bahan Rokok (1)
-
Upload
oktaviana-sari-dewi -
Category
Documents
-
view
17 -
download
1
Transcript of bahan Rokok (1)
Indonesia Mengadvokasi: STOP ROKOK!
Penulis : Abdurrahman Hadi
Editor : Enggar Sari KW
Rokok dan “Dosa-Dosa”nya
Asap rokok mengandung lebih dari 4.000 jenis senyawa kimia, 60 diantaranya bersifat
karsinogenik. Tidak ada kadar paparan minimal dalam asap rokok yang “aman”. Asap rokok
tak dapat dipungkiri telah menjadi salah satu sumber pencemaran udara dan mengganggu
kesehatan lingkungan. Asap dari ujung rokok yang terbakar disebut asap rokok sampingan
(side stream smoke) bahayanya 3 kali lebih dari asap rokok yang dihisap perokok.
Lima puluh tujuh persen rumah tangga di Indonesia mempunyai sedikitnya satu
perokok, dan hampir semua perokok (91,8 %) merokok di rumah. Seseorang bukan perokok
yang menikah dengan perokok mempunyai risiko kanker paru sebesar 20-30 %, dan
mempunyai risiko terkena penyakit jantung. Global Youth Tobacco Survey (GYTS) Indonesia
tahun 2006 melaporkan, 64,2% anak sekolah terpapar asap rokok. Sebanyak 37,3% pelajar
merokok, dan 3 diantara 10 pelajar pertama kali merokok sebelum berusia 10 tahun (30,9%).
Grafik berikut menggambarkan peningkatan angka kematian akibat rokok yang mengalami
lonjakan signifikan di abad 21.
20th Century 21st Century0
200,000,000
400,000,000
600,000,000
800,000,000
1,000,000,000
1,200,000,000
1 HUNDRED MILLION DEATHS
1 BILLION DEATHS
TOBACCO RELATED DEATHS
TOBACCO RELATED DEATHS
Grafik 1. Angka kematian akibat tembakau di abad 20 dan 21
1 | K a s t r a t I S M K I
Konsumsi rokok merupakan salah satu faktor risiko utama terjadinya penyakit tidak
menular seperti kardiovaskuler, stroke, penyakit paru obstruktif kronik,kanker paru, kanker
mulut, dan kelainan kehamilan. Penyakit itu, saat ini menjadi penyebab kematian utama di
dunia, termasuk Indonesia. Menurut WHO, rokok adalah pembunuh di tengah-tengah
masyarakat. Setiap detik, satu orang meninggal akibat merokok. Rokok,juga membunuh
separuh dari masa hidup perokok, dan separuh perokok meninggal pada usia 35-69 tahun.
Rokok dan produk tembakau lainnya terbukti berbahaya bagi para perokok aktif dan
pasif karena bersifat adiktif (UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 113 ayat 2),
serta dapat dipastikan bahwa sebanyak 70%-80% kematian akibat rokok akan terjadi pada
negara berkembang, termasuk Indonesia. Rokok dan produk tembakau lainnya sebagai
produk kena cukai yang telah terbukti berdampak negatif pada kesehatan (UU Cukai No. 39
Tahun 2007) menjadi satu-satunya produk yang peredaran dan pemasarannya masih bebas
dari regulasi yang adekuat.
Biaya ekonomi dan sosial yang ditimbulkan akibat konsumsi tembakau terus
meningkat dan beban peningkatan ini sebagian besar ditanggung oleh masyarakat miskin.
Angka kerugian akibat rokok setiap tahun mencapai 200 juta dolar Amerika, sedangkan
angka kematian akibat penyakit yang disebabkan merokok terus meningkat. Di Indonesia,
jumlah biaya konsumsi tembakau tahun 2005 yang meliputi biaya langsung di tingkat rumah
tangga dan biaya tidak langsung karena hilangnya produktifitas akibat kematian dini, sakit
dan kecacatan adalah sebesar US $ 18,5 Milyar atau setara dengan Rp 167,1 Triliun. i Jumlah
tersebut adalah sekitar 5 kali lipat lebih tinggi dari pemasukan cukai sebesar Rp 32,6 Triliun
atau setara dengan US$ 3,62 Milyar tahun 2005 (1US$ = Rp 8.500,-)ii
Jumlah perokok di seluruh dunia kini mencapai 1,2 Milyar jiwa dan 800 juta
diantaranya berada di negara berkembang. Indonesia merupakan negara ketiga dengan jumlah
perokok terbesar di dunia setelah Cina dan India.iii
Peningkatan konsumsi rokok berdampak pada makin tingginya beban penyakit akibat
rokok dan bertambahnya angka kematian akibat rokok. Rokok membunuh 1 dari 10 orang
dewasa di seluruh dunia, dengan angka kematian dini mencapai 5,4 juta jiwa pada tahun
2005. Tahun 2030 diperkirakan angka kematian perokok di dunia akan mencapai 10 juta
jiwa, dan 70% diantaranya berasal dari negara berkembang. Saat ini 50% kematian akibat
rokok berada di negara berkembang.iv Bila kecenderungan ini terus berlanjut, sekitar 650 juta
orang akan terbunuh oleh rokok,v yang setengahnya berusia produktif dan akan kehilangan
umur hidup (lost life) sebesar 20 sampai 25 tahun.vi
2 | K a s t r a t I S M K I
Regulasi Rokok di Indonesia, sampai mana?
Berdasarkan UUD pasal 28H ayat 1 dan pasal 34 ayat 3, disebutkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan yang penyediaannya menjadi tanggung jawab negara. Undang-undang tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan dibentuknya UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Pada pasal 113 Undang-Undang tersebut telah dijelaskan yaitu:
“zat adiktif meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan gas yang bersifat adiktif yang pengunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya”
Pada UU yang sama Pasal 116 dan 202 tertulis: “Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah” (Pasal 116), “selambat-lambatnya satu tahun” (Pasal 202). Kini sudah tiga tahun berlalu sejak diberlakukannya UU No. 36 tersebut, namun Peraturan Pemerintah yang dijanjikan belum juga terbentuk.
Sepak Terjang RUU-PDPTK
Pada tahun 2006, Indonesia menyusun naskah akademik dan Rancangan Undang-Undang Pengendalian Dampak Tembakau Terhadap Kesehatan (PDPTK). Secara garis besar RUU – PDPTK terdiri dari 13 bab dan 71 pasal yang mencakup:
(1) Pengemasan dan Pelabelan, peringatan kesehatan, (2) Harga dan Cukai, (3) Kawasan Tanpa Rokok, dan (4) Iklan, Promosi dan Pemberian sponsor
RUU- PDPTK sudah disetujui oleh 259 anggota legislatif periode 2004-2009, namun baru tahun 2009 masuk dalam program legislasi nasional.
Perkembangan selanjutnya mengenai RUU-PDPTK ini adalah sebagai berikut:
1. Tanggal 28 Februari 2006 DPR-RI mengajukan RUU Pengendalian Tembakau yang didukung oleh 205 anggota DPR-RI namun tidak ditanggapi oleh Baleg.
2. DPR-RI menyampaikan interupsi di Sidang Paripurna DPR-RI, 24 Maret 2006 dan 4 kali mengirimkan surat permohonan agar Badan Legislasi (Baleg) meninjau ulang tanggapannya.
3. Tanggal 1 Juli 2008 atas nama 259 anggota DPR-RI, pengusul RUU menghimbau agar Badan Musyawarah DPR-RI mendorong proses aksesi/ratifikasi FCTC dengan harapan Indonesia aktif sebagai anggota FCTC dalam Conference of Party ke-3 di Durban Afrika Selatan tahun 2008.
4. Draft RUU telah disetujui dan masuk ke dalam agenda Prolegnas masa sidang 2009.
3 | K a s t r a t I S M K I
5. Dalam periode 2009 – 2014 RUU tersebut tetap sebagai bagian dari Prolegnas Prioritas.
6. Dalam prolegnas 2012 RUU ini tidak menjadi Prolegnas tahunan
Usaha Dunia Internasional untuk Indonesia : FCTC
FCTC, Framework Convention on Tobacco Control, merupakan program WHO yang
berfungsi mengontrol penggunaan tembakau di negara-negara anggota PBB. Indonesia
termasuk 10 negara yang belum meratifikasi FCTC di dunia, dan merupakan satu satunya
negara di ASEAN yang belum meratifikasi FCTC dunia.
Adapun isi FCTC dirangkum dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 1. Kerangka Kerja FCTC
WHO FRAMEWORK CONVENTION ON TOBACCO CONTROL (WHO FCTC)
Pasal dalam FCTC Ringkasan Pasal5.3 Perlindungan kebijakan pengendalian tembakau dari pengaruh industri tembakau
Para Pihak harus melindungi kebijakan pengendalian tembakau dari tujuan komersil dan kepentingan lain industri tembakau sesuai UU.
6. Harga dan Cukai untuk mengurangi permintaan terhadap tembakau
Para pihak harus mempertimbangkan tujuan Kesehatan nasional dalam menetapkan kebijakan pajak dan harga produk tembakau, termasuk penjualan bebas pajak dan cukai, serta melaporkan tingkat pajak dan kecenderungan konsumsi dalam pertemuan berkala
Tarif cukai seharusnya mencapai 2/3 dari harga jual eceran.
8. Perlindungan terhadap paparan asap rokok
Para pihak harus memberlakukan dan menerapkan peraturan Kawasan Tanpa Asap Rokok di wilayah hukum masing-masing dan menyebar luaskan peraturan ini ke wilayah hukum lainnya di perkantoran, tempat-tempat umum tertutup, dan transportasi umum.
11. Kemasan dan label produk tembakau
Para pihak harus menerapkan peraturan termasuk persyaratan penempatan label peringatan kesehatan (health warnings) secara bergantian serta pesan-pesan lainnya yang sesuai pada kemasan produk tembakau. Peringatan kesehatan meliputi sedikitnya 30% (secara ideal adalah 50% atau lebih) dari luas
4 | K a s t r a t I S M K I
tampilan utama dan mencantumkan gambar atau piktogram, serta mencegah kemasan dan label yang salah, menyesatkan atau menipu.
13. Iklan, promosi dan sponsorship dari industri rokok
Para pihak harus menerapkan pelarangan yang komprehensif terhadap seluruh iklan, promosi dan sponsorship dari produk tembakau.
Dapat disimpulkan, rancangan peraturan pemerintah mengenai rokok tidak berjalan dan status draft RUU-PDPTK saat ini berada dalam proses harmonisasi baleg.
Fenomena Rokok di Indonesia dalam Data dan Fakta
1. Prevalensi merokok melonjak
Grafik 2. Prevalensi Merokok 15 tahun terakhir
Grafik di atas menjelaskan prevalensi lonjakan perokok dalam kurun 15 tahun. Pada
tahun 1995, jumlah perokok dewasa (diatas 15 tahun) ada sebanyak 27%, namun jumlah ini
meningkat pada tahun 2010 menjadi 35%.
5 | K a s t r a t I S M K I
Persentase perokok laki-laki dewasa mengalami kenaikan dari 53% (tahun 1995) atau
sekitar 1 dari 2 anak laki-laki, menjadi 66% (tahun 2010) atau sekitar 2 dari 3 anak laki-laki.
Sedangkan perokok perempuan dewasa mengalami peningkatan 2 kali lipat. Tahun 1995
jumlah perokok wanita dewasa sebesar 1,7%, namun pada tahun 2010 meningkat menjadi
4,2%.
2. Tren Perokok remaja (15-19 tahun ) mengkhawatirkan
Grafik 3. Jumlah Perokok Remaja 15 tahun terakhir
Berdasarkan data yang didapatkan dari Susenas pada tahun 1995, 2001, dan 2004, dan Riskesdas 2007 dan 2010, didapatkan data yang mengejutkan. Tren remaja merokok meningkat tajam dalam 15 tahun. Pada tahun 1995, jumlah remaja perokok adalah sebesar 7%, sedangkan pada tahun 2010 meningkat hamper 3 kali lipat, yaitu sebesar 19%.
Bila dirunut berdasarkan jenis kelamin, antar kedua gender tersebut terjadi peningkatan yang proporsional, yaitu 2 kali lipat. Pada remaja laki-laki, jumlah perokok pada tahun 1995 adalah sebesar 14%, sedangkan pada tahun 2010 meningkat menjadi 37%. Hal serupa juga didapatkan pada remaja perempuan, dimana pada tahun 1995 prevalensinya hanya sebesar 0,3%, namun pada tahun 2010 menjadi 1,6%.
3. Jumlah Perokok Meroket
Data yang diambil dari Susenas 1995, 2001, dan 2004, Riskesdas 2007, dan Proyeksi
Penduduk Bappenas memperlihatkan peningkatan jumlah perokok 2 kali lipat dari rentang
6 | K a s t r a t I S M K I
1995-2007. Pada tahun 1995, jumlah perokok adalah 34,7 juta jiwa dan pada tahun 2007
meningkat menjadi 65,2 juta jiwa. Jumlah ini meningkat 88%, atau sekitar 2 kali lipat.
Grafik 4. Jumlah Perokok tahun 1995-2007
Terkhusus pada pria, jumlah perokok mengalami kenaikan 79% atau sekitar 2 kali
lipat. Terlihat dari data pada tahun 1995 jumlah perokok sebesar 33,8 juta jiwa sedangkan
pada tahun 2007 melonjak ke angka 60,4 juta jiwa. Pada perempuan yang terjadi adalah
kenaikan sebesar lebih 4 kali lipat. Ada tahun 1995 jumlah perokok wanita sebesar 1,1 juta
jiwa, sedangkan pada tahun 2010 ada sebesar 4,8 juta jiwa.
4. Jumlah Perokok Anak (10-14tahun) meningkat
Anak bebas rokok merupakan salah isu penting yang dijadikan konten advokasi kepada pemangku kepentingan. Sudah sepantasnya anak dilindungi dari asap rokok yang berbahaya bagi perkembangan fisik dan mentalnya. Namun, kontras dengan yang terjadi di Indonesia, dimana prevalensi anak perokok aktif justru meningkat.
Jumlah perokok anak diperkirakan naik 6 kali lipas selama 12 tahun. Terlihat dari grafik, pada tahun 1995 jumlah perokok anak adalah sebanyak 71.126 jiwa, namun pada tahun 2007 menjadi 426.214 jiwa.
7 | K a s t r a t I S M K I
•
Grafik 5. Jumlah perokok anak tahun 1995-2007
5. Rumah Tangga Termiskin Terperangkap Konsumsi Rokok (2009)
Kelompok PendapatanRT Tanpa Pengeluaran
Rokok
RT yang memiliki pengeluaran untuk
RokokTotal
Termiskin Q1 42,9% 57,1% 100%
Q2 28,3% 71,7% 100%
Q3 26,3% 73,7% 100%
Q4 27,5% 72,5% 100%
Terkaya Q5 34,3% 65,7% 100%
31,6% 68,4% 100%
Tabel 2. Pengelompokkan Rumah Tangga terhadap Kelompok Pendapatan dan Pengeluaran
Rokok
Fakta yang menyedihkan muncul, bahwa 68% (7 dari 10) rumah tangga di Indonesia
memiliki pengeluaran untuk membeli rokok. Dan, 57% (6 dari 10) rumah tangga termiskin
memiliki pengeluaran untuk membeli rokok.
8 | K a s t r a t I S M K I
Indonesia Mengadvokasi, Kepada Siapa?
World Health Organization (WHO) telah memasukkan kegiatan advokasi ke dalam
salah satu strategi melawan rokok. Advokasi adalah kegiatan menyampaikan informasi
kepada orang lain dengan tujuan mengubah. Adapun pihak-pihak yang dapat diadvokasi
antara lain:
1. Masyarakat Umum
Masyarakat sering tidak peduli terhadap efek negatif dari penggunaan tembakau,
padahal merekalah pihak yang paling merasakan dampak dari rokok. Saat ini,
advokasi pengendalian tembakau pun harus meluaskan target mereka. Advokasi
pendahuluan dilakukan kepada masyarakat untuk menciptakan opini publik. Ini
berguna untuk advokasi pada tahap selanjutnya, yaitu kepada pemangku kebijakan.
2. Individu/ pemangku kebijakan
Pada tahap selanjutnya, saat masyarakat telah diberitahukan dan mendukung
kebijakan mengenai tembakau, target audiensi berubah dari masyarakat umum ke
tokoh masyarakat, sosok individu, atau pemangku kebijakan. Target audiensi bisa saja
pejabat publik seperti Presiden atau Perdana menteri, anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Menteri Kesehatan, orang-orang yang dekat dengan industri tembakau, dan
orang-orang yang menghalangi gerakan pengendalian tembakau. Target advokasi ini
ditujukan untuk mempengaruhi kebijakan yang diambil para pemangku kebijakan
Di Indonesia pemimpin lembaga eksekutif mempunyai “hutang” untuk
mengesahkan RPP Pengamanan Produk Tembakau sebagai Zat Adiktif bagi
Kesehatan, lembaga legislatif harus segera menyelesaikan rancangan RUU PDRTK,
dan keduanya mempunyai kewajiban untuk segera mengesahkan FCTC.
3. Dokter
Dokter adalah pemimpin dalam pembentukan pendapat. Dr. Thomas Glynn,
director of Cancer Science and Trends at the American Cancer Society menyatakan
tidak ada negara di dunia yang dapat membuat progress yang signifikan dalam
membatasi penyebaran penggunaan tembakau tanpa peran dokter dalam
pemahamannya tentang tembakau, untuk mengadvokasikan kebijakan tembakau
secara komprehensif.
9 | K a s t r a t I S M K I
Beda Sasaran Advokasi, Beda Media dan Metode Advokasinya
Inti Pesan yang harus disebarluaskan saat mengadvokasi kebijakan tembakau antara lain:
1. Ancaman serius perokok pasif
2. Hak anak untuk bebas tembakau
3. Berhenti merokok, sehat dan berekonomi
4. Perusahaan rokok, ke masyarakat hanya mencari untung, dan proses ini dilegalkan
negara karena diwarna oleh praktik suap.
Secara umum sasaran advokasi dan pengadvokasi dijabarkan dalam tabel matriks di bawah
ini:
Tabel 3. Matriks Advokasi Nasional
Sasaran advokasi
Pengadvokasi
Pemerintah DPR Dokter Masyarakat
Mahasiswa, LSM, NGO √ √ √ √
Pemerintah √ √ √ √
Masyarakat √ √
Dokter √ √ √
Indikator Keberhasilan Advokasi
Advokasi merupakan proses yang panjang dan sustain. Untuk mencaai keberhasilan
diperlukan usaha dan monitoring berkala. Sejalan dengan metode dan media yang berbeda
pada tiap sasaran advokasi pun berbeda berbeda-beda.
1. Indikator Keberhasilan Advokasi terhadap Pemerintah
Jangka panjang: Terciptanya Peraturan Nasional mengenai Tembakau seperti
ratifikasi FCTC, Disahkannya UU-PDRTK, dan disahkannya RPP tentang
Pengamanan Produk Tembakau sebagai Zat Adiktif bagi Kesehatan
Jangka pendek:
Meningkatnya tingkat kesadaran masyarakat dari bahaya penggunaan
tembakau
10 | K a s t r a t I S M K I
Meningkatnya tingkat dukungan publik untuk hukum pengendalian tembakau
2. Indikator Keberhasilan Advokasi terhadap Masyarakat
Secara umum indicator keberhasilan advokasi kepada masyarakat adalah terjadinya
perubahan paradigm. Perubahan paradigm ini diperinci berdasarkan kelompok
masyarakat.
Perubahan Paradigma Masyarakat: Perokok Aktif
Perubahan Paradigma Masyarakat: Perokok pasif
11 | K a s t r a t I S M K I
Paradigma saat ini (attitudes)
Merokok adalah Pilihan saya. Saya dapat merokok dimanapun dan kapanpunSaya pikir pemerintah tidak perlu membuat peraturan yang tentang rokok
Paradigma yang diinginkan (attitudes)
Menurut Asosiasi Kedokteran, Perokok Pasif terlihat buruk dan akan terancamRokok saya mempengaruhi Kesehatan orang lainArea merokok dan Area Tanpa rokok merupakan solusi yang tepat
Tindakan yang diinginkan
Mendukung larangan merokok di tempat-tempat umumMengubah perilaku dan tidak merokok di tempat umum
Paradigma saat ini (attitudes)
perokok pasif bukan masalah besar, saya tidak berpikir harus terlalu kuatir dengan dampak kesehatan yang ditimbulkan
Paradigma yang
diinginkan (attitudes)
orang yang merokok di dekat saya mengganggu saya, berdasarkan laporan Asosiasi kesehatan mungkin saya harus lebih peduli tentang hal itu.tak seorang pun memiliki hak untuk mencemari udara yang kita hirupdengan mendukung pemerintah dalam membuat peraturan tentang rokok, artinya saya melindungi kesehatan anak saya dan diri saya
Tindakan yang diinginkan
mempertanyakan keadilan dalam kebijakan dan peraturan kesehatan saat inimenyuarakan suara masyarakat ke lapisan terbawahmeminta dan menggunakan kawasan tanpa rokok
Perubahan Paradigma Masyarakat : Pemilik Usaha dan Tempat-Tempat Umum
MPOWER: Rencana Strategis sebagai Tidak Lanjut Advokasi
Setelah advokasi dinyatakan berhasil, tentu ini bukanlah akhir segalanya. Diperlukan
proses berkelanjutan dan rencana-rencana strategis untuk memonitor keberhasilan advokasi
ini. Guna memperluas perlawanan terhadap epidemi tembakau, World Health Organization
menyarankan 6 langkah-langkah pengendalian tembakau dan kematian yang disebut dengan
strategi MPOWER.
1. Monitor Penggunaan Tembakau dan Pencegahannya
Monitor penggunaan tembakau dan dampak yang ditimbulkannya harus diperkuat
untuk kepentingan perumusan kebijakan. Saat ini 2/3 negara berkembang di
seluruh dunia tidak memiliki data dasar penggunaan tembakau pada anak muda
dan orang dewasa. Hampir 2/3 perokok tinggal di 10 negara dan Indonesia
menduduki posisi ketiga.vii
12 | K a s t r a t I S M K I
Paradigma saat initidak berpikir kalau perokok pasif berbahayaIsu rokok hanyalah keributan belaka dan sejujurnya tidak yakin dengan hal tersebutBisnis ini hanya bergantung pada kepuasan pelanggan dan saya tidak ingin kehilangan pelanggansaya tidak bias mengontrol para perokok, saya akan kehilangan pelanggan dari para pesaing yang membolehkan rokok
Paradigma yang diinginkanberdasarkan laporan asosiasi kesehatan, merokok berdampak buruk,
Tindakan yang diinginkanMenulis surat dan pernyataan untuk mendukung kebijakan pemerintah mengenai tembakauMenciptakan dan mengimplementasikn kebijkan yang mengenai rokokpublik kini menjadi lebih serius tentang masalah iniperaturan pemerintah semua restoran tampaknya menjadi sebuah solusi untuk masalah merokok
2. Perlindungan terhadap Asap Tembakau
Asap rokok tidak hanya berbahaya bagi orang yang menghisap rokok tetapi juga
orang di sekitarnya (perokok pasif). Lebih dari separuh negara di dunia, dengan
populasi mendekati 2/3 penduduk dunia, masih membolehkan merokok di kantor
pemerintah, tempat kerja dan di dalam gedung. Perlindungan terhadap asap
tembakau hanya efektif apabila diterapkan Kawasan Tanpa Rokok 100%.
3. Optimalkan Dukungan untuk Berhenti Merokok
Tiga dari 4 perokok di seluruh dunia menyatakan ingin berhenti merokok namun
bantuan komprehensif yang tersedia baru dapat menjangkau 5% nya. Bantuan
yang dapat diberikan adalah: 1) Pelayanan konsultasi bantuan berhenti merokok
yang terintegrasi di pelayanan kesehatan primer; 2) Quitline: Telepon layanan
bantuan berhenti merokok yang mudah diakses dan cuma-cuma; 3) Terapi obat
yang murah dengan pengawasan dokter.
4. Waspadakan Masyarakat akan Bahaya Tembakau
Walaupun sebagian besar perokok tahu bahwa rokok berbahaya bagi kesehatan,
namun kebanyakan dari mereka tidak tahu apa bahayanya. Karena itulah, pesan
kesehatan wajib dicantumkan dalam bentuk gambar.
5. Eliminasi iklan, Promosi dan Sponsor terkait Tembakau
Pemasaran tembakau memiliki peranan besar dalam meningkatkan gangguan
kesehatan dan kematian karena tembakau. Larangan terhadap promosi produk
tembakau adalah senjata yang ampuh untuk memerangi tembakau. Sepuluh tahun
sejak inisiasi larangan iklan rokok dijalankan, konsumsi rokok di negara dengan
larangan iklan turun 9 kali lipat dibandingkan dengan negara tanpa larangan
iklan.viii
6. Raih Kenaikan Cukai Tembakau
Dengan menaikkan cukai tembakau, harga rokok menjadi lebih mahal. Hal ini
merupakan cara yang paling efektif dalam menurunkan pemakaian tembakau dan
mendorong perokok untuk berhenti.
13 | K a s t r a t I S M K I
Strategi MPOWER harus dilaksanakan secara keseluruhan untuk mencapai hasil yang efektif.
Penutup: Mari mengadvokasi!
Berdasarkan penjelasan tadi dapat kita tarik akar masalahnya antara lain, Indonesia
merupakan satu satunya Negara di ASEAN dan 10 dari negara di dunia yang belum
meratifikasi FCTC. Indonesia belum memiliki regulasi yang mengikat tentang pengendalian
tembakau. Karena itu perlu dilakukan gerakan nasional untuk melawan rokok. Metode paling
efektif untuk melawan rokok saat ini adalah advokasi nasional, ke pihak Pemerintah, DPR,
masyarakat umum dan dokter.
Sebagai catatan, advokasi, melalui cara apapun, yang dilakukan haruslah melibatkan
semua pihak dan berrkelanjutan (sustainable). Efek sementara karena proses advokasi yang
dijadikan proker tentatif tidak cukup berdampak. Mari mengadvokasi melawan rokok!
DAFTAR PUSTAKA
14 | K a s t r a t I S M K I
iKosen, S (2007). ’Penghitungan Beban Ekonomi Tembakau Berdasarkan Data Penyakit dan Biaya RS 2005’. Dipresentasikan pada KONAS IAKMI 2007. Tidak dipublikasikan. ii2TCSC-IAKMI, Profil Tembakau Indonesia 2007iii3 WHO, Report on Global Tobacco Epidemic, 2008iv 4 WHO. ‘The Tobacco Atlas (2002) in FCA’. Tobacco Facts. Fact Sheet.v 5 WHO. ‘World Health Report: Shaping the Future (2003) in FCA’. Tobacco Facts. Fact Sheet.vi 6 World Bank. ‘Curbing The Epidemic: Government and the economics of Tobacco Control (1999) in
FCA’. Tobacco Fact. Fact Sheet. vii 7Global Tobacco Control Report 2008. Data merupakan estimasi dari laporan survey yang masuk
dari tiap negara.
viii 8Saffer H. ‘Tobacco Advertising and Promotion’. In: Jha P. Chaloupka Fl, eds. Tobacco Control in Developing Countries. Oxford, Oxford University Press, 2000.