Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

31
BAHAYA AFLATOKSIN BAHAYA AFLATOKSIN DALAM BAHAN DALAM BAHAN MAKANAN MAKANAN Istikomah PRODI ILMU GIZI (CLINICAL NUTRITION) PPS UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA TAHUN 2013

Transcript of Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

Page 1: Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

BAHAYA AFLATOKSIN BAHAYA AFLATOKSIN DALAM BAHAN DALAM BAHAN

MAKANANMAKANAN

IstikomahPRODI ILMU GIZI (CLINICAL NUTRITION)

PPS UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTATAHUN 2013

Page 2: Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

I. PENDAHULUANI. PENDAHULUAN

Aflatoksin dikenal luas sebagai bahan yang bersifat toksik dan karsinogenik baik pada manusia maupun hewan. Oleh karena itu pemahaman tentang bahaya Aflatoksin dalam bahan makanan sangat penting karena sering dijumpai mengkontaminasi secara alami dalam produk pertanian yang dikonsumsi manusia dan hewan ternak.

Page 3: Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

Pengaruhnya terhadap kesehatan juga sangat serius. Banyak diantara kasus sirosis, kanker hati dan gangguan pencernaan disebabkan oleh paparan aflatoksin dalam makanan yang dikonsumsi manusia. [ICRISAT, 2000]

Strutur 3D aflatoksin B1 Terminal portion dari conidiophore A. flavus (X1000)

Page 4: Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

Dalam budaya lokal Indonesia sendiri, kegemaran minum jamu godhok yang berawal dari tradisi dan pendapat bahwa bahan alami lebih aman daripada obat kimia, tidak sepenuhnya lebih aman. Terbukti bahwa jamu godhok yang berasal dari bahan-bahan yang terkontaminasi Aflatoksin justru berbahaya bagi kesehatan.

Page 5: Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

Masyarakat juga belum semua sadar tentang pentingnya pengetahuan dalam pemilihan, penyimpanan, pengolahan bahan makanan yang aman dan pencegahan kontaminasi bahan beracun dari jenis kapang terhadap bahan makanan.

Page 6: Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

II. PERMASALAHAN II. PERMASALAHAN AFLATOKSINAFLATOKSIN

1. Banyak komoditas pertanian yang rentan terhadap serangan sekelompok jamur yang mampu menghasilkan metabolit beracun yang disebut mikotoksin. Di antara berbagai mikotoksin, aflatoksin telah diasumsikan signifikansinya karena efek merusak terhadap manusia, unggas dan ternak.

Page 7: Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

2. Aflatoksin mempunyai dampak yang serius terhadap hasil pertanian, cadangan bahan makanan, kesehatan, ekonomi dan daya jual, lebih jauh terhadap perdagangan global.[ICRISAT,2000]

Gambar di samping menunjukkan bahwa micotoksin Aflatoksin yang mengkontaminasi bahan makanan dan pakan ternak bisa meracuni dan menjadi residu pada manusia, unggas, ternak, dan ikan

Page 8: Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

III. TUJUAN PEMBAHASANIII. TUJUAN PEMBAHASAN

1. Mengenal Aflatoksin dalam kasanah ilmu bahan makanan karena merupakan jenis micotoksin yang paling sering terdapat dalam bahan makanan dan memiliki efek yang serius terhadap kesehatan dan keamanan pangan.

2. Mengetahui bahaya Aflatoksin terutama terhadap kesehatan manusia

Page 9: Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

IV. PEMBAHASAN IV. PEMBAHASAN

1. Definisi

Aflatoksin merupakan segolongan senyawa toksik (termasuk dalam kelompok mikotoksin/toksin yang berasal dari fungi) yang bersifat mematikan serta karsinogenik bagi manusia dan hewan

[Hudler, 1998 dan Omaye, 2004].

Page 10: Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

Spesies penghasilnya adalah segolongan fungi (jenis kapang) dari genus Aspergillus, terutama A. Flavus dan A. parasiticus yang berasosiasi dengan produk-produk biji-bijian berminyak atau berkarbohidrat tinggi. [ICRISAT, 2000]

Page 11: Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

Produk makanan yang terkontaminasi Aflatoksin termasuk sereal (jagung, sorgum, millet mutiara, beras, gandum), minyak sayur (kacang tanah, kedelai, bunga matahari, kapas), rempah-rempah (cabe, lada hitam, ketumbar, kunyit, Zinger), pohon kacang (almond, pistachio, kenari, kelapa) dan susu.[Reddy dan Waliyar, 2000]

Page 12: Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

Aflatoksin juga dapat dijumpai pada susu yang dihasilkan hewan ternak yang memakan produk yang terinfestasi kapang tersebut. Obat, misalnya jamu atau obat herbal juga dapat mengandung aflatoksin bila terinfestasi kapang ini.

[Reddy dan Waliyar, 2000]

Page 13: Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

2.. Kontaminasi Aflatoksin pada Bahan Makanan

Praktis semua produk pertanian dapat mengandung Aflatoksin meskipun biasanya masih pada kadar toleransi. Kapang ini biasanya tumbuh pada penyimpanan yang tidak memperhatikan faktor kelembaban (minimal 7%) dan bertemperatur tinggi. Daerah tropis merupakan tempat berkembang biak paling ideal.

Page 14: Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

Toksin ini memiliki paling tidak 13 varian, yang terpenting adalah B1, B2, G1, G2, M1, dan M2. Aflatoksin B1 dihasilkan oleh kedua spesies, sementara G1 dan G2 hanya dihasilkan oleh A. parasiticus. Aflatoksin M1, dan M2 ditemukan pada susu sapi dan merupakan epoksida yang menjadi senyawa antara.

Page 15: Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

Jamur penghasil aflatoksin dapat menginfeksi kacang tanah selama musim panen dan bahkan setelah panen, karena:

1. Stres akibat kekeringan, tanaman kehilangan kelembaban dari polong dan biji, sehingga aktivitas fisiologis menjadi angat berkurang.

2. Kerusakan tanah oleh hama tanah meningkatkan kontaminasi Aflatoksin.

3. Panen yang buruk dan kondisi penyimpanan dapat menyebabkan perkembangan pesat dari jamur dan dengan demikian produksi yang tinggi dari racun yang dihasilkannya.

[ICRISAT, 2000]

Page 16: Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

3. Sifat Fisik dan Kimia:

Aflatoksin bersifat: beracun, karsinogenik, mutagenik, merupakan agen imunosupresif, diproduksi sebagai metabolit sekunder oleh jamur Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus pada berbagai produk makanan.

Anggota utama aflatoksin : B1, B2, G1 dan G2. Aflatoksin biasanya mengacu pada kelompok difuranocoumarins.

[Omaye, 2004]

Page 17: Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

4. MIKROBIOLOGI4. MIKROBIOLOGIFaktor-faktor yang mempengaruhi penyakit akibat

Aflatoksin : usia, nutrisi, seks, dan kemungkinan paparan terhadap racun bersamaan lainnya. Organ target utama pada mamalia adalah hati (Aflatoxicosis)

Kondisi yang meningkatkan Aflatoxicosis pada manusia : ketersediaan terbatas makanan, kondisi lingkungan yg mendukung pertumbuhan jamur pada bahan makanan, dan kurangnya sistem peraturan untuk pemantauan dan pengendalian Aflatoksin

[Machida and Gomi, 2010]

Page 18: Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

5. PATOLOGI 5. PATOLOGI Aflatoksin B1, senyawa yang paling toksik, berpotensi merangsang kanker, terutama kanker hati (carcinoma hepatoselulare). Serangan toksin yang paling ringan adalah lecet (iritasi) ringan akibat kematian jaringan (nekrosis). Pemaparan pada kadar tinggi dapat menyebabkan sirosis, karsinoma pada hati, serta gangguan pencernaan, penyerapan bahan makanan, dan metabolisme nutrien. Toksin ini di hati akan direaksi menjadi epoksida yang sangat reaktif terhadap senyawa-senyawa di dalam sel. Efek karsinogenik terjadi karena basa N guanin pada DNA akan diikat dan mengganggu kerja gen.[Reddy dan Waliyar, 2000]

Page 19: Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

…….patologi .patologi

Pemanasan hingga 250˚C tidak efektif menginaktifkan senyawa ini. Akibatnya bahan pangan yang terkontaminasi biasanya tidak dapat dikonsumsi lagi.

Page 20: Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

PatologiPatologi Tingginya tingkat paparan aflatoksin menghasilkan nekrosis hati akut, sehingga nantinya menjadi sirosis, atau karsinoma hati. Gagal hati akut dinyatakan oleh perdarahan, edema, perubahan dalam pencernaan, perubahan penyerapan dan / atau metabolisme nutrisi, dan perubahan mental dan / atau koma.

http://medicastore.com/penyakit/603/Hepatoma_Karsinoma_Hepatoseluler.html

Page 21: Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

……patologipatologi

Metabolit AFB1 1-2-3- epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok utama aflatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme karsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53. Timbulnya sebuah karsinoma hepatoseluler mungkin tidak terduga sampai terjadi penurunan kondisi pasien sirosis yang sebelumnya stabil.

Page 22: Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

Kanker dengan mutasi Kanker dengan mutasi p53 p53 (NIMS) (NIMS) termasuk yang bisa disebabkan termasuk yang bisa disebabkan

oleh paparan Aflatoksinoleh paparan Aflatoksin

1. Paru

2. Liver/ Hati

3. Pankreas

4. Colon

5. Ovarium, dll

Page 23: Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

Produk transformasi Aflatoksin kadang-kadang ditemukan dalam telur, produk susu dan daging ketika hewan diberi makan biji-bijian yang terkontaminasi.

[Fratamico et al, 2008 ]

Page 24: Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

6. 6. Aspek Klinis Akibat Paparan Aflatoksin Aspek Klinis Akibat Paparan Aflatoksin

a. Dari percobaan binatang diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogen.

b. Paparan akut dan dosis tinggi pada manusia sebabkan aflatoksikosis dan harus segera ditangani di RS.

c. Metabolit AFB1 1-2-3- epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok utama aflatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA.

d. Salah satu mekanisme karsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53.

Page 25: Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

Daftar tanda dan gejala yang disebutkan Daftar tanda dan gejala yang disebutkan dalam berbagai sumber untuk paparan dalam berbagai sumber untuk paparan

aflatoksin meliputi 9 gejala aflatoksin meliputi 9 gejala utama :utama :

1. kerusakan hati,

2. nekrosis hati,

3. sirosis hati,

4. demam,

5. ikterus progresif,

6. pembengkakan ekstremitas,

7. sakit perut, muntah,

8. pembesaran hati

Page 26: Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

Peranan Departemen Gizi Klinik Peranan Departemen Gizi Klinik dalam Konteks Paparan Aflatoksindalam Konteks Paparan Aflatoksin

1. Upaya preventif : pencegahan kontaminasi, penyimpanan bahan makanan, pengolahan bahan makanan,

2. Promotif : kampanye & konseling pola makan sehat

3. Upaya kuratif &/ rehabilitatif: mendukung terapi dietetik pada penyakit akibat paparan aflatoksin. Umumnya diet pada penyakit hati dengan tujuan & syarat tertentu.

Page 27: Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

7. 7. Pencegahan Kontaminasi Pencegahan Kontaminasi AflatoksinAflatoksin

a. Penyimpanan hasil panen dan bahan makanan dalam kondisi kering dan baik.

b. Pastikan makanan berbentuk biji-bijian atau kacang-kacangan disimpan ditempat yang kelembabannya cukup / tidak mudah berjamur. Jamur lebih mudah tumbuh pada kondisi lembab dan suhu tinggi.

c. Pilihlah saat memanen yang tepat pada kelembaban yang direkomendasikan, keringkan bila perlu, pelihara aerasi dan kontrol adanya serangga.

d. Bersihkan/ singkirkan makanan sampah/ yang sudah kadaluarsa/ terlalu lama disimpan. Atau jangan mengkonsumsi makanan yang sudah kadaluarsa dan secara fisik berjamur/ rusak

e. Mengelola limbah roti dengan berhati-hati.[Departement of agriculture, fisheries & forestry of Queensland, 2013].f.

Page 28: Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

Tidak ada prosedur untuk menghilangkan aflatoksin setelah diproduksi. Membatasi atau mempertahankan konsentrasi memungkinkan biji-bijian yang terkontaminasi untuk dimakan di bawah manajemen yang tepat.

Irigasi telah terbukti mengurangi tingkat infeksi Aspergillus bila diterapkan saat penyerbukan.

[Ball, 2013]

Page 29: Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan
Page 30: Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

Memanen jagung awal ketika kelembaban di atas 20% dan kemudian dengan cepat mengeringkan ke tingkat kelembaban minimal 15% akan menjaga jamur Aspergillus dari menyelesaikan siklus hidupnya, sehingga konsentrasi aflatoksin lebih rendah. Ammoniating gandum yang terkontaminasi aflatoksin menstabilkan tingkat konsentrasi, tetapi hal ini tidak menghilangkan masalah.

[Ball, 2013].

Page 31: Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan

……Pencegahan KontaminasiPencegahan Kontaminasi

Beberapa prosedur pembersihan komoditas pertanian dari kontaminasi aflatoksin antara lain dengan : liquid chromatography, dimana dipandang mudah dilakukan, cepat, reliable, dan tidak mahal dibandingkan dengan peralatan komersial lain. Metode tersebut sering disebut dengan HPLC [Sobolev dan Dorner, 2002].