bimbingan cedera kepala

20
Subgaleal Hematoma Merupakan suatu pendarahan yang terjadi pada celah diantara lapisan galea dan tulang tengkorak sehingga menyebabkan penonjolan keluar pada kepala. Pendarahan ini tidak merobek lapisan kulit, namum menyebabkan pembuluh darah pada lapisan jaringan ikat longgar bawah kulit kepala pecah sehingga darah menjadi terkumpul. Keadaan hematoma ini sering terjadi pada kehidupan sehari-hari. Penanganan yang dilakukan pada subgaleal hematoma adalah dengan mengompres lokasi benjolan dengan air dingin. Hal ini dilakukan karena air dingin dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah yang pecah, sehingga pendarahan yang terjadi dapat dihentikan. Subgaleal hematoma yang berukuran kecil akan segera hilang dalam beberapa hari. Ada beberapa pendapat yang mengatakan pendarahan subgaleal yang berukuran besar sebaiknya dilakukan insisi dan aspirasi untuk mengeluarkan darah dan dipasang suatu pembalut untuk menekan pendarahan. Tapi ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa tindakan ini tidak diperlukan karena dapat meningkatkan resiko munculnya infeksi. Fraktur Basis Kranii Merupakan fraktur karena benturan langsung pada daerah dasar tulang tengkorak. Fraktur ini lokasinya terletak

description

menjelaskan

Transcript of bimbingan cedera kepala

Page 1: bimbingan cedera kepala

Subgaleal Hematoma

Merupakan suatu pendarahan yang terjadi pada celah diantara lapisan galea dan

tulang tengkorak sehingga menyebabkan penonjolan keluar pada kepala. Pendarahan

ini tidak merobek lapisan kulit, namum menyebabkan pembuluh darah pada lapisan

jaringan ikat longgar bawah kulit kepala pecah sehingga darah menjadi terkumpul.

Keadaan hematoma ini sering terjadi pada kehidupan sehari-hari.

Penanganan yang dilakukan pada subgaleal hematoma adalah dengan mengompres

lokasi benjolan dengan air dingin. Hal ini dilakukan karena air dingin dapat

menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah yang pecah, sehingga

pendarahan yang terjadi dapat dihentikan. Subgaleal hematoma yang berukuran kecil

akan segera hilang dalam beberapa hari.

Ada beberapa pendapat yang mengatakan pendarahan subgaleal yang berukuran besar

sebaiknya dilakukan insisi dan aspirasi untuk mengeluarkan darah dan dipasang suatu

pembalut untuk menekan pendarahan. Tapi ada beberapa pendapat yang mengatakan

bahwa tindakan ini tidak diperlukan karena dapat meningkatkan resiko munculnya

infeksi.

Fraktur Basis Kranii

Merupakan fraktur karena benturan langsung pada daerah dasar tulang tengkorak.

Fraktur ini lokasinya terletak pada dasar kranium, yang terjadi pada fossa anterior,

fossa media, dan fossa posterior.

Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala:

Hematom kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding

Epistaksis

Rhinorrhoe

Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala:

Hematom retroaurikuler, Ottorhoe

Perdarahan dari telinga

Page 2: bimbingan cedera kepala

Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan X-foto basis kranii.

Komplikasi :

Gangguan pendengaran

Parese N.VII perifer

Komosio Serebri

Komosio serebri (gegar otak) merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana terjadi

pingsan kurang dari 10 menit. Pada keadaan ini terjadi guncangan terhadap otak

sehingga mengakibatkan pingsan sementara. Komosio serebri tidak meninggalkan

gejala sisa atau tidak menyebabkan kerusakan struktur otak. Pada pemeriksaan fisik

tidak dijumpai adanya defisit neurologis. Pasien mungkin mengeluh sakit kepala,

vertigo, mual-muntah, tampak pucat, linglung, hilang ingatan, pandangan

kaburTrauma ini termasuk dalam kategori cedera kepala ringan karena presentasi

klinisnya adalah dengan skor GCS 13-15.

Fokus lokasi lesi yang menyebabkan hilangnya kesadaran sampai saat ini

diperkirakan berada di Reticular Activating System/RAS. Goncangan pada area ini

menyebabkan penderita mengalami hilang kesadaran sementara.

Walaupun tidak ada defisit neurologis, tetapi penderita kadang mengalami amnesia.

Amnesia yang dialami dapat berupa post-traumatic amnesia (anterograde) atau pre-

traumatic amnesia (retrograde). Tetapi hal ini hanya terjadi sementara saja dan

kemudian akan pulih secara spontan.

Berdasarkan lamanya gangguan memori dan hilangnya kesadaran, komosio terbagi

dalam 5 tingkatan :

Grade I : Mengalami konfusi temporer, namun tidak ada gangguan memori

Grade II : Mengalami disorientasi sejenak dan anterograde amnesia < 5 menit

Grade III : Mengalami disorientasi sejenak, anterograde amnesia < 5 menit

dan hilang kesadaran < 5 menit

Page 3: bimbingan cedera kepala

Grade IV : Mengalami disorientasi sejenak, anterograde amnesia < 5 menit

dan hilang kesadaran 5 – 10 menit

Grade V : Mengalami disorientasi sejenak, anterograde amnesia < 5 menit dan

hilang kesadaran > 10 menit

Dalam presentasi klinisnya, pasien tiba di rumah sakit dalam keadaan telah sadar

kembali, walaupun pasien tampak masih linglung, amnesia dan sakit kepala.

Pengobatan yang diberikan bersifat simtomatis, seperti menghilangkan gejala nyeri,

muntah, dll. Bila keluhan penderita tidak membaik dalam beberapa hari atau

bertambah berat maka harus diwaspadai kemungkinan terjadinya pendarahan yang

lebih berat, sehingga pemeriksaan CT-Scan diperlukan untuk kepastian diagnosis.

Kontusio Serebri

Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di dalam

jaringan otak tanpa adanya robekan jaringan. Pada kontusio, piamater masih dalam

keaadaan utuh. Karakteristik dari kontusio adalah adanya kerusakan sel saraf dan

aksonal, pendarahan kapiler dan edema jaringan otak.

Kontusio dapat terjadi pada lokasi dimana benturan terjadi (kontusio koup)

atau di tempat lain yang disebut kontusio kontra koup.

Gejala yang muncul berupa pingsan lebih dari 10 menit dan disertai

suatu defisit neurologis. Hal ini karena adanya suatu kerusakan jaringan otak

tersebut. Ringan beratnya defisit neurologis bergantung pada besar kecilnya

kerusakan jaringan yang terjadi. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah foto

ronsen kepala untuk melihat adakah fraktur dan lebih bagus lagi bila dilakukan CT

Scan untuk mengetahui apakah terjadi pendarahan lebih lanjut atau hanya edema otak

saja.

Page 4: bimbingan cedera kepala

Laserasi serebri

Dikatakan laserasi serebri jika kerusakan tersebut disertai dengan robekan

piamater. Laserasi serebri merupakan suatu cedera kepala terbuka dan merupakan

kontusio serebri yang berat. Laserasi biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan

subaraknoid, subdural akut dan intercerebral. Laserasi dapat dibedakan atas laserasi

langsung dan tidak langsung.

Laserasi langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan oleh

benda asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka.

Sedangkan laserasi tidak langsung disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat

akibat kekuatan mekanis. Pemeriksaan CT Scan diperlukan untuk untuk menegakkan

diagnosis laserasi serebri.

Pendarahan Epidural

Merupakan salah satu jenis dari pendarahan intrakranial. Pendarahan epidural terjadi

diantara duramater dan tulang tengkorak. Duramater merupakan lapisan terluar pada

selaput meninges. Pembuluh darah yang menyebabkan pendarahan pada epidural

adalah middle meningeal artery yang terletak di bawah tulang temporal. Ketika

pembuluh darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang

antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan

epidural hematom.

Pada pendarahan epidural umumnya terjadi fraktur tulang tengkorak (80 %). Namun

pada anak-anak hal ini jarang terjadi. Benturan yang terjadi tidak cukup kuat untuk

menyebakan fraktur, tetapi cukup kuat untuk menyebabkan robeknya pembuluh

darah. Pendarahan epidural yang tidak disertai fraktur memiliki prognosis yang lebih

berat, karena peningkatan intrakranial akan terjadi lebih cepat.

Page 5: bimbingan cedera kepala

Pada pendarahan epidural, salah satu gejala yang khas adalah lucid interval. Yaitu ada

fase sadar yang muncul diantara fase tidak sadar. Sesaat setelah trauma terjadi,

penderita akan mengalami fase tidak sadar karena adanya goncangan dan teregangnya

serat-serat saraf pada RAS yang terdapat di batang otak. Mekanisme ini sama dengan

mekanisme munculnya hilang kesadaran ada komosio sererbri. Goncangan ini bersifat

sementara, sehingga pada saat RAS sudah stabil, penderita akan sadar kembali.

Kemudian beberapa lama kemudian pasien akan tidak sadar kembali atau mengalami

defisit neurologis karena adanya desakan dari pendarahan arteri yang mengalami

robekan telah menyebabkan suatu hematoma sebanyak 50 cc. Semakin singkat

interval yang terjadi, berarti semakin besar dan cepat hematoma yang terjadi.

Walaupun lucid interval ini khas pada epidural hematoma, tetapi pada kenyataannya,

apabila pendarahan yang muncul sangat berat dan luas maka penderita dapat langsung

mengalami hilang kesadaran tanpa disertai fase sadar kembali (lucid interval)

Hematoma yang terjadi pada lobus frontal akan menimbulkan gejala nyeri dan disertai

perubahan perilaku. Pada hematoma yang terjadi pada lobus temporal, akan

menimbulkan gejala neurologis yang progresif . Penurunan kesadaran yang muncul

bersifat berat. Hematoma yang semakin berat akan makin mendesak otak ke bawah ke

arah insisura tentori, sehingga terjadi herniasi jaringan otak yang menekan nervus

okulomotor. Hal ini menimbulkan anisokor, dan reflek cahaya negatif. Defisit

neurologis yang lain dapat berupa hemiparesis, muntah, kejang, dan pada

pemeriksaan fisik akan menimbulkan tanda-tanda terjadinya lesi Upper Motor

Neuron.

Pendarahan epidural sifatnya darurat, dimana penanganan utama nya adalah

mencegah terjadinya desakan yang luas dari hematoma yang terbentuk. Pada epidural,

pembuluh darah yang mengalami robekan adalah arteri, sehingga manifestasi

munculnya hematoma sangatlah cepat.

Perdarahan ini jarang pada pasien usia diatas 60 tahun, kemungkinan karena

duramater melekat lebih kuat ke tabula interna. Hal ini pula menerangkanmengapa

kebanyakan hematoma epidural terjadi di bagian temporal karena padalokasi tersebut

perlekatan duramater pada tulang tengkorak lebih lemah disbanding pada lokasi

lainnya.

Page 6: bimbingan cedera kepala

Pemeriksaan penunjang yang paling baik untuk pendarahan epidural adalah

CT Scan. Pada pemeriksaan dengan CT Scan kepala, hematoma epidural akan

tampak gambaran lesi hiperdens dengan bentuk bikonveks (double convex sign) atau football

shaped yang terletak dibagian temporal tengkorak.

Hematoma epidural yang progresif perlu penanganan operatif untuk

mengeluarkan hematoma dan menghentikan perdarahan secepatnya agar tidak terjadi

pendesakan yang lebih luas. Bila tindakan operatif dapat dilakukan segera, sebelum

berbagai defisit neurologis terjadi, maka kesembuhan total dapat diharapkan untuk

diperoleh. Apabila volume hematoma < 30cc dan tidak bertambah besar, operasi

tidak mutlak dilakukan. Tetapi harus tetap dilakukan pemantauan intensif.

Pendarahan Subdural

Merupakan pendarahan yang terjadi diantara lapisan duramater dan arachnoid.

Pendarahan yang terjadi berasal dari bridging vein yang melintas dari ruang

subarachnoid ke ruang subdural, yang kemudian bermuara dalam sinus venosus

duramater.

Pendarahan ini lebih sering terjadi dibanding pendarahan subdural. Pendarahan ini

tidak hanya karena trauma, tetapi dapat disebabkan karena pecahnya aneurisma,

malformasi pembuluh darah subdural, kelainan pembekuan darah.

Pendarahan dapat terjadi melalui beberapa mekanisme. Mekanisme yang paling sering

adalah benturan langsung pada kepala, baik menyebabkan fraktur atau tidak. Cedera

kepala pada pendarahan subdural juga dapat menyebabkan lesi lain seperti hematoma

serebri, laserasi jaringan otak, dan kontusio serebri. Pendarahan subdural lebih sering

terjadi di daerah temporal dan parietal, sedangkan daerah frontal dan oksipital lebih

jarang.

Pendarahan subdural berdasarkan perjalanan munculnya gejala dibagi menjadi 3 fase,

yaitu akut, subakut dan kronik

Page 7: bimbingan cedera kepala

1. Pendarahan subdural akut

Gejala muncul segera/beberapa jam/3 hari setelah trauma terjadi. Umumnya

karena robeknya pembuluh darah arteri yang menyertai fraktur tulang

tengkorak. Ketebalan hematoma bisa hanya mencapai 5 mm, tetapi mengenai

area yang luas. Memiliki prognosis yang buruk. Pada gambaran CT scan

terdapat lesi hiperdens berbentuk konkaf atau crescentic sign yang menyerupai

bulan sabit. Tetapi lesi bisa berbentuk hipodens atau isodens apabila penderita

memiliki riwayat anemia berat atau darah bercampur dengan CSF, sehingga

mengencerkan pendarahan.

2. Pendarahan subdural subakut

Gejala muncul 4-10 hari pasca trauma. Pada CT Scan gambaran pendarahan

lebih tebal daripada yang akut dan memberikan campuran gambaran antara

hiperdens, isodens dan hipodens.

3. Pendarahan subdural kronik

Gejala baru muncul 10 hari atau bahkan berbulan-bulan pasca trauma.

Biasanya terjadi pada orang lansia, peminum alcohol, dimana terdapat atrofi

jaringan otak. Sehingga jaringan permukaan korteks dan sinus vena menjadi

lebih besar, sehingga lebih rentan terhadap guncangan. Sehingga trauma yang

ringan saja dapat menyebabkan suatu hematoma. Pada gambaran CT Scan

menunjukan lesi hipodens karena kandungan zat besi nya telah difagosit oleh

makrofag. Gejala yang muncul bersifat lambat sehingga kerap dikatakan

seperti tumor serebri dimana gejala awalnya ringan dan terasa meningkat dari

waktu ke waktu.

Penangan pada subdural akut yang dapat segera dioperasi dalam 4 jam pertama,

memberikan prognosis yang lebih baik. Pada kasus dengan pendarahan kecil (30 cc)

kadangkala masih dapat diberikan terapi konservatif dengan observasi yang ketat.

Pendarahan yang terjadi karena vena yang mengalami ruptur kadang dapat berhenti

sendiri karena efek tekanan yang meningkat, sehingga pembuluh darah pun juga ikut

tertekan. Pendarahan pun menjadi terhenti.

Page 8: bimbingan cedera kepala

Pendarahan Subaraknoid

Pendarahan yang terjadi diantara lapisan araknoid dan piamater. Pendarahan

ini terjadi di rongga subaraknoid. Lesi biasanya disertai dengan kontusio atau laserasi

serebri. Pendarahan ini sangat jarang terjadi murni tanpa ada lesi lain yang menyertai.

Penyebab paling sering adalah kelainan kongenital AVM (arteriovenous

malformation). Bisa juga karena ruptur aneurisma (aneurisma sakular yang paling

sering). Bila terjadi ruptur, maka pendarahan akan mengalir ke rongga subaraknoid

dan dapat menyebabkan gangguan penyerapan CSF, sehingga dapat menimbulkan

secondary hidrosephalus, baik tipe komunikans atau non-komunikans. Komunikasns

apabla bekuan darah berada di vili araknoid, dan non-komunikans apabila bekuan

darah mengobstruksi ventrikel ke 4 dan ke 3. Selain itu darah yang berakumulasi di

rongga subaraknoid dapat menyebabkan iritasi pada selaput meninges, sehingga dapat

menimbulkan tanda rangsang meningeal positif pada pemeriksaan fisik tanpa disertai

demam. Darah yang berakumulasi pada rongga araknoid menyebabkan arteri

mengalami spasme. Sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun. Vasospasme

biasanya akan muncul pada hari ketiga dan mencapai puncaknya pada hari ke 6 dan

ke 8, yang kemudian menghilang pada hari ke 12. Spasme yang terjadi dapat

menyebabkan gangguan mikrosirkulasi pada otak yang kemudian bermanifestasi

menjadi edema otak. Pendarahan ini sering menyebabkan sakit kepala hebat yang

tidak pernah dirasakan sebelumnya, kejang, fotofobia karena iritasi meningeal.

Kepastian diagnosa didapat apabila cairan serebrospinal yang bercampur darah bila

dilakukan pungsi lumbal. Apabila darah yang ada hanya sedikit, maka CSF akan

berwarna xantokrom. Pada CT-Scan akan didapat lesi hiperdens yang mengikuti pola

sulkus, sehingga bentuknya berliku-liku. Perdarahan ini memerlukan perawatan yang

intensif. Vasospasm harus dicegah dengan cepat dengan pemberian terapi calcium

chanel blocker selama minimal 2 minggu.

Pendarahan Intraserebri

Pendarahan ini terjadi di dalam jaringan atau parenkim otak. Mekanisme paling sering

terjadi karena ada riwayat hipertensi kronik terutama hipertensi arterial, dimana

tekanan darah yang tinggi dapat merusak dinding pembuluh darah arteri-arteri kecil

Page 9: bimbingan cedera kepala

sehingga dapat menimbulkan aneurisma charchot (aneurisma dengan diameter 0,8 – 1

mm) ruptur spontan. Pendarahan intraserebral juga dapat terjadi akibat laserasi atau

kontusio jaringan otak yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah di dalam

jaringan otak tersebut. Lokasi paling sering terjadi di area lobus frontalis dan

temporalis. Lesi dapat berupa fokus pendarahan yang kecil-kecil sebagai akibat lesi

akselerasi-deselerasi, sedangkan lesi yang besar umumnya akibat suatu laserasi atau

kontusio serebri berat.

Manifestasi paling sering muncul adanya sakit kepala dan gangguan kesadaran. Pada

pendarahan intraserebri, tekanan intrakranial akan lebih cepat meningkat karena

pendesakan massa hematoma pada jaringan serebri yang disertai edema sitotoksik.

Defisit neurologis yang didapatkan sangat bervariasi dan tergantung pada lokasi dan

luas pendarahan.

Pada CT-Scan tampak pendarahan sebagai bayangan hiperdens yang homogen dengan

batas tegas dan terdapat edema perifokal di sekitarnya.

Tekanan darah perlu dijaga sebab kenaikan tekanan darah dapat mengakibatkan

pendarahan ulang. Pasien dengan pendarahan besar, yang memberikan efek massa

yang besar dan muncul defisit neurologis signifikan diindikasikan untuk tindakan

operatif..

TATALAKSANA CEDERA KEPALA

Tindakan pra-rumah sakit

Tindakan yang harus dilakukan dalam penanganan cedera kepala bertujuan untuk

mencegah terjadinya komplikasi yang meluas. Beberapa tindakan yang dapat

dilakukan dalam penangan cedera kepala sebelum penderita masuk ke kerumah sakit

adalah menjaga jalan napas penderita, mengontrol pendarahan dan mencegah syok,

imobilisasi penderita, mencegah terjadinya komplikasi dan cedera sekunder serta

pengiriman segera ke rumah sakit. Tim penyelamat harus meningkatkan kewaspadaan

pada penderita cedera kepala yang mengalami komplikasi cedera tulang leher atau

cervical.

Page 10: bimbingan cedera kepala

Tindakan di Unit Gawat Darurat

Primary Survey

Primaru survey merupakan suatu pemeriksaan yang dilakukan saat pasien masuk ke

UGD dan dilakukan dengan cepat dan efisien. Pemeriksaan ini terdiri dari Airway,

Breathing, Circulation, Disability, Environment

Gangguan jalan napas dapat diperkiran terjadi pada penderita dengan nafas mengorok,

gerak napas yang cepat, suara paru yang tidak clear. Lidah yang jatuh ke belakang

pada pasien cedera kepala dengan kesadaran menurun dapat menyebabkan gangguan

nafas, sehingga apabila penderita tidak ada cedera cervical akan lebih baik bila posisi

kepala diekstensikan. Bila tidak ada perbaikan, maka pemasangan pipa orofaring atau

endotrakeal dapat dilakukan. Bila pasien muntah, maka miringkan posisi pasien,

sehingga muntah akan lebih mudah keluar dan sisa muntahan tidak menyumbat jalan

napas. Isi lambung dikosongkan dengan pipa nasogastrik agar tidak terjadi aspirasi.

Pada pemeriksaan breathing, dilakukan pemeriksaan Respiratory rate untuk

memperkirakan kemampuan gerak nafas pasien. Oksigen dosis tinggi 10-15

liter/menit secara intermitten dapat dilakukan.

Pada pemeriksaan circulation, dilakukan pengukuran tekanan darah dan hitung nadi

pasien untuk mengetahui kemampuan jantung dalam memompa darah. Dalam kasus

cedera kepala tekanan darah harus selalu dijaga supaya stabil supaya perfusi jaringan

terjaga.

Disability dilakukan berupa pemeriksaan status neurologis, yaitu dengan melakukan

penghitungan GCS. Sementara Environment adalah dengan menilai keadaan

lingkungan tempat terjadinya trauma

Secondary survey

Dilakukan untuk melihat faktor predisposisi life support penderita yang mengalami

trauma. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cepat dan efisien. Pemeriksaan ini terdiri

dari Alergi, Medikasi (obat yang digunakan pasien secara teratur), Past history

(riwayat penyakit pasien), Last meal, Environment.

Page 11: bimbingan cedera kepala

Anamnesa dan Pemeriksaan fisik

Anamnesa penting dilakukan untuk mengetahui mekanisme terjadinya cedera kepala,

kondisi klinis yang terjadi setelah cedera kepala hingga sebelum masuk rumah sakit

dan kelainan yang sudah ada sebelum cedera terjadi. Kondisi klinis penderita sesaat

setelah terjadinya cedera perlu diketahui, misalnya apakah ada gangguan kesadaran,

berapa lama pingsan terjadi, ada tidaknya muntah, pendarahan yang terjadi, dll.

Pemeriksaan fisik seperti status neurologis harus dilakukan untuk melihat apakah

terdapat defisit neurologis yang muncul pasca trauma. Pemeriksaan fisik bagian

thorax dan abdomen pun juga harus dilakukan untuk mengidentifikasi apakah cedera

kepala yang terjadi mengalami suatu komplikasi terhadap organ-organ di thorax dan

abdomen.

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan foto ronsen kepala dilakukan untuk melihat apakah ditemukan

fraktur tulang kepala. Foto ronsen kepala sebaiknya dilakukan dalam 2 posisi,

yaitu anteroposterior dan lateral. Adanya fraktur diketathui bila ada garis

kehitaman berbatas tegas. Gambaran ‘air fluid level’ di daerah sinus paranasal

merupakan pertanda pendarahan intrasinus, adanya udara pada intrakranial

menunjukan adanya fraktur terbuka, ‘air fluid level’ di sinus sphenoid

menandakan suatu fraktur basis kranii

Pemeriksaan CT-Scan merupakan suatu pemeriksaan penting dalam cedera

kepala, terutama apabila dicurigai terjadinya suatu pendarahan. Indikasi

pemeriksaan CT-Scan pada kasus cedera kepala adalah :

- Trauma kepala dengan cedera kepala sedang dan berat

- Munculnya gejala-gejala fraktur basis kranii

- Ada defisit neurologis disertai sakit kepala yang hebat dan penurunan

kesadaran

- Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial

Page 12: bimbingan cedera kepala

2. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Hb dilakukan apabila curiga terjadinya pendarahan yang

signifikan, Leukosit untuk mengetahui berat ringannya cedera kepala yang

terjadi.

Penanganan Cedera Kepala Ringan

Cedera kepala ringan dikategorikan pada penderita cedera kepala dengan GCS 13-15

pasca trauma. Biasanya tindakan yang dilakukan adalah dengan melakukan perawatan

luka-luka seperti tindakan debridement dan penjahitan luka. Pasien dapat diberikan

obat simptomatik untuk mengatasi gejala yang dirasakan sepeti nyeri kepala, vertigo,

dll. Walaupun tidak diperlukan tindakan perawatan, dan diijinkan untuk pulang, tetapi

pihak keluarga harus memperhatikan tanda-tanda bahaya yang dapat muncul seperti

penurunan kesadaran, muntah, perubahan perilaku, kelemahan tubuh, dll. Sehingga

edukasi dan observasi di rumah minimal 24 jam perlu diterapkan dalam penanganan

cedera kepala ringan.

Walaupun tidak diharuskan untuk dirawat, tetapi ada indikasi dimana penderita cedera

kepala ringan harus dirawat, salah satunya adalah ada gambaran abnormal pada CT

scan, defisit neurologis muncul, ada fraktur, tidak memiliki keluarga, ada cedera

tembus, dll.

Penanganan cedera kepala sedang dan berat

Cedera kepala sedang dikategorikan pada penderita cedera kepala dengan GCS 9-12

pasca trauma dan cedera kepala berat dengan GCS 3-8. Pada penanganan cedera

kepala sedang dan berat, pemeriksaan CT-Scan mutlak harus dilakukan. Penderita

juga harus dilakukan perawatan di rumah sakit dan observasi ketat pada tanda-tanda

vital, dan pemeriksaan neurologis secara periodik, terutama GCS, bentuk dan ukuran

pupil, gejala-gejala peningkatan intrakranial. Observasi dilakukan sampai GCS

mencapai 15 dal dilakukan 24-48 jam. Observasi ideal dilakukan tiap 30 menit pada

jam pertama, lalu tiap jam pada 6 jam kedua, tiap 2 jam pada 12 jam berikutnya. Lalu

observasi tiap 4 jam hingga pasien sadar.

Indikasi dilakukan tindakan operatif pada cedera kepala ditegakan berdasarkan

kondisi klinis pasien, temuan CT-scan atau pemeriksaan radiologi, dan temuan gejala-

Page 13: bimbingan cedera kepala

gejala pasca trauma. Tujuan utama pembedahan adalah untuk dekompresi dan

evakuasi pendarahan. Operasi dilakukan berupa kraniektomi untuk mengurangi TIK

dan mencegah terjadinya herniasi otak. Indikasi yang penting untuk dilakukan teknik

pembedahan pada kasus cedera kepala adalah :

- Volume massa hematoma > 40 mL di daerah supratentorial / > 20 cc di

daerah infratentorial

- Kondisi pasien yang makin memburuk dari sejak masuk rumah sakit

seperti nyeri kepala yang makin berat, mual muntah yang makin

menghebat, defisit neurologis yang makin meluas, penurunan kesadaran

drastis

- Pendorongan midline shift pada gambaran CT-Scan yang melebihi 3 mm

- Peningkatan TIK > 25 mmHg

- Ukuran hematoma yang makin membesar dan meluas pada pemeriksaan

CT-scan ulang

- Muncul gejala terjadinya herniasi otak

- Kompresi basal cistern