Bahan Alam Hayati
Click here to load reader
-
Upload
rismaaimuett -
Category
Documents
-
view
55 -
download
10
description
Transcript of Bahan Alam Hayati
BAHAN ALAM HAYATI
PENGUJIAN KANDUNGAN KARATENOID, STEROID, TRITERPENOID, ALKALOID, KARBOHIDRAT,
SENYAWA FENOLIK, GARAM ALKALOID, ANTOSIANIN, GLIKOSIDA, TANIN DAN SAPONIN
PADA KULIT BUAH SAWO (Achras sapota L.)
Analisis fitokimia, harus digunakan jaringan tumbuhan yang segar.
Beberapa menit setelah dikumpulkan, bahan tumbuhan itu harus
diendapkan kedalam alkohol mendidih. Kadang-kadang tumbuhan yang
telah tidak tersedia dan bahan mungkin harus disediakan oleh seorang
pengumpulan yang tinggal didunia lain. (Harborne, 2006)
Buah sawo (Achras sapota L.) cukup dikenal masyarakat di
Indonesia karena buahnya yang harum dan rasa buahnya yang manis.
Rasa buah sawo yang manis membuat buah ini banyak penggemarnya.
Rasa manis ini disebabkan oleh kandungan gula dalam daging buah yang
kadarnya berkisar antara 16-20%. Selain kaya gula, buah sawo juga
mengandung zat gizi lain seperti mineral, vitamin, karbohidrat dan serat
pangan.
Buah sawo memiliki kandungan mineral yang ckup baik. Buah ini
merupakan sumber kalium yang baik, yaitu 193mg/100g. Di pihak lain,
memiliki kandungan natrium yang rendah, 12mg/100g. Perbandingan
antara kandungan kalium dan natrium yang mencapai 16:1, menjadikan
sawo sangat baik untuk jantung dan pembuluh darah. (Wikipedia, 2010)
Ekstraksi atau penyarian adalah kegiatan penarikkan zat aktif yang dapat larut dari
bahan yang tidak aktif yang dapat larut dengan pelarut cair. Hasil dari ekstraksi adalah
ekstrak yang merupakan sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif
dari simplisia nabati atau hewani dengan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua
pelarut diuapkan
(Departemen Kesehatan RI, 1995).
Ragam ekstraksi yang tepat sudah tentu bergantung tekstur dan
kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa
yang diisolasi. Umumnya kita perlu membunuh jaringan tumbuhan untuk
mencegah terjadinya oksidasi enzim atau hidrolisis. Bila mengisolasi
senyawa atau jaringan hijau, keberhasilan ekstraksi dengan alkohol
berikatan dengan seberapa jauh klorofil.
( Herborne, 2006 )
Karatenoid merupakan suatu zat yang sangat alami dan memiliki sifat larut dalam air
yang merupakan kelompok pigmen berwarna kuning, merah dan orange. Karatenoid
merupakan suatu triterpenoid C40, golongan pigmen yang dapa larut dalam lipid, tersebar luas
dalam tanaman dan buah-buahan serta tidak diproduksi oleh manusia. Dalam tanaman,
karatenoid terdapat dalam kloroplas atau klorofil daun dan batang tanaman berwarna ungu.
Fungsinya sebagai pigmen pembantu dalam fotosintesis selain sebagai pewarna dalam buah
dan bunga. Karatenoid tidak selalu berdampingan dengan kloroplas, akan tetapi klorofil
selalu disertai dengan karatenoid. Karatenoid memiliki karakteristik yang sensitif terhadap
alkali dan sangat sensitif pada udara dan suhu tinggi dari sinar matahari. Selain itu,
karatenoid tidak larut dalam gliserol dan propilenglikol. Karatenoid dapat larut dalam minyak
makan pada suhu kamar. Karatenoid alami (dikenal juga sebagai ekstrak karoten) secara
alami memberikan warna pada berbagai tumbuhan termasuk buah dan sayur.
(Ferlina, 2009)
Karatenoid terkenal sebagai hidrokarbon tak jenuh turunan likopema atau turunan
likopema teroksigenasi, yang dikenal juga sebagai xantofil. Struktur kimia likopema berupa
rantai panjang yang terdiri atas delapan satuan isoprema. Terangkai dari kepala sampai ekor
sehingga terbentuk sistem ikatan yang terkonjugasi lengkap. Rangkaian ini merupakan
kromoformnya yang menghasilkan warna. Pembentukan cincin warna atau likopema pada
salah satu ujung menghasilkan gamma-karotema. Sedangkan cincin yang terbentuk pada
kedua ujungnya membentuk hidrokarbon bisiklik berupa β-karotema. Isomer β-karotema
hanya berbeda pada letak ikatan rangkapnya dalam satuan yang siklik.
(Sastroamidjoyo, 1996)
Steroid merupakan senyawa turunan lemak yang berasal dari
terpenoid yang tidak terhidrolisis. Steroid sendiri merupakan kelompok
senyawa yang penting dengan struktur dasar berupa sterana tak jenuh
dengan 17 atom karbon dan 4 cincin. Senyawa yang termasuk turunan
steroid misalnya kolesterol, egosterol, progesteron dan estrogen. Pada
umumnya steroid berfungsi sebagai hormon. Steroid mempunyai struktur
dasar yang terdiri dari 17 atom karbon yang membentuk 3 cincin
sikloheksana dan satu cincin siklopentana. Perbedaan jenis steroid yang
satu dengan steroid yang lain terletak pada gugus fungsional yang diikat
oleh keempat cincin ini dan tahap oksidasi tiap-tiap cincin.
( Poedjiadi, 2006 )
Triterpenoid adalah senyawa metabolik sekunder yang kerangka
karbonnya berasal dari enam satuan isopren dan diturunkan dari
hidrokarbon C, 30 asiklik, yaitu skualena. Senyawa ini berbentuk siklik
atau asiklik dan sering memiliki gugus alkohol, aldehid atau karboksilat.
Sebagian besar senyawa triterpenoid mempunyai kegiatan fisiologi yang
menonjol sehingga dalam kehidupan sehari-hari banyak dipergunakan
sebagai obat seperti untuk pengobatan penyakit diabetes, gangguan
menstrasi patukan ular, gangguan kulit, malaria dan kerusakan hati.
Sedangkan bagi tumbuhan yang mengandung senyawa triterpenoid
terdapat nilai ekologi karena senyawa ini bekerja sebagai anti fungus,
inteksida, anti pemangsa, anti bakteri dan anti virus.
( Widiyati, 2006 )
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak
ditemukan dialam. Hampir seluruh senyawa alkaloid berasal dari
tumbuhan-tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan.
Semua alkaloid mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang
biasanya bersifat basa dan dalam sebagian besar atom nitrogen ini
merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Hampir semua alkaloid yang
ditemukan dialam mempunyai keaktifan biologis tertentu, ada yang
sangat beracun tetapi ada pula sangat bermanfaat untuk pengobatan.
Misalnya kinin, morfin, stiknin adalah alkaloid yang terkenal dan
mempunyai efek fisiologi dan psikologi. Alkaloid dapat ditemukan dalam
berbagai bagian tumbuhan seperti biji, daun, ranting dan kulit batang.
Alkaloid umumnya ditemukan dalam kadar yang kecil dan harus
dipisahkan dari campuran senyawa rumit yang berasal dari jaringan
tumbuhan
( Anggarita, 2010 ).
Karbohidrat biasanya berasal dari makanan dan dalam tubuh
mengalami perubahan atau biasa disebut dengan nama metabolisme.
Hasil metabolisme karbohidrat antara lain glukosa yang terdapat dalam
darah, sedangkan glikogen adalah karbohidrat yang disintesis dalam hati
dan digunakan oleh sel-sel pada jaringan obat sebagai sumber energi.
Berbagai senyawa yang termasuk kelompok karbohidrat mempunyai
molekul yang berbeda-beda ukurannya, yaitu dari senyawa yang
sederhana yang mempunyai berat molekul 30 hingga senyawa yang
mempunyai berat molekul 500.000 bahkan lebih. Berbagai senyawa itu
dibagi dalam 3 golongan, yaitu golongan monosakarida, golongan
disakarida, golongan oligosakarida dan polisakarida. Monosakarida dan
beberapa disakarida mempunyai sifat dapat mereduksi, terutama dalam
suasana basa. Sifat sebagai reduktor ini dapat digunakan untuk keperluan
identifikasi karbohidrat maupun analisis kuantitatif. Sifat pereduksi ini
disebabakan oleh adanya gugus aldehida atau keton bebas dalam
molekul karbohidrat. ( Poedjiadi, 2006)
Karbohidrat atau gula menempati kedudukan inti pada metabolisme tumbuhan
sehingga cara deteksi dan perkiraan kuantitatifnya sangat penting bagi ahli tumbuhan. Gula
bukan saja merupakan senyawa organik rumit pertama yang terbentuk dalam tumbuhan
sebagai hasil fotosintesis dan juga merupakan sumbet utama energi pernapasan. Mereka
adalah sarana penyimpanan energi (sebagai pati) dan penangkut (sebagai sukrosa) , serta
pembangun dasar dinding sel (sellulosa). (Harborne, 1987)
Senyawa fenolik atau polifenol merupakan sekelompok metabolit sekunder yang
mempunyai cincin aromatik terikat satu atau lebih. Substituen gugus hidroksil (OH) yang
berasal dari jalur metabolisme asam sikimat dan fenil propanoid. Termasuk dalam kelompok
senyawa fenolik / polifenol adalah fenol sederhana, asam fenolat, kumarin, tannin, dan
flavonoid. Dalam tanaman, senyawa-senyawa ini biasanya berada dalam bentuk glikosida
atau esternya.
(Rahman, 2007)
Istilah senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan,
yang mempunyai ciri sama yaitu cinoin aromatik yang mengandung satu atau dua penyulih
hidroksil. Senyawa fenol cenderung mudah larut dalam air karena umumnya mereka sering
kali berikatan dengan gula sebagai glikosida, dan biasanya terdapat dalam vakuola sel.
Peranan beberapa golongan senyawa fenol sudah diketahui (misalnya lignin sebagai bahan
pembangun dinding sel, antosianin sebagai pigmen bunga).
Senyawa fenol dan asam fenolat lebih baik dibahas bersama karena biasanya, pada
analisa tumbuhan, mereka diidentifikasi bersama. Hidrolisis jaringan tumbuhan dalam
suasana asam membebaskan sejumlah asam fenolat yang larut dalam eter, beberapa
diantaranya umum penyebarannya. Senyawa asam fenolat ada hubungannya dengan lignin
terikat sebagai ester atau terdapat pada daun di dalam fraksi yang tidak larut dalam etanol,
atau mungkin terdapat di dalam fraksinasi yang larut dalam etanol, yaitu sebagai glikosida
sederhana.
(Harborne, 1987)
Fenil propanoid adalah senyawa fenol alam yang mempunyai cincin-cincin aromatik
dengan rantai samping terdiri atas tiga atom karbon. Secara biosintesis senyawa ini turunan
asam amino protein aromatik, yakni femlalanina dan fenil propanoid, dapat mengandung satu
sisi C6 – C3 atau lebih. Yang paling tersebar luas adalah asam hidroksisinamat, suatu senyawa
yang penting, bukan saja sebagai bangunan dasar lignin tetapi juga berikatan dengan
pengaturan tubuh dan pertahanan terhadap penyakit. Yang termasuk fenil propanoid antara
lain, hidroksikumarin, fenil propena, dan lignan. Empat macam asam hidroksisinamat
terdapat umum dalam tumbuhan dan pada kenyataannya hampir terdapat dimana-mana.
Keempat asam itu ialah asam fenolat, sinapat, kafeat, dan p-kumarat.
(Harborne, 1987)
Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan yang berpembuluh tetapi beberapa kelas
lebih tersebar daripada yang lainnya. Flavonoid mengandung sistem aromatik yang
terkonjugasi dan karena itu menunjukkan pita serapan kuat pada sprektum UV dan sprektum
tampak. Flavonoid pada umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat terikat pada gula
sebagai glikosida dan aglikon falvonoid yang mana pun mungkin saja terdapat dalam satu
tumbuhan dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida. Flavonoid terutama berupa senyawa
yang larut dalam air. Mereka diekstraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air
setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol,
karena itu warnanya berubah bila ditambah basa amonia, jadi mereka mudah dideteksi pada
kromatogram atau dalam larutan.
(Harborne, 1987)
Tidak ada benda lain yang begitu mencolok dibandingkan flavonoid yang member
konstribusi keindahan dan kesemarakan pada bunga dan buah-buahan di alam. Flavin akan
memberikan warna kuning atau jingga, antosianin akan member warna merah , ungu atau
biru yaitu semua warna yang terdapat pada pelangi terkecuali warna hijau. Secara biologis,
flavonoid memainkan peranan penting dalam kaitannya dengan penyerbukan pada tanaman
oleh serangga. Sebagian flavonoid memiliki rasa yang pahit sehingga dapat menolak sejenis
ulat tertentu. (Sastroamidjoyo, 1996)
Pada saat mengidentifikasi pigmen dari sumber tumbuhan baru, harus diingat bahwa
hanya sedikit saja antrakuinon yang terdapat secara teratur dalam tumbuhan. Yang paling
sering dijumpai ialah emodin; sekurang-kurangnya terdapat enam suku tumbuhan tinggi dan
dalam sejumlah fungus. Untuk memisahkan campuran antrakuinon dan bentuk tereduksinya,
yaitu antron dan diantron yang terdapat dalam Rhamnus dan Cassia, penyerap yang berguna
ialah silika gel dicampur dengan Kiselgur G (1:6). (Harborne, 1987)
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam.
Hampir seluruh senyawa alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai
jenis tumbuhan. Semua alkaloid mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang bersifat
basa dan dalam sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin heterosiklik.
Alkaloid dapat ditemukan dalam berbagai bagian tumbuhan seperti, biji, daun, ranting, dan
kulit batang. Alkaloid harus berasal dari campuran senyawa rumit yang berasal dari jaringan
tumbuhan. (Anggarita, 2010)
Pada umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau
lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid
sering kali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang
menonjol; jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid biasanya tanpa
warna, sering kali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang
berupa cairan pada suhu kamar. (Sastroamidjoyo, 1996)
Antosisnin adalah glikosida antosianidin, yaitu merupakan garam
polihidroksiflavilium (2-arilbenzopirilium). Sebagian besar antosianin alam adalah glikosida
(pada kedudukan 3- atau 3,5-) dari sejumlah terbatas antosianidin. Amntosianidin ialah
aglikon antosianin yang terbentuk bila antosianin hidrolisis dengan asam. (Sastroamidjoyo,
1996)
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam
tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air adalah penyebab hampir semua
merah jambu, merah marak, merah, merh cenduduk, ungu, dan biru dalam daun bunga, daun,
dan buah pada tumbuhan tinggi. Secara kimia, semua antosianin merupakan turunan suatu
struktur aromatik tunggal, yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin
dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau glikosidasi.
(Harborne, 1987)
Glikosida merupakan salah satu kandungan aktif tanaman yang termasuk dalam
golongan metabolit sekunder. Didalam tanaman, glikosida tidak lagi diubah menjadi senyawa
lain, kecuali bila memang ada mengalami penguraian akibat pengaruh yang berasal dari luar
(misalnya udara panas dan teroksidasi). Glikosida merupakan senyawa yang terdiri dari
gabungan dua senyawa, yaitu gula dan bukan gula. Senyawa senyawa ini dihubungkan oleh
suatu ikatan berupa jembatan oksigen (O-glikosida dioscin), jembatan nitrogen (N-glikosida
dioscin), jembatan sulfur (S-glikosida dioscin), jembatan belerang (S-glikosida sinigrin)
maupun jembatan karbon (C-glikosida barbalein). Bagian gula biasa disebut glikom
sedangkan bagian bukan gula disebut aglikon atau genin. Apabila glikon dan aglikon saling
terikat, maka senyawa ini akan disebut glikosida. Apabila bagian aglikon dari suatu glikosida
juga merupakan gula, maka glikosida ini disebut sebagai hollosida, sedangkan kalau bukan
gula disebut juga sebagai heterosida. (Sheeny, 2010)
Saponin adalah glikosida triperpena dan sterol yang telah terdeteksi dalam lebih dari
90 suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun,
serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel
darah. Pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau waktu
memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan bukti adanya saponin. Bila dalam tumbuhan
terdapat banyak saponin, sukar untuk memekatkan ekstrak alkohol–air dengan baik.
(Harborne, 1987)
Saponin adalah segolongan senyawa glikosida yang mempunyai struktur steroid dan
mempunyai sifat-sifat khas yang dapat membentuk larutan koloidal didalam air dan membuih
bila dikocok. Saponin merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan dapat menyebabkan
bersin dan sering bersifat iritasi karen aterdapat selaput lendir. Saponin juga bisa bersifat
menghancurkan butir-butir dalam darah lewat reaksi hemolisis. Saponin bila terhidrolisis
akan menghasilkan aglikogen yang disebut sapogenin. Ini merupakan suatu senyawa yang
mudah dipelajari dan dikristalkan lewat asetilasi sehingga dapat dipelajari dan dimurnikan
lebih lanjut lagi. (Shenny, 2010).
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat
khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi dengan protein
membentuk kopolimer mantap yang tak larut dalam air. Dalam industri, tanin adalah senyawa
yang berasal dari tumbuhan, yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit
siap pakai karena kemampuannya menyumbang silang protein.
Di dalam tumbuhan letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma, tetapi bila
jaringan rusak, maka reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein lebih
sukar dicapai oleh cairan pencernaan hewan. Pada kenyataannya, sebagian besar tumbuhan
yang banyak bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat.
Secara kimia terdapat dua jenis utama tanin yang tersebar tidak merata dalam dunia
tumbuhan. Tanin terkonderisasi hampir terdapat di dalam paku-pakuan dan gimnospermoe,
serta tersebar luas dalam angiospermoe, terutama pada tumbuhan berkayu. Sebaliknya, tanin
yang terhidrolisiskan penyebarannya terbatas pada tumbuhan berkeping dua. (Harborne, 1987
DAFTAR PUSTAKA
1. Anggarita, Anggun, 2010, Alkaloid, Diakses melalui website : http//anggun.anggarita.blogspot.com
pada tanggal 2 mei 2010
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1986. Sediaan Galenik. Dirjen Jakarta : Pengawasan
Obat dan Makanan, hal 4–11
3. Harborne, J.B, 1987, Metode Fitokimia, ITB; Bandung
4. Poedjiadi, A, dkk, 1994, Dasar-Dasar Biokimia, Universitas Indonesia Press, Jakarta,
5. Rahman, Abdul, 2007, Metode Kromatografi Untuk Analisis Makanan, Pustaka Pelajar; Yogyakarta
6. Sastriamidjoyo, Hardjono, 1996, Sintesis Bahan Alam, Gadjah Mada; Yogyakarta
7. Sheeny, Mico. 2010. Glikosida. Diakses melalui website : http // mirensheeny.
Blogspot. Com.
8. Widiyati, Emi, 2005. Penentuan Kadar Senyawa Triterpenoid dan Uji Aktivita
Biologis Pada Beberapa Spesies tanaman Obat Tradisional Masyarakat
Perdesaan Bengkulu. Bengkulu : Fakultas mipa, universitas Bengkulu, hal.
116-117.
9. Wikipedia, 2010, Sawo – Wikipedia Bahasa Indonesia Ensiklopedia Bebas,
http://id.wikipedia.org/wiki/sawo, diakses pada tanggal 25 Oktober 2010