BBLSR
description
Transcript of BBLSR
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu indikator untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat adalah
Angka Kematian Bayi (AKB). Angka Kematian Bayi di Indonesia saat ini masih
tergolong tinggi, yaitu tercatat 31 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2008, ini
memang bukan gambaran yang indah, karena masih terbilang tinggi bila di
bandingkan dengan negara-negara di bagian ASEAN dan penyebab kematian bayi
terbanyak adalah karena gangguan perinatal. Insiden bayi berat lahir sangat rendah
(BBLSR) diperkirakan 4-7% dari total kelahiran hidup, tetapi dalam perawatannya
kelompok bayi tersebut memerlukan sumber daya yang besar. Angka kematian
BBLSR bervariasi antara 57% dinegara berkembang dan 10% dinegara maju. Di
negara maju angka harapan hidup BBLSR meningkat sangat dramatis, kondisi ini
mungkin karena kemajuan bidang perinatal-neonatal, penanganan kehamilan risiko
tinggi, dan kemajuan resusitasi pada BBLSR.1,2
Di Indonesia angka kematian bayi dan angka kematian ibu adalah 35 per 1000
kelahiran hidup dan 307 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini sudah
menunjukkkan penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai sekitar
239 per 1000 kelahiran hidup. Meskipun demikian masih terdapat beberapa wilayah
yang masih menunjukkan anggka kematian bayi cukup tingi. Indikator lain meliputi
kehamilan dini kurang dari 18 tahun 4,1%, kehamilan terlalu tua lebih dari 34 tahun
11%, anemia pada ibu hamil 50,9% dan jarak persalinan yang terlalu dekat kurang
dari 2 tahun 5,2%. Insiden BBLSR bervariasi, dari hasil studi di 7 wilayah (Aceh,
Palembang, Yogyakarta, Surabaya, Bali, Ujung Pandang, Manado), prevalensi
BBLSR berkisar antara 2,1 % - 17,7 %.1,3,4
Bayi Berat Lahir Sangat Rendah atau BBLSR adalah bayi baru lahir yang
berat badannya ditimbang 1 jam setelah lahir dari 1000-1499 gram tanpa memandang
usia gestasi dan dapat menyebabkan gangguan maturitas organ sehingga menghambat
pertumbuhan dan perkembangan bahkan kematian.2,5,6
2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : By. Rusni
Tanggal Lahir / Umur : 31 Oktober 2013/25 hari
Alamat : Desa Cot Suruy
Agama : Islam
Suku : Aceh
Nomor CM : 975939
Jaminan : Jampersal
Tanggal Masuk : 31 Oktober 2013
Tanggal Pemeriksaan : 3 November 2013
Nama orang tua
Ayah : Tn. Jamilan Ibu : Ny. Rusni
Umur : 44 thn Umur : 36 thn
2.2 Anamnesis
2.2.1 Keluhan Utama
Tidak kuat hisap
2.2.2 Keluhan Tambahan
Lemah
2.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Telah lahir bayi berjenis kelamin laki-laki pukul 21.30 WIB dari ibu Rusni, 36
tahun secara pervaginam dengan usia gestasi 28-29 minggu, setelah lahir bayi tidak
segera menangis dengan APGAR score 7/8. BBL 1335 gram, PB 37 cm dan LK 28
cm. Tali pusat putih mengkilat, ketuban jernih, genitalia (+), anus (+), kelainan
kongenital (-). Janin lahir dengan presentasi bokong tunggal hidup.
3
2.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Disangkal
2.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Disangkal
2.2.6 Riwayat Pemakaian Obat
Disangkal
2.2.7 Riwayat ANC ibu
ANC teratur sebulan sekali ke bidan
2.2.8 Riwayat Kelahiran
Pasien merupakan anak pertama yang lahir secara pervaginam dengan BBL
1335 gram di RSUDZA.
2.2.9 Riwayat Imunisasi
Pasien belum pernah mendapatkan imunisasi.
2.3 STATUS PRESENT
Keadaan Umum : Lemah dan tidak kuat hisap
Kesadaran : Somnolen
Heart rate : 124 x/menit
Pernapasan : 46 x/menit
Suhu : 36,2oC
Berat Badan Lahir : 1335 gram
Berat Badan Sekarang : 1280 gram
4
2.4 STATUS INTERNUS
2.4.1 Kulit
Warna : Kemerahan
Sianosis : (-)
Ikterus : (-)
Udem : (+)
Turgor : Kembali lambat
Anemia : (-)
2.4.2 Kepala
Rambut : Hitam, sukar dicabut, distribusi merata
Wajah : Simetris, udem (-), sindrom down (-), sindrom pierre (-)
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), ikterik (-/-), sekret (-/-), refleks
cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+),
pupil isokor bulat 3 mm/3 mm
Telinga : Serumen (-/-), normotia
Hidung : Sekret (-/-), NCH (+)
Mulut :
- Bibir : Simetris, bibir pucat (-), mukosa kering (-), sianosis (-)
- Lidah : Tremor (-), hiperemis (-)
- Tonsil : Hiperemis (-/-), T1 – T1
- Faring : Hiperemis (-)
2.4.3 Leher
- Inspeksi : Simetris, trakea berada ditengah
- Palpasi : TVJR-2cmH2O, Pembesaran KGB (-)
2.4.4 Thorax
Inspeksi
Statis : Simetris, bentuk normochest
5
Dinamis : Pernafasan thoracoabdominal, retraksi suprasternal (-), retraksi
intercostal (-), retraksi epigastrium (-).
Palpasi : Nyeri tekan (-), fremitus taktik sama kanan dan kiri
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Vesikular (+/+), rongki (-/-), whezing (-/-)
2.4.5 Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba, thrill (-)
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I > BJ II , reguler (+), bising (-)
2.4.6 Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi (-), tali pusat putih mengkilat
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : Ballotement tidak teraba
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : Peristaltik usus (+)
2.4.7 Genetalia : Dalam batas normal
2.4.8 Anus : Dalam batas normal (+)
2.4.9 Kelenjar linfe : pembesaran kelenjar linfe (-)
2.4.10 Ekstremitas
Superior : sianosis (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3”
Inferior : sianosis (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3”
6
2.5 Pemeriksaan Penunjang
2.5.1 Hasil Laboratorium Tanggal 6 November 2013
Hemoglobin : 11,4 gr/dl
Hematokrit : 31 %
Leukosit : 6,8 x103/ul
Trombosit : 294x103/ul
Bilirubin total : 15,49 mg/dl
Bilirubin direct : 1,89 mg/dl
KGDS : 70 mg/dl
Natrium : 125 meq/l
Kalium : 36 meq/l
Clorida : 104 meq/l
2.5.2 Hasil Laboratorium Tanggal 8 November 2013
Hemoglobin : 11,8 gr/dl
Hematokrit : 31 %
Eritrosit : 3,1x103/ul
Leukosit : 14,5x103/ul
Trombosit : 407x103/ul
E/B/NB/NS/L/M : 3/0/2/47/27/21
MDT : monositosis sesuai dengan SADT
Bilirubin total : 10,34 mg/dl
Bilirubin direct : 1,76 mg/dl
KGDS : 89 mg/dl
Natrium : 147 meq/l
Kalium : 4,4 meq/l
Clorida : 108 meg/l
2.5.3 Hasil Laboratorium Tanggal 15 November 2013
KGDS : 40 mg/dl
7
2.6 Resume
Pasien merupakan bayi dari Ny. Rusni, jenis kelamin laki-laki, umur 25 hari
dengan diagnosa NKB-SMK + BBLSR, berat badan lahir 1335 gram, berat badan
sekarang 1280 gram. Bayi lahir secara pervaginam presentasi bokong tunggal hidup
dengan usia gestasi 28-29 minggu dan tidak segera menangis, APGAR skor 7/8,
lingkar kepala 28 cm dan panjang badan 37 cm, air ketuban jernih, tali pusat putih
mengkilap, genitalia (+), anus (+) dan tidak dijumpai adanya kelainan kongenital.
Biru (-), batuk (-), pada pemeriksaan umum didapatkan kesadaran apatis, heart rate
124 x/menit, pernapasan 56x/menit, suhu 36,2 oC, keadaan umum lemah.
2.7 Diagnosa Sementara/Diagnosa Kerja
NKB-SMK + BBLSR
2.8 Terapi
Bed rest
Puasa sementara
Hangatkan bayi
O2 2 l/i
IVFD Dextrose 10 % 80cc/24 jam
Inj. Neo-K ½ amp
Inj. Ampicilin 50 mg/12 jam
Inj. Gentamicin 5 mg/36 jam
2.9 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : dubia ad bonam
8
2.10 Follow Up Harian
Tanggal/hari
rawatanCatatan Instruksi
31-10-2013
H-0
S/ Tidak kuat hisap, lemah
O/ VS/ HR = 124 x/menit
RR = 56 x/menit
T = 36,2oC
Pf/
Kepala : normocephali, wajah simetris
Mata : konj.palp.inf pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Telinga : normotia, serumen (-/-)
Hidung : NCH (+/+), secret (-/-)
Mulut : mukosa bibir lembab
Leher : pemb. KGB (-)
Thoraks : simetris, normoches, retraksi (+/+), SF ka = SF ki, NT
(-/-), ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Cor : BJ I>BJ II, reguler, bising (-)
Abdomen: simetris, distensi (-), tali pusat putih mengkilat,
soepel, H/L/R tidak teraba, timpani (+), peristaltik
(+)
Genitalia : dalam batas normal
Anus : (+)
Ektremitas :
-Superior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3“
-Inferior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3”
A/ NKB-SMK + BBLSR
Th /
- IVFD Dex 10% 5 cc/jam
- Inj. Neo-K ½ amp
- Inj. Ampicilin 50 mg/12 jam (H1)
- Inj. Gentamicin 5 mg/36 jam (H1)
P /
- Cek DR
- Monitor saturasi
- Rawat NICU
1-11-2013
H-1
S/ Tidak kuat hisap, lemah
O/ VS/ HR = 126 x/menit
RR = 42 x/menit
T = 36,3oC
Pf/
Kepala : normocephali, wajah simetris
Mata : konj.palp.inf pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Telinga : normotia, serumen (-/-)
Hidung : NCH (+/+), secret (-/-)
Mulut : mukosa bibir lembab
Leher : pemb. KGB (-)
Thoraks : simetris, normoches, retraksi (+/+), SF ka = SF ki, NT
(-/-), ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Cor : BJ I>BJ II, reguler, bising (-)
Abdomen: simetris, distensi (-), soepel, H/L/R tidak teraba,
timpani (+), peristaltik (+)
Genitalia : dalam batas normal
Th /
- IVFD Dex 10% 5 cc/jam
- Inj. Ampicilin 50 mg/12 jam (H2)
- Inj. Gentamicin 5 mg/36 jam (H2)
- Trofik Feeding 10 cc/24 jam
P /
- Cek DR, KGDS
- Monitor saturasi
- Hitung NBS (12 28-30 mg)
9
Anus : (+)
Ektremitas :
-Superior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3“
-Inferior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3”
A/ NKB-SMK + BBLSR
2-11-2013
H-2
S/ Tidak kuat hisap, lemah
O/ VS/ HR = 123 x/menit
RR = 43 x/menit
T = 36,2oC
Pf/
Kepala : normocephali, wajah simetris
Mata : konj.palp.inf pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Telinga : normotia, serumen (-/-)
Hidung : NCH (+/+), secret (-/-)
Mulut : mukosa bibir lembab
Leher : pemb. KGB (-)
Thoraks : simetris, normoches, retraksi (+/+), SF ka = SF ki, NT
(-/-), ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Cor : BJ I>BJ II, reguler, bising (-)
Abdomen: simetris, distensi (-), soepel, H/L/R tidak teraba,
timpani (+), peristaltik (+)
Genitalia : dalam batas normal
Anus : (+)
Ektremitas :
-Superior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3“
-Inferior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3”
A/ NKB-SMK + BBLSR
Th /
- IVFD Dex 10% 5 cc/jam
- Inj. Ampicilin 50 mg/12 jam (H3)
- Inj. Gentamicin 5 mg/36 jam (H3)
- Trofik Feeding 10 cc/24 jam
P /
- Cek DR, KGDS
- Monitor saturasi
3-11-2013
H-3
S/ Tidak kuat hisap, lemah
O/ VS/ HR = 124 x/menit
RR = 45 x/menit
T = 36,5oC
Pf/
Kepala : normocephali, wajah simetris
Mata : konj.palp.inf pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Telinga : normotia, serumen (-/-)
Hidung : NCH (+/+), secret (-/-)
Mulut : mukosa bibir lembab
Leher : pemb. KGB (-)
Thoraks : simetris, normoches, retraksi (+/+), SF ka = SF ki, NT
(-/-), ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Cor : BJ I>BJ II, reguler, bising (-)
Abdomen: simetris, distensi (-), soepel, H/L/R tidak teraba,
Th /
- IVFD Dex 10% 5 cc/jam
- Inj. Ampicilin 50 mg/12 jam (H4)
- Inj. Gentamicin 5 mg/36 jam (H4)
- Trofik Feeding 10 cc/24 jam
P /
- Cek DR, KGDS
- Monitor saturasi
10
timpani (+), peristaltik (+)
Genitalia : dalam batas normal
Anus : (+)
Ektremitas :
-Superior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3“
-Inferior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3”
A/ NKB-SMK + BBLSR
4-11-2013
H-4
S/ Tidak kuat hisap, lemah
O/ VS/ HR = 123 x/menit
RR = 42 x/menit
T = 36,3oC
Pf/
Kepala : normocephali, wajah simetris
Mata : konj.palp.inf pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Telinga : normotia, serumen (-/-)
Hidung : NCH (+/+), secret (-/-)
Mulut : mukosa bibir lembab
Leher : pemb. KGB (-)
Thoraks : simetris, normoches, retraksi (+/+), SF ka = SF ki, NT
(-/-), ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Cor : BJ I>BJ II, reguler, bising (-)
Abdomen: simetris, distensi (-), soepel, H/L/R tidak teraba,
timpani (+), peristaltik (+)
Genitalia : dalam batas normal
Anus : (+)
Ektremitas :
-Superior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3“
-Inferior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3”
A/ NKB-SMK + BBLSR
Th /
- IVFD Dex 10% 5 cc/jam
- Inj. Ampicilin 50 mg/12 jam (H5)
- Inj. Gentamicin 5 mg/36 jam (H5)
- Trofik Feeding 2 cc/3 jam
P /
- Cek DR, KGDS
- Monitor saturasi
5-11-2013
H-5
S/ Tidak kuat hisap, lemah
O/ VS/ HR = 123 x/menit
RR = 43 x/menit
T = 36,2oC
Pf/
Kepala : normocephali, wajah simetris
Mata : konj.palp.inf pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Telinga : normotia, serumen (-/-)
Hidung : NCH (+/+), secret (-/-)
Mulut : mukosa bibir lembab
Leher : pemb. KGB (-)
Thoraks : simetris, normoches, retraksi (+/+), SF ka = SF ki, NT
(-/-), ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Th /
- IVFD Dex 10% 5 cc/jam
- Inj. Ampicilin 50 mg/12 jam (H6)
- Inj. Gentamicin 5 mg/36 jam (H6)
- Trofik Feeding 2 cc/3 jam
P /
- Cek DR, KGDS
- Monitor saturasi
11
Cor : BJ I>BJ II, reguler, bising (-)
Abdomen: simetris, distensi (-), soepel, H/L/R tidak teraba,
timpani (+), peristaltik (+)
Genitalia : dalam batas normal
Anus : (+)
Ektremitas :
-Superior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3“
-Inferior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3”
A/ NKB-SMK + BBLSR
6-11-2013
H-6
S/ Tidak kuat hisap, lemah
O/ VS/ HR = 140 x/menit
RR = 37 x/menit
T = 35,8oC
Pf/
Kepala : normocephali, wajah simetris
Mata : konj.palp.inf pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Telinga : normotia, serumen (-/-)
Hidung : NCH (+/+), secret (-/-)
Mulut : mukosa bibir lembab
Leher : pemb. KGB (-)
Thoraks : simetris, normoches, retraksi (+/+), SF ka = SF ki, NT
(-/-), ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Cor : BJ I>BJ II, reguler, bising (-)
Abdomen: simetris, distensi (-), soepel, H/L/R tidak teraba,
timpani (+), peristaltik (+)
Genitalia : dalam batas normal
Anus : (+)
Ektremitas :
-Superior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3“
-Inferior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3”
A/ NKB-SMK + BBLSR
Th /
- Nasal kanul O2 ½ liter/i
- IVFD Dex 10% 5 cc/jam
- Inj. Ampicilin 50 mg/12 jam (H7)
- Inj. Gentamicin 5 mg/36 jam (H7)
P /
- Cek DR, KGDS, bilirubin total,
bilirubin direct
- Monitor saturasi
7-11-2013
H-7
S/ Tidak kuat hisap, lemah
O/ VS/ HR = 124 x/menit
RR = 32 x/menit
T = 35,9oC
Pf/
Kepala : normocephali, wajah simetris
Mata : konj.palp.inf pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Telinga : normotia, serumen (-/-)
Hidung : NCH (+/+), secret (-/-)
Mulut : mukosa bibir lembab
Leher : pemb. KGB (-)
Thoraks : simetris, normoches, retraksi (+/+), SF ka = SF ki, NT
Th /
- Nasal kanul O2 2 liter/i
- IVFD Dex 10% 5 cc/jam
- Inj. Ampicilin 50 mg/12 jam (H8)
- Inj. Gentamicin 5 mg/36 jam (H8)
12
(-/-), ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Cor : BJ I>BJ II, reguler, bising (-)
Abdomen: simetris, distensi (-), soepel, H/L/R tidak teraba,
timpani (+), peristaltik (+)
Genitalia : dalam batas normal
Anus : (+)
Ektremitas :
-Superior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3“
-Inferior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3”
A/ NKB-SMK + BBLSR
8-11-2013
H-8
S/ Tidak kuat hisap, lemah
O/ VS/ HR = 126 x/menit
RR = 34 x/menit
T = 36,0oC
Pf/
Kepala : normocephali, wajah simetris
Mata : konj.palp.inf pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Telinga : normotia, serumen (-/-)
Hidung : NCH (+/+), secret (-/-)
Mulut : mukosa bibir lembab
Leher : pemb. KGB (-)
Thoraks : simetris, normoches, retraksi (+/+), SF ka = SF ki, NT
(-/-), ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Cor : BJ I>BJ II, reguler, bising (-)
Abdomen: simetris, distensi (-), soepel, H/L/R tidak teraba,
timpani (+), peristaltik (+)
Genitalia : dalam batas normal
Anus : (+)
Ektremitas :
-Superior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3“
-Inferior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3”
A/ NKB-SMK + BBLSR
Th /
- Nasal kanul O2 2 liter/i
- IVFD Dex 10% 5 cc/jam
- Inj. Ampicilin 50 mg/12 jam (H9)
- Inj. Gentamicin 5 mg/36 jam (H9)
9-11-2013
H-9
S/ Tidak kuat hisap, lemah
O/ VS/ HR = 120 x/menit
RR = 44 x/menit
T = 36,3oC
Pf/
Kepala : normocephali, wajah simetris
Mata : konj.palp.inf pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Telinga : normotia, serumen (-/-)
Hidung : NCH (+/+), secret (-/-)
Mulut : mukosa bibir lembab
Th /
- Nasal kanul O2 ½ liter/i
- IVFD Dex 10% 5 cc/jam
- Inj. Ampicilin 50 mg/12 jam (H10)
- Inj. Gentamicin 5 mg/36 jam (H10)
13
Leher : pemb. KGB (-)
Thoraks : simetris, normoches, retraksi (+/+), SF ka = SF ki, NT
(-/-), ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Cor : BJ I>BJ II, reguler, bising (-)
Abdomen: simetris, distensi (-), soepel, H/L/R tidak teraba,
timpani (+), peristaltik (+)
Genitalia : dalam batas normal
Anus : (+)
Ektremitas :
-Superior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3“
-Inferior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3”
A/ NKB-SMK + BBLSR
10-11-2013
H-10
S/ Tidak kuat hisap, lemah
O/ VS/ HR = 120 x/menit
RR = 40 x/menit
T = 35,9oC
Pf/
Kepala : normocephali, wajah simetris
Mata : konj.palp.inf pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Telinga : normotia, serumen (-/-)
Hidung : NCH (+/+), secret (-/-)
Mulut : mukosa bibir lembab
Leher : pemb. KGB (-)
Thoraks : simetris, normoches, retraksi (+/+), SF ka = SF ki, NT
(-/-), ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Cor : BJ I>BJ II, reguler, bising (-)
Abdomen: simetris, distensi (-), soepel, H/L/R tidak teraba,
timpani (+), peristaltik (+)
Genitalia : dalam batas normal
Anus : (+)
Ektremitas :
-Superior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3“
-Inferior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3”
A/ NKB-SMK + BBLSR
Th /
- Nasal kanul O2 ½ liter/i
- IVFD N5 70 cc/24 jam (5 cc/jam)
- ASI 15 cc/3 jam
11-11-2013
H-11
S/ Tidak kuat hisap, lemah
O/ VS/ HR = 120 x/menit
RR = 40 x/menit
T = 35,9oC
Pf/
Kepala : normocephali, wajah simetris
Mata : konj.palp.inf pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Telinga : normotia, serumen (-/-)
Th /
- Nasal kanul O2 ½ liter/i
- IVFD N5 70 cc/24 jam (5 cc/jam)
- ASI 15 cc/3 jam
- Prolacta baby 1x1
14
Hidung : NCH (+/+), secret (-/-)
Mulut : mukosa bibir lembab
Leher : pemb. KGB (-)
Thoraks : simetris, normoches, retraksi (+/+), SF ka = SF ki, NT
(-/-), ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Cor : BJ I>BJ II, reguler, bising (-)
Abdomen: simetris, distensi (-), soepel, H/L/R tidak teraba,
timpani (+), peristaltik (+)
Genitalia : dalam batas normal
Anus : (+)
Ektremitas :
-Superior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3“
-Inferior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3”
A/ NKB-SMK + BBLSR
Tabel 2.1 Follow Up Harian
BAB III
15
ANALISA KASUS
3.1 Identifikasi Masalah
Pada pemeriksaan fisik ditemukan berat badan lahir 1335 gram. Berat lahir
adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. Klasifikasi berat bayi
baru lahir dapat dibedakan atas berat lahir normal 2500-4000 gram, berat lahir lebih
>4000 gram, berat lahir rendah <2500 gram, berat lahir sangat rendah <1500 gram
dan berat lahir amat sangat rendah <1000 gram.2,6 Ada beberapa faktor yang
menyebabkan bayi berat lahir rendah, diantaranya:4,6
a. Faktor Ibu.
1).Umur ( 20 tahun dan > 35 tahun).
2).Paritas.
3).Ras.
4). Infertilitas.
5).Riwayat kehamilan tak baik.
6).Rahim abnormal.
7).Jarak kelahiran terlalu dekat.
8).BBLR pada anak sebelumnya.
9).Malnutrisi sebelum hamil (pertambahan berat badan kurang selama hamil).
10). Penyakit akut dan kronik.
11). Kebiasaan tidak baik (pengobatan selama hamil, merokok, alkohol, radiasi).
12). Keadaan penyebab insufisiensi plasenta (penyakit jantung, ginjal, paru,
hipertensi, DM, preeklamsi).
13). Keadaan sosial ekonomi (status gizi dan pengawasan ANC yang kurang baik).
b. Faktor Plasenta
1)Penyakit vaskuler
2)Kehamilan ganda
3)Malformasi
4)Tumor
c. Faktor Janin
16
1)Kelainan kromosom.
2)Malformasi.
3)Infeksi bawaan yang didapat dalam kandungan (misal; TORCH).
4)Kehamilan ganda.
Bayi tampak lemah, tidak kuat hisap, kulit tipis dan keriput dengan usia gestasi
28-29 minggu. Kemampuan bayi untuk mengkoordinasi menghisap dan menelan baru
terlihat pada usia kehamilan 34 minggu. Kemampuan ini tampaknya lebih
berhubungan dengan umur pasca konsepsi dari pada parameter berat badan. Motilitas
sistem gastrointestinal tergantung dari kematangan sistem syaraf. Pada usia
kehamilan 24 minggu esofagus meunjukkan pola peristalik yang tidak terkoordinasi,
saat usia kehamilan cukup bulan peristalitik esofagus menjadi cukup matang untuk
mendorong makanan ke arah gaster. Gaster sendiri baru mencapai tingkat
kematangan pada trimester ketiga.4,7 Bila ditinjau dari pertumbuhan dan
perkembangan janin :6,8
- Usia gestasi 12 minggu
Pada akhir minggu ke-16, panjang ubun-ubun hingga bokong telah mencapai 12
cm dan beratnya 110 gram. Jenis kelamin telah dapat ditentukan dengan tepat oleh
pemeriksa yang berpengalaman melalui inspeksi genetalia eksterna pada minggu
(menstruasi) ke-14.
- Usia gestasi 20 minggu
Akhir minggu ke-20 merupakan titik pertengahan kehamilan sesuai perkiraan
dari awal menstruasi normal terakhir. Berat janin sekarang telah lebih sedikit dari 300
gram dan berat mulai meningkat secara linier. Kulit janin mulai kurang transparan,
lanugo halus menutupi seluruh tubuhnya dan mulai tumbuh beberapa rambut kepala.
- Usia gestasi 24 minggu
Pada akhir minggu ke-24, janin memiliki berat sekitar 630 gram. Kulit
memperlihatkan keriput yang khas dan mulai terjadi penimbunan lemak. Kepala
masih relatif cukup besar, bulu mata dan alis biasanya sudah dapat dikenali. Periode
kanalikular perkembangan paru, yaitu saat bronkus dan bronkiolus membesar dan
duktus alveolaris terbentuk, sudah hamper selesai. Janin yang lahir pada periode ini
17
akan berusaha bernapas, tetapi sebagian besar akan meninggal karena sakus
terminalis yang dibutuhkan untuk pertukaran gas belum terbentuk.
- Usia gestasi 28 minggu
Pada akhir minggu ke-28, panjang ubun-ubun sampai bokong adalah sekitar 25
cm dan berat janin sekitar 1100 gram. Kulit tipis, merah dan ditutupi oleh verniks
kaseosa. Membran pupil baru lenyap dari mata. Bayi yang lahir pada waktu ini dapat
menggerakkan ekstremitasnya dengan cukup energik dan menangis lemah. Bayi
normal yang lahir pada usia ini memiliki kemungkinan 90% untuk bertahan hidup.
- Usia gestasi 32 minggu
Pada akhir minggu ke-32 gestasi, janin memiliki panjang ubun-ubun hingga
bokong sekitar 28 cm dan berat sekitar 1800 gram. Permukaan kulit masih merah dan
berkeriput. Tanpa adanya keadaan penyulit, bayi yang lahir pada periode ini biasanya
akan bertahan hidup.
- Usia gestasi 36 minggu
Pada akhir minggu ke-36 gestasi, rata-rata panjang ubun-ubun hingga bokong
janin adalah 32 cm dan berat sekitar 2500 gram. Karena pengendapan lemak subkutis,
tubuh menjadi lebih bulat dan gambaran keriput di wajah yang sebelumnya ada telah
menghilang. Bayi yang lahir pada waktu ini memiliki kemungkinan yang sangat baik
untuk bertahan hidup dengan perawaqtan yang benar.
- Usia gestasi 40 minggu
Aterm dicapai pada minggu ke-40 dari awitan menstruasi terakhir. Pada waktu
ini, janin sudah berkembang sempurna. Rata-rata panjang ubun-ubun hingga bokong
janin aterm adalah sekitar 36 cm dan berat sekitar 3400 gram.
Lama kehamilan dibagi atas :5,8
a. Bayi kurang bulan jika dilahirkan dengan masa gestasi < 37 minggu (< 259 hari).
b. Bayi cukup bulan jika dilahirkan dengan masa gestasi 37- 42 minggu.
c. Bayi lebih bulan jika bayi dilahirkan dengan masa gestasi > 42 minggu (> 294
hari).
Menurut usia gestasinya, bayi dengan berat lahir rendah dapat dikelompokkan
menjadi :2,5,7
18
1. Prematuritas murni
Yaitu massa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan
berat badan untuk massa gestasi atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai
untuk massa kehamilan (NKB-SMK).
2. Dismaturitas
Yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk
massa gestasi itu. Bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan merupakan
bayi kecil untuk massa kehamilannya (KMK). Berat badan kurang dari seharusnya
yaitu dibawah persentil ke-10 (kurva pertumbuhan intra uterin Usher Lubchenco).
Berdasarkan berat badan menurut usia kehamilan dapat digolongkan :2,4,6,7
a. Kecil Masa Kehamilan (KMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB dibawah persentil
ke-10 kurva pertumbuhan janin.
b. Sesuai Masa Kehamilan (SMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB diantara persentil
ke-10 dan ke-90 kurva pertumbuhan janin.
c. Besar Masa Kehamilan (BMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB diatas persentil ke-
10 pada kurva pertumbuhan janin.
Gambar 3.1 Kurva Lubchenco (1967)
19
Gambar 3.2 Maturitas Fisik ( New Ballard Score)
Gambar 3.3 Maturitas Neuromuskular (New Ballard Score)
Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 6 november 2013 dijumpai bilirubin
total 15,49 mg/dl dan bilirubin direct 1,89 mg/dl. Pada tanggal 8 november 2013
dijumpai bilirubin total 10,34 mg/dl dan bilirubin direct 1,76 mg/dl. Semakin muda
masa gestasi dan semakin rendah berat badan bayi maka makin tinggi angka
kematiannya, komplikasi yang menyertai seperti asfiksia/iskemia, sindrom gangguan
20
pernafasan, perdarahan intra ventrikuler, infeksi, gangguan metabolik.
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu gangguan pada bayi BBLR, ini terjadi
karena immaturitas hepar. Gangguan yang mungkin terjadi pada bayi BBLR antara
lain :5,7
1. Pusat pengaturan suhu tubuh yang belum matur.
2. Sistem immunologi belum berkembang dengan baik sehingga rentan infeksi.
3. Sistem saraf pusat belum matur menyebabkan perdarahan periventrikuler.
4. Sistem pernafasan belum matur terutama paru-paru menyebabkan mudah terkena
penyakit membran hyalin.
5. Immaturitas hepar sehingga metabolisme bilirubin terganggu (hiperbilirubinemia).
3.2 Diagnosa
Menegakkan diagnosis BBLR adalah dengan mengukur berat lahir bayi dalam
jangka waktu 1 jam setelah lahir. Kemudian lanjutkan dengan langkah-langkah
diagnostik anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
3.2.1 Anamnesis
Ny.Rusni, 36 tahun, G3 P0 A2, usia gestasi 28-29 minggu. Jarak kehamilan 10
tahun. Ibu os merasakan adanya penambahan berat badan selama hamil. Obat-obatan
yang diminum selama kehamilan (-), penyakit yang diderita selama hamil (-). Ibu os
ANC teratur ke puskesmas. 2 bulan sebelum partus, ibu os mengaku pernah jatuh dari
sepeda motor. Kemudian langsung dibawa ke RS Meuraxa untuk periksa kandungan,
keluar air (-), darah (-). Selama hamil ibu os beraktivitas seperti biasa di rumah,
sebelumnya ibu os adalah pekerja sebagai petani.
3.2.2 Pemeriksaan Fisik
Berat badan lahir 1335 gram, PB 37 cm, LK 28 cm, menangis lemah, kulit tipis
merah serta keriput, tulang rawan telinga masih lunak, tidak kuat hisap, tali pusat
tebal dan segar, tulang tengkorak lunak, lipatan telapak kaki 1/3 anterior.
21
3.2.3 Pemeriksaan Penunjang
Dari hasil lab ditemukan peningkatan hasil bilirubin. Hasil laboratorium tanggal
6 november 2013 dijumpai bilirubin total 15,49 mg/dl dan bilirubin direct 1,89 mg/dl.
Pada tanggal 8 november 2013 dijumpai bilirubin total 10,34 mg/dl dan bilirubin
direct 1,76 mg/dl.
Pada kasus ini, pasien didiagnosa kerja dengan NKB-SMK + BBLSR. Apabila
kita masukkan ke dalam kurva lubchenco akan menunjukkan bayi kurang bulan
sesuai massa kehamilan dengan diantara persentil ke-10 dan ke-90 kurva
pertumbuhan janin.
3.3 Tatalaksana
Konsekuensi dari anatomi dan fisiologi yang belum matang menyebabkan bayi
BBLR cenderung mengalami masalah yang bervariasi. Hal ini harus diantisipasi dan
dikelola pada masa neonatal. Penatalaksanaan yang dilakukan bertujuan untuk
mengurangi stress fisik maupun psikologis. Adapun penatalaksanaan BBLR
meliputi:2,4,5,7
a. Dukungan respirasi
Tujuan primer dalam asuhan bayi resiko tinggi adalah mencapai dan
mempertahankan respirasi. Banyak bayi memerlukan oksigen suplemen dan bantuan
ventilasi. Bayi dengan atau tanpa penanganan suportif ini diposisikan untuk
memaksimalkan oksigenasi karena pada BBLR beresiko mengalami defisiensi
surfaktan dan periadik apneu. Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan
nafas, merangsang pernafasan, diposisikan miring untuk mencegah aspirasi, posisikan
tertelungkup jika mungkin karena posisi ini menghasilkan oksigenasi yang lebih baik,
terapi oksigen diberikan berdasarkan kebutuhan dan penyakit bayi. Pemberian
oksigen 100% dapat memberikan efek edema paru dan retinopathy of prematurity.
b. Termoregulasi
Kebutuhan yang paling krusial pada BBLR setelah tercapainya respirasi adalah
pemberian kehangatan eksternal. Pencegahan kehilangan panas pada bayi distress
sangat dibutuhkan karena produksi panas merupakan proses kompleks yang
22
melibatkan sistem kardiovaskular, neurologis, dan metabolik. Bayi harus dirawat
dalam suhu lingkungan yang netral yaitu suhu yang diperlukan untuk konsumsi
oksigen dan pengeluaran kalori minimal. Suhu aksilar optimal bagi bayi dalam
kisaran 36,5°C – 37,5°C. Menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi
dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu :7
1) Kangaroo Mother Care atau kontak kulit dengan kulit antara bayi dengan ibunya.
Jika ibu tidak ada dapat dilakukan oleh orang lain sebagai penggantinya.
2) Pemancar pemanas
3) Ruangan yang hangat
4) Inkubator
Tabel 3.1 Suhu inkubator yang direkomendasikan menurut umur dan berat
Berat BayiSuhu Inkubator (oC) Menurut Umur
35 34 33 32< 1500 gr 1 – 10 hari 11 hari – 3 minggu 3 – 5 minggu > 5 minggu
1500 – 2000 gr 1 – 10 hari 11 hari – 4 minggu > 4 minggu2100 – 2500 gr 1 – 2 hari 3 hari – 3 minggu > 3 minggu
> 2500 gr 1 – 2 hari > 2 hari
Nb. Bila jenis inkubatornya berdinding tunggal, naikkan suhu inkubator 1°C setiap perbedaan suhu 7°C antara suhu ruang dan incubator
c. Perlindungan terhadap infeksi
Perlindungan terhadap infeksi merupakan bagian integral asuhan semua bayi
baru lahir terutama pada bayi preterm dan sakit. Pada bayi BBLR imunitas seluler
dan humoral masih kurang sehingga sangat rentan denan penyakit. Beberapa hal yang
perlu dilakukan untuk mencegah infeksi antara lain :
1) Semua orang yang akan mengadakan kontak dengan bayi harus melakukan cuci
tangan terlebih dahulu.
2) Peralatan yang digunakan dalam asuhan bayi harus dibersihkan secara teratur.
Ruang perawatan bayi juga harus dijaga kebersihannya.
3) Petugas dan orang tua yang berpenyakit infeksi tidak boleh memasuki ruang
perawatan bayi sampai mereka dinyatakan sembuh atau disyaratkan untuk memakai
alat pelindung seperti masker ataupun sarung tangan untuk mencegah penularan.
23
d. Hidrasi
Bayi resiko tinggi sering mendapat cairan parenteral untuk asupan tambahan
kalori, elektrolit, dan air. Hidrasi yang adekuat sangat penting pada bayi preterm
karena kandungan air ekstraselulernya lebih tinggi (70% pada bayi cukup bulan dan
sampai 90% pada bayi preterm). Hal ini dikarenakan permukaan tubuhnya lebih luas
dan kapasitas osmotik diuresis terbatas pada ginjal bayi preterm yang belum
berkembang sempurna sehingga bayi tersebut sangat peka terhadap kehilangan
cairan.
e. Nutrisi
Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi BBLR tetapi terdapat
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi mereka karena berbagai mekanisme
ingesti dan digesti makanan belum sepenuhnya berkembang. Jumlah, jadwal, dan
metode pemberian nutrisi ditentukan oleh ukuran dan kondisi bayi. Nutrisi dapat
diberikan melalui parenteral ataupun enteral atau dengan kombinasi keduanya. Bayi
preterm menuntut waktu yang lebih lama dan kesabaran dalam pemberian makan
dibandingkan bayi cukup bulan. Mekanisme oral-faring dapat terganggu oleh usaha
memberi makan yang terlalu cepat. Penting untuk tidak membuat bayi kelelahan atau
melebihi kapasitas mereka dalam menerima makanan. Toleransi yang berhubungan
dengan kemampuan bayi menyusu harus didasarkan pada evaluasi status respirasi,
denyut jantung, saturasi oksigen, dan variasi dari kondisi normal dapat menunjukkan
stress dan keletihan. Bayi akan mengalami kesulitan dalam koordinasi mengisap,
menelan, dan bernapas sehingga berakibat apnea, bradikardi, dan penurunan saturasi
oksigen. Pada bayi dengan reflek menghisap dan menelan yang kurang, nutrisi dapat
diberikan melalui sonde ke lambung. Kapasitas lambung bayi prematur sangat
terbatas dan mudah mengalami distensi abdomen yang dapat mempengaruhi
pernafasan. Kapasitas lambung berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 3.2
24
Tabel 3.2 Kapasitas lambung berdasarkan umur
Umur Kapasitas (ml)Bayi Baru Lahir 10 – 20
1 Minggu 30 – 90 2 – 3 Minggu 75 – 100
1 Bulan 90 – 150 3 Bulan 150 – 200 1 Tahun 210 – 360
f. Penghematan energi
Salah satu tujuan utama perawatan bayi resiko tinggi adalah menghemat energi,
Oleh karena itu BBLR ditangani seminimal mungkin. Bayi yang dirawat di dalam
inkubator tidak membutuhkan pakaian , tetapi hanya membutuhkan popok atau alas.
Dengan demikian kegiatan melepas dan memakaikan pakaian tidak perlu dilakukan.
Selain itu, observasi dapat dilakukan tanpa harus membuka pakaian. Bayi yang tidak
menggunakan energi tambahan untuk aktivitas bernafas, minum, dan pengaturan suhu
tubuh, energi tersebut dapat digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan.
Mengurangi tingkat kebisingan lingkungan dan cahaya yang tidak terlalu terang
meningkatkan kenyamanan dan ketenangan sehingga bayi dapat beristirahat lebih
banyak. Posisi telungkup merupakan posisi terbaik bagi bayi preterm dan
menghasilkan oksigenasi yang lebih baik, lebih menoleransi makanan, pola tidur-
istirahatnya lebih teratur. Bayi memperlihatkan aktivitas fisik dan penggunaan energi
lebih sedikit bila diposisikan telungkup. PMK akan memberikan rasa nyaman pada
bayi sehingga waktu tidur bayi akan lebih lama dan mengurangi stress pada bayi
sehingga mengurangi penggunaan energi oleh bayi.
g. Mencegah perdarahan
Berikan vitamin K 0,5 mg apabila BBL < 2500 gram dan 1 mg apabila > 2500
gram dalam sekali pemberian.
h. Antibiotika dan Sepsis
Faktor-faktor risiko sepsis adalah bayi yang dilahirkan di luar rumah sakit atau
dilahirkan dari ibu yang tidak sehat, pecah ketuban >18 jam, bayi kecil (mendekati 1
kg). Jika terdapat salah satu tanda bahaya atau tanda lain infeksi bakteri berat
mulailah pemberian antibiotik. Pusar kemerahan pada sepsis, peradangan meluas ke
25
dinding abdomen sekitar tali pusat. Sebagian besar infeksi bakteri yang berat pada
neonatal harus diobati dengan antibiotik sekurangnya 10 hari. Jika tidak membaik
dalam 2-3 hari, ganti antibiotika dengan golongan lain.
3.4 Komplikasi4,5,7
1. Sindroma aspirasi mekonium (kesulitan bernafas).
Kesulitan pernapasan yang sering ditemukan pada bayi dismatur adalah
sindrom aspirasi mekonium. Keadaan hipoksia intra uterin akan mengakibatkan janin
mengadakan gasping dalam uterus. Selain itu mekonium akan dilepaskan ke dalam
likuor amnion seperti yang sering terjadi pada subacute fetal distress. Akibatnya
cairan yang mengandung mekonium yang lengket itu masuk ke dalam paru janin
karena inhalasi. Pada saat lahir bayi akan menderita gangguan pernapasan yang
sangat menyerupai sindrom gangguan pernapasan idiopatik. Pengobatannya sama
dengan pengobatan sindrom gangguan pernapasan idiopatik di tambah dengan
pemberian antibiotik.
2. Hipoglikemi simtomatik.
Keadaan ini terutama terdapat pada bayi laki-laki. Penyebabnya belum jelas,
tetapi mungkin sekali disebabkan oleh persediaan glikogen yang sangat kurang pada
bayi dismaturitas. Gejala klinisnya tidak khas, tetapi umumnya mula-mula bayi tidak
menunjukkan gejala, kemudian dapat terjadi Jitteriness ( tampak seperti kaget ),
twitching, serangan apneu, sianosis, pucat, tidak mau minum, lemas, apatis dan
kejang ( fit ). Diagnosa dapat digunakan dengan melakukan pemeriksaan gula darah.
Bayi cukup bulan dinyatakan menderita hipoglikemia bila kadar gula darahnya
kurang dari 30mg % Sedangkan bayi BBLR bila kadar gula darahnya kurang dari
20mg%. Pengobatannya adalah dengan menyuntikkan glukosa 20%, 4 ml/kgBB,
kemudian disusul dengan pemberian infus glukosa 10%.
3. Asfiksia neonatorum.
Bayi dismatur lebih sering menderita asfiksia neonatorum dibandingkan dengan
bayi normal.
26
4. Penyakit membran hialin.
Penyakit ini terutama mengenai bayi dismatur yang preterm. Hal ini karena
surfaktan paru belum cukup sehingga alveoli selalu kolaps. Sesudah bayi
mengadakan inspirasi, tidak tertinggal udara residu dalam alveoli, sehingga selalu
dibutuhkan tenaga negative yang tinggi pada pernapasan berikutnya. Akibatnya akan
tampak dispneu yang berat, retraksi epigastrium, sianosis dan pada paru terjadi
atelektasis dan akhirnya terjadi eksudasi fibrin dan lain-lain serta terbentuknya
membran hialin. Penyakit ini dapat mengenai bayi dismatur yang preterm, terutama
bila masa gestasinya kurang daripada 35 minggu.
5. Hiperbilirubinemia.
Bayi dismatur lebih sering mendapat hiperbilirubinemia dibandingkan dengan
bayi yang sesuai dengan masa kehamilannya. Hal ini mungkin disebabkan gangguan
pertumbuhan hati. Menurut Gruenwald, hati pada bayi dismatur beratnya kurang
dibandingkan dengan bayi biasa.
6. Sepsis neonatorum.
Perkembangan sistem imun belum lengkap maka bayi dismatur lebih mudah
terkena infeksi dibandingkan dengan bayi normal.
27
BAB IV
KESIMPULAN
1. Prognosis BBLR akan baik bila ditangani dengan cepat dan perawatan yang
intensif. Namun, prognosis BBLR juga dipengaruhi hubungan berbanding lurus
usia kehamilan, berat lahir dan komplikasi masa perinatal.
2. Masalah pada BBLR berhubungan dengan gangguan pertumbuhan dan
pematangan (maturitas) organ yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi
hingga menyebabkan kematian.
3. Diagnosis BBLR dapat ditegakkan bahkan sebelum bayi lahir melalui anamnesis
dan pemeriksaan pada kandungan ibu, selain itu dapat juga ditegakkan melalui
pemeriksaan penunjang dengan menggunakan skor Ballard dan kurva Lubchenco
untuk menentukan diagnosis apakah seorang bayi cukup bulan atau tidak dan
digolongkan pada BBLR dengan prematuritas atau dengan dismaturitas.
4. Langkah preventif utama yang harus dilakukan untuk mencegah lahirnya BBLR
adalah dengan mengupayakan ibu memperoleh nutrisi yang tepat dan adekuat
selama masa kehamilannya dan memeriksa kehamilan minimal 4 x selama masa
kehamilan.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI. Pedoman Pelayanan Kesehatan Bayi Berat Lahir Rendah Dengan Perawatan Metode Kangguru di Rumah Sakit dan Jejaringnya. Jakarta: Direktorat Janderal Bina Pelayanan Medik. 2009.
2. Festy P. 2010. Analisis Faktor Resiko Pada Kejadian Berat Badan Lahir Rendah Di Kabupaten Sumenep. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surabaya.
3. Badan Pusat Statistik Pemerintah Provinsi Aceh. 2008. http://www.undp.or.id./bps/pem.aceh. diperoleh 31 Oktober 2013.
4. Saraswati E. Faktor Kesehatan Reproduksi Ibu Hamil dan Hubungannya dengan Kejadian Bayi Berat Badan Lahir Rendah di Kota Sukabumi Tahun 2005-2006, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 1, No. 3., Desember 2006, hal 106-110.
5. Lewi A. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Neonatus Dismatur. FK Universitas Wijaya Kusuma. Surabaya. 2008.
6. Manuaba. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2007.
7. Ikatan Ahli Gizi. Faktor-faktor yang mempengaruhi BBLR. Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi. Jakarta. 2012.
8. Gary F. Obstetri Williams. Edisi ke-21. EGC. Jakarta. 2006. Hal.142-3.