bismillah makalah kalut sulfida.docx
-
Upload
arniati-labanni -
Category
Documents
-
view
293 -
download
4
Transcript of bismillah makalah kalut sulfida.docx
MAKALAH INDIVIDUKIMIA ANALISIS LINGKUNGAN LAUT
PENENTUAN KADAR SULFIDADALAM AIR LAUT
NAMA : ARNIATI LABANNI’NIM : H31110006KELOMPOK : 2 (DUA)
JURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Negara Indonesia merupakan megara maritim yang terdiri dari ribuan pulau.
70% dari seluruh wilayah Indonesia merupakan lautan. Laut ini memiliki sifat-sifat
meliputi kedalaman, salinitas, kandungan kimia, arus, aktifitas biologis, dan lain
sebagainya. Salah satu hal yang paling penting dari laut adalah kandungan senyawa
kimianya.
96,5 % dari air laut merupakan air murni serta 3,5% merupakan zat lain. Zat
lain tersebut bisa berupa zat tersuspensi dan zat terlarut, dimana zat terlarut bisa
berupa logam-logam berat, mineral, garam-garam anorganik, senyawa organik, gas
terlarut, dan lain sebagainya. Gas-gas terlarut ini meliputi O2, CO2, N2, dan H2S.
Dalam makalah ini, yang akan saya bahas yakni mengenai kandungan gas hidrogen
sulfida (H2S) di dalam air laut terutama bagaimana cara penentuan kadarnya.
Hidrogen sulfida, dengan rumus kimia H2S, merupakan suatu senyawa kimia
yang berbentuk gas. Dalam air laut, gas H2S bersifat toksik dan dapat mengganggu
keberlangsungan hidup organisme laut.
Untuk lebih memahami tentang penentuan kadar sulfida dalam air, maka saya
mengambil salah satu contoh jurnal yang berkaitan dengan penentuan kadar sulfida
dalam air laut yang berjudul Direct Ultraviolet Spectrophotometric Determination of
Total Sulfide and Iodide in Natural Waters atau Penentuan kadar total sulfida dan
iodida dalam air dengan menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet. Jurnal ini
diterbitkan tahun 2001 dan dan didasarkan pada penelitian yang telah dilakukan.
BAB II
ISI
Sulfida merupakan salah satu gas terlarut di dalam air laut. Di dalam air,
sulfida berada dalam kesetimbangan dalam 3 bentuk senyawa yakni H2S, HS-, dan
S2-. Sulfida berasal dari oksidasi zat organik oleh bakteri Desulfovifrio desulfuricant.
Dalam menguraikan/mengoksidasi senyawa organik dibutuhkan oksigen bebas (O2),
namun oksigen bebas ini bersifat langkah sehingga digunakan oksigen yang terikat
pada senyawa sulfat SO42-, sehingga terjadi reduksi ion SO4
2- menjadi S2-. Dari reaksi
reduksi ini kemudian dihasilkan sulfida, dalam hal ini hidrogen sulfida (H2S).
2 CH2O + H2SO4 2 CO2 + 2 H2O + H2S
Selain itu, sulfida juga bisa berasal dari zat-zat organik yang masuk ke dalam
laut, contohnya hidrokarbon. Pembakaran bahan bakar hidrokarbon menghasilkan
sulfida. Hal ini yang menyebabkan kadar sulfida di derah tropis lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah nontropis karena adanya aktifitas pembakaran
hidrokarbon untuk menghasilkan minyak bumi. Selain itu, H2S juga berasal dari
limbah-limbah industri dan aktifitas perkotaan.
H2S merupakan asam lemah. Keberadaan senyawa ini sangat tergantung pada
pH, dimana air laut bersifat basa dengan pH > 7 sehingga sulfida dalam air laut
umumnya berbentuk HS-. H2S bersifat racun bagi organisme perairan. Di dalam air
laut, H2S bersifat lebih beracun dibandingkan dengan H2S di dalam air tawar dengan
pH lebih kecil dari 7. H2S bisa dijadikan sebagai indikator tercemarnya suatu
perairan, dimana semakin besar kadar H2Snya artinya semakin banyak pencemar,
limbah, dan zat-zat organik yang ada di dalam perairan, sehingga semakin banyak
kandungan H2Snya, dan tentunya akan semakin mengganggu ekosistem karena
bersifat toksik terhadap organisme laut.
Konsentrasi atau kadar sulfida di dalam air laut bisa ditentukan dengan
metode spektrofotometri.metode ini didasarkan pada pengukuran panjang gelombang
sampel berdasarkan pembentukan warna biru, dalam hal ini disebut metode metilen
biru yang diperkenalkan oleh Fisher pada tahun 1883.
Pada metode ini, mula-mula senyawa metilen biru dibentuk melalui reaksi antara
N,N-dimetil-p-fenilen diamin dengan HCl dengan bantuan FeCl3 sebagai katalis,
sehingga terbentuk kompleks metilen biru. Kemudian bereaksi dengan H2S pada
sampel air laut sehingga terbentuk kompleks yang berwarna biru. Intensitas warna
biru dengan panjang gelombang tertentu sebanding dengan kadar gas hidrogen sulfida
di dalam sampel air laut. Dengan menggunakan spektrofotometer uv-vis kemudian
diukur absorbansi dari sampel pada panjang gelombang maksimum. Kemudian
dibuatkan grafik antara absorbansi dan konsentrasi, lalu ditentukan persamaan garis
regresinya.
y = ax + b
dengan y adalah absorbansi, a adalah slope, b adalah intersep, dan x adalah
konsentrasi. Dari persamaan garis tersebut kemudian bisa ditentukan konsentrasi dari
hidrogen sulfida di dalam sampel berdasarkan nilai absorbansinya.
Salah satu contoh jurnal yang membahas tentang penentuan kadar sulfida di
dalam air laut adalah jurnal terbitan tahun 2001 yang berjudul “Direct Ultraviolet
Spectrophotometric Determination of Total Sulfide and Iodide in Natural Waters”
atau Penentuan kadar total sulfida dan iodida dalam air dengan menggunakan metode
spektrofotometri ultraviolet. Menurut jurnal ini, teknik atau metode penentuan kadar
sulfida di dalam air laut bisa dilakukan dengan beberapa cara yakni metode
kolorimetri dengan metilen biru, nitroprusida, dan nitrilotriasetat dan besi. Beberapa
jenis metode elektrokimia dengan menggunakan potensiometri, voltametri, dan
emperometri telah dilakukan untuk menentukan spesi sulfida. Sedangkan jurnal ini
menggunakan deteksi spektrofotometri ultraviolet dari ion bisulfida di dalam sampel
air untuk menentukan konsentrasi total dari bisulfida. Metode ini didasarkan pada
teori bahwa hidrogen sulfida dapat menyerap cahaya ultraviolet. Konsentrasi dari
bisulfida ini ditentukan melalui pengukuran absorbsi pada panjang gelombang 214
hingga 300 nm.
1. Metodologi penelitian
a. Reagen
Standar bisulfida disiapkan dengan 250 mL air di dalam botol aspirator gelas
500 mLyang dioksigenasi dengan gas N2 selama satu jam. Na2S. 9H2O dibilas
dengan DW untuk menghilangkan sodium sulfit kemudian kristal diseka/dilap
dengan untuk menghilangkan airnya, kemudian ditimbang sebanyak 6 gram,
yang kemudian ditambahkan ke dalam air yang sudah dioksigenasi untuk
mendapatkan 100 mL larutan. Aspirator gelas kemudian disegel untuk
menghindari kontak dengan oksigen. Kemudia distandarisasi dengan titrasi
iodometri. Reagen yang digunakan untuk pengukuran dengan metode metilen
biru adalah N,N-dimethyl-p-phenylenediamine dihydrochloride
((CH3)2NâC6H4âNH2â2HCl, Aldrich, 0.48 gram dalam 100 mL HCl 6 M.
kedua reagen ditempatkan dalam botol polietilen coklat. Reagen ini harus dihaja
dari cahaya dan dimasukkan dalam refrigerator agar tetap tahan selama
berbulan-bulan.
b. Sampling dan preparasi sampel
Sampel diambil dari perairan Seaside, Monterey County, CA, dalam botol
polietilen yang diisi hingga penuh dan ditutup. Sampel tidak perlu disaring atau
diencerkan karena akan dianalisis dengan UV. pH sampel sekitar 7,7 – 8,0.
Sulfida total juga diukur degan metode metilen biru, sedangkan nitratnya
ditentukan dengan pengukuran kolorimetri setelah direduksi menjadi nitrat.
Selain menganalisis air dari perairan, pada jurnal ini juga dilakukan analisis
terhadap cairan hasil aktifitas vulkanik yang diambil pada kedalaman 1500 m
dengan menggunakan alat tertentu, kemudian disaring untuk menghilangkan
partike-partikel tersuspensi. Kemudian ditambahkan dengan amonium
hidroksida (NH4OH) 0,44 M, dengan pH<7 menjadi sekitar 8,0, yang kemudian
diencerkan, yang nantinya juga akan dianalisis dengan metode metilen biru.
Selain kedua jenis sampel air tersebut, juga diambil sampel sedimen air tanah
dari Elkhorn Slough National Estuarine Research Reserve, Monterey Bay.
Diperoleh 3 sampel dari tempat yang berbeda-beda yang diisi dengan gas N2.
Tabung sentrifugasi kemudian diisi dengan sampel tadi yang masih berupa
lumpur. Tabung yang disegel tersebut kemudian disentrifugasi selama ~30
menit dengan kecepatan 2500 rpm untuk memisahkan air tanahnya. Kemudian
disaring dengan kertas saring 0,45 μm. Sampel kemudian dianaliss dengan
metode metilen biru dan dengan UV.
c. Peralatan
Untuk mendapatkan data absorbansi dari 200 nm hingga 400 nm, digunakan alat
Hewlett-Packard HP 8452A diode array spektrofotometer dengan resolusi 2nm.
Sampel air perairan dan air tanah diukur absorbansinya dengan kuvet kuarsa.
Sampel vent (yang berasal dari aktifitas vulkanik diukur dengan kuvet alir
Hellma 1cm dengan windows Suprasil I. Semua data absorbansi disimpan
dengan estimasi generalisasi komputer dari konsentrasi bisulfida di dalam
sampel. Perkin-Elmer Elan 6000 IC MS digunakan untuk menentukan total
iodine dalam sampel. Sampel diencerkan hingga 250 kali dengan HNO3 1%
supermurni sebelum dianalisis dengan ICPMS.
2. Hasil dan Pembahasan
Spektrum dari larutan dengan konsentrasi sulfide total 50 μM pada pH 8
menunjukkan puncak pada daerah 230 nm (figure 1b). Absorbansi 230 nm pada
larutan yang mengandung total sulfide 115 μM ditunjukkan pada pH tertentu
(figure 1b). Nilai absorbansi sangat dipengaruhi oleh pH. Persentasi dari sulfide
total sebagai HS- pada masing-masing sampel yang dihitung dengan nilai pK1
sebesar 6,60 pada air laut pada suhu 250C juga ditunjukkan pada grafik.
Kesamaan antara dua garis tersebut menggambarkan bahwa ion bisulfida
merupakan spesi primer yang sangat mempengarhi absorbsi UV pada H2S.
spektrum yang lebih lemah dapat dilihat pada larutan asam karena adanya H2S
yang terdisosiasi (figure 1a). dominansi HS- pada absorpsi UV menunjukkan
kisaran pH optimum untuk pengukuran konsentrasi sulfida total dengan UV
adalah pada pH 8,0 sampai 9,0, dimana HS- > 95% dari semua total sulfida.
Spektrum ini akan lebih rumit di atas pH 9 dengan adanya absorbansi
polisulfida yang juga manyerap pada daerah UV.
Spektra absorbansi UV untuk beberapa senyawa lain juga ditunjukkan pada
grafik 1a seperti bromide, nitrat, nitrit, dan iodide yang memunjukkan puncak
pada panjang gelombang 204, 202, 210, dan 226 nm. Namun hal ini tidak akan
kita bahas pada makalah ini karena kita hanya fokus pada penentuan kadar
sulfida.
Puncak pada spektrum larutan bisulfida bisa diselesaikan dari spektra ion lain
selain I-. konsentrasi total dari iodin adalah <1 μM dalam air laut, dimana hal ini
tidak cocok untuk digunakan dalam penentuan kadar bisulfida dalam jumlah
yang mikro. Penelitian terdahulu telah melakukan studi dan menemukan bahwa
spektrum dari material organik yang terlarut di dalam air laut dapat dimodelkan
sebagai sebagai suatu fungsi eksponensial.
Absorbansi dari suatu sampel merupakan jumlah absorbansi dari komponen-
komponennya
Dimana € adalah absortivitas molar dari spesies yang tersubskripsi pada panjang
gelombang λ, dan L adalah lebar medium. Penjumlahan dari komponen (j)
mewakili semua kombinasi yang mungkin dari ion anorganikselain HS- yang
mungkin ada di dalam sampel. Intersep (b) dan slope (b) mewakili absorbsi dari
zat-zat organik dalam sampel air laut. Kemudian c mungkin ditambahkan untuk
memenuhi offset spektral untuk dimasukkan dalam proses.
Persamaan 1, pada prinsipnya dapat digunakan untuk menentukan HS -, NO3-,
Br-, I-, dan komponen lainnya.
Sulfida dalam sampel air
Sampel air mewakili sampel alam yang paling sederhana yang diuji. Sampel ini
mengandung sedikit ion halida. Absorbansi dari semua sampel kurang dari 1,0
pada panjang gelombang 214 nm. Grafik 2 menunjukkan spektrum absorbansi
dari sampel dan spektrum kompenen yang telah ditentukan dengan regresi dari
persamaan 1 pada kisaran panjang gelombang 220 sampai 300 nm. Batasan
deteksi (3 x standar deviasi) untuk 15 analisis bisulfida dari sampel perairan
adalah 0,6 μm. Meskipun penentuan kadar hidrogen sulfida ditemukan dalam
setiap sampel, konsentrasi total sulfida di atas ditemukan bahwa batas deteksi
hanya ditemukan di salah satu sampel, baik itu dengan metode ultraviolet
(1,7 μm) maupun metode metilen biru (1,3 μm) (grafik 2).
Sulfida, Nitrat, dan Bromide dalam Dampel Air Hidrotermal
Spektrum dari sampel fluida hidrotermal lebih kompleks daripada sampel air
biasa dari suatu perairan. Tingginya konsentrasi bromide dalam air laut
(~850 μM) dan konsentrasi total dari sulfida yang tinggi ditunjukkan oleh
absorbansi yang lebih besar daripada 1,0. Sampel air hidrotermal dibagi menjadi
2 kelompok, dimana salah satunya mengandung total sulfida yang rendah
( A<1,0 pada λ=230 nm dan pH 8) dan yang lain dengan konsentrasi total
sulfida yang tinggi (A ≥ 1,0 pada λ 230 nm dan pH 8). Persamaan 1 dapat
langsung digunakan pada sampel dengan kadar bisulfida yang rendah.
Sedangkan untuk konsentrasi bisulfida yang rendah digunakan model bisulfida
DOC sebagai satu-satunya konstituen. Diagram 3a menunjukkan spektrum
absorbansi dari sulfida dengan konsentrasi yang rendah yang telah ditentukan
dengan regresi multipel dari sampel dari 214 sampai 300 nm. Sedangkan
spektrum absorbansi dengan konsentrasi sulfia yang tinggi yang ditentukan
dengan regresi nonlinear yaitu pada panjang gelombang 246 sampai 300 nm
ditunjukkan pada diagram 3b.
Konsentrasi bisulfida pada air hidrotermal ditentukan dengan metode ultraviolet
dan kemudian dibandingkan dengan penentuan dengan metode metilen biru
pada diagram 4. Konsentrasi yang tinggi dari suatu sampel dapat dianalisis
dengan metode ultraviolet tanpa pengenceran. Pengenceran tidaklah mungkin
untuk diakukan pada metode metilen biru. Standar deviasi dari pengukuran
bisulfida adalah 0,26 μM, yang memberikan deteksi limit (3 SD) pada 0,8 μM.
Selain itu juga ditentukan kadar sulfide pada sampel air tanah dengan metode ultraviolet dan diperoleh diagram spectrum berikut:
Diagram tersebut menunjukkan adanya peak di dekat 260 nm pada sampel
dengan konsentrasi total sulfide sebesar 20,8 μM.
Selain itu, juga ditentukan kadar senyawa lain di dalam sampel melalui analisis
dengan ultravolet seperti I- dengan diagram spektru seperti di bawah ini:
Diagram spectrum di atas merupaka spectrum ultraviolet untuk analisis
kandungan I- pada sampel. Namun dalam makalah ini hanya membahas
mengenai penentuan kadar sulfide sehingga tidak akan dibahas mengenai
kandungan I- dalam sampel.
Jurnal tersebut di atas telah membahas mengenai penentuan kadar sulfida dan
beberapa senyawa lain dalam sutu perairan. Jurnal tersebut didasarkan pada penelitian
yang telah dilakukan, dimana dilakukan analisis terhadap tiga jenis contoh yaitu air
biasa di perairan, air tanah, dan air hidrotermal sebagai akibat dari aktifitas vulkanis.
Analisis tersebut dilakukan dengan dua metode yakni metode metilen biru dan
metode ultraviolet sehingga diperoleh kadar total sulfida pada masing-masing jenis
sampel.
Jika dirangkumkan, maka proses analisis sulfida contoh air dapat dilakukan
dengan prosedur berikut:
1. Masukkan water sampler secara vertikal dan pelan2 ke dalam air laut. Setelah
semua water sampler berada di dalam air, tutup water sampler
2. Isi botol BOD dengan contoh air melalui selang plastik.
3. Tutup botol BOD pelan-pelan.
4. Buka tutup botol.
5. Tambahkan pelan-pelan 0,50 mL N,N-dimetil-p-fenilen diamin dan 0,50 mL
FeCl3. Ujung piprt harus sampai ke dasar botol.
6. Tutup kembali botol BOD dengan pelan-pelan. Hindari adanya gelembung
udara.
7. Kocok dengan cara membolak-balik botol BOD sebanyak 15 kali.
8. Biarkan selama 60 menit alam tempat gelap.
9. Ukur absorbansinya pada panjang gelombang 670 nm.
Penentuan kadar sulfida dalam suatu perairan tidaklah semudah yang
dibayangkan. Penentuan kadar sulfida di dalam air laut bukan hanya melalui proses
yang biasa-biasa saja mulai dari pengambilan sampel air, pengawetan, pengangkutan
ke laboratorium, hingga mencampurnya dengan reagen dan menggunakan alat
spektrofotometri untuk menentukan kadarnya. Ternyata ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam menentukan kadar sulfida dalam air laut. Dalam analisis, sangat
dibutuhkan ketelitian serta kehati-hatian karena ada beberapa hal yang mungkin
dianggap sepeleh namun ternyata sangat mempengaruhi hasil akhir analisis.
Kesalahan ini bisa menyebabkan lost (kadar sulfida > kadar sebenarnya) atau
contamination (kadar sulfida > kadar sebenarnya). Kesalahan-kesalahan tersebut bisa
berasal dari beberapa aspek, secara natural dari alam, maupun karena perlakuan-
perlakuan yang diberikan, mulai dari pengambilan sampel, hingga pada pengukuran
absorbansi. Namun ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menghindari
kesalahan tersebut sehingga tidak ada pengaruh terhadap hasil akhir analisis. Berikut
diuraikan beberapa sumber kesalahan dalam penentuan kadar sulfida serta cara
mengatasinya.
1. Penggunaan tempat contoh air, dimana botol dengan model tutup diputar tidak
dapat diisi penuh dengan air. Masuknya udara ke dalam botol akan
mendorong proses penguapan H2S, sehingga kadar sulfida > kadar sebenarnya
(lost).
Maka untuk menghindari kesalahan tersebut, digunakan botol BOD atau botol
yang dirancang khusus untuk analisis sulfida, dengan penutup botol yang
tidak diputar tapi langsung ditutup.
2. Kadar H2S dalam udara di daerah tropis tinggi sebagai hasil dari pembakaran
bahan bakar hidrokarbon sehingga udara bisa menjadi sumber kontaminasi
yang potensil. Kesalahan bisa terjadi saat pengambilan contoh air, dimana jika
dilakukan pengambilan contoh dengan cara penyidukan maka akan aa udara
yang terperangkap di dalam botol sehingga menyebabkan kadar sulfida > nilai
yang sebenarnya (contaminated).
Maka untuk menghindari hal ini, pengambilan contoh dilakukan dengan
menggunakan water sampler khusus, dimana water sampler dimasukkan ke
dalam air secara vertikal dan perlahan-lahan hingga semua bagian water
sampler masuk ke dalam air dan terisi penuh, kemudian segera ditutup.
3. Penggunaan water sampler yang terbuat dari logam akan bereaksi dengan
sulfida sehingga akan mengurangi kandungan sulfia di dalam sampel dan
kadar yang diperoleh < kadar yang sebenarnya.Untuk menghindari hal ini,
maka digunakan digunakan water sampler yang terbuat dari bahan organik
atau dari bahan gelas yang tidak akan bereaksi dengan sulfida sehingga tidak
akan mempengaruhi hasil analisis.
4. Suhu udara di atas kapal lebih tinggi daripada suhu air laut shingga suhu
contoh akan naik sewaktu tiba di atas kapal dan menyebabkan H2S keluar dari
contoh. Hal ini kemudian menyebabkan hasil analisis < hasil yang
sebenarnya.
Untuk menghindari hal ini, maka saat contoh air tiba di atas kapal, segera
pindahkan ke dalam botol BOD. Namun penunangannya tidaka bisa dilakukan
dengan cara biasa karena dapat menyebabkan H2S menguap. Oleh sebab itu
harus menggunakan selang khusus dari water sampler ke dalam botol BOS.
5. H2S bersifat gas. Kenaikan suhu atau goncangan yang terjadi selama
transportasi menyebabkan sebagian H2S menguap atau keluar dari contoh air
sehingga akan mempengaruhi hasil akhir dimana hasil analisis < kadar yang
sebenarnya dalam contoh air. Oleh sebab itu, sampel air yang diisikan ke
dalam botol BOD harus benar-benar sampai penuh sehingga tidak ada ruang
bagi gas H2S untuk keluar dari contoh air.
6. Air laut umumnya mengandung zat padat tersuspensi yang tentunya akan
memantulkan cahaya sehingga akan ikut terukur pada saat pengukuran
absorbansi. Hal ini menyebabkan nilai absorbansi sampel > nilai absorbansi
yang sebenarnya sehingga kadar sulfida hasil analisis > kadar sebenarnya.
Maka untuk menghindari hal ini, contoh air harus disaring terlebih dahulu
dengan menggunakan kertas saring 0,45 μm
7. H2S bersifat gas. Kenaikan suhu atau goncangan selama transportasi akan
menyebabkan H2S menguap atau keluar dari air contoh. Untuk menghindari
hal ini maka contoh harus segera dimasukkan ke dalam ice box, lalu
didinginkan dengan es batu.
8. Adanya aktivitas mikroorganisme yang mengubah senyawa sulfat (kadarnya
sangat tinggi di dalam air laut yaitu sekitar 2000 ppm) menjadi H2S atau S2-
sehingga menyebabkan kadar sulfida di dalam contoh meningkat dan terjadi
kontaminasi. Untuk menghindari hal tersebut, maka contoh air harus ditaruh
di tempat yang gelap. Bila analisis contoh tidak dapat dilakukan 1 jam setelah
pengambilan maka sampel air harus ditambahkan dengan 1 mL Zn asetat (2N)
/ 50 mL air contoh.
BAB III
KESIMPULAN
Dari semua paparan dan penjelasan dalam makalah ini dapat disimpulkan
bahwa:
1. Sulfida di dalam air laut berasal dari reduksi ion sulfat oleh bakteri
Desulfovifrio desulfuricant) dan penguraian senyawa organik oleh
mikroorganisme.
2. Sulfida dapat dijadikan sebagai indikator tercemarnya suatu perairan
3. Kadar sulfida dalam satu perairan dapat diukur dengan metode
spektrofotometri yakni biru metilen dan dengan metode ultraviolet.
4. Telah dilakukan banyak penelitian salah satunya untuk menentukan kadar
sulfida di dalam air laut, air hidrotermal hasil aktivitas vulkanik, dan air tanah
yang diterbitkan dalam suatu jurnal berjudul “Direct Ultraviolet
Spectrophotometric Determination of Total Sulfide and Iodide in Natural
Water”
5. Dalam menentukan kadar sulfida dalam suatu perairan, harus diperhatikan
sumber-sumber kesalahan yang dapat mempengaruhi hasi akhir dan
menghindari kesalahan tersebut dengan caranya masing-masing, sehingga
diperoleh hasil kadar sulfida yang sesuai dengan kadar sebenarnya.