benar

download benar

of 7

Transcript of benar

  • Jurnal Litbang Pertanian, 27(2), 2008 43

    Laju peningkatan produksi bahan pangan nasional terutama beras ber-jalan relatif lambat dibandingkan dengankebutuhan pangan rakyat yang terus me-ningkat akibat pertumbuhan penduduk.Hal ini terbukti dengan masih diperlukan-nya impor beras walaupun hanya sekitar262 ribu ton pada tahun 2006 (DepartemenPertanian 2008), serta sesekali terjadi ke-kurangan bahan pangan di wilayah-wilayah kantong kemiskinan, seperti dipelosok NTT, NTB, dan Papua. Kelambat-an peningkatan produksi pangan tersebutdisebabkan oleh berbagai faktor, antara lainkonversi lahan sawah dan persainganpenggunaan air, selain bencana banjir danlongsor.

    Bahan pangan terutama beras se-bagian besar diproduksi di lahan sawahberirigasi teknis dengan tingkat kesuburantanah cukup tinggi. Karakteristik budidaya padi sawah seperti itu membatasipeluang peningkatan produksi berasmelalui perluasan areal sawah, karenasempitnya lahan cadangan yang sesuaiuntuk dijadikan sawah dan makin ketatnyapersaingan penggunaan air denganindustri, pertambangan, rumah tangga,dan lainnya. Di sisi lain, konversi lahansawah ke nonpertanian makin sulitdikendalikan. Selama periode 19791999,konversi lahan sawah mencapai 1,63 jutaha, dan satu juta ha di antaranya terjadi diPulau Jawa (Isa 2006). Oleh karena itu,

    perlu upaya lain untuk meningkatkanproduksi bahan pangan nasional, salahsatunya adalah dengan mengoptimalkanpemanfaatan lahan kering, baik yang telahmenjadi lahan pertanian maupun yangbelum digunakan.

    Pemanfaatan lahan kering untuk per-tanian sering diabaikan oleh para peng-ambil kebijakan, yang lebih tertarik padapeningkatan produksi beras pada lahansawah. Hal ini mungkin karena ada ang-gapan bahwa meningkatkan produksi padisawah lebih mudah dan lebih menjanjikandibanding padi gogo yang memiliki risikokegagalan lebih tinggi. Padahal lahankering tersedia cukup luas dan berpotensiuntuk menghasilkan padi gogo > 5 t/ha.

    STRATEGI DAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN LAHANKERING MENDUKUNG PENGADAAN PANGAN

    NASIONAL

    A. Abdurachman, A. Dariah, dan A. Mulyani

    Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Jalan Ir. H. Juanda No. 98 Bogor 16123

    ABSTRAK

    Peningkatan produksi bahan pangan nasional berjalan relatif lambat dibandingkan dengan permintaannya karenaadanya berbagai kendala yang sulit diatasi, seperti konversi lahan sawah, persaingan dalam penggunaan air, banjir,dan longsor. Salah satu peluang yang cukup besar tetapi sering terabaikan adalah pemanfaatan lahan kering yangtersedia cukup luas dan secara teknis sesuai untuk pertanian. Lahan potensial tersebut akan mampu menghasilkanbahan pangan yang cukup bila dikelola dengan menggunakan teknologi yang efektif dan strategi pengembanganyang tepat. Teknologi pengelolaan lahan kering telah tersedia, meliputi konservasi, peningkatan kesuburan kimiawi,fisik dan biologi, pengelolaan bahan organik, dan irigasi suplemen. Strategi untuk mendayagunakan lahan keringyang berpotensi adalah: a) identifikasi dan delineasi lahan yang sesuai untuk pertanian tanaman pangan, b) seleksiteknologi pertanian tepat guna, c) diseminasi teknologi secara intensif, dan d) peningkatan penelitian pertanianlahan kering.

    Kata kunci: Lahan kering, pengelolaan lahan, produksi pangan

    ABSTRACT

    Strategy and technology of dryland management to support national food production

    The increase of national food production is relatively slower than its requirements due to several constraints, suchas rice field conversion, water use competition, floods, and land slides. One of the promising opportunities butoften to be neglected is the use of arable dryland suitable for food crops production. The potential land isprospective for food production when managed properly by using effective technologies and proper agriculturaldevelopment strategies. Technologies for dryland agriculture management are available, such as soil conservation,soil fertility and soil organic management, and irrigation management. Strategies to develop dryland agriculture ofIndonesia include: a) identification and delineation of suitable land for food crops, b) selection of effectiveagricultural technologies, c) intensive technology dissemination, and d) improvement of the dryland agricultureresearch.

    Keywords: Drylands, land management, food production

  • 44 Jurnal Litbang Pertanian, 27(2), 2008

    Lahan kering yang potensial dapat meng-hasilkan bahan pangan yang cukup danbervariasi, tidak hanya padi gogo tetapijuga bahan pangan lainnya, bila dikeloladengan menggunakan teknologi yangefektif dan strategi pengembangan yangtepat. Bahan pangan bukan hanya beras,tetapi juga jagung, sorgum, kedelai,kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, dan se-bagainya, yang kesemuanya dapat dibudi-dayakan di lahan kering.

    Dalam tulisan ini dikemukakan keter-sediaan lahan kering yang sesuai untuktanaman pangan, berbagai teknologi pe-ngelolaan lahan yang efektif, seperti kon-servasi dan rehabilitasi tanah, pengelolaankesuburan tanah, pengelolaan air pertani-an, dan strategi pengembangan pertanianlahan kering tersebut di Indonesia.

    POTENSI DAN MASALAHPERTANIAN LAHAN KERING

    Potensi Lahan Kering

    Lahan kering merupakan salah satuagroekosistem yang mempunyai potensibesar untuk usaha pertanian, baik tanamanpangan, hortikultura (sayuran dan buah-buahan) maupun tanaman tahunan danpeternakan. Berdasarkan Atlas ArahanTata Ruang Pertanian Indonesia skala1:1.000.000 (Pusat Penelitian dan Pengem-bangan Tanah dan Agroklimat 2001),Indonesia memiliki daratan sekitar 188,20juta ha, terdiri atas 148 juta ha lahan kering(78%) dan 40,20 juta ha lahan basah(22%).

    Tidak semua lahan kering sesuaiuntuk pertanian, terutama karena adanyafaktor pembatas tanah seperti lereng yang

    sangat curam atau solum tanah dangkaldan berbatu, atau termasuk kawasan hu-tan. Dari total luas 148 juta ha, lahan keringyang sesuai untuk budi daya pertanianhanya sekitar 76,22 juta ha (52%), sebagianbesar terdapat di dataran rendah (70,71 jutaha atau 93%) dan sisanya di dataran tinggi.Di wilayah dataran rendah, lahan datar-bergelombang (lereng < 15%) yang sesuaiuntuk pertanian tanaman pangan men-cakup 23,26 juta ha. Lahan dengan lereng1530% lebih sesuai untuk tanamantahunan (47,45 juta ha). Di dataran tinggi,lahan yang sesuai untuk tanaman panganhanya sekitar 2,07 juta ha, dan untuktanaman tahunan 3,44 juta ha (Tabel 1).

    Masalah Pemanfaatan LahanKering untuk Tanaman Pangan

    Permasalahan dalam pengelolaan lahankering bervariasi pada setiap wilayah, baikaspek teknis maupun sosial-ekonomis.Namun, dengan strategi dan teknologiyang tepat, berbagai masalah tersebutdapat diatasi.

    Kesuburan tanah

    Pada umumnya lahan kering memilikitingkat kesuburan tanah yang rendah, ter-utama pada tanah-tanah yang tererosi,sehingga lapisan olah tanah menjadi tipisdan kadar bahan organik rendah. Kondisiini makin diperburuk dengan terbatasnyapenggunaan pupuk organik, terutamapada tanaman pangan semusim. Disamping itu, secara alami kadar bahanorganik tanah di daerah tropis cepatmenurun, mencapai 3060% dalam waktu10 tahun (Brown dan Lugo 1990 dalam

    Suriadikarta et al. 2002). Bahan organikmemiliki peran penting dalam memperbaikisifat kimia, fisik, dan biologi tanah. Meski-pun kontribusi unsur hara dari bahan or-ganik tanah relatif rendah, peranannyacukup penting karena selain unsur NPK,bahan organik juga merupakan sumberunsur esensial lain seperti C, Zn, Cu, Mo,Ca, Mg, dan Si (Suriadikarta et al. 2002).

    Hal lain yang perlu diperhatikan ada-lah adanya tanah masam, yang dicirikanoleh pH rendah (< 5,50), kadar Al tinggi,fiksasi P tinggi, kandungan basa-basadapat tukar dan KTK rendah, kandunganbesi dan mangan mendekati batas me-racuni tanaman, peka erosi, dan miskinunsur biotik (Adiningsih dan Sudjadi1993; Soepardi 2001). Dari luas total lahankering Indonesia sekitar 148 juta ha, 102,80juta ha (69,46%) merupakan tanah masam(Mulyani et al. 2004). Tanah tersebutdidominasi oleh Inceptisols, Ultisols, danOxisols, dan sebagian besar terdapat diSumatera, Kalimantan, dan Papua.

    Lahan kering masam di wilayah ber-bukit dan bergunung cukup luas, men-capai 53,50 juta ha atau 52% dari totaltanah masam di Indonesia. Tanah masamtersebut umumnya kurang potensialuntuk pertanian tanaman pangan karenatingkat kesuburannya rendah, lerengcuram, dan solum dangkal.

    Topografi

    Di Indonesia, lahan kering sebagian besarterdapat di wilayah bergunung (> 30%)dan berbukit (1530%), dengan luasmasing-masing 51,30 juta ha dan 36,90 jutaha (Hidayat dan Mulyani 2002). Lahankering berlereng curam sangat peka ter-

    Tabel 1. Luas lahan kering yang sesuai untuk pertanian.

    ProvinsiDataran rendah (ha) Dataran tinggi (ha)

    TotalTanaman Tanaman Total Tanaman Tanaman Totalsemusim tahunan semusim tahunan

    Sumatera 4.899.476 15.848.203 20.747.679 1.103.176 992.055 2.095.231 22.842.910Jawa 925.412 3.982.008 4.907.420 200.687 484.960 685.647 5.593.067Bali dan Nusa Tenggara 1.091.878 1.335.469 2.427.347 58.826 201.761 260.587 2.687.934Kalimantan 10.180.151 14.340.956 24.521.107 592.129 389.521 981.650 25.502.757Sulawesi 1.801.877 3.664.040 5.465.917 70.780 1.134.320 1.205.100 6.671.017Maluku dan Papua 4.360.318 8.282.809 12.643.127 43.094 233.981 277.075 12.920.202

    Indonesia 23.259.112 47.453.485 70.712.597 2.068.692 3.436.598 5.505.290 76.217.887

    Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (2001).

  • Jurnal Litbang Pertanian, 27(2), 2008 45

    hadap erosi, terutama bila diusahakanuntuk tanaman pangan semusim dan curahhujannya tinggi. Lahan semacam ini lebihsesuai untuk tanaman tahunan, namun ke-nyataannya banyak dimanfaatkan untuktanaman pangan, sedangkan perkebunanbanyak diusahakan pada lahan datar-ber-gelombang dengan lereng < 15%. Lahankering yang telah dimanfaatkan untuk per-kebunan mencakup 19,60 juta ha (BadanPusat Statistik 2005), terutama untuktanaman kelapa sawit, kelapa, dan karet.

    Ketersediaan air pertanian

    Keterbatasan air pada lahan kering meng-akibatkan usaha tani tidak dapat dilakukansepanjang tahun, dengan indeks perta-naman (IP) kurang dari 1,50. Penyebabnyaantara lain adalah distribusi dan pola hujanyang fluktuatif, baik secara spasial mau-pun temporal. Wilayah barat lebih basahdibandingkan dengan wilayah timur, dansecara temporal terdapat perbedaan distri-busi hujan pada musim hujan dan kemarau.Pada beberapa wilayah di Sumatera,Kalimantan, dan Sulawesi, curah hujanmelebihi 2.000 mm/tahun, sehingga IPdapat ditingkatkan menjadi 22,50 (Las etal. 2000; Amien et al. 2001).

    Kepemilikan lahan

    Tantangan yang lebih berat dan sukar di-atasi adalah permasalahan sosial ekonomi,antara lain pemilikan lahan oleh petanicenderung menyempit. Data sensuspertanian tahun 1993 dan 2003, serta hasilpenelitian Puslitbangtanak pada tahun2002/2003 (Abdurachman et al. 2005)menunjukkan luas lahan pertanian di Jawacenderung menurun, sedangkan di luarJawa sedikit meningkat. Di lain pihak,jumlah rumah tangga petani (RTP) me-ningkat secara signifikan dari 22,40 jutamenjadi 27,40 juta dalam 10 tahun terakhir.Luas penguasaan lahan rata-rata nasionalmenurun dari 0,86 ha menjadi 0,73 ha perRTP. Sejalan dengan itu, jumlah petanigurem (luas lahan garapan < 0,50 ha)meningkat dari 10,80 juta RTP pada tahun1993 menjadi 13,70 juta pada tahun 2003,atau rata-rata meningkat 2,40%/tahun. Bilaluas lahan pertanian tidak bertambahsecara signifikan seiring dengan laju per-tambahan penduduk maka jumlah petanigurem akan makin bertambah dan peluangperambahan hutan meningkat.

    Penggunaan dan KetersediaanLahan

    Menurut Badan Pusat Statistik (2005),lahan pertanian Indonesia meliputi 70,20juta ha, sekitar 61,53 juta ha di antaranyaberupa lahan kering (Tabel 2) denganproduktivitas relatif rendah, jauh di bawahpotensi hasil. Produktivitas padi gogo ber-kisar antara 23 t/ha, padahal potensinyadapat mencapai 45 t/ha (Sumarno danHidayat 2007). Demikian juga komoditaslain, seperti kedelai, masih dapat ditingkat-kan. Menurut Subandi (2007), peluangpeningkatan produktivitas kedelai masihterbuka, karena hasil di tingkat petani(0,602 t/ha) masih jauh lebih rendahdibandingkan dengan hasil di tingkatpenelitian, yang berkisar antara 1,703,20t/ha.

    Selain meningkatkan produktivitaslahan kering yang sudah ada (existing),produksi bahan pangan dapat pula di-tingkatkan melalui perluasan areal tanampada lahan kering. Dari 76,22 juta ha lahankering yang sesuai untuk pertanian (Tabel1), lahan yang telah digunakan (tegalan,perkebunan, kayu-kayuan, dan pekarang-

    an) baru mencapai 47,76 juta ha (Tabel 2),sehingga masih tersedia 28,46 juta ha lahanuntuk perluasan areal pertanian, termasuklahan terlantar 13,77 juta ha.

    Perluasan areal pertanian memerlukanlahan cadangan yang sesuai dari aspekbiofisik dan saat ini belum digunakan.Lahan yang masih tersedia saat ini umum-nya ditumbuhi alang-alang dan semakbelukar. Melalui tumpang tepat (overlay)peta penggunaan lahan skala 1: 250.000,kecuali Papua skala 1:1.000.000, denganpeta arahan tata ruang pertanian, diper-oleh lahan kering cadangan 22,39 juta ha,yang terdiri atas 7,08 juta ha sesuai untuktanaman semusim (termasuk tanamanpangan) dan 15,31 juta ha untuk tanamantahunan (Tabel 3). Namun, lahan cadangantersebut sulit ditemukan di lapangan, ter-utama karena status kepemilikannya belumjelas, apakah tergolong tanah negara,HGU, HPH, tanah ulayat, tanah masyara-kat yang diterlantarkan, atau lainnya. Olehkarena itu, untuk memperoleh luas danlokasi lahan terlantar secara pasti, perlupenghitungan secara menyeluruh denganmelibatkan Departemen Pertanian, Depar-temen Kehutanan, Badan PertanahanNasional, Departemen Pemukiman danPrasarana Wilayah, dan DepartemenDalam Negeri.

    TEKNOLOGIPENGELOLAAN LAHANKERING

    Dari segi luas, potensi lahan kering diIndonesia tergolong tinggi, namun ter-dapat permasalahan biofisik dan sosialekonomi yang harus diatasi untuk me-ningkatkan produktivitasnya secara ber-

    Tabel 2. Penggunaan lahan keringuntuk pertanian.

    Tipe penggunaan Luas (ha)

    Tegalan 14.614.144Lahan terlantar 11.341.7571)Perkebunan 18.489.589Padang rumput 2.432.1131)Kayu-kayuan 9.303.625Pekarangan 5.357.596

    Total 61.538.824

    1)Belum dimanfaatkan.Sumber: Badan Pusat Statistik (2005).

    Tabel 3. Luas lahan kering (ha) yang tersedia untuk perluasan arealpertanian.

    Pulau Lahan kering Lahan kering Totaltanaman semusim tanaman tahunan

    Sumatera 1.311.776 3.226.785 4.538.561Jawa 40.544 158.953 199.497Bali dan Nusa Tenggara 137.659 610.165 747.824Kalimantan 3.639.403 7.272.049 10.911.452Sulawesi 215.452 601.180 816.632Maluku dan Papua 1.738.978 3.440.973 5.179.951

    Indonesia 7.083.812 15.310.105 22.393.917

    Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2007).

  • 46 Jurnal Litbang Pertanian, 27(2), 2008

    kelanjutan. Beberapa tindakan untukmenanggulangi faktor pembatas biofisiklahan meliputi pengelolaan kesuburantanah, konservasi dan rehabilitasi tanah,serta pengelolaan sumber daya air secaraefisien.

    Pengelolaan Kesuburan Tanah

    Pengelolaan kesuburan tanah tidak ter-batas pada peningkatan kesuburankimiawi, tetapi juga kesuburan fisik danbiologi tanah. Hal ini berarti bahwapengelolaan kesuburan tanah tidak cukupdilakukan hanya dengan memberikanpupuk saja, tetapi juga perlu disertaidengan pemeliharaan sifat fisik tanahsehingga tersedia lingkungan yang baikuntuk pertumbuhan tanaman, kehidupanorganisme tanah, dan untuk mendukungberbagai proses penting di dalam tanah.

    Salah satu teknologi pengelolaan ke-suburan tanah yang penting adalah pe-mupukan berimbang, yang mampu me-mantapkan produktivitas tanah pada levelyang tinggi. Hasil penelitian Santoso etal. (1995) menunjukkan pentingnyapemupukan berimbang dan pemantauanstatus hara tanah secara berkala. Peng-gunaan pupuk anorganik yang tidak tepat,misalnya takaran tidak seimbang, sertawaktu pemberian dan penempatan pupukyang salah, dapat mengakibatkan ke-hilangan unsur hara sehingga responstanaman menurun (Santoso dan Sofyan2005). Hara yang tidak termanfaatkantanaman juga dapat berubah menjadibahan pencemar. Praktek pemakaianpupuk oleh petani pada lahan-lahan mine-ral masam, meskipun pada saat ini masihdilakukan dengan takaran rendah, dalamjangka panjang dapat menimbulkan ke-tidakseimbangan kandungan hara tanahsehingga menurunkan produktivitastanaman.

    Penerapan teknologi pemupukanorganik juga sangat penting dalam pe-ngelolaan kesuburan tanah. Pupuk orga-nik dapat bersumber dari sisa panen,pupuk kandang, kompos atau sumberbahan organik lainnya. Selain menyum-bang hara yang tidak terdapat dalampupuk anorganik, seperti unsur hara mikro,pupuk organik juga penting untuk mem-perbaiki sifat fisik dan biologi tanah. Lahankering akan mampu menyediakan air danhara yang cukup bagi tanaman bilastruktur tanahnya baik sehingga men-dukung peningkatan efisiensi pemupukan.

    Jenis pupuk lain yang mulai ber-kembang pesat adalah pupuk hayati(biofertilizer) seperti pupuk mikrobapelarut fosfat, pupuk mikroba pemacutumbuh dan pengendali hama, dan mikro-flora tanah multiguna. Pupuk hayati selainmampu meningkatkan ketersediaan hara,juga bermanfaat untuk: 1) melindungi akardari gangguan hama penyakit, 2) men-stimulasi sistem perakaran agar ber-kembang sempurna dan memperpanjangusia akar, 3) memacu mitosis jaringanmeristem pada titik tumbuh pucuk, kuncupbunga, dan stolon, 4) penawar racun be-berapa logam berat, 5) metabolit pengaturtubuh, dan 6) bioaktivator perombakbahan organik.

    Di samping pemupukan, pengapuranjuga penting untuk meningkatkan produk-tivitas tanah masam, antara lain untukmengurangi keracunan aluminium (Al).Cara untuk menentukan takaran kapuryang perlu diberikan adalah dengan me-nentukan sensitivitas tanaman dankemudian mengukur kejenuhan Al dalamtanah dengan analisis tanah (Dierolfdalam Santoso dan Sofyan 2005).

    Konservasi Tanah danRehabilitasi Lahan

    Erosi merupakan salah satu penyebabmenurunnya produktivitas lahan kering,terutama yang dimanfaatkan untuk usahatani tanaman semusim seperti tanamanpangan (Abdurachman dan Sutono 2005;Kurnia et al. 2005). Hasil penelitian me-nunjukkan budi daya tanaman pangansemusim tanpa disertai konservasi tanahmenyebabkan erosi berkisar antara 46351t/ha/tahun (Sukmana 1994; 1995).

    Erosi bukan hanya mengangkutmaterial tanah, tetapi juga hara dan bahanorganik, baik yang terkandung di dalamtanah maupun yang berupa input pertani-an. Erosi juga merusak sifat fisik tanah.Oleh karena itu, penerapan teknik konser-vasi merupakan salah satu prasyaratkeberlanjutan usaha tani pada lahan ke-ring. Target yang harus dicapai adalahmenekan erosi sampai di bawah batastoleransi, dengan kisaran antara 1,1013,50t/ha/tahun, bergantung pada sifat tanahdan substratanya (Thompson dalamArsyad 2000). Untuk menekan erosi sam-pai di bawah ambang batas toleransinya,beberapa jenis teknik konservasi dapatditerapkan dengan memperhatikan per-syaratan teknis (Agus et al. 1999).

    Teras bangku merupakan teknik kon-servasi yang banyak diterapkan di Jawadan Bali. Teknik ini telah dikembangkansecara luas sejak tahun 1975 melalui inprespenghijauan (Siswomartono et al. 1990).Teras bangku cukup disukai petani, danjuga efektif mencegah erosi dan aliranpermukaan (Abdurachman dan Sutono2005). Beberapa teknik konservasi laindapat dijadikan alternatif, seperti terasgulud untuk tanah yang dangkal (< 40 cm),rorak atau teknik konservasi vegetatifseperti alley cropping dan strip rumput.Selain murah, teknik konservasi vegetatifmemiliki keunggulan lain, yaitu dapat ber-fungsi sebagai sumber pakan dan pupukhijau atau bahan mulsa, bergantung padajenis tanaman yang digunakan. Dalamprakteknya, penerapan teknik konservasimekanik sering dikombinasikan denganteknik vegetatif, karena efektif dalammengendalikan erosi (Dariah et al. 2004;Santoso et al. 2004) dan lebih cepatdiadopsi petani.

    Pengaturan pola tanam denganmengusahakan permukaan lahan selalutertutup oleh vegetasi dan/atau sisa-sisatanaman atau serasah, juga berperan pen-ting dalam konservasi tanah. Pengaturanproporsi tanaman semusim dan tahunanpada lahan kering juga penting; makincuram lereng sebaiknya makin tinggiproporsi tanaman tahunan. Pengaturanjalur penanaman atau bedengan yangsearah kontur juga berkontribusi dalammencegah erosi.

    Pengolahan tanah secara intensifmerupakan penyebab penurunan produk-tivitas lahan kering. Hasil penelitian me-nunjukkan bahwa pengolahan tanah yangberlebihan dapat merusak struktur tanah(Larson dan Osborne 1982; Suwardjo etal. 1989) dan menyebabkan kekahatanbahan organik tanah (Rachman et al.2004). Olah tanah konservasi (OTK) me-rupakan alternatif penyiapan lahan yangdapat mempertahankan produktivitaslahan tetap tinggi (Brown et al. 1991;Wagger dan Denton 1991). OTK dicirikanoleh berkurangnya pembongkaran ataupembalikan tanah, mengintensifkan peng-gunaan sisa tanaman atau bahan lainnyasebagai mulsa, kadang-kadang (namuntidak dianjurkan) disertai penggunaanherbisida untuk menekan pertumbuhangulma atau tanaman pengganggu lainnya.

    Rehabilitasi lahan-lahan terdegradasidapat mendukung optimalisasi lahankering, antara lain dengan menanam legumpenutup tanah atau tanaman penghasil

  • Jurnal Litbang Pertanian, 27(2), 2008 47

    bahan organik lainnya, khususnya yangbersifat in situ seperti alley cropping danstrip cropping. Penggunaan bahanpembenah tanah baik organik maupunmineral juga dapat merehabilitasi lahanterdegradasi.

    Pengelolaan Air Pertanian

    Kelangkaan air sering kali menjadi pem-batas utama dalam pengelolaan lahankering. Oleh karena itu, inovasi teknologipengelolaan air dan iklim sangat diperlu-kan, meliputi teknik panen hujan (waterharvesting), irigasi suplemen, prediksiiklim, serta penentuan masa tanam danpola tanam.

    Pemanenan air dapat dilakukandengan menampung air hujan atau aliranpermukaan pada tempat penampungansementara atau permanen, untuk diguna-kan mengairi tanaman (Subagyono et al.2004). Oleh karena itu, pemanenan airselain berfungsi menyediakan air irigasipada musim kemarau, juga dapat me-ngurangi risiko banjir pada musim hujan.Teknologi ini bermanfaat untuk lahan yangtidak mempunyai jaringan irigasi atausumber air bawah permukaan (groundwater). Di daerah arid dan semiarid banyakdipraktekkan teknik modifikasi mikroreliefseperti pematang setengah lingkar (halfmoon dykes), rorak, sistem gulud menurutkontur, gulud berblok, dan lain-lain.Embung, kedung, dan dam parit jugamerupakan teknik panen air yang telahberkembang di beberapa daerah diIndonesia. Namun, Agus et al. (2005) me-nyatakan perlu analisis ekonomi yangkomprehensif tentang manfaat dankeuntungan pembuatan bangunan pe-manen air seperti embung.

    Irigasi suplemen merupakan istilahyang digunakan dalam pemberian danpendistribusian air pada lahan kering, yangmencakup dua aspek penting, yaitu besar-nya air yang diberikan dan interval pem-beriannya (Agus et al. 2005). Jumlah airyang diberikan ditetapkan berdasarkankebutuhan tanaman, kemampuan tanahmemegang air, serta sarana irigasi yangtersedia. Berdasarkan sarana irigasi yangdigunakan, sistem irigasi suplemen terdiriatas: 1) irigasi permukaan, 2) irigasi bawahpermukaan, 3) irigasi sprinkle, 4) irigasitetes, dan 5) kombinasi dari dua atau lebihsistem (irigasi hybrid). Tersedianya saranairigasi memungkinkan pemberian air dapatdilakukan lebih teliti. Untuk irigasi tetes

    atau sprinkle, pemberian air dapat di-kombinasikan dengan pemupukan.

    Untuk meningkatkan efisiensi peng-gunaan air, konsep management allowabledepletion atau maximum allowabledepletion (MAD) dapat digunakan dalammerancang penjadwalan irigasi suplemenbagi suatu jenis tanaman. MAD dapatdidefinisikan sebagai derajat kekeringantanah yang masih diperbolehkan untukmenghasilkan produksi yang optimum.Subagyono (1996) dan Sutono et al. (2006)melaporkan bahwa untuk tanaman jagung,efisiensi penggunaan air irigasi tertinggidicapai pada level MAD 75% pada tanahlempung berpasir dari Zeebrugge, Belgia,dan untuk tanaman cabai pada tanahTypic Kanhapludults di Lampung dicapaipada level MAD 60% air tersedia.

    STRATEGI PENGELOLAANLAHAN KERING

    Pertanian lahan kering tidak memerlukanbanyak air, seperti halnya budi daya padisawah, sementara ketersediaan lahankering masih luas. Selain itu, teknologipengelolaan lahan kering cukup banyaktersedia. Namun, pemanfaatan keduakomponen tersebut dan pelaksanaannyadi lapangan memerlukan perencanaan danstrategi yang tepat.

    Identifikasi Lahan yang Sesuai

    Cara yang dapat digunakan untuk meng-identifikasi lahan yang sesuai untuk per-tanian, terutama lahan alang-alang dansemak belukar adalah dengan mengguna-kan peta penggunaan lahan skala1:250.000 yang ditumpangtepatkandengan peta arahan tata ruang pertanian.Dengan cara ini, diperoleh data tentanglahan kering cadangan seluas 22,39 jutaha, yang terdiri atas 7,08 juta ha sesuaiuntuk tanaman pangan semusim dan 15,31juta ha untuk tanaman tahunan.

    Untuk memperoleh data yang lebihtepat, harus digunakan peta tanah ataupeta kesesuaian dan peta penggunaanlahan dengan skala yang lebih besar,misalnya 1:50.000 atau lebih baik lagi skala1:25.000. Selain itu, data biofisik lahanperlu ditunjang dengan informasi sosial-ekonomi, terutama status kepemilikanlahan, sehingga pengembangan pertaniantidak terbentur pada permasalahan non-teknis, yang dapat menggagalkan pen-

    dayagunaan lahan kering yang telahdirencanakan.

    Seleksi Teknologi Tepat Guna

    Teknologi pengelolaan lahan kering untukpertanian tanaman pangan telah tersedia,baik teknologi konservasi tanah, pening-katan kesuburan tanah, pengelolaanbahan organik tanah, dan pengelolaan air.Dari sekumpulan teknologi tersebut, perludiseleksi teknologi yang tepat guna,sesuai dengan kondisi lahan (tanah, air,dan iklim) dan petani. Oleh karena itu, perludiketahui terlebih dulu karakteristik lahandan kondisi petani agar teknologi yangterpilih betul-betul efektif dan dapat di-adopsi petani.

    Karakteristik lahan dapat diketahuimelalui pemetaan skala detail (1:50.000atau 1:25.000), atau lebih detail, skala1:10.000 atau 1:5.000. Dengan mengguna-kan peta dengan skala sangat detail,pemilihan komoditas dan teknologi dapatdilakukan dengan lebih tepat. Aspeksosial-ekonomi petani dapat diketahuidengan melaksanakan survei lapangan,misalnya dengan menggunakan metodeParticipatory Rural Appraisal (PRA).

    Diseminasi Teknologi

    Diseminasi dan adopsi teknologi padaumumnya berjalan lambat, termasuk tek-nologi pengelolaan lahan (tanah, air, daniklim). Teknologi tersebut disebarkanmelalui seminar, simposium, jurnal, sertamedia cetak dan elektronik. Namun aksespenyuluh apalagi petani ke media tersebutrelatif terbatas, sehingga cara dan mediapenyampaian tersebut kurang efektif. Olehkarena itu, diperlukan metode diseminasisecara langsung kepada petani, yang lebihmendekatkan sumber teknologi denganpetani sebagai calon pengguna teknologi.

    Salah satu terobosan dalam disemina-si teknologi pertanian adalah melalui PrimaTani (Badan Penelitian dan PengembanganPertanian 2006), yang bertujuan untukmempercepat diseminasi dan adopsiteknologi inovatif, terutama yang dihasil-kan Badan Litbang Pertanian. Melaluiprogram ini, pertanian lahan kering, ter-masuk pengembangan budi daya padigogo, palawija dan sebagainya, misalnyadengan introduksi benih unggul, pe-mupukan, dan rotasi tanaman, dapatberkembang lebih cepat dan mampu

  • 48 Jurnal Litbang Pertanian, 27(2), 2008

    meningkatkan produksi bahan pangannasional secara signifikan.

    Peningkatan PenelitianPertanian Lahan Kering

    Penelitian padi saat ini lebih terfokus padapadi sawah, yang telah menghasilkanberbagai varietas unggul dan teknologibudi daya seperti pengendalian hama/penyakit, pemupukan, dan pengairan.Penelitian dan pengembangan padi gogojauh tertinggal. Sejalan dengan itu, minatdan upaya petani untuk mengembangkanpadi gogo juga relatif rendah, tercermindari luas pertanaman setiap tahun yangjauh lebih rendah dari luas lahan sawah.

    Ke depan, penelitian dan pengem-bangan pertanian lahan kering perlumendapat perhatian yang lebih besar, ter-masuk pembiayaannya. Akan lebih baikbila penelitian diarahkan pada teknologipengelolaan padi gogo dan palawijasebagai bagian dari sistem usaha tani(farming system) yang disesuaikandengan kondisi spesifik lokasi. Penelitianhendaknya dilaksanakan secara kompre-hensif, dalam arti peneliti tidak bekerjasendiri-sendiri, tetapi dalam suatu tim dari

    berbagai disiplin ilmu, sehingga dapatmenghasilkan teknologi yang efektif danmenguntungkan.

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Jalan keluar untuk menembus kebuntuanpeningkatan produksi bahan pangannasional adalah dengan mengoptimalkanpemanfaatan lahan kering melalui: a)peningkatan produktivitas lahan pertanianyang sudah ada saat ini, dan b) perluasanlahan pertanian tanaman pangan denganmemanfaatkan lahan kering terlantar.

    Di wilayah dataran rendah, lahanyang sesuai untuk pertanian tanamanpangan berupa lahan datar-bergelombang(lereng < 15%), yang luasnya sekitar 23,30juta ha. Di wilayah dataran tinggi, lahanyang sesuai untuk tanaman pangan men-cakup 2,10 juta ha. Namun, lahan tersebutsebagian besar telah digunakan untukberbagai kepentingan, baik pertanianmaupun nonpertanian. Lahan kering yangdapat digolongkan sebagai cadanganuntuk tanaman pangan semusim tersediasekitar 7,08 juta ha, yang saat ini berupalahan alang-alang atau semak-belukar.

    Upaya pengelolaan lahan keringuntuk meningkatkan produksi bahan

    pangan menghadapi permasalahan teknisdan sosial-ekonomis, antara lain lahanberlereng terjal, kesuburan tanah rendah,kemasaman tinggi, kekurangan air irigasi,dan status kepemilikan lahan tidak jelas.Berbagai masalah tersebut perlu diatasidengan menerapkan teknologi, kelembaga-an, dan kebijakan pemerintah yang tepat.

    Berbagai teknologi pengelolaanlahan kering telah tersedia, mencakuppengelolaan kesuburan tanah, pengen-dalian erosi (konservasi tanah), rehabilitasilahan, dan pengelolaan sumber daya airsecara efisien. Yang menjadi masalahadalah lemahnya diseminasi teknologiinovatif kepada para petani dan lambat-nya adopsi teknologi tersebut.

    Pemanfaatan lahan kering untukmeningkatkan produksi bahan panganmemerlukan perencanaan dan strategiyang tepat, yaitu: a) identifikasi lahankering yang sesuai untuk pertanian, b)seleksi teknologi pengelolaan lahan keringyang tepat guna, c) diseminasi teknologipengelolaan lahan kering secara intensif,dan d) peningkatan penelitian pertanianlahan kering, terutama budi daya padigogo, palawija, dan tanaman semusimlainnya dalam sistem usaha tani terpadu.

    DAFTAR PUSTAKA

    Abdurachman, A., A. Mulyani, G. Irianto, dan N.Heryani. 2005. Analisis potensi sumber dayalahan dan air dalam mendukung pemantap-an ketahanan pangan. hlm. 245264. DalamProsiding Widyakarya Nasional Pangan danGizi VIII, 1719 Mei 2004. KetahananPangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah danGlobalisasi. LIPI bekerja sama dengan BadanPusat Statistik, Departemen Kesehatan,Bappenas, Departemen Pertanian, danKementerian Riset dan Teknologi, Jakarta.

    Abdurachman, A. dan S. Sutono. 2005. Teknologipengendalian erosi lahan berlereng. hlm.103145. Dalam Teknologi PengelolaanLahan Kering: Menuju pertanian produktifdan ramah lingkungan. Pusat Penelitian danPengembangan Tanah dan Agroklimat,Bogor.

    Adiningsih, J.S. dan M. Sudjadi. 1993. Peranansistem bertanam lorong (alley cropping)dalam meningkatkan kesuburan tanah padalahan kering masam. Risalah Seminar HasilPenelitian Tanah dan Agroklimat. PusatPenelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.

    Agus, F., A. Abdurachman, A. Rachman, S.H.Talaoohu, A. Dariah, B.R. Prawiradiputra,B. Hafif, dan S. Wiganda. 1999. TeknikKonservasi Tanah dan Air. Sekretariat TimPengendali Bantuan Penghijauan dan Reboi-sasi Pusat. Departemen Kehutanan, Jakarta.

    Agus, F., E. Surmaini, dan N. Sutrisno. 2005.Teknologi hemat air dan irigasi suplemen.hlm. 223245. Dalam Teknologi Pengelola-an Lahan Kering: Menuju pertanian produktifdan ramah lingkungan. Pusat Penelitian danPengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

    Amien, L.I., S. Purba, B. Sugiharto, dan A.Hamdani. 2001. Analisis pasokan dan ke-butuhan air untuk pertanian pangan dankebutuhan lainnya. Laporan Akhir Peneliti-an. Pusat Penelitian dan PengembanganTanah dan Agroklimat, Bogor.

    Arsyad, S. 2000. Pengawetan Tanah dan Air.Departemen Ilmu-Ilmu Tanah, Fakultas Per-tanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

    Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.2006. Pedoman Umum Prima Tani. BadanPenelitian dan Pengembangan Pertanian,Jakarta.

    Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agri-bisnis: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan.Edisi II. Badan Penelitian dan PengembanganPertanian, Jakarta. hlm. 30.

    Badan Pusat Statistik. 2005. Statistik Indonesiatahun 2005. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

    Brown, R.E., J.L. Havlin, D.J. Lyons, C.R. Fenster,and G.A. Peterson. 1991. Long-term tillageand nitrogen effects on wheat production ina wheat fallow rotation. In AgronomyAbstracts. Annual Meetings ASA, CSSA, andSSSA, Denver Colorado, 27 October1November 1991. 326 pp.

    Dariah, A., U. Haryati, dan T. Budhyastoro.2004. Teknologi konservasi mekanik. hlm.109132. Dalam Konservasi Tanah padaLahan Kering Berlereng. Pusat Penelitiandan Pengembangan Tanah dan Agroklimat,Bogor.

    Departemen Pertanian. 2008. Impor beras pernegara asal. www.deptan.go.id. [18 April2008].

  • Jurnal Litbang Pertanian, 27(2), 2008 49

    Hidayat, A. dan A. Mulyani. 2002. Lahan keringuntuk pertanian. hlm. 134. Dalam A.Abdurachman, Mappaona, dan Saleh (Ed.).Pengelolaan Lahan Kering Menuju PertanianProduktif dan Ramah Lingkungan. PusatPenelitian dan Pengembangan Tanah danAgroklimat, Bogor.

    Isa, I. 2006. Strategi pengendalian alih fungsitanah pertanian. Prosiding Seminar Multi-fungsi dan Revitalisasi Pertanian. BalaiPenelitian Tanah, Bogor. hlm. 17.

    Kurnia, U., Sudirman, dan H. Kusnadi. 2005.Teknologi rehabilitasi dan reklamasi lahan.hlm. 147182. Dalam Teknologi Pengelola-an Lahan Kering: Menuju pertanian produktifdan ramah lingkungan. Pusat Penelitian danPengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

    Larson, W.E. and G.J. Osborne. 1982. Tillageaccomplishments and potential. In PredictingTillage Effects on Soil Physical Propertiesand Processes. ASA Special Publ. No. 44.

    Las, I., S. Purba, B. Sugiharto, dan A. Hamdani2000. Proyeksi kebutuhan dan pasokanpangan tahun 20002020. Pusat PenelitianTanah dan Agroklimat, Bogor.

    Mulyani, A., Hikmatullah, dan H. Subagyo. 2004.Karakteristik dan potensi tanah masam lahankering di Indonesia. hlm. 132. Dalam Prosi-ding Simposium Nasional PendayagunaanTanah Masam. Pusat Penelitian dan Pe-ngembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

    Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah danAgroklimat. 2001. Atlas Arahan Tata RuangPertanian Indonesia Skala 1:1.000.000.Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanahdan Agroklimat, Bogor. 37 hlm.

    Rachman, A., A. Dariah, dan E. Husen. 2004.Olah tanah konservasi. hlm. 189210. DalamTeknologi Konservasi Tanah pada LahanKering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pe-ngembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

    Santoso, D., I P.G. Wigena, Z. Eusof, and C.Xuhui. 1995. The Asian land managementof sloping lands network: Nutrient balance

    study on sloping land. p. 103108. In A.Maglinao and A. Sajjapongse (Eds.). Inter-national Workshop on Conservation Farmingfor Sloping Upland in South East Asia:Challenge, Opportunities, and Prospects.IBSRAM Proc. No. 14. Bangkok, Thailand.

    Santoso, D., J. Purnomo, I G.P. Wigena, dan E.Tuherkih. 2004. Teknologi konservasivegetatif. Olah tanah konservasi. hlm. 77108. Dalam Konservasi Tanah pada LahanKering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pe-ngembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

    Santoso, D. dan A. Sofyan. 2005. Pengelolaanhara tanaman pada lahan kering. hlm. 73100. Dalam Teknologi Pengelolaan LahanKering: Menuju pertanian produktif danramah lingkungan. Pusat Penelitian danPengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

    Siswomartono, D., A.N. Gintings, K. Sebayong,and S. Sukmana. 1990. Development of con-servation farming systems, Indonesia CountryReview. Regional Action Learning Programmeon the Development of Conservation FarmingSystems. Report of the Inaugural Workshop.Chiang Mai, 23 February-1 March 1990.ASOCON Report No. 2.

    Soepardi, H.G. 2001. Strategi usaha tani agri-bisnis berbasis sumber daya lahan. hlm. 3552. Prosiding Nasional Pengelolaan SumberDaya Lahan dan Pupuk Buku I. PusatPenelitian dan Pengembangan Tanah danAgroklimat, Bogor.

    Subagyono, K. 1996. Water Use Efficiency andAvailable Water Capacity for Irrigated Cornin Reclaimed Saline Soil. MSc. Thesis.International Training Center for Post-Graduate Soil Science, Faculty of Science,University of Gent, Belgium.

    Subagyono, K., U. Haryati, dan S.H. Talao'ohu.2004. Teknologi konservasi air pada pertani-an lahan kering. hlm. 151188. DalamKonservasi Tanah pada Lahan KeringBerlereng. Pusat Penelitian dan Pengem-bangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

    Subandi. 2007. Teknologi dan strategi pengem-bangan kedelai pada lahan kering masam.Iptek Tanaman Pangan 2(1): 1225.

    Sukmana, S. 1994. Budi daya lahan kering ditinjaudari konservasi tanah. hlm. 2539. DalamProsiding Penanganan Lahan Kering Margi-nal melalui Pola Usaha Tani Terpadu. Jambi,2 Juli 1994. Pusat Penelitian Tanah danAgroklimat, Bogor.

    Sukmana, S. 1995. Teknik konservasi tanahdalam penanggulangan degradasi tanahpertanian lahan kering. hlm. 2342. DalamProsiding Pertemuan Pembahasan danKomunikasi Hasil Penelitian Tanah danAgroklimat. Pusat Penelitian Tanah danAgroklimat, Bogor.

    Sumarno dan R. Hidayat. 2007. Perluasan arealpadi gogo sebagai pilihan untuk mendukungketahanan pangan nasional. Iptek TanamanPangan 2(1): 2640.

    Suriadikarta, D.A., T. Prihatini, D. Setyorini, danW. Hartatiek. 2002. Teknologi pengelolaanbahan organik tanah. hlm. 183238. DalamTeknologi Pengelolaan Lahan Kering MenujuPertanian Produktif dan Ramah Lingkungan.Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanahdan Agroklimat, Bogor.

    Sutono, S., U. Haryati, dan K. Subagyono. 2006.Optimalisasi irigasi tanaman cabai di lahankering. hlm. 339358. Dalam ProsidingSeminar Nasional Sumber Daya Lahan Per-tanian. Balai Besar Penelitian dan Pengem-bangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor,1415 September 2006.

    Suwardjo, H., A. Abdurachman, and S. Abujamin.1989. The use of crop residue mulch tominimize tillage frequency. PemberitaanPenelitian Tanah dan Pupuk 8: 3137.

    Wagger, M.G. and H.P. Denton. 1991. Consequ-ences of continuous and alternating tillageregimes on residue cover and grain yield in acorn-soybean rotation. In Agronomy Abs-tracts. Annual Meetings ASA, CSSA, andSSSA, Denver Colorado, 27 October1November 1991. 344 pp.