Belenggu-belenggu hizbiyah

download Belenggu-belenggu hizbiyah

of 4

Transcript of Belenggu-belenggu hizbiyah

  • 8/3/2019 Belenggu-belenggu hizbiyah

    1/4

    Belenggu-belenggu HizbiyahSyaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Atsari

    "Quyud Hizbiyah", itulah judul asal dari tulisan di bawah ini, yang kemudian diterjemahkan menjadi

    "Belenggu-Belenggu Hizbiyah". Dinukil dan diterjemahkan dari sebuah kitab, yang nilai ilmiahnya sangat

    berbobot, berjudul : "Ad-Da'wah Ilallah Baina At-Tajammu' Al-Hizbi wa At-Ta'awun As-Syar'i" di susun oleh

    seorang ulama muda terkemuka (murid dari Syaikh Muhaddits zaman ini, Muhammad Nashiruddin Al-Albanirahimahullah) bernama Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari.

    Diterjemahkan oleh A.Faiz (dari sub judul Quyud Hizbiyah), agar hendaknya wawasan pembaca

    tentang da'wah Islamiyah menjadi lebih terbuka, dan dimuatnya tulisan ini di ML assunnah karena

    berhubungan dengan ilmu dan tentunya dengan ijin dari penerjemah.

    BELENGGU-BELENGGU HIZBIYAH

    Seorang Imam tsiqah, Ayub As-Sakhtiyaniy pernah berkata : "Jika engkau ingin mengerti kesalahan

    gurumu, maka duduklah engkau untuk belajar kepada orang lain" (Diriwayatkan oleh Ad-Darimi dalam

    Sunannya (1/153). Justru karena inilah, maka kaum hizbiyun (aktifis fanatik terhadap golongan) melarang

    pengikut-pengikutnya untuk menimba ilmu dari orang-orang selain golongan atau simpatisannya. Kalaupun

    sikap mereka menjadi lunak, namun mereka akan memberikan kelonggaran dengan banyak syarat sertaikatan-ikatan yang njelimet, supaya akal-akal pikiran para pengikutnya tetap tertutup bila mendengar hal-hal

    yang bertentangan dengan jalan mereka atau mendengar bantahan terhadap bid'ah mereka.

    Dengan cara ini, sesungguhnya mereka telah mengambil uswah kaum tarekat sufi dan mengambil

    qudwah pada khurafatnya hubungan antara seorang "syaikh (sufi) dengan pengikutnya". Manakala

    persyaratan seorang syaikh atas pengikutnya yang pernah di contohkan oleh Rasulullah SAW tentang

    wajibnya taat melaksanakan "Baiat Islamiyyah yang menjadi keharusan ?" (Al-Muntaqa An-Nafis min Tablis

    Iblis, hal 250). Di sana ada ta'liq sebagai berikut : "Persis seperti itulah, dengan segala bentuk dan

    bentukannya apa yang diperbuat oleh kaum Hizbiyun (aktifis golongan yang fanatik) pada abad sekarang ini

    berupa pengambilan ikrar, ikatan janji (bai'at-pen) dan lain-lain yang itu jelas-jelas merupakan hal batil).

    Imam As-Suyuthi rahimahullah (di dalam kitab Al-Hawiy Lil Fatwa (1/253) pernah di tanya tentang

    seorang sufi yang telah berba'iat kepada seorang syaikh, tetapi kemudian ia memilih syaikh lain untuk

    diba'iatnya : "Adakah kewajiban yang mengikat itu, bai'at yang pertama atau yang kedua..?. Maka beliau

    -rahimahullah- menjawab : "Tidak ada yang mengikatnya, baik bai'at yang pertama maupun bai'at yang

    kedua (di dalam kitab Al-Minhah Al-Muhammadiyah Fi Bayan Al-Aqaid As-Salafiyyah Lis Syuqairi, terdapat

    penjelasan panjang lebar tentang penetapan-penetapan bid'ah dan bathilnya bai'at-bai'at semacam ini) . Dan

    yang demikian itu tidak ada asal-usulnya (jadi pernyataan sebagian tentang apa yang menjadikan mereka

    terhimpun dalam sebuah tandzim hizbi bahwa sesungguhnya itu adalah : "Ikrar atau bai'at khusus dan lain-

    lain adalah hal-hal yang tidak ada asal-usulnya dan tidak ada benarnya sama sekali). Semua ikatan-ikatan

    dan persyaratan-persyaratan itu adalah bathil, tidak ada asal-usulnya sama sekali dari Al-Qur'an maupun

    AS-Sunnah.

    "Setiap persyaratan yang tidak ada terdapat dalam kitabullah, maka persyaratan itu bathil, sekalipun

    berjumlah seratus persyaratan" (Seperti telah shahih dari Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan

    Muslim dan lain-lain, sedang lafadz diatas adalah lafadz Ibnu Majah (2521) dari "Aisyah radhiyallu 'anha).

    Belenggu-belenggu Hizbiyah yang memprihatinkan di antaranya ialah :

    Sikap memperkecil arti pentingnya ilmu Syar'i

    Ilmu adalah sesuatu, sedangkan kalam adalah sesuatu yang lain. As-Salafushalih adalah ahli ilmu

    yang bermanfa'at, sedangkan "Al-Khalaf" adalah ahli kalam yang kalamnya berhamburan. Ilmu salaf sedikit

    bilangannya, tapi berkah dan pekat, sedangkan ilmu kaum "khalaf", banyak jumlah kata-katanya tetapi

    sedikit faedahnya.

    Umat Islam adalah umat ilmu dan amal, maka ilmunya adalah dalil, petunjuk dan akar.

    Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala. "Dan katakanlah : "Wahai Rabbku, tambahkanlah padaku ilmu" (Thaha :

    114) "Dan tidaklah memahaminya melainkan orang-orang yang berilmu" (Al-Ankabut : 43) "Katakanlah :

    "Apakah sama orang yang berilmu dengan orang-orang yang tidak berilmu". (Az-Zummar : 9).

    "Allah mengangkat orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa

    derajat". (Al-Mujadalah : 11).

    Anda tidak bisa mengingkari adanya orang yang meremehkan persoalan mencari ilmu, dengan

    alasan : yang penting memahami realitas, da'wah ilallah (da'wah kepada Allah) dan bergerak menerjuni

    medan ..... tapi ingat, dengan apakah ia memahami realitas.... untuk maksud apakah ia berda'wah ...? dan

    dengan apakah ia bergerak...?

  • 8/3/2019 Belenggu-belenggu hizbiyah

    2/4

    Suatu teori memang mempunyai kedudukan tersendiri... tetapi teori itu bukanlah ilmu. Pidato berapi-

    api terkadang memang membangkitkan... tetapi itu tidak membentuk bangunan. Dan daya khayal yang

    cepat memang mengagumkan... tetapi ia akan cepat pula hilang.Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

    "Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya, adapun yang memberi manfa'at

    kepada manusia, maka ia tetap di bumi". (Ar-Ra'du :17). (Al-Harakah Al-Islamiyah Al-Mu'ashirah hal : 16, Lis

    Syaikh 'A-idl Al-Qorny).

    Belenggu-belenggu (Hizbiyah) ini sebagaimana telah dijelaskan di muka, mempunyai tokoh-tokoh

    pendahulunya, dan alangkah buruknya tokoh pendahulu itu, yaitu kaum sufi. Ibnul Jauzi dalam "Talbisu Iblis"(dalam Al-Muntaqa An-Nafis Min Tablis Iblis, ada komentar sebagai berikut : Betapa persisnya hari ini dan

    hari kemarin, ternyata banyak dikalangan aktifis hizbiyah dewasa ini yang melakukan tindakan yang lebih

    fatal dari tindakan ini (kaum sufi) -naudzubillah-sedangkan mereka mengira bahwa mereka telah melakukan

    suatu kebaikan). Telah meriwayatkan tentang perkataan Abu Abdillah bin Khafif sebagai berikut : "Bersibuk

    dirilah kamu mempelajari ilmu dan jangan terperdaya oleh omongan orang-orang sufi. Sesungguhnya aku

    dulu pernah menyembunyikan tintaku di saku bajuku, dan pernah menyembunyikan kertas dilipatan

    celanaku. Dulu aku pernah secara sembunyi-sembunyi pergi menuju ahlul ilmi, tetapi jika mereka (kaum sufi

    -pen) memergokiku, mereka akan menentangku, seraya berkata : "Kamu tidak akan beruntung".

    Kemudian berkembanglah belenggu semacam ini, hingga di zaman sekarang bentuk yang

    ditonjolkan dan dibuahkan oleh kelompok-kelompok hizbiyah menjadi beraneka ragam. Diantara beberapa

    perkara yang paling berbahaya yang ditonjolkan oleh para penyeru hizbiyah ialah adanya istilah baru(seperti) : ULAMA HARAKAH, ULAMA AL-WAQI' (Ulama yang paham realitas), MUFAKKIR (pemikir),

    manusia haraki dan ... hingga mereka menghempaskan dan mengisolir umat ini dari para ulamanya yang

    hakiki yaitu ULAMA SYARI'AH.

    Peristilahan ini mirip sekali dengan peristilahan kaum sufi, yaitu ada 'ALIM terhadap SYARI'AT dan

    ada 'ALIM TERHADAP HAKIKAT. Kemiripan itu dilihat dari beberapa segi, diantaranya :

    Pengisolasian manusia dari para ulama syari'ah (ulama hakiki -pen).

    Klaim bahwa ada ilmu yang tidak bisa dicapai serta dipahami oleh para ulama syari'at.

    Padahal, peristilahan baru tersebut hanyalah hasil rekaan para kaum haraki, perasaan-perasaan dan segala

    apa yang tercetus dari benak-benak mereka berupa teori-teori, gambaran-gambaran serta pandangan-

    pandangan tentang masa depan, yang menyebabkan akal pikiran para pengikutnya menjadi bingung, tanpa

    pernah bisa sampai memahaminya, hingga bagi mereka tidak ada jalan lain kecuali menerima.Mereka (orang-orang hizbiyah) mengatakan : ada orang 'ALIM terhadap HARAKAH, dan ada orang 'ALIM

    terhadap SYARI'AH.

    Maka para ulama harakah bangkit menerjuni medan amal Islami, tetapi dengan menjauhkan para

    ULAMA SYARI'AH, seperti Al-'Alamah Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhaddist Muhammad Nashiruddin Al-

    Albani, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi'i dan seluruh ulama

    syariah yang adil lainnya, dengan dalih bahwa para ulama tersebut tidak mengerti REALITAS, dan alasan-

    alasan lain berupa syubhat yang mereka tanamkan kepada benak para pemuda.

    Itulah kejahatan besar, memisahkan da'wah dari para ulamanya yang hakiki, ulama pembawa Al-

    Kitab was Sunnah. Mereka lenyapkan keagungan ilmu dan keagungan ulama pembawa syari'at. Mereka

    letakkan lingkaran-lingkaran syetan di atas harakah, di atas aktifis harakah dan di atas barang-barang

    dagangan (ilmu-ilmu bawaan) mereka yang terbentuk dari susunan angan-angan, perasaan dan teori-teori

    mereka. Oleh karena itu jika anda katakan kepada mereka (bahwa) Al-'Alamah Bin Baz berkata : .........,

    maka mereka akan menjawab : "Dia tidak tahu Realitas". Juga jika anda katakan (bahwa) As-Syaikh Al

    Muhaddist Nashiruddin Al-Albani berkata : ......., mereka pun akan menjawab : "Dia tidak tahu Politik".

    Sampai akhirnya terjadi bahwa apa yang disebut ulama harakah dan aktifis harakah itulah yang

    dinamakan tokoh-tokoh da'wah dan penanggung jawab pelaksananya. Sedangkan para ulama syari'ah

    hanya berfungsi sebagai pengikut yang tidak perlu didengar (kata-katanya). Anda hampir-hampir tidak akan

    menemukan satu kelompok hizbi pun melainkan ia pasti telah menetapkan satu manhaj haraki tersendiri

    baginya. Dan hampir tidak ada satu masalahpun baik itu masalah I'TIQADIYAH maupun masalah

    AMALIYAH, akan diputuskan sebelum masalah tersebut dinyatakan sejalan dengan "REALITAS HARAKI"

    yang dipaparkannya sesuai dengan alur pemikiran tentang masa depan. Akhirnya muncullah masalah-

    masalah tersebut ke permukaan dengan terpolesi hiasan angan-angan, sangkaan-sangkaan (zhan), dan

    gambaran-gambaran mereka belaka.

    Selanjutnya seorang anggota hizbiyah yang telah mengental akan segera menyambutnya, kemudian

    melontarkannya dengan kekuatan dan tekanan ke dalam benak serta otak para pengikutnya. (Jadi mereka

    taqlid terahadap syaikh-syaikh mereka tanpa ber-itiba' kepada dalil atau yang semisalnya, maka mereka

    melaksanakan apa-apa yang diperintahkan oleh syaikhnya...... Hal ini dikatakan oleh Ibnul Jauzi dalam

    Tablis Iblis hal : 495). Celakalah orang yang sampai berani menuntut dalil atau memberikan kritik dengan

    ayat dan hadits, dalam upaya memulai hidup baru berdasarkan pemahaman salaf....., tak pelak ia di

    hadapan teman-temannya akan menjadi seperti seekor unta yang terserang borok.

  • 8/3/2019 Belenggu-belenggu hizbiyah

    3/4

    Wahai Kaum Muslimin

    Sungguh, kini manusia telah dipisahkan dari hubungan dengan ulama Al-Kitab was Sunnah, telah

    dipisahkan dari pergaulannya bersama dhahirnya syari'ah dengan cara-cara dan sarana-sarana bid'ah yang

    coraknya bermacam-macam sesuai dengan perubahan zaman. Oleh karena itu hendaklah anda berpegang

    kepada para ULAMA SYARI'AH dan para pengkaji ILMU SYAR'I, yang menjadi pembela-pembela Al-Kitab

    was Sunnah dari segenap bid'ah dan noda. Hendaknya anda duduk dan mengitari mereka untuk

    mendengarkan perkataan mereka. Ingatlah akan firman Allah Ta'ala. "Dan siapakah yang lebih dhalim

    daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Rabb-Nya, kemudian dia berpaling daripadanya".(Al-Kahfi : 57). (At-Thali'ah Fi Bara'ati Ahlis Sunnah Lil'utaibi, hal : 30, 32 dengan sedikit perubahan).

    Demikianlah, bahwa hizbiyah mempunyai cara-cara dan sepak terjang bid'ah yang tidak pernah

    dilakukan para SALAF. Hal demikian teranggap sebagai penghambat ilmu dan sebab terbesar bagi terpecah

    belahnya jama'ah. Karena betapa banyaknya tali persatuan Islam telah menjadi berantakan, dan betapa

    banyaknya kaum muslimin menjadi lengah karenanya. (Hailah Tholibi Ilmi, No. 65 Li As-Syaikh Bakar Abu

    Zaid). Semua itu merupakan salah satu penyakit TA'ASHUB (berfanatik golongan).

    Bahwa sesungguhnya menelaah (mempelajari) bermacam-macam arah pandang (wijhatun nadhar),

    kemudian membanding-bandingkan satu dengan lainnya, akan memberikan kesiapan dan kemampuan

    kepada seseorang untuk instrospeksi, memberikan nasihat-nasihat, melakukan pembetulan dan pelurusan.

    (Dari Muqaddimah Umar Ubaid Hasanah dalam kitab Fiqhud Da'wah 1/8 Kitabul Ummah).

    Namun hal-hal serupa ini justru telah hilang di kalangan para ahzab (golongan-golongan), orang-orang yangmemecah belah agamanya menjadi terserak di lembah-lembah dan di bukit-bukit.

    Satu lagi bentuk belengu hizbiyah yang nampak nyata ialah : SIRRIYYAH (KERAHASIAAN)

    Sesungguhnya telah menjadi jelas berdasarkan apa yang telah kami sebutkan bahwa ; Ahlus

    Sunnah ialah orang-orang yang ITIBA' sedangkan Ahlul Bid'ah ialah orang-orang yang mengada-ngadakan

    sesuatu yang sebelumnya belum pernah ada dan tanpa ada sandarannya. Oleh sebab itulah mereka (ahlul

    bid'ah) merahasiakan bid'ah mereka. Sementara itu Ahlus Sunnah tidak pernah menyembunyikan madzhab

    mereka. Kalimat-kalimatnya jelas, madzhabnya masyhur, dan akibat baiknya terkembali kepada mereka.

    (Al-Muntaqa An-Nafis min Tablis Iblis, hal : 40).

    Imam Ahmad di dalam "Az-Zuhdi" hal : 45. dan Ad-Darimi dalam "Sunannya" (1/19) telah

    meriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz bahwa beliau berkata : "Apabila kamu melihat ada sekelompokorang (kaum) saling berbisik-bisik tentang sesuatu mengenai agamanya, tanpa (melibatkan) orang umum,

    maka ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka sedang membangun kesesatan".

    Khabar di atas disebutkan pula oleh Ibnul Jauzi dalam Tablis Iblis. Kemudian dalam Al-muntaqa An Nafis

    (hal.89), saya memberikan komentar sebagai berikut. "Agama kita (segala puji bagi Allah) adalah jelas lagi

    nyata, tiada yang tersembunyi, tersimpan, dan terrahasiakan. Maka sesungguhnya apa yang dilakukan oleh

    kaum hizbiyun berupa hal demikian (sembunyi-sembunyi/berahasia-rahasian -pen), adalah satu pintu

    kesesatan, wal-iyadzubillah ta'ala.

    Namun betapa mengherankannya ketika mereka berdalil tentang sirriyah (kerahasian) yang mereka

    klaim itu, dengan dalil-dalil Al-Qur'an atau As-Sunnah. Ternyata ketika diteliti dan diperhatikan, tidak ada

    sedikitpun di antara dalil-dalil itu yang bisa diterima.

    Diantara dalil-dalil tersebut adalah :

    1. Menyembunyikannya Ibrahim 'alaihis salam, tentang penghancuran patung-patung sebagaimana

    tersebut dalam surat Al-Anbiya 62-63.

    2. Menyembunyikannya seorang mukmin dari kalangan keluarga Fir'aun akan keimanannya, seperti

    tersebut dalam surat Ghafir : 28-29.

    3. Dan kisah-kisah lain tentang orang-orang terdahulu yang termuat di dalam kitab Allah Subhanahu

    wa Ta'ala. Mereka juga berdalil tentang keadaan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pada periode

    Makkah, dengan segala sirriyah yang meliputi da'wahnya.

    Begitu pula berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :

    "Jadikanlah kitman (bersembunyi) sebagai alat bantu untuk mensukseskan apa yang menjadi

    kebutuhanmu". Sebagai jawaban atas istidlal-istidlal (argumentasi) di atas, ialah bahwa semua dalil-dalil ini

    selain dalil yang terakhir, terjadi sebagai berikut :

    Manakala kaum muslimin dalam keadaan tertindas (mustadl'afin) dan dalam keadaan mereka takut

    jika men-jahar-kan (berterang-terangan) Islam. Di samping itu sesungguhnya "Sebagian besar

    keadaan bersembunyinya kaum muslim, tetap dalam keadaan tegak berpegang kepada perintah-

    perintah yang diterimanya dari wahyu". (As-Sirriyatu wa Atsaruha Fi Ada'i L-mahami 'L-askariyyah

    Lis Syaikh Muhammad Abu Rahim).

    Atau manakala seorang da'i dalam keadaan tidak mampu mengatakan bahwa dirinya seorang

    muslim.

  • 8/3/2019 Belenggu-belenggu hizbiyah

    4/4

    Adapun hadits yang terakhir (bila hadits itu bisa diterima keshahihannya, maka di dalamnya masih

    mengandung unsur pertentangan, jadi persoalannya masih perlu dikaji lebih lanjut), maka sebenarnya

    tidalah tepat kalau ditempatkan sehubungan dengan permasalahan ini, sebab didalamnya ada satu penggal

    hadits bagian akhir yang dihilangkan, dan itulah justru yang menjadi tujuan sirriyyah (yang dimaksud oleh

    penggalan hadits yang pertama) yaitu sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. "....Sesungguhnya

    setiap yang mendapatkan nikmat niscaya ada yang dengki padanya".

    Penggalan terakhir ini memberi penjelasan tentang sisi sebenarnya yang di-istidlal-kan dengan

    hadits di atas, yaitu bahwa hadits tersebut dengan menyembunyikan (merahasiakan) ni'mat dan tidakmenceritakannya, sebab dikhawatirkan akan dijahili oleh orang yang dengki, ini telah melahirkan sebuah

    jalan bagi terobek-robeknya umat dengan melalui dua sisi :

    1. Sisi dari pihak penguasa yang menyeleweng yang memiliki aturan-aturan sesat, yakni para oknum

    yang mengkhawatirkan kursi serta kedudukannya. Pihak ini dengan tangan besinya tentu akan

    membabat siapapun, bukan saja kepada orang-orang yang memastikan dirinya berkecimpung dan

    menerjuni dunia sirriyyah, tetapi juga kepada orang-orang yang pada sangkaan mereka punya unsur

    sirriyah.

    2. Bersama pihak kaum muslimin sendiri, akan terdapat jurang pemisah yang dalam di antara mereka,

    sebab mereka akan (saling) menyembunyikan apa-apa yang justru tidak boleh disembunyikan,

    mereka akan saling merahasiakan apa-apa yang sebenarnya tidak boleh dirahasiakan ..."

    Akibatnya jiwa-jiwa manusia menjadi terdzalimi, dari hati-hati orang pun menjadi hitam pekat...Kedua sisi perkara di atas, (mestinya) wajib dijauhi oleh para da'i sebab : 'Da'wah sudah di kumandangkan,

    prinsip-prinsipnya bertebaran terdapat di dalam kitab abadi yaitu : Al-Qur'an Al-karim, Sunnah Nabawiyah

    nan suci, dan di dalam kitab-kitab serta berjilid-jilid buku yang isinya sarat dengan ajaran Islam, kitab-kitab

    itu telah menjadi milik semua orang.

    Berdasarkan ini, saya tidak melihat adanya alasan bagi harakah Islamiyah untuk meredam da'wah

    terang-terangan dengan anggapan bahwasanya masih dalam marhalah (tahapan) SIRRIYYAH periode

    pertama, bahkan justru mungkin untuk dikatakan : Bahwa sesungguhnya MARHALAH SIRRIYATUD

    DA'WAH (kerahasian da'wah) telah habis sama sekali, sampai suatu ketika Allah membinasakan bumi ini

    beserta seluruh apa yang ada di atasnya, sebab agama ini telah dikumandangkan dan telah sempurna,

    habislah sudah menyembunyikan agama ini. (Al-Manhaj Al-Haraki lis-sirah An-Nabawiyah (1/33) Li Al-

    Ghadban, bandingkan pula dengan kitab Atsarat wa Saqathah ....hal : 33 Li Zuhair Salim).Bagi pengamat sejarah masa lalu, apalagi sejarah masa kini, tentu ia akan melihat bahwa kapan

    saja di situ ditemukan KETERTUTUPAN dan KERAHASIAAN, maka di sana pasti akan merajalela

    penyelewengan-penyelewengan syar'i.... Kapan saja ditemukan KETERSEMBUNYIAN dan KITMAN

    (tersimpan), maka disana pasti akan dikuasai rasa takut dan rasa aman pun akan lenyap. Dinul Islam,

    dengan segala keluhuran, kesucian dan kejernihannya... berada diatas semuanya ini. Tak ada tempat di

    dalam Islam untuk menyembunyikan hakikat, menyembunyikan thariqah (cara) dan menyembunyikan

    maslak (jalan/manhaj).

    Sesungguhnya da'wah menuju SIRRIYYAH tidak terbatas hanya untuk menghadapi musuh-musuh

    da'wah yang menyusup dibawah nama kemaslahatan memenuhi seluruh rongga-rongga da'wah. Untuk

    selanjutnya menjadi celah bagi terdahulukannya sikap-sikap loyal (terhadap masing-masing da'wah sirriyyah

    -pen) dan terjauhkannya dari rasa cukup untuk menyerahkan perwalian kepada kekuasaan AHLUL HALLI

    WAL 'AQDI (yakni para ulama dan tokoh-tokoh yang mewakili seluruh umat Islam untuk mengurusi

    persoalan mereka, termasuk urusan ba'iat -pen). Dan adalah yang akan menjadi korban pertama bagi

    da'wah sirriyyah justru para pendukung amal Islami sendiri, bukan musuh-musuhnya.

    Semestinya tidaklah boleh lepas dari benak kita apa yang bakal ada dalam da'wah sirriyah berupa

    tipu daya, penyelewengan fikrah dan penyimpangan aqidah. Sebab da'wah semacam itu pasti akan

    menempuh perjalanan melalui lorong-lorong gelap, hingga tidak ada satu celah pun yang terbuka bagi upaya

    pembetulan, dialog dan evaluasi hail-hasilnya, (itu semua) hanya karena dalih : demi PEMELIHARAAN

    EKSITENSI, SIRRIYAH (kerahasiaan). (Setiap kerja (amal Islam) yang mencirikan watak rahasia serta

    berbau gerakan bawah tanah, apabila disangka bahwa hal itu hebat dan cerdik, dan bahwa musuh-

    musuhnya tidak bakal bisa melacak kegiatan tersebut dengan seluruh unsur-unsurnya, maka berarti ia

    berada dalam kelalaian. Sesungguhnya lorong-lorong kerahasiaan yang gelap merupakan lorong-lorong

    yang tepat guna menumbuhkan benih-benih yang aneh dan majhul. Dan tepat untuk kerja gelap di bawah

    tanah, Fi An-Naqd Adz-Dzati, hal : 41 oleh Khalis Jalby), dan security (Nadhrat Fi Masirah Al-Amal Al-Islami,

    dengan perubahan. hal : 38-39).

    Marilah kita renungkan bersama sabda Nabi kita Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, semoga Allah

    memelihara anda : "SUNGGUH TELAH AKU TINGGALKAN KAMU DI ATAS (HUJJAH) PUTIH BERSERI,

    YANG MALAM HARINYA SEPERTI SIANG HARINYA; TIDAK AKAN MENYELEWENG DARINYA KECUALI

    ORANG YANG BINASA" (Hadits Hasan, telah saya takhrij dalam Arba'iy Ad-Da'wah wad Du'at, No 6 Nasyr

    Daar Ibnil Qayyim-Dammam) Itulah dia sumber hujjah ....., dan di atasnyalah (tegak) hujjah.