Bahan Kulit Lengkap FK Unsyiah - RSUDZA

145
KUMPULAN MATERI IKK YUDI PRATAMA 1307101030038

description

Modul ini disusun dari kumpulan materi yang diberikan oleh dokter spesialis kulit yang ada di RSUDZA

Transcript of Bahan Kulit Lengkap FK Unsyiah - RSUDZA

  • KUMPULAN MATERI IKK

    YUDI PRATAMA

    1307101030038

  • i

    DAFTAR ISI PEDOMAN DIAGNOSIS DAN TERAPI

    ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN UNTUK DOKTER MUDA FAKULTAS KEDOKTERAN UNSYIAH

    KATA PENGANTAR . 0

    DAFTAR ISI . 0

    DAFTAR PENYAKIT 0

    I. INFEKSI VIRUS

    1. Veruka Vulgaris. 1

    2. Moluskum Kontangiosum2

    3. Herpes Zoster.. 4

    4. Varisela 6

    5. Condiloma Acuminata ................................................................................... 8

    II. INFEKSI BAKTERI

    1. Impetigo 10

    2. Ektima. 10

    3. Furunkel dan Karbunkel 12

    4. Erisipelas dan Selulitis

    14

    III. INFEKSI JAMUR 16

    1. Tinea Kapitis.. 16

    2. Tinea Korporis .. 17

    3. Tinea Unguium....

    17

    4. Tinea Pedis ... 17

    5. Tinea Manus... 18

    6. Pitiriasis Vesikolor ... 21

    7. Kandidosis Kutis .. 23

    IV. GIGITAN SERANGGA DAN INFESTASI PARASIT .

    1. Skabies ....................... 26

    2. Pedikulosis.. 33

    3. Cutaneus Larva Migrans 38

  • ii

    V. DERMATITIS/ECZEMA .. 39

    1. Dermatitis Kontak Alergika.. 39

    2. Dermatitis Kontak Iritan .. 45

    3. Dermatitis Atopik (kecuali Recalcitrant) 50

    4. Dermatitis Numularis. 61

    5. Dermatitis Popok . 63

    6. Neurodermmatitis (Liken Simpleks Kronis dan Prurigo) 66

    VI. LESI ERITRO-SQUAMOSA ..

    1. Prurigo .................... 68

    2. Dermatitis Seboroik . 70

    3. Pitiriasis Rosea 73

    4. Psoriasis Vulgaris.. 75

    VII. KELAINAN KELENJAR SEBASEA DAN EKRIN

    1. Akne Vulgaris 79

    2. Miliaria 84

    3. Hidradenitis Supuratif . 86

    VIII. PENYAKIT KULIT ALERGI .

    1. Urtikaria . 88

    2. Angioedema .. 88

    IX. PENYAKIT AUTOIMUN ..

    1. Bullous Pemfigoid.. 93

    2. Pemfigus Vulgaris 95

    3. Dermatitis Herpetiformis98

    X. REAKSI OBAT.........................100

    1. Exanthematous Drug Eruption .............................................105

    2. Fixed Drug Eruption.................................................................105

    3. Stevens Johson Syndrome...............................................106

    4. Toxic Epidermal Necrolysis ..........................................106

    XI. KELAINAN PIGMENTASI .

    1. Vitiligo .............................................................114

    2. Melasma................................................................ 117

  • iii

    XII. STI................................... 119

    1. Gonorrhea.......................................................................................119

    2. Infeksi Chlamidia .......................................................................................122

    3. Trichomoniasis Vaginalis ...........................................................................124

    4. Bacterial Vaginosis ............... 127

    5. Kandidiasis Vulvovaginalis............................................ 129

    6. Syphilis............................... 130

    XIII. MH......................... 133

  • 1

    VERUKA VULGARIS

    Vella

    I. DEFINISI

    Veruka vulgaris adalah kelainan kulit berupa hiperplasi epidermis yang disebabkan

    oleh virus papiloma humanus (VPH) tipe tertentu.

    II. ETIOPATOGENESIS

    Virus penyebabnya tergolong dalam virus papiloma (grup papova), virus DNA

    dengan karakteristik replikasi terjadi intranuklear.

    III. KRITERIA DIAGNOSIS

    A. KLINIS :

    Sering terjadi pada anak - anak, berupa nodula berwarna abu - abu kecoklatan

    dengan permukaaan kasar atau verukosa, bila di gores dapat timbul autoinokulasi

    sepanjang goresan (fonemena Koebner)

    B. DIAGNOSIS BANDING :

    - Moluskum kontangiosum

    - Seboroik keratosis

    - Kerato akantoma

    - Basal sel karsinoma

    IV. PENATALAKSANAAN :

    1. Bedah skalpel

    2. Bedah beku

    3. Bedah listrik

    4. Bahan kaustik, misalnya asam trikloroasetat

    5. Bedah laser (CO2)

    V. PROGNOSIS

    Penyakit ini sering residif, walaupun diberikan pengobatan yang adekuat.

    VI. DAFTAR PUSTAKA

    1. Androphy EJ, Kirnbauer R.Human Papiloma Virus Infections. In: Goldsmith LAKatz

    SI, Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatricks dermatology in

    general medicine. 8thed. New York: McGraw Hill;2012.p.2421-33

    2. Sterling JC.Virus Infections. In: Burns T, Breathnach S, Cox NN, Griffiths C, editors

    RooksTextbook of Dermatology.8 editions.Willey-Blackwell;2010.p.3329-46

    3. James WL, Berger TG, Elston DM. Viral Diseases :Andrews Diseases Of The Skin

    Clinical Dermatology. 10 editions. Saunder Elsevier;2000.p.403-7

  • 2

    MOLUSKUM KONTAGIOSUM

    Vella

    I. DEFINISI

    Moluskum kontangiosum adalah infeksi virus yang sering terjadi pada anak-

    anak.

    II. ETIOPATOGENESIS

    Moluskum kontangiosum virus adalah penyakit yang disebabkan okeh virus

    poks.

    III. KRITERIA DIAGNOSIS

    A. KLINIS :

    Moluskum kontangiosum terlihat seperti papul - papul, pada permukaannya

    terdapat lekukan, berisi massa yang mengandung badan moluskum. Masa inkubasi

    berlangsung satu sampai beberapa minggu.Kelainan kulit berupa papul miliar,

    kadang lentikular dan berwarna putih seperti lilin, berbentuk kubah yang kemudian

    ditengahnya terdapat lekukan (delle). Jika di pijat akan ke luar massa berwarna

    putih seperti nasi. Lokasi pada muka, badan dan ektremitas, pada dewasa lokasi

    pada daerah pubis dan genetalia eksterna.

    B. DIAGNOSIS BANDING

    1. Veruka

    2. Granoloma piogenikum

    3. Melanoma amelanotik

    4. Basal sel karsinoma

    C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    1. Giemsa

    2. Histopatologi

    IV. PENATALAKSANAAN :

    Prinsip dari pengobatan adalah dengan mengeluarkan massa yang mengandung

    badan moluskum.

    MEDIKA MENTOSA

    TOPIKAL :

    - Cantharidin (0,7% atau 0,9%)

    - Podofilin (10% - 25% resin, 0,3% atau 0,5% crem)

    - Krioterapi liquid nitrogen

    - Imiquimod cream (5%)

  • 3

    - Topikal retinoid

    - Silver nitrat paste

    - Trichoroasetat acid (25% - 35%)

    - Cidofovir cream (1%,3% gel; 1%,3% )

    - Kalium hidroksida (10%) 2 kali/hari selama 30 hari atau sampai terjadi

    inflamasi dan ulserasi di permukaan papul

    - Campuran asam salisilat dan asam laktat topikal

    - Adaphalen gel (1%) selama 1 bulan

    SISTEMIK :

    Cimetidin 20-40 mg/kg/hari terbagi dalam 3 dosis dengan dosis maksimal 800

    mg 3x/hari

    PEMBEDAHAN

    - Kuretase /enukleasi

    V. PROGNOSIS

    - Dengan menghilangkan semua lesi yang ada, penyakit ini tidak atau jarang residif.

    - Dapat sembuh dengan spontan tetapi dalam waktu beberapa bulan ataupun tahu.

    VI. DAFTAR PUSTAKA

    1. Sterling JC.Virus Infections. In: Burns T, Breathnach S, Cox NN, Griffiths C, editors

    RooksTextbook of Dermatology.8 editions.Willey-Blackwell;2010.p.3311-4

    2. James WL, Berger TG, Elston DM. Viral Diseases : Andrews Diseases Of The Skin

    Clinical Dermatology. 10 editions. Saunder Elsevier;2000.p.394-7

    3. Piggott C, Friedlander SF, Tom W.Poxvirus Infections.: In: Goldsmith LAKatz SI,

    Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatricks dermatology in

    general medicine. 8thed. New York: McGraw Hill;2012.p.2417-20

  • 4

    HERPES ZOSTER

    Vella

    I. DEFINISI

    Herpes Zoster (HZ) atau shingles, adalah penyakit neurodermal ditandai dengan

    nyeri radikuler unilateral serta erupsi vesikel berkelompok dengan dasar eritematosa

    yang tersebar sesuai dermatom yang diinervasi oleh satu ganglion saraf sensoris.

    II. ETIOPATOGENESIS

    HZ terjadi pada penderita yang telah pernah menderita varisela, karena reaktivasi

    virus yang laten yang dapat terjadi pada ganglion dorsalis atau nervus kranialis. Pada

    masa reaktivasi virus bereplikasi kemudian merusak dan terjadi peradangan ganglion

    sensoris. Virus menyebar ke sumsum tulang belakang dan batang otak, dari saraf

    sensoris menuju kulit dan menimbulkan erupsi kulit vesikuler yang khas. Pada daerah

    dengan lesi varisela terbanyak, diperkirakan merupakan daerah virus terbanyak

    mengalami keadaan laten dan merupakan daerah terbesar kemungkinannya

    mengalami herpes zoster.

    III. KRITERIA DIAGNOSIS

    A. KLINIS

    1. Stadium prodromal

    Dimulai dengan adanya rasa nyeri dan paresthesia pada daerah kulit yang

    terkena dengan gejala prodromal sistemik (seperti demam, pusing, malaise)

    dan gejala prodromal lokal (seperti rasa terbakar, nyeri otot-tulang, gatal,

    pegel dan sebagainya).

    2. Stadium erupsi

    Mula-mula timbul papul atau plakat berbentuk urtika yang setelah 1-2 hari

    akan timbul kelompok vesikel di atas kulit yang eritematosa sedangkan kulit

    di antara kelompok vesikel tetap normal, usia satu pada satu kelompok

    adalah sama sedangkan usia lesi dengan kelompok lain adalah tidak sama.

    Lokasi sesuai dengan dermatom, unilateral dan biasanya tidak melewati garis

    tengah tubuh.

    3. Stadium krustasi

    Vesikel menjadi purulen, mengalami krustasi dan lepas dalam waktu 1-2

    minggu. Sering terjadi neuralgia pasca herpetika, terutama pada orang tua

    yang dapat berlangsung berbulan-bulan dengan parestesi yang bersifat

    sementara.

    B. DIAGNOSIS BANDING

    1. Dermatitis kontak alergika

    2. Varisela

    3. Herpes simpleks

  • 5

    4. Pemfigus vulgaris

    5. Dermatitis herpetiformis

    6. Bulous pemfigoid

    C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    1. Tzanck test : sel raksasa yang multilokuler dan sel-sel akantolitik.

    2. Kultur virus.

    IV. PENATALAKSANAAN :

    MEDIKA MENTOSA

    1. Analgetika : Metampiron sehari 4 kali 1 tablet

    2. Bila ada infeksi sekunder :

    Eritromisin 250-500 mg, dikloksasilin 125-250 mg sehari 3 kali

    3. Topikal

    Bila basah : kompres larutan garam faali

    Bila erosi : salep sodium fusidat

    Bila kering : bedak salisil 2%, calamine lotion

    4. Asiklovir

    Dewasa : asiklovir 800 mg sehari 5 kali selama 7-10 hari

    Anak : asiklovir 20 mg/kgBB sampai 800 mg sehari 4 kali

    5. Terapi untuk neuralgia pasca herpetika

    a. Aspirin : 500 mg sehari 3 kali

    b. Anti Depresan Trisiklik misalnya amitriptilin 50-100 mg/hari

    Hari 1 : 1 tablet (25 mg)

    Hari 2 : sehari 3 kali 1 tablet

    Hari 3 : sehari 3 kali 1 tablet

    c. Carbamazepine : 200 mg sehari 1-2 kali. Khusus untuk trigeminal neuralgia

    V. PROGNOSIS

    Umumnya baik, pada herpes zozter oftalmikus prognosis tergantung pada tindakan

    perawatan secara dini.Dewasa imunokompeten : sembuh dalam 2-3 minggu.

    Komplikasi neuralgi pasca herpes pada umur

  • 6

    VARISELA

    Vella

    I. DEFINISI

    Varisela (chichenpox) adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus

    varisela zoster (VVZ), sering pada anak-anak, mengenai kulit dan mukosa, klinis

    terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi pada bagian

    sentral tubuh.

    II. ETIOPATOGENESIS

    VVZ masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran nafas atas dan

    orofaring, kemudian memperbanyak diri dan menyebar melalui aliran darah dan

    jaringan retikulo-endotelial (viremia primer). Pada sebagian besar individu replikasi

    virus dapat mengatasi pertahanan tubuh yang belum berkembang sehingga 2 minggu

    setelah infeksi terjadi viremia sekunder dalam jumlah yang lebih banyak. Hal tersebut

    menyebabkan demam dan malaise serta menyebarkan virus ke seluruh tubuh, terutama

    ke kulit dan mukosa.

    III. KRITERIA DIAGNOSTIK

    A. ANAMNESIS

    Masa inkubasi berlangsung 10 sampai 23 hari. Pada anak anak terdapat

    gejala prodromal yang ringan, terdiri dari malaise, nyeri kepala, sumer, mual dan

    muntah, sakit tenggorokan, dan batuk ringan yang timbul sebelum erupsi keluar.

    Pada orang dewasa gejala prodromal lebih berat dan lebih lama. Pada anamnesis

    ada kontak dengan penderita varisela atau zoster. Demam biasanya berlangsung

    selama lesi baru masih timbul. Nyeri kepala, mialgia, dan anoreksia sering

    menyertai demam dan lebih berat pada anak besar dan orang dewasa.Gejala yang

    paling mengganggu adalah gatal yang biasanya timbul selama stadium vesikuler.

    B. KLINIS

    Lesi kulit mula-mula timbul di muka dan kulit kepala, kemudian menyebar

    secara cepat ke badan, ektremitas, distribusi bersifat sentripetal. Awalnya berupa

    makula eritematus yang cepat berkembang menjadi papul, vesikel, pustul, dan

    krusta. Mula-mula vesikel dikelilingi daerah eritematosa sehingga terlihat seperti

    embun di atas daun bunga mawar (tear drops). Cairan vesikel cepat menjadi keruh

    karena masuknya sel radang sehingga menjadi pustul. Lesi kemudian mengering,

    mula-mula di bagian tengah sehingga menyebabkan umbilikasi (delle), dan menjadi

    krusta.

  • 7

    C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Melakukan Tzanck test dengan cara membuat sediaan apus yang diwarnai

    dengan Giemsa. Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel atau pustul, maka dapat

    ditemukan sel datia berinti banyak atau sel-sel epidermal multinucleated.

    IV. DIAGNOSIS BANDING

    1. Eritema multiforme

    2. Impetigo bulosa

    3. Dermatitis herpetiformis

    4. Skabies

    5. Insect bite

    6. Dermatitis kontak

    V. PENATALAKSANAAN

    A. NON MEDIKA MENTOSA

    - Istirahat yang cukup

    B. MEDIKA MENTOSA

    TOPIKAL :

    - Untuk yang erosi : salep sodium fusidat, neomisin-basitrasin, mupirosin.

    - Bila vesikel belum pecah ; bedak mengandung antipruritus (mentol 0,05-0,5%),

    calamine lotion.

    SISTEMIK :

    1. Bila ada panas

    Dewasa : Metampiron 500 mg sehari 3 kali, oral

    Paracetamol 500 mg sehari, oral

    Anak : Paracetamol :10 mg/kg/dosis sehari 4 kali, oral

    2. Bila ada infeksi infeksi dapat diberikan antibiotik oral

    Dicloksasilin : 12,5 50 mg/kg/hari p.o

    Eritromisin stearat : 250-500mg sehari 4 kali p.o

    3. Asiklovir sebaiknya sedini mungkin diberikan dalam 1-3 hari pertama

    Anak - anak : asiklovir 20 mg/kg/BB

    Dewasa : asiklovir 800 mg sehari 5 kali (selama 7-10 hari)

    VI. PENCEGAHAN

    Pemberian vaksin Varisela Virus Vaccine (Oka strain)

    VII. PROGNOSIS

    - Dengan perawatan yang teliti dan memperhatikan hygiene member prognosis

    yang baik dan jaringn parut yang timbul sangat sedikit.

    - Anak imunokompoten : swasirna

    - Dewasa imunokompeten : dapat terjadi komplikasi

    - Pada kehamilan: , 20 mgg : sindrom varisela kongenital

  • 8

    CONDILOMA AKUMINATA

    Vella

    I. DEFINISI

    Kondiloma akuminta (KA) atau kutil anogenital, kutil genital, kutil kelamin, terdiri

    dari papul atau nodul epidermis yang terdapat pada perineum, genitalia, lipat paha dan

    anus. Lesi dapat membentuk massa besar dan eksofitik (cauliflower) khususnya pada

    bagian tubuh yang lembab.

    II. ETIOPATOGENESIS

    KA disebabkan infeksi virus papiloma humanus (VPH) yang biasanya ditularkan

    melalui hubungan seksual. Sebagian besar KA disebabkan oleh HVP-6 dan HVP-11

    and tipe HVP lain. HVP ini dibagi dalam dua kelompok yaitu resiko rendah yang

    menimbulkan lesi jinak yaitu padaVHP-6 dan VHP-11, dan kelompok resiko tinggi yang

    menimbulkan lesi keganasan yaitu pada VHP-16 dan VPH -18.

    III. KRITERIA DIAGNOSIS

    A. KLINIS

    Manifestasi infeksi VPH pada kelamin dapat berupa:

    1. Infeksi klinis

    Kondiloma akuminatum, berbentuk seperti kol yang menonjol.

    2. Papula halus, papul kecil, halus, warna daging atau papul hiperpigmentasi

    yang mungkin bergabung membentuk plaque

    3. Papul keratotik atau seperti veruka vulgaris.

    4. Veruka plana pada laki laki berupa papul verrocous, sedangkan di vagina

    vulgaris.

    B. DIAGNOSIS BANDING

    1. Veruka vulgaris

    2. Kondilomata latum

    3. Karsinoma sel skuamosa

    C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    - Untuk lesi yang meragukan dapat dilakukan pemeriksaan dengan

    membubuhkan asam asetat 5% pada lesi lesi selama 3-5 menit. Lesi KA

    akan berubah menjadi putih.

    - Dapat dilakukan pemeriksaan Histopatologi.

    -

  • 9

    IV. PENATALAKSANAAN :

    1. Kemoterapi

    A. Tingtura Pedofilin 25%

    Kulit disekitar lesi dioleskan dengan vaselin agar tidak terjadi iritasi.Setelah 4-

    6 jam, lesi di cuci. Dapat dilakukan 2 kali seminggu, setiap kali pemberian

    tidak lebih dari 0,5 cc, sebaiknya tidak dilakukan pada lesi yang luas,

    terutama yang terdapat pada mukosa. Tidak boleh dilakukan pada wanita

    hamil.

    B. Podofilotoksin 0,5%

    Reaksi iritasi lebih jarang dibandingkan tingtura podofilin. Dioleskan 2 kali

    sehari selama 3 hari berturut turut

    C. Asam trikloroasetat 25-50%

    Dioleskan seminggu sekali dan harus berhati hati karena dapat menimbulkan

    ulkus yang dalam.Tidak perlu di cuci.Boleh diberikan pada wanita hamil.

    2. Tindakan bedah

    A. Bedah scalpel

    B. Bedah listrik: biasanya efektif tetapi membutuhkan anestesi lokal

    C. Bedah beku : mudah dilakukan dan tidak membutuhkan anestersi lokal.

    Dengan memakai lidi kapas, nitrogen cair diletakkan pada lesi selama 10-20

    detik.

    3. Laser karbondioksida

    4. Interferon

    5. Imunoterapi

    V. PROGNOSIS

    Baik tetapi sering residif.Faktor predisposisi di cari, misalnya higiene, adanya fluor

    albus, atau kelembaban pada pria akibat tidak disirkumsisi.

    VI. DAFTAR PUSTAKA

    1. Androphy EJ, Kirnbauer R.Human Papiloma Virus Infections. In: Goldsmith LAKatz

    SI, Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatricks dermatology in

    general medicine. 8thed. New York: McGraw Hill;2012.p.2421-33

    2. Holmes KK, Sparling PF, Stamm WWE, PiotP, Wasserheit JN, Corey L. Sexually

    Transmitted Diseases. 4ed. McGraw-Hil;2008.p.1296-7

    3. James WL, Berger TG, Elston DM. Viral Diseases :Andrews Diseases Of The Skin

    Clinical Dermatology. 10 editions. Saunder Elsevie;2000.p.407-11

    4. Sterling JC.Virus Infections. In: Burns T, Breathnach S, Cox NN, Griffiths C, editors

    RooksTextbook of Dermatology.8 editions.Willey-Blackwell;2010:..3329-46

  • 10

    IMPETIGO DAN EKTIMA

    Vella

    I. DEFINISI

    Penyakit infeksi piogenik pada kulit yang disebabkan oleh staphylococcus dan/atau

    streptococcus superfisial pada epidermis (impetigo) dan jika sudah sampai ke dermis

    (ektima).

    Ada 2 bentuk :

    1. Impetigo non bulosa (Impetigo kontangiosa) disebabkan oleh staphyloccus aureus

    dan/atau streptococcus pyogenes (streptococcus beta-hemolytic group A).

    2. Impetigo bulosa disebabkan oleh staphylococcus aureus.

    II. ETIOPATOGENESIS

    Penyakit ini mengenai kulit pada lapisan superfisial (epidermis). Kuman penyebab

    dapat ditemukan dan dibiakkan dari cairan bulanya.Pada impetigo bulosa, dari cairan

    bula ditemukan toksin epidermolitik yang dianggap sebagai penyebab terjadinya

    bula.Masuknya kuman melalui mikro lesi di kulit dan menular.

    III. KRITERIADIAGNOSIS

    A. KLINIS :

    o Impetigo kontangiosa

    1. Sering pada anak anak

    2. Tempat predileksi : muka sekitar hidung dan mulut, anggota gerak (kecuali

    telapak tangan dan kaki), dan badan.

    3. Kelainan kulit : vesikel/bula berdinding tipis di atas kulit yang eritem yang

    cepat pecah, sehingga vesikel/bulanya sendiri jarang sekali terlihat, yang

    terlihat adalah khas berupa krusta tebal berwarna kuning

    kecoklatan/keemasan/seperti madu. Krusta dilepas tampak erosi di

    bawahnya.

    4. Tidak disertai gejala konstitusi (demam, malaise, mual), kecuali bila

    kelainan kulitnya berat.

    B. IMPETIGO BULOSA

    1. Pada semua umur

    2. Tempat predileksi : muka dan bagian tubuh lainnya termasuk telapak tangan

    dan telapak kaki, mukosa membrane dapat terkena

    3. Kelainan kulit

    Timbul bula yang bertambah besar, kurang cepat pecah dapat tahan 2-3

    hari.Isi bula mula - mula jernih kemudian keruh, sesudah pecah tampak

    krusta kecoklatan yang tepinya meluas dan tengahnya menyembuh,

    sehingga tampak gambaran lesi sirsiner.

  • 11

    C. DIAGNOSIS BANDING :

    1. Tinea corporis

    2. Varisela

    3. Ektima

    4. Sifilis stadium 11

    5. Dermatitis

    6. Pemfigus

    IV. PENATALAKSANAAN :

    1. Pengobatan topikal

    - Lesi sedikit dan dini dengan hanya topikal : mupirosin ointment

    - Drainage : bula dan pustule dengan di tusuk jarum steril untuk mencegah

    penyebaran lokal

    - kompres lesi pelan - pelan dan melepas krustanya

    2. Pengobatan sistemik

    2.1 Pinisilin

    a. Pinisilin G prokain injeksi

    Dosis : 0,6 1,2 juta I.U.m., sehari 1-2 kali

    Anak anak : 25.000 50.000 I.U./kg/dosis, sehari 1-2 kali

    b. Ampicilin

    Dosis : 250-500mg/dosis sehari 4 kali

    Anak-anak : 7,5-25mg/kg/dosis, sehari 4 kali a.c

    c. Amoksisilin

    Dosis : 250-500 mg/dosis, sehari 3 kali

    Anak anak : 7,5-25mg/kg/dosis sehari 3 kali a.c

    d. Cloksasilin

    Dosis : 250-500mg/dosis sehari 4 kali a.c

    Anak-anak : 10-25 mg/kg/dosis, sehari 4 kali a.c

    e. Dicloksasillin

    Dosis : 125-250 mg/dosis, sehari 3-4 kali a.c

    Anak anak : 5-15mg/kg/dosis. sehari 3-4 kali a.c

    f. Phenoxymethyl pinicilline

    Dosis : 250-500mg/dosis sehari 4 kali a.c

    Anak-anak : 7,5-12,5mg/kg/dosis, sehari 4 kali a.c

    2.2 Eritromisin

    Dosis : 125-250 mg/kg/dosis, sehari 4 kali p.c

    Anak-anak : 12,5-50 mg/kg/dosis, sehari 4 kali

    V. PROGNOSIS

    Impetigo akan sembuh dalam beberapa minggu, tetapi jika tidak diobati maka akan

    terjadi ektima.

  • 12

    FOLIKULITIS/FURUNKEL/KARBUNKEL

    Vella

    I. DEFINISI

    Furunkel adalah infeksi akut dari satu folikel rambut yang biasanya mengalami

    nekrosis disebabkan oleh staphylococcus aureus. Karbunkel adalah satu kelompok

    beberapa folikel rambut yang terinfeksi oleh staphylococcus aureus, yang disertai oleh

    keradangan daerah sekitarnya dan juga jaringan dibawahnya termasuk lemak di bawah

    kulit.

    II. ETIOPATOGENESIS

    Karena adanya mikrolesi baik karena garukan (portal of entry), maka kuman masuk

    dalam kulit biasanyaStaphylococcus aureus.

    III. KRITERIA DIAGNOSIS

    A. KLINIS :

    1. Furunkel

    - Mula - mula nodul kecil yang mengalami keradangan pada folikel rambut,

    kemudian menjadi pustule dan mengalami nekrosis dan menyembuh

    setelah pus keluar dan meninggalkan sikatrik.

    - Nyeri terutama pada yang akut, besar, di hidung, lubang telinga luar

    - Gejala konstitusioanal yang sedang (panas, malaise ,mual)

    - Dapat satu atau banyak dan dapat kambuh kambuh

    - Tempat predikleksi : muka, leher, pergelangan tangan, jari jari tangan,

    pantat dan daerah anogenital

    2. Karbunkel

    - Pada permulaan infeksi terasa sangat nyeri dan tampak benjolan merah,

    permukaaan halus, bentuk seperti kubah dan lunak

    - Ukuran dapat membesar 3-10 cm

    - Supurasi terjadi setelah 5-7 hari dan pus keluar dari banyak lubang fistel

    - Setelah nekrosis tampak nodul yang menggaung atau luka yang dalam

    dengan dasar yang purulen

    B. DIAGNOSIS BANDING

    1. Furunkel

    - Impetigo

    - Herpes simplek

    - Akne stadium pustule

    - Hidradenitis

    - Myasis

    2. Karbunkel

    - Antraks

  • 13

    C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    1. Pemeriksaan gram

    2. Kultur

    IV. PENATALAKSANAAN :

    1. Pada furunkel di bibir atas pipi dan karbunkel pada orang tua sebaiknya dirawat

    inapkan

    2. Pengobatan topikal

    - Lesi basah/kotor : dikompres dengan solusio sodium chloride 0,9%

    - Lesi bersih, salep natrium fusidat

    3. Pengobatn sistemik : pemberian antibiotik selama 7-10 hari

    4. Pengobatan penyakit dasarnya misalkan diabetes mellitus

    5. Tindakan : insisi bila telah supurasi

    V. PROGNOSIS

    Prognosis baik jika diobati dengan antibiotik.

    Akan sering terjadi kekambuhan pada orang dengan diabetes mellitus

    VI. DAFTAR PUSTAKA

    1. Craft N. Superficial infections and pyodermas. In: Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest

    BA, Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatricks dermatology in general

    medicine. 8thed. New York: McGraw Hill;2012.p.2134-36

    2. Hay RJ, Adriaans M.Bacterial Infections. In: Burns T, Breathnach S, Cox NN,

    Griffiths C, editors RooksTextbook of Dermatology.8 editions.Willey-

    Blackwell;2010.p.3021-6

    3. James WL, Berger TG, Elston DM. Bacterial Infections:Andrews Diseases Of The

    Skin Clinical Dermatology. 10 editions. Saunder Elsevier;2000.p.252-3

  • 14

    ERISEPELAS

    Vella

    I. DEFINISI

    Erisepelas adalah infeksi bakteria, akut pada dermis dan jaringan subkutan bagian

    atas.disebabkan oleh streptococcus beta hemolyticus group A. Kadang juga di

    sebabkan oleh grup B, C dan G dan beberapa varian dari bakteri, khusus untuk

    streptococcus group B seringkali mengenai bayi baru lahir.

    II. ETIOPATOGENESIS

    Erisepelas dapat berawal dari berbagai luka, trauma, luka tertusuk, tinea

    interdigitalis, dan trauma lainya seperti gigitan serangga, trauma setelah imunisasi, dan

    berbagai kondisi yang memungkinkan kolonisasi kuman.

    III. KRITERIA DIAGNOSIS

    A. KLINIS :

    Biasanya didahului gejala prodromal malaise, bisa disertai reaksi konstitusional

    yang hebat berupa panas tinggi, sakit kepala, menggigil, muntah, nyeri sendi.

    Lesi kulit berupa kemerahan atau eritema lokal berbatas jelas dengan tepi

    meninggi, teraba panas, terasa nyeri.Diatasnya dapat ada vesikel atau bula yang

    mengandung cairanseropurulen.Terdapat leukositosis.Sering terdapat di wajah dan

    kaki.

    B. DIAGNOSIS BANDING :

    1. Dermatitis kontak alergika

    2. Selulitis

    3. Ektima gangrenosum

    4. Insect bite

    C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Diagnosis erisepelas dapat ditegakkan secara klinis, dan dapat dilakukan

    pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan seperti :

    1. Pemeriksaan darah lengkap (Leukositosis 20.000/mm3)

    2. Kultur darah serta specimen dari cairan vesikula atau erosi atau ulkus

    3. Pemeriksaan gram

  • 15

    IV. PENATALAKSANAAN :

    1. Sebaiknya tirah baring

    2. Bagian tubuh yang terkena diimobilisasi

    3. Pemberian antibiotik :

    - Oral penisilin selama 10-14 hari atau dapat diberikan benzatin penisilin 2,4

    IM. Jika pasien alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin

    - Intramuskular prokain

    - Amoksisilin

    - Vancomisin

    4. Pengobatan topikal

    - Kompres dengan solusio chloride 0,9%

    - Lesi kulit kering diberikan salep natrium fusidat atau mupirosin

    V. PROGNOSIS

    Prognosisnya baik dengan pemberian terapi yang tepat, tetapi pada pasien

    imunokompromais prognosis tergantung dari sistem imun pasien.

    VI. DAFTAR PUSTAKA

    1. Lipwoth AD, Saavedra AP, Weinberg AN, Johnson AR. Non-Necrotizing Infections of

    the Dermas and Subcutaneous Fat: Cellulitis and Erysipelas. In: Goldsmith LAKatz

    SI, Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatricks dermatology in

    general medicine. 8thed. New York: McGraw Hill;2012.p.2160-77

    2. James WL, Berger TG, Elston DM. Bacterial Infections :Andrews Diseases Of The

    Skin Clinical Dermatology. 10 editions. Saunder Elsevier;2000:260-1

    3. Celestin R, Brown J, Kihiczak, Schwartz RA.Erysipelas: a common

    potentiallydangerous infection. Acta Dermatoven APA Vol 16, 2007, No.3

  • 16

    DERMATOFITOSIS

    Sitti Hajar

    I. DEFINISI

    Dermatofitosis (=Tinea, Ringworm) adalah infeksi jamur dermatofit (spesies

    Microsporum, Trichophyton dan Epidermophyton) yang menyerang epidermis

    bagian superfisialis (stratum korneum), kuku dan rambut.

    II. ETIOPATOGENESIS

    Ada 3 (tiga) cara penularan pada dermatofitosis, yaitu :

    A. Antropofilik (dari manusia ke manusia)

    Spesies antropofilik (E. floccosum, M. audouinii, M. ferrugineum, T.

    mentagrophytes var. interdigitale = T. interdigitale, T. rubrum, T. tonsurans)

    mengakibatkan reaksi radang ringan dan kronis/kambuh - kambuhan.

    B. Zoofilik (dari binatang ke manusia)

    Spesies Zoofilik (M. Canis pada anjing dan kucing, T. Mentagrophytes var.

    Mentagrophytes = T. Mentagrophytes pada binatang mengerat) mengakibatkan

    reaksi radang hebat/akut, sembuh jarang kambuh.

    C. Geofilik (dari tanah ke manusia)

    Spesies Geofilik (M. Gypseum) mengakibatkan reaksi radang hebat/akut,

    sembuh jarang kambuh.

    Reaksi peradangan tergantung pada :

    Tempat infeksi, imunitas penderita, rambut halus (velus) folikelnya sebagai

    reservoir hingga sering kambuh. Terjadi hanya di lapisan keratin oleh karena

    adanya serum sebagai faktor penghambat jamur dermatofita memasuki ruangan

    ekstravaskuler yang berfungsi melindungi jaringan sehingga mencegah penetrasi

    ke lapisan lebih dalam.

    Faktor predisposisi :

    Higiene sanitasi jelek, kelembaban, daerah tropis panas, faktor penyebab

    maserasi di pelipatan, sakit berat dan lama, penderita diabetes mellitus,

    neurodermatitis, leukorrhoe, obesitas.

    III. KRITERIA DIAGNOSIS

    Ada 9 bentuk berdasarkan topografi, diinfeksi dermatofita diklasifikasikan

    kedalam :

    3.1. Tinea Kapitis

    Infeksi dermatofita pada kepala.

    Umumnya pada anak-anak.

    1) Infeksi ektothrik : Miselium menjadi arthrokonidia disekitar batang rambut /

    bawah kutikula dan destruksi kutikula.

    Ada 2 bentuk inflamasi dan non inflamasi :

    i. Gray patch (antropofilik : M. ferrugineum )

    Berskuama, disertai radang ringan, gatal ringan/sangat, rambut

    keabuan, kusut, rapuh terpotong beberapa milimeter diatas kepala

    alopesia, lampu Wood (+) hijau terang

  • 17

    ii. Kerion (Zoofilik)

    a) Karena M. Canis.

    Keradangan berat, lampu Wood (+) hijau terang.

    b) Karena T. mentagrophytes dan T. Verrucosum.

    Kerion celsi (+), nyeri, rambut mudah putus,lampu Wood (-)

    2) Infeksi endothrik : Miselium menjadi arthokonidia didalam batang rambut,

    selalu antropofilik (T.violaceum), lesi mutipel, banyak, terpencar, tidak

    semua rambut di lesi terkena alopesia.

    Black dot : rambut putus tepat di orifisium folikel rambut, kronis dapat

    sampai dewasa, lampu Wood : (-)

    3.2. Tinea Korporis

    Infeksi dermatofit pada kulit halus (glabrous skin).2 bentuk tersering : bentuk

    annular dan bentuk iris.Makula eritematus berbatas jelas, tepi polisiklis, aktif

    ( meninggi, ada papul, vesikel, meluas ), sembuh ditengah ( central healing )

    tertutup skuama.

    3.3. Tinea Imbrikata

    Bentuk tinea korporis karena T. concentricum dan terdapatnya terbatas di

    daerah tertentu (pulau Pasifik, Asia tenggara, Amerika tengah dan selatan).

    Khas : polisiklik, makula papulo skuamous, tersusun cincin yang konsentris,

    meluas ke seluruh badan, stratum korneum terlepas dan tepi bebasnya

    menghadap tengah. Kepekaan T. concentricum dipengaruhi gen autosomal

    resesi.

    3.4. Tinea Kruris

    Adalah infeksi dermatofit pada sela paha, perinium dan daerah perianal

    dapat meluas ke daerah gluteus dan pubis, efloresensi = Tinea korporis,

    bilateral tetapi tidak simetris, paha dimana sisi skrotum yang lebih turun

    lesinya lebih luas. Skrotum dan penis tidak terkena, skrotum sebagai

    reservoir kambuh-kambuhan.

    3.5. Tinea Unguium

    Adalah invasi dermatofit ke lempeng kuku. (lihat bab Onikomikosis).

    3.6. Tinea Pedis

    Adalah infeksi dermatofit pada kaki, mengenai sela jari kaki dan telapak kaki :

    1. Intertriginosa kronis : bentuk tersering.

    Kulit mengelupas, maserasi dan pecah-pecah, tersering pada antara jari

    kaki IV & V dan III & IV, tertutup epidermis dan debris mati, putih,

    maserasi, meluas ke telapak kaki, tumit & dorsum pedis, khas

    hiperhidrosis dan bau khas tidak enak

    2. Bentuk hiperkeratotik papuloskuamosa kronis

    Khas daerah kulit merah muda, tertutup skuama putih keperakan,

    bilateral, berupa bercak-bercak. Moccasin foot : bila mengenai seluruh

    kaki

  • 18

    3. Bentuk vesikular

    Khas lesi vesikel, vesikulo pustula dan dapat bula, jarang pada tumit dan

    daerah depan, sepeti erisipelas, sering + reaksi id

    4. Bentuk ulseratif akut

    Proses eksematoid vesikulopustula dan penyebaran cepat, disertai infeksi

    sekunder bakteri

    3.7. Tinea Manum

    Adalah infeksi dermatofit pada daerah interdigitalis, permukaan palmar dan

    dorsum manus. Bentuk tersering adalah Hiperkeratosis difusa. Unilateral,

    dapat disertai 1 atau 2 kaki terkena (Tinea pedis), kuku tidak / dapat terkena.

    3.8. Tinea Inkognito

    Infeksi dermatofit yang berubah karena kortikosteroid sistemik atau topikal

    yang diberikan karena kelainan yang telah ada atau salah diagnosis tinea.

    A. Pemeriksaan Penunjang

    a) Pemeriksaan langsung dengan KOH 10-20% / dapat + tinta Parker

    b) Kultur, dengan media :

    - Sabouraud's Dextrose Agar (SDA) + khloramfenikol + sikloheksamid

    (Actidion) : Mycobiotik - Mycosel, tumbuh rata-rata 10-14 hari

    c) Pemeriksaan lampu Wood

    Pada Tinea kapitis.

    Fluoresensi positif : warna hijau terang spesies Microsporum

    Fluoresensi negatif : karena spesies Trichopyton atau memang bukan

    karena Tinea kapitis.

    (Tinea favosa yang disebabkan oleh Trichophyton schonleinii memberi

    warna fluoresensi warna hijau tua, tetapi jamur ini tidak ada di Indonesia

    sehingga kasusnya tidak ada).

    B. Diagnosis Banding

    Tergantung lokasi kelainannya.

    Dermatitis, Pyoderma, Kandidiasis, Erythema anulare sentrifugum,

    Erythema intertrigo, Morbus Hansen MB, Psoriasis vulgaris, Pityriasis

    rosea, Alopesia, Trichotillomania, Onikholisis, Distrofik unguium.

    IV. PENYULIT

    Tergantung lokasi yang terkena.

    Infeksi sekunder, Alopesia, Reaksi id, Kekambuhan, Hiperpigmentasi.

    V. PENATALAKSANAAN

    1. Lesi basah / infeksi sekunder

    - Kompres sol sodium khlorida 0,9% 3-5 hari

    - Antibiotika oral 5-7 hari

  • 19

    2. Topikal

    Indikasi : Lesi tidak luas pada Tinea korporis, Tinea kruris, Tinea manuum

    dan Tinea pedis ringan.

    Obat :

    o Salep Whitfield 2x /hari (=AAV I/Half Strengh Whitfield ointment) ; (=AAV I

    asidum salisilikum 3% + asidum bensoikum 6%); (dapat AAV II asidum

    salisilikum 6% + asidum bensoikum 12%)

    o Salep 2-4 / 3-10. 2x /hari ( asidum salisilikum 2-3% + sulfur presipitatum 4-

    10% )

    o Mikonasol 2x /hari

    Pengobatan umumnya minimal selama 3 minggu (2 minggu sesudah KOH

    negatif /klinis membaik), untuk mencegah kekambuhan pada obat fungistatik

    3. Sistemik

    Indikasi :

    Tinea kapitis, Tinea imbrikata, Tinea unguium dan Tinea barbae, Tinea korporis

    / kruris / pedis / manuum yang berat / luas / sering kambuh / tidak sembuh

    dengan obat topikal / mengenai daerah berambut.

    Cara : Tergantung obat oral yang dipakai, lokasi dan penyebab Lamanya

    a. Obat fungistatik : 2-4 minggu

    b. Obat fungisidal : 1-2 minggu

    Obat :

    o Griseofulvin

    anak : 10 mg/kgBB/hari ( microsize )

    5,5 mg/kgBB/hari (ultra microsize)

    dewasa : 500-1000 mg/hari

    o Ketokonasol

    anak : 3-6 mg/kgBB/hari

    dewasa : 1 tablet ( 200mg )/hari

    o Itrakonasol

    anak : 3-5 mg/kgBB/hari

    dewasa : 1 kapsul ( 100mg )/hari

    o Terbinafin

    anak : 3-6 mg/kgBB/hari

    10-20kg : 62,5 mg (1/4 tablet)/hari

    20-40kg : 125 mg (1/2 tablet )/hari

    dewasa : 1 tablet ( 250mg )/hari

    4. Keadaan khusus

    Tinea kapitis

    Oral

    Griseofulvin ( gold standard ), 6-12 minggu

    20 mg/kgBB/hari (microsize)

    15 mg/kgBB/hari (ultra microsize)

  • 20

    Ajuvan

    a. Shampo selenium sulfid 1-1,8%

    b. Shampo ketokonasol 1-2 % 2 - 3x / minggu

    c. Rambut tidak perlu dipotong/dicukur

    Tinea unguium

    Topikal

    1. Indikasi

    a) SWO, dikerok dulu

    b) DLSO terbatas pd kurang 2/3 bagian distal ( terbaik 1/3 bagian

    distal ) dan yg terkena tak lebih dari 3 kuku

    c) Kombinasi obat oral

    d) Pencegahan kambuh

    2. Macam obat topikal

    a) Ciclopirox 8% lacquer

    - 1 x / minggu 6 bulan, atau

    - Bulan I : 3 x / minggu

    Bulan II : 2 x / minggu

    Bulan III : 1 x / minggu

    Oral

    1. Terbinafin : 1 tablet / hari

    tangan : 6-8 minggu, kaki : 12-16 minggu

    2. Itrakonasol

    a) 2 kapsul / hari

    tangan : 6 minggu, kaki: 12 minggu

    b) Terapi denyut (pulse treatment)

    Pemberian obat dengan dosis tinggi dalam waktu singkat sehingga

    menimbulkan efek fungisidal sekunder karena terjadi fungitoksik.

    Penderita akan lebih patuh dan tidak sering lupa kesembuhan

    lebih baik dan kekambuhan jarang terjadi.

    Pada itrakonasol

    a. Tinea unguium

    400mg (2x2 kapsul)/hari untuk 1 minggu

    istirahat 3 minggu / siklus

    - kuku tangan : 2 siklus

    - kuku kaki : 3-4 siklus

    Bedah kuku

    1. Curettage

    a) SWO

    b) Subungual debris, mengurangi beban kuku yang harus diobati oral

    2. Pencabutan kuku tak dilakukan

    VI. DAFTAR PUSTAKA 1. Rippon JW. Medical Mycology, 3th ed. Philadelphia : WB Saunder Co. 1988

    2. Odom RB et al (eds.). Andrews Diseases of the Skin. 9th ed. Philadelphia : WB Saunders Co, 2000

    3. Suyoso S. Penatalaksanaan Dermatofitosis masa kini. Berkala Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 2000;12:78-82.

  • 21

    PITIRIASIS VERSIKOLOR

    Sitti Hajar

    I. DEFINISI

    Pitiriasis versikolor adalah infeksi jamur superfisialis kronis, asimtomatik

    menyerang lapisan stratum korneum disebabkan Malassezia furfur.

    II. ETIOPATOGENESIS

    Malassezia furfur merupakan lipophilic yeast, dimana dalam keadaan biasa

    merupakan flora normal yang terdapat pada permukaan kulit.

    Malassezia furfur yang berbentuk ragi / spora dapat berubah menjadi patogen

    dalam bentuk filamen / hifa oleh faktor faktor predisposisi sebagai berikut :

    - Endogen : kulit berminyak, hiperhidrosis, genetika, imunodefisiensi, sindroma

    cushing, malnutrisi

    - Eksogen : kelembaban dan suhu tinggi, higiene, oklusi pakaian, penggunaan

    emolien yang berminyak.

    Pitiriasis versikolor tidak lagi digolongkan sebagai penyakit yang menular.

    Timbulnya infeksi jamur ini lebih disebabkan oleh faktor faktor individual yang

    spesifik yang belum dapat diketahui dengan pasti. Aspek aspek endogen (genetik)

    merupakan faktor faktor kontributor yang menyebabkan timbulnya Pitiriasis

    versikolor.

    III. KRITERIA DIAGNOSIS

    A. Manifestasi Klinis

    1. Gatal bila berkeringat

    2. Lokasi lesi pada umumnya terdapat pada badan (dada, punggung), leher,

    lengan atas, selangkang, bisa ditemukan pada daerah lain termasuk

    muka.

    3. Terdapat 3 bentuk lesi :

    a. Makular : Soliter dan biasanya saling bertemu (koalesen) dan tertutup

    skuama.

    b. Papuler : Bulat kecil-kecil perifolikuler, sekitar folikel rambut dan

    tertutup skuama

    c. Campuran lesi makular dan papular

    4. Warna lesi bervariasi : putih (lesi dini) kemerahan, coklat dan kehitaman

    (lesi lama) Bentuk kronis akan didapatkan bermacam warna.

    5. Selesai terapi biasanya didapatkan depigmentasi residual tanpa skuama

    di atasnya yang akan menetap dalam beberapa bulan sebelum kembali

    normal.

  • 22

    B. Pemeriksaan Penunjang

    1. larutan KOH 20% atau campuran 9 bagian KOH 20% dengan 1 bagian

    tinta Parker blueblack superchrome

    Hasil positif : hifa pendek, lurus, bengkok (seperti huruf i,v,j) dan

    gerombolan spora buddding yeast yang berbentuk bulat mirip seperti

    sphaghetti with meatballs.

    Hasil negatif : bila tidak ada lagi hifa, maka berarti bukan Pitiriasis

    versikolor walaupun ada spora.

    2. Lampu Wood

    Hasilnya positif apabila terlihat fluoresensi berwarna kuning emas pada lesi

    tersebut.

    C. Diagnosis banding

    1. Diagnosis banding Pitiriasis versikolor dengan lesi hiperpigmentasi yaitu :

    Pitiriasis Rosea, Eritrasma, Dermatitis Seboroika, Tinea Korporis

    2. Diagnosis banding Pitiriasis versikolor dengan lesi hipopigmentasi yaitu :

    Pitiriasis Alba, Vitiligo, Morbus Hansen tipe Tuberkuloid, Hipopigmentasi

    Paska Inflamasi

    IV. PENATALAKSANAAN

    A. Obat topikal (digunakan bila lesi tidak terlalu luas)

    1. Krim Mikonasol 2%, dioleskan 2 kali sehari selama 3 4 minggu untuk

    lesi di muka dan badan yang tidak luas.

    2. Solusio Natrium Tiosulfas 25 %, dioleskan 2 kali sehari selama 2 minggu

    (kurang dianjurkan oleh karena bisa menyebabkan iritasi, berbau tidak

    enak dan tidak boleh untuk daerah wajah dan leher).

    3. Krim Tretinoin 0,05% - 0,1% untuk lesi hiperpigmentasi dioleskan 2 kali

    sehari selama 2 minggu.

    4. Shampo Ketokonasol 1 2 % dioleskan pada lesi selama 10 - 15 menit

    sebelum mandi 2 kali seminggu selama 2 4 minggu.

    5. Larutan propilen glikol 50% dalam air dioleskan seluruh tubuh 2 x sehari

    selama 2 minggu. Merupakan sediaan yang murah, efektif, kosmetik

    bagus, memberikan hasil bagus dan sangat kecil efek iritasi kulitnya.

    B. Obat sistemik (digunakan bila lesi luas, resisten terhadap obat topikal,

    sering kambuh)

    1. Ketokonazol :

    Dosis anak-anak : 3,3 6,6 mg/kgBB/hari.

    Dosis dewasa : 200 mg/hari.

    Diberikan sekali sehari sesudah makan pagi.

    Lama pemberian : 10 hari

  • 23

    KANDIDIASIS KUTIS

    Sitti Hajar

    I. DEFINISI

    Kandidiasis (=Kandidosis) adalah infeksi primer atau sekunder dari genus

    Candida, yang disebabkan Candida albicans. Manifestasi klinisnya sangat bervariasi

    dari akut, subakut dan kronis ke episodik. Bagian yang terkena dapat lokal di mulut,

    tenggorokan, kulit, kepala, vagina, jari jari tangan, kuku, bronkhi, paru paru atau

    saluran pencernaan makanan atau menjadi sistemik seperti septisemia, endokarditis

    dan meningitis. Proses patologis yang timbul juga berbagai macam dari iritasi dan

    inflamasi sampai supurasi akut dan kronis atau reaksi granulomatosis, karena C.

    Albicans merupakan spesies endogen, penyakitnya merupakan infeksi oportunistik.

    Kandidiasis superfisialis adalah kandidiasis pada dermatomikosis superfisialis,

    yang sering dijumpai adalah :

    1. Mengenai Mukosa : Oral, vaginitis dan balanitis

    2. Mengenai Kulit : Intertriginosa dan generalisata, paronikhia dan onikomikosis,

    daerah popok/diaper/napkin.

    II. ETIOPATOGENESIS

    Infeksi kandida merupakan infeksi oportunis yang dimungkinakan karena

    menurunnya pertahanan tubuh pejamu. Faktorfaktor predisposisi yang

    dihubungkan dengan meningkatnya insidensi kolonisasi dan infeksi kandida yaitu :

    1. Faktor mekanis

    Trauma (luka bakar, abrasi, penggunaaan IUD, meningkatnya frekuensi

    koitus) dan oklusi lokal, kelembaban atau maserasi (gigi palsu, pakaian

    sentetik/ketat atau balut tertutup, kegemukan).

    2. Faktor nutrisi

    Avitaminosis, defisiensi besi, malnutrisi generalis

    3. Perubahan fisiologi

    Umur sangat muda / sangat tua, kehamilan, menstruasi.

    4. Penyakit sistemik

    Diabetes mellitus dan endokrinopathies tertentu lainnya, uremia, malignansi

    dan keadaan immunodefisiensi intrinsik (misalkan infeksi HIV/AIDS)

    5. Penyebab iatrogenik

    Faktor barier lemah (pemasangan kateter, penyalahguna obat iv.), radiasi

    sinar X, obat obatan oral, parenteral, topikal dan aerosol (kortikosteroid dan

    immunosupresi lainnya, antibiotik spektrum luas, metronidazole, transquilizer,

    kontrasepsi oral / estrogen, colchisine, phenylbutazone dan histamine 2-

    blocker)

    6. Idiopatik

    Kemampuan ragi berubah bentuk menjadi hifa dianggap sebagai mekanisme

    patogen primer dan terbukti bila bentuk hifa melekat lebih kuat pada

    permukaan epitel, namun sekarang diketahui bahwa bentuk ragi (yeast)

    mampu invasi dan tidak lagi dianggap hanya sebagai komensal.

  • 24

    III. KRITERIA DIAGNOSIS

    A. Gejala Klinis

    1. Kandidiasis intertriginosa (=kandida intertrigo) dan Kandidiasis

    generalisata.

    Mengenai daerah pelipatan pelipatan badan, umbilikus, pannikulus

    (lipatan lemak badan) dan dapat meluas ke kulit badan (generalisata).

    Dapat mengenai skrotum dan penis.

    Kulit nyeri, inflamasi, ertematus dan ada satelit vesikel / pustul, bula atau

    papulopustular yang pecah meninggalkan permukaan yang kasar dengan

    tepi yang erosi.

    1.1 Erosio interdigitale blastomycetica (Kandidiasis interdigitalis)

    Kandidiasis mengenai sela jari tangan (tersering ) / sela jari kaki.

    Tersering pada sela jari tiga. Pada yang sering / terus menerus

    terkena air.

    B. Pemeriksaan Penunjang

    1. Pemeriksaan langsung dengan KOH 10 20% (dapat ditambah tinta

    Parker Superchrome blue black). Tampak budding yeast cells (2 spora

    seperti angka 8) denga atau tanpa pseudohifa atau hifa. Pseudohifa

    (gambaran seperti untaian sosis) hifa pada infesi membrana mukosa

    adalah pathognomonis, sedang pada kandidiasis kutis tidak selalu

    ada.Spesimen harus baru dan segera diperiksa.

    2. Pengecatan Gram.

    Elemen jamur (budding yeast cell / blastospora / blastokonidia /

    pseudohifa / hifa ) tampak sebagai gram positif dan sporanya lebih besar

    dari bakteri. Dilakukan pada kandidiasis mukosa.

    3. Kultur

    Spesimen harus baru dan kultur dengan media :

    a. Sabourauds Dextrose Agar (SDA) + chloramphenicole + gentamycine

    b. Mycobiotic / Mycosel (SDA + chloramphenicole + Cydodexamide )

    4. Histopatologi

    Dengan pengecatan PAS (Periodic Acid Schiff) atau GMS (Gomoris

    Methenamic Silver).

    Pilihan untuk kandida leukoplakia dan bila diperlukan pada kandidiasis

    kutis.

    5. Glukose darah dan reduksi urine untuk melihat diabetes mellitus.

    C. Diagnosis Banding

    1. Kandidiasis oral : difteria, leukoplakia karena keganasan dan kheilitis.

    2. Kandidiasis vulvovaginalis : trikhomoniasis vaginalis, bakterial vaginosis

    dan leukorhoe fisiologis pada kehamilan.

    3. Kandidiasis balantis : infeksi bakteri, herpes simpleks, psoriasis dan likhen

    planus.

    4. Kandidiasis kutis : dermatofitosis, dermatitis seborrhoika, eritema

    intertrigo, eritrasma, psoriasis, pyoderma.

  • 25

    IV. KOMPLIKASI

    1. Infeksi sekunder

    2. Candidiasis reaction

    V. PENATALAKSANAAN

    A. Kandidiasis kutis

    1. Obat topikal

    1.1 Miconazole krim dioleskan sehari 2 kali

    Dioleskan sehari 2 kali selama 14 hari, dapat lebih sampai 4 minggu,

    sebaiknya 1-2 minggu sesudah kambuh / KOH negatif. Untuk

    kandida paronikhia perlu waktu 3-4 bulan.

    2. Obat oral

    Indikasi :

    a. Bila lesi luas

    b. Penderita imunokompromais berat

    c. Paronikhia yang gagal dengan obat topikal / berat / kronis.

    2.1 Tablet ketoconazole : Sehari 1 tablet selama 1-2 minggu

    2.2 Kapsul itraconazole : Sehari 2 kapsul selama 7 hari

    VII. DAFTAR PUSTAKA

    1. Rippon JW. Medical Mycology, 3th ed. Philadelphia : WB Saunder Co. 1988

    2. Odom RB et al (eds.). Andrews Diseases of the Skin. 9th ed. Philadelphia : WB

    Saunders Co, 2000

    3. Suyoso S. Kandidiasis superfisisalis. Tele-video conference. Pengaruh iklim

    tropis pada infeksi kandida. Jakarta Surabaya Malang : Kelompok Studi

    Dermatomikosis Indonesia, 2001 : 1-6.

  • 26

    SKABIES

    Nanda Earlia

    I. DEFINISI

    Skabies adalah penyakit kulit yang sangat menular, disebabkan oleh infestasi

    dan sensitisasi tungau Sarcoptes scabiei varian hominis. Penyakit ini ditandai

    dengan keluhan subyektif yang sangat gatal terutama pada malam hari, disertai

    erupsi kulit dengan derajat keparahan yang bervariasi. Onset gejala klinis terjadi

    seiring dengan berkembangnya respon imun terhadap keberadaan tungau dan

    produk-produknya pada epidermis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran

    klinis yang khas. Pemeriksaan laboratorium dengan mikroskop ditemukan adanya

    terowongan dan tungau di dalam terowongan tersebut.

    II. ETIOPATOGENESIS

    Erupsi skabies disebabkan oleh respon imun terhadap keberadaan Sarcoptes

    scabiei atau produk-produknya pada kulit. Pada infestasi primer, erupsi kulit biasanya

    terjadi sekitar 4 minggu setelah infestasi dan diikuti dengan timbulnya gejala klinis. Rasa

    gatal dan inflamasi adalah hasil dari reaksi hipersensitivitas dari pejamu karena adanya

    bahan-bahan asing (seperti kutu, telur dan feses) pada kulit. Garukan yang terjadi

    akibat rangsangan gatal akan mengurangi jumlah organisme dan membantu membatasi

    derajat infestasi. Pada reinfestasi, gejala klinis timbul lebih cepat yaitu sekitar 1-4 hari

    setelah infestasi dengan derajat yang lebih ringan. Hal ini terjadi oleh karena pada

    infestasi ulang telah terjadi sensitisasi dalam tubuh pasien terhadap tungau dan

    produknya yang merupakan antigen dan mendapat respon dari sistem imun tubuh.

    Tungau betina membuat liang di dalam epidermis (stratum korneum, yang bersifat lebih

    longgar dan tipis) dan meletakkan telur dalam liang-liang yang ditinggalkannya.

    Awalnya pejamu tidak menyadari adanya aktivitas penggalian terowongan dalam

    epidermis tetapi setelah 4-6 minggu terjadi reaksi hipersensitivitas terhadap tungau atau

    bahan-bahan yang dikeluarkannya, dan mulainya timbul gatal. Reaksi alergi terhadap

    tungau dan produknya disebabkan akibat substansi yang dilepaskan S.scabiei sebagai

    respon terhadap hubungan antara tungau, keratinosit, dan sel-sel Langerhans ketika

    melakukan penetrasi kedalam kulit. Hasil penelitian terbaru, menunjukkan keterlibatan

    reaksi hipersensitivitas tipe I dan IV. Pada reaksi tipe I, terjadi akibat pertemuan antigen

    tungau dengan imunoglobulin E pada sel mast, sehingga terjadi peningkatan

    imunoglobulin-E. Keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe IV akan memperlihatkan

    gejala sekitar 10-30 hari setelah sensitisasi tungau dan berupa terbentuknya papul dan

    nodul inflamasi. Cara penularan skabies melalui kontak langsung (skin to skin),

    sehingga penyakit ini dapat menyerang seluruh anggota keluarga. Penularan secara

    tidak langsung melalui penggunaan bersama pakaian, handuk, maupun tempat tidur,

    juga kontak seksual.

  • 27

    III. KRITERIA DIAGNOSIS

    A. ANAMNESIS

    Gatal terutama pada malam hari sehingga dapat mengganggu penderita yang

    akan dirasakan oleh penderita 4-6 minggu setelah tertular

    B. KLINIS

    - Terdapat dua tipe utama lesi kulit pada skabies : terowongan dan lesi skabies

    - Terowongan :

    Patognomonis berupa terowongan dengan dinding tipis, bentuk berkelok-

    kelok berwarna putih keabu-abuan 1-10 mm panjangnya, disebabkan

    perpindahan kutu pada stratum korneum, dan ada vesikel pada salah satu

    ujung yang berdekatan dengan tungau yang sedang menggali terowongan,

    dan seringkali dikelilingi eritema ringan. Terowongan ditemukan pada : bagian

    tepi dari jari-jari, telapak tangan, sela-sela jari, bagian volar pergelangan ta-

    ngan, dan punggung kaki. Pada bayi, terowongan sering pada telapak

    tangan, telapak kaki, juga bisa ditemukan di badan, kepala, dan leher.

    Terowongan pada genetalia pria biasanya ditutupi oleh papula yang

    meradang, dan papula tersebut yang ditemukan pada penis dan skrotum

    adalah patognomonis untuk skabies.

    - Lesi kulit pada skabies : lesi primer dan sekunder

    Lesi primer pada skabies merupakan reaksi alergi terhadap tungau, berupa

    erupsi papula yang terdapat disekitar aksila, umbilikus, dan paha.. Lesi

    sekunder berupa ekskoriasi, krusta dan bila timbul infeksi sekunder terdapat

    pustula yang dapat mengaburkan lesi primernya.

    Bentuk/variasi klinis skabies:

    a. Skabies pada orang bersih

    Bentuk ini gejalanya minimal dan terowongannya sukar ditemukan.

    Terdapat pada orang dengan tingkat kebersihan yang tinggi dan S.

    scabiei dapat hilang dengan mandi teratur.

    b. Skabies inkognito

    Pemakaian kortikosteroid topikal atau sistemik dapat memperbaiki

    gejala dan tanda klinis skabies, tetapi infestasi S. scabiei dan

    kemungkinan penularannya tetap ada.

    c. Skabies nodularis

    Lesi berupa nodul berwarna coklat kemerahan dan gatal, terdapat

    pada daerah tertutup terutama genetalia laki-laki, inguinal dan aksila.

    S. scabiei jarang ditemukan pada nodul. Nodul timbul akibat reaksi

    hipersensitivitas, lesi ini dapat bertahan beberapa bulan sampai satu

    tahun walaupun telah diberikan obat anti skabies.

  • 28

    d. Skabies pada bayi dan anak-anak

    Kesalahan diagnosa sering terjadi karena adanya kurangnya

    kecurigaan terhadap penyakit ini dan perubahan eksema sekunder

    serta karena terapi yang tidak sesuai. Skabies pada bayi dan anak-

    anak gejalanya gatal, sering erupsi generalisata dengan area yang

    sering terkena adalah muka, kulit kepala, telapak tangan dan kaki,

    gambaran yang tersering adalah papul, vesikopustul dan nodul.

    Terowongan sukar ditemukan.

    e. Skabies pada usia lanjut

    Pada kelompok ini, diagnosis skabies sering terabaikan karena

    perubahan kulit sangat minimal atau tidak khas. Rasa gatal dapat

    seperti pruritus senilis, xerosis, atau yang disebabkan psikogenik.

    Reaksi inflamasi seperti yang terlihat pada orang muda biasanya

    tidak ada. Daerah yang terkena biasanya punggung.

    f. Skabies krustosa (skabies Norwegia)

    Pertama kali ditemukan di Norwegia pada tahun 1848 pada pasien-

    pasien Lepra. Kasus skabies jenis ini jarang ditemukan. Biasanya

    terjadi pada mereka dengan respon imun abnormal atau keadaan

    imunosupresi, spasien sering tidak merasakan gatal karena kehilangan

    kemampuan sensoris yang disebabkan oleh kelainan-kelainan

    neurologis. Lesi bervariasi mulai dari krusta skuama generalisata atau

    bentuk dermatitis papular. Predileksi: kulit kepala, telinga, bokong,

    siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang dapat disertai distrofi kuku.

    Dapat disertai distrofi kuku dan menjadi generalisata. Gatal biasanya

    tidak menonjol tetapi sangat menular karena jumlah tungau pada kulit

    sangat banyak (sangat kontagius dan merupakan sumber epidemi)

    g. Skabies pada kulit kepala

    Skabies jarang mengenai kulit kepala orang dewasa, tetapi dapat

    terjadi bersamaan atau menyerupai dermatitis seboroik. Sering terjadi

    pada bayi, anak-anak dan orang tua.

    h. Skabies bulosa

    Vesikel sering terjadi pada anak-anak dan jarang pada dewasa.

    Skabies bulosa pada dewasa secara klinis, patologi dan

    imunopatologi mirip dengan pemfigoid bulosa, tetapi lebih banyak

    ditemukan terowongan. Banyak pada pasien lebih dari 65 tahun.

    Onset penyakit ini beberapa minggu sampai beberapa bulan.

  • 29

    C. DIAGNOSIS BANDING

    Sangat mirip :

    1. Dermatitis atopik

    2. Dyshidrotic eczema

    3. Pioderma

    4. Dermatitis kontak

    5. Insect bite

    Dipertimbangkan :

    1. Dermatitis herpetiformis

    2. Psoriasis

    3. Pemfigoid bulosa

    4. Erupsi obat

    5. Pruritus disebabkan kelainan sistemik

    6. Delusions of parasitosis

    D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    - Beberapa cara untuk menemukan terowongan (kanalikuli) :

    1. Kerokan kulit

    kanalikuli utuh ditetesi minyak mineral atau KOH10%, lalu dilakukan

    kerokan dengan skalpel steril. Bahan pemeriksaan diletakkan di gelas

    objek, ditutup kaca penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop

    2. Mengambil tungau dengan jarum

    Bila menemukan terowongan, jarum sunik ditusukkan kedalam

    terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial keujung

    lainnya jemudian dikeuarkan,, Bila positif, tungau terlihat pada ujung

    jarum sebagai parasit yag kecil dan transparan

    3. Pemeriksaan dengan tinta parker (Burrow ink test)

    Kanalikuli skabies dilapisi tinta cina , biarkan 20-30 menit. Setelah

    tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut terlihat

    lebih gelap karen akumulasi tinta didalam terowongan. Tes dinyatakan

    positif bila terbentuk gambaran kanalikuli yang khas berupa garis

    zigzag

    4. Dermatoskop (Epiluminescence microscopy)

    - Beberapa cara untuk menemukan tungau :

    1. Kerokan kulit

    Papul utuh ditetesi minyak mineral atau KOH10%, lalu dilakukan

    kerokan dengan skalpel steril. Bahan pemeriksaan diletakkan di gelas

    objek, ditutup kaca penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop

  • 30

    2. Epidermal shave biopsi

    Lesi dijepit dengan ibujari telunjuk kemudian dilakukan irisan

    superfisial dengan hati-hati agar tidak berdarah. Kerokan diletakkan

    diatas kaca objek, teresi minyak mineral, periksa dibawah mikroskop

    E. DIAGNOSIS

    Diagnosis klinis cukup ditegakkan berdasarkan anamnesis, manifestasi klinik, dan

    pemeriksaan penunjang, dengan menemukan 3 dari 4 kriteria sebagai berikut :

    1. Pruritus nokturna (gatal malam hari, karena aktivitas tungau lebih tinggi pada

    suhu lembab)

    2. Menyerang sekelompok manusia

    3. Predileksi dan morfologi lesi yang khas

    4. Identifikasi mikroskopik adanya tungau, telur, fecal pellet (skibala)

    IV. KOMPLIKASI

    Rasa gatal yang timbul merangsang pasien untuk menggaruk sehingga

    dapat terjadi infeksi sekunder pada lesi skabies. Bila infeksi disebabkan oleh S.

    pyogenes maka dapat terjadi glomerulonefritis akut, limphadenopathy. Hal lain

    yang mungkin timbul adalah penyakit menjadi kronik oleh karena salah diagnosis

    dan salah penanganan

    V. PENATALAKSANAAN

    A. PRINSIP

    Kombinasi antara skabisid dengan kontrol fomite

    B. NON MEDIKA MENTOSA - Pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dengan mandi secara teratur

    setiap hari. Semua pakaian, sprei dan handuk yang telah digunakan harus

    dicuci secara teratur dan bila perlu direndam air panas.

    - Anggota keluarga yang berisiko tinggi untuk tertular, terutama bayi dan anak-

    anak, harus dijaga kebersihannya dan menghindari terjadinya kontak

    langsung.

    - Semua anggota keluarga atau orang seisi rumah yang berkontak dengan

    penderita harus diperiksa dan bila juga menderita skabies juga diobati

    bersamaan agar tidak terjadi penularan kembali.

  • 31

    C. MEDIKA MENTOSA

    TOPIKAL

    - Pemberian obat pada pasien skabies haru didasarkan pada beberapa

    syarat -syarat yang harus terpenuhi antara lain efektif terhadap semua

    stadium kutu (telur, larva, kutu dewasa), potensi toksisitas obat serta

    cara penggunaan yang tepat, tidak menimbulkan iritasi kulit, tidak

    berbau, mudah didapat, murah harganya.

    - Pada beberapa pasien lesi kulitdan gatal akan menetap selama 2-4

    minggu setelah terapi, disebut dengan post scabietic dermatitis, harus

    dijelaskan ke pasien bahwa reaksi tersebut bukan karena kegagalan

    terapi merupakan respon tubuh terhadap tungau yang mati dan akan

    hilang dalam 2 minggu bersamaan dengan pengelupasan alamiah

    epidermis. Kebanyakan pasien akan merasakan gejala pruritus

    berkurang dalam 3 hari.

    - Aplikasi kedua dari obat topikal dilakukan pada hari ke 8 dengan

    tujuan untuk mengurangi reinfestasi fomit dan memastikan

    terbunuhnya larva yang dapat bertahan hidup dalam telur.

    - Seluruh anggota keluarga harus diterapi secara simultan (bersamaan),

    untuk mencegah reinfestasi dari anggota keluarga yang carier dan

    asimptomatis.

    - Pasien kontrol kembali 1 minggu kemudian, bila ada lesi baru obat

    topikal bisa digunakan lagi

    - Ada beberapa macam obat anti skabies, seperti:

    a. Permetrin 5% krim :

    Merupakan sintetis pyrethroid, yang menghambat transpor sodium

    pada neuron artropoda, sehingga mengakibatkan paralisis. Efektif

    untuk semua stadium kutu. Dosis : oles malam hari selama 8 jam,

    dari leher kebawah, pada hari 1 dan dapat diulang pada hari ke 8.

    Ibu hamil kategori B. Penggunaan permetrin 5% untuk ibu hamil, ibu

    menyusui, dan anak dibawah 2 tahun, hanya boleh dua kali pemakaian

    dengan durasi pemakaian 2 jam.

    b. Lindan (gamma benzena hexachloride = GBHC)

    Dosis : oles malam hari hari ke-1 dan 8. Efek samping berupa

    toksisitas pada sistem syaraf pusat melalui absorbsi perkutan.

    Kontraindikasi untuk bayi, anak-anak, ibu menyusui, skabies krustosa,

    dan pasien dengan riwayat dermatitis atopik. Tidak begitu efektif dan

    sering resisten

    c. Sulfur presipitatum 5% - 10% :

    Dosis : oles selama 8 jam pada hari ke- 1,2, dan 3. Aman untuk bayi

    dan ibu hamil, harga murah

  • 32

    d. Krotamiton (crotonyl-N-ethyl-O-toluidine) krim atau lotion 10%

    Tidak efektif, memiliki efek anti pruritus. Dosis : oles selama 8 jam

    pada hari ke-1,2,3, dan 8

    e. Benzil benzoat 25-30%

    Dosis : oles selama 24 jam

    SISTEMIK

    - Ivermectin

    Tahun 1993 ivermektin mulai digunakan dengan dosis untuk skabies

    : 1 atau 2 dosis oral 200 g/kgBB, pada hari 1 dan 8. Merupakan

    antiparasit terbaik saat ini. Obat ini bekerja pada sinap syaraf

    menggunakan glutamat atau aminobutiric acid. Perkembangan

    blood-brain barier pada anak belum sempurna maka tidak

    direkomendasikan pemberian Ivermectin untuk anak-anak kurang dari

    15 kg, maupun untuk wanita hamil, dan menyusui. Pada skabies

    krustosa, pemberian Ivermectin dan skabisid topikal

    direkomendasikan.

    - Antihistamin

    - Antibiotik bila ditemukan infeksi sekunder

    VI. DAFTAR PUSTAKA

    1. Burkhart CN, Burkhart CG. Scabies,other Mites, and Pediculosis. In:

    Goldsmith LA, Katz IS, Gilchrest BA, Leffel DJ, Wolff K editors.

    Fitzpatricks Dermatology in General Medicine.8thed. New York: Mc Graw-Hill

    Book CO;2012.p. 2569-73

    2. Morel SD, Burkhart CN, Burkhart CG. Infestation. In:.Bolognia, JL, Jorizzo J

    L, Schaferr Julie V editors. Dermatology. 3rd ed. New York: Mosby;2012.p.

    1423-26

    3. Burn DA. Disease causes by arthropoda and other noxiuous animal.In: Burn

    T, Breatnach cox N, Griffith C. Rooks Textbook of Dermatology. 7th ed.

    Massachusetts: Blackwell publising; 2004.p.37-7

    4. Habif P Thomas, Campbell J L, Dinulos JGH, Zug KA. Infestation and bites.

    In: Habif P Thomas, Campbell J L, Dinulos JGH, Zug KA, editors. Skin

    disease : diagnosis & treatment. 3rd ed. Edinburg: Elsevier ;2011.p. 334-38

    5. James WD, Berger TG, Elston DM. Parasitic infestation, stings, and bites. In:

    James WD, Berger TG, Elston DM, editors. Andrews Disease of the skin :

    clinical dermatology. 11th ed. Philadelphia:WB Saunder Co;2011.p.414-47

  • 33

    PEDIKULOSIS

    Nanda Earlia

    I. DEFINISI

    Infeksi kulit/rambut pada manusia yang disebabkan oleh Pediculosis (dari

    family Pediculidae) dan yang menyerang manusia adalah Pediculus humanus

    yang bersifat parasit obligat yang artinya harus menghisap darah manusia untuk

    mempertahankan hidup. Pedikulosis juga sangat mudah untuk menular dengan

    gejala pruritus yang residif

    Klasifikasi :

    1. Pedikulosis kapitis

    Infestasi yang disebabkan Pediculus humanus var. capitis. yang mengisap darah

    dikulit kepala, leher dan tengkuk, kemudian hidup di rambut kepala. Sinonim :

    pediculosis capitis, cooties, head lice

    2. Pedikulosis korporis

    Infestasi yang disebabkan oleh Pediculus humanus var. humanus yang bersifat

    transien pada kulit tubuh (punggung, leher, dan bahu) untuk mengisap darah,

    kemudian menetap pada serat kapas di sela-sela lipatan pakaian. Sering terjadi

    pada orang yg jarang mandi atau hidup dalam lingkungan yang rapat serta tidak

    pernah mengganti bajunya. Sinonim : pediculosis corporis, body lyce, clothing

    lice

    3. Pedikulosis pubis

    Infestasi yang disebabkan oleh Phthirus pubis. Penyakit yang dapat digolongkan

    dalam infeksi menular seksual, menyerang rambut area pubis dan sekitarnya,

    juga bagian tubuh lain yang berambut, misalnya jenggot, kumis, bulu mata, alis

    mata, aksila, dan tepi batas rambut kepala. Sinonim : Phtirus pubis, , pubic lice,

    crab lice

    II. ETIOPATOGENESIS

    1. Pedikulosis kapitis

    Kutu Pediculus humanus capitis mempunyai 2 mata dan 3 pasang kaki,

    berwarna abu-abu dan menjadi kemerahan jika telah menghisap darah. betina

    mempunyai ukuran yang lebih besar (panjang 1,2-3,2 mm lebar lebih kurang

    setengah panjangnya) daripada yang jantan (sekaligus jumlahnya lebih

    sedikit). Siklus hidupnya melalui stadium telur, larva, nimfa, dan dewasa.

    Telur (nits) diletakkan di sepanjang rambut dan mengikuti tumbuhnya rambut

    (makin ke ujung terdapat telur yang lebih panjang). Pada orang yang dadanya

    berambut terminal, kutu ini dapat melekat pada rambut tersebut dan dapat

    ditularkan melalui kontak langsung.

  • 34

    Penyakit ini lebih menyerang anak-anak dan cepat meluas di lingkungan yang

    padat seperti asrama dan panti asuhan. Ditambah lagi jika kondisi hygiene

    tidak baik (misalnya jarang membersihkan rambut. Cara penularannya melalui

    perantara, misalnya sisir, kasur, topi, dan bantal. Lebih banyak terjadi di kaum

    perempuan. Bertahan selama 24 sampai 48 jam. Rasa gatal timbul karena

    adanya reaksi hipersensitivitas yang diperoleh terhadap antigen dari saliva

    kutu. Kelainan kulit kepala yang timbul disebabkan oleh garukan untuk

    menghilangkan gatal. Gatal ditimbulkan oleh liur dan eksreta kutu yang

    dikeluarkan ke kulit kepala sewaktu menghisap darah.

    2. Pedikulosis korporis

    Pediculus humanus humanus betina mempunyai ukuran panjang 1,2-4,2 mm

    dan lebar kira-kira setengah panjangnya, sedangkan jantan relatif lebih kecil.

    Siklus hidup sama dengan pedikulosis pada kepala. Penyakit ini lebih

    menyerang dewasa terutama pada orang dengan hygiene buruk, misalnya

    pengembala karena mereka jarang mandi dan jarang mengganti dan

    mencuci pakaian, karena itu penyakit ini sering disebut Vagabond. Hal ini

    disebabkan kutu tidak melekat pada kulit, tetapi pada serat kapas di sela-

    sela lipatan pakaian dan hanya transien ke kulit untuk menghisap darah.

    Penyakit ini bersifat kosmopolit, lebih sering pada daerah beriklim dingin

    karena orang memakai baju tebal dan baju jarang dicuci. Keadaan kumuh

    padat & tidak tersanitasi. Kutu badan sekitar 30% lebih besar daripada kutu

    kepala, namun mempunyai morfologi yang sama. Kutudapat ditemukan pada

    pakaian yang kontak dengan leher, aksila, dan setinggi pinggang ataupun

    tempat tidur yang terkontaminasi. Kelainan kulit yang timbul disebabkan oleh

    garukan untuk menghilangkan gatal. Gatal ditimbulkan oleh liur dan eksreta

    kutu yang dikeluarkan ke kulit sewaktu menghisap darah.

    3. Pedikulosis pubis

    Kutu ini berukuran panjang dan lebar yang sama (1-2 mm) pada betina.

    Pada jantan ukurannya lebih kecil. Paling sering ditularkan melalui

    hubungan seksual. Kutu pubis memiliki kecenderungan menyerang laki-laki

    homoseksual. Paling sering daerah rambut pubis. Semua kulit yang

    mengandung rambut harus diperiksa ( jenggot, kumis, dan bulu mata)

  • 35

    III. KRITERIA DIAGNOSIS

    A. KLINIS

    1. Pedikulosis kapitis

    Pada infestasi pertama, membutuhkan waktu 3-6 minggu sebelum timbulnya

    pruritus sebagai respon imunologik terhadap komponen iritan dari saliva dan

    eksreta kutu. Pada infestasi berikutnya pruritus timbul dalam 24-48 jam.

    Beberapa pejamu dapat asimptomatik atau carier. Ekskoriasi, eritema, krusta,

    dan skuama pada kulit kepala dan tengkuk sering ditemukan.

    2. Pedikulosis korporis

    Umumnya hanya ditemukan kelainan berupa gatal dan bekas garukan pada

    badan (punggung, leher, dan bahu). Klinis berupa pinpoint red macule, papula

    eritematosa, krusta, dan ekskoriasi

    3. Pedikulosis pubis

    Gejala yang dominan yaitu gatal di daerah pubis dan sekitarnya. Gatal dapat

    meluas sampai ke daerah abdomen dan dada, yang ditemukan bercak-bercak

    yang berwarna abu-abu-kebiruan yang disebut macula serulae. Walaupun kutu

    ini dapat dilihat dengan mata telanjang, kutu ini sulit dilepaskan karena

    kepalanya dimasukkan ke dalam muara folikel rambut. Gejala lainnya adanya

    black dot, yaitu bercak-bercak hitam yang tampak jelas pada celana dalam

    berwarna cerah (atau putih) setelah bangun tidur. Bercak ini merupakan krusta

    darah yang disalah artikan sebagai hematuria.

    B. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    1. Pedikulosis kapitis

    Paling baik memeriksa rambut di bawah mikroskop, dengan menemukan kutu

    dewasa dalam keadaan hidup, nimfa imatur, atau telur berwarna abu-abu

    dan mengkilat.

    2. Pedikulosis korporis

    Mencari telur atau bentuk dewasa. Caranya dengan menemukan kutu atau

    telur pada serat kapas pakaian

    3. Pedikulosis pubis

    Paling sering menemukan kutu di daerah pubis. Jika kutu (-), nits kadang

    ditemukan di dekat pangkal rambut, alis, bulu mata.

    C. DIAGNOSIS BANDING

    1. Pedikulosis kapitis

    a. Tinea kapitis

    b. Pioderma (impetigo krustosa)

    c. Dermatitis seboroik

  • 36

    2. Pedikulosis korporis

    a. Alergi obat

    b. Dermatitis atopik

    c. Dermatitis kontak

    d. Viral exanthem

    e. Skabies

    f. Penyakit sistemik lainnya (gangguan hepar atau ginjal )

    g. Neurotic excoriation

    3. Pedikulosis pubis

    a. Dermatitis Seboroika.

    b. Dermatitis kontak

    c. Piedra

    d. Dermatomikosis

    e. Skabies

    f. Arthropod bites

    g. Trichomycosis pubis

    IV. KOMPLIKASI

    Kadang-kadang, pasien dapat mengalami demam, limfadenopati, dan infeksi

    sekunder.

    V. PENATALAKSANAAN

    PRINSIP :

    1. Memusnahkan semua kutu

    2. Mencegah resistensi kutu terhadap obat

    3. Mengurangi resiko reinfeksi

    4. Mengatasi infeksi sekunder

    Pedikulosis kapitis dan pubis

    a. Permetrin 1 % lotion diaplikasikan pada kulit kepala dan rambut yang

    kering selama 10 menit atau Permetrin 5% krim dioleskan sepanjang

    malam, kemudian dicuci dengan non-medicated shampoo, boleh diberikan

    untuk usia 2bulan dan wanira hamil kategori B

    b. Pyrethrin sinergized 0,33% dioleskan 10 menit pada rambut yang kering

    c. Malathion 0,5-1% dalam bentuk lotion atau gel. Caranya: malam

    sebelum tidur rambut dicuci dengan sabun kemudian dipakai losio

    malathion, lalu kepala ditutup dengan kain selama 8-12 jam. Keesokan

    harinya rambut dicuci lagi dengan sabun lalu disisir dengan sisir bergerigi

    halus dan rapat. Pengobatan diulang seminggu sekali bila masih terdapat

    kutu. Obat ini paling efektif tetapi sulit didapat. Boleh diberikan untuk usia

    6 tahun dan wanira hamil kategori B

  • 37

    d. Carbaryl shampoo 0,5%, dioleskan 8-12 jam

    e. Lindan shampoo 1%, dioleskan selama 4 menit lalu dicuci

    f. Spinosad krim, rinse, dapat dioleskan 10 menit pada rambut yang kering.

    Boleh digunakan untuk usia 4 tahun dan wanita hamil kategori B

    g. Ivermection topikal, dioleskan selama 10 menit ; oral 200 g/kg ,

    diberikan pada hari ke-1,8, dan 15

    h. Yang mudah didapat di Indonesia adalah krim gama benzene

    heksaklorida (gameksan) 1%. Cara pemakaian: setelah dioleskan lalu

    didiamkan 12 jam, kemudian dicuci dan disisir agar semua kutu dan telur

    terlepas. Jika masih ada telur, pengobatan diulang secara berkala.

    i. Untuk infeksi sekunder, sebaiknya rambut dicukur dan diobati dengan

    antibiotika sistemik dan/atau topikal, lalu disusul dengan obat yang telah

    disebutkan sebelumnya dalam bentuk shampo.

    j. Higiene merupakan syarat supaya tidak terjadi residif.

    k. Sebaiknya rambut pubis dicukur dan pakaian dalam direbus dan disetrika

    untuk membunuh telur dan kutu. Mitra seksual juga harus diperiksa dan

    jika perlu diobati

    l. Jika ada infeksi selunder bisa diberikan antibioti sistemik atau topikal.

    Pedikulosis korporis

    a. Desinfestasi kasur, dengan lice spray karena kutu dapat meletakkan

    kutunya pada sela-sela matras. Pakaian sebaiknya dibuang. Pasien

    harus diterapi dari kepala hingga kaki dengan insektisida dan ivermectin

    oral seperti pengobatan untuk skabies.

    b. Jika ada infeksi selunder bisa diberikan antibiotik sistemik atau topikal.

    VI. DAFTAR PUSTAKA

    1. Burkhart CN, Burkhart CG. Scabies,other Mites, and Pediculosis. In: Goldsmith

    LA, Katz IS, Gilchrest BA, Leffel DJ, Wolff K editors. Fitzpatricks

    Dermatology in General Medicine.8thed. New York: Mc Graw-Hill Book

    CO;2012.p. 2573-78

    2. Morel SD, Burkhart CN, Burkhart CG. Infestation. In:.Bolognia, JL, Jorizzo J L,

    Schaferr Julie V editors. Dermatology. 3rd ed. New York: Mosby;2012.p. 1426-

    29

    3. Habif P Thomas, Campbell J L, Dinulos JGH, Zug KA. Infestation and bites. In:

    Habif P Thomas, Campbell J L, Dinulos JGH, Zug KA, editors. Skin disease :

    diagnosis & treatment. 3rd ed. Edinburg: Elsevier ;2011.p. 334-38

    4. James WD, Berger TG, Elston DM. Parasitic infestation, stings, and bites. In:

    James WD, Berger TG, Elston DM, editors. Andrews Disease of the skin :

    clinical dermatology. 11th ed. Philadelphia:WB Saunder Co;2011.p.414-47

    5. Stough D, Shellabarger S, Quiring J, at al. Efficacy and safety of spinosad and

    permethrin cream rinses for pediculosis capitis (head lice).

    Pediatric.2009;124:389-95

  • 38

    CUTANEOUS LARVA MIGRANS

    Nanda Earlia

    I. DEFINISI

    Merupakan erupsi pada kulit berupa kelainan kulit berbentuk peradangan linier

    atau berkelok-kelok (serpiginosa) yang disebabkan oleh penetrasi dan migrasi dari

    larva cacing tambang melalui epidewrmis. Infeksi ini biasanya terjadi pada musim

    panas. Lesi kulit dapat sembuh sendiri. Sinonim : creeping eruption

    II. ETIOPATOGENESIS

    Invasi larva cacing tambang masuk ke kulit disertai rasa gatal dan panas,

    kemudian timbul papula berbentuk linier atau berkelok-kelok berwarna kemerahan,

    polisiklik, serpiginosa dan membentuk terowongan. Tempat predileksi di tungkai, plantar

    tangan, anus, bokong, paha dan bagian tubuh dimana saja yang sering kontak dengan

    tempat larva cacing tambang.

    III. KRITERIA DIAGNOSIS

    A. KLINIS

    - Pruritus dapat timbul setelah panetrasi cacing pada kulit

    - Beberapa hari kemudian timbul vesikel, edema, dan terowongan yang berkelok-

    kelok dengan konfigurasi serpiginosa

    - Setiap larva memproduksi satu terowongan dan migrasi rata-rata 1-2 cm setiap

    hari.

    - Lokasi tersering : ekstremitas inferior dan gluteus. Dapat juga ditemukan di

    tangan, paha dan area perianal.

    - Jika tidak diterapi, terowongan semakin berkembang kemudian menghilang

    dalam beberpa hari, tetapi dapat timbul kembali dan menetap selama beberapa

    minggu-bulan, kemudian dapat hilang secara spontan.

    B. DIAGNOSIS BANDING

    1. Skabies

    2. Dermatofitosis

    3. Strongyloidiasis

    4. Dermatitis kontak iritan

    IV. PENATALAKSANAAN

    MEDIKA MENTOSA

    a. Albendazol 400-800 mg/hari (anak : 10-15 mg/kg

    b. Tiabendazole 50 mg/kg BB/hari 2 kali sehari selama 2 hari

    c. Cryoterapi

    d. Kloretil spray sepanjang lesi

    e. Thiabendazol topikal 10-15 %

  • 39

    DERMATITIS KONTAK ALERGIKA

    Nanda Earlia

    I. DEFINISI

    Dermatitis kontak alergika (DKA) adalah inflamasi pada kulit melalui mekanisme

    imunologik, disebabkan kulit terpapar bahan alergen eksogen.

    II. IMUNOPATOGENESIS

    DKA merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang diperantarai

    imunitas seluler (tipe IV- a). Patogenesis DKA diklasifikasikan menjadi 2 bagian,

    yaitu fase induksi (fase sensitisasi) dan fase elisitasi (fase efektor). Fase sensitisasi

    dimulai dari waktu pertama kalinya kulit penderita terpapar dengan alergen kontak

    sampai waktu penderita tersensitisasi, yaitu siap untuk mewujudkan terjadinya reaksi

    DKA. Fase ini memerlukan waktu lebih kurang 10-15 hari, biasanya asimptomatik.

    Fase efektor dimulai dari paparan ulang alergen kontak yang sama sampai waktu

    terjadinya manifestasi klinik DKA, dan ini memerlukan 1-2 hari. Reaksi inflamasi

    yang timbul pada DKA dipengaruhi oleh lamanya kulit terpapar dengan bahan

    alergen , berbeda dengan DKI, dimana reaksi inflamasi yang timbul sebanding

    dengan dosis dan konsentrasi bahan iritan yang terpapar dengan kulit.

    Mekanisme kerusakan kulit pada DKA terdiri dari enam tahap :

    (a) Pengikatan hapten/alergen kontak pada komponen kulit

    Bahan yang terpapar kulit dapat penetrasi melalui stratum korneum bila berat

    molekul bahan tersebut < 500 Daltons, dinamakan hapten, yang dapat menjadi

    alergen kontak bila telah berikatan dengan protein kulit, sehingga berat molekulnya

    minimal 5000 Daltons, dinamakan hapten-protein complex. Hapten-protein complex

    ditangkap sel penyaji antigen (antigen precenting cells / APC) yaitu sel Langerhans

    (SL) dan atau sel dendritik dermal, kemudian diproses dulu di SL dan diekspresikan

    pada permukaan SL sebagai molekul HLA DR .

    Sel Langerhans sangat berperan pada patogenesis DKA. Alergen akan

    dikenalkan oleh SL kepada limfosit. Setelah alergen penetrasi kekulit, alergen akan

    berikatan dengan molekul MHC class I yang berikatan dengan sel TCD8+ pada

    kelenjar limfe. Alergen juga dapat berikatan dengan MHC class II yang kemudian

    akan berikatan dengan sel TCD4+. MHC class I/II terdapat pada permukaan SL. Di

    epidermis hapten yang bersifat lipofilik berikatan dengan MHC class I, sedangkan

    hapten yang hidrofilik misalnya ion nikel lebih mudah berikatan dengan MHC II.

    Hapten/alergen juga terikat pada protein kulit misalnya kation nikel yang terdapat

    pada logam yang akan berikatan dengan protein kulit membentuk struktur yang lebih

    stabil (metal-protein chelates). Jadi jenis hapten menentukan macam sel T yang

    akan diaktifkan (sel TCD4+ atau sel TCD8+)

  • 40

    (b) Hapten / alergen mengaktivasi sel penyaji antigen

    SL setelah berikatan dengan hapten akan menjadi aktif dan migrasi dari

    epidermis ke kelenjar limfe melalui pembuluh limfe. Limabelas menit setelah kulit

    terpapar dengan bahan alergen kontak, SL mengeluarkan IL-1 ( Interleukin-1),

    sedangkan IL 1 merangsang keratinosit untuk menghasilkan TNF- (tumor necrosis

    factor-) dan granulocyte-macrophag colony stimulating factor (GM CSF). Ketiga

    sitokin tersebut berperan dalam proses migrasi SL dari epidermis ke kelenjar limfe.

    Dalam waktu 24 jam setelah alergen terpapar pada kulit maka SL akan bermigrasi

    ke kelenjar limfe. IL-1 dan TNF- juga menurunkan ekspresi E-chaderin, sehingga

    melepaskan ikatan antara SL dengan jaringan sekitarnya.

    Enzim metalloproteinase-3(MMP-3) dan MMP-9 merusak makromolekul

    dermoepidermal dan matriks ekstraseluler sehingga mempermudah SL melewati

    stratum basalis. Ketika SL tiba di dermis, SL akan migrasi kearah pembuluh limfe

    dengan tuntunan SLC (secondary limphoid tissue). Setelah SL aktif, SL akan

    menurunkan ekspresi beberapa reseptor kemokin (CCR12,5 dan CCR6), sedangkan

    CCR4,7 dan CXCR4 meningkat. CCR7 berperan dalam pematangan SL selama

    proses migrasi SL ke kelenjar limfe. Aktivasi dan proliferasi sel T oleh SL

    membutuhkan stimulasi TCR (T cell reseptor) yang dikenal dengan signal 1, juga

    membutuhkan signal 2 (co-stimulation) oleh IL1, molekul adhesi yang terdapat

    dipermukaan SL dan sel T. Setelah sel Tspesifik menjadi aktif, maka sel T

    menghasilkan beberapa sitokin misanya IL2.

    (c) Pengenalan alergen oleh SL kepada limfosit

    SL yang sudah matang (IDC/interdigitating cell) mengenalkan alergen ke sel

    T melalui dendrit-dendritnya sehingga sel Tnaif dalam beberapa hari akan

    berdiferensiasi menjadi sel T tipe-0, sel tipe-1, dan tipe-3 dengan menghasilkan

    sitokin yang berbeda. Sel Th1 menghasilkan IFN- dan IL-18, sehingga

    menghambat aktivasi sel T tipe-2. Sel T tipe-1 merupakan sel T efektor yang

    berperan pada terjadinya DKA. Sel T tipe-2 menghasilkan IL-4 dan atau IL-10, yang

    sering teraktivasi bila mukosa terpapar alergen. Sel T tipe-3 menghasilkan TGF-

    (transforming growth factor-) secara interaktif mengatur aktivasi sel T tipe lainnya

    sehingga dapat mengkontrol respon imun. SL akan mengenalkan alergen yang

    terdapat pada MHC class I/II kepada sel Tnaif sehingga sel Tnaif berubah menjadi

    sel T spesifik, yaitu sel T yang sudah mengenal alergen kontak tertentu (sensitisized

    lymphocyte).

    (d) Proliferasi sel T spesifik

    IL-1 yang dihasilkan SL mengaktivasi sel T, sehingga sel T yang aktif akan

    melepaskan growth factor misalnya IL-2 yang bersifat autocrine yaitu mengaktifkan

    reseptor IL-2 sehingga menyebabkan sel T berdiferensiasi menjadi limfoblast.

  • 41

    (e) Perkembangan sel T ke pembuluh darah

    Sel T yang aktif melalui pembuluh limfe menuju sirkulasi darah. Pada sel T

    terdapat reseptor beberapa molekul sehingga memungkinkan sel T bermigrasi ke

    jaringan. Seandainya kulit tidak kontak dengan bahan alergen yang sama, jumlah

    sel T spesifik akan menurun dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan.

    Keadaan inilah yang menyebabkan sel T memiliki nilai ambang yang lebih rendah

    untuk teraktivasi jika terpapar ulang dengan alergen yang sama, sehingga beberapa

    sel radang mudah datang dan terjadilah reaksi radang.

    (f) Fase efektor

    Paparan ulang kulit dengan alergen kontak yang sama menandakan

    dimulainya fase efektor. Proses untuk terjadinya DKA memerlukan waktu 18-48 jam.

    Terpapar ulang kulit dengan alergen yang sama menginduksi aktivasi dan migrasi

    SL, sedangkan pada endotel terjadi peningkatan molekul adhesi, yang memudahkan

    ekstravasasi sel T spesifik. Terikatnya hapten dengan sel T menyebabkan

    peningkatan mediator inflamasi sehingga reaksi radang di epidermis meningkat,

    ditandai dengan infiltrasi, edema, spongiosis (kemerahan, edema, papul, vesikel,

    dan pada palpasi teraba hangat). Akhirnya derajat reaksi radang menurun

    perlahan, walaupun masih didapatkan beberapa sel T spesifik sehingga

    memudahkan timbulnya DKA jika kulit terpapar ulang dengan alergen yang sama.

    Pengetahuan terbaru terhadap patogenesis DKA, menyatakan bahwa

    imunitas alamiah memainkan peranan utama pada proses sensitisasi, sehingga T

    regulatory (Treg) cell dianggap sebagai sel yang mengendalikan reaksi inflamasi

    pada DKA. Kekurangan Treg dapat menyebabkan DKA kronis. Keratinosit juga

    memainkan peranan penting dalam DKA, dari fase inisiasi saat mereka

    memproduksi TNF sampai antigen memodulasi migrasi APC dan T cell trafficking;

    serta menghasilkan IL-10 dan IL-16 yang merekrut Treg.

    III. KRITERIA DIAGNOSTIK

    A. ANAMNESIS

    Riwayat terpapar dengan bahan alergen

    Bila paparan dihentikan, lesi membaik, bila paparan berulang lesi

    memberat.

    Gejala subjektif berupa rasa gatal

    Riwayat penyakit terdahulu (dermatitis atopik)

    Riwayat pekerjaan penderita juga penting ditanyakan

    B. KLINIS :

    Efloresensi DKA polimorf, batas tegas, dimana alergen kuat selalu

    menyebabkan pembentukan vesikel, sedangkan alergen yang lemah

    ditandai dengan adanya papula. Pada fase akut ditandai dengan gejala

    pruritus, edema, makula eritematous batas tegas dan vesikel hanya

    pada area terpapar (lokalisata). Lesi subakut dapat berupa : eritema,

    papula, dan skuama. Bila kontak dengan alergen berulang, maka dapat

  • 42

    ditemukan gejala dan tanda DKA kronik, berupa plak eritematosa batas

    tidak tegas, pada permukaan lesi bisa didapatkan skuama, fissura,

    likenifikasi; dan lesi dapat meluas melewati area yang terpapar

    (diseminata).

    C. DIAGNOSIS BANDING

    Sangat mirip :

    Lokalisata

    1. Dermatitis atopik

    2. Dermatitis asteatotik

    3. Dermatitis seboroik

    4. Dermatitis stasis

    Diseminata

    1. Dermatitis atopik

    2. Dermatitis kontak autosensitisasi

    3. Dermatitis asteatosis

    4. Dermatofitosis

    Dipertimbangkan :

    Lokalisata

    1. Akne karena steroid

    2. Liken simpleks kronis

    3. Herpes simpleks

    4. Herpes zoster

    Diseminata

    1. Dermatitis numularis

    2. Erupsi obat

    3. Psoriasis

    4. Parapsoriasis

    D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Uji tempel (patch test) dengan menggunakan bahan standar atau bahan

    yang dicurigai hanya diperlukan bila tidak dapat dibedakan dengan dermatitis

    kotak iritan.

    IV. KOMPLIKASI

    Infeksi sekunder

    V. PENATALAKSANAAN

    A. NON MEDIKA MENTOSA

    Identifikasi dan eliminasi dan proteksi bahan alergen tersangka

    Anjuran penggunaan alat pelidung diri (APD) : sarung tangan, krim barier

  • 43

    B. MEDIKA MENTOSA

    Kasus ringan dan sedang ( DKA sub akut kronik) :

    TOPIKAL :

    - Kortikosteroid potensi sesuai derajat inflamasi. (hidrokortison 2,5% krim,

    ointment ; difluokortolon valerat 0,1 % krim ; mom