bahan ogma

23
Kondisi Geologi Indonesi Peta Tektonik dan Gunung Berapi di Indonesia. Garis biru melambangkan batas antar lempeng tektonik, dan segitiga merah melambangkan kumpulan gunung berapi. Sumber: MSN Encarta Encyclopedia Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasific. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusatenggara, sedangkan dengan Pasific di utara Irian dan Maluku utara. Di sekitar lokasi pertemuan lempeng ini akumulasi energi tabrakan terkumpul sampai suatu titik dimana lapisan bumi tidak lagi sanggup menahan tumpukan energi sehingga lepas berupa gempa bumi. Pelepasan energi sesaat ini menimbulkan berbagai dampak terhadap bangunan karena percepatan gelombang seismik, tsunami, longsor, dan liquefaction. Besarnya dampak gempa bumi terhadap bangunan bergantung pada beberapa hal; diantaranya adalah skala gempa, jarak epicenter, mekanisme sumber, jenis lapisan tanah di lokasi bangunan dan kualitas bangunan.

description

ooo

Transcript of bahan ogma

Page 1: bahan ogma

Kondisi Geologi Indonesi

Peta Tektonik dan Gunung Berapi di Indonesia. Garis biru melambangkan batas antar

lempeng tektonik, dan segitiga merah melambangkan kumpulan gunung berapi. Sumber:

MSN Encarta Encyclopedia

Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-

Australia, Eurasia dan lempeng Pasific. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan

lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusatenggara, sedangkan dengan Pasific

di utara Irian dan Maluku utara. Di sekitar lokasi pertemuan lempeng ini akumulasi energi

tabrakan terkumpul sampai suatu titik dimana lapisan bumi tidak lagi sanggup menahan

tumpukan energi sehingga lepas berupa gempa bumi. Pelepasan energi sesaat ini

menimbulkan berbagai dampak terhadap bangunan karena percepatan gelombang seismik,

tsunami, longsor, dan liquefaction. Besarnya dampak gempa bumi terhadap bangunan

bergantung pada beberapa hal; diantaranya adalah skala gempa, jarak epicenter, mekanisme

sumber, jenis lapisan tanah di lokasi bangunan dan kualitas bangunan.

Peristiwa tektonik yang cukup aktif, selain menimbulkan gempa dan tsunami, juga membawa

berkah dengan terbentuknya banyak cekungan sedimen (sedimentary basin). Cekungan ini

mengakomodasikan sedimen yang selanjutnya menjadi batuan induk maupun batuan

reservoir hydrocarbon. Kadungan minyak dan gas alam inilah yang kini banyak kita tambang

dan menjadi tulang punggung perekonomian kita sehingga tahun 1990-an.

Page 2: bahan ogma

Kondisi Tektonik di Kepulauan Indonesia

Indonesia, juga merupakan negara yang secara geologis memiliki posisi yang unik karena

berada pada pusat tumbukan Lempeng Tektonik Hindia Australia di bagian selatan, Lempeng

Eurasia di bagian Utara dan Lempeng Pasifik di bagian Timur laut. Hal ini mengakibatkan

Indonesia mempunyai tatanan tektonik yang komplek dari arah zona tumbukan yaitu Fore

arc, Volcanic arc dan Back arc. Fore arc merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan

zona tumbukan atau sering di sebut sebagai zona aktif akibat patahan yang biasa terdapat di

darat maupun di laut. Pada daerah ini material batuan penyusun utama lingkungan ini juga

sangat spesifik serta mengandung potensi sumberdaya alam dari bahan tambang yang cukup

besar. Volcanic arc merupakan jalur pegunungan aktif di Indonesia yang memiliki topografi

khas dengan sumberdaya alam yang khas juga. Back arc merupakan bagian paling belakang

dari rangkaian busur tektonik yang relatif paling stabil dengan topografi yang hampir

seragam berfungsi sebagai tempat sedimentasi. Semua daerah tersebut memiliki kekhasan

dan keunikan yang jarang ditemui di daerah lain, baik keanegaragaman hayatinya maupun

keanekaragaman geologinya

.

Indonesia merupakan negara yang secara geologis memiliki posisi yang unik karena berada

pada pusat tumbukan Lempeng Tektonik Hindia Australia di bagian selatan, Lempeng

Eurasia di bagian Utara dan Lempeng Pasifik di bagian Timur laut. Lempeng Indo-Australia

Page 3: bahan ogma

bertabrakan dengan lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusatenggara,

sedangkan dengan Pasific di utara Irian dan Maluku utara. Hal ini mengakibatkan Indonesia

mempunyai tatanan tektonik yang komplek dari arah zona tumbukan yaitu Fore arc, Volcanic

arc dan Back arc. Fore arc merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan zona

tumbukan atau sering di sebut sebagai zona aktif akibat patahan yang biasa terdapat di darat

maupun di laut. Pada daerah ini material batuan penyusun utama lingkungan ini juga sangat

spesifik serta mengandung potensi sumberdaya alam dari bahan tambang yang cukup besar.

Implikasi dari proses tektonik yang membentuk kepualauan Indonesia bisa dilihat pada

gambar dibawah ini:

Sebaran Gunungapi dan Titik Pusat Gempa di Kepulauan Indonesia

Gambar di atas menunjukkan sebaran gunung api (segitiga merah), titik gempa (tanda plus

ungu) dan hot spot (tanda bintang jingga). Rangkaian gunungapi dan titik gempa selalu

berasosiasi dengan zona penunjaman (bisa anda lihat pada gambar pertemuan lempeng di

atas). Pulau Sumatra, Jawa, Flores, Maluku, Sulawesi dan bagian utara Papua akan rawan

dengan gunungapi dan gempa. Hampir seluruh kepulauan di Indonesia memiliki potensi

gempa kecuali pulau Kalimantan yang relatif aman.

Page 4: bahan ogma

KONSEP DASAR PULAU JAWA

Menurut para ahli bumi, batuan dasar (atau dikenal dengan nama Basement) di Pulau

Jawa terbentuk antara tahun 70-35 juta tahun sebelum masehi. Batuan ini tersusun oleh

batuan malihan (matamorfik), serta batuan beku. Ahli geologi ini sudah lama meneliti Pulau

Jawa dan tidak pernah menemukan batuan yg berumur lebih tua dari 50juta tahun lalu.

Jawa Barat usia batuan dasarnya lebih tua dari Jawa Tengah dan Jawa Timur,

mengapa ? Karena basement (batuan dasar) di Jawa Timur tebentuk pada tahap-tahap akhir

setelah ditubruk lempeng Australia dan numpuk-numpuk membentuk basement di Jawa

Timur.

Pada 20 juta tahun sebelum masehi, zona tubrukan lempeng Australia dengan

lempeng Asia terkunci dan menyebabkan menunjamnya lempeng Australia dibawah lempeng

Asia. Penunjaman ini yg berlangsung hingga sekarang dan menyebabkan munculnya gunung-

gunung api disebelah barat Pulau Sumatra dan juga sebelah selatan Pulau Jawa.

Pada waktu itu Jawa Tengah dan Jawa Timur berupa lautan karena kalau dilihat di

selatan Pulau Jawa banyak dijumpai gunung gamping. Gamping itu dulunya terumbu karang

yang hidup dan adanya di laut. Kalau sekarang contohnya ya Pulau Seribu itu atau kalau yang

besar Great Barier di sebelah timut Australia. Dengan logika yang sederhana seperti itulah

maka ahli kebumian ini tahu bahwa pegunungan selatan Jawa, termasuk Batugamping di

Wonosari itu, dahulunya adalah lautan.

Lima juta tahun yang lalu konfigurasi serta bentuk pulau-pulau di Indonesia sudah

mirip dengan yang ada saat ini. Pulau Jawa dan pulau Sumatra sudah “ditumbuhi” gunung-

gunung api yg masih aktif hingga saat ini. Termasuk Gunung Merapi yang sangat aktif

kemaren itu. Patahan-patahan di sumatra masih saja bergerak, juga saat itu patahan-patahan

Jawa mulai terbentuk dan semakin jelas.

Page 5: bahan ogma

Patahan di Jakarta, juga patahan Opak, Patahan Grindulu, Patahan Cimandiri, dan juga

patahan-patahan kecil lainnya. Yang digariskan warna merah adalah patahan hingga ke

batuan dasar, sedangkan yang warna hijau adalah patahan yang terlihat dipermukaan saat ini.

Pola stuktur di Pulau Jawa berupa pola Meratus , pola Sunda dan arah Timur –

Barat (Sujanto dan Sumantri , 1977 dalam Natalia dkk., 2010)

Page 6: bahan ogma

Pola Meratus di bagian barat terekspresikan pada Sesar Cimandiri, di bagian tengah

terekspresikan dari pola penyebarab singkapan batuan pra- Tersier di daerah

KarangSambung.

 Sedangkan di bagian timur ditunjukkan oleh sesar pembatas Cekungan Pati, “Florence”

timur, “Central Deep”. Cekungan Tuban dan juga tercermin dari pola konfigurasi Tinggian

Karimun Jawa, Tinggian Bawean dan Tinggian Masalembo. Pola Meratus tampak lebih

dominan terekspresikan di bagian timur. 

Pola Sunda berarah Utara - Selatan, di bagian barat tampak lebih dominan sementara

perkembangan ke arah timur tidak terekspresikan.Ekspresi yang mencerminkan pola ini

adalah pola sesar-sesar pembatas Cekungan Asri, Cekungan Sunda dan Cekungan Arjuna.

 Pola Sunda pada Umumnya berupa struktur regangan.Pola Jawa di bagian barat pola ini

diwakili oleh sesar-sesar naik seperti sesar Beribis dan sesar-sesar dalam Cekungan Bogor.

Di bagian tengah tampak pola dari sesar-sesar yang terdapat pada zona Serayu Utara dan

Serayu Selatan (Gambar 8). Di bagian Timur ditunjukkan oleh arah Sesar Pegunungan

Kendeng yang berupa sesar naik.

Dari data stratigrafi dan tektonik diketahui bahwa pola Meratus merupakan pola yang

paling tua. Sesar-sesar yang termasuk dalam pola ini berumur Kapur sampai Paleosen dan

tersebar dalam jalur Tinggian Karimun Jawa menerus melalui Karang Sambung hingga di

daerah Cimandiri Jawa Barat. Sesar ini teraktifkan kembali oleh aktivitas tektonik yang lebih

muda.

Pola Sunda lebih muda dari pola Meratus. Data seismik menunjukkan Pola Sunda telah

mengaktifkan kembali sesar-sesar yang berpola Meratus pada Eosen Akhir hingga Oligosen

Akhir. 

Pola Jawa menunjukkan pola termuda dan mengaktifkan kembali seluruh pola yang telah

ada sebelumnya (Pulunggono, 1994 dalam Natalia dkk., 2010 ). Data seismik menunjukkan

bahwa pola sesar naik dengan arah barat-timur masih aktif hingga sekarang.

Page 7: bahan ogma

KEADAAN GEOLOGI DAERAH BANTEN

Definisi geologi dan geofisika propinsi banten adalah sbb :

Di daerah Selat Sunda terdapat ujung dari patahan atau Sesar Sumatra (Semangko)

yang merupakan sesar geser aktif sepanjang 1650 km dengan pergerakan lateral

antara 20 – 25 km dan percepatan horizontal 6 cm/th.

Karakter geologi & geofisika Prop.Banten, sbb :

o Terdapat beberapa gunung berapi diantaranya G.Anak Krakatau dan G

Condong

o Terdapat mata air panas di sekitar Rawa Danau

o Terdapat beberapapatahan atau sesar

o Mempunyai tingkat kegempaan tinggi

Jenis batuan yang ada digolongkan dalam batuan undifferentiated volcanis product,

pliocene-sedimentary, alluvium, miocene-volcanic facies, pleistocene-sedimentary

facies, andesit.

Page 8: bahan ogma

KEADAAN GEOLOGI DAERAH JAWA TIMUR

Penelitian Geofisika dengan metode Gayaberat telah dilakukan di daerah Cekungan

Jawa Timur bagian utara yang meliputi wilayah Bojonegoro dan Tuban. Pengukuran data

gayaberat sebanyak 270 titik ukur diperoleh pada tahun 2005 dan pada tahun 2006

pengukuran sebanyak 180 titik. Dari data tersebut telah dibuat peta kontur Bouguer anomali.

Dari peta anomali Bouguer ini dapat dikelompokkan tiga kelompok anomali, yaitu :

1.      Kelompok anomali rendah 38 mGal dijumpai di bagian utara daerah penelitian di sekitar

daerah Tuban.

2.      Kelompok anomali tinggi dijumpai berarah Timur- barat dan membelok ke arah Baratlaut-

tenggara (E-W-NW).

3.      Kelompok anomali sisa diperoleh dengan metoda polinomial dari orde 1 hingga orde 4

yang memperlihatkan adanya konsistensi kelurusan struktur dengan arah Barat-Timur yang

melewati Tuban dan diduga merupakan sesar normal yang berkembang menjadi Sesar geser

mengiri pada daerah inverted zone yang kemungkinan berhubungan dengan RMKS fault

Zone.

Berdasarkan peta anomali sisa dan Bouguer anomali rendah pola kontur yang

melingkar dijumpai di daerah Soka hingga Babat dan Senon wilayah Bojonegoro ini diduga

cerminan dari batuan sedimen yang cukup tebal dan berdensitas rendah. Anomali sedang

dijumpai menyebar di daerah penelitian. Dari daerah montong ke arah baratdaya dijumpai

anomali sedang yang berbentuk nose structure yang berada diantara anomali rendah. Dalam

kontek aliran fluida, pola anomali Bouguer yang berbentuk demikian kemungkinan dapat

merupakan tempat akumulasinya fluida secara konvengen.

Page 9: bahan ogma

Berdasarkan data regional (geologi dan gayaberat) daerah kajian berada dalam

anomali Bouguer positif dan pola nose structure tersebut berada di atas F. Tawun-F.

Ngrayong yang mempunyai sejarah erosi yang panjang, diduga di bawah daerah ini masih

dijumpai satuan batuan Formasi Kujung (Prupuh chalk dan Kranji mudstone).

Daerah penelitian meliputi wilayah Propinsi Jawa Tengah bagian timur dan Jawa

Timur. Di Jawa Tengah penelitian lapangan batuan paleogen dan batuandasar Pra-Tersier

dilakukan di daerah karangsambung, Nanggulan, dan Bayat (Kabupaten Klaten), sedangkan

di Jawa Timur penelitian batuan Paleogen dan batuan dasar Pra-Tersier didasarkan pada data

sumur dan data seismik. Daerah Jawa bagian timur dipilih sebagai daerah penelitian karena

keunikannnya sebagai tempat terjadinya perubahan zona subduksi Neogen yang berarah

timur-barat. Penelitian ini menghasilkan peta geologi dan stratigrafi baru daerah

Karangsambung. Stratigrafi baru ini memunculkan tiga satuan batuan baru.

Hasil penemuan penelitian ini, yang diusulkan sebagai :

o "Formasi Bulukuning" - berumur Eosen Awal,

o "Komplek Larangan" - berumur Eosen Akhir, dan

o "Anggota Breksi Mondo Formasi Totogan" - berumur Oligosen.

Ketiga satuan baru ini oleh peneliti terdahulu depetakan sebagai bagian dari Komplek

Malange Luk Ulo.

Hadirnya Formasi Bulukuning yang berumur Eosen Awal menunjukkan bahwa pada

saat formasi ini diendapkan proses subduksi komplek Malange Luk Ulo sudah tidak aktif dan

bagian utaranya berubah menjadi cekungan laut dangkal dimana Formasi Bulukuning

diendapkan, sementara di bagian yang lain, di bagian selatan, masih terdapat daerah bekas

palung subduksi kapur yang berupa cekungan sempit dan dalam dimana Formasi

Karangsambung dan komplek Larangan diendapkan. Kenampakan terdeformasi Komplek

Larangan, Formasi Karangsambung, dan Formasi Bulukuning menunjukkan bahwa setelah

pengendapan Formasi Karangsambung dan komplek Larangan di daerah Luk Ulo terjadi

deformasi kompresional yang cukup signifikan pada Eosen Akhir-Oligosen Awal.

Hasil penelitian menunjukkan himpunan batuan Pra-Tersier Komplek bayat berbeda

dengan Komplek Melange Luk Ulo, Karangsambung. Batuan Pra-Tersier Luk Ulo,

Page 10: bahan ogma

merupakan Malange tektonik komplek akresi, produk khas subduksi lempeng samudera yang

dicirikan oleh percampuran tektonik berbagai ukuran dan jenis blok batuan dalam masadasar

lempung dan mengandung komponen oceanic plate stratigraphy (OPS).

Singkapan Komplek Bayat didominasi oleh batuan metamorf derajat rendah-

menengah berupa filit dan sekis dengan komposisi kalsit antara 15-60% (calcareous phyllite

dan calcareous schist). tidak dijumpainya himpunan batuan OPS dan terdapatnya calcareous

phyllite dan calcareous schist menunjukkan batuan asal (protolit). Komplek bayat adalah

batuan sedimen yang mengandung karbonat yang berasosiasi dengan batuan sedimen terigen

(asal darat) yang berasosiasi dengan lingkungan kontinen.

Provenan batupasir daerah Luk Ulo, Karangsambung umumnya berada di recycled

oregen, sub-zona foreland unplift. Sedangkan batupasir Eosen dari ketiga daerah lainnya

(Nanggulan, Bayat, dan Cekungan Jawa Timur) menunjukkan kemiripan provenan, yakni di

continental block, sub-zona craton interior. Hasil analisis ini, menunjukkan bahwa batuan

dasar daerah karangsambung berbeda dibandingkan batuan dasar ketiga daerah tersebut, hasil

ini mendukung pendapat bahwa Jawa bagian Timur batuan dasarnya bersifat kontinental dan

disebut mikrokontinen Jawa Timur.

Evolusi tektonik daerah penelitian sejak kapur hingga Oligosen (Paleogen Akhir)

dapat dibagi menjadi tiga periode, yaitu :

         Periode pertama, berlangsung pada Kapur akhir sampai Paleosen ketika subduksi

Lempeng Samudera Indo-Australia pada zona subduksi Ciletuh-Karangsambung-Meratus

berhenti karena tumbukan Mikrokontinen Pasternoster, belum menumbuk dan di depannya

masih terdapat sisa morfologi palung di daerah Karangsambung. Periode ini ditandai dengan

terjadinya pengangkatan pada Paleosen yang membentuk ketidakselarasan regional antara

batuan Pra-Tersier dengan batuan Tersier.

         Periode kedua, berlangsung pada Eosen adalah periode regangan ditandai oleh

pembentukkan cekungan-cekungan Paleogen. Di daerah penelitian cekungan terbentuk di

daerah komplek akresi dan di bekas palung yang menghasilkan endapan olistostrom Formasi

Karangsambung dan komplek Larangan. Di daerah tepi selatan Mikrokontinen Jawa Timur

berkembang Cekungan Nanggulan dan Bayat.

         Periode ketiga, terjadi pada Oligosen, ketika di daerah Luk Ulo Formasi Karangsambung

dan Komplek Larangan terdeformasi akibat tumbukan Mikrokontinen Jawa Timur.

Disamping mengakibatkan gejala tumbukan di daerah Luk Ulo, secara regional subduksi ini

menghasilkan busur volkanik Oligosen yang membentuk sebagain besar morfologi

Pegunungan Selatan jawa.

Page 11: bahan ogma

KEADAAN GEOLOGI DAERAH JAWA BARAT

Jawa Barat merupakan daerah yang lebih sering dan lebih banyak mengalami

gangguan longsor jika dibandingkan dengan daerah Jawa yang lain. Gangguan tersebut

menjadi terasa sekali akibatnya karena adanya unsur manusia dengan kegiatannya yang

terkena oleh gerakan longsor atau longsoran, seperti jiwa manusia, rumah, jalan raya dan

jalan kereta api, sawah dan ladang, peternakan, saluran irigasi dan sebagainya. Macam-

macam longsoran telah terjadi tetapi kelompok longsoran yang terbanyak adalah lawina

bahan rombakan (debris avalanche), luncuran bahan rombakan (debris slide), dan nendat

(slump); kemudian menyusul aliran tanah (earth flow), aliran lumpur (mud flow), pengocoran

pasir (sand run), dan gelinciran bongkah (block glide).

Dalam lawina bahan rombakan (debris avalanche), peluncuran bahan rombakan

(debris slide), aliran tanah (earth flow), dan aliran lumpur (mud flow) terdapat pengaruh yang

besar dari tanah pelapukan dan hasil rombakan.rnDaerah longsoran yang dikelompokkan atas

dasar kondisi geologi dan proses yang mempengaruhi dapat digolongkan atas :

a.       Daerah longsoran yang terjadi karena adanya perbedaan permeabilitas dan konsistenst

batuan penutup dengan batuan dasarnya; umumnya terdapat pada batas antara batuan tuf

gunungapi muda dengan batuan sedimen Tersier.

b.      Daerah longsoran pada endapan sedimen Tersier yang kurang konsisten, dan terlipat kuat;

umumnya pada jalur Bogor.

c.       Daerah longsoran pada endapan sedimen marin yang terangkat atau terlipat kuat-kuat;

umumnya pada jalur Pegunangan Selatan Jawa Barat.

Page 12: bahan ogma

d.      Lain-lain Pengaruh sesar longsoran yang tampak adalah pada breksi milonit, yang dapat

dipersamakan sifatnya dengan bahan rombakan sehingga dapat menyebabkan kelabilan tanah.

Pengaruh gempa tektonik dan volkanik terhadap longsoran kurang menunjukkan

adanya hubungan yang nyata meskipun hal tersebut sangat masuk akal.

Longsoran dipengaruhi pula oleh factor :

         Ketajaman sudut lereng

         Curah hujan

         Aliran air

         Vegetasi

         Hasil kegiatan manusia seperti penggalian dan sebagainya yang memperbesar sudut

setempat.

Interpretasi kestabilan wilayah terhadap longsor dibuat berdasarkan peta sudut lereng,

keadaan geologi, dan intensitas terjadinya gerakan. Wilayah kestabilan dibagi dalam :

1)      Daerah stabil,

2)      Daerah mungkin bergerak, dan

3)      Daerah labil.

Peta ini dapat dibuat dalam peta daerah contoh berskala 1:25000, sedangkan pada peta

berskala 1:1000000 hanya dapat ditunjukkan pengelompokan daerah longsor menurut ciri-ciri

dan macam longsorannya.

.    STRUKTUR GEOLOGI PULAU SUMATRA

Sejarah tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan pertumbukan antara lempeng

India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 Juta tahun lalu yang mengakibatkan

perubahan sistematis dari perubahan arah dan kecepatan relatif antar lempengnya.

Penunjaman Sunda berawal dari sebelah barat Sumba, ke Bali, Jawa, dan Sumatera sepanjang

3.700 km, serta berlanjut ke Andaman-Nicobar dan Burma. Arah penunjaman menunjukkan

beberapa variasi, yaitu relatif menunjam tegak lurus di Sumba dan Jawa serta menunjam

miring di sepanjang Sumatera, kepulauan Andaman dan Burma. Berdasarkan karakteristik

morfologi, ketebalan endapan palung busur dan arah penunjaman, busur Sunda dibagi

Page 13: bahan ogma

menjadi beberapa propinsi. Dari timur ke barat terdiri dari propinsi Jawa, Sumatera Selatan

dan Tengah, Sumatera Utara-Nicobar, Andaman dan Burma. Diantara Propinsi Jawa dan

Sumatera Tengah-Selatan terdapat Selat Sunda yang merupakan batas tenggara lempeng

Burma.

SUMATRA SELATAN

Geologi Cekungan Sumatera Selatan adalah suatu hasil kegiatan tektonik yang  berkaitan erat

dengan penunjaman Lempeng Indi-Australia, yang bergerak ke arah utara hingga timur laut

terhadap Lempeng Eurasia yang relatif diam. Zone penunjaman lempeng meliputi daerah

sebelah barat Pulau Sumatera dan selatan Pulau Jawa. Beberapa lempeng kecil (micro-plate)

yang berada di antara zone interaksi tersebut turut bergerak dan menghasilkan zone

konvergensi dalam berbagai bentuk dan arah. Penunjaman lempeng Indi-Australia tersebut

dapat mempengaruhi keadaan batuan, morfologi, tektonik dan struktur di Sumatera Selatan.

Tumbukan tektonik lempeng di Pulau Sumatera menghasilkan jalur busur depan, magmatik,

dan busur belakang. Cekungan Sumatera Selatan telah mengalami tiga kali proses orogenesis,

yaitu :

    Mesozoikum Tengah

    Kapur Akhir sampai Tersier Awal

    Plio-Plistosen

Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan Tersier berarah barat laut-

tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit Barisan di sebelah barat daya, Paparan

Sunda di sebelah timur laut, Tinggian Lampung di sebelah tenggara yang memisahkan

cekungan tersebut dengan Cekungan Sunda, serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan

Tiga Puluh di sebelah barat laut yang memisahkan Cekungan Sumatra Selatan dengan

Cekungan Sumatera Tengah.

Posisi Cekungan Sumatera Selatan sebagai cekungan busur belakang (Blake,1989)

Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan

busur belakang berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara

Paparan Sunda (sebagai bagian dari lempeng kontinen Asia) dan lempeng Samudera India.

Daerah cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510 km2, dimana sebelah barat daya

Page 14: bahan ogma

dibatasi oleh singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur oleh Paparan Sunda

(Sunda Shield), sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh dan ke arah tenggara

dibatasi oleh Tinggian Lampung.

Menurut Salim et al. (1995), Cekungan Sumatera Selatan terbentuk selama Awal

Tersier(Eosen- Oligosen) ketika rangkaian(seri) graben berkembang sebagai reaksi sistem

penunjaman menyudut antara lempeng samudra Hindia dibawah lempeng benua Asia.

Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995), diperkirakan telah terjadi 3 episode orogenesa

yang membentuk kerangka struktur daerah Cekungan Sumatera Selatan yaitu orogenesa

Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir–Tersier awal dan Orogenesa Plio-Plistosen.

Episode pertama, endapan-endapan Paleozoik dan Mesozoik termetamorfosa, terlipat dan

terpatahkan menjadi bongkah struktur dan diintrusi oleh batolit granit serta telah membentuk

pola dasar struktur cekungan. Menurut Pulunggono, 1992 (dalam Wisnu dan

Nazirman,1997), fase ini membentuk sesar berarah barat laut- tenggara yang berupa sesar-

sesar geser.

Episode kedua pada Kapur Akhir berupa fase ekstensi menghasilkan gerak-gerak tensional

yang membentuk graben dan horst dengan arah umum utara-selatan. Dikombinasikan dengan

hasil orogenesa Mesozoik dan hasil pelapukan batuan-batuan Pra-Tersier, gerak gerak

tensional ini membentuk struktur tua yang mengontrol pembentukan Formasi Pra-Talang

akar.

Episode ketiga berupa fase kompresi pada Plio-Plistosen yang menyebabkan pola

pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan dalam pembentukan struktur perlipatan

dan sesar sehingga membentuk konfigurasi geologi sekarang. Pada periode tektonik ini juga

terjadi pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan yang menghasilkan sesar mendatar

Semangko yang berkembang sepanjang Pegunungan Bukit Barisan. Pergerakan horisontal

yang terjadi mulai Plistosen Awal sampai sekarang mempengaruhi kondisi Cekungan

Sumatera Selatan dan Tengah sehingga sesar-sesar yang baru terbentuk di daerah ini

mempunyai perkembangan hampir sejajar dengan sesar Semangko. Akibat pergerakan

horisontal ini, orogenesa yang terjadi pada Plio- Plistosen menghasilkan lipatan yang berarah

barat laut- tenggara tetapi sesar yang terbentuk berarah timur laut-barat daya dan barat laut-

tenggara. Jenis sesar yang terdapat pada cekungan ini adalah sesar naik, sesar mendatar dan

sesar normal.

Page 15: bahan ogma

Kenampakan struktur yang dominan adalah struktur yang berarah barat laut- tenggara sebagai

hasil orogenesa Plio- Plistosen. Dengan demikian pola struktur yang terjadi dapat dibedakan

atas pola tua yang berarah utara-selatan dan barat laut-tenggara serta pola muda yang berarah

barat laut- tenggara yang sejajar dengan Pulau Sumatera.

SUMATRA TENGAH

Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan sedimentasi tersier penghasil hidrokarbon

terbesar di Indonesia. Ditinjau dari posisi tektoniknya, Cekungan Sumatra tengah merupakan

cekungan belakang busur. Cekungan Sumatra tengah ini relatif memanjang Barat laut-

Tenggara, dimana pembentukannya dipengaruhi oleh adanya subduksi lempeng Hindia-

Australia dibawah lempeng Asia. Batas cekungan sebelah Barat daya adalah Pegunungan

Barisan yang tersusun oleh batuan pre-Tersier, sedangkan ke arah Timur laut dibatasi oleh

paparan Sunda. Batas tenggara cekungan ini yaitu Pegunungan Tigapuluh yang sekaligus

memisahkan Cekungan Sumatra tengah dengan Cekungan Sumatra selatan. Adapun batas

cekungan sebelah barat laut yaitu Busur Asahan, yang memisahkan Cekungan Sumatra

tengah dari Cekungan Sumatra utara.

Proses subduksi lempeng Hindia-Australia menghasilkan peregangan kerak di bagian bawah

cekungan dan mengakibatkan munculnya konveksi panas ke atas dan diapir-diapir magma

dengan produk magma yang dihasilkan terutama bersifat asam, sifat magma dalam dan

hipabisal. Selain itu, terjadi juga aliran panas dari mantel ke arah atas melewati jalur-jalur

sesar. Secara keseluruhan, hal-hal tersebutlah yang mengakibatkan tingginya heat flow di

daerah cekungan Sumatra tengah

Peta pergerakan lempeng Daerah Sumatra dan kawasan Asia Tenggara lainnya pada masa

kini

    Faktor pengontrol utama struktur geologi regional di cekungan Sumatra tengah adalah

adanya Sesar Sumatra yang terbentuk pada zaman kapur. Subduksi lempeng yang miring dari

arah Barat daya pulau Sumatra mengakibatkan terjadinya strong dextral wrenching stress di

Cekungan Sumatra tengah. Hal ini dicerminkan oleh bidang sesar yang curam yang berubah

sepanjang jurus perlapisan batuan, struktur sesar naik dan adanya flower structure yang

terbentuk pada saat inversi tektonik dan pembalikan-pembalikan struktur. Selain itu,

terbentuknya sumbu perlipatan yang searah jurus sesar dengan penebalan sedimen terjadi

pada bagian yang naik (inverted).

Page 16: bahan ogma

Struktur geologi daerah cekungan Sumatra tengah memiliki pola yang hampir sama dengan

cekungan Sumatra Selatan, dimana pola struktur utama yang berkembang berupa struktur

Barat laut-Tenggara dan Utara-Selatan. Walaupun demikian, struktur berarah Utara-Selatan

jauh lebih dominan dibandingkan struktur Barat laut–Tenggara.

Elemen tektonik yang membentuk konfigurasi Cekungan Sumatra tengah dipengaruhi adanya

morfologi High – Low pre-Tersier. Pada gambar 4 dapat dilihat pengaruh struktur dan

morfologi High – Low terhadap konfigurasi basin di Cekungan Sumatra tengah (kawasan

Bengkalis Graben), termasuk penyebaran depocenter dari graben dan half graben. Lineasi

Basement Barat laut-Tenggara sangat terlihat pada daerah ini dan dapat ditelusuri di

sepanjang cekungan Sumatra tengah. Liniasi ini telah dibentuk dan tereaktivasi oleh

pergerakan tektonik paling muda (tektonisme Plio-Pleistosen). Akan tetapi liniasi basement

ini masih dapat diamati sebagai suatu komponen yang mempengaruhi pembentukan formasi

dari cekungan Paleogen di daerah Cekungan Sumatra tengah.