BAHAYA POTENSIAL PSIKOLOGIS.docx
Transcript of BAHAYA POTENSIAL PSIKOLOGIS.docx
BAHAYA POTENSIAL PSIKOLOGIS & KERJA GILIR
Pelayanan K3 makin meningkat :
Bahaya potensial kimia turun, resiko kecelakaan kerja turun Bahaya potensial psikis naik - terutama di kota besar dan negara
maju / modern
Hubungan Pekerja :
Hubungan atasan bawahaan Hubungan antar rekan Hubungan rekan antar bagian
Reaksi tubuh terhadap Stress
Reaksi Psikologis Reaksi Perilaku Reaksi Fisiologis
~ Reaksi Psikologis : Keluhan subyektif ringan s/d gejala psikiatri yang nyata
o Ringan : mudah tersinggung, konsentrasi menurun, cemas, tegang, apatis, depresi
o Berat : depresi, ansietas, gangguan psikosomatik
~ Reaksi Perilaku
o Banyak merokok, minum alkohol, selera makan menurun, gangguan pola tidur dan perilaku seksual, minum obat penenang, agresif, anti sosial
o Enggan bekerja, gonta - ganti pekerjaan, bumout (lesu kerja)
~ Reaksi Fisiologis
o Sistem otonom > katekolamino Sistem kardiovaskuler : vasoaktif (jantung berdebar, tidak
teratur, TD naik)o Sistem pencernaan : asam lambung naiko Sistem endokrin : hipoestraagen, gangguan menstruasi
STRES KERJAStres yang dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek - aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan.
5 Makanan yang bisa dikonsumsi untuk mencegah dan mengatasi stres
1. Bayam2. Jeruk3. Cokelat4. Ikan5. Bubur gandum
Cara mengurangi Stres :
1. Terima semua keadaan yang tak dapat terkontrol2. Relaks3. Latihan mengontrol emosi4. Makan teratur dengan menu seimbang5. Tidur & istirahat cukup6. Jangan merokok, minum pil atau alkohol untuk mengurangi stres
KERJA GILIR
adalah kerja secara bergilir, dilakukan bergilir pagi, siang dan malam untuk suatu proses produksi yang berlangsung 24 jam.
Shift (bergiliran) : bekerja diiluar untuk waktu / jam kerja normal. jam kerja normal : 6 - 8 jam kerja (7 am - 6 pm)
The "On-Call" System
Sistem ini banyak diterapkan ddi dunia kerja industri, Medis, dll. On-Call system berlaku bagi kalangan pekerja profesional dengan
kompetensi yang baik.
On-Call system biasanya juga tersedia jadwalnya yyang baik berupa mingguan atau bulanan.
Pembagian Kerja Gilir1.Fixed Shift (kerja permanen)2.Rotating shift : cepat (1-4 hr), mingguan (7 hr), lambat (> 7 hr – 21 hr), 3.Oscillating Shift : tiap minggu bergantian à pagi/sore/malam4.Split shift : Ada masa istirahat beberapa jam untuk satu shift & lainnya atau satu
hari –shift tertentu5.Relief shift – Pekerja dapat mengikuti salah satu shift kerja àtidak beraturan6.Alternative type shift : 4 hr (10-12 jam/hr), 8 hr (4-6 jam/hr), flexi time (suka-
suka, < 40 jam)Kelebihan/kekurangan kerja gilirSHIFT PAGI :
- makan malam bersama- aktivitas kesukaan (+)SHIFT SORE :- kehidupan sosial kurang baik- tidur masih baik SHIFT MALAM : - semua kurang baikEfek Kesehatan Kerja Gilir—Efek jangka pendek:
1.Gangguan tidur 2.Gangguan Irama Circardian 3.Gangguan kehidupan sosial & kel
—Efek jangka panjang: 1.Gangguan Psikis/ kelelahan kronik2.Gangguan gastrointestinal3.Gangguan kardiovaskular4.Gangguan kesehatan lain : komplikasi kehamilan, DM, epilepsi, dllGangguan Tidur
—Keluhan pertama pada pekerja shift malam—Pola tidur tahap 3, 4, dan 5 tidak ada à kurang tidur —Sering kewaspadaan turun à kesalahan naik Tidur pada manusia dipengaruhi :—Dipengaruhi irama sirkadian—Normal : 6-8 jam per malam—Lama tidur à umur manusia Bayi > anak > dewasa muda
Efek Kerja Gilir pada gangguan tidur :—Sindroma Shift Maladaptation—Sebab: tidak dapat beradaptasi dengan kerja gilir yang dilakukan—Lebih sering pada pekerja shift malam dan sore hari
Anjuran Ke RS—Sistim kerja gilir sesuai à perhatikan usia, proses produksi, kesehatan individu
— > —Shift malam/sore : —Jangan usia < 25 th atau > 50 th —bila terpaksa à kontrol 1-2 bln — —> Usahakan jangan memiliki riwayat gangguan pencernaan, emosi labil,
gangguan tidur, peny. Psikosomatik—> Rotasi shift : 6-14-22, 7-15-23,atau 8-16-24 > Rotasi shift cepat lebih baik dari lambat> Jangan pekerja kerja shift malam terus—> Usahakan 1,2 atau 3 hari shift malam, lalu istirahat minimal 24 jam—> Rotasi shift sesuai arah jarum jam—> Buat jadwal rotasi kerja—> Buat ruangan terang benderang spt siang hari
Anjuran kepada Pekerja—Manajemen tidur —> Kebiasaan sebelum tidur : kosongkan pikiran.—> Lampu kamar tidur : matikan —buat ruang tidur tenang, suhu nyaman—> —Atur makanan : jangan minum kopi 5 jam sebelum waktu tidur, minum air
putih, jangan tidur dalam lapar/kenyang—> Olah tubuh 3-4 jam sebelum tidur, jangan letih !!——Meningkatkan kewaspadaan kerja malam—Istirahat saat kerja —Olah raga ringan saat istirahat —Makan 3 kali sehari, makan makanan ringan yang sehat —Minum kopi sebelum jam 3 pagi —Jangan mengerjakan pekerjaan membosankan pada jam 4 pagi Diskusi dengan teman dalam mengatasi masalah saat kerja.Konsultasi ke dokter bila ada keluhan menetap/ sulit diatasi sendiri
Terdapat dalam Materi K3-RS term 3 Perumahsakitan Universitas Indonesia untuk kepentingan tugas.
BAHAYA POTESIAL KELOMPOK KIMA
Bahan Kimia berbahaya
Bahan kimia dalam bentuk tunggal atau campuran yang berdasarkan sifat kimia dan atau fisika dan atau toksikologi berbahaya terhadap tenaga kerja, instalasi dan lingkungan.• bahan beracun • bahan sangat beracun • cairan mudah terbakar • cairan sangat mudah terbakar • gas mudah terbakar • bahan mudah meledak • bahan reaktif • bahan oksidator
Bahan Kimia di tempat kerjaWujud: (Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja/ Suma’mur/p. 104/ TB Gunung Agung, 1995) •Gas, yaitu bentuk wujud zat, yang tidak mempunyai bangun sendiri, melainkan mengisi ruang tertutup pada keadaan suhu dan tekanan normal. Sifat-sifat gas pada umumnya dalam konsentrasi rendah tidak terlihat, tidak berbau dan berdiffusi mengisi seluruh ruangan.• Uap, yaitu bentuk gas dari zat-zat, yang dalam keadaan biasa berbentuk zat padat atau zat cair……..•Debu, yaitu partikel-partikel zat padat, yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan alami atau mekanis. Umumnya debu tdk berflokulasi dan tidak berdifusi.• Kabut, yaitu titik cairan halus dalam udara yang terjadi dari kondensasi bentuk uap atau dari pemecahan zat cair…...•Fumes, yaitu partikel-partikel zat padat yang terjadi oleh karena kondensasi dari bentuk gas, biasanya sesudah penguapan benda padat yang dipijarkan dan biasanya disertai dengan oksidasi kimiawi, sehingga terjadi zat-zat seperti PbO, ZnO, dll.
• Awan, yaitu partikel-partikel cair sebagai hasil kondensasi dari fase gas. Sifat-sifat “fume” dan awan adalah berflokulasi; kadang-kadang bergumpal; ukuran partikel-partikel dibawah 1 mikron yaitu antara 0,1-1 mikron.• Asap, biasanya dianggap partikel-partikel zat karbon yang ukurannya kurang dari 0,5 mikron sebagai akibat dari pembakaran tak sempurna bahan-bahan mengandung karbon.Klasifikasi umum: (Fundamentals of chemical safety/ Milos Nedved/p. 57/ ILO, 1991) •Bahan Kimia beracun (toxic), yaitu bahan kimia yang dapat menyebabkan bahaya terhadap kesehatan manusia atau menyebakan kematian apabila terserap dalam tubuh.• Bahan Kimia Korosif (Corrosives), yaitu bahan kimia yang karena reaksi kimia dapat mengakibatkan kerusakan apabila kontak dengan jaringan tubuh atau bahan lain.• Bahan mudah terbakar (Flammable substances), yaitu bahan kimia yang mudah bereaksi dengan oksigen dan menimbulkan kebakaran.•Bahan Peledak (Explosives), yaitu bahan yang karena suatu reaksi kimia dapat menghasilkan gas dalam jumlah dan tekanan yang besar serta suhu tinggi • Bahan Kimia Oxidator (Oxidation agents), yaitu bahan kimia yang mungkin tidak mudah terbakar, tetapi dapat menghasilkan oksigen yang dapt menyebabkan kebakaran bahan-bahan lainnya.• Bahan kimia yang reaktif terhadap air (Water sensitivity substances), yaitu bahan kimia yang amat mudah bereaksi dengan air dengan mengeluarkan panas dan gas yang mudah terbakar.
•Bahan Kimia reaktif terhadap asam (Acid sensitivity subsatnces), yaitu bahan kimia yang amat mudah bereaksi dengan asam menghasilkan panas dan gas yang mudah terbakar ataupun gas yang beracun dan korosif.• Gas bertekanan (Compressed gases), yaitu gas yang disimpan di bawah tekanan……………….• Bahan radioaktif (Radioaktif substances), yaitu bahan kimia yang mempunyai kemampuan memancarkan sinar-sinar radioaktif dengan aktivitas jenis lebih besar dari 0,002 microcurries/gram.Pengaruh fisiologis dan patologis: • Iritatif, yaitu bahan kimia yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit atau selaput lendir. Misalnya Amoniak, Nitrogen Dioksida, Ozon, dll.•Asphyxian, yaitu bahan kimia yang dapat menyebabkan rasa sesak karena bahan ini dapat menggantikan posisi oksigen di udara, misalnya Methane.• Zat pembius, yaitu bahan kimia yang dapat menyebabkan kehilangan kesadaran, misalnya Trichloro Ethylene. •Bahan kimia beracun, yaitu bahan kimia yang dalam konsentrasi relatif sedikit dapat mempengaruhi kesehatan bahkan menyebabkan kematian, misalnya Sianida.•Bahan kimia fibrotik, yaitu bahan kimia yang jika masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan terbentuknya jaringan fibrotik, misalnya asbestos.• Bahan kimia carcinogenik, yaitu bahan kimia yang dapat menyebabkan keaktifan sel tubuh, misalnya Benzene.
Macam - macam zat kimia :Formaldehid Merkuri
Gas Anestesi Limbah RSFormaldehid
Rumus Kimia HCHODalam suhu kamar, berwujud gasBJ : 30,03Formalin, TrioxaneDigunakan sebagai pengawet dan juga antiseptik
Efek FormaldehidPedih di mataKorosif terhadap mukosaMemicu asma dan alergiMutasi DNA
Perlindungan FormaldehidPenggunaan APDHindari kontak langsung dengan tubuh terutama pada permukaan mukosaDosis paparan tidak boleh melebihi nilai yang diijinkan
Formaldehid-RSKamar mayatPetugas kebersihanPreparat patologiPerawat/dokter - sedikit
MerkuriRumus Kimia HgDigunakan secara terbatas :
Sphygmomanometer raksaTermometer suhuBahan penambal gigiTerdapat dalam Materi K3-RS term 3 Perumahsakitan Universitas Indonesia untuk kepentingan tugas.
BAHAYA POTENSIAL KELOMPOK ERGONOMI & FISIK
ERGONOMI
DefinisiIlmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan mereka penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia ialah untuk menurunkan stress yang akan dihadapi.Upayanya antara lain berupa menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan :
dimensi tubuh agar tidak melelahkan pengaturan suhu cahaya dan kelembaban bertujuan agar sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia Ruang lingkup ergonomik meliputi :
–Tehnik –Fisik –Pengalaman psikis –Anatomi, utamanya yang berhubungan dengan kekuatan dan gerakan otot dan
persendian –Anthropometri –Sosiologi –Fisiologi, terutama berhubungan dengan temperatur tubuh, Oxygen uptake,
pols, dan aktivitas otot.–Desain
1. Metode Ergonomi
Diagnosis, dapat dilakukan melalui –Wawancara dengan pekerja,–Inspeksi tempat kerja penilaian fisik pekerja, uji pencahayaan,–Ergonomik checklist –Pengukuran lingkungan kerja lainnya.–Variasinya akan sangat luas
2. TreatmentPemecahan masalah ergonomi akan tergantung data dasar pada saat diagnosis. Kadang sangat sederhana seperti:
Merubah posisi meubel, Letak pencahayaan atau jendela yang sesuai, Membeli furniture sesuai dengan demensi fisik pekerja.
3. Follow-upDengan evaluasi yang subyektif atau obyektif
•Subyektif –Menanyakan kenyamanan, bagian badan yang sakit, nyeri bahu dan siku,
keletihan , sakit kepala
•Obyektif –Parameter produk yang ditolak, absensi sakit, angka kecelakaan dan lain-lain.
BEKERJA dengan KOMPUTERRata - rata waktu kerja yang digunakan untuk bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam per hari atau 69% dari total jam kerja mereka (Amerika)
Secara garis besar gangguan kesehatan akibat pemakaian komputer yang salah dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu :
–Gangguan pada bagian mata dan kepala•computer vision syndrome–Gangguan pada lengan dan tangan•carpal tunnel syndrome–Gangguan pada leher, pundak dan punggungBekerja secara Ergonomis•Tempat kerja•Pemilihan Kursi, Monitor, Keyboard, dan Mouse–Atur posisi sehingga jarak anda dan monitor berkisar 50cm – 60 cm•Cara Berkomputer–Aturan 20/20/20 : setiap 20 menit bekerja, break selama 20 detik, dengan
alihkan pandangan ke jarak ± 6m (20 kaki)•Kebisingan–Standar kebisingan yang aman untuk pemakaian perangkat elektronik adalah
40-45 dB di jarak 1 m dari sumber.–Untuk perangkat komputer saat ini, sumber kebisingan utama lebih pada CPU\–Selektif dalam memilih alat•Radiasi–berdasarkan riset, kontribusi radiasi baik jenis ionizing maupun non-ionizing
dari pemakaian perangkat VDT (monitor) selama rata-rata 8 jam/hari sangatlah kecil dibandingkan dengan kontribusi radiasi dari consumer product lainnya (www.lenovo.com)
FISIK
KEBISINGANBising adalah suara atau bunyi yang tidak dikehendaki ; baik berasal dari buatan
manusia maupun dari kegiatan alam.Suara: rasa yang diartikan oleh indra pendengar akibat rangsangan getaran yang
datang melalui media; berasal dari benda yang bergetar.
KUALITAS BUNYIFrekuensi dalam satuan Hertz Manusia dapat mendengar suara dengan frekuensi
20 sampai 20.000 Hz. Intensitas bunyi dengan satuan desiBell (dB).
EFEK KESEHATAN
GANGGUAN PENDENGARAN
RADIASI ELEKTROMAGNETIK
Sinar X
1. —. Ditemukan pertama kali oleh Wilhelm C. Roentgen à 1895.
2. —Kegunaan medik à mampu membedakan kerapatan jaringan tubuh manusia yang dilaluinya à diagnostik & terapi.
3. —Aplikasi radiasi maupun nuklir dalam bidang kesehatan semakin meningkat à efek negatif juga meningkat.
4. —Sumber à instalasi radiologi dan radioterapi.
Efek negatif sinar X
—Efek radiasi terhadap manusia (International Commision on Radiological Protection/ICRP)
◦Efek stokastik –Kemunculannya tidak bisa dipastikan. –Biasanya muncul setelah pajanan dosis kecil dan jangka panjang. Efek hanya
dialami oleh beberapa individu yang mendapat paparan .
◦Efek deterministik –Efek yang pasti muncul setelah pajanan radiasi dengan dosis tertentu . –
Berkaitan dengan pajanan dosis tinggi.
Beberapa efek negatif dari sinar X:◦Gangguan kulit à eritema, kerusakan kulit ◦Gangguan sistem reproduksi à kemandulan ◦Gangguan mata à katarak ◦Kerontokan rambut ◦Kerusakan sel dan jaringan tubuh à Memicu timbulnya sel kanker ◦Kematian
Pencegahan — Pakaian anti radiasi atau radiation shield à apron — Cara kerja aman dari para pekerja di bidang radiologi
dan radioterapi à mencegah terjadinya human error
Ultraviolet
• Mengakibatkan iritasi pada permukaan tubuh • Bentuk: peradangan, terbakar dan melepuh. • Mengenai mata menyebabkan konjungtivitis dan katarak. • Sumber: sinar matahari, dan las listrik. • Perlindungan: kaca mata kobal.
Infra merah
Penatalaksanaan
Efek kronis
Terdapat dalam Materi K3-RS term 3 Perumahsakitan Universitas Indonesia untuk kepentingan tugas.
Sistem K3 di Instalasi Laundry RS (Kesmas, stase K3)Posted: November 29, 2012 in Kedokteran Tags: kesehatan kerja, kesehatan masyarakat, keselamatan kerja, rumah sakit
0
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan kerja adalah merupakan bagian dari kesehatan masyarakat atau aplikasi kesehatan masyarakat didalam suatu masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungannya. Kesehatan kerja
bertujuan untuk memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik, mental, dan sosial bagi masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungan perusahaan tersebut, melalui usaha-usaha preventif, promotif dan kuratif terhadap penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan kesehatan akibat kerja atau lingkungan kerja. Kesehatan kerja ini merupakan terjemahan dari “ Occupational Health” yang cenderung diartikan sebagai lapangan kesehatan yang mengurusi masalah-masalah kesehatan secara menyeluruh bagi masyarakat pekerja. Menyeluruh dalam arti usaha-usaha preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif, higine, penyesuaian faktor manusia terhadap pekerjaannya dan sebagainya (Notoadmojo, 2012).
Tujuan akhir dari kesehatan kerja ini adalah untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan ini dapat tecapai, apabila didukung oleh lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan kerja. Lingkungan kerja yang mendukung terciptanya tenaga kerja yang sehat dan produktif antara lain: suhu ruangan yang nyaman, penerangan atau pencahayaan yang cukup, bebas dari debu, sikap badan yang baik, alat-alat kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh atau anggotanya (ergonomic ) dan sebagainya (Notoadmojo, 2012).
Dasar hukum sistem managemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tercantum dalam undang-undang keselamatan kerja no.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja. Dalam undang-undang no.23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal 23 dinyatakan bahwa K3 harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit sepuluh orang. Jika memperhatikan isi dari pasal diatas maka jelaslah rumah sakit, termasuk kedalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja dirumah sakit, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung rumah sakit sehingga sudah seharusnya pihak pengelola rumah sakit menerapkan upaya-upaya K3 di rumah sakit. Instalasi laundry merupakan bagian dari rumah sakit yang mempunyai resiko penularan penyakit infeksi dan juga terdapat beberapa resiko bahaya yang mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah sakit (Depkes RI, 2009).
Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan dan meminimalisirkan dan bila mungkin meniadakannya. Oleh karena itu perlu diadakannya sistem K3 di instalasi laundry agar penyelenggaraan K3 tersebut lebih efektif, efisien dan terpadu.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2.1.1. Definisi
Kesehatan kerja adalah merupakan bagian dari kesehatan masyarakat atau aplikasi kesehatan masyarakat didalam suatu masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungannya (Notoadmojo, 2012).
Keselamatan kesehatan kerja adalah merupakan multidisplin ilmu yang terfokus pada penerapan prinsip alamiah dalam memahami adanya risiko yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan manusia dalam lingkungan industri ataupun lingkungan diluar industri, selain itu keselamatan dan kesehatan kerja merupakan profesionalisme dari berbagai disiplin ilmu yaitu fisika, kimia, biologi dan ilmu perilaku yang diaplikasikan dalam manufaktur, transportasi, penyimpanan dan penanganan bahan berbahaya (OHSAH 2003).
2.1.2. Tujuan
Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antar pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis dalam hal cara/metode kerja, proses kerja dan kondisi yang bertujuan untuk : (Depkes RI, 2006)
1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di semua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun kesejahteraan sosialnya.
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan padamasyarakat pekerja yang diakibatkan oleh keadaan/kondisi lingkungan kerjanya
3
Memberi pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya dan kemungkina bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan kesehatan.
Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkunga pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.
2.2 Dasar Hukum
Dasar Hukum dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Depkes RI, 2009);
a. Undang- undang no.1 tahun 1970 ;
“ Tentang Keselamatan Kerja”
b. Undang-undang no. 23 tahun 1992 ;
“Tentang kesehatan; bahwa K3 harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit sepuluh orang”
c. Undang- undang no 36 tahun 2009 ;
“Kewajiban Pengelola untuk menyelenggarakan upaya kesehatan kerja, untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan, serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan”.
d. Undang-undang no. 44 pasal 40 ayat 1 tahun 2009
“ Akreditasi Rumah Sakit”
e. Kepmenkes RI no. 432 tahun 2007 ;
“Pedoman Tentang Keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit”
f. Kepmenkes RI no. 1023 tahun 2004 ;
“ Persyaratan Kesehatan Lingkungan rumah sakit”
2.3 Manajemen K3 di RS
Menurut Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, dinyatakan bahwa upaya K3 harus dilaksanakan di semua tempat kerja khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan mudah terjangkit penyakit. Jika berdasarkan isi tersebut, maka rumah sakit termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap pelaku langsung yang bekerja di rumah sakit, namun juga pengunjung yang berobat kerumah sakit (Kepmenkes RI, 2007)
Manajemen K3 di RS adalah Suatu proses kegiatan yang dimulai dengan tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian yang bertujuan untuk membudayakan K3 di RS. Upaya K3 di RS menyangkut tenaga kerja, cara/metode kerja, alat kerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan. Kinerja setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen K3 yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja (Kepmenkes RI, 2007).
Program K3 di rumah sakit (K3RS) bertujuan untuk melindungi keselamatan dan kesehatan serta meningkatkan produktifitas pekerja, melindungi keselamatan pasien, pengunjung, dan masyarakat serta lingkungan sekitar rumah sakit (Depkes RI, 2009).
Program K3RS yang harus diterapkan adalah (Depkes RI, 2009)
1. Pengembangan Kebijakan Kesehatan dan keselamatan kerja di rumah Sakit (K3RS)2. Pembudayaan perilaku kesehatan dan keselamatan kerja di Rumah sakit (K3RS)3. Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) K3RS4. Pengembangan Pedoman dan SOP K3RS5. Pemantauan dan evaluasi kesehatan lingkungan tempat kerja6. Pelayanan kesehatan kerja7. Pelayanan Keselamatn kerja8. Pengembangan program pemeliharaan pengelolaan limbah padat, cair dan gas9. Pengelolaan jasa, bahan beracun berbahaya dan barang berbahaya10. Pengembangan Manajemen tanggap darurat11. Pengumpulan, pengolahan, dokumentasi data dan pelaporan kegiatan K312. Review program tahunan
1. Standar Pelayanan Keselamatan dan kesehatan di rumah sakit (K3RS). Adapun bentuk pelayanan kesehatan kerja yang perlu dilakuan, sebagai berikut; (Kepmenkes RI, 2010)
2. Melakukan Pemeriksaan Kesehatan sebelum kerja bagi pekerja3. Melaksanakan pendidikan dan penyuluhan/pelatihan tentang kesehatan kerja dan memberikan
bantuan kepada pekerja di Rumah Sakit dalam penyesuaian diri baik fisik maupun mental terhadap pekerjaannya.
4. Melakukan pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus sesuai dengan pajanan di rumah sakit.5. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik pekerja6. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi pekerja yang menderita sakit.7. Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada pekerja Rumah Sakit yang akan pensiun atau
pindah kerja8. Melakukan koordinasi dengan tim panitia pencegahan dan pengendalian infeksi mengenai
penularan infeksi terhadap pekerja dan pasien9. Melakukan kegiatan surveilans kesehatan kerja10. Melaksanakan Pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi yang berkaitan dengan kesehatan
kerja (pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi, psikososial dan ergonomi)11. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan kesehatan kerja yang disampaikan
kepada direktur rumah sakit dan unit teknis di wilayah kerja rumah sakit
1. Standar K3 Sarana, Prasarana, dan Peralatan di Rumah Sakit
Sarana didefinisikan sebagai segala sesuatu benda fisik yang dapat tervisualisasi oleh mata maupun teraba panca indera dan dengan mudah dapat dikenali oleh pasien dan umumnya merupakan bagian dari suatu bangunan gedung (pintu, lantai, dinding, tiang, kolong gedung, jendela) ataupun bangunan itu sendiri. Sedangakan prasarana adalah seluruh jaringan/instansi yang membuat suatu sarana bisa berfungsi sesuai dengan tujuan yang diharapkan, antara lain : instalasi air bersih dan air kotor, instalasi listrik, gas medis, komunikasi, dan pengkondisian udara, dan lain-lain (Depkes RI, 2009).
3. Pengelolaan Jasa dan Barang Berbahaya
Barang Berbahaya dan Beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
a) Kategori B3
Memancarkan radiasi, Mudah meledak, Mudah menyala atau terbakar, Oksidator, Racun, Korosif, Karsinogenik, Iritasi, Teratogenik, Mutagenic, Arus listrik.
b) Prinsip dasar pencegahan dan pengendalian B3
(1) Identifikasi semua B3 dan instalasi yang akan ditangani untuk mengenal ciri-ciri dan karakteristiknya.
(2) Evaluasi, untuk menentukan langkah-langkah atau tindakan yang diperlukan sesuai sifat dan karakteristik dari bahan atau instalasi yang ditangani sekaligus memprediksi risiko yang mungkin terjadi apabila kecelakaan terjadi
(3) Pengendalian sebagai alternatif berdasarkan identifikasi dan evaluasi yang dilakukan meliputi pengendalian operasional, pengendalian organisasi administrasi, inspeksi dan pemeliharaan sarana prosedur dan proses kerja yang aman, pembatasan keberadaan B3 di tempat kerja sesuai jumlah ambang.
(4) Untuk mengurangi resiko karena penanganan bahan berbahaya
c) Pengadaan Jasa dan Bahan Berbahaya
Rumah sakit harus melakukan seleksi rekanan berdasarkan barang yang diperlukan. Rekanan yang akan diseleksi diminta memberikan proposal berikut company profile. Informasi yang diperlukan menyangkut spesifikasi lengkap dari material atau produk, kapabilitas rekanan, harga, pelayanan, persyaratan K3 dan lingkungan serta informasi lain yang dibutuhkan oleh rumah sakit.
Setiap unit kerja/instalasi/satker yang menggunakan, menyimpan, mengelola B3 harus menginformasikan kepada instalasi logistic sebagai unit pengadaan barang setiap kali mengajukan permintaan bahwa barang yang diminta termasuk jenis B3. Untuk memudahkan melakukan proses seleksi, dibuat form seleksi yang memuat kriteria wajib yang harus dipenuhi oleh rekanan serta sistem penilaian untuk masing-masing criteria yang ditentukan.
Standar SDM K3 di Rumah Sakit
Kriteria tenaga K3
a) Rumah Sakit Kelas A
(1) S3/S2 K3 minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(2) S2 kesehatan minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(3) Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi (SpOk) dan S2 Kedokteran Okupasi minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(4) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 2 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(5) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang dengan sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(6) Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3 (informal) yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(7) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS minimal 2 orang
(8) Tanaga teknis lainnya dengan sertifikasi K3 (informal) mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
(9) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 2 orang
b) Rumah Sakit Kelas B
(1) S2 kesehatan minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS
(2) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(3) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang dengan sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(4) Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3 (informal) yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
(5) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
(6) Tanaga teknis lainnya dengan sertifikasi K3 (informal) mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
(7) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
c) Rumah Sakit kelas C
(1) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(2) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang dengan sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(3) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
(4) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
4. Pembinaan, Pengawasan, Pencatatan, dan Pelaporan
a) Pembinaan dan pengawasan
Pembinaan dan pengawasan dilakukan melalui sistem berjenjang. Pembinaan dan pengawasan tertinggi dilakukan oleh Departemen Kesehatan. Pembinaan dapat dilaksanakan antara lain dengan melalui pelatihan, penyuluhan, bimbingan teknis, dan temu konsultasi.
Pengawasan pelaksanaan Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di rumah sakit dibedakan dalam dua macam, yakni pengawasan internal, yang dilakukan oleh pimpinan langsung rumah sakit yang bersangkutan, dan pengawasan eksternal, yang dilakukan oleh Menteri kesehatan dan Dinas Kesehatan setempat, sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-masing.
b) Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dan pelaporan adalah pendokumentasian kegiatan K3 secara tertulis dari masing-masing unit kerja rumah sakit dan kegiatan K3RS secara keseluruhan yang dilakukan oleh organisasi K3RS, yang dikumpulkan dan dilaporkan /diinformasikan oleh organisasi K3RS, ke Direktur Rumah Sakit dan unit teknis terkait di wilayah Rumah Sakit. Tujuan kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan k3 adalah menghimpun dan menyediakan data dan informasi kegiatan K3, mendokumentasikan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan K3; mencatat dan melaporkan setiap kejadian/kasus K3, dan menyusun dan melaksanakan pelaporan kegiatan K3.
Pelaporan terdiri dari; pelaporan berkala (bulanan, semester, dan tahunan) dilakukan sesuai dengan jadual yang telah ditetapkan dan pelaporan sesaat/insidentil, yaitu pelaporan yang dilakukan sewaktu-waktu pada saat kejadian atau terjadi kasus yang berkaitan dengan K3. Sasaran kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan k3 adalah mencatat dan melaporkan pelaksanaan seluruh kegiatan K3, yang tercakup di dalam :
(1) Program K3, termasuk penanggulangan kebakaran dan kesehatan lingkungan rumah sakit.
(2) Kejadian/kasus yang berkaitan dengan K3 serta upaya penanggulangan dan tindak lanjutnya.
2.4 Sistem Manajemen K3 di RS
1. Pengertian Manajemen K3 RS
Manajemen K3 RS merupakan upaya terpadu dari seluruh SDM RS, pasien, serta pengunjung atau pengantar orang sakit untuk menciptakan lingkungan kerja RS yang sehat, aman dan nyaman termasuk pemukiman masyarakat sekitarnya (Kepmenkes RI, 2007).
1. Sistem Manajemen K3 RS
SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen yang meliputi: struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, prosedur, sumber daya, dan tanggungjawab organisasi. Tujuan dari SMK3 RS adalah menciptakan tempat kerja yang aman dan sehat supaya tenaga kerja produktif disamping dalam rangka akreditasi rumah sakit itu sendiri. Prinsip yang digunakan dalam SMK3 adalah AREC (Anticipation, Recognition, Evaluation dan Control) dari metode kerja, pekerjaan dan lingkungan kerja (Kepmenkes RI, 2007).
1. Langkah manajemen:
1) Komitmen dan Kebijakan
Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan mudah dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan RS. Manajemen RS mengidentifikasi dan menyediakan semua sumber daya esensial seperti pendanaan, tenaga K3 dan sarana untuk terlaksananya program K3 di RS.
Kebijakan K3 di RS diwujudkan dalam bentuk wadah K3 RS dalam struktur organisasi RS. Untuk melaksanakan komitmen dan kebijakan K3 RS, perlu disusun strategi antara lain :
a) Advokasi sosialisasi program K3 RS.
b) Menetapkan tujuan yang jelas.
c) Organisasi dan penugasan yang jelas.
d) Meningkatkan SDM profesional di bidang K3 RS pada setiap unit kerja di lingkungan RS.
e) Sumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncak
f) Kajian risiko (risk assessment) secara kualitatif dan kuantitatif
g) Membuat program kerja K3 RS yang mengutamakan upaya peningkatan dan pencegahan.
h) Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala.
2) Perencanaan
RS harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan meliputi:
a). Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko.
Identifikasi sumber bahaya yang ada di RS berguna untuk menentukan tingkat risiko yang merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan PAK (penyakit akibat kerja).
Sedangkan penilaian faktor risiko merupakan proses untuk menentukan ada tidaknya risiko dengan jalan melakukan penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan.
Pengendalian faktor risiko di RS dilaksanakan melalui 4 tingkatan yakni menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko dengan sarana atau peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah bahkan tidak ada risiko sama sekali, administrasi, dan alat pelindung pribadi (APP).
b). Membuat peraturan. Peraturan yang dibuat tersebut merupakan Standar Operasional Prosedur yang harus dilaksanakan, dievaluasi, diperbaharui, serta harus dikomunikasikan dan disosialisasikan kepada karyawan dan pihak yang terkait.
a) Menentukan tujuan (sasaran dan jangka waktu pencapaian)
b) Indikator kinerja yang harus diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 dan sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 RS.
c) Program K3 ditetapkan, dilaksanakan, dimonitoring, dievaluasi dan dicatat serta dilaporkan.
3) Pengorganisasian
Pelaksanaan K3 di RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen dan petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta penegakkan disiplin.
a) Tugas pokok unit pelaksana K3 RS
1) Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur RS mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan K3.
2) Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan dan prosedur.
3) Membuat program K3 RS
b) Fungsi unit pelaksana K3 RS
1) Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta permasalahan yang berhubungan dengan K3.
2) Membantu direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya promosi K3, pelatihan dan penelitian K3 di RS.
3) Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3.
4) Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif.
5) Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS.
6) Memberi nasehat tentang manajemen k3 di tempat kerja, kontrol bahaya, mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan.
7) Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan sesuai kegiatannya.
Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru, pembangunan gedung dan proses.
2.5 Instalasi loundry
Laundry rumah sakit adalah tempat pencucian linen yang dilengkapi dengan sarana penunjangnya berupa mesin cuci, alat dan disinfektan, mesin uap (steam boiler), pengering, meja dan meja setrika (Ferdianto, 2010).
1. Urutan Kegiatan Petugas laundry
a. Pengambilan linen kotor
Linen kotor diambil dari masing-masing ruangan perawatan, Poli rawat jalan, ruang operasi dan UGD
b. Pemisahan Linen bedasarkan jenis nodanya
c. Proses Pencucian
d.Proses pengeringan menggunakan mesin pengering pakaian (mesintumbler).
e. Proses finishing
f. Proses Pendistribusian
2. Proses pencucian
1. Prewash/Flush/Break/Pencucian awal
Linen dimasukkan dalam mesin cuci, lalu petugas menambahkan kimia laundry detergen dan alkali dan memberikan emulsi apabila terdapat noda darah atau minyak/lemak. Zat kimia ini ditambahkan menggunakan sendok takaran.
2. Mainwash/Suds wash/Pencucian.
Pada proses ini mesin cuci bekerja secara otomatis bedasarkan program yang diinginkan.
3. Rinse/Fill/Pembilasan.
Pembilasan adalah untuk menghilngkan kimia laundry dari permukaan dan dalam serat-serat kain sehingga kain akan terbebas dari pengaruh kimia laundry yang dapat membuat serat kain menjadi kaku/keras.
4. Souring/Penetralan.
Souring/penetralan dapat dilakukan bersamaan saat pembilasan atau dapat dilakukan sendiri setelah pembilasan selesai.
5. Softening/Pelembutan.
Softener adalah kimia laundry yang difungsikan untuk melembutkan kain dan memberikan aroma pada hasil pencucian
Gambar 2.1 Pengeringan pakaian
Proses pengeringan menggunakan mesin pengering pakaian (mesin tumbler)
¢ linen yang masih belum begitu kering (lembab) dikeluarkan dari mesin cuci dengan tangan ke dalam troli
¢ didorong ke mesin pengeringan. Setelah sampai di mesin pengering, linen yang ada di troli dimasukkan lagi ke dalam.
¢ Setelah mesin tumbler bekerja sesuai waktu yang ditentukan,
¢ petugas mengecek apakah linen sudah benar-benar kering atau belum.
¢ Pada saat ini tangan petugas terpapar dengan panas kain dan udara di dalam mesin
Mesin tumbler
¢ Proses pengeringan dengan mengunakan mesin tumbler,
¢ tumbler adalah mesin yang sistim kerjanya sama dengan mesin cuci hanya pada mesin tumbler mediannya adalah udara panas yang dimasukkan dalam drum yang berputar berisikan linen lembab setelah dicuci,
¢ udara panas tersebut akan membaut linen menjadi kering. Jadwal kerja harian
Bagan Alur Kegiatan Petugas Laundry
2.6 Sistem Manajemen K3 di Instalasi Loundry Rumah Sakit
Standar Pelayanan Keselamatan dan kesehatan di rumah sakit (K3RS). Adapun bentuk pelayanan kesehatan kerja yang perlu dilakuan, sebagai berikut; (Ferdianto, 2010).
1. Melakukan Pemeriksaan Kesehatan sebelum kerja bagi pekerja2. Melaksanakan pendidikan dan penyuluhan/pelatihan tentang kesehatan kerja dan memberikan
bantuan kepada pekerja di Rumah Sakit dalam penyesuaian diri baik fisik maupun mental terhadap pekerjaannya.
3. Melakukan pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus sesuai dengan pajanan di rumah sakit.4. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik pekerja5. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi pekerja yang menderita sakit.6. Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada pekerja Rumah Sakit yang akan pensiun atau
pindah kerja7. Melakukan koordinasi dengan tim panitia pencegahan dan pengendalian infeksi mengenai
penularan infeksi terhadap pekerja dan pasien8. Melakukan kegiatan surveilans kesehatan kerja9. Melaksanakan Pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi yang berkaitan dengan kesehatan
kerja (pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi, psikososial dan ergonomi)
10. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan kesehatan kerja yang disampaikan kepada direktur rumah sakit dan unit teknis di wilayah kerja rumah sakit
Langkah manajemen sistem K3 di rumah sakit di instalasi loundry :
1. Komitmen dan Kebijakan
Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan mudah dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan RS. Manajemen RS mengidentifikasi dan menyediakan semua sumber daya esensial seperti pendanaan, tenaga K3 dan sarana untuk terlaksananya program K3 di RS.
Kebijakan K3 di RS diwujudkan dalam bentuk wadah K3 RS dalam struktur organisasi RS. Untuk melaksanakan komitmen dan kebijakan K3 RS, perlu disusun strategi antara lain :
i) Advokasi sosialisasi program K3 RS.
j) Menetapkan tujuan yang jelas.
k) Organisasi dan penugasan yang jelas.
l) Meningkatkan SDM profesional di bidang K3 RS pada setiap unit kerja di lingkungan RS.
m) Sumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncak
n) Kajian risiko (risk assessment) secara kualitatif dan kuantitatif
o) Membuat program kerja K3 RS yang mengutamakan upaya peningkatan dan pencegahan.
p) Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala.
1. Perencanaan
RS harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan meliputi:
a) Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko.
Identifikasi sumber bahaya yang ada di RS berguna untuk menentukan tingkat risiko yang merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan PAK (penyakit akibat kerja). Sedangkan penilaian faktor risiko merupakan proses untuk menentukan ada tidaknya risiko dengan jalan melakukan penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan.
Pengendalian faktor risiko di RS dilaksanakan melalui 4 tingkatan yakni menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko dengan sarana atau peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah bahkan tidak ada risiko sama sekali, administrasi, dan alat pelindung pribadi (APP).
b). Membuat peraturan. Peraturan yang dibuat tersebut merupakan Standar Operasional Prosedur yang harus dilaksanakan, dievaluasi, diperbaharui, serta harus dikomunikasikan dan disosialisasikan kepada karyawan dan pihak yang terkait.
c). Menentukan tujuan (sasaran dan jangka waktu pencapaian)
d). Indikator kinerja yang harus diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 dan sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 RS.
e). Program K3 ditetapkan, dilaksanakan, dimonitoring, dievaluasi dan dicatat serta dilaporkan.
1. Pengorganisasian
Pelaksanaan K3 di RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen dan petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta penegakkan disiplin.
a). Tugas pokok unit pelaksana K3 RS
1. Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur RS mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan K3.
2. Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan dan prosedur.
3. Membuat program K3 RS
b). Fungsi unit pelaksana K3 RS
1). Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta permasalahan yang berhubungan dengan K3.
2). Membantu direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya promosi K3, pelatihan dan penelitian K3 di RS.
3). Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3.
4). Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif.
5). Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS.
6). Memberi nasehat tentang manajemen k3 di tempat kerja, kontrol bahaya, mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan.
7). Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan sesuai kegiatannya.
2. 7 Identifikasi bahaya/ancaman di Instalasi Loundry Rumah sakit
1. Bahaya biologi (debu dari serat linen yang mengandung virus),2. Bahaya fisik (kebisingan mesin cuci, suhu panas faktor risiko),3. Bahaya kimia (detergen, desinfektan dan pewangi),4. Bahaya ergonomic (posisi kerja berdiri selama proses kerja sampai selesai),
Hal hal yang harus diperhatikan :
1. Menangani binatu terkontaminasi sesedikit mungkin dengan agitasi minimal.
– Kontaminasi laundry
Potensi Bahaya ;
Cucian kotor yang terkontaminasi dengan darah atau bahan yang berpotensi menular atau berisi benda tajam.
Potensi Bahaya;Paparan darah atau bahan yang berpotensi menular lainnya melalui cucian terkontaminasi yang tidak benar diberi label, atau ditangani.
Solusi;Ikuti prosedur yang digariskan dalam Standar Patogen terbawa darah, menangani cucian terkontaminasi seperti:
1. Menangani cucian terkontaminasi sedikit mungkin dengan agitasi minimal.
2. Hindari kontaminasi cucian di lokasi penggunaan. Jangan menyusun atau bilas cucian di lokasi di mana ia digunakan
1. Letakkan cucian basah yang terkontaminasi di tempat yang anti bocor, berikan warna, kode atau label yang sesuai di lokasi atau tempat yang digunakan.
1. Setiap mencuci cucian basah yang terkontaminasi dan menyajikan kemungkinan wajar rendam-through atau kebocoran dari kantong atau wadah, cucian harus ditempatkan dan diangkut dalam kantong atau wadah yang mencegah rendam-melalui dan / atau kebocoran cairan ke eksterior
1. Cucian yang tercemar harus ditempatkan dan diangkut dalam kantong atau wadah yang diberi label dengan simbol biohazard atau dimasukkan ke dalam kantong merah sesuai dengan kode yang ditentukan.
1. Dalam fasilitas yang memanfaatkan tindakan pencegahan universal dalam penanganan semua label cuci-alternatif yang kotor atau warna-coding cukup jika memungkinkan seluruh karyawan untuk mengenali kontainer sebagai kepatuhan terhadap kewaspadaan universal.
1. Gunakan tas merah atau tas ditandai dengan simbol Biohazard, jika fasilitas di mana barang-barang yang dicuci tidak menggunakan tindakan pencegahan universal untuk semua cucian.
Untuk informasi lebih lanjut tentang persyaratan pelabelan melihat:
Pelabelan Tabel Persyaratan. (Diambil dari Patogen melalui darah dan jangka panjang Pekerja Perawatan dokumen OSHA 3131).
cucian tas yang terkontaminasi tidak boleh diletakkan dekat dengan tubuh atau diperas saat pengangkutan untuk menghindari tusukan dari jarum suntik yang tidak dibuang.
Siklus binatu normal harus digunakan sesuai dengan rekomendasi mesin cuci dan deterjen produsen.
Pedoman Pengendalian Infeksi di Lingkungan Kesehatan-Perawatan Fasilitas. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) dan Infeksi Kesehatan Pengendalian Praktek Komite Penasehat (HICPAC). Morbiditas and Mortality Weekly Report (MMWR)
1. Alat Pelindung (AP)
Potensi bahaya;
Paparan yang ditularkan melalui darah patogen melalui kontak dengan cucian terkontaminasi dengan tidak memakai AP yang sesuai.
Kemungkinan Solusi;
Rumah sakit harus memastikan bahwa karyawan yang memiliki kontak dengan cucian terkontaminasi mengenakan AP yang tepat seperti yang dibahas dalam Patogen melalui darah Standard yang ditentukan ketika menangani dan / atau menyortir cucian terkontaminasi.
Rumah sakit harus memastikan karyawan memakai AP yang sesuai seperti sarung tangan, baju, pelindung wajah, masker ketika menyortir cucian terkontaminasi.
Penggunaan sarung tangan tebal ketika menyortir cucian yang terkontaminasi dapat memberikan perlindungan tambahan bagi karyawan.
Sarung tangan utilitas dapat didekontaminasi untuk digunakan kembali jika integritas sarung tangan tidak terganggu.
Namun, sarung tangan tersebut harus dibuang jika retak, mengelupas, robek, tertusuk, menunjukkan tanda-tanda lain dari kerusakan, atau ketika tidak berfungsi sebagaimana semestinya.
Disposable (sarung tangan pakai tidak akan dicuci atau didekontaminasi untuk re-gunakan.
1. Penanganan Benda tajam
Potensi bahaya;
Paparan yang ditularkan melalui darah patogen dari cucian terkontaminasi yang berisi benda tajam.
Kemungkinan Solusi;
Sebuah keselamatan dan program kesehatan yang meliputi prosedur untuk pembuangan yang tepat dan penanganan benda tajam dan mengikuti praktek yang diperlukan diuraikan dalam Standar Patogen yang ditularkan melalui darah.
Jarum yang terkontaminasi dan benda tajam tidak akan membungkuk, recapped atau dihapus. Tidak ada geser atau melanggar diijinkan.
1. Sharps Containerization:Potensi Bahaya;Segera atau sesegera mungkin, benda tajam yang terkontaminasi harus dibuang dalam wadah yang tepat.
Solusi;Wadah jarum harus tersedia, dan di dekat daerah di mana jarum dapat ditemukan, termasuk binatu.
1. Berbahaya Kimia
Potensi Bahaya;Berlabel kimia.– Muncrat saat menuangkan dari wadah ke wadah yang lebih besar yang lebih kecil.– Sabun dan deterjen dapat menyebabkan reaksi alergi dan dermatitis.– Kulit rusak dari sabun atau deterjen iritasi dapat memberikan jalan untuk infeksi atau cedera jika terkena bahaya kimia atau biologi.– Jangan bercampur larutan pembersih yang mengandung amonia dan klorin. Ketika dicampur bersama bahan kimia ini membentuk gas mematikan.
Solusi ;Menerapkan program tertulis yang memenuhi persyaratan Standar Komunikasi Bahaya (HCS) untuk menyediakan pelatihan pekerja, label peringatan, dan akses ke MSDS (MSDS).
Pelayanan Medis dan Pertolongan Pertama: Dimana mata atau tubuh seseorang dapat terkena bahan korosif merugikan, sehingga diperlukan fasilitas yang cocok untuk membasahi cepat atau pembilasan mata dan tubuh dalam area kerja untuk penggunaan darurat
1. Alergi lateksPotensi bahaya ;Paparan pekerja alergi lateks mengenakan sarung tangan lateks, sambil menangani atau menyortir cucian terkontaminasi.
Solusi;– Gunakan sarung tangan lateks cocok untuk karyawan-sensitif:– Pengusaha harus menyediakan sarung tangan tepat ketika paparan darah atau bahan yang berpotensi menular lainnya (OPIM)– Alternatif harus mudah diakses oleh karyawan yang alergi terhadap sarung tangan biasanya disediakan
1. Mengangkat / Mendorong
Potensi bahaya;
Berlebihan mencapai / mendorong dan / atau mengangkat cucian berat basah dapat menyebabkan gangguan muskuloskeletal pekerjaan terkait seperti strain dan keseleo ke belakang atau daerah bahu.
Solusi;
Menilai area cuci untuk stres ergonomis dan mengidentifikasi dan mengatasi cara untuk mengurangi stres seperti:
– Gunakan teknik mengangkat yang benar:
Hindari mengangkat benda besar atau canggung tertimbang.
Hindari mengangkat / mencapai atau bekerja di atas ketinggian bahu.
Hindari postur tubuh, seperti memutar sambil mengangkat.
Angkat barang dekat dengan tubuh.
Batasi berat barang yang akan diangkat.
– Gunakan alat bantu mekanis untuk mengurangi kebutuhan untuk mengangkat, seperti:
Spring-Loaded Platform Laundry untuk membantu mengangkat cucian berat basah, dan menjaga binatu pada tingkat kerja seragam nyaman.
Cincin yang secara otomatis membuang beban mereka ke keranjang sehingga pekerja tidak harus mencapai dalam dan mengeluarkan cucian berat basah secara manual.
Kepada Pekerja
¢ Memeriksakan sedini mungkin keluhan yang terjadi sebelum terjadi keluhan yang lebih berat.
¢ Mengenali potensi bahaya di tempat kerjanya
¢ Meminimalisasi pajanan
¢ Mengenakan Alat Pelindung Diri yang adekuat jika pekerjaan mengharuskan terjadi pajanan tubuh pada potensi bahaya
Kepada Perusahaan/Instansi
¢ Menyusun regulasi jam kerja, jam lembur, sistem rotasi kerja.
¢ Mendeteksi kelainan/penyakit pada pekerja yang berhubungan dengan pekerjaan.
¢ Melakukan penatalaksanaan terhadap kelainan/penyakit secara paripurna, secara medis dan okupasi.
¢ Melakukan pemetaan potensi bahaya di setiap lingkungan kerja.
¢ Melakukan kontrol terhadap potensi bahaya tersebut.
¢ Menyusun sistem pemberdayaan penggunaan Alat Pelindung Diri
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Rumah sakit merupakan tempat kerja yang unik dan kompleks untuk menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Semakin luas pelayanan kesehatan dan fungsi rumah sakit tersebut, maka akan semakin komplek peralatan dan fasilitas yang dibutuhkan. Kerumitan tersebut menyebabkan rumah sakit mempunyai potensi bahaya yang sangat besar, tidak hanya bagi pasien dan tenaga medis, tetapi juga pengunjung rumah sakit.
2. Laundry rumah sakit adalah tempat pencucian linen yang dilengkapi dengan sarana penunjangnya berupa mesin cuci, alat dan disinfektan, mesin uap (steam boiler), pengering, meja dan meja setrika. Instalasi laundry merupakan bagian dari rumah sakit yang mempunyai resiko penularan penyakit infeksi dan juga terdapat beberapa resiko bahaya yang mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah sakit khususnya di bagian laundry.Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan dan meminimalisirkan dan bila mungkin meniadakannya.
3. Tujuan Manajemen K3 di Instalasi Laundry adalah melindungi petugas RS khususnya bagaian instalasi laundry dari risiko Penyakit Akibat Kerja serta dapat meningkatkan produktivitas dan citra RS, Baik di mata konsumen maupun pemerintah.
3.2 Saran
1. Keberhasilan pelaksanaan K3RS sangat tergantung dari komitmen tertulis dan kebijakan pihak direksi oleh karena itu pihak direksi harus paham tentang kegiatan K3RS
27
2. Pelaksanaan K3RS juga dilakukan pada instansi laundry. Oleh karena itu, diperlukan adanya sosialisasi K3 terhadap petugas di instalasi laundry agar memperkecil resiko berbahaya yang didapat.
DAFTAR PUSTAKA
Amarudin, 2006. Pengawasan Kesehatan dan Lingkungan Kerja, Jakarta. http://tiarasalsabilatoniputri.files.wordpress.com/2012/03/kesehatan-kerja-1.ppt
Depkes, R.I., 2006, Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja Instalasi Farmasi Rumah Sakit (K3-IFRS), Jakarta
Depkes, R.I., 2009, Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3-IFRS), Jakarta
Ferdianto, Hengki. 2011. Dermatitis Kontak Iritan Pada Petugas Laundry Rumah Sakit X (Study Kasus Pengelolaan Penyakit Akibat Kerja). Jakarta. http://www.slideshare.net/YoTama/savedfiles?s_title=dermatitis-kontak-iritan-pada-petugas-laundry-rumah-sakit&user_login=hengkiferdianto.
Ishaq, 2010. Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja (SMK3) (PermenakerNO.05/MEN/1996)Jakaratahttp://bocahbancar.files.wordpress.com/2012/09/materi-training-smk3-by-mr-ishaq-pd-21-sept-2012.pptx
Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No. 432/Menkes/SK/IV/2007, Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit, Jakarta
Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No. 1087/Menkes/SK/VIII/2010, Standar Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit, Jakarta
Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No. 1024/Menkes/SK/X/2004, Persyaratan Kesehatan Lingkungan di Rumah Sakit, Jakarta
Occupational Health and Safety Agency for Healthcare in BC, 2003.Guide Ergonomic for Hospital Laundries. British Columbia
Pengenalan Bahaya Potensial Kesehatan di Fasilitas Kesehatan
Bahaya Potensial Fasilitas Kesehatan Identifikasi dilakukan melalui survey ( Walk Through
Survey ) Penggolongan : Lokasi kerja, kelompok pajanan Dalam 1 lokasi kerja bisa didapatkan beberapa kelompok
pajanan Survey : Lokasi kerja -> Aktivitas -> Potensi bahaya
Penggolongan berdasarkan lokasi kerja Instalasi Gawat Darurat Poliklinik Ruang Rawat Kamar Operasi Laboraturium Farmasi Administrasi Dapur Laundry
Pernggolongan berdasarkan pajanan Fisik : bising, panas, lembab Kimia : Bahan-bahan kimia Biologi : Virus, kuman Ergonomi : posisi kerja Psikososial dan kerja gilir : stress, tekanan dalam
pekerjaan
IGD -> Aktivitas Kesehatan Anamnesis Pemeriksaan Fisik Menyuntik Bedah minor Pasang infus Peerawatan Luka Pemasangan oksigen
IGD -> Potensi Bahaya
Droplet infection Terkena darah Tertusuk jarum Kontak dengan luka Dosis oksigen berlebih
Poliklinik -> Aktivitas Kesehatan Anamnesis Pemeriksaan Fisik Menyuntik Bedah minor Perawatan Luka
Ruang Rawat -> Aktivitas Kesehatan Anamnesis Pemeriksaan Fisik Menyuntik Pasang infus Perawatan Luka Pemasangan oksigen
Kamar Operasi -> Aktivitas Kesehatan Pembiusan Pembedahan Pemasangan infus Recovery pasien
Kamar Operasi -> Potensi bahaya Paparan gass anestesi Terkena darah Terluka oleh alat operasi Tertusuk jarum Pasien gagal nafas -> meninggal
Laboraturium Aktifitas Kesehatan
o Pengambilan spesimen (darah / urin / sputum / cairan tubuh lain )
o Pemrosesan spesimen
o Pembuangan sisa spesimen Potensi bahaya
o Tertusuk jarumo Terkontaminasi spesimen
Farmasi Aktivitas kesehatan
o Menerima resepo Menyiapkan / meracik obato Memberikan obat
Potensi bahayao Droplet Infectiono Kontaminasi bahan obat
Administrasi Menerima file -> membungkuk Mengetik di komputer -> duduk lama, radiasi, tekanan pada
pergelangan, bosan Mengambil file di lemari -> tangan tertarik ke atas
Dapur Membeli bahan mentah makanan -> bahan mentah tidak memenuhi
kriteria kesehatan Penyimpanan bahan makanan -> tikus, bahan mentah busuk Menyiapkan masakan -> proses tidak higienis Menghidangkan masakan -> kontaminasi udara dan hewan
Laundry Aktifitas kesehatan
o Mencuci alas tempat tidur ( sprei )o Mencuci pakaian dan linen operasi
Potensi bahayao Terkena deterjeno Terkena spesimen infeksius
Prinsip Penanggulangan Bahaya Potensial Analisis aktivitas pekerjaan Evaluasi paparan bahaya potensial Kontrol potensi bahaya :
o Kontrol administrasi : peraturano Kontrol teknik : Penggantian alat-alat