bahasa anak
description
Transcript of bahasa anak
PERKEMBANGAN DAN PEMEROLEHAN
BAHASA ANAK
(TUGAS)
Mata Kuliah : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas
Rendah
Dosen Pengampu : Dr. Suwarjo, M.Pd.
OLEH :
1. Muhammad Erdiansyah 0713053041
PROGRAM STUDI S1 PGSD UPP METROJURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMPUNG
2009/2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat-Nya
maka tugas mata kuliah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah
dapat diselesaikan dengan tepat pada waktunya. Tugas ini membahas tentang
perkembangan dan pemerolehan bahasa anak.
Penulis dalam penyelesaian makalah ini banyak mendapat dukungan dari
berbagai pihak, oleh sebab itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Dr. Suwarjo, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah.
2. Rekan-rekan yang sudah membantu penulis dalam menyelesaikan
makalah ini.
Penulis sangat menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam
makalah ini. Maka penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca pada
umumnya.
Metro, 14 September 2009
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A Latar belakang................................................................................. 1
B Tujuan.............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A Perkembangan Bahasa Anak .......................................................... 3
B Pemerolehan Bahasa Anak.............................................................. 13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selama ini kita masih sering mendengar keluhan atau pertanyaan dari
para guru SD “Mengapa siswa sulit menguasai materi pembelajaran bahasa
Indonesia?” “mengapa siswa tidak tertarik dengan mata pelajaran bahasa
Indonesia”” mengapa nilai bahasa Indonesia siswa masih rendah?” dan
berbagai keluhan lainnya yang terkait dengan pembelajaran bahasa Indonesia.
Padahal kalau kita perhatikan dalam kehidupan sehari-hari, pada saat anak-
anak belajar bahasa di luar sekolah , mereka tampak belajar dengan mudah.
Mereka belajar bahasa di rumah atau di lingkungan bermainnya dengan
senang tanpa rasa bosan. Anak-anak belajar berkomunikasi dengan orang lain
lewat berbagai cara. Meskipun cara anak yang satu dengan yang lain berbeda.
Pengetahuan tentang hakekat perkembangan bahasa anak, perkembangan
bahasa lisan dan tulis yang terjadi pada mereka, dan perbedaan individual
dalam pemerolehan bahasa sangat penting bagi pelaksanaan pembelajaran
bahasa anak, khususnya pada waktu mereka belajar membaca dan menulis
permulaan Menurut Ken Goodman (Tarigan dkk, 1998) dalam Faisal dkk,
(2009:2-3), penyebab munculnya masalah seperti diatas adalah karena guru
kurang memperhatikan:
1. Pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan berbahasa yang telah dimiliki
anak sebelum sekolah; dan
2. Situasi, kebiasaan, dan strategi belajar bahasa anak yang
memungkinkannya mengasai bahasa dengan baik di luar sekolah.
1
B. Tujuan
Setelah membaca makalah ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami:
1. Kemampuan-kemampuan anak-anak sekolah dasar untuk melakukan
percakapan.
2. Perkembangan-perkembangan bahasa anak pada setiap fase.
3. Proses pemerolehan bahasa yang dialami oleh anak.
4. Tahapan-tahapan perkembangan yang dialami anak.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PERKEMBANGAN BAHASA ANAK
1. HAKIKAT PERKEMBANGAN BAHASA ANAK
Darjowidjojo (dalam Tarigan dkk.,1998.,dalam Faisal dkk, 2009:2-16)
mengungkapkan bahwa pemerolehan bahasa anak itu tidaklah tiba-tiba atau
sekaligus, tetapi bertahap. Kemajuan maupun berbahasa merekan berjalan
seiring dengan perkembangan fisik, mental, intelektual, dan sosialnya. Oleh
karena itu, perkembangan bahasa anak ditandai oleh keseimbangan dinamis
atau suatu rangkaian kesatuan yang bergerak dari bunyi-bunyi atau ungkapan
yang sederhana menuju tuturan yang lebih kompleks. Tangisan, bunyi-bunyi
atau ucapan yang sederhana tak bermakna, dan celotehan bayi merupakan
jembatan yang memfasilitasi alur perkembangan bahasa anak menuju
kemampuan berbahasa yang lebih sempurna. Bagi anak, celotehan merupakan
semacam latihan untuk menguasai gerak artikulatoris (alat ucap) yang lama
kelamaan dikaitkan dengan kebermaknaan bentuk bunyi yang diujarkannya.
Keterampilan berpikir diperlukan agar semua aspek keterampilan
berbahasa berkembang. Piaget, Bruner, dan Vygantsky telah mengemukakan
teori-teori perkembangan kognitif yang paling komprehensif (Athey, lewat
Ross dan Roe, 1990:30, dalam Darmiyati dkk, 1996:5). Ketiga pakar tersebut
mengetahui bahwa ada hubungan antara pikiran dan bahasa, tetapi mereka
berbeda dalam hal cara pikiran dan bahasa itu berhubungan. Vygatsky yakin
bahwa bahasa merupakan dasar bagi pembentukan konsep dan pikiran.
Kegiaran tidak mungkin terjadi tanpa menggunakan kata-kata untuk
mengungkapkan buah pikiran. Dia menegaskan bahwa bahasa diperlukan
untuk setiap jenis kegiatan belajar. Berbeda dengan Vygatsky, Piaget (dalam
Darmiyati, 1996:6) mengatakan bahwa bahasa itu penting untuk beberapa
3
jenis kegiatan belajar tetapi tidak untuk semua kegiatan belajar. Piaget yakin
bahwa perkembangan kognitif anak mendahului perkembangan bahasanya.
Piaget membagi perkembangan kognitif ke dalam empat fase, yaitu fase
sensorimotor, fase praoperasional, fase operasi konkret, dan fase operasi
formal (Piaget, 1972: 49-91.,dalam
http://toyo-utoy.blogspot.com/2009/05/kognitif-anak-usia-dini.html).
a. Fase Sensorimotor (usia 0 - 2 tahun)
Pada masa dua tahun kehidupannya, anak berinteraksi dengan dunia di
sekitarnya, terutama melalui aktivitas sensoris (melihat, meraba, merasa,
mencium, dan mendengar) dan persepsinya terhadap gerakan fisik, dan
aknvitas yang berkaitan dengan sensoris tersebut. Koordinasi aktivitas ini
disebut dengan istilah sensorimotor.
Fase sensorimotor dimulai dengan gerakan-gerakan refleks yang dimiliki
anak sejak ia dilahirkan. Fase ini berakhir pada usia 2 tahun. Pada masa ini,
anak mulai membangun pemahamannya tentang lingkungannya melalui
kegiatan sensorimotor, seperti menggenggam, mengisap, melihat, melempar,
dan secara perlahan ia mulai menyadari bahwa suatu benda tidak menyatu
dengan lingkungannya, atau dapat dipisahkan dari lingkungan di mana benda
itu berada. Selanjutnya, ia mulai belajar bahwa benda-benda itu memiliki
sifat-sifat khusus.
Keadaan ini mengandung arti, bahwa anak telah mulai membangun
pemahamannya terhadap aspek-aspek yang berkaitan dengan hubungan
kausalitas, bentuk, dan ukuran, sebagai hasil pemaharnannya terhadap
aktivitas sensorimotor yang dilakukannya.
Pada akhir usia 2 tahun, anak sudah menguasai pola-pola sensorimotor
yang bersifat kompleks, seperti bagaimana cara mendapatkan benda yang
diinginkannya (menarik, menggenggam atau meminta), menggunakan satu
benda dengzur tujuan yangb erbeda. Dengan benda yanga da di tangannya,ia
4
melakukan apa yang diinginkannya. Kemampuan ini merupakan awal
kemampuan berpilar secara simbolis, yaitu kemampuan untuk memikirkan
suatu objek tanpa kehadiran objek tersebut secara empiris.
b. Fase Praoperasional (usia 2 - 7 tahun)
Pada fase praoperasional, anak mulai menyadari bahwa pemahamannya
tentang benda-benda di sekitarnya tidak hanya dapat dilakukan melalui
kegiatan sensorimotor, akan tetapi juga dapat dilakukan melalui kegiatan yang
bersifat simbolis. Kegiatan simbolis ini dapat berbentuk melakukan
percakapan melalui telepon mainan atau berpura-pura menjadi bapak atau ibu,
dan kegiatan simbolis lainnva Fase ini rnemberikan andil yang besar bagi
perkembangan kognitif anak. Pada fase praoperasional, anak trdak berpikir
secara operasional yaitu suatu proses berpikir yang dilakukan dengan jalan
menginternalisasi suatu aktivitas yang memungkinkan anak mengaitkannya
dengan kegiatan yang telah dilakukannya sebelumnya.
Fase ini merupakan slasa permulaan bagi anak untuk membangun
kemampuannya dalam menyusun pikirannya. Oleh sebab itu, cara berpikir
anak pada fase ini belum stabil dan tidak terorganisasi secara baik. Fase
praoperasional dapat clibagi ke dalam tiga subfase, yaitu subfase fungsi
simbolis, subfase berpikir secara egosentris dan subfase berpikir secara
intuitif.
Subfase fungsi simbolis terjadi pada usia 2 - 4 tahun. Pada masa ini, anak
telah memiliki kemampuan untuk menggarnbarkan suatu objek yang secara
fisik tidak hadir. Kemampuan ini membuat anak dapat rnenggunakan balok-
balok kecil untuk membangun rumah-rumahan, menyusun puzzle, dan
kegiatan lainnya. Pada masa ini, anak sudah dapat menggambar manusia
secara sederhana. Subfase berpikir secara egosentris terjadi pada usia 2-4
tahun. Berpikir secara egosentris ditandai oleh ketidakmampuan anak untuk
memahami perspektif atau cara berpikir orang lain. Benar atau tidak benar,
bagl anak pada fase ini, ditentukan oleh cara pandangnya sendiri yang disebut
dengan istilah egosentris.
5
Subfase berpikir secata intuitif tenadi pada usia 4 - 7 tahun. Masa ini
disebut subfase berpikir secara intuitif karena pada saat ini anah kelihatannva
mengerti dan mengetahui sesuatu, seperti menyusun balok meniadi rumah-
rumahan, akan tetapi pada hakikatnya tidak mengetahui alasan-alasan yang
menyebabkan balok itu dapat disusun meniadi rumah. Dengan kata lain, anak
belum memiliki kemampuan untuk berpikir secara kritis tentang apa yang ada
dibalik suatu kejadian.
c. Fase Operasi Konkret (usia 7- 12 tahun)
Pada fase operasi konkret, kemampuan anak untuk berpikir secara logis
sudah berkembang, dengan syarat, obyek yang menjadi sumber berpikir logis
tersebut hadir secara konkret. Kemampuan berpikir logis ini terwujud dalarn
kemampuan mengklasifikasikan obyek sesuai dengan klasifikasinya,
mengurutkan benda sesuai dengan urutannya, kemampuan untuk memahami
cara pandang orang lain, dan kemampuan berpikir secara deduktif.
d. Fase Operasi Formal (12 tahun sampai usia dewasa)
Fase operasi formal ditandai oleh perpindahan dari cara berpikir konkret
ke cara berpikir abstrak. Keulampuan berpikir abstrak dapat dilihat dari
kemampuan mengemukakan ide-ide, memprediksi kejadian yang akan terjadi,
dan melakukan proses berpikir ilmiah, yaitu mengemukakan hipotesis dan
menentukan cara untuk membuktikan kebenaran hipotesis.
2. TAHAPAN-TAHAPAN PERKEMBANGAN BAHASA ANAK
Kemampuan berbahasa anak tidak diperoleh sekaligus
(http://pustaka.ut.ac.id/puslata/online.php?menu=bmpshort_detail2&ID=265).
Keterampilan berbicara misalnya, dimiliki anak melalui tahap-tahap berikut
ini:
a. Tahap pralinguistik, yaitu fase perkembangan bahasa di mana anak belum
mampu menghasilkan bunyi-bunyi yang bermakna. Bunyi yang dihasilkan
6
seperti tangisan, rengekan, dekutan, dan celotehan hanya merupakan
sarana anak untuk melatih gerak artikulatorisnya sampai ia mampu
mengucapkan kata-kata yang bermakna.
b. Tahap satu-kata, yaitu fase perkembangan bahasa anak yang baru mampu
menggunakan ujaran satu-kata. Satu-kata itu mewakili ide dan tuturan
yang lengkap.
c. Tahap dua-kata, yaitu fase anak telah mampu menggunakan dua kata
dalam pertuturannya.
d. Tahap banyak-kata, yaitu fase perkembangan bahasa anak yang telah
mampu bertutur dengan menggunakan tiga-kata atau lebih dengan
penguasaan gramatika yang lebih baik.
Pada tahap-tahap di atas secara implisit berkembang pula pengetahuan
anak tentang subsistem-subsistem bahasa seperti fonologi, gramatika,
semantik, dan pragmatik.
Menurut Piaget dan Vygotsky (dalam http://bahauddin
amyasi.blogspot.com/2008/11/perkembangan-bahasa-anak.html), tahap-tahap
perkembangan bahasa anak adalah sebagai berikut:
a. Tahap Meraban (Pralingustik) Pertama (0,0 – 0,5)
Pada tahap meraban pertama, selama bulan-bulan awal kehidupan, bayi-
bayi menangis, mendekut, mendenguk, menjerit, dan tertawa. Bunyian-
bunyian seperti itu dapat ditemui dalam segala bahasa di dunia.
Pada hakikatnya komprehensi adalah proses interaktif yang melibatkan
berbagai koalisi antara lima faktor, yakni: sintetik, konteks lingkungan,
konteks sosial, informasi leksikal dan prosodi. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa bahasa tidak diturunkan melainkan dapat dikuasai melalui
proses pemerolehan yang harus dipelajari dan ada yang mengajari.
7
b. Tahap Meraban Kedua (0,5-1,0)
Pada tahap ini anak mulai aktif tidak sepasif sewaktu berada pada tahap
meraban pertama. Secara fisik ia sudah dapat melakukan gerakan-gerakan
seperti memegang dan mengangkat benda atau menunjuk. Berkomunikasi
dengan mereka mulai mengasyikan karena mereka mulai aktif memulai
komunikasi.
c. Tahap Linguistik
Jika pada tahap pralinguistik pemerolehan bahasa anak belum menyerupai
bahasa orang dewasa maka pada tahap ini anak mulai bisa mengucapkan
bahasa menyerupai ujaran orang dewasa. Para ahli psikolinguistik membagi
tahap ini kelima tahapan yaitu:
1) Tahap I, Tahap Holofrastik (tahap linguistik pertama)
Tahap holofrase ini dialami oleh anak normal yang berusia sekitar 1-2
tahun. Waktu berakhirnya tahap ini tidak sama pada setiap anak. Ada anak
yang lebih cepat mengakhirinya, tetapi ada pula yang sampai umur anak 3
tahun. Pada tahap ini gerakan fisik seperti menyentuh, menunjuk,
mengangkat benda dikombinasikan dengan satu kata. Seperti halnya gerak
isyarat, kata pertama yang dipergunakan bertujuan untuk memberi
komentar terhadap objek atau kejadian di dalam lingkungannya. Satu kata
itu dapat berupa perintah, pemberitahuan, penolakan, pertanyaan, dan lain-
lain. Adapun kata-kata pertama yang diucapkan berupa objek atau
kejadian yang sering ia dengar dan ia lihat. Contoh kata-kata pertama yang
biasanya dikuasai anak adalah: pipis (buang air kecil), mamam atau maem
(makan), mah (mamah), pak (bapak), bo (tidur).
8
2) Tahap Linguistik II: Kalimat Dua Kata
Tahap linguistik kedua ini biasanya menjelang hari ulang tahun kedua.
Pada usia sekitar 2-3 tahun. Anak-anak memasuki tahap ini dengan
pertama sekali mengucapkan dua holofrase dalam rangkaian yang cepat,
misal: mama masak, adik minum, papa pigi (ayah pergi). Ketrampilan
anak pada akhir tahap ini makin luar biasa. Komunikasi yang ingin
disampaikan adalah bertanya dan meminta. Kata-kata yang digunakan
untuk itu sama seperti perkembangan awal yaitu: sini, sana, lihat, itu, ini,
lagi, mau dan minta.
3) Tahap Lingusitik III, Pengembangan Tata Bahasa
Tahap ini dimulai sekitar usia anak 2,6 tahun, tetapi ada juga sebagian
anak yang memasuki tahap ini ketika memasuki usia 2,0 tahun, bahkan
ada juga anak yang melambat yaitu ketika anak berumur 3,0 tahun. Pada
tahap ini makin luar biasa. Tahap ini pada umumnya dialami oleh anak
berusia sekitar 2,5 tahun-5 tahun. Sebenarnya perkembangan bahasa anak
pada tahap ini bervariasi. Umumnya pada tahap ini anak sudah dapat
bercakap-cakap dengan teman sebaya dan aktif memulai percakapan.
4) Tahap Lingusitik IV: Tata Bahasa Menjelang Dewasa/Pradewasa
Tahap perkembangan bahasa anak yang cepat ini biasanya dialami anak
yang sudah berumur oleh anak yang sudah berumur antara 4-5 tahun. Pada
tahap ini anak-anak sudah mulai menerapkan struktur tata bahasa dan
kalimat-kalimat yang agak lebih rumit, misal, kalimat majemuk sederhana,
seperti dibawah ini:
Mau nonton sambil makan keripik
Aku disini, kakak disana
Mama beli sayur dan kerupuk
Ani lihat kakek dan nenek dijalan
9
Ayo nyanyi dan nari
Kakak, adik dari mana
Dari contoh kalimat-kalimat di atas, tampak anak sudah “terampil”
bercakap-cakap. Kemampuan menghasilkan kalimat-kalimatnya sudah
beragam, ada kalimat pernyataan/kalimat berita, kalimat perintah dan
kalimat tanya. Kemunculan kalimat-kalimat rumit diatas menandakan
adanya peningkatan kemampuan bahasa anak.
5) Tahap Linguistik V: Kompetensi Penuh
Sekitar usia 5-7 tahun, anak-anak mulai memasuki tahap yang disebut
sebagai kompetensi penuh. Sejak usia 5 tahun pada umumnya anak-anak
yang perkembangannya normal telah menguasai elemen-elemen sintaksis
bahasa ibunya dan telah memiliki kompentensi (pemahaman dan
produktivitas bahasa) secara memadai. Walau demikian, perbendaharaan
katanya masih terbatas tetapi terus berkembang/bertambah dengan
kecepatan yang mengagumkan. Selama periode ini, anak-anak dihadapkan
pada tugas utama mempelajari bahasa tulis. Hal ini dimungkinkan setelah
anak-anak menguasi bahasa lisan. Perkembangan bahasa anak pada
periode usia sekolah dasar ini meningkat dari bahasa lisan ke bahasa tulis.
Kemampuan mereka menggunakan bahasa berkembang dengan adanya
pemerolehan bahasa tulis atu written language acquisition. Bahasa yang
diperoleh dalam hal ini adalah bahasa yang ditulis oleh penutur bahasa
tersebut, dalam hal ini guru tau penulis. Jadi anak mulai mengenal media
lain pemerolehan bahasa yaitu tulisan, selain pemerolehan bahasa lisan
pada masa awal kehidupannya.
Ada tiga faktor paling signifikan yang mempengaruhi anak dalam
berbahasa, yaitu biologis, kognitif dan lingkungan. Faktor biologis adalah
salah satu landasan perkembangan bahasa untuk membentuk manusia menjadi
seorang manusia linguistik. Setiap anak mempunyai language acquisition
device (LAD), yaitu kemampuan alamiah anak untuk berbahasa. Tahun-tahun
awal masa anak-anak merupakan periode yang penting untuk belajar bahasa.
10
Faktor kognitif individu merupakan satu hal yang tidak bisa dipisahkan pada
perkembangan bahasa anak. Para ahli kognitif juga menegaskan bahwa
kemampuan anak berbahasa tergantung pada kematangan kognitifnya
(Piaget,1954 dalam http://kuliahpsikologi.dekrizky.com/psikologi-
perkembangan-kognisi-dan-bahasa). Tahap awal perkembangan intelektual
anak terjadi dari lahir-2 tahun, pada masa itu anak mengenal dunianya melalui
sensasi yang didapat dari inderanya dan membentuk persepsi mereka akan
segala hal yang berada di luar dirinya.
Secara umum, perkembangan keterampilan berbahasa pada individu
menurut Berk (1989) dalam http://kuliahpsikologi.dekrizky.com/psikologi-
perkembangan-kognisi-dan-bahasa , dapat dibagi ke dalam empat komponen,
yaitu:
a. Fonologi (phonology)
b. Semantik (semantic)
c. Tata bahasa (grammar)
d. Pragmatic (pragmatics)
a. Fonologi
Individu memahami dan menghasilkan bunyi bahasa, Jika kita pernah
mengunjungi daerah lain atau Negara lain yang bahasanya tidak kita mengerti
boleh jadi kita akan kagum, heran, atau bingung karena bahasa orang asli di
sana terdengar begitu cepat dan sepertinya tidak putus-putus antara satu kata
dengan kata yang lain. Sebaliknya, orang asing yang sedang belajar bahasa
kita juga sangat mungkin mengalami hambatan karena tidak familier dengan
bunyi kata-kata dan pola intonasinya. Bagaimana seseorang memperoleh
fasilitas kemampuan memahami bunyi kata dan intonasi merupakan sejarah
perkembangan fonologi.
11
b. Semantik
Merujuk kepada makna kata atau cara yang mendasari konsep-konsep
yang ekspresikan dalam kata-kata atau kombinasi kata. Setelah selesai masa
prasekolah, anak-anak memperoleh sejumlah kata-kata baru dalam jumlah
yang banyak. Penelitian intensif tentang perkembangan kosa kata pada anak-
anak diibaratkan oleh Berk (1989) sebagai sejauh mana kekuatan anak untuk
memahami ribuan pemetaan kata-kata ke dalam konsep-konsep yang dimiliki
sebelumnya meskipun belum tertabelkan dalam dirinya dan kemudian
menghubungkannya dengan kesepakatan dalam bahasa masyarakatnya.
c. Tata Bahasa
Penguasaan kosa kata adalah salah satu cara untuk berkomunikasi.
Pengetahuan tata bahasa meliputi dua aspek utama.
1. Sintak (syntax), yaitu aturan-aturan yang mengatur bagaimana kata-kata
disusun ke dalam kalimat yang dipahami.
2. Morfologi (morphology), yaitu aplikasi gramatikal yang meliputi jumlah,
tenses, kasus, pribadi, gender, kalimat aktif, kalimat pasif, dan berbagai makna
lain dalam bahasa.
d. Pragmatik
Pragmatik berkenaan dengan bagaimana menggunakan bahasa dengan baik
ketika berkomunikasi dengan orang lain. Di dalamnya meliputi bagaimana
mengambil kesempatan yang tepat, mencari dan menetapkan topik yang
relevan, mengusahakan agar benar-benar komunikatif, bagaimana
menggunakan bahasa tubuh (gesture), intonasi suara, dan menjaga konteks
agar pesan-pesan verbal yang disampaikan dapat dimaknai dengan tepat oleh
penerimanya.
12
Pragmatik juga mencakup di dalamnya pengetahuan sosiolinguistik, yaitu
bagaimana suatu bahasa harus diucapkan dalam suatu kelompok masyarakat
tertentu. Agar dapat berkomunikasi dengan berhasil, seseorang harus
memahami dan menerapkan cara-cara interaksi dan komunikasi yang dapat
diterima oleh masyarakat tertentu, seperti ucapan selamat datang dan selamat
tinggal serta cara mengucapkannya. Selain itu, seseorang juga harus
memperhatikan tata krama berkomunikasi berdasarkan hirarki umur atau
status sosial yang masih dijunjung tinggi dalam suatu masyarakat tertentu.
B. PEMEROLEHAN BAHASA ANAK
1. HAKIKAT PEMEROLEHAN BAHASA ANAK
Pemerolehan bahasa anak melibatkan dua keterampilan, yaitu kemampuan
untuk menghasilkan tuturan secara spontan dan kemampuan memahami
tuturan orang lain. Jika dikaitkan dengan hal itu maka yang dimaksud dengan
pemerolehan bahasa adalah proses pemilikan kemampuan berbahasa, baik
berupa pemahaman ataupun pengungkapan, secara alami, tanpa melalui
kegiatan pembelajaran formal (Tarigan dkk. , 1998 dalam Faisal dkk, 2009:2-
3). Selain pendapat tersebut Kiparsky dalam Tarigan (1988) dalam Faisal dkk
(2009:2-3) mengatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah suatu proses yang
digunakan oleh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan
ucapan orang tua sampai dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik
dan paling sederhana dari bahasa persangkutan.
Dengan demikian, proses pemerolehan adalah proses bawah sadar.
Penguasaan bahasa tidak disadari dan tidak dipengaruhi oleh pengajaran yang
secara eksplisit tentang system kaidah yang ada didalam bahasa kedua.
Berbeda dengan proses pembelajaran, adalah proses yang dilakukan secara
sengaja atau secara sadra dilakukan oleh pembelajar di dalam menguasai
bahasa.
13
Adapun karakteristik pemerolehan bahasa menurut Tarigan dkk (1998)
dalam Faisal dkk (2009:2-4) adalah :
a. Berlangsung dalam situasi formal, anak-anak belajar bahasa tanpa
beban dan di luar sekolah;
b. Pemilikan bahasa tidak melalui pembelajaran formal dilembaga-
lembaga pendidikan seperti sekolah atau kursus;
c. Dilakukan tanpa sadar atau spontan; dan
d. Dialami langsung oleh anak dan terjadi dalam konteks berbahasa yang
bermakna bagi anak.
2. PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA DAN KEDUA
a. Pemerolehan Bahasa Pertama
Pemerolehan bahasa anak dimulai ketika anak mengenal
komunikasinya secara verbal. Pemerolehan bahasa pertama terjadi bila
anak pada awal kehidupannya tanpa bahasa kini telah memperoleh satu
bahasa. Pada masa perolehan bahasa tersebut, bahasa anak lebih mengarah
pada fungsi komunikasi daripada bentuk atau struktur bahasanya. Anak
akan mengucap kata berikutnya untuk keperluan komunikasinya dengan
orang tua atau kerabat dekatnya.
Gracia (http://massofa.wordpress.com/2008/01/28/pemerolehan-
bahasa-pertama-dan-bahasa-kedua/) mengatakan bahwa pemerolehan
bahasa anak dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki
suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana
menuju gabungan kata yang lebih rumit (sintaksis).
Ada dua pandangan mengenai pemerolehan bahasa (McGraw
http://massofa.wordpress.com/2008/01/28/pemerolehan-bahasa-pertama-
dan-bahasa-kedua/). Pertama pemerolehan bahasa mempunyai permulaan
mendadak atau tiba-tiba. Kebebasan berbahasa dimulai sekitar satu tahun
ketika anak-anak menggunakan kata-kata lepas atau terpisah dari simbol
pada kebahasaan untuk mencapai aneka tujuan sosial mereka. Pandangan
14
kedua menyatakan bahwa pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan
yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial dan
kemampuan kognitif pralinguistik.
Lenneberg salah seorang ahli teori bahasa yang sangat terkenal (1969)
(dalam http://massofa.wordpress.com/2008/01/28/pemerolehan-bahasa-
pertama-dan-bahasa-kedua/), mengatakan bahwa perkembangan bahasa
bergantung pada pematangan otak secara biologis. Pematangan otak
memungkinkan ide berkembang dan selanjutnya memungkinkan
pemerolehan bahasa anak berkembang. Terdapat banyak bukti, manusia
memiliki warisan biologis yang sudah ada sejak lahir berupa
kesanggupannya untuk berkomunikasi dengan bahasa, khusus untuk
manusia, bukti yang memperkuat pendapatnya itu antara lain:
1. Kemampuan berbahasa sangat erat hubungannya dengan bagian-
bagian anatomi dan fisiologi manusia, seperti bagian otak tertentu yang
mendasari bahasa. Tingkat perkembangan bahasa anak sama bagi
semua anak normal.
2. Kelainan hanya sedikit berpengaruh terhadap keterlambatan
perkembangan bahasa anak.
3. Bahasa tidak dapat diajarkan kepada makhluk lain.
4. Bahasa bersifat universal, setiap bahasa dilandasi unsur fonologi,
semantik dan sintaksis yang universal.
Lebih lanjut Steinberg (1990) dalam
http://massofa.wordpress.com/2008/01/28/pemerolehan-bahasa-pertama-
dan-bahasa-kedua/, seorang ahli psikolinguistik, menjelaskan perihal
hubungan bahasa dan pikiran. Menurutnya sistem pikiran yang terdapat
pada anak-anak dibangun sedikit-demi sedikit apabila ada rangsangan
lingkungan sekitarnya sebagai masukan.
15
Strategi pemerolehan Bahasa Pertama
Anak-anak dalam proses pemerolehan bahasa pertama pada
umumnya menggunakan 4 strategi.
Strategi pertama adalah meniru/imitasi. Tiruan akan digunakan
anak terus, meskipun ia sudah dapat sempurna melafalkan bunyi. Ada
pendapat yang mengatakan bahwa strategi tiruan atau strategi imitasi
ini akan menimbulkan masalah besar. Mungkin ada orang berkata
bahwa imitasi adalah mengatakan sesuatu yang sama seperti yang
dikatakan orang lain. Akan tetapi ada banyak pertanyaan yang harus
dijawab berkenaan dengan hal ini.
Berbagai penelitian menemukan ada berbagai ragam peniruan atau
imitasi seperti:
1. Imitasi Spontan atau Spontaneous Imitation.
2. Imitasi perolehan atau Elicited Imitation.
3. Imitasi Segera atau Immediate Imitation.
4. Imitasi Lambat atau Delayed Imitation.
5. Imitasi Perluasan atau Imitation With Expansion.
Strategi kedua dalam pemerolehan bahasa adalah strategi
produktivitas. Produktivitas berarti kefektifan dan keefisienan dalam
pemerolehan bahasa melalui sarana komunikasi linguistik dan
nonlinguistik (mimik, gerak, isyarat, suara, dsb). Produktivitas adalah
ciri utama bahasa. Dengan satu kata seorang anak dapat “bercerita atau
mengatakan” sebanyak mungkin hal. Kata papa misalnya dapat
mengandung berbagai makna bergantung pada situasi dan intonasi.
Strategi ketiga adalah strategi umpan balik, yaitu umpan balik
antara strategi produksi ujaran (ucapan) dengan responsisi. Dengan
strategi ini anak-anak dihadapkan pada pedoman: hasilkanlah ujaran
dan lihatlah bagaimana orang lain memberi responsi. Stategi produktif
bersifat “sosial” dalam pengertian bahwa strategi tersebut dapat
16
meningkatkan interaksi dengan orang lain dan sementara itu bersifat
“kognitif” juga. Hal itu dapat memberikan umpan balik kepada pelajar
mengenai ekspresinya sendiri terhadap makna dan juga memberinya
sampel yang lebih banyak, yaitu sampel bahasa untuk digarap atau
dikerjakan.
Strategi keempat adalah apa yang disebut prinsip operasi. Dalam
strategi ini anak dikenalkan dengan pedoman. “Gunakan beberapa
prinsip operasi umum untuk memikirkan serta menggunakan
bahasa”(hindarkan kekecualian, prinsip khusus; seperti kata; berajar
menjadi belajar).
b. Pemerolehan Bahasa Kedua
Pemerolehan bahasa kedua dimaknai saat seseorang memperoleh
sebuah bahasa lain setelah terlebih dahulu ia menguasai sampai batas
tertentu bahasa pertamanya (bahasa ibu). Ada juga yang menyamakan
istilah bahasa kedua sebagai bahasa asing.
Terdapat perbedaan dalam proses belajar bahasa pertama dan bahasa
kedua. Proses belajar bahas pertama memiliki ciri-ciri:
1. Belajar tidak disengaja.
2. Berlangsung sejak lahir.
3. Lingkungan keluarga sangat menentukan.
4. Motivasi ada karena kebutuhan.
5. Banyak waktu untuk mencoba bahasa.
6. Banyak kesempatan untuk berkomunikasi.
Pada proses belajar bahasa kedua terdapat ciri-ciri;
1. Belajar bahasa disengaja, misalnya karena menjadi salah satu mata
pelajaran di sekolah.
2. Berlangsung setelah pelajar berada di sekolah.
3. Lingkungan sekolah sangat menentukan.
17
4. Motivasi pelajar untuk mempelajarinya tidak sekuat mempelajari
bahasa pertama.
5. Waktu belajar terbatas.
6. Pelajar tidak mempunyai banyak waktu untuk mempraktikkan
bahasa yang dipelajari.
7. Bahasa pertama mempengaruhi proses belajar bahasa kedua.
8. Umur kritis mempelajari bahasa kedua kadang-kadang telah lewat
sehingga proses belajar bahasa kedua berlangsung lama.
9. Disediakan alat bantu belajar.
10. Ada orang yang mengorganisasikannya, yakni guru dan sekolah.
Strategi Belajar Bahasa Kedua
Perlu diingat bahwa strategi-strategi yang telah dikenal perlu
dibagi ke dalam komponen-komponennya.
Strategi pertama berpegang, pada semboyan: gunakanlah
pemahaman nonlinguistik Anda sebagai dasar untuk penetapan atau
pemikiran bahasa, Strategi ini berlangsung dan beroperasi pada tahap
umum dalam karya Brown mengenai dasar kognitif ujaran tahap I.
Strategi pertama ini memiliki rerata Panjang Ucapan; rata-rata (PUR)
sebesar 1,75, dan Loncatan Atas (LA) sebesar 5. Adapun objek dan
persona terus-menerus ada walaupun di luar jangkauan pandangan
yang merupakan pemahaman nonlinguistik yang menjadi dasar atau
landasan bagi pengarah bahasa atau terjemahan anak-anak terhadap
ketidakstabilan atau kemudahan mengalirkan pemikiran ke dalam
kategori-kategori bahasa yang lebih pasti. Penggunaan pemahaman
nonlinguistik untuk memperhitungkan serta menetapkan hubungan-
hubungan makna-ekspresi bahasa merupakan suatu strategi yang amat
persuasif atau dapat merembes pada diri anak-anak.
Strategi kedua berpegang pada semboyan: gunakan apa saja atau
segala sesuatu yang penting, yang menonjol dan menarik hati Anda.
Ada dua ciri yang kerap kali penting dan menonjol bagi anak-anak
18
kecil dan berharga bagi sejumlah kata-kata pertama mereka yaitu
objek-objek yang dapat membuat anak-anak aktif dan giat (misalnya
kunci, palu, kaos kaki, topi) dan objek-objek yang bergerak dan
berubah (seperti mobil, jam). Sifat-sifat atas ciri-ciri perseptual dapat
bertindak sebagai butir-butir atau titik-titik vokal bagi anak-anak
(misalnya bayangan, ukuran, bunyi, rasa, bentuk). Anak-anak
memperhatikan objek-objek yang mewujudkan hal-hal yang menarik
hati ini; dan mereka memperhatikan cara menamai objek-objek itu
dalam masyarakat bahasa. Perhatian anak-anak juga bisa pada unsur
bahasa yang memainkan peranan penting sintaksis dan semantik dalam
kalimat. Pusat perhatian tertentu bagi seorang anak mungkin saja
berbeda pada periode yang berbeda pada setiap anak.
Strategi ketiga berpegang pada semboyan: anggaplah bahwa
bahasa dipakai secara referensial atau ekspresif dan dengan demikian
menggunakan data bahasa. Anak-anak kelompok referensial memiliki
50 kata pertama mencakup suatu proporsi nomina umum yang tinggi
dan yang seakan-akan melihat fungsi utama bahasa sebagai penamaan
objek-objek. Anak kelompok ekspresif memiliki 50 kata pertama
secara proporsional mencakup lebih banyak kata yang dipakai dalam
ekspresi-ekspresi sosial (seperti terima kasih, jangan begitu) dan lebih
sedikit nama-nama objek yang melihat bahasa (terutama sekali)
sebagai pelayanan fungsi-fungsi sosial efektif. Kedua kelompok anak
itu menyimak bahasa sekitar mereka secara berbeda. Kelompok yang
satu memperlakukan bahasa yang dipakai untuk mengacu, sedangkan
kelompok yang satu lagi, kepada bahasa yang dipakai untuk bergaul,
bersosialisasi. Ada tujuh fungsi bahasa yaitu fungsi instrumental,
fungsi regulasi, fungsi representasi, fungsi interaksi, fungsi personal,
fungsi heuristik, dan fungsi imajinatif. Fungsi instrumental bahasa
berkaitan dengan pengelolaan lingkungan, mengkomunikasikan tindak.
Fungsi regulasi atau pengaturan berkenaan dengan pengendalian
peristiwa, penentuan hukum dan kaidah, pernyataan setuju tidak
setuju. Fungsi representasi berkenaan dengan pernyataan, menjelaskan
19
melaporkan. Fungsi interaksi berkaitan dengan hubungan komunikasi
sosial. Fungsi personal berkenaan dengan kemungkinan seorang
pembicara mengemukakan perasaan, emosi, dan kepribadian. Fungsi
heuristik berkaitan dengan perolehan pengetahuan dan belajar tentang
lingkungan. Fungsi imajinatif berkaitan dengan daya cipta imajinasi
dan gagasan.
Strategi keempat berpegang pada semboyan: amatilah bagaimana
caranya orang lain mengekspresikan berbagai makna. Strategi ini baik
diterapkan pada anak yang berbicara sedikit dan seakan-akan
mengamati lebih banyak, bertindak selektif, menyimak, mengamati
untuk melihat bagaimana makna dan ekspresi verbal saling
berhubungan. Strategi ini mengingatkan kepada gaya atau preferensi
belajar yang berbeda pada anak-anak yang berlainan usia dalam situasi
belajar yang lain pula.
Strategi kelima berpegang pada semboyan: ajukanlah pertanyaan-
pertanyaan untuk memancing atau memperoleh data yang Anda
inginkan, anak berusia sekitar dua tahun akan sibuk membangun dan
memperkaya kosakata mereka. Banyak di antara mereka
mempergunakan siasat bertanya atau strategi pertanyaan. Siasat ini
seolah-olah merupakan sesuatu yang efektif, karena setiap kali dia
bertanya: apa nih? apa tu? maka teman bicaranya mungkin
menyediakan label atau, nama yang tepat.
20
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di
dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa
ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa.
Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu
seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa
pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama,
sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer,
2003:167., dalam . http://nahulinguistik.wordpress.com/2009/04/14/pemerolehan-
bahasa-pertama/).
21
DAFTAR PUSTAKA
Darmiyat dan Budiasih. (1996). Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas
Rendah. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.
Diakses dari .http://bahauddin amyasi.blogspot.com/2008/11/perkembangan-
bahasa-anak.html/11/09/09/13.32/
Diakses dari. http://kuliahpsikologi.dekrizky.com/psikologi-perkembangan-
kognisi-dan-bahasa/11/09/09/13.33/
Diakses dari. http://massofa.wordpress.com/2008/01/28/pemerolehan-bahasa-
pertama-dan-bahasa-kedua/11/09/09/14.01/
Diakses dari. http://nahulinguistik.wordpress.com/2009/04/14/pemerolehan-
bahasa-pertama/10/09/09/17.05/
Diaksesdari.http://pustaka.ut.ac.id/puslata/online.php?
menu=bmpshort_detail2&ID=265 /10/09/09/16.15/
Diakses dari. http://toyo-utoy.blogspot.com/2009/05/kognitif-anak-usia-
dini.html/10/09/09/16.02/
Faisal dkk. (2009). Kajian Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Dirjen Dikti
Depdikbud.
22