BIOGRAFI ARSAMID AL ASHUR: PIKIRAN DAN · PDF fileataupun orang yang mengenal tokoh tersebut,...
Transcript of BIOGRAFI ARSAMID AL ASHUR: PIKIRAN DAN · PDF fileataupun orang yang mengenal tokoh tersebut,...
i
BIOGRAFI ARSAMID AL ASHUR: PIKIRAN DAN
TINDAKANNYA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Kependidikan Pada Program Studi Pendidikan Sejarah
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
OLEH
A R M A N
A1A207103
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2012
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
Telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan kepada Panitia
Ujian Skripsi pada Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Haluoleo.
Kendari, September 2012
Menyetujui:
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Rifai Nur, M.Hum Basrin Melamba, S.Pd., M.A.
NIP. 19570909 198811 1 001 NIP. 19771015 200501 1 001
Mengetahui:
Ketua Jurusan P.IPS
Edy Karno, S.Pd., M.Pd
NIP. 19720817 200012 1 001
iii
HALAMAN PENGESAHAN
SKRIPSI
BIOGRAFI ARSAMID AL ASHUR: PIKIRAN DAN
TINDAKANNYA
OLEH
Nama : A R M A N
NIM : A1A2 07 103
Program Studi : Pendidikan Sejarah
Telah dipertahankan dihadapan Panitia Ujian Skripsi pada Program Studi
Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo pada hari Rabu tanggal 10
Oktober 2012, berdasarkan Surat Keputusan Dekan FKIP Unhalu Nomor:
1252/SK/UN29.1/PP/2012, tertanggal 05 Oktober 2012 dan dinyatakan Lulus.
PANITIA UJIAN
Tanda Tangan
Ketua : Dr. H. Mursidin T., M.Pdd (…………….…….....)
Sekretaris : Pendais Hak, S.Ag, M.Pd (…………….…...…..)
Anggota : 1. Drs. H. Abd Rauf Suleiman, M.Hum (……………...….…..)
2. Dr. Rifai Nur, M.Hum (……………....……..)
3. Drs. Hayari, M.Hum (……………....……..)
4. Basrin Melamba, S.Pd., M.A. (……………....……..)
Kendari, Oktober 2012
Mengetahui,
Dekan FKIP Unhalu
Prof. Dr. La Iru, S.H., M.Si
NIP. 19601231 198610 1 001
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga skripsi
ini yang berjudul “Biografi Arsamid Al Ashur: Pikiran dan Tindakannya” di
bawah bimbingan Dr. Rifai Nur, M.Hum, dan Basrin Melamba, S.Pd, M.A.
masing-masing sebagai pembimbing I dan pembimbing II.
Banyak pihak yang telah memberikan dukungan serta bantuan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Dalam kesempatan ini mengucapkan
rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada orang tua tercinta, Ayahanda
Djaharuddin dan Almarhumah Sikala yang telah memberikan pengorbanan,
perjuangan untuk menyekolahkan penulis sejak kecil dan selalu memberi
dorongan, semangat serta iringan do‟a sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Begitu juga kepada kakak-kakak penulis yang tercinta, Larumasa
beserta Rosmina, Amir beserta Haryani, Syamsul serta adikku Aslan.
Penulis mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada bapak Arsamid Al
Ashur kesediaannya meluangkan waktunya untuk melakukan wawancara dan
memberikan keterangan kepada penulis sehubungan dengan data yang diperlukan
dalam skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini
tidak dapat terselesaikan. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis
mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya atas bimbingan dan arahan baik
v
yang berupa materil ataupun moril sehingga penulisan skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Selanjutnya, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah memberikan bantuan dalam proses perkuliahan sampai selesainya skripsi ini
secara berturut-turut:
1. Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M.S, selaku Rektor Universitas Haluoleo
2. Prof. Dr. La Iru, S.H., M.Si, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Haluoleo
3. Edy Karno, S.Pd, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial
4. Dra. Aswati M., M.Hum, selaku ketua program studi Pendidikan Sejarah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo.
5. Buhari La Bia, S.Pd, selaku staf Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo.
6. Seluruh staf pengajar di Program Studi Pendidikan Sejarah dan di lingkungan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo terkhusus
kepada Prof. Dr. H. Anwar Hafid, M.Pd selaku penasehat akademik penulis,
terimakasih atas didikan dan bimbingannya selama penulis menjadi
mahasiswa.
7. Seluruh staf administrasi yang bertugas di lingkungan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo.
8. Hj. Sitti Amar, S.Sos yang telah memberikan dukungan baik moril maupun
materi hingga selesainya penyusunan skripsi ini.
vi
9. Rekan-rekan mahasiswa program studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo angkatan 2007, terkhusus
“Nurlupiana, S.Pd, Langgiong, S.Pd, Eko Yogyantoro, Pepi Yanto, S.Pd.,
Popi Yatno, Candra Putra, La Husu, Jusmiati, Suharni Suddin, S.Pd.,
Ranti Amir” yang telah memberikan dukungan moril.
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, karena itu saran dan kritik yang konstruktif dari berbagai pihak
sangat diharapkan demi kesempurnaannya, sehingga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi yang memerlukannya.
Demikian ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua
pihak yang telah diberikan kepada penulis semoga mendapat imbalan pahala yang
berlipat ganda dari Allah SWT, Amien Ya Rabbal Alamin.
Kendari, 2012
Penulis
vii
ABSTRAK
Arman (A1A207103). Skripsi ini berjudul Biografi Arsamid Al Ashur:
Pikiran dan Tindakannya. Dibimbing oleh Dr. Rifai Nur, M.Hum. selaku
Pembimbing I, dan Basrin Melamba, S.Pd, M.A. selaku Pembimbing II. Program
Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan Pengetahuan Ilmu Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Haluoleo Kendari.
Adapun permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini adalah: (1) Bagaimana
latar belakang kehidupan Arsamid Al Ashur? (2) Bagaimana pikiran Arsamid Al
Ashur sebagai Tokoh Adat dan Budayawan Tolaki? (3) Bagaimana Tindakan Arsamid Al Ashur sebagai pakar Adat Tolaki?
Metode yang digunakan dalam skripsi dan penulisan biografi ini adalah
metode sejarah (historical method) yang meliputi empat tahap/langkah kerja yaitu: heuristik (pencarian dan pengumpulan sumber), kritik sumber (kritik intern dan
ekstern), interpretasi, dan historiografi (penulisan sejarah). Sumber yang digunakan
dalam skripsi terdiri dari tiga jenis sumber data yaitu sumber tertulis, sumber lisan
(wawancara), dan sumber benda (gambar-gambar dan foto-foto). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan, dan studi lapangan
(wawancara).
Skripsi ini mengungkapkan bahwa Arsamid merupakan tokoh pelestari
budaya Tolaki. Selain itu, Arsamid Al Ashur merupakan tokoh yang memiliki
pendirian yang kuat, kreatitf, inovatif, dan terampil. Arsamid Al Ashur berasal dari
keluarga yang sedehana. Ia lahir di Tawanga (Kabupaten Kolaka) pada tanggal 10
Oktober 1943, nama kecilnya adalah Zainuddin, sebuah nama yang diberikan oleh
orang Jepang bernama Saigon. Ayahnya bernama Ndau dan Ibunya bernama Takube. Arsamid Al Ashur merupakan anak pertama dari delapan bersaudara
kandung. Arsamid Al Ashur menyelesaikan pendidikan terakhirnya di SGA Kendari
tahun 1964. Setelah menamatkan sekolahnya di SGA Kendari, Arsamid Al Ashur
memulai karirnya sebagai seorang guru. Setelah itu, ia menjadi pegawai pada
BKDH Tk II Kendari, Pemangku Adat Tolaki (Tolea-Pabitara), dan menjadi
anggota DPRD Tk II Kabupaten Kendari selama tiga periode (1977-1992). Peran Arsamid Al Ashur sebagai seorang Tokoh Adat dan Budayawan
Tolaki dimulai sejak tahun 1966 sampai sekarang yang diawali pada acara
perkawinan almarhum Prof. Dr. Abdurrauf Tarimana di Desa Motaha Kecamatan
Lambuya Kabupaten Kendari, pada saat itu Arsamid Al Ashur bertindak sebagai Tolea (Juru Bicara dari pihak laki-laki). Selain itu, Arsamid Al Ashur selalu
dipercaya oleh pemerintah Kendari untuk melakukan upacara penyambutan terhadap
tamu-tamu yang datang ke Sulawesi Tenggara, baik tamu yang berasal dari dalam
negeri maupun tamu yang berasal dari luar. Upacara penyambutan tersebut dilakukan secara Adat Tolaki yaitu dengan Umo‟ara dan Kalo Sara, serta selalu
melakukan penobatan ataupun pengukuhan terhadap Pengurus Lembaga Adat dan
pelaku-pelaku adat Tolaki lainnya. Pikiran Arsamid Al Ashur sebagai Tokoh Adat dan Budayawan dapat dilihat
pada hasil karya-karyanya mengenai kebudayaan Tolaki. Karya-karya Arsamid Al
Ashur tersebut yaitu berupa tulisan dan desain baju batik asli Tolaki yang diberi nama Titomas (Batik Tolaki Ramuan Arsamid Al Ashur). Baju Batik tersebut telah
diproduksi dan digunakan. Tindakan Arsamid Al Ashur sebagai pakar Adat Tolaki
yaitu melakukan sosialisasi dan pelatihan tentang hukum adat perkawinan Tolaki
serta mengukuhkan sejumlah Tolea-Pabitara.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ iii
KATA PENGANTAR ......................................................................... iv
ABSTRAK ........................................................................................ vii
DAFTAR ISI .................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 4
C. Tujuan dan Manfaat ................................................................. 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep dan Teori Biografi .......................................................... 8
B. Konsep dan Teori Peran ............................................................... 11
C. Teori Tindakan ......................................................................... 14
D. Skripsi Relevan ......................................................................... 15
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Skripsi ......................................................... 19
B. Jenis Skripsi ............................................................................... 19
C. Metode Skripsi ......................................................................... 19
D. Sumber Data Skripsi .................................................................. 23
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Latar Sosial – Budaya Arsamid Al Ashur ............................. 25
1. Keluarga ............................................................................ 25
2. Lingkup Budaya .................................................................. 30
3. Geografis ............................................................................ 33
4. Status Sosial ....................................................................... 34
B. Latar Belakang Kehidupan Arsamid Al Ashur ..................... 36
1. Masa Kecil sampai Dewasa .................................................. 36
2. Pendidikan .......................................................................... 39
3. Pekerjaan .............................................................................. 46
4. Perkawinan ......................................................................... 54
5. Petualangan Politik Arsamid Al Ashur ................................. 60
6. Struktur Adat ....................................................................... 61
C. Peran Arsamid Al Ashur sebagai Tokoh Adat dan
Budayawan Tolaki .................................................................... 63
D. Pikiran Arsamid Al Ashur sebagai Tokoh Adat dan
Budayawan Tolaki .................................................................. 73
ix
E. Tindakan Arsamid Al Ashur sebagai Pakar Adat
Tolaki ..................................................................................... 82
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 88
B. Saran ........................................................................................ 89
C. Implikasi Skripsi Terhadap Pembelajaran Sejarah di
Sekolah .................................................................................... 91
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR INFORMAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Foto Orang Tua Arsamid Al Ashur, Ndau dan Pandiri ........ 30
Gambar 2. Karya Tulis Arsamid Al Ashur .......................................... 77
Gambar 3. Foto Baju Batik Desain Arsamid Al Ashur yang
telah diproduksi .................................................................... 81
Gambar 4. Foto Desain Baju Batik Arsamid Al Ashur yang
belum diproduksi ............................................................. 81
Gambar 5. Foto Prosesi Pengukuhan dan Praktek Tolea
Pabitara di Desa Porabua Kecamatan Uluiwoi
Kabupaten Kolaka. ................................................................ 85
Gambar 6. Foto Prosesi Pengukuhan / Sumpah Serapah Para
Pelaku Adat Tolaki, Tolea dan Pabitara, oleh
Bapak Arsamid Al Ashur Al Ashur di Hotel
Arisandi Kecamatan Unaaha Kab. Konawe ...................... 86
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dalam proses sejarah selalu menempatkan dirinya sebagai
objek sekaligus subjek sejarah. Sejarah dalam arti objektif menunjuk kepada
kejadian atau peristiwa itu sendiri, ialah proses sejarah dalam aktualitasnya.
Kejadian itu sekali terjadi tidak dapat diulang lagi. Keseluruhan proses itu
berlangsung terlepas dari subjek manapun; jadi, objektif berarti tidak memuat
unsur-unsur subjek pengamat atau pencerita.
Sedangkan sejarah dalam arti subjektif adalah suatu konstruksi, ialah
bangunan yang disusun penulis sebagai suatu uraian atau cerita. Uraian atau
cerita itu merupakan suatu kesatuan atau unit yang mencakup fakta-fakta
terangkaikan untuk menggambarkan suatu gejala sejarah, baik proses maupun
struktur. Kesatuan itu menunjukkan koherensi, pelbagai unsur bertalian satu
sama lain dan merupakan satu kesatuan. Fungsi unsur-unsur itu saling
menopang dan saling bergantung satu sama lain. (Kartodirjdo, 1992: 14-15).
Manusia sebagai makhluk sejarah mampu menciptakan kebudayaan,
dan dalam setiap fase-fase kehidupan manusia, manusia tidak pernah
melepaskan diri dari kebudayaannya karena masyarakat turut mengambil andil
dalam kebudayaan tersebut. Kemunduran dan kemajuan kebudayaan suatu
daerah tidak lepas dari figur seorang tokoh pendukung kebudayaan tersebut.
Oleh karena itu, sangat perlu untuk memahami peranan tokoh dimasa lalu
sebagai bagian dari pendukung kebudayaan suatu masyarakat.
2
Untuk memahami peranan para tokoh dimasa lalu dapat dilihat kembali
melalui jejak-jejak yang mereka tinggalkan. Jejak-jejak itu dapat berupa tulisan
maupun keterangan-keterangan lisan dari para tokoh (jika masih hidup)
ataupun orang yang mengenal tokoh tersebut, baik secara langsung atau pun
tidak langsung mengenai kehidupan para tokoh tersebut.
Dalam khasanah buku yang menceritakan kisah tentang seorang
“tokoh”, paling tidak dikenal dalam tiga jenis. Pertama, otoboigrafi.
Otobiografi merupakan kisah perjalanan kehidupan seseorang yang ditulis
sendiri oleh sang “tokoh”. Kedua, memoar. Memoar merupakan tulisan
kenang-kenangan tentang seseorang yang ditulis oleh banyak orang yang
pernah mengisi dinamika kehidupan sang tokoh, baik kawan sekolah, kolega,
atasan, bawahan, kerabat, maupun orang lain yang pernahmengenalnya.
Ketiga, biografi. Biografi adalah kisah perjalanan kehidupan seorang tokoh
yang ditulis oleh orang lain berdasarkan informasi dari si tokoh maupun
narasumber lain (Sembiring, 2010: 2). Dalam tulisan ini penulis menggunakan
bentuk yang ketiga yaitu biografi, karena di sini penulis bertugas sebagai
penulis riwayat hidup seseorang.
Biografi merupakan salah satu bentuk penghargaan yang bisa diberikan
kepada tokoh yang berperan penting di tengah-tengah masyarakat.Di samping
itu, biografi mempermudah orang untuk mempelajari sejarah. Banyak orang
sangat sulit bahkan tidak dapat mempelajari sejarah melalui tema-tema sejarah,
akan tetapi lebih mudah memasuki masa-masa yang silam melalui biografi.
3
Selain itu, dengan biografi dapat dipahami para pelaku sejarah, zaman
yang menjadi latar belakang biografi, lingkungan sosial-politiknya
(Kuntowijoyo, 2003: 203). Selanjutnya Kuntowijoyo mengemukakan bahwa
sebenarnya sebuah biografi tidak perlu menulis tentang hero yang menentukan
jalan sejarah, cukup partisipan, bahkan the unknown (Kuntowijoyo, 2003: 203-
204).
Sehubungan dengan kepribadian tokoh, sebuah biografi perlu
memperhatikan adanya latar belakang keluarga, pendidikan, lingkungan sosial-
budaya, dan perkembangan diri. (Kuntowijoyo, 2003: 207).
Dalam tulisan ini penulis mengangkat seorang tokoh dari masyarakat
Tolaki yang memiliki peran penting dalam adat istiadat dan kebudayaan Tolaki
bernama Arsamid Al Ashur. Arsamid Al Ashur lahir di Tawanga Kabupaten
Kolaka pada tanggal 10 Oktober 1943. Ketika masih kecil, Arsamid sering
dibawah ayahnya untuk mengikuti acara-acara adat seperti pada acara
perkawinan.
Arsamid menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasarnya di Wawotobi
tahun 1977, SMP Negeri di Kendari tahun 1960, dan SGA Negeri di Kendari
tahun 1964. Setelah menyelesaikan pendidikan terakhirnya, Arsamid kemudian
diangkat menjadi guru Sekolah Dasar di Benua Kecamatan Angata tanggal 01
Agustus 1964 sampai tahun 1968. Setelah itu ia pindah bekerja di Kantor
Bupati Kepala Daerah Kendari tahun 1969.
Arsamid memulai karirnya di lembaga legislatif dengan menjadi
anggota DPRD Tk. II Kendari dari unsur Golkar selama tiga periode yaitu,
4
periode pertama 1977-1982, periode kedua 1982-1987, dan periode ketiga
1987-1992. Tahun 2003 Arsamid akhirnya pensiun dari Pegawai Negeri Sipil
(PNS) dengan pangkat Pembina Golongan IV/a.
Kegiatan-kegiatan Arsamid dalam bidang kebudayaan antara lain
menjadi anggota tim peneliti kebudayaan kebudayaan daerah Propinsi Sulawesi
Tenggara pada Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Propinsi Sultra tahun 1974 sampai 1978, anggota tim Penterjemah 36 Butir-
Butir Pancasila ke dalam Bahasa Tolaki, pemrakarsa pemberian gelar kepada
Drs. H. Anas Bunggasi (Buapti Kendari tahun 1987-1992) pada tahun 1992,
akhir masa jabatan beliau, bersama-sama dengan Abdurrauf Tarimana dengan
gelar Tabaununggu Temalau Wonua, artinya pimpinan daerah yang tersohor
dan menjadi buah bibir masyarakat, desainer batik motif budaya asli Tolaki
tahun 1998 sampai sekarang dengan merek cipta Titomas (Motif Tolaki
Ramuan Arsamid).
Dalam kegiatan menulis, Arsamid mulai aktif sejak tahun 2000 sampai
sekarang. Arsamid telah menyelesaikan beberapa buku tentang Kebudayaan
Tolaki antara lain alam bidang Bahasa dan Sastra, Sejarah, dan Karya
terjemahan ke dalam bahasa Tolaki.
Peran Arsamid sebagai tokoh adat Tolaki khususnya sebagai Tolea dan
Pabitara profesional dimulai sejak tahun 1966 yang diawali dalam urusan
perkawinan almarhum Prof. Dr. Abdurrauf Tarimana di Desa Motaha
Kecamatan Lambuya Kabupaten Kendari. Waktu itu Arsamid belum
dikukuhkan sebagai seorang Tolea dan Pabitara.
5
Pada masyarakat Tolaki, penanganan suatu urusan adat khususnya
masalah perkawinan ada yang berdasarkan kehendak dan kepentingan yang
mempunyai urusan, dan ada yang menurut pelaku adat. Faktor itulah yang
kemudian menimbulkan terjadinya perbedaan wujud dan tata cara pelaksanaan
antara lingkungan tertentu dengan lingkungan umumnya. Selain itu, masih
adanya penyimpangan yang sering terjadi dalam pelaksanaan perkawinan yang
sering dilakukan sebagian pelaku adat khususnya Tolea dan Pabitara yang
disebabkan karena mereka belum dikukuhkan/sumpah serapah. Oleh karena
itu, untuk mencegah terjadinya hal tersebutmaka Arsamid sebagai Pakar Adat
Tolaki sekaligus sebagai pengurus pada Lembaga Adat Tolaki melalui LAT
yang berada di daerah-daerah terus melakukan upaya sosialisasi Hukum Adat
Perkawinan Tolaki dan Pelatihan Tolea-Pabitara sekaligus mengukuhkan
kembali para Tolea-Pabitara.
Ada beberapa alasan mengapa penulis tertarik untuk menuliskan
biografi Arsamid yaitu:
1. Historiografi mengenai biografi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
khusunya pada Program Studi Pendidikan Sejarah belum mendapat
perhatian dari mahasiswa untuk melakukan penulisan tentang biografi
seorang tokoh dalam bentuk karya tulis, skripsi.
2. Arsamid merupakan salah satu tokoh adat, budayawan Tolaki yang
memiliki peran penting dalam pelestarian, pengembangan kebudayaan
tolaki, namun belum banyak orang yang mengetahui sosok Arsamid.
6
Dari uraian di atas, penulis tertarik menuliskan biografi beliau menjadi
sebuah tulisan atau karya ilmiah dengan judul Biografi Arsamid Al Ashur:
Pikiran dan Tindakan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permaslahan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana latar belakang kehidupan Arsamid Al Ashur?
2. Bagaimana pikiran Arsamid Al Ashur sebagai Tokoh Adat dan
Budayawan Tolaki?
3. Bagaimana tindakan Arsamid Al Ashur sebagai pakar Adat Tolaki?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Menjelaskan latar belakang kehidupan Arsamid Al Ashur dari masa kecil,
pendidikannya, pekerjaannya, latar belakang keluarganya, dan
pengalamannya serta kegiatan-kegiatannya dalam bidang kebudayaan.
2. Menjelaskan tentang pikiran Arsamid Al Ashur sebagai Tokoh Adat
sekaligus budayawan Tolaki.
3. Menjelaskan tindakan Arsamid Al Ashur sebagai pakar Adat Tolaki.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
7
4. Bagi mahasiswa, diharapakan dapat memberikan informasi kepada
mahasiswa secara umum dan mahasiswa Program Studi Pendidikan
Sejarah khusunya tentang biografi.
5. Bagi masyarakat, diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai salah satu tokoh masyarakat khususnya masyarakat
Tolaki.
6. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapakan agar pemerintah lebih
memahami, memperhatikan, dan memberikan penghargaan yang pantas
bagi tokoh-tokoh yang berjasa dalam mengembangkan kebudyaan Tolaki.
Selain itu, tulisan ini dapat menjadi bahan masukan dalam rangka
pengembangan, pengkajian dan penulisan biografi di Sulawesi Tenggara.
7. Bagi penulis/peneliti, dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan
memperluas wawasan berpikir peneliti dalam ilmu sejarah dan dalam
penulisan biografi khususnya.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep dan Teori Biografi
1. Konsep Biografi
Biografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu bios yang berarti hidup, dan
graphien yang berarti tulis. Dengan kata lain biografi merupakan tulisan
tentang kehidupan seseorang. Biografi, secara sederhana dapat dikatakan
sebagai sebuah kisah riwayat hidup seseorang (http://kolom-
biografi.blogspot.com/2009/12/pengertian-biografi-serta-cara-menulis.html).
Dalam ilmu sejarah, biografi secara sederhana dapat dikatakan sebagai
sebuah kisah riwayat hidup seseorang. Biografi dapat berbentuk beberapa baris
kalimat saja, namun juga dapat berupa lebih dari satu buku. Perbedaannya
adalah, biografi singkat hanya memaparkan tentang fakta-fakta dari kehidupan
seseorang dan peran pentingnya, sementara biografi yang panjang meliputi
informasi-informasi penting,namun dikisahkan dengan lebih mendetail dan
tentunya dituliskan dengan gaya bercerita yang baik (Silitonga, 2011: 7).
Biografi biasanya dapat bercerita tentang kehidupan seorang tokoh
terkenal atau tidak terkenal, yang masih hidup atau yang sudah meninggal.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa biografi adalah
riwayat hidup seseorang yang ditulis oleh orang lain. Sedangkan menurut
Wikipedia Indonesia, biografi adalah kisah atau keterangan tentang kehidupan
seseorang (Jeperson, 2009: 6).
9
Biografi menganalisis dan menerangkan kejadian-kejadian dalam hidup
seseorang.Melalui biografi, akan ditemukan hubungan, keterangan arti dari
tindakan tertentu atau misteri yang melingkupi hidup seseorang, serta
penjelasan mengenai tindakan dan perilaku hidupnya.
Biografi memerlukan bahan-bahan utama dan bahan pendukung.Bahan
utama dapat berupa benda-benda seperti surat-surat, buku harian, atau kliping
Koran. Sedangkan bahan-bahan pendukung biasanya berupa biografi lain,
buku-buku referensi atau sejarah yang memaparkan peranan subjek biografi
itu.
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam menulis sebuah biografi antara
lain: (a) pilih seseorang yang menarik perhatian anda; (b) temukan fakta-fakta
utama mengenai kehidupan orang tersebut; (c) mulailah dengan ensiklopedia
dan catatan waktu; (d) pikirkan, apa lagi yang perlu anda ketahui mengenai
orang itu, bagian mana dari hidupnya yang ingin lebih banyak anda tuliskan
(http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/12/pengertian-biografi-serta-cara-
menulis.html).
Beberapa pertanyaan yang mungkin dapat dijadikan pertimbangan
misanlya: (a) apa yang membuat orang ini istimewa atau menarik; (b) dampak
apa yang telah ia lakukan bagi dunia atau orang lain; (c) atau sifat apa yang
akan mungkin peneliti gunakan untuk menggambarkan orang ini; (d) contoh
apa yang dapat dilihat dari hidupnya yang menggambarkan sifat tersebut; (e)
kejadian apa yang membentuk atau mengubah kehidupan orang itu; (f) apakah
ia mampu menghadapi rintangan tersebut; (g) apakah ia mengatasinya dengan
10
mengambil resiko, atau dengan keberuntungan; (h) apakah dunia akan menjadi
lebih baik atau lebih buruk jika orang ini tidak pernah hidup, bagaimana bisa
dan mengapa(http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/12/pengertian-biografi-
serta-cara-menulis.html).
Selain itu, dalam buku Antologi Biografi Pengarang Sastra Indonesia
dijelaskan bahwa dalam menyusun biografi seseorang harus memuat latar
belakang dari yang ingin kita tulis antara lain:
8. Keluarga yaitu memuat keterangan lahir, meninggal (jika sudah
meninggal), istri dan keturunan (orang tua, saudara dan anak). Pendidikan
yaitu pendidikan formal dan non formal dari tingkat dasar sampai
perguruan tertinggi jika ada. Pekerjaan, yang memberi penjelasan tentang
pekerjaan, baik pekerjaan yang mendukung kepengarangannya maupun
pekerjaan yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan
kepengarangannya.
9. Karya-karya pengarang itu yang didaftar menurut jenisnya, baik yang
berupa buku maupun yang berupa karya yang diterbitkan secara terlepas,
bahkan yang masih berbentuk naskah, karena kadang-kadang ada
pengarang yang mempunyai naskah karyanya yang belum diterbitkan
sampai dia meninggal.
10. Tanggapan para kritikus yang didaftarkan berdasarkan judul dan
sumbernya, dengan tujuan memberi keterangan kepada para pembaca
tentang tanggapan orang kepada pengarang itu. Hal itu tegantung kepada
ada atau tidak adanya orang yang menanggapi (Silitonga, 2011: 6).
11
Berdasarkan sudut pandang di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa
biografi merupakan pendeskripsian hidup seseorang di masa lampau baik yang
masih hidup atau yang sudah meninggal, yang terkenal atau pun yang tidak
terkenal.
Dalam kaitannya dengan penelitian dan penulisan biografi ini, maka
biografi dalam tulisan ini bertujuan untuk menceritakan perjalanan hidup
Arsamid Al Ashur yang masih hidup serta eksistensinya dalam masyarakat
Tolaki.
2. Teori Biografi
Untuk memahami kehidupan seorang tokoh secara utuh sebagai
individu dan sekaligus sebagai anggota masyarakat, haruslah dikaji kondisi
sosial budaya yang melatarbelakangi kehidupan tokoh tersebut. Sutherland
dalam bukunya Introductory Sociology menyatakan bahwa pada hakikatnya,
kehidupan pribadi itu merupakan abstraksi dari individu, masyarakat, serta
budayanya. Ketiga aspek tersebut mempunyai peranan saling mempengaruhi
kepribadian seseorang. Sedangkan Onghokham menyatakan bahwa silsilah,
keluarga, dan orang-orang sekelilingnya pada masa kanak-kanak sampai
dengan masa dewasa mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan
tokoh (Mulyanto, 1990: 7).
B. Konsep dan Teori Peran
1. Konsep Peran
Hendropuspito (1989: 178) mengungkapkan bahwa istilah peranan
menunjukkan bahwa masyarakat mempunyai lakon, bahkan masyarakat lakon
12
itu sendiri.Lakon masyarakat itu disebut fungsi atau tugas masyarakat yang
dilaksanakan oleh orang atau kelompok tertentu, menurut pola kelakuan
lahiriah dan batiniah yang telah ditentukan.
Sedangkan Soekanto mengungkapkan bahwa peranan merupakan aspek
dinamis dari kedudukan (status), yaitu seseorang yang melaksanakan hak-hak
dan kewajibannya. Suatu peranan mencakup paling sedikit tiga hal yaitu:
11. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat.
12. Peranan merupakan suatu konsep perihal yang dapat dilakukan individu
dalam masyarakat sebagai organisasi.
13. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi
struktur sosial (Soekanto, 2009: 217).
Dalam Kamus Sosiologi disebutkan bahwa peranan adalah 1) aspek
dinamis dari kedudukan, 2) perangkat hak-hak dan kewajiban, 3) perilaku
aktual dari pemegang kedudukan, dan 4) bagian dari aktivitas yang dimainkan
oleh seseorang (Soekanto, 1993: 440).
Horton & Hunt dan David Berry memiliki penjelasan yang hampir
sama mengenai konsep peran. Horton & Hunt menyatakan bahwa peran adalah
perilaku yang diharapkan dari seseorang yang mempunyai suatu status (Horton
dan Hunt, 1991: 118-119).
Sedangkan David Berry mengungkapkan bahwa konsepsi peran
mengandaikan seperangkat harapan. Kita diharapakan untuk bertindak dengan
cara-cara tertentu dan mengharapkan orang lain untuk bertindak dengan cara-
13
cara tertentu pula. Lebih lanjut Berry mengatakan bahwa bila individu-individu
menempati kedudukan-kedudukan tertentu maka mereka merasa bahwa setiap
kedudukan yang mereka tempati itu menimbulkan harapan-harapan
(expectations) tertentu dari orang-orang disekitarnya (Berry, 2003: 99).
Bertolak dari sudut pandang di atas, maka penulis menyimpulkan
bahwa peran merupakan suatu fungsi atau tugas yang dimiliki oleh seseorang
yang mempunyai status atau kedudukan dalam masyarakat dengan seperangkat
harapan.
Dalam kaitannya dengan biografi ini, maka penulis akan
mengungkapkan peran Arsamid Al Ashur sebagai Tokoh Adat/Masyarakat dan
Budayawan Tolaki.
2. Teori Peran
Untuk memberikan penjelasan mengenai peranan Arsamid Al Ashur
sebagai seorang tokoh adat dan budayawan Tolaki, maka akan digunakan teori
peran yang dikemukakan oleh Broom dan Selznick. Broom dan Selznick
mengemukakan bahwa peran dapat ditinjau dari tiga perspektif, yaitu
perspektif prescribed role, perspektif perceived role, perspektif actual role.
14. Perspektif Prescribed Role
Perspektif prescribed role yaitu peran yang didasarkan pada harapan-
harapan masyarakat atau peranan yang ideal. Setiap masyarakat pada umumnya
selalu mempunyai harapan tertentu dari individu yang menempati status atau
posisi sosial tertentu, seperti suami, istri, orang tua dan anak. Harapan itu tentu
berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya.
14
15. Prespektif Preceived Role
Perspektif Precieved role yaitu peran yang didasarkan pada pertimbangan
pribadi. Peranan ini mungkin saja tidak sejalan dengan harapan dari
masyarakat tetapi harus dilakukannya karena menurut pertimbangan hal itu
adalah baik.
16. Perspektif actual role
Perpektif actual role yaitu peran yang didasarkan pada bagaimana peranan
itu diwujudnyatakan atau diaktualisasikan. Pelaksanaan suatu peranan
seringkali tidak cuma didasarkan atas harapan-harapan masyarakat (prescribed
role) atau pertimbangan-pertimbangan pribadi (precieved role) tetapi juga
berdasarkan tekanan-tekanan yang dialami atau peluang-peluang yang ada atau
situasi-situasi khusus.
Dari ketiga jenis peran tersebut, maka penulis menggunakan jenis peran
yang ketiga dalam menjelaskan peranan Arsamid, yaitu perspektif actual role;
yaitu peran yang didasarkan pada bagaimana peranan itu diwujudnyatakan atau
diaktualisasikan.
C. Teori Tindakan
Untuk memberikan penjelasan mengenai tindakan Arsamid sebagai
pakar Adat Tolaki sekaligus Dewan Pengurus Lembaga Adat Tolaki Sultra
akan digunakan teori collective action yang dijelaskan oleh Charles Tilly.
Menurutnya bahwa tindakan kolektif adalah orang-orang yang bertindak secara
bersama-sama untuk mencapai kepentingan bersama. Menurut Tilly, sepanjang
15
sejarah ada tiga jenis tindakan kolektif, masing-masing dengan causal
faktornya sendiri. Ketiga jenis tindakan kolektif tersebut sebagai berikut:
Pertama, competitive collective action, yaitu dua pihak atau lebih
bersaing untuk merebut atau menegakkan sesuatu.Kedua, reactive collective
action, yaitu adanya upaya untuk mengembalikkan hak-hak yang mapan dalam
masyarakat yang telah digusur oleh pihak-pihak tertentu.Ketiga, pro collective
action, yaitu upaya untuk menciptakan suatu struktur sosial yang baru yang
sebelumnya tidak ada (Permana, 2004: 7).
Dari ketiga jenis tindakan tersebut, maka dalam penelitian ini peneliti
menggunakan jenis tindakan yang kedua, reactive collective action, yaitu
adanya upaya untuk mengembalikkan hak-hak yang mapan dalam masyarakat
yang telah digusur oleh pihak-pihak tertentu.
D. Penelitian Relevan
Ada beberapa tulisan mengenai biografi diantaranya, yang ditulis oleh
Jeperson Valerius Silalahi, Biografi Guntur Sitohang sebagai Pemusik dan
Pembuat Alat Musik Batak Toba.
Jeperson menjelaskan bahwa Guntur Sitohang lahir dari pasangan yang
tidak memiliki kultur seniman. Namun atas kebebasan yang diberikan orang
tuanya dalam mengembangkan minat dan bakatnya, maka hal itu
menjadikannya terbentuk menjadi seorang pemusik Batak Toba yang handal.
Kemampuan yang dimilkinya dalam memainkan berbagai alat musik Batak
Toba sejak belasan tahun.
16
Jeperson juga menulis bahwa Guntur Sitohang telah mengambill
peranan penting dalam perjalanan kelangsungan musik tradisi Batak toba, hal
tersebut diperjelas dengan andilnya dalam mewakili maupun memimpin
kontingen dari Samosir maupun Toba pada event-event kebudayaan ditingkat
Provinsi maupun maupun nasional. Selain itu, Jeperson juga menulis bahwa
selai sebagai pemusik yang handal, Guntur Sitohang juga aktif dalam membuat
alat musik. Dalam membuat alat musik, Guntur Sitohang banyak belajar dari
pengalamannya sebagai pemusik.
Tulisan lain mengenai biografi yaitu biografi yang ditulis oleh Eva
Angelina Sembiring, Biografi Rakuta Sembiring Brahmana. Tulisan ini
menjelaskan tentang latar belakang kehidupan Rakutta Sembiring Brahmana,
dan aktivias politiknya selama menjadi kapala daerah.
Eva Angelina S. menjelaskan bahwa awal karirnya dimulai dengan mengikuti
pelatihan sipil dan kemudian turut serta dalam perjuangan kemerdekaan
Republik Indonesia.
Eva Angelina S. juga menulis bahwa pada awalnya beliau menjabat
sebagai Bupati Tanah Karo pada tahun 1946. Pada tahun 1954-1960 Rakutta
Sembiring Brahmana dipindah tugaskan ke daerah Asahan. Di Asahan beliau
menjabat sebagai Bupati. Dan yang terakhir beliau menjabat sebagai Walikota
Pematang Siantar 1960-1964. Walaupun Rakutta Sembiring Brahmana bukan
putra daerah tetapi dia bisa menjadi seorang pemimpin di daerah orang lain.
Selama ia memimpin di tiga wilayah beliau telah memberikan sumbangsih
yang sangat besar melalui kebijakan-kebijakan yang ia buat.
17
Sedangkan tulisan lainnya yaitu biografi yang ditulis oleh Sansri Nuari
Silitonga, Nur „Ainun Sebagai Penyanyi Melayu Sumatera Utara: Biogarafi
dan Analisis Struktur Rentak Senandung, Mak Inang, dan Lagu Dua yang
dinyanyinkannya.
Dalam tulisan ini, Sansi Nuari Silitonga menjelaskan bahwa Nur
„Ainun adalah sosok perempuan yang memiliki sifat keagamaan (religious).
Segala sesuatu yang beliau kerjakan selalu berhubungan erat dengan Tuhan,
seperti pada saat sebelum naik panggung Nur‟Ainun selalu berdoa meminta
agar semua dilancarkan (meminta berkat). Bukan cuma itu saja, Nur „Ainun
juga selalu menyempatkan dirinya untuk melakukan sholat 5 waktu, dan ini
sesuatu pekerjaan yang tidak pernah dia lupakan, biar dalam keadaan
bagaimana pun, beliau selalu melakukanya.
Tulisan lain mengenai biografi yaitu biografi yang ditulis oleh Suharni
Suddin, Supu Yusuf Dari Seorang Bangsawan, Pejuang Hingga Birokrat.
Dalam tulisan tersebut Suharni menjelaskan bahwa dalam usia 19 tahun,
setelah menamatkan pendiddikan Osvianya, Supu Yusuf memulai karirnya
sebagai Menteri Polisi di Onderofdeeling Bone pada tanggal 1 Nopember
1940. Perannya dalam mempertahankan kemerdekaan di daerah Kendari dan
Kolaka yaitu sebagai pelopor terbentuknya organisasi pemuda Merah Putih di
daerah Kendari, Wawotobi dan Andoolo. Sebagai motivator bagi masyarakat
dan pemuda Sulawesi Tenggara agar sadar akan proklamasi kemerdekaan yang
telah diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Selain itu, Suharni juga
18
menulis bahwa peranan Supu Yusuf bukan hanya di bidang milter akan tetapi
juga di bidang pemerintahan, sosial dan organisasi.
19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai pada tanggal 30 April 2012 sampai selesai.
Tempat penulis melakukan penelitian yaitu di Benu-Benua Kota Kendari dan
di Kelurahan Arombu Kabupaten Konawe. Kedua tempat tersebut merupakan
tempat tingal Arsamid.
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif pendekatan
strukturis yang merupkan perpaduan antara pendekatan individualis dan
strukturalis. Pendekatan strukturis ini lebih memusatkan pada peran individu
atau kelompok sosial tertentu, sebagai faktor perubahan. Sedangkan struktur
sosial menjadi wadahnya yang mengikat antara individu atau kelompok sosial
sehingga terjadi interaksi (Permana, 2004: 5).
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian dan penulisan biografi ini
adalah metode historis atau metode sejarah (historical methode).
Sebagaimana dikemukakan Gottschalk, metode sejarah adalah proses menguji
dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau
(Gottschalk, 2006: 39). Sedangkan Sjamsuddin mendefinisikan metode
sejarah sebagai suatu cara bagaimana mengetahui sejarah (Sjamsuddin, 2007:
14).
20
Menurut Ernest Bernheim, metode sejarah memiliki 4 (empat) tahapan
kerja yaitu (1) heuristik, yaitu mencari, menemukan, dan mengumpulkan
sumber-sumber sejarah, (2) kritik, menganalisis secara kritis sumber-sumber
sejarah, (3) Aufassung, penanggapan terhadap fakta-fakta sejarah yang
dipungut dari dalam sumber-sumber sejarah, dan (4) Darstellung, penyajian
ceritera yang memberikan gambaran sejarah yang terjadi pada masa lampau.
(Sjamsuddin dan Ismaun, 1996: 19-20).
Berdasarkan pendapat di atas, maka langkah kerja yang digunakan
dalam penelitian dan penulisan biografi ini menggunakan prosedur metode
sejarah kritis dengan tahapan sebagai berikut:
1. Heuristik (Pengumpulan Sumber)
Pada tahap ini, penulis berusaha melakukan pencarian, pengumpulan
dan pengklasifikasian berbagai sumber yang berhubungan dengan masalah
penelitian. Sumber sejarah (historical sourcess) adalah segala sesuatu yang
langsung atau tidak langsung memberitahukan kepada kita tentang sesuatu
kenyataan kegiatan manusia pada masa lalu (past actuality) (Sjamsuddin,
2007: 95). Sumber yang penulis gunakan dalam penelitian ini berupa sumber
tertulis, sumber lisan, dan sumber benda.
Adapun teknik yang peneliti gunakan dalam melakukan pengumpulan
sumber/data penelitian tersebut, yaitu studi literatur (studi kepustakaan) dan
studi lapangan.
17. Studi literatur (studi kepustakaan). Studi ini dilakukan dengan cara
mengumpulkan dan membaca sejumlah literatur. Literatur berupa buku-
21
buku (karya tulis), dokumen-dokumen, serta catatan-catatan lainnya yang
berhubungan dengan masalah penelitian. Hal ini dilakukan dengan tujuan
memperoleh data tertulis berupa buku, dokumen, serta catatan-catatan
lainnya yang relevan dengan kajian. Dengan telaah semacam ini penulis
mendapat bahan-bahan yang dapat dijadikan sebagai perbandingan atau
tolak ukur terhadap bahan yang diperoleh dilapangan.
18. Pengumpulan data dengan penelitian lapangan dilakukan melalui
metode sejarah lisan (oral history) yaitu dengan melakukan wawancara
terhadap Arsamid Al Ashur serta orang yang berhubungan dengan beliau.
Selain melakukan wawancara, peneliti mengunjungi tempat penjualan
(distributor) Batik Tolaki Ramuan Arsamid (TITOMAS), Laksana Tailor
Wawotobi. Di tempat tersebut peneliti mengambil gambar berupa baju-
baju motif TITOMAS yang digunakan di beberapa sekolah di Kabupaten
Konawe, serta foto dari almarhum H. Ambo Dalle dan anaknya,
Baharuddin.
2. Tahap Kritik Sumber
Setelah melakukan kegiatan pengumpulan sumber, tahap selanjutnya
adalah melakukan kritik sumber. Kritik sumber dimaksudkan untuk
menyeleksi, menilai, atau menguji semua sumber yang telah berhasil
dikumpulkan, baik dari segi otentisitas (kesejatian, ketulenan, keaslian)
maupun kredibilitas (kebenaran, keabsahan, kesahihan) sumber (Hadara,
2004: 3).
22
Dalam metode sejarah, kritik sumber dibagi menjadi dua macam yaitu
eksternal dan internal. Kritik eksternal bertujuan untuk menilai otentisitas dan
integritas sumber, sedangkan kritik internal bertujuan untuk menguji
realibilitas dan kredibilitas sumber.
19. Kritik Ekstern
Kritik ekstern merupakan penilaian sumber dari aspek luar / fisik
dari sumber tersebut seperti kertas, tinta, gaya tulisan, kata-kata, huruf-
hurufnya. Pada tahap kritik ini, ada tiga pertanyaan penting yang
diajukan,yaitu: (1) Adakah sumber itu memang sumber yang dikehendaki?
(2) Adakah sumber itu asli atau turunan? (3) Adakah sumber itu utuh atau
telah diubah-ubah (Hadara, 2004: 4).
20. Kritik Intern
Kritik intern merupakan penilaian terhadap kesaksian dari isi
sumber. Ada empat pertanyaan pokok untuk menilai kebenaran
(kredibilitas) dari kesaksian isi sumber tersebut yaitu : (1) apakah saksi di
dalam memberikan kesaksiannya mampu menyatakan kebenaran?, (2)
apakah saksi mau menyatakan kebenaran?, (3) apakah saksi melaporakan
secara akurat mengenai detil yang sedang diuji, (4) apakah ada dukungan
(koroborasi) secara merdeka terhadap detil yang sedang diperiksa?
(Hadara, 2004: 6)
3. Tahap Interpretasi
Tahap selanjutnya yang dilakukan oleh penulis dalam melakukan
penyusunan karya ilmiah sejarah setelah mengumpulkan sumber (heiristik)
23
dan kritik sumber adalah melakukan interpretasi. Pada tahap ini dilakukan
pengolahan, penyusunan dan penafsiran terhadap fakta-fakta yang telah teruji
kebenarannya. Berbagai fakta yang berbeda antara satu dengan lainnya
tersebut kemudian dirangkaikan dan dihubungkan sehingga menjadi satu
kesatuan yang selaras, di mana peristiwa yang satu dimasukkan ke dalam
keseluruhan konteks peristiwa-peristiwa lain yang melingkupinya.
Interpretasi adalah proses menafsirkan data dan fakta yang telah
didapatkan. Tahapan interpretasi merupakan tahap pemberian makna terhadap
data-data yang diperoleh dalam penelitian. Dalam tahap ini, penulis
menggabungkan data yang diperoleh dari sumber selama penelitian kemudian
dirangkaikan dan diinterpretasi.
4. Tahap Penulisan (Historiografi)
Pada tahap ini, penulis melakukan penulisan akhir sebagai hasil dari
ketiga tahapan sebelumnya, yaitu heusristik, kritik, dan interpretasi.
Sjamsuddin menjelaskan bahwa memasuki tahapan ini sejarawan akan
mengerahkan segala daya dan pikirannya dengan pikiran-pikiran kritis dan
analisisnya. Sehingga pada akhirnya ia harus menghasilkan suatu sintesis dari
seluruha hasil penelitiannya atau penemuannya ke dalam suatu tulisan yang
utuh (Sjamsuddin: 2007: 156). Hasil penelitian yang diperoleh tersebut,
disusun menjadi sebuah karya ilmiah berupa skripsi.
D. Sumber Data Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan tiga jenis sumber data, yaitu
sumber tertulis, sumber lisan, dan sumber benda.
24
21. Sumber tertulis berupa dokumen (resmi atau pribadi seperti surat-surat
pengangkatan, piagam penghargaan, ijazah), tulisan-tulisan tokoh
khususnya mengenai karya-karya Arsamid dalam bentuk tulisan, serta
literatur lainnya yang ada relevansinya dengan kajian dalam penelitian dan
penulisan biografi Arsamid Al Ashur.
22. Sumber lisan yaitu dengan melakukan wawancara terhadap Arsamid Al
Ashur dan oarang yang berhubungan dengan beliau.
23. Sumber benda, terutama gambar-gambar atau foto-foto yang berhubungan
dengan masalah yang sedang diteliti.
25
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Latar Sosial – Budaya Arsamid
1. Keluarga
Arsamid lahir dari buah perkawinan pasangan Ndau dengan Takube.
Pasangan ini dikarunia delapan orang anak, lima orang putera dan tiga orang
putri yaitu, Arsamid sebagai putera sulung/Iliwua atau Ponduha‟a Sanggula
yang lahir pada hari senin tanggal 10 Oktober 1943 di Tawanga (Kabupaten
Kolaka), Lawetasi (Muis L) sebagai putera kedua lahir pada tangal 01 Mei
1945 di Tawanga (Kolaka), anak ketiga bernama Tie (Amimah) sebagai putri
pertama mereka lahir pada tanggal 27 Juli 1948 di Tawanga (Kolaka), anak
keempat bernama Hamka sebagai putera ketiga mereka lahir pada tanggal 16
Desember 1951 di Tawanga (Kolaka), anak kelima bernama Abidin sebagai
putera keempat mereka lahir pada tanggal 18 Juni 1953, anak keenam bernama
Burhan sebagai putera kelima yang lahir pada tanggal 25 Nopember 1955 di
Tawanga (Kolaka), anak ketujuh adalah seorang perempuan bernama Yurni
sebagai putri kedua lahir pada tanggal 03 Juli 1962 di Tawanga (Kolaka), dan
yang terakhir pasangan ini kembali dikaruniai seorang puteri bernama Jusni
yang lahir pada tanggal 21 Januari 1965 di Tawanga (Kabupaten Kolaka).
(Arsamid, 2006: 2).
Ndau adalah seorang Hoofd Mandor (kepala mandor) pada perkebunan
Jepang milik tuan Saigon di Tawanga Tua (Kabupaten Kolaka) dan juga
merupakan seorang Imam. Setelah pindah ke Wawotobi (Kabupaten Konawe)
26
Ndau kembali mengabdikan dirinya sebagai Imam di Tawanga (Wawotobi).
Setelah lama mengabdikan diri menjadi Imam akhirnya ia diangkat oleh Bupati
Kendari menjadi Pegawai Negeri Sipil Daerah TK II Kendari sebagai Pesuruh
Sekolah Dasar sampai ia meninggal.
Kakek dan nenek Arsamid dari ayahnya bernama Lawa‟e dan Mareti.
Arsamid mengatakan bahwa kakeknya merupakan seorang yang dikenal
sebagai mbupiu mot‟uo, mbusopu motu‟o, dan Tolea-Pabitara motu‟odi
Tawanga Tua (Kab. Kolaka). Sebagai seorang Tole-Pabitara Lawwa‟e selalu
bisa menyelesaikan semua permasalahan yang timbul dalam urusan-urusan
adat perkawinan (Arsamid, wawancara 12 Nopember 2011). Sedangkan ayah
Ndau sendiri bernama Para yang bekerja sebagai petani dan mbusopu. Untuk
lebih jelas, berikut adalah silsilah keturunan Arsamid:
Sumber: (Arsamid, wawancara 15 April 2011)
Tie (Amimah)
Para
Abidin
Para
Yurni
Para
Para
Lawa’e
Para
Mareti
Para
Ndau
Para
Takube
Para
Arsamid
Para
Lawetasi (Muis L)
Para
Hamka
Para
Burhan
Para
Jusni
Para
27
Ndau hanya menyelesaikan pendidikannya sampai pada jenjang
pendidikan dasar yaitu di Sekolah Rakyat (SR) 3 Tahun Sanggona. (Arsamid,
2006: 2). Arsamid mengatakan bahwa pada waktu itu Sekolah Rakyat hanya
ada di empat daerah yaitu di Mowewe, Puriala, Wolasi, dan di Sanggona.
Setelah tamat ia akan melanjutkan pendidikannya, Zending School (Sekolah
Kristen) di Poso. Untuk masuk di sekolah tersebut syaratnya harus di baptis
terlebih dahulu baru bisa berangkat. Akan tetapi Ayahnya yaitu Lawa‟e
melarangnya untuk tidak ikut sekolah Zending tersebut karena, pertama jika ia
(Nda‟u) masuk Kristen, ia pasti akan makan babi, dan kedua mereka akan
berpisah sampai di hari kemudian.Akhirnya Ndau membatalkan kepergiannya
ke Poso dan memilih pergi ke Watunohu, Kolaka Utara untuk belajar agama
Islam kepada orang Bugis.
Di Watunohu, Ndau belajar selama tiga tahun. Arsamid mengatakan
bahwa di sana Nda‟u belajar tentang Tauhid, mengaji, baca barsanji, tafsir Al
Qur‟an, dan pengetahuan islam lainnya. Setelah selesai, ia pergi ke Tawanga
Tua (Kabupaten Kolaka) dan bekerja diperkebunan Mitsubishi Jepang milik
tuan Saigon sambil mengabdikan dirinya sebagai Imam di tempat tersebut.
(Arsamid, wawancara 16 Oktober 2011).
Lebih lanjut Arsamid mengatakan bahwa di perkebunan tersebut Ndau
dipekerjakan sebagai Hoofd Mandor (kepala mandor). Selain menjadi hoofd
mandor, Ndau juga bergabung di perjuangan merah putih pimpinan Sulewata
Lasandara dengan memimpin beberapa anggotadan salah satu yang menjadi
anggotanya adalah Hamid, kemenakan dari Sulewata Lasandara, yang juga
28
sedang bekerja di perkebunan tersebut. Jenis tanaman yang ditanam di
perkebunan tersebut yaitu berupa kapas, mentimun, mentimun Jepang, ketimun
Jepang, dan semangka Jepang. Saat bertugas sebagai Hoofd Mandoria
dipanggil dan diperintahkan oleh Komandan Polisi Militer (PM) Kolaka untuk
membawa merah putih masuk ke Wawotobi dan disebarkan, merah putih
tersebut berukuran kecil. Agar merah putih tersebut tidak dilihat oleh tentara
Jepang maka Ndau menyembunyikan bendera merah putih kecil tersebut
dibalik kopianya. Ndau membawa merah putih tersebut dari perkebunan
Mitsubishi Jepang dengan naik rakit (onia) bersama dengan Hamid dan
anggota lainnya melalui sungai Konawe‟eha dengan membawa mentimun,
semangka, dan ketimun Jepang ke Bose-bose, Wawotobi (Arsamid, wawancara
16 Oktober 2011).
Keesokan malamnya mereka ditangkap oleh tentara Jepang dan bendera
tersebut kemudian di ambil. Ndau kemudian dipenjara bersama dengan teman-
temannya termasuk Hamid. Sekarang penjara tersebut dijadikan sebagai Rujab
Camat Wawotobi akan tetapi tidak ada yang menempatinya karena dianggap
keramat. Penjaga penjara (Opas) saat itu bernama Laidi. Setelah Sulewatang
Lasandara mendengar berita tertangkapnya Ndau dan Hamid, Sulewata
Lasandara kemudian memberitahukan kepada Laidi supaya mereka dijaga
dengan baik, jika mereka dipukul maka dia akan mati. Setelah beberapa hari
mereka dipenjara akhirnya mereka dibebaskan dan Ndau kembali di Tawanga
tua (Arsamid, wawancara 16 Oktober 2011).
29
Sebagai seorang ayah yang memiliki tanggung jawab terhadap anak-
anaknya, Ndau selalu menyampaikan pesan-pesan kepada anak-anaknya pada
saat mereka makan.Ayahnya sering berhenti makan sejenak lalu mengatakan
kepada mereka bahwa hanya waktu sekarang mereka duduk melingkar
menghadap makanan, tetapi kelak suatu saat tatkala mereka sudah dewasa
mereka akan memiliki rumah, keluarga dan tanggung jawab masing-masing
sebagai kepala keluarga. Kedua hidup ini adalah perjuangan, siapa-siapa yang
tidak memiliki perhatian terhadap sekolahnya, maka besok dan kedepannya dia
akan memikul basung. Ketiga, orang yang memiliki perhatian yang besar
terhadap sekolahnya maka dia tidak akan menjadi sarang pembodohan orang
lain (Arsamid, wawancara 12 Oktober 2011).
Selain itu, sebagai seorang ayah yang memiliki pengetahuan dan
pemahaman tentang Islam, Ndau selalu mengajari anak-anaknya membaca Al-
Qur‟an dan pengetahuan agama Islam lainnya. Arsamid dan adik-adiknya
selalu diajarkan membaca Al Qur‟an kadang dengan menggunakan bahasa
bugis, hal tersebut tidaklah mengherankan karena ayahnya belajar Islam
kepada orang Bugis di Watunohu selama tiga tahun dengan menggunakan
bahasa bugis. Selain itu, Arsamid selalu dibawah oleh ayahnya ke masjid untuk
melakukan shalat lima waktu.
Setelah mengabdikan diri sebagai Imam di Uelawu Kecamatan
Wawotobi ia kemudian diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil Daerah
Kabupaten Kendari sebagai Pesuruh Sekolah Dasar hingga pensiun. Ndau
30
meninggal tanggal 30-12-1984 dan dimakamkan di Tawanga Kec.Wawotobi
Kabupaten Kendari.
Ibunda Arsamid bernama Takube binti Laterengga yang juga dilahirkan
di Tawanga, Kolaka, tanggal 26 Juli 1927 dengan pendidikan Sekolah Rakyat 3
Tahun. Arsamid mengatkan bahwa setelah ibunya menyelesaikan sekolahnya
di SR Tawanga (Kolaka) ibunya kemudian bekerja diperkebunan Jepang.
Pekerjaan ibu-ibu waktu itu termasuk ibunya adalah memintal kapas menjadi
benang dan akhirnya dididik serta dilatih untuk menenun. Tenunan yang
mereka hasilkan adalah berupa handuk, akan tetapi bentuknya masih kasar.
(Arsamid, wawancara 12 Oktober 2011). Pada tanggal 7 Maret 2006 Ibunda
Arsamid meninggal dunia dalam usia 78 tahun dan dimakamkan di Tawanga
Kecamatan Wawotobi Kabupaten Konawe.
Gambar 1
Foto Orang Tua Arsamid
(Sumber: Dokumentasi Pribadi Arsamid)
2. Lingkup Budaya
Ditengah-tengah kehidupan sosial kemasyarakatan suku Tolaki
terdapat satu simbol peradaban yang mampu mempersatukan dari berbagai
31
masalah atau persoalan yang mampu mengangkat martabat dan kehormatan
mereka yang disebut dengan Kalo Sara.
Didalam berinteraksi sosial terdapat nilai-nilai luhur lainnya yang
merupakan filosofi kehidupan yang menjadi pegangan. Adapun filosofi
kebudayaan masyarakat tolaki dituangkan dalam sebuah istilah atau
perumpamaan, antara lain sebagai berikut :
a. Budaya O‟sara (Budaya patuh dan setia terhadap putusan lembaga adat).
Masyarakat Tolaki merupakan masyarakat yang lebih memilih
menyelesaikan secara adat sebelum dilimpahkan/diserahkan ke
pemerintah dalam hal sengketa maupun pelanggaran sosial yang timbul
dalam masyarakat tolaki, misalnya dalam masalah sengketa tanah,
ataupun pelecehan. Masyarakat tolaki akan menghormati dan mematuhi
setiap putusan lembaga adat. Artinya masyarakat tolaki merupakan
masyarakat yang cinta damai dan selalu memilih jalan damai dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi.
b. Budaya Kohanu (budaya malu). Budaya malu sejak dulu merupakan inti
dari pertahanan diri dari setiap pribadi masyarakat tolaki yang setiap saat,
dimanapun berada dan bertindak selalu dijaga, dipelihara dan
dipertahankan. Ini bisa dibuktikan dengan sikap masyarakat Tolaki yang
akan tersinggung dengan mudah jika dikatakan, pemalas, penipu,
pemabuk, penjudi dan miskin, dihina, ditindas dan sebagainya. Budaya
Malu dapat dikatakan sebagai motivator untuk setiap pribadi masyarakat
Tolaki untuk selalu menjadi lebih kreatif, inovatif dan terdorong untuk
32
selalu meningkatkan sumber dayanya masing-masing untuk menjadi
yang terdepan.
c. Budaya Merou (Paham sopan santun dan tata pergaulan). Budaya ini
merupakan budaya untuk selalu bersikap dan berperilaku yang sopan dan
santun, saling hormat-menghormati sesama manusia. Hal ini sesuai
dengan filosofi kehidupan masyarakat tolaki dalam bentuk perumpamaan
antara lain sebagai berikut:
1) Inae Merou, Nggoieto Ano Dadio Toono Merou Ihanuno”
Artinya :
Barang siapa yang bersikap sopan kepada orang lain, maka pasti
orang lain akan banyak sopan kepadanya.
2) “Inae Ko Sara Nggoie Pinesara, Mano Inae Lia Sara Nggoie
Pinekasara”
Artinya :
Barang siapa yang patuh pada hukum adat maka ia pasti dilindungi
dan dibela oleh hukum, namun barang siapa yang tidak patuh kepada
hukum adat maka ia akan dikenakan sanksi / hukuman
3) “Inae Kona Wawe Ie Nggo Modupa Oambo”
Artinya :
Barang siapa yang baik budi pekertinya dia yang akan mendapatkan
kebaikan
d. Budaya “samaturu” “medulu ronga mepokoo‟aso” (budaya bersatu, suka
tolong menolong dan saling membantu). Masyarakat tolaki dalam
menghadapi setiap permasalahan sosial dan pemerintahan baik itu berupa
upacara adat, pesta pernikahan, kematian maupun dalam melaksanakan
33
peran dan fungsinya sebagai warga negara, selalu bersatu, bekerjasama,
saling tolong menolong dan bantu-membantu .
e. Budaya “taa ehe tinua-tuay” (Budaya Bangga terhadap martabat dan jati
diri sebagai orang tolaki). Budaya ini sebenarnya masuk kedalam
“budaya kohanu” (budaya malu) namun ada perbedaan mendasar karena
pada budaya ini tersirat sifat mandiri, kebanggaan, percaya diri dan
rendah hati sebagai orang tolaki. (Santoso, 2011)
3. Geografis
a. Kelurahan Arombu Kecamatan Unaaha
Kelurahan Arombu sebagai salah satu wilayah Kecamatan Unaaha
memiliki luas 100 ha atau 2,96 persen dari luas wilayah Kecamatan Unaaha.
Kecamatan Unaaha sendiri memiliki luas wilayah 3,375 ha atau 0,29 persen
dari wilayah Kabupaten Konawe. Kelurahan yang terdapat di Kecamatan
Unaaha selain Kelurahan Arombu yaitu Kelurahan Puunaha, Tumpas, Latoma,
Ambekairi, Tuoy, Asinua, Wawonggole, dan Unaaha. Jadi jumlah kelurahan
yang terdapat di Kecamatan Unaaha yaitu sebanyak sembilan kelurahan.
Dilihat dari topografinya Kelurahan Arombu tergolong topografi datar.
Sedangkan bila ditinjau dari segi batas-batasnya, sebelah Utara berbatasan
dengan Kelurahan Tumpas, sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan
Latoma, sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Desa Ameroro
(Kecamatan Uepai), dan sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Puunaha.
(http://konawekab.bps.go.id/?page_id=93)
34
b. Kelurahan Benu-Benua Kota Kendari
Luas wilayah Kelurahan Benu-Benua 1.500 Ha, dengan kondisi dataran
200 ha, perbukitan/pegunungan 700 ha dan ketinggian dari permukaan laut 24
m. Wilayah Kelurahan Benu-Benua terdiri dari 2 Lingkungan dan 4
RW. Waktu tempuh ke ibu kota Kecamatan dengan jarak 500 km sekitar 10
menit. Waktu tempuh ke Kota Kendari dengan jarak 17 km sekitar 30 menit,
dan waktu tempuh ke ibu Kota Provinsi dengan jarak 24 km sekitar 45
menit. Keadaan iklim Kelurahan Benu-Benua beriklim Tropis dengan suhu
udara rata-rata 21˚C dengan tingkat curah hujan 250 mm/tahun. Sebelah utara,
Kelurahan Benu-Benua berbatasan dengan Kecamatan Soropia, Kab. Konawe,
sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Sodohoa, sebelah selatan
berbatasan dengan Kecamatan Poasia, sebelah barat berbatasan dengan
Kelurahan Punggaloba. (Tambera, 2011)
4. Status Sosial
Sebelum penulis menguraikan status sosial Arsamid, maka penulis akan
menjelaskan terlebih dahulu sistem pelapisan sosial pada masyarakat Tolaki.
Sistem pelapisan sosial pada masyarakat Tolaki tampak dalam tiga lapisan,
yakni: (1) lapisan golongan anakia (bangsawan) yang disebut juga pu‟uno o
kasu (induk pohon), maksudnya adalah pelindung, pemimpin; (2) lapisan
golongan towonua (penduduk asli, pemilik negeri) yang juga disebut
tonomotuo (golongan orang yang dituakan), atau ata wonua (hamba negeri),
maksudnya adalah abdi negara, rakyat, atau toonotoka itono (orang biasa,
35
orang kebanyakan), disebut juga tononggapa, tonodadio (penduduk, orang
banyak); dan (3) lapisan golongan o ata (budak, hamba sahaya).
Orang Tolaki yang tergolong dalam lapisan bangsawan ialah mereka
yang dalam silsilah dikenal masih keturunan dari raja-raja yang pernah
memerintah pada dua kerajaan yaitu kerajaan Konawe (Lakidende gelar Sangia
Ngginoburu) dan Kerajaan Mekongga (Laduma gelar Sangia
Nibandera).Sedangkan dalam hal bangsawan asli atau tidak asli, dikenal tiga
istilah yakni (1) anakia motaha atau anakia songo (bangsawan tulen), ialah
anak yang ayah dan ibunya adalah bangsawan. (2) anakia ndina‟asi
(bangsawan tidak tulen), ialaha anak yang ayahnya bangsawan dan ibunya
orang kebanyakan. (3) anakia mbatua (bangsawan turun martabat), ialah anak
yang ayahnya orang kebanyakan dan ibunya orang bangsawan.
Orang Tolaki yang tergolong dalam lapisan penduduk asli, pemilik
negeri, orang kebanyakan ialah mereka yang dalam silsilah dikenal masih
keturunan dari Oheo di Asera, Pasa‟eno di Mowewe, dan Latuanda di Olo-
Oloho, dan Lapabuka di Landono. Selain itu, lapisan golongan ini pula terdiri
atas tiga golongan, yakni (1) golongan Tonomotuo (pemangku adat). Golongan
pemangku adat ini adalah keturunan yang ayah dan ibunya masih golongan
penduduk asli. (2) Ata wonua (golongan rakyat biasa). Golongan rakyat biasa
adalah keturunan yang ayahnya masih asli dari golongan pemangku adat tetapi
ibunya dari keturunan budak. (3) Tono me‟ombu (golongan rakyat yang
mengabdi pada kepada golongan bangsawan). Golongan ini adalah keturunan
yang ayahnya berasal dari keturunan budak dan ibunya dari keturunan
36
pemangku adat (golongan pemangku adat yang turun derajat). (Tarimana,
1989: 199-200).
Berdasarkan uraian di atas, maka status (kedudukan) Arsamid dalam
sistem pelapisan sosial masyarakat Tolaki berada pada lapisan yang kedua,
yakni golongan tonomotu‟o (pemangku adat) yang berasal dari Tawanga
dimana ayah dan ibunya masih golongan penduduk asli, bahkan ayahnya
merupakan seorang pemangku adat.
B. Latar Belakang Kehidupan Arsamid
1. Masa Kecil sampai Dewasa
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Arsamid dilahirkan
pada senin tanggal 10 Oktober 1943 di desa Tawanga Kabupaten Kolaka.
Arsamid mengatakan bahwa dia dilahirkan pada pukul 12.00 WITA tepat saat
beduk masjid dibunyikan. Tawanga adalah suatu kampung pada suatu lembah
yang sejuk, subur dan damai di hulu sungai Konawe‟eha yang juga dikenal
dengan namaAmololu (Arsamid, 2006: 1). Arsamid mengatakan bahwa sejak
masuknya gerombolan DI/TII Kahar Muzakar tahun 1955 di Tawanga
Kabupaten Kolaka, maka masyarakat di daerah tersebut terbagi menjadi dua
kelompok yaitu masyarakat yang berada di bawah kekuasaan DI/TII dan
masyarakat yang berhasil melarikan diri. Arsamid dan keluarganya termasuk
kedalam masyarakat yang berada di bawah kekuasaan gerombolan DI/TII dan
selalu dirayonisasi dari hutan satu ke hutan lainnya. Sedangkan masyarakat
yang melarikan diri menuju ke Wawotobi dan membuat suatu perkampungan
di daerah tersebut yang diberi nama Tawanga. Sehingga desa Tawanga berada
37
di dua Kabupaten yaitu di Kabupaten Kolaka dikenal dengan Tawanga Tua dan
di Kabupaten Konawe tepatnya di Kecamatan Wawotobi dengan nama
Tawanga (Arsamid, wawancara 12 Oktober 2011)
Sejak lahir sampai dengan tahun 1959 ia masih menggunakan nama
Zainuddin. Zainuddin adalah nama yang diberikan oleh Tuan Saigon (orang
Jepang) yang membuka perkebunan kapas di Kolaka. Tuan Saigon
memberikan nama tersebut karena saat itu karya Buya Hamka tentang
Tenggelamnya Kapal van der Wijck yang menceritakan tentang percintaan
antara Zainuddin dan Hayati sedang populer/terkenal, sehingga Tuan Saigon
memberikan nama tersebut (Arsamid, wawancara 12 Oktober 2011).
Pada saat ia akan masuk kembali di SMP Masyarakat di Wawotobi
Zainuddin merubah namanya menjadi Arsamid, dengan alasan agar bisa
diterima kembali disekolah tersebut. Pada saat berada di Tawanga Tua,
Arsamid merupakan anak yang nakal dan jahil. Dalam perjalanan pulang dari
sekolah jika Arsamid telah melewati teman sebayanya dua atau tiga langkah
Arsamid kemudian berbalik memukul perut temannya jika ada yang melawan
ia mengajaknya mencari tempat untuk berkelahi.Akan tetapi tidak ada satupun
teman sebayanya yang berani melawannya.
Selain itu, Arsamid pernah mencuri uang perak milik neneknya.Saat itu
neneknya menyimpan uangnya di dalam bunggebungge (semacam tempat
menyimpan pakaian) Arsamid lalu mengambilnya dan digunakannya untuk
berjudi dengan teman-temannya. Selain mencuri, Arsamdi sering menangkap
ayam tetangganya. Jika sedang berjalan sendirian, Arsamid sering membawa
38
beras atau jagung dan jarum. Setelah melihat ayam tetangganya Arsamid
kemudian mengumpankan beras atau jagung tersebut. Setelah Arsamid
menangkap ayam tersebut ia kemudian menusukkan jarum ke tenggorokan
ayam agar tidak bisa menelan. Cara lain yang dia perlakukan terhadap ayam
yaitu dengan caramencabut bulu ayam. Arsamid baru melepaskan ayam
tersebut jika ia telah mencabuti semua bulu ayam tersebut (Arsamid,
wawancara 12 Oktober 2011).
Di Wawotobi (Kabupaten Konawe) Arsamid sangat senang
menggembala kambing. Arsamid mengatakan bahwa ada dua hewan yang tidak
bisa ia pelihara yaitu kuda dan ayam. Arsamid tidak bisa memelihara kuda
karena jika Arsamid menyebut nama kuda tersebut maka kuda tersebut akan
mati. Sedangkan pada ayam, Arsamid tidak bisa memeliharannya dengan baik
karena Arsamid sangat suka makan telur, setiap ayam yang mulai bertelur dia
selalu mengambil telurnya sehingga ayam tersebut tidak bisa berkembang biak.
Suatu ketika saat Arsamid sedang menggembalakan kambing-
kambingnya, anggota TNI yang akan ke Kolaka lewat dan tanpa bertanya
terlebih dulu pada Arsamid mereka langsung mengangkut kambing-
kambingnya ke dalam mobil dan meneruskan perjalanan mereka. Setelah itu,
Arsamid pulang kerumah dan ia memberitahukan ayahnya bahwa menjadi
tentara itu bagus. Kemudian ayahnya menanyakan alasan mengapa Arsamid
mengatakan seperti itu, Arsamid lalu memberitahukan ayahnya bahwa dengan
menjadi tentara kita bisa mengambil milik orang lain sekehendak kita. Maka
saat itulah timbul niat dalam diri Arsamid bahwa suatu hari nanti jika dia
39
menjadi tentara, dimanapun dia bertugas dia akan mengambil barang milik
orang lain dan memukul pun akan dia lakukan (Arsamid, wawancara 12
Oktober 2011).
2. Pendidikan
Arsamid Al Ashur mengawali pendidikannya pada tahun 1950 di
Sekolah Rakyat (SR) VI Tahun di Tawanga Kabupaten Kolaka, saat itu usianya
mulai masuk tujuh tahun. Waktu itu, anak-anak umumnya masuk sekolah
ketika ujung jari kanan sudah mencapai telinga kiri bila lengan kanannya
dilengkungkan di atas kepalanya, ketika itu dianggap sudah mencapai usia
sekolah. Setelah menempuh pendidikan selama lima tahun (1950-1955), waktu
itu ia duduk di kelas V SR VI tahun Tawanga, ia terpaksa harus berhenti
selama satu tahun karena adanya gangguan dari Gerombolan DI/TII Kahar
Muzakar dimana keluarga dan orang tuanya berada dalam kekuasaan DI/TII
tersebut dan mereka selalu dirayonisasi dari hutan satu ke hutan lain.
Selama berada dalam kekuasaan DI/TII tersebut, ia pernah akan dikirim
ke Bonepute, Sulawesi Selatan, bersama dengan teman lainnnya termasuk
Muslimin Su‟uduntuk menempuh pendidikan Jami‟atul Islamiyah. Akan tetapi,
dalam perjalanan untuk menempuh pendidikan tersebut ia sakit dan akhirnya
dia dikembalikan. Sedangkan Muslimin Su‟ud berhasil menamatkan
pendidikan Jami‟atul Islamiyahnya di Bonepute, Sulawesi Selatan (Arsamid,
wawancara 16 Oktober 2011).
Tahun 1956 masyarakat distrik Tawanga yang masih tersisa di
Kampung lama (Tawanga Tua) dievakuasi oleh Tentara Batalyon 718
40
KoDPSST ke Wawotobidan akhirnya mereka kembali bergabung dengan sanak
keluarga yang terlebih dahulu tiba di Tawaraotebota. Di Wawotobi inilah
Arsamid kembali melanjutkan pendidikannya di SR VI Tahun Tawarotebota
dan duduk di kelas VI.
Tahun 1956 Arsamid mengikuti ujian akhir Sekolah Rakyat di
Wawotobi. Pada waktu itu hasil ujian untuk seluruh rayon Wawotobi
dibatalkan oleh panitia ujian di Kendari, karena hasil ujian tersebut terlambat
dua hari diserahkan ke panitia ujian di Kendari karena tertinggal dirumah pak
Surabaya yang bertugas sebagai Koordinator ujian saat itu. Arsamid
mengatakan bahwa saat itu merupakan tahun terakhir penerimaan tamatan SR
untuk masuk di Sekolah Guru B (SGB), baik yang berada di Kolaka maupun
yang berada di Kendari. Saat itu Arsamid telah berencana untuk melanjutkan
pendidikannya ke SGB yang merupakan sekolah pilihannya jika dia lulus
dalam ujian akhir tersebut. Akan tetapi rencananya tersebut akhirnya gagal
sehingga dia tidak bisa melanjutkan pendidikannya di sekolah tersebut, karena
pada pelaksanaan ujian susulan Arsamid tidak lulus, disebabkan soal yang di
ujiankan saat itu sudah berbeda. Arsamid akhirnya harus kembali mengulang di
Kelas VI pada SR Tawanga di Tudaone. Pada tahun 1957, ujian akhir Sekolah
Rakyat dilaksanakan dan Arsamid dapat mengikuti kembali ujian tersebut dan
lulus.
Setelah tamat dari SR Wawotobi, Arsamid melanjutkan sekolahnya di
SMP Sawerigading Wawotobi yang dipimpin oleh direktur Edison Manalu
yang berasal dari Manado dan wakilnya bernama Djamarin asal Banjarmasin,
41
sedangkan pemilik yayasan tersebut adalah H. Razak dari Amonggedo.
Menjelang akhir tahun 1957, Wawotobi dan sekitarnya di bumihanguskan oleh
gerombolan DI/TII Kahar Muzakar sehingga menyebabkan persekolahan
berhenti, sekolah waktu itu tidak dibakar akan tetapi guru-guru telah melarikan
diri. Tentara yang bertugas saat itu adalah Brimob pimpinan Kapten Sagala
(Arsamid, wawancara 16 Oktober 2011).
Arsamid menjelaskan bahwa gerombolan DI/TII Kahar Muzaar tersebut
dapat dengan mudah masuk dan membakar Wawotobi karena saat itu Kapten
Sagala yang sedang bertugas meninggalkan posnya. Arsamid melanjutkan, jika
bukan karena Kapten Sagala meninggalkan posnya tentu Wawotobi tidak akan
dibumihanguskan. Kapten Sagala meninggalkan posnya karena ia diberitahu
oleh Andi Nur yang berada di Pondidaha bahwa Gerombolan DI/TII akan
masuk ke Wawotobi. Andi Nur mengetahui bahwa DI/TII akan masuk sebab
dia telah melakukan komunikasi dengan para gerombolan DI/TII tersebut,
sehingga ia memberitahukan kepada kapten Sagala agar ia meninggalkan
posnya. Saat itu Andi Nur telah menyediakan tiga perempuan cantik di
Pondidaha dan Kapten Sagala bisa memilih perempuan mana yang akan ia
nikahi. Tindakan yang telah dilakukan oleh Sagala dengan meninggalkan
posnya tersebut telah membuat dirinya dibenci oleh sebagian besar teman-
temannya. Hal tersebut dibuktikan saat pemakamannya banyak teman-
temannya yang tidak pergi kepemakamannya karena mereka masih membenci
tindakan Sagala saat itu (Arsamid, wawancara 16 Oktober 2011).
42
Setelah pembakaran Wawotobi, meskipun sekolah saat itu tidak dibakar
akan tetapi guru-gurunya telah lari meninggalkan sekolah tersebut, pada tahun
1958 Arsamid akhirnya meninggalkan Wawotobi dan pergi ke Kolaka. Di
Kolaka ia mendaftarkan diri menjadi siswa di SMP PGRI Kolaka. Sekolah
tersebut berada dibawah pimpinan Maduid dan wakilnya Fiktor Sidupa. Saat
itu ia kembali duduk di Kelas I karena tidak mengikuti repetisi kwartal ke III
(penaikan kelas). Sedangkan beberapa temannya yang ke Kolaka terlebih
dahulu berhasil mengikuti ujian akhir tersebut dan mereka naik ke kelas dua.
Pada tahun 1960 setelah Arsamid naik ke kelas tiga, Arsamid
meninggalkan SMP PGRI Kolaka dan kembali kepada orang tuanya di
Wawotobi untuk tinggal kembali bersama mereka. Alasan mengapa dia
meninggalkan sekolah tersebut karena selama kurang lebih dua tahun tinggal
dan bersekolah di Kolaka dia jarang bertemu dengan kedua orang tuanya di
Wawotobi oleh karena adanya gangguan keamanan dari gerombolan DI/TII
Kahar Muzakar.Waktu itu hubungan antara daerah Wawotobi, Rate-Rate,
Mowewe, sampai di Sabilambo terputus oleh adanya gangguan gerombolan
DI/TII sehingga Arsamid takut pulang dengan berjalan kaki untuk menemui
kedua orang tuanya. Arsamid hanya bisa pulang ke Wawotobi dengan
menumpang mobil dagang dan mobil polisi yang akan ke Wawotobi (Arsamid,
wawancara 16 Oktober 2011).
Setelah meninggalkan SMP PGRI Kolaka dan tinggal di Wawotobi,
Arsamid berniat untuk masuk kembali di SMP Masyarakat, peralihan nama
dari SMP Sawerigading. Saat itu direkturnya telah beralih ke tangan Yaman
43
Suta dari Sumatera menggantikan Edison Manalu. Sebelumnya, setelah
Wawotobi dan sekitarnya aman dari gangguan DI/TII, maka H. Razak sebagai
pemilik yayasan tersebut mengumumkan bahwa semua siswa SMP
Sawerigading yang melarikan diri supaya melapor kembali dan akan langsung
naik kelas. Sedangkan siswa yang tidak melapor dan suatu saat akan masuk
kembali maka tidak akan diterima di SMP Masyarakat. Ternyata Arsamid
merupakan salah satu siswa yang tidak melapor karena telah pindah dan sedang
bersekolah di SMP PGRI Kolaka.
Dengan memberanikan diri Arsamid menghadap kepada Yaman Suta
dengan harapan bisa diterima kembali. Arsamid mengatakan bahwa saat itu
Yaman Suta masih mengenalinya dan ketika buku induk SMP Masyarakat
Wawotobi ternyata namanya masih tercatat dalam buku tersebut sebagai siswa
SMP Sawerigading yang lari meninggalkan sekolah. Berikut petikan
percakapan antara Arsamid dan Yaman Suta:
Yaman Suta : Zainuddin tidak bisa lagi diterima kembali di sekolah ini
karena hal itu berdasarkan pengarahan dari pimpinan
yayasan bahwa siswa yang tidak melapor suatu saat akan
masuk kembali tidak akan lagi diterima.
Arsamid : Saya Pak bukan Zainuddin tetapi saya adalah
Arsamidsiswadari SMP PGRI Kolaka. Memang saya
sama-sama Zainuddin sekolah di sana dan sampai
sekarang Zainuddin masih di sana.
Yaman Suta: Jadi kamu bukan Zainuddin?
Arsamid : Iya Pak, saya bukan Zainuddin.
44
Yaman Suta : Kalau Arsamid tidak ada namanya disini (dalam buku
induk) dan kamu bisa masuk. (Arsamid, wawancara 16
Oktober 2011)
Dengan alasan yang diberikan oleh Arsamid tersebut kepada Yaman
Suta, akhirnya dia bisa diterima masuk di Sekolah tersebut sampai ia
menyelesaikan sekolahnya. Pada 1961 seluruh siswa-siswi SMP Masyarakat
Wawotobi termasuk Arsamid mengikuti ujian akhir SMP di Kendari, waktu itu
ujian dilaksanakan secara bersama-sama dengan siswa-siswi SMP Negeri1
Kendari. Ujian tersebut dilaksanakan mulai dari tanggal 7 Agustus sampai
dengan 20 Agustus berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan tanggal 5 Desember 1960 No. 801 / B.VI. Setelah mengikuti
ujian, akhirnya ia lulus.
Setelah tamat dari SMP tahun 1961, Arsamid melanjutkan sekolahnya
di SGA PGRI Kendari.Arsamid mengatakan bahwa pada saat itu sekolah yang
berada di Kendari tahun 1961 hanya ada tiga yaitu SGA PGRI Kendari, SMA
Watu-Watu (sekarang SMA Negeri 1 Kendari) dan SMEA. Setelah naik ke
kelas dua (1962) status SGA PGRI Swasta berubah menjadi SGA persiapan
Negeri.Sekolah tersebut berada di bawah pimpinan direktur Abd. Hamid
Hasan. Tahun 1963 Arsamid naik ke kelas tiga dan status SGA PGRI berubah
menjadi SGA Negeri Kendari dan pimpinan sekolah tersebut beralih ke tangan
Ambo Masse dari SGA Makassar menggantikan Abdul Hamid Hasan.
Saat duduk di kelas tiga mereka telah mendapatkan Tunjangan Ikatan
Dinas (TID) selama satu tahun. Sebelum ujian akhir dilaksanakan, sekolah
tersebut menerima surat dari Irian Barat yang memberitahukan bahwa Irian
45
membutuhkan 400 guru SR, karena di sana tidak ada guru. Arsamid lalu
mendaftarkan diri sebagai pendaftar pertama dari SGA Kendari yang
akanmengisi kuota tersebut. Alasan dia mendaftarkan diri adalah pertama, Irian
Barat merupakan bekas daerah defacto Belanda tentu banyak orang-orang
Indo-Belanda dan dia bisa menikah dengan mereka. Kedua, gaji tidak akan
sama antara daerah yang aman dengan daerah konferensi. Guru-guru yang
berada di daerah konferensi gajinya tentu akan lebih tinggi.
Setelah Arsamid mendaftarkan diri sebagai calon guru yang akan
dikirim ke Irian, dia kembali ke Wawotobi dan memberitahukan ayahnya
bahwa ia telah mendaftarkan dirinya untuk pergi ke Irian. Ayahnya kemudian
mengatakan bahwa jika Arsamid pergi ke Irian, maka dia tidak akan ikut
menikmati gaji Arsamid.
Tahun 1964 akhirnya ujian SGA dilaksanakan. Berdasarkan keputusan
Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan tanggal 28-11-1963 No. 94 / B.VI /
RHS, maka ujian tersebut dilaksanakan pada tanggal 23 Maret sampai dengan
15 Juni 1964 di Kendari. Pada saat mereka ujian akhir, tiba-tiba datang surat
kedua dari Irian yang isinya memberitahukan bahwa semua pendaftar yang
berasal dari SGA Kendari dibatalkan karena telah diisi oleh guru-guru dari
Jawa Barat tamatan tahun yang sama (Arsamid, wawancara 16 Oktober 2011).
Berdasarkan uraian penjelasan di atas terlihat bahwa dunia pendidikan
Arsamid tidak selalu berjalan teratur, dia selalu pindah dari satu sekolah ke
sekolah berikutnya. Hal ini terjadi karena ketika dia bersekolah di Sekolah
Rakyat tiga tahun Tawanga ia harus berhenti selama satu tahun karena adanya
46
gangguan gerombolan DI/TII Kahar Muzakar. Setelah pindah ke Wawotobi dia
kembali melanjutkan sekolahnya di Sekolah Rakyat Wawotobi sampai selesai.
Saat dia bersekolah di SMP Sawerigading Wawotobi dia kemudian pindah ke
Kolaka karena gerombolanDI/TII Kahar Muzakar membumihanguskan
Wawotobi. Ketika Arsamid sekolah di SGA PGRI Kendari, saat itu ia duduk di
kelas dua, ia meninggalkan sekolahnya dan bergabung dengan DI/TII.
3. Pekerjaan
Setelah menamatkan sekolahnya di SGA Kendari, Arsamid Al Ashur
memulai karirnya sebagai seorang guru. Setelah itu, ia menjadi pegawai pada
BKDH Tk II Kendari, Pemangku Adat Tolaki (Tolea-Pabitara), dan anggota
DPRD Tk II Kabupaten Kendari selama tiga periode (1977-1992). Masyhur
Masie mengatakan bahwa dulu beliau (Arsamid) bekerja sebagai Tuangguru
(guru), mantan penilik Kebudayaan Kabupaten Kendari, setelah itu ia menjadi
anggota DPRD Kabupaten Kendari (Konawe). (Masyhur Masie Abunawas,
wawancara 02 Agustus 2012).
Berikut penulis uraikan mengenai pekerjaan beliau seperti yang
disebutkan di atas:
a. Seorang Guru
Setelah menyelesaikan pendidikannya di SGA Negeri Kendari tahun
1964, sambil menunggu surat pengangkatan dan penempatannya, Arsamid
kemudian pergi ke Mowewe. Di Mowewe, Arsamid diangkat menjadi
Komandan Hansip (Pertahanan Sipil) menggantikan komandan hansip
sebelumnya yaitu Slamet Riyadi. Saat Arsamid sedang bertugas, ayahnya
47
(Ndau) menemuinya dengan membawakan surat pengangkatan dan
penempatannya sebagai guru Sekolah Rakyat. Dalam surat tersebut Arsamid
ditempatkan di Sekolah Rakyat Benua Kecamatan Angata.
Arsamid diangkat menjadi guru Sekolah Rakyat di Benua pada tanggal
01 Agustus 1964 sampai tahun 1968. Kepala Ipdap saat itu bernama Salam dan
wakilnya bernama M. Kasim Djufri. Saat itu, wilayah Lambuya masih
bergabung di wilayah Andoolo. Status kepegawaiannya saat itu adalah sebagai
Guru Putera DPB pada Daerah Tingkat II Kendari dengan dengan SK
Gubernur Sulawesi Tenggara No.PPK 3/A/65 tanggal 5 April 1965 terhitung
mulai tanggal 01 Agustus 1964 dengan Golongan II/a (PGPN 1961) dengan
masa kerja fiktif 1 tahun. Tahun 1965 Sekolah Rakyat berubah nama menjadi
Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Rakyat di Benua berubah pula statusnya
sebagai Sekolah Dasar Benua.
b. Pegawai BKDH TK. II Kendari
Pada tahun 1969 Arsamid dipindahkan oleh Abunawas dari Sekolah
Dasar Benua ke kantor Bupati Kepala Daerah (BKDH) Tk. II Kendari dan
ditempatkan pada bahagian Pendidikan dan Kebudayaanberdasarkan Surat
Perintah Tugas No. PK.12/28/N/69 tanggal 09 Maret 1969. Pemindahan
Arsamid tersebut disebakan oleh adanya konflik dengan Kipdap Wilayah
Andoolo bernama Salam.
Hubungan yang telah terjalin antara Arsamid dengan Abunawas
membuat Arsamid dengan mudah dipindahkan oleh Abunawas. Arsamdi
mengatakan bahwa perkenalan mereka dimulai saat Arsamid bersekolah di
48
SMP PGRI Kolaka dan Abunawas sedang bertugas sebagai Asisten Wedana di
Kolaka waktu itu. Ketika Arsamid bersekolah di Kolaka, salah satu tempat
tinggalnya adalah di rumah Abunawas. Arsamid mengatakan bahwa Masyhur
Masie lahir di Kolaka dan Arsamid sering menjaga Masyhur Masie.
Setelah Arsamid dipindahkan Arsamid ke kantor Bupati maka saat itulah
Arsamid mulai terlibat lebih aktif dalam bidang kebudayaan yang akhirnya
mengantarkan ia dalam urusan politik. Arsamid mengatakan bahwa yang
mengantarkan dia sampai terlibat dalam urusan kebudayaan yaitu pertama,
profesionalnya sebagai tokoh adat dalam mengurus masalah perkawinan yang
dia mulai dari Prof. Dr. Abdurrauf Tarimana tahun 1969 di Desa Motaha
Kecamatan Lambuya Kabupaten Kendari. Hal itu disebabkan oleh tidak adanya
orang dari Tawanga yang hadir membawakan peran sebagai Tolea maupun
orang tua yang mewakili keseluruhan keluarga distrik Tawanga. Pada saat itu
Arsamid berusia 23 tahun dan dia belum dikukuhkan sebagai tolea-pabitara.
Kedua, perannya sebagai pemain Umo‟ara, sehingga setiap tamu yang datang
ke Sulawesi Tenggara ia selalu dipercayakan oleh pemerintah setempat untuk
melakukan upacara penyambutan secara adat Tolaki yaitu dengan Umo‟ara dan
Kalo Sara. Dalam penyambutan tesebut, ada yang disambut dengan Umo‟ara d i
Bandara Wolter Monginsidi (sekarang Bandara Haluoleo) dan penyambutan
dengan Kalo Sara nanti dilakukan di Kantor Gubernur. (Arsamid, wawancara
16 Oktober 2011).
Pada tahun 1971 bahagian Pendidikan dan Kebudayaan dilebur dan
digabung pada Bahagian Kepegawaian Kantor BKDH Kab. Kendari, Arsamid
49
diangkat menjadi Kepala Seksi II bagian Pendidikan Guru-Guru dengan SK
BKDH Kab. Kendari No. 20/1971 tanggal 09 Maret 1971. Dua tahun kemudian
(1973) dia diangkat menjadi Kepala Bagian Kebudayaan dan Kesenian pada
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Kendari dengan SK BKDH
Kab.Kendari No. 37/1973 tanggal 14 Juni 1973. Pada tahun 1974 ia diangkat
kembali menjadi Kabag urusan Kesenian dan Kebudayaan Dinas P dan K
Kantor BKDH Tk. II Kendari dengan SK BKDH Kab. Kendari No. 13/1974
tanggal 03 Maret 1974.
Pada tahun 1980 Arsamid diangkat menjadi Kasubag Humas dan
Protokol Kantor BKDH Kab. Kendari dengan SK BKDH Kab. Kendari No.
140/1980 tanggal 29 September 1980.
c. Tolea-Pabitara
Secara harfiah, tolea berarti juru runding adat khususnya dalam kegiatan
peminangan atau pernikahan yang sebagian orang dinilai terlampau rumit.
Dalam melakukan upacara peminangan kedua belah pihak diwakili oleh juru
bicara masing-masing yaitu tolea untuk juru bicara pihak laki-laki dan pabitara
untuk juru bicara pihak perempuan. Tolea bisa juga disepadankan dengan
diplomat, sebab tidak terbatas pada urusan perkawinan saja, melainkan urusan
adat lainnya seperti perselisihan antara keluarga, kawin lari, hingga
perselisihan antara etnis. Peran tolea begitu besarnya dalam kehidupan
bermasyarakat etnis Tolaki. Menjadi mediator saat masyarakat bahkan antara
pemerintahan yang berselisih. (Josshasrul, 2011).
50
Arsamid memulai karirnya sebagai tolea pada tahun 1966 pada saat
almarhum Prof.Dr. Abdurauf Tarimana melangsungkan upacara pernikahannya
di desa Motaha Kecamatan Lambuya Kabupaten Kendari. Saat itu Arsamid
belum dikukuhkan sebagai pemangku adat (Tolea-Pabitara). Arsamid
mengatakan bahwa saat itu tidak ada orang-orang dari Tawanga yang hadir
untuk membawakan peran sebagai juru bicara dari pihak laki-laki (tolea) dan
dan orang tua yang mewakili keseluruhan distrik Tawanga. Dengan
pengalaman yang dimilikinya sejak kecil yang sering mengikuti ayahnya dalam
urusan-urusan adat perkawinan, dia memberanikan diri untuk menjadi tolea
dan akhirnya berhasil. (Arssamid, wawancara 12 Oktober 2011).
Sejak saat itulah ia mulai menjadi tolea sampai sekarang dengan tetap
memberi pelayanan bagi masyarakat yang membutuhkan bantuannya, baik
berupa tenaga maupun pemikiran dalam memecahkan permasalahan yang
berhubungan dengan urusan perkawinan.
d. Anggota DPRD Tk II Kendari
Setelah mengabdikan dirinya sebagai pegawai pada kantor Bupati
Kabupaten Kendari sejak tahun 1969, maka pada tahun 1977 Arsamid diangkat
menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tk. II Kendari
dari unsur Golkar Non ABRI (saat itu Golkar masih bernama Sekber Golkar)
dari hasil pemilu tahun 1977 untuk periode tahun 1977-1982, dengan SK
Mendagri No. 212/OD/Tahun 1977 tanggal 29 Juni 1977. Pada periode
pertama tersebut Arsamid tidak melakukan kampanye, akan tetapi ia diangkat
51
berdasarkan usulan dari BKDH Tk. II Kendari. Saat itu ia diangkat bersama
dengan dua orang anggota polisi.
Pada tahun 1982 pemilu kembali dilaksanakan dan Arsamid
mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Tk. II Kendari dari partai Golkar
untuk periode kedua dan akhirnya dia kembali terpilih untuk masa jabatan
1982-1987, dengan SK Gubernur Kdh Tk. I Sultra No. 361 Tahun 1982 tanggal
10 Juni 1982.Tahun 1987 pemilu kembali dilaksanakan, saat itu dia kembali
mencalonkan dirinya sebagai menjadi anggota DPRD dari partai Golkar untuk
ketiga kalinya.Dalam pecalonannya tersebutArsamid kembali terpilih menjadi
Anggota DPRD Tk. II Kendari periode 1987-1992 dengan SK Gubernur
Kepala Daerah Tk.I Sultra No. 273 Tahun 1987 tanggal 29 Juni 1987.
Pada pemilu tahun 1997 di Kota Kendari, Arsamid mencalonkan diri
menjadi anggota DPRD dari partai Golkar di Kota Kendari. Namun dia tidak
terpilih lagi karena Anas Bunggasi sebagai Ketua DPD Golkar saat itu
menempatkan Arsamid sebagai calon legislatif di urutan terakhir.Saat itu,
hubungan antara Arsamid dan Anas Bunggasi sedang tidak harmonis. Arsamid
mengatakan bahwa hal tersebut disebabkan oleh karena adanya perbedaan
pandangansaat Anas Bunggasi menjadi Bupati Kendari. Pertama, waktu itu
akan dilakukan pembangunan Kantor Bupati di Inolobunggadue-Unaaha. Pada
saat Andre Djufri menjabat sebagai Bupati telah ada komitmen/perjanjian
antara Andre Djufri dan masyarakat Latoma mengenai tanah yang
akandigunakan untuk pembangunan Kantor Bupati.Seperdua dihibakan untuk
52
pembangunan kantor Bupati, dan seperduanya diberikan kepada masyarakat
Latoma. (Arsamid, wawancara 16 Oktober 2011).
Akan tetapi, pada saat Anas Bunggasi menjabat sebagai Bupati secara
diam-diam mereka membagi-bagikan tanah tersebut kepada pejabat-pejabat
dan menakut-nakuti masyarakat Latoma dengan caramemasang patok-patok
sebagai hak milik para pejabat tersebut. Masyarakat Latoma kemudian melapor
kepada Arsamid, Arsamid lalu memerintahkan kepada masyarakat Latoma
untuk mencabut patok-patok tanah tersebut kemudian mengumpulkannya di
kantor DPD Golkar untuk di bakar.
Kedua, pungutan liar (pungli) di Grandis. Orang yang naik jonson akan
dikenakan pajak. Arsamid tidak sependapat dengan keputusan tersebut dan
mengatakan bahwa penarikan pajak tersebut tidak masuk akal dan tidak ada
dasar hukumnya. Grandis merupakan pinggiran sungai Konawe yang telah
dimanfaatkan oleh orang Tolaki untuk mencari penghidupan selama puluhan
tahun. Selanjutnya Arsamid mengatakan bahwa tidak ada jasa apapun yang
dijual oleh pemerintah di tempat itu sehingga ingin menarik retribusi di tempat
tersebut.
Ketiga, masalah dana pembangunan pos monyet rujab Bupati Konawe.
Dalam pembahasan anggaran, dana yang akan digunakan dalam pambangunan
pos monyet di rumah jabatan (Rujab) Bupati Konawe sebagaian dananya akan
diambil dari pembangunan pasar Lambuya. Arsamid kemudian menolak
rencana pengambilan dana dari pembangunan pasar Lambuya, dan dia
mengatakan bahwa pantas pembangunan pasar Lambuya tidak selesai karena
53
dananya digunakan untuk pembangunan pos monyet. (Arsamid, wawancara 16
Oktober 2011).
Alasan itulah yang menyebabkan Anas Bunggasi selalu tidak senang
kepada Asamid dan menempatkan Arsamid sebagai caleg diurutan terakhir saat
pencalonanya sebagai anggota DRRD Tk. II Kendari pada pemilu 1997.
Arsamid mengatakan bahwa meskipun Anas Bunggasi tidak senang kepada
dirinya, namun Anas Bunggasi menyebut Arsamid sebagai anggota DPRD Tk.
II Kendari yang vokal, yaitu berani menyuarakan hak-hak masyarakat dan
berani menentang kepala daerah khususnya kepada dirinya. (Arsamid,
wawancara 16 Oktober 2011).
Pada tahun 2004 pemilu kembali dilaksanakan dan Arsamid kembali lagi
mencalonkan diri di Lembaga Legislatif dari Partai Karya Peduli Bangsa
(PKB) di Kabupaten Konawe, akan tetapi Arsamid tidak terpilih masuk di
lembaga legislatif.
Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa Arsamid Al Ashur memiliki
kepekaan terhadap keadaan masyarakat serta sikap kritis terhadap orang atau
pemerintah yang mengabaikan hak-hak masyarakat. Selain itu, Arsamid
konsisten terhadap keputusan dan tindakannya. Hal tersebut sebagaimana
dikatakan oleh Masyhur Masie Abunawas bahwa beliau (Arsamid) memiliki
kepribadian peramah (Saramase) dan konsisten terhadap keputusan maupun
tindakannya. (Masyhur Masie Abunawas, wawancara 02 Agustus 2012).
54
4. Perkawinan
Arsamid menikah pada tanggal 09 Maret 1970 di Tamboido, Tawanga
Kecamatan Wawotobi Kabupaten Kendari dengan mempersunting Pandiri binti
Larowa. Pandiri lahir pada tanggal 31 Desember 1949 di Tawanga
Kab.Kolaka. Pandiri merupakan anak ke tiga (Anamboletanggea) dari enam
orang bersaudara kandung, dan satu orang saudara kandung se Ibu lain ayah.
Ayahnya bernama Larowa dan Ibunya bernama Wegalina. Saudara-saudaranya
yaitu Lakuasa (anak pertama), Wetangai (anak kedua), Wendodo (anak
keempat), Lapondoku/Ahmad L. (anak keenam). Sedangkan saudaranya yang
satu Ibu lain ayah bernama Rudin.
Dari pernikahan Arsamid dengan isterinya (Pandiri), beliau dikaruniai
lima orang anak yang terdiri dari tiga anak perempuan dan dua orang anak laki-
laki. Adapun nama anak-anak Arsamid dan Pandiri adalah :
a. Nursanti Arsamid yang lahir tanggal 14 Agustus 1971 di Kendari. Nursanti
menyelesaikan strata satunya di Universitas Haluoleo pada program studi
Bahasa dan Sastra Indonesia. Sedangkan strata duanya ia menyelesaikannya
di Pasca Sarjan Universitas Haluoleo pada Jurusan IPS Prodi Sosiologi.
Pekerjaan Nursanti sekarang adalah seorang guru di SMA Negeri 1
Sampara.
b. Nani Arsamid yang lahir pada tanggal 19 Januari 1973, pendidikan
terakhirnya adalah sarjana (S.1). Nani Arsamid bekerja sebagai pegawai
Unhalu Kendari. Sekarang dia telah menyelesaikan studi masternya di
Pascasarjana Unhalu.
55
c. Rino Arsamid, lahir pada tanggal 31 Maret 1979 berbintang Aries dengan
pendidikan terakhir Sarjana Hukum Unhalu Kendari.
d. Heni Arsamid, lahir tanggal 19 Agustus 1981 di Kendari berbintang Leo.
Pendidikan terakhirnya adalah A.Md Com.
e. Agus Kona Hina Arsamid. Ia lahir tanggal 30 Agustus 1983 di Kendari,
berbintang Virgo, dengan pendidikan terakhir adalah Mahasiswa Unhalu
Kendari.
Sedangakan cucu-cucunya berjumlah tujuh orang, yaitu Muhammad Alif,
Fadil, Annisa, dan Naufal dari pasangan Nursanti Arsamid dengan
Budiman.Cucu-cucunya dari pasangan Heni Arsamid dengan Andi Ahyar
Saransi yaitu Sulkifli (Jabarullah) dan Aprilia Vilanisa. Sedangkan cucunya
yang terakhir bernama Amrisal, buah dari pasangan Robin Arsamid dengan
Mastia.
Sebagai orang tua yang memiliki kepedulian terhadap masa depan anak-
anaknya, Arsamid selalu mendidik dan terus menyekolahkan anak-anaknya
agar mereka memiliki bekal untuk masa depan mereka masing-masing.
Arsamid mengatakan bahwa menyekolahkan anak-anaknya sampai keperguran
tinggi merupakan salah satu keberhasilannya. Hal tersebut dikarenakan
pendidikannya hanya sampai pada SGA sedangkan anak-anaknya sampai pada
perguruan tinggi.
Dalam mendidik anak-anaknya Arsamid mengajarkan kepada anak-
anaknya untuk patuh terhadap kedua orang tuanya. Selain itu, Arsamid juga
56
selalu mengajarkan kepada anak-anaknya tentang etika, tatakrama, sopan
santun, menghargai orang tua, berkeluarga, dan bertetangga.
Pengetahuan dan pemahaman terhadap agama Islam merupakan satu hal
yang tidak dilupakan oleh Arsamid. Oleh karena itu, guna menanamkan dan
membekali anak-anaknya tentang pengetahuan dan pemahaman agama Islam
khusunya tentang baca Al Qur‟an, Arsamid mendatangkan seorang guru ngaji
ke rumahnya untuk mengajari anak-anaknya membaca Al Qur‟an. Anak-
anaknya yang sudah khatam Al-Qur‟an yaitu Nursanti dan Heni, sedangkan
anak-anaknya yang lain belum khatam Al-Qur‟an.
5. Menjadi Anggota DI/TII
Tahun 1962 merupakan tahun kedua Arsamid dalam menempuh
pendidikannya di SGA PGRI Kendari. Arsamid mengatakan, ketika ia naik ke
kelas dua, pada waktu itu ia bertemu dengan temannya yang masih ikut dalam
DI/TII, kemudian temannya tersebut memberitahukan Arsamid bahwa DI/TII
akan terbentuk dua batalyon dan akan bebas keluar masuk kota, akan tetapi
masih kekurangan tenaga. Lalu Arsamid berkata di dalam hatinya bahwa itu
adalah kesempatan yang baik dan ia bisa menjadi tentara. Akhirnya ia tertarik
dengan tawaran tersebut. (Arsamid, wawancara 12 Oktober 2011).
Ketertarikan Arsanid tersebut membuatnya mengambil keputusan untuk
meninggalkan SGA Kendari dan pergi ke Kolaka. Arsamid mengatakan bahwa
ia pergi ke Kolaka dengan berjalan kaki. Setelah tiba di Kolaka, Arsamid lalu
masuk di Mangolo. Di Mangolo Arsamid bertemu dengan Hasan yang berasal
dari Mowewe. Tugas Hasan saat perjuangan DI/TII adalah penjaga Brem
57
Lapoko. Brem Lapoko merupakan senjata pertama yang DI/TII rebut dari
tentara (TNI). Arsamid dan Hasan merupakan sahabat dekat ketika Arsamid
berada dalam kekuasaan DI/TII tahun 1955. Arsamid kemudian meminta
Hasan untuk membawahnya ke Tamboli tempat Komandan Batalyon 20, Ali
Kamri, KDB Lasusua. Arsamid kemudian melapor dan dia diterima bekerja di
bagian Staf PHB. Arsamid selanjutnya diberikan perlengkapan PHB, baju dan
celana loreng satu pasang, serta pistol engkel buatan indobu dengan pangkat
Letnan Satu.
Arsamid melanjutkan, setelah bekerja selama tiga bulan dia tidak melihat
tanda-tanda bahwa akan resmi terbentuk menjadi dua batalyon dan bebas
keluar masuk kota. Arsamid kemudian meminta kepada Ali Kamri untuk
melakukan operasi di daerah Mangolo bersama Hasan. Di Mangolo inilah
Arsamid menentukan sikap bahwa tidak akan kembali ke Tamboli. Arsamid
lalu membuka semua pakaian dan perlengkapan PHBnya dan memberikannya
kepada Hasan untuk dikembalikan ke Mangolo. (Arsamid, wawancara 12
Oktober 2011).
6. Gagal Menjadi Polisi
Setelah Arsamid meningalkan Mangolo, ia kembali di Kolaka dan di sana
sedang terbuka pendaftaran Siswa Agen Polisi Tingkat Dua. Pada waktu itu
tanda pangkat polisi masih berada di kerak baju. Kepala Polisi waktu itu adalah
mantan Wakil Kepala Polisi saat Arsamid masih sekolah di SMP PGRI Kolaka
dan Arsamid pernah tinggal di Asrama Polisi di rumah Ambo Dalle (Bugis).
Ambo Dalle adalah seorang Kepala Perlengkapan, sehingga rumahnya
58
merupakan gudang senjata dan dapur Ambo Dalle berdekatan dengan dapur
milik Wakil Kepala Polisi, Rustijo.
Arsamid mengatakan bahwa waktu itu ia pergi menghadap pak Rustijo
untuk menjadi calon Agen Polisi Polisi Tingkat Dua. Setelah bertemu dengan
pak Rustijo, Pak Rustijo menanyakan kedatangan Arsamid, “mau apa kamu
Zainuddin? Mau masuk Polisi?, Arsamid menjawab “ Ia Komandan”.
Kemudian, Pak Rustijo lalu meminta Arsamid untuk mengukur tinggi dan berat
badan. Setelah melakukan tes, akhirnya tes diumumkan dan ternyata ia lulus.
Arsamid melanjutkan, pada waktu itu calon dari Kolaka yang lulus hanya tiga
orang yaitu Arsamid, Labilu dari Buton dan Abdul Fatah. Setelah lulus mereka
menunggu kapal Intata dari Makassar yang akan mengantar mereka ke Kendari
untuk mengikuti tes umum agen polisi tingkat dua. Tes umum agen polisi yang
akan dilaksanakan di Kendari waktu itu akan bersama-sama dengan calon-
calon polisi dari empat kabupaten yaitu Muna, Buton, Kolaka dan Kendari.
(Arsamid, wawancara 16 Oktober 2011).
Setelah menunggu selama beberapa hari ternyata kapal tersebut belum
juga tiba sedangkan ujian umum calon Agen Polisi di Kendari tinggal dua hari.
Karena khawatir akan ketinggalan tes tersebut Arsamid akhirnya menghadap
ke Pak Rustijo untuk meminta surat perintah berjalan kaki dari Kolaka ke
Kendari agar tidak terlambat mengikuti ujian umum di Kendari. Setelah Pak
Rustijo memberikan surat jalan tersebut, Arsamid lalu berjalan kaki ke
Kendari. Setelah satu malam melakukan perjalanan akhrnya ia tiba di
Wawotobi dan menginap di rumah Ibunya. Keesokan paginya ia berangkat
59
untuk melanjutkan kembali perjalanannya ke Kendari. Pada sore hari ia sudah
sampai di Benu-Benua, Kendari dan pagi harinya mereka melaksanakan ujian
umum calon Polisi Agen Tingkat Dua.
Arsamid mengatakan jumlah peserta ujian tersebut kurang lebih seratus
orang dari empat kabupaten yaitu Kendari, Kolaka, Muna, dan Buton. Akan
tetapi, yang lulus hanya 29 orang termasuk Arsamid. Setelah lulus ujian,
mereka lalu menunggu tes terakhir yang akan dilaksanakan di Makassar yaitu
rontgen di Rumah Sakit Pelapomonia dan setelah rontgen akan melanjutkan
pendidikan di Mawang (sekarang Batua). Waktu itu mereka telah mulai
melakukan pra Latihan Baris-berbaris (LBB). Setiap subuh mereka mulai lari
dari Asrama Polisi dengan memikul sepotong kayu sampai di lapangan Benu-
Benua. Di lapangan ini mereka kemudian diguling dilumpur, pelatih mereka
waktu itu adalah pak Siala. (Arsamid, 16 Oktober wawancara 2011).
Pak Rustijo sebagai Dantares pada waktu itu ke Makassar untuk
mengambil kapal yang akan mengangkut mereka ke Makassar. Akan tetapi
setelah sampai di Makassar, ia disogok sehingga semua calon Agen Polisi yang
telah lulus ujian umum di Kendari diganti. Hal tersebut diketahui setelah salah
seorang teman mereka yang telah lulus pendidikan di Mawang kembali di
Kendari dan memberitahukan bahwa Pak Rustijo disogok dan semua agen
polisi dari Kendari diganti. Oleh karena itu, maka Rustijo sebagai Kepala
Dantares di Kendari waktu itu digantikan oleh Kapten Sagala. (Arsamid,
wawancara 16 Oktober 2011).
60
Setelah mereka batal berangkat, Arsamid lalu kembali kepada Hamid
Hasan (direktur persiapan SGA Negeri) dengan harapan bisa diterima kembali.
Pada awalnya Hamid Hasan tidak mau menerimanya, namun akhirnya Hamid
Hasan menerima kembali Arsamid masuk di SGA Persiapan Negeri tersebut.
Pada tahun 1964 ujian akhir SGA Negeri Kendari dilaksanakan dan ia lulus.
7. Petualangan Politik Arsamid
Setelah Arsamid dipindahkan ke kantor Bupati mulailah ia terlibat dalam
urusan-urusan politik. Diawali dengan menjadi pengurus pada Sekber Golkar
melalui Kokarmendagri Kabupaten Kendari (Korps Karyawan Kementerian
Dalam Negeri) sebagai Kepala Bidang Kerohanian dan Kebudayaan bersama-
sama dengan almarhum H. M. Mahdi (Palangga). Setelah itu, Arsamid
kemudian menjadi pengurus Bapenhar Kokarmindagri (Korps Karyawan
Pemerintahan Dalam Negeri) bagian Kesenian Kab. Kendari tahun 1970
dengan SK Bupati Kepala Daerah Kabupaten Kendari No.UU.I/17/2/1970
tanggal 1-5-1970.Tahun 1978 s/d 1983 Arsamid menjadi anggota DPD Golkar
Tk. II Kendari bahagian Kerohanian dan Kebudayaan.Tahun 1983 s/d 1985
menjabat sebagai Kepala Sekretariat DPD Golkar Tk. II Kendari. Menjadi
Penatar Karakterdes Golkar Tk.I Sultra Tahap I tanggal 13 s/d 16 September
1984 di Kendari. Setelah menjabat sebagai Kepala Sekretariat, Arsamid
kemudian menjabat sebagai Wakil Sekretaris bidang Perencanaan Bapekada
DPD Golkar Tk. II Kendari selama tiga tahun, yaitu dari tahun 1985-1988.
Kemudian tahun 1999-2000, Arsamid kembali menjabat sebagai Kepala
Sekretariat Golkar Tk. II Kendari.
61
Tahun 2000 Arsamid keluar dari partai Golkar karena adanya perbedaan
pandangan politik antara Arsamid dengan Abdul Samad sebagai ketua DPD
Golkar yang baru di Kendari menggantikan Biohanes waktu itu. Setelah keluar
dari Golkar, Arsamid kemudian masuk pada partai PPP Reformasi (pimpinan
KH. Zainuddin, MZ) yang kemudian berubah nama menjadi Partai Bintang
Reformasi (PBR)dengan menjabat sebagai wakil Ketua PPP Reformasi cabang
Konawe. Setelah tiga tahun dalam Partai Bintang Reformasi, Arsamid akhirnya
keluar dari keanggotaan PBR karena adanya ketidakcocokan dengan ketua
PBR. Setelah meninggalkan PBR, Arsamid kemudian masuk ke dalam Partai
Karya Peduli Bangsa pimpinan R. Hartono (Madura) dengan menjadi
Sekretaris Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) Kabupaten Konawe. Setelah
tiga tahun menjadi Anggota PKPB Arsamid keluar dari kepartaian tersebut dan
masuk ke dalam Partai Republikku sebagai Ketua DPC di Kabupaten Konawe.
8. Struktur Adat
Suku Tolaki telah lama mendiami dataran tenggara Pulau Sulawesi. Suku
ini menyebar di dua wilayah yang cukup luas yakni wilayah Kolaka, Konawe,
Konawe Utara dan Konawe Selatan. Persebaran suku Tolaki ini tentunya
membawa serta pranata-pranata sosial, politik, ekonomi dan tata nilai. Sumber
nilai dalam suku Tolaki disebut Kalo.
Secara harfiah, kalo adalah suatu benda yang berbentuk lingkaran, cara-
cara mengikat yang melingkar, dan pertemuan atau kegiatan bersama dengan
pelaku membentuk lingkaran. Sebagai benda lingkaran, kalo dibuat dari rotan,
dan ada juga yang terbuat dari bahan lainnya, seperti emas, besi, perak, benang,
62
kain putih, akar, dan pandan, bambu dan sebagainya. Menurut Tarimana,
konsep kalo dalam kebudayaan Tolaki sangat luas ruang lingkup maknanya.
Kalo secara umum meliputi o sara (adat istiadat), khususnya sara owoseno
tolaki atau sara mbu‟uno tolaki, yaitu adat pokok, yang merupakan sumber dari
segala adat-istiadat orang Tolaki yang berlaku dalam semua aspek kehidupan
mereka. Kalo sebagai adat pokok dapat digolongkan ke dalam apa yang
disebut: (1) sara wonua, yaitu adat pokok dalam pemerintahan; (2) sara
mbedulu, yaitu adat pokok dalam hubungan kekeluargaan dan persatuan pada
umumnya; (3) sara mbe‟ombu, yaitu adat pokok dalam aktivitas agama dan
kepercayaan; (4) sara mandarahia, yaitu adat pokok dalam pekerjaan yang
berhubungan dengan keahlian dan keterampilan; dan (5) sara monda‟u,
mombopaho, mombakani, melambu, dumahu, meoti-oti, yaitu adat pokok
dalam berladang, berkebun, beternak, berburu, dan menangkap ikan.
(Irwansyah, 2012)
Sara Wonua (adat pokok dalam pemerintahan). Sara Wonua ini untuk
mengatur dan menetapkan hak dan kewajiban, fungsi dan tugas seorang raja
dan aparatnya, mengatur dan menetapkan struktur organisasi dan personalia
untuk menyelengarakan pemerintahan, dan mengatur hubungan antara raja dan
rakyatnya. Sara mbedulu, (adat pokok dalam hubungan kekeluargaan dan
persatuan pada umumnya).Sara Mbedulu ini untuk mengatur hubungan antara
keluarga inti, antar kelompok kerabat, dan antar golongan bangsawan dan
bukan bangsawan. Dalam adat pokok ini tercakup apa yang disebut sara
mberapu (adat perkawinan), merou (aturan sopan santun). Sara mbe‟ombu
63
(adat pokok dalam aktivitas agama dan kepercayaan). Adat pokok ini untuk
mengatur dan menetapkan tempat-tempat upacara, alat-alat upacara, tata cara
berdo‟a, perlakuan terhadap dukun, dan penyelenggaraan keagamaan. Dalam
adat pokok ini tercakup apa yang disebut mombado (pantangan). Sara
mandarahia (adat pokok dalam pekerjaan yang berhubungan dengan keahlian
dan keterampilan). Adat pokok ini mengatur bagaimana cara-cara pengambilan
bahan, proses persiapannya, dan proses pertumbuhannya. Dalam adat pokok ini
tercakup apa yang disebut dengan mepori (teliti, tekun). Sara monda‟u,
mombopaho, mombakani, melambu, dumahu, meoti-oti (adat pokok dalam
berladang, berkebun, beternak, berburu, dan menangkap ikan). Adat pokok ini
mengatur dan menetapkan cara-cara dalam melakukan kegiatan-kgiatan
tersebut. Dalam adat bercocok tanam tercakup apa yang disebut dengan owua.
Sedangkan dalam beternak, berburu, dan menangkap ikan tercakup apa yang
disebut Osapa. (Melamba, 2011: 109-111, Su‟ud, 2006: 201).
C. Peran Arsamid sebagai Tokoh Adat dan Budayawan
Ketika Arsamid masih kecil, ia sering dibawah ayahnya dalam mengikuti
acara-acara adat seperti acara perkawinan. Hal ini tidaklah mengherankan,
karena ayah dari Arsamid ini sendiri adalah seorang tokoh adat yang sering kali
dipanggil untuk menghadiri acara perkawinan dan bertindak sebagai juru
bicara (pabitara). Peran Arsamid sebagai Tokoh adat dan Budayawan Tolaki
yaitu melaksanakan tugasnya sebagai pemangku adat (Tolea-Pabitara),
memperkenalkan adat Tolaki (Kalo Sara dan Umo‟ara) di Tingkat Nasional,
melakukan penyambutan secara adat tamu-tamu yang berkunjung ke Sulawesi
64
Tenggara Khususnya di Kendari, melakukan pengukuhan perangkat Lembaga
Adat Tolaki, dan melakukan ritual adat Tolaki lainnya. Peran-peran tersebut
akan penulis jelaskan sebagai berikut:
Pertama, melaksanakan tugas sebagai Tolea-Pabitara. Sejak kecil
Arsamid sudah memiliki perhatian mengenai urusan-urusan adat khususnya
masalah perkawinan. Perannya sebagai Tolea dan Pabitara di mulai sejak
tahun 1966 saat pernikahan Prof. Dr. Abdurrauf Tarimana (almarhum) di Desa
Motaha Kecamatan Lambuya Kabupaten Kendari. Waktu itu, orang-orang dari
Tawanga tidak ada yang hadir untuk membawakan peran sebagai Tolea
maupun orang tua yang mewakili keseluruhan keluarga Distrik Tawanga.
Dengan penuh keberanian dan pengalamannya sejak kecil yang sering
mengikuti ayahnya dalam urusan-urusan adat perkawinan – meskipun waktu
itu Arsamid belum dikukuhkan sebagai Tolea dan Pabitara – maka ia pun
melakukannya dan akhirnya berhasil. (Arsamid, wawancara 12 Oktober 2011).
Sejak saat itulah ia memulai perannya sebagai Tolea dan Pabitara sampai
sekarang dengan tetap memberi pelayanan bagi masyarakat yang
membutuhkan bantuan, baik berupa tenaga maupun pemikiran terhadap
pemecahan masalah yang menjadi kesulitan dalam pelaksanaan urusan
perkawinan.
Kedua, memperkenalkan Adat Tolaki. Pada tahun 1976 Arsamid
memperkenalkan Adat Kalo Sara di Tingkat Nasional pada pembukaan Taman
Miniatur Indonesia Indah (TMII) di Jakarta, dengan penampilan satu pragmen
65
di Anjungan Sulawesi Tenggara dan di Panggung Langgeng Sasana Budaya
Tugu Api Pancasila.
Ketiga, melakukan acara penyambutan. Pada tahun 1978 ia melakukan
penyambutan secara Adat Tolaki yaitu Umo‟ara dan Kalo Sara kepada Tim
Uskup Jerman Barat bagian Selatan pada kunjungannya di Sulawesi Tenggara,
serta menyelenggarakan pesta rakyat Tradisional Perkawinan di Wolasi yang
dihadiri tim tersebut. Saat itu acara resepsi yang biasanya dilakukan pada siang
hari kemudian dirubah oleh Arsamid menjadi malam hari. Pada tahun yang
sama, ia menyambut secara Adat Tolaki, Umo‟ara dan Kalo Sarakepada Syah
Iran, Pangeran Abdu Reza Pahlevi, di Bandara Wolter Monginsidi Kendari
dalam lawatannya di Sulawesi Tenggara. Masih pada tahun yang sama,
Arsamid kembali melakukan penyambutan secara Adat Tolaki, Umo'ara dan
Kalo Sara, Perdana Menteri Jepang, Nakasone, dalam kunjungannya ke
Indonesia yang bertempat di Anjungan Sulawesi Tenggara Taman Mini
Indonesia Indah.
Pada tahun 1980 Wakil Presiden Republik Indonesia, Sri Sultan
Hamengku Buwono IX, melakukan kunjungan kerja di Sulawesi Tenggara.
Waktu itu, mereka membuat skenario penobatan Sri Sultan Hamengkubuwono
IX sebagai sesepuh masyarakat Sulawesi Tenggara bagian daratan dan yang
ditugaskan oleh Abdullah Silondae (Gubernur Sulawesi Tenggara yang
keempat) untuk membuat teks penobatan Sri Sultan yaitu Abdul Hamid Hasan,
Arsamid dan Anas Bunggasi. Pembuatan teks tersebut dilakukan di rumah
Hamid Hasan selama dua hari dua malam dengan membuka dokumen
66
pelantikan Raja Tekaka dan Sao-Sao. Saat itu, mereka mendapatkan teks
penyumpahan Raja Tekaka. Bunyi penggalan teks tersebut yaitu sebagai
berikut:
“... kalau kami mendukung yang mulia, yang mulia mengayomi
kami. Kalau kami berlaku tidak ujur kepada yang mulia, maka kami
akan terkena bala dan bencana. Tetapi kalau yang mulia melanggar
adat istiadat kami, nyawa yang mulia akan terputus karenanya”.
(Arsamid, wawancara 16 Oktober 2011).
Setelah selesai, hasil kerja tersebut dibawah kepada Eddi Sabara. Setelah
Eddi Sabara membaca teks penobatan tersebut, ia meminta agar kata-kata
“nyawa yang mulia akan terputus karenanya” dilunakkan. Husen A. Chalik
sebagai Kepala Kebudayaan saat itu tanpa melakukan konsultasi dengan A.
Hamid Hasan dan Arsamid langsung merubah kata-kata tersebut. Setelah teks
tersebut dicetak, A. Hamid Hasan membaca teks tersebut dan marah karena
sebagian kata-kata tersebut telah diubah tanpa sepengetahuan A. Hamid Hasan.
Saat pelaksanaan gladi kotor, Edi Sabara meminta Yunus (sopir Edi
Sabara) agar menjemput Hamid Hasan dan Arsamid untuk melihat skenario
penobatan Sri Sultan, akan tetapi mereka tidak pergi. Setelah Yunus datang
yang kedua kalinya maka Hamid Hasan meminta Arsamid yang pergi melihat
skenario penobatan tersebut, sedangkan Hamid Hasan sendiri tidak ikut sampai
hari pelaksanaan penobatan Sultan Hamengkubuwono IX. (Arsamid,
wawancara 16 Oktober 2011).
Singgasana yang digunakan untuk penobatan berasal dari Yogyakarta
sedangkan pakaian yang digunakan Sri Sultan dijahit di Yogyakarta. Dalam
67
prosesi penobatan tersebut, Arsamid bertindak sebagai pelaku yang
menobatkan Sri Sultan Hamengku Buwono IX atas nama Toonomotu‟o di
Pehanggo. Nama yang dianugerahkan kepada beliau adalah Lasiara Hina,
Tonambasa Oleo, artinya Pembawa kesejahteraan hidup seluruh rakyat.
Setelah penobatan selesai, Sri Sultan Hamengkubuwono IX masuk ke
dalam ruang yang telah disediakan oleh panitia bersama-sama dengan seluruh
Dewan Adat Tolaki saat itu. Dalam ruangan tersebut terjadi dialog antara
Hamengkuuwono IX dengan Abdullah Silondae. Berikut petikan percakapan
mereka:
Sri Sultan
Hamengkubuwono IX : (bertanya kepada Abdullah Silondae) apa
sudah seperti ini Pak Gubernur, sulaman
baju Raja Konawe?
Abdullah Silondae : (dengan spontan Abdullah Silondae
menjawab) Iya pak, sudah seperti itu.
Sri Sultan
Hamengkubuwono IX : Kalau seperti ini, menurut ukuran Yogya ini
baru setingkat camat, sedangkan saya
adalah Sultan dan di bawah saya masih ada
gubernur, bupati, camat. (Arsamid,
wawancara 16 Oktober 2011).
Dari percakapan di atas, terlihat bahwa Sri Sultan Hamengkubuwono IX
telah merendahkan Kerajaaan Konawe. Arsamid mengatakan bahwa saat Sri
Sultan dinobatkan sebagai sesepuh ada ucapan “kalau yang mulia melanggar
adat istiadat kami, nyawa yang mulia akan terputus karenanya (kei polia o sara
mberiou, nggo sowi sumowiko penaomiu”. Arsamid melanjutkan bahwa
perkataan Sri Sultan Hamengkubuwono IX tersebut bukan lagi melecehkan
tetapi sudah menghina Kerajaan Konawe. Dua bulan kemudian setelah
kunjungaannya di Sulawesi Tenggara sekaligus penobatannya sebagai sesepuh
68
masyarakat Sultra bagian daratan, Sri Sultan Hamengkubuwono IX meninggal.
(Arsamid, wawancara 16 Oktober 2011).
Pada tahun 1981 Arsamid melakukan dua kali penyambutan secara adat
Tolaki yaitu pertama, ketika Menteri Perindustrian Sosial RI, M. Yusuf datang
ke Sulawesi Tenggara dalam kunjungan kerjanya, pemerintah Sulawesi
Tenggara melakukan penyambutan, dan penyambutan tersebut dilakukan
dengan Umo‟ara dan Kalao Sara yang bertempat di Kantor Gubernur Sultra.
Kedua, Arsamid melakukan penyambutan secara Adat Tolaki yaitu Umo‟ara
dan Kalo Sara, kepada Presiden Soeharto dan Ibu beserta rombongan dalam
kunjungan kerjanya di Sulawesi Tenggara pada tanggal 17 Desember 1981
bertempat di Bandara Wolter Monginsidi Kendari. Kunjungan tersebut dalam
rangka untuk: (1) meresmikan Pekan Penghijauan Nasional XXI di Lalonggasu
Kecamatan Tinanggea, (2) peninjauan PT. Kapas Indah Indonesia di
Punggaluku Kecamatan Lainea Kabupaten Kendari.
Menyambut secara Adat Tolaki, Umo‟ara dan Kalo Sara, presiden RI ke-
6 dan Wakilnya, Susilo Bambang Yudhoyono dan H.M. Yusuf Kalla, saat
kunjungannya di Sulawesi Tenggara bertempat di Bandara Haluoleo Kendari.
Berikut teks yang digunakan oleh Arsamid saat melakukan
penyambutan terhadap tamu-tamu agung, baik dari dalam maupun dari luar
Negeri yang datang ke Sulawesi Tenggara (Kendari).
TEKS MOMBOWULE’AKO
Inggomiu mberi‟ou ronga bawaamiu
Metudu ndonganggee – numaambolawa‟i;
Niwule mbeduluno – ineri mepoko‟asono;
Mbera ana niwawo – ronga toono nggapa;
69
I Sulawesi Tenggara.
Kilaa leu wawe‟i – limba mokodunggu‟i;
Sala rerekamami – ko‟ehe‟ehemami;
Sala meririmami – ronga ko‟aumami.
Hia ipowulewule – ronga ipo‟ineri;
Inggomiu mberi‟ou.
TEKS MOMBESARA
Inggomiu mberi‟ou – ronga bawaamiu.
Tudu‟ito – resa‟ito; Mepotira – mepokulelo; Sara pombokulaloimami – pombeowose mami; Mbera ana niwawo – ronga toono nggapa I Sulawesi Tenggara.
Ni‟ino leumiu – ramai timbamiu; Leu nggo moleleu – timba nggo moretei
Mbera ana niwawo – ronga toono nggapa I Sulawesi Tenggara;
Pendoromami – mbewungguako mami;
Aito kumii‟i – ronga mendeenggee;
Taa mbodunggu mami – bara tesalamami.
Keno ehepokaa – kuri wuliakono; Nopowawo Baraka – morupo weweunga;
Aki wangga mbondule – owose mombehawa;
Kilaa mewangu‟i – ronga mendotoki‟i;
Wonua i Sulawesi Tenggra;
Ine torono mbera ana niwawo – ronga toono nggapa.
Kei dunggu wowahe – timba mbule mbendua;
Wowahe ilipumiu – mbule iwonuamiu;
Wowahe i rahamiu – mbule ilaikamiu;
Timba terombu mbule – teposua mbendua;
Mbera sawino raha – ihilaikamiu;
Iamo i‟osakami – ai kolupekomami;
O ruki timba mbule – ai leu mbendua;
Mano lailaipo – keno nunu laiki;
Mano lipa wilapo – ano tudu wulaki.
Mbera toka ikeni – petotokihano;
Keno laa salano – bara taa tekonono;
Ai poko nggadu‟i – i poko ndekono‟i;
Inggomiu mberi‟ou.
70
(Arsamid, Wawancara 23 Desenber 2011)
Terjemahan:
TEKS MOMBOWULE’AKO
Yang kami hormati bapak... beserta rombongan. Adat sekapur sirih kami
persembahkan kepada bapak sebagai lambang penghormatan tertinggi dari
aparat bersama seluruh masyarakat sulawesi Tenggara
Sebagai lambang pernyataan kami yang riang gembira, penuh kerinduan
pada yang mulia.
Sudilah kiranya bapak... untuk menikmati suguhan adat kami.
TEKS MOMBESARA
Yang kami hormati bapak... beserta rombongan.
Sudah turun – Sudah terletak
Sudah dipersembahkan – sudah diperhadapkan Adat kebesaran kami, bersama seluruh aparat dan masyarakat di Sulawesi
Tenggara.
Kunjungan Bapak.... kali ini
Datang untuk melihat dari dekat Seluruh aparat beserta masyarakat
Di Sulawesi Tenggara
Bapak... akan melihat dan memperhatikan Tentang hidup dan perikehidupan kami
Atas segala kekurangan kami.
Kami semua berharap
Kunjungan ini dapat membawah manfaat yang sebesar-besarnya
Dalam membangun daerah di Sulawesi Tenggara.
Di dalam kehidupan semua aparat bersama seluruh masyarakat.
Kalau sampai kembali
Kembali ke negeri tempat asal Kembali ke rumah
Bila sudah bertemu Dengan segenap keluarga seisi rumah
Jangan lupakan kami Biarlah sesekali asalkan sering kembali
Biar hanya sekejap asalkan setiap bulan
Sampai disinilah penerimaan kami secara adat Jika ada kekurangan dan kesalahan
Mohon kiranya dimaafkan
71
Keempat, melakukan pengukuhan perangkat Lembaga Adat Tolaki. Pada
tahun 2004 Arsamid melaksanakan pengukuhan terhadap Pengurus Besar
Lembaga Adat Sarano Tolaki (PB LAST) di Unaaha. Tahun 2007 Arsamid
melakukan Pengukuhan Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Adat
Tolaki Konawe-Mekongga (DPP LATKOM) Propinsi Sulawesi Tenggara
Menggantikan PB LASTdi Unaaha atas nama Dewan Adat Tertinggi Sarano
Tolaki, ketuanya adalah Rahmani Takahasi. Pengukuhan Pengurus Lembaga
Adat Tolaki (LAT) Propinsi Sulawesi Tengggara menggantikan DPP
LATKOM bertempat di pelataran MTQ Kendari tahun 2010, ketuanya adalah
Masyhur Masie Abunawas. Pengukuhan terhadap pengurus lembaga adat
tersebut dilakukan empat tahun sekali.
Kelima, melaksanakan ritual Adat Tolaki lainnya. Yang dimaksud
dengan ritual adat Tolaki adalah Mosehe Owose. Melaksanakan prosesi adat
Tolaki pengambilan bongkah tanah di bekas pusat Kerajaan Konawe di
Inolobunggadue. Arsamid mengatakan bahwa pengambilan tanah ditempat
tersebut atas permintaan dari Menteri Pemuda dan Olahraga berdasarkan
pembelajaran mereka di historis sejarah maka ditetapkan bahwa tanah yang
akan digunakan untuk pembangunan Tugu Persatuan Pemuda akan diambil
dari Kerajaan Konawe, sedangkan air yang akan digunakan berasal dari
Kerajaan Muna.
Tahun 1992 pada Festival Budaya Nusantara Tingkat Nasional, Arsamid
melakukan peragaan Upacara adat ritual Mosehe Owose di Anjungan Sulawesi
Tenggara Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, mewakili Sulawesi Tenggara.
72
Melaksanakan upacara ritual Mosehe Owose yang bertempat di makam
Raja Lakidende II (Mokole Konawe ke-37) dimana saat itu Ibu Kota
Kabupaten Kendari akan dipindahkan ke Kota Unaaha yang berpusat di
Inolobunggadue oleh Bupati H. Andry Djufry, S.H.
Menyelenggarakan upacara adat ritual Mosehe Owose di sekitar makam
Raja Lakidende II tahun 2008 dalam rangka syukuran H. Nur Alam, S.E.
menjadi Gubernur Sulawesi Tenggara dan tertindak sebagai Mbusehe atas
nama Toono Motu‟o di Pehanggo.
Selain apa yang telah disebutkan dan dijelaskan di atas, Arsamid bersama
almarhum Prof. Dr. H. Abdurrauf Tarimana menjadi penggagas terhadap
pemberian gelar kepada H. Eddy Sabara, Gubernur Sulawesi Tenggara ke-3,
pada akhir masa jabatannya dengan sebutan Mandarano Wonua, artinya Bapak
Pembangunan.
Dari uraian di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa Arsamid dalam
kedudukannya sebagai sebagai Tokoh Adat dan Budayawan Tolaki telah
melaksanakan/mengaktualisasikan perannya tersebut dengan melaksanakan
tugasnya sebagai pemangku adat (Tolea-Pabitara), memperkenalkan adat
Tolaki (Kalo Sara dan Umo‟ara) di Tingkat Nasional, melakukan penyambutan
secara adat tamu-tamu yang berkunjung ke Sulawesi Tenggara Khususnya di
Kendari baik tamu yang berasal dari dalam negeri maupun tamu yang berasal
dari luar negeri yang dilakukan dengan umo‟ara dan Kalo Sara, melakukan
pengukuhan perangkat Lembaga Adat Tolaki, dan melakukan ritual adat Tolaki
lainnya seperti upacara Mosehe.
73
D. Pikiran Arsamid sebagai Tokoh Adat dan Budayawan Tolaki
Mengenai pemikiran-pemikiran Arsamid mengenai kebudayaan Tolaki
dapat dilihat pada karya-karyanya. Karya-karya Arsamid tersebut yaitu dalam
bentuk tulisan dan dalam bentuk desain baju batik asli Tolaki yang diberi nama
Titomas (Batik Tolaki Ramuan Arsamid). Baju Batik tersebut telah diproduksi
dan digunakan.
1. Karya Tulis Arsamid
Selain aktif dalam Lembaga Adat Tolaki dan sebagai pemangku adat
Tolea-Pabitara, Arsamid juga aktif dalam kegiatan menulis. Arsamid mulai
aktif dalam menulis sejak tahun 2000 sampai sekarang. Dalam menulis buku,
Arsamid menambahkan namanya menjadi Asamid Al Ashur. Al Ashur
mempunyai arti, Al dalam bahasa Arab artinya yang. Sedangkan Ashur berasal
dari kata Mashur artinya dengan menulis buku nama akan dikenal para
pembaca berlangsung secara abadi selamanya. (Arsamid, 2006: 2).
Sejak itulah nama tersebut kemudian tidak hanya tertulis dalam karya-
karyanya, akan tetapi dalam sertifikat, maupun piagam penghargaan nama
tersebut selalu ditulis. Arsamid telah menyelesikan beberapa buku tentang
Kebudayaan Tolaki yaitu antara lain dalam bidang Bahasa dan Sastra, Sejarah,
dan Kebudayaan serta beberapa karya terjemahan ke dalam bahasa Tolaki
seperti terjemahan Surat Yaasin ke dalam bahasa Tolaki. Pada tahun 2003 telah
diluncurkan sebanyak tiga belas judul buku karyanya oleh Bupati Kendari
bertempat di Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Konawe.
74
Ketekunan Arsamid dalam melakukan penulisan tidak terlepas dari
hasil diskusinya dengan almarhum Prof. Dr. Abdurrauf Tarimana mengenai
Kebudayaan Tolaki. Arsamid mengatakan bahwa dalam diskusi tersebut
Abdurrauf Tarimana (almrhm) selalu mengatakan kepada Arsamid bahwa
budaya Tolaki adalah budaya tuturan, tatkala penuturnya meninggal maka
tuturannya akan terkubur bersama dengan penuturnya. Maka pada saat itulah
generasi akan kehilangan jejak. Contohnya, tentang Taenango. Arsamid
melanjutkan bahwa sekarang orang yang pandai melakukan taenango rata-rata
umurnya 80 tahun ke atas, sementara itu pelaku taenango sudah banyak yang
meninggal. Selain itu, Prof. Dr. Abdurrauf Tarimana (alm) juga mengatakan
kepada Arsamid bahwa pekerjaannya (Arsamid) hanyalah menulis dan
menulis. Apa yang kamu tahu dan apa yang pernah kamu dengar, tulis menurut
apa adanya dan jangan dulu memberikan pertimbangan ilmu pengetahuan
karena itu bukan tugas kamu (Arsamid), akan tetapi itu adalah tugas generasi
yang akan datang. Sebab jika tidak menulis, maka generasi yang akan datang
pada saatnya nanti bila ingin melakukan pembedahan tentang budaya Tolaki
mereka tidak akan bisa karena tidak ada buku yang akan mereka bedah.
Arsamid melanjutkan bahwa waktu itu almarhum Prof. Dr. Abdurrauf
Tarimana menawarkan kepada Arsamid agar membuat sebuah tulisan, dimana
dengan tulisan tersebut Arsamid akan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1)
di Unhalu karena almarhum Abdurrauf sendiri yang akan menjadi penguji
utamanya. Saat itu Arsamid kebingungan karena ia tidak tahu harus menulis
apa dan akan memulai darimana. Setelah Abdurrauf Tarimana meninggal
75
barulah ia mulai mengasah otaknya untuk melakukan penulisan sampai
sekarang. (Arsamid, wawancara 05 Nopember 2011).
Berikut adalah daftar dan deskripsi naskah karya tulis Arsamid Al Ashur:
a. Daftar Naskah Karya Tulis
1) Bidang Bahasa dan Sastra yaitu: Aksara Tolaki bulan Mei tahun 2000,
Kamus Tolaki 7000 Kata bulan Mei tahun 2000, Pluralisme Bahasa
Tolaki september 2000, Sastra Lisan Tolaki bulan Mei tahun 2003, Sala
Anngo bulan September tahun 2007.
2) Bidang Sejarah yaitu: Sejarah Watu Pinaho di Tawanga bulan
September tahun 2000, Sejarah Pemerintahan Kabupaten Konawe, dan
Sejarah Pemerintahan Kabupaten Konawe Selatan bulan Juli tahun
20003, Sejarah Kalo Sara bulan Juli 2007.
3) Cerita Rakyat yaitu: Mitos Asal Usul Padi bulan September 2008,
Saweringadi bulan Februari 2011, dan Haluoleo bulan Februari 2011.
4) Adat Istiadat Daerah Tolaki yaitu: Hukum Adat Perkawinan Tolaki Juli
2006, Deskripsi Adat Perkawinan Tolaki bulan September 2001,
Mosehe bulan Agustus 2003, Tata Krama dan Silaturrahmi Tradisi
Budaya Tolaki bulan Maret 2007.
5) Karya Terjemahan yaitu: Surat Yaasin Terjemahan Bahasa Tolaki
bulan Mei 2000, Al Barzanji Terjemahan Bahasa Tolaki bulan Juni
2000.
76
b. Deskripsi Naskah Karya Tulis
Dalam uraian ini selain apa yang telah disebutkan dalam daftar naskah
karya tulis di atas juga akan dijelaskan tentang pokok-pokok isi naskah yang
terkandung di dalamnya. Deskripsi karya tulis adalah uraian singkat tentang
karya tulis, dengan tujuan memberikan uraian yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Disamping itu, deskripsi karya tulis
juga dimaksudkan sebagai sesuatu yang memberikan petunjuk kepada orang
lain agar dengan mudah dipahami.
Dalam deskripsi karya tulis ini, penulis hanya mendeskripsikan
sebagian hasil karya Arsamid Al Ashur karena hanya sebagian yang penulis
dapat baca dari karya tulisnya.
Adapun deskripsi karya tulisnya yaitu sebagai berikut:
1) Aksara Tolaki. Tulisanini mengenai huruf Tolaki yang berjumlah 18
huruf suatu analitik tentang arti lambang bilangari, sukora, dan
andalahaebu dalam wujud aksara tolaki. Tulisan ini selesai dirampungkan
pada bulan Mei tahun 2000.
2) Kamus Tolaki 7000 Kata. Tulisan ini diterbitkan oleh CV. Sahabat Offset
Surabaya tahun 2000. Tulisan ini berisi tentang sejumlah kosa kata yang
berasal dari dua dialek yaitu dialek Konawe dan dialek Mekongga. Karya
ini ditulis oleh Bapak Arsamid Al Ashur dan di susun oleh Drs. H.
Lukman Abunawas, SH., dan Drs. H. Azis Tondrang, MBA.
77
3) Pluralisme Bahasa Tolaki. Tulisan ini berisi menjelaskan tentang
perbedaan antara dialek Mekongga dan Konawe. Tolaki yang tulisan ini
selesai dirampungkan pada bulan september 2000.
4) Watu Pinaho di Tawanga. Tulisan ini menjelaskan tentang sebuah batu
yang dijadikan sebagai monumen titik sentral tapal batas dua wilayah
kerajaan serumpun yaitu Kerajaan Konawe di Kabupaten Kendari
(sekarang Kabupaten Konawe), dan Kerajaan Mekongga di Kabupaten
Kolaka.
5) Deskripsi Adat Perkawinan Tolaki. Tulisan ini berisi tentang teknik dan
cara, tingkat-tingkat pembicaraan serta bahasa puitis yang dipergunakan
dalam pelaksanaan adat istiadat perkawinan Tolaki. Tulisan dalam
bentuk buku yang telah diterbitkan oleh Taman Budaya Sultra pada tahun
2006.
6) Hukum Adat Perkawinan Tolaki. Tulisan ini berisi tentang kaidah-kaidah
hukum adat istiadat perkawinan secara garis besar yang meliputi tentang
Kalosara, Kelembagaan Adat, isi adat, sanksi pelanggaran, dan
kedudukan perangkat adat.
Gambar. 2
Beberapa Karya Tulis Arsamid
(Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis)
78
2. Desainer Batik Motif Budaya Asli Tolaki
Dalam upaya mengembangkan, memelihara, dan memperkenalkan
Kebudayaan Tolaki, Arsamid tidak hanya menulis buku yang berhubungan
dengan kebudayaan Tolaki. Akan tetapi, lebih dari itu Arsamid telah terlebih
dahulu membuat desain Batik Tolaki yang penggunaannya berlaku semua usia.
Arsamid mulai membuat desain tersebut sejak tahun 1998 sampa sekarang.
Desain baju tersebut, Arsamid beri nama TITOMAS yang artinya Motif Tolaki
Ramuan Arsamid.
Karya seni desain batik Arsamid tersebut telah mendapatkan
rekomendasi dari salah seorang pakar antropologi Indonesia, almarhum Prof.
Dr. A. Tarimana tahun 1998 dan dari Bupati Kabupaten Kendari Drs. H. Abdul
Razak Porosi tahun 2000. Rekomendasi tersebut berfungsi sebagai persetujuan
kepada Pencipta (Arsamid) dan Pengemban (Kompeksi Tailor Wawotobi).
Dalam rekomendasi almarhum Abdurrauf Tarimana dijelaskan bahwa
peruntukkan utama hasil karya Arsamid tersebut adalah bahan kemeja, juga
boleh dipergunakkan untuk bahan kebutuhan lain seperti : baju wanita, Jas,
Jaket, baju murid Sekolah Dasar, baju siswa SLTP dan baju siswa SMU.
Sedangkan untuk pemakaiannya berlaku bagi semua tingkat usia dan jenis
kelamin, waktu dan tempat pemakiannya bersifat bebas rapi, jenis kwalitas
kainnya sesuai kebutuhan pemakai, warna dasar dan warna motif mengikuti
perkembangan kemajuan.
Motif yang digunakan pada pakaian tersebut seperti pineta‟ulumbaku
(desain daun pakis), pinetotono (motif menyerupai manusia), dan motif kalo.
79
Karya seni batik tersebut telah mendapat dukungan dari kalangan tokoh
Budaya Daerah Tolaki, pemuka-pemuka Adat Tolaki dan pemuka-pemuka
masyarakat Tolaki yang banyak memberi perhatian terhadap Kebudayaan
Tolaki. Karya desain Arsamid tersebut ada yang sudah diproduksi dan ada
yang belum. Karya yang belum diproduksi tersebut dikarenakan adanya
keterbatasan dana.
Karya seni batik tersebut telah diproduksi dalam bentuk pakaian jadi
sejak tahun 1998 oleh pengemban sekaligus sebagai distributor yakni
Pengusaha Konfeksi Laksana Tailor Wawotobi, milik H. Ambo Dalle. Semasa
hidup H. Ambo Dalle bekerjasama dengan Arsamid. Arsamid yang mendesain
dan Ambo Dalle (alm) yang membawahnya ke Pekalongan lalu bekerjasama
dengan Pengusaha Batik Pekalongan Selatan Alfa Collection By Rina HD Tex,
milik Asmuni Kaza. Di tempat itulah desain baju batik bermotif Adat Tolaki
karya Arsamid diproduksi/dicetak. Desain baju tersebut tersebut ada yang telah
dijahit menjadi sebuah baju dan ada yang belum berbentuk baju. Kain desain
inilah yang dibuat kembali menjadi baju sesuai keinginan pemesan (Arsamid,
wawancara 20 Nopember 2011).
Dalam melakukan hubungan kerjasama tersebut, H.Ambo Dalle dan
Asmuni Kaza membuat perjanjian kontrak kerja. Berikut isi perjanjian kontrak
kerja antara almarhum H. Ambo Dalle dan Bapak Asmuni Kaza pada tanggal
25 Juli 1999 di Pekalongan Selatan Jawah Tengah :
PERJANJIAN KONTRAK KERJA
1. H. AMBO DALLE, Umur 47 Tahun, Alamat : Kel. Lalosabila,
Kec. Wawotobi, Kab. Kendari, sebagai Pimpinan Konfeksi
80
Laksana Tailor Distributor baju Adat Tolaki, selanjutnya disebut
SEBAGAI PIHAK PERTAMA ....................................................
2. ASMUNI KAZA, Umur 36 Tahun, Alamat : Kel. Banyurip Alit
Gg 5/ 58 Kec. Pekalongan Selatan, Kodya Pekalongan, sebagai
Pimpi. Pusat Batik dan Garment ALFA COLLECTION BY
RINA HD TEX, selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA .....
3. Pada tanggal 25 Juli 1999 di Pekalongan Jawa Tengah, PIHAK
PERTAMA telah memberikan Order kepada PIHAK KEDUA
berupa Hak untuk mencetak Kain Batik Bermotif Adat TOLAKI
hingga menjadi Pakaian Jadi dalam bentuk Hem, Kemeja, Jas dan
sejenisnya dalam jumlah tak terbatas ............................................
4. Syarat-syarat pemesanan yang diajukan PIHAK KEDUA telah
disetujui dan dipenuhi oleh PIHAK PERTAMA, dengan cara
pembayaran PIHAK PERTAMA menyanggupi mebayar sejumlah
KAIN BATIK yang dipesan .........................................................
5. Perjanjian KOntrak Kerja ini berlaku sampai batas
dikeluarkannya pernyataan masa berakhirnya Perjanjian Kontrak
Kerja yang disepakati dan ditandatangani oleh Kedua Belah
Pihak. ..........................................................................................
6. Perjanjian Kontrak Kerja ini dibuat bersama di Pekalongan Jawa
Tengah pada tanggal Dua Puluh Lima Juli Seribu Sembilan Ratus
Sembilan Puluh Sembilan dan ditandatangani oleh masing-
masing Kedua Belah Pihak. .........................................................
Pekalongan, 25 Juli 1999.
PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA
H. AMBO DALLE. ASMUNI KAZA
Sehari setelah Perjanjian Kontrak Kerja tersebut, maka bapak H. Ambo
Dalle mulai memesan baju batik tersebut sebanyak 1000 potong baju dengan
harga Rp. 23.000,- perpotong baju, dengan jumlah Rp. 23.000.000,- (Dua
Puluh Tiga Juta Rupiah). Kemudian Bapak H. Ambo Dalle memberikan uang
muka sebanyak Rp. 11.500.000,- (Sebelas Juta Lima Ratus Ribu Rupiah).
Arsamid mengatakan bahwa setelah H. Ambo Dalle meninggal, usaha
Konfeksi Laksana Tailor dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Baharuddin
81
sampai sekarang. Pemasaran karya Arsamid ini terbanyak di sekolah-sekolah.
(Arsamid, wawancara 20 Nopember 2011).
Berikut adalah contoh baju batik dengan motif Titomas baik yang sudah
diproduksi maupun yang belum.
Gambar 3.
Foto Baju Batik Desain Arsamid yang telah diproduksi. Baju Batik yang digunakan
di SMP Negeri 3 Andoolo dengan Motif Pinetotono, Kalo, dan di SMP Negeri 4 Lambuya
dengan Motif yang sama pada SMP N 3 Andoolo tapi warna berbeda (Kanan)
(Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis)
Gambar 4.
Foto Desain Baju Batik Arsamid yang belum diproduksi
(Sumber: Dokumentasi Arsamid)
82
E. Tindakan Arsamid sebagai Pakar Adat Tolaki
Perkembangan hidup manusia semakin cepat bergerak maju dengan
berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi yang canggih, sementara itu
masyarakat senior hukum adat berangsur-angsur hilang di telan zaman dan
tulisan sebagai pedoman tidak ada yang mereka tinggalkan. Perkembangan
yang terjadi membawa pengaruh terhadap pola pikir dan pergeseran tata nilai
budaya yang pada gilirannya generasi penerusnya akan kehilangan jejak di saat
generasi penuturnya sudah habis terkubur bersama tuturannya.
Arsamid Al Ashur, pengurus dewan pimpinan pusat Lembaga Adat
Tolaki, mengatakan bahwa perkembangan kebudayaan Tolaki mengikuti
perjalanan hidup manusia dari generasi yang satu ke generasi berikutnya.
Dampak dari pekembangan yang terjadi adalah pergeseran tata nilai. Ada
tradisi dari leluhur yang hilang dan sudah tidak diketahui, tetapi ada hal baru
yang muncul dan menurut penyesuaian lalu dibudayakan.
Arsamid melanjutkan bahwa selama ini ada beberapa daerah di
Kabupaten Konawe dan sekitarnya yang melaksanakan perannya sebagai tolea
dan pabitara, akan tetapi mereka tidak menunaikan sepenuhnya hak-hak
masyarakat yang akan melakukan urusan perkawinan. Kebutuhan pelayanan
terhadap urusan adat perkawinan selalu ada setiap saat. Kemudian muncul
orang-orang yang tidak kharismatik, tidak memiliki segudang pengetahuan
tentang hukum adat istiadat, tidak memiliki kemampuan bersilat lidah tapi
hanya memiliki kemauan. Orang-orang inilah yang selalu memberikan
pelayanan kepada masyarakat dengan berbekal apa yang pernah mereka dengar
83
dan mereka lihat ditempat lain. Itulah yang mereka bawah kembali
dikampungnya dan inilah yang mereka terapkan, masyarakat pun tidak ada
yang keberatan. Sebab jika ada yang keberatan maka tidak ada yang akan
mengurus urusan perkawinan mereka. Mereka (Tolea-Pabitara) inilah yang
tidak terkena bala jika mereka memutar balikkan fakta, berbicara salah. Hal ini
karena mereka belum dikukuhkan sebagai tolea dan pabitara. (Arsamid,
wawancara 16 Okober 2011).
Oleh karena itu, maka tindakan Arsamid sebagai pakar Adat Tolaki
sekaligus anggota dewan pengurus pusat Lembaga Adat Tolaki adalah
melakukan sosialisai dan pelatihan serta pengukuhan/sumpah serapah terhadap
para pelaku adat khususnya para Tolea dan Pabitara yang ada di Sulawesi
Tenggara agar tidak terjadi perbedaan wujud dan tata cara pelaksanaan adat
perkawinan antara lingkungan tertentu dengan lingkungan umumnya serta
tidak adanya pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat yang melakukan acara
perkawinan.
Untuk mengatasi terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh tolea dan
pabitara terhadap hak-hak masyarakat yang melaksanakan urusan adat
perkawinan, pada bulan April 2011 Arsamid melakukan kegiatan pelatihan
adat sekaligus pengukuhan terhadap para tolea dan pabitara di Desa Porabua,
Kecamatan Uluiwoi, Kabupaten Kolaka. Antusias para pemangku adat di desa
ini begitu kuat untuk turut mendukung jalannya kegiatan. Mereka bahkan ada
yang rela datang dari jauh di desa di bagian hilir sungai Konawe‟eha menuju
84
Desa Porabua, Kecamatan Uluiwoi, Kabupaten Kolaka, tempat
dilaksanakannya kegiatan pelatihan adat.
Untuk melakukan pengukuhan tersebut, Arsamid harus terlebih dulu
mengumpulkan para tolea dan pabitara yang ada diberbagai daerah khusunya
yang ada di Kabupaten Kolaka dan Kabupaten Konawe. Upaya tersebut
tidaklah mudah, selain tempat domisili mereka yang cukup jauh di pelosok,
pekerjaan para pemangku adat ini memang cukup padat.Sehari mereka bisa
melayani banyak kegiatan adat, khususnya acara peminangan dan perkawinan.
Sehingga membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk mendapatkan
konfirmasi kesediaan mereka berkumpul.
Namun bukan hanya masalah kesiapan para tolea dan pabitara yang
menjadi kendala, melainkan masih rendahnya kepedulian baik dari pihak
pemerintah maupun dari para para pelaku adat di Lembaga Adat Tolaki itu
sendiri atas kegiatan yang berbau budaya istiadat. Termasuk dukungan dari
pemerintah daerah yang masih memandang kegiatan tersebut hanyalah
pelengkap (Josshasrul, 2011). Demikian pula yang dikatakan oleh Arsamid
bahwa pemerintah masih kurang peduli terhadap kegiatan-kegiatan
kebudayaan. Di sisi lain para pelaku adat di lembaga adat tolaki juga dinilai
masih rendah kepedulian. (Arsamid, wawancara 16 Oktober 2011). Meskipun
demikian, Arsamid tetap melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai
Tokoh Adat/Masyarakat dengan melakukan pengukuhan terhadap para
pemangku adat khusunya para Tolea dan Pabitara (Josshasrul, 2011).
85
Pada tanggal 29 Desember 2011 Arsamid bersama dengan Muslimin
Suud kembali melakukan sosialisasi dan pelatihan serta pengukuhan pada
sejumlah panggasara (Tolea-Pabitara) yang bertempat di Hotel Arisandi
Kecamatan Unaaha Kabupaten konawe untuk yang kedua kalinya selama tahun
2011. Sebelum dilakukan sosialisasi dan pelatihan tentang hukum adat
perkawinan tolaki maka para Tolea-Pabitara terlebih dahulu disumpah
serapahi/dikukuhkan.Setelah mereka dikukuhkan, mereka diharapkan dapat
melakukan tugasnya dengan baik, tidak melakukan pelanggaran dalam adat
perkawinan.
Gambar 5
Foto Prosesi Pengukuhan / Sumpah Serapah Para Pelaku Adat Tolaki, Tolea dan
Pabitara, oleh Bapak Arsamid Al Ashur (sedang memegang kertas dan mic) (Kiri), Praktek Tolea-Pabitara (Kanan) di Desa Porabua, Kecamatan Uluiwoi,
Kabupaten Kolaka
(Sumber: Josshasrul, 2011)
86
Gafur mengatakan bahwa sosialisasi tentang hukum adat perkawinan
Tolaki yang dilaksanakan di Hotel Arisandi tersebut merupakan upaya
penyeragaman terhadap pelaksanaan tata cara perkawinan Tolaki. Hal tersebut
dikarenakan masih adanya perbedaan pada tata cara pelaksanaannya. Adapun
prosesi pengukuhan terhadap sejumlah Tolea-Pabitara baik yang sudah pernah
dikukuhkan maupun yang belum, maka hal tersebut juga merupakan tindakan
untuk mengingatkan kembali kepada panggasara tentang peran mereka di
masyarakat agar tidak melakukan pelanggaran dalam melaksanakan tugasnya.
(Gafur, wawancara di Mataiwoi tanggal 22 Agustus 2012). Hal senada juga
diungkapkan oleh Kamaruddin bahwa penyumpahan sejumlah panggasara
(Tolea-Pabitara) di Hotel Arisandi tahun lalu (2011) oleh bapak Arsamid
adalah suatu usaha agar para pelaku adat Tolea-Pabitara dapat menjalankan
perannya dengan baik agar nantinya hak-hak masyarakat yang melaksanakan
Gambar 6.
Foto Bapak Arsamid sedang melakukan pengukuhan/sumpah serapah
terhadap para pelaku adat perkawinan Tolaki, Tolea-Pabitara di Hotel
Arisandi Unaaha Kabupaten Konawe tanggal 29 Desember 2011.
(Sumber : Dokumentasi Pribadi Peneliti)
87
perkawinan tidak ada yang terabaikan/dirugikan. (Kamaruddin, wawancara di
Asao 23 Agustus 2012).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa
pengukuhan (sumpah serapah) sejumlah panggarasara (Tolea-Pabitara) oleh
Arsamid Al Ashur merupakan suatu tindakan untuk mencegah terjadinya
pelanggaran dalam urusan perkawinan yang dilakukan oleh Tolea Pabitara dan
hak-hak masyarakat yang melakukan urusan perkawinan tidak ada yang
diabaikan.
88
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian penjelasan di atas, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan yaitu:
1. Arsamid berasal dari keluarga yang sederhana. Dilihat dari silsilah
keturunannya, maka Arsamid masih keturunan Tolea-Pabitara karena
kakek dan ayahnya merupakan Tolea-Pabitara yang berasal dari Tawanga
(Kabupaten Kolaka). Arsamid Al Ashur pada masa kecilnya bernama
Zainuddin. Pendidikan dasarnya dimulai pada Sekolah Rakyat VI di
Tawanga Kabupaten Kolaka dan menyelesaikannya di Wawotobi. Arsamid
menyelesaikan pendidikannya terakhirnya di SGA Kendari tahun 1964.
Dunia pendidikan Arsamid tidak selalu berjalan teratur, dia selalu pindah
dari satu sekolah ke sekolah berikutnya. Hal ini terjadi karena ketika dia
bersekolah di Sekolah Rakyat tiga tahun Tawanga ia harus berhenti selama
satu tahun karena adanya gangguan gerombolan DI/TII Kahar Muzakar.
Setelah pindah ke Wawotobi dia kembali melanjutkan sekolahnya di
Sekolah Rakyat Wawotobi sampai selesai. Saat dia bersekolah di SMP
Sawerigading Wawotobi dia kemudian pindah ke Kolaka karena
gerombolanDI/TII Kahar Muzakar membumihanguskan Wawotobi. Ketika
Arsamid sekolah di SGA PGRI Kendari, saat itu ia duduk di kelas dua, ia
meninggalkan sekolahnya dan bergabung dengan DI/TII. Setelah
menamatkan pendidikannya ia menjadi guru SR/SD di Benua Kecamatan
89
Angata Kabupaten Konawe Selatan tahun 1964-1968, setelah itu ia pindah
ke Kantor BKDH Tk. II Kendari tahun 1969. Pada tahun 1977 ia memulai
karirnya di Lembaga Legislatif sebagai Anggota DPRD Tk. II Kendari dari
Golkar sampai tahun 1992.
2. Peran Arsamid sebagai seorang Tokoh Adat dan Budayawan Tolaki
dimulai sejak tahun 1966 sampai sekarang yang diawali pada acara
perkawinan almarhum Prof. Dr. Abdurrauf Tarimana di Desa Motaha
Kecamatan Lambuya Kabupaten Kendari, pada saat itu Arsamid bertindak
sebagai Pabitara (Juru Bicara). Selain itu, Arsamid selalu dipercaya oleh
pemerintah Kendari untuk melakukan upacara penyambutan terhadap
tamu-tamu yang datang ke Sulawesi Tenggara, baik tamu yang berasal dari
dalam negeri maupun tamu yang berasal dari luar. Upacara penyambutan
tersebut dilakukan secara Adat Tolaki yaitu dengan Umo‟ara dan Kalo
Sara, serta selalu melakukan penobatan ataupun pengukuhan terhadap
Pengurus Lembaga Adat dan pelaku-pelaku adat Tolaki lainnya.
24. Pikiran Arsamid sebagai Tokoh Adat dan Budayawan dapat dilihat pada
hasil karya-karyanya mengenai kebudayaan Tolaki. Karya-karya Arsamid
tersebut yaitu dalam bentuk tulisan dan dalam bentuk desain baju batik asli
Tolaki yang diberi nama Titomas (Batik Tolaki Ramuan Arsamid). Baju
Batik tersebut telah diproduksi dan digunakan.
25. Tindakan Arsamid sebagai pakar Adat Tolaki yaitu melakukan sosialisasi
dan pelatihan tentang hukum adat perkawinan Tolaki serta mengukuhkan
sejumlah Tolea-Pabitara. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya
90
perbedaan wujud dan tata cara pelaksanaan adat perkawinan antara
lingkungan tertentu dengan lingkungan umumnya serta pelanggaran yang
dilakukan oleh Tolea-Pabitara dalam urusan perkawinan yang akhirnya
mengabaikan hak-hak masyarakat yang melakukan urusan perkawinan.
B. Saran
Adapun saran-saran yang ingin penulis kemukakan adalah sebagai berikut:
1. Bagi pemerintah daerah dan masyarakat Tolaki diharapkan agar sudi
kiranya membantu para tokoh adat dan budayawan Tolaki berupa materi
agar mereka terus berkreativitas dalam mengembangkan Kebudayaan
Daerah yang merupakan bagian dari Kebudayaan Nasional. Karena
kebudayaan adalah warisan yang sangat tinggi nilainya dimata dunia. Jika
mereka diperhatikan oleh pemerintah, mereka juga tidak akan sungkan-
sungkan memberikan ilmu mereka kepada generasi muda untuk
meneruskannya, yang dari mereka inilah yang akan memperkenalkan
kebudayaan daerah baik di Indonesia maupun di manca Negara.
2. Bagi para tokoh adat dan budayawan Tolaki tidak berputus asa dan selalu
mengembangkan kebudayaan Tolaki agar dunia dapat melihat akan
keunikan kebudayaan Tolaki yang ada di Sulawesi Tenggara.
3. Penulis juga menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini belum sangat
sempurna sekali dalam bentuk penulisan sebuah karya ilmiah, untuk itu
penulis sangat berharap besar sebuah kritikan-kritikan, dan masukan-
masukan bagi orang-orang yang membaca penulisan karya ilmiah ini,
untuk menyempurnakan penulisan karya ilmiah yang penulis buat.
91
C. Implikasi Penelitian terhadap Pembelajaran Sejarah di Sekolah
Pembelajaran sejarah di sekolah bertujuan agar siswa memperoleh
kemampuan berpikir historis dan pemahaman sejarah. Melalui pembelajaran
sejarah siswa mampu mengembangkan kompetensi secara kronologis untuk
berpikir dan memiliki pengetahuan tentang masa lampau yang dapat digunakan
untuk memahami dan menjelaskan proses perkembangan dan perubahan
masyarakat serat keragaman sosial buadya dalam rangka menemukan dan
menumbuhkan jati diri bangsa ditengah-tengah kehidupan masyarakat dunia.
Pembelajaran sejarah juga bertujuan agar siswa menyadari adanya keragaman
pengalaman hidup pada masing-masing masyarakat dan adanya cara pandang
yang berbeda terhadap masa lampau untuk memahami masa kini dan
membangun pengetahuan serta pemahaman untuk menghadapi masa yang akan
datang.
Pengajaran sejarah lokal di sekolah bertujuan untuk membina pewarisan
nilai-nilai kebudayaan lokal, dalam rangka pembentukan kesadaran nasional.
Tujuan pembentukan kesadaran sejarah tidak dapat dilepaskan dari upaya
pembentukan kesadaran individu dan kelompok masyarakat, yang akan
mencakup pemilikan sejumlah pengetahuan tertentu (kognitif). Dalam hal ini
meliputi pengetahuan tentang sejarah lokal dan pembentukan sikap serta
kesadaran sejarah (afektif).Sehingga yang menonjol dalam pembelajaran
sejarah lokal di sekolah adalah dua aspek psikologis penting dalam tujuan
pendidikan yaitu pembentukan dan pembinaan kognisi dan afeksi dengan
menggunakan sejarah lokal sebagai media pendidikannya.
92
Eksistensi guru sejarah adalah mencari untuk mengembangkan dan
mencari informasi-informasi, yang berkaitan dengan kedaerahan, lingkungan
sekolah, masyarakat bersama pemerintah daerah harus saling memberikan
dukungan yang positif terhadap materi sejarah lokal melalui pembelajaran
sejarah nasional di sekolah-sekolah.
Kebudayaan daerah merupakan bagian dari Kebudayaan Nasional, maka
dengan adanya salah seorang tokoh (Arsamid) yang memiliki jiwa kecintaan
terhadap Kebudayaan daerahnya dengan mengembangkan, dan
melestarikannya, secara langsung telah ikut melestarikan dan mengembangkan
kebudayaan nasional. Oleh karena itu, Arsamid memiliki jiwa nasionalisme,
kecintaan terhadap negara dan bangsanya, melalui pengembangan dan
pelestarian kebudayaan Tolaki yang merupakan kebudayaan Nasional.
Dalam pembelajaran IPS Sejarah (Lokal) siswa-siswa dapat mengenal
tokoh biografis Arsamid Al Ashur dalam usahanya melestarikan,
mengembangkan, dan memperkenalkan kebudayaan Tolaki. Ini semua dapat
memberikan inspirasi kepada siswa-siswa putera daerah.
93
DAFTAR PUSTAKA
Arsamid Al Ashur. 2006. Otobiografi. Ditulis di Arombu Unaaha
Berry, David. 2003. Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi. Penerjemah, Paulus
Wirutomo. Edisi I, cet. 4. Jakarta: Rajawali Pers.
Gottschalk, L. 2007. Mengerti Sejarah. (Terjemahan Nugroho Notosusanto).
Jakarta:
UI Press.
Hadara, Ali. 2004. Metode Sejarah. Makalah disampaikan pada Pelatihan
Metodologi Penelitian Mahasiswa Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Haluoleo, Tanggal 16-20 Juli 2004.
Hendropuspito OC, D. 1989. Sosiologi Sistematik. Cet. Pertama. Yogyakarta:
Kanisius.
Horton, Paul B. dan Chester L. Hunt. 1991. Sosiologi. Diterjemahkan oleh
Aminuddin Ram dan TitaSobari. Jakarta: Erlangga.
http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/12/pengertian-biografi-serta-cara-
menulis.html. Diakses tanggal 23 Nopember 2011.
http://konawekab.bps.go.id/?page_id=93. Diakses 29 Mei 2012
Irwansyah. 2012. Kalosara Adat Tolaki. Online: http://irwansyah-
hukum.blogspot.com/2012/05/kalosara-adat-tolaki.html. Akses pada
tanggal 26 Mei 2012.
Josshasrul. 2011. Tolea dan Pabitara.
http://Tolea%20dan%20Pabitara%20«%20josshasrul.htm. Akses
Tanggal 20 Nopember 2011
Kartodirjdo, Sartono. 1992. Pendekatan Ilmu-Ilmu Sosial dalam Metodologi
Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.
94
Mulyanto R.I., Sartini, A. Sardju Siswomartana, Radjiman, dan Riyanto. 1990.
Biografi Pujangga Ranggawarsita. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.
Melamba, Basrin dkk. 2011. Sejarah Tolaki di Konawe. Yogyakarta. Teras
Permana, Rahayu. 2004. Kyai Haji Syam‟un (1883-1949): Gagasan dan
Perjuangannya. (Tesis). Jakarta: Program Pasca Sarjana Universitas
Indonesia.
Santoso, Teguh. 2011. Adat dan Kebudayaan Suku Tolaki. Online.
http://www.teguhsantoso.com/2011/02/adat-dan-kebudayaan-suku-
tolaki.html#ixzz1xXJz2los. Akses pada tanggal 26 Mei 2012
Sembiring, Eva Angelina. 2010. Biografi Rakuta Sembiring Brahmana (1914-
1964). (Skripsi). Medan: Program Sarjana, Fakultas Ilmu Budaya,
Departemen Sejarah, Universitas Sumatera Utara.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/22088. Diakses pada
tangal 11 Nopember 2011.
Silitonga, Sansri Nuari. 2011. Nur „Ainun Sebagai Penyanyi Melayu Sumatera
Utara: Biografi dan Analisis Struktur Lagu-lagu Rentak Senandung,
MakInang, danLaguDua yang Dinyanyikannya. (Skripsi). Medan:
Program Sarjana, Fakultas Ilmu Budaya Departemen Etnomusikologi,
Universitas Sumatera Utara. Online.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/25557. Akses pada
tanggal 11 Nopember 2011.
Silalahi, Jeperson Valerius. 2009. Biografi Guntur Sitohang sebagai Pemusik dan
Pembuat Alat Musik Batak Toba (Skripsi). Medan. Universitas
Sumatera Utara.
Online.http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/13438. Diakses
pada tangal 11 Nopember 2011.
Soekanto, Soerjono. 1993. Kamus Sosiologi. Jakarta: Rajawali Pers.
Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Sjamsuddin, Helius dan Ismaun. 1996. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Proyek
Pengembangan Tenaga Akademik, Dirjen Pendidikan Tinggi dan
Depdikbud.
Sjamsuddin, Helius. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
95
Suharni, Suddin. 2011. Supu Yusuf Dari Seorang Bangsawan, Pejuang Hingga
Birokrat. Kendari. Skripsi FKIP Unhalu
Su‟ud, Muslimin. 2006. Osara (Hukum Adat Tolaki). Kendari: Lembaga
Pengembangan dan Pengkajian Sejarah dan Kebudayaan Tolaki
Tambera, Haris. 2011. Analisis Partisipasi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan
Program P2MK Di Kelurahan Benu-Benua Kota Kendari. http://haris-
tambera.blogspot.com/2011/01/analisis-partisipasi-masyarakat.html.
Akses tanggal 29 Mei 2012
Tarimana, Abdurrauf. 1989. Kebudayaan Tolaki (Seri Etnografis). Jakarta: Balai
Pustaka.
96
LAMPIRAN-LAMPIRAN
97
Gambar : Bapak Arsamid Al Ashur di Rumah alm. H. Ambo Dalle, Wawotobi
(Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis)
Gambar : Peneliti Bersama Bapak Arsamid di Rumah Alm. H. Ambo Dalle
(Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis)
98
Gambar : Alm. Bapak H. Ambo Dalle, pemilik Laksana Tailor Wawotobi
(Sumber: Dokumentasi Keluarga)
Gambar : Bapak Baharuddin (Anak alm. H. Ambo Dalle) yang meneruskan usaha ayahnya
(Sumber: Dokumentasi Keluarga)
99
Gambar : Rumah alm. H. Ambo Dalle yang merupakan tempat Distributor Batik Adat
Tolaki (Kiri) dan Papan Nama Laksana Tailor (Kanan)
(Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis)
Gambar : Ayah (Ndau) dan Ibu (Takube) Arsamid Al Ashur
(Sumber: Dokumentasi Arsamid Al Ashur)
100
Gambar : Rumah Bapak Arsamid AL Ashur di Jl. Maleo No. 175
Kelurahan Arombu Kecamatan Unaaha Kabupaten Konawe (Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis Peneliti)
Gambar . Baju TITOMAS (Batik Tolaki Ramuan Arsamid Al Ashur). Dari kiri ke kanan: (1) Baju
Batik SMA N 1 Wawotobi dengan motif pineta’ulumbaku (motif tumbuhan paku) dan pinetotono
(motif menyerupai manusia), (2) Baju Batik SMA N 1 Lambuya dengan motif tabere dan Kalo, (3)
Baju Batik SMP N 4 Lambuya dengan motif pinetotono, Kalo, (4) Baju Batik SMP N 3 Andoolo,
motifnya sama dengan SMP N 4 Lambuya tetapi warnanya berbeda.
(Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis Peneliti)
1 2
3 4
101
Gambar . Bahan baku pakaian dan pakaian jadi di Laksana Tailor Wawotobi milik Alm.
H. Ambo Dalle, sekarang Burhanuddin yang melanjutkan usaha ayahnya
(Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis Peneliti)
Gambar . Desain Batik Tolaki karya Arsamid yang belum diproduksi
(Sumber: Dokumentasi Bapak Arsamid, dan direproduksi oleh peneliti)
102
Lampiran.
SERTIFIKAT-SERTIFIKAT SEMINAR, PENGHARGAAN
(Sumber: Dokumentasi Bapak Arsamid Al Ashur)
103
Lampiran.
SERTIFIKAT PENGHARGAAN DARI H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO DAN H. MUH. JUSUF
KALLA
(Sumber: Dokumentasi Bapak Arsamid Al Ashur)
SURAT KETERANGAN TELAH MENGIKUTI PENYULUHAN PEMBINAAN DAN
PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN DAERAH SULAWESI TENGGARA TAHUN 1994/1995 DAN
1998/1999
(Sumber: Dokumentasi Bapak Arsamid Al Ashur)
104
PIAGAM-PIAGAM PENGHARGAAN DARI DEWAN PIMPINAN PUSAT GOLONGAN KARYA
SULTRA
105
(Sumber: Dokumentasi Bapak Arsamid Al Ashur)
PIAGAM DARI BUPATI KEPALA DAERAH TK. II KABUPATEN KENDARI, dan DARI KETUA
LEMBAGA PEMILIHAN UMUM TAHUN 1977
106
Lampiran
PIAGAM DARI GKPN SULTRA TAHUN 1972, PIAGAM DARI PANITIA MTQ KDI
TAHUN 1979, DAN PIAGAM DARI PERSATUAN WARTAWAN INDONESIA TAHUN
1980
Lampiran
IJAZAH KURSUS BIMBINGAN SOSIAL A TAHUN 1965
(Sumber: Dokumentasi Bapak Arsamid Al Ashur)
107
Lampiran.
SURAT KEPUTUSAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA-ANGGOTA DPRD
PERIODE 1987-1992 YANG TELAH BERAKHIR MASA JABATANNYA
(Sumber: Dokumentasi Bapak Arsamid Al Ashur)
108
Lampiran.
PERJANJIAN KONTRAK KERJA DAN SURAT-SURAT ASMUNI KAZA KEPADA
ALMARHUM H. AMBO DALLE
109
(Sumber: Dokumentasi Bapak Arsamid Al Ashur)
Lampiran.
REKOMENDASI Prof. DR. ABDURRAUF TARIMANA DAN BUPATI
KABUPATEN KENDARI TENTANG TITOMAS
(Sumber: Dokumentasi Bapak Arsamid Al Ashur)
110