Basic sciene bedah

71
Tugas Bedah Nama : Desy Purnamasari Kalembu NIM : 11.2013.097 CoAss Bedah RSUD KOJA Jakarta Utara 1. Jelaskan mengenai kebutuhan cairan dan elektrolit dewasa maupun anak? Pada orang sehat asupan dan pengeluaran air seimbang. Bila terjadi gangguan keseimbangan maka mungkin diperlukan koreksi dengan nutrisi parenteral. Asupan air dan makanan rata-rata adalah sekitar 2000 ml, dan kira-kira 200 ml air metabolik berasal dari metabolisme nutrien di dalam tubuh. Air dieksresikan dalam urin dan melalui penguapan yang tidak disadari. Jumlah eksresi urin sekitar 1300 ml/hari, sedangkan melalui penguapan yang tidak disadari (insensible evaporation) sekitar 900 ml/hari. Maka pada pasien yang tidak dapat memperoleh makanan melalui oral memerlukan volume infus per hari yang setara dengan kehilangan air dari tubuh per hari, yaitu : Dengan perhitungan yang lebih akurat lagi dapat dicari : volume urin normal : 0,5-1 cc/kg/jam Air metabolisme : Dewasa : 5 cc/kg/hari, anak 12-14 th : 5-6 cc/kg/hari, 7-11 th : 6-7 cc/kg/hari, balita : 8 cc/kg/hari Insensible water loss IWL : Dewasa : 15 cc/kg/hari, Anak : 30-usia(th) cc/kg hari. Jika ada kenaikan suhu : IWL + 200

description

Tugas bedahDesy KKoas bedah Koja

Transcript of Basic sciene bedah

Tugas Bedah

Nama : Desy Purnamasari Kalembu

NIM : 11.2013.097

CoAss Bedah RSUD KOJA Jakarta Utara

1. Jelaskan mengenai kebutuhan cairan dan elektrolit dewasa maupun anak?

Pada orang sehat asupan dan pengeluaran air seimbang. Bila terjadi gangguan

keseimbangan maka mungkin diperlukan koreksi dengan nutrisi parenteral.

Asupan air dan makanan rata-rata adalah sekitar 2000 ml, dan kira-kira 200 ml air

metabolik berasal dari metabolisme nutrien di dalam tubuh. Air dieksresikan dalam urin dan

melalui penguapan yang tidak disadari. Jumlah eksresi urin sekitar 1300 ml/hari, sedangkan

melalui penguapan yang tidak disadari (insensible evaporation) sekitar 900 ml/hari.

Maka pada pasien yang tidak dapat memperoleh makanan melalui oral memerlukan

volume infus per hari yang setara dengan kehilangan air dari tubuh per hari, yaitu :

Dengan perhitungan yang lebih akurat lagi dapat dicari :

volume urin normal : 0,5-1 cc/kg/jam

Air metabolisme : Dewasa : 5 cc/kg/hari, anak 12-14 th : 5-6 cc/kg/hari, 7-11 th :

6-7 cc/kg/hari, balita : 8 cc/kg/hari

Insensible water loss IWL : Dewasa : 15 cc/kg/hari, Anak : 30-usia(th) cc/kg

hari. Jika ada kenaikan suhu : IWL + 200

Kebutuhan air dan elektrolit per hari

Pada orang dewasa :

Air : 25-40 ml/kg/hr

Kebutuhan homeostatis Kalium : 20-30 mEq/kg/hr2

Na : 2 mEq/kg/hr3

K : 1 mEq/kg/hr3

Pada anak dan bayi :

Air : 0-10 kg : 100 ml/kg/hr

10-20 kg : 1000 ml/kg + 50 ml/kg diatas 10 kg/hr

> 20 kg : 1500 ml/kg + 20 ml/kg diatas 20 kg/hr

Na : 3 Meq/kg/hr2

K : 2,5 Meq/kg/hr2

Faktor-faktor modifikasi kebutuhan cairan

Kebutuhan ekstra / meningkat pada :

Demam ( 12% tiap kenaikan suhu 1C )

Hiperventilasi

Suhu lingkungan tinggi

Aktivitas ekstrim

Setiap kehilangan abnormal ( ex: diare, poliuri, dll )

Kebutuhan menurun pada :

Hipotermi ( 12% tiap penurunan suhu 1C )

Kelembaban sangat tinggi

Oligouri atau anuria

Aktivitas menurun / tidak beraktivitas

Retensi cairan ( ex: gagal jantung, gagal ginjal, dll ) 

Gangguan keseimbangan cairan

    Kehilangan cairan dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan yang mengakibatkan

dehidrasi, misalnya pada keadaan gastroenteritis, demam tinggi, pembedahan, luka bakar, dan

penyakit lain yang menyebabkan input dan output tidak seimbang.

Dehidrasi

    Adalah keadaan dimana kurangnya cairan tubuh dari jumlah normal akibat kehilangan cairan,

asupan yang tidak mencukupi atau kombinasi keduanya.

Dehidrasi dibedakan atas :

Dehidrasi hipotonik

o Kadar Na < 130 mmol/L

o Osmolaritas < 275 mOsm/L

o Letargi, kadang-kadang kejang

Dehidrasi isotonik

o Na dan osmolaritas serum normal

Dehidrasi hipertonik

o Na > 150 mmol/L

o Osmolaritas > 295 mOsm/L

o Haus, iritabel, bila Na > 165 mmol/L dapat terjadi kejang

 Keadaan lain yang mengganggu keseimbangan cairan dan elektrolit yaitu :

Gastroenteritis, DHF, Difteri, Tifoid, Hiperemesis gravidarum, Sectio caesar, Histerektomi,

Kistektomi, Apendektomi, Splenektomi, Gastrektomi, Reseksi usus, Perdarahan intraoperatif,

Ketoasidosis Diabetikum.

Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-batas

fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara

intravena.

Terapi cairan ini dilakukan pada pasien-pasien dengan keadaan-keadaan seperti yang sudah

djelaskan sebelumnya. Selain itu kuhususnya dalam pembedahan dengan anestesia yang

memerlukan puasa sebelum dan sesudah pembedahan, maka terapi cairan tersebut berfungsi

untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti

kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan

yang pindah ke rongga ketiga.

 

I. Terapi cairan resusitasi

Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh atau

ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi jaringan. Misalnya pada

keadaan syok dan luka bakar. 

Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian infus Normal Saline (NS), Ringer

Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada syok

hemoragik bisa diberikan 2-3 l dalam 10 menit. 

Larutan plasma ekspander dapat diberikan pada luka bakar, peningkatan sirkulasi kapiler seperti

MCI, syok kardiogenik, hemoragik atau syok septik. Koloid dapat berupa gelatin (hemaksel,

gelafunin, gelafusin), polimer dextrose (dextran 40, dextran 70), atau turunan kanji (haes,

ekspafusin)

Jika syok terjadi :

Berikan segera oksigen

Berikan cairan infus isotonic RA/RL atau NS

Jika respon tidak membaik, dosis dapat diulangi

Pada luka bakar :

24 jam pertama :

2-4 ml RL/RA per kg tiap % luka bakar

1/2 dosis diberikan 8 jam pertama, 1/2 dosis berikut 16 jam kemudian

Sesuaikan dosis infus untuk menjaga urin 30-50 ml/jam pada dewasa

Jika respon membaik, turunkan laju infus secara bertahap

Pertimbangan dalam resusitasi cairan :

1. Medikasi harus diberikan secara iv selama resusitasi

2. Perubahan Na dapat menyebabkan hiponatremi yang serius. Na serum harus dimonitor,

terutama pada pemberian infus dalam volume besar.

3. Transfusi diberikan bila hematokrit < 30

4. Insulin infus diberikan bila kadar gula darah > 200 mg%

5. Histamin H2-blocker dan antacid sebaiknya diberikan untuk menjaga pH lambung 7,0

 II. Terapi cairan rumatan

Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi. Diberikan dengan

kecepatan 80 ml/jam. Untuk anak gunakan rumus 4:2:1, yaitu :

4 ml/kg/jam untuk 10 kg pertama

2 ml/kg/jam untuk 10 kg kedua

1 ml/kg/jam tambahan untuk sisa berat badan

Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan kandungan karbohidrat atau infus

yang hanya mengandung karbohidrat saja. Larutan elektrolit yang juga mengendung karbohidrat

adalah larutan KA-EN, dextran + saline, Ringer's dextrose, dll. Sedangkan larutan rumatan yang

mengandung hanya karbohidrat adalah dextrose 5%. Tetapi cairan tanpa elektrolit cepat keluar

dari sirkulasi dan mengisi ruang antar sel sehingga dextrose tidak berperan dalam hipovolemik.

Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan kalium perlu diperhatikan karena seperti sudah

dijelaskan kadar berlebihan atau kekurangan dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya.

Umumnya infus konvensional RL atau NS tidak mampu mensuplai kalium sesuai kebutuhan

harian. Infus KA-EN dapat mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian.

Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke ruang peritoneum, ke

luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya pembedahan, yaitu :

6-8 ml/kg untuk bedah besar

4-6 ml/kg untuk bedah sedang

2-4 ml/kg untuk bedah kecil

2. Jelaskan tentang perdarahan (menurut ATLS dan bagaimana penatalaksanaannya)?

Tabel 1. Klasifikasi Perdarahan ATLS

Kelas Rata-rata

Kehilangan

Darah (mL)

Volume

Darah (%)

Tanda dan Gejala Umum Kebutuhan

Resusitasi

I < 750 < 15 Tidak ada perubahan denyut

jantung, pernafasan dan tekanan

darah

Tidak ada

II 750 – 1500 15 – 30 Takikardi dan takipnoe; tekanan Biasanya larutan

darah sistolik mungkin hanya

menurun sedikit; sedikit pnoe;

tekanan darah sistolik mungkin

hanya menurun sedikit;

pengurangan

pengurangan output urin (20-30

mL/jam)

kristaloid tunggal,

namun beberapa

pasien mungkin

membutuhkan

transfusi darah

III 1500 – 2000 30 – 40 Takikardi dan takipnoe yang

jelas, ekstremitas dingin dengan

pengisian-kembali kapiler

terlambat secara

signifikan,menurunnya tekanan

darah sistolik, menurunnya

status mental,

menurunnya output urin (5-15

mL/jam)

Seringnya

membutuhkan

transfusi darah

IV > 2000 > 40 Takikardia jelas, tekanan darah

sistolik yang menurun secara

signifikan, kulit dingin dan

pucat, mental status yang

menurun dengan

hebat,output urin yang tak

berarti

Perdarahan yang

membahayakan-jiwa

membutuhkan

transfusi segera

I. Primary Survey

Selama primary survey, keadaan yang mengancam nyawa harus dikenali, dan

resusitasinya dilakukan pada saat itu juga.

a. Airway, menjaga airway dengan kontrol servical (cervical spine control)

Yang pertama dinilai adalah kelancara jalan nafas. Meliputi pemeriksaan adanya

obstruksi jalan nafas (karena benda asing, fraktur tulang wajahfraktur mandibular atau

maksila, fraktur laring atau trakea). Pada penderita yang dapa berbicara, dapat dianggap

bahwa jalan nafas bersih, walaupun demikian penilaian ulang airway tetap dilakukan.

Membebaskan airway dapat dimulai dengan chin lift atau jaw thrust. Pada pasien dengan

GCS ≤ 8 biasanya memerlukan pemasangan airway definitif. Selama memeriksa dan

memperbaiki airway, tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi leher. Kecurigaan

fraktur servical, harus dipakai alat imobilisasi (collar neck).

b. Breathing, menjaga pernapasan dengan ventilasi

Ventilasi yang baik meliputi fungsi yg baik dari paru, dinding dada dan

diafragma. Inspeksi dan palpasi dapat memperlihatkan kelainan dinding dada yang

mungkin mengganggu ventilasi, perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah

dalam rongga pleura, dan auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara ke

dalam paru. Perlukaan yg mengakibatkan gangguan ventilasi yg berat adalah tension

pneumo-thorax, flail chest dengan kontusio paru dan open pneumothorax.

c. Circulation, dengan control perdarahan (hemorrhage control)

i. Volume darah dan cardiac output. Keadaan hipotensi harus dianggap disebabkan

oleh hipovolemia, samapi terbukti sebaliknya. Maka diperlukan penilaian yang

cepat dari status hemodinamik penderita. 3 temua klnis mengenai keadaan

hemodinamik, yakni tingkat kesadaran, warna kulit yang pucat keabu-abuan pada

wajah dan kulit ekstremitas yang pucat, dan nadi yang cepat dan kecil (nadi yang

tidak teratur merupakan tanda gangguan jantung). Tidak ditemukannya pulsai arteri

besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi segera.

ii. Perdarahan.

d. Disability, dengan status neurologis

Penilaian yang dilakukan adalah menilai kesadaran, ukuran dan reaksi pupil,

tanda-tanda lateralisasi dan tingkat (level) cedera spinal. Penilaian dengan GSC (Glasgow

coma scale) dapat meramal outcome penderita. Penrununa kesadaran menuntut dilakukan

reevaluasi terhadap keadaan oksigen, ventilasi, dan perfusi.

e. Exposure/environmental control : buka baju penderita, tetapi cegah hipotermia

Pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya untuk memeriksa dan evaluasi

penderita dan tetap menjaga suhu tubuh pasien. Diberikan selimuti agar tidak hipotermia

dan diberikan cairan kristaloid intra-vena yang sudah di hangatkan.

II. Secondary Survey

Riwayat AMPLE (alergi, medikasi (obat ynag diminum saat ini), past

illness/pregnancy, last meal, event/environment yang berhubungan dengan

kejadian.

Pemeriksaan fisik meliputi, kepala, maksilo-fasial, vertebra servical dan leher,

toraks, abdomen, perineum.rektum/vagina, muskulo-skeletal, dan neurologis

3. Jelaskan mengenai definisi syok dan macam-macam syok.

Syok adalah suatu keadaan gawat yang terjadi jika sistem kardiovaskuler (jantung dan

pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang

memadai. Syok biasanya berhubungan dengan tekanan darah rendah dan kematian sel

maupun jaringan yang pada akhirnya dapat menimbulkan kematian apabila tidak segera

ditangani.

Syok hipovolemik

Merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan cairan dengan cepat

yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi

yang tidak adekuat. Sering syok hipovolemik sebagai akibat dari kehilangan darah

yang cepat (syok hemoragik). Penyebab tersering syok hemoragik adalah trauma

tembus, pendarahan gastrointestinal, rupturnya aorta abdominal.Syok hipovolemik

dapat merupakan akibat dari kehilangan cairan yang signifikan (selain darah).

Syok kardiogenik

Merupakan akibat dari kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan curah

jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali. Syok ini dapat didiagnosa

dengan adanya tanda-tanda syok yang disertai dengan adanya penyakit jantung,

seperti infark miokard yang luas, gangguan irama jantung, atau adanya emboli paru.

Syok septik

Suatu keadaan dimana tekanan darah turun sampai pada tingkat yang

membahayakan yang diakibatkan oleh adanya infeksi . hal ini disebabkan adanya

racun yang dihasilkan oleh bakteri dan akibat sitokinesis. Racun yang dikeluarkan

oleh bakteri dapat mengakibatkan kerusakan jaringan dan menganggu peredaran

darah. infeksi sistemik yang biasanya terjadi yaitu o,eh kuman gram negative yang

menyebabkan kolaps kardiovaskular. Endotoksin bakteri gram negative ini

menyebabkan vasodilatasi kapilar dan terbukanya hubungan pintas arteriovena

perifer. Selain itu terjadi pula vasodilatasi perifer yang menyebabkan hipovolemia

relative, dan terjadi juga peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan

hilangnya cairan intravascular ke interstisial yang terlihat sebagai udem.

Syok anafilaktik

Merupakan syok yang diakibatkan oleh suatu reaksi alergi yang bisa disebabkan oleh

makanan, obat, bahan kimia maupun gigitan serangga. Kondisi ini dapat

menyebabkan kematian. Jika seseorang sensitive terhadap suatu antigen lalu terjadi

kontak lagi terhadap antigen itu maka akan timbul reaksi hipersensitivitas. Antigen

tersebut terikat pada permukaan sel mast kemudian terjadi degranulasi, pengeluaran

histamine serta zat vasoaktif lain. Hal tersebut menyebabkan peningkatan

permeabilitas dan dilatasi kapiler secara menyeluruh.pada syok anafilatik bisa terjadi

bronkospasme yang menurunkan ventilasi.

4. Jelaskan mengenai keseimbangan asam dan basa.

Alkalosis Metabolic

Definisi alkalosis metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam keadaan basa

karena tingginya kadar bikarbonat. Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu

banyak asam. Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama periode

muntah yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot dengan selang lambung

(seperti yang kadang-kadang dilakukan di rumah sakit, terutama setelah pembedahan perut).

Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik terjadi pada seseorang yang mengkonsumsi

terlalu banyak basa dari bahan-bahan seperti soda bikarbonat. Selain itu, alkalosis metabolik

dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah yang banyak

mempengaruhi kemampuan ginjal dalam mengendalikan keseimbangan asam basa darah.

Penyebab utama akalosis metabolic penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat),

kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung, kelenjar adrenal yang terlalu

aktif (sindroma Cushing atau akibat penggunaan kortikosteroid).

Gejala alkalosis metabolik dapat menyebabkan iritabilitas (mudah tersinggung), otot

berkedut dan kejang otot; atau tanpa gejala sama sekali. Bila terjadi alkalosis yang berat,

dapat terjadi kontraksi (pengerutan) dan spasme (kejang) otot yang berkepanjangan (tetani).

Diagnosa dilakukan pemeriksaan darah arteri untuk menunjukkan darah dalam keadaan

basa. Pengobatan biasanya alkalosis metabolik diatasi dengan pemberian cairan dan

elektrolit (natrium dan kalium) . Pada kasus yang berat, diberikan amonium klorida secara

intravena.

Alkalosis Respiratorik

Alkalosis respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah menjadi basa karena

pernafasan yang cepat dan dalam, sehingga menyebabkan kadar karbondioksida dalam

darah menjadi rendah. Pernafasan yang cepat dan dalam disebut hiperventilasi, yang

menyebabkan terlalu banyaknya jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari aliran darah.

Penyebab hiperventilasi yang paling sering ditemukan adalah kecemasan. Penyebab lain dari

alkalosis respiratorik adalah rasa nyeri, sirosis hati, kadar oksigen darah yang rendah,

demam, overdosis aspirin.

Gejala alkalosis respiratorik dapat membuat penderita merasa cemas dan dapat

menyebabkan rasa gatal disekitar bibir dan wajah. Jika keadaannya makin memburuk, bisa

terjadi kejang otot dan penurunan kesadaran.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pengukuran kadar karbondioksida dalam

darah arteri. pH darah juga sering meningkat. Pengobatan biasanya satu-satunya

pengobatan yang dibutuhkan adalah memperlambat pernafasan. Jika penyebabnya adalah

kecemasan, memperlambat pernafasan bisa meredakan penyakit ini. Jika penyebabnya

adalah rasa nyeri, diberikan obat pereda nyeri. Menghembuskan nafas dalam kantung kertas

(bukan kantung plastik) bisa membantu meningkatkan kadar karbondioksida setelah

penderita menghirup kembali karbondioksida yang dihembuskannya. Pilihan lainnya adalah

mengajarkan penderita untuk menahan nafasnya selama mungkin, kemudian menarik nafas

dangkal dan menahan kembali nafasnya selama mungkin. Hal ini dilakukan berulang dalam

satu rangkaian sebanyak 6-10 kali. Jika kadar karbondioksida meningkat, gejala

hiperventilasi akan membaik, sehingga mengurangi kecemasan penderita dan menghentikan

serangan alkalosis respiratorik.

Asidosis Metabolik

Pengertian asidosis metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang

ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman

melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam. Seiring dengan

menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha

tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah

karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut

dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih. Tetapi kedua mekanisme

tersebut bisa terlampaui jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam,

sehingga terjadi asidosis berat dan berakhir dengan keadaan koma.

Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok utama

yaitu (1) jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu asam atau

suatu bahan yang diubah menjadi asam. Sebagian besar bahan yang menyebabkan

asidosis bila dimakan dianggap beracun. Contohnya adalah metanol (alkohol kayu) dan

zat anti beku (etilen glikol). Overdosis aspirin pun dapat menyebabkan asidosis

metabolic. (2) tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih banyak melalui metabolisme.

Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan sebagai suatu akibat dari beberapa

penyakit, salah satu diantaranya adalah diabetes melitus tipe I. Jika diabetes tidak

terkendali dengan baik, tubuh akan memecah lemak dan menghasilkan asam yang disebut

keton. Asam yang berlebihan juga ditemukan pada syok stadium lanjut, dimana asam

laktat dibentuk dari metabolisme gula. (3) asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak

mampu untuk membuang asam dalam jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah asam

yang normalpun bisa menyebabkan asidosis jika ginjal tidak berfungsi secara normal.

Kelainan fungsi ginjal ini dikenal sebagai asidosis tubulus renalis, yang bisa terjadi pada

penderita gagal ginjal atau penderita kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal

untuk membuang asam. Penyebab utama dari asidois metabolic adalah gagal ginjal.

Penyebab lain seperti asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal), ketoasidosis

diabetikum, asidosis laktat (bertambahnya asam laktat), bahan beracun (seperti etilen

glikol, overdosis salisilat, metanol, paraldehid, asetazolamid atau amonium klorida),

kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan karena diare, leostomi

atau kolostomi.

Gejala asidosis metabolik ringan bisa tidak menimbulkan gejala, namun biasanya

penderita merasakan mual, muntah dan kelelahan. Pernafasan menjadi lebih dalam atau

sedikit lebih cepat, namun kebanyakan penderita tidak memperhatikan hal ini. Sejalan

dengan memburuknya asidosis, penderita mulai merasakan kelelahan yang luar biasa,

rasa mengantuk, semakin mual dan mengalami kebingungan. Bila asidosis semakin

memburuk, tekanan darah dapat turun, menyebabkan syok, koma dan kematian.

Diagnosis asidosis biasanya ditegakkan berdasarkan hasil pengukuran pH darah

yang diambil dari darah arteri (arteri radialis di pergelangan tangan). Darah arteri

digunakan sebagai contoh karena darah vena tidak akurat untuk mengukur pH darah.

Untuk mengetahui penyebabnya, dilakukan pengukuran kadar karbon dioksida dan

bikarbonat dalam darah. Mungkin diperlukan pemeriksaan tambahan untuk membantu

menentukan penyebabnya. Misalnya kadar gula darah yang tinggi dan adanya keton

dalam urin biasanya menunjukkan suatu diabetes yang tak terkendali. Adanya bahan

toksik dalam darah menunjukkan bahwa asidosis metabolik yang terjadi disebabkan oleh

keracunan atau overdosis. Kadang-kadang dilakukan pemeriksaan air kemih secara

mikroskopis dan pengukuran pH air kemih.

Pengobatan asidosis metabolik tergantung kepada penyebabnya. Sebagai contoh,

diabetes dikendalikan dengan insulin atau keracunan diatasi dengan membuang bahan

racun tersebut dari dalam darah. Kadang-kadang perlu dilakukan dialisa untuk mengobati

overdosis atau keracunan yang berat. Asidosis metabolik juga bisa diobati secara

langsung. Bila terjadi asidosis ringan, yang diperlukan hanya cairan intravena dan

pengobatan terhadap penyebabnya. Bila terjadi asidosis berat, diberikan bikarbonat

mungkin secara intravena; tetapi bikarbonat hanya memberikan kesembuhan sementara

dan dapat membahayakan.

Asidosis Respiratorik

Pengertian Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena

penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru yang

buruk atau pernafasan yang lambat. Kecepatan dan kedalaman pernafasan mengendalikan

jumlah karbondioksida dalam darah. Dalam keadaan normal, jika terkumpul

karbondioksida, pH darah akan turun dan darah menjadi asam. Tingginya kadar

karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur pernafasan, sehingga

pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam.

Penyebab asidosis respiratorik terjadi jika paru-paru tidak dapat mengeluarkan

karbondioksida secara adekuat. Hal ini dapat terjadi pada penyakit-penyakit berat yang

mempengaruhi paru- paru, seperti emfisema, ronkitis kronis, pneumonia berat, edema

pulmoner dan asma. Selain itu, seseorang dapat mengalami asidosis respiratorik akibat

narkotika dan obat tidur yang kuat, yang menekan pernafasan. Asidosis respiratorik dapat

juga terjadi bila penyakit-penyakit dari saraf atau otot dada menyebabkan gangguan

terhadap mekanisme pernafasan.

Gejala pertama berupa sakit kepala dan rasa mengantuk. Jika keadaannya

memburuk, rasa mengantuk akan berlanjut menjadi stupor (penurunan kesadaran) dan

koma. Stupor dan koma dapat terjadi dalam beberapa saat jika pernafasan terhenti atau

jika pernafasan sangat terganggu, atau setelah berjam-jam jika pernafasan tidak terlalu

terganggu. Ginjal berusaha untuk mengkompensasi asidosis dengan menahan bikarbonat,

namun proses ini memerlukan waktu beberapa jam bahkan beberapa hari.

Diagnose biasanya diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan pH darah

dan pengukuran karbondioksida dari darah arteri. Pengobatan asidosis respiratorik

bertujuan untuk meningkatkan fungsi dari paru-paru. Obat-obatan untuk memperbaiki

pernafasan bisa diberikan kepada penderita penyakit paru- paru seperti asma dan

emfisema. Pada penderita yang mengalami gangguan pernafasan yang berat, mungkin

perlu diberikan pernafasan buatan dengan bantuan ventilator mekanik.

5. Jelaskan mengenai minor set.

A.  Instrumen Dengan Fungsi Memotong

1.    Pisau Scalpel + Pegangan

Scalpel merupakan mata pisau kecil yang digunakan bersama pegangannya. Alat ini

bermanfaat dalam menginsisi kulit dan memotong jaringan secara tajam. Selain itu, alat ini juga

berguna untuk mengangkat jaringan/benda asing dari bagian dalam kulit. Setiap pisau scalpel

memiliki dua ujung yang berbeda, yang satu berujung tajam sebagai bagian pemotong dan yang

lainnya berujung tumpul berlubang sebagai tempat menempelnya pegangan scalpel. Cara

pemasangannya: pegang area tumpul pisau dengan needle-holder dan hubungkan lubang pada

area tersebut pada lidah pegangan sampai terkunci (terdengar bunyi). Cara pelepasan: pegang

ujung pisau dengan needle-holder dan lepaskan dari lidah pegangan, kemudian buang di tempat

sampah. Pegangan scalpel yang sering digunakan adalah yang berukuran 3 yang dapat digunakan

bersama pisau scalpel dalam ukuran beragam. Sedangkan pisau scalpel yang sering digunakan

adalah yang berukuran no.15. Ukuran no.11 digunakan untuk insisi abses dan hematoma

perianal. Pegangan scalpel digunakan seperti pulpen dengan kontrol maksimal pada waktu

pemotongan dilakukan. Dalam praktek keseharian, pegangan scalpel biasanya diabaikan

sehingga hanya memakai pisau scalpel. Hal ini bisa diterima dengan pertimbangan pisaunya

masih dalam keadaan steril (paket baru) dan harus digunakan dengan pengontrolan yang baik

agar tidak menimbulkan kerusakan jaringan sewaktu memotong.

 

2.    Gunting

Pada dasarnya gunting mengkombinasikan antara aksi mengiris dan mencukur. Mencukur

membutuhkan aksi tekanan halus yang saling bertentangan antara ibu jari dan anak jari lainnya.

Gerakan mencukur ini biasanya dilakukan oleh tangan dominan yang bersifat tidak disadari dan

berdasarkan insting. Sebaiknya gunakan ibu jari dan jari manis pada kedua lubang gunting. Hal

ini akan menyebabkan jari telunjuk menyokong instrumen pada waktu memotong sehingga kita

dapat memotong dengan tepat. Selain itu, penggunaan ibu jari dan jari telunjuk pada lubang

gunting biasanya pengontrolannya berkurang. Jenis-jenis gunting berdasarkan objek kerjanya,

yakni gunting jaringan (bedah), gunting benang, gunting perban dan gunting iris.

a.       Gunting Jaringan (bedah)

Gunting jaringan (bedah) terdiri atas dua bentuk. Pertama, berbentuk ujung tumpul dan

berbentuk ujung bengkok. Gunting dengan ujung tumpul digunakan untuk membentuk bidang

jaringan atau jaringan yang lembut, yang juga dapat dipotong secara tajam. Gunting dengan

ujung bengkok dibuat oleh ahli pada logam datar dengan cermat. Pemotongan dengan gunting ini

dilakukan pada kasus lipoma atau kista. Biasanya dilakukan dengan cara mengusuri garis batas

lesi dengan gunting. Harus dipastikan kalau pemotongan dilakukan jangan melewati batas lesi

karena dapat menyebabkan kerusakan.

b.      Gunting Benang (dressing scissors)

Gunting benang didesain untuk menggunting benang. Gunting ini berbentuk lurus dan

berujung tajam. Gunakan hanya untuk menggunting benang, tidak untuk jaringan. Gunting ini

juga digunakan saat mengangkat benang pada luka yang sudah kering dengan tehnik selipan dan

sebaiknya pemotongan benang menggunakan bagian ujung gunting. Hati-hati dalam pemotongan

jahitan. Jika ujung gunting menonjol keluar jahitan, terdapat resiko memotong struktur lainnya.

c.       Gunting Perban

Gunting perban merupakan gunting berujung sudut dengan ujung yang tumpul. Gunting

ini memiliki kepala kecil pada ujungnya yang bermanfaat untuk memudahkan dalam memotong

perban. Jenis gunting ini terdiri atas knowles dan lister. Bagian dasar gunting ini lebih panjang

dan digunakan sangat mudah dalam pemotongan perban. Ujung tumpulnya didesain untuk

mencegah kecelakaan saat remove perban dilakukan. Selain untuk membentuk dan memotong

perban sesaat sebelum menutup luka, gunting ini juga aman digunakan untuk memotong perban

saat perban telah ditempatkan di atas luka. (wikipedia)

d.      Gunting Iris

Gunting iris merupakan gunting dengan ujung yang tajam dan berukuran kecil sekitar 3-4

inchi. Biasanya digunakan dalam pembedahan ophtalmicus khususnya iris. Dalam bedah minor,

gunting iris digunakan untuk memotong benang oleh karena ujungnya yang cukup kecil untuk

menyelip saat remove benang dilakukan. (dictionary online)  

B.  Instrumen Dengan Fungsi Menggenggam

3.    Pinset Anatomi

Pinset Anatomi memiliki ujung tumpul halus. Secara umum, pinset digunakan oleh ibu

jari dan dua atau tiga anak jari lainnya dalam satu tangan. Tekanan pegas muncul saat jari-jari

tersebut saling menekan ke arah yang berlawanan dan menghasilkan kemampuan menggenggam.

Alat ini dapat menggenggam objek atau jaringan kecil dengan cepat dan mudah, serta

memindahkan dan mengeluarkan jaringan dengan tekanan yang beragam. Pinset Anatomi ini

juga digunakan saat jahitan dilakukan, berupa eksplorasi jaringan dan membentuk pola jahitan

tanpa melibatkan jari. (wikipedia) 

4.    Pinset Chirurgis

Pinset Chirurgis biasanya memiliki susunan gigi 1x2 (dua gigi pada satu bidang). Pinset

bergigi ini digunakan pada jaringan; harus dengan perhitungan tepat, oleh karena dapat merusak

jaringan jika dibandingkan dengan pinset anatomi (dapat digunakan dengan genggaman halus).

Alat ini memiliki fungsi yang sama dengan pinset anatomi yakni untuk membentuk pola jahitan,

meremove jahitan, dan fungsi-fungsi lainnya.(wikipedia)

 

5.    Klem Jaringan

Klem jaringan berbentuk seperti penjepit dengan dua pegas yang saling berhubungan

pada ujung kakinya. Ukuran dan bentuk alat ini bervariasi, ada yang panjang dan adapula yang

pendek serta ada yang bergigi dan ada yang tidak. Alat ini bermanfaat untuk memegang jaringan

dengan tepat. Biasanya dipegang oleh tangan dominan, sedangkan tangan yang lain melakukan

pemotongan, atau menjahit. Cara pemegangannya: klem dipegang dalam keadaan relaks seperti

memegang pulpen dengan posisi di tengah tangan. Banyak orang yang memegang klem ini

dengan salah, yang memaksa lengan dalam posisi pronasi penuh dan menyebabkan tangan

menjadi tegang. Dalam penggunaannya, hati-hati merusak jaringan. Pegang klem selembut

mungkin, usahakan genggam jaringan sedalam batas yang seharusnya. Klem jaringan bergigi

memiliki gigi kecil pada ujungnya yang digunakan untuk memegang jaringan dengan kuat dan

dengan pengontrolan yang akurat. Hati-hati, kekikukan pada saat menggunakan alat ini dapat

merusak jaringan. Kemudian, klem tidak bergigi juga memiliki resiko merusak jaringan jika

jepitan dibiarkan terlalu lama, karena klem ini memiliki tekanan yang kuat dalam menggenggam

jaringan. 

 

C.  Instrumen Dengan Fungsi Menghentikan Perdarahan

6.    Klem Arteri

Pada prinsipnya, klem arteri bermanfaat untuk menghentikan perdarahan pembuluh darah

kecil dan menggenggam jaringan lainnya dengan tepat tanpa menimbulkan kerusakan yang tidak

dibutuhkan. Secara umum, klem arteri dan needle-holder memiliki bentuk yang sama.

Perbedaannya pada struktur jepitan (gambar 2), dimana klem arteri, struktur jepitannya berupa

galur paralel pada permukaannya dan ukuran panjang pola jepitannya sampai handle agak lebih

panjang dibanding needle-holder. Alat ini juga tersedia dalam dua bentuk yakni bentuk lurus dan

bengkok (mosquito). Namun, bentuk bengkok (mosquito) lebih cocok digunakan pada bedah

minor.

Cara penggunaan: klem arteri memiliki ratchet pada handlenya. Ratchet inilah yang

menyebabkan posisi klem arteri dalam keadaan terututup (terkunci). Ratchet umumnya memiliki

tiga derajat, dimana pada saat penutupan jangan langsung menggunakan derajat akhir karena

akan mengikat secara otomatis dan sulit untuk dilepaskan. Pelepasan klem dilakukan dengan

cara pertama harus ditekan ke dalam handlenya, kemudian dipisahkan handlenya sambil

membuka keduanya. Sebaiknya gunakan ibu jari dan jari manis karena hal ini akan menyebabkan

jari telunjuk mendukung instrumen bekerja sehingga dapat memposisikan jepitan dengan tepat.

Jepitan klem arteri berbentuk halus dengan galur lintang paralel yang membentuk chanel

lingkaran saat instrumen ditutup. Jepitan ini berukuran relatif panjang terhadap handled yang

memungkinkan genggaman jaringan lebih halus tanpa pengrusakan. Jepitan dengan ujung

bengkok (mosquito) berfungsi untuk membantu pengikatan pembuluh darah. Jangan

menggunakan klem ini untuk menjahit, oleh karena struktur jepitannya tidak mendukung dalam

memegang needle.

 

D.  Instrumen Dengan Fungsi Menjahit

7.    Needle Holder

Needle holder bermanfaat untuk memegang needle saat insersi jahitan dilakukan. Secara

keseluruhan antara needle holder dan klem arteri berbentuk sama. Handled dan ujung jepitannya

bisa berbentuk lurus ataupun bengkok. Namun, yang paling penting adalah perbedaan pada

struktur jepitannya (gambar 2). Struktur jepitan needle holder berbentuk criss-cross di

permukaannya dan memiliki ukuran handled yang lebih panjang dari jepitannya, untuk tahanan

yang kuat dalam menggenggam needle. Oleh karena itu, jangan menggenggam jaringan dengan

needle holder karena akan menyebabkan kerusakan jaringan secara serius.

Cara penggunaan: cara menutup dan melepas sama dengan metode ratchet yang telah

dipaparkan pada penggunaan klem arteri di atas. Needle digenggam pada jarak 2/3 dari ujung

berlubang needle, dan berada pada ujung jepitan needle-holder. Hal ini akan memudahkan

tusukan jaringan pada saat jahitan dilakukan. Selain itu, pemegangan needle pada area dekat

dengan engsel needle holder akan menyebabkan needle menekuk. Kemudian, belokkan needle

sedikit ke arah depan pada jepitan instrumen karena akan disesuaikan dengan arah alami tangan

ketika insersi dilakukan dan tangan akan terasa lebih nyaman. Kegagalan dalam membelokkan

needle ini juga akan menyebabkan needle menekuk.

Tehnik menjahit: jaga jari manis dan ibu jari menetap pada lubang handle saat menjahit

dilakukan yang membatasi pergerakan tangan dan lengan. Pegang needle holder dengan telapak

tangan akan memberikan pengontrolan yang baik. Secara konstan, jangan mengeluarkan jari dari

lubang handled karena dapat merusak ritme menjahit. Pertimbangkan pergunakan ibu jari pada

lubang handled yang menetap, namun manipulasi lubang lainnya dengan jari manis dan

kelingking.

Gambar 2. Perbedaan Struktur Jepitan Antara Klem Jaringan, Klem arteri dan Needle Holder

8.    Benang Bedah

Benang bedah dapat bersifat absorbable dan non-absorbable. Benang yang absorbable

biasanya digunakan untuk jaringan lapisan dalam, mengikat pembuluh darah dan kadang

digunakan pada bedah minor. Benang non-absorbable biasanya digunakan untuk jaringan

tertentu dan harus diremove. Selain itu, benang bedah ada juga yang bersifat alami dan sintetis.

Benang tersebut dapat berupa monofilamen (Ethilon atau prolene) atau jalinan (black silk).

Umumnya luka pada bedah minor ditutup dengan menggunakan benang non-absorbable. Namun,

jahitan subkutikuler harus menggunakan jenis benang yang absorbable.

Black silk adalah benang jalinan non-absorbable alami yang paling banyak digunakan.

Meskipun demikian, benang ini dapat menimbulkan reaksi jaringan, dan menghasilkan luka yang

agak besar. Jenis benang ini harus dihindari, karena saat ini telah banyak benang sintetis

alternatif yang memberikan hasil yang lebih baik. Luka pada kulit kepala yang berbatas

merupakan pengecualian, oleh karena penggunaan jenis benang ini lebih memuaskan.

Benang non-abosrbable sintetis terdiri atas prolene dan ethilon (nama dagang). Benang

ini berbentuk monofilamen yang merupakan benang terbaik. Jenis benang ini cukup halus dan

luwes dan menghasilkan sedikit reaksi jaringan. Namun, jenis benang ini lebih sulit diikat dari

silk sehingga sering menyebabkan jahitan terbuka. Masalah ini dapat diselesaikan dengan

menggunakan tehnik khusus seperti menggulung benang saat jahitan dilakukan atau mengikat

benang dengan menambah lilitan. Prolene (monofilamen polypropylene) dapat meningkatkan

keamanan jahitan dan lebih mudah diremove dibandingkan dengan Ethilon (monofilamen

polyamide).

Catgut merupakan contoh terbaik dalam kelompok benang absorbable alami. Jenis

benang ini merupakan monofilamen biologi yang dibuat dari usus domba dan sapi. Terdapat dua

macam catgut, plain catgut dan chromic catgut. Plain catgut memiliki kekuatan selama 7-10 hari.

Sedangkan chromic catgut memiliki kekuatan selama 28 hari. Namun, kedua jenis benang ini

dapat menghasilkan reaksi jaringan.

Benang absorbable sintetis terdiri atas vicryl (polygactin) dan Dexon (polyclycalic acid)

yang merupakan benang multifilamen. Benang ini berukuran lebih panjang dari catgut dan

memiliki sedikit reaksi jaringan. Penggunaan utamanya adalah untuk jahitan subkutikuler yang

tidak perlu diremove. Selain itu, juga dapat digunakan untuk jahitan dalam pada penutupan luka

dan mengikat pembuluh darah (hemostasis).

Terdapat dua sistem dalam mengatur penebalan benang, yakni dengan sistem metrik dan

sistem tradisional. Penomoran sistem metrik sesuai dengan diameter benang dalam per-sepuluh

milimeter. Misalnya, benang dengan ukuran 2 berarti memiliki diameter 0.2 mm. Sistem

tradisional kurang rasional namun banyak yang menggunakannya. Ketebalan benang disebutkan

menggunakan nilai nol misalnya 3/0, 4/0, 6/0 dan seterusnya. Paling besar nilainya, ketebalannya

semakin kecil. 6/0 merupakan nomor dengan diameter paling halus yang tebalnya seperti rambut,

digunakan pada wajah dan anak-anak. 3/0 adalah ukuran yang paling tebal yang biasa digunakan

pada sebagian besar bedah minor. Khususnya untuk kulit yang keras (kulit bahu). 4/0 merupakan

nilai pertengahan yang juga sering digunakan.

Dalam suatu paket jahitan, terdapat semua informasi mengenai benang dan needlenya

secara lengkap di cover paketnya. Setiap paket jahitan memiliki dua bagian luar, pertama yang

terbuat dari kertas kuat yang mengikat pada cover transaparan. Paket jahitan ini dijamin dalam

keadaan steril sampai covernya terbuka. Oleh karena itu, saat membuka paket, simpan ke dalam

wadah steril. Bagian kedua yakni amplop yang terbuat dari kertas perak yang dibasahi pada satu

sisinya. Basahan ini memudahkan paket jahitan dipisahkan dari kertas tersebut. Kemudian

dengan menggunakan needle-holder, angkat needle tersebut dari lilitannya dan luruskan secara

hati-hati. Kemudian, gunakan untuk tindakan penjahitan.

Rekomendasi bahan jahitan yang dapat digunakan adalah monofilamen prolene atau

Ethilon 1,5 metrik (4/0) untuk jahitan interuptus pada semua bagian. Monofilamen prolene atau

ethilon 2 metrik (3/0) untuk jahitan subkutikuler non-absorbable. Juga dapat digunakan untuk

jahitan interuptus pada kulit yang keras misalnya pada bahu. Vicryl 2 metrik (3/0) digunakan

pada jahitan subkutikuler yang absorbable dan jahitan dalam hemostasis. Vicryl 1,5 metrik

(4/0) digunakan untuk jahitan subkutikuler jaringan halus atau jahitan dalam. Prolene atau

Ethilon 0,7 (6/0) untuk jahitan halus pada muka dan pada anak-anak.

 

9.    Needle bedah

Saat ini bentuk needle bedah yang digunakan oleh sebagian besar orang adalah jenis

atraumatik yang terdiri atas sebuah lubang pada ujungnya yang merupakan tempat insersi

benang. Benang akan mengikuti jalur needle tanpa menimbulkan kerusakan jaringan (trauma).

Pada needle model lama memiliki mata dan loop pada benangnya sehingga dapat menimbulkan

trauma. Needle memiliki bagian dasar yang sama, meskipun bentuknya beragam. Setiap bagian

memiliki ujung, yakni bagian body dan bagian lubang tempat insersi benang. Sebagian besar

needle berbentuk kurva dengan ukuran ¼, 5/8, ½ dan 3/8 lingkaran. Hal ini menyebabkan needle

memiliki range untuk bertemu dengan jahitan lainnya yang dibutuhkan. Ada juga bentuk needle

yang lurus namun jarang digunakan pada bedah minor. Needle yang berbentuk setengah

lingkaran datar digunakan untuk memudahkan penggunaannya dengan needle holder.

10. Macam-macam Jahitan Luka

Jenis jahitan dalam pembedahan banyak sekali. Dikenal beberapa jahitan sederhana, yaitu

jahitan terputus, jahitan kontinu, dan jahitan intradermal.

 

Jahitan Terputus (Simple Inerrupted Suture)

Terbanyak digunakan karena sederhana dan mudah. Tiap jahitan disimpul sendiri. Dapat

dilakukan pada kulit atau bagian tubuh lain, dan cocok untuk daerah yang banyak bergerak

karena tiap jahitan saling menunjang satu dengan lain. Digunakan juga untuk jahitan situasi.Cara

jahitan terputus dibuat dengan jarak kira-kira 1 cm antar jahitan. Keuntungan jahitan ini adalah

bila benang putus, hanya satu tempat yang terbuka, dan bila terjadi infeksi luka, cukup dibuka

jahitan di tempat yang terinfeksi. Akan tetapi, dibutuhkan waktu lebih lama untuk

mengerjakannya. 

Gambar 2. Interrupted over and over suture. 

Jahitan Matras

- Jahitan Matras Horizontal

Jahitan dengan melakukan penusukan seperti simpul, sebelum disimpul dilanjutkan

dengan penusukan sejajar sejauh 1 cm dari tusukan pertama. Memberikan hasil jahitan yang

kuat. 

Gambar 3. Interrupted horizontal mattress suture

- Jahitan Matras Vertikal

Jahitan dengan menjahit secara mendalam di bawah luka kemudian dilanjutkan dengan

menjahit tepi-tepi luka. Biasanya menghasilkan penyembuhan luka yang cepat karena

didekatkannya tepi-tepi luka oleh jahitan ini. 

Gambar 4. Interrupted vertical mattress suture 

Jahitan Matras Modifikasi

Modifikasi dari matras horizontal tetapi menjahit daerah luka seberangnya pada daerah

subkutannya. 

Gambar 5. Interrupted semi-mattress suture 

Jahitan Kontinu

Simpul hanya pada ujung-ujung jahitan, jadi hanya dua simpul. Bila salah satu simpul

terbuka, maka jahitan akan terbuka seluruhnya. Jahitan ini jarang dipakai untuk menjahit kulit.

Jahitan Jelujur Sederhana (Continous Over and Over)

Jahitan ini sangat sederhana, sama dengan kita menjelujur baju. Biasanya menghasilkan hasil

kosmetik yang baik, tidak disarankan penggunaannya pada jaringan ikat yang longgar. 

Gambar 6. Continuous over and over sutures 

Jahitan Jelujur Feston (Interlocking Suture)

Jahitan kontinyu dengan mengaitkan benang pada jahitan sebelumnya, biasa sering dipakai

pada jahitan peritoneum. Merupakan variasi jahitan jelujur biasa. 

Gambar 7. Ford suture pattern

 

Jahitan Intradermal

Memberikan hasil kosmetik yang paling bagus (hanya berupa satu garis saja). Dilakukan

jahitan jelujur pada jaringan lemak tepat di bawah dermis. 

Gambar 8. Continuous intracutaneous

6. Jelaskan mengenai macam – macam teknik anestesi.

Secara umum obat bius atau istilah medisnya anestesi ini dibedakan menjadi tiga

golongan yaitu anestesi lokal, regional, dan umum.

1. Anestesi Lokal

Anestesi lokal adalah tindakan pemberian obat yang mampu menghambat

konduksi saraf (terutama nyeri) secara reversibel pada bagian tubuh yang spesifik. Pada

anestesi umum, rasa nyeri hilang bersamaan dengan hilangnya kesadaran penderita.

Sedangkan pada anestesi lokal (sering juga diistilahkan dengan analgesia lokal),

kesadaran penderita tetap utuh dan rasa nyeri yang hilang bersifat setempat (lokal).

Pembiusan atau anestesi lokal biasa dimanfaatkan untuk banyak hal. Misalnya, sulam

bibir, sulam alis, dan liposuction, kegiatan sosial seperti sirkumsisi (sunatan), mencabut

gigi berlubang, hingga merawat luka terbuka yang disertai tindakan penjahitan. Anestesi

lokal bersifat ringan dan biasanya digunakan untuk tindakan yang hanya perlu waktu

singkat. Oleh karena efek mati rasa yang didapat hanya mampu dipertahankan selama

kurun waktu sekitar 30 menit seusai injeksi, bila lebih dari itu, maka akan diperlukan

injeksi tambahan untuk melanjutkan tindakan tanpa rasa nyeri.

2. Anestesi Regional

Anestesi regional biasanya dimanfaatkan untuk kasus bedah yang pasiennya perlu

dalam kondisi sadar untuk meminimalisasi efek samping operasi yang lebih besar, bila

pasien tak sadar. Misalnya, pada persalinan Caesar, operasi usus buntu, operasi pada

lengan dan tungkai. Caranya dengan menginjeksikan obat-obatan bius pada bagian utama

pengantar register rasa nyeri ke otak yaitu saraf utama yang ada di dalam tulang

belakang. Sehingga, obat anestesi mampu menghentikan impuls saraf di area itu. Sensasi

nyeri yang ditimbulkan organ-organ melalui sistem saraf tadi lalu terhambat dan tak

dapat diregister sebagai sensasi nyeri di otak. Dan sifat

anestesi atau efek mati rasa akan lebih luas dan lama dibanding anestesi lokal. Pada kasus

bedah, bisa membuat mati rasa dari perut ke bawah. Namun, oleh karena tidak

mempengaruhi hingga ke susunan saraf pusat atau otak, maka pasien yang sudah di

anestesi regional masih bisa sadar dan mampu berkomunikasi, walaupun tidak merasakan

nyeri di daerah yang sedang dioperasi.

3. Anestesi Umum

Anestesi umum (general anestesi) atau bius total disebut juga dengan nama

narkose umum (NU). Anestesi umum adalah meniadakan nyeri secara sentral disertai

hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel. Anestesi umum biasanya dimanfaatkan

untuk tindakan operasi besar yang memerlukan ketenangan pasien dan waktu pengerjaan

lebih panjang, misalnya pada kasus bedah jantung, pengangkatan batu empedu, bedah

rekonstruksi tulang, dan lain-lain. Cara kerja anestesi umum selain menghilangkan rasa

nyeri, menghilangkan kesadaran, dan membuat amnesia, juga merelaksasi seluruh otot.

Maka, selama penggunaan anestesi juga diperlukan alat bantu nafas, selain deteksi

jantung untuk meminimalisasi kegagalan organ vital melakukan fungsinya selama

operasi dilakukan. Untuk menentukan prognosis ASA (American Society of

Anesthesiologists) membuat klasifikasi berdasarkan status fisik pasien pra anestesi yang

membagi pasien kedalam 5 kelompok atau kategori sebagai berikut:

ASA 1, yaitu pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan operasi.

ASA 2, yaitu pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik karena

penyakit bedah maupun penyakit lainnya. Contohnya pasien batu ureter dengan

hipertensi sedang terkontrol, atau pasien apendisitis akut dengan lekositosis dan

febris.

ASA 3, yaitu pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang

diaktibatkan karena berbagai penyebab. Contohnya pasien apendisitis perforasi

dengan septi semia, atau pasien ileus obstruksi dengan iskemia miokardium.

ASA 4, yaitu pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung

mengancam kehiduannya.

ASA 5, yaitu pasien tidak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun dioperasi

atau tidak. Contohnya pasien tua dengan perdarahan basis krani dan syok

hemoragik karena ruptura hepatik. Klasifikasi ASA juga dipakai pada

pembedahan darurat dengan mencantumkan tanda darurat (E = emergency),

misalnya ASA 1 E atau III E.

Stadium anestesi dibagi dalam 4 yaitu;

Stadium I (stadium induksi atau eksitasi volunter), dimulai dari pemberian agen

anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran. Rasa takut dapat

meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus,

dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi.

Stadium II (stadium eksitasi involunter), dimulai dari hilangnya kesadaran

sampai permulaan stadium pembedahan. Pada stadium II terjadi eksitasi dan

gerakan yang tidak menurut kehendak, pernafasan tidak teratur, inkontinensia

urin, muntah, midriasis, hipertensi, dan takikardia. Stadium III

(pembedahan/operasi), terbagi dalam 3 bagian yaitu; Plane I yang ditandai dengan

pernafasan yang teratur dan terhentinya anggota gerak. Tipe pernafasan thoraco-

abdominal, refleks pedal masih ada, bola mata bergerak-gerak, palpebra,

konjuctiva dan kornea terdepresi.

Plane II, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola mata ventro

medial semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut. Plane III, ditandai

dengan respirasi regular, abdominal, bola mata kembali ke tengah dan otot perut

relaksasi.

Stadium IV (paralisis medulla oblongata atau overdosis),ditandai dengan

paralisis otot dada, pulsus cepat dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan

gambaran seperti mata ikan karena terhentinya sekresi lakrimal.

7. Jelaskan tentang berbagai macam tumor kulit dan jaringan di bawahnya!

Klasifikasi tumor :

- Epithelial

Benigna : papiloma (kulit dan mukosa), adenoma (berasal dari

kelenjar) dan kista

Maligna : karsinoma

- Jaringan ikat

Benigna : fibroma, lipoma (terdiri dari jaringan lemak), kondroma

(berasal dari jaringan tulang rawan)

Maligna : sarkoma

- Vaskuler

Benigna : angioma

Maligna : angiosarkoma

- Muskuler

Benigna : mioma

Maligna : miosarkoma

- Neurogen

Benigna : neurinoma (terdiri atas jaringan saraf), glioma (terdiri atas

jaringan otak)

- Mixed tumor

- Tumor kompleks : terdiri atas bermacam – macam jaringan (teratoma).

8. Jelaskan mengenai berbagai macam transfusi dan bagaimana memberi transfusi!

Darah lengkap (whole blood)

Darah lengkap mempunyai komponen utama yaitu eritrosit, darah lengkap juga

mempunyai kandungan trombosit dan faktor pembekuan labil (V, VIII). Volume darah

sesuai kantong darah yang dipakai yaitu antara lain 250 ml, 350 ml, 450 ml. Dapat bertahan

dalam suhu 4°±2°C. Darah lengkap berguna untuk meningkatkan jumlah eritrosit dan

plasma secara bersamaan. Hb meningkat 0,9±0,12 g/dl dan Ht meningkat 3-4 % post

transfusi 450 ml darah lengkap. Tranfusi darah lengkap hanya untuk mengatasi perdarahan

akut dan masif, meningkatkan dan mempertahankan proses pembekuan. Darah lengkap

diberikan dengan golongan ABO dan Rh yang diketahui. Dosis pada pediatrik rata-rata 20

ml/kg, diikuti dengan volume yang diperlukan untuk stabilisasi.

Indikasi :

1. Penggantian volume pada pasien dengan syok hemoragi, trauma atau luka bakar

2. Pasien dengan perdarahan masif dan telah kehilangan lebih dari 25% dari volume

darah total.

Rumus kebutuhan whole blood

6 x  ∆Hb (Hb normal -Hb pasien) x BB

Ket :

Hb normal : Hb yang diharapkan atau Hb normal

Hb pasien : Hb pasien saat ini

Sel darah merah

  Packed red cell

Packed red cell diperoleh dari pemisahan atau pengeluaran plasma secara tertutup

atau septik sedemikian rupa sehingga hematokrit menjadi 70-80%. Volume tergantung

kantong darah yang dipakai yaitu 150-300 ml. Suhu simpan 4°±2°C. Lama simpan darah

24 jam dengan sistem terbuka.(3)

Packed cells merupakan komponen yang terdiri dari eritrosit yang telah

dipekatkan dengan memisahkan komponen-komponen yang lain. Packed cells banyak

dipakai dalam pengobatan anemia terutama talasemia, anemia aplastik, leukemia dan

anemia karena keganasan lainnya. Pemberian transfusi bertujuan untuk memperbaiki

oksigenasi jaringan dan alat-alat tubuh. Biasanya tercapai bila kadar Hb sudah di atas 8 g

%.

Untuk menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr/dl diperlukan PRC 4 ml/kgBB atau 1

unit dapat menaikkan kadar hematokrit 3-5 %. Diberikan selama 2 sampai 4 jam dengan

kecepatan 1-2 mL/menit, dengan golongan darah ABO dan Rh yang diketahui.

Kebutuhan darah (ml) :

3 x ∆Hb (Hb normal -Hb pasien) x BB

Ket :

Hb normal : Hb yang diharapkan atau Hb normal

Hb pasien : Hb pasien saat ini

Tujuan transfusi PRC adalah untuk menaikkan Hb pasien tanpa menaikkan volume darah

secara nyata. Keuntungan menggunakan PRC dibandingkan dengan darah jenuh adalah:

1. Mengurangi kemungkinan penularan penyakit

2. Mengurangi kemungkinan reaksi imunologis

3. Volume darah yang diberikan lebih sedikit sehingga

kemungkinan overload berkurang

4. Komponen darah lainnya dapat diberikan pada pasien lain.

Indikasi: :

1. Kehilangan darah >20% dan volume darah lebih dari 1000 ml.

2. Hemoglobin <8 gr/dl.

3. Hemoglobin <10 gr/dl dengan penyakit-penyakit utama : (misalnya empisema,

atau penyakit jantung iskemik)

4. Hemoglobin <12 gr/dl dan tergantung pada ventilator.

Frozen Wash Concentrated Red Blood Cells (Sel Darah Merah Pekat Beku yang

Dicuci)

Diberikan untuk penderita yang mempunyai antibodi terhadap sel darah merah

yang menetap.

Washed red cell

Washed red cell diperoleh dengan mencuci packed red cell 2-3 kali dengan

saline, sisa plasma terbuang habis. Berguna untuk penderita yang tak bisa diberi

human plasma. Kelemahan washed red cell yaitu bahaya infeksi sekunder yang

terjadi selama proses serta masa simpan yang pendek (4-6 jam). Washed red cell

dipakai dalam pengobatan aquired hemolytic anemia dan exchange transfusion.(3) Untuk penderita yang alergi terhadap protein plasma

Darah merah pekat miskin leukosit

Kandungan utama eritrosit, suhu simpan 4°±2°C, berguna untuk

meningkatkan jumlah eritrosit pada pasien yang sering memerlukan transfusi.

Manfaat komponen darah ini untuk mengurangi reaksi panas dan alergi.(6)

White Blood Cells (WBC atau leukosit)

Komponen ini terdiri dari darah lengkap dengan isi seperti PRC, plasma dihilangkan 80 % ,

biasanya tersedia dalam volume 150 ml. Dalam pemberian perlu diketahui golongan darah ABO

dan sistem Rh. Apabila diresepkan berikan dipenhidramin. Berikan antipiretik, karena komponen

ini bisa menyebabkan demam dan dingin. Untuk pencegahan infeksi, berikan tranfusi dan

disambung dengan antibiotik.

Indikasi :

Pasien sepsis yang tidak berespon dengan antibiotik (khususnya untuk pasien dengan kultur

darah positif, demam persisten /38,3° C dan granulositopenia).

Suspensi trombosit

Pemberian trombosit seringkali diperlukan pada kasus perdarahan yang disebabkan oleh

kekurangan trombosit. Pemberian trombosit yang berulang-ulang dapat menyebabkan

pembentukan thrombocyte antibody pada penderita. (3) Transfusi trombosit terbukti bermanfaat

menghentikan perdarahan karena trombositopenia. Komponen trombosit mempunyai masa

simpan sampai dengan 3 hari.(2)

Indikasi pemberian komponen trombosit ialah :

1. Setiap perdarahan spontan atau suatu operasi besar dengan jumlah trombositnya kurang dari

50.000/mm3. Misalnya perdarahan pada trombocytopenic purpura, leukemia, anemia aplastik,

demam berdarah, DIC dan aplasia sumsum tulang karena pemberian sitostatika terhadap tumor

ganas.

2. Splenektomi pada hipersplenisme penderita talasemia maupun hipertensi portal juga memerlukan

pemberian suspensi trombosit prabedah.

Rumus Transfusi Trombosit

BB x 1/13 x 0.3

Macam sediaan:

1. Platelet Rich Plasma (plasma kaya trombosit)

Platelet Rich Plasma dibuat dengan cara pemisahan plasma dari darah segar. Penyimpanan 34°C

sebaiknya 24 jam.

2. Platelet Concentrate (trombosit pekat)

Kandungan utama yaitu trombosit, volume 50 ml dengan suhu simpan 20°±2°C. Berguna untuk

meningkatkan jumlah trombosit. Peningkatan post transfusi pada dewasa rata-rata 5.000-

10.000/ul. Efek samping berupa urtikaria, menggigil, demam, alloimunisasi Antigen trombosit

donor.(6)

Dibuat dengan cara melakukan pemusingan (centrifugasi) lagi pada Platelet Rich Plasma,

sehingga diperoleh endapan yang merupakan pletelet concentrate dan kemudian memisahkannya

dari plasma yang diatas yang berupa Platelet Poor Plasma. Masa simpan ± 48-72 jam.(3)

Plasma

Plasma darah bermanfaat untuk memperbaiki volume dari sirkulasi darah (hypovolemia, luka

bakar), menggantikan protein yang terbuang seperti albumin pada nephrotic syndrom dan

cirhosis hepatis, menggantikan dan memperbaiki jumlah faktor-faktor tertentu dari plasma

seperti globulin.(3)

Macam sediaan plasma adalah:

1. Plasma cair

Diperoleh dengan memisahkan plasma dari whole blood pada pembuatan packed red cell.

2. Plasma kering (lyoplylized plasma)

Diperoleh dengan mengeringkan plasma beku dan lebih tahan lama (3 tahun).

3. Fresh Frozen Plasma

Dibuat dengan cara pemisahan plasma dari darah segar dan langsung dibekukan pada suhu -

60°C. Pemakaian yang paling baik untuk menghentikan perdarahan (hemostasis).(3)

Kandungan utama berupa plasma dan faktor pembekuan, dengan volume 150-220 ml. Suhu

simpan -18°C atau lebih rendah dengan lama simpan 1 tahun. Berguna untuk meningkatkan

faktor pembekuan bila faktor pembekuan pekat/kriopresipitat tidak ada. Ditransfusikan dalam

waktu 6 jam setelah dicairkan. Fresh frozen plasma (FFP) mengandung semua protein plasma

(faktor pembekuan), terutama faktor V dan VII. FFP biasa diberikan setelah transfusi darah

masif, setelah terapi warfarin dan koagulopati pada penyakit hepar. Setiap unit FFP biasanya

dapat menaikan masing-masing kadar faktor pembekuan sebesar 2-3% pada orang dewasa. Sama

dengan PRC, saat hendak diberikan pada pasien perlu dihangatkan terlebih dahulu sesuai suhu

tubuh.

Pemberian dilakukan secara cepat, pada pemberian FFP dalam jumlah besar diperlukan koreksi

adanya hypokalsemia, karena asam sitrat dalam FFP mengikat kalsium. Perlu dilakukan

pencocokan golongan darah ABO dan system Rh.

Efek samping berupa urtikaria, menggigil, demam, hipervolemia.

Indikasi :

–    Mengganti defisiensi faktor IX (hemofilia B)

–    Neutralisasi hemostasis setelah terapi warfarin bila terdapat perdarahan yang mengancam

nyawa.

–    Adanya perdarahan dengan parameter koagulasi yang abnormal setelah transfusi massif

–    Pasien dengan penyakit hati dan mengalami defisiensi faktor pembekuan

4. Cryopresipitate

Komponen utama yang terdapat di dalamnya adalah faktor VIII, faktor pembekuan XIII, faktor

Von Willbrand, fibrinogen. Penggunaannya ialah untuk menghentikan perdarahan karena

kurangnya faktor VIII di dalam darah penderita hemofili A.

Cara pemberian ialah dengan menyuntikkan intravena langsung, tidak melalui tetesan infus,

pemberian segera setelah komponen mencair, sebab komponen ini tidak tahan pada suhu

kamar. (2)

Suhu simpan -18°C atau lebih rendah dengan lama simpan 1 tahun, ditransfusikan dalam waktu 6

jam setelah dicairkan. Efek samping berupa demam, alergi. Satu kantong (30 ml) mengadung 75-

80 unit faktor VIII, 150-200 mg fibrinogen, faktor von wilebrand, faktor XIII

Indikasi :

–          Hemophilia A

–          Perdarahan akibat gangguan faktor koagulasi

–          Penyakit von wilebrand

Rumus Kebutuhan Cryopresipitate :

0.5x ∆Hb (Hb normal -Hb pasien) x BB

5. Albumin

Dibuat dari plasma, setelah gamma globulin, AHF dan fibrinogen dipisahkan dari plasma.

Kemurnian 96-98%. Dalam pemakaian diencerkan sampai menjadi cairan 5% atau 20% 100 ml

albumin 20% mempunyai tekanan osmotik sama dengan 400 ml plasma biasa

Rumus Kebutuhan Albumin

∆ albumin x BB x 0.8

9. Jelaskan berbagai macam jenis luka dan tahap penyembuhan luka!

Jenis-jenis luka digolongkan berdasarkan :

Berdasarkan sifat kejadian, dibagi menjadi 2, yaitu luka disengaja (luka terkena radiasi atau

bedah) dan luka tidak disengaja (luka terkena trauma).

Luka tidak disengaja dibagi menjadi 2, yaitu :

- Luka tertutup : luka dimana jaringan yang ada pada permukaan tidak rusak

(kesleo, terkilir, patah tulang, dsb).

- Luka terbuka : luka dimana kulit atau selaput jaringan rusak, kerusakan terjadi

karena kesengajaan (operasi) maupun ketidaksengajaan (kecelakaan).

Berdasarkan penyebabnya, di bagi menjadi :

- . Luka mekanik (cara luka didapat dan luas kulit yang terkena)

- Luka insisi (Incised wound), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam.

Luka dibuat secara sengaja, misal yang terjadi akibat pembedahan.

- Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura setelah seluruh pembuluh

darah yang luka diikat (ligasi).

- Luka memar (Contusion Wound), adalah luka yang tidak disengaja terjadi akibat

benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh: cedera pada jaringan

lunak, perdarahan dan bengkak, namun kulit tetap utuh. Pada luka tertutup, kulit

terlihat memar.

- Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain

yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.

- Luka tusuk (Punctured Wound), luka ini dibuat oleh benda yang tajam yang

memasuki kulit dan jaringan di bawahnya. Luka punktur yang disengaja dibuat

oleh jarum pada saat injeksi. Luka tusuk/ punktur yang tidak disengaja terjadi

pada kasus: paku yang menusuk alas kaki bila paku tersebut terinjak, luka akibat

peluru atau pisau yang masuk ke dalam kulit dengan diameter yang kecil.

- Luka gores (Lacerated Wound), terjadi bila kulit tersobek secara kasar. Ini terjadi

secara tidak disengaja, biasanya disebabkan oleh kecelakaan akibat benda yang

tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat. Pada kasus kebidanan: robeknya

perineum karena kelahiran bayi.

- Luka tembus/luka tembak (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ

tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian

ujung biasanya lukanya akan melebar, bagian tepi luka kehitaman.

- Luka bakar (Combustio), luka yang terjadi karena jaringan tubuh terbakar.

- Luka gigitan (Morcum Wound), luka gigitan yang tidak jelas bentuknya pada

bagian luka.

- Luka non mekanik : luka akibat zat kimia, termik, radiasi atau serangan listrik.

Berdasarkan tingkat kontaminasi

- Clean Wounds (luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak

terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan,

pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan

luka yang tertutup, jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup. Kemungkinan

terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.

- Clean-contamined Wounds (luka bersih terkontaminasi), merupakan luka

pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam

kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya

infeksi luka adalah 3% – 11%.

- Contamined Wounds (luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka

akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau

kontaminasi dari saluran cerna. Pada kategori ini juga termasuk insisi akut,

inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% – 17%.

- Dirty or Infected Wounds (luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya

mikroorganisme pada luka.

Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka

- Stadium I : Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi

pada lapisan epidermis kulit.

- Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan

epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya

tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.

- Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi

kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah

tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan

epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis

sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

- Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon

dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

Berdasarkan waktu penyembuhan luka

- Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep

penyembuhan yang telah disepakati.

- Luka kronis : yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,

dapat karena faktor eksogen dan endogen.

Wound Healing

Wound healing atau penyembuhan luka adalah suatu proses alami, baik secara selular

maupun biokimia, yang dilakukan oleh tubuh untuk regenerasi jaringan dermis atau epidermis

sebagai respon atas suatu jejas atau injuri.

Proses ini secara garis besar terdiri dari 3 fase yang merupakan suatu urut-urutan tertentu

dan dalam perjalanannya dapat saling tumpang tindih. Jika fase-fase ini tidak berjalan

sebagaimana harusnya, maka luka tidak akan sembuh. Luka mungkin menjadi luka kronis seperti

venous ulcer atau skar patologis seperti keloid. Fase-fase tersebut adalah:

FASE INFLAMASI

Fase inflamasi ditandai dengan terjadinya pembekuan darah (clotting) untuk

mempertahankan hemostasis, pelepasan bermacam-macam faktor untuk menarik sel-sel

yang akan memfagosit debris, bakteri, dan jaringan yang rusak, serta pelepasan faktor

yang akan memulai proliferasi jaringan.

Ketika jaringan terluka, maka darah akan kontak dengan kolagen. Hal ini memacu

platelet untuk mensekresi faktor-faktor inflamasi. Platelet atau dikenal juga dengan

trombosit, juga mengekspresi glikoprotein pada membran sel sehingga platelet tersebut

dapat menempel satu sama lain, beragregasi, dan membentuk massa.

Platelet adalah sel yang paling banyak terdapat segera setelah suatu luka terjadi.

Platelet kemudian akan melepaskan faktor-faktor lainnya seperti protein ECM, sitokin,

growth factor yang mempercepat pembelahan sel, dan faktor proinflamasi (serotonin,

bradikinin, prostaglandin, prostasiklin, tromboksan, dan histamine) yang meningkatkan

proliferasi dan migrasi sel ke daerah luka serta menyebabkan peningkatan permeabilitas.

Segera setelah pembuluh darah berdilatasi, membran sel yang ruptur akan

melepaskan tromboksan dan prostaglandin yang menyebabkan pembuluh darah

berkontraksi untuk mencegah kehilangan darah sekaligus mengumpulkan faktor-faktor

dan sel inflamasi lainnya. Vasokonstriksi ini berlangsung selama 5–10 menit, kemudian

diikuti dengan vasodilatasi yang terjadi karena pelepasan histamin. Dengan terjadinya

vasodilatasi maka akan terjadi ekstravasasi protein. Hal ini menyebabkan tekanan

osmolar ekstravaskular meningkat dan air tertarik ke ekstravaskular sehingga jaringan

menjadi edematous. Vasodilatasi ini juga memfasilitasi leukosit dari pembuluh darah

untuk mencapai lokasi luka.

Setelah 1 jam luka terjadi, polymorphonuclear (PMNs) sampai pada lokasi luka

dan menjadi sel predominan hingga 3 hari selanjutnya. PMNs tertarik ke lokasi luka

karena adanya fibronektin, growth factors, neuropeptida, dan kinin. Netrofil akan

memfagositosis debris dan bakteri, membunuh bakteri dengan cara melepaskan radikal

bebas, membersihkan luka dari jaringan mati dengan mensekresi protease. Setelah

netrofil menyelesaikan tugasnya, ia akan mengalami apoptosis dan didegradasi oleh

makrofag. Leukosit lainnya yang memasuki lokasi luka adalah sel T-helper yang

mensekresi sitokin. Sitokin menyebabkan sel T-helper membelah lebih banyak lagi

sehingga terjadi proses inflamasi, vasodilatasi, dan peningkatan permeabilitas kapiler

lebih hebat. Sel T-helper juga akan meningkatkan aktivitas makrofag.

Makrofag akan menggantikan peran PMNs sebagai sel predominan. Platelet dan

faktor-faktor lainnya menarik monosit dari pembuluh darah. Ketika monosit mencapai

lokasi luka, maka ia akan dimatangkan menjadi makrofag. Peran makrofag adalah:

- Memfagositosis bakteri dan jaringan yang rusak dengan melepaskan protease.

- Melepaskan growth factors dan sitokin yang kemudian menarik sel-sel yang

berperan dalam fase proliferasi ke lokasi luka.

- Memproduksi faktor yang menginduksi dan mempercepat angiogenesis

- Memstimulasi sel-sel yang berperan dalam proses re-epitelisasi luka, membuat

jaringan granulasi, dan menyusun matriks ekstraselular.

Fase inflamasi sangat penting dalam proses penyembuhan luka karena berperan

melawan infeksi pada awal terjadinya luka serta memulai fase proliferasi. Walaupun

begitu, inflamasi dapat terus berlangsung hingga terjadi kerusakan jaringan yang kronis.

FASE PROLIFERASI

Fase proliferasi dari penyembuhan luka dimulai kira-kira 2–3 hari setelah

terjadinya luka, dan ditandai dengan adanya fibroblas di sekitar luka. Pada fase ini terjadi

angiogenesis. Angiogenesis disebut juga sebagai neovaskularisasi, yaitu proses

pembentukan pembuluh darah baru. Karena aktivitas fibroblas dan epitelial

membutuhkan oksigen, angiogenesis adalah hal yang penting sekali dalam langkah-

langkah penyembuhan luka. Jaringan dimana pembentukan pembuluh darah baru terjadi,

biasanya terlihat berwarna merah (eritem) karena terbentuknya kapiler-kapiler di daerah

itu.

Seiring dengan terjadinya proliferasi fibroblas, populasi sel keratinosit dan

endothelial serta produksi faktor-faktor pertumbuhan akan bertambah. Hal ini

menstimulasi sel-sel proliferasi dan migrasi sel-sel endotelial ke daerah luka sehingga

terjadi angiogenesis. Pembuluh darah yang baru terbentuk ini mengawali peningkatan

jumlah fibroblas ke daerah luka untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan untuk

memproduksi plasminogen activator dan collagenase.

Setelah pembentukan jaringan cukup adekuat, migrasi dan proliferasi sel-sel

endotelial menurun, dan sel yang berlebih akan mati dalam dengan proses apoptosis.

Seiring dengan angiogenesis, fibroblas mulai terkumpul di dalam luka. Fibroblas

mulai memasuki daerah luka 2 – 5 hari setelah fase inflamasi luka berakhir, dan

jumlahnya mencapai puncak pada 1 – 2 minggu setelah terjadinya luka. Pada akhir

minggu pertama, fibroblas adalah sel utama dalam luka. Fibroplasia berakhir 2 sampai 4

minggu setelah luka terjadi.

Pada 2 – 3 hari setelah terjadinya luka, fibroblas berproliferasi dan bermigrasi,

sehingga nantinya menjadi sel utama yang menjadi matrix kolagen di dalam area luka.

Fibroblas dari jaringan normal bermigrasi ke dalam area luka. Awalnya fibroblas

menggunakan benang fibrin pada fase inflamasi untuk bermigrasi, melekat ke fibronectin.

Lalu fibroblas mengendapkan substansi dasar ke dalam area luka yang selanjutnya akan

ditempati oleh kolagen.

Salah satu peranan penting dari fibroblas adalah menghasilkan kolagen. Fibroblas

mulai menghasilkan kolagen pada hari ke-2 sampai hari ke-3 setelah terjadinya luka, dan

mencapai kadar puncak pada minggu ke-1 hingga minggu ke-3. Produksi kolagen terus

berlanjut secara cepat hingga 2 sampai 4 minggu.

Deposisi kolagen sangatlah penting mengingat kolagen berperan dalam

peningkatan kekuatan luka, sebelum jumlahnya menurun, satu-satunya yang membuat

luka dapat berdekatan satu sama lain adalah fibrin – fibronectin clot, yang tidak terlalu

kuat untuk menahan suatu luka karena trauma.

Formasi dari jaringan granulasi pada suatu luka terbuka menyebabkan terjadinya

fase reepitelisasi, seperti halnya sel epitel bermigrasi melintasi jaringan yang baru untuk

membentuk suatu barier diantara luka dan lingkunagn sekitar. Basal keratinosit dari tepi

luka dan lapisan dermal, seperti folikel rambut, kelenjar keringat, dan glandula sebacea

adalah sel yang paling bertanggung jawab untuk terjadinya fase epitelisasi pada

penyembuhan luka. Mereka tumbuh dalam bentuk lembaran, melintasi luka dan

berproliferasi pada tepi luka, dan berhenti bergerak ketika bertemu di tengah luka.

Dengan demikian onset dari migrasi ini bervariasi dan mungkin terjadi sehari

setelah luka terjadi. Sel pada tepi luka berproliferasi pada hari ke dua dan ke tiga setelah

luka untuk kelangsungan proses migrasi sel. Jika membran basalis tidak rusak, sel epitel

digantikan dalam 3 hari oleh bagian-bagian dari membran basalis  dan sel yang

bermigrasi dari stratum basalis, dengan cara yang sama pada kulit yang tidak mengalami

luka.

Namun bagaimanapun, jika membran basalis di sekitar luka mengalami

kerusakan, reepitelisasi pasti terjadi di sekitar tepi luka dan dari lapisan kulit seperti

folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebacea yang melintasi dermis yang

berhubungan dengan keratinosit yang hidup. Jika luka yang terjadi sangat dalam,

kemungkinan besar lapisan kulit juga akan mengalami kerusakan, sehingga migrasi sel

hanya akan terjadi pada tepi luka.

Sekitar 1 minggu setelah terjadinya penyembuhan luka, firoblas berdiferensiasi

menjadi myofibroblas dan luka mulai menyusut. Pada luka yang dalam puncak

penyusutan terjadi dalam 5 – 15 hari setelah terjadinya luka. penyusutan dapat berakhir

dalam beberapa minggu, dan berlanjut  bahkan setelah luka mengalami re-epitelisasi. Jika

pengerutan berlanjut terlalu lama, hal ini akan menuju pada kerusakan dan malfungsi.

Pengerutan terjadi untuk mengurangi bentuk yang berlebihan dari penyembuhan

luka. Luka yang besar akan menjadi 40 – 80 % lebih kecil setelah terjadinya pengerutan.

Kecepatan pengerutan dalam penyembuhan  luka terjadi 0.75 mm per hari, tergantung

pada seberapa besar jaringan luka yang hilang. Penyusutan biasaya tidak terjadi secara

simetris, namun kebanyakan penyembuhan luka memiliki aksis pengerutan yang dapat

dimasuki lembaran - lembaran sel kolagen.

Pada awalnya, pengerutan terjadi tanpa keterlibatan myofibroblas. Fibroblas baru

distimulasi oleh growth factor yang akan berdiferensiasi menjadi myofibroblas.

Myofibroblas yang mirip sel otot polos bertanggung jawab pada kontraksi. Myofibroblas

mengandung aktin yang serupa ditemukan di dalam sel otot polos.

FASE MATURASI DAN REMODELLING

Saat kadar produksi dan degradasi kolagen mencapai keseimbangan, maka

mulailah fase maturasi dari penyembuhan jaringan luka. Fase ini dapat berlangsung

hingga 1 tahun lamanya atau lebih, tergantung dari ukuran luka dan metode penutupan

luka yang dipakai. Selama proses maturasi, kolagen tipe III yang banyak berperan saat

fase proliferasi akan menurun kadarnya secara bertahap, digantikan dengan kolagen tipe I

yang lebih kuat. Serat-serat kolagen ini akan disusun, dirangkai, dan dirapikan sepanjang

garis luka.

Kekuatan susunan kolagen akan bertambah seiring dengan perjalanan waktu.

Setelah 3 bulan, rata-rata kekuatan jaringan ini mencapai 50% dari kekuatan jaringan

normal, dan akan terus bertambah hingga maksimal 80% dari kekuatan jaringan normal.

Lama kelamaan aktivitas pada lokasi luka berkurang, sehingga luka pun menjadi tidak

eritematous karena pembuluh darah yang tidak lagi dibutuhkan untuk kelangsungan

proses penyembuhan luka akan dihilangkan secara apoptosis.

Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Penyembuhan

Faktor-faktor ini secara garis besar dibagi menjadi 2 kelompok yaitu faktor lokal

dan faktor sistemik. Faktor lokal meliputi besarnya luka, jenis jaringan yang mengalami

luka, lokasi, bersih dan kotornya luka (kontaminasi) serta kecepatan penatalaksanaannya.

Faktor sistemik meliputi keadaan umum  penderita beserta kelainan kronik sebelumya

yang telah diderita, keadaan gizi, penyakit sistem imun dan lain sebagainya. Tabel

dibawah ini menerangkan faktor-faktor yang berperan dalam penyembuhan luka.

10. Jelaskan macam-macam jahitan dan jenis benang!

Jenis jahitan dalam pembedahan banyak sekali. Dikenal beberapa jahitan sederhana, yaitu

jahitan terputus, jahitan kontinu, dan jahitan intradermal.

 

Jahitan Terputus (Simple Inerrupted Suture)

Terbanyak digunakan karena sederhana dan mudah. Tiap jahitan disimpul sendiri. Dapat

dilakukan pada kulit atau bagian tubuh lain, dan cocok untuk daerah yang banyak bergerak

karena tiap jahitan saling menunjang satu dengan lain. Digunakan juga untuk jahitan situasi.Cara

jahitan terputus dibuat dengan jarak kira-kira 1 cm antar jahitan. Keuntungan jahitan ini adalah

bila benang putus, hanya satu tempat yang terbuka, dan bila terjadi infeksi luka, cukup dibuka

jahitan di tempat yang terinfeksi. Akan tetapi, dibutuhkan waktu lebih lama untuk

mengerjakannya. 

Gambar 2. Interrupted over and over suture. 

Jahitan Matras

- Jahitan Matras Horizontal

Jahitan dengan melakukan penusukan seperti simpul, sebelum disimpul dilanjutkan

dengan penusukan sejajar sejauh 1 cm dari tusukan pertama. Memberikan hasil jahitan yang

kuat. 

Gambar 3. Interrupted horizontal mattress suture

- Jahitan Matras Vertikal

Jahitan dengan menjahit secara mendalam di bawah luka kemudian dilanjutkan dengan

menjahit tepi-tepi luka. Biasanya menghasilkan penyembuhan luka yang cepat karena

didekatkannya tepi-tepi luka oleh jahitan ini. 

Gambar 4. Interrupted vertical mattress suture 

Jahitan Matras Modifikasi

Modifikasi dari matras horizontal tetapi menjahit daerah luka seberangnya pada daerah

subkutannya. 

Gambar 5. Interrupted semi-mattress suture 

Jahitan Kontinu

Simpul hanya pada ujung-ujung jahitan, jadi hanya dua simpul. Bila salah satu simpul

terbuka, maka jahitan akan terbuka seluruhnya. Jahitan ini jarang dipakai untuk menjahit kulit.

Jahitan Jelujur Sederhana (Continous Over and Over)

Jahitan ini sangat sederhana, sama dengan kita menjelujur baju. Biasanya menghasilkan hasil

kosmetik yang baik, tidak disarankan penggunaannya pada jaringan ikat yang longgar. 

Gambar 6. Continuous over and over sutures 

Jahitan Jelujur Feston (Interlocking Suture)

Jahitan kontinyu dengan mengaitkan benang pada jahitan sebelumnya, biasa sering dipakai

pada jahitan peritoneum. Merupakan variasi jahitan jelujur biasa. 

Gambar 7. Ford suture pattern

 

Jahitan Intradermal

Memberikan hasil kosmetik yang paling bagus (hanya berupa satu garis saja). Dilakukan

jahitan jelujur pada jaringan lemak tepat di bawah dermis. 

Gambar 8. Continuous intracutaneous

11. Jelaskan definisi dan tindakan asepsis antisepsis!

Asepsis dan teknik antiseptis merupakan upaya yang digunakan untuk menggambarkan upaya kombinasi untuk mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam area tubuh manapun yang sering menyebabkan infeksi. Tujuan dari tehnik ini untuk membasmi jumlah mikroorganisme pada permukaan hidung (kulit dan jaringan) obyek mati (alat-alat bedah dan barang-barang lainnya)

- Anti sepsis adalah proses menurunkan jumlah mikroorganisme pada kulit, selaput lendir/ jaringan tubuh langsung dengan menggunakan bahan antimikrobial antiseptik.

- Aseptik adalah keadaan bebas dari mikroorganisme penyebab penyakit. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya melalui teknik aseptik. Teknik aseptik/asepsis adalah segala upaya yang dilakukan untuk mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang kemungkinan besar akan mengakibatkan infeksi. Tindakan asepsis ini bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan mikroorganisme yang terdapat pada permukaan benda hidup atau benda mati. Tindakan ini meliputi antisepis, desinfeksi, dan sterilisasi. Untuk itu, diperlukan perlakuan khusus pada alat dan bahan operasi, lapangan operasi, operator,dan asisten sebagai pelaksana.

- Antisepsis adalah upaya pencegahan infeksi dengan membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh lainnya. Bahan yang digunakan disebut antiseptik. Antiseptik adalah bahan yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan kuman, ada yang bersifat sporosidal (membunuh spora) dan non sporosidal, digunakan pada jaringan hidup khusus,yaitu kulit dan selaput lendir.

- Antiseptik  harus dibedakan dengan obat seperti antibiotik yang dapat membunuh mikroorganisme  di dalam     tubuh    atau    dengan desinfektan yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme yang terdapat pada benda mati.

Perlu diperhatikan adanya reaksi atau riwayat alergi terhadap iodium. Jenis antiseptik yang sering digunakan adalah alkhol 70 %, povidon iodin, chlorhexidine gluconate dan triklosan.

Kriteria pemilihan antiseptik :

- Aksi yang luas (menghambat mikroorganisme secara luas (gram positif, negatif, Tb, Fungi, Endospora)

- Efektivitas- Kecepatan aktivitas awal- Efek residu : aksi yang lama setelah pemakaian untuk merendam pertumbuhan

kuman- Tidak mengakibatkan alergi- Efektif sekali pakai, tidak perlu diulang.

Contoh antiseptik : 

- alkohol (60%-90%),- setrimd / klorheksidin glukonat (2%-4%) ex: hibiscrub, hibitane - klorheksidin glukonat 2% ect..- Mikroorganisme adalah agen penyebab infeksi termasuk bakteri, virus, fungi,

parasit

pencegahan infeksi bakteri dibagi 3 yaitu :

- Vegetatif- Mikobakteria ex: tuberkolosis- Endospora (sulit dibunuh disebabkan lapisan pelindungnya)

Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua mikroorganisme pada benda mati/ instrumen dengan cara uap air panas, tekanan tinggi (otoklaf), panas kering (oven), sterilan kimia atau radiasi.

Densifektan tingkat tinggi (DTT): tindakan untuk menghilangkan semua mikroorganisme kecuali endospora bakteri pada benda mati dengan      cara merebus dan mengukus penggunaan densifektan kimiawi.

Desinfektan : bahan kimia yang membunuh/ menginaktivasi mikroorganisme

  ex: - klorin pemutih 0,5 % untuk dikontaminasi permukaan yang lebar

       - klorin 0,1% untuk DTT kimia

       - Glutaraldehida 2% bisa digunakan DTT kimia/ sterilisasi kimia

         - Fenol / klorin

Dekontaminasi : membuat obyek mati lebih aman ditangani saat sebelum dibersihkan (menginaktifasi) serta menurunkan HBV.

Dekomentanasi: direndam dalam bahan klorin selama 10 menit 0,5%.

Teknik Tindakan Aseptik

- Tindakan yang dilakukan adalah dengan mengusapkan cairan antiseptik pada lapangan operasi dan sekitarnya. Untuk memperluas permukaan steril maka dilakukan drepping, yaitu pemakaian duk bolong steril.

- Prinsipnya adalah mengusap kulit dari mulai daerah yang lebih bersih ke daerah yang paling kotor dengan tidak mengusap daerah yang telah diusap sebelumnya.