BIGUANIDE makalah

23
MAKALAH FARMAKOLOGI II BIGUANIDE KELOMPOK III A MALIKA RIZUANA (08040007) SUFYANA GAILEA (08040014) NUR DJAHRAH UMAMI (08040019) IKRIMA KHAERUN NISA (08040025) FENY IKA NURHAYATI (08040031) MARTIN YANUAR (08040039) ANNA TRESIA (08040045) FANDY MAULANA (08040074) NUR SHAUMA APRIANI (08040078) DIMAS PURWO NUGROHO (08040103)

Transcript of BIGUANIDE makalah

MAKALAH FARMAKOLOGI IIBIGUANIDE

KELOMPOK III A

MALIKA RIZUANA

(08040007)SUFYANA GAILEA

(08040014)NUR DJAHRAH UMAMI

(08040019)IKRIMA KHAERUN NISA

(08040025)

FENY IKA NURHAYATI

(08040031)MARTIN YANUAR

(08040039)

ANNA TRESIA

(08040045)FANDY MAULANA

(08040074)

NUR SHAUMA APRIANI

(08040078)

DIMAS PURWO NUGROHO(08040103)

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2010-2011

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil'alamin, puja dan puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini, dan tidak lupa shalawat dan salam selalu kami lantunkan untuk Nabi Muhammad SAW karena perjuangan beliau lah, penulis dapat merasakan nikmatnya Islam.

Akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini walaupun sangat sederhana. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak pihak yang mendukung terselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini tak lepas dari kesalahan dan kekurangan, untuk itu penulis mohon maaf yang sebesar sebesarnya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari para pembaca.

Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini berguna sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDULiKATA PENGANTARiiDAFTAR ISIiiiBAB I

: PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan Penulisan1

1.3 Rumusan masalah2BAB II

: ISI2.1 Defenisi Diabetes Melitus .....32.2 Klasifikasi dan Patofisiologi...3

2.3 Komplikasi Diabetes Melitus..4

2.4 Terapi Spesifik Diabetes Melitus5

2.5 Obat Anti Diabetik Oral6

2.6 Golongan Biguanide6

2.7 Mekanisme Kerja Biguanide...8

2.8 Dosis Pemakaian82.9 Efek Samping 9

2.10 Kontra Indikasi9

2.11 Interaksi Obat10

2.12 Nama Paten, Nama Dagang dan Bentuk Sediaan.10BAB III: PENUTUP

3.1 Kesimpulan11

3.2 Saran11DAFTAR PUSTAKA12BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penulisan

Diabetes melitus adalah sebuah sindroma yang disebabkan oleh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Secara klinis dikarakterisasi oleh gejala intoleransi glukosa dan perubahan dalam metabolisme lipid dan protein. Abnormalitas metabolisme, terutama hiperglikemia, dapat menyebabkan komplikasi lain seperti neuropati, retinopati, dan nefropati.

Diabetes mellitus merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Selain itu, diabetes juga mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam alokasi biaya untuk pelayanan kesehatan. Prevalensi penyakit diabetes erivate telah mencapai tingkat atau proporsi erivate di beberapa eriva dan menjadi sebuah perhatian yang penting dalam dunia kesehatan. Di Amerika Serikat diabetes diderita oleh 8% dari populasi penduduk usia dewasa pada tahun 2005. Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi diabetes erivate tipe 2 di berbagai penjuru dunia. World Health Organization (WHO) telah memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar untuk tahun-tahun mendatang. Untuk Indonesia, WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Prevalensi diabetes mellitus (DM) di seluruh dunia mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada 2003, prevalensi di daerah urban sebesar 14,7 % (8,2 juta jiwa),sedangkan di daerah rural 7,2 % (5,5 juta jiwa) dibandingkan dengan total populasi di atas usia 20 tahun. Jadi total prevalensi sebesar 13,8 juta jiwa. Untuk itu dibutuhkan penanganan yang tepat bagi para penderita DM.

Dalam penanggulangan diabetes, obat hanya merupakan pelengkap dari diet. Obat hanya perlu diberikan bila pengaturan diet secara maksimal tidak berhasil mengendalikan kadar gula darah.1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui berbagai masalah yang berkaitan dengan diabetes mellitus2. Mengetahui berbagai terapi yang dapat diberikan pada penderita DM

3. Mempelajari lebih jauh tentang ADO terutama golongan biguanide

1.3 Rumusan Masalah

1. Apakah penyakit diabetes mellitus itu?

2. Bagaimanakah gejala, komplikasi dan penanganan penyakit diabetes mellitus?

3. Bagaimanakah mekanisme kerja, efek samping, kontraindikasi dan interaksi dari biguanide dalam mengobati penyakit DM?

BAB IIISI

2.1 Defenisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus adalah sebuah sindroma yang disebabkan oleh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Secara klinis dikarakterisasi oleh gejala intoleransi glukosa dan perubahan dalam metabolisme lipid dan protein. Abnormalitas metabolisme, terutama hiperglikemia, dapat menyebabkan komplikasi lain seperti neuropati, retinopati, dan nefropati.

Dibetes ditandai dengan kadar glukosa yang meningkat secara kronis. Kadar glukosa darah puasa pada berbagai keadaan adalah sebagai berikut: diabetes 7,0 mmol/L, toleransi glukosa terganggu (impaired glucose tolerance) 6-7 mmol/L, normal < 6 mmol/L; kadar glukosa 2 jam setelah pemberian 75 g glikosa ke dalam plasma adalah: diabetes 11,1 mmol/L, toleransi glukosa terganggu 7,8-11,1 mmol/L; normal < 7,8 mmol/L.

2.2 Klasifikasi dan Patofisiologi

Tipe 1 ( diabetes erivate tergantung insulin)

Ini adalah penyakit yang jarang terjadi, terutama penduduk Eropa utara yang berkulit putih (25/10.000 populasi), dimana gejala timbul pada usia < 30 tahun, dan terjadi defesiensi insulin absolut setelah sel pankreas dihancurkan oleh proses autoimun pada orang-orang yang memiliki predisposisi secara genetis. Berbagai macam antibody dapat ditemukan sampai 10 tahun sebelum timbulnya gejala klinis dan menghilangkan beberapa tahun kemudian. Kondisi autoimun lain yang berhubungan dapat ditemukan pada keluarga pasien.

Gambaran klinis: saat datang pasien umumnya kurus dan memiliki gejala-gejala poliuria, polidipsia, penurunan berat badan, cepat lelah, dan terdapat infeksi ( abses, infeksi jamur, misalnya kandidiasis). Ketoasidosis dapat terjadi, terjadi gejala mual, mutah, mengantuk, dan takipnea. Pasien membutuhkan insulin.

Tipe 2 ( diabetes mellitus tidak tergantung insulin)

Penyakit ini sering ditemukan ( prevalensi saat ini adalah 2% di Inggris, dan 6,6 % di AS, dan meningkat dengan pesat akibat faktor gaya hidup/diet ) pada usia menengah dan manula, diakibatkan terutama oleh resistensi terhadap insulin di jaringan perifer. Walaupun dalam tahap lanjut defesiansi insulin dapat terjadi, namun tidak ditemukan defesiansi absolute insulin. Penyakit ini juga dipengaruhi oleh factor genetik. Pada kembar identik tingkat kesamaannya adalah 90%, namun tidak ada kaitannya dengan anti leukosit manusia ( human erivate antigen [HLA] ).

Gambaran klinis: 80 % kelebihan berat badan, 20 % datang dengan komplikasi ( penyakit jantung iskemik, penyakit cerebrovaskular, gagal ginjal ulkus di kaki, gangguan penglihatan). Pasien juga dapat dengan poliuria dan polidipsia yang timbul perlahan-lahan. Banyak pasien yang bisa ditangani dengan pengaturan diet dan obat hipoglikemik oral, walaupun beberapa membutuhkan insulin.

Bentuk diabetes lain adalah:

1. Kegagalan pancreas eksokrin: pancreatitis; pankreatektomi, kerusakan ( karsinoma, fibrosis kistik, hemokromatosis ).

2. Penyakit endrokin: sidrom chusing, akromegali, glukagonoma, feokromositoma.

3. Diabetes pada kehamilan, yang biasanya terjadi pada trimester terakhir kehamilan dan memiliki patofisiologi yang mirip dengan diabetes tipe 2. Tidak mengherankan bahwa 30-50% pasien dengan diabetes pada kehamilan menjadi penderita diabetes mellitus tipe 2 dalam kurun waktu 10 tahun.

4. Diabetes mellitus akibat malnutrisi: ditemukan pada negara berkembang.

5. Penyebab genetic: semuanya jarang ditemukan. Diabetes pada usia muda ( maturity onset diabetes of the young [ MODY]) barkaitan dengan gangguan fungsi sel pankrea, misalnya MODY 1- factor nucleus hepatoksik abnormal HNF-4; MODY 2-defek glukokinase; MODY 3-HNF-1 abnormal. Kelainan genetic lainnya adalah kelainan pada kerja insulin ( misalnya leprecaunisme tipe A yang resisten terhadap insulin).2.3 Komplikasi Diabetes Melitus

Komplikasi Mikrovaskuler Penyakit mata (retinopati): satu dari antara 3 orang dengan diabetes mengalami penyakit mata dan 5% mengalami kebutaan pada umur 30 tahun. Retinopati terjadi akibat penebalan erivate basal kapiler, yang menyebabkan pembuluh darah mudah bocor ( perdarahan dan eksudat padat), pembuluh darah tertutup ( iskemi retina dan pembuluh darah baru), dan edema macula.

Nefropati: keadaan ini terjadi 15-25 tahun setelah diagnosis pada 35-45% pasien dengan diabetes tipe 1 dan 300 mg/hari) awalnya disertai dengan GFR yang normal, namun setelah terjadi proteinuria berlebih ( protein dalam urin > 0,5 g/24 jam), GFR menurun secara progesif dan terjadi gagal ginjal.

Neuropati: keadaan ini terjadi melalui beberapa mekanisme, termasuk kerusakan pada pembuluh darah kecilyang memberi nutrisi pada saraf perifer, dan metabolism gula yang abnormal.

Komplikasi Makrovaskuler

Diabetes merupakan factor resiko mayor pembentukan arterosklerosis. Rasio penyakit serebrovaskuler meningkat 2 kali lipat, penyakit jantung koroner meningkat 3-5 kali lipat, dan penyakit pembuluh darah perifer meningkat 40 kali. Diabetes berjalan sinergis dengan faktor resiko makrovaskuler lainnya. Orang dengan diabetes tipe 2 yang asimtomatis memiliki angka kematian yang sama dengan mereka yang tidak menderita diabetes tetapi mempunyai gejala penyakit kardiovaskuler. Fakta-fakta ini membenarkan terapi antiaterogenik yang sangat agresif pada semua penderita diabetes.

Penyakit kaki : keadaan ini merupakan akibat penyakit pembuluh darah perifer (kaki dingin dan nyeri), neoropati perifer ( kaki hangat, sering hanya dengan nyeri ringan), dan peningkatan kecenderungan untuk terinfeksi, sehingga terbentuk ulkus, infeksi (selulitis dan osteomielitis), gangrene dan kaki Charcot (kaki hangat atau panas dengan kerusakan sendi)2.4 Terapi Spesifik Diabetes Melitus

1. Sarankan perubahan pola makan: usahakan mencapai berat badan ideal (karena obesitas dapat meningkatkan resistensi terhadap insulin, dan pengurangan berat badan dapat mengurangi resistensi terhadap diabetes tipe 2). Batasi asupan karbohidrat olahan dan perbanyak karbohidrat kompleks. Kurangi asupan lemak jenuh. Hindari konsumsi alkohol.2. Insulin diberikan melalui subkutan dan digunakan pada semua pasien dengan diabetes tipe 1 dan sebagian pada pasien dengan diabetes tipe 2.3. Obat hipoglikemik oral diindikasikan pada diabetes tipe 2 apabila pada diabetes tipe 2 apabila diet saja tidak cukup mengontrol metabolism.

2.5 Obat Anti Diabetik Oral

Empat kategori agen antidiabetes oral yang sekarang tersedia adalah: sulfonylurea biguanide, thiazolidinedione, dan glukosidase inhibitor. Sulfonylurea dan biguanid merupakan obat yang tersedia paling lama dan merupakan pilihan pengobatan tradisional awal untuk diabetes tipe 2. Thiazolidinedione, ditemukan sejak awal 1980-an adalah agen yang sangat efektif untuk mengurangi resistensi insulin. Alpha-glukosidase inhibitor memiliki efek antidiabetes yang erivate lemah dan digunakan sebagai terapi tambahan pada orang yang tidak bisa mencapai tujuan glisemik dengan obat lainnya. Sedangkan obat golongan biguanid dapat menghambat penyerapan gula di usus. Obat golongan ini meliputi: fenformin, metformin (Gluciphage, Benoformin), dan acarbose (Glukobay 50 dan 100) merupakan obat baru yang efektif menghambat penyerapan gula di usus

Obat-obat dari kedua golongan tersebut (sulfonylurea dan biguanid) dapat digunakan sendiri-sendiri atau dikombinasi, tetapi setiap macam obat dari golongan yang sama tidak boleh digunakan secara bersamaan (Hal ini karena biguanid berbeda dengan golongan sulfonylurea yang tidak merangsang sekresi insulin.

2.6 Golongan Biguanid

Biguanid paling sering diresepkan untuk pasien yang hiperglikemia disebabkan sindrom resistensi insulin. Terapi metformin menurunkan risiko macrovascular serta penyakit mikrovaskuler, ini berbeda dengan terapi lain, yang hanya diubah morbiditas mikrovaskuler. Biguanide juga ditunjukkan untuk digunakan dalam kombinasi dengan insulin atau thiazolidinedione penderita diabetes tipe 2. Metformin berguna dalam pencegahan diabetes tipe 2 yaitu terjadinya infeksi baru diabetes tipe 2 pada paruh baya, penderita obesitas dengan gangguan toleransi glukosa dan puasa hiperglikemia.

Contoh Obat-obat golongan biguanid :

BuforminKhasiat 5x lebih dari Metformin, sifatnya banyak kesamaan dengan metformin, t + 3 jam, dieksresi utuh melalui ginjal. Boformin tidak lagi dipakia karena memiliki resiko tinggi menyebabkan asidosis laktat (hiperlaktatemia). Asidosis laktat adalah kondisi yang disebabkan oleh tingkat laktat yang terlalu tinggi dalam aliran darah dan jaringan, sehingga tubuh tidak mampu menguraikannya. Fenformin

Khasiat 20 x lebih dari metformin tetapi lebih toksik ; resorpsi perlahan & tidak lengkap, di hati mengalami Biotransformasi, dieksresi melalui ginjal. Fenformin juga tidak lagi digunakan. Metformin

Termasuk antihiperglikemi oral untuk pengobatan diabetes mellitus tipe 2. Metformin dapat digunakan sendiri maupun kombinasi dengan erivatema. Metformin terutama bekerja dengan jalan mengurangi pengeluaran glukosa hati dengan cara menghambat glukoneogenesis. Orang dengan diabetes tipe 2 yang menggunakan insulin biasanya disarankan untuk menurunkan dosis insulin ketika akan menggunakan metformin. Perbaikan penuh dalam erivat glukosa darah dan kadar kolesterol mungkin tidak terlihat pada penggunaan obat selama 4 sampai 6 minggu.Metformin adalah kerabat kimia untuk tanaman lilac Perancis, yang dicatat pada tahun 1900-an untuk menurunkan gula darah. Namun, lilac Perancis, seperti phenformin, ternyata terlalu toksik untuk digunakan pada manusia. Metformin, dengan waktu tindakan jauh lebih pendek daripada phenformin, memiliki risiko lebih rendah dan cukup aman untuk digunakan oleh orang yang sehat. Bahkan, dalam studi UKPDS metformin adalah satu-satunya obat yang mengurangi angka kematian terkait diabetes, serangan jantung, dan stroke. Hanya saja metformin tidak boleh digunakan oleh mereka yang menggunakan lebih dari dua ons atau dua minuman alkohol per hari, pengidap gagal jantung kongestif, atau yang memiliki penyakit ginjal yang signifikan, kerusakan hati, atau penyakit paru-paru. Metformin menurunkan kadar glukosa darah puasa dengan rata-rata 25% (17 menjadi 37%), glukosa darah postprandial sampai dengan 44,5%, dan A1C rata-rata 1,5% (0,8 menjadi 3,1%). Metformin mengurangi peningkatan kadar insulin plasma dalam kasus sindrom erivate sebanyak 30% dan mengurangi kebutuhan insulin disuntikkan di 2s Jenis sebesar 15 ke 32%. Metformin memiliki beberapa keuntungan yang berbeda dalam mengobati diabetes. Kelebihan glukosa yang dihasilkan oleh hati adalah sumber utama gula darah tinggi pada diabetes tipe 2. Metformin mengurangi kelebihan kadar glukosa dan membantu dalam menurunkan gula darah, terutama setelah makan, tanpa resiko hipoglikemia jika digunakan tanpa kombinasi. Pada studi UKPDS selama 10 tahun terlihat bahwa lebih dari 3.000 orang dengan diabetes tipe 2 yang diterapi dengan metformin mengalami penurunan mortalitas 36% dan penurunan 39% pada serangan jantung.

Dari berbagai derivate biguanide, data fenformin yang paling banyak terkumpul tetapi sediaan ini dilarang dipasaran di Indonesia karena bahaya asidosis laktat yang mungkin ditimbulkan. Di Eropa fenformin digantikan dengan metformin yang kerjanya serupa dengan fenformin tetapi diduga lebih sedikit menyebabkan asidosis laktat. Dosis metformin ialah 1-3 g sehari dibagi dalam dua atau tiga kali pemberian.

2.7 Mekanisme Kerja Biguanide

Mekanisme kerja golongan biguanid secara umum meliputi :

1. Stimulasi glikolisis secara langsung dalam jaringan dengan peningkatan eliminasi glukosa dari darah

2. Penurunan glukoneogenesis hati

3. Peningkatan perubahan glukosa menjadi laktat oleh enterosit,

4. Penurunan kadar glukagon plasma5. Meningkatkan pengikatan insulin pada reseptorBiguanid sebenarnya bukan obat hipoglikemik tetapi suatu antihiperglikemik, tidak menyebabkan rangsangan sekresi insulin dan umumnya tidak menyebabkan hipoglikemia. Metformin menyebabkan turunnya produksi glukosa di hepar dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin. Efek ini terjadi karena adanya aktivasi kinase di sel (AMP activated protein kinase). Meskipun masih kontroversial, adanya penurunan glukosa hepar, banyak data yang menunjukkan bahwa efeknya terjadi akibat penurunan glukoneogenesis. Preparat ini tidak mempunyai efek yang berarti pada sekresi glucagon, kortisol, hormone pertumbuhan, dan somatostatin.

Biguanid tidak merangsang ataupun menghambat perubahan glukosa menjadi lemak. Pada pasien diabetes yang gemuk, biguanid dapat menurunkan berat badan dengan mekanisme yang belum jelas pula, pada orang nondiabetik yang gemuk tidak timbul penurunan berat badan dan kadar glukosa darah.

2.8 Dosis Pemakaian

Metformin oral akan mengalami absorpsi di intestine, dalam darah tidak terikat protein plasma, ekskresinya melalui urin dalam keadaan utuh. Waktu paruhnya sekitar 2 jam.Dosis awal 2 x 500 mg, umumnya dosis pemeliharaan (maintenance dose) 3 x 500 mg, dosis maksimal 2,5 g. obat diminum pada waktu makan. Pasien DM yang tidak memberi respon dengan sulfonylurea dapat diatasi dengan metformin, atau dapat juga diberikan sebagai terapi kombinasi dengan insulin atau sulfonylurea.

Pengobatan dimulai dengan tablet 500 mg tunggal diberikan bersamaan dengan sarapan untuk beberapa hari. Jika hiperglikemia tetap ada maka tablet dengan dosis 500 mg kedua dapat ditambahkan dengan makan malam. Jika kenaikan dosis lebih lanjut setelah 1 minggu, sebuah tablet dengan dosis 500mg dapat ditambahkan saat makan siang, atau tablet dengan dosis 850 mg dapat diresepkan dua kali sehari atau tiga kali sehari tergantung dari maksimum dosis yang disarankan. Dosis diberikan secara bertahap karena menelan lebih dari 1000 mg pada satu waktu dapat menimbulkan efek samping gastrointestinal yang signifikan.

2.9 Efek Samping

Hampir 20% pasien dengan metformin mengalami mual, muntah, diare serta kecap logam, tetapi tidak menurunkan dosis keluhan-keluhan tersebut segera hilang. Pada beberapa pasien yang mutlak bergantung pada insulin eksogen, kadang-kadang biguanid menimbulkan ketosis yang tidak disertai dengan hiperglikemi. Hal ini harus dibedakan dengan ketosis karena defesiensi insulin.

Metformin harus dihentikan pada 3-5% pasien akibat diare persisten. Penyerapan vitamin B12 juga dapat berkurang selama terapi metformin jangka panjang, sehingga butuh tambahan injeksi vitamin B12 jika mengkonsumsi obat ini dalam jangka panjang.

Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau system kardiovaskular, pemberian biguanid dapat menimbulkan peningkatan kadar asam laktat dalam darah, sehingga hal ini dapat mengganggu keseimbangan elektrolit dalam cairan tubuh.Indikasi Sediaan biguanid tidak dapat menggantikan fungsi insulin endogen, dan digunakan pada terapi diabetes dewasa.2.10 Kontraindikasi

Biguanid tidak boleh diberikan pada kehamilan, pasien penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan uremia dan penyakit jantung kongestif dan penyakit paru dengan hipoksia kronik. Pada pasien yang akan diberi zat kontras intravena atau yang akan dioperasi, pemberian obat ini sebaiknya dihentikan dahulu. Setelah lebih dari 48 jam biguanid baru boleh diberikan dengan catatan fungsi ginjal harus tetap normal. Hal ini untuk mencegah terbentuknya laktat yang berlebihan dan dapat berakhir fatal akibat asidosis laktat. Insiden asidosis akibat metformin < 0,1 kasus per 1000 pasien per tahun dan mortalitasnya lebih rendah lagi.

2.11 Interaksi Obat:

Acarbose penghambat alpha-glukosidase mengurangi bioavailabilitas metformin dan mengurangi konsentrasi puncak plasma metformin rata-rata, tetapi waktu untuk mencapai konsentrasi puncak tersebut tidak berubah. Getah guar dapat mengurangi kecepatan absorpsi metformin dan mengurangi konsentrasi metformin dalam darah. Simetidin menghambat sekresi metformin pada tubular ginjal secara kompetitif dan meningkatkan daerah di bawah kurva konsentrasi plasma metformin terhadap waktu serta mengurangi ekskresi ginjal metformin. Antikoagulan oral phenprocoumon menambah eliminasi obat ini, meningkatkan aliran darah hati dan ekstraksi hati sebagai efek metformin pada aktivitas enzim mikrosomal.

2.12 Nama Paten, Nama Dagang dan Bentuk Sediaaan Glucophage, tablet 500 mg, tablet forte 850 mg (merck) Gluimin, tablet 500 mg, tablet forte 850 mg (dexa medica) Diabex, tablet 500 mg, tablet forte 850 mg (combiphar)Penyimpanan:

Simpan pada suhu kamar (25 30 derajat Celsius)..

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan Diabetes melitus adalah sebuah sindroma yang disebabkan oleh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Secara klinis dikarakterisasi oleh gejala intoleransi glukosa dan perubahan dalam metabolisme lipid dan protein. Abnormalitas metabolisme, terutama hiperglikemia, dapat menyebabkan komplikasi lain seperti neuropati, retinopati, dan nefropati. Secara garis besar pengobatan farmakologi diabetes dibagi menjadi dua, yaitu menggunakan insulin dan ADO (anti diabetic oral). Obat hipoglikemik oral diindikasikan pada pada diabetes tipe 2 apabila diet saja tidak cukup mengontrol metabolisme. Biguanid salah satu anti diabetic oral paling sering diresepkan untuk pasien yang hiperglikemia disebabkan sindrom resistensi insulin. Dari berbagai derivate biguanid, data fenformin yang paling banyak terkumpul tetapi sediaan ini dilarang dipasaran di Indonesia karena bahaya asidosis laktat yang mungkin ditimbulkan. Di Eropa fenformin digantikan dengan metformin yang kerjanya serupa dengan fenformin tetapi diduga lebih sedikit menyebabkan asidosis laktat.3.2 Saran

Pada penderita diabetes penting untuk menetapkan pola makan sehat, usahakan mencapai berat badan ideal (karena obesitas dapat meningkatkan resistensi terhadap insulin, dan pengurangan berat badan dapat mengurangi resistensi terhadap diabetes tipe 2). Batasi asupan karbohidrat olahan dan perbanyak karbohidrat kompleks. Kurangi asupan lemak jenuh. Hindari konsumsi alkohol. Waspadai efek samping yang mungkin terjadi ketika menggunakan anti diabetic oral pada diabetes mellitus tipe 2. Jika terjadi sesuatu yang sangat menganggu atau membahayakan segera hubungi dokter. Terapi metformin jangka panjang, dapat menyebabkan gangguan absorpsi vitamin B12 dan asam folat di saluran cerna, oleh karena itu perlu diperiksa kadar vitamin B12 dalam serumnya tiap tahun. Perlu hati-hati untuk orang-orang lanjut usia, infeksi serius dan dalam keadaan trauma.DAFTAR PUSTAKA

Davey, Patrick. 2002. At a Glance Medicine. Jakarta: ErlanggaFarmakologi dan terapi FKUI ed.5. 1972. Jakarta: Gaya Baru

Katzung, Bertram G. 2002. Farmakologi dasar dan klinik ed.8. Jakarta: Salemba Medika

Goodman and Gilmans. 1990. The Pharmacological basis of therapeutics, 8th. Mac Milan Publishing Company

http://cpddokter.com

http://habib.blog.ugm.ac.id

http://www.dechacare.comhttp://www.depkes.go.id