Bells Spalsy

48
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA BELL’S PALSY KIRI DENGAN MODALITAS ELECTRICAL STIMULATION DAN MASSAGE Karya Tulis ini Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menempuh Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi saat ini, diharapkan dapat mewujudkan pembangunan kesehatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi penduduk agar terwujud kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya pelayanan kesehatan masyarkat semula hanya berupa penyembuhan saja, secara berangsur-angsur berkembang sehingga mencakup upaya peningkatan (promotif), upaya pencegahan (preventif), upaya penyembuhan (kuratif) dan upaya pemulihan (rehabilitatif), yang bersifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan dengan melibatkan peran serta masyarakat ( Dep.Kes RI, 1999). Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan

Transcript of Bells Spalsy

Page 1: Bells Spalsy

PENATALAKSANAAN  FISIOTERAPI  PADA BELL’S PALSY

KIRI DENGAN MODALITAS ELECTRICAL STIMULATION DAN

MASSAGE

Karya Tulis ini Disusun Sebagai

Salah Satu Syarat Dalam Menempuh

Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi

BAB I

PENDAHULUAN

Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi saat ini,

diharapkan dapat mewujudkan pembangunan kesehatan dalam penyelenggaraan upaya

kesehatan untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi penduduk agar terwujud kesehatan

masyarakat yang optimal. Upaya pelayanan kesehatan masyarkat semula hanya berupa

penyembuhan saja, secara berangsur-angsur berkembang sehingga mencakup upaya

peningkatan (promotif), upaya pencegahan (preventif), upaya penyembuhan (kuratif) dan upaya

pemulihan (rehabilitatif), yang bersifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan dengan

melibatkan peran serta masyarakat ( Dep.Kes RI, 1999).

Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu atau

kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh

sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan

gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutik dan mekanis), pelatihan fungsi, dan komunikasi

(KEPMENKES RI, 2007)

Fisioterapi merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang mempunyai tugas

meningkatkan derajat kesehatan manusia dalam bidang kapasitas fisik dan kemampuan

fungsional, sudah seharusnya ikut serta dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan kesehatan

sesuai dengan bidangnya. Kebutuhan masyarakat terhadap fisioterapi akan meningkat

disebabkan selain kesadaran masyarakat dan penghargaan masyarakat terhadap kesehatan

meningkat, juga disebabkan terjadinya pergeseran pola penyakit. Pergeseran pola penyakit

tersebut antara lain berkurangnya penyakit infeksi, menurunnya angka kematian bayi,

Page 2: Bells Spalsy

meningkatnya penyakit degeneratif, meningkatnya angka kecelakaan kerja maupun lalu lintas,

penyakit – penyakit sistemik, dan penyakit – penyakit akibat kurang gerak. Pergeseran pola

penyakit yang demikian banyak berhubungan dengan kapasitas fisik dan kemampuan

fungsional manusia, sehingga fisioterapi akan sangat berperan di masa yang akan datang

(WCPT, 1999).

A. Latar Belakang Masalah

           Kecantikan dan ketampanan adalah idaman setiap manusia. Karena dengan kecantikan

dan ketampanan dapat meningkatkan rasa percaya diri. Banyak usaha untuk mencapai hal itu,

misalnya dengan cara perawatan, facial, dan operasi plastik. Walau harus mengeluarkan uang

yang cukup banyak mereka tidak masalah yang penting bisa mempercantik atau

mempertampan diri. Akhir-akhir  ini banyak orang terkena penyakit bell’s palsy. Bell’s palsy

adalah sebuah kelainan dan ganguan neurologi pada nervus cranialis VII (saraf facialis) di

daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Paralyse Bell ini hampir selalu

terjadi unilateral, namun demikian dalam jarak satu minggu atau lebih dapat terjadi paralysis

bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau kambuh, yang menyebabkaan kelemahan atau

paralisis, ketidaksimetrisan kekuatan/aktivitas muscular pada kedua sisi wajah (kanan dan kiri),

serta distorsi wajah yang khas. Hal ini sangat menyiksa diri karena membuat orang menjadi

kurang percaya diri. Wajah kelihatan tidak cantik karena  mulut mencong, mata tidak bisa

berkedip, mata berair, dll (Attaufiq,2011).

           Kata Bell’s Palsy itu sendiri diambil dari nama seorang dokter dari abad 19, Sir Charles

Bell, orang pertama yang menjelaskan kondisi ini dan menghubungkan dengan kelainan pada

saraf wajah.

           Prevalensi Bell’s Palsy di Indonesia, secara pasti sulit ditentukan. Data yang

dikumpulkan dari empat Rumah Sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s Palsy sebesar

19,55% dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21–50 tahun, peluang untuk

terjadinya pada wanita dan pria sama. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim panas

maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terkena udara

dingin atau angin berlebihan (Annsilva,2010).

           Untuk mengatasi hal itu dibutuhkan peran fisioterapi. Karena itu penulis tertarik untuk

mengangkat judul karya tulis ilmiah ”PENATALAKSANAAN  FISIOTERAPI PADA BELL’S

PALSY KIRI DENGAN MODALITAS ELECTRICAL  STIMULATION  DAN  MASSAGE”.

Page 3: Bells Spalsy

B. Rumusan Masalah

           Berdasarkan masalah yang timbul pada Bell’s Palsy Kiri maka penulis ingin mengetahai:

1.  Bagimanakah pemberian Electrical Stimulation dapat membantu meningkatkan kekuatan otot

dan mendidik otot secara individual pada wajah sebelah kiri ?

2.  Bagaimanakah pemberian massage dapat memelihara sifat fisiologis otot, Mengurangi rasa

kaku pada wajah, dan mencegah spasme pada sisi yang sehat ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai berikut :

1.  Tujuan Umum

Untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Diploma III di Akademi

Fisioterapi ”STIKES Widya Husada ” Semarang.

2.  Tujuan Khusus

Untuk menegetahui pengaruh Electrical Stimulation dan Massage terhadap permasalahan

dari pasien dengan kondisi Bell’s Palsy seperti kelemahan otot-otot wajah pada sisi kiri yang

mengakibatkan adanya keterbatasan fungsi yang melibatkan otot-otot wajah.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.   Kajian Teori

1.    Definisi

Bell’s palsy adalah suatu kelumpuhan facialis perifer akibat proses non supuratif, non

neoplasmatik, non degeneratif primer tetapi sangat dimungkinkan akibat dari adanya oedema

jinak pada bagian nervus facialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen

stilomastoideus, yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan (Sidharta,

1999).

Bell’s Palsy adalah suatu kelumpuhan akut nervus facialis perifer yang penyebabnya tidak

diketahui (idiopatik). Penyakit ini biasanya hanya mengenai satu sisi wajah (unilateral), tetapi

dapat pula mengenai kedua sisi wajah yang sehat dengan bilateral Bell’s Palsy ( Jimmi Sabirin,

1996).

Istilah Bell’s Palsy (kelumpuhan bell) biasanya digunakan untuk kelumpuhan nervus

facialis jenis perifer yang timbul secara akut, yang penyebabnya belum diketahui, tanpa adanya

kelainan neurologik lain. Pada sebagian besar penderita Bell’s Palsy kelumpuhannya akan

Page 4: Bells Spalsy

sembuh, namun pada beberapa diantara mereka kelumpuhannya sembuh dengan

meninggalkan gejala sisa (Lumbantobing, 2006).

Pada gambar dibawah terlihat penurunan wajah sebelah kiri :

Gambar 2.1

  Wajah dengan kondisi Bell’s Palsy (www.medicastore.com, 2010)

2.  Anatomi Fungsional

a)  Nervus Facialis

Nervus Facialis terdiri dari dua nucleus motoris di batang otak, yang terdiri dari:

(1)  Nucleus Motorik Superior yang bertugas menerima impuls dari gyrus presentralis kortek serebri

kedua belah sisi kanan-kiri dan mengirim serabut-serabut saraf ke otot-otot mimik di dahi dan

orbikularis occuli.

(2)  Nucleus Motoris Inferior yang bertugas menerima impuls hanya dari gyrus presentralis dari sisi

yang berlawanan dan mengirim serabut-serabut saraf ke otot-otot mimik bagian bawah dan

platisma (Chusid, 1983).

Serabut-serabut nervus facialis didalam batang otak berjalan melingkari nucleus nervus

abducens sehingga lesi di daerah ini juga diikuti dengan kelumpuhan nervus abducens. Setelah

keluar dari batang otak, nervus facialis berjalan bersama nervus intermedius yang bersifat

sensoris dan sekretorik. Selanjutnya berjalan berdekatan dengan nervus oktavus bersama-

sama masuk ke dalam canalis austikus internus dan berjalan ke arah lateral, masuk ke canalis

falopii (pars petrosa). Kemudian nervus facialis masuk ke dalam cavum timpani setelah

membentuk ganglion genikulatum. Di dalam cavum timpani nervus facialis membelok tajam ke

arah posterior dan horizontal (pars timpani). Saraf ini berjalan tepat di atas foramen ovale,

kemudian membelok tegak lurus ke bawah (genu eksternum) di dalam canalis falopii pars

Page 5: Bells Spalsy

mastoidea. Bagian saraf yang berada didalam canalis falopii pars timpani disebut nervus facialis

pars horizontalis, sedang yang berjalan didalam pars mastoidea disebut nervus facialis pars

vertikalis atau desenden. Saraf ini keluar dari tulang tengkorak melalui foramen

stylomastoideus. Setelah keluar dari foramen stylomastoideus, syaraf ini bercabang-cabang

dan berjalan di antara lobus superfisialis dan profundus glandula parotis dan berakhir pada otot-

otot mimik di wajah.

Dalam perjalanan nervus facialis memberikan cabang :

(1)  Dari ganglion genikulatum mengirimkan serabut saraf melalui  ganglion sfenopalatinum sebagai

saraf petrosus superfisialis mayor yang akan menuju glandula lakrimalis.

(2)  Cabang lain dari ganglion genikulatum adalah saraf petrosus superficialis minor yang melalui

ganglion otikum membawa serabut sekreto-motorik ke kelenjar parotis.

(3)  Dari nervus facialis pars vertikalis, memberikan cabang-cabang :

(a)  Saraf stapedius yang mensarafi m.stapedius. Kelumpuhan  saraf ini menyebabkan hiperakusis.

(b)  Saraf korda timpani yang menuju ⅔ lidah bagian depan dan berfungsi sensorik untuk perasaan

lidah (rasa asam, asin dan manis). Selain itu saraf korda timpani juga mempunyai serabut yang

bersifat sekreto-motorik yang menuju ke kelenjar liur submaksilaris dan sublingualis (Chusid,

1983)

    Perjalanan nervus facialis dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

:

Page 6: Bells Spalsy

Gambar 2.2

Perjalanan nervus facialis (Putz dan Pabst, 2006)

b)   Otot-otot wajah

        Otot-otot pada wajah berserta fungsinya masing-masing dapat dilihat pada tabel dibawah

ini :

                        Tabel 2.1

                        Otot-Otot Wajah Beserta Fungsinya

No Nama Otot Fungsi Persarafan

1 M.Frontalis Mengangkat alis N. Temporalis

2 M.Corrugator

supercili

Mendekatkan kedua

pangkal alis

N. Zigomatikum

dan

N.Temporalis

3 M.Procerus Mengerutkan kulit antara kedua alis

N. Zigomatikum,

N.Temporalis,

N. Buccal

4 M. Orbicularis Oculli Menutup kelopak mata N.Fasialis,

N.Temporalis, N.

Zigomatikus

5 M. Nasalis Mengembang

Kan cuping hidung

N. Fasialis

6 M. Depresor anguli

oris

Menarik ujung mulut ke

bawah

N. Fasialis

7 M. Zigomaticum

mayor dan M.

Zigomatikum minor

Tersenyum N. Fasialis

8 M. Orbicularis oris Bersiul N. Fasialis

N. Zigomatikum

9 M. Buccinator Meniup sambil menutup

mulut

N. Fasialis,

N. Zigomatikum,

N. Mandibular,

Page 7: Bells Spalsy

N. Buccal

10 M. Mentalis Mengangkat dagu N. Fasialis dan

N. Buccal

11 M. Platysma Meregangkan kulit leher N. Fasialis

        Sedangkan gambar otot-otot wajah dari depan dapat dilihat pada gambar 2. 3 dibawah ini:

           

          Gambar 2.3

           Otot – otot wajah dilihat dari anterior (Putz dan Pabst, 2006)

      Keterangan Gambar 2.3

1.    M.Frontalis                                          7. M. Zygomaticum mayor

2.    M.Corrugator supercili                        8. M.Zygomaticum minor

Page 8: Bells Spalsy

3.    M.Procerus                                         9. M.Orbicularis oris

4.    M.Orbicularis oculi                           10. M.Buccinator

5.    M.Nasalis                                         11. M.Mentalis

6.    M.Depresor anguli oris                    12. M.Platysma

Page 9: Bells Spalsy

3.  Etiologi

Menurut etiologi artinya ilmu tentang penyebab penyakit (Dachlan,2001). Ada beberapa teori yang

mengemukakan tentang penyebab Bell’s Palsy antara lain sebagai berikut:

a)  Teori Infeksi Virus Herpes Zoster

Salah satu penyebab munculnya Bell’s Palsy adalah karena adanya infeksi virus herpes zoster.

Herpes zoster hidup didalam jaringan saraf. Apabila radang herpes zoster ini menyerang ganglion

genikulatum, maka dapat melibatkan paralisis pada otot-otot wajah sesuai area persarafannya. Jenis

herpes zoster yang menyebabkan kelemahan pada otot-otot wajah ini sering dikenal dengan Sindroma

Ramsay-Hunt atau Bell’s Palsy (Duus Peter, 1996).

b)  Teori Iskemia Vaskuler

Menurut teori ini, terjadinya gangguan sirkulasi darah di kanalis falopii, secara tidak langsung

menimbulkan paralisis pada nervus facialis. Kerusakan yang ditimbulkan berasal dari tekanan saraf perifer

terutama berhubungan dengan oklusi dari pembuluh darah yang mengaliri saraf tersebut, bukan akibat dari

tekanan langsung pada sarafnya. Kemungkinan terdapat respon simpatis yang berlebihan sehingga terjadi

spasme arterioral atau statis vena pada bagian bawah dari canalis fasialis, sehingga menimbulkan oedema

sekunder yang selanjutnya menambah kompresi terhadap suplai darah, menambah iskemia dan

menjadikan parese nervus facialis (Esslen, 1970).

c)  Teori herediter

Teori herediter mengemukakan bahwa Bell’s Palsy yang disebabkan karena faktor herediter

berhubungan dengan kelainan anatomis pada canalis facialis yang bersifat menurun (Hamid, 1991).

d)  Pengaruh udara dingin

Udara dingin menyebabkan lapisan endotelium dari pembuluh darah leher atau telinga rusak, sehingga

terjadi proses transdusi (proses mengubah dari suatu bentuk kebentuk lain) dan mengakibatkan foramen

stilomastoideus bengkak. Nervus facialis yang melewati daerah tersebut terjepit sehingga rangsangan

yang dihantarkan terhambat yang menyebabkan otot-otot wajah mengalami kelemahan atau lumpuh.

4.  Patofisiologi

patologi berarti ilmu tentang penyakit, menyangkut penyebab dan sifat penyakit tersebut. Patologi

yang akan dibicarakan adalah mengenai pengaruh udara dingin yang menyebabkan Bell’s Palsy (Dachlan,

2001)

Udara dingin menyebabkan lapisan endotelium dari pembuluh darah leher atau telinga rusak,

sehingga terjadi proses transdusi dan mengakibatkan foramen stilomastoideus bengkak. Nervus facialis

yang melewati daerah tersebut terjepit sehingga rangsangan yang dihantarkan terhambat yang

menyebabkan oto-otot wajah mengalami kelemahan atau kelumpuhan.

5.    Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala motorik yang dijumpai pada pasien Bell’s Palsy adalah: adanya kelemahan otot

pada satu sisi wajah yang dapat dilihat saat pasien kesulitan melakukan gerakan-gerakan volunter seperti,

(saat gerakan aktif maupun pasif) tidak dapat mengangkat alis dan menutup mata, sudut mulut tertarik ke

sisi wajah yang sehat (mulut mencong), sulit mecucu atau bersiul, sulit mengembangkan cuping hidung,

dan otot-otot yang terkena yaitu m. frontalis, m. orbicularis oculi, m. orbicularis oris, m. zygomaticus dan m.

nasalis. Selain tanda-tanda motorik, terjadi gangguan pengecap rasa manis, asam dan asin pada ⅔ lidah

bagian anterior, sebagian pasien mengalami mati rasa atau merasakan tebal-tebal di wajahnya.

Tanda dan gejala klinis pada Bell’s Palsy menurut (Chusid ,1983) adalah:

a)    Lesi diluar foramen stilomastoideus: Muncul tanda dan gejala sebagai berikut : mulut tertarik ke sisi mulut

yang sehat, makanan terkumpul di antara gigi dan gusi, sensasi dalam pada wajah  menghilang, tidak ada

Page 10: Bells Spalsy

lipatan dahi dan apabila mata pada sisi lesi tidak tertutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar

terus-menerus.

b)    Lesi di canalis facialis dan mengenai nervus korda timpani: Tanda dan gejala sama seperti penjelasan

pada poin diatas, ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah ⅔ bagian anterior dan salivasi

di sisi lesi berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan terlibatnnya nervus

intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di daerah antara pons dan titik di mana korda timpani bergabung

dengan nervus facialis di canalis facialis.

c)    Lesi yang tinggi dalam canalis facialis dan mengenai muskulus stapedius: Tanda dan gejala seperti

penjelasan pada kedua poin diatas, ditambah dengan adanya hiperakusis (pendengaran yang sangat

tajam).

d)    Lesi yang mengenai ganglion genikuli: Tanda dan gejala seperti penjelasan pada ketiga poin diatas,

disertai dengan nyeri dibelakang dan didalam liang telinga dan dibelakang telinga.

e)    Lesi di meatus akustikus internus: Tanda dan Gejala sama seperti  kerusakan pada ganglion genikuli,

hanya saja disertai dengan timbulnya tuli sebagai akibat terlibatnya nervus vestibulocochlearis.

f)     Lesi di tempat keluarnya nervus facialis dari pons: Tanda dan gejala sama seperti di atas disertai tanda dan

gejala terlibatnya nervus trigeminus, nervus abducens, nervus vestibulococlearis, nervus accessorius dan

nervus hypoglossus.

6.  Komplikasi

komplikasi atau complication berarti penyakit yang timbul kemudian sebagai tambahan pada penyakit

yang sudah ada (Dachlan, 2001). Komplikasi yang muncul pada pasien Bell’s Palsy merupakan kumpulan

gejala sisa paska terjadinya kelemahan otot-otot wajah. Lumbantobing (2006) menjelaskan bahwa

beberapa di antara penderita Bell’s Palsy, kelumpuhannya sembuh dengan meninggalkan gejala sisa yang

berupa kontraktur, sinkenesis dan spasme spontan.

Kontraktur terlihat jelas saat otot wajah berkontraksi yang ditandai dengan lebih dalamnya lipatan

nasolabial dan alis mata lebih rendah dibandingkan sisi yang sehat. Sinkenesis (assosiated movement)

dapat terjadi karena kesalahan proses regenerasi sehingga menimbulkan gerakan otot wajah yang

berasosiasi dengan gerakan otot lain. Misalnya saat mata ditutup, sudut mulut ikut terangkat. Sedangkan

spasme spontan pada otot wajah terjadi bila pasien Bell’s Palsy mengalami penyembuhan yang inkomplit.

Otot-otot wajah bergerak secara spontan, tidak terkendali. Hal ini disebut juga tic fasialis.

Gejala sisa yang ditimbulkan paska serangan Bell’s Palsy yaitu sindroma air mata buaya (crocodile

tears syndrome) yang merupakan kesalahan regenerasi saraf salivarius menuju ke glandula lakrimalais.

Manifestasinya berupa keluarnya air mata pada sisi lesi saat pasien makan (Djamil, 2003).

7.  Prognosis dan Pengobatan

Prognosis berarti ramalan klinis mengenai kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi yang

berhubungan dengan penyakit, untuk timbul lagi atau mungkin berakhir sembuh (Dachlan, 2001).

Prognosis Bell’s Palsy kesembuhan akan terjadi dalam waktu 2 - 8 minggu untuk pasien yang muda dan

pasien yang lebih tua sampai 1-2 tahun. Menjaga agar muka tetap hangat dan selanjutnya hindarkan agar

tidak terbuka, terutama terhadap angin dan debu. Lindungi mata dengan kasa steril kalau perlu. Muka

dapat ditahan dengan mengaitkan pita atau kawat pada sudut mulut dan diikatkan sekitar telinga. Stimulasi

listrik sesudah hari keempat belas dapat dikerjakan untuk membantu mencegah atrofi otot. Lakukan

massage perlahan-lahan kearah atas pada otot-otot yang terkena selama 5-10 menit, dua-tiga kali sehari,

untuk menjaga tonus otot. Pemanasan dengan memakai lampu inframerah dapat mempercepat

penyembuhan. Pada sebagian besar kasus, akan terjadi kesembuhan lengkap atau partial. Kalau

kesembuhannya partial, dapat timbul kontraktur pada sisi yang lumpuh. Kambuhnya penyakit di sisi yang

lain kadang-kadang dilaporkan (Chusid, 1983).

Page 11: Bells Spalsy

B.   Deskripsi Problematika Fisioterapi

            Berdasarkan gambaran klinis di atas, maka dapat kita simpulkan problematik fisioterapi

pada kasus Bell’s Palsy adalah:

a)  Impairment

        Merupakan gangguan abnormalitas yang bersifat sementara atau menetap yang mengenai pada

sistem organ.

Keterbatasan fisik (impairment) yang dijumpai pada pasien dengan kondisi Bell’s Palsy kiri ini adalah:

(1) Adanya penurunan kekuatan otot-otot wajah sisi kiri, (2) Potensial terjadinya atrofi pada otot wajah sisi

kiri, (3) Potensial terjadinya spasme otot pada sisi wajah kanan (sehat) oleh karena kontraksi terus

menerus pada sisi yang sehat, (4) Potensial terjadinya kontraktur otot wajah sisi kanan.

b)  Fungsional limitation

        Adanya gangguan fungsi atau keterbatasan fungsi yang disebabkan oleh impairment yang

berhubungan dengan motorik.           

Adanya keterbatasan fungsi seperti mata kiri tidak bisa menutup rapat, berkumur dan minum

mengalami kebocoran, makanan cenderung mengumpul disisi kiri saat mengunyah oleh karena kelemahan

otot wajah pada sisi kiri.

C.    Teknologi Intervensi Fisioterapi

Modalitas yang dipilih untuk mengurangi problematika fisioterapi pada kasus Bell’s Palsy

karena pengaruh udara dingin Electrical Stimulation dan Massage.

1.    Electrical Stimulation dengan Arus Faradik

a)  Definisi

Arus faradik adalah arus listrik bolak-balik yang tidak simetris yang mempunyai durasi 0.01-1 ms

dengan frekuensi 50-100 cy/detik (Akademi Fisioterapi Surakarta, 1998).

b)  Fisika dasar arus faradik

Istilah faradik mula-mula digunakan untuk arus yang keluar dari faradik coil, suatu induction coil. Arus

ini merupakan bolak-balik yang tidak simetris. Tiap cycle terdiri dari dua fase yang tidak sama. Fase

pertama dengan intensitas rendah dan durasi panjang, sedang fase kedua intensitas tinggi dan durasi

pendek. Berfrekwensi sekitar 50 cycle/detik. Durasi fase kedua sekitar 1 milisecond (0,001 detik).

c)  Modifikasi

Arus faradik pada umumnya dimodifikasi dalam bentuk surged atau interupted (terputus-putus).

Bentuk surged faradik dapat diperoleh dari mesin-mesin modern. Pengontrol durasi surged sebaiknya

terpisah dengan pengontrol interval sehingga diperoleh kontraksi yang efektif dari masing-masing

penderita. Bentuk – bentuk surged juga bermacam-macam antara lain trapezoid, trianguler, saw tooth dan

sebagainya.

d)  Efek fisiologis

Efek fisiologis terhadap sensoris akan menimbulkan rasa tertusuk halus dan efek vasodilatasi

dangkal, sedangkan efek terhadap motorik adalah kontraksi tetanik yang akan lebih mudah menimbulkan

kontraksi. Arus faradik lebih enak bagi pasien karena durasinya pendek.

e)  Efek terapeutik

(1) Fasilitasi  kontraksi otot.

         Apabila otot mengalami kesulitan untuk mengadakan  kontraksi, stimulasi elektris dapat

membantunya terutama kontraksi otot yang terhambat oleh nyeri atau injury yang baru, dimana stimulasi

dapat memberikan fasilitas lewat mekanisme muscle spindel.

Page 12: Bells Spalsy

(2) Mendidik kembali kerja otot

         Stimulasi faradik diberikan untuk mendapatkan kontraksi dan membantu memperbaiki perasaan

gerak. Otot hanya mengenal gerak, sehingga stimulasi diberikan untuk menimbulkan gerakan yang normal.

Stimulasi ini merupakan permulaan latihan-latihan aktif.

(3) Melatih otot-otot yang paralysis

         Pada kasus saraf perifer, impuls dari otak tidak sampai pada otot yang disarafi. Akibatnya kontraksi

voluntari hilang. Apabila saraf belum mengalami degenerasi, stimulasi dengan arus faradik disebelah distal

kerusakan akan menimbulkan kontraksi. Dengan demikian stimulasi dengan arus faradik dapat digunakan

untuk melatih otot-otot yang paralisis.

(4) Penguatan dan hypertrofi otot-otot

         Untuk mendapatkan penguatan dan hypertrofi, otot perlu berkontraksi dalam jumlah yang cukup serta

beban (tahanan). Kelenturan-kelenturan tersebut harus dipenuhi bila stimulasi dimaksudkan untuk

penguatan. Apabila suatu otot sangat lemah berat dari bagian tubuh yang bergerak memberikan cukup

beban. Dalam hal ini stimulasi dapat meningkatkan kekuatan otot.

(5) Memperbaiki aliran darah dan lymfe

         Aliran darah dapat dipelancar oleh adanya pemompaan dari otot yang berkontraksi dan relaksasi.

Efek yang ditimbulkan akan diperoleh secara maksimal dengan menggunakan arus faradik.

(6) Mencegah dan melepaskan perlengketan jaringan

         Apabila terjadi offusi kedalam jaringan maka perlengketan jaringan akan mudah terjadi. Perlengketan

tersebut dapat dicegah dengan selalu mengerakan struktur-struktur didaerah tersebut. Jika latihan latihan-

latihan aktif tidak dimungkinkan, stimulation electrical dapat diberikan. Perlengketan yang telah terjadi

dapat dibebankan dan diulur dengan kontraksi otot (Akademi Fisioterapi Surakarta, 1998).

f)   Metode pelaksanaan arus faradik

(1) Stimulasi secara group

        Pada metode ini semua otot dari suatu group otot berkontraksi bersama. Satu elektrode dipasang

pada nerve trunk atau daerah origo, sedangkan satu lagi dipasang pada daerah motor point atau ujung dari

muscle belly. Semua otot dari grup otot berkontraksi bersama sehingga sangat efektif untuk mendidik otot

yang bekerja secara group.

(2) Stimulasi motor point

        Keuntungan menggunakan metode motor point adalah masing-masing otot berkontraksi sendiri-

sendiri dan kontraksinya optimal. Sedangkan kerugian metode ini ialah apabila otot yang dirangsang

banyak, maka sulit untuk mendapatkan jumlah kontraksi yang cukup untuk masing-masing otot.

        Berikut ini adalah letak motor point pada wajah :

Page 13: Bells Spalsy

            

Gambar 2. 4

          Motor point pada otot – otot wajah yang disarafi nervus facialis

(Gersh,1992)

                             Keterangan gambar:

1.  M. Frontalis                                7.  M. Orbicularis Oris

2.  M.Procerus                                8.  M. Corrugator Supercilli

3.  M. Orbicularis Oculi                   9.  M. Nasalis

4.  M. Zygomaticus Mayor            10.  M. Depresor Septi 

Page 14: Bells Spalsy

5.  N. Risorius                               11.  M. Mentalis

6.  M. Buc

2.    Massage

a)  Definisi

         Massage adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan  suatu manipulasi yang dilakukan

dengan tangan yang ditujukan pada jaringan lunak tubuh, untuk tujuan mendapatkan efek baik pada

jaringan saraf, otot, maupun sirkulasi (Gertrude, 1952).

b)  Teknik-teknik massage

         Ada beberapa teknik massage, seperti: stroking, effleurage, petrissage, kneading, finger kneading,

picking up, tapping, friction dan tapotemen (hacking, claping, beating, pounding). Pada kasus Bell’s Palsy

teknik massage yang diberikan yaitu stroking, effleurage, finger kneading dan tapping.             Stroking

atau gosokan ringan adalah manipulasi yang ringan dan halus dengan menggunakan seluruh permukaan

tangan satu atau permukaan kedua belah tangan dan arah gerakannya tidak tentu. Efek stroking adalah

penenangan dan mengurangi rasa nyeri. (Tappan, 1988)

         Effleurage adalah manipulasi gosokan dengan penekanan yang ringan dan halus dengan

menggunakan seluruh permukaan tangan, sebaiknya diberikan dari dagu ke atas ke pelipis dan dari tengah

dahi turun ke bawah menuju ke telinga. Ini harus dikerjakan secara gentle dan menimbulkan rangsangan

pada otot-otot wajah. Efek dari effleurage adalah membantu pertukaran zat-zat dengan mempercepat

peredaran darah dan limfe yang letaknya dangkal, menghambat proses peradangan.

         Finger kneading adalah pijatan yang dilakukan dengan jari-jari dengan cara memberikan tekanan dan

gerakan melingkar, diberikan ke seluruh otot wajah yang terkena lesi dengan arah gerakan menuju ke

telinga. Efek dari finger kneading adalah memperbaiki peredaran darah  dan memelihara tonus otot.

         Tapping adalah manipulasi yang diberikan dengan tepukan yang ritmis dengan kekuatan tertentu,

untuk daerah wajah dilakukan dengan ujung-ujung jari. Efek dari tapping adalah merangsang jaringan dan

otot untuk berkontraksi.

c)  Aplikasi massage

         Pemberian massage wajah pada kondisi Bell’s Palsy bertujuan untuk mencegah terjadinya

perlengketan jaringan dengan cara memberikan penguluran pada jaringan yang superfisial yakni otot-otot

wajah. Dengan pemberian massage wajah ini akan terjadi peningkatan vaskularisasi dengan mekanisme

pumping action pada vena sehingga memperlancar sirkulasi darah dan limfe. Efek rileksasi dapat dicapai

dan elastisitas otot dapat tetap terpelihara serta mencegah timbulnya perlengketan jaringan dan kontraktur

otot dapat dicegah  (Douglas, 1902)

         Massage dilakukan selama 5-10 menit, 2-3 kali sehari. Massage ini membantu mempertahankan

tonus otot wajah agar tidak kaku (Chusid 1983).

Gerakan massage dapat diamati dari gambar berikut ini :

Page 15: Bells Spalsy

                                                                                                                                                                                                                            

Page 16: Bells Spalsy

       

Gambar 2.5

         Arah gerakan Massage pada wajah (Maxwell,1987).

d)  Indikasi Massage

         Beberapa kondisi yang merupakan indikasi pemberian massage, antara lain: spasme otot, nyeri,

oedema, kasus-kasus perlengketan jaringan, kelemahan otot jaringan, dan kasus- kasus kontraktur.

e)  Kontra Indikasi Massage

         Masssage tidak selalu dapat diberikan pada semua kasus, ada beberapa kondisi yang merupakan

kontra indikasi pemberian massage, yaitu: darah yang mengalami infeksi, penyakit-penyakit dengan

ganguan sirkulasi, seperti: tromboplebitis, arteriosclerosis berat, adanya tumor ganas, daerah peradangan

akut, jerawat akut,sakit gigi, dan luka bakar.

D.   Rencana Pelaksanaan Fisioterapi

     Dalam memberikan pelayanan kepada pasien, fisioterapi seharusnya selalu memulai

dengan melaksanakan assesment yaitu di mulai dari pengkajian  data (anamnesis, pemeriksaan

Page 17: Bells Spalsy

fisik, pemeriksaan spesifik, dan lain-lain) kemudian dilanjutkan dengan tujuan terapi,

penatalaksanaan fisioterapi serta tindak lanjut dan evaluasi.

1.  Pengkajian Data

Dalam pengkajian fisioterapi, proses pemeriksaan untuk menentukan problematika pasien dimulai

dari anamnesa, pemeriksaan, dan dilanjutkan dengan menentukan diagnose fisioterapi.

Anamnesa merupakan suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan mengadakan Tanya

jawab kepada pasien secara langsung (auto anamnesis) ataupun dengan mengadakan Tanya jawab

kepada pasien secara langsung (hetero anamnesis) mengenai kondisi/ keadaan penyakit pasien. Dengan

melakukan anamnesis ini akan diperoleh informasi-informasi penting untuk membuat diagnosis. Anamnesis

dikelompokan menjadi dua yaitu anamnesis umum dan anamnesis khusus. Pada kasus ini berdasarkan

autoanamnesis pada tanggal 19 januari 2012 diperoleh informasi sebagai berikut :

(1)  Identitas pasien

           Data identitas pasien yang diperoleh berupa  nama, jenis kelamin, umur, agama,

pekerjaan, serta alamat pasien.

(2)  Keluhan utama

           Merupakan satu atau lebih keluhan atau gejala dominan yang mendorong penderita untuk

mencari pertolongan.

(3)  Riwayat penyakit sekarang

           Merupakan rincian keluhan dan menggambarkan proses terjadinya riwayat penyakit secara

kronologis dengan secara jelas dan lengkap. Yang isinya kapan mulai terjadinya, sifatnya seperti

apa, manifestasi lain yang menyertai, penyebab sakit, dan lain-lain.

(4)   Riwayat penyakit dahulu / penyerta

           Pertanyaan diarahkan pada penyakit-penyakit yang pernah dialami yang tidak

berkesinambungan dengan munculnya keluhan sekarang.

(5)  Riwayat pribadi

           Riwayat pribadi adalah hal-hal atau kegiatan sehari-hari yang dilakukan pasien

menyangkut hobi atau kebiasaan yang berkaitan dengan penyebab bell’s palsy.

(6)  Riwayat penyakit keluarga

           Riwayat keluarga adalah penyakit-penyakit yang bersifat menurun dari orang tua atau

keluarga yang lain (Heredo Familial), yang berhubungan dengan bell’s palsy.

           Anamnesis system ini dilakukan untuk mengidentifikasi masalah yang belum diungkapkan

penderita dan untuk melengkapi anamnesis yang belum tercakup diatas, antara lain: kepala dan

leher, Kardiovaskuler, Respirasi, Gastrointestinal, Urogenitalis, Muskuloskeletal, Nervorum.

        Pemeriksaan yang dilakukan dibagi menjadi dua, antara lain:

(1)  Pemeriksaan fisik

(a) Tanda – tanda Vital

Pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh data sebagai berikut: (1) tekanan darah, (2) denyut

nadi, (3) pernafasan: (4) temperatur, (5) tinggi badan,  (6) berat badan.

(b) Inspeksi

Page 18: Bells Spalsy

Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat dan mengamati. Ada dua macam yaitu

inspeksi statis dan inspeksi dinamis. Inspeksi statis adalah inspeksi dimana pasien dalam

keadaan diam, sedangkan inspeksi dinamis adalah inspeksi dimana pasien dalam keadaan

bergerak.

(c) Palpasi

Palpasi adalah pemeriksaan dengan cara meraba, menekan dan memegang bagian tubuh

pasien yang akan diperiksa atau yang dikeluhkan pasien.

(d) Perkusi dan Auskultasi

Perkusi adalah cara pemeriksaan dengan jalan mengetuk/vibrasi, seperti mengetuk untuk

mengetahui keadaan suatu rongga pada bagian tubuh tertentu. dan Auskultasi adalah cara

pemeriksaan dengan menggunakan indera pendengaran, biasanya menggunakan alat bantu

stetoskop untuk mengetahui Ronki,denyut jantung,

(e) Pemeriksaan gerak

Meliputi pemeriksaan gerak aktif, pasif, isometrik melawan tahanan.  Pada pemeriksaan

gerak aktif yang diperiksa adalah sisi yang lemah, meliputi kemampuan mengerutkan dahi,

bersiul, tersenyum dan menutup mata. Pada pemeriksaan gerak pasif yang diperiksa adalah sisi

wajah yang sakit, yaitu menutup mata, mengerutkan dahi dan tersenyum. Pada pemeriksaan

gerak pasif yang dilakukan pada sisi yang lesi atau kanan gerakan mengerutkan dahi,

mendekatkan kedua alis, mencucu,bersiul, menutup mata, mengkerutkan hidung ke atas, dan

tersenyum.

(f)  Kemampuan fungsional dan lingkungan Aktivitas

Kemampuan fungsional yaitu kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Sedangkan lingkungan aktivitas adalah keadaan lingkungan sekitar yang berhubungan dengan

kondisi pasien. Pemeriksaan kognitif, intrapersonal dan interpersonal.

Kognitif merupakan pengetahuan seseorang atau perilaku manusia yang dikaitkan dengan

susunan saraf otak. Kognitif meliputi komponen atensi, konsentrasi, memori pemecahan masalah,

pengambilan sikap dan perilaku, orientasi ruang dan waktu.

Intrapersonal adalah kemampuan pasien dalam memahami keadaan dirinya, motivasi dirinya.

interpersonal adalah kemampuan bagaimana berhubungan dengan orang lain disekitarnya.

(2)   Pemeriksaan spesifik

Selain pemeriksaan gerak diperlukan juga diperlukan pemeriksaan spesifik untuk lebih memperjelas

permasalahan yang dihadapi.

Untuk kasus ini pemeriksaan spesifik yang dilaksanakan berupa : Tanda bell, skala “Ugo Fisch” dan

penilaian kekuatan otot wajah dengan menggunakan skala “Daniel’s and Worthingham Manual Muscle

Testing”.

(a)  Tanda Bell’s

Tanda bell yang terlihat pada pasien yaitu saat mengkerutkan dahi, lipatan kulit dahi hanya terlihat

pada sisi lesi, dan saat memejamkan mata, bola mata masih terlihat sedikit pada sisi yang sehat.

(b)  Ugo Fisch scale

Page 19: Bells Spalsy

Ugo Fisch scale bertujuan untuk pemeriksaan fungsi motorik dan mengevaluasi kemajuan motorik otot

wajah pada penderita bell’s palsy. Penilaian dilakukan pada  5 posisi, yaitu saat istirahat, mengerutkan

dahi, menutup mata, tersenyum, dan bersiul. Pada tersebut dinilai simetris atau tidaknya antara sisi sakit

dengan sisi yang sehat. (Lumbantobing 2006)

Ada 4 penilaian dalam % untuk posisi tersebut antara lain :

a)    0 % (zero)  : Asimetris Komplit, tidak ada   gerakan                                   volunter sama sekali.

b)   30 % (poor):  Simetris ringan, kesembuhan                         cenderung ke asimetris, ada gerakan        volunter.

c)   70 % (fair)   : Simetris sedang, kesembuhan cenderung                                                       

normal.

d)   100 % (normal)   : Simetris komplit (normal).

Angka prosentase masing-masing posisi harus dirubah menjadi score dengan kriteria sebagai berikut :

1)   Saat istirahat                         : 20 point

2)   Mengerutkan dahi                : 10 point

3)   Menutup mata                      : 30 point

4)   Tersenyum                           : 30 point

5)   Bersiul                                   : 10 point

Pada keadaan normal untuk jumlah kelima posisi wajah adalah 100 point. Hasil penilaian itu diperoleh

dari penilaian angka prosentase dikalikan dengan masing-masing point. Nilai akhirnya adalah jumlah dari 5

aspek penilaian tersebut.

(c)  Manual Muscle Testing (MMT) otot-otot wajah

               Untuk menilai kekuatan otot fasialis yang mengalami paralisis digunakan skala Daniel and

Worthinghom’s Manual Muscle Testing, Yaitu :

a)  Nilai 0 (zero)             : Tidak ada kontraksi yang tampak

b)  Nilai 1 (trace)             : Kontraksi minimal

c)  Nilai 3 (fair)                : Kontraksi sampai dengan simetris                                                      sisi  normal

dengan maksimal

d)  Nilai 5 (normal )         : Kontraksi penuh, terkontrol dan                                              simetris.

BAB III

LAPORAN STATUS KLINIS

 I.    KETERANGAN UMUM PASIEN

Nama                     : J. S

Umur                      : 32 tahun

Jenis kelamin         : Laki - laki

Agama                    : Islam

Pekerjaan               : Guru SD

Alamat                    : Candi Prambanan Barat Rt 13/06 Semarang

II.    DATA – DATA MEDIS RUMAH SAKIT

A.  DIAGNOSIS MEDIS : Bell’s Palsy sinistra

Diagnosa klinis          : kelemahan otot wajah kiri

Diagnosa topis          : wajah kiri

Page 20: Bells Spalsy

Diagnosa etiologi      : Idiopatic

B.  CATATAN KLINIS : Tanggal 12 Januari 2012

Tanggal 12 Januari 2012 pasien mengeluh wajahnya merot ke kanan dan mata kiri tidak

bisa menutup rapat, lalu pasien periksa ke RSUP Dr.Kariadi. Dari dokter saraf kemudian pasien

dirujuk ke Poliklinik fisioterapi RSUP Dr.Kariadi Semarang.

C.  TERAPI UMUM ( GENERAL TREATMENT )

1.      Dokter :

Medika Mentosa ( Prednison, Nonflet, Dultik. Neutabe)

2.      Rehabilitasi Medik :

Fisioterapi :Massage, dan electrical stimulation

D.  RUJUKAN FISIOTERAPI DARI DOKTER

Mohon untuk dilakukan tindakan Fisioterapi pada pasien atas nama Tn. Johan Setiadi

dengan diagnosa Bell’s Palsy Sinistra.

III.    SEGI FISIOTERAPI

Tanggal : 19 Januari 2012

A.  ANAMNESIS ( AUTO)

1.  KELUHAN UTAMA :

Wajah sebelah kiri  terasa lemas dan merot ke sisi kanan.

2.  RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :

Kurang lebih  1 bulan yang lalu, pasien sering tidur pada larut malam saat bangun tidur

pasien mengeluh wajah sebelah kiri terasa lemas. Kemudian pasien datang ke RSUP Dr,Kariadi

untuk memeriksakan dirinya ke dokter saraf poli garuda setelah dilakukan pemeriksaan pasien

dirujuk ke Rehabilitasi medik untuk diberikan tindakan Fisioterapi lebih lanjut dengan kondisi

wajah sebelah kiri lemas dan merot ke kanan.

3.  RIWAYAT  PENYAKIT DAHULU :

Trauma Capitis (-), Sakit Gigi (-)

4.  RIWAYAT PENYAKIT PENYERTA

Hipertensi (-), DM (-), Stroke (-),

5.  RIWAYAT PRIBADI (KETERANGAN UMUM PENDERITA) :

Pasien adalah seorang guru SD Donorejo, pasien sendiri mempunyai hobby tenis meja,

baca buku, dan mempunyai kebiasaan tidur pada larut malam, pasien mempunyai 1 orang istri

dan 1 orang anak.

6.  RIWAYAT KELUARGA :

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit seperti ini sebelumnya.

7.  ANAMNESIS SISTEM :

a)  Kepala & leher :

Tidak ada keluhan pusing dan leher tidak terasa kaku.

b)  Kardiovaskuler :

Tidak ada keluhan nyeri dada dan jantung berdebar-debar

c)  Respirasi :

Tidak ada keluhan sesak napas dan batuk

Page 21: Bells Spalsy

d)  Gastrointestinalis :

Tidak ada keluhan mual, muntah dan BAB terkontrol

e)  Urogenitalis :

BAK terkontrol.

f)  Muskuloskeletal :

Kesulitan menggerakkan mimik wajah sisi kiri.

g)  Nervorum :

Rasa tebal dirasakan pada wajah sisi kiri dan tidak ada rasa nyeri di belakang telinga maupun sekitarnya.

B.  PEMERIKSAAN → Dilakukan Tgl 19 Januari 2012

1.   PEMERIKSAAN FISIK

a)  TANDA – TANDA VITAL :

(1)Tekanan Darah       : 110/80 mmHg

(2)Denyut Nadi            : 73 x/menit

(3)Pernafasan             : 24 x/menit

(4)Temperatur             : 36 °C

(5)Tinggi Badan           : 164 cm

(6)Berat Badan            : 59 kg

b)  INSPEKSI:

     Statis

(1) Wajah tampak asimetris

(2) Mulut merot ke kanan

(3) Mata sebelah kiri berair

(4)  Alis pada sisi yang lesi atau kiri lebih rendah dari pada yang  kanan.

     Dinamis

(1)  Saat mengangkat alis, kerutan dahinya hanya terlihat pada sisi  yang sehat

(2)  Saat menutup mata sisi yang sakit belum dapat menutup dengan sempurna dan terlihat

pergerakan bola matanya.

(3)  Saat bersiul dan tersenyum wajah kiri belum bisa simetris atau masih mencong ke kanan. 

c)  PALPASI :

(1) Suhu wajah antara sisi kanan dan kiri teraba sama

(2)   Pada sisi yang lesi atau kiri terasa lebih kendor dari pada yang kanan.

(3)   Ada spasme pada otot-otot wajah yang sebelah kanan.

d)  PERKUSI :

   Tidak dilakukan karena masih dalam batas normal

e)  AUSKULTASI:

   Tidak dilakukan karena masih dalam batas normal

f)   GERAKAN DASAR

(1) Gerak Aktif :

(a)    Menutup mata sebelah kiri masih belum rapat

(b)    Bersiul belum maksimal

Page 22: Bells Spalsy

(c)    Saat tersenyum bibir atau sudut bibir berdeviasi ke sisi kanan

(d)    Mengerutkan dahi tidak maksimal

(2) Gerak Pasif :

Dapat dilakukan dan elastisitas otot masih bagus.

(3) Gerak Isometrik Melawan Tahanan :

Tidak dilakukan

g)  KOGNITIF, INTRA PERSONAL & INTER PERSONAL :

Kognitif           : Pasien tidak mengalami gangguan atensi dan  memori jangka  panjang dan pendek pasien baik.

Intra personal  : Pasien mempunyai motivasi untuk sembuh

Inter personal : Pasien mampu berkomunikasi dan bekerja sama    dengan  dokter dan fisioterapi

dengan baik.

h)  KEMAMPUAN FUNGSIONAL & LINGKUNGAN AKTIVITAS :

(1) Kemampuan Fungsional Dasar :

(a)    Pasien belum mampu mengerutkan dahi

(b)    Pasien belum mampu mengangkat alis secara simetris antara sisi kiri dengan sisi kanan.

(c)    Pasien belum mampu menutup mata dengan sempurna

(d)    Pasien belum mampu bersiul, meniup belum simetris

(e)    Ketika berkumur masih boco ke sisi kanan.

(2) Aktivitas Fungsional :

(a)  Pasien masih dapat membedakan bermacam-macam rasa seperti (manis, pahit, asin, asam)

(b)  Saat makan masih kesulitan, terutama saat mengunyah makanan masih mengumpul di sisi yang

lesi

(c)  Saat minum dan berkumur masih bocor

(d)  Belum mampu bersiul

(e)  Mata kiri tidak mampu menutup mata rapat.

(3) Lingkungan Aktivitas :

(a)  Lingkungan Rumah Sakit sangat mendukung program terapi dan latihan untuk pasien.

(b)  Lingkungan rumah pun juga sangat mendukung untuk proses penyembuhan.

2.    PEMERIKSAAN SPESIFIK (FT C) tanggal, 19 Januari 2012

a)    Tanda Bell’s Palsy (+)

b)    Ugo Fisch Scale

Tabel 3.1

Pemeriksaan Ugo Fisch Scale

Posisi Wajah Hasil

Saat diam atau istirahat 20 x 0%   = 0

Mengerutkan dahi 10 x 30% = 3

Menutup mata 30 x 70% = 21

Tersenyum 30 x 30% = 9

Page 23: Bells Spalsy

Mecucu 10 x 30% = 3

                 Jumlah 36 point

Keterangan :

Derajad I   : Normal                                                    100 point

Derajad II  : Kelumpuhan ringan                           75 – 99 point

Derajad III : Kelumpuhan sedang                         50 – 75 point

Derajad IV : Kelumpuhan sedang berat               25 – 50 point

Derajad V : Kelumpuhan berat                             1 – 25 point

Derajad VI : Kelumpuhan total                                       0 point

c)    MMT otot-otot wajah skala Daniel and Worthinghom’s    Manual            Muscle Testing.

Tabel 3.2

Pemeriksaan MMT Otot – otot wajah Sinistra

No Nama Otot Nilai

1 M.Frontalis 1

2 M.Corrugator supercili 1

3 M.Procerus 1

4 M. Orbicularis Oculli 3

5 M. Nasalis 1

6 M. Depresor anguli oris 1

7 M. Zigomaticum mayor dan

M. Zigomatikum minor

1

8 M. Orbicularis oris 1

9 M. Buccinator 1

10 M. Mentalis 1

11 M. Platysma 1

             

C.  DIAGNOSIS FISIOTERAPI

1.    Impairment

a)      Adanya penurunan kekuatan otot-otot wajah sisi kiri

b)      Potensial terjadinya atrofi pada otot wajah sisi kiri

c)      Potensial terjadinya spasme otot pada sisi wajah kanan (sehat) oleh karena kontraksi terus

menerus pada sisi yang sehat

d)      Potensial terjadinya kontraktur otot wajah sisi kanan.

2.    Fungsional Limitation

Page 24: Bells Spalsy

Adanya keterbatasan fungsi seperti mata kiri tidak bisa menutup rapat, berkumur dan

minum mengalami kebocoran, makanan cenderung mengumpul disisi kiri saat mengunyah oleh

karena kelemahan otot wajah pada sisi kiri.

D.  PROGRAM / RENCANA FISIOTERAPI

1.   Tujuan :

Jangka Pendek

a)    Meningkatkan kekuatan otot

b)    Mencegah potensial terjadinya atrofi otot sisi kiri

c)    Mencegah potensial terjadinya spasme otot pada sisi wajah kanan oleh karena kontraksi terus

menerus pada sisi wajah kanan

d)    Mencegah potensial terjadinya kontraktur otot wajah sisi kanan

Jangka Panjang

a)      Melanjutkan tujuan jangka pendek

b)      Meningkatkan aktifitas fungsional semaksimal mungkin seperti makan agar tidak mengumpul pada

sisi yang lesi, minum/ berkumur agar tidak bocor serta meningkatkan kepercayadirian pasien.

2.   Tindakan Fisioterapi

a)  Teknologi Fisioterapi :

(1)  Teknologi Alternatif :

(a)    IR (Infra Red)                            

(b)    SWD (Short Wave Diathermy)

(c)    MWD (Micro Wave Diathermy)

(d)    US (Ultra Sound), Massage, ES (Electricel Stimulation)

(2)  Teknologi Yang Dilaksanakan :

(a)    Massage Wajah

            Massage diberikan dengan tujuan memberikan penguluran pada otot-otot wajah yang letaknya

superfisial sehingga perlengketan jaringan dapat dicegah, selain itu memberikan efek rileksasi dan

mengurangi rasa kaku pada wajah. Stroking memiliki efek penenangan dan dapat mengurangi nyeri,

Efflurage dapat membantu pertukaran zat-zat dan melancarkan metabolisme dengan mempercepat

peredaran darah, Finger Kneading berfungsi untuk memperbaiki peredaran darah dan memelihara tonus

otot. Sedangkan tapping dengan ujung jari dapat merangsang jaringan otot untuk berkontraksi. Dengan

massage tersebut maka efek relaksasi dapat dicapai dan elastisitas otot tetap terjaga dan potensial

timbulnya perlengketan jaringan pada kondisi Bell’s Palsy ini dapat dicegah.

(b)    Electrical Stimulation (ES) arus Faradik

            Electrical Stimulation arus Faradik yang diberikan dapat menimbulkan kontraksi otot dan membantu

memperbaiki perasaan gerak sehingga diperoleh gerak  yang normal serta bertujuan untuk mencegah/

memperlambat terjadinya atrofi otot. Pada kasus Bell’s Palsy ini rangsangan gerak dari otak tidak dapat

disampaikan kepada otot-otot wajah yang disyarafi. Akibatnya kontraksi otot secara volunter hilang

sehingga diperlukan bantuan dari rangsangan arus faradik untuk menimbulkan kontraksi otot. Rangsangan

arus faradik yang dilakukan berulang- ulang dapat melatih kembali otot- otot yang lemah untuk melakukan

gerakan sehingga dapat meningkatkan kemampuan kontraksi otot sesuai fungsinya.

b)  Edukasi

Page 25: Bells Spalsy

(1)    pasien disarankan menghindarkan wajahnya dari paparan udara dingin secara langsung seperti :

jangan tidur dilantai tanpa menggunakan alas dan bantal, jangan menggunakan kipas angin yang

secara langsung dihadapkan dimuka.

(2)    Pasien disarankan melindungi matanya dari terpaan debu dan angin secara langsung untuk

menghindari terjadinya iritasi.

(3)    Pasien dianjurkan untuk menutup wajah saat mengendarai sepeda motor dengan Helm full face

dengan kaca mata diberikan tertutup.

(4)    Pasien diajarkan untuk melatih gerakan-gerakan didepan kaca seperti : mengangkat alis dan

mengerutkan dahi keatas, menutup mata,tersenyum, bersiul, menutup mulut dengan rapat,

mengangkat sudut bibir ke atas dan memperlihatkan gigi-gigi, mengembangkempiskan cuping

hidung, mengucapkan kata-kata labil a,i,u,e,o dengan dosis minimal 4x sehari selama 5-10 menit.

3.   Rencana Evaluasi

a)  Kemampuan fungsional dasar dengan ugo fish scale

b)  Kekuatan otot dengan MMT

E.  PROGNOSIS

Quo ad Vitam                          : Baik

Quo ad Sanam                        : Baik

Quo ad Fungsionam               : Sedang

Quo ad Cosmeticam               : Sedang

F.  PELAKSANAAN FISIOTERAPI

1.   Tanggal 19 Januari 2012

Pelaksanaan Ft dengan Massage

a) Persiapan alat

Menyiapkan media pelicin, bedak dan tisu untuk membersihkannya.

              b) Persiapan pasien

Posisi pasien tidur terlentang senyaman mungkin. Area terapi yang hendak dimassage dalam

keadaan bersih. Sebelum massage dilakukan, berikan penjelasan mengenai terapi yang akan

dilakukan

              c) Pelaksanaan terapi

Terapis berada di sebelah atas wajah pasien. Massage diberikan pada wajah yang lesi.

Sebelumnya tuangkan media pelicin ditangan terapis. Kemudian usapkan pada wajah pasien

dengan gerakan stroking dengan menggunakan seluruh permukaan tangan satu atau permukaan

kedua belah tangan dan arah gerakannya tidak tentu. Lakukan gerakan efflurage secara gentle,

gerakan dari dagu kearah pelipis dan dari tengah dahi turun ke bawah menuju ke telinga.

Dilanjutkan dengan finger kneading dengan jari-jari dengan cara memberikan tekanan dan

gerakan melingkar, diberikan ke seluruh otot wajah yang terkena lesi dari dagu, pipi, pelipis dan

tengah dahi menuju ke telinga. Kemudian lakukan tapping dengan jari-jari dari tengah dahi menuju

ke arah telinga, dari dekat mata menuju ke arah telinga, dari hidung ke arah telinga, dari sudut

bibir ke arah telinga dan dari dagu menuju kearah telinga. Khusus pada bibir, lakukan stretching

kearah yang lesi.

Gerakan massage dilakukan dengan pengulangan 15x / menit dan dilakukan selama kurang

lebih 5-10 menit. (Chusid 1983)

Page 26: Bells Spalsy

2.   Tanggal 21 Januari 2012

Pelaksanaan FT dengan Electrical Stimulation Arus Faradik

a)  Persiapan alat

Menyiapkanan alat, cek kabel, siapkan elektroda. Cek elektroda dengan membasahi kedua

elektroda yang akan dipakai dan sentuhkan pada kulit terapis dengan cara menjepitkan elektroda

diantara kedua jari tangan. Kemudian hidupkan mesin dan naikkan intensitas perlahan-lahan. Bila

ada rasa tusuk-tusuk halus, maka arus keluar dan alat dapat

digunakan.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                      

b)  Persiapan pasien

Posisi pasien tidur terlentang dengan nyaman. Area terapi yang hendak diberikan stimulasi

bebas dari pakaian dan dalam keadaan bersih. Sebelum terapi dimulai dilakukan tes sensibilitas

rasa tusuk tajam dan tumpul. Berikan penjelasan pada pasien mengenai rasa yang ditumbulkan

dari arus faradik yaitu rasa tusuk-tusuk halus.

c)  Pelaksanaan terapi

Mesin masih dalam posisi off dan tombol intensitas dalam posisi nol. Letakkan elektroda

pasif pada cervical 7, sedangkan aktif elektroda pada motor poin otot wajah kiri. Stimulasi

diberikan pada wajah kiri/ wajah yang lesi. Hidupkan alat dan naikkan intensitas sesuai toleransi

pasien. Masing-masing motor point memerlukan 30 kali kontraksi. Pada fase pertama lakukan

terlebih dahulu 15 kontraksi pada satu titik motor point. Kemudian berikan waktu istirahat pada

otot yang baru saja distimulasi. Selama waktu istirahat tersebut lakukan stimulasi pada otot lain.

Setelah seluruh titik motor point selesai distimulasi, lakukan fase kedua dengan mengulangi

stimulasi dari awal untuk menyelesaikan 15 kontraksi yang belum dilakukan. Untuk mengakhiri

stimulasi turunkan dahulu intensitas arusnya. Kemudian lepaskan elektroda dari kulit pasien dan

matikan alat.

3.   Tanggal 24 Januari 2012

Penatalaksanan sama dengan tanggl 21 Januari 2012, tetapi kontraksi     masing-masing motor

point dikurangi dari 30 kontraksi menjadi 20 kontraksi.

4.   Tanggal 26 Januari 2012

Penatalaksanan sama dengan tanggal 24 Januari 2012

G. EVALUASI

1.   Evaluasi Ugo Fisch Scale

Tabel 3.4

Evaluasi Ugo Fisch Scale

Posisi

Wajah

T1

(19.01.12)

T2

(21.0112)

T3

(24.3.12)

T4 

(26.01.12)

Istirahat/ 20 x 0% = 20 x 0% = 20 x 0% = 0 20x30%=6

Page 27: Bells Spalsy

Diam 0 0

Mengerutka

n dahi

10x30%=3 10x30%=3 10x30%=3 10x30%=3

Menutup

mata

30x70%=2

1

30x70%=2

1

30x100%=3

0

30x100%=3

0

Tersenyum 30x30%=9 30x30%=9 30x30%=9 30x30%=9

Bersiul/

Mecucu

10x30%=3 10x30%=3 10x30%=3 10x30%=3

Jumlah 36poin 36 poin 45poin 51poin

2.   Evaluasi Kekuatan otot wajah dengan MMT

Tabel 3.5

Evaluasi Kekuatan otot wajah dengan MMT

No Nama Otot T1 T2 T3 T4

1 M.Frontalis 1 1 3 3

2 M.Corrugator supercili 1 1 3 3

3 M.Procerus 1 1 3 3

4 M. Orbicularis Oculli 3 3 5 5

5 M. Nasalis 1 1 3 3

6 M. Depresor anguli oris 1 1 3 3

7 M. Zigomaticum mayor dan M.

Zigomatikum minor

1 1 3 3

8 M. Orbicularis oris 1 1 3 3

9 M. Buccinator 1 1 3 3

10 M. Mentalis 1 1 3 3

11 M. Platysma 1 1 3 3

H.  HASIL TERAPI TERAKHIR

         Sesudah dilakukan terapi dengan infra merah dan elektrikel stimulasi selama 4x terapi pada

pasien atas nama Tn. J.S 32 tahun dengan diagnosa Bell’s Palsy Kiri didapatkan hasil :

1.   Nilai Ugo Fisch meningkat dibuktikan dengan pemeriksaan dan evaluasi menggunakan Ugo Fisch

Scale.

2.   Kekuatan otot meningkat dibuktikan dengan pemeriksaan dan evaluasi menggunakan MMT pada

otot-otot wajah.

3.   Rasa tebal-tebal pada wajah sisi kiri mulai berkurang.

4.   Bibir yang merot sudah berkurang tapi expresi wajah masih asimetris.

Page 28: Bells Spalsy

BAB IV

PENUTUP

A.   Pembahasan

                        Pasien Bell’s palsy pada awalnya merasakan ada kelainan pada mulut yang tampak

mencong ke satu sisi, salah satu kelopak mata tidak dapat dipejamkan, mulut tidak dapat mencucu, apabila

berkumur atau  minum maka air akan tumpah melalui salah satu sisi mulut yang lesi. Keadaan tersebut

disebabkan adanya paralisis otot- otot wajah pada sisi yang sakit. Kondisi ini merupakan permasalahan

yang dialami pasien sehingga peran fisioterapis diperlukan untuk mengatasi permasalahan tersebut

dengan meningkatkan kekuatan dan kemampuan fungsional otot- otot wajah serta mencegah komplikasi

lebih lanjut

                        Pada bab ini yang akan dibahas mengenai hasil evaluasi terapi dari awal hingga terapi

keempat yaitu tanggal 19, 21, 24, 26, Januari 2012 yang dilakukan pada pasien Bell’s Palsy kiri karena

pengaruh udara dingin. Pada Karya Tulis Ilmiah ini terapis menggunakan modalitas Electrical Stimulation

arus Faradik dan Massage. Penjelasan tentang pengaruh dari penggunaannya adalah sebagai berikut :

                        Electrical Stimulation arus Faradik yang diberikan dapat menimbulkan kontraksi otot dan

membantu memperbaiki perasaan gerak sehingga diperoleh gerak  yang normal serta bertujuan untuk

mencegah/ memperlambat terjadinya atrofi otot. Pada kasus Bell’s Palsy ini rangsangan gerak dari otak

tidak dapat disampaikan kepada otot-otot wajah yang disyarafi. Akibatnya kontraksi otot secara volunter

hilang sehingga diperlukan bantuan dari rangsangan arus faradik untuk menimbulkan kontraksi otot.

Rangsangan arus faradik yang dilakukan berulang- ulang dapat melatih kembali otot- otot yang lemah

untuk melakukan gerakan sehingga dapat meningkatkan kemampuan kontraksi otot sesuai fungsinya.

                        Massage diberikan dengan tujuan memberikan penguluran pada otot-otot wajah yang

letaknya superfisial sehingga perlengketan jaringan dapat dicegah, selain itu memberikan efek rileksasi

dan mengurangi rasa kaku pada wajah. Stroking memiliki efek penenangan dan dapat mengurangi nyeri,

Efflurage dapat membantu pertukaran zat-zat dan melancarkan metabolisme dengan mempercepat

peredaran darah, Finger Kneading berfungsi untuk memperbaiki peredaran darah dan memelihara tonus

otot. Sedangkan tapping dengan ujung jari dapat merangsang jaringan otot untuk berkontraksi. Dengan

massage tersebut maka efek relaksasi dapat dicapai dan elastisitas otot tetap terjaga dan potensial

timbulnya perlengketan jaringan pada kondisi Bell’s Palsy ini dapat dicegah.

B.   Kesimpulan

        Dari uraian tersebut diatas diketahui akan adanya kemajuan yang sangat signifikan dalam proses

penyembuhan dibandingkan sebelum dilakukan tindakan fisioterapi, yaitu pada T1.  Kemajuan tersebut

selain dari keinginan dan semangat pasien untuk sembuh serta didukung oleh modalitas fisioterapi yang

diberikan yaitu berupa Electrical Stimulatin arus Faradik, Massage serta didukung dengan latihan-latihan

untuk home program. Diperoleh hasil: (1) Nilai Ugo Fisch meningkat dibuktikan dengan pemeriksaan dan

evaluasi menggunakan Ugo Fisch Scale, (2) Kekuatan otot meningkat dibuktikan dengan pemeriksaan dan

evaluasi menggunakan MMT pada otot-otot wajah, (3) Rasa tebal-tebal pada wajah sisi kiri mulai

berkurang, (4) Bibir yang merot sudah berkurang tapi expresi wajah masih asimetris.

        Dari penatalaksanaan fisioterapi yang dilakukan pada pasien ini, diketahui adanya  peningkatan dari

T1 sampai dengan T4 dan dengan hasil sebagai berikut:

                1.    Peningkatan nilai kemampuan fungsional otot-otot wajah dengan Skala Ugo Fisch

                                                Tabel 4.1

Page 29: Bells Spalsy

Posisi Wajah T1  (19.01.12) T4  (26.01.12)

Istirahat/Diam 20 x 0% = 0 20x30%=6

Mengerutkan dahi 10x30%=3 10x30%=3

Menutup mata 30x70%=21 30x100%=30

Tersenyum 30x30%=9 30x30%=9

Bersiul/ Mecucu 10x30%=3 10x30%=3

Jumlah 36poin 51poin

                                                             

                2.    Peningkatan nilai kekuatan otot wajah

                                           Tabel 4.2

No Nama Otot T1

(19.01.12)

T4  (26.01.12)

1 M.Frontalis 1 3

2 M.Corrugator supercili 1 3

3 M.Procerus 1 3

4 M. Orbicularis Oculli 3 5

5 M. Nasalis 1 3

6 M. Depresor anguli oris 1 3

7 M. Zigomaticum mayor

dan M. Zigomatikum

minor

1 3

8 M. Orbicularis oris 1 3

9 M. Buccinator 1 3

10 M. Mentalis 1 3

11 M. Platysma 1 3

                                                                       

Dari Tabel 4.1 dan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa dengan penanganan fisioterapi yang telah

diberikan memperlihatkan adanya peningkatan kemampuan fungsional otot - otot wajah serta peningkatan

kekuatan otot dari otot-otot wajah.

C.   Saran

        Suatu keberhasilan terapi juga ditentukan oleh sikap dari pasien itu sendiri,  jadi perlu ada kerjasama

dengan baik antara terapis, pasien serta keluarga pasien. Untuk mengoptimalkan hasil terapi yang

diberikan maka disarankan kepada:

1.  Fisioterapis hendaknya sebelum melakukan terapi kepada pasien          diawali dengan

pemeriksaan yang teliti, mencatat permasalahan             pasien, menegakkan diagnosis dengan

tepat, memilih modalitas      yang sesuai dengan permasalahan pasien, melakukan    evaluasi dan

memberikan edukasi pada pasien sehingga nantinya akan          memperoleh hasil yang optimal.

2.  Kepada pasien:

Page 30: Bells Spalsy

a)  Rutin dalam melakukan terapi ke fisioterapi.

b)  Sementara waktu menghindari udara dingin dan angin yang   langsung mengenai pada wajah

atau  jika tidur menggunakan kipas   angin, jangan biarkan kipas angin menerpa wajah secara

langsung     serta jangan tidur di lantai tanpa menggunakan alas dan bantal, bila   kondisi tubuh

tidak baik.

c)  Bila mengendarai motor, gunakanlah helm fullface yang benar agar   terhindar dari terpaan

udara secara langsung.

d)  Pakailah kacamata untuk melindungi mata dari terpaan debu dan      angin secara langsung

untuk menghindari iritasi.

3.  Keluarga pasien, hendaknya memberikan motivasi kepada pasien         untuk rajin terapi dan

melakukan home program/ edukasi-        edukasi yang telah diberikan oleh terapis untuk

mendukung proses      kesembuhannya.

4.  Masyarakat dan pembaca, agar segera konsultasi ke dokter, ke             fisioterapi atau tenaga

medis lain, bila dijumpai atau dirasakan keluhan seperti: mulut mencong, salah satu mata sukar

ditutup, dan      sebagainya. Ini dimaksud, agar dapat diberikan tindakan sedini   mungkin

sehingga komplikasi yang akan timbul dapat dicegah.

PERAN FISIOTERAPI TERHADAP BELL’S PALSY

PERAN FISIOTERAPI TERHADAP BELL’S PALSYTUGAS PENGANTAR DAN KONSEP FISIOTERAPI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTARDAFTAR ISIBAB I PENDAHULUAN1.1                 Latar Belakang 1.2                 Rumusan Masalah 1.3                 Tujuan Penelitian 1.4                 Kegunaan Hasil Penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1                 Fisioterapi

Page 31: Bells Spalsy

2.2                 Bell’s Palsy 2.2.1                 Penyebab Bell’s Palsy 2.2.2                 Gejala Bell’s Palsy 2.3                 Peran Fisioterapi Terhadap Bell’s Palsy BAB III PENUTUP 2.4                 Simpulan 2.5                 Saran

BAB IPENDAHULUAN

1.1                 Latar Belakang

Kecantikan dan ketampanan adalah idaman setiap manusia. Karena dengan kecantikan dan ketampanan dapat meningkatkan rasa percaya diri. Banyak usaha untuk mencapai hal itu, misalnya dengan cara perawatan, facial, dan operasi plastik. Walau harus mengeluarkan uang yang cukup banyak mereka tidak masalah yang penting bisa mempercantik atau mempertampan diri.Akhir-akhir  ini banyak orang terkena penyakit bell’s palsy. Bell’s palsy  adalah sebuah kelainan dan ganguan neurologi pada nervus cranialis VII (saraf facialis) di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Paralyse Bell ini hampir selalu terjadi unilateral, namun demikian dalam jarak satu minggu atau lebih dapat terjadi paralysis bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau kambuh, yang menyebabkaan kelemahan atau paralisis, ketidaksimetrisan kekuatan/aktivitas muscular pada kedua sisi wajah (kanan dan kiri), serta distorsi wajah yang khas. Hal ini sangat menyiksa diri karena membuat orang menjadi kurang percaya diri. Wajah kelihatan tidak cantik karena  mulut mencong, mata tidak bisa berkedip, mata berair, dll. Untuk mengatasi hal itu dibutuhkan peran fisioterapi. Karena itu penulis tertarik untuk mengangkat “peran fisioterapi terhadap bell’s palsy”

1.2                 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1.      Apa pengertian fisioterapi?2.      Apa pengertian bell’s palsy?3.      Apa penyebab bell’s palsy?4.      Apa gejala bell’s palsy?5.      Apa peran fisioterapi terhadapap bell’s palsy?

1.3                 Tujuan Penelitian

Tujuan ditulisnya makalah ini adalah:1.      Mengetahui perngertian fisioterapi.2.      Mengetahui pengertian bell’s palsy.3.      Mengetahui penyebab bell’s palsy.4.      Mengetahui gejala bell’s palsy.5.      Mengetahui peran fisioterapi terhadap bell’s palsy.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1                 Fisioterapi

Secara Etimologi Fisioterapi dibagi menjadi dua unsur, yaitu: yang berarti Fisio sifat dan terapi berarti pengobatan. Menurut WCPT Fisioterapi adalah ilmu atau tips untuk melakukan perawatan untuk mengambil keuntungan dari sifat alam seperti cahaya, air, listrik, latihan dan manual.Menurut William Joic Fisioterapi adalah suatu proses yang sistematis untuk mengatasi gangguan muskuloskeletal dan fungsi psikosomatos.

Page 32: Bells Spalsy

Menurut Imam Waluyo Fisioterapi adalah upaya kesehatan kesehatan profesional yang bertanggung jawab atas kapasitas fisik dan kemampuan fungsional dan melakukan fokus dan berorientasi masalah pendekatan yang didasarkan pada pendekatan ilmiah dan etika profesional.Menurut J. Hislop dan Heidy Paetrero Fisioterapi didefinisikan sebagai profesi kesehatan yang membedakan ilmu-ilmu klinis adalah sebuah aplikasi patokinesiologi anatomi dan fisiologi pergerakan manusia tidak normal.Fisioterapi oleh WCPT (Word Untuk Terapi Fisik Konfederasi) pada tahun 1995 dan 1999 Fisioterapi adalah pekerja kesehatan profesional yang bekerja untuk orang dari segala usia yang bertujuan untuk melestarikan, meningkatkan kesehatan, memulihkan fungsi dan ketergantungan ketika individu memiliki kemampuan atau tidak adanya masalah gangguan disebabkan oleh kerusakan fisik, psihis dan sebagainya.Menurut Departemen Kesehatan Indonesia Fisioterapi adalah suatu pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk individu dan atau kelompok dalam upaya mengembangkan, memelihara, dan memulihkan gerak dan fungsi sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan modalitas fisik, agen fisik, mekanis, gerak dan komunikasi.Fisioterapi adalah suatu profesi pelayanan kesehatan yang bekerja dengan pasien baik secara individu maupun kelompok untuk mengembangkan, memelihara, memulihkan, mengembalikan, memaksimalkan, dan menstabilkan atau memperbaiki aktivitas, kekuatan, gerak, dan fungsi tubuh yang terjadi akibat cidera, operasi, penuaan luka-luka, penyakit, dan faktor lingkungan. Fisioterapi dapat menangani dengan penanganan secara manual, terapi gerak atau peningkatan gerak, olahraga khusus, penguluran, komunikasi, dan peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis).

2.2                 Bell’s Palsy

Kata Bell's Palsy diambil dari nama seorang dokter dari abad 19, Sir Charles Bell, orang pertama yang menjelaskan kondisi ini dan menghubungkan dengan kelainan pada saraf wajah.Bell’s palsy adalah kelainan dan ganguan neurologi pada nervus cranialis VII (saraf facialis) di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Paralyse Bell ini hampir selalu terjadi unilateral, namun demikian dalam jarak satu minggu atau lebih dapat terjadi paralysis bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau kambuh, yang menyebabkaan kelemahan atau paralisis, ketidaksimetrisan kekuatan/aktivitas muscular pada kedua sisi wajah (kanan dan kiri), serta distorsi wajah yang khas.Bell’s palsy adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-supuratif, non-neoplasmatik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulanya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.

2.2.1               Penyebab Bell’s Palsy

Penyebab terjadinya bell’s palsy antara lain:1.      Virus herpes simplex-1

Menurut para ahli virus ini dapat menyerang pada siapa saja baik pria maupun wanita segala usia. Virus ini menyebabkan radang, penekanan atau pembengkakan saraf fasialis.

2.      Virus influenza3.      Terpaan angin pada bagian muka atau terlalu sering terkena angin

Bell's palsy memang sangat erat kaitannya dengan cuaca dingin. Untuk itu, sebaiknya menghindari terpaan angin secara langsung pada bagian tubuh. ''Orang yang duduk dekat jendela kendaraan, kereta api, tiduran di atas lantai dengan menempelkan sebelah pipi di lantai, sesudah bepergian jauh dengan kendaraan, tidur di tempat terbuka berpotensi mengalami bell's palsy,'' ujar (Pranata SpS MARS, 2011) dokter ahli syaraf RS Gatot Subroto, Menurutnya, orang yang berada di dalam ruangan pun belum tentu terhindar dari potensi penyakit ini. Bell's palsy juga bisa menyerang orang yang bekerja di ruangan ber AC secara langsung. Maksudnya, jika AC tersebut memberikan hawa dingin secara merata tidak perlu dikhawatirkan. Namun, jika angin yang ditimbulkan AC hanya terpusat pada satu tempat, itu bisa menimbulkan penyakit tersebut.

4.      Stress, tegang, dan kecapean5.      Hipertensi, hiperkolestrolemia, diabetus mellitus, penyakit vaskuler, gangguan imunologik, dan faktor

genetik6.      Virus yang menyebabkan cacar air dan herpes zoster7.      Virus yang menyebabkan mononucleosis (Epstein-Barr)8.      Virus lain dalam keluarga yang sama (sitomegalovirus)

Ada beberapa teori umum yang dikenal berhubungan dengan penyebab Bell's Palsy, yaitu:1)      Teori Ischemic Vascular (gangguan sirkulasi darah).

Page 33: Bells Spalsy

Saraf facialis (wajah) dapat lumpuh secara tidak langsung oleh karena gangguan sirkulasi darahnya di canalis fallopi di tulang tengkorak, kerusakan yang ditimbulkan karena tekanan pada saraf tepinya, terutama yang berhubungan dengan penyumbatan pembuluh darah yang mengaliri saraf tersebut, hal tersebut di atas bukan karena akibat tekanan langsung pada sarafnya, tetapi karena ada gangguan vaskularisasi darah yang menuju saraf tersebut.

2)      Teori Infeksi Virus.Bell's Palsy terjadi karena proses reaktivasi dari Virus Herpes Simplek (HSV), khususnya tipe I. HSV tipe I sesudah terjadi infeksi akut primer dalam jangka waktu cukp lama di dalam Ganglion Sensoris, terjadi reaktivasi. Hal ini terjadi jika daya tahan tubuh menurun, akibat Neuropati (kerusakan saraf) dan gangguan Vascular (sirkulsi darah), tidak dapat dihindari dan yang pada akhirnya menimbulkan kerudakan (degenerasi) lebih lanjut di saraf facialis perifer.

3)      Teori Herediter (keturunan).Teori Bell's Palsy bersifat herediter, umumnya diketahui jika berhubungan dengan kelainan anatomis berupa terdapatnya canalis facialis yang kecil dan bersifat herediter. Dimana pada saat tertentu apabila ada factor pencetus misalnya pada keadaan dingin, akibat semburan udara yang bergerak (jawa:angin), menyebabkan saluran (kanal) terjadi vasokonstriksi atau menyempit, dan berakibat menjepit saraf facialis yang melintasi saluran tersebut.

4)      Teori imunologiDikatakan bahwa Bell’s palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap infeksi virus yang timbul sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi.

2.2.2               Gejala Bell’s Palsy

Gejala pada penderita Bell’s palsy :1.      tak bisa mengerutkan dahi2.      alis mata jatuh3.      mata sebelah tidak dapat dipejamkan4.      tidak mampu atau sulit mengedipkan mata5.      kelopak mata bawah jatuh6.      sensitif terhadap cahaya7.      air mata mengalir terus menerus8.      hidung terasa kaku terus – menerus9.      mulut atau bibir “merot/mencong” ke salah satu sisi10.  mulut tidak bisa “mencucu”11.  sulit berbicara12.  kesulitan untuk makan dan minum, karena makanan terkumpul pada satu sisi13.  rasa pengecapan terganggu14.  salivasi yang berlebih atau berkurang15.  bila tersenyum “mesem” sudut bibir tertarik ke satu sisi16.  bila berkumur air dalam mulut sering keluar sendiri karena bibir tidak bisa menutup rapat17.  telinga terasa sangat sensitif18.  sensitive terhadap suara ( hiperakusis )19.  nyeri didalam atau disekitar telinga20.  pembengkakan wajah

Gejala Klinis :1.      Bells palsy terjadi secara tiba-tiba beberapa jam sebelum terjadi kelemahan pada otot wajah2.      Biasanya terdapat rasa nyeri di daerah mastoid3.      Kelemahan otot ringan sampai berat4.      Selalu pada salah satu sisi wajah5.      Merasa sensasi menurun walaupun sebetulnya sensasi normal6.      Sisi wajah dengan kelemahan tampak tanpa ekspresi7.      Mengalami kesulitan dalam menutup salah satu mata.8.      Kadang mempengaruhi pembentukan ludah, air mata, atau rasa pada lidah9.      Kesulitan bercukur karena bibir mencong10.  Inflamasi n. VII saraf cranialis11.  Diduga infeksi virus yang menyebar12.  Umumnya menyerang remaja dan dewasa muda13.  Prognosis cukup baik jika penanganan sedini mungkin14.  Biasanya pulih dalan 1 – 6 minggu

Page 34: Bells Spalsy

2.3                 Peran Fisioterapi Terhadap Bell’s Palsy

Salah satu penanganan atau pengobatan pada Bell Palsy ini adalah Fisioterapi. Diantara modalitas yang efektif dan sering digunakan antara lain; terapi Infra Merah, terapi Ultrasound, terapi Stimulasi Elektrik, micro wave diathermy, massage, dan excersise. Pemilihan modalitas yang sesuai tergantung pada pengalaman atau pilihan fisioterapis yang berpengalaman. Fisioterapi dapat memilih dari sejumlah modalitas yang tersedia. penanganan fisioterapi di bagi pada 2 tahap.

      Yang pertama pada Periode Paralisis, yaitu sesaat setelah terjadi serangan berupa kelumpuhan saraf fasialis :

         Infra MerahInfra merah dapat diterapkan untuk menghangatkan otot dan meningkatkan fungsi, tetapi Anda harus memastikan bahwa mata dilindungi dengan penutup mata. Waktu penerapan selama 10 sampai 20 menit pada jarak biasanya antara 50 dan 75 cm.

         Terapi UltrasoundTerapi ultrasound diaplikasikan pada batang saraf (nerve trunk) di depan tragus telinga dan di daerah antara prosesus mastoideus dan mandibula. Tidak ada rasa takut/khawatir dalam menerapkan terapi ultrasound saat diaplikasikan pada pasien Bell Palsy. Terapi ultrasound selalu diterapkan pada sisi lesi di depan tragus telinga & di daerah antara prosesus mastoideus dan mandibula dimana kelembutan maksimum saraf wajah ditentukan dengan cara palpasi. Hal ini diterapkan dengan gerakan melingkar yang lambat dengan dosis awal 1 watt per sentimeter persegi untuk 10 menit. Dosis dapat ditingkatkan pada sesi berikutnya jika tidak ada peningkatan yang luar biasa dicatat. Perlu diketahui bahwa gelombang ultrasound tidak dapat melintasi atau menembus tulang. Itu berarti bahwa ultrasound memiliki penetrasi nol pada tulang. Secara nyata bahwa gelombang ultrasound terpantul jauh dari tulang. Jadi tidak ada rasa takut dan khawatir jika terapi ultrasound diterapkan pada wajah. Penerapan terapi ultrasound pada bell palsy Ini hanya untuk jenis lesi saraf tepi (Lower Motor Neuron).

         Stimulasi Elektrik (Electrical Stimulation)Stimulasi listrik adalah teknik yang menggunakan arus listrik untuk mengaktifkan saraf penggerak otot dan ekstremitas yang diakibatkan oleh kelumpuhan akibat cedera tulang belakang (SCI), cedera kepala, stroke dan gangguan neurologis lainnya.Satu-satunya bentuk arus listrik yang digunakan pada wajah adalah arus searah yang diputus-putus (Interrupted Direct Current) atau disebut juga Arus Galvanic, apakah itu ada reaksi degenerasi atau tidak ada reaksi. Hal ini diminta hanya untuk menjaga sebagian besar otot-otot wajah dan mencegah atrofi sambil menunggu untuk reinnervasi dalam kasus axotomesis atau reconduction setelah neurapraxia jika saraf tidak rusak sepenuhnya. Tidak ada ruang bagi penggunaan arus faradik pada wajah karena bisa menyebabkan kontraktur sekunder pada wajah. Selain itu, sebagian besar pasien merasa tidak mampu menahan nyeri  pada wajah karena stimulasi sensorik yang tidak nyaman. Hal  ini dikarenakan bahwa arus faradic memiliki frekuensi 50 siklus per detik, sehingga menghasilkan kontraksi tetanik pada otot-otot yang terangsang. Meskipun untuk saat ini adalah kontraksi otot arus faradic melonjak untuk menghasilkan kontraksi alternatif dan relaksasi namun berhubung tipe tatanik pada kontraksi yang menghasilkan 50 pulse hanya dalam satu detik, tidak diperlukan pada wajah. Otot-otot wajah yang sangat tipis dan halus dan tidak bisa mentolerir jenis arus ini yang dapat merusak dan menghasilkan kontraktur sekunder. Jika kontraktur sekunder terjadi, semua bentuk stimulasi listrik harus ditinggalkan sementara untuk menghindari kerusakan lebih lanjut pada otot. Wajah harus segera direnggangkan dan dipijat lembut.

         Microwave DiathermyMicro Wave Diathermy (MWD) adalah suatu jenis terapi dengan menggunakan stressor fisik berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus listrik bolak – balik dengan frekuensi 2450 MHz dan panjang gelombang 12,25 cm. Bertujuan untuk Micro Wave Diathermy (MWD) adalah suatu jenis terapi dengan menggunakan stressor fisik berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus listrik bolak – balik dengan frekuensi 2450 MHz dan panjang gelombang 12,25 cm. Micro Wave Diathermy (MWD) adalah suatu jenis terapi dengan menggunakan stressor fisik berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus listrik bolak – balik dengan frekuensi 2450 MHz dan panjang gelombang 12,25 cm. Bertujuan untuk melancarkan sirkulasi darah, relaksasi otot-otot wajah dan mengurangi spasme otot stilomastoideus.

         MassagePijat adalah manipulasi lapisan superficial otot dan jaringan ikat untuk meningkatkan fungsi dan relaksasi otot dan kebugaran. Pada kondisi Bell’s palsy massage diberikan dengan tujuan memobilisasi serabut-serabut otot di area yang mengalami paralysis sehingga terjadi pergerakan pasif dari otot wajah dan memberikan stimulasi gerak. selain itu juga berguna untuk mencegah terjadinya kontraktur otot.

         ExerciseLatihan yang diberikan umumnya merupakan latihan aktif berupa Mirror Exercise. Pasien diminta untuk berdiri di depan cermin sambil berusaha untuk menggerakkan otot wajah yang mengalami kelumpuhan. Fisioterapis akan mengajarkan bentuk-bentuk latihan dan menentukan frekuensi atau dosis latihan yang

Page 35: Bells Spalsy

dibutuhkan pasien. Dengan penanganan yang cepat, tepat, akurat dan hebat maka bell’s palsy dapat disembuhkan

      Tahap Kedua yaitu Selama Pemulihan:Teknik PNF digunakan untuk edukasi kembali pada otot-otot yamg mengalami parese atau paralisis:

         Peregangan cepat (quick stretch) dapat diterapkan untuk dapat membesarkan alis mata dan gerakan sudut bibir.

         Para fisioterapis dapat memberikan gerakan pasif dan kemudian meminta pasien untuk menahan, dan kemudian mencoba untuk menggerakannya. goresan dengan es, menyikat, menekan atau membelai cepat dapat diterapkan sepanjang otot-otot.misalnya otot zygomaticusLatihan mandiri di rumah:

1.      ekspresi terkejut kemudian cemberut,2.      menutup mata erat-erat kemudian dibuka lebar-lebar,3.      tersenyum, menyeringai, dan berkata 'o'4.      mengatakan; e, i, o, u5.      menyedot dan meniup sedotan6.      meniup peluit, bersiul, dan bisa juga meniup lilin

Pemeriksaan/Penatalaksanaan Fisioterapi :         Anamnesis

Keluhan utama pasien Rasa lemah di sebagian sisi dan disertai adanya rasa nyeri pada belakang telinga Paraestasia salah satu sisi wajah         Inspeksi

Tampak kelemahan pada wajah Wajah tidak simetris Ekspresi wajah tidk sama        Palpasi

Nyeri tekan pada belakang telinga Suhu normal         Vital Sign

Blood Preasure     ( Normal ) Heart Rate            ( Normal ) Respiratory Rate   ( Normal )         Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar

Aktif Pasif Tes Isometrik Melawan Tahanan

(Pada ketiga tes tersebut dominan menunjukkan adanya kelemahan.)         Pemeriksaan Khusus (tes spesifik)

Pemilihan Tes khusus didasarkan atas hasil temuan pada pemeriksaan sebelumnya–        Kekuatan Otot                                  MMT pada wajah–        Sensorik                                           Dermatom Test

        Myotom Test–        Fungsional                                        ADL–        Laboratorium                                   Electro Diagnostik (EMG) (Kecepatan hantar saraf melemah)

Fisioterapi memegang peranan penting dalam penanganan pasien Bell’s Palsy karena Fisioterapi adalah upaya kesehatan yang ditujukan kepada kelompok dan atau individu untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penaganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapis dan mekanik) serta pelatihan dan komunikasi (Kepmenkes 1363 pasal 1 ayat 2).

BAB IIIPENUTUP

2.4                 Simpulan

1.      Fisioterapi adalah suatu profesi pelayanan kesehatan yang bekerja dengan pasien baik secara individu maupun kelompok untuk mengembangkan, memelihara, memulihkan, mengembalikan, memaksimalkan, dan menstabilkan atau memperbaiki aktivitas, kekuatan, gerak, dan fungsi tubuh yang terjadi akibat cidera, operasi, penuaan luka-luka, penyakit, dan faktor lingkungan. Fisioterapi dapat menangani dengan

Page 36: Bells Spalsy

penanganan secara manual, terapi gerak atau peningkatan gerak, olahraga khusus, penguluran, komunikasi, dan peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis).

2.      Kata Bell's Palsy diambil dari nama seorang dokter dari abad 19, Sir Charles Bell, orang pertama yang menjelaskan kondisi ini dan menghubungkan dengan kelainan pada saraf wajah.

3.      Penyebab terjadinya bell’s palsy antara lain:         Virus herpes simplex-1         Virus influenza         Terpaan angin pada bagian muka atau terlalu sering terkena angin         Stress, tegang, dan kecapean         Hipertensi, hiperkolestrolemia, diabetus mellitus, penyakit vaskuler, gangguan imunologik, dan faktor

genetik         Virus yang menyebabkan cacar air dan herpes zoster         Virus yang menyebabkan mononucleosis (Epstein-Barr)         Virus lain dalam keluarga yang sama (sitomegalovirus)4.      Mobilitas yang sering digunakan fisioterapi untuk penanganan dan pengobatan bell’s palsy yaitu: terapi

Infra Merah, terapi Ultrasound, terapi Stimulasi Elektrik, micro wave diathermy, massage, dan excersise.

2.5                 Saran

Dari makalah di atas penulis menyarankan pembaca supaya menjauhi hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit bell’s palsy, karena sehat itu mahal.

DAFTAR PUSTAKA

Attaufiq, M. H. (2011, November). waspada-bells-palsy-belpasi. Dipetik Maret 2012, dari kaskus: http://livebeta.kaskus.us

Cluett, M. J. (2008, Mei). Fisioterapi. Dipetik Maret 2012, dari seripayku: http://seripayku.blogspot.com

d. T. (2009, Februari). bells-palsy. Dipetik Maret 2012, dari praktekku: http://praktekku.blogspot.com

Garnadi, E. (2010, Mei). itu-bells-palsy-pak-bukan-stroke. Dipetik Maret 2012, dari unitfisioterapi: http://unitfisioterapi.wordpress.com

Hanako, S. (2010, April). Bell’s palsy (case report). Dipetik Maret 2012, dari annsilva: http://annsilva.wordpress.com

Herman P, D., H., F. X., Supriyadi, A., Sujono, A., & Astuti, M. S. (t.thn.). pengertian-fisioterapi. Dipetik Maret 2012, dari fisiosby: http://fisiosby.com

Rahmawati, S. (2009, November). sekilas-tentang-fisioterapi. Dipetik Maret 2012, dari shvoong: http://id.shvoong.com

Ramli, S. d. (2011, Juni). apakah-fisioterapi-itu. Dipetik Maret 2012, dari infofisioterapi: http://www.infofisioterapi.com

Setyawan, S. B. (2011, Oktober). FISIOTERAPI PADA BELL'S PALSY. Dipetik Maret 2012, dari majalahkasih: http://majalahkasih.pantiwilasa.com

Sugiri, A. (2011, September). fisioterapi-pada-bell-palsy. Dipetik Maret 2012, dari as-promedik: http://www.as-promedik.com

Triwibowo, I. (2012, Februari). Bell's Balsy. Dipetik Maret 2012, dari irawanphysio: http://irawanphysio.blogspot.com

Turana, S. D. (2009, Juni). Kelumpuhan wajah sebelah ,kemungkinan Anda menderita Bell`s Palsy. Dipetik Maret 2012, dari medikaholistik: http://www.medikaholistik.com

Wikipedia, K. (2011, Juli). Bell's Palsy. Dipetik Maret 2012, dari wikipedia: http://id.wikipedia.orgWikipedia, K. (2012, Januari). Fisioterapi. Dipetik Maret 2012, dari wikipedia:

http://id.wikipedia.org