BERDUKA DAN KEHILANGAN.doc
-
Upload
fadhillahsalim -
Category
Documents
-
view
352 -
download
7
description
Transcript of BERDUKA DAN KEHILANGAN.doc
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan dengan berduka
(kehilangan)” dengan sebaik-baiknya.
Adapun maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas ilmu
keperawatan serta sebagai syarat menempuh ujian semester.
Dalam penyusunan makalah ini,penulis telah mengalami berbagai hal baik suka
maupun duka. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan selesai dengan
lancar dan tepat waktu tanpa adanya bantuan, dorongan, serta bimbingan dari berbagai pihak.
Sebagai rasa syukur atas terselesainya makalah ini, maka dengan tulus penulis sampaikan
terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik pada
teknik penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis
harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
dapat diterapkan dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang berhubungan dengan judul
makalah ini.
Gorontalo, April 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang
sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang.
Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu
kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini
lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.
Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit demi
sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk mencari
bentuan kepada orang lain.
Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila
menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan
diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang
memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi
perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).Perawat berkerja sama dengan klien yang
mengalami berbagai tipe kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan
seseorang untuk menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk
memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan
mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita
setelah mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi,
mental dan sosial yang serius.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan
asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang
mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan
dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi
ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan,
penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi
seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan
kematian (Potter & Perry, 2005).
B. Rumusan masalah
1) Apa pengertian kehilangan dan berduka?
2) Apa tanda dan gejala kehilangan?
3) Apa saja fase berduka?
4) Apa saja karakteristik berduka?
5) Apa saja rentang respon kehilangan?
6) apa saja jenis kehilangan
7) apa saja faktor yang mempegaruhi kehilangan
8) Bagaimana konsep ASKEP dan penyelesaian masalah pada kasus kehilangan dan
berduka?
C. Tujuan
Untuk lebih mengetahui dan memahami tentang segala yang telah kami bahas dalam makalah
tentang asuhan keperawatan dengan berduka dan kehilangan.
BAB II
PEMBAHASAN
ASKEP DENGAN BERDUKA DAN KEHILANGAN
1. PENGERTIAN
BERDUKA
Berduka adalah reaksi terhadap kehilangan yang merupakan respons emosional yang normal.
Berduka merupakan suatu proses untuk memecahkan masalah, dan secara normal
berhubungan erat dengan kematian. Hal ini sangat penting dan menentukan kesehatan jiwa
yang baik bagi individu karena memberi kesempatan individu untuk melakukan koping
dengan kehilangan secara bertahap sehingga dapat menerima kehilangan sebagai bagian dari
kehidupan nyata. Berduka sebagai proses sosial dapat diselesaikan dengan bantuan orang
lain.
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan
adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Individu yang berduka kadang-kadang tidak mampu untuk menjalani perasaan
berduka secara normal, biasanya intensitas dan lamanya berduka secara normal, biasanya
intensitas dan lamanya berduka lebih panjang dari respons normal. Sebagai contoh individu
yang berduka akan mengalami depresi yang berat dari yang biasa. Depresi adalah suatu
kondisi emosional yang dialami oleh individu secara umum pada waktu mengalami
kehilangan baik secara nyata maupun yag dipersepsikan atau dibayangkan yang mencakup
suatu fungsi penting, kemampuan, objek, impian, orang, keyakinan atau nilai yang dimiliki
individu secara normal (Drake dan Price,1975). Penyimpangan dari suatu ukuran yang
normal akan berakibat pada suatu perasaan berduka yang menunjukkan respons depresi yang
lebih berat hal ini terjadi bila kehilangan berhubungan erat dengan ambisi, pengharapan,
harga diri, kemampuan atau rasa aman yang dialami oleh individu dengan konsep diri yang
miskin, atau harga diri rendah mudah terjatuh pada kondisi depresi.
Sumber gangguan atau kehilangan dapat berupa eksternal maupun internal seperti
pikiran, sikap, tindakan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai individu, keyakinan atau moral
dan konflik interpersonal yang mengancam konsistensi diri individu, harga diri, rasa aman
(Drake dan Price, 1975). Sumber-sumber eksternal mencakup kematian orang yang di
sayangi, penghentian kerja (PHK), penyakit atau kehilangan bagian tubuh tertentu.
KEHILANGAN
Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu
tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap
atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak
diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya
ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert
dan,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu
dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.Kehilangan
merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari
sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki.
Kehilangan adalah suatu keadaan ketika individu berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada atau dimiliki, baik sebagian atau keseluruhan. Peristiwa kehilangan dapat
terjadi secara tiba-tiba atau bertahap.
2. FASE BERDUKA
Engel (1964) mengidentifikasi enam tingkatan berduka yaitu syok, tidak yakin,
mengembangkan kesadaran diri, restitusi, mengatasi kehilangan, idealisasi dan hasil.
Schulz (1978) membagi proses berduka kedalam tiga fase yaitu awal, pertengahan
dan pemulihan.
Fase awal.fase ini dimulai dengan adanya kehilangan seperti kematian, fase ini berlangsung
untuk beberapa minggu. Pada fase ini orang menunjukkan reaksi syok, tidak yakin atau tidak
percaya, perasaan dingin, perasaan kebal (mati rasa) dan bingung. Reaksi ini biasanya akan
berakhir setelah beberapa hari, kemudian akan kembali pada perasaan berduka yang
berlebihan dan individu akan memperoleh pengalaman konflik di antara ekspresi perasaan
melalui menangis dan ketakutan.
Fase pertengahan. Fase ini dimulai kira-kira tiga minggu sesudah kematian dan berakhir
sampai kurang lebih satu tahun lamanya. Ada tiga pola perilaku yang ditunjukkan pada fase
ini yaitu perilaku obsesif, suatu pencarian arti dari kematian. Perilaku obsesif sering meliputi
pengulangan pikiran tentang peristiwa kematian.
Fase pemulihan. Sesudah kurang lebih satu tahun orang yang mengalami berduka mulai
memasuki fase pemulihan. Individu sering memutuskan untuk tidak mengenang masa lalu
dan hidup harus berjalan terus. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatkan partisipasi pada
kegiatan sosial.
Fase berduka menurut Rando, yaitu:1. Penghindaran pada fase ini terjadi syok, menyangkal, dan ketidak percayaan
2. Konfrontasi pada fase ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang melawan kehilangan mereka dan kedudukan mereka paling dalam.
3. Akomodasi Pada fase ini klien secara bertahap terjadi penurunan duka yang akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan social sehari-hari dimana klien belajar hidup dengan kehidupan mereka.
4. Teori Martocchio Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.
3. RENTANG RESPON KEHILANGAN
Gambar rentang respon individu terhadap kehilangan (Kublier-rose,1969).
Fase Marah Fase Depresi
Fase Pengingkaran Fase Tawar-menawar Fase Menerima
Fase pengingkaran/penyangkalan (denial). Reaksi pertama individu yang kehilangan
adalah terkejut, tidak percaya, merasa terpukul dan menyangkal pernyataan bahwa
kehilangan itu betul terjadi. Individu yang mengalami kehilangan (kematian) orang yang
dicintai seolah-olah orang tersebut masih hidup. Dia mungkin mengalami halusinasi melihat
orang yang meninggal tersebut berada di tempat biasanya ia berada atau merasa mendengar
suaranya. Reaksi fisik yang terjadi pada tahap penyangkalan adalah keletihan, kelemahan,
kepucatan, mual, diare, sesak napas, detak jantung cepat, menangis, gelisah. Reaksi demikian
dapat berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa tahun.
Fase marah (anger). Serupa dengan individu dengan keadaan menjelang ajal, individu mulai
sadar tentang kenyataan kehilangan yang terjadi. Individu menunjukkan perasaan marah yang
meningkat dan sering diprojeksikan kepada orang yang ada di lingkungannya atau orang-
orang tertentu. Reaksi fisik yang sering terjadi pada tahap ini antara lain wajah merah, nadi
cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
Fase tawar-menawar (bargaining). Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa
marahnya, maka ia maju tahap tawar-menawar. Reaksi sering dinyatakan dengan kata-kata
“seandainya saya hati-hati”, “kenapa harus terjadi pada keluarga saya”.
Fase depresi. Tahap ini individu sering menunjukkan sikap menarik diri, tidak mau berbicara
atau putus asa. Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makan, susah tidur,
letih, libido menurun.
Fase penerimaan (acceptance). Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan
kehilangan. Pikiran yang selalu terpusat dengan objek atau orang yang hilang akan mulai
berkurang atau menghilang. Individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya,
gambaran tentang objek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap
perhatian mulai dialihkan kepada objek yang baru. Tahap penerimaan ini biasanya
diungkapkan dengan kalimat “saya betul-betul menyayangi tas saya yang hilang, tetapi tas
saya yang baru ini manis juga”, “apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, atau
“yaah,akhirnya saya harus dioperasi juga”.
Apabila individu dapat melalui tahap-tahap tersebut dan mencapai tahap penerimaan,
maka ia dapat mangakhiri proses kedukaan dan mengatasi perasaan kehilangan secara tuntas.
Apabila individu tetap berada pada salah satu tahap lebih awal dan tidak mencapai tahap
penerimaan, jika ia mengalami kehilangan lagi, akan sulit baginya untuk mencapai tahap
penerimaan.
4. KARAKTERISTIK BERDUKA
Karakteristik berduka menurut Burgers dan Lazare (1976) :
1. Berduka yang menunjukkan reaksi syok dan ketidakyakinan.
2. Berduka yang menunjukkan perasaan sedih dan hampa bila teringat tentang
kehilangan orang yang disayangi.
3. Berduka yang menunjukkan perasaan yang tidak nyaman dan sering disertai dengan
menangis, serta keluhan-keluhan sesak pada dada, rasa tercekik, napas pendek.
4. Mengenang almarhum terus-menerus.
5. Memperoleh pengalaman perasaan berduka.
6. Cenderung menjadi mudah tersinggung dan marah.
5. JENIS KEHILANGAN
Jenis kehilangan yaitu:
Kehilangan orang yang bermakna, misalnya akibat kematian atau di penjara
Kehilangan kesehatan bio-psiko-sosial, misalnya menderita penyakit, amputasi,
kehilangan pendapatan, kehilangan perasaan tentang diri, kehilangan pekerjaan,
kehilangan kedudukan dan kehilangan kemampuan seksual
Kehilangan milik pribadi (mis, uang, perhiasan)
6. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEHILANGAN
Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi reaksi kehilangan adalah genetik, kesehatan fisik,
kesehatan jiwa, pengalaman masa lalu.
Genetik
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang mempunyai riwayat
depresi biasanya sulit mengembangkan sikap optimistik dalam menghadapi suatu
permasalahan, termasuk menghadapi kehilangan.
Kesehatan Fisik
Individu dengan keadaan fisik sehat, cara hidup yang teratur, cenderung mempunyai
kemampuan mengatasi stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang
sedang mengalami gangguan fisik.
Kesehatan mental/jiwa
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai riwayat depresi,
yang ditandai perasaan tidak berdaya, pesimistik, selalu dibayangi oleh masa depan yang
suram, biasanya sangat peka terhadap situasi kehilangan.
Pengalaman kehilangan di masa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang bermakna di masa kanak-kanak akan
mempengaruhi kemampuan individu dalam menghadapi kehilangan di masa dewasa.
Faktor Presipitasi
Stres yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan dapat berupa stres nyata, atau imajinasi
individu, seperti kehilangan yang bersifat bio-psiko-sosial antara lain kehilangan kesehatan
(sakit), kehilangan fungsi seksualitas, kehilangan harga diri, kehilangan pekerjaan,
kehilangan peran dalam keluarga, kehilangan posisi di masyarakat.
Individu dalam status kehilangan sering menunjukkan perilaku seperti menangis atau
tidak mampu menangis, marah, putus asa, kadang-kadang ada tanda upaya bunuh diri atau
ingin membunuh orang lain. Mekanisme pertahanan yang sering digunakan oleh individu
sebagai respons terhadap kehilangan antara lain menyangkal, represi, intelektualisasi, regresi,
supresi, dan projeksi (lihat mekanisme pertahanan). Regresi yang dipakai secara berlebihan
dan tidak tepat, sering ditemukan pada pasien depresi.
7. TANDA DAN GEJALA KEHILANGAN
a. Ungkapan kehilangan
b. Menangis
c. Gangguan tidur
d. Kehilangan nafsu makan
e. Sulit berkonsentrasi
f. Karakteristik berduka yang berkepanjangan,yaitu:
Mengingkari kenyataan kehilangan terjadi dalam waktu yang lama
Sedih berkepanjangan
Adanya gejala fisik yang berat
Keinginan untuk bunuh diri
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN BERDUKA DAN KEHILANGAN
(1) PENGKAJIAN
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengkajian:
a. Perawat menkaji pasien berduka dan anggota keluarga yang mengalami kehilangan
untuk menentukan tingkatan berduka.
b. Pengkajian terhadap gejala klinis berduka (Schulz, 1978) yang mencakup: sesak di
dada, napas pendek, berkeluh kesah, perasaan penuh di perut, kehilangan kekuatan
otot, distres perasaan hebat
c. Enam karakteristik berduka (Burgers dan Lazare, 1976) juga dikaji: respons fisiologi,
respon tubuh terhadap kehilangan atau mengetahui lebih dulu kehilangan dengan
suatu reaksi stres. Perawat dapat mengkaji tanda klinis respons tersebut.
d. Faktor yang mempengaruhi suatu reaksi kehilangan yang bermakna bergantung pada
persepsi individu terhadap pengalaman kehilangan, umur, kultur, keyakinan spiritual,
peran seks, status sosial-ekonomik.
e. Faktor predisposisi yang mempengaruhi reaksi kehilangan yang mencakup genetik,
kesehatan fisik, kesehatan mental, pengalaman kehilangan di masa lalu.
f. Faktor presipitasi, ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan
kehilangan dapat berupa stres nyata, atau imajinasi individu, seperti kehilangan yang
bersifat bio-psiko-sosial antara lain kehilangan kesehatan (sakit), kehilangan fungsi
seksualitas, kehilangan harga diri, kehilangan pekerjaan, kehilangan peran dalam
keluarga, kehilangan posisi di masyarakat.
g. Faktor pencetus mencakup perilaku yang ditunjukkan oleh individu yang mengalami
kehilangan, dan mekanisme koping yang sering digunakan oleh individu.
h. Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi duka cita klien: apa
yang dipikirkan, dikatakan, dirasakan, dan diperhatikan melalui perilaku.
Beberapa percakapan yang merupakan bagian pengkajian agar mengetahui apa yang
mereka pikir dan rasakan adalah :
Persepsi yang adekuat tentang kehilangan
Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan
Perilaku koping yang adekuat selama proses
i. Mekanisme koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain: Denial,
Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan Proyeksi yang digunakan
untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan
disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis
mekanisme koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat.
j. Respon Spiritual
1) Kecewa dan marah terhadap Tuhan
2) Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan
3) Tidak memilki harapan; kehilangan makna
k. Respon Fisiologis
1) Sakit kepala, insomnia
2) Gangguan nafsu makan
3) Berat badan turun
4) Tidak bertenaga
5) Palpitasi, gangguan pencernaan
6) Perubahan sistem imune dan endokrin
l. Respon Emosional
1) Merasa sedih, cemas
2) Kebencian
3) Merasa bersalah
4) Perasaan mati rasa
5) Emosi yang berubah-ubah
6) Penderitaan dan kesepian yang berat
7) Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu atau benda
yang hilang
8) Depresi, apati, putus asa selama fase disorganisasi dan keputusasaan
9) Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri
m. Respon Kognitif
1) Gangguan asumsi dan keyakinan
2) Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan
3) Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
4) Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang meninggal adalah
pembimbing.
n. perilaku
Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti :
1) Menangis tidak terkontrol
2) Sangat gelisah; perilaku mencari
3) Iritabilitas dan sikap bermusuhan
4) Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan bersama orang
yang telah meninggal.
5) Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal ingin
membuangnya
6) Kemungkinan menyalahgunakan obat atau alkohol
7) Kemungkinan melakukan gestur, upaya bunuh diri atau pembunuhan
8) Mencari aktivitas dan refleksi personal selama fase reorganisasi
DIAGNOSA
1. Berduka cita yang berhubungan dengan kehilangan aktual atau yang dipersepsi
2. Duka cita terganggu
3. Resiko duka cita terganggu
RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Kriteria Hasil
(NOC)
Tindakan keperawatan
(NIC)
1. Duka cita
Definisi: proses kompleks
yang normal yang mencakup
respon dan perilaku emosi,
fisik, spiritual, sosial, dan
intelektual ketika individu,
keluarga, dan komunitas
menghadapi kehilangan
aktual, kehilangan yang di
antisipasi, atau persepsi
kehilangan kedalam
kehidupan mereka sehari-hari.
Batasan karakteristik:
Klien berhasil
mengatasi duka cita
yang ditunjukkan
dengankeberhasilan
adaptasi dengan
ketunadayaan fisik,
koping, koping
keluarga, iklim
sosial keluarga,
penyelesaian
dukacita, dan
penyesuaian
psikososial:
Kaji pengalaman masa
lalu pasien atau
keluarga tentang
kehilangan, keberadaan
sistem pendukung, dan
penyelesaian dukacita
saat ini
Tentukan penyebab
dan lamanya waktu
sejak diagnosis
kematian fetus/bayi
Fasilitasi proses
dukacita:
Subjektif:
Marah
Menyalahkan
Merasa terpisah
Putus asa
Mengalami peredaan
Nyeri
Pertumbuhan personal
Distres psikologis
Kepedihan
Objektif:
Perubahan tingkat
aktvitas
Perubahan pola mimpi
Perubahan fungsi imun
Perubahan fungsi neuro
endoktrin
Perubahan pola tidur
Disorganisasi
Mempertahankan
hubungan dengan
almarhum
Memberi makna
terhadap kehilangan
Perilaku panik
Faktor yang
berhubungan:
Antisipasi kehilangan
objek yang berarti
(mis,harta benda,
pekerjaan, status, rumah,
bagian dan proses tubuh)
Antisipasi kehilangan
orang terdekat
perubahan hidup
Pasien
menunjukkan
koping,yang
dibuktikan oleh
ndikator berikut
(tidak pernah,
jarang, kadang-
kadang, sering,
selalu):
-mengidentifikasi
pola koping yang
efektif
-mencari informasi
tentang penyakit
dan pengobatannya
Menggunakan
strategi koping yang
efektif
Menggunakan
dukungan sosial
yang tersedia
Mencari dukungan
profesional,sesuai
dengan kenutuhan
-melaporkan
penurunan gejala
fisik stres dan
perasaan fisik
negatif
Pasien
memperlihatkan
penyelesaian
dukacita yang
mengidentifikasi
kehilangan.
Ajarkan karakteristik
proses berduka yang
normal dan tidak
normal
Diskusikan perbedaan
pola proses berduka
individu (mis,laki-laki
vs perempuan)
Fasilitasi proses
dukacita : ajarkan fase-
fase proses dukacita,
jika perlu
Rujuk ke sumber-
sumber yang
diperlukan, seperti
kelompok pendukung,
bantuan
hukum,bantuan
keuangan, layanan
sosial, pemuka agama,
konselor dukacita,
konselor genetik.
Bantu pasien/keluarga
untuk menyatakan
ketakutan/kekhawatira
nnya secara verbal
terhadap potensial
kehilangan, termasuk
dampak ada unit
keluarga
Bantu pasien atau
keluarga untuk
Kematian orang terdekat dibuktikan oleh
indikator sbg
berikut:
-pulih dari perasaan
kehilangan
-mengungkapkan
secara verbal
realitas kehilangan
-turut serta dalam
merencanakan acara
pemakaman
-berbagi kehilangan
dengan orng
terdekat
-kemajuan dalam
melewati tahap
dukacita
-memperrahankan
kerapian dan
kebersihan diri
-melaporkan
penurunan fokus
pikiran terhadap
kehilangan
-melaporkan asupan
nutrisi yang adekuat
-melaporkan gairah
seksual yang
normal
-
mengungkapkan
ketakutan, rencana,
kekhawatiran, dan
harapan satu sama
lainya.
2. Duka cita terganggu
Definisi: gangguan yang
terjadi setelah kematian orang
klien/keluarga
akan berhasil
mengatasi
kaji dan
dokumentasikan
keberadaan dan
terdekat, ketika pengalaman
distres yang menyertai
kehilangan gagal memenuhi
harapan normatif dan
bermanifestasi gangguan
fungsional.
Batasan karakteristik:
Subjektif
Penurunan rasa
kesejahteraan
Depresi
Keletihan
Merindukan yang telah
tiada
Distres emosi yang
persistem
Terlalu fokus
memikirkan yang telah
tiada
Merenung
Mengungkakan secara
verbal ansietas
Mengugkapkan secara
verbal perasaan distres
akibat kehilangan
Mengungkapkan secara
verbal perasaan linglung
Mengungkapkan secara
verbal perasaan kosong
Mengungkapkan secara
verbal perasaan terkejut
Mengungkapkan secraa
verbal perasaan syok
Mengungkapkan secara
dukacita terganggu
yang dibuktikan
oleh keberhasilan
koping, koping
kleuarga, daya
tahan keluarga,
penyelesaian
dukacita,
penyesuaian
psikososial:
perubahan hidup,
dan performa
peran
memperlihatkan
performa peran,
yang dibuktikan
oleh indikator
sebagai berikut:
-kemampuan
untuk memenuhi
harapan peran
-performa perilaku
peran keluarga
-performa perilaku
peran komunitas
-perasaan nyaman
denga harapan
peran
sumber dukacita klien
berikan informasi
kepada oasien dan
keluarga tentang
rumah sakit dan
sumber-sumber di
komunitas, seperti
kelompok swa-bantu
prakarsai konferensi
perawatan pasien
untuk meninjau
kebutuhan pasien dan
keluarga terkait tahap
dukacita mereka dan
untuk membuat
rencana perawatan
cari dukunagn di
antara teman sebaya
dan orang lain untuk
memberikan
perawatan yang
dibutuhkan klien
pahami reaksi dukacita
pasien dan keluarga
pada saat melanjutkan
aktivitas perawatan
yang diperlukan
diskusikan dengan
pasien dan keluarga
dampak kehilangn
pada unit keluarga dan
fungsinya
cegah konfrontasi
terhadap penyangkalan
verbal perasaan marah
Mengungkapkan secara
verbal terpisah dari
orang lain
Mengungkapkan secara
verbal perasaan tdk
percaya
Mengungkapkan secara
verbal perasaan curiga
Mengungkapkan secara
verbal kurang menerima
kematian
Mengungkapkan secara
verbal memori yang
mneyedihkan secara
persistem
Mengungkapkan secara
verbal menyalahkan diri
sendiri
Berteriak
Obyektif
Penurunan fungsi dalam
peran kehidupan
Mengalami gejala
somatik kehilangan
Menghindari dukacita
tingkat keintiman rendah
Mencari-cari sosok
almarhum
Menyalahkan dirisendiri
Kesedihan akibat
perpisahan
Distres traumatik
Faktor yang
dan pada saat yang
sama,jangan
menguatkan
penyangkalan
seimbangkan
kesalahpahaman
dengan realitas
dukung kemandirian
dalam melakukan
perawatan diri,
membantu klien hanya
bila diperlukan
buat jadwal untuk
kontak dengan klien
bina hubungan saling
percaya dengan klien
dan keluarga
bantu klien dengn
keluarga untuk
berpartisipasi secara
aktif dalam proses
pengambilan
keputusan
beri lingkungan yang
aman, terlindungi, an
memiliki privasi untuk
memfasilitasi proses
dukacita klien dan
keluarga
keali dan dukung
kekuatan setiap
anggota keluarga
berhubungan
Kematian orang terdekat
Emosi tdk stabil
Kurang dukungan sosial
Kematian tiba-tiba orang
terdekat
3. Resiko dukacita terganggu
Definisi: beresiko mengalami
gangguan yang terjadi setelah
kematian orang terdekat,
ketika pengalaman distres
yang menyertai kehilangan
gagal memenuhi harapan
normatif dan bermanifestasi
gangguan fungsional
Faktor resiko:
kematian orang terdekat
ketidakstabilan emosi
kurang dukungan sosial
(kematian tiba-tiba orang
terdekat)
pasien/keluarga
tidak akan
mengalami
dukacita
terganggu, yang
ditandai oleh
keberhasilan
koping, koping
keluarga, dan
penyelesaian
dukacita
peningkatan koping:
membantu klien untuk
beradaptasi dengan
perspesi stressor,
perubahan, atau
ancaman yang dapat
mengganggu
pemenuhan tuntutan
hidup dan peran
terapi keluarga:
membantu anggota
keluarga untuk
menggerakkan
keluarganya kearah cara
hidup yang lebih
produktif
fasilitasi proses
dukacita: membantu
klien menyelesaikan
proses kehilangan orang
terdekat
fasilitasi proses
dukacita: kematian
perinatal: membantu
klien menyelesaikan
proses kehilangan
perinatal.
CONTOH KASUS
Di sebuah desa dikota gorontalo ada sepasang suami istri yang baru 1 bulan menikah, sang suami bernama Arza dan sang istri bernama Ningrum. Mereka satu sama lain sangat mencintai. Apabila Arza sakit sang istri pun ikut merasakan sakit, begitu pula sebaliknya. Ketika itu Ningrum baru saja di ketahui positif hamil. Arza dan Ningrum pun sangat senang dan berusaha semaksimal mungkin melindungi dan menjaga calon anak mereka itu.pada suatu hari arzamengalami kecelakaan yang mengakibatkan arza meninggal. Ibu ningrum mengatakan Hal ini membuat ningrum merasa sangat terpukul dia terus menangis, tidak mau makan dan keluar kamar dia mengurung diri dan memandang foto arza dia menjadi jarang berbicara dan terkadang sering teriak memanggil nama arza. Dia sering berkata bahwa tidak percaya arza telah pergi selain itu dia sering terbangun dan menangis keras memanggil arza. Saat pengkajian ningrum tampak lemas,wajah tampak kusut. Klien tampak putus asa dan sedih, klien susah berkosentrasi ketika perawat bertanya.tampak kantung mata tanda-tanda vital N: 75x/mnt , S: 370C , TD: 120/80 mmHg RR: 24x/mnt
Data subyektif Ibu klien mengatakan klien merasa sangat
terpukul dia terus menangis, tidak mau makan dan keluar kamar
Ibu klien mengatakan klien sering mengurung diri dan memandang foto arza
Ibu klien mengatakan klien menjadi jarang berbicara dan terkadang sering teriak memanggil nama arza.
Klien mengatakan bahwa tidak percaya arza telah pergi.
Klien mengatakan sering terbangun dan menangis keras memanggil arza
Data obyektif Klien tampak lemas wajah tampak kusut, Klien tampak putus asa dan sedih, klien susah berkosentrasi ketika
perawat bertanya. tampak kantung mata tanda-tanda vital
N: 75x/mnt S: 370C TD: 120/80 mmHgRR: 24x/mnt
Analisa data
Data Masalah keperawatan
Data subyektif: Ibu klien mengatakan klien merasa sangat
terpukul dia terus menangis, tidak mau makan dan keluar kamar
Ibu klien mengatakan klien sering mengurung diri dan memandang foto arza
Ibu klien mengatakan klien menjadi jarang berbicara dan terkadang sering teriak memanggil nama arza.
Klien mengatakan bahwa tidak percaya arza telah pergi.
Duka cita terganggu
Klien mengatakan sering terbangun dan menangis keras memanggil arza
Data obyektif wajah tampak kusut, Klien tampak putus asa dan sedih, klien susah berkosentrasi ketika perawat
bertanya. tanda-tanda vital
N: 75x/mnt S: 370C TD: 120/80 mmHgRR: 24x/mnt
Data subyektif· Ibu klien mengatakan klien merasa sangat terpukul dia terus menangis, tidak mau makan dan keluar kamar · Ibu klien mengatakan klien sering mengurung diri dan memandang foto arza· Ibu klien mengatakan klien menjadi jarang berbicara dan terkadang sering teriak memanggil nama arza.· Klien mengatakan bahwa tidak percaya arza telah pergi.· Klien mengatakan sering terbangun dan menangis keras memanggil arza
Data obyektif· Klien tampak lemas· wajah tampak kusut,. · Klien tampak putus asa dan sedih,· klien susah berkosentrasi ketika perawat bertanya.· tampak kantung mata tanda-tanda vital· N: 75x/mnt · S: 370C · TD: 120/80 mmHg· RR: 24x/mnt
Ketidak efektian koping
Data subyektif:· Ibu klien mengatakan klien merasa sangat terpukul dia terus menangis, tidak mau makan dan keluar kamar· Ibu klien mengatakan klien sering mengurung diri.
Data obyektif · wajah tampak kusut, · Klien tampak putus asa dan sedih,
Isolasi sosial
· klien susah berkosentrasi ketika perawat bertanya. tanda-tanda vital· N: 75x/mnt · S: 370C · TD: 120/80 mmHg· RR: 24x/mnt
Pohon masalah
Defisit Aktivitas
ketidak efektifan koping individu
Kehilangan: orang yang di cintai (problem)
Intervensi / rencana keperawatan
No Diagnosa Kriteria hasil
(NOC)
Tindakan keperawatan
(NIC)
1. Isolasi sosialBatasan karakteristik:Subyektif mengungkapkan
perasaan kesendirian yang disebabkan oleh orang lain
mengungkapkan perasaan berbeda dari orang lain
mengungkapkan perasaan penolakan
minat yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan
tujuan hidup yang tidak adekuat
ketidakmampuan memeuhi harapan orang lain
merasa tidak aman
menunjukkan keterlibatan sosial, yang dibuktikan dengan indikator:- interaksi dengan teman dekat, tetangga, anggota keluarga, dan/atau anggota kelompok kerja-berpartisipasi sebagai sukarelawan, pada aktivitas organisasi, atau pada kegiatan keagamaan-berpartisipasi dalam aktivitas pengalihan dengan orang lain
mengidentifikasi dan menerima karakteristik atau perilaku pribadi yang
bantu pasien membedakan antara persepsi dan kenyataan
identifikasi bersama pasien faktor-faktor yang mempengaruhi
dalam bermasyarakat mengungkapkan nilai
yang tidak berterima bagi kelompok budaya dominanobyektif
ketiadaan orang terdekat yang memberi dukungan (mis, keluarga, teman, dan kelompok)
perilaku yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan
afek tumpul adanya cacat fisik
atau mental termasuk golongan
budaya non-dominan penyakit tindakan tidak
terarah tidak ada kontak
mata asyik dengan pikiran
sendiri menunjukkan sikap
bermusuhan (melalui suara maupun perilaku)
tindakan berulang afek sedih memilih untuk
sendiri menunjukkan
perilaku yang tidak berterima bagi kelompok budaya dominan
tidak komunikatif menarik diri
faktor yang berhubungan
perubahan status mental
perubahan penampilan fisik
perubahan status kesejahteraan
berpengaruh pada isolasi sosial
mengidentifikasi sumber-sumber dikomunitas yang akan membantu mengurangi isolasi sosial setelah pemulangan
mengungkapkan penurunan perasaan atau pengalaman di asingkan
mulai membina hubungan dengan orang lain
menunjukkan afek yang sesuai dengan situasi
mengembangkan keterampilan sosial yang dapat mengurangi isolasi (mis, bekerja sama, persetujuan, pertimbangan, kehangatan, dan keterikatan)
melaporkan adanya peningkatan dukungan sosial (mis, bantuan dari orang lain dalam bentuk emosi, waktu, keuangan, tenaga, atau informasi)
faktor yang mempengaruhi ketiadaan hubungan personal yang memuaskan (mis, keterlambatan dalam menyelesaikan tugas perkembangan0
minat yang belum mantap
ketidakmampuan untuk terikat dalam hubungan pribadi yang memuaskan
ketidakadekuatan sumber-sumber pribadi
perilaku atau nilai sosial yang tidak berterima
2. Ketidak efektifan kopingBatasan karakteristik:Data subyektif:
perubahan dalam pola komunikasi yang biasanya
kelemahan mengungkapkan
ketidakmampuan untuk mengatasi atau meminta bantuan secara verbal
Data obyektif : Penyalagunaanza
t-zatkimia Penurunanpengg
unaandukungan social
Perilakumerusakterhadapdirisendiridan orang lain
Tingginyaangkakesakitan
Ketidakmampuanuntukmemenuhikebutuhandasar
Ketidakmampuan
NOC Decision making Role inhasmen Sosial support
Kriteria Hasil Mengidentifikasi
pola koping yang efektif
Mengungkapkan secara verbal tentang koping yang efektif
Mengatakan penurunan stres
Klien mengatakan telah menerima tentang keadaannya
Mampu mengidentifikasi strategi tentang koping
NICDicision making
Menginformasikaan pasien alternatif atau solusi lain penanganan
Memfasilitasi pasien untuk membuat keputusan
Bantu pasien mengidentifikasi keuntungan,kerugian dari keadaan
Role inhancement Bantu pasien untuk
identifikasi bermacam macam nilai kehidupan
Bantu pasien identifikasi strategi positif untuk mengatur pola nilai yang dimiliki
Coping enhancement Anjurkan pasien untuk
mengidentifikasi gambaran perubahan peran yang realistis
Gunakan pendekatan tenang dan
untukmemenuhiharapanperan
Ketidakadekuatanmenyelesaikanmasalah
Kurangnyaperilaku yang mengarahpadatujuandanpenyelesaianmasalah, termasukketidakmampuanuntukmengikutidanmengalamikesulitandalammengorganisasikaninformasi
Konsentrasiburuk Beranimengambil
resiko Gangguantidur Menggunakanben
tukkoping yang menghambatperilakuadaptif
menyakinkan Hindari pengambilan
keputusan pada saat pasien berada dalam stres berat
Berikan informasi actual yang terkait dengan diagnosis, terapi dan prognosis
3. kehilangan
Tahap Tindakan Keperawatan
a. Mengingkari
• Jelaskan proses berduka• Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan nya• Mendengarkan dengan penuh perhatian• Secara verbal dukung pasien,tapi jangan dukung pengingkaran yang dilakukan• Jangan bantah pengingkaran pasien,tetapi sampaikan fakta• Teknik komunikasi diam dan sentuhan• Perhatikan kebutuhan dasar pasien
b. Marah
· Dorong dan beri waktu kepada pasien untuk mengungkapkan kemarahan secara verbal tanpa melawan dengan kemarahan
· Bantu pasien atau keluarga untuk mengerti bahwa marah adalah respon yang normal karena merasakan kehilangan dan ketidakberdayaan
· Fasilitasi ungkapan kemarahan pasien dan keluarga
· Hindari menarik diri dan dendam karena pasien /keluarga bukan marah pada perawat
· Tangani kebutuhan pasien pada segala reaksi kemarahan nya.
c. Tawar-menawar
· Bantu pasien untuk mengidentifikasi rasa bersalah dan rasa takutnya
· Dengarkan dengan penuh perhatian
· Ajak pasien bicara untuk mengurangi rasa bersalah dan ketakutan yang tidak rasional
· Berikan dukungan spiritual
d. Depresi
· Identifikasi tingkat depresi dan bantu mengurangi rasa bersalah
· Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan kesedihannya
· Beri dukungan non verbal dengan cara duduk disamping pasien dan memegang tangan pasien
· Hargai perasaan pasien
· Bersama pasien bahas pikiran negatif yang sering timbul
· Latih pasien dalam mengidentifikasi hal positif yang masih dimiliki
e. Penerimaan
· Sediakan waktu untuk mengunjungi pasien secara teratur
· Bantu klien untuk berbagi rasa ,karena biasaanya tiap anggota tidak berada ditahap yang sama pada saat yang bersamaan.
· Bantu pasien dalam mengidentifikasi rencana kegiatan yang akan dilakukan setelah masa berkabung telah dilalui.
· Jika keluarga mengikuti proses pemakaman,hal yang dapat dilakukan adalah ziarah (menerima kenyataan),melihat foto-foto proses pemakaman
Strategi Pelaksanaan pertemuan pertama
Masalah utama : kehilangan dan berdukaPertemuan ke : 1(respon mengingkari terhadap kematian suami)
a.proses keperawatan1.Kondisi : klien tampak menangis terus dan tampak lemah2.Diagnosa : Duka cita terganggu3.TUK : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya 2. Klien mampu mengungkapkan perasaan berduka4.Tindakan keperawatan :a. Bina hubungan saling percayab. Jelaskan proses berdukac. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan nyad. Mendengarkan dengan penuh perhatiane. Secara verbal dukung pasien,tapi jangan dukung pengingkaran yang dilakukanf. Teknik komunikasi diam dan sentuhang. Perhatikan kebutuhan dasar pasien
Strategi pelaksanaan pertemuan kedua1. Fase pra interaksiPerawat melihat data-data pasien meliputi identitas pasien , alamat , pekerjaan , pendidikan , agama , suku bangsa ,riwayat kesehatan (RKS,RKD.RKK).Perawat telah siap melakukan tugas nya tanpa ada masalah pribadi yang terbawa-bawa.2. Fase orientasi”selamat pagi, bu ningrum. bagaimana perasaan ibu sekarang? Perkenalkan buk Saya perawat A . jadi buk hari ini saya akan membantu ibu untuk melewati masalah ibu. Bagaimana ibu apa ibu punya waktu sekitar 10-15 menit. Saya akan menemani ibu sampai kemakam sampai prosesi pemakaman nya selesai ya bu.”3. Fase kerja“apakah ibu mau menyampaikan sesuatu? Baiklah ibu saya paham dengan perasaan ibu saat ini,ibu sedih dan kita semua disini juga sedih, tapi semua itu sudah kehendak dari yang kuasa, kita sebagai manusia hanya bisa berserah diri dan menerima semua ini, ibu mau minum? Saya ambilkan... ya. Bagaimana dengan makan?coba sedikit ya bu,agar ibu tidak lemas,”apakah ibu mau kemakam? Baiklah akan saya temani ya bu...4. Fase terminasi“setelah kembali dari makam ,bagaimana perasaan ibu? Ibu masih tampak tampak sedih .saya akan pulang dulu ya bu. Usahakan ibu makan,minum,dan istirahat ya.nanti,dua hari lagi saya akan datang kesini lagi ya bu,dijam yang sama.kita.baiklah bu,sampai jumpa.”
Masalah utama : kehilangan dan berdukaPertemuan ke : 2(respon marah terhadap kematian suami)a.proses keperawatan1.Kondisi : klien masih tampak sedih dan menyendiri2.Diagnosa : Duka cita terganggu3.TUK : 3. Klien dapat mengungkapkan kemarahan nya secara verbal 4. Klien dapat mengatasi kemarahan nya dengan koping yang adaptif
4.Tindakan keperawatan
·Dorong dan beri waktu kepada pasien untuk mengungkapkan kemarahan secara verbal tanpa melawan dengan kemarahan
·Bantu pasien atau keluarga untuk mengerti bahwa marah adalah respon yang normal karena merasakan kehilangan dan ketidakberdayaan
· Fasilitasi ungkapan kemarahan pasien dan keluarga
· Hindari menarik diri dan dendam karena pasien /keluarga bukan marah pada perawat
· Tangani kebutuhan pasien pada segala reaksi kemarahan nya.
strategi pelaksanaan1. Fase pra interaksiPerawat telah siap melakukan tindakan selanjutnya tanpa ada masalah pribadi yang terbawa-bawa.2. Fase orientasi“selamat pagi bu,masih ingat dengan saya? Saya perawat roma.yang kemarin kesini bu,tampak nya ibu sedang kesal?ibu bisa ceritakan kenapa ibu tampak kesal,saya akan menemani ibu selama 20 menit ya.kita ngobrol-ngobrol disini aja bu? Dihalaman depan ? Oww..baiklah kalau begitu.”3. Fase kerja“Apa yang membuat ibu kesal?apa yang ibu rasakan saat kesal dan apa yang telah ibu lakukan untuk mengatasi kekesalan ibu?baiklah bu.saya mengerti,ada beberapa cara untuk meredakan kekesalan ibu,yaitu tarik nafas dalam,istigfar,berwudhu ,shalat ,dan bercakap- cakap dengan anggota keluarga ibu yang lain.ibu punya hobi olah raga atau hobi yang lain nya? Oya...kalau begitu ibu bisa melakukan hobi ibu untuk dapat mengatasi kekesalan ibu.”4. Fase terminasi“nah,kalau masih muncul rasa kesal ,coba lakukan cara yang kita bahas tadi ya bu? mau coba cara yang mana ? mau dijadwalkan ?baiklah,dua hari lagi kita bertemu lagi ya bu disini?
membahas tentang perasaan ibu lebih lanjut,bagaimana ibu? baiklah kalau begitu saya mohon pamit dulu ya bu,sampai jumpa.”
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau
tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan
suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada,
baik sebagian atau seluruhnya.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan
ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.Berduka
diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon
kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau
ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas
normal.Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang
responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial,
hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke
tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.Peran perawat adalah untuk mendapatkan
gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan
memberikan dukungan dalam bentuk empati.Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual
atau nyata dan persepsi. Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:Kehilangan seseorang
seseorang yang dicintai, kehilangan lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan objek
eksternal, kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek diri, dan kehilangan
kehidupan/meninggal.Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima
fase, yaitu : pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka
dari itu saya mengharapkan dan saya menerima dengan tangan terbuka masukan ataupun
saran yang dapat mendukung dan membangun demi kesempurnaan pembuataan makalah ini
dari pembaca
DAFTAR PUSTAKA
Suliswati,S.Kp,M.Kes,dkk.2005.Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan
JIWA.Jakarta: Buku kedokteran EGC
http://anatasiachacha.blogspot.com/2014/05/askep-kehilangan-dan-berduka.html