah, atau hitam di kulit dengan bentuk simetris. Ada

    pula infeksi yang berbentuk lapisan-lapisan sisik pada kulit. Itu tergantung pada jenis jamur

    yang menyerang.

    Selain itu, penyakit jamur juga bisa menyebabkan hipopigmentasi. Hipopigmentasi adalah

    hilangnya/ berkurangnya warna kulit. Hal ini disebabkan berkurangnya sel melanosit di kulit

    akibat dari berkurangnya asam amino tirosin yang digunakan melanosit untuk membuat

    melanin atau sel pigmentasi (pewarna kulit). Hipopigmentasi dapat disebabkan oleh beberapa

    hal, yaitu :

    1. Ptriasis vesicolor2. Lepra tuberkulosis3. Ptriasis alba4. vitilago

    Anamnesis

    Identitas Pasien : nama, jenis kelamin, agama, alamat, pendidikan

    Keluhan Utama: bercak putih pada lengan kiri

    Riwayat Kesehatan

    Riwayat Penyakit Sekarang :Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang

    ada pada keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien

    untuk menanggulanginya, memiliki riwayat penyakit alergi atau tidak

    Riwayat Penyakit Dahulu :Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini ataupenyakit kulit lainnya

  • 7/30/2019 Blok 15 Lepra

    3/21

    Page | 3

    Riwayat Penyakit Keluarga :Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini

    ataupenyakit kulit lainnya.

    Pola Kebiasaan: Penggunaan handuk bersama atau sendiri, pola aktifitas

    Pemeriksaan fisik

    Efloresensi (Gambaran Ruam atau Lesi Kulit atau Ujud Kelainan Kulit)

    Makula, berbatas tegas (sharply marginated ), berbentuk bundar atau oval, dan ukurannya

    bervariasi. Pada kulit yang tidak berwarna coklat( untanned skin), lesi berwarna coklat

    terang. Pada kulit coklat (tanned skin), lesi berwarna putih. Pada orang yang berkulit gelap,

    terdapat makula coklat gelap.1

    Pemeriksaan Penunjang

    1. Pemeriksaan bakterioskopikPemeriksaan bakterioskopik digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dan

    pengamatan pengobatan. Sediaan dibuat dari kerokan kulit atau mukosa hidung yang

    diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil tahan asam, antara lain dengan Ziehl Neelsen.

    Bakterioskopik negatif pada seorang penderita, bukan berarti orang tersebut tidak

    mengandungM. leprae.1

    Pemeriksaaan bakterioskopik, sediaan dari kerokan jaringan kulit atau usapan mukosa hidung

    yang diwarnai dengan pewarnaan BTA ZIEHL NEELSON. Pertama tama harus ditentukan

    lesi di kulit yang diharapkan paling padat oleh basil setelah terlebih dahulu menentukan

    jumlah tepat yang diambil. Untuk riset dapat diperiksa 10 tempat dan untuk rutin sebaiknya

    minimal 46 tempat yaitu kedua cuping telinga bagian bawah dan 2 -4 lesi lain yang paling

    aktif berarti yang paling eritematosa dan palinginfiltratif. Pemilihan cuping telinga tanpa

    mengiraukan ada atau tidaknya lesi di tempat tersebut oleh karena pengalaman, pada cuping

    telinga didapati banyak M.leprae.1 Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan nonsolid

    pada sebuah sediaandinyatakan dengan indeks bakteri ( I.B) dengan nilai 0 sampai 6+

    menurut Ridley. 0 bilatidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang (LP).

    1 + Bila 110 BTA dalam 100 LP

    2+Bila 110 BTA dalam 10 LP

    3+Bila 110 BTA ratarata dalam 1 LP

  • 7/30/2019 Blok 15 Lepra

    4/21

    Page | 4

    4+Bila 11100 BTA ratarata dalam 1 LP

    5+Bila 1011000BTA ratarata dalam 1 LP

    6+Bila> 1000 BTA ratarata dalam 1 LP

    Indeks morfologi adalah persentase bentuk solid dibandingkan dengan jumlah solid dan non

    solid.

    IM= Jumlah solid x 100 %

    Jumlah solid + Non solid

    Syarat perhitungan IM adalah jumlah minimal kuman tiap lesi 100 BTA, I.B 1+tidak perlu

    dibuat IM karedna untuk mendapatkan 100 BTA harus mencari dalam 1.000sampai 10.000

    lapangan, mulai I.B 3+ maksimum harus dicari 100 lapangan.

    2. Pemeriksaan histopatologikPemeriksaan histopatologik pada penyakit kusta biasanya dilakukan untuk memastikan

    gambaran klinik, misalnya kusta indeterminate atau penentuan klasifikasi kusta. Disini

    umumnya dilakukan pewarnaan Hematoxylin-Eosin (H.E) dan pengecatan tahan asam untuk

    mencari basil tahan asam (BTA).1

    3. Pemeriksaan serologikPemeriksaan serologik kusta didasarkan atas terbentuknya antibodi pada tubuh seseorang

    yang terinfeksi oleh M. leprae. Jenis antibodi yang terbentuk bermacam-macam, karena

    terdapat berbagai jenis antigen, misalnya antigen golongan lipopolisakarida yang berasal dari

    kapsul kuman, antigen protein yang berasal dari inti sel dan lain lain. Antibodi yang terbentuk

    bersifat spesifik dan non-spesifik.1

    a. Uji MLPA (Mycobacterium leprae particle agglutination)

    Tekhnik ini dikembangkan oleh Izumi dkk. Dengan dasar reaksi antigen-antibodi yang akan

    menyebabkan pengendapan (aglutinasi) partikel yang terikat akibat reaksi tersebut. Karena

    mudah dilaksanakan dan cepat diketahui hasilnya (hanya diperlukan waktu sekitar 2 jam),

    tekhnik ini banyak dipakai untuk skrining mencari kasus kusta subklinik di daerah endemik

    kusta.1

    b. Uji ELISA (Enzyme Linked Immuno-sorbent Assay)

    Uji ini merupakan uji laboratorik yang memerlukan peralatan khusus serta keterampilan

    tinggi, sehingga dalam penyakit kusta hanya dilakukan untuk keperluan khusus, misalnya

  • 7/30/2019 Blok 15 Lepra

    5/21

    Page | 5

    untuk penelitian atau kasus tertentu. Keuntungan uji ELISA ini ialah sangat sensitif, sehingga

    dapat mendeteksi antibodi dalam jumlah yang sangat sedikit.1

    Prinsip uji ELISA adalah mengukur banyaknya ikatan antigen-antibodi yang terbentuk

    dengan memberi label pada ikatan tersebut. Bila uji ini digunakan untuk memantau hasil

    pengobatan penyakit kusta, penurunan antibodi spesifik bisa terlihat jelas dengan memeriksa

    serum penderita secara berkala setiap 3 bulan sekali.1

    c. ML dipstick

    Pemeriksaan serologik dengan menggunakan Micobacterium leprae dipstick (ML dipstick)

    ditujukan untuk mendeteksi antibodi IgM yang spesifik terhadap M. leprae. Pemeriksaan ini

    dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis terutama untuk kusta stadium awal,

    pemantauan hasil pengobatan dan deteksi adanya relaps serta membedakannya dengan reaksi

    reversal.1

    4. Pemeriksaan LeprominTes lepromin adalah tes non spesifik untuk klasifikasi dan prognosis lepra tapi tidak untuk

    diagnosis. Tes ini berguna untuk menunjukkan sistem imun penderita terhadap M.leprae. O,1

    ml lepromin dipersiapkan dari ekstrak basil organisme,disuntikkan intradermal. Kemudian

    dibaca setelah 48 jam/ 2hari ( reaksi Fernandez) atau3 4 minggu ( reaksi Mitsuda). Reaksi

    Fernandez positif bila terdapat indurasi dan eritemayang menunjukkan kalau penderita

    bereaksi terhadap M. Leprae yaitu respon imun tipe lambat ini seperti mantoux test ( PPD)

    pada tuberkolosis.1

    Reaksi Mitsuda bernilai :

    0 Papul berdiameter 3 mm atau kurang

    + 1 Papul berdiameter 46 mm

    + 2Papul berdiameter 710 mm

    + 3 papul berdiameter lebih dari 10 mm atau papul dengan ulserasi

    5. Pemeriksaan reaksi rantai polimerase (Polimerase chain reaction/PCR)Prinsip PCR ini adalah menggandakan suatu potongan rantai DNA tertentu dari DNA kuman,

    sehingga jumlahnya berlipat ganda dan bisa dilihat sebagai pita protein pada medan

    elektroforesa. Pemeriksaan PCR pada penyakit kusta sangat berguna dalam mendeteksi

    adanya basil kusta di jaringan, apabila gejala klinis maupun histopatologis tidak menyokong

    diagnosis kusta. Pemeriksaan ini jauh lebih sensitif dari pengecatan Ziehl Neelsen maupun

    Wade Fite/ Fite Faraco untuk mendeteksi basil tahan asam (BTA).1

  • 7/30/2019 Blok 15 Lepra

    6/21

    Page | 6

    Diagnosis diawali dengan suatu kecurigaan lepra yang ditimbulkan oleh adanya

    berbagai faktor risiko yang diketahui, diantaranya: lahir atau tinggal di daerah endemik, ada

    hubungan darah dengan penderita yang dapat mencerminkan transmisi atau paparan

    lingkungan dan terpapar armadillo di Amerika Utara.1,2

    Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada penemuan tanda kardinal (tanda utama)

    yaitu:

    1. Bercak kulit yang mati rasaBercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar (makula) atau meninggi (plak). Mati

    rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap terhadap rasa raba, rasa suhu

    dan rasa nyeri.2

    2. Penebalan saraf tepiDapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa gangguan fungsi saraf yang

    terkena, yaitu:

    a. Gangguan fungsi sensoris: mati rasab. Ganguan fungsi motoris: paresis atau paralisisc. Gangguan fungsi otonom: kulit kering, retak, edema, pertumbuhan rambut yang

    terganggu.

    3. Ditemukan kuman tahan asamBahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga dan lesi kulit pada bagian yang

    aktif. Kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsi kulit atau saraf.2

    Woring diagnosis

    Untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta, paling sedikit harus ditemukan satu tanda

    kardinal. Bila tidak atau belum dapat ditemukan, maka kita hanya dapat mengatakan

    tersangka kusta dan pasien perlu diamati dan diperiksa ulang setelah 3-6 bulan sampai

    diagnosis kusta dapat ditegakkan atau disingkirkan. Berdasarkan kasus, telah ditemukan satu

    daripada tanda kardinal selain daripada tinggal di daerah atau kawasan endermik, yaitu

    bercak kulit yang mati rasa. tn A didapati menghidap penyakit lepra atau bahasa awamnya

    kusta.

  • 7/30/2019 Blok 15 Lepra

    7/21

    Page | 7

    Diagnosis Banding

    Pada lesi makula, differensial diagnosisnya adalah vitiligo, Ptiriasis versikolor, Ptiriasis alba.

    Vitiligo merupakan hipomelanosis idiopatik yang ditandai dengan makula putih yang dapat

    meluas. Patogenesis vitiligo ada beberapa yaitu hipotesis autoimun, hipotesis neurohumoral,

    hipotesis autotoksik dan pajanan terhadap bahan kimia.Hipotesis autoimun, ada hubungan

    dengan hipotiroid Hashimoto, anemia pernisiosa dan hipoparatiroid. Hipotesis neurohumeral,

    karena melanosit terbentuk darineural crest maka diduga faktor neural berpengaruh. Hasil

    metabolisme tirosin adalah melanin dan katekol.1,2 Kemungkinan ada produk intermediate

    dari katekol yang mempunyai efek merusak melanosit. Pada beberapa lesi ada gangguan

    keringat, dan pembuluh darah, terhadap respon transmitter saraf misalnya setilkolin.

    Hipotesis autotoksik,hasil metabolisme tirosin adalah DOPA lalu akan diubah menjadi

    dopaquinon.Produkproduk dari DOPA bersifat toksik terhadap melanin. Pajanan terhadap

    bahankimia, adanya monobenzil eter hidrokuinon pada sarung tangan dan fenol pada

    detergen.Gejala klinis vitiligo adalah terdapat repigmentasi perifolikuler. Daerah yang paling

    sering terkena adalah bagian ekstensor tulang terutama bagian atas jari, periofisial pada mata,

    mulut dan hidung, tibialis anterior dan pergelangan tangan bagian fleksor.Lesi bilateral atau

    simetris. Mukosa jarang terkena, kadang kadang mengenai genitalia eksterna, puting susu,

    bibir dan ginggiva.1,2Vitiligo dapat dibagi atas dua yaitu lokal dan generalisata. Vitiligo lokal

    dapatdibagi tiga yaitu vitiligo fokal adalah makula satu atau lebih tetapi tidak

    segmental,vitiligo segmental adalah makula satu atau lebih yang distribusinya sesuai

    dengandermatom, dan mukosal yang hanya terdapat pada mukosa. Vitiligo generalisata juga

    dapat dibagi tiga yaitu vitiligo acrofasial adalah depigmentasi hanya pada bagian distal

    ekstremitas dan muka serta merupakan stadium awal vitiligo generalisata, vitiligo vulgaris

    adalah makula yang luas tetapi tidak membentuk satu pola, dan vitiligo campuran adalah

    makula yang menyeluruh atau hampir menyeluruh merupakan vitiligo total.1,2

    Ptiriasis versikolor,disebabkan oleh Malaize furfur. Patogenesisnya adalah terdapat flora

    normal yang berhubungan dengan Ptiriasis versikolor yaitu Pitysporum orbiculare bulat atau

    Pitysporum oval. Malaize furfur merupakan fase spora dan miselium. Faktor predisposisi ada

    dua yaitu faktor eksogen dan faktor endogen. Faktor endogen adalahakibat rendahnya imun

    penderita sedangkan faktor eksogen adalah suhu, kelembapan udara dan keringat.1,2

    Hipopigmentasi dapat disebabkan oleh terjadinya asam dekarbosilat yang diproduksi oleh

    Malaize furfur yang bersifat inhibitor kompetitif terhadap enzim tirosinase dan mempunyai

  • 7/30/2019 Blok 15 Lepra

    8/21

    Page | 8

    efek sitotoksik terhadap melanin.Gejala klinis Ptiriasis versikolor, kelainannya sangat

    superfisialis, bercak berwarnawarni, bentuk tidak teratur sampai teratur, batas jelas sampai

    difus, fluoresensi dengan menggunakan lampu wood akan berwarna kuning muda, papulo

    vesikular dapat ada tetapi jarang, dan gatal ringan. Secara mikroskopik akan kita peroleh hifa

    dan spora ( spaghetti and meat ball )1,3

    Pitiriasis Alba (PA) merupakan suatu kelainan kulit yang biasanya terdapat pada anak-anak

    dan dewasa muda. Yang ditandai dengan adanya gambaran hipopigmentasi bulat sampai

    oval, makula halus. Bercak dalam berbagai ukuran biasanya diameternya beberapa

    centimeter, berwarna putih (tetapi bukan depigmentasi) atau merah muda terang. Biasanya

    bercak tampak jelas, tetapi mungkin dan sedikit meninggi diluar area hipopigmentasi. Lokasi

    predileksi meliputi muka, leher dan lengan bagian atas. Lesi hipopigmentasi ini menjadi lebih

    nyata setelah terkena sinar ultra violet.1,3

    Etiologi

    Penyebab lepra adalah suatu mikobakterium tahan asam yaitu Micobacterium leprae

    (M. leprae) yang bersifat obligat intrasel. Ditemukan pada banyak tipe sel yang berbeda,

    paling sering dalam makrofag tetapi juga dalam sel schwan dari saraf, sel-sel otot, sel endotel

    pembuluh darah, melanosit di kulit dan kondrosit dari kartilago.4

    Masa belah dari kuman kusta memerlukan waktu yang sangat lama dibandingkan

    dengan kuman yang lain, yaitu 12-21 hari. Oleh karena itu masa tunas menjadi lama, yaitu

    sekitar 2-5 tahun. Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe multibasiler (MB)

    kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Cara penularan yang pasti belum

    diketahui, tetapi sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta dapat ditularkan

    melalui saluran pernapasan dan kulit.4

    Meskipun cara masukM. leprae ke dalam tubuh masih belum diketahui dengan pasti,

    beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa yang tersering ialah melalui kulit yang lecet

    pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. Pengaruh M. leprae

    terhadap kulit bergantung pada faktor imunitas seseorang, kemampuan hidupM. leprae pada

    suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi yang lama, serta sifat kuman yang avirulen dan

    nontoksis.4

  • 7/30/2019 Blok 15 Lepra

    9/21

    Page | 9

    Epidemiologi

    Diperkirakan terdapat antara 10 hingga 15 juta orang di dunia menderita lepra. Penyakit

    ini endemik di banyak daerah di Asia, khususnya di sebagian india, sub-Sahara Afrika,

    Amerika selatan dan tengah, pulau-pulau di Pasifik dan Filipina. Meskipun 90 % kasus yang

    didiagnosis di USA adalah impor.5

    Pada akhir tahun (Desember) 2000 di seluruh Indonesia terdaftar 17.539 kasus yang

    mendapat pengobatan MDT. Gambaran ini menurun menjadi 17.137 kasus pada Desember

    2001, akan tetapi terjadi peningkatan pada tahun 2002 menjadi 19.100 kasus.2

    Kusta bukan penyakit keturunan. Kuman dapat ditemukan di kulit, folikel rambut,

    kelenjar keringat dan air susu ibu, jarang didapat di dalam urin. Sputum dapat banyak

    mengandung Micobacterium leprae yang berasal dari traktus respiratorius atas. tempatimplantasi tidak selalu menjadi tempat lesi pertama. Dapat menyerang semua umur, anak-

    anak lebih rentan daripada orang dewasa. Di Indonesia penderita anak-anak dibawah umur 14

    tahun kira-kira 13 %. Tetapi anak dibawah umur 1 tahun jarang sekali. Sekarang ada usaha

    mencatat penderita yang dibawah umur 1 tahun untuk dicari kemungkinan ada tidaknya kusta

    kongenital.4

    Frekuensi tertinggi adalah kelompok umur antara 25-35 tahun.4,5. Kebanyakan kasus

    terjadi di daerah tropis, negara-negara berkembang dan diduga bahwa infeksi lebih sering

    pada lingkungan dimana orang-orang dengan dengan status ekonomi rendah, sanitasi yang

    buruk, kekurangan gizi dan tingkat pendidikan yang rendah.5

    Faktor resiko

    Sekitar 50% penderita kemungkinan tertular karena berhubungan dekat dengan seseorang

    yang terinfeksi. Infeksi juga mungkin ditularkan melalui tanah, armadillo, kutu busuk dan

    nyamuk.

    Sekitar 95% orang yang terpapar oleh bakteri lepra tidak menderita lepra karena sistem

    kekebalannya berhasil melawan infeksi. Infeksi dapat terjadi pada semua umur, paling sering

    mulai dari usia 20an dan 30an. bentuk lepromatosa 2 kali lebih sering ditemukan pada pria.

  • 7/30/2019 Blok 15 Lepra

    10/21

    Page | 10

    Patogenesis

    Masuknya M.Leprae ke dalam tubuh akan ditangkap oleh APC (AntigenPresenting Cell) dan

    melalui dua signal yaitu signal pertama dan signal kedua. Signal pertama adalah tergantung

    pada TCR- terkait antigen (TCR = T cell receptor ) yang dipresentasikan oleh molekul MHC

    pada permukaan APC sedangkan signal kedua adalah produksi sitokin dan ekspresinya pada

    ada permukaan APC sedangkan signal kedua adalah produksi sitokin dan

    ekspresinya pada permukaan dari molek ul kostimulator APC yang berinteraksi

    dengan ligan sel T melalui CD28. Adanya kedua signal ini akan mengaktivasi To sehingga

    To akan berdif ferensiasi menjadi Th1 dan Th2. Adanya TNF dan IL 12 akan membantu

    differensiasi To menjadi Th1.1

    Th 1 akan menghasilkan IL 2 dan IFN yang akan makrofag( fenolat glikolipid I yang

    merupakan lemak dari M.leprae akanberikatan dengan C3 melalui reseptor CR1,CR3,CR4

    pada permukaannya lalu akandifagositosis) dan proliferasi sel B. Selain itu, IL 2 juga akan

    mengaktifkan CTL lalu CD8+. Di dalam fagosit, fenolat glikolipid I akan melindungi bakteri

    dari penghancuranoksidatif oleh anion superoksida dan radikal hidroksil yang dapat

    menghancurkansecara kimiawi. Karena gagal membunuh antigen maka sitokin dan growth

    factors akan terus dihasilkan dan akan merusak jaringan akibatnya makrofag akan terus

    diaktifkan dan lama kelamaan sitoplasma dan organella dari makrofag akan membesar,

    sekarang makrofag sudah disebut dengan sel epiteloid dan penyatuan sel epitelioid ini akan

    membentuk granuloma.Th2 akan menghasilkan IL 4, IL 10, IL 5, IL 13. IL 5 akan

    mengaktifasi dari eosinofil.1 IL 4 dan IL 10 akan mengaktifasi dari makrofag. IL 4 akan

    mengaktifasi sel Buntuk menghasilkan IgG4 dan IgE. IL 4 , IL10, dan IL 13 akan

    mengaktifasi sel mast. Signal I tanpa adanya signal II akan menginduksi adanya sel T anergi

    dan tidak teraktivasinya APC secara lengkap akan menyebabkan respon ke arah Th2.

    PadaTuberkoloid Leprosy, kita akan melihat bahwa Th 1 akan lebih tinggi dibandingkandengan Th2 sedangkan pada Lepromatous leprosy, Th2 akan lebih tinggi dibandingkan

    dengan Th1.1

    APC pada kulit adalah sel dendritik dimana sel ini berasal dari sum sum tulangdan melalui

    darah didistribusikan ke jaringan non limfoid. Sel dendritik merupakan APCyang paling

    efektif karena letaknya yang strategis yaitu di tempat tempat mikroba danantigen asing

    masuk tubuh serta organ organ yang mungkin dikolonisasi mikroba. Sel denritik dalam hal

    untuk bekerja harus terlebih dulu diaktifkan dari IDC menjadi DC. Idcakan diaktifkan oleh

  • 7/30/2019 Blok 15 Lepra

    11/21

    Page | 11

    adanya peptida dari MHC pada permukaan sel, selain itu dengan adanya molekul

    kostimulator CD86/B72, CD80/B7.1, CD38 dan CD40. Setelah DC matang, DC akan pindah

    dari jaringan yang inflamasi ke sirkulasi limfatik karena adanya ekspresi dari CCR7 (

    reseptor kemokin satu satunya yang diekspresikan olehDC matang). M. Leprae

    mengaktivasi DC melalui TLR 2 TLR 1 heterodimer dan diasumsikan melalui triacylated

    lipoprotein seperti 19 kda lipoprotein. TLR 2 polimorfisme dikaitkan dengan meningkatnya

    kerentanan terhadap leprosy.1

    Gejala klinis

    Lesi dini yang paling sering adalah pada daerah yang mati rasa di kulit atau lesi kulit

    yang dapat dilihat. Lesi kulit yang paling sering memperlihatkan satu atau sedikit makula

    hipopigmentasi pada lepra indeterminate. Lesi tuberkuloid dini berupa makula atau plak yang

    hipopigmentasi dan sering kulit eritematosa serta biasanya anestetik.4,5

    Gambaran klinis penyakit kusta pada seorang pasien mencerminkan tingkat kekebalan

    selular pasien tersebut.

    Gambar 1. Spektrum lepra

    Adapun klasifikasi yang banyak dipakai dalam bidang penelitian adalah klasifikasimenurut Ridley dan Jopling yang mengelompokkan penyakit kusta menjadi 5 kelompok

  • 7/30/2019 Blok 15 Lepra

    12/21

    Page | 12

    berdasarkan gambaran klinis, bakteriologis, histopatologis dan imunologis. Sekarang

    klasifikasi ini juga secara luas dipakai di klinik dan untuk pemberantasan:4

    1. Tipe tuberkuloid (TT)

    Lesi ini mengenai baik kulit maupun saraf. Lesi kulit bisa satu atau beberapa, dapat berupa

    makula atau plakat, batas jelas dan pada bagian tengah dapat ditemukan lesi yang regresi atau

    central healing. Permukaan lesi dapat bersisik dengan tepi yang meninggi, bahkan dapat

    menyerupai gambaran psoriasis atau tinea sirsinata. Dapat disertai penebalan saraf perifer

    yang biasanya teraba, kelemahan otot dan sedikit rasa gatal. Adanya infiltrasi tuberkuloid dan

    tidak adanya kuman merupakan tanda terdapatnya respons imun pejamu yang adekuat

    terhadap kuman kusta.4

    2. Tipe borderline tuberculoid(BT)

    Lesi pada tipe ini menyerupai tipe TT, yakni berupa makula atau plak yang sering disertai lesi

    satelit di tepinya. Jumlah lesi dapat satu atau beberapa, tetapi gambaran hipopigmentasi,

    kekeringan kulit atau skuama tidak sejelas tipe tuberkuloid. Adanya gangguan saraf tidak

    seberat tipe tuberkuloid, dan biasanya asimetris. Lesi satelit biasanya ada dan terletak dekat

    saraf perifer yang menebal.4

    3. Tipe mid borderline (BB)

    Merupakan tipe yang paling tidak stabil dari semua tipe dalam spektrum penyakit kusta.

    Disebut juga sebagai bentuk dimorfik dan bentuk ini jarang dijumpai. Lesi dapat berbentuk

    makula infiltratif. Permukaan lesi dapat mengkilap, batas lesi kurang jelas dengan jumlah lesi

    yang melebihi tipe BT dan cenderung simetris. Lesi sangat bervariasi, baik dalam ukuran,

    bentuk ataupun distribusinya. Bisa didapatkan lesipunched outyang merupakan ciri khas tipe

    ini.4

    4. Tipe borderline lepromatous (BL)

    Secara klasik lesi dimulai dengan makula. Awalnya hanya dalam jumlah sedikit dan dengan

    cepat menyebar ke seluruh badan. Makula lebih jelas dan bervariasi bentuknya. Walaupun

    masih kecil, papul dan nodus lebih tegas dengan distribusi lesi yang hampir simetris dan

    beberapa nodus tampaknya melekuk pada bagian tengah. Lesi bagian tengah sering tampak

    normal dengan pinggir dalam infiltrat lebih jelas dibandingkan dengan pinggir luarnya, dan

    beberapa plak tampak seperti punched out. Tanda-tanda kerusakan saraf berupa hilangnya

    sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya keringat dan hilangnya rambut lebih cepat muncul

    dibandingkan dengan tipe LL. Penebalan saraf dapat teraba pada tempat predileksi.4

    5. Tipe lepromatosa (LL)

  • 7/30/2019 Blok 15 Lepra

    13/21

    Page | 13

    Jumlah lesi sangat banyak, simetris, permukaan halus, lebih eritematosa, berkilap, berbatas

    tidak tegas dan pada stadium dini tidak ditemukan anastesi dan anhidrosis. Distribusi lesi

    khas, yakni di wajah mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping telinga; sedang di badan mengenai

    bagian badan yang dingin, lengan, punggung tangan, dan permukaan ekstensor tungkai

    bawah. Pada stadium lanjut tampak penebalan kulit yang progresif, cuping telinga menebal,

    garis muka menjadi kasar dan cekung membentuk fasies leonina yang dapat disertai,

    madarosis, iritis dan keratitis. Lebih lanjut lagi dapat terjadi deformitas pada hidung. Dapat

    dijumpai pembesaran kelenjar limfe, orkitis yang selanjutnya dapat menjadi atrofi testis.

    Kerusakan saraf yang luas menyebabkan gejala stocking & glove anaesthesia. Bila penyakit

    ini menjadi progresif, muncul makula dan papula baru, sedangakan lesi lama menjadi plakat

    dan nodus. Pada stadium lanjut serabut-serabut saraf perifer mengalami degenerasi hialin atau

    fibrosis yang menyebabkan anestesi dan pengecilan otot tangan dan kaki.4

    Salah satu tipe penyakit kusta yang tidak termasuk dalam klasifikasi Ridley dan Jopling,

    tetapi diterima secara luas oleh para ahli kusta yaitu tipe indeterminate (I). Lesi biasanya

    berupa makula hipopigmentasi dengan sedikit sisik dan kulit disekitarnya normal. Lokasi

    biasanya di bagian ekstensor ekstremitas, bokong atau muka, kadang-kadang dapat

    ditemukan makula hipestesi atau sedikit penebalan saraf. Pada 20-80% kasus pasien kusta

    didapatkan tipe ini yang merupakan tanda pertama. Sebagian besar akan sembuh spontan.4

    Keluhan gatal, meskipun ringan, merupakan salah satu alasan penderita datang berobat.

  • 7/30/2019 Blok 15 Lepra

    14/21

    Page | 14

    Gambar 2. Perbandingan antara tuberculoid dan lepromatosus lepra

    Penatalaksanaan

    Medika mentosa

    Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah memutus rantai penularan untuk

    menurunkan insiden penyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita dan mencegah

    timbulnya cacat. Untuk mencapai tujuan itu sampai sekarang strategi pokok yang dilakukan

    masih didasarkan atas deteksi dini dan pengobatan penderita, yang tampaknya masih

  • 7/30/2019 Blok 15 Lepra

    15/21

    Page | 15

    merupakan dua hal yang penting meskipun nantinya vaksin kusta yang efektif telah tersedia.2-

    4

    Program MDT

    Program MDT dimulai pada tahun 1981, yaitu ketika kelompok studi kemoterapi WHO

    secara resmi mengeluarkan rekomendasi pengobatan kusta dengan rejimen kombinasi yang

    dikenal sebagai regimen MDT-WHO.3

    Obat Dalam Rejimen MDT-WHO

    a. Dapson (DDS, 4,4 diamino-difenil-sulfon). Obat ini bersifat bakteriostatik denganmenghambat enzim dihidrofolat sintetase. Dapson biasanya diberikan sebagai dosis

    tunggal, yaitu 50-100 mg/hari untuk dewasa atau 2 mg/kgBB untuk anak-anak

    b. Rifampisin. Merupakan obat yang paling ampuh saat ini untuk kusta dan bersifatbakterisidal kuat pada dosis lazim. Rifampisin bekerja menghambat enzim polimerase

    RNA yang berkaitan secara irreversibel. Dosis tunggal 600 mg/hari.

    c. Klofazimin (Lamprene-CIBA GEIGY: B-663). Obat ini merupakan turunan zat warnaiminofenazin dan mempunyai efek bakteriostatik setara dengan dapson. Bekerjanya

    diduga melalui gangguan metabolisme radikal oksigen. Dosis untuk kusta adalah 50

    mg/ hari atau 100 mg tiga kali seminggu dan untuk anak-anak 1 mg/ kgBB/ hari.

    Obat Kusta Baru

    Dalam pelaksanaan program MDT-WHO ada beberapa masalah yang timbul, yaitu:

    adanya persisten, resistensi rifampisin dan lamanya pengobatan terutama untuk kusta MB.

    Oleh karena itu diperlukan obat-obat baru dengan mekanisme bakterisidal yang berbeda

    dengan obat-obat dalam rejimen MDT-WHO saat ini. Diantara yang sudah terbukti efektif

    adalah:2

    Ofloksasin; merupakan obat turunan fluorokuinolon yang paling efektif terhadap M.

    leprae, kerjanya melalui hambatan terhadap enzim girase DNA mikobakterium. Satu rejimen

    terdiri atas ofloksasin 400 mg/hari diberikan bersama rifampisin 600 mg/hari selama 1 bulan,

    baik untuk kusta PB maupun MB dan rejimen lain untuk kusta MB terdiri atas kombinasi

    MDT-WHO ditambah ofloksasin 400 mg/hari selama 1 bulan pertama.

    Minosiklin; merupakan satu-satunya turunan tetrasiklin yang aktif terhadap M. leprae. Ia

    bekerja menghambat sintesis protein melalui mekanisme yang berbeda dengan obat antikusta

    lain. Uji klinis pada penderita kusta lepromatosa menunjukkan bahwa pemberian minosiklin

    100 mg/ hari menunjukkan perbaikan klinis nyata setelah pemberian selama 2 bulan.

  • 7/30/2019 Blok 15 Lepra

    16/21

    Page | 16

    Klaritromisin; dibandingkan obat lain golongan makrolid, klaritromisin mempunyai

    aktivitas bakterisidal setara dengan ofloksasin dan minosiklin pada mencit. Obat ini bekerja

    menghambat sintetis protein melalui mekanisme yang lain daripada minosiklin. Penderita

    kusta MB yang diobati dengan klaritromisin 500 mg perhari menunjukkan respons klinis dan

    bakterioskopis sama dengan pemberian ofloksasin atau minosiklin.4

    Dengan adanya obat-obat baru tersebut, telah ditetapkan rejimen baru yang disebut ROM

    yaitu kombinasi Rifampisin 600 mg, Ofloksasin 400 mg dan Minosiklin 100 mg. rejimen ini

    diberikan sekali dosis tunggal pada kusta pausibasiler lesi tunggal. Dsamping itu saat ini

    sedang dilakukan uji klinis penggunaan rejimen ROM sebulan sekali. Untuk kusta PB

    diberikan rejimen ROM 3 dan 6 dosis, sedang untuk kusta MB diberikan 12 dan 24 kali.4

    Non-medika mentosa

    Perawatan pada morbus hansen umumnya untuk mencegah kecacatan. Terjadinya cacat pada

    kusta disebabkan oleh kerusakan fungsi saraf tepi, baik karena kuman kusta maupun karena

    peradangan sewaktu keadaan reaksi netral.4

    a) Perawatan mata dengan lagophthalmos

    Penderita memeriksa mata setiap hari apakah ada kemerahan atau kotoran. Penderita harus ingat sering kedip dengan kuat Mata perlu dilindungi dari kekeringan dan debu

    b) Perawatan tangan yang mati rasa

    Penderita memeriksa tangannya tiap hari untuk mencari tanda- tanda luka, melepuh Perlu direndam setiap hari dengan air dingin selama lebih kurang setengah jam Keadaan basah diolesi minyak Kulit yang tebal digosok agar tipis dan halus Jari bengkok diurut agar lurus dan sendi-sendi tidak kaku Tangan mati rasa dilindungi dari panas, benda tajam, luka

    c) Perawatan kaki yang mati rasa

    Penderita memeriksa kaki tiap hari.

  • 7/30/2019 Blok 15 Lepra

    17/21

    Page | 17

    Kaki direndam dalam air dingin lebih kurang jam Masih basah diolesi minyak Kulit yang keras digosok agar tipis dan halus

    Jari-jari bengkok diurut lurus Kaki mati rasa dilindungi

    d) Perawatan luka

    Luka dibersihkan dengan sabun pada waktu direndam Luka dibalut agar bersih Bagian luka diistirahatkan dari tekanan Bila bengkak, panas, bau bawa ke puskesmas

    Tanda penderita melaksanakan perawatan diri:

    1) Kulit halus dan berminyak

    2) Tidak ada kulit tebal dan keras

    3) Luka dibungkus dan bersih

    4) Jari-jari bengkak menjadi kaku

    Komplikasi

    Anggota gerak

    Merupakan akibat dari kerusakan saraf, yang menyebabkan tidak sensitif dan myopati. Tidak

    sensitif mempengarui rangsang raba, nyeri dan panas. Yang paling sering terkena adalah saraf

    ulna yang mengakibatkan jari ke 4 dan 5 seperti cakar akibat kehilangan fungsi otot untuk

    mengangkat pergelangan tangan dan juga kemampuan untuk meraba. Infeksi lepra ke saraf

    medianus menyebabkan ketidak mampuan untuk menggerakan jempol dan mengenggam.

    Apabila gangguan mengenai saraf radialis juga maka akan terjadi wrist drop atau pergelangan

    tangan yang jatuh. 1,2,5

    Kehilangan indra perasa pada tangan dan kaki dapat menyebabkan luka, dan apabila tidak

    dirawat dengan baik luka akan membesar dan bertambah dalam, pada akhirnya jari akanmengalami kematian dan terlepas tanpa penderita merasa nyeri.

  • 7/30/2019 Blok 15 Lepra

    18/21

    Page | 18

    Hidung

    Infeksi mikrobakteri ke mukosa hidung dapat menyebabkan pembengkakan dan perdarahan

    hidung yang terus menerus. Tanpa pengobatan yang baik infeksi akan menjalar dan merusak

    tulang rawan hidung dan penderita akan kehilangan hidungnya. 2,5

    Mata

    Infeksi pada mata tidak hanya terjadi pada mata sendiri yang mengakibatkan kekeruhan dari

    cairan mata dan gangguan penglihatan, tetapi kerusakan dapat juga terjadi pada saraf-saraf

    penghlihatan mata yang mengakibatkan penglihatan akan berkurang dan juga pada saraf otot-

    otot penggerak bola mata yang menyebabkan gangguan koordinasi penglihatan kedua mata.

    Dari pemeriksaan mata bagian dalam akan tampak perdarahan pada bagian mata penerima

    cahaya.1,2,5

    Testis

    Infeksi lepra dapat terjadi pada testis dan menyebabkan infeksi dari saluran testis dan apabila

    tidak diterapi dengan baik akan menyebabkan kerusakan permanen dari saluran dan penghasil

    sperma sehingga penderita akan steril.5

    Pencegahan

    Penyakit kusta adalah penyakit yang memberi stigma yang sangat besar besar pada

    masyarakat, sehingga penderita kusta menderita tidak hanya kerena penyakitnya saja, juga

    dijauhi atau dikucilkan oleh masyarakat. Hal tersebut sebenarnya lebih banyak disebabkan

    karena cacat tubuh yang tampak menyeramkan. Cacat tubuh tersebut sebenarnya lebih

    banyak disebabkan karena cacat tubuh yang tampak menyeramkan. Cacat tubuh tersebut

    sebenarnya dapat dicegah apabila diagnosis dan penanganan penyakit dilakukan secara dini.

    Demikian pula diperlukan pengetahuan berbagai hal yang dapat menimbulkan kecacatan dan

    pencegahan kecacatan, sehingga tidak menimbulkan cacat tubuh yang tampak menyeramkan.

    Identifikasi dan pengobatan penderita kusta merupakan kunci pengawasan. Anak-anak dari

    orang tua yang teinfeksi diberikan kemoprofilaksis dengan sulfon sampai orang tua tidak

    infeksius lagi. Jika salah satu anggota dalam keluarga menderita lepra lepromatosa, maka

    profilaksis demikian diperlukan bagi anak-anak dalam keluraga tersebut.2-4

    Pencegahan Primodial

    Pencegahan primodial yaitu upaya pencegahan pada orang-orang yang belum memiliki faktor

    resiko penyakit kusta melalui penyuluhan. Penyuluhan tentang penyakit kusta adalah proses

    peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat oleh petugas kesehatan

  • 7/30/2019 Blok 15 Lepra

    19/21

    Page | 19

    sehingga masyarakat dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya dari

    penyakit kusta.4

    Pencegahan Primer (Primary Prevention)

    Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan seseorang yang telah memiliki

    faktor resiko agar tidak sakit.Tujuan dari pencegahan primer adalah untuk mengurangi

    insidensi penyakit dengan cara mengendalikan penyebab-penyebab penyakit dan faktor-

    faktor resikonya. Untuk mencegah terjadinya penyakit kusta, upaya yang dilakukan adalah

    memperhatikan dan menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal,personal hygiene, deteksi

    dini adanya penyakit kusta dan penggerakan peran serta masyarakat untuk segera

    memeriksakan diri atau menganjurkan orang-orang yang dicurigai untuk memeriksakan

    diri ke puskesmas.4

    Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention)

    Pencegahan sekunder merupakan upaya pencegahan penyakit dini yaitu mencegah orang

    yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit dan menghindari

    komplikasi. Tujuan pencegahan sekunder adalah untuk mengobati penderita dan mengurangi

    akibat-akibat yang lebih serius dari penyakit yaitu melalui diagnosis dini dan pemberian

    pengobatan. Pencegahan sekunder ini dapat dilakukan dengan melakukan diagnosis dini dan

    pemeriksaan neuritis, deteksi dini adanya reaksi kusta, pengobatan secara teratur melalui

    kemoterapi atau tindakan bedah.4

    pencegahan Tertier (Tertiary Prevention)

    Tujuan pencegahan tertier adalah untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan

    rehabilitasi. Rehabilitasi adalah upaya yang dilakukan untuk memulihkan seseorang yang

    sakit sehingga menjadi manusia yang lebih berdaya guna, produktif, mengikuti gaya hidup

    yang memuaskan dan untuk memberikan kualitas hidup yang sebaik mungkin, sesuai

    tingkatan penyakit dan ketidakmampuannya.

    Pencegahan tertier meliputi:

    a. Pencegahan KecacatanPencegahan cacat kusta jauh lebih baik dan lebih ekonomis daripada penanggulangannya.

    Pencegahan ini harus dilakukan sedini mungkin, baik oleh petugas kesehatan, maupun oleh

    penderita itu sendiri dan keluarganya. Upaya pencegahan cacat terdiri atas :

    a. Upaya pencegahan cacat primer, yang meliputi :

    1) Diagnosa dini dan penatalaksanaan neuritis

    2) Pengobatan secara teratur dan adekuat

  • 7/30/2019 Blok 15 Lepra

    20/21

    Page | 20

    3) Deteksi dini adanya reaksi kusta

    4) Penatalaksanaan reaksi kusta

    b. Upaya pencegahan cacat sekunder, yang meliputi :

    1) Perawatan diri sendiri untuk mencegah luka

    2) Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk mencegah

    terjadinya kontraktur.

    3) Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan agar tidak

    mendapat tekanan yang berlebihan.

    4) Bedah septik untuk mengurangi perluasan infeksi.

    5) Perawatan mata, tangan dan atau kaki yang anestesi atau mengalami kelumpuhan otot.

    b. RehabilitasiRehabilitasi yang dilakukan meliputi rehabilitasi medik, rehabilitasi sosial, dan rehabilitasi

    ekonomi. Usaha rehabilitasi medis yang dapat dilakukan untuk cacat tubuh ialah antara lain

    dengan jalan operasi dan fisioterapi. Meskipun hasilnya tidak sempurna kembali ke asal,

    tetapi fungsinya dan secara kosmetik dapat diperbaiki. Cara lain adalah kekaryaan, yaitu

    memberi lapangan pekerjaan yang sesuai cacat tubuhnya, sehingga dapat berprestasi dan

    dapat meningkatkan rasa percaya diri, selain itu dapat dilakukan terapi psikologik

    (kejiwaan).2,5

    Prognosis

    setelah program terapi obat prognosis pada penderita ini adalah baik karena keadaan umum

    baik dan belum ada komplikasi serta kecacatan akibat penyakit kusta ini. Dan diharapkan

    dengan penanganan yang teratur dapat memberikan hasil yang maksimal sesuai yang

    diharapkan. Yang paling sulit adalah manajemen dari gejala neurologis, kontraktur dan

    perubahan pada tangan dan kaki. Ini membutuhkan tenaga ahli seperti neurologis, ortopedik,

    ahli bedah, prodratis,oftalmologis, physical medicine, dan rehabilitasi. 2-4

    Penutup

    Lepra adalah penyakit menular kronik yang berkembang lambat, disebabkan oleh

    Mycobacterium leprae dan ditandai dengan pembentukan lesi granulomatosa atau neurotropik

    pada kulit, selaput lendir, saraf, tulang, dan organ-organ dalam. Masuknya M.Leprae ke

  • 7/30/2019 Blok 15 Lepra

    21/21

    Page | 21

    dalam tubuh akan ditangkap oleh APC (Antigen Presenting Cell) dan melalui dua signal yaitu

    signal pertama dan signal kedua. Lepra mungkin penyebab tersering kerusakan pada organ

    tangan. Trauma dan infeksi kronik sekunder dapat menyebabkan hilangnya jari jemari

    ataupun ekstremitas bagian distal. Juga sering terjadi kebutaan. Hilangnya hidung dapat

    terjadi pada kasus LL.Dengan adanya obat-obat kombinasi, pengobatan mejadi lebih

    sederhana dan lebih singkat, serta prognosis menjadi lebih baik.

    Daftar pustaka

    1. Djuanda, Adhi dkk. Kusta. Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, dan Siti Aisah. IlmuPenyakit Kulit dan Kelamin edisi kelima. Jakarta : Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia. 2007 ;73- 88.

    2. Amiruddin, M Dali. Marwali Harahap.Ilmu Penyakit Kulit . Jakarta : PenerbitHipokrates. 2000 ; 260-2713.

    3. Siregar, RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta; EGC. 2005 ;1554. Dorland, W.A.Newman.Kamus Kedokteran Dorland edisi kedua puluh sembilan.

    Jakarta: EGC. 2002 ; 11954.

    5. Fitzpatrick, Thomas B dkk.Leprosy in Color Atlas and Synopsys ofClinical Dermatology. Singapore: McGraw Hill. 2008 ; 1794