BIOGRAFI KH. ABDUL KARIM DJAMAK (1926-1996) SKRIPSI Nur Ilham... · 2021. 1. 13. · biografi kh....
Transcript of BIOGRAFI KH. ABDUL KARIM DJAMAK (1926-1996) SKRIPSI Nur Ilham... · 2021. 1. 13. · biografi kh....
-
BIOGRAFI KH. ABDUL KARIM DJAMAK (1926-1996)
SKRIPSI
Oleh:
Muhammad Nur Ilham
I1A116008
PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH
JURUSAN SEJARAH, SENI DAN ARKEOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
-
BIOGRAFI KH. ABDUL KARIM DJAMAK (1926-1996)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora
Program Studi Ilmu Sejarah
Oleh:
Muhammad Nur Ilham
I1A116008
PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH
JURUSAN SEJARAH, SENI DAN ARKEOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
-
vi
MOTTO
“Sesungguhnya dibalik kesulitan terdapat kemudahan.”
(QS. Al-Insyirah: 6)
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
(QS. Al-Baqarah: 286)
“Perhatikan sejarahmu untuk hari esokmu.”
(Prof. Ahmad Mansur Suryanegara)
-
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan mengucap Alhamdulillahirobbil ‘alamin sebagai rasa syukur kepada
Allah SWT yang dengan ridho dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
Dengan bangga skripsi ini ku persembahkan untuk emak tercinta, Nurul Hidayah
dan ayahku Muhammad, serta adikku Muhammad Ferdiansyah Hidayat. Beserta
seluruh keluarga besarku.
Jauza Alifah Meksada yang telah setia menemani dan memberikan semangatnya
kepadaku dari awal hingga akhir penulisan skripsi.
Semua teman-temanku di Ilmu Sejarah angkatan 2016, serta seluruh pihak yang
telah terlibat dalam penyusunan skripsi ini.
-Muhammad Nur Ilham-
-
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas hadirat Allah SWT serta Sholawat dan salam selalu kita
panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari masa
kegelapan kepada dunia yang terang dengan segala kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Atas berkat rahmat dan karunia Allah SWT penulis dapat menyelesaikan
Skripsi yang berjudul Biografi KH. Abdul Karim Djamak (1926-1996). Sebagai
salah satu persyaratan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana
Humaniora.
Dalam kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan rasa syukur kepada
Allah SWT serta rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membimbing,
memberikan semangat serta doa nya sehingga penulis dapat melalui tahapan-
tahapan dalam menyelesaikan skripsi ini, terkhusus penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Drs. H. Sutrisno, M.Sc., Ph.D, selaku Rektor Universitas
Jambi.
2. Bapak Prof. Dr. rer. nat. H. Asrial, M.Si, selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi.
3. Bapak Dr. Supian, S.Ag., M.Ag, selaku Ketua Jurusan Sejarah, Seni,
dan Arkeologi Universitas Jambi.
4. Bapak Abdurrahman, S.Pd., M.A. selaku Ketua Program Studi Ilmu
Sejarah Universitas Jambi.
5. Rasa hormat dan terima kasih penulis ucapkan khusus kepada Bapak Dr.
Supian, S.Ag., M.Ag selaku Pembimbing I dan Ibu Selfi Mahat Putri,
-
ix
S.S., M.A selaku Pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan,
semangat, serta masukan-masukannya dalam penulisan skripsi ini.
6. Tidak lupa pula rasa terima kasih penulis ucapkan kepada para penguji
skripsi, Bapak Abdurrahman, S.Pd., M.A, selaku Penguji I, Bapak
Nirwan Ilyasin, S.Pd., M.Hum, selaku Penguji II, serta Ibu Denny
Defrianti, S.Sos., M.Pd, selaku Penguji III.
7. Serta, seluruh dosen dan staff akademik program studi Ilmu Sejarah
Universitas Jambi yang pernah terlibat dalam perkuliahan.
8. Rasa hormat dan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta yang telah
mendidik dan membesarkan terutama Ibu Nurul Hidayah, S.KM, yang
telah memberikan semangat dan doanya serta ayah Muhammad yang
telah banyak memberikan pelajaran hidup. Terakhir sebagai motivasi
kepada adikku Muhammad Ferdiansyah Hidayat.
9. Serta seluruh anggota keluarga besar dari kedua datuk ku M. Rusli. AR.
dan H. M. Saman, yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
10. Terima kasih kepada Bapak Dr. Ahmad Zuhdi, M.A, dan seluruh
narasumber di Sungai Penuh yang telah bersedia diwawancarai untuk
kepentingan penulisan skripsi ini.
11. Terima kasih kepada Yoanda Ahmad Fahrezi dan keluarga yang telah
menerima dan menemaniku selama melakukan penelitian di Sungai
Penuh.
12. Terima kasih kepada seluruh teman-teman seperjuanganku di Ilmu
Sejarah angkatan tahun 2016.
-
x
Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penulisan skripsi ini, untuk itu kritik serta saran yang membangun dari pembaca
sangat dibutuhkan. Apabila terdapat banyak salah tutur kata ataupun kesalahan
dalam penulisan gelar serta penyampaian dalam penulisan ini terutama terdapat
pihak yang merasa tersinggung dan dirugikan dalam skripsi ini, penulis mohon
maaf yang sebesar-besarnya.
Jambi, November 2020
Penulis,
Muhammad Nur Ilham
NIM. I1A116008
-
xi
DAFTAR ISI
Halaman Persetujuan Pembimbing iii
Halaman Pengesahan iv
Halaman Pernyataan v
Motto vi
Halaman Persembahan vii
Kata Pengantar viii
Daftar Isi xi
Daftar Gambar xiii
Daftar Lampiran xv
Glosarium xvii
Daftar Singkatan xviii
Abstrak xix
BAB I Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Rumusan Masalah 8
1.3 Batasan Masalah 8
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 9
1.4.1 Tujuan Penelitian 9
1.4.2 Manfaat Penelitian 9
1.5 Tinjauan Pustaka 10
1.6 Kerangka Konseptual 12
1.7 Metode Penelitian 13
1.7.1 Heuristik 13
1.7.2 Kritik Sumber 15
1.7.3 Interpretasi 15
1.7.4 Historiografi 16
1.8 Sistematika Penulisan 17
-
xii
BAB II Perkembangan Islam di Kerinci Abad ke-20 19
2.1 Hubungan Minangkabau dan Kerinci 19
2.2 Ulama-ulama dari Minangkabau dan Kerinci 20
2.2.1 Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi 22
2.2.2 Haji Abdul Karim Amrullah 23
2.2.3 Syekh Sulaiman ar-Rasuli 23
2.2.4 Haji Ahmad Faqir al-Kerinci 24
2.2.5 Syekh Muhammad Khatib 25
2.3 Organisasi dan Lembaga Pendidikan Islam 27
BAB III Biografi Abdul Karim Djamak 32
3.1 Kehidupan Awal 32
3.2 Awal Dakwah dan Konsep Ajaran 35
3.3 Perang Kerinci dan Urwatul Wutsqo 37
3.4 Mendirikan Jam’iyyatul Islamiyah 43
BAB IV Peran Abdul Karim Djamak dalam Perkembangan Jam’iyyatul
Islamiyah 49
4.1 Terjun ke Politik 49
4.2 Menghadapi Kontroversi 52
4.3 Perjuangan Akhir 56
4.4 Wafat 62
BAB V Penutup 66
5.1 Kesimpulan 66
Daftar Pustaka 68
Lampiran 74
-
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Surau pertama yang didirikan oleh Abdul Karim Djamak
sebagai tempat mengajar di Tanjung Rawang. 40
Gambar 2. Masjid yang terletak di desa Muaro Air, Kumun Debai yang
didirikan pada tanggal 24 September 1973. 42
Gambar 3. Partai-partai peserta pemilu tahun 1955 yang berjumlah lebih
dari 30 partai untuk memperebutkan 260 kursi DPR dan 520
kursi Konstituante di Parlemen. 43
Gambar 4. Abdul Karim Djamak (sebelah kiri) dan Amir Usman (paling
kanan). 45
Gambar 5. Lambang/logo Jam’iyyatul Islamiyah. 47
Gambar 6. Batu peresmian Masjid Raya Jam’iyyatul Islamiyah di Sungai
Penuh. 48
Gambar 7. KH. Abdul Karim Djamak sedang berorasi didepan jamaahnya
di Palembang, tahun 1977. 50
Gambar 8. KH. Thohir Widjaya (kiri) dan KH. Abdul Karim Djamak
(tengah). 51
Gambar 9. Organisasi masyarakat (Ormas) yang terdaftar secara resmi
dalam Departemen Dalam Negeri sampai Juli 1994. 52
Gambar 10. Sikap Abdul Karim Djamak dalam menanggapi berbagai
tuduhan miring terhadap dirinya dan organisasi Jam’iyyatul
Islamiyah dalam koran Harian Umum Pelita tahun 1994. 54
Gambar 11. KH. Abdul Karim Djamak (kiri) dan Prof. KH. Ibrahim Hosen,
LML (kanan). 57
Gambar 12. Pernyataan Menko Kesra Ir. Azwar Anas dalam koran Suara
Rakyat tanggal 28 September 1994. 60
Gambar 13. KH. Thohir Widjaya (kiri) sedang bersalaman dengan Ir.
Azwar Anas (kanan) disampingnya terlihat KH. Abdul Karim
Djamak. 60
Gambar 14. Pernyataan sikap Menko Kesra Ir. Azwar Anas dan klarifikasi
terhadap tudingan mengajarkan aliran sesat oleh Sekretaris
-
xiv
Jenderal DPP Jam’iyyatul Islamiyah, dr. Aswin Rose dalam
Harian Umum Pelita tanggal 13 Oktober 1994. 62
Gambar 15. Jam’iyyatul Islamiyah syukuri kemenangannya dalam gugatan
di PTUN Palembang dalam Harian Umun Pelita 13 Februari
1996. 63
Gambar 16. Masjid Raya Jam’iyyatul Islamiyah di Sungai Penuh. 64
Gambar 17. Kompleks pemakaman keluarga Abdul Karim Djamak yang
terletak disamping Masjid Raya Jam’iyyatul Islamiyah
(Masjid Hijau). 65
Gambar 18. Makam KH. Abdul Karim Djamak di Sungai Penuh. 65
-
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.1 Silsilah keluarga Abdul Karim Djamak 74
Lampiran 2.1 Rumah kelahiran Abdul Karim Djamak di Tanjung Rawang 75
Lampiran 2.2 Makam orang tua Abdul Karim Djamak di Tanjung Rawang 75
Lampiran 2.3 Abdul Karim Djamak bersama istri dan ibunda 76
Lampiran 2.4 Abdul Karim Djamak dan istri ke 3, Mardiah 77
Lampiran 2.5 KH. Thohir Widjaya, Abdul Karim Djamak, dan dr. Aswin
Rose 78
Lampiran 2.6 Abdul Karim Djamak tahun 1970-an 79
Lampiran 2.7 Abdul Karim Djamak tahun 1990-an 81
Lampiran 3.1 Ikhtisar Tentang KH. Abdul Karim Djamak 81
Lampiran 4.1 Sertifikat Baiat Partai Syarikat Islam Indonesia tahun 1964 85
Lampiran 4.2 Surat Keterangan penunjukkan Ketua Syari’ah wal Ibadah
PSII 86
Lampiran 4.3 Surat Pernyataan menggabungkan diri kedalam Golkar 87
Lampiran 4.4 Tanda Penghargaan DPT. Sekber Golkar Kabupaten Kerinci
kepada Abdul Karim Djamak atas kemenangan Pemilu tahun
1971 88
Lampiran 4.5 Piagam penghargaan DPD Golkar Tk.1 Jambi kepada Abdul
Karim Djamak atas kemenangan Pemilu tahun 1977 89
Lampiran 4.6 Surat Penghargaan DPD Golkar Tk.1 Sumatera Selatan
kepada Abdul Karim Djamak atas kemenangan Pemilu tahun
1977 90
Lampiran 4.7 Piagam Penghargaan DPD Golkar Tk.1 Sumatera Selatan
kepada Abdul Karim Djamak atas kemenangan Pemilu tahun
1977 91
Lampiran 4.8 Surat Penghargaan DPD Golkar Tk.1 Sumatera Selatan
kepada Abdul Karim Djamak atas kemenangan Pemilu tahun
1982 91
-
xvi
Lampiran 4.9 Piagam Penghargaan DPP Golkar kepada Abdul Karim
Djamak dalam partisipasi peringatan ulang tahun Golkar ke-
21 tahun 1985 93
Lampiran 4.10 Piagam pembinaan dalam penataran yang diadakan oleh
GUPPI di Sungai Penuh, tahun 1979 94
Lampiran 4.11 Surat Keterangan menjadi Mubaligh Majelis Dakwah
Islamiyah Abdul Karim Djamak dan Amir Usman, tahun 1980
95
Lampiran 4.12 Surat Keterangan Abdul Karim Djamak sebagai mubaligh
Majelis Dakwah Islamiyah tahun 1985 96
Lampiran 4.13 Surat tanda Terima Pendaftaran Organisasi Jam’iyyatul
Islamiyah oleh Departemen Dalam Negeri. 97
Lampiran 5.1 Surat Keterangan Wawancara 98
-
xvii
GLOSARIUM
Dai : Pendakwah; orang yang kerjaannya berdakwah.
Hadist : Disebut juga sunnah adalah perkataan (sabda), perbuatan,ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAWyang dijadikan landasan dalam syariat Islam.
Halaqoh : Sistem pembelajaran tradisional dengan cara para muridmengelilingi membentuk lingkaran dan guru beradaditengah-tengahnya.
Haramayn : Dua kota suci bagi umat Islam, Mekkah dan Madinah.
Kaum Tuo : Sebuah golongan di Minangkabau yang berpegang padamazhab Syafi’i dan berakidah Ahlussunnah dan memakaiTarekat sebagai amalan batin.
Khalwah : Sifat yang dimiliki oleh golongan sufi untuk memutuskanhubungan dengan makhluk untuk lebih mendekatkan dirikepada tuhan.
Matan : Redaksi dari hadis.
Sanad : Rantai penutur/rawi (periwayat) hadis.
Siak : Orang-orang yang menyebarkan agama Islam dalamkepercayaan masyarakat Kerinci; para penuntut ilmuagama Islam dalam masyarakat Minangkabau.
Sufi : Orang yang mengamalkan ilmu tasawuf.
Syarifah : Istilah yang digunakan untuk menyebut keturunan NabiMuhammad SAW. dari jalur Hasan Bin Ali.
Uzlah : Sifat yang dimiliki oleh golongan sufi untuk menjauhkandiri dari dosa yang dilakukan oleh makhluk.
Wo : Sebutan/panggilan masyarakat Kerinci untuk anak tertua.
-
xviii
DAFTAR SINGKATAN
AD/ART : Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga
DPC : Dewan Pimpinan Cabang
DPD : Dewan Pimpinan Daerah
DPP : Dewan Pimpinan Pusat
DPR : Dewan Pimpinan Ranting
Golkar : Golongan Karya
GPPS : Gerakan Pembela Pantja Sila
JI : Jam’iyyatul Islamiyah
Kejati : Kejaksaan Tinggi
KH : Kyai Haji
MDI : Majelis Dakwah Islamiyah
MTI : Madrasah Tarbiyah Islamiyah
MUI : Majelis Ulama Indonesia
NU : Nahdlatul Ulama
Ormas : Organisasi Masyarakat
PDRI : Pemerintahan Darurat Republik Indonesia
Perti : Persatuan Tarbiyah Islamiyah
PSII : Partai Syarikat Islam Indonesia
PTUN : Pengadilan Tata Usaha Negara
Sekber : Sekretariat Bersama
-
xix
ABSTRAK
Muhammad, Nur Ilham. 2020. Biografi Abdul Karim Djamak (1926-1996). Skripsi,
Program Studi Ilmu Sejarah, Jurusan Sejarah, Seni, dan Arkeologi, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jambi, Pembimbing: (1) Dr.
Supian, S.Ag., M.Ag. (2) Selfi Mahat Putri, S.S., M.A.
Dalam skripsi ini membahas perjalanan tokoh keagamaan Islam dari Kerinci
bernama KH. Abdul Karim Djamak dalam menyebarkan ajaran Islam menurut
pemahamannya berdasarkan Al-Quran dan Hadist. Namun dengan latar belakang
keilmuan agama yang dianggap kurang mumpuni membuat ajarannya dipandang
menyimpang dari umumnya atau bahkan dikatakan sesat oleh sebagian masyarakat.
Dari pihak Abdul Karim Djamak serta pengikutnya memandang bahwa tuduhan-
tuduhan tersebut merupakan sebuah alasan yang digunakan untuk menghentikan
pengajian yang mereka lakukan karena telah mengganggu para ulama-ulama yang
sedang memperebutkan pengaruhnya disana.
Dari hasil penelitian yang didapatkan, ajaran yang diajarkan oleh Abdul
Karim Djamak dalam pengajiannya yaitu bagaimana menggabungkan antara
syariat, hakikat, tarikat, dan makrifat kepada murid-muridnya namun tidak semua
diantara mereka memahami sepenuhnya mengenai tingkatan tersebut sehingga
ajarannya rentan terhadap penyimpangan yang terjadi dikalangan pengikutnya.
Stigma sesat yang telah melekat dari awal pengajian yang dipimpin oleh
Abdul Karim Djamak berlanjut hingga sang tokoh mendirikan organisasi
keagamaan bernama Jam’iyyatul Islamiyah yang berafiliasi dengan Golkar.
Berbagai upaya yang dilakukan untuk mendapatkan pengakuan dari masyarakat,
diantaranya dengan mendaftarkan organisasi secara resmi, meminta bimbingan
kepada Majelis Ulama Indonesia untuk meluruskan penyimpangan, hingga
menggandeng tokoh nasional untuk bergabung kedalam organisasi. Berbagai upaya
dilakukan untuk menghilangkan stigma negatif yang telah melekat di masyarakat
tidak sepenuhnya berhasil, bahkan sampai sang tokoh wafat.
Kata Kunci: Abdul Karim Djamak, Islam, dan Jam’iyyatul Islamiyah.
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Agama Islam diperkirakan telah masuk ke Sumatera pertama kali pada abad
ke-12 sampai 13M yang bertempat di Barus,1 sebuah wilayah yang juga merupakan
tempat pertama kalinya Islam masuk di Nusantara. Selanjutnya Islam mulai
diperkenalkan di Kerinci oleh pedagang dari Arab yang datang ke Barus kemudian
mulai berdagang ke negeri sekitar dan singgah di wilayah Kerinci Rendah seperti
pelabuhan Muko-muko, Air Dikit, Ipuh, Seblat, Bantan, dan Ketaun. Mereka mulai
melakukan kontak dan berinteraksi langsung dengan orang-orang Kerinci yang
berdagang disana.2
Dalam historiografi tradisional masyarakat Kerinci, Islam disebarkan oleh
enam orang Ulama yang disebut sebagai Siak3. Para Siak ini kemungkinan besar
merupakan da’i-da’i yang berasal dari Minangkabau.4 Mereka kemudian
berdakwah menyebarkan ajaran Islam yang
1 Barus/Baros adalah nama tempat yang terletak di Tapanuli, Sumatera Utara. Barusmerupakan pemukiman Muslim tertua di Sumatera dan di Nusantara yang dibuktikan denganpenemuan sebuah batu nisan bernama Syaikh Mukaidin Baros yang berangka tahun 670M atauabad 1 Hijrah. Lihat Ahmad Mansur Suryanegara. Api Sejarah Jilid I. (Jakarta: Salamandani,2010). Hlm 106-108.
2 Aulia Tasman. Menelusuri Jejak Kerajaan Melayu dan Perkembangannya. (Jambi:Referensi, 2016). Hlm 218.
3 Siak dalam arti masyarakat setempat sebagai orang- orang yang menyebarkan AgamaIslam. Enam siak yang dimaksud antara lain: 1. Siak Jelir di Koto Jelir (Siulak); 2. Siak Rajo diSungai Medang; 3. Siak Ali di Koto Beringin (Sungai Liuk); 4. Siak Lengis di Koto Pandan(Sungai Penuh); 5. Siak Sati di Koto Jelatang (Hiyang); dan 6. Siak Beribut Sati di KotoMerantih (Terutung). Lihat Aulia Tasman, Ibid. Hlm 224.
4 Dalam pengertian masyarakat Minangkabau, orang siak berarti penuntut ilmu di surau.Terdapat persamaan dari kedua istilah siak diatas yang dapat diartikan sebagai pencari ilmu,mengingat di Minangkabau terdapat tradisi merantau, yakni berpindah ke tempat baru untukmencari pengalaman baru. Lihat Azyumardi Azra. Surau: Pendidikan Islam Tradisional dalamTransisi dan Modernisasi. terj. (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2003). Hlm 13.
-
2
beraliran Tarekat/ tasawuf5, diantaranya pada abad ke-14M di wilayah Kerinci
Rendah dan Kerinci Tinggi hingga tersebar diseluruh wilayah Kerinci, dan
berkembang sampai periode selanjutnya.
Pada perkembangan berikutnya, abad ke-17 ketika Kerajaan Melayu Jambi
berubah menjadi Kesultanan Melayu Jambi, hukum syariat Islam mulai diterapkan
di Kerinci yang merupakan bagian dari wilayah administratif Kesultanan.6
Masyarakat Kerinci juga telah mengenal Syariat seperti sholat, puasa, naik haji,
berzakat, disamping itu aliran kebatinan dan perdukunan juga eksis diberbagai desa.
Periode selanjutnya masyarakat mulai mendirikan Masjid sebagai pusat penyebaran
Islam dan pusat aktivitas dakwah yang masih bertahan hingga kini.7
Kebangkitan Islam di Kerinci mulai terlihat pada abad ke-19 dan awal abad
ke-20 ditandai dengan mulai bermunculan kelompok orang-orang terpelajar yang
disebut sebagai alim-ulama yang telah belajar Islam secara mendalam di Mekkah
dan Madinah yang merupakan pusat peradaban Islam. Beberapa diantara mereka
kembali ke Tanah Kerinci dan mendirikan lembaga pendidikan Islam berupa
pondok pesantren dan surau-surau sebagai pusat pengajian.8
5 Dalam perkembangan Islam di Melayu- Indonesia, pengaruh mistik/magis yang masihmelekat di kalangan Muslim masa awal penyebaran Islam. Hal ini yang membuat ajaran tasawufberkembang di Nusantara sehingga mempermudah proses Islamisasi. Generasi Muslim pertamadi Nusantara banyak yang dipengaruhi oleh pemikiran sufi saat itu, Ibnu Arabi dan Imam AbuHamid al-Ghazali yang kemudian berkembang menjadi berbagai tarekat sampai sekarang.
6 R. Zainuddin, dkk. Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Propinsi Jambi. (ProyekPenelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Pusat Penelitian Sejarah dan BudayaDepartemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978/1979). Hlm. 26.
7Bukti perkembangan Islam di Kerinci adalah bangunan Masjid Keramat yang terletak diDusun Koto Tuo, Pulau Tengah, Kerinci yang didirikan pada 1780 M. Lihat Jamal Mirdad.Masjid Sebagai Pusat Perlawanan Terhadap Kolonialisme Belanda (Studi Kasus: MasjidKeramat Pulau Tengah Kerinci). IAIN Batusangkar. Jurnal Tsaqofah & Tarikh Vol. 4 No. 1Januari-Juni 2019.
8 Salah seorang ulama terkenal dari Kerinci adalah Haji Ahmad Faqir al-Kerinci yangmendirikan “Surau Haji Ahmad Faqir” sekembalinya dari Makkah pada 1936. Lihat DarmadiSaleh. Haji Ahmad Faqir Al-Kerinci Sumbangan dan Pemikirannya dalam PerkembanganIslam di Kerinci- Jambi- Indonesia. Disertasi. (Kuala Lumpur: University Malaya, 2009).
-
3
Melihat realita yang terjadi dalam masyarakat dimana keyakinan bercampur
dengan sihir atau banyaknya aliran-aliran kebatinan yang berkembang saat itu
membuat Abdul Karim Djamak melakukan dakwah secara terbuka berdasarkan
pelajaran hidup yang telah dialaminya. Ia dapat dikategorikan sebagai da’i9 yang
saat itu mengajak masyarakat untuk kembali pada akidah Islam dengan
menegakkan syariat.
Abdul Karim Djamak adalah seorang tokoh keagamaan asal Kerinci yang
berperan besar dalam perkembangan Islam dengan menyampaikan pesan-pesan
Islam melalui ajaran syariat dan berkembang menjadi tarekat10 dengan pandangan
keislaman yang dimilikinya. Menurut Ahmad Zuhdi, konsep pemikiran dari Abdul
Karim Djamak merupakan penggabungan antara pemikiran modern dan tradisional
sehingga dapat diterima oleh kalangan luas.11
Tarekat yang diajarkan oleh Abdul Karim Djamak bercorak tarikat lokal
yang secara khusus menempatkan Abdul Karim Djamak sebagai tokoh sentral yang
ajaran serta amalannya diikuti oleh para pengikutnya.12 Secara umum ajarannya
9 Da’i merupakan sebutan untuk orang yang memiliki kemampuan mengajak orang laindengan hikmah untuk menjalankan ajaran Islam. Lihat Muhammad Amirul Asyraf BinAmirullah. Sifat dan Kriteria Da’i Menurut Islam. Skripsi. (Banda Aceh: Universitas IslamNegeri Ar-Raniry Darussalam, 2018). Hlm. 1-5.
10 Abdul Karim Djamak mengembangkan ajaran Terekatnya sendiri berdasarkanpandangannya terhadap masyarakat Kerinci yang saat itu banyak percaya terhadap kesyirikan,sehingga melalui syariat, ia perlahan menghilangkan kesyirikan yang terjadi dalam masyarakat.Lihat Ahmad Zuhdi dan Ahmad Zuhdi bin Ismail. Ajaran Tasawuf Karim Jamak dalamMembentuk Karakter Jam’iyatul Islamiyah Kerinci. Jurnal Kontekstualita, Vol. 29, No. 2, 2014.Hlm 117.
11 Melalui media pencak silat, Abdul Karim Djamak secara halus mengajak orang-orangyang ingin belajar dengannya terlebih dahulu diajarkan syariat islam sebelum bergabung.Setelah mendapatkan kepercayaan serta pengikut yang semakin banyak, Abdul Karim Djamakkemudian mengubah konsep media dakwah dari perguruan pencak silat menjadi kelompokpengajian. Ahmad Zuhdi. Abdul Karim Jamak dan Pemikirannya Tentang Konsep Ketuhanan,Op Cit. Hlm 10.
12 Corak seperti ini mirip dengan tarikat Syahadatain di Jawa Tengah atau Wahidiyah danShiddiqiyah yang terdapat di Jawa Timur. Wahidiyah dan Shiddiqiyah merupakan tarekat yangbaru berkembang, dan lebih tepat disebut sebagai pseudo-tarekat (semi tarekat) karena terdapatbeberapa perbedaan dengan tarikat umumnya, seperti: legitimasi bagi pendiri gerakan yang
-
4
yang menekankan untuk melakukan amalan saleh secara rutin seperti berdzikir,
bertasbih, tahlil, serta membaca Al-Quran. Selain itu, ibadah wajib seperti sholat,
membayar zakat, berpuasa, serta berhaji juga sangat diutamakan.
Sejak muda, Abdul Karim Djamak telah menampakkan kesungguhannya
dalam aktivitas dakwah dan penyebaran ajaran Islam dengan menegakkan syariat
ditengah masyarakat yang masih percaya terhadap mistis. Masyarakat tanah
kelahirannya di Kerinci memanggil dengan sebutan Wo atau Guru Tanjung,
sedangkan bagi para pengikutnya sebutan Ayahanda atau Buya yang berasal dari
kata abi atau abuya yang dalam bahasa Arab yang berarti ayahku, atau seseorang
yang dihormati13 lebih sering digunakan sebagai bentuk penghormatan.
Panggilan Buya juga sering digunakan oleh masyarakat Sumatera Barat
sebagai panggilan kehormatan kepada seorang tokoh. Beliau juga pernah
mendapatkan gelar Kyai Haji (KH) dari Buya Hamka saat pertemuan ulama di
Surabaya tahun 1962.14 Abdul Karim Djamak juga dipercayakan memegang gelar
adat yang bergelar Timo Daharo Tunggak Nagari Mandopo Rawang Koto Teluk
Tiang Agama Sakti Alam Kerinci pada usia 20 tahun.15
Pengukuhan gelar ini membuktikan bahwa Abdul Karim Djamak memiliki
pengetahuan tentang agama Islam yang diakui oleh tokoh adat. Disamping itu,
beliau juga memiliki latar belakang keluarga yang cukup dikenal masyarakat desa
Tanjung Rawang sebagai ulama. Sehingga memiliki akses terhadap pendidikan
berbentuk ijazah dan konon diperoleh melalui mimpi atau wangsit. Nor Huda. Sejarah SosialIntelektual Islam di Indonesia. (Jakarta: Rajawali Press, 2015). Hlm 219-220.
13 Avif Alviyah. Metode Penafsiran Buya Hamka Dalam Tafsir Al- Azhar. ISSN 1412-5188. Vol. 15, No. 1. Hlm 26.
14 Ahmad Zuhdi. Abdul Karim Jamak dan Pemikirannya Tentang Konsep Ketuhanan.Disertasi. (Kuala Lumpur: Universiti Malaya, 2017). Hlm 40.
15 Abdul Karim Jamak. Ikhtisar Tentang Buya Kh. Abdul Karim Jamak. PembinaJam’iyyatul Islamiyah, 1995. Hlm 1.
-
5
keagamaan, yang membuatnya dapat belajar agama secara mandiri (otodidak).
Berbekal dari pendidikan keagamaan yang diperoleh dari kerabatnya, Abdul Karim
Djamak memulai dakwah dengan mengajar di surau-surau pada usia yang terbilang
cukup muda yaitu 15 tahun.16
Perjalanan spiritualnya dimulai ketika beliau mulai memasuki usia 20 tahun,
mulai banyak rintangan dan tantangan yang dihadapi. Diceritakan pada awal masa
dakwahnya, ia pernah mendirikan sebuah surau yang terletak di pinggir sungai
Tanjung Rawang sebagai tempat mengaji, namun tidak bertahan lama karena ada
orang yang tidak menyetujui dan menuduhnya menyebarkan kesesatan sehingga
kegiatan di surau itu kemudian dipindahkan ke surau lain di desa Muaro Air,
Kumun Debai.17 Setidaknya, hal inilah yang mendasari bahwa surau atau masjid
merupakan komponen penting dalam pengembangan dan pengajaran Islam, hingga
kelak prinsip ini yang selalu dipegang dan dijalankan oleh pengikutnya.
Tahun 1955, Abdul Karim Djamak bergabung dengan sebuah kelompok
pengajian yang bernama Urwatul Wusqo. Namun karena beberapa alasan dan
konflik internal yang terjadi membuat kelompok ini dilarang dan kemudian
bubarkan pada tahun 1961.18 Kemudian atas saran dari para pengikutnya, Abdul
Karim Djamak kemudian mendirikan organisasinya sendiri yang diberi nama
Jam’iyyatul Islamiyah pada 19 Maret 1971.
16 Ahmad Zuhdi. Abdul Karim Jamak dan Pemikirannya Tentang Konsep Ketuhanan.Op.Cit. Hlm 13.
17 Surau yang dimaksud adalah Masjid Baitul Ikhlas Muara Jaya, Kumun Debai. LihatAhmad Zuhdi. Abdul Karim Jamak dan Pemikirannya Tentang Konsep Ketuhanan, Ibid. Hlm55-66.
18 Abdul Karim Jamak. Ikhtisar Tentang Buya Kh. Abdul Karim Jamak. PembinaJam’iyyatul Islamiyah, 1994. Hlm 1.
-
6
Permasalahan utama yang dihadapi oleh Abdul Karim Djamak dan para
pengikutnya saat mendirikan organisasi adalah pertentangan yang timbul dalam
masyarakat yang pro dan kontra terhadap ajaran yang dibawanya. Hal ini
disebabkan karena kelompok pengajiannya sebelum itu, Urwatul Wusqo yang
dilarang dan dibubarkan karena diduga menyebarkan kesesatan, sehingga berujung
pada penolakan terhadap ajaran serta organisasi Jam’iyyatul Islamiyah.
Banyak tuduhan-tuduhan yang dinilai tanpa bukti oleh pengikut Jam’iyyatul
Islamiyah ditujukan terhadap organisasinya, sehingga aliran ini dipandang sebelah
mata oleh masyarakat dan dianggap mengada-ada. Pernyataan yang dikeluarkan
oleh MUI Provinsi Sumatera Barat yang menyatakan bahwa ajaran yang diajarkan
oleh Darussamin Datuk Pangka Sinaro di Sumatera Barat yang berafiliasi dengan
Jam’iyyatul Islamiyah sesat dan menyesatkan19, menambah citra buruk dimata
masyarakat awam yang tidak mengenali Jam’iyyatul Islamiyah.
Meskipun belum diterima sepenuhnya oleh masyarakat, organisasi
Jam’iyyatul Islamiyah masih berkembang hingga kini, dengan struktur organisasi
yang lengkap dan anggota yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia20
bahkan di luar Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari peran aktif Abdul Karim
Djamak dalam menyebarkan ajarannya dari satu daerah ke daerah lainnya melalui
dakwah. Dengan ciri khas yang dimiliki oleh organisasi ini yaitu bangunan Masjid
sebagai pusat dakwah ajarannya dan pusat penyelenggaraan kegiatan organisasi.
19 Kustini. Kasus- Kasus Aliran/ Paham Keagamaan Aktual di Indonesia. (Jakarta:Departemen Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2009).Hlm 110-111.
20 Data per-tahun 2009 menunjukkan bahwa Jam’iyyatul Islamiyah telah memiliki 23cabang yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia. Kustini. Ibid. Hlm 92
-
7
Oleh karena itu, menarik untuk ditelusuri lebih lanjut mengenai siapa
dibalik seorang tokoh Abdul Karim Djamak yang sebenarnya dengan konsep
pemikiran yang dapat dikatakan berbeda dengan pemahaman pada umumnya,
mengapa ajarannya sangat kuat melekat di hati para pengikutnya, serta alasannya
mendirikan organisasi Jam’iyyatul Islamiyah yang masih kontroversial hingga kini.
Setidaknya, hal-hal yang disebutkan diatas merupakan hasil dari proses yang dilalui
oleh sang tokoh yang akan ditelusuri lebih lanjut dalam penelitian ini.
-
8
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya
kemudian muncul permasalahan yang kemudian menjadi pokok pembahasan yang
menjadi sebuah acuan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Siapakah Abdul Karim Djamak?
2. Bagaimana perjalanan dakwah Abdul Karim Jamak dalam menyebarkan
ajarannya?
3. Apa pengaruh Abdul Karim Djamak terhadap organisasi Jam’iyyatul
Islamiyah?
1.3 Batasan Masalah
Agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami informasi yang diberikan,
maka penulis memfokuskan ruang lingkup wilayah penelitian tempat tokoh lahir
serta mengembangkan ajarannya yaitu di Kota Sungaipenuh hingga keluar dari
Kerinci. Diawali dengan kehidupan awal dari tokoh, yaitu pada proses yang telah
dilalui untuk mempelajari ajaran Islam hingga ketika masa remajanya tepatnya pada
usia 20 tahun ketika beliau mendapatkan gelar Timo Daharo Tunggak Nagari
Mandopo Rawang Koto Teluk Tiang Agama Sakti Alam Kerinci yang dapat
diartikan sebagai seseorang yang cukup berpengaruh dalam adat dan perkembangan
agama di Kerinci.
Kemudian dilanjutkan dengan pengalamannya dalam kelompok pengajian
yang diberi nama Urwatul Wutsqo dari sinilah Abdul Karim Djamak
mengembangkan potensinya sebagai pengajar. Konflik internal yang terjadi
sehingga menyebabkan kelompok itu menjadi terpecah dan dibubarkan, dari sinilah
-
9
mulai muncul gagasan untuk mendirikan organisasi sendiri yang kemudian diberi
nama Jam’iyyatul Islamiyah pada 12 Maret 1971.
Batasan akhir dari objek penelitian adalah bagaimana strategi dakwah serta
peran aktif Abdul Karim Djamak dalam perkembangan Jam’iyyatul Islamiyah
hingga akhir hayatnya pada tahun 1996.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berkaitan dengan rumusan masalah, adapun tujuan dan manfaat penelitian
yang diperoleh yakni:
1.4.1 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui biografi Abdul Karim Djamak.
2. Untuk mengetahui perjuangan Abdul Karim Djamak dalam mendirikan
Jamiyyatul Islamiyah.
3. Untuk mengetahui pemikiran Abdul Karim Djamak.
1.4.2 Manfaat Penelitian
1. Mengetahui perkembangan Islam di Kerinci.
2. Mengangkat biografi tokoh keagamaan lokal.
3. Mendorong penelitian serupa agar menambah wawasan.
-
10
1.5 Tinjauan Pustaka
Berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan maka, terdapat penelitian-
penelitian sebelumnya yang relevan dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam
penyusunan, sekaligus rujukan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut.
Sebuah Disertasi berjudul Haji Ahmad Faqir Al-Kerinci, Sumbangan dan
Pemikirannya dalam Perkembangan Islam di Kerinci-Jambi-Indonesia, yang
ditulis oleh Darmadi Saleh pada tahun 2008. Disertasi ini mengangkat seorang
tokoh ulama dari Kerinci yang bernama Haji Ahmad Faqir Al-Kerinci. Pendidikan
awal yang didapat Haji Ahmad Faqir adalah pendidikan tradisional dimana beliau
belajar langsung dengan salah seorang alim yang ada di Pulau Tengah, Kerinci.
Kemudian, beliau merantau ke Malaysia, Thailand, dan sampai ke Mekkah dan
Madinah untuk berguru, di Mekkah beliau berguru dengan Syeikh Muhammad
Mukhtar bin Aṭārīd al-Batawī. Syeikh Ahmad Al-Fattani. Sekembalinya dari
Mekkah, beliau kembali ke Kerinci di dusunnya untuk mengamalkan dan
mengajarkan ilmu yang didapatkan.21
Kemudian Disertasi yang ditulis oleh Ahmad Zuhdi tahun 2014, berjudul
Abdul Karim Jamak dan Pemikirannya Tentang Konsep Ketuhanan, yang
membahas mengenai Abdul Karim Djamak dengan latar belakang serta silsilah
keluarga beliau. Dan isi dari penelitian difokuskan kepada pemikiran sang tokoh
mengenai konsep ketuhanan serta penjelasan mengenai ajaran yang dibawa oleh
tokoh karena dianggap sedikit menyimpang oleh sebagian masyarakat, lebih jauh
21 Darmadi Saleh. Haji Ahmad Faqir Al-Kerinci Sumbangan dan Pemikirannya dalamPerkembangan Islam di Kerinci- Jambi- Indonesia. Disertasi. (Kuala Lumpur: UniversityMalaya, 2009).
-
11
lagi disertasi ini mengajak para pembacanya mengenal lebih dalam mengenai inti
ajaran dari Abdul Karim Djamak.22
Terakhir Skripsi yang ditulis oleh Abdullah Humaini tahun 2006 yang
berjudul Peranan KH. Abdul Qadir Dalam Mengembangkan Islam di Jambi
Seberang. Dalam tulisan ini dibahas mengenai tokoh yang bernama KH. Abdul
Qadir yang merupakan pendiri dari pondok pesantren As’ad. Beliau memiliki
pandangan dalam hal pendidikan yang sangat maju pada saat itu, menurutnya
perempuan juga memiliki hak yang sama dengan laki-laki untuk mendapatkan
pendidikan di luar rumah (sekolah) yang mana menurut pandangan umum hal ini
tidak biasa pada zaman itu.
Meskipun berbeda dalam objek kajiannya, namun ketiga penelitian tersebut
memiliki kesamaan untuk memaparkan kehidupan dari tokoh yang memiliki
pengaruh dalam suatu daerah atau komunitas sehingga dapat menginspirasi banyak
orang. Penelitian-penelitian diatas bersifat penelitian sosial keagamaan (Islam).
Oleh karena itu, penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah penelitian
biografi yang bersifat sosial keagamaan dengan ruang lingkup penelitian berfokus
dalam wilayah Provinsi Jambi.
Berkaitan dengan disertasi yang ditulis oleh Ahmad Zuhdi dengan
penelitian yang akan dilakukan oleh penulis yang memiliki objek kajian yang sama.
Dalam hal ini penulis akan membuat tulisan yang membuka sudut pandang baru
mengenai tokoh dari Abdul Karim Jamak. Walaupun fakta-fakta yang ditemukan
sama, tetapi penulis akan membuat output yang berbeda dengan penelitian
sebelumnya dengan menyoroti bukti-bukti yang diabaikan atau tidak diperhatikan
22 Ahmad Zuhdi. Abdul Karim Jamak dan Pemikirannya Tentang Konsep Ketuhanan.Disertasi. (Kuala Lumpur: Universiti Malaya, 2017).
-
12
pada penelitian sebelumnya.23 Dengan demikian, kesimpulan yang didapatkan dari
penelitian akan berbeda sama sekali.
1.6 Kerangka Konseptual
Dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode pendekatan biografis dan
sejarah kejiwaan. Untuk itu, menurut Kuntowijoyo setiap biografi harus memiliki
setidaknya empat hal, yaitu: 1) kepribadian tokoh; 2) kekuatan sosial yang
mendukung; 3) lukisan sejarah zamannya; dan 4) keberuntungan dan kesempatan
yang datang. Sehubungan dengan kepribadian tokoh, sebuah biografi juga perlu
memperhatikan adanya latar belakang keluarga, pendidikan, lingkungan sosial-
budaya, serta perkembangan diri24 untuk melihat keterkaitannya dengan
pembentukan karakter dari sang tokoh.
Latar belakang keluarga yang taat beragama ikut memengaruhi pembentukan
kepribadian Abdul Karim Djamak menjadi seorang yang memiliki prinsip agama
yang kuat. Dengan pendidikannya yang berbasiskan keagamaan, serta didukung
oleh lingkungan sosial-adat Kerinci untuk menjadi pribadi yang lebih taat karena
tidak adanya pertentangan antara kaum adat dengan golongan ulama seperti yang
terjadi di Minangkabau, namun satu hal yang perlu dicatat adalah praktik kesyirikan
yang dilakukan oleh sebagian masyarakat yang masih percaya akan hal-hal gaib.
Keadaan inilah yang kemudian mendorong Abdul Karim Djamak melakukan
dakwah terbuka dan perlahan membentuk pribadinya menjadi sosok yang religius
sebagai contoh bagi para pengikutnya.
23 A. Daliman. Metode Penelitian Sejarah, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012). Hlm 92.24 Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah. ed kedua. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003). Hlm
206-207.
-
13
Lebih lanjut, Kuntowijoyo mengklasifikasikan biografi menjadi dua jenis
yaitu portrayal (portrait) dan scientific (ilmiah) dengan penggunaan metodenya
masing-masing. Biografi disebut portrayal ketika hanya mencoba untuk
memahami. Penelitian ini akan mengambil jenis penelitian scientific yang berusaha
menerangkan tokohnya melalui analisis ilmiah, dengan menggunakan konsep dan
teori dari analisis kejiwaan yang menghasilkan sejarah kejiwaan (psychohistory).25
Untuk menjelaskan studi tokoh dengan studi kasus, maka penggunaan
otobiografi untuk sejarah kejiwaan dapat digunakan untuk menuliskan asal-usul
keyakinannya. Melalui otobiografi Ikhtisar tentang KH. Abdul Karim Djamak
Pembina Jam’iyyatul Islamiyah, sedikit tersiratkan tentang kepribadian dari Abdul
Karim Djamak selaku tokoh yang kurang memiliki keilmuan dibidang keagamaan
yang mumpuni dalam artian pendidikannya saat itu hanya bertumpu pada yang
diberikan oleh orang tua serta kerabatnya tanpa kejelasan fokus keilmuannya dalam
bidang keagamaan hingga dirinya dapat menjadi tokoh keagamaan yang memiliki
banyak pengikut.
1.7 Metode Penelitian
1.7.1 Heuristik
Heuristik atau dalam bahasa Jerman dikenal dengan penyebutan
Quellenkunde26, yang merupakan langkah awal dalam penulisan, yaitu sebuah
kegiatan yang bertujuan untuk menemukan sumber-sumber yang digunakan penulis
untuk mendapatkan data- data, atau materi sejarah yang berkaitan dengan topik
yang diangkat. Dalam penulisan karya ilmiah, penulis mencoba mencari sumber-
25 Ibid. Hlm 208-209.26 Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2007) Hlm 86.
-
14
sumber yang berupa arsip- arsip, surat kabar, buku-buku, dan artikel- artikel yang
memiliki keterkaitan dengan topik yang diteliti.
Penulis menemukan sumber primer berupa arsip yang dimiliki oleh DPD
Jam’iyyatul Islamiyah Kabupaten Kerinci, mulai dari tahun 1960-an hingga tahun
2000-an. Arsip-arsip ini kebanyakan berisi tentang dokumen resmi yang
dikeluarkan Jam’iyyatul Islamiyah seperti surat perkara, surat klarifikasi, surat
pernyataan, hingga piagam dan sertifikat yang didapatkan Abdul Karim Djamak
dari Golkar, dan lain-lain.
Beberapa sumber sekunder yaitu sumber lisan yang didapatkan dari
wawancara dengan narasumber yang bersangkutan dengan tokoh. Pertama Ahmad
Zuhdi, merupakan seorang dosen sekaligus peneliti yang mendalami pemikiran
Abdul Karim Djamak. Kedua Zulhadi Karim, salah seorang anak dari Abdul Karim
Djamak. Ketiga Hizbullah Karim, ketua DPD Jam’iyyatul Islamiyah Sungai Penuh
yang juga anak dari Abdul Karim Djamak sekaligus adik bungsu Zulhadi Karim.
Keempat Basrul Nurdin, ketua DPR Jam’iyyatul Islamiyah di Tanjung Rawang.
Terakhir Helmizal yang merupakan pengurus Jam’iyyatul Islamiyah di Kumun
Debai, Kota Sungai Penuh.
Selain itu, penulis menemukan penelitian sebelumnya yang relevan dengan
topik yang ingin diteliti dari penelusuran di internet berupa jurnal, koran online,
skripsi, tesis, dan disertasi. Penelusuran berlanjut ke perpustakaan daerah (Library
research) untuk mencari sumber primer yang berhubungan dengan tokoh berupa
arsip ataupun tulisan, namun penulis hanya menemukan beberapa sumber sekunder
berupa buku penunjang penelitian umum.
-
15
1.7.2 Kritik Sumber
Selanjutnya setelah sumber-sumber atau data itu telah terkumpul, maka
kegiatan yang dilakukan selanjutnya adalah melakukan verifikasi data atau kritik
sumber. Dalam hal ini harus diadakan sebuah penyelidikan apakah benar sumber
itu sejati atau tidak, baik bentuk maupun seluruh isinya. Tahapan kerja kritik dalam
metode penelitian merupakan suatu usaha menganalisa setiap data yang didapatkan,
dengan menilai secara kritis dengan menyelidiki setiap sumber data yang telah
terkumpulkan.
Kritik terbagi menjadi dua macam27, pertama kritik eksternal yaitu dengan
menguji keautentikan (keaslian) fisik suatu sumber sehingga diperoleh sumber yang
benar-benar asli, misalnya arsip mengenai otobiografi yang ditulis oleh Abdul
Karim Djamak tahun 1995 yang menjelaskan tentang ringkasan kehidupannya
melalui mesin ketik, dan ditanda tangani langsung olehnya, serta ditemukan dalam
dokumen arsip Jam’iyyatul Islamiyah yang merupakan organisasi tempatnya
bernaung. Kedua kritik internal yaitu melihat kredibilitas (kebenaran) mengenai
kandungan isi dari arsip yang didapatkan, contohnya sertifikat baiat PSII yang
diberikan kepada Abdul Karim Djamak tahun 1964 dengan menggunakan ejaan
lama yang berlaku saat itu dan nama orang yang membaiat serta cap dari PSII yang
tertera dalam sertifikat tersebut.
1.7.3 Interpretasi
Selanjutnya pada tahapan dimana setelah melalui sebuah proses kritik sumber,
maka akan diperoleh fakta akan tetapi fakta dimaksud dalam hal ini masih dalam
27 A. Daliman. Metode Penelitian Sejarah. Op Cit. Hlm 58-72.
-
16
keadaan terpisah-pisah dan dalam keadaan masih berdiri sendiri. Sehingga untuk
itu seorang penulis perlu melakukan sebuah interpretasi, pada tahapan penafsiran
inilah penulis harus memiliki kecermatan dengan nalar yang kritis dan sikap
objektif. Pada dasarnya hal terebut ditujukan untuk menghindari berbagai
interpretasi yang bersifat subjektif yang akhirnya akan mencederai karya sejarah.
Salah satu interpretasi mengenai kesimpang-siuran kapan kelahiran beliau
yang dalam beberapa literatur (termasuk batu nisannya) menyebutkan tahun 1906
M bertepatan dengan 12 Rabiul Awal 1326 H.28 Namun setelah ditelusuri kembali,
tanggal 12 Rabiul Awal 1326 H tidak berhubungan dengan tahun 1906 M,
melainkan 1908 M.29 Apabila berpegang pada waktu wafatnya yang kurang lebih
saat usia 90 tahun pada 199630 yang juga didukung oleh pernyataan dalam Ikhtisar
KH. Abdul Karim Djamak Pembina Jam’iyyatul Islamiyah saat tulisan itu dibuat
pada tahun 1995 usianya menginjak 89 tahun. Maka, dalam hal ini penulis
berpendapat kelahirannya pada tanggal 06 Mei 1906 yang bertepatan dengan 12
Rabiul Awal 1324 H.31
1.7.4 Historiografi
Tahapan terakhir dalam penulisan sejarah adalah historiografi, dalam tahap
akhir inilah penulis menuangkan kecermatan dan kompetensi daya nalar dalam
menyintesiskan bahan-bahan guna menyajikan karya sejarah. Pada tahap ini hanya
kerja keras dan keberanian seorang sejarawanlah yang mampu menghasilkan
28 Ahmad Zuhdi dan Ahmad Zuhdi bin Ismail. Op. Cit. Hlm 116.29 https://habibur.com/hijri/1326/3/ (Diakses pada 03 Desember 2019).30 Kustini, Op. Cit. Hlm 91.31 https://habibur.com/hijri/1324/3/(Diakses pada 03 Desember 2019).
-
17
sebuah karya sejarah yang baik. Sehubungan dengan hal tersebut menurut A.
Daliman bahwa:
“Penulisan sejarah tidak semudah dalam penulisan ilmiah lainnya, tidak cukupdengan menghadirkan informasi dan argumentasi. Penulian sejarah, walaupunterikat pula oleh aturan-aturan logika dan bukti-bukti empirik, tidak bolehdilupakan bahwa ia adalah juga karya sastra yang menuntut kejelasan struktur dangaya bahasa, aksentuasi serta nada retorika tertentu.”32
Sebuah karya sejarah yang bernilai tentu memiliki sifat objektif dengan
memaparkan fakta- fakta yang ada tanpa diatur untuk kepentingan penelitian agar
menjadi sebuah karya yang dapat dipertanggungjawabkan, serta dapat dipahami
oleh para pembaca. Dengan memperhatikan kaidah- kaidah dalam penulisan
sejarah serta tulisan sejarah sebelumnya yang dinilai objektif sehingga dapat
dijadikan acuan dalam penulisan.
1.8 Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari lima bab yang disusun secara sistematis sesuai dengan
kajian yang akan diteliti, rincian pada masing-masing bab sebagaimana berikut ini:
Bab I, yaitu Pendahuluan yang memuat rencana awal mengenai penelitian
kedepannya, berlanjut hingga menjadi latar belakang, alasan mengangkat tema
tersebut, batasan masalah berupa tempat (parsial) dan waktu (temporal) penelitian
di akhiri yaitu kehidupan masa kecil. Tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, kerangka konseptual, metode penelitian dan diakhiri dengan sistematika
penulisan
32 A. Daliman. Op.Cit. Hlm 99.
-
18
Bab II, akan membahas Perkembangan Islam di Kerinci dengan
memberikan beberapa contoh ulama serta organisasi yang berperan dalam
perkembangan Islam di Kerinci.
Bab III, merupakan bahasan utama (isi) dari skripsi yang akan ditulis
dengan membahas mengenai riwayat hidup yang memuat latar belakang tokoh,
silsilah keluarga, pendidikan, dan masa awal dalam berdakwah.
Bab IV, kelanjutan dari bab sebelumnya dimana pada bab ini akan dibahas
peran Abdul Karim Djamak dalam menyebarkan ajarannya keluar dari Kerinci
melalui Golkar sebagai medianya, kemudian dakwah (keberlanjutan) hingga
tantangan dalam berdakwah sampai wafatnya.
Bab V, merupakan penutup yang berisi kesimpulan yang didapatkan dalam
penelitian.
-
19
BAB II
PERKEMBANGAN ISLAM DI KERINCI AWAL ABAD KE-20
2.1 Hubungan Minangkabau dan Kerinci
Dapat dipahami bahwa Kerinci merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Minangkabau, meskipun sempat terikat oleh pembagian regional yang
dilakukan oleh pemerintah Belanda setelah kekalahan Kerinci dalam Perang Depati
Parbo tahun 1903 dengan menjadikannya bagian dari Keresidenan Jambi.33
Pemisahan ini tidak menghilangkan fakta bahwa Kerinci merupakan daerah rantau
orang-orang yang berasal dari Minangkabau.
Pada tahun 1922 pemerintah Belanda kembali memasukkan Kerinci
kedalam wilayah Sumatra Westkust (Keresidenan Sumatra Barat).34 Menurut Gusti
Asnan, ini merupakan upaya dari pemerintah Belanda untuk mengambil hati kaum
adat di Sumatera Barat dengan menjadikan wilayah-wilayah yang identik dengan
adat Minangkabau dan menyatukannya dalam satu keresidenan Sumatera Barat.35
Pada awal abad ke-20 mulai nampak perkembangan Islam di Kerinci
bersamaan dengan Minangkabau yang saat itu banyak ulama yang telah kembali
dari pembelajarannya di Mekkah, kemudian kembali ke kampung halamannya dan
mendirikan lembaga pendidikannya seperti surau dan pesantren serta mulai
bermunculannya organisasi-organisasi Islam yang aktif dalam bidang dakwah dan
pendidikan.
33 Dasiba, dkk. Sejarah Perjuangan Rakyat Kerinci Mempertahankan Kemerdekaan RI1945-1949. (Padang: VISIgraf, 2004). Hlm 2.
34 Ibid. Hlm 5.35 Gusti Asnan.Memikirkan Ulang Regionalisme Sumatera Barat Tahun 1950-an. (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2007). Hlm 10.
-
20
Organisasi yang dimaksud adalah Muhammadiyah dan Persatuan Tarbiyah
Islamiyah (Perti) serta Sumatra Thawalib. Meskipun bukan berasal dari Kerinci,
ketiga organisasi ini berhasil menjadi pelopor pendidikan di Kerinci pada abad ke-
20, sehingga dari sini dapat lahir tokoh-tokoh baru yang mempengaruhi
perkembangan Islam pada periode selanjutnya.
Untuk itulah, pada bab ini akan melihat pola pergerakan ulama serta
organisasi Islam yang datang dari Minangkabau sebagai pusatnya dan pengaruhnya
terhadap Kerinci, yang disebut sebagai daerah rantau dari orang-orang
Minangkabau. Menurut Suaidi Asyari, Kerinci adalah wilayah terdekat dengan
Sumatera Barat (Minangkabau) sehingga arus budaya yang masuk ke Jambi akan
terlebih lebih dulu melalui Kerinci.36
2.2 Ulama-ulama dari Minangkabau dan Kerinci
Kata ulama berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk jamak dari
kata alim yang berarti orang-orang terpelajar (Cendikiawan).37 Pengertian ini
mencakup segala aspek dalam hal ilmu pengetahuan yang tidak terikat dengan suatu
disiplin ilmu. Namun di Indonesia terjadi penyempitan makna ulama yang sering
disalah artikan menjadi tunggal dengan seorang tokoh yang memiliki pengetahuan
tentang ilmu keagamaan (Islam) sampai akhirnya istilah ini menjadi populer di
masyarakat.
Dalam perkembangan selanjutnya, terdapat panggilan-panggilan yang
ditujukan kepada ulama, merujuk pada penghormatan karena telah berjasa dalam
36 Suaidi Asyari. Nalar Politik NU & Muhammadiyah : Over Crossing Java Sentris.(Yogyakarta: LKiS, 2009). Hlm 205.
37 Abdullah Humaini. Peranan KH. Abdul Qadir dalam Mengembangkan Islam di JambiSeberang (1914-1970).Skripsi. ( Hlm 13.
-
21
hal kemajuan Islam di masing-masing daerah. Misalnya di Minangkabau, orang-
orang memanggil tokoh agama dengan sebutan Buya, di Jawa, para pemimpin
pesantren identik dengan sebutan Kyai, di Nusa Tenggara Barat dan Kalimantan
dengan sebutan Tuan Guru, di Aceh dengan sebutan Tengku atau Syekh.38
Seorang ulama, sudah tentu memiliki keilmuan yang mumpuni dalam hal
agama Islam, untuk itu sebelum dapat dikualifikasikan sebagai ulama, seseorang
harus memiliki pondasi pendidikan yang kuat serta guru yang diakui keilmuannya,
terutama dalam hal Al-Quran maupun Hadis. Menurut Azyumardi Azra, Haramayn
yang disebutnya sebagai Makkah dan Madinah yang merupakan dua kota suci bagi
umat Muslim sebagai tempat terbaik untuk mencari ilmu agama dibanding tempat
lainnya.39
Kedua kota suci ini merupakan pusat intelektual dunia muslim pada abad
ke-17 dan 18. Di Mekkah misalnya, sebagai tempat ibadah haji yang menjadi
perkumpulan umat Muslim di penjuru dunia, berbagai macam orang datang dengan
latar belakang yang berbeda, banyak ulama, sufi, filsuf, penyair, bahkan pengusaha
yang saling bertukar informasi disini sehingga pandangan keagamaan yang dimiliki
orang yang belajar dari Haramayn ini lebih kosmopolitan dibanding tempat-tempat
lain.40
Sementara itu, gerakan pembaruan Islam yang terjadi di Indonesia baru
dimulai pada awal abad ke-20, ini adalah pendapat dari Deliar Noer yang
mengatakan bahwa Minangkabau dan Jawa merupakan pusat pembaharuan Islam
yang kemudian menyebar ke berbagai daerah di sekitarnya. Menurutnya, jika
38 Ibid. Hlm 14.39 Azyumardi Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII
dan XVIII.(Bandung: Mizan, 1994). Hlm 59.40 Loc.Cit.
-
22
orang-orang Islam masih mempertahankan tradisi dalam menegakkan Islam maka,
Islam tidak akan dapat bertahan dari penetrasi Kristenisasi yang dilakukan oleh
Belanda.41
Minangkabau menjadi daerah pertama yang menunjukkan perubahan-
perubahan menuju kearah modernisasi Islam dengan ulama sebagai penggeraknya.
Oleh karena itu, untuk melihat pola pergerakan Islam yang terjadi di Kerinci,
sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu pola pergerakan yang dilakukan oleh
ulama-ulama dari Minangkabau.
2.2.1 Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi
Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi lahir di Bukittinggi pada 1860
dengan latar belakang keluarga agama dan adat yang kuat. Setelah lulus dari
Kweekschool yang didirikan oleh pemerintah Belanda di Bukittinggi, pada 1871 ia
bersama ayahnya berangkat ke Mekkah untuk belajar Islam lebih mendalam sampai
pada akhirnya menjadi imam mazhab Syafi’i di Mekkah.42 Meskipun tinggal dan
menetap di Mekkah, Syekh Ahmad Khatib tetap berhubungan dengan para
rombongan haji yang berasal dari Nusantara dengan menjadi pengajar disana dan
memberikan insipirasi kepada banyak muridnya untuk mencoba metode baru
melawan penjajahan Belanda saat itu.43
Banyak murid-muridnya yang menjadi tokoh pembaharuan Islam dan
gerakan Islam di Indonesia diantaranya: Syaikh Muhammad Djamil Djambek, Haji
Adbul Karim Amrullah, Syekh Sulaiman ar- Rasuli yang mendirikan Persatuan
Tarbiyah Islamiyah (Perti), KH. Ahmad Dahlan yang kemudian mendirikan
41 Deliar Noer. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. cet ketujuh. (Jakarta:Pustaka LP3ES, 1995). Hlm 37.
42 Op Cit. Hlm 24-25.43 Ibid. Hlm 38.
-
23
Muhammadiyah, dan KH. Hasyim Asy’ari yang mendirikan Nahdlatul Ulama
(NU)44 serta masih banyak lagi murid-muridnya yang menjadi tokoh pergerakan
nasional.
2.2.2 Haji Abdul Karim Amrullah
Haji Abdul Karim Amrullah atau biasa dikenal dengan nama Haji Rasul
lahir di Maninjau pada 1879. Ia menyelesaikan pendidikan tradisional kemudian
pada tahun 1894 berangkat ke Mekkah untuk berguru pada Syekh Ahmad Khatib.
Tahun 1906 ia kembali ke kampung halamannya dan mulai mengajar disana,
Suraunya tempat mengajar di Padang Panjang kemudian berkembang menjadi
organisasi Sumatra Thawalib yang tidak hanya di Minangkabau tetapi juga di
Kerinci.45 Ia juga yang memperkenalkan Muhammadiyah di Minangkabau.46
2.2.3 Syekh Sulaiman ar-Rasuli
Syekh Sulaiman ar-Rasuli atau dikenal dengan sebutan Inyiak Canduang,
lahir di Canduang pada 1870. Sulaiman ar-Rasuli merupakan tokoh ulama golongan
tua yang tetap mempertahankan mazhab Syafi’i.47 Ia juga bersahabat dengan Syekh
Muhammad Jamil Jaho yang kemudian menjadi pimpinan Madrasah Tarbiyah
Islamiyah di Padang Panjang. Ia pernah berguru langsung dengan Ahmad Khatib
44 Ibid. Hlm 39.45Zarfina Yenti. Quran Manuscript From Kerinci: The Proof that there is a Connection
Between Haramain and Kerinci Back in The Eighteenth to Nineteenth Century. UIN SultanThaha Jambi. Advances in Social Science, Education and Humanities Research (ASSEHR),volume 137. Hlm 282.
46 Deliar Noer. Op.Cit. Hlm 45.47 Indah Rumeza. Perjuangan Syekh Sulaiman ar-Rasuli dalam Mengembangkan Perti di
Minangkabau (1930-1970). Skripsi. (Banten: IAIN Sultan Maulana Hasanuddin, 2016). Hlm27.
-
24
al-Minangkabawi yang saat itu menjadi Mufti48 di Masjidil Haram bermazhab
Syafi’i.
Sekembalinya dari Mekkah, pada tahun 1930 ia bersama Syekh Muhammad
Jamil Jaho mendirikan pondok pesantren yang diberi nama Madrasah Tarbiyah
Islamiyah, yang merupakan pendidikan berbasis surau. Ditahun yang sama,
bersama dengan sahabatnya, Syekh Abbas Ladang Lawas dan Syekh Muhammad
Jamil Jaho kemudian mendirikan organisasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti)
yang bergerak di bidang politik dan pendidikan.49
2.2.4 Haji Ahmad Faqir al-Kerinci
Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Bagindo Sutan yang lahir pada 1902
di Koto Tuo, Pulau Tengah, Sungai Penuh. Ia merupakan salah seorang ulama asal
Kerinci yang pernah berguru dengan ulama-ulama di Mekkah. Sebelum belajar di
Mekkah, ia belajar dengan Haji Ismail yang merupakan ulama di Koto Tuo. Pada
tahun 1924, ia bersama dengan H. Mukhtar Abdul Karim Ambai berangkat ke
Kedah untuk belajar dengan ulama dari Pattani dan mulai mengenal kitab Tafsir al-
Jalalayn, Minhāj al-Ṭālibīn, Minhāj al-„Abidīn, Tadhkiyyah al-Qulūb, Maw`iẓah
al-Mu‟minīn, dan Sharḥ Minhāj al-Abidīn.50
Pelajarannya di Kedah merupakan modal awal untuk belajar lebih jauh
mengenai Islam, terutama aliran mazhab Syafi’i pada 1926 ia berangkat ke Mekkah.
Sekembalinya dari Mekkah pada 1936, ia mulai mengajar di surau, masyarakat
sekitar menyebutnya dengan Surau Haji Ahmad Faqir. Di surau ini dia
48 Mufti adalah ulama yang memiliki wewenang untuk memberikan fatwa dari Idjitihadnyatentang suatu hukum Islam yang baru.
49 Indah Rumeza. Ibid. Hlm 32.50 Darmadi Saleh. Haji Ahmad Faqir Al-Kerinci Sumbangan dan Pemikirannya dalam
Perkembangan Islam di Kerinci- Jambi- Indonesia. Op Cit. Hlm 80.
-
25
mengembangkan ajaran yang didapatkannya sewaktu di Makkah, dengan teguh
memegang mazhab Syafi’i. Selain surau, ia juga mendirikan madrasah yang
berafiliasi dengan organisasi Perti karena hubungannya dengan pendiri Perti, Syekh
Sulaiman ar-Rasuli.51
2.2.5 Syekh Muhammad Khatib
Syekh Muhammad Khatib lahir di Kuala Kangsar, Malaysia pada 1869,
pada usia 16 tahun ia kembali ke Kerinci yang merupakan kampung halamannya.
Di Kerinci, ia berguru dengan Syekh Muhammad Syarif yang pernah belajar
bersama Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi di Mekkah.52 Muhammad Khatib
kemudian berangkat ke Mekkah bersama ayahnya pada 1901 dan sempat belajar
dengan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi di Mekkah bersama dengan
beberapa ulama dari Kerinci lainnya seperti Syekh Abdullah Imam Sebukar al-
Kerinci, Syekh H. Muslim Tanah Kampung al-Kerinci, dan Syekh H. Mukhtar
Pulau Tengah al-Kerinci. 53
Pada tahun 1915, Syekh Muhammad Khatib kembali ke Kerinci dan
menetap di desa Maliki, Air Rawang, Hamparan Besar Tanah Rawang. Disana ia
mengajar di madrasah Jami’ Ar Rawaniyah dengan sistem pengajaran halaqoh.
Pada tahun 1927 ia mendirikan sekolah Sumatra Thawalib Ar Rawaniyah di tempat
yang sama dengan tempatnya mengajar.54 Dengan mengajak mantan murid-
muridnya sebagai guru disana seperti H. Azhari Thaib, KH. Abdurrahman bin
51 Darmadi Saleh. Haji Ahmad Faqir Al-Kerinci Sumbangan dan Pemikirannya dalamPerkembangan Islam di Kerinci- Jambi- Indonesia. Ibid. Hlm 95.
52Zarfina Yenti. Quran Manuscript From Kerinci: The Proof that there is a ConnectionBetween Haramain and Kerinci Back in The Eighteenth to Nineteenth Century. Op Cit. Hlm282.
53 Loc Cit.54 Ibid. Hlm 283.
-
26
Karim, H. Bustanuddin, H. Imrah, H. Kamal Mukhtar, H. Ishak Syahid H. Saleh
Samad, H. Latif, dan H. Mat Yunus.55
Tokoh-tokoh ulama diatas memiliki pola yang sama dalam
mengembangkan karir keulamaannya, dimana pada pendidikan awal mereka belajar
dalam sistem pendidikan tradisional yang disebut sebagai surau kemudian berlanjut
ke Mekkah, selain berhaji, mereka juga belajar dengan ulama-ulama yang berada
disana. Sekembalinya dari Mekkah, mereka mulai mengaplikasikan pendidikan
yang telah didapatnya dengan mendirikan surau atau lembaga pendidikannya
masing-masing, yang kemudian berkembang menjadi organisasi politik sebagai
upaya menentang penjajahan saat itu.
Untuk melihat perkembangan Islam di Kerinci lebih lanjut sangat sulit
karena sedikitnya ketersediaan sumber-sumber tulisan yang menerangkan kondisi
Kerinci, sebagian besar ulama yang hidup pada abad ke-20 juga tidak banyak yang
mengetahui, dan hanya dapat ditelusuri dari sumber lisan atau karya-karya yang
mereka tinggalkan. Sehingga Minangkabau dipilih untuk menjadi refleksi dalam
perkembangan Islam di Kerinci pada abad ke-20.
Meskipun menurut Azyumardi Azra perkembangan Islam telah nampak
pada abad ke-17 dan 18,56 namun hal itu masih bersifat kedaerahan dan di dominasi
oleh golongan sufi yang menyebarkan aliran tarekatnya, serta belum adanya
kesadaran untuk melawan penjajahan. Di Kerinci terdapat beberapa aliran tarekat,
diantaranya Tarekat Syattariyyah yang dibawa oleh Syekh Abdul Latif yang juga
55 Loc Cit.56 Azyumardi Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII
dan XVIII. Op Cit. Hlm 241.
-
27
murid dari Syekh Abdul Rauf as-Singkili, Tarekat Qadiriyah, dan Tarekat
Sammaniyah yang ada sejak abad ke-17.57
2.3 Organisasi dan Lembaga Pendidikan Islam
Salah satu upaya yang dilakukan oleh para ulama untuk membangkitkan
Islam adalah dengan mendirikan organisasi-organisasi sosial keagamaan seperti:58
Serikat Dagang Islam di Bogor tahun 1905, Muhammadiyah di Yogyakarta tahun
1912, Persatuan Islam di Bandung tahun 1920, Nahdlatul Ulama di Surabaya tahun
1926, dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah di Canduang, Bukittinggi tahun 1930.
Selain itu, berdirinya partai-partai politik yang sebagian merupakan perpanjangan
dari organisasi diatas seperti Serikat dagang Islam yang mendirikan Sarikat Islam,
Organisasi Sumatra Thawalib yang kemudian mendirikan Persatuan Muslim
Indonesia (Permi) di Padang Panjang tahun 1932, serta Partai Islam Indonesia (PII)
tahun 1938.59
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, masuk dan berkembangnya
organisasi Islam pada abad ke-20 juga turut memengaruhi pergerakan Islam di
Kerinci, mengingat organisasi Islam pada masa penjajahan menjadi tonggak
pergerakan dalam menentang penjajahan Belanda dengan mendirikan lembaga
pendidikan berupa pesantren atau madrasah yang kelak diantara lulusan sekolah
tersebut menjadi pemimpin perlawanan.
57 Darmadi Saleh. Haji Ahmad Faqir Al-Kerinci Sumbangan dan Pemikirannya dalamPerkembangan Islam di Kerinci- Jambi- Indonesia. Op Cit. Hlm 106-107.
58 Anonim. Gerakan Dakwah Islam dalam Perspektif Kerukunan Umat Beragama.(Jakarta: Departemen Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan,2012). Hlm 185-186.
59 Loc Cit.
-
28
Di Kerinci, diketahui terdapat dua organisasi keagamaan berskala nasional
yaitu Muhammadiyah dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), kedua organisasi
ini sama-sama menjadi pelopor pergerakan organisasi Islam di Kerinci dari zaman
penjajahan hingga masa kemerdekaan dan bahkan masuk kedalam politik praktis di
Kerinci pasca kemerdekaan.60 Menariknya, belum ada organisasi Islam yang di
inisiasi oleh ulama Kerinci dan berbasis di Kerinci sebelum masa kemerdekaan
yang menandakan keterikatan Minangkabau sebagai pelopor masuknya pergerakan
organisasi Islam di Kerinci.
Organisasi Muhammadiyah misalnya, dibawa oleh Buya Zainal Abidin
Syuib yang berasal dari daerah Sumatera Barat, masuk ke Rawang dan kemudian
tersebar ke Sungai Penuh dan daerah sekitarnya seperti Pondok Tinggi, Dusun
Baru, Sebukar, Jujun, Lolo, Lempur, Temiai, Sanggaran Agung, Pulau Sangkar,
Seleman, Koto Lanang, Koto Payang, dan desa-desa lainnya.61
Muhammadiyah yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan diasaskan pada
kegiatan sosial berupa dakwah, disamping itu tidak kalah penting Muhammadiyah
juga mengupayakan pendidikan Islam yang modern dengan memperkenalkan
program belajar berjenjang, merasionalkan metode pengajaran dengan menekankan
pemahaman dan penalaran dibandingkan penghafalan. Muhammadiyah juga
mencoba mengaplikasikan pendidikan Islam dalam sekolah umum sebagai upaya
menyelaraskan dengan kebutuhan sosial dalam pendidikan modern.62
60 Dasiba, dkk. Sejarah Perjuangan Rakyat Kerinci Mempertahankan Kemerdekaan RI1945-1949. Op Cit. Hlm 20.
61 Sejarah Perjuangan Rakyat Kerinci Mempertahankan Kemerdekaan RI 1945-1949.Op.Cit. Hlm 19-20.
62 Anonim. Gerakan Dakwah Islam dalam Perspektif Kerukunan Umat Beragama. Op Cit.Hlm 186.
-
29
Sedangkan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) diperkenalkan oleh Haji
Ahmad Faqir pada tahun 1930an yang berhubungan dekat dengan pendirinya yaitu
Syekh Sulaiman Ar-Rasuli atau yang biasa dikenal sebagai Inyiak Canduang.
Dibawah asuhan Haji Ahmad Faqir, Perti bergerak dalam bidang dakwah dan
pendidikan dengan mendirikan Madrasah Tarbiyah Islamiyah di Pulau Tengah.63
Perti merupakan organisasi berskala nasional yang bergerak di bidang sosial
keagamaan dan pendidikan dengan memperkenalkan sistem pendidikan baru yaitu
mengubah sistem pesantren menjadi madrasah, serta penghilangan metode belajar
ber-halaqah64 dan menggantinya menjadi penggunaan bangku untuk menyaingi
lembaga pendidikan yang didirikan oleh pemerintah Belanda. Dengan jenjang
pendidikan yang setara dengan sekolah dasar diberi nama Madrasah Tarbiyah
Islamiyah (MTI) yang pertama kali didirikan di Canduang pada 1928. Sebagai hasil
pemikiran dari kaum tuo65 di Canduang, MTI tetap mempertahankan pengajaran
aliran mazhab Syafi’i66
Disamping dua organisasi diatas, dapat pula ditelusuri sebuah organisasi
asal Padang Panjang bernama Sumatra Thawalib yang melebarkan pengaruhnya
sampai ke Kerinci. Meskipun tidak banyak diketahui informasi mengenai Sumatra
Thawalib di Kerinci karena mengancam pemerintah Belanda saat itu kemudian
organisasi ini dibubarkan pada 1928. Jejak Sumatra Thawalib di Kerinci dapat di
63 Darmadi Saleh. Haji Ahmad Faqir Al-Kerinci Sumbangan dan Pemikirannya dalamPerkembangan Islam di Kerinci- Jambi- Indonesia. Op Cit. Hlm 95.
64 Sistem pembelajaran tradisional dengan cara para murid mengelilingi membentuklingkaran dengan guru berada di tengah-tengahnya.
65 Kaum Tuo adalah mereka yang berpegang pada mazhab Syafi’i dan berakidahAhlussunnah dan memakai Tarekat sebagai amalan batin.
Lihat Apria Putra, Charullah Ahmad. Bibliografi Karya Ulama Minangkabau Awal AbadXX. (Padang: Komunitas Suluah, 2011). Hlm 17.
66 Indah Rumeza. Perjuangan Syekh Sulaiman ar-Rasuli dalam Mengembangkan Perti diMinangkabau (1930-1970). Op Cit. Hlm 33.
-
30
telusuri dari rekam jejak seorang ulama bernama Syekh Muhammad Khatib, dengan
bantuan dari mantan murid yang pernah belajar di Sumatra Thawalib di Padang
Panjang mereka mendirikan sekolahan yang diberi nama Sumatra Thawalib ar
Rawaniyah di Hamparan Rawang pada 1927.67 Beberapa tokoh dari Sumatra
Thawalib ar Rawaniyah seperti H. Azhari Thaib dan KH Abdurrahman bin Karim
pernah memimpin rakyat Rawang dalam melawan Agresi Militer II yang
dilancarkan oleh Belanda tahun 1949.68
Sumatra Thawalib sendiri awalnya merupakan lembaga pendidikan
trandisional berupa surau yang dikenal dengan nama Surau Jembatan Besi. Para
pengajar di surau ini merupakan tokoh-tokoh pembaharuan Islam di Minangkabau
seperti Haji Abdullah Ahmad dan Haji Rasul. Setelah terjadinya pembaharuan
dengan perubahan surau menjadi sekolahan Thawalib dengan sistem pendidikan
barat yang ditambahkan pelajaran umum. Tahun 1919 diadakan pertemuan antara
pelajar dari surau Parabek dan pelajar Thawalib, dalam pertemuan itu disepakati
persatuan pelajar dari kedua surau yang kemudian disebut Sumatra Thawalib.69
Menurut Deliar Noer, ketika Jalaluddin Thaib menjadi ketua organisasi
Sumatra Thawalib pada tahun 1920, transisi pergerakan berpindah dari pelajar ke
guru, sehingga organisasi ini lebih menyerupai badan yang mengawasi dan
membina surau-surau atau sekolahan. Tetapi organisasi ini berhasil
mengembangkan keanggotaannya ke sebagian besar Sumatra Barat.70
67 Zarfina Yenti. Quran Manuscript From Kerinci: The Proof that there is a ConnectionBetween Haramain and Kerinci Back in The Eighteenth to Nineteenth Century. Op Cit. Hlm283.
68 Dasiba, dkk. Sejarah Perjuangan Rakyat Kerinci Mempertahankan Kemerdekaan RI1945-1949. Op Cit. Hlm 130-133.
69 Deliar Noer. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. cet ketujuh. Hlm 54-55.70 Ibid. Hlm 56-58.
-
31
Lembaga pendidikan lain yang berdiri di Kerinci adalah Jami’atul Ihsaniyah
yang didirikan oleh Syekh H. Mukhtar Abdul Karim Ambai pada 1960 di desa
Tebing Ambai. Tidak banyak informasi yang ditemukan namun lembaga
pendidikan ini berfokus pada pendidikan tradisional dengan pondok pesantren dan
surau-surau sebagai tempat belajar-mengajar Al-Quran.71 Sang pendiri yaitu Syekh
H. Mukhtar Abdul Karim Ambai merupakan ulama yang sezaman dengan H.
Ahmad Faqir dan KH Abdul Karim Djamak yang sama-sama mengusahakan
pendidikan di Kerinci.
71 Ahmad Zuhdi. Abdul Karim Jamak dan Pemikirannya Tentang Konsep Ketuhanan, OpCit. Hlm 24.
-
32
BAB III
BIOGRAFI ABDUL KARIM DJAMAK
3.1 Kehidupan Awal
Abdul Karim Djamak lahir di desa Tanjung Rawang, Hamparan Rawang,
Kerinci (sekarang masuk ke wilayah administratif Kota Sungai Penuh) pada 06 Mei
1906, bertepatan dengan 12 Rabiul Awal 1324 H sebagai anak pertama dari
pasangan ayah yang bernama Tengku Muhammad Jum’at dan ibunya Sakminah.72
Kakek dan nenek dari sebelah ayah bernama Abdullah dan Istrinya Anduang adalah
seorang perantau yang berasal dari Palembang, Abdullah merupakan seorang yang
berketurunan Arab dan Istrinya Anduang diduga seorang Syarifah73. Sedangkan
dari jalur ibu hanya sampai pada kakeknya yang bernama Muhammad.74
Tumbuh serta berkembang ditengah-tengah keluarga yang dapat dikatakan
sebagai kalangan yang taat beragama ikut memengaruhi pembentukan kepribadian
Abdul Karim Djamak menjadi seorang yang memiliki prinsip agama yang kuat
pula. Abdul Karim Djamak memulai pendidikannya di usia 7 tahun, beliau lebih
banyak belajar dari ayahnya yang merupakan ulama besar di Rawang serta
kerabatnya yang beberapa diantaranya merupakan ulama di Tanjung Rawang.75
72 Dari pasangan ini lahir 10 anak termasuk Abdul Karim Djamak sebagai anak tertua.Ahmad Zuhdi, Ahmad Yani. Dinamika Intelektual dan Rohani KH. Abdul Karim Jamak.
(Bandung: Sagara Publishing, 2015). Hlm 48.73 Istilah yang digunakan untuk menyebut keturunan Nabi Muhammad SAW. dari jalur
Hasan Bin Ali.74 Ahmad Zuhdi, Ahmad Yani. Dinamika Intelektual dan Rohani KH. Abdul Karim Jamak.
Op Cit. Hlm 46-49.75 Abdul Karim Jamak. Ikhtisar Tentang Buya Kh. Abdul Karim Jamak. Pembina
Jam’iyyatul Islamiyah, 1995. Op Cit. Hlm 1.
-
33
Pada tahun 1915, salah seorang kerabatnya Syekh Muhammad Khatib yang
baru pulang dari Mekkah mendirikan lembaga pendidikan diberi nama madrasah
Ar Rawaniyah sebagai tempat belajar agama di kampung Air Maliki, Hamparan
Rawang. Pendirian madrasah atau pesantren dikembangkan untuk keperluan
dakwah dan syiar Islam serta bentuk kepedulian terhadap pendidikan masyarakat
tradisional yang menurut Azyumardi Azra berfungsi sebagai:76 1) Transmisi ilmu
pengetahuan Islam; 2) Pemeliharaan tradisi Islam; dan 3) Pembinaan calon-calon
ulama.
Untuk itulah Abdul Karim Djamak memanfaatkannya dengan menimba
ilmu agama di Madrasah milik Syekh Muhammad Khatib selama 14 tahun untuk
lebih banyak mendalami ilmu-ilmu seperti akidah, tauhid, dan tasawuf mengikuti
Ahlusunnah Wal Jama’ah sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad
SAW.77 Beberapa diantara guru-gurunya yang lain yaitu H. Karim Ahmad (paman
dari sebelah ibu), H. Muhammad Thaib (kakek sebelah ayah).78
Di usianya yang menginjak dua puluh tahun, Abdul Karim Djamak diakui
sebagai sosok yang memiliki pengetahuan tentang keagamaan yang luas, sehingga
ayahnya yang juga merupakan seorang ulama besar di Rawang mempercayainya
untuk mengajar mengaji di surau sekitar rumahnya.79 Selain itu, beliau juga
76 Azyumardi Azra. Esai-esai Intelektual Muslim. Hlm 89.Dalam Anonim. Gerakan Dakwah Islam dalam Perspektif Kerukunan Umat Beragama.
(Jakarta: Departemen Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan,2012). Hlm 183.
77 Ahmad Zuhdi, Ahmad Yani. Dinamika Intelektual dan Rohani KH. Abdul Karim Jamak.Op Cit. Hlm 51.
78 Tidak disebutkan secara spesifik,buku-buku atau kitab kuning yang dibaca dan dipelajarioleh Abdul Karim Djamak semasa pendidikannya. Lihat Abdul Karim Jamak. Ikhtisar TentangBuya Kh. Abdul Karim Djamak. Pembina Jam’iyyatul Islamiyah, 1995. Hlm 1.
79 Abdul Karim Djamak. Ibid.
-
34
diberikan gelar adat Timo Daharo Tunggak Nagari Mandopo Rawang Koto Teluk
Tiang Agama Sakti Alam Kerinci80, sebuah jabatan adat yang diwariskan dari
neneknya yang bernama Fakih Muhammad Ali Hanafiah Jabungkat Tiang
Agama.81 Abdul Karim Djamak tetap memegang gelar itu sampai akhir hayatnya.82
Sebagai anak pertama dari sepuluh bersaudara, Abdul Karim Djamak lebih
sering dipanggil dengan sebutan Wo yang merupakan sebutan bagi anak tertua
dalam masyarakat Kerinci. Kehidupan remajanya lebih banyak dihabiskan
membantu orang tuanya dengan bertani, mencari ikan di pinggir sungai, dan
berdagang untuk memenuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari.83
Kondisi perekonomian yang sulit, membuat Abdul Karim Djamak tidak
dapat melanjutkan pendidikannya ke tanah suci seperti yang lazim dilakukan oleh
kebanyakan ulama saat itu. Menurut Azyumardi Azra, Mekkah dan Madinah
merupakan tempat terbaik untuk belajar Islam, mengingat tempat ini merupakan
pusat peradaban Islam serta lulusan-lulusan dari kedua tempat ini lebih dipandang
ketimbang lulusan dari manapun, oleh karena itu selain berhaji, banyak ulama yang
sekaligus menimba ilmunya disana.84
Karena tidak melanjutkan pendidikannya, pemikiran Abdul Karim Djamak
tentang Islam lebih banyak dikembangkan secara otodidak dengan menafsirkan Al-
80Artinya dipercaya sebagai penentu/ pemutus dalam urusan adat, dan pengampu/ penuntundalam urusan agama.
Wawancara dengan Hizbullah Karim, Sungai Penuh 22 September 2020.Lihat Abdul Karim Djamak. Ikhtisar Tentang Buya Kh. Abdul Karim Djamak. Pembina
Jam’iyyatul Islamiyah, 1995. Op Cit. Hlm 1.81 Abdul Karim Djamak. Ikhtisar Tentang Buya Kh. Abdul Karim Djamak. Pembina
Jam’iyyatul Islamiyah, 1994.Op Cit. Hlm 1-2.82 Wawancara dengan Basrul Nurdin, Sungai Penuh 23 September 2020.83 Wawancara dengan Hizbullah Karim, Sungai Penuh 22 September 2020.84 Azyumardi Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII
dan XVIII.(Bandung: Mizan, 1994). Hlm 59.
-
35
Qur’an dan Hadist secara langsung berdasarkan pengalaman hidupnya.85
Menurutnya, idjitihad dalam menafsirkan Al-Qur’an dapat dilakukan oleh semua
orang, sehingga beliau tidak bergantung pada aliran atau mazhab apapun untuk
menjelaskan isi kandungan Al-Qur’an dan Hadist.86 Seperti yang umumnya
dilakukan oleh ulama-ulama terdahulu, tentu hal inilah yang kemudian dipandang
menyimpang oleh sebagian masyarakat dari ajaran yang dibawanya karena tidak
adanya sanad dalam keilmuan yang dimiliki.
3.2 Awal Dakwah dan Konsep Ajaran
Latar belakang Hamparan Rawang yang saat itu terdapat banyak perguruan
pencak silat, membuat Abdul Karim Djamak ikut mendirikan perguruan pencak
silat yang terletak di pekarangan rumahnya.87 Di Kerinci yang saat itu berada dalam
masa kemunduran syari’at serta munculnya pemahaman Islam bercampur mistis-
magis seperti perdukunan,88 membuat Abdul Karim Djamak termotivasi untuk
kembali menegakkan syari’at dengan mengenalkan sholat kepada murid yang ingin
belajar silat dengannya.89
Dari sinilah awal mula pengajiannya yang dikenal masyarakat sekitar
dengan pengajian Guru Tanjung berasal.90 Orang-orang yang ingin belajar silat
kepadanya di perintahkan untuk belajar sholat terlebih dahulu, kemudian dalam
perkembangannya, perguruan pencak silat yang dibina Abdul Karim Djamak
85Ahmad Zuhdi, Ahmad Yani. Dinamika Intelektual dan Rohani KH. Abdul Karim Jamak.Op Cit. Hlm 68.
86 Wawancara dengan Hizbullah Karim, Sungai Penuh 22 September 2020.87 Wawancara dengan Basrul Nurdin, Sungai Penuh 23 September 2020.88 Mahli Zainuddin T. Syariat Melemah, Mistik-Magis Menguat Kerinci Hilir, 1980-2005.
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Profetika, Jurnal Studi Islam, Vol. 9, No. 2, Juli 2007:158-176. Hlm 171.
89 Wawancara dengan Basrul Nurdin, Sungai Penuh 23 September 2020.90 Merujuk pada tempat pusat aktivitas dakwahnya yang terletak di pinggir sungai, desa
Tanjung Rawang. Wawancara dengan Basrul Nurdin, Sungai Penuh 23 September 2020.
-
36
bertransformasi menjadi kelompok pengajian yang mengajarkan amalan hati,
berkaitan dengan ruh manusia menurut konsep dari Abdul Karim Djamak.91
Melalui pendekatan spiritual, dirinya kemudian menjadi tokoh sentral dalam
pengajian tersebut yang dicontoh dan diikuti segala perilakunya oleh para
pengikutnya.
Berangkat dari Al-Qur’an dan hadis, Abdul Karim Djamak membentuk
kepribadiannya untuk memperbanyak amal-amal saleh dan memperkokoh
keimanan serta menghindari maksiat yang disebabkan oleh tiga perkara yaitu: hawa
nafsu, dunia, dan setan. Untuk itu, Abdul Karim Djamak berpandangan bahwa
dengan ma’rifat yang didapatkan dari ibadah wajib yaitu sholat sehingga seseorang
dapat mengetahui hakikat tentang tuhan dan menghindari perkara diatas.92
Selanjutnya ajaran tersebut kemudian dikembangkan lagi, yang kemudian
menghasilkan konsep roh, yaitu memisahkan fungsi dari wujud/fisik manusia
dengan roh yang ada didalam diri manusia. Roh inilah yang menurutnya merupakan
media untuk mengenal tuhan lebih dekat, dan akan lebih efektif lagi apabila dibantu
oleh jiwa yang bersih serta hati yang suci.93 Sedangkan fisik, menurutnya hanya
sebatas yang dapat dijangkau oleh fisik itu, selebihnya menempatkan fisik terhadap
perkara-perkara ghaib merupakan sesuatu yang bukan pada tempatnya.94
Konsep itu juga menyebabkan perubahan pandangan serta kepercayaan
terhadap roh yang berasal dari satu tempat yaitu ka’bah.95 Hal inilah yang
91 Wawancara dengan Basrul Nurdin, Sungai Penuh 23 September 2020.92 Ahmad Zuhdi, Ahmad Yani. Dinamika Intelektual dan Rohani KH. Abdul Karim Jamak.
Op Cit. Hlm 118-121.93 Ibid. Hlm 159-162.94 Ahmad Zuhdi. Abdul Karim Jamak dan Pemikirannya Tentang Konsep Ketuhanan, Op
Cit. Hlm 166.95 Wawancara dengan Basrul Nurdin, Sungai Penuh 23 September 2020.
-
37
dikemudian hari menjadi kontroversi ajaran dari Abdul Karim Djamak. Apabila
diperhatikan lagi, dalam praktik ajarannya lebih dominan kearah tarekat dengan
konsep pendekatan diri kepada sang pencipta melalui jalan yang ditempuh yaitu
melatih dan membimbing roh untuk lebih mendekatkan diri kepada tuhan.96
3.3 Perang Kerinci dan Urwatul Wutsqo
Periode 1947-1949 merupakan tahun yang krusial bagi bangsa Indonesia
dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari serangan Belanda bersama
Sekutu yang disebut Agresi Militer I dan II. Serangan Agresi Militer II yang
dilancarkan Belanda pada 19 Desember 1948 berhasil menduduki pusat
pemerintahan di Yogyakarta. Soekarno selaku presiden memberikan mandat
kepada Syafruddin Prawiranegara untuk mendirikan Pemerintahan Darurat
Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi. Kewedanaan Kerinci yang saat itu
masuk kedalam wilayah Kabupaten Kerinci-Painan tidak luput dari serangan
Belanda.
Pada tanggal 23-24 April 1949, pasukan Belanda berhasil menguasai pusat
kota di Sungaipenuh, banyak warga dan tentara yang mengungsi ke Rawang
sehingga pertempuran beralih kesana. Medan pertempuran kemudian berubah
menjadi perang gerilya setelah kepemimpinan diambil alih oleh Letnan II Muradi.97
Kekuasaan di dusun-dusun dapat diambil alih oleh tentara Indonesia, sementara
Belanda masih menduduki pusat kota. Untuk melancarkan pertempuran melawan
Belanda, Letnan II Muradi menggandeng semua golongan masyarakat untuk ikut
96Ahmad Zuhdi, Ahmad Yani. Dinamika Intelektual dan Rohani KH. Abdul Karim Jamak.Op Cit. Ibid. Hlm 162.
97 Dasiba, dkk. Sejarah Perjuangan Rakyat Kerinci Mempertahankan Kemerdekaan RI1945-1949. Op Cit. Hlm 131.
-
38
andil dalam pertempuran, termasuk Abdul Karim Djamak yang bergabung pada 25
April 1949 sebagai penasihat dalam bidang keagamaan.98
Salah seorang ulama besar yang ikut dalam pertempuran di Rawang, adalah
Abdurrahman bin Karim, yang juga merupakan salah seorang pengajar di Thawalib
Ar Rawaniyah99 selaku pemimpin keagamaan serta idjitihadnya dalam taktik
perang akan dilaksanakan oleh militer.100 Untuk mempersiapkan pertempuran
selanjutnya, tanggal 5 Juli 1949 dibentuklah staff Komando Pertempuran Kerinci
dengan Letnan II Muradi sebagai pemimpin dan Letnan I Alamsyah sebagai
wakilnya.
Pada tanggal 14 Juli 1949, Letnan II Muradi mengadakan pertemuan dengan
staff Komando di Rawang untuk membahas mengenai strategi pertempuran.101
Namun informasi ini bocor ke pihak Belanda dan segera dilakukan pengepungan
ke lokasi yang berada di sebuah lumbung padi.102 Untuk menyelamatkan diri dari
kepungan, Letnan II Muradi memerintahkan Sersan Azhari Thaib, Kopral Arsyad
Hasan, A. Madjid, Kopral Aris, serta Abdul Karim Djamak yang ikut dalam
rombongan tersebut untuk keluar mengalihkan perhatian Belanda agar Letnan II
Muradi bersama dengan pasukan lainnya dapat lolos.103
98 Abdul Karim Djamak. Ikhtisar Tentang Buya Kh. Abdul Karim Djamak. PembinaJam’iyyatul Islamiyah, 1995.Op Cit. Hlm 2.
99 Zarfina Yenti. Quran Manuscript From Kerinci: The Proof that there is a ConnectionBetween Haramain and Kerinci Back in The Eighteenth to Nineteenth Century. Op Cit. Hlm283.
100 Dasiba, dkk. Sejarah Perjuangan Rakyat Kerinci Mempertahankan Kemerdekaan RI1945-1949. Op Cit. Hlm 132.
101 Loc. Cit.102 Ahmad Zuhdi, Ahmad Yani. Dinamika Intelektual dan Rohani KH. Abdul Karim Jamak.
Op Cit. Hlm 15.103 Dasiba, dkk. Sejarah Perjuangan Rakyat Kerinci Mempertahankan Kemerdekaan RI
1945-1949. Op Cit. Hlm 132.Lihat Ahmad Zuhdi, Ahmad Yani. Dinamika Intelektual dan Rohani KH. Abdul Karim
Jamak. Op Cit. Hlm 15.
-
39
Pada tahun 1950 setelah pertempuran berakhir dan kota mulai berangsur
masuk kedalam masa pemulihan pasca perang, Alamsyah yang merupakan seorang
dari kalangan militer tertarik dengan kepribadian serta konsep pemikiran Abdul
Karim Djamak. Pertemuan keduanya terjadi saat Agresi Militer II berlangsung di
Kerinci, saat itu Abdul Karim Djamak bergabung dengan pasukan militer sebagai
penasihat dalam urusan agama.104 Setelah perang berakhir, keduanya semakin
sering berhubungan hingga menjadi dekat. Sebelumnya, semenjak akhir tahun
1949, Abdul Karim Djamak sering dikunjungi oleh orang-orang dari berbagai
kalangan dan daerah yang ingin belajar Islam kepadanya.105
Alamsyah kemudian mengajaknya untuk masuk kedalam kelompok
pengajian bentukannya tahun 1951.106 Kelompok pengajian itu kemudian pada
tahun 1955 diberi nama Urwatul Wutsqo yang berarti ‘Tali yang Kokoh’ dengan
Alamsyah sebagai ketuanya, beberapa nama yang tergabung dalam kelompok ini
sebagai pengajarnya antara lain: H. Adnan Arif, H. Akhmad, Ustaz M. Nur, Ustaz
A. Walid, Ustaz Khatib Arifin, serta Abdul Karim Djamak.107 Kelompok pengajian
ini di dominasi oleh tentara yang berasal dari berbagai daerah, tetapi tidak tertutup
oleh umum untuk ikut belajar disana. Dari kelompok inilah Abdul Karim mulai
dikenal luas sebagai seorang yang mampu menuntun para muridnya untuk
mengenal lebih jauh tentang Islam, hingga kemudian ajarannya berkembang keluar
dari Kerinci dibawa oleh murid-muridnya tersebut.108
104 Dasiba, dkk. Sejarah Perjuangan Rakyat Kerinci Mempertahankan Kemerdekaan RI1945-1949. Op Cit. Hlm 75.
105 Abdul Karim Djamak. Ikhtisar Tentang Buya Kh. Abdul Karim Djamak. PembinaJam’iyyatul Islamiyah, 1995.Op Cit. Hlm 2.
106 Wawancara dengan Basrul Nurdin, Sungai Penuh 23 September 2020.107 Wawancara dengan Basrul Nurdin, Sungai Penuh 23 September 2020.Lihat juga Abdul Karim Jamak. Ikhtisar Tentang Buya Kh. Abdul Karim Jamak. Pembina
Jam’iyyatul Islamiyah, 1995.Op Cit. Hlm 2.108 Wawancara dengan Basrul Nurdin, Sungai Penuh 23 September 2020.
-
40
Sekitar tahun 1953, Abdul Karim Djamak dengan bantuan pengikutnya
yang kebanyakan berlatar tentara, serta murid-muridnya dari berbagai daerah di
Kerinci mendirikan surau di desa Tanjung Rawang sebagai tempat untuk
mengaji.109 Namun pergolakan yang terjadi antar para pemuka agama yang sedang
berebut pengaruh di Rawang, berubah menjadi konflik, maka mulai timbul fitnah
serta tuduhan yang ditujukan kepada Abdul Karim Djamak.110 Ditambah lagi
keraguan orang-orang terhadap keilmuan yang dimilikinya. Sehingga orang-orang
perlahan menyadari bahwa paham dan ajaran yang di sebarkan oleh Abdul Karim
Djamak menyimpang dari ajaran Islam yang umumnya.
Gambar 1: Surau pertama yang didirikan oleh Abdul Karim Djamak sebagai tempatmengajar di Tanjung Rawang. Karena letaknya yang berada tepat di pinggirsungai, tempat ini sering terendam banjir ketika musim hujan tiba. (Sumber:Dokumentasi pribadi Basrul Nurdin, 2015).
Oleh karena itu, banyak masyarakat yang menjadi resah, disamping karena
rumor yang beredar, juga tuduhan-tuduhan tanpa bukti yang banyak dipercayai
masyarakat tanpa adanya klarifikasi kepada pihak yang bersangkutan. Sebutannya
109 Wawancara dengan Hizbullah Karim, Sungai Penuh 22 September 2020.110 Wawancara dengan Ahmad Zuhdi, Kerinci 5 Oktober 2020.
-
41
sewaktu mengajar dahulu “Guru Tanjung”111 mulai dikenal oleh masyarakat luas
yang kini bermakna negatif terhadap ajaran yang dibawanya. Dapat di katakan
sebutan tersebut sebagai celaan atau hinaan terhadap pengikutnya karena mengikuti
aliran sesat.112
Karena banyaknya hinaan dan cacian yang diterima, pusat pengajiannya di
surau Tanjung Rawang terpaksa dihentikan dan pengajiannya berpindah ke desa
Muaro Air, Kumun Debai.113 Di tempat inilah kemudian berdiri surau baru114 yang
dibangun oleh masyarakat setempat sebagai bentuk dukungan terhadap ajaran yang
dibawa oleh Abdul Karim Djamak. Perpindahan ini dilakukan untuk menghindari
stigma negatif dari masyarakat Tanjung Rawang yang kebanyakan tidak
mempercayai ajarannya serta kegiatan dakwah yang dilakukan dapat lebih optimal.
Justru, kebanyakan pengikutnya berasal dari desa Muaro Air, Kumun Debai
sehingga saat mendengar penolakan yang terjadi di Tanjung Rawang, masyarakat
Kumun dengan senang hati menerima Abdul Karim Djamak untuk mengajar di desa
Muaro Air. Karena masyarakat Kumun percaya bahwa ajaran yang dibawa oleh
Abdul Karim Djamak tidak menyimpang dari Al-Qur’an dan Hadist dan tidak
mengajarkan kesesatan apapun.115 Mereka juga meyakini Abdul Karim Djamak lah
112 Wawancara dengan Hizbullah Karim, Sungai Penuh 22 September 2020.113 Ahmad Zuhdi, Ahmad Yani. Dinamika Intelektual dan Rohani KH. Abdul Karim Jamak.
Op Cit. Hlm 60.114 Surau tersebut diberi nama Baitul Ikhlas, mirip dengan nama surau yang berdiri di
Tanjung Rawang. Masyarakat setempat kemudian menambahkan kata “Perjuangan” kedalamnama desa yang berarti perjuangannya menyebarkan ajarannya bermula di desa Muaro Airkemudian menyebar sampai ke seluruh Kerinci.
Wawancara dengan Helmizal, Sungai Penuh 25