blog.ub.ac.idblog.ub.ac.id/.../3.-tugas-Interaksi-GxE-pengganti-UTS.docx · Web view(Syukur et al.,...
Transcript of blog.ub.ac.idblog.ub.ac.id/.../3.-tugas-Interaksi-GxE-pengganti-UTS.docx · Web view(Syukur et al.,...
MAKALAHINTERAKSI GENOTIPE X LINGKUNGAN
TUGAS PENGGANTI UJIANGENETIKA KUANTITATIF
DOSEN PENGAMPU : DR. IR. NUR BASUKI
IKA DYAH SARASWATINIM. 136040217011006
PROGRAM STUDI ILMU TANAMAN
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
PENDAHULUAN
1.1 Pengujian beberapa genotip
(Syukur et al., 2012) mengatakan bahwa pemuliaan tanaman bertujuan
untuk memperbaiki karakter tanaman sehingga didapatkan karakter yang sesuai
dengan kebutuhan manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan
potensi genetik dan adanya interaksi genotip x lingkungan (GxE).
Banyak karakter penting seperti karakter produksi, kadar protein dan
kualitas hasil yang dikendalikan oleh banyak gen yang masing-masing
mempunyai pengaruh kecil terhadap karakter tersebut, karakter ini disebut sebagai
karakter kuantitatif. Karakter kuantitatif sangat dipengaruhi oleh peran
lingkungan. Sehingga penting bagi seorang pemulia untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh gen terhadap karakter tersebut dan jika ada pengaruh lingkungan
maka seberapa besar pengaruh lingkungan tersebut.
Teori mendel tidak dapat digunakan untuk menjelaskan tentang proses
pewarisan karakter kuantitatif, karena teori mendel hanya dapat digunakan untuk
karakter yang dikendalikan oleh gen-gen tunggal umumnya untuk karakter
kualitatif. Oleh karena itu perlu digunakan cara analisis yang berbeda yaitu
dengan menggunakan analisis genetika kuantitatif. Karakter-karakter tersebut
dianalisis dengan menggunakan besaran-besaran kuantitatif. Karakter kuantitatif
tidak berdiri sendiri melainkan juga terpengaruh oleh lingkungan yaitu
penampilan atau fenotip tanaman dipengaruhi oleh adanya pengaruh lingkungan
terhadap ekspresi gen yang ada dalam tanaman.
Faktor genetik tidak akan memperlihatkan karakter yang dibawanya
kecuali dengan adanya faktor lingkungan yang dibutuhkan oleh tanaman yang
terpenuhi, begitu juga sebaliknya meskipun kita sudah memperbaiki faktor-faktor
lingkungan kita tidak bisa mendapatkan karakter yang kita inginkan apabila
tanaman tersebut tidak memiliki faktor genetik yang mendukung. Sehingga pada
perkembangannya, apabila pemulia ingin mengambil kesimpulan dalam
pelaksanaan seleksi maka ia harus mengetahui benar besaran-besaran fenotip yang
ada tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik atau lingkungan.
Interaksi genotip x lingkungan (GxE) dapat digunakan oleh pemulia
tanaman untuk mengembangkan varietas unggul baru yang spesifik lungkungan
ataupun varietas yang dapat beradaptasi luas. Hal ini dapat terlihat dari bentuk
interaksi genotip x lingkungan, apabila interaksi GxE tinggi maka varietas dapat
dikembangkan sebagai varietas yang spesifik lokasi, sementara apabila interaksi
GxE rendah maka dapat dikembangkan menjadi varietas beradaptasi luas.
Uji adaptasi adalah salah satu syarat pelepasan varietas ataupun untuk
pendaftaran dan peredaran varietas. Dari hasil uji adaptasi inilah dapat diketahui
kunggulan calon varietas dan daya adaptasinya serta dapat digunakan untuk
mempelajari stabilitas calon varietas terhadap berbagai lingkungan yang berbeda.
Materi pengujian sebagai bahan genetik untuk uji adaptasi andalah benih
dari calon varietas yang akan dilepas. Materi genetik yang akan diuji
keunggulannya dapat berbentuk galur, mutan, hibrida, transgenik, bersari bebas,
introduksi, calon pohon induk tunggal (PIT), klot dan populasi dari calon varietas
yang dilepas.
1.2 Lingkungan
Menurut Basuki (2005) lingkungan adalah semua faktor non genetik yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Faktor lingkungan dapat berupa
lingkungan mikro yang berbeda pada setiap tanaman dalam plot yang sama dan
diberikan perlakuan sama, sementara lingkungan makro adalah total keseluruhan
lingkungan mikro tanaman yang membentuk populasi yang memberikan
pengaruhnya dalam satuan plot. Perbedaan dalam lingkungan makro dapat berupa
lokasi (iklim, ketinggian tempat, kelembaban udara, penyinaran, tanah) dan
musim. Setiap genotip mungkin memiliki preferensi lingkungan yang berbeda
mengenai kondisi lingkungan dan musim. Perbedaan dalam pengelolaan budidaya
juga termasuk dalam perlakuan perbedaan lingkungan makro misalnya
menyiraman, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit. Begitupula dengan
perlakuan buatan, setiap genotip mungkin akan menghasilkan respon yang
berbeda terhadap perlakuan pemupukan dan pemberian air, begitu pula untuk
respon ketahanan terhadap hama penyakit.
Menurut Syukur et al., (2012), lokasi yang digunakan untuk pengujian
berupa agroekosistem yang mewakili karakteristik agroekosistem wilayah sentra
produksi, pengujian dataran berupa dataran rendah (<400 mdpl), medium (400-
700 mdpl), dan tinggi (>700 mdpl) dan pada agroekosistem yang spesifik.
Sementara itu untuk pengujian adaptasi terhadap musim dapat dilakukan
pengujian berdasarkan musim sesuai dengan tujuan pengembangan varietas yang
akan dilepas. Jadi jumlah unit dan lama pengamatan uji adaptasi tergantung pada
tujuan pengujian yang dilakukan. Sebagai contoh pengujian untuk calon varietas
untuk mengetahu adaptasinya pada musim hujan dan kemarau maka pengujiannya
juga dilakukan pada dua musim tersebut. Pengujian dapat dikombinasikan antara
beberapa lokasi pengujian dan beberapa musim.
1.3 Interaksi genotip x lingkungan (GxE)
Seperti yang dikatakan oleh Syukur et al., (2012) sebelumnya bahwa
genetik yang unggul tidak akan memberikan hasil yang baik apabila
dikembangkan di lingkungan yang tidak sesuai begitu pula sebaliknya meskipun
kita memodifikasi lingkungan menjadi lebih sesuai untuk syarat tumbuh tanaman
tetapi apabila faktor genetik yang dimiliki tanaman kurang bagus maka kita juga
tidak akan mendapatkan hasil yang memuaskan. Hal ini menunjukkan bahwa
penampilan tanaman (fenotip tanaman) merupakan hasil akhir dari adanya
interaksi antara faktor genetik dan non genetik berupa lingkungan.
Basuki, (2005) menjelaskan bahwa komponen non genetik yang ada pada
lingkungan akan memberikan kontribusinya bagi tanaman untuk berekspresi,
sehingga antara genetik dan lingkungan kemungkinan saling bekerja sama
sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain disebut sebagai interaksi genotip x
lingkungan (GxE). Dengan adanya interaksi GxE ini menyebabkan respon fenotip
untuk setiap genotip, lokasi dan musim pengujian berbeda-beda. Terjadinya
perbedaan respon genotip untuk berekspresi sama pada setiap lingkungan
pengujian menunjukkan bahwa genotip tersebut berinteraksi dengan
lingkungannya (terjadi interaksi GxE).
Sebagai contohnya adalah pengujian beberapa genotip bawang merah di
beberapa lokasi pada dua musim (hujan dan kemarau). Bahan tanam yang
digunakan dalam penelitian ini adalah bibit bawang merah dari delapan varietas,
yaitu Probolinggo, Parman, Kuning, Bima, Biru dan Tiron yang bibitnya berasal
dari lahan pasir pantai (disebut Biru-pasir dan Tiron-pasir) serta Biru dan Tiron
yang bibitnya berasal dari tanah sawah (disebut Biru-sawah dan Tiron-sawah).
Hasil penelitian Ambarwati et al., (2003) menunjukkan bahwa bawang
merah varietas Probolinggo, Tiron-sawah dan Biru-pasir dapat beradaptasi dengan
baik dan hasilnya stabil pada berbagai lingkungan pengujian. Varietas Parman dan
Kuning dapat beradaptasi dengan baik dan hasilnya stabil jika dibudidayakan pada
lingkungan yang berproduktivitas tinggi, dalam hal ini di lokasi sawah pada
musim kemarau. Varietas Biru-sawah dan Tiron-pasir tergolong varietas yang
dapat beradaptasi khusus pada lingkungan yang kurang produktif, yaitu lahan
pasir pantai pada musim kemarau, dan kurang peka terhadap perubahan
lingkungan. Varietas Bima merupakan genotipe yang beradaptasi jelek pada
semua lingkungan uji dan peka terhadap perubahan lingkungan. Dari hasil
penelitian tersebut maka pemulia dapat menentukan langkah pemuliaan yang
dapat diambil selanjutnya.
Gambar 1. Interaksi Genotipe x Lingkungan (GxE)
Mengacu pada Basuki (2005) maka dari pengujian terhadap interaksi GxE
yang dilakukan untuk beberapa lokasi dan beberapa musim maka akan didapatkan
genotip yang memiliki interaksi GxE nyata sehingga dapat dikembangkan sebagai
genotip dengan daya adaptasi khusus untuk lingkungan spesifik, sementara untuk
genotip dengan interaksi GxE tidak berbeda nyata dapt dikembangkan sebagai
genotip dengan daya adaptasi luas untuk berbagai lingkungan. Apabila kita ingin
membentuk varietas maka karakter genotip yang beradaptasi luas lebih
diutamakan karena selain memudahkan seleksi juga memungkinkan untuk
diedarkan pada banyak lokasi dengan kemungkinan variasi lingkungan berbeda.
METODE DALAM PENGUJIAN INTERAKSI
GENOTIP X LINGKUNGAN (GXE)
2.1 Model dalam analisis interaksi GxE
Menurut Basuki (2005) jumlah interaksi GxE semakin banyak dengan
semakin banyaknya genotip yang diujikan dan variasi lingkungan yang dipakai
untuk pengujian. Misalnya jumlah genotip adalah m dan jumlah lingkungan
adalah n maka interaksinya adalah (mn)!/m!n! Apabila ada 5 genotip dan 3
lingkungan maka akan diperoleh tipe interaksi sebanyak (5*3)!/5!3! adalah
1.816.214.400 tipe interaksi.
Tabel 1. Model hubungan antara genotip dengan lingkungan
Genotip Lingkungan RerataL1 L2 L3 L4 ............. Li
G1 X11 X21 X31 X41 ............. Xi1 Xg1/i
G2 X12 X22 X32 X42 ............. Xi2 Xg2/i
G3 X13 X23 X33 X43 ............. Xi3 Xg3/i
............. ............. ............. ............. ............. ............. ............. .............Gii X1ii X2ii X3ii X4ii ............. Xi.ii Xgii/i
Rerata X1/ii X2/ii X3/ii X4/ii ............. Xi/ii Xtot/i.ii
(Basuki, 2005)
Terdapat beberapa model untuk menggambarkan pendugaan stabilitas
hasil interaksi antara genotipe dengan lingkungan, yaitu analisis ragam, analisis
regresi dan teknik multivariat.
1. Analisis ragam
Ragam adalah kuadrat penyimpangan data terhadap rataan umum yang
dibagi dengan ukuran populasinya, yang dapat dibedakan menjadi ragam contoh
dan ragam populasi.
Ragam data populasi Ragam data contoh
Koefisien kearagaman populasi
CVpop = σ/μ x 100 %
Koefisien keragaman contoh
CVcth = s/x x 100 %
Kemudian kaitannya dengan analisis sumber keragaman, dapat dibedakan
menjadi :
a. Analisis ragam univariat adalah ragam dengan hanya ada 1 pengukuran
(variabel) untuk n sampel atau beberapa variabel tetapi masing-masing
variabel dianalisis sendiri-sendiri. Contohnya adalah keragaman
genetik panjang polong galur kacang panjang polong ungu dari 20
sampel,
30 39 41 42 6045 47 36 48 5237 55 58 50 4845 52 53 61 53
b. Analisis ragam multivariat adalah ragam dengan keragaman berasal
dari lebih dari satu sumber/variabel. Contoh : data daya hasil kacang
tanah berdasarkan varietas, lokasi dan musim tanam.
Tabel 2. Contoh data multivariat
Lokasi Ulangan Galur Cianjur Galur GresikMH MK MH MK
Singosari
1 22,25 21,54 16,75 15,342 22,05 23,23 15,21 17,283 21,78 21,20 17,32 16,65
Batu 1 23,91 20,94 18,17 17,252 22,54 21,60 19,21 16,343 21,35 22,53 17,37 15,38
Pada contoh di atas, keragaman berasal dari beberapa sumber, yaitu
genotipe (G), lokasi (L), musim (M), interaksi (G*L), interaksi (G*M), dan
interaksi (G*L*M).
Pada analisis ragam ini, penetapan stabilitas suatu genotipe adalah :
Membandingkan genotipe yang diuji dengan kultivar kontrol. Genotipe uji
yang tidak menunjukkan interaksi G*E nyata dengan kultivar kontrol atau
genotipe dengan pola adaptasi yang mirip dengan kontrol dan memiliki
daya hasil lebih tinggi pada lingkungan-lingkungan uji adalah yang
direkomendasikan stabil.
Melihat nilai kuadrat tengah interaksi. Genotipe dengan kuadrat tengah
interaksi yang rendah dinilai lebih stabil.
2. Analisis regresi
Jenis regresi yang paling banyak digunakan dalam menganalisis stabilitas
adalah regresi linier sederhana, dengan asumsi hubungan antara peubah bebas (X)
dan peubah terikat (Y) adalah linear dengan rumus Y=a+bx.
a. Analisis Stabilitas Menurut Finlay dan Wilkinsons (1963)
Pada analisis stabilitas FW (Finlay-Wilkinsons) digunakan regresi antara
varietas dengan rataan varietas di setiap lingkungan dalam skala log (Model yij
dengan `y.j). Rata-rata hasil semua varietas pada tiap lingkungan digunakan
sebagai absis, dan hasil tiap varietas pada tiap lingkungan sebagai ordinat.
Rumus : b = ∑XY −n X Y
∑ X 2−n X2 atau b = ∑ XY −∑ X .∑Y
n∑ X 2−(∑ X )2
Dimana
b : koefisien regresi
X = nilai variabel independen
X= rata-rata nilai independen
Y = nilai variabel dependen
Y = rata-rata nilai dependen
n = jumlah pengamatan
Kesimpulan untuk hasil perhitungan stabilitas adalah:
b = 1 : rata-rata stabilitas
b >1 : peningkatan kepekaan terhadap perubahan lingkungan
b <1 : peningkatan ketahanan terhadap perubahan lingkungan
Gambar 2. Model pengelompokan koefisien regresi
b. Analisis Stabilitas Menurut Eberhart dan Russel (1966)
Model regresi yang digunakan dalam analisis stabilitas ER (Eberhart-
Russel) adalah Yij = m + bilj + dij, dimana:
Ii = (Ii = 1, 2….v) = banyaknya varietas
j = 1, ….n = banyak lingkungan
I = sebagai indeks lingkungan yang didefinisikan sebagai : Ij = (Y.j /v – Y..
/vn), dimana S Ij = 0
Penduga b dihitung seperti biasa layaknya dalam regresi.
Dalam konsep ini varietas yang stabil selain memiliki nilai b=1.0, juga
rumus simpangan dari regresi untuk setiap varietas ke-i adalah : δi2= (δij2/n-2) –
Se2 /r = 0.0, dimana Se
2 adalah galat gabungan dan r = banyak ulangan. Hasil
perhitungan koefisien regresi b= βi dan simpangan atau deviasi regresi δi2
digunakan untuk analisis.
Parameter yang digunakan untuk menentukan uji daya adaptasi dan
stabilitas hasil suatu genotipe adalah nilai koefisien regresi (βi) dan simpangan
regresi (δi2). Suatu genotipe dikatakan stabil jika mempunyai koefisien regresi
(βi) sebesar 1 dan simpangan regresi (δi2) sama dengan nol. Genotipe yang
mempunyai koefisien regresi (βi) > 1 akan beradaptasi dengan baik pada
lingkungan yang produktif dan genotipe dengan koefisien regresi (βi) < 1 akan
beradaptasi dengan baik pada lingkungan yang marginal. Apabila koefisien
regresi (βi) sebesar 1 dan simpangan regresi (δi2) tidak sama dengan nol maka
varietas tersebut hanya dapat beradaptasi baik pada lingkungan yang produktif.
Gambar 3. Model pengelompokan sebaran koefisien regresic. Analisis Stabilitas Menurut Perkins dan Jinks (1968)
Model analisis stabilitas PJ (Perkins-Jinks) adalah Yij = m + di + ei + gij + eij,
dengan:
m = rataan umum untuk semua lingkungan dan galur
di = pengaruh aditif genetik dari galur ke-i
ej = pengaruh aditif lingkungan ke-j
gij = pengaruh interaksi genotipe-lingkungan dari galur ke-i dan
lingkungan ke- j
eij = galat percobaan
Model regresi yang digunakan adalah (di + gij) = m + biej +dij . Galur
dikatakan stabil apabila b = 0.0.
Gambar 4. perbedaan garis regresi dari analisis stabilitas berdasarkan Finlay-
Wilkinsons (FW), Eberhart-Russel (ER), dan Perkin-Jinks (PJ).
3. Analisis Multivariat
a. AMMI
Untuk mengkaji pengaruh genotipe pada berbagai kondisi lingkungan
dapat dilakukan melalui uji multilokasi. Uji ini dapat dilakukan dengan
melibatkan berbagai genotipe pada berbagai kondisi lingkungan, yang meliputi
tempat, tahun tanam dan berbagai perlakuan agronomi lainnya. Uji ini dilakukan
seperti halnya rancangan percobaan biasa, hanya saja blok disarangkan ke dalam
lingkungan. Analisisnya sering disebut analisis ragam gabungan (Composite
Analysis of Variance). Modelnya dapat dituliskan sebagai berikut:
YIJK µGI LJ GLIJ IJK ………………… (1)
Permasalahan selanjutnya yang sering dihadapi adalah bagaimana
menguraikan pengaruh interaksi genotipe dengan lingkungan secara efektif.
Berbagai metode telah dikembangkan oleh berbagai tokoh statistika seperti
Eberhart Russel, Finlay Wilkinson, dan Tukey. Metode yang dikemukakan ketiga
tokoh tersebut cukup efektif dalam memilah genotip-genotipe yang stabil dan
spesifik. Namun pendekatan ini masih meninggalkan keragaman interaksi yang
cukup besar yang terjadi karena pendekatan ini hanya menjelaskan komponen
linier dari pengaruh interaksi sehingga apabila pola interaksi genotipe terhadap
lingkungan tidak linier akan menyisakan keragaman yang cukup besar.
Kelamahan ini menjadi pemicu berkembangnya metode AMMI (Additive
Main Effects and Multiplication Interaction). Tokoh-tokoh yang mengembangkan
metode ini antara lain Gauch and Zobel (1988); Zobel et al, (1988); Crossa et al,
(1990). AMMI sangat efektif menjelaskan interaksi genotipe dengan lingkungan.
Penguraian pengaruh interaksi dilakukan dengan model bilinear, sehingga
kesesuain tempat tumbuh bagi genotipe akan dapat dipetakan dengan jelas.
Terlihat dengan jelas dalam pemetaan genotipe dan lingkungan secara simultan
dengan menggunakan biplot.
Ada tiga manfaat utama penggunaan analisis AMMI yaitu:
- Pertama analisis AMMI dapat digunakan sebagai analisis pendahuluan
untuk mencari model yang lebih tepat. Jika tidak ada satupun komponen
yang nyata maka pemodelan cukup dengan pengaruh aditif saja.
Sebaliknya jika hanya pengaruh ganda saja yang nyata maka pemodelan
sepenuhnya ganda, berarti analisis yang tepat adalah analisis komponen
utama saja. Sedangkan jika semua komponen interaksi nyata berarti
pengaruh interaksi benar-benar sangat kompleks, tidak memungkinkan
dilakukannya pereduksian tanpa kehilangan informasi penting.
- Manfaat kedua dari analisis AMMI adalah untuk menjelaskan interaksi
genotipe dan lingkungan. AMMI dengan biplotnya meringkas pola
hubungan antar genotip, antar lingkungan, dan antara genotipe dan
lingkungan.
- Kegunaan ketiga adalah meningkatkan keakuratan dugaan respon interaksi
genotipe x lingkungan. Hal ini terlaksana jika hanya sedikit komponen
AMMI saja yang nyata dan tidak mencakup seluruh jumlah kuadrat
interaksi. Dengan sedikitnya komponen yang nyata sama artinya dengan
menyatakan bahwa jumlah kuadrat sisanya hanya galat (noise) saja.
Dengan menghilangkan galat ini berarti lebih memperakurat dugaan
respon dari interaksi genotipe x lingkungan.
Gambar 5. Perkembangan model analisis GxE dengan AMMI
b. Bioplot
Analisis AMMI di atas dapat menjelaskan interaksi galur dengan lokasi.
Dalam menyajikan pola tebaran titik-titik genotipe dengan kedudukan relatifnya
pada lokasi maka hasil penguraian nilai singular diplotkan antara satu komponen
genotipe dengan komponen lokasi secara simultan. Penyajian dalam bentuk plot
yang demikian disebut biplot. Biplot AMMI meringkas pola hubungan antar
galur, antar lingkungan, dan antara galur dan lingkungan. Biplot tersebut
menyajikan nilai komponen utama pertama dan rataan. Biplot antara nilai
komponen utama kedua dan nilai komponen utama pertama bisa ditambahkan jika
komponen utama kedua tersebut nyata. Dengan demikian analisis AMMI dapat
meningkatkan keakuratan dugaan respon interaksi galur dengan lingkungan.
Interpretasi biplot nilai komponen pertama dan rataan respon terutama
untuk titik-titik sejenis. Jarak titik-titik amatan berdasarkan sumbu datar
menunjukkan perbedaan pengaruh utama amatan-amatan tersebut. Jarak titik-titik
amatan berdasarkan sumbu tegak menunjukkan perbedaan pengaruh interaksinya
atau perbedaan kesensitifannya terhadap lokasi. Sedangkan interpretasi untuk
titik-titik sejenis yang diperoleh dari biplot nilai komponen utama kedua dan nilai
komponen utama pertama merupakan jarak titik-titik amatan yang menunjukkan
perbedaan interaksi. Interpretasi titik-titik amatan yang berlainan jenis biplot nilai
komponen utama kedua dan nilai komponen utama pertama menunjukkan jenis
interaksi antar titik-titik amatan. Titik-titik amatan yang mempunyai arah sama
menunjukkan berinteraksi positif (saling menguatkan) dan titik-titik yang berbeda
arah menunjukkan berinteraksi negatif. Analisis biplot dapat digunakan untuk
menginterpretasikan data uji multilokasi maupun data hubungan antara suatu
gerombol dengan karakter yang mencirikannya (Syukur, et al, 2006). Contoh
grafik analisis biplot adalah sebagai berikut :
Gambr 6. Contoh hasil permodelan AMMI-bioplot
Biplot AMMI2 sebagai alat visualisasi dari analisis AMMI dapat
digunakan untuk melihat genotipe-genotipe stabil pada seluruh lokasi uji atau
spesifik pada lokasi tertentu. Genotipe dikatakan stabil jika berada dekat dengan
sumbu, sedangkan genotipe yang spesifik lokasi adalah genotipe yang berada jauh
dari sumbu utama tapi letaknya berdekatan dengan garis lokasi.
2.2 Penggunaan Interaksi genotip x lingkungan (GxE)
Rekomendasi terhadap genotipe sebagai jenis/varietas tanaman baru untuk
tujuan komersial memerlukan prediksi yang reliabel dan akurat terhadap rata
produksi dari setiap varietas pada berbagai lingkungan serta pengetahuan yang
memadai tentang interaksi genotipe dan lingkungan.
Dalam kegiatan pemuliaan tanaman, adanya interaksi GxE menyebabkan
nilai duga parameter genetik menjadi bias, sehingga seleksi menjadi tidak efektif.
Selain itu genotipe yang dimaksud gagal menunjukkan konsistensi penampilan
relatifnya antar lingkungan (ruang-waktu). Akibat dari hal tersebut adalah :
Sukar memutuskan genotipe-genotipe yang akan diikutkan dalam program
seleksi selanjutnya
Sukar memutuskan fenotipe yang akan dilepas sebagai varietas unggul
Galur-galur harapan dapat tersingkir dalam proses seleksi
Interaksi GxE dalam pemuliaan dikenal dengan istilah adaptasi dan
stabilitas. Stabilitas merupakan kemantapan dalam waktu sedangkan adaptabilitas
adalah kemantapan dalam ruang. Untuk pengujian statistika, keduanya
menggunakan istilah stabilitas. Analisis stabilitas diperlukan untuk mencirikan
keragaan genotipe di berbagai lingkungan dan membantu pemulia tanaman dalam
memilih genotipe unggul. Stabilitas dan adaptabilitas suatu genotipe penting
untuk diperoleh karena varietas hasil rakitan pemulia tanaman, akan ditanam
petani pada lingkungan yang berbeda-beda, sehingga perlu varietas yang adaptif:
untuk mengurangi resiko petani yang mungkin timbul akibat perubahan
lingkungan yang tidak dapat diramalkan.
Berdasarkan konsep stabilitas tersebut, maka arah tujuan program
pemuliaan tanaman akibat adanya interaksi G*E adalah memperoleh genotipe
berdaya hasil tinggi dan stabil pada lingkungan luas (adaptasi luas) atau genotipe
berdaya hasil tinggi pada lingkungan tertentu (adaptasi lokal).
2.3 Analisis interaksi genotip x lingkungan (GxE)
Interaksi genotip x lingkungan dapat dianalisis dengan menggunakan
berbagai pendekatan tergantung pada rancangan yang digunakan baik berupa
rancangan kombinasi lingkungan ataupun rancangan berdasarkan silsilah
keturunan.
2.3.1 Percobaan pada berbagai kombinasi lingkungan (lokasi dan musim)
Tabel 3. Nilai harapan percobaan berbagai kombinasi lokasi dan musim
No.
Sumber keragaman
Derajat bebas
Kuadrat tengah
Nilai harapan
1 g genotip dalam satu lokasi dan satu musimUlangan (r-1)Genotip (g-1) M2 e + r(g+gl+glm)Galat (r-1)(g-1) M1 eTotal (rg-1)
2 g genotip dalam satu lokasi dan m musimMusim (m-1)Ulangan/M m(r-1)Genotip (g-1) M3 e + r(gm +gml) +
rm(g +gl)GxM (g-1)(m-1) M2 e + r(gm +gml)Galat m(r-1)(g-1) M1 eTotal (mrg-1)
3 g genotip dalam l lokasi dan satu musimLokasi (l-1)Ulangan/L l(r-1)Genotip (g-1) M3 e + r(gl +gml) +
rl(g +gm)GxL (g-1)(l-1) M2 e + r(gl +gml)Galat l(r-1)(g-1) M1 eTotal (lrg-1)
4 g genotip dalam l lokasi dan m musimLokasi (l-1)Musim (m-1)LxM (l-1)(m-1)Ulangan/LM (r-1)lmGenotip (g-1) M5 e + rgml + rlgm + rmgl
+ rmlgLxG (l-1)(g-1) M4 e + rgml + rmglMxG (m-1)(g-1) M3 e + rgml + rlgmLxMxG (l-1)(m-1)
(g-1)M2 e + rgml
Gx Ulangan/LM
(g-1)(r-1)lm M1 e
Total (mlrg-1)(Syukur et al., 2012)
2.3.2 Percobaan berdasarkan silsilah keturunan genotip uji
2.3.2.1 Pengujian dua arah
Pengujian dua arah dilakukan untuk menganalisis sejumlah individu dalam
m famili yang terdiri dari c individu dan n lingkungan mikro berbeda. Persamaan
umum untuk pengamatan nilai Xijk adalah:
Xijk= µ + gi + epj + (gep)ij + etijk
Xijk = hasil pengukuran pada genotip ke i dalam ulangan ke k dan pada
lingkungan ke j
µ = adalah nilai tengah umum
gi = adalah genotip ke i (1,2,3.....m)
epj = adalah pengaruh lingkungan ke j (1,2,3....n)
(gep)ij = adalah pengaruh interaksi antara genotip ke i dan lingkungan ke j
etijk = adalah pengaruh sisa atau pengaruh lingkungan mikro
sementara itu apabila individu-individu uji adalah galur-galur isogenik, half-sib,
dan full-sib maka dapat diuji dengan menggunakan analisis interaksi berikut:
2.3.2.1.1 Galur isogenik
Galur isogenik adalah kelompok atau populasi tanaman dalam satu
varietas yang perbedaannya sangat kecil yaitu ada pada satu atau sejumlah kecil
alel. Misalnya, dua galur isogeik varietas padi yang keduanya memiliki komposisi
sama kecuali pada karakter seperti panjang malai. Kedua galur isogenik tersebut
berasal dari hasil silang balik dengan tetua asal yang memiliki karakter tersebut.
Tabel 4. Anova analisis keragaman galur isogenik
Sumber keragaman db KT E(KT)Galur (G) m-1 M1 t
cGpncG
Lingkungan (E) n-1 M2 t cGp
mcp
GxE (m-1)(n-1) M3 t cGp
Galat mn(c-1) M4 t
Total mnc-1
2.3.2.1.2 Saudara tiri (Half sip)
Famili saudara tiri adalah famili hasil keturunan dari persilangan satu
betina dengan beberapa jantan yang berbeda. Setiap hasil persilangan
menghasilkan beberapa individu dalam satu famili sedangkan antar famili disebut
sebagai saudara tiri. Persamaan yang dapat dibuat sebagai model adalah:
Xijk= µ + si + epj + (sep)ij + etijk
Xijk = hasil pengukuran pada genotip ke i dalam ulangan ke k dan pada
lingkungan ke j
µ = adalah nilai tengah umum
si = adalah pengaruh umum tetua jantan terhadap semua anggota famili ke
i (1,2,3.....m)
epj = adalah pengaruh lingkungan ke j (1,2,3....n)
(sep)ij = adalah pengaruh interaksi antara si dan lingkungan ke j
etijk = adalah pengaruh sisa atau pengaruh lingkungan mikro
Betina Jantan Famili StatusA 1 A1 A1 dan A2, B1 dan B2 adalah
saudara tiri, karena berasal dari satu betina dan dua jantan berbeda.
2 A2B 1 B1
2 B2Analisis yang dapat dilakukan dengan menggunakan anova yaitu:
Tabel 5. Anova analisis keragaman galur saudara tiri
Sumber keragaman
Db KT E(KT)
Jantan/ Sire m-1 M1 w cKhsGp
ncS
Lingkungan n-1 M2 w cKhsGp
mcp
SxE (m-1)(n-1) M3 wcKhsGp
Deviasi mn(c-1) M4 w
Total mnc-1Cov(HS)Ep= s
EpkHSGEp
Cov(HS)Ep= pw
kHS= ½ Cov(HS)Ep
sCov(HS)
Sehingga, h2= 4 s s Ep k HS GEp+w
2.3.2.1.3 Saudara kandung (full sip)
Famili saudara kandung adalah famili hasil keturunan dari persilangan satu
jantan dengan beberapa betina yang berbeda. Setiap hasil persilangan
menghasilkan beberapa individu dalam satu famili sedangkan antar famili disebut
sebagai saudara kandung. Persamaan yang dapat dibuat sebagai model adalah:
Xijk= µ + di + epj + (dep)ij + etijk
Xijk = hasil pengukuran pada genotip ke i dalam ulangan ke k dan pada
lingkungan ke j
µ = adalah nilai tengah umum
di = adalah pengaruh umum tetua betina terhadap semua anggota famili ke
i (1,2,3.....m)
epj = adalah pengaruh lingkungan ke j (1,2,3....n)
(dep)ij = adalah pengaruh interaksi antara di dan lingkungan ke j
etijk = adalah pengaruh sisa atau pengaruh lingkungan mikro
Jantan Betina Famili StatusA 1 A1 A1 dan A2, B1 dan B2 adalah
saudara kandung, karena berasal dari satu jantan dan dua betina berbeda.
2 A2B 1 B1
2 B2Analisis yang dapat dilakukan dengan menggunakan anova yaitu:
Tabel 6. Anova analisis keragaman galur saudara kandung
Sumber keragaman
Db KT E(KT)
Betina/Dam f-1 M1 w cKfsGp
ncd
Lingkungan n-1 M2 w cKfsGp
fcp
SxE (f-1)(n-1) M3 wcKfsGp
Deviasi fn(c-1) M4 w
Total fnc-1Cov(FS)Ep= d
EpkFSGEp
Cov(HS)Ep= pw
kFS= ½ Cov(FS)Ep
dCov(FS)
Sehingga, h2= 2 dG Ep k FS GEp+w
2.3.3 Pengujian dengan hirarki
Metode pengujian dengan hirarki adalah pengujian dengan asumsi hasil
persilangan jantan/ sire (s) dengan betina/ dam (d) berbeda menghasilkan
sejumlah keturunan yang ditanam pada t lingkungan. Model statistik yang dapat
dibuat adalah sebagai berikut:
Xijkl= µ + + si + dij + epk + (sdep)ijk + etijkl
Xijkl = hasil pengukuran hasil persilangan jantan i dengan betina ke j dalam
ulangan ke k dan pada lingkungan ke l
µ = adalah nilai tengah umum
si = adalah pengaruh umum tetua jantan terhadap semua anggota famili ke
i (1,2,3....s)
dij = adalah pengaruh umum tetua betina terhadap semua anggota famili
ke j (1,2,3.....m)
epk = adalah pengaruh lingkungan ke k (1,2,3....n)
(sdep)ij = adalah pengaruh interaksi si dan dij dengan lingkungan ke j
etijkl = adalah pengaruh sisa atau pengaruh lingkungan mikro
Jantan Betina1 2 3 4
A A1 A2 A3 A4B B1 B2 B3 B4C C1 C2 C3 C4D D1 D2 D3 D4
Analisis yang dapat dilakukan dengan menggunakan anova yaitu:
Tabel 7. Anova analisis keragaman hirarki
Sumber keragaman
Db KT E(KT)
Jantan/ Sire s-1 M1 wrld
rdls
Betina/Jantan(Dam/Sire)
s(d-1) M2 wrld
Lingkungan l-1 M3 w rsde
psdrp
Jantan-betina xE (sd-1)(l-1) M4 wrsde
p
Deviasi Sdl(r-1) M5 w
Total Sdlr-1
Cov(FS)Ep= sd
EpkFSGEp
Cov(FS) = sd
Cov(HS) = s
d Cov(FS) - Cov(HS)
Sire : h2=
4 s s d+ Ep sd Ep+ w
Dam :h2=
4 d s d+ Ep sdEp+w
SxD: h2=
2(s+d ) s d+ Ep sdEp+w
KESIMPULAN
Interaksi genotip x lingkungan (GxE) dapat digunakan oleh pemulia
tanaman untuk mengembangkan varietas unggul baru yang spesifik lungkungan
ataupun varietas yang dapat beradaptasi luas. Hal ini dapat terlihat dari bentuk
interaksi genotip x lingkungan, apabila interaksi GxE tinggi maka varietas dapat
dikembangkan sebagai varietas yang spesifik lokasi, sementara apabila interaksi
GxE rendah maka dapat dikembangkan menjadi varietas beradaptasi luas.
Terdapat beberapa model untuk menggambarkan pendugaan stabilitas
hasil interaksi antara genotipe dengan lingkungan, yaitu analisis ragam, analisis
regresi (Finlay dan Wilkinsons, Eberhart dan Russel, dan Perkins dan Jinks) dan
teknik multivariat (AMMI).
Interaksi genotip x lingkungan dapat dianalisis dengan menggunakan
berbagai pendekatan tergantung pada rancangan yang digunakan baik berupa
rancangan kombinasi lingkungan (satu musim satu lokasi, satu musim banyak
lokasi, banyak musim satu lokasi, dan banyak musim banyak lokasi) ataupun
rancangan berdasarkan silsilah keturunan (galur isogenik, famili saudara tiri,
famili saudara kandung dan famili hirarki).
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, Erlina dan Prapto Yudono. 2003. Keragaan Stabilitas Hasil Bawang Merah. Ilmu Pertanian Vol. 10 No. 2, 2003 : 1-10
Anonymous. 2014. Galur Isogenik. Available at: http://tokoilmulo.blogspot.com/ 2014/09/jenis-jenis-pemuliaan-pada-tanaman.html
Anonymous. 2014. Pengujian Stabilitas dan Adaptabilitas Genotip Interaksi Genotipe x Lingkungan. Available at: http://pttipb.wordpress.com/ category/10-pengujian-stabilitas-dan-adaptabilitas-genotipe-interaksi-ge/
Basuki, N. 2005. Genetika Kuantitatif. Unit Penerbitan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang
Hasni, Dita., M. Anwar, dan Ernawati Sembiring. 2011. Regresi dan Korelasi. Magister Biomedik, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara, Medan
Sumertajaya, I.M., 2007. Analisis Statistik Interaksi Genotipe dengan Lingkungan. Departemen Statistika, Fakultas Matematika dan IPA, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Syukur, M., Sriani S., dan Rahmi Y. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta