BBLSR

41
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Bayi (AKB). Angka Kematian Bayi di Indonesia saat ini masih tergolong tinggi, yaitu tercatat 31 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2008, ini memang bukan gambaran yang indah, karena masih terbilang tinggi bila di bandingkan dengan negara- negara di bagian ASEAN dan penyebab kematian bayi terbanyak adalah karena gangguan perinatal. Insiden bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) diperkirakan 4-7% dari total kelahiran hidup, tetapi dalam perawatannya kelompok bayi tersebut memerlukan sumber daya yang besar. Angka kematian BBLSR bervariasi antara 57% dinegara berkembang dan 10% dinegara maju. Di negara maju angka harapan hidup BBLSR meningkat sangat dramatis, kondisi ini mungkin karena kemajuan bidang perinatal-neonatal, penanganan kehamilan risiko tinggi, dan kemajuan resusitasi pada BBLSR. 1,2 Di Indonesia angka kematian bayi dan angka kematian ibu adalah 35 per 1000 kelahiran hidup dan 307 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini sudah menunjukkkan penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai sekitar 239 per 1000 kelahiran hidup. Meskipun demikian

description

berat bayi lahir rendah

Transcript of BBLSR

Page 1: BBLSR

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu indikator untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat adalah

Angka Kematian Bayi (AKB). Angka Kematian Bayi di Indonesia saat ini masih

tergolong tinggi, yaitu tercatat 31 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2008, ini

memang bukan gambaran yang indah, karena masih terbilang tinggi bila di

bandingkan dengan negara-negara di bagian ASEAN dan penyebab kematian bayi

terbanyak adalah karena gangguan perinatal. Insiden bayi berat lahir sangat rendah

(BBLSR) diperkirakan 4-7% dari total kelahiran hidup, tetapi dalam perawatannya

kelompok bayi tersebut memerlukan sumber daya yang besar. Angka kematian

BBLSR bervariasi antara 57% dinegara berkembang dan 10% dinegara maju. Di

negara maju angka harapan hidup BBLSR meningkat sangat dramatis, kondisi ini

mungkin karena kemajuan bidang perinatal-neonatal, penanganan kehamilan risiko

tinggi, dan kemajuan resusitasi pada BBLSR.1,2

Di Indonesia angka kematian bayi dan angka kematian ibu adalah 35 per 1000

kelahiran hidup dan 307 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini sudah

menunjukkkan penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai sekitar

239 per 1000 kelahiran hidup. Meskipun demikian masih terdapat beberapa wilayah

yang masih menunjukkan anggka kematian bayi cukup tingi. Indikator lain meliputi

kehamilan dini kurang dari 18 tahun 4,1%, kehamilan terlalu tua lebih dari 34 tahun

11%, anemia pada ibu hamil 50,9% dan jarak persalinan yang terlalu dekat kurang

dari 2 tahun 5,2%. Insiden BBLSR bervariasi, dari hasil studi di 7 wilayah (Aceh,

Palembang, Yogyakarta, Surabaya, Bali, Ujung Pandang, Manado), prevalensi

BBLSR berkisar antara 2,1 % - 17,7 %.1,3,4

Bayi Berat Lahir Sangat Rendah atau BBLSR adalah bayi baru lahir yang

berat badannya ditimbang 1 jam setelah lahir dari 1000-1499 gram tanpa memandang

usia gestasi dan dapat menyebabkan gangguan maturitas organ sehingga menghambat

pertumbuhan dan perkembangan bahkan kematian.2,5,6

Page 2: BBLSR

2

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : By. Rusni

Tanggal Lahir / Umur : 31 Oktober 2013/25 hari

Alamat : Desa Cot Suruy

Agama : Islam

Suku : Aceh

Nomor CM : 975939

Jaminan : Jampersal

Tanggal Masuk : 31 Oktober 2013

Tanggal Pemeriksaan : 3 November 2013

Nama orang tua

Ayah : Tn. Jamilan Ibu : Ny. Rusni

Umur : 44 thn Umur : 36 thn

2.2 Anamnesis

2.2.1 Keluhan Utama

Tidak kuat hisap

2.2.2 Keluhan Tambahan

Lemah

2.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang

Telah lahir bayi berjenis kelamin laki-laki pukul 21.30 WIB dari ibu Rusni, 36

tahun secara pervaginam dengan usia gestasi 28-29 minggu, setelah lahir bayi tidak

segera menangis dengan APGAR score 7/8. BBL 1335 gram, PB 37 cm dan LK 28

cm. Tali pusat putih mengkilat, ketuban jernih, genitalia (+), anus (+), kelainan

kongenital (-). Janin lahir dengan presentasi bokong tunggal hidup.

Page 3: BBLSR

3

2.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu

Disangkal

2.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga

Disangkal

2.2.6 Riwayat Pemakaian Obat

Disangkal

2.2.7 Riwayat ANC ibu

ANC teratur sebulan sekali ke bidan

2.2.8 Riwayat Kelahiran

Pasien merupakan anak pertama yang lahir secara pervaginam dengan BBL

1335 gram di RSUDZA.

2.2.9 Riwayat Imunisasi

Pasien belum pernah mendapatkan imunisasi.

2.3 STATUS PRESENT

Keadaan Umum : Lemah dan tidak kuat hisap

Kesadaran : Somnolen

Heart rate : 124 x/menit

Pernapasan : 46 x/menit

Suhu : 36,2oC

Berat Badan Lahir : 1335 gram

Berat Badan Sekarang : 1280 gram

Page 4: BBLSR

4

2.4 STATUS INTERNUS

2.4.1 Kulit

Warna : Kemerahan

Sianosis : (-)

Ikterus : (-)

Udem : (+)

Turgor : Kembali lambat

Anemia : (-)

2.4.2 Kepala

Rambut : Hitam, sukar dicabut, distribusi merata

Wajah : Simetris, udem (-), sindrom down (-), sindrom pierre (-)

Mata : Konjungtiva pucat (-/-), ikterik (-/-), sekret (-/-), refleks

cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+),

pupil isokor bulat 3 mm/3 mm

Telinga : Serumen (-/-), normotia

Hidung : Sekret (-/-), NCH (+)

Mulut :

- Bibir : Simetris, bibir pucat (-), mukosa kering (-), sianosis (-)

- Lidah : Tremor (-), hiperemis (-)

- Tonsil : Hiperemis (-/-), T1 – T1

- Faring : Hiperemis (-)

2.4.3 Leher

- Inspeksi : Simetris, trakea berada ditengah

- Palpasi : TVJR-2cmH2O, Pembesaran KGB (-)

2.4.4 Thorax

Inspeksi

Statis : Simetris, bentuk normochest

Page 5: BBLSR

5

Dinamis : Pernafasan thoracoabdominal, retraksi suprasternal (-), retraksi

intercostal (-), retraksi epigastrium (-).

Palpasi : Nyeri tekan (-), fremitus taktik sama kanan dan kiri

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : Vesikular (+/+), rongki (-/-), whezing (-/-)

2.4.5 Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba, thrill (-)

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : BJ I > BJ II , reguler (+), bising (-)

2.4.6 Abdomen

Inspeksi : Simetris, distensi (-), tali pusat putih mengkilat

Palpasi : Nyeri tekan (-)

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ginjal : Ballotement tidak teraba

Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)

Auskultasi : Peristaltik usus (+)

2.4.7 Genetalia : Dalam batas normal

2.4.8 Anus : Dalam batas normal (+)

2.4.9 Kelenjar linfe : pembesaran kelenjar linfe (-)

2.4.10 Ekstremitas

Superior : sianosis (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3”

Inferior : sianosis (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3”

Page 6: BBLSR

6

2.5 Pemeriksaan Penunjang

2.5.1 Hasil Laboratorium Tanggal 6 November 2013

Hemoglobin : 11,4 gr/dl

Hematokrit : 31 %

Leukosit : 6,8 x103/ul

Trombosit : 294x103/ul

Bilirubin total : 15,49 mg/dl

Bilirubin direct : 1,89 mg/dl

KGDS : 70 mg/dl

Natrium : 125 meq/l

Kalium : 36 meq/l

Clorida : 104 meq/l

2.5.2 Hasil Laboratorium Tanggal 8 November 2013

Hemoglobin : 11,8 gr/dl

Hematokrit : 31 %

Eritrosit : 3,1x103/ul

Leukosit : 14,5x103/ul

Trombosit : 407x103/ul

E/B/NB/NS/L/M : 3/0/2/47/27/21

MDT : monositosis sesuai dengan SADT

Bilirubin total : 10,34 mg/dl

Bilirubin direct : 1,76 mg/dl

KGDS : 89 mg/dl

Natrium : 147 meq/l

Kalium : 4,4 meq/l

Clorida : 108 meg/l

2.5.3 Hasil Laboratorium Tanggal 15 November 2013

KGDS : 40 mg/dl

Page 7: BBLSR

7

2.6 Resume

Pasien merupakan bayi dari Ny. Rusni, jenis kelamin laki-laki, umur 25 hari

dengan diagnosa NKB-SMK + BBLSR, berat badan lahir 1335 gram, berat badan

sekarang 1280 gram. Bayi lahir secara pervaginam presentasi bokong tunggal hidup

dengan usia gestasi 28-29 minggu dan tidak segera menangis, APGAR skor 7/8,

lingkar kepala 28 cm dan panjang badan 37 cm, air ketuban jernih, tali pusat putih

mengkilap, genitalia (+), anus (+) dan tidak dijumpai adanya kelainan kongenital.

Biru (-), batuk (-), pada pemeriksaan umum didapatkan kesadaran apatis, heart rate

124 x/menit, pernapasan 56x/menit, suhu 36,2 oC, keadaan umum lemah.

2.7 Diagnosa Sementara/Diagnosa Kerja

NKB-SMK + BBLSR

2.8 Terapi

Bed rest

Puasa sementara

Hangatkan bayi

O2 2 l/i

IVFD Dextrose 10 % 80cc/24 jam

Inj. Neo-K ½ amp

Inj. Ampicilin 50 mg/12 jam

Inj. Gentamicin 5 mg/36 jam

2.9 Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad Sanactionam : dubia ad bonam

Page 8: BBLSR

8

2.10 Follow Up Harian

Tanggal/hari

rawatanCatatan Instruksi

31-10-2013

H-0

S/ Tidak kuat hisap, lemah

O/ VS/ HR = 124 x/menit

RR = 56 x/menit

T = 36,2oC

Pf/

Kepala : normocephali, wajah simetris

Mata : konj.palp.inf pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Telinga : normotia, serumen (-/-)

Hidung : NCH (+/+), secret (-/-)

Mulut : mukosa bibir lembab

Leher : pemb. KGB (-)

Thoraks : simetris, normoches, retraksi (+/+), SF ka = SF ki, NT

(-/-), ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)

Cor : BJ I>BJ II, reguler, bising (-)

Abdomen: simetris, distensi (-), tali pusat putih mengkilat,

soepel, H/L/R tidak teraba, timpani (+), peristaltik

(+)

Genitalia : dalam batas normal

Anus : (+)

Ektremitas :

-Superior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3“

-Inferior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3”

A/ NKB-SMK + BBLSR

Th /

- IVFD Dex 10% 5 cc/jam

- Inj. Neo-K ½ amp

- Inj. Ampicilin 50 mg/12 jam (H1)

- Inj. Gentamicin 5 mg/36 jam (H1)

P /

- Cek DR

- Monitor saturasi

- Rawat NICU

1-11-2013

H-1

S/ Tidak kuat hisap, lemah

O/ VS/ HR = 126 x/menit

RR = 42 x/menit

T = 36,3oC

Pf/

Kepala : normocephali, wajah simetris

Mata : konj.palp.inf pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Telinga : normotia, serumen (-/-)

Hidung : NCH (+/+), secret (-/-)

Mulut : mukosa bibir lembab

Leher : pemb. KGB (-)

Thoraks : simetris, normoches, retraksi (+/+), SF ka = SF ki, NT

(-/-), ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)

Cor : BJ I>BJ II, reguler, bising (-)

Abdomen: simetris, distensi (-), soepel, H/L/R tidak teraba,

timpani (+), peristaltik (+)

Genitalia : dalam batas normal

Th /

- IVFD Dex 10% 5 cc/jam

- Inj. Ampicilin 50 mg/12 jam (H2)

- Inj. Gentamicin 5 mg/36 jam (H2)

- Trofik Feeding 10 cc/24 jam

P /

- Cek DR, KGDS

- Monitor saturasi

- Hitung NBS (12 28-30 mg)

Page 9: BBLSR

9

Anus : (+)

Ektremitas :

-Superior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3“

-Inferior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3”

A/ NKB-SMK + BBLSR

2-11-2013

H-2

S/ Tidak kuat hisap, lemah

O/ VS/ HR = 123 x/menit

RR = 43 x/menit

T = 36,2oC

Pf/

Kepala : normocephali, wajah simetris

Mata : konj.palp.inf pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Telinga : normotia, serumen (-/-)

Hidung : NCH (+/+), secret (-/-)

Mulut : mukosa bibir lembab

Leher : pemb. KGB (-)

Thoraks : simetris, normoches, retraksi (+/+), SF ka = SF ki, NT

(-/-), ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)

Cor : BJ I>BJ II, reguler, bising (-)

Abdomen: simetris, distensi (-), soepel, H/L/R tidak teraba,

timpani (+), peristaltik (+)

Genitalia : dalam batas normal

Anus : (+)

Ektremitas :

-Superior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3“

-Inferior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3”

A/ NKB-SMK + BBLSR

Th /

- IVFD Dex 10% 5 cc/jam

- Inj. Ampicilin 50 mg/12 jam (H3)

- Inj. Gentamicin 5 mg/36 jam (H3)

- Trofik Feeding 10 cc/24 jam

P /

- Cek DR, KGDS

- Monitor saturasi

3-11-2013

H-3

S/ Tidak kuat hisap, lemah

O/ VS/ HR = 124 x/menit

RR = 45 x/menit

T = 36,5oC

Pf/

Kepala : normocephali, wajah simetris

Mata : konj.palp.inf pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Telinga : normotia, serumen (-/-)

Hidung : NCH (+/+), secret (-/-)

Mulut : mukosa bibir lembab

Leher : pemb. KGB (-)

Thoraks : simetris, normoches, retraksi (+/+), SF ka = SF ki, NT

(-/-), ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)

Cor : BJ I>BJ II, reguler, bising (-)

Abdomen: simetris, distensi (-), soepel, H/L/R tidak teraba,

Th /

- IVFD Dex 10% 5 cc/jam

- Inj. Ampicilin 50 mg/12 jam (H4)

- Inj. Gentamicin 5 mg/36 jam (H4)

- Trofik Feeding 10 cc/24 jam

P /

- Cek DR, KGDS

- Monitor saturasi

Page 10: BBLSR

10

timpani (+), peristaltik (+)

Genitalia : dalam batas normal

Anus : (+)

Ektremitas :

-Superior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3“

-Inferior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3”

A/ NKB-SMK + BBLSR

4-11-2013

H-4

S/ Tidak kuat hisap, lemah

O/ VS/ HR = 123 x/menit

RR = 42 x/menit

T = 36,3oC

Pf/

Kepala : normocephali, wajah simetris

Mata : konj.palp.inf pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Telinga : normotia, serumen (-/-)

Hidung : NCH (+/+), secret (-/-)

Mulut : mukosa bibir lembab

Leher : pemb. KGB (-)

Thoraks : simetris, normoches, retraksi (+/+), SF ka = SF ki, NT

(-/-), ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)

Cor : BJ I>BJ II, reguler, bising (-)

Abdomen: simetris, distensi (-), soepel, H/L/R tidak teraba,

timpani (+), peristaltik (+)

Genitalia : dalam batas normal

Anus : (+)

Ektremitas :

-Superior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3“

-Inferior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3”

A/ NKB-SMK + BBLSR

Th /

- IVFD Dex 10% 5 cc/jam

- Inj. Ampicilin 50 mg/12 jam (H5)

- Inj. Gentamicin 5 mg/36 jam (H5)

- Trofik Feeding 2 cc/3 jam

P /

- Cek DR, KGDS

- Monitor saturasi

5-11-2013

H-5

S/ Tidak kuat hisap, lemah

O/ VS/ HR = 123 x/menit

RR = 43 x/menit

T = 36,2oC

Pf/

Kepala : normocephali, wajah simetris

Mata : konj.palp.inf pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Telinga : normotia, serumen (-/-)

Hidung : NCH (+/+), secret (-/-)

Mulut : mukosa bibir lembab

Leher : pemb. KGB (-)

Thoraks : simetris, normoches, retraksi (+/+), SF ka = SF ki, NT

(-/-), ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)

Th /

- IVFD Dex 10% 5 cc/jam

- Inj. Ampicilin 50 mg/12 jam (H6)

- Inj. Gentamicin 5 mg/36 jam (H6)

- Trofik Feeding 2 cc/3 jam

P /

- Cek DR, KGDS

- Monitor saturasi

Page 11: BBLSR

11

Cor : BJ I>BJ II, reguler, bising (-)

Abdomen: simetris, distensi (-), soepel, H/L/R tidak teraba,

timpani (+), peristaltik (+)

Genitalia : dalam batas normal

Anus : (+)

Ektremitas :

-Superior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3“

-Inferior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3”

A/ NKB-SMK + BBLSR

6-11-2013

H-6

S/ Tidak kuat hisap, lemah

O/ VS/ HR = 140 x/menit

RR = 37 x/menit

T = 35,8oC

Pf/

Kepala : normocephali, wajah simetris

Mata : konj.palp.inf pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Telinga : normotia, serumen (-/-)

Hidung : NCH (+/+), secret (-/-)

Mulut : mukosa bibir lembab

Leher : pemb. KGB (-)

Thoraks : simetris, normoches, retraksi (+/+), SF ka = SF ki, NT

(-/-), ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)

Cor : BJ I>BJ II, reguler, bising (-)

Abdomen: simetris, distensi (-), soepel, H/L/R tidak teraba,

timpani (+), peristaltik (+)

Genitalia : dalam batas normal

Anus : (+)

Ektremitas :

-Superior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3“

-Inferior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3”

A/ NKB-SMK + BBLSR

Th /

- Nasal kanul O2 ½ liter/i

- IVFD Dex 10% 5 cc/jam

- Inj. Ampicilin 50 mg/12 jam (H7)

- Inj. Gentamicin 5 mg/36 jam (H7)

P /

- Cek DR, KGDS, bilirubin total,

bilirubin direct

- Monitor saturasi

7-11-2013

H-7

S/ Tidak kuat hisap, lemah

O/ VS/ HR = 124 x/menit

RR = 32 x/menit

T = 35,9oC

Pf/

Kepala : normocephali, wajah simetris

Mata : konj.palp.inf pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Telinga : normotia, serumen (-/-)

Hidung : NCH (+/+), secret (-/-)

Mulut : mukosa bibir lembab

Leher : pemb. KGB (-)

Thoraks : simetris, normoches, retraksi (+/+), SF ka = SF ki, NT

Th /

- Nasal kanul O2 2 liter/i

- IVFD Dex 10% 5 cc/jam

- Inj. Ampicilin 50 mg/12 jam (H8)

- Inj. Gentamicin 5 mg/36 jam (H8)

Page 12: BBLSR

12

(-/-), ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)

Cor : BJ I>BJ II, reguler, bising (-)

Abdomen: simetris, distensi (-), soepel, H/L/R tidak teraba,

timpani (+), peristaltik (+)

Genitalia : dalam batas normal

Anus : (+)

Ektremitas :

-Superior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3“

-Inferior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3”

A/ NKB-SMK + BBLSR

8-11-2013

H-8

S/ Tidak kuat hisap, lemah

O/ VS/ HR = 126 x/menit

RR = 34 x/menit

T = 36,0oC

Pf/

Kepala : normocephali, wajah simetris

Mata : konj.palp.inf pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Telinga : normotia, serumen (-/-)

Hidung : NCH (+/+), secret (-/-)

Mulut : mukosa bibir lembab

Leher : pemb. KGB (-)

Thoraks : simetris, normoches, retraksi (+/+), SF ka = SF ki, NT

(-/-), ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)

Cor : BJ I>BJ II, reguler, bising (-)

Abdomen: simetris, distensi (-), soepel, H/L/R tidak teraba,

timpani (+), peristaltik (+)

Genitalia : dalam batas normal

Anus : (+)

Ektremitas :

-Superior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3“

-Inferior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3”

A/ NKB-SMK + BBLSR

Th /

- Nasal kanul O2 2 liter/i

- IVFD Dex 10% 5 cc/jam

- Inj. Ampicilin 50 mg/12 jam (H9)

- Inj. Gentamicin 5 mg/36 jam (H9)

9-11-2013

H-9

S/ Tidak kuat hisap, lemah

O/ VS/ HR = 120 x/menit

RR = 44 x/menit

T = 36,3oC

Pf/

Kepala : normocephali, wajah simetris

Mata : konj.palp.inf pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Telinga : normotia, serumen (-/-)

Hidung : NCH (+/+), secret (-/-)

Mulut : mukosa bibir lembab

Th /

- Nasal kanul O2 ½ liter/i

- IVFD Dex 10% 5 cc/jam

- Inj. Ampicilin 50 mg/12 jam (H10)

- Inj. Gentamicin 5 mg/36 jam (H10)

Page 13: BBLSR

13

Leher : pemb. KGB (-)

Thoraks : simetris, normoches, retraksi (+/+), SF ka = SF ki, NT

(-/-), ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)

Cor : BJ I>BJ II, reguler, bising (-)

Abdomen: simetris, distensi (-), soepel, H/L/R tidak teraba,

timpani (+), peristaltik (+)

Genitalia : dalam batas normal

Anus : (+)

Ektremitas :

-Superior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3“

-Inferior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3”

A/ NKB-SMK + BBLSR

10-11-2013

H-10

S/ Tidak kuat hisap, lemah

O/ VS/ HR = 120 x/menit

RR = 40 x/menit

T = 35,9oC

Pf/

Kepala : normocephali, wajah simetris

Mata : konj.palp.inf pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Telinga : normotia, serumen (-/-)

Hidung : NCH (+/+), secret (-/-)

Mulut : mukosa bibir lembab

Leher : pemb. KGB (-)

Thoraks : simetris, normoches, retraksi (+/+), SF ka = SF ki, NT

(-/-), ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)

Cor : BJ I>BJ II, reguler, bising (-)

Abdomen: simetris, distensi (-), soepel, H/L/R tidak teraba,

timpani (+), peristaltik (+)

Genitalia : dalam batas normal

Anus : (+)

Ektremitas :

-Superior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3“

-Inferior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3”

A/ NKB-SMK + BBLSR

Th /

- Nasal kanul O2 ½ liter/i

- IVFD N5 70 cc/24 jam (5 cc/jam)

- ASI 15 cc/3 jam

11-11-2013

H-11

S/ Tidak kuat hisap, lemah

O/ VS/ HR = 120 x/menit

RR = 40 x/menit

T = 35,9oC

Pf/

Kepala : normocephali, wajah simetris

Mata : konj.palp.inf pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Telinga : normotia, serumen (-/-)

Th /

- Nasal kanul O2 ½ liter/i

- IVFD N5 70 cc/24 jam (5 cc/jam)

- ASI 15 cc/3 jam

- Prolacta baby 1x1

Page 14: BBLSR

14

Hidung : NCH (+/+), secret (-/-)

Mulut : mukosa bibir lembab

Leher : pemb. KGB (-)

Thoraks : simetris, normoches, retraksi (+/+), SF ka = SF ki, NT

(-/-), ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)

Cor : BJ I>BJ II, reguler, bising (-)

Abdomen: simetris, distensi (-), soepel, H/L/R tidak teraba,

timpani (+), peristaltik (+)

Genitalia : dalam batas normal

Anus : (+)

Ektremitas :

-Superior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3“

-Inferior : pucat (-/-), edema (-/-), akral hangat, CRT < 3”

A/ NKB-SMK + BBLSR

Tabel 2.1 Follow Up Harian

BAB III

Page 15: BBLSR

15

ANALISA KASUS

3.1 Identifikasi Masalah

Pada pemeriksaan fisik ditemukan berat badan lahir 1335 gram. Berat lahir

adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. Klasifikasi berat bayi

baru lahir dapat dibedakan atas berat lahir normal 2500-4000 gram, berat lahir lebih

>4000 gram, berat lahir rendah <2500 gram, berat lahir sangat rendah <1500 gram

dan berat lahir amat sangat rendah <1000 gram.2,6 Ada beberapa faktor yang

menyebabkan bayi berat lahir rendah, diantaranya:4,6

a. Faktor Ibu.

1).Umur ( 20 tahun dan > 35 tahun).

2).Paritas.

3).Ras.

4). Infertilitas.

5).Riwayat kehamilan tak baik.

6).Rahim abnormal.

7).Jarak kelahiran terlalu dekat.

8).BBLR pada anak sebelumnya.

9).Malnutrisi sebelum hamil (pertambahan berat badan kurang selama hamil).

10). Penyakit akut dan kronik.

11). Kebiasaan tidak baik (pengobatan selama hamil, merokok, alkohol, radiasi).

12). Keadaan penyebab insufisiensi plasenta (penyakit jantung, ginjal, paru,

hipertensi, DM, preeklamsi).

13). Keadaan sosial ekonomi (status gizi dan pengawasan ANC yang kurang baik).

b. Faktor Plasenta

1)Penyakit vaskuler

2)Kehamilan ganda

3)Malformasi

4)Tumor

c. Faktor Janin

Page 16: BBLSR

16

1)Kelainan kromosom.

2)Malformasi.

3)Infeksi bawaan yang didapat dalam kandungan (misal; TORCH).

4)Kehamilan ganda.

Bayi tampak lemah, tidak kuat hisap, kulit tipis dan keriput dengan usia gestasi

28-29 minggu. Kemampuan bayi untuk mengkoordinasi menghisap dan menelan baru

terlihat pada usia kehamilan 34 minggu. Kemampuan ini tampaknya lebih

berhubungan dengan umur pasca konsepsi dari pada parameter berat badan. Motilitas

sistem gastrointestinal tergantung dari kematangan sistem syaraf. Pada usia

kehamilan 24 minggu esofagus meunjukkan pola peristalik yang tidak terkoordinasi,

saat usia kehamilan cukup bulan peristalitik esofagus menjadi cukup matang untuk

mendorong makanan ke arah gaster. Gaster sendiri baru mencapai tingkat

kematangan pada trimester ketiga.4,7 Bila ditinjau dari pertumbuhan dan

perkembangan janin :6,8

- Usia gestasi 12 minggu

Pada akhir minggu ke-16, panjang ubun-ubun hingga bokong telah mencapai 12

cm dan beratnya 110 gram. Jenis kelamin telah dapat ditentukan dengan tepat oleh

pemeriksa yang berpengalaman melalui inspeksi genetalia eksterna pada minggu

(menstruasi) ke-14.

- Usia gestasi 20 minggu

Akhir minggu ke-20 merupakan titik pertengahan kehamilan sesuai perkiraan

dari awal menstruasi normal terakhir. Berat janin sekarang telah lebih sedikit dari 300

gram dan berat mulai meningkat secara linier. Kulit janin mulai kurang transparan,

lanugo halus menutupi seluruh tubuhnya dan mulai tumbuh beberapa rambut kepala.

- Usia gestasi 24 minggu

Pada akhir minggu ke-24, janin memiliki berat sekitar 630 gram. Kulit

memperlihatkan keriput yang khas dan mulai terjadi penimbunan lemak. Kepala

masih relatif cukup besar, bulu mata dan alis biasanya sudah dapat dikenali. Periode

kanalikular perkembangan paru, yaitu saat bronkus dan bronkiolus membesar dan

duktus alveolaris terbentuk, sudah hamper selesai. Janin yang lahir pada periode ini

Page 17: BBLSR

17

akan berusaha bernapas, tetapi sebagian besar akan meninggal karena sakus

terminalis yang dibutuhkan untuk pertukaran gas belum terbentuk.

- Usia gestasi 28 minggu

Pada akhir minggu ke-28, panjang ubun-ubun sampai bokong adalah sekitar 25

cm dan berat janin sekitar 1100 gram. Kulit tipis, merah dan ditutupi oleh verniks

kaseosa. Membran pupil baru lenyap dari mata. Bayi yang lahir pada waktu ini dapat

menggerakkan ekstremitasnya dengan cukup energik dan menangis lemah. Bayi

normal yang lahir pada usia ini memiliki kemungkinan 90% untuk bertahan hidup.

- Usia gestasi 32 minggu

Pada akhir minggu ke-32 gestasi, janin memiliki panjang ubun-ubun hingga

bokong sekitar 28 cm dan berat sekitar 1800 gram. Permukaan kulit masih merah dan

berkeriput. Tanpa adanya keadaan penyulit, bayi yang lahir pada periode ini biasanya

akan bertahan hidup.

- Usia gestasi 36 minggu

Pada akhir minggu ke-36 gestasi, rata-rata panjang ubun-ubun hingga bokong

janin adalah 32 cm dan berat sekitar 2500 gram. Karena pengendapan lemak subkutis,

tubuh menjadi lebih bulat dan gambaran keriput di wajah yang sebelumnya ada telah

menghilang. Bayi yang lahir pada waktu ini memiliki kemungkinan yang sangat baik

untuk bertahan hidup dengan perawaqtan yang benar.

- Usia gestasi 40 minggu

Aterm dicapai pada minggu ke-40 dari awitan menstruasi terakhir. Pada waktu

ini, janin sudah berkembang sempurna. Rata-rata panjang ubun-ubun hingga bokong

janin aterm adalah sekitar 36 cm dan berat sekitar 3400 gram.

Lama kehamilan dibagi atas :5,8

a. Bayi kurang bulan jika dilahirkan dengan masa gestasi < 37 minggu (< 259 hari).

b. Bayi cukup bulan jika dilahirkan dengan masa gestasi 37- 42 minggu.

c. Bayi lebih bulan jika bayi dilahirkan dengan masa gestasi > 42 minggu (> 294

hari).

Menurut usia gestasinya, bayi dengan berat lahir rendah dapat dikelompokkan

menjadi :2,5,7

Page 18: BBLSR

18

1. Prematuritas murni

Yaitu massa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan

berat badan untuk massa gestasi atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai

untuk massa kehamilan (NKB-SMK).

2. Dismaturitas

Yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk

massa gestasi itu. Bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan merupakan

bayi kecil untuk massa kehamilannya (KMK). Berat badan kurang dari seharusnya

yaitu dibawah persentil ke-10 (kurva pertumbuhan intra uterin Usher Lubchenco).

Berdasarkan berat badan menurut usia kehamilan dapat digolongkan :2,4,6,7

a. Kecil Masa Kehamilan (KMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB dibawah persentil

ke-10 kurva pertumbuhan janin.

b. Sesuai Masa Kehamilan (SMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB diantara persentil

ke-10 dan ke-90 kurva pertumbuhan janin.

c. Besar Masa Kehamilan (BMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB diatas persentil ke-

10 pada kurva pertumbuhan janin.

Gambar 3.1 Kurva Lubchenco (1967)

Page 19: BBLSR

19

Gambar 3.2 Maturitas Fisik ( New Ballard Score)

Gambar 3.3 Maturitas Neuromuskular (New Ballard Score)

Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 6 november 2013 dijumpai bilirubin

total 15,49 mg/dl dan bilirubin direct 1,89 mg/dl. Pada tanggal 8 november 2013

dijumpai bilirubin total 10,34 mg/dl dan bilirubin direct 1,76 mg/dl. Semakin muda

masa gestasi dan semakin rendah berat badan bayi maka makin tinggi angka

kematiannya, komplikasi yang menyertai seperti asfiksia/iskemia, sindrom gangguan

Page 20: BBLSR

20

pernafasan, perdarahan intra ventrikuler, infeksi, gangguan metabolik.

Hiperbilirubinemia merupakan salah satu gangguan pada bayi BBLR, ini terjadi

karena immaturitas hepar. Gangguan yang mungkin terjadi pada bayi BBLR antara

lain :5,7

1. Pusat pengaturan suhu tubuh yang belum matur.

2. Sistem immunologi belum berkembang dengan baik sehingga rentan infeksi.

3. Sistem saraf pusat belum matur menyebabkan perdarahan periventrikuler.

4. Sistem pernafasan belum matur terutama paru-paru menyebabkan mudah terkena

penyakit membran hyalin.

5. Immaturitas hepar sehingga metabolisme bilirubin terganggu (hiperbilirubinemia).

3.2 Diagnosa

Menegakkan diagnosis BBLR adalah dengan mengukur berat lahir bayi dalam

jangka waktu 1 jam setelah lahir. Kemudian lanjutkan dengan langkah-langkah

diagnostik anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :

3.2.1 Anamnesis

Ny.Rusni, 36 tahun, G3 P0 A2, usia gestasi 28-29 minggu. Jarak kehamilan 10

tahun. Ibu os merasakan adanya penambahan berat badan selama hamil. Obat-obatan

yang diminum selama kehamilan (-), penyakit yang diderita selama hamil (-). Ibu os

ANC teratur ke puskesmas. 2 bulan sebelum partus, ibu os mengaku pernah jatuh dari

sepeda motor. Kemudian langsung dibawa ke RS Meuraxa untuk periksa kandungan,

keluar air (-), darah (-). Selama hamil ibu os beraktivitas seperti biasa di rumah,

sebelumnya ibu os adalah pekerja sebagai petani.

3.2.2 Pemeriksaan Fisik

Berat badan lahir 1335 gram, PB 37 cm, LK 28 cm, menangis lemah, kulit tipis

merah serta keriput, tulang rawan telinga masih lunak, tidak kuat hisap, tali pusat

tebal dan segar, tulang tengkorak lunak, lipatan telapak kaki 1/3 anterior.

Page 21: BBLSR

21

3.2.3 Pemeriksaan Penunjang

Dari hasil lab ditemukan peningkatan hasil bilirubin. Hasil laboratorium tanggal

6 november 2013 dijumpai bilirubin total 15,49 mg/dl dan bilirubin direct 1,89 mg/dl.

Pada tanggal 8 november 2013 dijumpai bilirubin total 10,34 mg/dl dan bilirubin

direct 1,76 mg/dl.

Pada kasus ini, pasien didiagnosa kerja dengan NKB-SMK + BBLSR. Apabila

kita masukkan ke dalam kurva lubchenco akan menunjukkan bayi kurang bulan

sesuai massa kehamilan dengan diantara persentil ke-10 dan ke-90 kurva

pertumbuhan janin.

3.3 Tatalaksana

Konsekuensi dari anatomi dan fisiologi yang belum matang menyebabkan bayi

BBLR cenderung mengalami masalah yang bervariasi. Hal ini harus diantisipasi dan

dikelola pada masa neonatal. Penatalaksanaan yang dilakukan bertujuan untuk

mengurangi stress fisik maupun psikologis. Adapun penatalaksanaan BBLR

meliputi:2,4,5,7

a. Dukungan respirasi

Tujuan primer dalam asuhan bayi resiko tinggi adalah mencapai dan

mempertahankan respirasi. Banyak bayi memerlukan oksigen suplemen dan bantuan

ventilasi. Bayi dengan atau tanpa penanganan suportif ini diposisikan untuk

memaksimalkan oksigenasi karena pada BBLR beresiko mengalami defisiensi

surfaktan dan periadik apneu. Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan

nafas, merangsang pernafasan, diposisikan miring untuk mencegah aspirasi, posisikan

tertelungkup jika mungkin karena posisi ini menghasilkan oksigenasi yang lebih baik,

terapi oksigen diberikan berdasarkan kebutuhan dan penyakit bayi. Pemberian

oksigen 100% dapat memberikan efek edema paru dan retinopathy of prematurity.

b. Termoregulasi

Kebutuhan yang paling krusial pada BBLR setelah tercapainya respirasi adalah

pemberian kehangatan eksternal. Pencegahan kehilangan panas pada bayi distress

sangat dibutuhkan karena produksi panas merupakan proses kompleks yang

Page 22: BBLSR

22

melibatkan sistem kardiovaskular, neurologis, dan metabolik. Bayi harus dirawat

dalam suhu lingkungan yang netral yaitu suhu yang diperlukan untuk konsumsi

oksigen dan pengeluaran kalori minimal. Suhu aksilar optimal bagi bayi dalam

kisaran 36,5°C – 37,5°C. Menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi

dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu :7

1) Kangaroo Mother Care atau kontak kulit dengan kulit antara bayi dengan ibunya.

Jika ibu tidak ada dapat dilakukan oleh orang lain sebagai penggantinya.

2) Pemancar pemanas

3) Ruangan yang hangat

4) Inkubator

Tabel 3.1 Suhu inkubator yang direkomendasikan menurut umur dan berat

Berat BayiSuhu Inkubator (oC) Menurut Umur

35 34 33 32< 1500 gr 1 – 10 hari 11 hari – 3 minggu 3 – 5 minggu > 5 minggu

1500 – 2000 gr 1 – 10 hari 11 hari – 4 minggu > 4 minggu2100 – 2500 gr 1 – 2 hari 3 hari – 3 minggu > 3 minggu

> 2500 gr 1 – 2 hari > 2 hari

Nb. Bila jenis inkubatornya berdinding tunggal, naikkan suhu inkubator 1°C setiap perbedaan suhu 7°C antara suhu ruang dan incubator

c. Perlindungan terhadap infeksi

Perlindungan terhadap infeksi merupakan bagian integral asuhan semua bayi

baru lahir terutama pada bayi preterm dan sakit. Pada bayi BBLR imunitas seluler

dan humoral masih kurang sehingga sangat rentan denan penyakit. Beberapa hal yang

perlu dilakukan untuk mencegah infeksi antara lain :

1) Semua orang yang akan mengadakan kontak dengan bayi harus melakukan cuci

tangan terlebih dahulu.

2) Peralatan yang digunakan dalam asuhan bayi harus dibersihkan secara teratur.

Ruang perawatan bayi juga harus dijaga kebersihannya.

3) Petugas dan orang tua yang berpenyakit infeksi tidak boleh memasuki ruang

perawatan bayi sampai mereka dinyatakan sembuh atau disyaratkan untuk memakai

alat pelindung seperti masker ataupun sarung tangan untuk mencegah penularan.

Page 23: BBLSR

23

d. Hidrasi

Bayi resiko tinggi sering mendapat cairan parenteral untuk asupan tambahan

kalori, elektrolit, dan air. Hidrasi yang adekuat sangat penting pada bayi preterm

karena kandungan air ekstraselulernya lebih tinggi (70% pada bayi cukup bulan dan

sampai 90% pada bayi preterm). Hal ini dikarenakan permukaan tubuhnya lebih luas

dan kapasitas osmotik diuresis terbatas pada ginjal bayi preterm yang belum

berkembang sempurna sehingga bayi tersebut sangat peka terhadap kehilangan

cairan.

e. Nutrisi

Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi BBLR tetapi terdapat

kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi mereka karena berbagai mekanisme

ingesti dan digesti makanan belum sepenuhnya berkembang. Jumlah, jadwal, dan

metode pemberian nutrisi ditentukan oleh ukuran dan kondisi bayi. Nutrisi dapat

diberikan melalui parenteral ataupun enteral atau dengan kombinasi keduanya. Bayi

preterm menuntut waktu yang lebih lama dan kesabaran dalam pemberian makan

dibandingkan bayi cukup bulan. Mekanisme oral-faring dapat terganggu oleh usaha

memberi makan yang terlalu cepat. Penting untuk tidak membuat bayi kelelahan atau

melebihi kapasitas mereka dalam menerima makanan. Toleransi yang berhubungan

dengan kemampuan bayi menyusu harus didasarkan pada evaluasi status respirasi,

denyut jantung, saturasi oksigen, dan variasi dari kondisi normal dapat menunjukkan

stress dan keletihan. Bayi akan mengalami kesulitan dalam koordinasi mengisap,

menelan, dan bernapas sehingga berakibat apnea, bradikardi, dan penurunan saturasi

oksigen. Pada bayi dengan reflek menghisap dan menelan yang kurang, nutrisi dapat

diberikan melalui sonde ke lambung. Kapasitas lambung bayi prematur sangat

terbatas dan mudah mengalami distensi abdomen yang dapat mempengaruhi

pernafasan. Kapasitas lambung berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 3.2

Page 24: BBLSR

24

Tabel 3.2 Kapasitas lambung berdasarkan umur

Umur Kapasitas (ml)Bayi Baru Lahir 10 – 20

1 Minggu 30 – 90 2 – 3 Minggu 75 – 100

1 Bulan 90 – 150 3 Bulan 150 – 200 1 Tahun 210 – 360

f. Penghematan energi

Salah satu tujuan utama perawatan bayi resiko tinggi adalah menghemat energi,

Oleh karena itu BBLR ditangani seminimal mungkin. Bayi yang dirawat di dalam

inkubator tidak membutuhkan pakaian , tetapi hanya membutuhkan popok atau alas.

Dengan demikian kegiatan melepas dan memakaikan pakaian tidak perlu dilakukan.

Selain itu, observasi dapat dilakukan tanpa harus membuka pakaian. Bayi yang tidak

menggunakan energi tambahan untuk aktivitas bernafas, minum, dan pengaturan suhu

tubuh, energi tersebut dapat digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan.

Mengurangi tingkat kebisingan lingkungan dan cahaya yang tidak terlalu terang

meningkatkan kenyamanan dan ketenangan sehingga bayi dapat beristirahat lebih

banyak. Posisi telungkup merupakan posisi terbaik bagi bayi preterm dan

menghasilkan oksigenasi yang lebih baik, lebih menoleransi makanan, pola tidur-

istirahatnya lebih teratur. Bayi memperlihatkan aktivitas fisik dan penggunaan energi

lebih sedikit bila diposisikan telungkup. PMK akan memberikan rasa nyaman pada

bayi sehingga waktu tidur bayi akan lebih lama dan mengurangi stress pada bayi

sehingga mengurangi penggunaan energi oleh bayi.

g. Mencegah perdarahan

Berikan vitamin K 0,5 mg apabila BBL < 2500 gram dan 1 mg apabila > 2500

gram dalam sekali pemberian.

h. Antibiotika dan Sepsis

Faktor-faktor risiko sepsis adalah bayi yang dilahirkan di luar rumah sakit atau

dilahirkan dari ibu yang tidak sehat, pecah ketuban >18 jam, bayi kecil (mendekati 1

kg). Jika terdapat salah satu tanda bahaya atau tanda lain infeksi bakteri berat

mulailah pemberian antibiotik. Pusar kemerahan pada sepsis, peradangan meluas ke

Page 25: BBLSR

25

dinding abdomen sekitar tali pusat. Sebagian besar infeksi bakteri yang berat pada

neonatal harus diobati dengan antibiotik sekurangnya 10 hari. Jika tidak membaik

dalam 2-3 hari, ganti antibiotika dengan golongan lain.

3.4 Komplikasi4,5,7

1. Sindroma aspirasi mekonium (kesulitan bernafas).

Kesulitan pernapasan yang sering ditemukan pada bayi dismatur adalah

sindrom aspirasi mekonium. Keadaan hipoksia intra uterin akan mengakibatkan janin

mengadakan gasping dalam uterus. Selain itu mekonium akan dilepaskan ke dalam

likuor amnion seperti yang sering terjadi pada subacute fetal distress. Akibatnya

cairan yang mengandung mekonium yang lengket itu masuk ke dalam paru janin

karena inhalasi. Pada saat lahir bayi akan menderita gangguan pernapasan yang

sangat menyerupai sindrom gangguan pernapasan idiopatik. Pengobatannya sama

dengan pengobatan sindrom gangguan pernapasan idiopatik di tambah dengan

pemberian antibiotik.

2. Hipoglikemi simtomatik.

Keadaan ini terutama terdapat pada bayi laki-laki. Penyebabnya belum jelas,

tetapi mungkin sekali disebabkan oleh persediaan glikogen yang sangat kurang pada

bayi dismaturitas. Gejala klinisnya tidak khas, tetapi umumnya mula-mula bayi tidak

menunjukkan gejala, kemudian dapat terjadi Jitteriness ( tampak seperti kaget ),

twitching, serangan apneu, sianosis, pucat, tidak mau minum, lemas, apatis dan

kejang ( fit ). Diagnosa dapat digunakan dengan melakukan pemeriksaan gula darah.

Bayi cukup bulan dinyatakan menderita hipoglikemia bila kadar gula darahnya

kurang dari 30mg % Sedangkan bayi BBLR bila kadar gula darahnya kurang dari

20mg%. Pengobatannya adalah dengan menyuntikkan glukosa 20%, 4 ml/kgBB,

kemudian disusul dengan pemberian infus glukosa 10%.

3. Asfiksia neonatorum.

Bayi dismatur lebih sering menderita asfiksia neonatorum dibandingkan dengan

bayi normal.

Page 26: BBLSR

26

4. Penyakit membran hialin.

Penyakit ini terutama mengenai bayi dismatur yang preterm. Hal ini karena

surfaktan paru belum cukup sehingga alveoli selalu kolaps. Sesudah bayi

mengadakan inspirasi, tidak tertinggal udara residu dalam alveoli, sehingga selalu

dibutuhkan tenaga negative yang tinggi pada pernapasan berikutnya. Akibatnya akan

tampak dispneu yang berat, retraksi epigastrium, sianosis dan pada paru terjadi

atelektasis dan akhirnya terjadi eksudasi fibrin dan lain-lain serta terbentuknya

membran hialin. Penyakit ini dapat mengenai bayi dismatur yang preterm, terutama

bila masa gestasinya kurang daripada 35 minggu.

5. Hiperbilirubinemia.

Bayi dismatur lebih sering mendapat hiperbilirubinemia dibandingkan dengan

bayi yang sesuai dengan masa kehamilannya. Hal ini mungkin disebabkan gangguan

pertumbuhan hati. Menurut Gruenwald, hati pada bayi dismatur beratnya kurang

dibandingkan dengan bayi biasa.

6. Sepsis neonatorum.

Perkembangan sistem imun belum lengkap maka bayi dismatur lebih mudah

terkena infeksi dibandingkan dengan bayi normal.

Page 27: BBLSR

27

BAB IV

KESIMPULAN

1. Prognosis BBLR akan baik bila ditangani dengan cepat dan perawatan yang

intensif. Namun, prognosis BBLR juga dipengaruhi hubungan berbanding lurus

usia kehamilan, berat lahir dan komplikasi masa perinatal.

2. Masalah pada BBLR berhubungan dengan gangguan pertumbuhan dan

pematangan (maturitas) organ yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi

hingga menyebabkan kematian.

3. Diagnosis BBLR dapat ditegakkan bahkan sebelum bayi lahir melalui anamnesis

dan pemeriksaan pada kandungan ibu, selain itu dapat juga ditegakkan melalui

pemeriksaan penunjang dengan menggunakan skor Ballard dan kurva Lubchenco

untuk menentukan diagnosis apakah seorang bayi cukup bulan atau tidak dan

digolongkan pada BBLR dengan prematuritas atau dengan dismaturitas.

4. Langkah preventif utama yang harus dilakukan untuk mencegah lahirnya BBLR

adalah dengan mengupayakan ibu memperoleh nutrisi yang tepat dan adekuat

selama masa kehamilannya dan memeriksa kehamilan minimal 4 x selama masa

kehamilan.

Page 28: BBLSR

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI. Pedoman Pelayanan Kesehatan Bayi Berat Lahir Rendah Dengan Perawatan Metode Kangguru di Rumah Sakit dan Jejaringnya. Jakarta: Direktorat Janderal Bina Pelayanan Medik. 2009.

2. Festy P. 2010. Analisis Faktor Resiko Pada Kejadian Berat Badan Lahir Rendah Di Kabupaten Sumenep. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surabaya.

3. Badan Pusat Statistik Pemerintah Provinsi Aceh. 2008. http://www.undp.or.id./bps/pem.aceh. diperoleh 31 Oktober 2013.

4. Saraswati E. Faktor Kesehatan Reproduksi Ibu Hamil dan Hubungannya dengan Kejadian Bayi Berat Badan Lahir Rendah di Kota Sukabumi Tahun 2005-2006, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 1, No. 3., Desember 2006, hal 106-110.

5. Lewi A. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Neonatus Dismatur. FK Universitas Wijaya Kusuma. Surabaya. 2008.

6. Manuaba. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2007.

7. Ikatan Ahli Gizi. Faktor-faktor yang mempengaruhi BBLR. Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi. Jakarta. 2012.

8. Gary F. Obstetri Williams. Edisi ke-21. EGC. Jakarta. 2006. Hal.142-3.