Bank Syariah Dalam Tinjauan Hukum Syariah

6
BANK SYARIAH DALAM TINJAUAN HUKUM SYARIAH Disampaikan oleh : Abu Hamzah I. PENDAHULUAN Pada saat ini perbankan syariah mengalami perkembangan yang signifikan. Sampai dengan Desember 2006 lalu saja sudah tercatat 23 bank syariah yang terdiri dari 3 bank umum syariah, 10 unit usaha syariah non Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan 10 Unit Usaha Syariah Bank Pembangunan Daerah. Hal ini menunjukkan minat pasar terhadap bank syariah cukup besar dan diproyeksikan pada tahun-tahun mendatang akan terus meningkat seiring dengan makin meningkatnya kesadaran dan kebutuhan masyarakat muslim yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia akan bank yang bebas riba. Bagi kaum muslim sendiri kehadiran bank syariah adalah alternative dan solusi masalah financial mereka. Akan tetapi dengan semangat kesadaran untuk terikat dengan hokum syara’ harusnya mengharuskan kaum muslimin mengetahui seluk beluk bank syariah dan akad-akad yang ada disana. Sehingga semangat ini bukan sekedar semangat label syariah / label islami saja melainkan kesadaran yang utuh akan keharusan terikat dengan hokum syara’. II. FAKTA BANK SYARIAH SUMBER DANA BANK SYARIAH Bank Syari’ah adalah lembaga perantara keuangan dari pihak yang kelebihan dana (surplus dana) kepada pihak kekurangan dana (minus dana). Pihak kelebihan dana terdiri dari tiga pihak, yaitu: 1. Dana pihak pertama adalah dana yang berasal dari para pemodal, pemegang saham. Akad pihak pertama terhadap Bank Syari’ah adalah akad syarikah, yaitu akad kerja Sama. 2. Dana pihak kedua adalah dana yang berasal dari pinjaman Lembaga KeuanganSyari’ah (LKS), pinjaman dari Bank Indonesia. Akad pihak kedua terhadap Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) adalah akad pembiayaan usaha syari’ah (akad pembiayaan syari’ah). 3. Dana pihak ketiga adalah dana yang berasal dari simpanan, tabungan, stau deposito. Akad pihak ketiga terhadap Bank Syari’ah adalah akad penyimpanan atau penitipan dana. PRAKTIK BANK SYARIAH MELIPUTI : A. Penghimpunan Dana 1. Tabungan Syariah 2. Deposito Syariah 3. Giro Syariah B. Penyaluran Dana 1. Pembiayaan atas dasar akad Mudharabah 2. Pembiayaan atas dasar akad Musyarakah 3. Pembiayaan atas dasar akad Murabahah 4. Pembiayaan atas dasar akad Salam 5. Pembiayaan atas dasar akad Istishna’ 6. Pembiayaan atas dasar akad Ijarah 7. Pembiayaan atas dasar akad Qard C. Pelayanan Jasa 1. Letter Of Credit (L/C) Impor Syariah 2. Bank Garansi Syariah 3. Penukaran Valuta Asing (sharf) III. FIKIH MUAMALAH DALAM BANK SYARIAH A. ANTARA WA’AD DAN AKAD 1 dasampaikan dalam Halqah Syar’iyyah Bogor barat Ahad 11 Juli 2010

Transcript of Bank Syariah Dalam Tinjauan Hukum Syariah

Page 1: Bank Syariah Dalam Tinjauan Hukum Syariah

BANK SYARIAH DALAM TINJAUAN HUKUM SYARIAHDisampaikan oleh : Abu Hamzah

I. PENDAHULUAN

Pada saat ini perbankan syariah mengalami perkembangan yang signifikan. Sampai dengan Desember 2006 lalu saja sudah tercatat 23 bank syariah yang terdiri dari 3 bank umum syariah, 10 unit usaha syariah non Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan 10 Unit Usaha Syariah Bank Pembangunan Daerah. Hal ini menunjukkan minat pasar terhadap bank syariah cukup besar dan diproyeksikan pada tahun-tahun mendatang akan terus meningkat seiring dengan makinmeningkatnya kesadaran dan kebutuhan masyarakat muslim yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia akan bank yang bebas riba.Bagi kaum muslim sendiri kehadiran bank syariah adalah alternative dan solusi masalah financial mereka. Akan tetapi dengan semangat kesadaran untuk terikat dengan hokum syara’ harusnya mengharuskan kaum muslimin mengetahui seluk beluk bank syariah dan akad-akad yang ada disana. Sehingga semangat ini bukan sekedar semangat label syariah / label islami saja melainkan kesadaran yang utuh akan keharusan terikat dengan hokum syara’.

II. FAKTA BANK SYARIAH

SUMBER DANA BANK SYARIAH

Bank Syari’ah adalah lembaga perantara keuangan dari pihak yang kelebihandana (surplus dana) kepada pihak kekurangan dana (minus dana). Pihak kelebihan danaterdiri dari tiga pihak, yaitu:

1. Dana pihak pertama adalah dana yang berasal dari para pemodal, pemegang saham. Akad pihak pertama terhadap Bank Syari’ah adalah akad syarikah, yaitu akad kerja Sama.

2. Dana pihak kedua adalah dana yang berasal dari pinjaman Lembaga KeuanganSyari’ah (LKS), pinjaman dari Bank Indonesia. Akad pihak kedua terhadap Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) adalah akad pembiayaan usaha syari’ah (akad pembiayaan syari’ah).

3. Dana pihak ketiga adalah dana yang berasal dari simpanan, tabungan, stau deposito. Akad pihak ketiga terhadap Bank Syari’ah adalah akad penyimpanan atau penitipan dana.

PRAKTIK BANK SYARIAH MELIPUTI :

A. Penghimpunan Dana1. Tabungan Syariah2. Deposito Syariah3. Giro Syariah

B. Penyaluran Dana1. Pembiayaan atas dasar akad Mudharabah2. Pembiayaan atas dasar akad Musyarakah3. Pembiayaan atas dasar akad Murabahah4. Pembiayaan atas dasar akad Salam5. Pembiayaan atas dasar akad Istishna’6. Pembiayaan atas dasar akad Ijarah7. Pembiayaan atas dasar akad Qard

C. Pelayanan Jasa1. Letter Of Credit (L/C) Impor Syariah2. Bank Garansi Syariah3. Penukaran Valuta Asing (sharf)

III. FIKIH MUAMALAH DALAM BANK SYARIAHA. ANTARA WA’AD DAN AKAD

Fikih muamalat Islam membedakan antara wa’ad dengan akad. Wa’ad adalah janji (promise) antara satu pihak kepada pihak lainnya, sementara akad adalah kontrak antara dua belah pihak. Wa’ad hanya mengikat satu pihak, yakni pihak yang memberi janji berkewajiban untuk melaksanakan kewajibannya. Sedangkan pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban apa-apa terhadap pihak lainnya. Dalam wa’ad, terms and condition-nya belum ditetapkan secara rinci dan spesifik (belum baku). Bila pihak yang berjanji tidak dapat memenuhi janjinya, maka sanksi yang diterimanya lebih merupakan sanksi moral.Di lain pihak, akad mengikat kedua belah pihak yang saling bersepakat, yakni masing-masing pihak terikat untuk melaksanakan kewajiban mereka masing-masing yang telah disepakati terlebih dahulu. Dalam akad, terms and condition-nya sudah ditetapkan secara rinci dan spesifik (sudah well-defined). Bila salah satu atau kedua pihak yang terikat dalam kontrak itu tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka ia/mereka menerima sanksi seperti yang sudah disepakati dalam akad.

1 dasampaikan dalam Halqah Syar’iyyah Bogor barat Ahad 11 Juli 2010

Page 2: Bank Syariah Dalam Tinjauan Hukum Syariah

B. ANTARA TABARRU’ DENGAN TIJARAHSelanjutnya, dari segi ada atau tidak adanya kompensasi, fikih muamalat membagi lagi akad menjadi dua bagian, yakni akad tabarru’ dan akad tijarah.1. Akad tabarru’

adalah segala macam perjanjian yang menyangkut not-for profit transaction (transaksi nirlaba). Transaksi ini pada hakekatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan komersil. Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong-menolong dalam rangka berbuat kebaikan (tabarru’ berasal dari kata birr dalam bahasa Arab, yang artinya kebaikan). Dalam akad tabarru’, pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru’ adalah dari Allah SWT, bukan dari manusia. Namun demikian, pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh meminta kepada counter-part-nya untuk sekadar menutupi biaya (cover the cost) yang dikeluarkannya untuk dapat melakukan akad tabarru’ tersebut. Tapi ia tidak boleh sedikitpun mengambil laba dari akad tabarru’ itu. Contoh akad-akad tabarru’ adalah qard, rahn, hiwalah, wakalah, kafalah, wadi’ah, hibah,waqf, shadaqah,hadiah, dll.Bila akadnya adalah meminjamkan sesuatu, maka objek pinjamannya dapat berupa uang atau jasa kita. Dengan demikian, kita mempunyai 3 (tiga) bentuk umum akad Tabarru’, yakni ;a. Meminjamkan Uang

Akad meminjamkan uang ini ada beberapa macam lagi jenisnya, setidaknya ada 3 jenis, yakni sebagai berikut. Bila pinjaman ini diberikan tanpa mensyaratkan apapun, selain mengembalikan pinjaman tersebut setelah jangka waktu tertentu maka bentuk meminjamkan uang seperti ini disebut dengan qard.Selanjutnya, jika dalam meminjamkan uang ini si pemberi pinjaman mensyaratkan suatu jaminan dalam bentuk atau jumlah tertentu, maka bentuk pemberian pinjaman seperti ini disebut dengan rahn.Ada lagi suatu bentuk pemberian pinjaman uang, di mana tujuannya adalah untuk mengambil alih piutang dari pihak lain. Bentuk pemberian pinjaman uang dengan maksud seperti ini disebut hiwalah. Jadi, ada tiga bentuk akad meminjamkan uang, yakni qard, rahn, dan hiwalah.

b. Meminjamkan JasaSeperti akad meminjamkan uang, akad meminjamkan jasa juga terbagi menjadi 3 jenis. Bila kita meminjamkan “diri kita” (yakni jasa keahlian/keterampilan, dsb) saat ini untuk melakukan sesuatu atas nama orang lain, maka hal ini disebut wakalah. Karena kita melakukan sesuatu atas nama orang yang kita bantu tersebut, maka sebenarnya kita menjadi wakil orang itu. Itu sebabnya akad ini diberi nama wakalah. Selanjutnya, bila akad wakalah ini kita rinci tugasnya, yakni bila kita menawarkan jasa kita untuk menjadi wakil seseorang, dengan tugas menyediakan jasa, maka bentuk peminjaman jasa seperti ini disebut akad wadi’ah. Ada variasi lain dari akad wakalah, yakni contingent wakalah (wakalah bersyarat). Dalam hal ini, maka kita bersedia memberikan jasa kita untuk melakukan sesuatu atas nama orang lain, jika terpenuhi kondisinya, atau jika sesuatu terjadi. Misalkan, seorang dosen menyatakan kepada asistennya demikian: “Anda adalah asisten saya. Tugas Anda adalah menggantikan saya mengajar bila saya berhalangan.”. Dalam kasus ini, yang terjadi adalah wakalah bersyarat. Asisten hanya bertugas mengajar (yakni melakukan sesuatu atas nama dosen) bila dosen berhalangan (yakni bila terpenuhi kondisinya, jika sesuatu terjadi). Jadi asisten ini tidak otomatis menjadi wakil dosen. Wakalah bersyarat ini dalam terminologi fikihdisebut sebagai akad kafalah. Dengan demikian, ada 3 (tiga) akad meminjamkan jasa, yakni: wakalah, wadi’ah, dan kafalah.

c. Memberikan SesuatuYang termasuk ke dalam golongan ini adalah akad-akad sebagai berikut: hibah,waqf, shadaqah,hadiah, dll. Dalam semua akad-akad tersebut, si pelaku memberikan sesuatu kepada orang lain. Bila penggunaannya untuk kepentingan umum dan agama, maka akadnya dinamakan waqf. Objek waqf ini tidak boleh diperjualbelikan begitu dinyatakan sebagai aset waqf. Sedangkan hibah dan hadiah adalah pemberian sesuatu secara sukarela kepada orang lain. Begitu akad tabarru’ sudah disepakati, maka akad tersebut tidak boleh dirubah menjadi akad tijarah (yakni akad komersil, yang akan segera kita bahas) kecuali ada kesepakatan dari kedua belah pihak untuk mengikatkan diri dalam akad tijarah tersebut. Misalkan Bank setuju untuk menerima titipan mobil dari nasabahnya (akad wadiah, dengan demikian bank melakukan akad tabarru’), maka bank tersebut dalam perjalanan kontrak tersebut tidak boleh merubah akad tersebut menjadi akad tijarah dengan mengambil keuntungan dari jasa wadiahtersebut. Sebaliknya, jika akad tijarah sudah disepakati, maka akad tersebut boleh dirubah menjadi akad tabarru’ bila pihak yang tertahan haknya dengan rela melepaskan haknya, sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya.

FUNGSI AKAD TABARRU’Akad tabarru’ ini adalah akad-akad untuk mencari keuntungan akhirat, karena itu bukan akad bisnis. Jadi, akad ini tidak dapat digunakan untuk tujuan-tujuan komersil. Bank syariah sebagai lembaga keuangan yang bertujuan untuk mendapatkan laba tidak dapat mengandalkan akad-akad tabarru’ untuk mendapatkan laba. Bila tujuan kita adalah mendapatkan laba, maka gunakanlah akad-akad yang bersifat komersil, yakni akad tijarah. Namun demikian, bukan berarti akad tabarru’ sama sekali tidak dapat digunakan dalam kegiatan komersil. Bahkan pada kenyataannya, penggunaan akad tabarru’ sering sangat vital dalam transaksi komersil, karena akad tabarru’ ini dapat digunakan untuk menjembatani atau memperlancar akad-akad tijarah.

2 dasampaikan dalam Halqah Syar’iyyah Bogor barat Ahad 11 Juli 2010

Page 3: Bank Syariah Dalam Tinjauan Hukum Syariah

2. Akad TijarahSeperti yang telah kita singgung di atas, berbeda dengan akad tabarru’, maka akad tijarah/mu’awadah (compensational contract) adalah segala macam perjanjian yang menyangkut for profit transaction. Akad-akad ini dilakukan dengan tujuan mencari keuntungan, karena itu bersifat komersil. Contoh akad tijarah adalah akad-akad investasi, jual-beli, sewa-menyewa, dll. Gambar 5.3. (Skema Akad-Akad) di bawah ini memberikan ringkasan yang komprehensif mengenai akad-akad yang lazim digunakan dalam fikih muamalah dalam bidang ekonomi.

Pembedaan antara natural certainty contracts (NCC) dengan natural uncertainty contracts (NUC) ini sangat penting, karena keduanya memiliki karakteristik khas yang tidak boleh dicampuradukkan. Bila Natural Certainty Contracts dirubah menjadi uncertain, maka terjadilah gharar (ketidakpastian, unknown to both parties). Dengan kata lain, kita merubah hal-hal yang sudah pasti menjadi tidak pasti. Hal ini melanggar “sunnatullah”, karena itu dilarang.”Wama tadri nafsun ma dza taksibu ghadan”, dan seorang itu tidak mengetahui apa yang dihasilkannya esok, QS Luqman: 34

3 dasampaikan dalam Halqah Syar’iyyah Bogor barat Ahad 11 Juli 2010

Pada hakekatnya, akad tabarru’ adalah akad melakukan kebaikan yang mengharapkan balasan dari Allah SWT semata. Itu sebabnya akad ini tidak bertujuan untuk mencari

keuntungan komersil. Konsekuensi logisnya, bila akad tabarru’ dilakukan dengan mengambil keuntungan komersil,

maka ia bukan lagi akad tabarru’. Ia akan menjadi akad tijarah.Bila ia ingin tetap menjadi akad tabarru’, maka ia tidak boleh mengambil manfaat

(keuntungan komersil) dari akad tabarru’ tersebut. Tentu saja ia tidak berkewajiban menanggung biaya yang timbul dari pelaksanaan akad tabarru’.

Artinya, ia boleh meminta pengganti biaya yang dikeluarkan dalam melaksanakan akad tabarru’. ”Memerah susu kambing sekedar untuk biaya memelihara kambingnya”, merupakan ungkapan yang dikutip dari hadits ketika menerangkan akad rahn yang

merupakan salah satu akad tabarru’.

Page 4: Bank Syariah Dalam Tinjauan Hukum Syariah

Demikian pula sebaliknya dilarang, yakni bila Natural Uncertainty Contracts dirubah menjadi certain, maka terjadilah riba nasiah. Artinya kita merubah hal-hal yang harusnya tidak pasti menjadi pasti. Hal ini pun melanggar sunnatullah, karena itu dilarang2. Tetapi justru hal itulah yang dilakukan oleh perbankan konvensional dengan penerapan sistem bunganya. Ilustrasi kejadian ini diberikan pada gambar. berikut.

IV. KRITISI PRAKTEK BANK SYARIAH (ANTARA KONSEP DAN KENYATAAN)

Ada beberapa hal yang harus di kritisi dalam praktek Bank Syariah :

1. Badan Usaha bank syariah yang berbentuk perseroan saham (PT). yang sudah dinyatakan keharamannya oleh syeikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab An-Nizham al-Iqtishadi fil al-Islam.

2. Sumber Dana dari pihak kedua yang berasal dari pinjaman Lembaga KeuanganSyari’ah (LKS), pinjaman dari Bank Indonesia. Akad pihak kedua terhadap Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) adalah akad pembiayaan usaha syari’ah (akad pembiayaan syari’ah) yang didalamnya terkait dengan riba.

3. Akad Nasabah kepada Bank syariah, pada umumnya menggunakan akad Wadi’ah (Titipan) dan Mudharabah.Akad wadi’ah yang dipersempit menjadi Wadi’ah Yad Dhomanah (Titipan dimana pihak yang diamanati dalam hal ini bank Syariah diberi izin oleh penitip untuk menggunakan dananya dengan jaminan). Dalam islam barang/harta titipan tidak boleh dikembangkan sehingga, jika seperti itu maka akadnya harusnya syirkah mudharabah. Di Iran dan Negara Timur Tengah akad wadi’ah ini kemudian berubah jadi Qordh (Hutang).Jika memakai akad Mudharabah maka disini Bank selaku mudharib harus menjelaskan untuk usaha apa dia kelola uang tersebut, siapa saja yang tergabung dalam syirkah, laporan bagi hasil yang jelas untuk shohibul maal, juga bagi rugi yang harusnya dibebankan ke shohibul maal / nasabah.

4. Dalam hal pembiayaan Bank syariah (mis. Pembelian kendaraan bermotor, rumah, mesin dll.) yang menggunakan asas murabahah bank syariah masih memberikan dalam bentuk uang kepada konsumennya sehingga akadnya rusak/ fasad. Selain akad jual-beli yang dibuat diawal sebelum barang ada atau uang dana pertama yang diambil pihak bank sebelum barang serah terima merupakan factor lain rusaknya akad dalam pembiayaan di bank syariah.

V. KESIMPULAN

Banyaknya bank syariah yang bermunculan mengindikasikan keinginan yang besar dari masyarakat yang mayoritas muslim ini untuk semakin terikat dengan hokum Allah. Namun sekedar semangat saja tanpa dibarengi dengan pemahaman syariah yang benar tentang muamalah hanya akan dimanfaatkan para kapitalis untuk menghimpun dana kaum muslim dengan label syariah dan islami. Selain diberikan pemahaman tentang muamalah syariah masyarakat juga harus diberikan contoh riil praktek muamalah syariah yang benar sehingga pemahaman itu tidak sekedar menjadi pemikiran yang tersimpan dalam benak setiap individu melainkan menjadi contoh bagi masyarakat untuk menerapkan syariah dalam hal muamalah dan diajak untuk menerapkan institusi yang akan mengatur dan memberi solusi atas permasalahan umat secara komprehensif . Wallahu’alam..

Sumber :

- www.bi.go.id situs Bank Indonesia, 2008, Kodifikasi Produk bank syariah- Karim, Adiwarman, 2004, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan- An-Nabhani, Taqiyuddin, 2009, An Nidzom Al-Iqthisodhy fil Islam, Al-Azhar press

4 dasampaikan dalam Halqah Syar’iyyah Bogor barat Ahad 11 Juli 2010