Bahan2 Tesis

37
Untuk tulisan Kerahasiaan Rekam Medis tidak Bersifat Mutlak [Senin, 02 June 2008] Peraturan baru yang diterbitkan Menteri Kesehatan lebih rinci dan mengatur isi isi rekam medis berdasarkan jenis perawatan pasien. Virza Roy Hizzal masih memendam kecewa. Saat dihubungi via telepon Jum'at (30/5) pagi, advokat dari Virza, Ramadhan Lubis & Partners itu tidak habis pikir bagaimana mungkin permintaan kleinnya tidak dikabulkan hakim PN Jakarta Timur. Dokter Salman, klien yang dimaksud Virza, meminta rekam medis dari Rumah Sakit Omni Medical Center. Di tempat inilah Salman selama ini berobat. Pihak rumah sakit enggan memenuhi permintaan itu, sehingga Salman memutuskan menggugat ke PN Jakarta Timur. Eh, dalam sidang awal di PN Jakarta Timur, untuk sementara hakim masih menolak mengabulkan permintaan tersebut. Padahal, rekam medis kan hak klien saya. Itu kan keterangan tentang penyakitnya dia. Masa pasien tak berhak meminta catatan medis atas namanya sendiri, ujarnya. Sebenarnya, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, rekam medis memang dapat dibawa ke meja hijau, sebagai alat bukti dalam proses penegakan hukum. Yang menjadi masalah bisa jadi adalah siapa pemilik rekam medis tersebut. Pasien dan pengacaranya cenderung berpendapat bahwa mereka berhak mendapatkan rekam medis tersebut. Rekam medis itu sejatinya bersifat rahasia. Prinsip itu pula yang dianut pengelola rumah sakit selama ini, sehingga mereka cenderung menolak permintaan atas rekaman medis. Sikap demikian bisa jadi dipengaruhi Peraturan Menteri Kesehatan No. 749A/Menkes/Per/XII/1989 Tahun 1989 tentang Rekam Medik/Medical Records. Pasal 11 Permenkes 1989 ini menegaskan begini: Rekam medik merupakan berkas yang wajib dijaga kerahasiaannya. Para dokter dan pengelola rumah sakit tampaknya perlu mengubah paradigma. Permenkes 1989 tadi ternyata sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sejak 12 Maret lalu. Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari sudah menerbitkan aturan baru yang lebih fleksibel, yakni Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008. Beleid baru ini merupakan peraturan pelaksanaan dari pasal 47 ayat (3) Undang-Undang Praktek Kedokteran. Permenkes 2008 tak lagi memuat rumusan norma yang bisa ditafsirkan rekam medis bersifat rahasia selamanya. Namun, pihak rumah sakit wajib menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan rekam medis. Lalu, yang wajib membuat rekam medis adalah dokter atau dokter gigi. Karena itulah maka dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tetap tidak bisa mengelak dari tanggung jawab atas catatan atau coret-coretan di atas berkas rekam medis. Dibanding aturan 1989, Permenkes 2008 memuat rumusan yang lebih detail, terutama mengenai isi rekam medis. Aturan baru menjabarkan apa saja isi rekam medis yang harus dibuat dokter dan sangat tergantung pada jenis pasiennya, apakah pasien rawat jalan, rawat inap dan perawatan satu hari, pasien gawat darurat, atau pasien dalam keadaan bencana. Batas waktu penyimpanan rekam medis selama lima tahun pun dijabarkan lebih tegas. Setelah batas waktu lima tahun terlampaui, maka rekam medis dapat dimusnahkan. Kecuali ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik. Dokumen yang disebut terakhir wajib disimpan minimal 10 tahun terhitung sejak tanggal dibuatnya ringkasan tersebut. Dapat dibuka dan dipakai Meskipun tetap ada kewajiban bagi dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola dan pimpinan rumah sakit untuk menjaga kerahasiaan rekam medis, kewajiban tersebut ada batasnya. Yang wajib dijaga kerahasiaannya adalah informasi

Transcript of Bahan2 Tesis

Page 1: Bahan2 Tesis

Untuk tulisan

Kerahasiaan Rekam Medis tidak Bersifat Mutlak[Senin, 02 June 2008]Peraturan baru yang diterbitkan Menteri Kesehatan lebih rinci dan mengatur isi isi rekam medis berdasarkan jenis perawatan pasien.Virza Roy Hizzal masih memendam kecewa. Saat dihubungi via telepon Jum'at (30/5) pagi, advokat dari Virza, Ramadhan Lubis & Partners itu tidak habis pikir bagaimana mungkin permintaan kleinnya tidak dikabulkan hakim PN Jakarta Timur. Dokter Salman, klien yang dimaksud Virza, meminta rekam medis dari Rumah Sakit Omni Medical Center. Di tempat inilah Salman selama ini berobat. Pihak rumah sakit enggan memenuhi permintaan itu, sehingga Salman memutuskan menggugat ke PN Jakarta Timur.

Eh, dalam sidang awal di PN Jakarta Timur, untuk sementara hakim masih menolak mengabulkan permintaan tersebut. Padahal, rekam medis kan hak klien saya. Itu kan keterangan tentang penyakitnya dia. Masa pasien tak berhak meminta catatan medis atas namanya sendiri, ujarnya.

Sebenarnya, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, rekam medis memang dapat dibawa ke meja hijau, sebagai alat bukti dalam proses penegakan hukum. Yang menjadi masalah bisa jadi adalah siapa pemilik rekam medis tersebut. Pasien dan pengacaranya cenderung berpendapat bahwa mereka berhak mendapatkan rekam medis tersebut.

Rekam medis itu sejatinya bersifat rahasia. Prinsip itu pula yang dianut pengelola rumah sakit selama ini, sehingga mereka cenderung menolak permintaan atas rekaman medis. Sikap demikian bisa jadi dipengaruhi Peraturan Menteri Kesehatan No. 749A/Menkes/Per/XII/1989 Tahun 1989 tentang Rekam Medik/Medical Records. Pasal 11 Permenkes 1989 ini menegaskan begini: Rekam medik merupakan berkas yang wajib dijaga kerahasiaannya.

Para dokter dan pengelola rumah sakit tampaknya perlu mengubah paradigma. Permenkes 1989 tadi ternyata sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sejak 12 Maret lalu. Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari sudah menerbitkan aturan baru yang lebih fleksibel, yakni Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008. Beleid baru ini merupakan peraturan pelaksanaan dari pasal 47 ayat (3) Undang-Undang Praktek Kedokteran.

Permenkes 2008 tak lagi memuat rumusan norma yang bisa ditafsirkan rekam medis bersifat rahasia selamanya. Namun, pihak rumah sakit wajib menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan rekam medis. Lalu, yang wajib membuat rekam medis adalah dokter atau dokter gigi. Karena itulah maka dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tetap tidak bisa mengelak dari tanggung jawab atas catatan atau coret-coretan di atas berkas rekam medis.

Dibanding aturan 1989, Permenkes 2008 memuat rumusan yang lebih detail, terutama mengenai isi rekam medis. Aturan baru menjabarkan apa saja isi rekam medis yang harus dibuat dokter dan sangat tergantung pada jenis pasiennya, apakah pasien rawat jalan, rawat inap dan perawatan satu hari, pasien gawat darurat, atau pasien dalam keadaan bencana.

Batas waktu penyimpanan rekam medis selama lima tahun pun dijabarkan lebih tegas. Setelah batas waktu lima tahun terlampaui, maka rekam medis dapat dimusnahkan. Kecuali ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik. Dokumen yang disebut terakhir wajib disimpan minimal 10 tahun terhitung sejak tanggal dibuatnya ringkasan tersebut.

Dapat dibuka dan dipakaiMeskipun tetap ada kewajiban bagi dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola dan pimpinan rumah sakit untuk menjaga kerahasiaan rekam medis, kewajiban tersebut ada batasnya. Yang wajib dijaga kerahasiaannya adalah informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan.

Seperti dikatakan Virza, informasi-informasi tersebut bisa dibuka atas permintaan pasien sendiri, atau demi kepentingan kesehatan pasien. Permenkes 2008 juga membenarkan alasan demikian. Selain itu, informasi tadi bisa dibuka atas permintaan aparat penegakan hukum asalkan mendapatkan perintah dari pengadilan. Bisa juga karena permintaan instansi/lembaga lain, dan untuk kepentingan penelitian, pendidikan atau audit medis.

Kalau pasien berhak meminta informasi tersebut, lalu siapa pemilik rekam medis? Mengenai hal ini, Permenkes 2008 tak berbeda dengan Permenkes 1989. Berkas rekam medis adalah milik sarana pelayanan kesehatan, sedangkan yang menjadi milik pasien hanya isi rekam medis. Isi rekam medis

Page 2: Bahan2 Tesis

dimaksud pun hanya dalam bentuk ringkasan. Ringkasan tadi, sesuai pasal 12 ayat (4) Permenkes 2008, bisa diberikan, dicatat, atau dibuatkan salinannya oleh pasien atau orang yang diberi kuasa olehnya.

Menurut Permenkes 2008, pemanfaatan rekam medis dapat dipakai untuk lima tujuan. Pertama, pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien. Kedua, alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin atau etika kedokteran. Ketiga, keperluan pendidikan dan penelitian. Keempat, dasar pembayar biaya pelayanan kesehatan. Kelima, untuk keperluan data statistik kesehatan.  

REKAM MEDIS

ABSTRAK

-Sebagai pelaksana Pasal 47 ayat (3) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, perlu mengatur kembali penyelenggaraan Rekam Medis dengan Peraturan Menteri Kesehatan.

- Dasar hukum dari Peraturan ini adalah :

UU No. 23 Tahun 1992; UU No. 29 Tahun 2004; UU No. 32 Tahun 2004; UU No. 8 Tahun 2005; PP No. 10 Tahun 1996; PP No. 32 Tahun 1996; PP No. 38 Tahun 2007; PERMENKES No. 920 Tahun 1986; PERMENKES No. 159b Tahun 1988; PERMENKES No. 1575 Tahun 2005.

- Dalam Peraturan Menteri ini ditetapkan :

1. Dalam ketentuan umum yang dimaksud dengan : Rekam Medis; Dokter; Dokter Gigi; Sarana Pelayanan Kesehatan; Pasien; Catatan; Dokumen; Organisasi Profesi.

2. Rekam Medis harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara elektronik.3. Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam

medis.4. Rekam medis pasien rawat inap di rumah sakit wajib disimpan sekurang-kurangnya untuk

jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung dari tanggal berakhir pasien berobat atau dipulangkan.5. Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan.6. Isi rekam medis merupakan milik pasien.7. Pengelolaan rekam medis dilaksanakan sesuai dengan organisasi dan tata kerja sarana

pelayanan kesehatan.8. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan organisasi

profesi terkait melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan peraturan ini sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.

9. Dokter, dokter gigi dan sarana pelayanan kesehatan harus menyesuaikan dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan ini paling lambat 1 (satu) tahun sejak tanggal ditetapkan.

 CATATAN :

- Permenkes No. 749a Tahun 1989 dinyatakan tidak berlaku lagi.

- Permenkes ini berlaku sejak tanggal 12 Maret 2008.

KEDOKTERAN – TINDAKAN – PERSETUJUAN

ABSTRAK :

- Sebagai pelaksanaan Pasal 45 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, perlu mengatur kembali persetujuan Tindakan Medik dengan Peraturan Menteri Kesehatan.

-  Dasar hukum dari Peraturan ini adalah :

Page 3: Bahan2 Tesis

UU No. 23 Tahun 1992; UU No. 29 Tahun 2004; PP No. 10 Tahun 1996; PP No. 32 Tahun 1996; PERMENKES No. 920 Tahun 1986; PERMENKES No. 159b Tahun 1988; KEPMENKES No. 191 Tahun 2001; PERMENKES No. 1575 Tahun 2005; PERMENKES No. 1295 Tahun 2007.

- Dalam Peraturan Menteri ini ditetapkan :

1. Dalam ketentuan umum yang dimaksud dengan : Persetujuan tindakan kedokteran; Keluarga terdekat; Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi; Tindakan invasif; Tindakan kedokteran yang mengandung resiko tinggi; Dokter dan dokter gigi; Pasien yang kompeten.

2. Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan.3. Persetujuan diberikan oleh pasien yang kompeten atau keluarga terdekat.4. Tindakan penghentian/penundaan bantuan hidup (with drawing/ withholding life support) pada pasien harus

mendapat persetujuan keluarga terdekat pasien.5. Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh pasien dan/atau keluarga terdekatnya setelah

menerima penjelasan tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan.6. Pelaksanaan tindakan kedokteran yang telah mendapat persetujuan menjadi tanggung jawab dokter atau

dokter gigi yang melakukan tindakan kedokteran.7. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan

pengawasan dengan melibatkan organisasi profesi terkait sesuai tugas dan fungsi masing-masing.

CATATAN :

- Permenkes No. 585 Tahun 1989 dinyatakan tidak berlaku lagi.

- Permenkes ini berlaku sejak tanggal 26 Maret 2008.

ASPEK HUKUM REKAM MEDIS By: Raden Sanjoyo – D3 Rekam Medis FMIPA Universitas Gadjah Mada

Status hukum dan peraturan tentang catatan kesehatan harus dijaga oleh institusi pelayanan kesehatan. Istitusi kesehatan tidak memiliki hukum atau peraturan pemerintah pusat. Institusi pelayanan kesehatan harus menyimpan catatan mengenai kesehatan karena hukum atau peraturan tersebut penting sebagai kepedulian pasien dan dokumen yang syah.

Status hukum minimum berisi tentang alamat pasien. Selain itu juga harus berisi tentang identitas data, ramalan penyakit, sejarah keluarga, tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, laporan konsultasi, laporan laboratorium, prosedur operasi, laporan khusus, waktu tindakan, catatan perkembangan pasien, laporan asuhan perawatan, terapi, ringkasan pasien masuk, catatan untuk menentukan diagnosis akhir, komplikasi, pemeriksaan prosedur, dan tanda tangan kehadiran dokter.

Sebagai tambahan terhadap peraturan status, terdapat peraturan dan hukum pemerintah pusat dalam keadaan tertentu. Institusi kesehatan yang menggunakan peraturan atau hukum untuk masalah pembayaran harus melalui peraturan pemerintah pusat untuk memelihara catatan kesehatan tersebut. Hukum pemerintah pusat juga ada untuk fasilitas kesehatan dengan menggunakan alkohol atau obat keras untuk program perawatan.

Aspek hukum: 1. Mempunyai nilai hukum 2. Isinya menyangkut mesalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan dalam

rangka usaha menegakkan hukum serta penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakkan keadilan

Rekam medis yang bermutu adalah: 1. Akurat, menggambarkan proses dan hasil akhir pelayanan yang diukur secara benar 2. Lengkap, mencakup seluruh kekhususan pasien dan sistem yang dibutuhkan dalam analisis

hasil ukuran 3. Terpercaya, dapat digunakan dalam berbagai kepentingan 4. Valid atau sah sesuai dengan gambaran proses atau produk hasil akhir yang diukur

Page 4: Bahan2 Tesis

5. Tepat waktu, dikaitkan dengan episode pelayanan yang terjadi 6. Dapat digunakan untuk kajian, analis, dan pengambilan keputusan 7. Seragam, batasan sebutan tentang elemen data yang dibakukan dan konsisten

penggunaaannya di dalam maupun di luar organisasi 8. Dapat dibandingkan dengan standar yang disepakati diterapkan 9. Terjamin kerahasiaannya 10. Mudah diperoleh melalui sistem komunikasi antar yang berwenang.

Beberapa kewajiban pokok yang menyangkut isi rekam medis berkaitan dengan aspek hukum adalah: 1. Segala gejala atau peristiwa yang ditemukan harus dicatat secara akurat dan langsung 2. Setiap tindakan yang dilakukan tetapi tidak ditulis, secara yuridis dianggap tidak dilakukan 3. Rekam medis harus berisikan fakta dan penilaian klinis 4. Setiap tindakan yang dilakukan terhadap pasien harus dicatat dan dibubuhi paraf 5. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca (juga oleh orang lain)

a. Kesalahan yang diperbuat oleh tenaga kesehatan lain karena salah baca dapat berakibat fatal.

b. Tulisan yang tidak bisa dibaca, dapat menjadi bumerang bagi si penulis, apabila rekam medis ini sampai ke pangadilan.

6. Jangan menulis tulisan yang bersifat menuduh atau mengkritik teman sejawat atau tenaga kesehatan yang lainnya.

7. Jika salah menulis, coretlah dengan satu garis dan diparaf, sehingga yang dicoret masih bisa dibaca.

8. Jangan melakukan penghapusan, menutup dengan tip-ex atau mencorat-coret sehingga tidak bisa dibaca ulang

9. Bila melakukan koreksi di komputer, diberi space untuk perbaikan tanpa menghapus isi yang salah. 10. Jangan merubah catatan rekam medis dengan cara apapun karena bisa dikenai pasal

penipuan.

A. Kegunaan rekam medis 1. Sebagai alat komunikasi antar tenaga kesehatan 2. Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan atau perawatan 3. Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan, perkembangan penyakit dan

pengobatan selama pasien dirawat. 4. Sebagai bahan untuk analisa, penelitian, dan evaluasi terhadap kualitas pelayanan 5. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit dan tenaga kesehatan 6. Menyediakan data untuk penelitian dan pendidikan 7. Sebagai dasar dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medis 8. Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, dipertanggungjawabkan dan

laporan.

B. Kepemilikan rekam medis. 1. Milik rumah sakit atau tenaga kesehatan:

a. Sebagai penaggungjawab integritas dan kesinambungan pelayanan. b. Sebagai tanda bukti rumah sakit terhadap segala upaya dalam penyembuhan pasien c. Rumah sakit memegang berkas rekam medis asli.

Direktur RS bertanggungjawab atas: a. Hilangnya, rusak, atau pemalsuan rekam medis b. Penggunaan oleh badan atau orang yang tidak berhak

2. Milik pasien, pasien memiliki hak legal maupun moral atas isi rekam medis. Rekam medis adalah milik pasien yang harus dijaga kerahasiaannya.

Page 5: Bahan2 Tesis

3. “Milik umum”, pihak ketiga boleh memiliki (asuransi, pengadilan, dsb)

Semua informasi yang terkandung dalam rekam medis adalah rahasia oleh karena itu, pemaparan isi rekam medis harus seijin pasien, kecuali:

1. Keperluan hukum 2. Rujukan ke pelayanan lain untuk kepentingan pasien/keluarganya. 3. Evaluasi pelayanan di institusi sendiri 4. Riset/edukasi 5. Kontrak badan atau organisasi pelayanan.

C. Nilai informasi yang terdapat dalam rekam medis 1. Informasi yang mengandung nilai kerahasiaan

Laporan/catatan yang terdapat dalam berkas rekam medis sebagai hasil pemeriksaan , pengobatan, observasi, atau wawancara dengan pasien. Tidak boleh disebarluaskan kepada pihak-pihak yang tidak berwenang karena menyangkut individu langsung si pasien. Pemberitahuan kepada pasien.keluarga pasien harus oleh dokter yang merawat.

2. Informasi yang tidak mengandung nilai kerahasiaan Identitas pasien: nama, alamat. Untuk kasus-kasus tertentu tidak boleh disebarluaskan (untuk ketenangan dan keamanan rumah sakit) a. orang terpandang/pejabat b. atas permintaan pasien c. buronan

D. Sumber-sumber yang mengikat: 1. Peraturan pemerintah No. 10 Tahun 1966 Tanggal 21 Mei 1966 mengenai Wajib Simpan

Rahasia Kedokteran Bila ada diantara petugas RS membocorkan rahasia pasien dapat dikenakan sanksi antara lain:

KUHP 1365 sampai dengan 1367: barang siapa yang sengaja membuka suatu rahasia yang ia wajib menyimpannya oleh karena jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dulu, dihukum dengan hukuman selama-lamanya 9 bulan atau denda sebanyak-banyaknya enam ratus rupiah uang lama.

E. Rekam Medis melindungi 3 unsur Rekam medis dapat membantu melindungi minat hukum (legal interest) pasien, rumah

sakit, dan dokter serta staff rumah sakit bila ketiga belah pihak melengkapi kewajibannya masing-masing terhadap berkas rekam medis.

Dasar hukum rekam medis di Indonesia. 1. Peraturan pemerintah No. 10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran. 2. Peraturan pemerintah No. 32 Tahun 1996 tentang Tenga Kesehatan 3. Keputusan menteri kesehatan No. 034 / Birhub / 1972 tentang Perencanaan dan

Pemeliharaan Rumah Sakit di mana rumah sakit diwajibkan: a. Mempunyai dan merawat statistik yang up to date. b. Membina rekam medis yang berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan.

4. Peraturan menteri kesehatan No. 749a / Menkes / Per / xii / 89 tentang Rekam Medis

F. Persetujuan Pasien Pasien memiliki hak untuk memperoleh atau menolak pengobatan

Page 6: Bahan2 Tesis

Jenis-jenis persetujuan: 1. Ijin langsung (express consent): pasien atau wali segera menyetujui usulan pengobatan

yang ditawarkan dokter atau pihak RS (bisa lisan atau tertulis) 2. Ijin secara tidak langsung (implied consent): tindakan pengobatan dilakukan dalam

keadaan darurat yang dilakukan untuk menyelamatkan jiwa pasien 3. Persetujuan khusus (informed consent): pasien wajib mencantumkan pernyataan bahwa kepadanya telah diberikan penjelasan suatu informasi terhadap apa yang akan dilakukan oleh tim medis terhadap pasien. Pada informed consent, pasien sendiri yang harus menandatangani persetujuan kecuali pasien tersebut tidak mampu atau mempengaruhi fungsi seksual atau reproduksi (suami/istri).

Untuk menjaga kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul maka sebaiknya rumah sakit melakukan dua kali pengambilan persetujuan (apabila ternyata kemudian ada tindakan khusus) yaitu saat pasien akan dirawat dengan dilakukan Penandatangan dilakukan setelah pasien mendapat penjelasan dari petugas penerima di tempat pendaftaran. Penandatanganan persetujuan disini adalah untuk memberikan persetujuan dalam pelaksanaan prosedur diagnostik, pelayanan rumah sakit dan pengobatan medis. Yang kedua adalah persetujuan khusus (informed consent). Penandatanganan persetujuan ini dilakukan sebelum tindakan medis diluar prosedur di atas, misalnya pembedahan.

G. Standar informasi dalam Berkas Rekam Medis Rekam medis terdiri dari dua bagain, yaitu identitas dan pemeriksaan klinik. Pemeriksaan klinik mengisahkan secara kronologis kegiatan pelayanan medis yang diterima pasien selama berada di rumah sakit. Rekam medis akan berguna nilainya bagi unsur administratif, hukum, keuangan, riset, edukasi, dan pendokumentasian, apabila memenuhi unsur akreditasi, yaitu rekam medis memiliki: 1. Identitas dan formulir persetujuan-persetujuan, 2. Riwayat penyakit pasien secara lengkap, 3. Laporan pemeriksaan fisik 4. Instruksi diagnostik dan teraupetik dengan tanda tangan dan nama terang tenaga kesehatan

yang berwenang. Intruksi per telepon dapat diterima oleh perawat dan dicatat tetapi dalam waktu 24 jam instruksi tersebut harus segera ditandatangani oleh dokter yang bertanggungjawab.

5. Observasi, segala laporan observasi termasuk laporan konsultasi. 6. Laporan tindakan dan penemuan, termasuk yang berasal dari penunjang medik, yaitu

laboratorium, radiologi, laporan operasi serta tanda tangan pasien, dokter, dan sebagainya. Untuk laporan operasi harus memuat informasi lengkap mengenai penemuan, cara operasi, benda yang dikeluarkan dan diagnosis pasca bedah.

Rekam medis digunakan sebagai pedoman atau perlindungan hukum yang mengikat karena di dalamnya terdapat segala catatan tentang tindakan, pelayanan, terapi, waktu terapi, tanda tangan dokter yang merawat, tanda tangan pasien yang bersangkutan, dan lain-lain. Dengan kata lain, rekam medis dapat memberikan gambaran tentang standar mutu pelayanan yang dibarikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan maupun oleh tenaga kasehatan yang berwenang. Berkas rekam medis juga menyediakan data untuk membantu melindungi kepentingan hukum pasien, dokter dan penyedia fasilitas pelayanan kesehatan. Catatan ini juga menyediakan data yang dapat melindungi kepentingan hukum pasien dalam kasus-kasus kompensasi pekerja, kecelakaan pribadi atau malpraktek.

Ezwandra

Page 7: Bahan2 Tesis

ASPEK HUKUM REKAM MEDIS

Salah satu tujuan dibentuknya Undang-Undang Praktek Kedokteran adalah untuk memberikan kepastian

hukum (rechtszekeheid) dan perlindungan hukum bagi masyarakat penerima pelayanan kesehatan

maupun bagi dokter dan dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan, juga dalam rangka meningkatkan,

mengarahkan dan memberi landasan hukum serta menata kembali berbagai perangkat hukum yang

mengatur penyelenggaraan praktik kedokteran agar dapat berjalan sesuai dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi.

Salah satu aspek hukum yang datur dalam UUPK tersebut adalah tentang pelaksanaan rekam medis,

Permasalahandan kendala utama dalam pelaksanaan rekam medic adalah dokter atau dokter gigi tidak

menayadaari sepenuhnya manfaat dan kegunaan rekam medis, baik pada sarana pelayanan kesehatan

maupun paraktek perorangan, akibatnya rekam medic tiadk dibuat secara lengkap, tidak tepat waktu,

bahkan ada yg tidak membuat rekam medic sama sekali.

Salah satu funsi rekam medis adalah sebagai alat bukti tertulis utama, sehingga sangat bermanfaat

dalam penyelesaian masalah hokum.rekam medic merupakan komponen yang penting dalam

menjalankan praktek atau pelayanan kesehatan, tapi bangai mana dengan teman-teman sejawat yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan baik yg bersifat institusi maupun perorangan….apakah rekam

medic sudah dibuat sesuai aturan yg telah ditetapkan?? Jawaban nya kembali kepada individu masing2,

namun disini saya kan coba menjelaskan sedikit tentang medical record (rekam medic)

Pengertian rekam medic adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien,

pemeriksaan, pengobatan,tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien

Rekam medis yang bermutu adalah:

1. Akurat, menggambarkan proses dan hasil akhir pelayanan yang diukur secara benar

2. Lengkap, mencakup seluruh kekhususan pasien dan sistem yang dibutuhkan dalam analisis hasil

ukuran

3. Terpercaya, dapat digunakan dalam berbagai kepentingan

4. Valid atau sah sesuai dengan gambaran proses atau produk hasil akhir yang diukur \

5. Tepat waktu, dikaitkan dengan episode pelayanan yang terjadi

6. Dapat digunakan untuk kajian, analis, dan pengambilan keputusan

7. Seragam, batasan sebutan tentang elemen data yang dibakukan dan konsisten penggunaaannya di

dalam maupun di luar organisasi

8. Dapat dibandingkan dengan standar yang disepakati diterapkan

9. Terjamin kerahasiaannya

10. Mudah diperoleh melalui sistem komunikasi antar yang berwenang.

Beberapa kewajiban pokok yang menyangkut isi rekam medis berkaitan dengan aspek hukum adalah:

1. Segala gejala atau peristiwa yang ditemukan harus dicatat secara akurat dan langsung

2. Setiap tindakan yang dilakukan tetapi tidak ditulis, secara yuridis hukum dianggap tidak dilakukan

3. Rekam medis harus berisikan fakta dan penilaian klinis

4. Setiap tindakan yang dilakukan terhadap pasien harus dicatat dan dibubuhi paraf

5. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca (juga oleh orang lain)

a. Kesalahan yang diperbuat oleh tenaga kesehatan lain karena salah baca dapat berakibat fatal.

b. Tulisan yang tidak bisa dibaca, dapat menjadi bumerang bagi si penulis, apabila rekam medis ini

sampai ke pangadilan.

6. Jangan menulis tulisan yang bersifat menuduh atau mengkritik teman sejawat atau tenaga kesehatan

yang lainnya.

Page 8: Bahan2 Tesis

7. Jika salah menulis, coretlah dengan satu garis dan diparaf, sehingga yang dicoret masih bisa dibaca.

8. Jangan melakukan penghapusan, menutup dengan tip-ex atau mencorat-coret sehingga tidak bisa

dibaca ulang.

9. Bila melakukan koreksi di komputer, diberi space untuk perbaikan tanpa menghapus isi yang salah.

10. Jangan merubah catatan rekam medis dengan cara apapun karena bisa dikenai pasal penipuan.

Kegunaan rekam medis

1. Sebagai alat komunikasi antar tenaga kesehatan

2. Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan atau perawatan

3. Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan, perkembangan penyakit dan pengobatan

selama pasien dirawat.

4. Sebagai bahan untuk analisa, penelitian, dan evaluasi terhadap kualitas pelayanan

5. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit dan tenaga kesehatan

6. Menyediakan data untuk penelitian dan pendidikan

7. Sebagai dasar dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medis

8. Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, dipertanggungjawabkan dan laporan.

Kepemilikan rekam medis.

1. Milik rumah sakit atau tenaga kesehatan:

a. Sebagai penaggungjawab integritas dan kesinambungan pelayanan.

b.Sebagai tanda bukti rumah sakit terhadap segala upaya dalam penyembuhan pasien

c.Rumah sakit memegang berkas rekam medis asli.

Direktur RS bertanggungjawab atas:

a. Hilangnya, rusak, atau pemalsuan rekam medis

b. Penggunaan oleh badan atau orang yang tidak berhak

2. Milik pasien, pasien memiliki hak legal maupun moral atas isi rekam medis.

Rekam medis adalah milik pasien yang harus dijaga kerahasiaannya.

3. “Milik umum”, pihak ketiga boleh memiliki (asuransi, pengadilan, dsb)

Semua informasi yang terkandung dalam rekam medis adalah rahasia oleh karena itu, pemaparan isi

rekam medis harus seijin pasien, kecuali:

1. Keperluan hukum

2. Rujukan ke pelayanan lain untuk kepentingan pasien/keluarganya.

3. Evaluasi pelayanan di institusi sendiri

4. Riset/edukasi

5. Kontrak badan atau organisasi pelayanan.

Nilai informasi yang terdapat dalam rekam medis

1. Informasi yang mengandung nilai kerahasiaan

Laporan/catatan yang terdapat dalam berkas rekam medis sebagai hasil pemeriksaan , pengobatan,

observasi, atau wawancara dengan pasien. Tidak boleh disebarluaskan kepada pihak-pihak yang

tidak berwenang karena menyangkut individu langsung si pasien. Pemberitahuan kepada

pasien.keluarga pasien harus oleh dokter yang merawat.

2. Informasi yang tidak mengandung nilai kerahasiaan

Identitas pasien: nama, alamat. Untuk kasus-kasus tertentu tidak boleh disebarluaskan

Sumber-sumber yang mengikat pelaksanaan

Page 9: Bahan2 Tesis

1. Peraturan pemerintah No. 10 Tahun 1966 Tanggal 21 Mei 1966, Kode etik kedokteran. UUPK

mengenai Wajib Simpan Rahasia Kedokteran .Bila ada diantara Pelayan kesehatan membocorkan

rahasia pasien dapat dikenakan sanksi antara lain:

KUHP 1365 sampai dengan 1367: barang siapa yang sengaja membuka suatu rahasia yang ia wajib

menyimpannya oleh karena jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dulu,

dihukum dengan hukuman selama-lamanya 9 bulan atau denda sebanyak-banyaknya enam ratus

rupiah uang lama.

Rekam Medis melindungi 3 unsur

Rekam medis dapat melindungi pasien, rumah sakit, dan dokter serta staff rumah sakit bila ketiga

belah pihak melengkapi kewajibannya masing-masing terhadap berkas rekam medis.

Dasar hukum rekam medis di Indonesia.

1. Peraturan pemerintah No. 10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran.

2. Peraturan pemerintah No. 32 Tahun 1996 tentang Tenga Kesehatan

3. Peraturan menteri kesehatan No. 749a / Menkes / Per / xii / 89 tentang Rekam Medis

4. undang-undang praktek kedokteran no 29 thn 2004 pasal 46 ayat 1dan pasal 47

Standar informasi dalam Berkas Rekam Medis .

Rekam medis terdiri dari dua bagain, yaitu identitas dan pemeriksaan klinik. Pemeriksaan klinik

mengisahkan secara kronologis kegiatan pelayanan medis yang diterima pasien selama berada di

rumah sakit.

Rekam medis akan berguna nilainya bagi unsur administratif, hukum, keuangan, riset, edukasi, dan

pendokumentasian, apabila memenuhi unsur akreditasi, yaitu rekam medis memiliki:

1. Identitas dan formulir persetujuan-persetujuan,

2. Riwayat penyakit pasien secara lengkap,

3. Laporan pemeriksaan fisik

4. Instruksi diagnostik dan teraupetik dengan tanda tangan dan nama terang tenaga kesehatan

yang berwenang. Intruksi per telepon dapat diterima oleh perawat dan dicatat tetapi dalam waktu

24 jam instruksi tersebut harus segera ditandatangani oleh dokter yang bertanggungjawab.

5. Observasi, segala laporan observasi termasuk laporan konsultasi.

6. Laporan tindakan dan penemuan, termasuk yang berasal dari penunjang medik, yaitu

laboratorium, radiologi, laporan operasi serta tanda tangan pasien, dokter, dan sebagainya. Untuk

laporan operasi harus memuat informasi lengkap mengenai penemuan, cara operasi, benda yang

dikeluarkan dan diagnosis pasca bedah.

Rekam medis digunakan sebagai pedoman atau perlindungan hukum yang mengikat karena di

dalamnya terdapat segala catatan tentang tindakan, pelayanan, terapi, waktu terapi, tanda tangan

dokter yang merawat, tanda tangan pasien yang bersangkutan, dan lain-lain. Dengan kata lain,

rekam medis dapat memberikan gambaran tentang standar mutu pelayanan yang dibarikan oleh

fasilitas pelayanan kesehatan maupun oleh tenaga kasehatan yang berwenang. Berkas rekam

medis juga menyediakan data untuk membantu melindungi kepentingan hukum pasien, dokter dan

penyedia fasilitas pelayanan kesehatan. Catatan ini juga menyediakan data yang dapat melindungi

kepentingan hukum pasien dalam kasus-kasus kompensasi pekerja, kecelakaan pribadi atau

malpraktek.

Page 10: Bahan2 Tesis

KOMPETENSI PEREKAM MEDIS

www.akasah

Kompetensi Adalah “ pengetahuan (kognitif), sikap dan nilai-nilai (afektif) dan keterampilan

(psikomotorik) yang diwujudkan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak sehingga mampu menghadapai

persoalan yang dihadapi”. (Haryati,2006:2)

Dan perekam medis adalah orang yg mengumpulkan, menyimpan, mengolah, menyampaikan data dan

informasi kegiatan pelayanan kesehatan pasien yg berkualitas tinggi dengan memperhatikan aspek

hukum dan etika profesi untuk menjamin fungsi-fungsi rekam medis dan informasi kesehatan.

Jadi bisa dikatakan kompetensi perkam medis adalah Pengetahuan, Perilaku & Ketrampilan yang harus

dimiliki oleh seorang Perekam Medis Dalam melakukan tugas dan jawabnya di berbagai tatanan

pelayanan kesehatan.

Sedangkan tugas dan tanggung jawab dari perekam medis itu sendiri adalah :

1. Pengelolaan sistem informasi kesehatan

2. Statistik kesehatan

3. Menyajikan data/info kesehatan

4. Analisa kuantitatif & kualitatif

Dengan demikian untuk melaksanakan tugasnya perekam medis harus mempunyai kompetensi yang

terdiri dari kompetensi pokok dan kompetensi penunjang.

Kompetensi pokok dari seorang perekam medis adalah :

1.Klasifikasi Dan Kodefikasi Penyakit, Masalah-Masalah Yang Berkaitan Dengan

Kesehatan Dan Tindakan Medis

2.Aspek Hukum Dan Etika Profesi

3.Manajemen Rekam Medis Dan Informasi Kesehatan

4.Menjaga Mutu Rekam Medis

5.Statistik Kesehatan

Sedangkan kompetensi pendukung dari seorang perekam medis adalah :

1.Manajemen Unit Kerja Rekam Medis Dan Informasi Kesehatan

2.Kemitraan Profesi

penjelasan dari setiap kompetensinya dapat di down load di sini ..

http://kewlshare.com/dl/2bb4b7ab0f2a/

Kompetensi.pdf.htmlRekam Medis Sebagai Alat Bukti Dalam Kasus Malpraktek Ditinjau Dari Hukum Acara Perdata Bibliografi

Author: RENDITYO, ANTONIUS YODI ; Wahjana, Laurentius Boedi (Advisor)Topik: Rekam Medis

Page 11: Bahan2 Tesis

Bahasa: (ID )    Penerbit: FH Unika Atma Jaya     Tempat Terbit: Jakarta    Tahun Terbit: 2008    Jenis: Theses - Undergraduate ThesesFulltext: Antonius Yodi Rendityo's Undergraduate Theses.pdf (453,66KB; 12 download)

Abstrak

Kasus malpratek medis masih banyak terjadi di Indonesia hal tersebut membuat profesi dokter menjadi sorotan dalam kasus malpraktek medis. Masyarakat Indonesia masih awam mengenai malpraktek medis, sehingga penyelesaian pengadilan sampai tahap putusan masih sedikit. Proses pembuktian dalam sidang mempengaruhi hasil putusan Hakim, salah satu alat pembuktian dalam persidang adalah alat bukti surat, alat bukti surat memiliki kekuatan pembuktian tertinggi diantara alat bukti lainnya. Malpraktek medis merupakan bentuk kelalain dokter, aspek hukum dari malpraktek terdiri dari aspek hukum perdata dan aspek hukum pidana. Hubungan dokter dan pasien termasuk dalam perikatan perdata, dokter yang menyalahi perikatan tersebut disebut wanprestasi. Salah satu alat bukti dalam kasus malpraktek medis adalah rekam medis. Tindakan medis dokter terhadap pasien adalah inti dari rekam medis. Isi rekam medis adalah milik pasien sedangkan berkas rekam medis adalah milik rumah sakit. Rekam medis dapat digunakan sebagai alat bukti dalam gugatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Rekam medis yang baik bermanfaat dalam pembuktian malpraktek medis karena rekam medis adalah alat bukti surat, namun rekam medis bukan akta otentik. Rekam medis adalah akta dibawah tangan, sehingga kekuatan suatu rekam medis adalah bebas.

REKAM MEDIS SBG ALAT PEMBUKTIAN DLM PERKARA HUKUM

www.akasahmanajemen.blogspot.com

Kasus Fatuck vs Hillside Hospital, 1975

Pada kasus ini seorang psikiater memberi instruksi kepada perawat untuk mengecek seorang pasien penyakit jiwa setiap 15 menit. Ternyata pasien tersebut melarikan diri dan berhasil bunuh diri. Dalam pembuktian di pengadilan, pada Rekam Medis (yaitu dalam catatan perawatan) tidak dijumpai adanya laporan observasi setiap 15 menit. Majelis hakim menyimpulkan bahwa berdasarkan Rekam Medis dalam kasus ini telah ada bukti kuat adanya kelalaian (prima facie case of negligence).

Dari gambaran kasus di atas menunjukan bahwa rekam medis dapat digunakan sebagai alat bukti dalam

perkara hukum di depan pengadilan, Hal tersebut sesuai dengan Permenkes No. 269/2008 pasal 13

menyebutkan bahwa Rekam Medis memiliki manfaat yaitu:

1. Pemeliharaan kesehatan dan penngobatan pasien

2. alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran dan kedokteran

gigi dalam penegakan etika kedokteran dan etika kedokteran gigi

3. keperluan pendidikan dan penelitian

4. dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan dan

5. data statistik kesehatan

Rekam medis sendiri dapat diartikan sebagai catatan dan dokumen mengenai identitas pasien, hasil

pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lainnya yang diterima pasien pada sarana kesehatan, baik

rawat jalan, rawat inap maupun di UGD .

Rekam medis sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum, bisa digunakan baik yang berkaitan dengan

perkara pidana maupun perdata. Khusus untuk dalam perkara pidana pembuktian tentang terjadinya pidana,

dapat diberikan pada proses pemeriksaan penyidikan sampai di tingkat persidangan. Pemaparan isi rekam medis untuk pembuktian perkara hukum, dapat dilakukan oleh dokter yang merawat baik dengan izin tertulis maupun tanpa izin dari pasien, karena ini berkaitan dengan perkara hukum maka pemaparan dapat dilakukan tanpa izin pasien, untuk yang tanpa izin harus memenuhi syarat dulu seperti dijelaskan Permenkes No. 269 tahun 2008 pasal 11 ayat (2) menyatakan, ”Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat memaparkan isi Rekam Medis, tanpa izin pasien berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Rekam Medis yang digunakan sebagai alat bukti (tanpa meminta keterangan dokter pembuatan rekam medis di depan persidangan) dapat dikategorikan sebagai alat bukti surat, karena sesuai dengan kriteria alat bukti

Page 12: Bahan2 Tesis

surat pada KUHP pasal 187 huruf a, yaitu ”berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang ketarangan itu”

Sedangkan dokter pembuat/yang mengisi rekam medis yang diminta untuk memberi ketarang di persidangan oleh hakim, berdasarkan pasal 186 KUHP dikategorikan sebagai alat bukti keterangan ahli.

Dari penjelasan di atas, secara peraturan, rekam medis dapat digunakan sebagai bahan bukti dalam perkara hukum, tetapi permasalahannya adalah rekam medis seperti apa yang dapat dipakai sebagai alat bukti ?, Apakah asal ada berbentuk rekam medis sudah pasti dapat dipakai sebagai bahan bukti ?

Pada kenyataannya tidak semua rekam medis dapat dijadikan bahan bukti dipengadilan, tetapi harus memenuhi syarat. Menurut J. Guwandi Rekam medis tidak dapat dipakai sebagai alat pertanggungjawaban atau bahan bukti didepan pengadilan, apabila :

<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]--><!--[if !supportLists]-->Tulisannya tidak dapat dibaca (legible) oleh orang lain (hakim,pengacara dan lain-lain)

2. <!--[endif]-->Terdapatnya penghapusan, penambahan, pencoretan yang menutupi tulisan sehingga tidak dapat dibaca lagi

<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Diketahui telah dilakukan penggantian lembaran Rekam Medis

<!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Telah dilakukan perubahan-perubahan pada catatan atau angka-angka

<!--[if !supportLists]-->5. <!--[endif]-->Tidak dicatat apa yang telah dilakukan.

Untuk itu perlu dikelola agar rekam medis dapat memenuhi syarat bukan hanya sebagai bahan bukti dalam

perkara hukum tetapi semua manfaat pada rekam medis dapat digunakan. Rekam medis yang baik atau

bermutu adalah rekam medis yang :

1. Akurat, menggambarkan proses dan hasil akhir pelayanan yang diukur secara benar

2. Lengkap, mencakup seluruh kekhususan pasien dan sistem yang dibutuhkan dalam analisis hasil

ukuran

3. Terpercaya, dapat digunakan dalam berbagai kepentingan

4. Valid atau sah sesuai dengan gambaran proses atau produk hasil akhir yang diukur

5. Tepat waktu, dikaitkan dengan episode pelayanan yang terjadi

6. Dapat digunakan untuk kajian, analis, dan pengambilan keputusan

7. Seragam, batasan sebutan tentang elemen data yang dibakukan dan konsisten penggunaaannya di

dalam maupun di luar organisasi

8. Dapat dibandingkan dengan standar yang disepakati diterapkan

9. Terjamin kerahasiaannya

10. Mudah diperoleh melalui sistem komunikasi antar yang berwenang.

Untuk menghasilkan rekam medis yang berkualitas serta berkaitan dengan sebagai bahan bukti dalam perkara hukum, maka ada menurut Guwandi, ada beberapa kewajiban pokok yang menyangkut isi rekam medis berkaitan dengan aspek hukum adalah:

1. Segala gejala atau peristiwa yang ditemukan harus dicatat secara akurat dan langsung 2. Setiap tindakan yang dilakukan tetapi tidak ditulis, secara yuridis dianggap tidak dilakukan 3. Rekam medis harus berisikan fakta dan penilaian klinis 4. Setiap tindakan yang dilakukan terhadap pasien harus dicatat dan dibubuhi paraf

Page 13: Bahan2 Tesis

5. Jangan menulis tulisan yang bersifat menuduh atau mengkritik teman sejawat atau tenaga kesehatan yang lainnya.

6. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca (juga oleh orang lain)

<!--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Kesalahan yang diperbuat oleh tenaga kesehatan lain karena salah baca dapat berakibat fatal.

<!--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Tulisan yang tidak bisa dibaca, dapat menjadi bumerang bagi si penulis, apabila rekam medis ini sampai ke pangadilan.

7. Jika salah menulis, coretlah dengan satu garis dan diparaf, sehingga yang dicoret masih bisa dibaca.

8. Jangan melakukan penghapusan, menutup dengan tip-ex atau mencoret-coret sehingga tidak bisa

dibaca ulang.

9. Jangan merubah catatan rekam medis dengan cara apapun karena bisa dikenai pasal penipuan.

Dengan demikian setiap sarana pelayanan kesehatan harus dapat membuat dan memelihara rekam medis

yang baik, minimal terhindar dari lima hal yang tidak dapat dijadikan sebagai bukti dipengadilan.

Referensi :

Dirjen Yanmed Depkes RI.1997, Pedoman Pengelolaan Rekam Medis Rumah Sakit Di Indonesia Revisi I. Depkes, Jakarta

Ohoiwutun, Y.A. Triana, 2006, Profesi Dokter dan Visum Et Repertum (Penegakan Hukum dan Permasalahannya), Dioma, Malang

Guwandi, J, Aspek Legal Rekam Medis (sebagai alat pertanggung jawaban di depan hukum/pengadilan), RS Pluit.

Samil, Ratna Suprapti, 1994, Etika Kedokteran Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran

Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No. 269/MENKES/PER/III/2008 Tentang Rekam Medis

Lampiran Surat Keputusan Direktur Jendral Pelayanan Medik No. YM.00.03.2.2.1296 Tahun 1996 Tentang Revisi Pedoman Pengelolaan Rekam Medis Rumah Sakit

Kedudukan Rekam Medis Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam PersidanganPenulis : Jessica Kezia LontohFakultas : HukumProgram Studi : Ilmu HukumIPK : 3.60Pembimbing I : Prof. Dr. Didik E. Purwoleksono, S.H., M.HPembimbing II :

Page 14: Bahan2 Tesis

Abstrak :Pelayanan kesehatan saat ini telah berkembang, perkembangan ini kemudian membawa pada suatukemajuan tekhnologi. Namun dapat dikatakan bahwa perkembangan yang ada kemudian malah menambahkerumitan dalam pelayanan kesehatan. Dari kerumitan ini tak jarang jika kemudian terdapat kesalahanatau kelalaian dalam memberikan pelayanan kesehatan. Pada hakikatnya terhadap segala pelayanankesehatan yang diberikan, terekam dalam sebuah berkas tentangnya. Berkas inilah yang disebut denganrekam medis. Rekam medis adalah bentuk berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitaspasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien(Penjelasan Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran dan Pasal 1 angka (1) PerMenKes Nomor269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis). Kepentingan terhadap rekam medis ini tidaklah hanyapenting di bidang kesehatan saja, namun juga di bidang hukum. Hal ini dikarenakan bahwa salah satu daripemanfaatan rekam medis sebagaimana diatur dalam Pasal 13 PerMenKes Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis adalah sebagai alat bukti. Berhubungan dengan kepentingan inilah lalu pihak-pihak yang terkait di dalamnya ingin memiliki rekam medis ini. Rekam medis pada dasarnya dimiliki oleh pihak pasien dan juga pihak tenaga medis, pihak-pihak yang berkepentingan ini memiliki hak atas kepemilikan rekam medis dalam jenis dan bentuknya masing-masing. Berdasarkan kepemilikannya, para pihak berhak untuk dapat menggunakan rekam medis tersebut sesuai dengan fungsinya, yang salah satunya adalah sebagai bukti hukum di persidangan. Rekam medis dapat dipergunakan sebagai alat bukti di dalam persidangan guna memenuhi syarat yang dicantumkan dalam sistem pembuktian yang dianut oleh KUHAP. Kedudukan rekam medis dalam hal ini adalah berkenaansebagai alat bukti. Di Indonesia, hukum acara pidana telah berkembang sehingga pengaturan mengenaiketentuan-ketentuan yang menyangkut tentang tahapan-tahapan beracara tidaklha terfokus pada ketentuan umum saja (yang dalam hal ini adalah KUHAP). Kedudukan rekam medis sebagai alat bukti yang sah menurut hukum acara pidana yang ada di Indonesia akan ditinjau dari KUHAP, UU Praktik Kedokteran,dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Berkaitan dengan rekam medis sebagai alat bukti yang sah menurut ketentuan dalam KUHAP, maka rekam medis digolongkan sebagai alat bukti surat. Rekam medis ini juga dapat dijadikan untuk bahan untuk keterangan ahli. Ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang juga mengatur mengenai rekam medis yakni UU Praktik Kedokteran (yang diperjelas lagi dalamPermenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis) dan UU Informasi dan Transaksi Elektonik juga mendukung dan menyatakan bahwa rekam medis memiliki kedudukan sebagai alat bukti yang sah menurut hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia.

Page

REKAM MEDIS SBG ALAT BUKTI HUKUM

WWW.muslimpinang.wordpress.com

Latar belakang masalah

Dalam undang-undang praktik kedokteran ditegaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindak dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Lebih lanjut ditegaskan dalam Permenkes no. 269/MENKES/PER/III/2008 pada pasal 13 ayat (1) bahwa rekam medis dapat dimanfaatkan/digunakan sebagai alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran oleh MKDKI, penegakan etika kedokteran dan kedokteran gigi bagi profesi kedokteran. Pada sisi lain dalam pasal 2 ayat (1) Permenkes tersebut ditegaskan bahwa rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap, dan jelas atau secara elektronik dalam penjelasan pasal 46 ayat (3) bahwa penggunaan teknologi informasi elektronik dimungkinkan dalam pencatatan rekam medis. Berdasarkan uraian diatas, ada beberapa permasalahan antara lain apakah pencatatan dengan tertulis dan elektronik sama kekuatan hakumnya? Apakah alat bukti hukum berupa dokumen tercatat/tertulis dan elektronik sama saja kekuatan hukumnya? Apakah perintah undang-undang praktik kedokteran dengan memungkinkan secara elektronik maka rekam medis secara tertulis dapat diabaikan atau tidak diperlukan?

Pembahasan

Apa yang ditegaskan pada pasal 2 ayat (1) Permenkes/PER/III/2008 yang memungkinkan dipilihnya dua cara, yaitu rekam medis ditulis secara lengkap “atau” dengan menggunakan elektronik. Artinya bahwa rekam medis dapat saja memilih salah satu cara tersebut tertulis atau elektronik. Bahwa pilihan ini sebagaimana dikemukakan dalam Permenkes mengandung konsekuensi hukum yang berbeda, yang nantinya akan berakibat kedudukan rekam medis sebagai alat bukti juga terjadi perubahan fundamental dan berakibat hukum yang tidak sama.Bila diamati apa yang diatur dalam kitab Undang-Undang Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata (HIR) tidak ada satu ketegasan mengatur bahwa catatan elektronik ditempatkan sebagai alat bukti utama. HIR pasal 164 menegaskan bahwa alat-alat bukti terdiri dari, bukti dengan surat, bukti dengan saksi, persangkaan-

Page 15: Bahan2 Tesis

persangkaan, pengakuan dan sumpah. Begitu pula dalam Hukum Acara Pidana pasal 184 menegaskan bahwa alat bukti yang sah ialah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.Berdasarkan kedua ketentuan atau peraturan tersebut diatas, tidak satupun yang menempatkan alat bukti elektronik sebagai alat bukti utama. Oleh karena itu, bilamana rekam medis yang tadinya tertulis dalam bentuk dokumen lengkap masuk pada alat bukti utama karena bentuknya sebagai bukti surat pada Hukum Acara Perdata dan bukti surat pada Hukum Acara Pidana. Bila konsekuensi pihak jatuh pada bentuk elektronik, konsekuensinya bahwa kedudukan sebagai alat bukti utama menjadi tidak utama. Konsekuensi inilah akan juga mempengaruhi atas keputusan-keputusan hakim nantinya, karena sebagaimana kita ketahui rekam medis adalah catatan dokumen-dokumen pemeriksaan, pengobatan tindakan dan pelayanan yang nantinya sangat diperlukan atau satu-satunya alat bukti tertulis bagi hakim. Secara yuridis pula dapat dikatakan bahwa undang-undang praktik kedokteran tidak dapat dikatakan mengamanatkan dapatnya menjadi pilihan tertulis atau elektronik, hal ini terlihat pencatatan dimungkinkannya secara elektronik hanya ditempatkan pada penjelasan undang-undang tidak pada batang tubuh undang-undang.

KesimpulanKedudukan rekam medis secara dokumen tertulis sebagai alat bukti dalam hukum, baik dalam hukum acara pidana maupun dalam hukum acara perdata sama-sama menempatkan pada alat bukti utama. Hal ini sejalan dengan undang-undang praktik kedokteran bahwa rekam medis dibuat secara tertulis dalam bentuk dokumen-dokumen, adapun cara-cara elektronik yang dimungkinkan berdasarkan penjelasan undang-undang praktik kedokteran hanya membantu memudahkan secara administrasi, tetapi tidak merubah kedudukan sebagai alat bukti utama.

Daftar Pustaka• Undang undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;• Permenkes nomor 269/Menkes Per/III/2008 tentang Rekam Medis;• Kitab Undang Undan Hukum Acara Pidana;• Kitab Undanmg Undanmg Hukum Acara Perdata (RBG/HIR);• Sukarno Abumert, Perkembangan Hukum Acara perdata, 2001.

Dr. Sabir Alwy,SH.

www.hukor.depkes.co.id

Rekam Medis Sebagai Alat Bukti Hukum

Latar belakang masalah Dalam undang-undang praktik kedokteran ditegaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindak dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Lebih lanjut ditegaskan dalam Permenkes no. 269/MENKES/PER/III/2008 pada pasal 13 ayat (1) bahwa rekam medis dapat dimanfaatkan/digunakan sebagai alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran oleh MKDKI, penegakan etika kedokteran dan kedokteran gigi bagi profesi kedokteran. Pada sisi lain dalam pasal 2 ayat (1) Permenkes tersebut ditegaskan bahwa rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap, dan jelas atau secara elektronik dalam penjelasan pasal 46 ayat (3) bahwa penggunaan teknologi informasi elektronik dimungkinkan dalam pencatatan rekam medis. Berdasarkan uraian diatas, ada beberapa permasalahan antara lain apakah pencatatan dengan tertulis dan elektronik sama kekuatan hakumnya? Apakah alat bukti hukum berupa dokumen tercatat/tertulis dan elektronik sama saja kekuatan hukumnya? Apakah perintah undang-undang praktik kedokteran dengan memungkinkan secara elektronik maka rekam medis secara tertulis dapat diabaikan atau tidak diperlukan?

Pembahasan

Apa yang ditegaskan pada pasal 2 ayat (1) Permenkes/PER/III/2008 yang memungkinkan dipilihnya dua cara, yaitu rekam medis ditulis secara lengkap “atau” dengan menggunakan elektronik. Artinya bahwa rekam medis dapat saja memilih salah satu cara tersebut tertulis atau elektronik. Bahwa pilihan ini sebagaimana dikemukakan dalam Permenkes mengandung konsekuensi hukum yang berbeda, yang nantinya akan berakibat kedudukan rekam medis sebagai alat bukti juga terjadi perubahan fundamental dan berakibat hukum yang tidak sama.Bila diamati apa yang diatur dalam kitab Undang-Undang Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata (HIR) tidak ada satu ketegasan mengatur bahwa catatan elektronik ditempatkan sebagai alat bukti utama. HIR pasal 164 menegaskan bahwa alat-alat bukti terdiri dari, bukti dengan surat, bukti dengan saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan dan sumpah. Begitu pula dalam Hukum Acara Pidana pasal 184 menegaskan bahwa alat bukti yang sah ialah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.Berdasarkan kedua ketentuan atau peraturan tersebut diatas, tidak satupun yang menempatkan alat bukti

Page 16: Bahan2 Tesis

elektronik sebagai alat bukti utama. Oleh karena itu, bilamana rekam medis yang tadinya tertulis dalam bentuk dokumen lengkap masuk pada alat bukti utama karena bentuknya sebagai bukti surat pada Hukum Acara Perdata dan bukti surat pada Hukum Acara Pidana. Bila konsekuensi pihak jatuh pada bentuk elektronik, konsekuensinya bahwa kedudukan sebagai alat bukti utama menjadi tidak utama. Konsekuensi inilah akan juga mempengaruhi atas keputusan-keputusan hakim nantinya, karena sebagaimana kita ketahui rekam medis adalah catatan dokumen-dokumen pemeriksaan, pengobatan tindakan dan pelayanan yang nantinya sangat diperlukan atau satu-satunya alat bukti tertulis bagi hakim. Secara yuridis pula dapat dikatakan bahwa undang-undang praktik kedokteran tidak dapat dikatakan mengamanatkan dapatnya menjadi pilihan tertulis atau elektronik, hal ini terlihat pencatatan dimungkinkannya secara elektronik hanya ditempatkan pada penjelasan undang-undang tidak pada batang tubuh undang-undang.

KesimpulanKedudukan rekam medis secara dokumen tertulis sebagai alat bukti dalam hukum, baik dalam hukum acara pidana maupun dalam hukum acara perdata sama-sama menempatkan pada alat bukti utama. Hal ini sejalan dengan undang-undang praktik kedokteran bahwa rekam medis dibuat secara tertulis dalam bentuk dokumen-dokumen, adapun cara-cara elektronik yang dimungkinkan berdasarkan penjelasan undang-undang praktik kedokteran hanya membantu memudahkan secara administrasi, tetapi tidak merubah kedudukan sebagai alat bukti utama.

Daftar Pustaka• Undang undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;• Permenkes nomor 269/Menkes Per/III/2008 tentang Rekam Medis;• Kitab Undang Undan Hukum Acara Pidana;• Kitab Undanmg Undanmg Hukum Acara Perdata (RBG/HIR);• Sukarno Abumert, Perkembangan Hukum Acara perdata, 2001.

Dr. Sabir Alwy,SH.

KODE ETIK REKAM MEDIK

Rekam Medis dan informasi kesehatan merupakan aspek pe untuk mendukung keberhasilan pembangunan kesehatan.Oleh karena itu pengembangan sistem dan penerapannya di dukung oleh tenaga profesi yang berkualitas,karena informasih Rekam Medik menyangkut kepentingan dan kerahasiaanpribadi pasien.Maka perekam medis perlu merumuskan perilaku profesi dalam mempertanggungjawabkan segala tindakan baik kepada pasien maupun masyarakat luas.

Ada beberapa hal yang menyangkut tentang Kode Etik Perekam Medis adalah.

a.Kewajiban umum.

b.Perbuatan atau tindakan.

c.Peningkatan kpengetahuan dan kemampuan.

d.Kewajiban terhadap profesi.

e.Kewajiban terhadap diri sendiri.

Sebagai perekam medis harus mengutamakan pelayanan daripada kepentingan pribadi dan perekam medis juga wajib menjaga serta menyimpan data rekam medis dan menjunjung tinggi dokrin kerahasiaan data pasien.

Orang yang bekerja sebagai perekam medis harus pengetahuan dan kemampuan yang tinggi di bidang teknologi yang berkaitan dengan perkembangan di bidang Rekam Medis

Dokumen rekam medis ini bersifat sangat rahasia dan juga bisa digunakan dalam proses hukum jika ada kesalahan yang dilakukan oleh pihak Rumah Sakit dll.

Aspek Hukum Rekam Medik di Indonesia Maret 6, 2008Posted by teknosehat in HUKUM KESEHATAN, Rekam Medik. trackback

Page 17: Bahan2 Tesis

Aspek Hukum Rekam Medik di Indonesia

Billy N. <[email protected]>

Dengan semakin berkembangnya dunia kesehatan di Indonesia, rekam medik mempunyai peranan tidak kalah

pentingnya dalam menunjang pelaksanaan Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Rekam medik sangat penting

selain untuk diagnosis, pengobatan juga untuk evaluasi pelayanan kesehatan, peningkatan efisiensi kerja

melalui penurunan mortalitas & motilitas serta perawatan penderita yang lebih sempurna. Rekam medik harus

berisi informasi lengkap perihal proses pelayanan medis di masa lalu, masa kini & perkiraan terjadi di masa

yang akan datang. Kepemilikan rekam medik sering menjadi perdebatan di kalangan kesehatan, karena dokter

beranggapan bahwa mereka berwenang penuh terhadap pasiennya akan tetapi petugas rekam medik

bersikeras mempertahankan berkas rekam medik di lingkungan kerjanya. Di lain pihak, pasien sering memaksa

untuk membawa atau membaca berkas yang memuat riwayat penyakitnya. Hal ini menunjukan bahwa rekam

medik sangat penting. Sebenarnya, milik siapa rekam medik itu?

Rekam medik yang lengkap & cermat adalah syarat mutlak bagi bukti dalam kasus kasus medikolegal. Selain

itu, kegunaan rekam medik dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain:

- Aspek administrasi:

Rekam medik mempunyai arti administrasi karena isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang &

tanggung jawab bagi tenaga kesehatan.

- Aspek medis:

Rekam medik mempunyayi nilai medis karena catatan tersebut dipakai sebagai dasar merencanakan pengobatan & perawatan yang akan diberikan.

- Aspek hukum:

Rekam medik mempunyai nilai hukum karena isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan dalam usaha menegakkan hukum serta bukti untuk menegakkan keadilan.

- Aspek keuangan:

Rekam medik dapat menjadi bahan untuk menetapkan pembayaran biaya pelayanan kesehatan.

- Aspek penelitian:

Rekam medik mempunyai nilai penelitian karena mengandung data atau informasi sebagai aspek penelitian & pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.

- Aspek pendidikan:

Rekam medik mempunyai nilai pendidikan karena menyangkut data informasi tentang perkembangan kronologis pelayanan medik terhadap pasien yang dapat dipelajari.

- Aspek dokumentasi:

Rekam medik mempunyai nilai dekumentasi karena merupakan sumber yang harus didokumentasikan yang dipakai sebagai bahan pertanggungjawaban & laporan.

Rekam medik mempunyai arti sebagai keterangan baik tertulis maupun rekaman tentang indentitas, anamnesis, penentuan fisik, pemeriksaan laboratorium/radiologi, diagnosis, segala pelayanan & tindakan medis yang diberikan kepada pasien baik pelayanan rawat jalan, rawat inap, maupun pelayanan gawat darurat yang diberikan kepada pasien.

Page 18: Bahan2 Tesis

Oleh karena itu rekam medik mempunyai makna yang lebih luas selain kegiatan pencatatan tapi juga sistem penyelenggaraan rekam medik. Penyelenggaraan rekam medik adalah proses yang dimulai pada saat pasien mulai masuk perawatan di saran pelayanan kesehatan, data medik selama pelayanan medis dilanjutkan dengan penanganan berkas rekam medik meliputi penyelenggaran & penyimpanan.

Di dalam sistem hukum Indonesia, dikenal istilah ‘kebendaan’ yang meliputi pengertian:1. Barang (benda bertubuh, benda berwujud) yaitu benda visual, baik bergerak maupun tidak bergerak seperti tanah gedung, hewan, mobil dll.

2.Hak (benda tak bertubuh, benda tak berwujud) yaitu benda non visual seperti piutang, program komputer dll.

Rekam medik menurut Terminologi Hukum Indonesia bisa digolongkan sebagai benda atau barang (benda berwujud). Berkas rekam medik adalah milik sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isinya adalah milik pasien.

Menurut Pasal 47 (1) UU no.29/2004: “Dokumen rekam medik sebagaimanan dimaksud dalam Pasal 46 (1) UU no.29/2004 merupakan milik dokter, dokter gigi atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medik milik pasien.”

Dalam pelaksanaan rekam medik, baik kegiatannya, pencatatan & penyimpanan diatur dalam UU no.29/2004, Permenkes no.269/2008, & standar prosedur yang dibuat sarana pelayanan kesehatan, juga sesuai dengan etika kedokteran Indonesia.

Jadi, jelas bahwa rekam medik tidak boleh keluar dari sarana pelayanan kesehatan.Sedangkan bagi pihak ketiga seperti keluarga, kuasa hukum, asuransi, polisi, perusahaan, & pengadilan bila ingin memiliki rekam medik tidak dapat dengan bebas, tetapi harus melalui prosedur dengan memperlihatkan surat kuasa (tertulis) dari pasien untuk meminta isi rekam medik & pasien betul-betul dalam keadaan sadar mengetahui permintaan itu dengan segala konsekuensi terbukanya rahasia mengenai dirinya, karena isi rekam medik bukan untuk konsumsi masyarakat bebas.

Tetapi apabila pasien telah meninggal dunia, & yang meminta salinan rekam medik adalah kuasa hukum dari

keluarga pasien, maka hal itu tidak boleh diberikan. Hal ini mengingat bahwa pasien yang telah meninggal

tidak dapat mewariskan isi rekam medik kepada keluarganya karena isi rekam medik bukanlah barang yang

dapat diperjualbelikan & diwariskan, di samping adanya sumpah dokter yang harus merahasiakan keadaan

pasien bahkan walaupun pasien itu telah meninggal dunia. Yang harus menjadi patokan adalah surat

persetujuan untuk memberikan informasi (isi rekam medik) yang ditandatangani oleh pasien, selalu diperlukan

untuk setiap pemberian informasi dari rekam medik.

Dapat disimpulkan:

-Dokumen rekam medik adalah milik sarana pelayanan kesehatan- Isi rekam medik adalah milik pasien & dibuat oleh dokter atau dokter gigi yang memberikan pelayanan kepada pasien tersebut

- Rekam medik harus disimpan & dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, & pimpinan serta staf dari sarana pelayanan kesehatan

- Isi rekam medik hanya boleh diketahui oleh pasien atau orang tuanya (dalam hal ini apabila pasien belum dewasa). Pihak lain (termasuk keluarga, kuasa hukum pasien, perusahaan, atau asuransi kesehatan) dapat mengetahui isi rekam medik apabila pasien mengizinkan secara tertulis & sadar akan risiko diketahui rahasia dirinya oleh orang lain.- Bila pasien telah meninggal, maka rekam medik & isinya tidak boleh diberikan kepada siapapun termasuk ahli warisnya.(c)Hukum-Kesehatan.web.id

Rekam Medis (Menurut Permenkes no.269/2008 & UU no.29/2004) Maret 6, 2008Posted by teknosehat in HUKUM KESEHATAN, Rekam Medik. trackback

Page 19: Bahan2 Tesis

Rekam Medis (Menurut Permenkes no.269/2008 & UU no.29/2004)

Dr.Wila Ch. Supriadi, S.H.

Guru Besar Hukum Kesehatan Unika Parahyangan Bandung

Rekam medis adalah berkas berisi catatan dan dokumen tentang pasien yang berisi identitas, pemeriksaan, pengobatan, tindakan medis lain pada sarana pelayanan kesehatan untuk rawat jalan, rawat inap baik dikelola pemerintah maupun swasta.Setiap sarana kesehatan wajib membuat rekam medis, dibuat oleh dokter dan atau tenaga kesehatan lain yang terkait, harus dibuat segera dan dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan, & harus dibubuhi tandatangan yang memberikan pelayanan.

Tata Cara Penyelenggaraan- Pembetulan kesalahan dilakukan pada tulisan yang salah, diberi paraf oleh petugas yang bersangkutan.- Menghapus tulisan dengan cara apa pun juga tidak diperbolehkan- Penyimpanan lima tahun sejak pasien terakhir berobat, setelah lima tahun dapat dimusnahkan, sesuai tata cara pemusnahan ditetapkan oleh dirjen & tata cara pemusnahan arsip yang baku.- Dapat dilakukan penyimpanan khusus dan ditempatkan tersendiri- Rekam medis disimpan oleh petugas khusus yang ditunjuk oleh pempinan sarana kesehatan- Berkas rekam medis milik sarana kesehatan- Isi rekam medis milik pasien- Wajib dijaga kerahasiaannya- Pemaparan isi rekam medis hanya boleh dilakukan dengan izin tertulis dari pasien- Pimpinan sarana kesehatan bertanggungjawab atas kerusakan, kehilangan, pemalsuan, & penyalahgunaan oleh orang/badan yang tidak berhak

Pemanfaatan Rekam Medis

- Dasar pemeliharaan kesehatan pasien

- Bahan pembuktian dalam perkara hukum

- Bahan penelitian & pendidikan

- Dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan

- Bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan

Isi rekam medis:

Rawat jalan: Identitas; anamnese; diagnosis & tindakkan pengobatan

Rawat inap: identitas; anamnese; riwayat penyakit; hasil pemeriksaan laboratorik; diagnosis; persetujuan

tindakan medik; pengobatan; catatan perawat; catatan observasi klinis & hasil pengobatan; resume akhir &

evaluasi pengobatan

Pengorganisasian

- Pengelolaan rekam medis dilaksanakan sesuai dengan tata kerja organisasi sarana kesehatan

- Pimpinan sarana kesehatan wajib membina

- Pengawasan oleh Dirjen

- Sanksi teguran sampai dengan pencabutan izin praktik

Wajib membuat Rekam Medis

- Sengaja tidak membuat rekam medis diancam dengan hukuman penjara maks 1 tahun atau denda 50 juta

- Harus segera dilengkapi segera setelah selesai tindakan medis

- Dibubuhan nama, waktu dan ditandatangani

- Wajib dijaga kerahasiaannya oleh dokter dan sarana kesehatan

Page 20: Bahan2 Tesis

Pelaksanaan di lapangan

- Pasien berhak mendapatkan copy rekam medis

- Dijaga kerahasiaannya, bahkan sampai pasien meninggal dunia. Jika pasien meninggal dunia, maka keluarga

tidak berhak untuk meminta rekam medis

- Untuk kepentingan penelitian, dapat diberikan, namun tanpa identitas

- Apabila sudah menjadi perkara baru dapat diberikan kepada penegak hukum

- Dasar dari pengaduan dan gugatan pasien hanya melalui rekam medis

- Pasien atau pengacara pasien sulit membaca rekam medis, harus dibaca oleh dokter

- Belum tentu dokter lain juga dapat membaca rekam medis dari dokter

- Dokter menggunakan Rekam medis untuk pembuktian kasus yang menimpa dirinya? (rahasia pasien?)

- Rekam medis lengkap dan tidak lengkap ukurannya adalah apabila semua yang ditentukan telah dilakukan.

- Berkas rekam medis hilang, maka yang bertanggungjawab adalah petugas yang menjaga arsip rekam medis,

sanksinya cukup berat, dapat dikatagorikan menghilangkan barang bukti

- Penghapusan rekam medis, dapat dikategorikan sebagai pemalsuan, jadi kalau salah tulis hanya dapat

dibetulkan pada saat itu, dengan cara mencoret yang salah dan dibubuhkan paraf. Sekali ditulis tidak dapat

diperbaiki kemudian

- Pemeriksaan penunjang, selalu diberikan kepada pasien, karena adanya pendapat itu milik pasien. Apabila

dilakukan harus ditulis hasilnya diberikan kepada pasien. Masalah timbul apabila pasien menghilangkan hasil

pemeriksaan tersebut.

Berkas Rekam Medis di Pengadilan

- Rekam medis bukan akta otentik

- Pembuktian di pengadilan, masih memerlukan interpretasi

- Jadi rekam medis dapat digunakan untuk pembuktian, namun masih tetap saja dapat diperdebatkan

- Berguna untuk dokter, sedikit gunanya untuk pasien

Rahasia Kedokteran/rahasia jabatan (Pasal 322 KUHP)

- Hak dokter untuk menolak hadir di pengadilan

- Pengajuan keberatan pada hakim

- Hakim memutuskan ditolak/dikabulkan

Arti Rekam Medis

- Banyak dokter yang tidak menyadari pentingnya rekam medis

- Harus disadari bahwa rekam medis harus dibuat dan tidak membuat rekam medis adalah tindak pidana

kejahatan

- Harus lengkap, sebab dapat digunakan sebagai alat bukti di pengadilan

- Rekam medis yang tidak lengkap akan menyulitkan dokter dalam perkara dengan pasien baik di luar maupun

di dalam pengadilan

- Meskipun yang harus membuktikan pasien, apabila rekam medis tidak lengkap dapat membuka interpretasi

adanya kelalaian yang dilakukan oleh dokter

Page 21: Bahan2 Tesis

- Rekam medis diisi oleh banyak pihak, semua pihak harus menyadari pentingnya rekam medis secara

keseluruhan

- Selain berisi catatan, berkas rekam medis juga terdiri dari hasil pemeriksaan penunjang

- Hasil pemeriksaan penunjang sebaiknya dijadikan satu dengan berkas rekam medis, kecuali diminta dengan

oleh pasien

- Apabila pasien meminta, maka menjadi tanggungjawab pasien, hanya berkas pendapat ahli (interpretasi)

harus disimpan oleh sarana kesehatan

- Berkas rekam medis yang lengkap sangat membantu dokter atau rumah sakit dalam proses pembuktian

perkara baik di luar pengadilan, mau pun di dalam pengadilan, bahkan dapat membuat pasien mengerti akan

semua tindakan medis yang dilakukan oleh dokter

REKAM MEDIS SEBAGAI ALAT BUKTILatar belakang masalah

Dalam undang-undang praktik kedokteran ditegaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindak dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Lebih lanjut ditegaskan dalam Permenkes no. 269/MENKES/PER/III/2008 pada pasal 13 ayat (1) bahwa rekam medis dapat dimanfaatkan/digunakan sebagai alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran oleh MKDKI, penegakan etika kedokteran dan kedokteran gigi bagi profesi kedokteran. Pada sisi lain dalam pasal 2 ayat (1) Permenkes tersebut ditegaskan bahwa rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap, dan jelas atau secara elektronik dalam penjelasan pasal 46 ayat (3) bahwa penggunaan teknologi informasi elektronik dimungkinkan dalam pencatatan rekam medis. Berdasarkan uraian diatas, ada beberapa permasalahan antara lain apakah pencatatan dengan tertulis dan elektronik sama kekuatan hakumnya? Apakah alat bukti hukum berupa dokumen tercatat/tertulis dan elektronik sama saja kekuatan hukumnya? Apakah perintah undang-undang praktik kedokteran dengan memungkinkan secara elektronik maka rekam medis secara tertulis dapat diabaikan atau tidak diperlukan?

PembahasanApa yang ditegaskan pada pasal 2 ayat (1) Permenkes/PER/III/2008 yang memungkinkan dipilihnya dua cara, yaitu rekam medis ditulis secara lengkap “atau” dengan menggunakan elektronik. Artinya bahwa rekam medis dapat saja memilih salah satu cara tersebut tertulis atau elektronik. Bahwa pilihan ini sebagaimana dikemukakan dalam Permenkes mengandung konsekuensi hukum yang berbeda, yang nantinya akan berakibat kedudukan rekam medis sebagai alat bukti juga terjadi perubahan fundamental dan berakibat hukum yang tidak sama. Bila diamati apa yang diatur dalam kitab Undang-Undang Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata (HIR) tidak ada satu ketegasan mengatur bahwa catatan elektronik ditempatkan sebagai alat bukti utama. HIR pasal 164 menegaskan bahwa alat-alat bukti terdiri dari, bukti dengan surat, bukti dengan saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan dan sumpah. Begitu pula dalam Hukum Acara Pidana pasal 184 menegaskan bahwa alat bukti yang sah ialah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Berdasarkan kedua ketentuan atau peraturan tersebut diatas, tidak satupun yang menempatkan alat bukti elektronik sebagai alat bukti utama. Oleh karena itu, bilamana rekam medis yang tadinya tertulis dalam bentuk dokumen lengkap masuk pada alat bukti utama karena bentuknya sebagai bukti surat pada Hukum Acara Perdata dan bukti surat pada Hukum Acara Pidana. Bila konsekuensi pihak jatuh pada bentuk elektronik, konsekuensinya bahwa kedudukan sebagai alat bukti utama menjadi tidak utama. Konsekuensi inilah akan juga mempengaruhi atas keputusan-keputusan hakim nantinya, karena sebagaimana kita ketahui rekam medis adalah catatan dokumen-dokumen pemeriksaan, pengobatan tindakan dan pelayanan yang nantinya sangat diperlukan atau satu-satunya alat bukti tertulis bagi hakim. Secara yuridis pula dapat dikatakan bahwa undang-undang praktik kedokteran tidak dapat dikatakan mengamanatkan dapatnya menjadi pilihan tertulis atau elektronik, hal ini terlihat pencatatan dimungkinkannya secara elektronik hanya ditempatkan pada penjelasan undang-undang tidak pada batang tubuh undang-undang.

KesimpulanKedudukan rekam medis secara dokumen tertulis sebagai alat bukti dalam hukum, baik dalam hukum acara pidana maupun dalam hukum acara perdata sama-sama menempatkan pada alat bukti utama. Hal ini sejalan dengan undang-undang praktik kedokteran bahwa rekam medis dibuat secara tertulis dalam bentuk dokumen-dokumen, adapun cara-cara elektronik yang dimungkinkan berdasarkan penjelasan undang-undang praktik kedokteran hanya membantu memudahkan secara administrasi, tetapi tidak merubah kedudukan sebagai alat bukti utama.

Page 22: Bahan2 Tesis

DaftarPustaka• Undang undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;• Permenkes nomor 269/Menkes Per/III/2008 tentang Rekam Medis;• Kitab Undang Undan Hukum Acara Pidana;• Kitab Undanmg Undanmg Hukum Acara Perdata (RBG/HIR);• Sukarno Abumert, Perkembangan Hukum Acara perdata, 2001.

REKAMMEDISPasal 461. Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedoktcran wajib membuat rekam medis.2. Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.3. Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.

Pasal 471. Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien.2. Rekarm medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.3. Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Sumber: UU RI No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

REKAM MEDIS

Rekam Medis Kesehatan menurut Lampiran SK PB IDI No 315/PB/A.4/88 adalah rekaman dalam bentuk tulisan atau gambaran aktivitas pelayanan yang diberikan oleh pemberi pelayanan medis / kesehatan kepada seorang pasien.Isinya adalah:a. Kumpulan bukti bukti dalam bentuk berkas catatan dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya, hasil pemeriksaan laboratorium, gejala gejala yang timbul. Singkatnya mengenai segala sesuatu yang telah dilakukan di RS selama pasien dirawat, termasuk Informed Consent yang sudah dibubuhi tanda tangan yang dilekatkan pada berkas Rekam Medis tersebut.b. Kegunaan dari Rekam Medis merupakan 'flash back' tentang apa apa saja yang dilakukan selama pasien dirawat di RS tersebut.

Kegunaan Rekam Medis menurut Pasal 70 Permenkes No 749 tahun 1989 adalah:1. Berkas Rekam Medis milik sarana pelayanan kesehatan.2. Isi Rekam Medis milik RS, pasien hanya mendapat fotocopi resume.

Pasal 11 : Rekam Medis wajib dijaga kerahasiaannya.Pasal 12 : Pemaparan isi Rekam Medis hanya boleh dilakukan oleh dokter yang merawat dengan izin dari pasien.

Isi Rekam Medis:1. Data Pribadi

Nama, nomor KTP, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan, alamat sekarang, keluarga terdekat, pekerjaan, nama dokter dan keterangan yang diperlukan untuk identifikasi lainnya

2. Data FinansialNama / alamat majikan / perusahaan, perusahaan asuransi yang menanggung, tipe asuransi, nomor polis, dsb.

3. Data SosialKewarganegaraan / kebangsaan, hubungan keluarga, agama, penghidupan, kegiatan masyarakat dan data data lain mengenai kedudukan sosial pasien.

4. Data MedisMerupakan rekam klinis dari pasien, rekaman pengobatan yang berkesinambungan yang diberikan kepada pasien selama ia dirawat di RS. Data data ini memuat hasil hasil pemeriksaan fisik, riwayat penyakit, pengobatan yang diberikan, laporan kemajuan pengobatan, instruksi dokter, laporan lab klinik, laporan laporan konsultasi, anestesi, operasi, formulir Informed Consent, catatan perawat dan laporan / catatan lain yang terjadi dan dibuat selama pasien dirawat.

Kegunaan Rekam Medis menurut Permenkes No 749 tahun 1989 adalah sebagai:

Page 23: Bahan2 Tesis

a. Atas dasar apa pasien dirawat dan adakah monitor dan evaluasi pengobatan selama dalam perawatan.b. Data data rekam medis dapat dipakai sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum.c. Data data tersebut kemudian dapat dipakai untuk keperluan penelitian dan pendidikan.d. Data data tersebut dapat dipakai sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan.e. Serta sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.

Semua catatan tulisan dalam Rekam Medis harus dapat dibaca dan lengkap, harus otentik dan diberi tanggal dan waktu, langsung oleh orang yang bertanggung jawab untuk memberi instruksi, memberi atau mengevaluasi pelayanan yang diberikan ( identifikasi dengan nama dan disiplin ilmu, tanda tangan, inisial tertulis atau pemasukan pakai komputer ). Dalam hal dokter memberi instruksi via telepon untuk suatu tindakan medis, harus diterima oleh perawat senior, perawat tersebut harus membaca ulang perintah tersebut dan mencatatnya di rekam medik pasien. Dalam waktu paling lama 24 jam dokter yang memberi perintah harus menandatangani catatan perintah tersebut.

Semua catatan data harus mendokumentasikan:1. Bukti dari pemeriksaan fisik, termasuk riwayat kesehatan dan dilakukan tidak lebih lama dari 7 hari sebelum masuk rawat atau dalam jangka waktu 48 jam sesudah masuk rumah sakit.2. Diagnosa masuk rawat.3. Hasil dari evaluasi konsultasi pasien dan temuan yang cocok dengan staf klinik danstaf lainnya dalam merawat pasien.4. Dokumentasi komplikasi, infeksi yang timbul di rumah sakit dan reaksi tidak cocok dengan obat dan anestesi.5. Dijalankan dengan tepat formulir Informed Consent untuk prosedur dan tindakan yang ditentukan oleh staf medis, atau Hukum Federal atau Hukum Negara, apabila cocok, untuk memperoleh persetujuan.

Semua instruksi dokter, catatan perawat, laporan dari tindakan, data medikasi, rodiologi dan hasil laboratorium, serta tanda tanda vital dan informasi lain yang diperlukan untuk memonitor keadaan pasien, harus di dokumentasikan dalam Rekam Medis, termasuk catatan pemulangan pasien dengan hasil masuk rawat, catatan kasus dan catatan pemberian perawatan follow up. Tidak lupa cantumkan diagnosis akhir/Ringkasan Pulang dengan melengkapi Rekam Medis dalam waktu 30 hari sesudah pemulangan pasien.

Dalam hal terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada Rekam Medis, dapat dilakukan pembetulan.Pembetulan hanya dapat dilakukan dengan cara pencoretan tanpa penghapusan catatan yang dibetulkan dan dibubuhi paraf dokter., dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang bersangkutan. ( Pasal 5 Ayat 5 dan 6 Permenkes No 269 / Menkes / PER / III / 2008.

Sayangnya UU Praktik Kedokteran tidak menyebutkan sampai kapan Rekam Medis ini harus disimpan dalam arsip seorang dokter atau dokter gigi, apalagi penyimpanan arsip seringkali memerlukan penangan khusus yang tidak sesederhana seperti yang kita bayangkan. Tetapi dalam Permenkes No269/ Menkes / Per / III / 2008 Pasal 8 dicantumkan Rekam Medis pasien rawat inap RS wajib disimpan sekurang kurangnya untuk 5 tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat atau dipulangkan. Sesudah jangka waktu 5 tahun dilampaui, Rekam Medis tersebut dapat dimusnahkan kecuali Ringkasan Pulang dan Informed Consent, yang masih harus disimpan untuk jangka waktu 10 tahun, terhitung tanggal dibuatnya ringkasan tersebut.Rekam Medis pada sarana pelayanan kesehatan non RS wajib disimpan sekurang kurangnya untuk jangka waktu 2 tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien tersebut berobat.

Sumber: Buku Quo Vadis Kliniko Mediko Legal Indonesia dan Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia

_________________

PERNYATAAN IDI TENTANG REKAM MEDIS

1. Rekam medis / kesehatan adalah rekaman dalam bentuk tulisan atau gambaran aktivitas pelayanan yang diberikan oleh pemberi pelayanan medis / kesehatan kepada seorang pasien.

2. Rekam medis / kesehatan meliputi identitas lengkap pasien, catatan tentang penyakit ( diagnosis, terapi dan pengamatan perjalanan penyakit ), catatan dari pihak ketiga, hasil pemeriksaan laboratorium, foto rontgen, pemeriksaan USG, dan lain lainnya serta resume.

3. Rekam medis / kesehatan harus dibuat segera dan dilengkapi seluruhnya paling lambat 48 jam setelah pasien pulang atau meninggal.

Page 24: Bahan2 Tesis

4. Perintah dokter melalui telepon untuk suatu tindakan medis, harus diterima oleh perawat senior. Perawat senior yang bersangkutan harus membaca ulang catatannya tentang perintah tersebut dan dokter yang bersangkutan mendengarkan pembacaan ulang itu dengan seksama serta mengoreksi bila ada kesalahan.Dalam waktu paling lambat 24 jam, dokter yang memberi perintah harus menandatangani catatan perintah itu.

5. Perubahan terhadap rekam medis / kesehatan harus dilakukan dalam lembaran khusus yang harus dijadikan satu dengan dokumen rekam medis kesehatan lainnya.

6. Rekam medis / kesehatan harus ada untuk mempertahankan kualitas pelayanan profesional yang tinggi, untuk melengkapi kebutuhan informasi locum tennens, untuk kepentingan dokter pengganti yang meneruskan perawatan pasien, untuk referensi masa datang, serta diperlukan karena adanya hak untuk melihat dari pasien.

7. Berdasarkan butir 6 diatas, rekam medis / kesehatan wajib ada di RS, Puskesmas atau balai kesehatan dan praktik dokter pribadi atau praktik berkelompok.

8. Berkas rekam medis / kesehatan adalah milik RS, fasilitas kesehatan lainnya atau dokter praktik pribadi / praktik berkelompok.Oleh karena itu, rekam medis / kesehatan hanya boleh disimpan oleh RS, fasilitas kesehatan lainnya dan praktik pribadi / praktik berkelompok.

9 Pasien adalah pemilik kandungan isi rekam medis / kesehatan yang bersangkutan, maka dalam hal pasien tersebut menginginkannya, dokter yang merawatnya harus mengutarakannya, baik secara lisan maupun secara tertulis.

10 Pemaparan isi kandungan rekam medis / kesehatan hanya boleh dilakukan oleh dokter yang bertanggung jawab dalam perawatan pasien yang bersangkutan. Dan hal ini hanya boleh dilakukan untuk:( 1 ) Pasien yang bersangkutan.( 2 ) Atau kepada konsulen.( 3 ) Atau untuk kepentingan pengadilan.Untuk RS permintaan pemaparan ini untuk kepentingan pengadilan harus ditujukan kepada Kepala RS.

11. Lama penyimpanan berkas rekam medis / kesehatan adalah lima tahun dari tanggal terakhir pasien berobat atau dirawat, dan selama lima tahun itu pasien yang bersangkutan tidak berkunjung lagi untuk berobat. Lama penyimpanan berkas rekam medis / kesehatan yang berkaitan dengan hal hal yang bersifat khusus dapat ditetapkan lain.

12. Setelah batas waktu tersebut pada butir 11, berkas rekam medis / kesehatan dapat dimusnahkan.

13. Rekam medis / kesehatan adalah berkas yang perlu dirahasiakan.Oleh karena itu, sifat kerahasiaan ini perlu selalu dijaga oleh setiap petugas yang ikut menangani rekam medis / kesehatan.

Sumber: Lampiran SK PB IDI No.315/PB/A.4/88

10 August 2006 Hak Pasien Terhadap Informasi Kesehatan Mereka *)

Oleh : Rano I S

Apa saja hak pasien terhadap berkas rekam medis mereka berkaitan dengan informasi kesehatan yang terkandung didalamnya ?. The Medical Records Institute merumuskan hak-hak pasien tersebut seperti berikut ini :

1. Hak privasi – pasien memiliki hak untuk menjaga kerahasiaan informasi kesehatan mereka. Informasi yang terkandung dalam berkas rekam medis harus dijaga kerahasiaan dan keamanannya. Penggunaan rekam medis berbasis komputer / elektronik selayaknya harus lebih terjaga kerahasiaan dan keamanannya dibandingkan dengan rekam medis berbasis kertas.

2. Hak untuk mengakses / melihat informasi kesehatan pribadi Meskipun perdebatan tentang kepemilikan rekam medis masih sering diperdebatkan, namun secara umum telah mulai disepakati bahwa pihak provider (rumah sakit, klinik, dll) berhak atas kepemilikan rekam medis secara fisik. Fisik atau media rekam medis ini dapat berupa lembaran berkas atau media penyimpanan di komputer. Isi /

Page 25: Bahan2 Tesis

kandungan informasi dari rekam medis dimiliki secara bersama oleh pihak provider dan pasien. Beberapa provider mungkin belum siap untuk mengijinkan pasiennya melihat / mengakses berkas rekam medisnya atau melayani permintaan fotokopi untuk itu. Namun secara umum, pihak provider akan melayani kebutuhan hak pasien ini. Jadi, pasien berhak melihat, mengakses, atau meminta fotokopi / salinan dari berkas rekam medis mereka. Tentu saja hal ini akan berkaitan dengan konsekuensi adanya biaya penggantian fotokopi dan pengelolaannya. Hak untuk memasukkan / menambahkan catatan dalam rekam medis Pelaksanaan hak ini tentu melalui prosedur dan alur yang telah ditentukan oleh pihak provider, misalnya melalui unit atau komite yang bersangkutan. Pasien memiliki hak untuk menambahkan catatan atau menambahkan penjelasan kedalam berkas rekam medis mereka.

3. Hak untuk tidak mencantumkan identitas (anonim) Hak ini berlaku apabila pasien tersebut membayar sendiri biaya pelayanan kesehatannya (tidak melalui penjaminan atau asuransi). Dalam hal ini pasien berhak untuk menutup / menjaga informasi dirinya selama pelayanan kesehatan (termasuk juga rencana kesehatannya). Beberapa informasi hanya boleh dibuka untuk kepada dokter atau pihak tertentu saja dengan pernyataan tertulis dan spesifik dari pasien yang bersangkutan.

4. Hak untuk mendapatkan riwayat kehidupan medis yang baru Beberapa pasien akan merasa terperangkap dalam diagnosis medis tertentu atau catatan tertentu dalam rekam medis mereka, misalnya saja pasien kesehatan mental. Pasien memiliki hak untuk memulai kehidupan medis yang baru dengan mulai membuat rekam medis yang baru.

_________________Don't ask what Iluni-FK'83 can do for you.Ask what you can do for Iluni-FK'83 !

ASPEK HUKUM REKAM MEDIS

Rekam Medis adalah:1. Kompendium ( ikhtisar ) yang berisi informasi tentang keadaan pasien selama dalam perawatan penyakitnya atau selama dalam pemeliharaan kesehatannya ( Waters & Murphy ).2.Rekam medis / kesehatan adalah rekaman dalam bentuk tulisan atau gambaran aktivitas pelayanan yang diberikan oleh pemberi pelayanan medis / kesehatan kepada seorang pasien. ( I D I ).3. Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang ¡dentitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telan diberikan kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan. ( Permenkes No.749.a/Menkes/Per/XII/1989 Pasal 1 a ).4. Berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. ( Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran ).

Jika dilihat bahwa Rekam Medis dibuat oleh dan utamanya untuk menunjang kepentingan health care provider, maka tentunya berkas tersebut milik health care provider, walaupun pasien juga dapat ikut memanfaatkannya. Pemikiran tersebut sesuai dengan Pasal 10 ayat (1) Permenkes No 749.a tahun 1989 dan dikuatkan dalam UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Pasien dapat memiliki isi Rekam Medis tetapi hanya berupa salinan setelah melalui proses pengajuan

Page 26: Bahan2 Tesis

tertulis kepada pihak pelayanan kesehatan. Pengajuan tertulis ini tidak ditafsirkan sebagai hal untuk mempersulit pasien, akan tetapi ini merupakan prosedur yang harus ditempuh, sebagai bukti kelak bahwa telah terjadi transaksi atas kepemilikan Rekam Medis dengan segala konsekuensinya, termasuk kerahasiaan medik sudah tidak menjadi tanggung jawab sepenuhnya petugas dan atau sarana pelayanan kesehatan.Semakin lengkap suatu Rekam Medis semakin baik itikad seorang petugas dalam merawat pasien dan semakin kuat dalam kedudukan hukum dari petugas itu sendiri.

Sumber: Hukum Kesehatan Pengantar Menuju Perawat Profesional, Ns.Ta'adi, S.Kep, M.HKes

Hak Pasien Terhadap Informasi Kesehatan Mereka *)

Oleh : Rano I S

Apa saja hak pasien terhadap berkas rekam medis mereka berkaitan dengan informasi kesehatan yang terkandung didalamnya ?. The Medical Records Institute merumuskan hak-hak pasien tersebut seperti berikut ini :

1. Hak privasi – pasien memiliki hak untuk menjaga kerahasiaan informasi kesehatan mereka. Informasi yang terkandung dalam berkas rekam medis harus dijaga kerahasiaan dan keamanannya. Penggunaan rekam medis berbasis komputer / elektronik selayaknya harus lebih terjaga kerahasiaan dan keamanannya dibandingkan dengan rekam medis berbasis kertas.

2. Hak untuk mengakses / melihat informasi kesehatan pribadi Meskipun perdebatan tentang kepemilikan rekam medis masih sering diperdebatkan, namun secara umum telah mulai disepakati bahwa pihak provider (rumah sakit, klinik, dll) berhak atas kepemilikan rekam medis

secara fisik. Fisik atau media rekam medis ini dapat berupa lembaran berkas atau media penyimpanan di komputer. Isi / kandungan informasi dari rekam medis dimiliki secara bersama oleh pihak provider dan pasien. Beberapa provider mungkin belum siap untuk mengijinkan pasiennya melihat / mengakses berkas rekam medisnya atau melayani permintaan fotokopi

untuk itu. Namun secara umum, pihak provider akan melayani kebutuhan hak pasien ini. Jadi, pasien berhak melihat, mengakses, atau meminta fotokopi / salinan dari berkas rekam medis mereka. Tentu saja hal ini akan berkaitan dengan konsekuensi adanya biaya penggantian fotokopi dan pengelolaannya. Hak untuk memasukkan / menambahkan catatan dalam rekam medis Pelaksanaan hak ini tentu melalui prosedur dan alur yang telah ditentukan oleh pihak provider, misalnya melalui unit atau komite yang bersangkutan. Pasien memiliki hak untuk menambahkan catatan atau menambahkan penjelasan kedalam berkas rekam medis mereka.

3. Hak untuk tidak mencantumkan identitas (anonim) Hak ini berlaku apabila pasien tersebut membayar sendiri biaya pelayanan kesehatannya (tidak melalui penjaminan atau asuransi). Dalam hal ini pasien berhak untuk menutup / menjaga informasi dirinya selama pelayanan kesehatan (termasuk juga rencana kesehatannya). Beberapa informasi hanya boleh dibuka untuk kepada dokter atau pihak tertentu saja dengan pernyataan tertulis dan spesifik dari pasien yang bersangkutan.

4. Hak untuk mendapatkan riwayat kehidupan medis yang baru Beberapa pasien akan merasa terperangkap dalam diagnosis medis tertentu atau catatan tertentu dalam rekam medis mereka, misalnya saja pasien kesehatan mental. Pasien memiliki hak untuk memulai kehidupan medis yang baru dengan mulai membuat rekam medis yang baru.

Subject: Re: REKAM MEDIS    Fri May 07, 2010 9:38 pm

REKAM MEDIS ( MEDICAL RECORD )

Dahulu masalah rekam medis tidak begitu diperhatikan. Pencatatan medis di tempat praktik dokter dengan menggunakan Kartu Pasien, atau catatan di rumah sakit yang dahulu dipakai dan dinamakan 'Status", sudah biasa dilakukan, namun belum sampai menimbulkan persoalan hukum. Lagipula kepentingannya tidak begitu dirasakan, karena tuntutan yang dilakukan terhadap dokter atau rumah sakit dapat dikatakan di Indonesia hampir tidak ada. Pada waktu itu penyimpanan

Page 27: Bahan2 Tesis

Status pasien belum serapih sekarang, dengan penomoran yang dapat dicari kembali.

Namun situasi dan kondisi kini sudah berubah, pesatnya perkembangan sains dan teknologi, persentase pertambahan penduduk yang kian berlipat ganda, gejala materialisme dan hedonisme, kesemuanya ini mempengaruhi cara berpikir masyarakat, termasuk pasien dan juga dokternya. Hal ini memberikan dampaknya pula terhadap hubungan dokter-pasien, yang dahulu bersifat paternalistik, kini berubah menjadi impersonal. Hubungan terapeutik antara dokter-pasien mengalami erosi, sehingga kini pasien tak segan segan untuk menuntut dokternya karena ada dugaan bahwa dokter itu telah berbuat kelalaian.

Dewasa ini hukumpun harus turut mengatur bidang yang tadinya tidak tersentuh ini, yaitu bidang medis, Diantara produk Hukum Medis yang sudah diterbitkan adalah antara lain mengenai Medical Records yang diterjemahkan dengan Rekam Medis sebagaimana diatur didalam Peraturan Menteri Kesehatan No 749a tahun 1989.Secara yuridis, sejak berlakunya Permenkes tersebut maka pelaksanaan Rekam Medis dengan membuat catatan catatan data pasien sudah merupakan suatu keharusan, sudah menjadi kewajiban hukum. Dengan banyaknya perusahaan asuransi di bidang kesehatan, masuknya wisatawan asing, investasi warga asing di INdonesia, bertambah pula hubungan internasional, Akreditasi dan Quality Assurance, maka sebaiknya dari sekarang profesi kedokteran sudah membiasakan diri untuk membuat catatan catatan data medis pasien dengan lengkap.

Hal ini disebabkan karena suatu Rekam Medis yang teratur, rapih dan dibuat secara kronologis dengan baik dan lengkap, akan merupakan bukti yang kuat di pengadilan. Catatan di dalam Rekam Medis harus pula jelas tulisannya dan dapat dibaca kembali oleh orang lain. Tanpa dipenuhinya syarat syarat ini, maka sebuah rumah sakit akan sukar mengadakan pembelaan dirinya didepan pengadilan dalam suatu gugatan malpraktek medis.Selain itu suatu Rekam Medis yang tak terbaca memberikan bukti buruk kepada Pengadilan, dan dapat melemahkan pembelaan rumah sakit dan dokternya.

Suatu Rekam Medis yang baik memungkinkan rumah sakit untuk mengadakan rekonstruksi yang baik mengenai pemberian pelayanan kepada pasien serta memberikan gambaran untuk dinilai, apakah perawatan dan pengobatan yang diberikan dapat diterima atau tidak dalam situasi dan keadaan demikian.Medical Record harus diisi dengan segera dan secara langsung pada saat dilakukan tindakan dan pada pemberian instruksi oleh dokter. Atau oleh perawat pada saat dilakukan observasi setelah timbul suatu gejala atau suatu perubahan, dan sewaktu melakukan tindakan. Jika hal ini tidak ditaati, bisa terkena tuntutan kelalaian.

Rekam Medis yang lengkap memuat 4 macam data data seperti:1. Data PribadiNama, nomor KTP, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan, alamat sekarang, keluarga terdekat, pekerjaan, nama dokter dan keterangan yang diperlukan untuk identifikasi lainnya

2. Data FinansialNama / alamat majikan / perusahaan, perusahaan asuransi yang menanggung, tipe asuransi, nomor polis, dsb.

3. Data SosialKewarganegaraan / kebangsaan, hubungan keluarga, agama, penghidupan, kegiatan masyarakat dan data data lain mengenai kedudukan sosial pasien.

4. Data MedisMerupakan rekam klinis dari pasien, rekaman pengobatan yang berkesinambungan yang diberikan kepada pasien selama ia dirawat di RS. Data data ini memuat hasil hasil pemeriksaan fisik, riwayat penyakit, pengobatan yang diberikan, laporan kemajuan pengobatan, instruksi dokter, laporan lab klinik, laporan laporan konsultasi, anestesi, operasi, formulir Informed Consent, catatan perawat dan laporan / catatan lain yang terjadi dan dibuat selama pasien dirawat.

Rekam Medis sebenarnya sangat berguna untuk dipergunakan memenuhi beberapa keperluan, antara lain:- Dasar pemeliharaan dan pengobatan pasien.- Bahan pembuktian dalam perkara hukum.- Bahan untuk keperluan penelitian dan pendidikan.- Dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan.- Bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.

Rumah sakit harus mempunyai bagian pelayanan Rekam Medis yang bertanggung jawab terhadap rekam medis, Suatu rekam medis harus dibuat untuk setiap orang yang diperiksa atau diobati di rumah sakit, baik rawat inap maupun rawat jalan. Organisasi Rekam Medis harus sesuai dengan luas dan kompleksnya pelayanan yang diberikan. Rumah sakit harus memakai karyawan yang adekuat untuk menjamin kelengkapan, dan pencarian kembali dari catatan tersebut.Rekam Medis harus ditulis dengan akurat, segera dilengkapi, dengan baik di isi dan disimpan dan dapat dicari dan diambil kembali.

Page 28: Bahan2 Tesis

Rekam Medis harus disimpan dalam keadaan asli atau secara legal dapat diproduksikan kembali, untuk jangka waktu paling sedikit selama 5 tahun.Rumah sakit harus mempunyai sistim pengkodean dan indeks untuk Rekam Medis. Sistim itu harus memungkinkan untuk dengan cepat dapat dicari kembali berdasarkan diagnosis dan prosedur, sehingga memungkinkan menunjang evaluasi penelitian.Rumah sakit harus mempunyai prosedur untuk menjamin kerahasiaan data pasien. Informasi atau pengkopian dari Rekam Medis hanya dapat dilakukan oleh orang orang yang berwenang, dan rumah sakit harus menjaga sehingga orang orang yang tidak berwenang tidak mempunyai akses kepada atau mengubah data pasien. Rekam Medis asli harus wajib dibuka oleh rumah sakit hanya berdasarkan hukum federal, perintah pengadilan atau dengan surat perintah dari petugas pengadilan. Rekam Medis harus memuat informasi untuk justifikasi masuk rawat dan penerusan perawatannya di rumah sakit, menunjang diagnosis, dan menguraikan kemajuan pasien dan respons terhadap pengobatan dan pelayanan. Semua catatan tulisan harus dapat dibaca dan lengkap, dan harus otentik dan diberi tanggal langsung oleh orang yang bertanggung jawab untuk memberi instruksi ( diidentifikasi dengan nama dan disiplin ), memberi atau mengevaluasi pelayanan yang diberikan. Penulis catatan harus ada identifikasinya dan harus sah dengan penulisannya.

Identifikasi harus termasuk tanda tangan, inisial, tertulis atau pemasukan pakai komputer. Semua catatan data harus mengdokumentasikan sebagai berikut:1. Bukti dari pemeriksaan fisik, termasuk riwayat kesehatan, dan dilakukan tidak lebih lama dari 7 hari sebelum masuk rawat dan atau dalam jangka waktu 48 jam sesudah masuk rumah sakit.2. Diagnosis masuk rawat.3. Hasil dari evaluasi konsultasi pasien dan temuan yang cocok dengan staf klinik dan staf lainnya dalam merawat pasien.4. Dokumentasi dari komplikasi, infeksi yang timbul di rumah sakit dan reaksi tidak cocok dengan obat dan anestesi.5. Dijalankan dengan tepat formulir Informed Consent untuk prosedur dan tindakan yang ditentukan oleh staf medis, atau hukum federal, atau hukum negara, apabila cocok, untuk memperoleh persetujuan pasien tertulis.6. Semua instruksi dokter, catatan perawat, laporan dari tindakan, data medisasi, radiologi, dan hasil laboratorium, dan tanda tanda vital dan informasi lain yang diperlukan untuk memonitor keadaan pasien.7. Catatan pemulangan pasien dengan hasil masuk rawat, catatan kasus dan catatan pemberian perawatan follow-up.8. Diagnosis akhir dengan melengkapi Rekam Medis dalam jangka waktu 30 hari sesudah pemulangan pasien.

Berkas Rekam Medis merupakan kumpulan bukti bukti dalam bentuk berkas catatan dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya, hasil laboratorium, gejala gejala yang timbul, singkatnya mengenai segala sesuatu yang telah dilakukan di rumah sakit selama pasien dirawat. Termasuk bukti persetujuan pasien dalam bentuk formulir Informed Consent yang sudah dibubuhi tandatangan dan yang dilekatkan pada berkas Rekam Medis tersebut. Berkas Rekam Medis yang dipelihara dan dilakukan dengan baik, niscaya akan bisa memberi gambaran balik ( flash back ) tentang apa apa saja yang telah dilakukan selama pasien dirawat di rumah sakit itu.Berkas Rekam Medis adalah milik rumah sakit yang tidak boleh dibawa keluar rumah sakit oleh siapun, termasuk dokter dan pasiennya sendiri juga.Pasien dapat meminta fotokopinya dan membayar biayanya. Berkas asli harus tetap ada di rumah sakit. Jika ada pihak ketiga misalnya asuransi minta data data pasien kepada rumah sakit atau dokternya, maka hal ini hanya boleh diberikan dengan adanya Surat Persetujuan tertulis dari pasien.

Sumber:- Buku Informed Consent J.Guwandi S.H- Buku Rahasia Medis J.Guwandi S.H

Perlu Diungkap Hak dan Kewajiban Pasien

AKHIR-akhir ini banyak dibicarakan di media massa masalah dunia kedokteran yang dihubungkan dengan hukum. Bidang kedokteran yang dahulu dianggap profesi mulia, seakan-akan sulit tersentuh oleh orang awam, kini mulai dimasuki unsur hukum. Gejala ini tampak menjalar ke mana-mana, baik di dunia Barat yang memeloporinya maupun Indonesia. Hal ini terjadi karena kebutuhan yang mendesak akan adanya perlindungan untuk pasien maupun dokternya. Salah satu tujuan dari hukum atau peraturan atau deklarasi atau kode etik kesehatan atau apapun namanya, adalah untuk melindungi kepentingan pasien di samping mengembangkan kualitas profesi dokter atau tenaga kesehatan. Keserasian antara kepentingan pasien dan kepentingan tenaga kesehatan, merupakan salah satu penunjang keberhasilan pembangunan sistem kesehatan. Oleh karena itu

Page 29: Bahan2 Tesis

perlindungan hukum terhadap kepentingan-kepentingan itu harus diutamakan.

Di satu pihak pasien menaruh kepercayaan terhadap kemampuan profesional tenaga kesehatan. Di lain pihak karena adanya kepercayaan tersebut seyogianya tenaga kesehatan memberikan pelayanan kesehatan menurut standar profesi dan berpegang teguh pada kerahasiaan profesi.Kedudukan dokter yang selama ini dianggap lebih "tinggi" dari pasien disebabkan keawaman pasien terhadap profesi kedokteran. Dengan semakin berkembangnya masyarakat hubungan tersebut secara perlahan-lahan mengalami perubahan. Kepercayaan kepada dokter secara pribadi berubah menjadi kepercayaan terhadap keampuhan ilmu kedokteran dan teknologi. Agar dapat menanggulangi masalah secara proporsional dan mencegah apa yang dinamakan malpraktek di bidang kedokteran, perlu diungkap hak dan kewajiban pasien. Pengetahuan tentang hak dan kewajiban pasien diharapkan akan meningkatkan kualitas sikap dan tindakan yang cermat dan hati-hati dari tenaga kedokteran

"Informed consent"Mengenai informed consent (persetujuan) masih diperlukan pengaturan hukum lebih lengkap. Karena tidak hanya untuk melindungi pasien dari kesewenangan dokter, tetapi juga diperlukan untuk melindungi dokter dari kesewenangan pasien yang melanggar batas-batas hukum dan perundang-undangan (malpraktek).Di Indonesia terdapat ketentuan informed consent yang diatur antara lain pada Peraturan Pemerintah No 18 tahun 1981 dan Surat Keputusan PB IDI No 319/PB/A4/88. Pernyataan IDI tentang informed consent tersebut adalah:

1. Manusia dewasa sehat jasmani dan rohani berhak sepenuhnya menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter tidak berhak melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan kemauan pasien, walaupun untuk kepentingan pasien sendiri.

2. Semua tindakan medis (diagnotik, terapeutik maupun paliatif) memerlukan informed consent secara lisan maupun tertulis.

3. Setiap tindakan medis yang mempunyai risiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis yang ditandatangani pasien, setelah sebelumnya pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta risikonya.4. Untuk tindakan yang tidak termasuk dalam butir 3, hanya dibutuhkan persetujuan lisan atau sikap diam.

5. Informasi tentang tindakan medis harus diberikan kepada pasien, baik diminta maupun tidak diminta oleh pasien. Menahan informasi tidak boleh, kecuali bila dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien. Dalam hal ini dokter dapat memberikan informasi kepada keluarga terdekat pasien. Dalam memberi informasi kepada keluarga terdekat dengan pasien, kehadiran seorang perawat/paramedik lain sebagai saksi adalah penting.

6. Isi informasi mencakup keuntungan dan kerugian tindakan medis yang direncanakan, baik diagnostik, terapeutik maupun paliatif. Informasi biasanya diberikan secara lisan, tetapi dapat pula secara tertulis (berkaitan dengan informed consent).

Oleh: Dr. Teddy Hidayat Sp.Kj.