Berikut Ini Diuraikan Satu Contoh Penerapan Pharmaceutical Care Yang Dilakukan Untuk Pasien Usia...
-
Upload
yohandita-suci -
Category
Documents
-
view
216 -
download
0
description
Transcript of Berikut Ini Diuraikan Satu Contoh Penerapan Pharmaceutical Care Yang Dilakukan Untuk Pasien Usia...
Berikut ini diuraikan satu contoh penerapan pharmaceutical care yang dilakukan untuk
pasien usia lanjut:
Memberikan pelayanan farmasi untuk pasien usia lanjut merupakan tantangan tersendiri.
Pasien usia lanjut memiliki karakteristik yang berbeda dengan pasien usia dewasa yang lebih
muda. Umumnya pasien usia lanjut mempunyai banyak masalah kesehatan yang bersifat kronik
dan mendapat banyak jenis obat. Survei yang pernah dilakukan di Klinik Geriatri RS Dr. Cipto
Mangunkusumo pada tahun 2004 menunjukkan bahwa rata-rata pasien usia lanjut menderita 4
macam penyakit dan mendapatkan 6 jenis obat. Penggunaan obat pada pasien usia lanjut
memerlukan perhatian khusus karena adanya perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik
obat terkait proses penuaan. Risiko terjadinya reaksi yang tidak diharapkan (adverse drug
reactions) dan interaksi obat juga akan meningkat seiring bertambahnya jumlah obat yang
dikonsumsi. Banyaknya jenis obat dan rumitnya rejimen pengobatan membuat pasien usia lanjut,
yang kemampuan kognitif dan fisiknya sudah mengalami penurunan, menjadi tidak patuh
terhadap rejimen pengobatan yang telah ditetapkan. Selain itu, kondisi psikososial pasien usia
lanjut sangat potensial untuk memperburuk status kesehatannya.
Pharmaceutical care untuk pasien usia lanjut pada dasarnya sama dengan yang untuk
pasien golongan usia lain. Namun demikian, pengetahuan farmakoterapi pada pasien usia lanjut
dan keterampilan berkomunikasi efektif dengan pasien dan keluarganya perlu dikuasai dengan
baik oleh apoteker yang akan memberikan pelayanan untuk pasien usia lanjut. Adapun kegiatan-
kegiatan yang dapat dilakukan meliputi:
Telaah rejimen obat (medication review)
Penyiapan obat (dispensing)
Pemberian informasi dan edukasi
Pemantauan penggunaan obat
Telaah rejimen obat ( medication review )
Telaah rejimen obat dimaksudkan untuk memastikan bahwa rejimen obat diberikan
sesuai dengan indikasi kliniknya, efek obat yang merugikan dapat dicegah/diminimalkan dan
kepatuhan pasien dapat dievaluasi. Pada situasi dimana waktu apoteker terbatas untuk melakukan
telaah rejimen obat pada semua pasien, maka kriteria pasien yang mendapat prioritas adalah:
pasien dengan >5 obat, rejimen obat kompleks, obat dengan indeks terapi sempit, pasien
mengalami efek samping obat yang serius, menderita >3 penyakit, mengalami gangguan
kognitif, tidak mempunyai care-giver, tidak patuh, akan pulang dari perawatan di rumah sakit
dan berobat pada banyak dokter.
Kegiatan yang pertama kali dilakukan dalam telaah rejimen obat adalah melakukan
pengambilan riwayat penggunaan obat pasien. Dari kegiatan ini dapat diketahui obat-obat (obat
resep, obat bebas, obat tradisional/jamu, suplemen) yang pernah dan sedang digunakan pasien
sebelum dirawat di rumah sakit, kemungkinan adanya interaksi obat, bagaimana tingkat
kepatuhan pasien, efek terapi yang dihasilkan dan efek samping obat yang dialami pasien.
Seringkali pasien/keluarganya tidak mengetahui atau lupa nama obat yang pernah dan sedang
digunakannya, sehingga ada baiknya meminta mereka untuk membawa serta obat-obat yang
masih tersisa dan memperlihatkannya kepada kita. Kesulitan lain adalah pada saat pasien ditanya
tentang efek yang dirasakan selama menggunakan obat, dimana kadang pasien tidak dapat
mengungkapkan dengan jelas apa yang dirasakannya. Pasien/keluarga perlu dipandu dalam
mengidentifikasi kemungkinan adanya efek samping obat, contoh: pada pasien yang
mendapatkan kodein untuk menghilangkan nyeri, perlu ditanyakan apakah beliau mengalami
kesulitan untuk buang air besar. Informasi yang didapat dari mereka harus dicek silang dengan
data/informasi dari sumber lain (rekam medik, catatan pemberian obat, keterangan dokter dan
perawat).
Obat-obat yang seharusnya tidak digunakan lagi oleh pasien -misalnya karena sudah
dihentikan oleh dokter, adanya duplikasi atau obat sudah kadaluarsa- harus dipisahkan dan
pasien/keluarga diberitahu mengenai hal ini. Jika teridentifikasi adanya ketidakpatuhan dalam
menggunakan obat, maka apoteker perlu mencaritahu apa penyebab ketidakpatuhannya, apakah
karena masalah ekonomi, ketidakyakinan akan khasiat obat, lupa, bosan, gejala penyakit sudah
hilang, adanya efek samping, takut ketergantungan, rasa obat yang tidak enak, adanya
keterbatasan kemampuan fisik, gangguan kesehatan jiwa, atau kurangnya pemahaman tentang
penyakit dan obat yang digunakannya. Sebaiknya dokter maupun apoteker melibatkan
pasien/keluarga dalam proses pengambilan keputusan tentang terapi yang akan dijalankan setelah
mereka diberi informasi yang benar dan sejelas-jelasnya. Dengan demikian, diharapkan
pasien/keluarga akan lebih bertanggungawab atas keputusan yang telah disepakati dan mematuhi
rejimen pengobatan.
Pada saat melakukan telaah terhadap obat-obat yang baru diresepkan dokter, apoteker
perlu meneliti apakah ada masalah terkait obat, misalnya: indikasi obat tidak jelas atau
sebaliknya -kondisi medis pasien memerlukan terapi obat tetapi pasien tidak diberikan obat,
pilihan obat tidak tepat, rejimen tidak tepat (rute, dosis, interval pemberian, durasi) dan interaksi
obat. Fenomena prescribing cascade sering terjadi dimana pasien diberikan suatu obat untuk
mengatasi efek merugikan dari obat lain. Banyaknya gejala klinik yang ditunjukkan pasien usia
lanjut sering menyulitkan dokter untuk menentukan prioritas terapi yang tepat. Untuk itu perlu
dibuat kerangka masalah yang menggambarkan keterkaitan antar gejala atau kondisi klinik,
sehingga dapat terlihat mana yang menjadi akar permasalahannya, dengan demikian penanganan
terapi menjadi terarah. Jika masalah utama dapat diatasi, maka diharapkan gejala-gejala lain
yang merupakan akibat dari masalah utama tersebut dengan sendirinya juga akan teratasi,
sehingga tidak perlu polifarmasi. Apoteker hendaknya mendiskusikan temuan masalah dengan
dokter.