barisan dan deret bilangan kompleks

28
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bilangan adalah salah satu bagian terpenting dalam ilmu matematika. Bilangan tidak hanya sesuatu yang bisa dan terlihat dalam kehidupan yang kita sebut bilangan real namun ada juga bilangan yang tidak terlihat namun ada nilainya yang kita kenal sebagai bilangan imajiner. Bilangan Kompleks adalah kumpulan dari semua bilangan. Bilangan kompleks terdiri dari Bilangan Real dan Bilangan Imajiner atau dapat ditulis dengan x +iy, dimana x dan y adalah bilangan real, sedangkan i adalah bilangan imajiner yang nilainya 1. Bilangan ini juga dapat dioperasikan seperti halnya bilangan real, dapat diintegral, dideferensial, dapat disajikan dalam bentuk geometris, dan dapat diurutkan sesuai dengan aturan tertentu. Dari banyaknya pengoperasian bilangan kompleks, penulis memilih tentang pengurutan bilangan kompleks. Pengurutan suatu bilangan dengan aturan tertentu disebut dengan barisan, sedangkan penjumlahan bilangan dari suatu barisan disebut deret. Misalkan 1

Transcript of barisan dan deret bilangan kompleks

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bilangan adalah salah satu bagian terpenting dalam ilmu matematika.

Bilangan tidak hanya sesuatu yang bisa dan terlihat dalam kehidupan yang kita

sebut bilangan real namun ada juga bilangan yang tidak terlihat namun ada

nilainya yang kita kenal sebagai bilangan imajiner. Bilangan Kompleks adalah

kumpulan dari semua bilangan. Bilangan kompleks terdiri dari Bilangan Real

dan Bilangan Imajiner atau dapat ditulis dengan x+iy, dimana x dan y adalah

bilangan real, sedangkan i adalah bilangan imajiner yang nilainya √−1.

Bilangan ini juga dapat dioperasikan seperti halnya bilangan real, dapat

diintegral, dideferensial, dapat disajikan dalam bentuk geometris, dan dapat

diurutkan sesuai dengan aturan tertentu. Dari banyaknya pengoperasian

bilangan kompleks, penulis memilih tentang pengurutan bilangan kompleks.

Pengurutan suatu bilangan dengan aturan tertentu disebut dengan barisan,

sedangkan penjumlahan bilangan dari suatu barisan disebut deret. Misalkan ada

suatu barisan bilangan kompleks yakni ∑n=0

n .( i2 )

n

, jika barisan ini

disubstitusikan nilai n maka diperoleh i2

,−1 ,−3i

2,2 ,…. Jika barisan ini

diselesaikan dengan penyelesaian aritmatika atau geometri akan sulit

dikerjakan, sehingga barisan kompleks ini harus diuji dengan uji konvergensi

dan divergensi barisan. Pengujian itu juga dilakukan pada deret bilangan

kompleks. Untuk lebih detail mengenai barisan dan deret bilangan kompleks,

penulis bahas dalam makalah ini dengan judul “Barisan dan Deret Kompleks”

B. Batasan Masalah

Pembahasan mengenai bilangan Kompleks sangat luas cakupannya.

Namun, penulis membatasi materi bilangan kompleks pada makalah ini adalah

1

Barisan dan Deret Bilangan Kompleks. Untuk memudahkan penulis dalam

pembahasan, penulis juga memberikan dan menyajikan beberapa materi

pendukung yakni Barisan dan Deret Aritmatika serta Bilangan Kompleks.

C. Rumusan Masalah

Sebagaimana telah dijelaskan pada latar belakang, maka rumusan masalah

yang dapat dibuat yakni : Bagaimanakah Barisan dan Deret bilangan

Kompleks?

D. Tujuan penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini yakni :

1. Memenuhi tugas mata kuliah Seminar Matematika

2. Untuk mengetahui Barisan dan Deret Bilangan Kompleks

E. Metode penulisan

Dalam menyelesaikan makalah ini penulis menggunakan Metode

Kepustakaan, dan Konsultasi dengan Dosen Pembimbing.

2

3

4

7 11

4

2 5 8

3 3

BAB II

MATERI PENDUKUNG

A. Pengertian Barisan dan Deret

Barisan bilangan adalah sekumpulan bilangan yang telah diurutkan

menurut suatu aturan tertentu. Masing-masing bilangan tersebut dinamakan

suku barisan.1 Suku berikutnya dari suatu bilangan dapat ditentukan apabila

telah diketahui paling sedikit tiga buah suku atau rumus suku ke-n dari barisan

bilangan itu.

Contoh :

Tentukan tiga suku berikutnya dari barisan bilangan 23

,57

,8

11,1115

, …

Jawab :

Karena barisan 23

,57

,8

11,1115

, … agak sulit dikerjakan secara langsung,

maka agar lebih mudah membagi barisan tersebut menjadi dua bagian, yakni

barisan pembilang dan barisan penyebut

pembilang penyebut

1. Barisan untuk pembilang :

U1 = 2

U2 = 5 = 2+3

U3 = 8 = 5+3

U4 = 11 = 8+3

Maka U5 = 11+3 = 14, U6 = 14+3 = 17, U7 = 17+3 = 20

1 Sukino dan Wilson Simangunsong, Matematika untuk SMP kelas IX. Jakarta : Erlangga, 2007, hal 235,

3

2. Barisan untuk penyebut :

U1 = 3

U2 = 7 = 3+4

U3 = 11 = 7+4

U4 = 15 = 11+4

Maka U5 = 15+4 = 19, U6 = 19+4 = 23, U7 = 23+4 =27

Dengan demikian dapat diperoleh barisan 23

,57

,8

11,

1115

,1419

,1723

,2027

Sedangkan Deret bilangan adalah Jumlah yang ditunjukkan oleh suku-

suku dari suatu barisan2

B. Barisan dan Deret dalam Aljabar

1. Barisan dan Deret Aritmatika

Dalam buku karangan Endi Nugraha disebutkan bahwa Barisan

Aritmatika disebut juga barisan hitung atau barisan tambah. Barisan

aritmatika adalah barisan yang bilangan pertamanya sembarang dan

bilangan berikutnya diperoleh dengan menambahkan bilangan tetap

kepada bilangan sebelumnya dengan syarat penambah bilangan bukan

nol.3

Perhatikan barisan U 1 , U 2 ,U 3 ,…,U n−1 ,U n

Berdasarkan defenisi dari barisan aritmatika maka diperoleh

hubungan sebagai berikut :

U 1=a=a+0 b=a+(1−1 )b,

U 2=U 1+b=a+b=a+(2−1 ) b,

U 3=U 2+b=a+b+b=a+2b=a+(3−1 )b,

.

.

2 Ibid, hal 2563 Drs. Endi Nurgana, Aljabar Untuk Guru dan Calon Guru Matematika SMTP-SMTA, Bandung :

Epsilon Grup, 1983, hal 65

4

+

Sebanyak n bubuahbuah

.

U n=U n−1+b=a+(n−2)b+b=a+(n−1)b,

Bilangan b adalah suatu bilangan tetap dari selisih bilangan satu

dengan bilangan berikutnya yang sering disebut dengan beda. Sehingga

beda didapat dari :

U 2=U 1+b →b=U 2−U 1,

U 3=U 2+b →b=U 3−U 2,

.

.

U n=U n−1+b → b=U n−U n−1 ;n=2,3,4 , …,

Sama halnya dengan Barisan Aritmatika, Deret aritmatika juga bisa

diartikan Deret hitung atau Deret tambah. Deret aritmatika adalah barisan

aritmatika yang anggota-anggota barisannya dihubungkan dengan tanda

tambah.

Bentuk Umum :

Sn=n2

[2a+(n−1 )b ] atau Sn=n2

(a+U n )

Pembuktian :

Sebagai mana telah diketahui bahwa

U 1=a ,U 2=a+b ,U n=a+ (n−1 ) b dan

Sn=U 1+U 2+U 3+…+U n−2+U n−1+U n, maka :

Sn=a+(a+b )+(a+2 b )+(a+3b )+…+[a+(n−1 )b ] atau

Sn= [a+(n−1 ) b ]+[a+( n−2 ) b ]+[ a+(n−3 ) ]+…+a,

Sn=a+(a+b )+(a+2 b )+(a+3b )+…+[a+(n−1 )b ],Sn= [a+(n−1 ) b ]+[a+( n−2 ) b ]+[ a+(n−3 ) ]+…+a

2 Sn=[2a+ (n−1 ) b ]+[2a+ (n−1 ) b ]+[2a+ (n−1 ) b ]+[2a+ (n−1 ) b ]+…+ [2a+(n−1 )b ],

5

Sn=n . [2a+ (n−1 ) b ],

∴Sn=n2

. [2 a+(n−1 )b ] … (terbukti)

Contoh :

Tentukanlah penjumlahan bilangan bulat antara 4 dan 99 yang habis

dibagi 5!

Jawab :

Karena diketahui Bilangan bulat antara 4 dan 99 yang habis dibagi

5, maka deretnya 5+10+15+20+…+95

Dari penjelasan barisan dan deret dapat kita tentukan suku-suku dan

bedanya, yakni U 1=5 , U 2=10 ,U n=95 , b=U2−U 1=10−5=5.

Selanjutnya kita harus mengetahui banyak suku bilangan yang berada

antara 4 dan 99 yang habis dibagi 5, yang dicari menggunakan rumus suku

terakhir.

U n=a+(n−1 ) b,

95=5+(n−1 ) .5,

95=5+(5 n−5),

95=5+5 n−5,

95=5n,

n=955

→ n=19,

Karena banyaknya suku adalah 19, maka jumlah bilangan bulat

antara 4 dan 99 yang habis dibagi 5 yakni :

Sn=n2

. [2 a+ (n−1 ) b ],

S19=192

. [2 .5+ (19−1 ) .5 ],

6

S19=192

[10+(18 ) .5 ],

S19=192

(10+90),

S19=192

(100),

S19=950.

2. Barisan dan Deret Geometri

Barisan Geometri adalah barisan yang setiap sukunya didapat

dengan membagi atau mengalikan dengan suatu bilangan tetap. Sama

seperti halnya barisan dan deret aritmatika, Barisan dan deret Geometri

juga memiliki suku tetap yang namanya rasio. Bedanya, pada aritmatika

suku tetap didapat dari selisih suatu suku dengan suku sebelumnya,

sedangkan geometri rasio didapat dari perkalian atau pembagian suatu

suku dengan suku sebelumnya.

Dimisalkan barisan geometri U 1 , U 2 ,U 3 ,…,U n−1 ,U n, maka :

U 1=a,

U 2=U 1. r=ar,

U 3=U 2. r=ar .r=ar2,

.

.

.

U n=U n−1. r=arn−1,

Maka r=U n

U n−1

Contoh :

Tentukan suku ke delapan dari barisan 13

, 1 ,3 , 9 ,…

Jawab :

7

-

Dari barisan 13

, 1 ,3 , 9 ,… dapat kita ketahui U 1=13

,U 2=1 , maka

r= 1

13

=1×31=3

U 8=13

× (3 )8−1=13

× (3 )7=13

× 2187=729

Deret Geometri adalah penjumlahan setiap suku-suku barisan geometri.

Jika barisan dari Geometri adalah U 1 , U 2 ,U 3 ,…,U n−1 ,U n maka deret

geometrinya adalah U 1+U 2+U 3+…+U n−1+U n=Sn

Dari penjelasan barisan dan deret kita ketahui U 1=a ,U 2=ar , dan

U n=arn−1 sehingga :

Sn=a+ar+ar2+ar3+…+arn−1

rSn=ar+ar2+ar3+…+arn−1+ar n

(1−r ) Sn=a+0+0+…+0−ar n

(1−r ) Sn=a−arn

Sn=a−ar n

1−r

Sn=a (1−rn )

1−r, ∀ r>1atau Sn=

−a ( rn−1 )−(r−1 )

→ Sn=a ( rn−1 )

r−1, ∀ r<1

Contoh :

Tentukan jumlah delapan suku pertama dari deret 3+6+12+…

Jawab :

U 1=3 , U 2=6 , r=63=2 , n=8

Karena r>1, maka :

S8=3(28−1)

2−1=

3(256−1)1

=3 (255 )=765

C. Bilangan Kompleks

1. Pengertian Bilangan Kompleks

8

Dalam buku Matematika Pendahuluan karangan Supomo Effendi,

dkk Bilangan kompleks dapat diartikan sebagai Kombinasi bilangan

imajiner dan bilangan real.4 Selain itu, menurut Endi Nurgana bilangan

kompleks adalah bilangan yang berbentuk a+bi, dimana a ,b ϵ R dan

i=√−1 .

Hal ini juga sependapat dengan Jalinus, yang mengatakan bahwa

Bilangan Kompleks adalah bilangan yang berbentuk z=x+iy atau

z=x+ yi, dengan x , y∈R dan i2=−1.5 Penulisan bilangan kompleks

dengan bentuk notasi himpunan, dapat dinyatakan

C={z=x+iy∨x , y∈R , i2=−1}, maka x dinamakan bagian real dari z dan

y bagian imajiner dari z atau dapat ditulis x=ℜ(z) dan y=ℑ(z ).

Jika ℑ ( z )=0 maka bilangan z menjadi bilangan real, atau dengan

kata lain bilangan z sama dengan bilangan real. Dan jika ℜ ( z )=0,

bilangan z menjadi iy( y≠ 0 , y=1) dimakan bilangan imajiner murni.

2. Operasi hitung pada Bilangan Kompleks

Definisi : bilangan kompleks z1=x1+ iy1 dan z2=x2+ iy2 dikatakan

sama dan dinyatakan z1=z2↔ x1=x2dan y1= y2.

Dari defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa dua bilangan

kompleks dikatakan sama jika dan hanya jika bilangan real dan bilangan

imajiner dari kedua bilangan kompleks itu sama. Sedangkan jika bilangan-

bilangannya tidak sama maka dapat dikatakan bahwa bilangan

kompleksnya juga tidak sama.

Jika ada dua bilangan kompleks yakni z1=x1+ iy1 dan z2=x2+ iy2

dilakukan operasi hitung maka :

a. Penjumlahan

z1+ z2=( x1+iy 1 )+ ( x2+iy 2 )=( x1+x2 )+i( y1+ y2)

4 Supomo Effendi, dkk, Matematika Pendahuluan, Bandung : ITB, 1973, hal 58,5 Op.cit, hal 104

9

b. Pengurangan

z1−z2=( x1+iy1 )−( x2+iy 2)=( x1−x2 )+i( y1− y2)

c. Perkalian

z1. z2=( x1+iy1 ) ( x2+iy 2 )=( x1 x2− y1 y2 )+i(x1 y2+x2 y1)

d. Pembagian

z1

z2

=x1+iy 1

x2+iy 2

=x1+iy1

x2+iy2

×x2−iy 2

x2−iy 2

=( x1+iy1 ) ( x2−iy2 )( x2−iy2 ) ( x2−iy 2)

¿( x1 x2+ y1 x2 )+i(x2 y1−x1 y2)

x22+ y2

2

e. Identitas

1) Penjumlahan

z+0= ( x+iy )+ (0+i 0 )=x+iy=z

2) Perkalian

z .1=( x+ iy ) (1+ i0 )=( x .1− y .0 )+i ( x .0+1. y )=x+iy=z

Contoh :

Jika z1=8+7 i dan z2=9−2i, maka

a. z1+ z2=(8+9 )+i (7−2 )=17+5 i

b.z2

2 z1 = 9−2 i

16+14 i = 9−2 i

16+14 i×

16−14 i16−14 i

= 144−126i−32i+28 i2

256−196 i2

¿ 116−158i256+196

=116−158 i452

=116452

−158 i452

10

BAB III

PEMBAHASAN

A. Barisan Bilangan Kompleks

Suatu barisan bilangan Kompleks adalah suatu fungsi yang menetapkan

setiap bilangan bulat positif n dengan suatu bilangan kompleks. Jadi jika f

merupakan suatu fungsi, maka nilai-nilainya dapat didaftarkan sebagai

f (1 ) , f (2 ) ,…, f (n ) ,…

Namun, karena domain setiap fungsi demikian itu merupakan himpunan

bilangan bulat positif, kita dapat menyederhanakan notasinya dan menggunakan

notasi yang lazim, yakni :

z1, z2 , z3 , …atau {z1 , z2 , z3 , …} atau {zn } , bilangan-bilangan dari barisan

tersebut dinamakan suku barisan. Dua barisan {zn} dan {wn} dikatakan sama

jika dan hanya jika suku-suku yang bersesuaian sama.

zn=wn ,∀n=1,2,3 ,…

Barisan yang suku-sukunya adalah satu dan merupakan bilangan yang

sama, yaitu zk=zk +1 untuk semua k=1,2,3 ,…, dinamakan barisan konstan. Pada

barisan dan deret kompleks kita hanya melihat kekonvergenan dan divergen

barisan dan deret tersebut. Konvergen adalah suatu fungsi yang nilainya tidak

11

berubah atau hampir tidak berubah. Sedangkan Divergen adalah fungsi yang

mengalami perubahan.

Teorema 1

Suatu barisan {zn } dikatakan konvergen jika dan hanya jika {zn } mempunyai nilai limit tunggal.

Bukti :

Andaikan f mempunyai dua nilai limit yakti w1 dan w2 dengan w1 w2.

Berarti l i m z zo f(z) = w1 dan l i m z zo f(z) = w2

Ambil bilangan positif = ½ w1 – w2

Menurut definisi limit yang secara simbolik dapat ditulis :

l imz zo f ( z )=w0↔ 0 ,∃δ >0∋0<|z−z0|<δ →|f (z )−w0|<ε, sehingga :

|f(z) – w1| dan |f(z) – w2|

Jika 0 |z – z0|

Dengan menggunakan ketaksamaan segitiga, diperoleh ;

|w1 – w2| = |w1 – f(z) + f(z) – w2|

|w1 – f(z)| + |f(z) – w2|

+ = ½ |w1 – w2| + ½ |w1 – w2|

|w1 – w2|

Terakhir diperoleh |w1 – w2| |w1 – w2| . Hal ini tidak mungkin, berarti

pengandaian salah. Jadi limit f harus tunggal.

Teorema 2

Perhatikan barisan {zn } dengan zn=xn+i y n;n=1,2,3 , … maka :

limn → ∞

zn=a+ ib↔ limn→ ∞

xn=adan limn →∞

yn=b

Bukti :

Andaikan bahwa f ( z )=xn ( x , y )+ yn(x , y) mempunyai domain D, dan

f =a+ ib maka lim xn=a dan lim yn=b , untuk mengethaui kebenarannya,

12

terlebih dahulu kita menunjukkan bahwa untuk setiap ε>0∃δ>0 terdapat

0<|x−a|<δ dan 0<|y−b|<δ , sehingga berakibat :

|xn ( x , y )−a|<ε dan |yn ( x , y )−b|<ε. Misalkan kita berikan ε>0, menurut

hipotesis, terdapat η>0∋0<|z−(a−bi)|<η kemudian ambil

δ=η2

,∀ z=( x , y )∋0<|x−a|<δ dan 0<|y−bi|<δ.

Dengan menggunakan ketidaksamaan segitiga, kita akan memperoleh :

0<|( x+ yi )−(a−bi )|¿|( x−a )+( y−b ) i|≤|x−a|+|y−b|

¿δ +δ

¿η

Karena hipotesis yang kita miliki |[ xn ( x , y )−a ]+[ yn ( x , y ) i−b ]|<ε,

sehingga diperoleh :

|xn(x , y)−a|<ε dan |yn ( x , y )−b|<ε. Hipotesis lain yang kita miliki

adalah lim xn=a dan lim yn=b, untuk sembarang ε>0∃α >0 dan β>0

sedemikian hingga :

|xn ( x , y )−a|<ε /2 jika 0<|( x+ yi )−(a+bi)|<α dan |yn−β|<ε /2 jika

0<|( x+ yi )−(a+bi)|<β. Dengan memilih δ sebagai yang terkecil antara α dan β

dan mengambil suatu z sedemikian hingga :

0<|z−z0|<δ sehingga terdapat relasi |xn ( x , y )−a|<ε /2 jika

0<|( x+ yi )−(a+bi)|<α dan |yn−β|<ε /2 jika 0<|( x+ yi )−(a+bi)|<β yang

berlaku untuk semua z=x+ yi. Dengan menganganti nilai α dan β dengan δ ,

sehingga dapat diperoleh :

|f ( z)−( A−Bi)|=|[xn ( x , y )+ yn i(x , y )]−[ a+bi ]|¿|[ xn ( x , y )−a ]+[ yn ( x , y )−b ]|

13

≤|xn ( x , y )−a|+|yn ( x , y )−b|

¿ ε2+ ε

2

¿ ε

Maka, lim zn=a+bi (terbukti)

1. Barisan Kovergen

Berdasarkan teorema 1, Suatu barisan dikatakan konvergen jika

terdapat suatu bilangan Z.

Contoh :

Tentukan barisan {2 n−in+2i } dengan beberapa suku pertamanya!

Jawab:

{2 n−in+2i } ; n = 1,2,3,…

{ 2−i1+2 i

,4−i

2+2 i,

6−i3+2i

,8−i

4+2i,…}, karena terasa sulit untuk

mengetahui barisan ini konvergen atau tidak, maka kita uji dengan uji

limit sesuai rumus barisan konvergensi.

limn → ∞

zn=Z=¿ limn → ∞

¿ 2n−in+2 i

¿ limn → ∞

2nn

− in

nn+

2in

=2− i

1+2i∞

=2−01−0

=21=2

Karena nilai nilai limit ada dan terbatas, maka barisan ini konvergen

yakni di titik 2.

2. Barisan Divergen

Pada barisan ini terdapat dua karakteristik, yakni :

a. Jika nilai n bertambah besar, maka nilai mutlak suku-sukunya juga

bertambah besar atau menuju tak hingga

14

b. Jika suku-sukunya berosilasi di satu titik atau lebih

Contoh :

Tentukan beberapa suku pertama dari {2 in }Jawab :

{2 in }, n = 1,2,3,..

{2 i ,−2 ,−2 i ,2 ,2i ,−2 ,−2 i ,…}

Barisan tersebut terlihat mengalami pengulangan atau bisa dikatakan

barisan yang berosilasi dibeberapa titik. Dengan demikian barisan ini

bersifat divergen.

B. Deret Bilangan Kompleks

Deret bilangan kompleks adalah limit barisan jumlah bagiannya. Misalkan

{zn } adalah suatu barisan yang mana barisan itu diturunkan menjadi barisan lain

{S1 , S2 , S3 , …, Sn ,… } yang suku-sukunya didefenisikan menjadi :

S1=z1

S2=z1+z2

S3=z1+z2+ z3

Sn=z1+z2+z3+…+zn−1+zn

Jika suku-suku barisan {Sn } menunjukkan adanya nilai limit maka

penjumlahan suku-sukunya tidak berhingga. Sehingga dapat ditulis :

limn → ∞

Sn=¿∑n=1

zn ¿

Teorema 3

Jika suatu deret ∑ zn konvergen, maka limit zn=0

Bukti :

Dari defenisi mengenai deret, ∑ znkonvergen jika limSn ada. Karena

zn=Sn−Sn−1, maka lim zn=lim Sn−lim ¿n−1=0¿

15

Tidak seperti halnya barisan dalam menentukan konvergensi dan divergensi,

penentuan konvergensi pada deret kita harus menguasai beberapa metode

berikut yakni :

1. Uji Rasio

Andaikan ∑ zn adalah deret yang suku-sukunya tak negatif, dan

andaikan bahwa :

limn → ∞

¿ zn+1

zn = ρ

Maka :

Jika ρ<1 → deret konvergen

Jika ρ>1 → deret divergen

Jika ρ=1→ deret mungkin konvergen atau divergen

2. Uji akar

Andaikan ∑ zn adalah deret dengan suku-suku tak negative, dan

andaikan bahwa :

limn → ∞

n√ zn=ρ

Maka :

Jika ρ<1 → deret konvergen

Jika ρ>1 → deret divergen

Jika ρ=1→ deret mungkin konvergen atau divergen

3. Uji Integral

Andaikan ∑ zn adalah deret dengan suku-suku tak negative, dan

andaikan bahwa fungsi y=f ( x ) didapat dari penggantian n pada suku

umum deret dengan peubah kontinu x. Maka deret ∑ zn akan konvergen

jika dan hanya jika ∫1

f ( x )dx juga konvergen

Catatan :

16

∫a

f ( x )dx= limb →∞

∫a

b

f ( x )dx

Apabila nilai limit pada ruas kanan ada dan berhingga, maka integral

tak wajar tersebut konvergen dan memiliki nilai yang sama dengan nilai

limit. Jika tidak, maka integral tersebut divergen

4. Uji deret berganti tanda

Diketahui suatu deret ∑ (−1)n . zn, zn≥ 0

Andaikan :

limn → ∞

zn=0 dan zn+1 ≤ zn

Jika semua n benilai besar dari suatu bilangan bulat M tertentu, maka

deret tersebut konvergen.

5. Uji pembanding

Diketahui suatu deret ∑ Zn dengan suku-suku tak negatif.

a. Jika telah diketahui deret ∑ K n konvergen dan ternyata Zn≤ Kn ,∀n∈

bilangan bulat tertentu, maka ∑ Zn konvergen

b. Jika telah diketahui deret ∑ D n divergen dan ternyata Zn≥ Dn ,∀n∈

bilangan bulat tertentu, maka ∑ Zn divergen.

Contoh :

Periksalah deret berikut, apakah termasuk konvergen atau divergen!

a. ∑n=0

∞ (1+2 i )n

n!

Jawab :

ρ=¿ limn → ∞¿

(1+2i )n+1

( n+1 )!×

n !

(1+2i )n = limn → ∞

¿ (1+2i )n+1

(1+2 i )n ×

n!(n+1 ) !

¿ limn → ∞

¿ (1+2 i) ×n!

(n+1 ) ! . n ! ¿ lim

n → ∞¿

1+2in+1

¿0

Karena ρ<1 maka deret komplek tersebut konvergen.

17

b. ∑n=1

∞1√n

Jawab :

Jika kita melakukan uji rasio, maka hasil perhitungan yang diperoleh

adalah ρ=1, sehingga kita tidak dapat menentukan deret tersebut

konvergen atau bukan. Untuk itu, lakukan uji integral. Dengan

demikian kita ubah notasi n menjadi notasi peubah kontinu x,

sehingga diperoleh f ( x )= 1

√ x

∫1

∞1√ x

dx=∫1

x−12 dx=2 x

12∨¿1

∞=2 (√∞−√1 )=∞¿

Karena hasil dari perhitungan didapat nilai ∞, maka deret ini

divergen.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan mengenai Barisan dan Deret Kompleks, penulis dapat

menyimpulkan sebagai berikut :

18

1. Barisan Bilangan Kompleks adalah bilangan kompleks yang diurutkan

dengan suatu pola tertentu, sedangkan Deret Bilangan kompleks adalah

penjumlahan suku-suku barisan kompleks sesuai dengan polanya

2. Suatu barisan dikatakan konvergen jika limn → ∞

zn¿ Z sedangkan barisan

dikatakan divergen jika suku-sukunya berosilasi diantara dua titik atau

lebih dan suku-suku barisannya bertambah besar nilai mutlaknya

3. Deret kompleks dikatakan konvergen jika limn → ∞

zn=0 dan divergen jika

limn → ∞

zn≠ 0. Dalam menentukan deret kompleks, kita juga harus menguasai

metode pengujian deret konvergen dan divergen, yakni uji rasio, uji akar,

uji integral, uji deret berganti tanda, dan uji pembanding.

B. Saran

Penulis menyarankan agar kiranya pembaca tidak hanya mengetahui

barisan dan deret kompleks pada makalah ini, namun diperbanyak latihan

terutama dalam menentukan konvergensi dan divergensi deret kompleks karena

lebih sulit dari menentukan konvergensi dan divergensi barisan kompleks.

DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Supomo, dkk. 1973. Matematika Pendahuluan. Bandung : ITB

19

Hasugian, M. Jimmy, dan Agus Prijono. 2006. Menguasai Analisis Kompleks dalam Matematika Teknik. Bandung : Rekayasa Sains

Jalinus. 2009. Analisis Kompleks. Pekanbaru : Cendikia Insani

Nurgana, Endi.1983. Aljabar Untuk Guru dan Calon Guru Matematika SMTP-SMTA. Bandung : Epsilon Grup

Paliouras, John D. 1987. Peubah Kompleks untuk Ilmuwan dan Insinyur. Jakarta : Erlangga

Sukino dan Wilson Simangunsong. 2007. Matematika untuk SMP Kelas IX. Jakarta : Erlangga

20