BENTUK PERTINDIHAN KELAS KATA DALAM NGGAHI …eprints.unram.ac.id/10572/1/JURNAL.pdfA. PENDAHULUAN...
Transcript of BENTUK PERTINDIHAN KELAS KATA DALAM NGGAHI …eprints.unram.ac.id/10572/1/JURNAL.pdfA. PENDAHULUAN...
BENTUK PERTINDIHAN KELAS KATA DALAM NGGAHI MBOJO DI
KABUPATEN DOMPU
JURNAL SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan
Program Strata Satu (S1) Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah
OLEH
MUHAMMAD RIDWAN
E1C114066
PRODI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2018
ii
iii
BENTUK PERTINDIHAN KELAS KATA DALAM NGGAHI MBOJO DI KABUPATEN
DOMPU
Muhammad Ridwan, Drs. Mochammad Asyhar, M.Pd., Dra. Syamsinas Jafar, M.Hum.
PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
Email: [email protected]
ABSTRAK
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah (1) bagaimanakah bentuk pertidihan
kelas kata dalam nggahi mbojo di Kabupaten Dompu. (2) bagaimanakah kategori kata yang
mengalami pertidihan kelas kata dalam nggahi mbojo di Kabupaten Dompu. Tujuan
penelitian ini (1) untuk mendeskripsikan bentuk yang mengalami pertindihan kelas kata
dalam nggahi mbojo di Kabupaten Dompu. (2) untuk mendeskripsikan kategori kata yang
mengalami pertindihan kelas kata dalam nggahi mbojo di Kabupaten Dompu. Adapun jenis
penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang mendeskripsikan bentuk dan ketegori kata yang
mengalami pertindihan kelas kata. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
metode catat, metode rekam, metode dokumen. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut (1)
terdapat tiga bentuk pertidihan kelas kata dalam nggahi mbojo yaitu, (a) bentuk
monomorfemis, (b) bentuk polimorfemis (c) bentuk frase. (2) terdapat tiga kategori kata yang
mengalami pertidihan kelas kata dalam nggahi mbojo, yaitu (a) kategori nomina yang
mengalami pertindihan kelas kata menjadi verba dan adverbial, (b) kategori adjektiva yang
mengalami pertindihan kelas kata menjadi verba, (c) kategori verba yang mengalami
pertidihan kelas kata menjadi nomina.
Kata kunci : Pertindihan Kelas Kata, Kategori Kata, Bahasa Bima
iv
WORD CLASS TRANSFER FORM IN MBOJO NGGAHI IN DOMPU REGENCY
ABSTRACT
The problems raised in this study are (1) how is the form of word class disembodication in
nggahi mbojo in Dompu Regency. (2) what is the word category that experienced the word
class conflict in nggahi mbojo in Dompu Regency. The purpose of this study (1) was to
describe the form that experienced the word class overturning in nggahi mbojo in Dompu
Regency. (2) to describe the word category that experienced word class clash in nggahi
mbojo in Dompu Regency. The type of this research is qualitative descriptive which describes
the form and category of words that experience class class words. Data collection method in
this study is the record method, recording method, document method. The results of this
study are as follows (1) there are three forms of word class recital in nggahi mbojo namely,
(a) the form of monomorphemis, (b) the form of polymorphemism (c) the form of the phrase.
(2) there are three categories of words that experience word class recurrence in nggahi mbojo,
namely (a) categories of nouns who experience word class turns into verbs and adverbials, (b)
categories of adjectives that experience word class override into verbs, (c) verb categories
those who experienced the word class to become nouns
Keywords: Word Class Refinement, Word Category, Bima Language
1
A. PENDAHULUAN
Negara Indonesia merupakan
Negara Kepulauan yang terdiri dari 17.504
pulau (Wikipedia, diakses 25 November
2017,12:36 wita). Setiap pulau memiliki
suku-suku dan kebudayaannya masing-
masing. Setiap suku memiliki bahasa
daerahnya masing-masing selain bahasa
Indonesia. Salah satu sifat bahasa adalah
universal dan unik. Universal berarti
memiliki hal yang sama, tetapi realisasinya
dalam bahasa itu berbeda. Perbedaan itulah
yang membuatnya unik. Salah satu bahasa
daerah yang ada di Nusantara ini adalah
Nggahi Mbojo.
Nggahi Mbojo yang merupakan
bahasa daerah dari salah satu suku di pulau
Sumbawa Bagian Timur, NTB. Suku ini
biasa disebut dou mbojo. Dou Mbojo
terbagi menjadi dua dan mendiami dua
wilayah di Pulau Sumbawa yaitu Bima dan
Dompu. Nggahi Mbojo digunakan di
daerah Bima dan Dompu. Nggahi Mbojo
biasa digunakan sebagai alat komunikasi
dalam kegiatan sehari-hari. Selain
digunakan sebagai alat komunikasi utama,
nggahi mbojo juga digunakan dalam
berbagai acara kemasyarakatan lainya,
seperti upacara adat, kegiatan kebudayaan
dan keagamaan.
Nggahi Mbojo memiliki keunikan
tersendiri dari bahasa lain yang ada di
Nusantara. Salah satu keunikan, nggahi
mbojo termasuk bahasa yang vokalis. Hal
ini dapat dilihat dalam penilitan
(Suryansah, 2017:24) yaitu, pada kata
lebih dalam bahasa Indonesia. Perubahan
vokalis yang merupakan ciri bahasa Bima
sebagai bahasa vokalis, yakni pada kata
lebih menjadi lebi. Terjadi penghilangan
konsonan pada posisi akhir, yaitu
konsonan /h/. Perubahan berikutnya,
terjadi penyesuaian bunyi vokal [ə]
menjadi [E], sehingga bentuk “ləbih”
menjadi “lEbi”. Perubahan [ə] menjadi [E]
terjadi karena bahasa Bima tidak mengenal
bunyi vokal [ə]. Keunikan lainya dari
nggahi mbojo terletak pada sistem
sintaksis, salah satunya pertindihan kelas.
Pertindihan kelas adalah bentuk-bentuk
2
yang dapat memiliki beberapa kategori.
Penetuan kategori tersebut berdasarkan
konteksnya, dalam hal ini konteks
linguistiknya.
Hal ini bisa dilihat dari contoh kosa
kata dalam nggahi mbojo, yaitu loja
Penggunaan kata loja, dengan berbagai
kategoriya dapat dilihat pada contoh
berikut ini.
(1) Lao loja
[lao loja]
“Melaut”
(2) Loja diwira
[loja diwira]
“layar yang dibentangkan”
(1) Kata loja pada contoh pertama
termasuk kategori verba. Kata loja
ketika berdiri sendiri belum dapat
diidentifkasi. Selanjutnya kata lao
jika diterjemahkan kedalam bahasa
indoneisa berarti pergi. Ketika kata
(2) lao berdistribusi dengan kata loja
maka akan bermakna berlayar.
(3) Kata loja pada contoh kedua
termasuk katgori nomina. Kata loja
ketika berdiri sendiri belum dapat
diidentifikasi. Selanjutnya kata
diwira jika diterjemahkan kedalam
bahasa Indonesia berarti
dibentangkan. Ketika kata loja
berdistribusi dengan kata diwira
akan bermakna layar yang
dibentangkan.
Fenomena kebahasaan tersebut
menarik untuk diteliti dari segi linguistik.
Judul yang dipilih adalah “ Bentuk
Pertindihan Kelas Kata dalam Nggahi
Mbojo di Kabupaten Dompu”. Judul
tersebut dipilih dengan beberapa alasan.
Pertama, pertindihan kelas ini merupakan
sistem yang unik kerena tidak semua
bahasa memiliki fenomena seperti ini.
Kedua, belum ada penelitian tentang
fonemena pertindihan kelas dalam nggahi
mbojo.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis
deskriptif kualitatif. Menurut Arikunto
(2010:3) penelitian deskriptif adalah
penelitian yang dimaksudkan untuk
menyelidiki keadaan, kondisi, atau hal-hal
(keadaan, kondisi, situasi, peristiwa,
kegiatan), yang hasilnya dipaparkan dalam
bentuk laporan peneltitian.
Menurut Sevila dkk, (1993 dalam
Mahsun 2012:28) populasi sebagai
3
kelompok besar yang merupakan sasaran
generalisasi. Dalam hubungan dengan
penelitian bahasa, pengertian populasi
tekait dengan dua hal, yaitu masalah
satuan penutur dan masalah wilayah
teritorial.
Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh penutur nggahi mbojo di
Kabupaten Dompu. Sampel dalam
peneltian ini adalah beberapa orang
informan dan dokumen-dokumen dalam
bahasa bima baik berupa cerita rakyat,
penelitian tentang bahasa bima dan kamus.
Wujud data dalam penelitian ini
adalah kata yang dapat menduduki
beberapa kategori. Sumber data dalam
penelitian ini adalah penutur asli dalam
bahasa Bima (nggahi mbojo) di Kabupaten
Dompu, dubing bahasa Bima, lirik lagu
bahasa Bima. Data dalam penelitian ini
berupa kata-kata dalam Bahasa Bima
(nggahi mbojo) yang dapat menduduki
beberapa kategori kelas kata.
C. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
1. Bentuk Kata yang Mengalami
Pertindihan Kelas Kata dalam
Nggahi Mbojo di Kabupaten
Dompu.
Bentuk pertindihan kelas kata
dalam nggahi mbojo berupa perubahan
dari monomofemis menjadi
polimorfemis. Satuan monomorfemis
yang berkelas kata tertentu akan menjadi
kelas kata yang berbeda ketika
digabungkan dengan satuan bahasa lain
sehingga bentuknya menjadi
polimorfemis. Monomorfemis yang
dimaksud di atas berupa kata dasar.
Perubahannya menjadi polimorfemis
dapat berupa kata berimbuhan, kata
majemuk. Perubahannya selain
polimorfemis yaitu, berupa frase.
a. Bentuk Pertindihan Kelas Kata
Monomorfemis
Pada subbab ini akan dijelaskan
mengenai pertindihan kelas kata dalam
nggahi mbojo di Kabupaten Dompu
dalam bentuk monomorfemis atau kata
dasar. Adapun penjelasan mengenai
bentuk monomorfemis dalam nggahi
mbojo akan dijelaskan sebagai berikut:
(1) kani [kani]
“pakaian”
(N)
kani [kani]
“pakai”
(V)
4
Data (1) tidak mengalami
perubahan bentuk walaupun keduanya
berbeda kategori ketika dimasukan
dalam kalimat. Kata Kani ketika berdiri
sendiri bermakna pakaian akan tetapi
juga mengandung unsur (-me) sebagai
verba sehingga kani itu bermakna pakai.
Untuk lebih jelasnya perhatikan
penggunaan kata kani dalam bentuk
kalimat.
(1a) Nahu weliku kani ru’u aru raja.
“saya membeli pakaian untuk
lebaran.”
(1b) Nahu kani wa’u baju bou.
“Saya pakai baju baru dulu.”
b. Bentuk Pertindihan Kelas Kata
Polimorfemis
Pada subbab ini akan dijelaskan
mengenai pertindihan kelas kata dalam
nggahi mbojo di Kabupaten Dompu
dalam bentuk monomorfemis menjadi
polimorfemis. Polimorfemis dalam
penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu,
kata berimbuhan dan kata majemuk.
Berikut ini akan di jelaskan data- data
yang berupa kata berimbuhan.
(a) Bentuk Pertindihan Kelas Kata
(Berimbuhan)
Dalam penelitian ini akan
dijelaskan bentuk polimorfemis, yaitu
kata berimbuhan. Adapun penjelasan
mengenai perubahan bentuk lingual kata
menjadi kata berimbuhan dalam nggahi
mbojo akan dijelaskan sebagai berikut:
(1c) kani [kaƞi]
“pakaian”
(N)
kakani [kakani]
“pakaikan”
(V)
Data (1c) mengalami perubahan
bentuk dari kani menjadi kakani. Kata
kani ketika berdiri sendiri bermakna
pakaian. Ketika kata kani berdistribusi
dengan afiks {-ka} akan bermakna
pakaikan. Dalam konteks ini afiks
{-ka} merupakan pembentuk kata kerja
perintah. Berikut ini penggunaan kata
kani dan kakani dalam bentuk kalimat.
5
(1d) Gaga poda kani raweli mu akan
re.
“bagus sekali pakaian yang kamu beli
tadi.”
(1e) Kakani japu kai baju ma gaga
andou re.
“pakaikan dia baju yang bagus.”
Dalam konstruksi tersebut, {-ka}
adalah satuan tataran yang berupa
afiks. Dalam hal ini -ka merupakan
prefiks. Kemudian dalam konteks di
atas {-ka} sebagai prefiks dalam
nggahi mbojo bisa dipadankan dengan
akhiran {-kan} dalam bahasa
Indonesia. Dengan demikian, kani
“pakaian” menjadi bentuk dasar kata.
Kemudian kakani menjadi bentuk
berimbuhan.
(b) Bentuk Pertindihan Kelas Kata
(Majemuk)
Sebagaimana dipaparkan pada
subbab sebelumnya. Perubahan bentuk
monomorfemis menjadi polimorfemis
juga dapat berupa kata majemuk. Berikut
data-data yang menunjukan perubahan
tersebut.
(2) keto [keto]
“ekor”
(N)
batu keto [batu keto]
“mengekor”
(V)
Data (2) mengalami perubahan
bentuk keto menjadi batu keto. Kata keto
ketika berdiri sendiri bermakna ekor.
Kemudian kata keto ketika berdistribusi
dengan kata batu akan bermakna
mengekor. Berikut ini penggunaan kata
keto dan kata majemuk batu keto dalam
bentuk kalimat.
(2a) Naru poda keto jara ngomi.
“panjang sekali ekoer kuda mu.”
(2b) Batu keto la rozid ncau ngomi ke.
“kamu selalu mengekor pada rozid.”
Dalam konstruksi tersebut batu
“ikut” adalah satuan tataran berupa kata.
Dengan demikian keto “ekor” adalah
bentuk dasar. Kemudian batu keto
6
“mengekor” menjadi bentuk kata
majemuk.
c. Bentuk Pertindihan Kelas Kata
(Frase)
Sebagaimana dipaparkan pada
subbab ini, perubahan bentuk
monomorfemis menjadi bentuk frase.
Dalam pembahasan ini frase di bagi
menjadi dua, yaitu frasa endosentris dan
eksosntris. Berikut data-data yang
menunjukan perubahan bentuk
monomorfemis menjadi frase
endosentris.
(a) Frase Endosentris
(3) cau [cau]
“sisir”
(N)
Cau honggo [cau honggo]
“menyisir rambut”
(V)
Data (3) mengalami perubahan
bentuk cau menjadi cau honggo. Kata
cau ketika berdiri sendiri bermakna
sisir. Kata cau ketika berdistribusi
dengan N yaitu, honggo menjadi V.
Hal ini menandakan terjadi pertidihan
kelas kata nomina dan verba. Berikut
ini penggunaan kata cau dan frase cau
honggo dalam bentuk kalimat.
(3a) nahu wunga cau honggo.
“saya sedang menyisir rambut.”
(3b) nahu ne’e sepe cau mu.
“saya ingin meminjam sisir mu.”
Dalam konstruksi tersebut honggo
adalah satuan berupa kata. Dengan
demikian kata cau “sapu” adalah
bentuk dasar. Kemudian cau honggo
adalah frase endosentris koordinatif
karena berkonstruksi predikatif dan
terdiri dari kedua unsur yang setara.
(b) Frase Eksosentris
Sebagaimana dijelaskan pada subbab
sebelumnya. Pembahasan data-data ini
akan menjelaskan menganai perubahan
bentuk monomorfemis menjadi bentuk
frase eksosentris.
(4) amba [amba]
“jual/pasar”
(V)
ta amba [ta amba]
7
“di pasar”
(N)
Data (4) mengalami perubahan
bentuk amba menjadi ta amba. Kata
amba ketika berdiri sendiri belum
dapat ditentukan kategorinya. Kata
amba ketika berdistribusi dengan
pronominal menjadi N. Berikut ini
penggunaan kata amba dan frase ta
amba dalam bentuk kalimat di bawah
ini:
(4a) Nahu wunga ta amba ke.
“Saya sedang di pasar.”
(4b) Ina nahu wa’u ra lao amba uta.
“Ibu saya sudah pergi berjualan ikan.”
Dalam kontruksi tersebut {-ta}
merupakan pronominal. Dengan
demikian amba “jual” adalah bentuk
dasar. Kemudian ta amba “di pasar”
menjadi bentuk frase eksosentris
karena berkonstruksi predikatif dan
unsur penyusunnya adalah pronomina.
2. Kategori Kata yang Mengalami
Pertindihan Kelas Kata
Pada subbab ini akan membahas
tentang kategori kata yang mengalami
pertindihan kelas kata dalam nggahi
mbojo di Kabupaten Dompu. Data-data
yang telah dikumpulkan dibagi
menjadi tiga kategori kelas kata, yaitu
nomina, adjektiva dan verba.
a. Kategori Nomina yang
Mengalami Pertindihan Kelas
Kata Menjadi Kategori Adverbia
Berdasarkan pembahasan pada
subbab sebelumnya. Terdapat kata
berkategori nomina yang berpotensi
mengalami pertindihan kelas kata.
Pada subbab ini dijelaskan mengenai
pertindihan kelas kata kategori nomina
menjadi adverbial. Berikut akan
dipaparkan data-datanya di bawah ini:
Data (5) ponte pada konteks di
bawah ini merupakan ketegori (N).
katika kata ponte berdistribusi dengan
afiks {-sa} akan berkategori lain yaitu
(adv). dengan demikian kata ponte
mengalami pertidihan kelas kata dari
kategori nomina menjadi adverbial.
8
Untuk lebih jelasnya perhatikan
pembahasan di bawah ini:
nomina adverbia
(5a) ponte [ponte]
“bungkus”
(Nomina)
saponte [saponte]
“sebungkus”
(adverbia)
Data (5a) mengalami perubahan
bentuk dari ponte menjadi saponte.
Kata ponte katika berdiri sendiri
bermakna bungkus, akan tetapi belum
dapat ditentukan kategorinya.
Kemudian kata ponte ketika
berdistribusi dengan afiks {-sa} akan
bermakna sebungkus. Berikut ini
penggunaan kata ponte dan saponte
dalam bentuk kalimat.
(5b) ru’u mada ponte rongko surya re.
“buat saya bungkus rokok surya
itu.”
(5c) Mada weli rongko saponte.
“saya beli rokok sebungkus.
Dalam konstruksi tersebut, {-sa}
adalah satuan tataran yang berupa
afiks. Dalam hal ini {-sa} merupakan
prefiks. Kemudian dalam konteks di
atas {-sa} sebagai prefiks dalam nggahi
mbojo bisa dipadankan dengan awalan
{-se} dalam bahasa Indonesia. Dengan
demikian, ponte “bungkus” menjadi
bentuk dasar kata. Kemudian satako
menjadi bentuk berimbuhan.
b. Kategori Nomina yang
Mengalami Pertindihan Kelas
Kata Menjadi Kategori Verba
Berdasarkan pembahasan pada
subbab sebelumnya. Terdapat kata
berkategori nomina yang berpotensi
mengalami pertindihan kelas kata.
Pada subbab ini dijelaskan mengenai
pertindihan kelas kata kategori nomina
menjadi verba. Berikut akan
dipaparkan data-datanya di bawah ini:
Data (5d) kata ponte pada konteks
di bawah ini merupakan ketegori (N),
dapat juga berkategori lain yaitu, (V)
ketika dalam kalimat. dengan demikian
9
kata ponte mangalami pertindihan
kelas kata kategori nomina menjadi
verba. Untuk lebih jelasnya perhatikan
pembahasan di bawah ini:
Nomina Verba
(5d) ponte [ponte]
“bungkus”
(nomina)
ponte [ponte]
“bungkus”
(verba)
Data (5d) tidak mengalami
perubahan bentuk walaupun berbeda
kategori ketika dimasukan dalam
kalimat. Kata ponte ketika berdiri
sendiri bermakna bungkus akan tetapi
mengandung unsur (-me) sebagai
verba. Untuk lebih jelasnya perhatikan
penggunaan kata ponte dalam bentuk
kalimat.
(5e) kili japu ponte rongko suyra ka
“pungutlah bungkus rokok surya
itu”
(5f) ponte japu pangaha kalo re ne
“bungkuslah pisang goreng itu”
c. Kategori Adjektiva yang
Mengalami Pertindihan Kelas
Kata Menjadi Kategori Verba
Berdasarkan pembahasan pada
subbab sebelumnya. Terdapat kata
berkategori nomina yang berpotensi
mengalami pertindihan kelas kata.
Pada subbab ini dijelaskan mengenai
pertindihan kelas kata kategori nomina
menjadi verba. Berikut akan
dipaparkan data-datanya di bawah ini:
Data (6) kata mango berkategori
(adv) dapat berkategori kategori lain,
yaitu (V) ketika berdistribusi afiks
{-ka}. Dengan demikian kata mango
mengalami pertidihan kelas kata, yaitu
adjektiva menjadi verba. Untuk lebih
jelasnya perhatikan pembahasan di
bawah ini:
Adjektiva Verba
(6a) mango [mango]
“Kering”
(adjektiva)
kamango [kamango]
“mengeringkan”
10
(verba)
Data (6) mengalami perubahan
bentuk dari mango menjadi kamango.
Kata mango ketika berdiri sendiri akan
bermakna kering. Kemudian kata
mango ketika berdistribusi dengan
afiks {-ka} akan bermakna
mengeringkan. Berikut ini penggunaan
kata mango dan kamango dalam
bentuk kalimat.
(6b) mango poda dana ake ke.
“kering sekali tanah ini.”
(6c) wawan wunga lete
kamangofare.
“wawan sedang mengringkan padi.”
Dalam konstruksi tersebut, {-ka}
adalah satuan tataran yang berupa
afiks. Dalam hal ini -ka merupakan
prefiks. Kemudian dalam konteks di
atas {-ka} sebagai prefiks dalam
nggahi mbojo bisa dipadankan dengan
awalan {-me} dalam bahasa Indonesia.
Dengan demikian, mango “kering”
menjadi bentuk dasar kata. Kemudian
kamango menjadi bentuk berimbuhan.
d. Kategori Verba yang Mengalami
Pertindihan Kelas Kata Menjadi
Kategori Nomina
Berdasarkan pembahasan pada
subbab sebelumnya. Terdapat kata
berkategori nomina yang berpotensi
mengalami pertindihan kelas kata.
Pada subbab ini dijelaskan mengenai
pertindihan kelas kata kategori nomina
menjadi verba. Berikut akan
dipaparkan data-datanya di bawah ini:
Data (7) kata karawi yang
berkategori (N) dapat berkategori lain,
yaitu (V) ketika berdistribusi dengan
pronominal {-ma}. Dengan demikian
kata karawi mengalami pertidihan
kelas kata nomina menjadi verba.
Untuk lebih jelasnya perhatikan
pembahasan di bawah ini:
Verba Nomina
(7a) karawi [karawi]
“berkerja”
(verba)
ma karawi [ma karawi]
“pekerja”
(nomina)
11
Data (7a) mengalami perubahan
bentuk dari karawi menjadi ma karawi.
kata karawi ketika berdiri sendiri
bermakna bekerja. Kata karawi ketika
berdistribusi dengan pronomina
manjadi N. hal ini menandakan terjadi
pertidindihan kelas kata verba dan
nomina. Berikut ini penggunaan kata
karawi dan frase ma karawi dalam
bentuk kalimat di bawah ini:
(7b) Nahu wunga karawi.
“Saya sedang bekerja.”
(7c) Mbei ufa ru’u ma karawi ndi tolo.
“Memberikan upah untuk pekerja
di sawah.
Dalam konstruksi tersebut, {-ma}
adalah satuan tataran yang berupa kata.
Dalam hal ini {-ma} “yang” merupakan
pronomina. Dengan demikian, karawi
“bekerja” menjadi bentuk dasar kata.
Kemudian makarawi menjadi bentuk
frase eksosentris karena berkonstruksi
predikatif dan salah satu unsur
penyusunya adalah pronomina.
D. SIMPULAN
Hasil penelitian yang dilakukan
terhadap pertindihan kelas kata dalam
nggahi mbojo di Kabupaten Dompu dapat
disimpulkan bahwa:
1. Terdapat tiga bentuk bahasa yang
mengalami pertindihan kelas kata
dalam nggahi mbojo di Kabupaten
Dompu, yaitu (1) bentuk
monomorfemis, yaitu kata dasar
kategori nomina yang tidak
mengalami perubahan tetapi berbeda
kategori dimasukan dalam kalimat.
(2) bentuk polimorfemis, yaitu kata
berimbuhan dan kata majemuk.
Penanda pertindihan kelas kata
bentuk (berimbuhan), yaitu prefiks
{-ra}, {-ka}, {-sa}. Selajunjutnya
penanda pertindihan kelas kata
bentuk (majemuk), yaitu kata batu,
dan angi. (3) Bentuk frase, yaitu
frase endosentris koordinatif dan
eksosentris. Penanda bentuk frase
endosentris koordianatif, yaitu kata
sangaji, honggo, mbojo dan lao.
Selanjutnya penanda bentuk frase
12
eksosentris yaitu, pronomina {ma},
{ta}, dan kata wunga.
2. Terdapat tiga kategori kata yang
mengalami pertidihan kelas kata
dalam nggahi mbojo di kabupaten
dompu, yaitu: (1) kategori nomina,
mengalami pertidihan kelas kata
menjadi verba dan adverbia. Penanda
pertidihan kelas kata nomina menjadi
adverbia, yaitu prefiks {-sa}.
Selajutnya penada pertindihan kelas
kata nomina menjadi verba, yaitu
prefiks {-ra}, {-ka}, verba lao,
nomina honggo, sangaji, mbojo dan
adjektiva wunga. (2) kategori
adjektiva, mengalami pertidihan
kelas kata menjadi verba. Penanda
pertindihan kelas kata adjektiva
menjadi verba, yaitu prefiks {-ka}.
(3) Kategori verba, mengalami
pertindihan kelas kata menjadi
nomina. Penanda pertindihan kelas
kata verba menjadi nomina, yaitu
pronominal {-ma}.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. 2010, Tata Bahasa
Baku Bahasa Indonesia Edisi
Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Alwi, Tahrir, Muhammad. 2003. Kamus
Bima Indonesia Inggris. Mataram:
Karsa Mandiri Utama.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur
Penelitian. Jakarta: PT Renika Cipta.
C. Richard, Jack dkk. 1992. Dictionary Of
Language Teaching & Applied
Linguistic. Malaysia: Longman, GPS
Definisi Negara Indonesia :
http://id.wikipedia.org/wiki/indonesia
Febryanti, Iqas. 2016. “Numeralia Bahasa
Bima” (Skripsi). Mataram:FKIP
Universitas Mataram
Hajar, siti. 2016. “Sinonimi Dalam Bahasa
Bima” (Skripsi). Mataram:FKIP
Universitas Mataram
J Sutomo. 2015. “Dinamika Bahasa dan
Budaya”. (Jurnal Ilmiah). unisbank.ac.id
Kridalaksana, Harimurti. 1986. Kelas Kata
Bahasa Indonesia. Jakarta: Pt Gramedia
-----------------------------. 1993. Kamus
Linguistik Edisi Ketiga. Jakarta:
Gramedia Pustaka
Leech. N Geoffrey. 1983. Principle Of
Pragmatics. New York: Longman
Moleong. J Lexy. 1991. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung:
Remaja Rosda Karya
Mahsun. 2012. Metode Peneltian Bahasa
Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers
Nurjahratulhayati. 2016. “Intorgativa
Dalam Bahasa Bima” (Skripsi).
Mataram:FKIP Universitas
Mataram.
13
Perera, Daniel. 1994. Morfologi Bahasa.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Rais, Rahman, Fajrin. 2015. “Relasi
Makna Homonimi Bahasa Bima
Kecamatan Sape-Bima” (Skripsi).
Mataram:FKIP Universitas Mataram
Rachaman H.A. Abd, 1985. dkk. Sistem
Morfologi Kata Kerja Bahasa Bima.
Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Samarin, J William. 1988. Ilmu bahasa
lapangan. Yogyakarta : Kanisius
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka
Tehnik Analisis Bahasa. Jakarta :
Duta Wacana University Press
Sunendar Dadang, dkk. 2016. KBBI Edisi
Kelima. Jakarta : Badan
Pengenbangan dan Pembinaan
Bahasa: Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia.
Suryansyah, Udin. 2017. “Interferensi
Fonologi dan Gramatikal Bahasa
Bima ke dalam Bahasa Indonesia
pada Komunitas Mahasiswa Bima-
Dompu di LingkunganUniversitas
Mataram” (Skripsi). Mataram:FKIP
Universitas Mataram
Yatim, Riyanto, 1996. Metodologi
Penelitian Pendidikan Tinjauan
Dasar. Surabaya: SIC