BAHAN AJAR PENANGANAN LIMBAH
-
Upload
amanah-puji-lestari -
Category
Documents
-
view
19.569 -
download
1
Transcript of BAHAN AJAR PENANGANAN LIMBAH
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 1
KONTRAK BELAJAR
Mata Kuliah : PENANGANAN LIMBAH INDUSTRI PANGAN
Kode Mata Kuliah : N10B.242
SKS : 2 (2-0)
MK Prasyarat : Mikrobiologi Pangan
Semester : 4 (empat)
Staf Pengajar : 1. Debby M. Sumanti, Ir., M.S.
2. Tita Rialita, S.Si., M.Si.
Silabus : Membahas tentang definisi dan ruang lingkup limbah, peranan bota dalam penanganan limbah, prinsip-prinsip dan cara penanganan limbah (padat, cair dan gas) secara fisik, kimia dan biologis serta mendesain proses penanganan limbah industri pangan.
Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa
dapat (TIU) / Kompetensi menjelaskan cara-cara dan mendesain proses
Penanganan Limbah Industri Pangan. Jadwal : Kuliah : Kamis, 10.30 – 12.10 Ujian UTS : Kamis, 03 April 2008 Ujian UAS : Sesuai Jadwal FTIP Kriteria Penilaian : Tugas Individu 10 %
Tugas Makalah dan Presentasi (kelompok) 25 %
UTS 30 %
UAS 35 %
Nilai : A ≥ 80 B 68 – 79 C 56 – 67 D 45 – 55 E ≤ 44 Peraturan Umum : - Kehadiran kuliah minimum 80 % - Tidak ada ujian susulan kecuali bila ada alasan
yang kuat. - Tidak ada ujian perbaikan, kecuali yang
mendapat nilai E dengan pertimbangan khusus dari Kordinator Mata Kuliah.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 2
- Tugas makalah dibuat per kelompok dengan topik sesuai kesepakatan dengan dosen / Kordinator Mata Kuliah.
- Kehadiran diskusi 100 %, bila tidak hadir tetapi ada alasan kuat dan surat bukti sah dapat diganti dengan tugas yang lain atau nilai dipotong 10 %.
` - Selama kuliah berlangsung HP dimatikan. Pustaka :
Daftar Pustaka Wajib
Betty, S.L.J dan W.P. Rahayu. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius. Bogor
Daftar Pustaka yang dianjurkan
1. Birch,G.G., K.J.Parker and J.T.Worgan. 1976. Food from Waste Appied Science Publishers, Ltd. London.
2. Herzka, A and R.G.Booth. 1981. Food Industry Wastes. Applied Science Publishers, Ltd. London.
3. John H.Green, Ph.D and Amihud Kramer, Ph.D. 1979. Foof Processing Waste Management. AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 3
TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM (TPU)
Setelah mengikuti mata kuliah ini, maka mahasiswa diharapkan
memiliki kompetensi dapat menjelaskan cara-cara dan mendesain
proses penanganan Limbah Industri Pangan dan mampu
melakukan komunikasi ilmiah dan bekerja sama dalam sebuah
team work.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 4
BAB I
DEFINISI DAN RUANG LINGKUP LIMBAH
1.1. Pengertian Limbah Pertanian
Limbah (waste) menurut kamus Webster adalah bahan yang terbuang.
Sementara kamus besarnya menyebutkan limbah adalah bahan yang dibuang
atau kelebihan seperti abu, sampah, produk sampingan dan lain sebagainya.
Limbah pertanian dengan demikian bisa diartikan sebagai “bahan yang dibuang”
di sektor pertanian.
Secara garis besar limbah pertanian itu dibagi ke dalam limbah pra dan
saat panen serta limbah pasca panen. Limbah pasca panen juga bisa terbagi ke
dalam kelompok limbah sebelum diolah dan limbah setelah diolah atau limbah
industri pertanian.
Penanganan limbah didasari pada asas manfaat. Manfaat supaya tidak
menjadikan masalah (lingkungan, penyakit, estetika) serta manfaat limbah
dijadikan sebagai bahan baku industri (dimanfaatkan tanaman, hewan ternak dan
manusia). Ternyata limbah pertanian dari kuantumnya mempunyai potensi yang
sangat besar, bahkan dari sudut volume limbah pertanian dapat melebihi volume
bahan dasar aslinya (raw material). Sebagai misal dari satu kilogram kedelai
kering olah pada pembuatan tahu dihasilkan 1,5 – 1,8 kilogram ampas tahu
basah.
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS (TPK) Setelah mengikuti kuliah dengan pokok bahasan definisi, ruang
lingkup limbah, mahasiswa akan dapat memahami definisi dan
pengelompokkan limbah pertanian yang benar.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 5
1.2. Penggolongan Limbah Pertanian
Limbah pertanian terbagi ke dalam empat golongan menurut waktu
ketersediannya, yaitu limbah pertanian pra panen, panen, pasca panen dan
pasca pengolahan (limbah industri pertanian).
Limbah pra panen terdiri dari buangan sisa-sisa pemangkasan pada
tanaman yang secara intensif dipelihara atau mungkin anak ayam (DOC) hasil
penyeleksian kelamin (sexing), bagian-bagian yang tua dan jatuh atau diambil
seperti daun-daun, ranting, buah (misalnya biji karet), kotoran ternak dan lain-
lain.
Limbah panen relatif cukup banyak mulai dari ceceran hasil panen akibat
kurang efektifnya sarana dan prasarana pertanian. Misalnya penggunaan sabit
bergerigi di sawah dapat memperbaiki kehilangan padi hingga 5 – 7% sementara
kehilangan padi dewasa ini bisa mencapai 15 – 20%. Demikian juga sisa panen
yang ditinggalkan di lapangan seperti batang atau jerami pada tanaman setahun,
sampai sisa tanaman yang terambil seperti kelobot, tongkol, cangkang atau kulit,
dan lain-lain.
Limbah pasca panen-pra olah demikian juga cukup banyak seperti
tempurung, sabut dan air buah pada kelapa, afkiran buah atau sayuran dan hasil
lainnya yang rusak atau tidak memenuhi ketentuan kualitas, kulit, darah, jeroan
pada ternak potongan. Demikian pula kepala ikan dan jeroan, kulit kerang/tiram,
udang dan ikan, dan banyak lagi macam dan jenisnya yang lain termasuk
sampah-sampah basah baik dari rumah tangga maupun pabrik bekas-bekas
pembungkus seperti daun pisang.
Limbah industri pertanian adalah buangan dari pabrik/industri pengolahan
hasil pertanian. Seperti industri-industri lainnya justru jenis limbah ini yang
banyak menimbulkan polusi lingkungan kalau tidak ditangani secara baik. Jenis
Limbah Pertanian
Limbah Pertanian Pra Panen
Limbah Pertanian Panen
Limbah Pertanian Pasca Panen
Limbah Pertanian Pasca Pengolahan
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 6
industri ini juga cukup banyak. Untuk memudahkan penanganannya limbah
industri pertanian ini bisa dikelompokkan berdasarkan komponen bahan
bakunya, apakah limbah karbohidrat, protein atau lemak demikian juga bisa
dikelompokkan berdasarkan fasanya yang terbesar apakah cairan atau padatan.
Untuk penanganannya, limbah cair biasanya dikelompokkan lagi berdasarkan
BOD (Biological Oxygen Demand)-nya.
1.3. Limbah Pertanian Pra Panen
Sebelum membicarakan limbah pertanian ada baiknya kita melihat kembali
mengenai pengelompokkan hasil pertanian terlebih dahulu. Seperti kita ketahui
hasil pertanian didapat dari jasad hidup baik tanaman maupun hewan.
Dari tanaman kita kelompokkan menurut jenis hasilnya seperti tanaman
serealia, umbi-umbian, legum atau kacang-kacangan, hortikultura yang terdiri
dari kelompok tanaman sayuran, buah-buahan dan tanaman hias, kelompok
tanaman penghasil nira, penghasil lateks, tanaman penghasil minyak, tanaman
serat-seratan, tanaman penyegar, penghasil minyak atsiri, tanaman penghasil
rempah, tanaman obat-obatan, tanaman makanan ternak, tanaman air (termasuk
rumput laut) dan tanaman kehutanan.
Dari hewan dua kelompok besar adalah hewan darat dan air. Hewan atau
ternak darat terbagi ke dalam ternak besar (sapi, kerbau, kuda, unta), ternak
sedang (domba, kambing, babi), kecil (kelinci, marmut) dan unggas (ayam, itik,
mentok, angsa, puyuh). Hewan air dikelompokkan pada hewan air tawar (ikan
dan udang) dan laut (ikan, udang, ketam, dan tiram). Pengelompokkan ini seperti
juga pada tanaman masih terbuka karena belum semua hewan yang diusahakan
masuk ke dalam kelompok mana seperti lebah madu, ulat sutera, buaya yang
diternakkan, cacing tanah yang sekarang banyak dipelihara orang serta jangkerik
dan lain-lain.
Dari pengusahaan baik tanaman maupun hewan, limbah pra panen, pasca
panen dan pasca olah mempunyai potensi yang luar biasa baik jumlahnya
maupun jenis usaha yang mungkin bisa diusahakan.
Yang dimaksud limbah pertanian pra panen yaitu materi-materi biologi
yang terkumpul sebelum atau sementara hasil utamanya diambil. Sebagai contoh
daun, ranting atau buah yang gugur sengaja atau tidak, biasa dikumpulkan
sebagai sampah dan ditangani umumnya hanya dibakar saja. Kotoran ternak
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 7
umumnya hanya dijadikan pupuk kandang saja walaupun sebenarnya masih bisa
diolah menjadi bahan bakar langsung, difermentasi menjadi gas bio, media atau
campuran media jamur, campuran makanan ternak lainnya (seperti misalnya
pada peternakan sistem longyam atau peternakan di atas kolam ikan).
Masih berbicara tentang contoh lainnya limbah pra panen adalah biji karet.
Perkebunan karet di Indonesia sebagian besar merupakan perkebunan rakyat,
selebihnya milik perkebunan besar baik swasta maupun BUMN. Tujuan utama
perkebunan karet tentunya mendapatkan lateksnya. Lateks disadap untuk diolah
di pabrik menjadi karet. Menurut data statistik di Indonesia terdapat lebih 2,3 juta
hektar perkebunan karet. Dari jumlah tadi kira-kira tujuhpuluh persennya
merupakan perkebunan rakyat yang umumnya kurang diusahakan secara
intensif. Diperkirakan dari sejumlah tanaman karet tersebut bisa dihasilkan biji
karet lebih dari 15 ribu ton biji karet setiap tahunnya. Hanya sedikit sekali dari
jumlah tersebut yang dimanfaatkan untuk pembuatan bibit atau paling tidak
sebagai batang bawah.
Kira-kira 40 – 50% dari berat biji karet adalah komponen lemak. Lemak
yang terkandung terdiri dari asam-asam lemak jenuh seperti stearat dan oleat,
sementara asam lemak tidak jenuhnya adalah linoleat. Di Sri Langka lemak biji
karet dimanfaatkan di pabrik sabun dan cat. Kemungkinan sebagai minyak sayur
pengganti minyak kelapa terus dilakukan, namun hasilnya belum nampak.
Ampas hasil perasan minyak biji karet sebagai bahan pangan sampai sekarang
sebatas dibuat untuk bahan tempe. Komponen protein pada biji karet cukup
bagus.
1.4. Limbah Pertanian Panen
Limbah pertanian saat panen cukup banyak berlimpah. Golongan tanaman
serealia misalnya yang populer di Indonesia antara lain padi, jagung, dan
mungkin sorgum.
Sisa potongan bawah jerami padi termasuk akar tanaman padi belum
digunakan dengan baik, selain bagian ini dirasakan kurang efisien kalau diambil,
juga bisa dikembalikan untuk kesuburan tanah. Sawah direndam, lalu dibajak
sehingga sisa tanaman padi ini masuk ke dalam tanah dan dibiarkan membusuk.
Potongan atasnya setelah diambil gagang dan bulir padinya daun dan sebagian
batangnya dibakar, dibuat atap, atau dibenamkan ke dalam lumpur untuk pupuk.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 8
Daun dan batang atau jerami padi dapat difermentasikan atau dibuat silase jadi
makanan ternak ruminansia atau dijadikan bahan baku untuk diambil silikatnya
untuk selanjutnya digunakan dalam pembuatan empelas. Batang padi atau dami
sering digunakan untuk keramas setelah dibakar hingga mengarang atau disusun
untuk penanaman jamur merang. Pemanfaatan dami padi dan malai padi untuk
kerajinan sapu nampaknya sudah tidak terlihat lagi sekarang. Pabrik kertas
masih bisa menggunakan dami padi untuk bahan pembuatan kertas.
Limbah panen padi mungkin tidak bisa dikatakan limbah, tapi kalau dalam
jumlah, cukup membuat kita harus mewaspadainya agar jumlah tersebut bisa
dihindarkan paling tidak dikurangi. Hal itu adalah ceceran padi yang tertinggal
akibat pelaksanaan dan cara kerja panenan yang kurang efisien. Ceceran padi
ini diperkirakan bisa mencapai 5 hingga 15 persen dari jumlah produksi. Bila
panen padi secara nasional dalam perhitungan kasar 10 juta hektar dikalikan
dengan produktivitas 4 ton per hektar akan didapat 40 juta ton padi. Hingga bila
kehilangan padi terendah saja di saat panen 5 persen, maka padi yang tersia-sia
adalah 2 juta ton padi atau kurang lebih 1,36 juta ton beras. Suatu jumlah yang
tidak sedikit. Dengan panen yang lebih baik misalnya penggunaan sabit
bergerigi, alat penebah yang lebih baik, pengemasan gabah yang lebih baik
ditambah pengangkutan gabah ke gudang atau ke tempat penggilingan, angka
kehilangan di atas dapat ditekan.
Panen jagung menyisakan batang dan daun yang mengering. Sering sisa
batang dan daun ini cukup dibakar saja. Demikian juga halnya pada panenan
sorgum, sisa tanaman jarang dimanfaatkan lebih optimal. Beberapa peternak
dapat membuat silase yang terkadang ditambahkan tetes tebu.
Hampir semua tanaman setahun masih menyisakan sisa tanaman yang
sampai sejauh ini hanya dibuang atau dibakar atau dimanfaatkan sebagian untuk
makanan ternak, kompos, bibit (misalnya ubi jalar), dan belum ada
pemanfaatannya yang lebih baik misalnya diekstrak klorofilnya untuk bahan
pewarna makanan dan lain sebagainya.
Sisa panen pisang berupa batang, pelepah dan daun di perkebunan
pisang perlu juga difikirkan cara penanganannya yang lebih baik. Serat batang
pisang masih bisa dimanfaatkan untuk karung misalnya. Sama halnya di kebun
nenas setelah diambil tunas batangnya untuk bibit, sisanya kebanyakan dipotong
lalu dibuang walaupun peremajaannya dilakukan setelah tanaman pokok
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 9
berumur 3 – 4 tahun bahkan ada yang membiarkannya terus. Serta yang ada di
daun-daunnya mungkin masih bisa dimanfaatkan.
1.5. Limbah Pasca Panen Pra Olah
Limbah pertanian pasca panen pra olah umumnya merupakan kulit-kulit
yang terkadang merupakan bagian terbesar dari komoditinya. Sebagian berupa
komoditas afkir sisa seleksi penentuan kualitas segarnya termasuk sisa
penggolongan yang tidak termasuk kelas apa pun serta komoditas cacat. Selain
kulit dalam bentuk yang berbeda-beda, juga ranting atau tandan buah, bonggol
dan jerami.
Pada saat akan diolah atau dikonsumsi segar, sisa selain kulit buah, biji
merupakan bagian yang mempunyai potensi untuk diolah lebih lanjut karena
komponennya yang masih mengandung pati, lemak, protein bahkan mungkin
vitamin, mineral atau minyak atsirinya bahkan untuk keperluan farmasi atau obat-
obatan. Pemanfaatan kemudian bisa menjadi pangan, pakan, kompos, media
tumbuh jamur, dan hasil industri lainnya.
Di penggilingan padi, limbah yang bisa dikumpulkan antara lain sekam
kasar, dedak, dan menir. Sekam banyak dimanfaatkan sebagai bahan pengisi
untuk pembuatan bata merah, dipakai sebagai bahan bakar, media tanaman
hias, diarangkan untuk media hidroponik, diekstrak untuk diambil silikanya
sebagai bahan empelas dan lain-lain.
Dedak halus digunakan sebagai pakan ternak ayam, bebek atau kuda,
sementara menirnya dimanfaatkan sebagai campuran makanan bayi karena
kandungan vitamin B1 nya tinggi, makanan burung, dan diekstrak minyaknya
menjadi minyak katul (bran oil).
Hasil panen jagung menghasilkan limbah dalam bentuk klobot jagung yang
bisa dimanfaatkan sebagai bahan pengemas makanan secara tradisional (wajik,
dodol), tongkolnya kurang dimanfaatkan walaupun sebenarnya mungkin masih
bisa untuk media jamur atau lainnya. Hasil penggilingan jagung menjadi tepung,
lembaganya bisa diekstrak menjadi minyak jagung dan tentu saja ampasnya
masih bisa diberdayakan karena kandungan proteinnya dan mungkin juga
lemaknya masih ada.
Dari buah kelapa, sabutnya dan bubuknya diekspor. Demikian juga
tempurungnya setelah dijadikan arang aktif. Air kelapa sekarang sudah relatif
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 10
susah didapat karena banyak digunakan untuk media dalam pembuatan nata de
coco.
1.6. Limbah Industri Pertanian / Pasca Pengolahan
Kelompok ini biasanya yang menjadi perhatian para ahli penanganan
limbah, karena selain banyak dalam jumlah juga seperti industri-industri bukan
pertanian masalah yang ditimbulkannya terkadang menyangkut masyarakat
banyak terutama masyarakat sekeliling lokasi pabrik. Oleh karena itu dalam
penanganan limbah pertanian ini pun baik proses maupun hasilnya tidak
menyebabkan polusi yang menyebabkan adanya masalah kesehatan maupun
bau atau estetika lingkungan. Limbah industri pertanian dapat dikelompokkan
menurut jenis bahan bakunya misalnya limbah sayuran dan buah-buahan, limbah
pati dan karbohidrat lainnya, limbah deri atau pengolahan susu, limbah daging,
limbah ikan dan hasil laut lainnya, dan sebagainya.
Limbah industri pertanian biasanya dikelompokkan juga berdasarkan
karakteristik bahan organiknya, umumnya digunakan pengukuran BOD
(Biological Oxygen Demand). Angka BOD akhir biasanya dipakai sebagai
parameter untuk merancang proses penanganan limbah industri pertanian
tersebut. Selain BOD, angka COD (Chemical Oxygen Demand) dan TOC (Total
Organic Concentration) bisa digunakan untuk melihat sifat-sifat limbah industri
pertanian yang lebih baik lagi. Pengamatan parameter di atas khususnya biasa
digunakan untuk menangani limbah industri pertanian cair.
Limbah padat industri tapioka, tahu, minyak sayur (kelapa, kelapa sawit
dan lain-lain) banyak mendapat perhatian, diteliti di lembaga-lembaga penelitian
dan universitas.
Hasil gilingan tebu di pabrik gula menghasilkan blotong atau bagase yang
masih mengandung gula sekitar 1 persen. Blotong digunakan di pabrik gula
untuk bahan bakar lori pengangkut atau mesin pemanas pabrik (pengkristalan).
Sisa pengkristalan gula didapat cairan kental yang masih banyak mengandung
gula yaitu tetes atau melase. Melase selain digunakan untuk pembuatan spiritus
dan alkohol serta asetat, digunakan juga untuk proses-proses bioteknologi
seperti pembuatan glutamat, asam-asam amino lainnya, sitrat dan lain-lain.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 11
1.7. Sampah Rumah Tangga
Sampah rumah tangga sebenarnya mempunyai karakteristik tersendiri.
Tingkat kehidupan masyarakat yang membuang limbah atau sampah rumah
tangga. Makin maju masyarakat, maka limbah organis atau sampah basah
prosentasenya makin kecil. Sebaliknya pada masyarakat yang sedang
berkembang prosentase volume sampah basah masih tinggi. Sebagai gambaran,
dahulu sebelum diintroduksi pengemas-pengemas logam dan plastik untuk
makanan, hampir seratus persen sampah rumah tangga adalah sampah basah
yang nota bene umumnya merupakan limbah pertanian.
Gambaran dari rumah-rumah tangga dan gedung kantoran beserta
sampahnya, di perkotaan disebut sebagai sampah kota. Pemerintah setempat
biasanya mempunyai lembaga sendiri yang memikirkan masalah ini yang
kaitannya dengan kebersihan lingkungan daerahnya, sehingga peraturan dan
undang-undang untuk mengatasi masalah sampah kota ini perlu diberlakukan.
Wirausaha di bidang sampah sebenarnya sangat menjanjikan di Indonesia,
apalagi dengan adanya apa yang disebut laskar mandiri (pemulung sampah)
sumber tenaga kerja sudah tersedia.
Pada dasarnya limbah pertanian dapat digunakan sebagai bahan baku
industri baik pakan, pangan, obat-obatan, energi serta pertanian (pupuk dan
media).
Di bawah ini diuraikan mengenai penanganan limbah cair industri pertanian
yang banyak menimbulkan masalah terutama lingkungan dan kesehatan. Limbah
pertanian pra panen, panen dan pasca panen – pra olah umumnya berbentuk
padatan, biasanya penanganannya jauh lebih mudah baik dengan jalan
pembakaran, pemanfaatan menjadi pakan, pangan, atau pupuk tanaman.
Baik sifat-sifat maupun penanganan limbah industri pertanian banyak
mengambil dari buku Betty dan Winiati (1993) “Penanganan Limbah Industri
Pangan” terbitan Kanisius, Yogyakarta.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 12
1.8. Jenis-Jenis Limbah
1. Limbah Padat
2. Limbah Cair
3. Limbah Gas
Permasalahan
- Limbah pertanian terdiri dari bahan organik ⇒ busuk → polusi udara
dan polusi air
- Limbah padat bukan merupakan sumber mikroorganisme patogen,
tetapi bila menumpuk ⇒ menimbulkan keadaan tidak higienis karena
menarik lalat, kecoa dan tikus, yang seringkali merupakan pembawa
berbagai jenis kuman penyakit.
v Contoh Limbah padat : jerami, pulp buah cokelat dan kopi, kulit ari-
ari kopi, dedak dan bekatul dan lain-lain.
v Contoh Limbah cair : air buangan pabrik, air cucian kopi dan
cokelat, air kelapa dan lain-lain.
v Contoh Limbah gas : gas cerobong dan uap air buangan pabrik
sawit dan gula, amoniak dari pabrik lateks pekat, karbon dioksida
hasil fermentasi, dan lain-lain.
Berdasarkan Lokasi
v Limbah Lapangan : sisa tanaman yang ditinggalkan waktu panen,
peremajaan / pembukaan areal baru (kayu, ranting, daun, dan lain-
lain).
v Limbah di tempat pengolahan : yaitu hasil ikutan yang terbawa
pada waktu panen hasil utama dan kemudian dipisahkan dari
produk utama dalam proses pengolahan (misalnya tempurung dan
sabut kelapa).
1.9. Tujuan Penanganan Limbah
1. Pemberian perlakuan agar limbah dapat dibuang dalam keadaan
bebas bahaya pencemaran, tanpa usaha mengambil manfaat langsung
daripadanya.
2. Pemberian perlakuan terhadap limbah agar limbah dapat dimanfaatkan
kembali (recycling) sebagai bahan mentah baru, produk baru, bahan
bakar, makanan ternak dan pupuk.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 13
Catatan : Penanganan limbah yang buruk dapat mengakibatkan : bahaya
untuk kehidupan, masalah pelestarian lingkungan, bahaya
kesehatan masyarakat dan merusak estetika lingkungan.
1.10. Ringkasan
v Limbah (waste) adalah bahan yang dibuang di sektor pertanian.
v Limbah pertanian digolongkan atas 4 kelompok yaitu : (1) Limbah pertanian
pra panen, (2) Limbah pertanian panen, (3) Limbah pertanian pasca panen
dan (4) Limbah pertanian pasca pengolahan.
v Berdasarkan wujud, limbah dibagi atas (1) Limbah padat, (2) Limbah cair,
dan (3) Limbah gas.
v Contoh limbah padat adalah jerami, pulp buah coklat dan kopi, dedak dan
bekatul.
v Contoh limbah cair adalah air buangan pabrik, air cucian bahan baku (kopi)
dan air kelapa.
v Contoh limbah gas adalah gas atau uap air buangan pabrik sawit, gula dan
amoniak dari pabrik lateks pekat.
v Tujuan penanganan limbah adalah :
1. Pemberian perlakuan agar limbah dapat dibuang dalam keadaan bebas
bahaya pencemaran, tanpa usaha mengambil manfaat langsung
daripadanya.
2. Pemberian perlakuan terhadap limbah agar limbah dapat dimanfaatkan
kembali (recycling) sebagai bahan mentah baru, produk baru, bahan
bakar, makanan ternak dan pupuk.
1.11. Latihan / Tugas
1. Sebutkan dan jelaskan penggolongan limbah pertanian !
2. Mengapa limbah pertanian harus ditangani sebelum dibuang ?
3. Sebutkan jenis-jenis limbah dan berikan contoh masing-masing !
4. Apa tujuan penanganan limbah industri pertanian ?
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 14
BAB II
PERAN BIOTA DALAM PENANGANAN LIMBAH
Dalam penanganan air limbah, mikroorganisme merupakan dasar
fungsional untuk sejumlah proses penanganan. Hal utama dalam penanganan air
limbah adalah pengembangan dan pemeliharaan kultur mikroba yang cocok.
Dalam proses penanganan air limbah secara biologik terdiri dari campuran
mikroorganisme yang mampu memetabolisme limbah organik.
Mikroorganisme yang diketemukan dalam air dan air limbah antara lain :
v Bakteri v Ganggang (Algae)
v Kapang v Rotifer
v Virus v Crustacea
v Protozoa
2.1. Kapang
- Sifat-sifat kapang : mikroorganisme nonfotosintesis, bersel jamak, aerobik,
bercabang, berfilamen fungsinya untuk memetabolisme makanan terlarut.
- Bakteri dan kapang dapat memetabolisme bahan organik dari jenis yang
sama.
- Kapang banyak terdapat bila limbah mempunyai pH rendah, kadar air
rendah, Nitrogen rendah dan bila nutrien tertentu tidak ada.
- Rumus empiris kapang C10H17O6N.
- Kapang tidak aktif dalam sistem anaerobik. N dalam kapang lebih sedikit
daripada bakteri. Kapang tumbuh baik pada pH 4 – 5 (kondisi pH ini bakteri
sulit berkompetisi).
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS (TPK) Setelah mengikuti mata kuliah dengan pokok bahasan peran biota
dalam penanganan limbah, mahasiswa akan dapat memahami
peranan biota dalam penanganan limbah industri pangan yang
benar.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 15
- Untuk penanganan limbah secara biologik ⇒ kapang kurang diinginkan
karena ada filamen, tidak dapat mengendap dengan baik.
2.2. Bakteri
Bakteri ⇒ mikroorganisme terpenting dalam sistem penanganan air limbah
karena :
1. Beberapa jenis bakteri bersifat patogenik (penyakit).
Contoh : Vibrio cholera : kolera
Shigella dysenteriae : disentri basiler
Salmonella typhosa : tifus
2. Kultur bakteri dapat digunakan untuk menghilangkan bahan organik
dan mineral-mineral yang tidak diinginkan dari limbah air.
Contoh : Streptococcus sp.
Pseudomonas sp
Bakteri bersifat kemoheterotropik yaitu menggunakan bahan organik
sebagai sumber energi dan karbon. Beberapa spesies mengoksidasi senyawa-
senyawa anorganik tereduksi seperti NH3 untuk energi dan menggunakan CO2
sebagai sumber karbon (kemo autotrop). Ada juga bakteri bersifat fotosintetik
yaitu menggunakan sinar sebagai sumber energi dan karbon dioksida sebagai
sumber karbon.
Bagian reaktif sel bakteri adalah membran sitoplasma. Ciri-ciri lain dari
bakteri adalah : mempunyai kapsul dan lendir (untuk proses lumpur aktif), motil
(bergerak dengan flagela, pergerakan dari kondisi tidak baik menjadi baik).
Bakteri aerob dan fakultatif ⇒ unit penanganan aerobik, bakteri anaerob dan
obligat ⇒ unit penanganan anaerobik. Bentuk dan jenis bakteri ⇒ dalam proses
penanganan limbah bentuk gumpalan. Rumus empiris sel bakteri : C5H7O2 atau
C75H105O30N15P.
Rumus di atas hanya menyatakan proporsi rata-rata dari komponen
pengisi utama dalam sel bakteri. Komponen dasar sel bakteri secara proksimat
tercantum dalam Tabel 1.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 16
Tabel 1. Komponen Dasar Sel Bakteri Secara Proksimat *)
Unsur Persen berat kering Karbon Oksigen Nitrogen Hidrogen Fosfor Sulfur Kalium Magnesium Klorin Besi Lain-lain Kalsium
50 20 14 8 3 1 1
0.5 0.5 0.2 0.3 0.5
* Schroeder (1977) dan Jenie BSL & Rahayu W.P (1990)
Karakteristik yang berguna dari sebagian bakteri adalah kemampuan untuk
menggumpal ⇒ berguna untuk pemisahan bakteri dalam unit pemisahan
padatan dan membantu dalam menghasilkan efluen yang bermutu baik.
Pertumbuhan bakteri cepat dan kemampuan untuk menggunakan bahan organik
tergantung dari suhu, pH, oksigen terlarut dan makanan.
2.3. Virus
- Sifat-sifat virus : virus berada diantara benda-benda hidup dan tidak hidup,
virus bukan organisme sempurna dan terbentuk dari lapisan pelindung
protein yang mengelilingi serabut asam nukleat, virus adalah parasit obligat
karena cara reproduksinya melibatkan sel hidup yang terinfeksi dan
mengarahkan reaksi-reaksi sintetis dari sel hidup tersebut untuk
memproduksi partikel virus baru.
- Perhatian utama pada virus bila terdapat dalam air adalah terhadap
kesehatan masyarakat.
Contoh : virus yang berasal dari air adalah infeksi polio dan hepatitis.
Konsentrasi virus dalam air buangan adalah 1 – 2 / ml.
- Proses penanganan limbah secara koagulasi, sedimentasi dan filtrasi dapat
menghilangkan partikel-partikel virus dalam air sebanyak 99 persen.
- Desinfektan yang baik untuk virus adalah khlorin dan ozon tetapi waktu
kontak yang diperlukan relatif lama. Ozon lebih efektif daripada khlorin.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 17
2.4. Protozoa
- Sifat-sifat : bersel tunggal, motil, tidak mempunyai dinding sel, predator
(memakan bakteri).
- Protozoa digunakan dalam sistem penanganan limbah secara aerobik.
Contoh flagelata dan siliata.
- Protozoa penting dalam penanganan limbah karena memakan bakteri ⇒
sehingga bakteri tidak berlebihan.
- Protozoa akan mengurangi bahan organik yang tidak dimetabolisme dalam
sistem penanganan dan membantu menghasilkan efluen dengan mutu yang
lebih tinggi dan jernih.
- Protozoa untuk penanganan air adalah vortisela.
- Masalah kesehatan masyarakat dengan adanya protozoa adalah disentri
amuba (Entamoeba histolyca).
- Lumpur aktif tanpa protozoa ⇒ efluen keruh, karena adanya sejumlah
bakteri yang terdispersi sehingga BOD dan padatan tidak banyak
terendapkan.
- Kebutuhan nutrisi protozoa lebih kompleks daripada bakteri.
- Protozoa ditemukan dalam penanganan limbah anaerobik padatan dan
dalam sistem penanganan limbah hewan terutama rumanisasi (peranannya
memetabolisme bahan partikulat dan bakteri dan penjernihan efluen akhir).
2.5. Ganggang (Algae)
- Sifat : organisme autotrof fotosintetik, energi dari sinar matahari dan
menggunakan bahan anorganik seperti karbon dioksida, nitrat, fosfat dalam
sintetis sel-sel tambahan, proses fotosintesis : CO2 + H2O CH2O + O2
Oksigen dilepaskan ke dalam lingkungan dan digunakan pada waktu
metabolisme bahan-bahan organik. Contoh : penanganan limbah secara
kolam oksidasi berusaha mensetimbangkan kedua organisme tersebut.
- Ganggang akan berkembang bila sinar matahari cukup menembus cairan
dan ganggang tidak akan tumbuh baik bila cairan sangat keruh seperti pada
unit lumpur aktif dan lagun teraerasi dimana sinar matahari tidak dapat
masuk.
- Ganggang ⇒ 1. Ganggang biru-hijau (Mycrocystis)
2. Ganggang hijau (Chlorella)
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 18
2.6. RINGKASAN
• Dalam penanganan air limbah, mikroorganisme merupakan dasar fungsional
untuk sejumlah proses penanganan.
• Dalam proses penanganan air limbah secara biologik terdiri dari campuran
mikroorganisme yang mampu memetabolisme limbah organik.
• Mikroorganisme yang diketemukan dalam air dan air limbah antara lain :
bakteri, kapang, virus, protozoa, ganggang (Algae), Rotifer dan Crustacea.
2.7. LATIHAN SOAL
1. Sebutkan jenis-jenis mikroorganisme yang berperan dalam proses
penanganan limbah olahan pangan !
2. Bagaimana sifat dari masing-masing mikroorganisme dari soal no 1 ?
3. Sebutkan contoh-contoh dari masing-masing mikroorganisme dari soal no 1 !
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 19
BAB III
SIFAT-SIFAT LIMBAH INDUSTRI PANGAN
Ciri-ciri limbah industri pangan :
1. Berbeban rendah
2. Volume cairan tinggi
Limbah cair pengolahan pangan mempunyai kandungan :
1. Nitrogen yang rendah
2. BOD dan padatan tersuspensi tinggi
3. Proses dekomposisi cepat
Sifat limbah pengolahan pangan dihasilkan dari :
1. Pencucian
2. Pemotongan
3. Blanching
4. Pasteurisasi
5. Pembersihan alat
6. Pendinginan produk
3.1. Buah-buahan dan Sayuran
Limbah cair pengolahan sayur dan buah selain mengandung bahan
organik juga mengandung polutan seperti tanah, larutan alkali panas (kalor) dan
insektisida.
Hal-hal yang dapat mereduksi jumlah dan tingkat polusi air limbah buah
dan sayur :
1. Reduksi kebutuhan air segar dengan menggunakan sistem daur ulang.
2. Pemisahan limbah kuat dengan perlakuan separasi.
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS (TPK) Setelah mengikuti mata kuliah dengan pokok bahasan sifat-sifat
limbah industri pangan, mahasiswa akan dapat memahami sifat-
sifat limbah industri pangan yang benar.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 20
3. Modifikasi proses untuk meminimumkan timbulnya limbah.
4. Pendidikan personalia mengenai pengendalian polusi dan penghematan air.
3.2. Daging dan Unggas
Sumber-sumber limbah daging dan unggas adalah :
1. Penyembelihan
2. Penghilangan bulu
3. Penanganan isi perut
4. Rendering
5. Pemotongan bagian yang tidak berguna
6. Pengolahan
7. Pekerjaan pembersihan
Limbah daging dan unggas mengandung darah, lemak, padatan
anorganik dan organik, garam-garam serta bahan kimia yang ditambahkan
selama pengolahan.
Bagian bukan daging dari hewan yang memberikan beban limbah yang
nyata.
3.3. Susu dan Produk-produknya
Limbah susu terdiri dari susu penuh, whey dari produksi keju, dan air
pencuci. Senyawa pembersih (surfaktan, deterjen asam, natrium hidroksida)
yang digunakan untuk pembersihan peralatan pabrik susu akan menambah
kebutuhan oksigen dari limbah.
3.4. Hasil Laut
Hasil laut terdiri dari ikan, kepiting, udang dan lain-lain. Sumber limbah
ikan adalah cairan yang dihasilkan dari pemotongan, pencucian, dan pengolahan
produk. Cairan mengandung darah, potongan ikan kecil, kulit ikan, isi perut,
kondensat dari operasi pemasakan dan air pendingin dari kondensor.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 21
3.5. RINGKASAN
• Ciri-ciri limbah industri pangan adalah berbeban rendah dan volume cairan
tinggi.
• Sifat limbah pengolahan pangan dihasilkan dari : Pencucian, Pemotongan,
Blanching, Pasteurisasi, Pembersihan alat dan Pendinginan produk.
• Limbah cair pengolahan sayur dan buah selain mengandung bahan organik
juga mengandung polutan seperti tanah, larutan alkali panas (kalor) dan
insektisida.
• Limbah daging dan unggas mengandung darah, lemak, padatan anorganik
dan organik, garam-garam serta bahan kimia yang ditambahkan selama
pengolahan.
• Limbah susu terdiri dari susu penuh, whey dari produksi keju, dan air
pencuci. Senyawa pembersih (surfaktan, deterjen asam, natrium hidroksida)
yang digunakan untuk pembersihan peralatan pabrik susu akan menambah
kebutuhan oksigen dari limbah.
• Hasil laut terdiri dari ikan, kepiting, udang dan lain-lain. Sumber limbah ikan
adalah cairan yang dihasilkan dari pemotongan, pencucian, dan pengolahan
produk. Cairan mengandung darah, potongan ikan kecil, kulit ikan, isi perut,
kondensat dari operasi pemasakan dan air pendingin dari kondensor.
3.6. LATIHAN SOAL
1. Sebutkan ciri-ciri dari limbah industri pangan !
2. Bagaimana sifat dari limbah pengolahan sayur dan buah ?
3. Sebutkan sifat limbah daging dan unggas !
4. Sebutkan limbah dari susu !
5. Sebutkan sumber dari limbah ikan !
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 22
BAB IV
PRINSIP-PRINSIP PENANGANAN LIMBAH
4.1. Karakteristik Limbah
Karakteristik limbah meliputi :
1. Volume cairan tinggi
2. Berbeban rendah
3. Memiliki kualitas dan kuantitas fisik yang spesifik (volume aliran, BOD, COD,
DO, suhu, pH, konsentrasi padatan tersuspensi, toksisitas, dll.)
4. Umumnya tidak membahayakan kesehatan, karena tidak terlibat langsung
dalam perpindahan penyakit.
5. Kandungan organiknya yang tinggi menyebabkan mikroorganisme dapat
tumbuh subur, sehingga dapat mereduksi oksigen terlarut (DO rendah), dan
seringkali menimbulkan bau busuk.
Beberapa Cara Pengelolaan Limbah adalah :
1. Pengurangan sumber (source reduction)
2. Penggunaan kembali (reuse)
3. Pemanfaatan (recycling)
4. Pengolahan (treatment)
5. Pembuangan (disposal)
4.1.1. Beberapa Cara Untuk Mengendalikan Produksi Limbah Pangan
• Reduksi kebutuhan air segar dengan menggunakan sistem daur ulang
• Pisahkan limbah kuat/berat dengan separasi
• Modifikasi proses untuk meminimalkan timbulnya llimbah
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS (TPK) Setelah mengikuti mata kuliah dengan pokok bahasan prinsip-
prinsip penanganan limbah, mahasiswa akan dapat memahami
prinsip-prinsip penanganan limbah yang benar.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 23
• Beri pendidikan/pelatihan kepada karyawaan mengenai pengendalian polusi
dan penghematan air.
4.1.2. Metode Penanganan Limbah Industri Pangan
1. Penanganan Pendahuluan (contoh : penyaringan partikel)
2. Penanganan Primer (contoh : pengendapan atau penggumpalan)
3. Penanganan Sekunder/penanganan biologi (contoh : degradasi mikrobial,
bisa secara aerobik maupun anaerobik)
4. Penanganan Tersier (contoh : penyaringan pasir, multimedia, mikro, vakum)
5. Desinfeksi (contoh : menurunkan/menghilangkan mikroba patogen)
6. Penanganan Lanjutan (contoh : pembuatan pupuk, pakan ternak, dll.)
4.1.3. Teknologi AOP (Advanced Oxidation Process)
Sejak awal tahun 1990-an mulai dikenalkan Teknologi Bersih Pengolahan Air
limbah, yaitu Teknologi Oksidasi Lanjutan / AOP).
AOP merupakan satu atau kombinasi dari beberapa proses kimia, yaitu :
ozone
hydrogen peroxide
ultraviolet light
titanium oxide
photo-catalyst
sonolysis, electron beam
electrical discharges (plasma)
Hidroksil radikal : memiliki potensial oksidasi tinggi (2,8 V) melebihi ozone
(potensi oksidasi 1,07 V), sehiingga hidroksil radikal mudah bereaksi dengan
berbagai senyawa organik, baik yang mudah maupun yang sulit dipecahkan.
Contoh aplikasi AOP di Jepang : kombinasi dari ozone dan ultraviolet.
Keunggulan AOP :
areal instalasi pengolahan air limbah yang tidak luas
waktu pengolahan cepat
penggunaan bahan kimia sedikit
penguraian senyawa organik yang efektif
keluaran (output) limbah lumpur (sludge) sedikit
air hasil pengolahan (wastewater) dapat digunakan kembali
menghasilkan hidroksil radikal
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 24
4.1.4. Dasar-Dasar Penanganan Biologik
Degradasi limbah secara biologik merupakan proses yang berlangsung
secara alamiah. Sistem biologik yang terkendali dan tak terkendali merupakan
sistem utama yang digunakan untuk menangani limbah organik. Sistem ini
mungkin menangani limbah cair atau padat, mungkin aerobik atau fakultatif,
mungkin di dalam struktur yang terkendali atau di atas lahan. Contoh proses
penanganan biologik termasuk kolam oksidasi, lagun aerasi, lagun anaerobik,
pembuatan pupuk, dan penimbunan lahan (land disposal).
Oleh karena itu proses yang berlangsung adalah biologik, maka pengertian
proses harus berdasarkan pada dasar-dasar mikrobiologi dan transformasi dalam
unit penanganan limbah secara biologik. Rancangan dan operasi proses biologik
dapat diharapkan berhasil dilaksanakan apabila pengertian ini telah dicapai.
1. Reaksi Biokimia
Dalam sistem biologik, mikroorganisme menggunakan limbah untuk
mensintesis bahan selular baru dan menyediakan energi untuk sintesis.
Organisme juga dapat menggunakan suplai makanan yang sebelumnya sudah
terakumulasi secara internal atau endogenes untuk respirasi dan melakukannya
terutama bila tidak ada sumber makanan dari luar atau eksogenes. Sintesis dan
respirasi endogenes berlangsung secara simultan dalam sistem biologik dengan
sintesis yang berlangsung lebih banyak bila terdapat makanan eksogenes yang
berlebihan dan respirasi endogenes akan mendominasi bila suplai makanan
eksogenes sedikit atau tidak ada.
Secara umum reaksi yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut :
Limbah yang dapat dimetabolisme + mikroorganisme → produk akhir + dan mengandung energi lebih banyak mikroorganisme
Bila pertumbuhan terhenti, mikroorganisme mati dan lisis melepaskan
nutrien dari protoplasmanya untuk digunakan oleh sel-sel yang masih hidup
dalam suatu proses respirasi selular autoksidatif atau endogenes. Reaksinya
secara umum adalah sebagai berikut :
Mikroorganisme produk akhir + lebih sedikit mikroorganisme
Dengan adanya bahan limbah (makanan), metabolisme mikroba akan
berlangsung memproduksi sel-sel baru, energi dan padatan mikroba akan lebih
banyak dan akan terjadi pengurangan padatan mikroba. Massa mikroba tidak
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 25
akan berkurang hingga nol bahkan bila periode respirasi endogenes berlangsung
lama. Residu sekitar 20 sampai 25 persen massa mikroba tertinggal. Bahkan
dalam sistem penanganan biologik akan terjadi akumulasi padatan dengan laju
minimum. Padatan ini harus dikeluarkan dari instalasi.
2. Proses-Proses Biologi Dasar
Berbagai proses biologik dapat berlangsung dengan atau tanpa adanya
oksigen terlarut, yaitu aerobik atau anaerobik, berdasarkan kemampuan
fotosintesis atau oleh mobilitas organisme yaitu pertumbuhan tersuspensi atau
melekat. Proses-proses umum yang digunakan untuk penanganan limbah dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Proses Penanganan Biologik*)
Aerobik Unit lumpur aktif Filter menetes Kolam oksidasi Lagun aerasi Parit oksidasi
Pertumbuhan tersuspensi
Lumpur aktif Lagun aerasi Digester pencampur Parit oksidasi
Anaerobik Lagun anaerobik Digester Filter anaerobik
Fotosintetik
Kolam oksidasi Pertumbuhan melekat
Filter menetes Kontraktor biologik berputar Filter anaerobik Kolo denitrifikasi
*) Loehr (1977)
A. Aerobik
Istilah aerobik yang digunakan dalam proses penanganan biologik berarti
proses dimana terdapat oksigen terlarut. Oksidasi bahan organik akhir adalah
proses utama yang menghasilkan energi kimia untuk mikroorganisme dalam
proses ini. Mikroba yang menggunakan oksigen sebagai aseptor elektron akhir
adalah mikroorganisme aerobik.
B. Anaerobik
Sebagian mikroorganisme mampu berfungsi tanpa adanya oksigen terlarut
dalam sistem. Mikroorganisme anaerob tertentu tidak dapat hidup bila ada
oksigen terlarut dan merupakan obligat anaerob. Contoh mikroorganisme ini
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 26
adalah bakteri metana yang umum ditemukan dalam digester anaerobik, dan
lagun anaerobik. Anaerob memperoleh energinya dari oksidasi bahan organik
kompleks tanpa menggunakan oksigen terlarut tetapi menggunakan senyawa-
senyawa lain sebagai pengoksidasi. Senyawa pengoksidasi selain oksigen yang
dapat digunakan oleh mikroorganisme termasuk karbon dioksida, senyawa-
senyawa organik yang teroksidasi sebagian, sulfat dan nitrat. Proses dimana
bahan organik dipecah tanpa adanya oksigen sering disebut fermentasi.
C. Fakultatif
Hanya beberapa organisme adalah obligat anaerob atau aerob. Sejumlah
besar mikroorganisme dapat hidup baik dengan atau tanpa oksigen. Organisme
yang berfungsi di bawah kondisi baik anaerobik atau aerobik adalah
mikroorganisme fakultatif. Bila tidak ada oksigen dalam lingkungannya, mereka
mampu memperoleh energi dari degradasi bahan organik dengan mekanisme
nonaerobik, tetapi bila terdapat oksigen terlarut, mereka akan memecah bahan
organik lebih sempurna. Organisme dapat memperoleh energi lebih banyak
dengan oksidasi aerobik daripada oksidasi anaerobik.
Unit penanganan biologik dapat dirancang baik aerobik atau anaerobik.
Kadang-kadang terjadi kondisi anaerobik dalam unit yang dirancang aerobik.
Contoh kondisi ini adalah bahan organik yang mengendap di dasar kolam
oksidasi, bila beban sistem aerobik berlebihan karena meningkatnya kekuatan
limbah segar dan di bagian dalam dari partikel flok lumpur aktif dan pertumbuhan
filter menetes. Sebagian besar mikroorganisme dalam proses penanganan
limbah secara biologik adalah organisme fakultatif.
3. Fotosintesis
Fotosintesis adalah penggunaan energi matahari oleh klorofil dari tanaman
hijau untuk menggabungkan karbon dioksida dan senyawa anorganik molekul
oksigen. Organisme fotosintetik yang penting dalam sistem penanganan biologik
adalah ganggang dan tanaman akar atau terapung. Contoh sistem penanganan
biologik seperti ini termasuk kolam oksidasi, sungai, tempat penampungan
(reservoir), danau dan sistem-sistem produksi ganggang dengan laju tinggi untuk
memulihkan nutrien dalam limbah.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 27
4. Pertumbuhan Tersuspensi
Istilah ini merupakan campuran mikroorganisme dan limbah organik.
Mikroorganisme mampu membentuk gumpalan menjadi massa flokulan dan
mampu untuk bergerak dengan aliran cairan. Agitasi cairan akan menjaga
padatan mikroba berada dalam suspensi. Proses pertumbuhan tersuspensi
anaerobik dapat diagitasi dengan pengadukan secara mekanik dan difusi gas.
Unit lumpur aktif, lagun aerasi, parit oksidasi dan digester anaerobik yang
tercampur baik merupakan proses pertumbuhan tersuspensi.
5. Pertumbuhan Melekat
Pertumbuhan mikroba akan melekat bila mikroorganisme tumbuh pada
medium padat sebagai pendukung dan aliran limbah kontak dengan organisme.
Media pendukung dapat berupa batu-batu besar, karang, lembaran plastik
bergelombang atau cakram yang berputar. Walaupun kebanyakan sistem
pertumbuhan melekat yang digunakan untuk penanganan limbah adalah aerobik,
beberapa bersifat anaerobik. Contoh unit pertumbuhan melekat adalah filter
menetes (trickling filter), cakram biologik berputar dan filter anaerobik.
6. Transformasi Biokimia
Dalam unit biologik berlangsung sejumlah perubahan. Sebagian dari
transformasi mempengaruhi komponen pengisi lembah yang sedang menerima
penanganan, sehingga akan mempengaruhi mutu dari unit efluen. Yang lain akan
mempengaruhi sifat dan jumlah padatan terlarut. Berikut ini adalah transformasi
dasar yang berlangsung dalam berbagai sistem penanganan.
7. Karbon
Oksidasi senyawa-senyawa yang mengandung karbon organik
menggambarkan mekanisme dimana organisme heterotrofik memperoleh energi
untuk sintesis. Proses ini disebut respirasi. Dalam sistem penanganan aerobik
karbon organik ditransformasi melalui berbagai tahap, untuk mensintesis
protoplasma mikrobial, C3H7O2N, dan karbon dioksida.
Karbon organik + O2 C5H7O2N + CO2
Pengambilan oksigen dan pembentukan karbon dioksida menunjukkan
efek respirasi.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 28
Dalam sistem anaerobik, molekul oksigen tidak dapat merupakan aseptor
elektron terminal dan semua karbon yang direspirasi tidak akan diubah menjadi
karbon dioksida. Di bawah kondisi anaerobik, karbon organik diubah menjadi
padatan mikrobial, karbon dioksida, metana dan senyawa pereduksi lain.
Metaboliseme anaerobik yang menuju pembentukan metana berlangsung dalam
satu seri langkah. Secara sederhana dapat diringkaskan sebagai konversi
organik kompleks menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana :
Karbon organik sel mikroba + asam organik, aldehid, alkohol, dll.
Dan konversi senyawa-senyawa yang lebih sederhana menjadi produk-
produk akhir berupa gas :
Asam organik + karbon organik teroksidasi sel mikroba + Metana +
karbondioksida
8. Nitrogen
Nitrogen adalah nutrien penting dalam sistem biologik. Nitrogen mengisi
sekitar 12 persen protoplasma bakteri dan 5 hingga 6 persen protoplasma
kapang. Dalam air limbah, nitrogen akan terdapat sebagai nitrogen organik dan
nitrogen amonia, proporsinya tergantung degradasi bahan organik yang
berlangsung. Dalam sistem biologik, senyawa nitrogen organik dapat
ditransformasi menjadi nitrogen amonium dan dioksidasi menajdi nitrogen
amonium dan dioksidasi menjadi nitrogen nitrat dan nitrit.
N organik N amonium N nitrit N nitrat
Oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat disebut nitrifikasi dan berlangsung
di bawah kondisi aerobik. Definisi nitrifikasi yang lebih dasar adalah konversi
biologik senyawa nitrogen anorganik atau organik dari bentuk tereduksi menjadi
bentuk yang lebih teroksidasi. Untuk memperoleh nitrifikasi yang optimum,
diperlukan residu konsentrasi oksigen terlarut sebesar 2 mg/l. Amonia menjadi
nitrat, adalah kombinasi organisme yang dapat menyelesaikan oksidasi nitrogen
secara sempurna.
Denitrifikasi adalah proses dimana nitrogen nitrat dan nitrit direduksi
menjadi gas nitrogen dan nitrogen oksida di bawah kondisi anoksik (tanpa
oksigen). Proses ini membutuhkan tersedianya donor elektron (senyawa
pereduksi). Donor yang diperlukan dapat berupa bahan organik, seperti metanol,
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 29
penambahan limbah yang belum diberi perlakuan, bahan organik yang belum
dimetabolisme, atau respirasi endogenes dari sel mikroba.
Denitrifikasi memberi kemungkinan untuk mereduksi kadar nitrogen dari
efluen limbah dengan menghasilkan fraksi nitrogen yang dilepaskan ke udara
sebagai gas inert. Karena peranan nitrogen dalam eutrofikasi dan kebutuhan
oksigen dari air permukaan, maka pengendalian nitrogen dalam sistem
penanganan limbah secara biologik akan memegang peranan yang besar di
masa mendatang.
9. Fosfor
Sumber-sumber fosfor dalam air limbah termasuk bahan organik, fosfat
yang berasal dari bahan pembersih yang digunakan untuk proses pembersihan
pabrik, serta urine manusia dan hewan. Fosfor organik diubah menjadi fosfor
anorganik selama penanganan biologik.
Bentuk fosfat dalam air limbah penting karena teknik penghilangan fosfat
umumnya dievaluasi berdasarkan kemampuannya untuk menghilangkan
ortofosfat. Hidrolisis fosfat yang terkondensasi menjadi ortofosfat dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan seperti suhu dan konsentrasi mikroba.
Tripolifosfat (P2O105-) + H2O ortofosfat (PO4
3-) + H+
Kecepatan hidrolisis dari fosfat terkondensasi dalam sistem berikut
menurun dengan urutan : lumpur aktif, air limbah yang belum diberi perlakuan,
kultur ganggang, dan air alamiah.
Penanganan biologik aerobik akan mengubah fosfat terkondensasi
menjadi ortofosfat. Penanganan anaerobik akan menghasilkan perubahan-
perubahan lain. Tahap utama dalam penanganan anaerobik adalah likufikasi
(pencairan) bahan organik dan senyawa fosfor anaerobik akan dilepaskan dari
senyawa fosfor terlarut dalam konsentrasi tinggi daripada influennya. Pelepasan
efluen seperti ini ke bagian lain dari fasilitas penanganan limbah atau ke
lingkungan dapat merumitkan dan atau menghalangi proses penghilangan fosfor
pada fasilitas.
10. Sulfur
Transformasi sulfur oleh mikroba serupa dengan nitrogen. Sulfida dan
amonia merupakan produk dekomposisi dari senyawa organik. Keduanya
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 30
dioksidasi oleh bakteri autrofik, seperti senyawa-senyawa sulfur anorganik dan
nitrogen yang tidak teroksidasi sempurna. Sulfat dan nitrat direduksi oleh
mikroorganisme di bawah kondisi anaerobik.
Senyawa-senyawa sulfur anorganik yang tidak teroksidasi dan unsur sulfur
dioksidasi oleh bakteri fotosintetik dan kemosintetik, dan oleh mikroorganisme
heterotrofik tertentu. Di bawah kondisi anaerobik, sulfida adalah produk akhir
yang tereduksi dan di bawah kondisi aerobik, sulfat adalah produk akhir yang
teroksidasi.
Asimilasi sulfur menjadi protoplasma selular merupakan reaksi utama dari
organisme heterotrofik. Pada organisme lain, transformasi sulfur dapat
menyediakan energi untuk metabolisme dan senyawa sulfur dapat bertindak
sebagai donor atau aseptor hidrogen. Oleh karena ini, maka bakteri tertentu
disebut bakteri sulfur. Bakteri ini adalah autotrofik, dapat menggunakan sulfur
atau senyawa sulfur anorganik yang tidak sempurna teroksidasi seperti senyawa
pereduksi, contohnya donor hidrogen langsung atau tak langsung, dan dapat
mengasimilasi karbon dioksida sebagai satu-satunya sumber karbon.
11. Makanan dan Massa
Tujuan utama dari penanganan limbah secara biologik adalah untuk
mengoksidasi kadar organik limbah, yaitu makanan untuk mikroorganisme.
Konsentrasi limbah turun dengan meningkatnya massa mikroba. Dalam sistem
aerobik, kira-kira 0,7 lb massa sel disintesis untuk setiap 1,0 lb makanan,
sebagai BOD, yang dioksidasi. Dilanjutkan dengan respirasi endogenes yang
ekstensif, atau pencernaan aerobik dari sel, 0,7 lb sel tersebut akan direduksi
hingga sekitar 0,17 lb bahan selular yang tersisa untuk dibuang. Padatan selular
residu yang sebenarnya dalam sistem akan berada diantara dua nilai terakhir,
tergantung bagaimana sistem aerobik dioperasikan, misalnya tingkat respirasi
endogenes yang berlangsung. Perubahan yang serupa dengan ini juga terjadi
dalam sistem anaerobik.
Para ahli teknik umumnya menggunakan konsentrasi padatan tersuspensi
yang menguap dari unit penanganan biologik sebagai perkiraan konsentrasi
mikroorganisme yang aktif dalam unit. Walaupun parameter ini bukan ukuran
yang tepat dari massa yang aktif, tetapi merupakan parameter untuk rancangan
dan manajemen yang sangat berguna. Parameter lain telah diteliti untuk
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 31
digunakan sebagai ukuran yang lebih tepat baik untuk biomassa maupun
bioaktivitas dalam unit. Parameter ini termasuk aktivitas enzim dehidrogenase
untuk mengukur laju keseluruhan dari reaksi oksidasi selular, enzim spesifik yang
terlihat dalam metabolisme intermedier, dan konsentrasi DNA. ATP merupakan
ukuran spesifik aktivitas mikroba dan dapat digunakan untuk menduga
konsentrasi mikroorganisme yang hidup dalam unit penanganan biologik.
12. Oksigen
Oksigen memegang peranan yang kritis dalam sistem penanganan biologik
karena bilangan oksigen bertindak sebagai aseptor hidrogen akhir,
mikroorganisme akan memperoleh energi maksimum. Untuk mempertahankan
sistem aerobik diperlukan konsentrasi oksigen terlarut minimum antara 0,2 dan
0,6 mg/l. Konsentrasi oksigen terlarut dalam unit penanganan aerobik harus
dijaga di atas 1,0 mg/l bila pembatasan oksigen ingin dihindarkan.
13. Suhu dan pH
Aktivitas biologik dapat mengubah pH dari unit penanganan. Contoh-
contoh reaksi biologik yang dapat menyebabkan kenaikan pH adalah fotosintesis,
denitrifikasi, pemecahan nitrogen organik, dan reduksi sulfat. Contoh reaksi
biologik yang dapat menyebabkan penurunan pH adalah oksidasi sulfat,
nitrifikasi, oksidasi karbon organik. Perubahan relatif dalam pH akan
mempengaruhi kapasitas penyangga dari cairan dan jumlah substrat yang
digunakan oleh mikroorganisme.
Masalah yang timbul sehubungan dengan karakteristik suhu dan pH air
limbah terjadi dalam proses anaerobik yang sangat peka terhadap suhu dan pH.
Banyak air limbah industri bersifat sangat asam (misalnya penyulingan anggur
yang mempunyai pH 3,5 dan keasaman lebih dari 1000 mg/l CaCO3) atau
bersifat alkali (misalnya limbah pencucian yang mempunyai pH lebih dari 9,0 dan
alkalinitas 250 mg/l CaCO3). Proses penanganan biologik konvensional tidak
dapat bekerja dengan baik di luar daerah pH 6,5 hingga 8,5 dan sifat asam serta
alkali harus dimodifikasi dengan cara tertentu. Metode modifikasi pH yang
memungkinkan adalah dengan netralisasi, pengenceran dengan efluen lain, dan
pengendalian proses reaksi biologik. Metode yang terakhir dapat digunakan bila
penyebab pH tinggi atau rendah adalah bahan organik. Air limbah yang
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 32
mengandung konsentrasi asam organik yang cukup banyak sering mempunyai
pH yang rendah dan dapat diatasi secara efektif dengan menyesuaikan laju
penghilangan dengan laju input massa dari asam.
Limbah domestik biasanya mempunyai pH mendekati netral dan suhu
berkisar antara 15 hingga 25°C. Suhu ini berada di bawah suhu optimum untuk
pertumbuhan bakteri, tetapi tidak merupakan hambatan utama dalam rancangan
unit atau operasinya. Sebagian air limbah industri seperti yang berasal dari
penyulingan dapat mempunyai pH 65°C atau lebih tinggi. Untuk menangani air
limbah ini dapat diterapkan proses anaerobik.
4.2. Kebutuhan Nutrien
Untuk mencapai penanganan limbah secara biologik yang memuaskan,
limbah harus mengandung karbon, nitrogen, fosfor dan unsur kelumit yang cukup
untuk mempertahankan laju sintesis mikroba yang optimum. Dalam kebanyakan
limbah, kesetimbangan nutrisi bukan merupakan masalah karena biasanya
terdapat kelebihan nitrogen, fosfor dan unsur kelumit dengan memperhatikan
karbon yang digunakan dalam sintesis sel. Kelebihan nutrien ini dapat
menyebabkan eutrofikasi dalam air permukaan bila efluen disalurkan. Metode
pengendalian kelebihan nutrien ini diperlukan sebelum pengeluaran efluen.
Limbah-limbah tertentu, seperti sebagian limbah pengolahan pangan,
dapat kekurangan nutrien spesifik yang perlu ditambahkan dalam jumlah yang
tepat untuk menyelesaikan penanganan limbah biologik yang memuaskan.
Jumlah nutrien yang tidak cukup, seperti nitrogen dan fosfor, cenderung
menurunkan laju pertumbuhan mikroba, menurunkan laju penghilangan BOD,
dan melemahkan sifat pengendapan dari lumpur.
Pendekatan umum yang dilakukan adalah dengan menambahkan nutrien
untuk memperoleh suatu nisbah BOD : N : P sebesar 100 : 5 : 1. Nisbah ini
memuaskan bila diinginkan tidak ada defisiensi nutrien tetapi kecil manfaatnya
bila tujuannya untuk memperoleh kadar nitrogen dan fosfor yang rendah dalam
efluen. Nisbah di atas rancangan untuk menjamin nutrien yang cukup dalam laju
penanganan biologik yang tinggi. Studi dengan limbah yang defisien nutrien
menetapkan 3-4 lb N/100 lb BOD5 yang dihilangkan dan 0,5 – 0,7 lb/100 lb BOD
yang dihilangkan akan mencegah kondisi defisien nutrien. Hal ini menghasilkan
nisbah BOD : N : P sebesar 100 : 3 : 0,6. Studi lain dengan limbah pengolahan
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 33
pangan telah diamati bahwa nisbah BOD terhadap nitrogen sebesar 100 : 2 atau
100 : 1,5 cukup memuaskan dalam menangani limbah pengalengan tanpa
penurunan efisiensi proses.
Kebutuhan nutrisi yang sebenarnya akan berhubungan dengan cara
proses penanganan biologik dilakukan. Proses dengan laju tinggi akan
mempunyai laju sintesis mikroba yang tinggi pula dan kebutuhan nutrien yang
lebih tinggi. Akan tetapi untuk sistem penanganan biologik dengan pertumbuhan
yang stasioner atau menurun, seperti halnya pada kebanyakan sistem
penanganan, akan terdapat laju sintesis mikroba dan kebutuhan nutrien yang
lebih rendah. Dengan waktu retensi padatan yang lama, beberapa hari dalam
sistem penanganan yang umum, respirasi endogenes dari sel mikroba akan
melepaskan nutrien ke dalam sistem. Nutrien ini akan digunakan dalam sintesis
sel-sel mikroba baru. Kira-kira 0,11 lb nitrogen akan dilepaskan dari oksidasi 1 lb
mikroba.
Nutrien yang dibutuhkan harus ditambahkan sesuai dengan laju sintesis
sel. Secara praktis, bila limbah kekurangan nutrien, nutrien harus ditambahkan
pada sistem sebanding dengan nutrien dalam padatan mikroba yang hilang
dalam efluen dan atau dibuang dari sistem.
4.2.1. Karakteristik Air Limbah
Semua air limbah perlu dikarakterisasi terlebih dahulu sebelum rancangan
proses dimulai. Sifat air limbah yang perlu diketahui adalah volume aliran,
konsentrasi organik, sifat-sifat karakteristik dan toksisitas.
Laju aliran dan keragaman laju aliran merupakan faktor penting dalam
rancangan proses. Sejumlah unit dalam kebanyakan sistem penanganan harus
dirancang berdasarkan puncak laju aliran. Hal ini membutuhkan studi aliran dan
memberikan pertimbangan untuk meminimumkan keragaman laju aliran
bilamana mungkin.
Untuk mengukur kadar organik dari limbah yang paling umum digunakan
adalah BOD5. BOD akhir (ultimate BOD = BODL), merupakan parameter yang
lebih baik untuk digunakan dalam rancangan proses penanganan. Untuk
memperkirakan nilai BODL dapat digunakan COD (Chemical Oxygen Demand),
tetapi fakta ini harus selalu ditetapkan dengan percobaan. Banyak air limbah
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 34
yang mempunyai COD tinggi dan BOD rendah yang disebabkan karena adanya
bahan organik yang tidak dapat dipecah secara biologik atau bahan beracun.
Sifat-sifat fisik seperti suhu, pH, dan konsentrasi padatan tersuspensi
merupakan peubah yang mempunyai pengaruh langsung terhadap proses
bioksidasi. Nilai peubah ini diperkirakan akan berubah dengan laju aliran dan
musim. Informasi ini akan diperlukan oleh perancang proses penanganan.
Analisis BOD dalam penanganan air limbah akan membeirkan indikasi
awal adanya bahan toksik. Bila air limbah mempunyai COD atau TOC (Total
Organic Concentration) yang tinggi dan BOD yang rendah, maka studi toksisitas
mungkin perlu.
4.3. Pengukuran Kebutuhan Oksigen dan Parameter lain
1. Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand = BOD)
Uji BOD adalah salah satu metode analisis yang paling banyak digunakan
dalam penanganan limbah dan pengendalian polusi. Uji ini mencoba menentukan
kekuatan polusi dari suatu limbah dalam pengertian kebutuhan mikroba akan
oksigen dan merupakan ukuran tak langsung dari bahan organik dalam limbah.
Percobaan dengan sejumlah limbah menunjukkan bahwa perubahan
kebutuhan oksigen dari limbah (BOD) dapat dicirikan dengan persamaan tingkat
pertama :
kCdt
dC−=
dimana C adalah konsentrasi limbah dan k adalah konstanta perbandingan dari
konstanta laju BOD.
Mikroorganisme dapat mengoksidasi baik senyawa-senyawa mengandung
karbon dan senyawa-senyawa nitrogen. Bakteri yang mengoksidasi nitrogen
adalah autotrof, secara normal tidak banyak terdapat dalam air limbah segar.
Organisme ini terdapat dalam limbah yang teroksidasi seperti efluen air limbah
yang diberi penanganan aerobik seperti lumpur aktif dan filter menetes. Bila
konsentrasi organisme nitrifikasi yang terdapat dalam botol BOD rendah, akan
terdapat periode persiapan (lag) sebelum organisme ini terdapat dalam jumlah
cukup banyak untuk memperlihatkan kebutuhan nitrogen yang nyata.
Uji BOD distandarisasi pada periode 5 hari, suhu 20°C. Sampel disimpan
dalam botol yang kedap udara. Stabilisasi yang sempurna dapat membutuhkan
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 35
waktu lebih dari 100 hari pada suhu 20°C. Periode inkubasi yang lama ini tidak
praktis untuk penentuan rutin. Oleh karena itu prosedur yang disarankan oleh
AOAC (Association of Official Analytical Chemist) adalah periode inkubasi 5 hari
dan disebut BOD5. Nilai ini hanya merupakan indeks jumlah bahan organik yang
dapat dipecah secara biologik bukan ukuran sebenarnya dari limbah organik.
Jumlah oksigen yang rendah dalam botol uji BOD, 2 – 3 mg, menunjukkan
bahwa limbah yang berkekuatan tinggi seperti kebanyakan limbah pengolahan
pangan dan limbah hewan harus diencerkan terlebih dahulu sebelum dianalisis.
Sebelum analisis BOD, limbah hewan dapat membutuhkan pengenceran 1 : 100
sampai 1 : 1000 atau lebih. Kesulitan dalam pengenceran limbah baik secara
fisik maupun kimia tidak seragam sehingga menurunkan ketepatan uji BOD
standar yang diperkirakan mempunyai ketepatan ± 20 persen.
Air buangan domestik yang tidak mengandung limbah industri mempunyai
BOD kira-kira 200 ppm. Limbah pengolahan pangan umumnya lebih tinggi dan
seringkali lebih dari 1000 ppm.
Walaupun BOD5 merupakan pengukuran umum untuk polusi air, uji BOD
memakan waktu dan reproduksibilitasnya rendah. Uji-uji seperti kebutuhan
oksigen secara kimia (COD) dan karbon organik total (TOC) lebih cepat, lebih
andal dan lebih reprodusibel.
Kelemahan uji BOD5. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, fase lag yang
tidak dapat diduga panjangnya terjadi sebelum pertumbuhan aktif dimulai.
Panjang lag akan mempengaruhi nilai BOD 5 hari dengan menggeser kurva
sepanjang sumbu waktu. Fase stasioner disebabkan oleh habisnya nutrien yang
terbatas. Hal ini sesuai dengan titik akhir stoichiometri dari sistem reaksi
nonbiologik dan harus merupakan nilai yang reprodusibel dari pengambilan
oksigen.
Dalam sistem reaksi BOD, sekali bahan organik dikonversi menjadi massa
selular baru dan karbon dioksida, maka hubungan laju reaksi harus berubah.
Kebutuhan oksigen di luar titik ini disebabkan karena terputusnya proses,
biasanya dikenal sebagai respirasi endogenes dan karena predator (protozoa
dan bentuk-bentuk yang lebih tinggi) memakan bakteri. Respirasi endogenes
umumnya menggunakan bahan-bahan cadangan dan konsumsi bahan yang
dilepaskan dari sel-sel mati.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 36
Nitirifikasi dalam uji BOD. Pada beberapa titik waktu, oksidasi nitrogen-
amino akan mulai berlangsung. Oleh karena oksigen digunakan dalam proses
reaksi biokimia, dugaan jumlah BOD nitrogen disajikan pada persamaan di
bawah ini :
BOD nitrogenes = 4,6 (N amonia + N organik)
Bakteri nitrifikasi tumbuh lambat, dan nitrifikasi umumnya tidak
berlangsung dalam bobot BOD pada waktu inkubasi kurang dari 9 atau 10 hari.
Kebutuhan oksigen yang dihilangkan adalah penting bagi air penerima dan harus
dipertimbangkan dalam proses rancangan secara keseluruhan.
Umumnya, BOD nitrogenes dilaporkan terpisah dari BOD karbon. Dengan
demikian, bila nilai BOD dalam pustaka diberikan sebagai BOD5 atau BODL
(Ultimate BOD atau BOD akhir), maka harus diasumsi bahwa nilai ini tidak
termasuk BOD nitrogen.
Sistem Stoichiometri BOD. Bila nilai BOD digunakan sebagai ukuran
konsentrasi organik yang dapat dibiodegradasi maka harus digunakan BOD akhir
(BODL) karena bakteri dipengaruhi oleh jumlah total organik yang dapat
dibiodegradasi, bukan fraksi yang akan dioksidasi. Dengan demikian perlu
dikembangkan penentuan BOD akhir.
Cusch mempelajari sistem evaluasi stoichiometrik kebutuhan oksigen dari
air limbah. Pertama-tama dipertimbangkan untuk menetapkan titik akhir reaksi
konversi organik. Dengan mengikuti kurva penggunaan BOD untuk substrat
murni dan terlarut, Busch menemukan bahwa terjadi laju penurunan pengambilan
oksigen yang tajam pada suatu nilai yang reprodusibel. Indeks
reprodusibilitasnya adalah gram pengambilan oksigen tiap gram substrat yang
disonofikasi, yang diduga hampir bebas dari organisme predator, nilai BOD pada
titik di mana terjadi penurunan laju reaksi yang tajam, atau “plato” ternyata
reprodusibel sekitar 5 %.
Kurva perubahan BOD tipikal dapat dilihat pada Gambar 3 dan nilai plato
BOD dari Busch (1958; 1961) dapat dilihat pada Tabel 4. Busch menduga bahwa
plato dalam kurva kebutuhan oksigen disebabkan oleh pemecahan substrat,
maka asumsi kemudian diperkuat oleh Schroeder (1968) dan Parisod (1974).
Bila plato disebabkan oleh pemecahan substrat, maka massa sel yang diproduksi
hingga mencapai plato adalah hasil bersih (neto) dari reaksi. Semua bahan
organik yang mula-mula ada dapat diperhitungkan sebagai oksigen yang
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 37
digunakan atau bahan sel yang diproduksi. Kebutuhan oksigen total atau akhir
adalah nilai BOD plato ditambah kebutuhan oksigen dari sel yang diproduksi (bila
sel yang diproduksi dioksidasi secara biologik). BOD sel agak sulit ditetapkan,
karena membiarkan sel didegradasi oleh proses alamiah membutuhkan waktu
yang sangat lama. Oksidasi dengan proses kimia lebih cepat tetapi tidak teliti
pada konsentrasi rendah. Busch dan Myrick (1961) menarik kesimpulan bahwa
metode yang paling praktis untuk memperkirakan BOD total adalah dengan
dengan mengukur nilai plato, menentukan produksi sel secara gravimetri, dan
menggunakan rumus sel empirik berdasarkan nisbah pengisi sel seperti yang
dikemukakan oleh Porges et al (1956).
Gambar 3. Kurva Perubahan BOD (Schroeder, 1977)
Tabel 4. Nilai BOD Plato untuk berbagai Substrat, mg O2/mg substrat*)
Substrat BOD Plato Glukosa Asam glutamat Natrium asetat Fruktosa Asam alfa ketoglutamat Sorbitol
0,42 0,38 0,58 0,42 0,39 0,39
*) Schroeder (1977)
Dengan menggunakan rumus Porges et al (1956), C5H7O2N, dan data
untuk glukosa sebagai sumber karbon satu-satunya, Busch melaporkan berikut
ini untuk sistem botol BOD :
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 38
24C6H12O6 + 59O2 + 17NH3 17 C5H7O2N + 59CO2 + 110H2O
Untuk hubungan ini, dibutuhkan 1,41 g oksigen per gram sel yang
diproduksi. Dibuat asumsi bahwa semua bahan sel yang diproduksi akan segera
dioksidasi. Prosedur ini memberikan hasil yang memuaskan, dan hasilnya
tergantung pada sistem percobaan; contohnya, nilai kebutuhan oksigen total
yang sama diperoleh dengan botol-botol BOD dan dengan respirometer, yang
menggunakan peralatan dengan konsentrasi sel atau kultur massa yang lebih
tinggi. Nilai-nilai BOD plato linier dengan konsentrasi substrat awal untuk suatu
substrat tertentu, sedangkan nilai-nilai BOD5 cenderung meningkat dengan
pengenceran karena pengaruh blanko pada perhitungan. Studi penentuan BOD
respirometrik akhir-akhir ini oleh Flegal (1976) dan Parisod (1974) telah
menguatkan teori Plato dan penggunaan metode respirometrik. Penelitian yang
telah dilakukan juga membuktikan bahwa penggunaan waktu uji tanpa alasan
yang kuat (misalnya 5 hari) adalah tidak benar. Flegal menetapkan bahwa
stoichiometri plato konstan antara 10 dan 37 °C. Hasil ini menunjukkan bahwa
inkubasi pada suhu konstan tidak diperlukan.
Pengenalan konsep stoichiometri ke dalam penentuan BOD
mengembangkan suatu metode yang relatif cepat untuk menentukan kebutuhan
oksigen akhir (BODL), perkiraan yield sel, dan oksigen yang diperlukan untuk
menangani limbah tertentu. Metode ini, yaitu uji kebutuhan oksigen biologik total
(TbOD), menggunakan perbedaan kebutuhan oksigen kimia (COD) yang
dihasilkan dari konversi biologik sebagai parameter dasar. Uji COD mengoksidasi
secara kimia sebagian besar senyawa-senyawa organik yang terdapat dalam air
limbah menjadi karbon dioksida, air, dan senyawa-senyawa non organik seperti
NH3. Senyawa-senyawa tertentu hanya dioksidasi sebagian atau tidak dioksidasi
seluruhnya. Oleh karena itu, dalam beberapa hal, metode harus dimodifikasi,
tetapi konsepnya tidak berubah.
Prosedur Uji TbOD (Total biological Oxygen Demand) yang
disederhanakan :
1. Suatu suspensi sel, yang berasal dari bagian penanganan limbah, diambil
dan dicuci.
2. Dibuat penentuan COD sel dan konsentrasi massa pada suspensi sel.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 39
3. COD dari air limbah ditentukan.
4. Suspensi sel dan air limbah dicampur dalam perbandingan yang telah
ditentukan dalam suatu gelas ukur satu atau dua liter.
5. Campuran diaerasi dengan batu pendifusi.
6. Contoh diambil dan dianalisis terhadap COD total (campuran), COD filtrat
(0,45 µm) dan padatan tersuspensi pada interval waktu tertentu.
7. Air ditambahkan sesuai yang dibutuhkan untuk mengganti penguapan.
Hasil penentuan Tb BOD untuk air limbah terlarut (melewati filter 0,45 µm)
diplotkan dan akan menghasilkan kurva seperti terlihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Hasil Tipikal Uji TbOD (Schroeder, 1977)
Konversi kebutuhan oksigen adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk
mengubah bahan organik dalam air limbah menjadi sel dan O2. Nilai ini sesuai
secara konsepsi dengan BOD plato tetapi akan mempunyai nilai yang lebih
tinggi karena dengan konsentrasi sel yang lebih tinggi yang digunakan dalam Uji
TbOD, sel yang dihasilkan lebih rendah dan stoichiometri akan sedikit berbeda.
Perubahan dalam COD filtrat adalah kebutuhan oksigen total yang dihilangkan
sebagai hasil aktivitas biologik atau bila didefinisikan adalah BOD akhir (BODL).
Biasanya terdapat nilai COD sisa yang tertinggal yang tidak masuk dalam
perhitungan TbOD. Sebagian fraksi dari COD air limbah tidak dapat didegradasi
secara biologik atau diubah menjadi produk-produk nonbiodegradasi. Uji TbOD
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 40
memberikan suatu indikasi konsentrasi organik yang dapat didegradasi secara
biologik dan yang tidak dapat didegradasi secara biologik (nonbiodegradasi).
Ada tiga parameter yang diperoleh dari uji TbOD. Parameter yang pertama
adalah perkiraan kebutuhan oksigen akhir secara biologik. Nilai ini dapat
ditentukan dengan uji plato. Walaupun metode plato lebih teliti, tetapi juga lebih
sulit. Parameter kedua adalah perkiraan kebutuhan oksigen yang harus dipenuhi
dalam unit penanganan yang sebenarnya. Keabsahan perkiraan ini tergantung
pada hubungan kultur yang digunakan dalam uji dengan yang terdapat dalam
unit penanganan. Parameter ketiga adalah yield sel, juga mempunyai
keterbatasan seperti pada perkiraan kebutuhan oksigen. Stoichiometri (yield sel
dan konsumsi oksigen) sangat tergantung pada cara operasi proses, tetapi
perkiraan awal yang diperoleh dari percobaan batch yang sederhana, tidak
mahal dan akan berada dalam kisaran rancangan umum.
2. Kebutuhan Oksigen Secara Kimia (Chemical Oxygen Demand = COD)
Uji COD adalah suatu pembakaran kimia secara basah dari bahan organik
dalam sampel. Larutan asam dikromat (K2Cr2O7) Digunakan untuk mengoksidasi
bahan organik pada suhu tinggi. Berbagai prosedur COD yang menggunakan
waktu reaksi dari 5 menit sampai 2 jam dapat digunakan. Metode ini dapat
dilakukan lebih cepat dari uji BOD. Oleh karena uji COD merupakan analisis
kimia, uji ini juga mengukur senyawa-senyawa organik yang tidak dapat dipecah
seperti pelarut pembersih dan bahan yang dapat dipecah secara biologik seperti
yang diukur dalam uji BOD.
Penggunaan dua katalis perak sulfat dan merkuri sulfat diperlukan masing-
masing untuk mengatasi gangguan klorida dan untuk menjamin oksidasi
senyawa-senyawa organik kuat menjadi teroksidasi. Limbah hewan dan limbah
pengolahan pangan seperti pengolahan sauerkraut, pikel dan zaitun dapat
mengandung konsentrasi klorida yang tinggi dan akan membutuhkan merkuri
sulfat dalam analisis COD atau faktor koreksi klorida. Senyawa-senyawa
benzena dan amonia tidak diukur oleh uji ini. Prosedur COD tidak mengoksidasi
amonia walaupun mengoksidasi nitrit.
Analisis BOD dan COD dari suatu limbah akan menghasilkan nilai-nilai
yang berbeda karena kedua uji mengukur bahan yang berbeda. Nilai-nilai COD
yang selalu lebih tinggi dari nilai BOD. Perbedaan diantara kedua nilai
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 41
disebabkan oleh banyak faktor seperti bahan kimia yang tahan terhadap oksidasi
biokimia tetapi tidak terhadap oksidasi kimia, seperti lignin; bahan kimia yang
dapat dioksidasi secara kimia dan peka terhadap oksidasi biokimia tetapi tidak
dalam uji BOD 5 hari seperti selulosa, lemak berantai panjang, atau sel-sel
mikroba; dan adanya bahan toksik dalam limbah yang akan mengganggu uji
BOD tetapi tidak uji COD.
Walaupun metode COD tidak mampu mengukur limbah yang dioksidasi
secara biologik, metode COD mempunyai nilai praktis. Untuk limbah spesifik dan
pada fasilitas penanganan limbah spesifik, adalah mungkin untuk memperoleh
korelasi yang baik antara nilai-nilai COD dan BOD. Metode COD cepat, lebih teliti
(± 8%), dan umumnya memberikan perkiraan-perkiraan kebutuhan oksigen total
dari suatu limbah yang berguna.
Perubahan nilai-nilai BOD dan COD suatu limbah akan terjadi selama
penanganan. Bahan yang teroksidasi secara biologik akan turun selama
penanganan, sedangkan bahan yang tidak teroksidasi secara biologik tetapi
teroksidasi secara kimia tidak turun. Bahan yang tidak teroksidasi secara biologik
akan terdapat dalam limbah yang belum diberi penanganan dan akan meningkat
karena residu massa sel dari respirasi endogenes. Nisbah COD dan BOD akan
meningkat dengan menjadi stabilnya bahan yang teroksidasi secara biologik.
Nisbah COD dan BOD dapat digunakan untuk menduga pemecahan atau
teroksidasinya limbah secara relatif. Nisbah COD dan BOD yang rendah
menunjukkan fraksi nonbiodegradasi kecil. Limbah dengan nisbah COD dan
BOD tinggi seperti pada limbah hewan mempunyai fraksi nonbiodegradasi yang
besar yang akan tertinggal untuk pembuangan akhir setelah penanganan.
Limbah yang telah diberi penanganan. Seperti dengan sistem lumpur aktif atau
air limbah yang diaduk dari parit oksidasi, mempunyai nisbah COD dan BOD
tinggi yang menunjukkan bahwa sebagian besar bahan organik telah
dimetabolisme dan bahwa penanganan lebih lanjut mungkin tidak ekonomis.
3. Karbon Organik Total (Total Organic Carbon = TOC)
Karbon organik total (TOC) mengukur semua bahan yang bersifat organik.
TOC diukur dengan konversi karbon organik dalam air limbah secara oksidasi
katalitik pada suhu 900 °C menjadi karbon dioksida. Metode pengukuran polusi
ini cepat (5-10 menit) dan dapat diulang, memberikan perkiraan kadar karbon
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 42
organik dari air limbah secara cepat. Nilai TOC sangat berkorelasi dengan uji-uji
BOD5 standar dan COD, bila limbah relatif seragam. Uji BOD dan COD
menggunakan pendekatan oksigen, TOC menggunakan pendekatan karbon.
Nilai TOC tidak menunjukkan laju degradasi senyawa karbon. Senyawa-senyawa
yang dianalisis dalam uji TOC, seperti selulosa, hanya memecah secara lambat
dalam lingkungan alamiah. Nilai TOC akan berubah bila limbah diberi
penanganan dengan berbagai metode.
Hambatan dalam teknik evaluasi ini adalah sulit dilakukan dan
membutuhkan peralatan laboratorium yang canggih. Uji ini dapat dilakukan
secara efektif dimana bahan padatan total sebagian besar adalah organik dan
bila operasinya melibatkan volume yang besar.
4. Kebutuhan Oksigen Total (Total Oxygen Demand = TOD)
Kebutuhan oksigen total (TOD) dari suatu bahan didefinisikan sebagai
jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk pembakaran semua bahan pada suhu
900°C menggunakan katalis platinum. Proses mengoksidasi semua bahan
organik dan bahan anorganik yang tidak teroksidasi sempurna. Kebutuhan
oksigen dari karbon, hidrogen, nitrogen dan sulfur dalam suatu contoh air limbah
diukur dengan metode ini. Interpretasi nilai TOD terhadap efisiensi unit
penanganan atau terhadap mutu efluen membutuhkan penyelidikan lebih lanjut
tetapi umumnya dapat dihubungkan dengan nilai-nilai : BOD dan COD. Sebagian
dari nilai-nilai TOC dan TOD akan menggambarkan bahan yang
nonbiodegradasi. Metode-metode TOD dan TOC cepat dan dapat dimasukkan
dalam sistem pengendalian air limbah dan penanganan pabrik. Uji ini lebih
berharga untuk industri-industri dimana limbahnya tidak mengandung sejumlah
besar bahan yang dapat dioksidasi secara kimia atau bahan organik
biodegradasi.
4.4. Perlakuan Primer
Tahapan-tahapan perlakuan primer adalah :
1. Penyaringan
Ñ Bahan-bahan buangan yang mengapung dan berukuran besar
dihilangkan dari air buangan dengan cara mengalirkan air tersebut
melalui saringan.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 43
Ñ Menggunakan komunitor, yaitu suatu alat yang dapat menyaring sambil
menghancurkan limbah padatan. Bahan yang telah terpotong-potong dan
hancur dipisahkan pada tangki pengendapan.
2. Pengendapan dan pemisahan benda-benda kecil
Ñ Pasir dan air hancuran padatan dari tahap I dibiarkan mengendap pada
dasar suatu tabung/tangki.
Ñ Endapan yang dihasilkan dipisahkan dan digunakan sebagai :
- penutup tanah
- tanah pertanian
3. Pemisahan endapan
Ñ Setelah dipisahkan dari benda-benda kecil, air buangan masih mengandung
padatan tersuspensi.
Ñ Padatan ini mengendap jika aliran air buangan diperlambat dan proses ini
dilakukan dalam tangki sedimentasi.
Ñ Padatan tersuspensi yang mengendap disebut lumpur mentah dan
dikumpulkan untuk dibuang.
4. Efluen (Air hasil proses penanganan primer, padatan dan padatan
tersuspensi telah dihilangkan)
Ñ Diberi perlakuan dengan gas khlorin sebelum dibuang ke sungai/saluran
air.
Ñ Tujuan pemberian klorin adalah untuk membunuh bakteri penyebab
penyakit yang dapat membahayakan lingkungan.
Kesimpulan Proses Penanganan Primer :
Ñ Menghilangkan ± sepertiga BOD.
Ñ Padatan tersuspensi.
Ñ Beberapa persen komponen organik dan nutrien tanaman.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 44
4.5. RINGKASAN
• Beberapa Cara Untuk Mengendalikan Produksi Limbah Pangan adalah :
Reduksi kebutuhan air segar dengan menggunakan sistem daur ulang,
Pisahkan limbah kuat/berat dengan separasi, Modifikasi proses untuk
meminimalkan timbulnya llimbah, Beri pendidikan/pelatihan kepada
karyawaan mengenai pengendalian polusi dan penghematan air.
• Metode Penanganan Limbah Industri Pangan adalah : Penanganan
Pendahuluan (contoh : penyaringan partikel), Penanganan Primer (contoh :
pengendapan atau penggumpalan), Penanganan Sekunder/penanganan
biologi (contoh : degradasi mikrobial, bisa secara aerobik maupun anaerobik),
Penanganan Tersier (contoh : penyaringan pasir, multimedia, mikro, vakum),
Desinfeksi (contoh : menurunkan/menghilangkan mikroba patogen),
Penanganan Lanjutan (contoh : pembuatan pupuk, pakan ternak, dll.).
• Untuk mencapai penanganan limbah secara biologik yang memuaskan,
limbah harus mengandung karbon, nitrogen, fosfor dan unsur kelumit yang
cukup untuk mempertahankan laju sintesis mikroba yang optimum.
• Pengukuran oksigen dan parameter lain menggunakan pengukuran
Kebutuhan oksigen secara biokimia dan kimia, Karbon organik total, dan
Kebutuhan oksigen total.
• Tahapan-tahapan perlakuan pendahuluan adalah penyaringan, pengendapan
dan pemisahan benda-benda kecil, pemisahan endapan dan efluen.
• Kesimpulan dari penanganan primer adalah menghilangkan sepertiga BOD,
padatan tersuspensi dan beberapa persen komponen organik dan nutrien
tanaman.
4.6. LATIHAN SOAL
1. Sebutkan karakteristik dari limbah pangan !
2. Sebutkan cara-cara untuk menangani limbah pangan !
3. Apa saja metode dari penanganan limbah industri pangan ? Sebutkan dan
jelaskan !
4. Jelaskan tahapan-tahapan perlakuan pendahuluan dari penanganan limbah
pangan !
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 45
BAB V
PENANGANAN LIMBAH CAIR, PADAT DAN GAS
5.1. LIMBAH CAIR
Residu dalam Limbah Cair
Padatan Terendap. Ini adalah padatan dalam limbah cair yang
mengendap pada dasar dalam waktu 1 jam. Padatan ini biasanya diukur dalam
kerucut Imhoff berskala dan dilaporkan sebagai ml padatan terendap per liter.
Padatan terendap merupakan indikator jumlah padatan limbah yang akan
mengendap dalam alat penjernih dan kolam pengendapan. Teknik penetapan
endapan ini mudah dilakukan dan berguna bila akan merancang sistem
penanganan.
Padatan Tersuspensi Total. Pengukuran ini, yang kadang-kadang disebut
residu yang tidak dapat disaring, ditetapkan dengan cara menyaring sejumlah
volume air limbah melalui filter membran (atau tikar glas fiber) dalam cawan
Gouch. Berat kering dari padatan tersuspensi total diperoleh setelah satu jam
pada suhu 103° - 105°C.
Padatan Terlarut Total. Padatan terlarut total, atau residu yang dapat
disaring, ditetapkan dengan berat contoh yang telah disaring dan dievaporasi
atau sebagai perbedaan antara berat residu setelah evaporasi dan berat padatan
tersuspensi total. Oleh karena polutan ini sulit dihilangkan dari air limbah, maka
pengetahuan mengenai padatan terlarut total adalah penting bila menangani air
limbah. Penanganan padatan terlarut total membutuhkan mikroorganisme yang
umumnya terdapat, untuk konversi bahan partikulat.
Lemak, Minyak dan Gemuk. Lemak, minyak dan gemuk (FOG)
berbahaya untuk biota dan tidak diinginkan karena sifat-sifatnya yang tidak
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS (TPK) Setelah mengikuti mata kuliah dengan pokok penanganan limbah
cair, padat dan gas, mahasiswa akan dapat memahami tentang
penanganan limbah cair, padat dan gas yang benar.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 46
estetik. Ikatan antara udara dan air dikurangi oleh lapisan tipis yang dibentuk
oleh FOG, yang berbahaya untuk ikan dan mahluk air lainnya. Senyawa-
senyawa ini akan meningkatkan kebutuhan oksigen untuk oksidasi sempurna.
Metode analisis air limbah untuk senyawa-senyawa ini relatif cepat dan
sederhana.
Kekeruhan. Walaupun kekeruhan itu sendiri bukan polutan, sifat ini
disebabkan oleh adanya bahan tersuspensi (bahan organik, mikroorganisme dan
partikel-partikel cemaran lain). Kekeruhan merupakan sifat optik dari contoh yang
menyebabkan sinar tersebar dan atau diserap. Sifat ini diukur dengan
turbidimeter lilin. Pengukuran ini bukan indikasi bahan tersuspensi yang tepat
yang biasanya ditetapkan secara Gravimetri, karena metode yang terakhir
berdasarkan berat partikel sedangkan kekeruhan berdasarkan sifat-sifat optik.
Nitrogen. Dalam bahan limbah, nitrogen dapat berada dalam bentuk-
bentuk amonia tereduksi sampai senyawa nitrat teroksidasi. Konsentrasi tinggi
dari berbagai bentuk nitrogen beracun terhadap fauna dan flora tertentu. Bentuk
yang paling umum dari nitrogen yang ditmukan dalam air limbah adalah amonia,
protein, nitrit dan nitrat.
Fosfat. Polutan ini dapat diukur dan terdapat sebagai senyawa mineral
dan senyawa organik. Walaupun sejumlah kecil fosfat terlarut terdapat dalam air
alamiah, bila jumlahnya meningkat akan berbahaya terhadap kehidupan air.
Analisis rutin hanya mengukur ortofosfat terlarut. Analisis untuk fosfat total,
ortopolifosfat dan fosfat terendap, diselesaikan dengan mengubah polifosfat dan
fosfat terendap menjadi ortofodfat oleh hidrolisis asam dengan pengujian
ortofosfat secukupnya menggunakan metode kolorimetrik yang direkomendasi
oleh EPA (Enviromental Protection Agency, 1974).
Sulfur. Penggunaan sulfur dioksida dalam pra penanganan buah-buahan
atau natrium bisulfida dalam pengolahan dapat menyebabkan kadar sulfur dari
air limbah menjadi cukup tinggi untuk menyebabkan polusi. Polutan ini terutama
terdapat sebagai ion-ion sulfit dan sulfat atau presipitat. Sulfida juga
membutuhkan lebih banyak oksigen bila terdapat dalam air. Ion sulfida berikatan
dengan berbagai ion-ion logam multivalen untuk membentuk presipitat yang tidak
larut, yang dapat mengendap, dan dibuang bersama lumpur. Penentuan sulfat
dan sulfida mungkin dilakukan dengan teknisi yang terlatih dan peralatan minima.
Oleh karena sulfida menyebabkan bau dan rasa yang tidak diinginkan dalam air
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 47
minum, maka senyawa-senyawa ini perlu diuji bila air limbah disalurkan ke
sungai yang mensuplai air minum.
5.1.1. Sistem Kolam dan Lagun
- Sistem penanganan limbah yang sederhana
- Pengggunaannya untuk limbah kota dan pertanian
- Jenis kolam dan lagun ⇒ 1. Fakultatif (umum digunakan)
2. Anaerobik
3. Aerobik
- Jenis kolam dan lagun fakultatif ⇒ kolam yang mempunyai kondisi
aerobik pada lapisan atas dan proses anaerobik terjadi pada lapisan
bawah, terutama dalam padatan yang terendap.
- Kolam ⇒ kolam oksidasi atau lagun stabilisasi limbah
- Kolam oksidasi ⇒ digunakan untuk penanganan limbah pengalengan dan
bir, efluen yang dihasilkan cukup stabil, cenderung penanganan aerobik.
Masalah ⇒ butuh lahan yang luas, adanya bau yang timbul (pencegahan
ditambah oksidator), butuh waktu beberapa minggu/bulan.
- Reaksi biokimia yang terjadi :
v Bakteri dan ganggang merupakan mikroorganisme kunci dalam kolam
oksidasi.
v Bakteri heterotropik bertanggung jawab untuk stabilitas bahan organik
dalam kolam.
v Limbah (BOD) ⇒ sebagian yang masuk akan mengendap dan
melangsungkan fermentasi anaerobik dalam lumpur di bagian dasar.
Fermentasi ini akan mengurangi volume lumpur bila suhu cukup dan
produk fermentasi dilepaskan ke lapisan cairan.
v Limbah organik yang memasuki kolam dan dilepaskan dari dasar
kolam lumpur yang dimetabolisme oleh bakteri dan produk akhir
seperti karbon dioksida, ion amonium, nitrat dan ion fosfat yang dapat
digunakan untuk pertumbuhan ganggang. Ganggang ⇒
menghasilkan protoplasma baru, dihasilkan oksigen yang dapat
digunakan oleh bakteri heterotropik.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 48
v Pelepasan oksigen akan sebanding dengan karbon yang dikonversi
menjadi protoplasma ganggang.
v Peranan bakteri ⇒ untuk proses-proses oksidasi dan reduksi yang
berlangsung dalam kolam.
Peranan ganggang ⇒ menggunakan kelebihan karbon dioksida dan
menghasilkan O2.
Skema interaksi biologik dalam kolam oksidasi dapat dilihat dalam
Gambar 5.
- Penampilan kolam oksidasi yang memuaskan tergantung pada
kesetimbangan antara bakteri dan ganggang.
v Bila aktivitas bakteri melebihi aktivitas ganggang (misalnya : muatan
limbah yang tinggi atau hambatan oleh metabolisme ganggang)
menyebabkan pemecahan oksigen (berat O2 ± 2/berat ganggang),
bau yang mengganggu dan mutu efluen yang buruk.
v Bila aktivitas ganggang meningkat daripada bakteri (misalnya :
kelebihan nutrien ganggang, kondisi baik untuk pertumbuhan
ganggang) menyebabkan kelebihan sel-sel ganggang dalam efluen.
v Bila terjadi bau dapat diatasi dengan :
q Penambahan nitrat (nitrat akan bertindak sebagai aseptor
Hidrogen, bila O2 tidak ada untuk mencegah terbentuknya
senyawa-senyawa yang mengandung sulfur tereduksi).
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 49
q Aerasi mekanik untuk mengubah kolam oksidasi ⇒ lagun aerasi.
- Kolam oksidasi ⇒ jarang digunakan sebagai satu-satunya proses
penanganan untuk memenuhi persyaratan efluen (biasanya bagian dari
sistem penanganan keseluruhan).
- Lagun anaerob
v Tujuan : destruksi dan stabilisasi bahan organik dan bukan pemurnian
air.
v Penggunaan : perlakuan primer atau sekunder, sistem pengolahan
sludge (padatan yang dipisahkan dari limbah cair). Biasanya setelah
perlakuan ini harus diikuti oleh perlakuan limbah dalam lagun aerob
atau dengan metode filter/saringan tetes.
v Prinsip : oksidasi biologis dan sedimentasi bahan padat.
Bahan padat terlarut Gas : O2, CO2, N2, NH4
tersuspensi Air
endapan Biomassa : mikoflora
v Kondisi laguna anaerobik :
q Ukuran dalam lagun : 2,5 – 3 m
q Volume : kecil
q Suhu operasi : 22°C
q Waktu pengolahan : 4 – 20 hari
q Efisiensi penurunan BOD : 60 – 80%
v Catatan : keadaan aerob diperoleh dari memasukkan banyak bahan
organik ke dalam laguna. Keadaan anaerob dinyatakan dalam BOD5,
COD dan SS per satuan volume lagun (Bakteri jenis anaerob).
- Lagun aerob
v Prinsip : sama dengan lagun anaerob + pemasukan O2 sebanyak 1 –
3 mg/l dengan menggunakan alat aerator mekanis untuk
memungkinkan terjadinya oksidasi aerob.
v Tipe : 1. Lagun aerob sempurna
2. Lagun aerob fakultatif (sebagian dari logam anaerob diberi
aerasi)
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 50
v Kondisi lagun aerob :
q Kapasitas pengolahan : 450 kg/ha/hari BOD5
20% dari BOD limbah padatan “sludge”
70 – 90% q Umumnya perlakuan ini masih harus diikuti oleh suatu perlakuan
tertier pada efluen sekunder.
5.1.2. Penyaring Menetes (Trickling Filter)
- Prinsip : air limbah diteteskan melalui suatu media stasioner, biasanya
tersusun dari batu/karang yang dihancurkan (2 – 4 inchi) atau media
plastik dengan berbagai ragam konfigurasi ke dalam suatu
penampungan. Aerasi terjadi karena permukaan air limbah diperluas
waktu dilakukan penetesan.
- Penyaring menetes dirancang untuk menangani limbah cair yang encer.
Konsentrasi padatan organik dan anorganik yang tinggi akan
menyebabkan penyumbatan, mengurangi efisiensi, dan meningkatkan
masalah pemeliharaan. Jika limbah yang mengandung padatan seperti ini
diterapkan pada penyaring menetes (penanganan pendahuluan perlu
untuk mengurangi / menghilangkan padatan.
- Penyaring menetes bukan filter tetapi unit-unit oksidasi aerobik yang
menyerap dan mengoksidasi bahan organik dalam limbah yang melalui
media filter.
- Media merupakan tubuh penyaring dan tinggi ± 4 – 7 ft untuk batu/karang,
10 – 40 ft untuk plastik.
- Mikroorganisme yang berperan : bakteri fakultatif heterotropik (paling
besar) dan protozoa.
- Sifat-sifat fisik media filter umum disajikan pada Tabel 5.
- Limbah yang akan didistribusikan melalui bagian atas media dan mengalir
melalui media.
Sistem distribusi ⇒ 1. Distribusi berputar (umum digunakan)
2. Distribusi dengan katup (nozzle) yang tetap. Katup
pendistribusian dipasang secara permanen.
masalah : penyumbatan dalam distribusi cairan
yang buruk (jarang digunakan)
efisiensi
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 51
Tabel 5. Sifat-sifat Fisik Media Filter Umum
Media Ukuran nominal (in)
Berat (lb/ft3) Luas permukaan (ft2/ft3)
Ruang kosong (%)
Granit Granit Slag Plastik
1-3 4 3
21 x 38
90 90 68 6
19 13 20 27
46 60 49 94
- Air limbah dikeluarkan di atas penyaring menetes oleh suatu distributor
menetes sehingga aerasi cairan berlangsung sebelum kontak dengan
media. Aerasi lebih lanjut berlangsung ketika cairan mengalir di atas
media.
- Permukaan media bertindak sebagai pendukung mikroorganisme yang
memetabolisme bahan organik dalam limbah.
Lapisan lendir mikroba dan air yang mengalir melalui media akan
meningkatkan berat bahan dalam penyaring (untuk media plastik;
gabungan berat lendir, air dan media dapat 4 – 5 kali lebih besar dari
berat media sendiri).
- Media penyaring terletak dalam suatu sistem di bawah peniris yang
mengumpulkan cairan dari penyaring dan mengangkutnya ke dalam bak
sedimentasi akhir. Padatan dihilangkan secara kontinyu dari sistem yaitu
dari unit sedimentasi akhir dan padatan yang terendap tidak dikembalikan
lagi ke dalam penyaring menetes.
- Bakteri fakultatif heterotropik merupakan populasi mikroorganisme
terbesar dalam penyaring menetes. Protozoa dan yang lainnya lebih
sedikit. Ganggang tumbuh di permukaan penyaring.
- Bahan organik dalam air limbah akan merangsang pertumbuhan biologik
pada permukaan media. Pertumbuhan mula-mula terbentuk di daerah-
daerah dimana aliran tidak mencucinya dari media dan akan menyebar ke
seluruh media (waktu sekitar 4 – 6 minggu).
- Setelah lapisan mikroorganisme dalam media sudah tumbuh baik, cairan
mengalir di atas dan bukan melalui lapisan. Limbah cair mengalir turun ke
bawah media sebagai gelombang yang menghasilkan turbulen diantara
limbah dan lapisan cairan dalam permukaan mikroorganisme (seperti
Gambar 6). Bahan organik dalam limbah dipindahkan ke dalam lapisan
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 52
cairan dan produk hasil metabolisme limbah dipindahkan dari lapisan
cairan ke dalam limbah (hal terjadi secara kontinyu).
- Lapisan luar mikroorganisme terkena lapisan cairan yang terikat dan
memecah sebagian besar limbah. Metabolik aerobik dipertahankan
dengan perpindahan oksigen secara kontinyu dari ruang kosong dalam
penyaring menuju lapisan cairan yang terikat. Perpindahannya
berhubungan dengan perbedaan oksigen diantara udara dan lapisan
cairan terikat. Ketebalan mikroorganisme aerobik sekitar 0,005 cm,
sedang ketebalan mikroorganisme sebenarnya jauh lebih besar
sehingga :
v Hanya permukaan lapisan mikroorganisme yang mendapat sebagian
besar makanan dan oksigen.
v Mikroorganisme yang terikat pertumbuhan mikroba pada media mati
dan diangkut dari media oleh aliran air limbah.
v Pertumbuhan mikroba menjadi baik lagi dalam daerah dimana
pertumbuhan yang lebih tua telah dihilangkan. Daur ini berlangsung
secara kontinyu dalam penyaring menetes.
- Efluen dari penyaring mengandung bahan organik yang tidak
dimetabolisme dalam air limbah yang diterapkan, padatan biologik yang
dipisahkan dari media dan produk akhir metabolik.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 53
- Padatan biologik harus dipisahkan dari efluen penyaring menetes
sebelum cairan dikeluarkan dari tangki penanganan, bila diinginkan efluen
bermutu tinggi. Hal ini dilakukan dalam tangki sedimentasi akhir yang
merupakan bagian integral dari sistem penyaring tetes. Diagram alir
proses penanganan penyaring menetes dapat dilihat pada Gambar 7.
5.2. LIMBAH PADAT
A. Protein Sel Tunggal (PST)
PST atau Single Cell Protein (SCP) adalah istilah yang digunakan untuk
protein yang berasal dari sel mikroorganisme. Mikroba yang umum digunakan
sebagai penghasil protein adalah : bakteri, kapang, khamir, algae/ganggang.
Kandungan protein dalam mikroba tersebut berdasarkan berat keringnya adalah :
60 – 70% dalam bakteri
45 – 65% dalam khamir
35 – 40% dalam kapang
20 – 80% dalam algae/ganggang
PST dapat digunakan sebagai makanan manusia dan ternak. PST yang
digunakan untuk makanan ternak, tujuannya adalah :
1. Sebagai protein pengganti pada campuran makanan ternak. Sumber protein
pada makanan ternak yaitu kedele dan tepung ikan ternyata sudah tidak
mencukupi lagi.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 54
2. Dapat mengatasi persoalan limbah karena protein sel tunggal (PST) dapat
diperoleh dari limbah (sebagai bahan bakunya).
Produksi PST untuk bahan pangan manusia sudah dimulai pada tahun
1910. Pada waktu itu PST dari khamir diberikan pada para prajurit selama PD I
dan PD II. Di Indonesia, produksi PST sedang diusahakan pengembangannya,
terutama untuk makanan ternak karena kandungan asam aminonya lebih baik
daripada kandungan asam amino protein nabati.
Produksi PST mempunyai beberapa keuntungan :
1. Produksi protein lebih cepat dan efisien dibandingkan dengan produksi
protein nabati dan hewani.
2. Nilai gizi PST lebih tinggi daripada nilai gizi protein nabati (komposisi asam
amino PST lebih lengkap).
3. Tidak memerlukan tanah atau tempat yang luas seperti dalam produksi
protein nabati dan hewani.
4. Produksi PST tidak dipengaruhi oleh cuaca.
5. Prosesnya fleksibel karena dapat digunakan berbagai substrat dan
mikroorganisme.
Selain menguntungkan, produksi PST juga mempunyai beberapa
kelemahan yaitu :
1. Kandungan asam nukleat PST tinggi, dimana di dalam tubuh manusia akan
diubah menjadi asam urat sebagai produk akhir. Kandungan asam urat yang
terlalu tinggi di dalam tubuh manusia dapat merangsang timbulnya gejala
penyakit tulang (encok).
2. Dinding sel mikroorganisme kadang-kadang mengandung komponen yang
tidak dapat dicerna dan bersifat racun.
3. Fluktuasi harga dan persediaan substrat yang tidak tetap. Biaya penyediaan
substrat meliputi 40 – 50% dari total biaya produksi PST.
Kandungan asam nukleat pada PST (berdasarkan bobot kering) :
v Ganggang : 4.0 – 6.0%
v Kapang : 2.5 – 6.0%
v Khamir : 6.0 – 11.0%
v Bakteri : > 16.0%
Substrat yang dapat digunakan untuk memproduksi PST, dapat dibagi
dalam 3 golongan besar, yaitu :
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 55
1. Senyawa hidrokarbon dan turunannya, seperti :
v Gas alam
v Minyak bumi
v Alkana
v Metanol
v Metana
2. Bahan-bahan yang merupakan limbah :
v Molase dari pabrik gula
v Cairan sulfit dari pabrik kertas
v Whey dari pabrik susu dan tahu
v Ampas tapioka dan tebu
v Ampas dari pabrik pengolahan buah-buahan
3. Bahan-bahan hasil pertanian yang mengandung gula, pati dan selulosa.
Sekarang ini banyak digunakan limbah pertanian sebagai substrat PST
karena memiliki beberapa keuntungan :
a. Mengurangi pencemaran lingkungan
b. Dapat meningkatkan nilai guna limbah tersebut
c. Harganya murah dan cukup tersedia
d. Kandungan karbohidrat / selulosa cukup tinggi.
Mikroorganisme untuk produksi PST
Menurut Ganjar (1978), mikroorganisme yang digunakan untuk produksi
PST harus memenuhi persyaratan :
1. Mikroorganisme tidak boleh menghasilkan senyawa yang bersifat racun.
2. Mikroorganisme tersebut harus dapat menggunakan bahan mentah sebagai
sumber energinya.
3. Mikoorganisme tersebut harus tumbuh cepat.
4. Pemeliharaan mikroorganisme harus mudah dan tidak mahal.
Sampai sekarang mikroorganisme yang sudah digunakan untuk produksi
PST adalah khamir, bakteri, algae dan kapang yang masing-masing mempunyai
keunggulan dan kelemahannya.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 56
Khamir
Khamir adalah mikroba yang paling banyak digunakan dalam produksi PST.
Penggunaan khamir untuk produksi PST secara umum mempunyai keuntungan
dibandingkan dengan mikroba lainnya, karena :
a. Penerimaan oleh konsumen lebih baik
b. Kandungan asam nukleatnya rendah
c. Lebih mudah dipanen karena ukuran selnya lebih besar
d. Dapat tumbuh pada substrat dengan pH rendah (4 – 5).
Khamir yang banyak digunakan untuk produksi PST adalah :
1) Saccharomyces cerevisiae
Banyak digunakan dalam : produksi bir, minuman beralkohol, sebagai ragi
untuk roti. Mikroba ini tidak mampu menggunakan laktosa, pentosa dan
hidrokarbon untuk pertumbuhannya, disamping itu ke dalam substrat
perlu penambahan N organik dan vitamin B.
2) Candida utilis
Mikroba ini dapat tumbuh dalam limbah larutan sulfit dari proses
pengolahan pulp kertas yang banyak mengandung gula pentosa dan
heksosa.
C. lypolytica
C. intermedia
C. tropicalis
3) Kluyveromyces fragilis
Mikroba ini tumbuh secara anaerobik dengan memanfaatkan laktosa
sehingga whey keju dapat dimanfaatkan oleh mikroba ini untuk
menghasilkan massa sel.
Bakteri
Penggunaan bakteri untuk produksi PST masih sangat terbatas karena
mempunyai beberapa kelemahan yaitu :
a. Penerimaan bakteri sebagai makanan oleh konsumen sangat rendah
(beberapa jenis bakteri mempunyai bau yang tidak menyenangkan).
b. Ukuran sel bakteri sangat kecil, sehingga pemanenannya sulit dilakukan.
c. Kandungan asam nukleatnya tinggi (> 16%) berdasarkan berat kering.
Mampu menggunakan fraksi minyak bumi dan hidrokarbon untuk pertumbuhannya. Di daerah tropis, species ini cocok untuk tumbuh dalam hidrokarbon sebagai substratnya.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 57
Selain kelemahan di atas, penggunaan bakteri untuk produksi PST mempunyai
beberapa keuntungan karena :
a. Mempunyai waktu generasi (membelah diri) yang cepat.
Laju pertumbuhan bakteri ± 20 – 30 menit
khamir 16 jam
ganggang > 16 jam
b. Kandungan proteinnya tinggi
c. Dapat tumbuh pada berbagai substrat
Beberapa species bakteri yang mampu berkembang pada media hidrokarbon
(CH2) : Methanomonas methanica, M. methanooxidans, Methylococcus
cereficans, Pseudomonas sp., P. methanica.
Hydrogenomonas eutropa : bakteri ini mampu memanfaatkan hidrokarbon yang
berbentuk gas sebagai sumber energi dan CO2 sebagai sumber karbon.
Methylophilus methylotropus : tumbuh pada substrat metanol sebagai sumber
karbon dan energi.
Lactobacillus pentosis : hidup dalam substrat cairan limbah sulfit menghasilkan
asam laktat.
Algae / Ganggang
Mikroba ini mampu melakukan fotosintesa sehingga dihasilkan PST. Jenis
ganggang untuk PST adalah :
- Ganggang hijau : Chlorella vulgaris, Scenedesmus acustus
- Ganggang biru : Spirulina maxima
Dalam proses ini algae dipelihara dalam kolam-kolam terbuka yang cukup
mendapat sinar matahari. Biomass yang diperoleh berwarna hijau muda. Dinding
sel algae umumnya rusak pada waktu pengeringan sehingga isi sel dapat
langsung dimanfaatkan. Untuk pertumbuhannya, algae menggunakan sumber
energi dari cahaya, baik dari cahaya matahari maupun dari iluminasi
(penerangan) tambahan. Cahaya dapat mempertinggi mekanisme fotosintesa
dari sel.
Faktor yang penting dalam kulturisasi algae adalah agitasi. Jika kultur tidak
diagitasi, kebanyakan sel algae akan mengendap di dasar wadah atau akan
terdapat di permukaan dimana hal ini akan dapat mengakibatkan algae akan
tersinari sebagian (overheated).
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 58
Produksi PST dari algae sangat terbatas, karena :
1. Untuk pertumbuhannya memerlukan kolam kultur yang bersuhu hangat dan
banyak sinar matahari.
2. Dinding selnya sukar untuk dicerna.
Kapang
Kapang umumnya lebih banyak digunakan untuk mendapatkan flavor atau aroma
pada makanan sehingga produk akhir dari kapang lebih disukai daripada protein
langsung dari mikrobanya. Contoh : tempe, oncom, kecap.
Jenis kapang sebagai sumber protein adalah :
Oidium lactis : cocok tumbuh dalam substrat whey dan cairan sulfit.
Jenis kapang lainnya : Fusarium, Rhizopus, Penicillium, Aspergillus.
Kapang kurang mendapat perhatian untuk diproduksi sebagai PST karena :
e. laju pertumbuhannya rendah
f. untuk pertumbuhannya memerlukan medium yang steril karena seringkali
terkontaminasi oleh bakteri dan khamir.
Nilai Gizi PST
Nilai gizi PST bervariasi tergantung dari mikroorganisme yang digunakan. Daya
cerna berkisar antara 65 – 96%, sedangkan PER (Protein Efficiency Ratio)
berkisar antara 0,6 – 2,6. Cara-cara pemanenan, pengeringan dan pengolahan
berpengaruh terhadap nilai gizi PST.
PST dan khamir mempunyai kandungan yang tinggi dalam protein dan vitamin B
kompleks, tetapi kekurangan dalam methionin dan mungkin cystein. Komponen
penting yang terdapat di dalam PST khamir, misalnya : thiamin, riboflavin, biotin,
niasin, asam pantotenat, piridoksin, kholin, streptogenin, glutathion, asam folat
dan asam p-aminobenzoat.
Beberapa hal yang penting diperhatikan dalam penggunaan PST untuk konsumsi
manusia adalah :
1. Konsentrasi asam nukleat yang tinggi (6 – 11%) sehingga dapat
meningkatkan jumlah asam urat di dalam serum yang dapat mengakibatkan
terbentuknya batu ginjal dan penyakit tulang.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 59
2. Kemungkinan timbulnya alergi karena mengkonsumsi protein dari sumber
yang tidak biasa digunakan.
3. Kemungkinan adanya komponen karsinogenik dari substrat yang berupa
limbah.
4. Kemungkinan timbulnya reaksi gastrointestinal yang menyebabkan mual dan
muntah.
Ragi Roti
Ragi roti adalah salah satu bentuk PST yang menggunakan khamir
Saccharomyces. Medium yang digunakan dalam pembuatan roti harus
merupakan substrat yang baik untuk pertumbuhan khamir.
Bahan yang digunakan biasanya berupa campuran molase, mineral dan garam
yang terdiri dari :
1. Molase
2. Nitrogen dalam bentuk garam amonium, urea, kecambah malt, dan
sebagainya.
3. Garam anorganik seperti : fosfat dan garam mineral lainnya.
4. Faktor pertumbuhan dalam bentuk ekstrak sayuran, serealia dan vitamin.
pH medium diatur sampai pH 4,3 – 4,5; suhu sekitar 30°C. Selama pertumbuhan
khamir dilakukan aerasi dengan kecepatan tinggi. Molase ditambahkan secara
bertahap sehingga konsentrasi gula tetap 0,5 – 1,5%. Pada waktu pemanenan,
khamir disentrifus dalam bentuk krim dan dipres di dalam penyaring untuk
menghilangkan cairannya. Kumpulan khamir lalu dibentuk menjadi butiran
setelah terlebih dulu ditambah minyak nabati, dan dikeringkan pada suhu rendah
sampai kadar airnya kurang dari 8%. Ragi roti yang kering tersebut tahan
disimpan dan masih aktif pada suhu kamar selama beberapa bulan.
Ragi roti juga dapat dibuat menggunakan bahan dasar serealia yang
dihancurkan, limbah sulfit dari buangan pabrik kertas dan bahan buangan
lainnya.
Ragi roti yang baik harus mepunyai sifat-sifat sebagai berikut :
1. Bersifat stabil
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 60
2. Sel-sel khamir tetap hidup dan masih aktif dalam bentuk kering untuk jangka
waktu penyimpanan yang cukup lama pada suhu kamar.
3. Dapat memproduksi CO2 secara cepat jika digunakan dalam pembuatan roti.
B. Kompos
- Kompos adalah bahan organik yang telah menjadi lapuk seperti : daun-
daunan, jerami, rumput-rumputan, dedak padi, batang jagung dan kotoran
hewan.
- Kompos dapat terjadi ⇒ 1) Proses alam (daun-daunan, rumput + kotoran
hewan + sampah ⇒ membusuk, karena adanya mikroorganisme dan cuaca)
2) Proses alam + perlakuan manusia ⇒ kompos berkualitas baik, waktu 1
bulan.
- Faktor-faktor yang penting dalam pengomposan adalah perbandingan C : N
(C/N ratio). C/N kompos harus mendekati C/N tanah (10-12).
Contoh : jerami padi C/N = 50 – 70 ; batang jagung = 100
- Peranan mikroorganisme dalam pembuatan kompos :
v Menguraikan karbohidrat (selulosa, hemiselulosa, dan lain-lain)
⇒ CO2 + air (H2O)
v Menguraikan protein, melalui amida-amida dan asam-asam amino
menjadi amoniak, CO2 + H2O
v Mengikat beberapa jenis unsur hara di dalam tubuh mikroorganisme,
terutama N, P dan K.
v Membebaskan unsur-unsur hara dari senyawa-senyawa organik menjadi
senyawa-senyawa anorganik yang tersedia bagi tumbuh-tumbuhan.
- Akibat perubahan di atas, maka :
v Berat dan isi kompos berkurang dari bahan awalnya (karbohidrat
menguap ke udara).
v Kadar N yang larut (amoniak) meningkat, sehingga perbandingan C/N
semakin kecil mendekati C/N tanah.
- Syarat-syarat keberhasilan pembuatan kompos :
1. Susunan Bahan Mentah
Proses pembusukan dipercepat, bila daun-daunan, ranting-ranting dan
lain-lain. Diperkecil ukurannya karena semakin kecil ukuran potongan
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 61
bahan mentahnya ⇒ waktu pembusukannya lebih cepat, hal ini karena
semakin banyak permukaan yang tersedia bagi bakteri pembusuk untuk
menyerang atau menghancurkan bahan-bahan tersebut.
2. Suhu dan Ketinggian Timbunan Kompos
Tinggi timbunan yang memenuhi syarat adalah 1.25 – 2 meter. Suhu
optimal : 2 kali suhu udara di sekitarnya (± 60°C), bila :
v Timbunan dangkal ⇒ kehilangan panas dengan cepat
v Suhu tinggi (panas) ⇒ bakteri-bakteri yang diinginkan mati
3. Kelembaban
Timbunan kompos harus selalu lembab ⇒ 40 – 60%, timbunan akan
mulai berasap pada waktu panas mulai timbul ⇒ bagian tengah menjadi
kering (menyebabkan pembusukan), sehingga harus dilakukan
pengadukan.
4. Pengadukan
Tujuan ⇒ memberikan udara yang diperlukan
mencegah timbunan yang mampat
5. Bak Penampung
v Bambu
v Bahan kayu
v Anyaman kawat untuk ventilasi
- Cara pembuatan kompos :
1. Pilih tempat dari halaman yang baik drainasenya.
2. Ukuran bak untuk membuat bedengan kompos adalah : lebar ± 1 ½ m;
panjang ± 3 m dan tinggi ± 1,2 m.
3. Buatlah atap penutup dari rumbia untuk mencegah bedengan tersebut
dari hujan.
4. Buatlah mula-mula tumpukan dari limbah pertanian seperti :
v Jerami
v Tongkol dan batang jagung
v Sebari dengan rumput-rumputan setebal 15 cm, kemudian dilapisi
kotoran. Kandang + tanah, tiap-tiap lapisan disiram dengan air
(diciprat-ciprat)
Disatukan
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 62
v Demikian, buatlah lapisan-lapisan tersebut sampai kira-kira setinggi
1,2 m.
v Jagalah agar bedengan tersebut lembab dan tidak becek.
5. Kompos yang baik akan menampakkan kenaikan temperatur (2 x suhu
luar) sampai 3 – 4 minggu. Setelah itu temperatur mulai menurun
(karena dibolak-balik).
6. Setelah satu bulan proses penurunan suhu tersebut, maka kompos
sudah siap digunakan.
7. Kompos sangat baik untuk pupuk tanaman baik untuk sayur-sayuran,
buah-buahan, bunga-bungaan dan lain-lain. Ukurannya : 5 kg tiap m2
tanah.
Untuk lebih jelasnya, pembuatan kompos dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Pembuatan Kompos
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 63
5.3. LIMBAH GAS
Biogas
- Biogas adalah gas yang dihasilkan dengan proses biologik.
- Gas tersebut terdiri ⇒ 1. Metan (CH4) : 65 – 70%
2. Karbon dioksida (CO2) : 30%
3. Lain-lain (H2S dan NH3) : 1%
- Mikroorganisme yang berperan adalah jenis-jenis bakteri metan, seperti :
Methanobacillus omelianski
Methanobacterium fermicum
Methanosarcina methanica
Methanococcus mazeki
- Proses perombakan melalui 2 tahap yaitu :
1. Perombakan polimer kompleks menjadi senyawa sederhana (terutama
asam-asam organik) oleh bakteri penghasil asam.
2. Perombakan asam-asam organik ⇒ biogas oleh bakteri metan.
- Reaksi :
1. (CNOSH) RCOOH + CO2 + H2O + H2S + (NH3)
bhn. Organik + energi + sisa ⇒ bisa untuk pupuk
2. RCOOH CH4 + CO2 + energi
as. Organik metan
- Waktu yang diperlukan dalam fermentasi metan secara sempurna adalah 25
hari.
- Hasil ⇒ tiap kg bahan organik ⇒ 0,8 – 1 m3 biogas.
Catatan : tiap ft3 biogas mempunyai nilai bakar = 600 – 700 BTU atau
1000 ft3 ekivalen dengan 5,2 gallon bensin. Untuk keperluan memasak /
penerangan untuk 4 orang diperlukan 130 ft3 / hari.
- Fermentasi metan dapat menggunakan baik limbah padat (dibuat “slurry”)
maupun cair (air buangan).
- Skema proses fermentasi metan dalam dilihat dalam Gambar 2.
Bakteri anaerob
Bakteri anaerob
Penghasil asam
Penghasil metan
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 64
Gambar 2. Skema Proses Fermentasi Metan
- Biomass mikroba
Limbah non protein
v Biomass mikroba ⇒ bila sel mikroba setelah dipisahkan ternyata masih
bersama sisa substrat (limbahnya) sedangkan bila terpisah dari substrat
disebut Protein Sel Tunggal = SCP.
v Biomass mikroba ⇒ cocok digunakan sebagai makanan ternak, SCP ⇒
ternak dan manusia
5.4. RINGKASAN
• Residu yang terdapat dalam limbah cair adalah : padatan terendap, padatan
tersuspensi total, lemak, minyak dan gemuk, kekeruhan, nitrogen, fosfat dan
sulfur.
• Sistem penanganan limbah cair menggunakan sistem kolan dan lagun, serta
penyaring menetes.
• Limbah padat diantaranya adalah pst (protein sel tunggal) dan kompos.
• Limbah gas diantaranya adalah biogas dan biomass mikroba.
5.5. LATIHAN SOAL
1. Apa yang dimaksud dengan limbah cair, sebutkan residu yang terdapat di
dalamnya dan jelaskan !
2. Bagaimana penanganan limbah cair, sebutkan dan jelaskan masing-masing !
3. Apa yang dimaksud dengan limbah padat, sebutkan jenis-jenisnya !
4. Apa yang dimaksud dengan limbah gas, sebutkan jenis-jenisnya !
Sludge yang
diresirkulasi
Sludge sisa
Gas metan Penampung gas Ke alat
Tangki fermentasi
Tangki penjernih
Limbah Air bersih
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 65
BAB VI
PENANGANAN LIMBAH INDUSTRI SECARA KIMIA DAN FISIK
Prinsip-prinsip dalam Penanganan Limbah adalah sebagai berikut :
1. Penanganan Pendahuluan (contoh : penyaringan partikel)
2. Penanganan Primer (contoh : pengendapan atau penggumpalan)
3. Penanganan Sekunder (contoh : degradasi mikrobial)
4. Penanganan Tersier (contoh : penyaringan pasir, multimedia, mikro,
vakum)
5. Desinfeksi (contoh : menurunkan/menghilangkan mikroba patogen)
6. Penanganan Lanjutan (contoh : pupuk tanaman, dll.)
6.1. CARA KIMIA
A. DESINFEKSI
• Tujuan : - Mereduksi konsentrasi bakteri air minum
- Menghilangkan bakteri patogen
• Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan bakteri patogen : pH, suhu,
gizi, kompetisi, spora, senyawa penghambat
• Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit (patogenitas) : Konsentrasi,
virulensi, resistensi
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS (TPK) Setelah mengikuti mata kuliah dengan pokok bahasan
penanganan limbah industri secara kimia dan fisik, mahasiswa
akan dapat memahami penanganan limbah industri secara kimia
dan fisik yang benar.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 66
• Efisiensi desinfeksi dapat diukur dengan kehadiran koliform (AS : koliform
dalam air < 1/100 mL
• Metode desinfeksi : pemberian klorin, yodium, ozon, senyawa amonium
kuarterner, lampu UV
Klorin
• Oksidator, bereaksi dengan komponen-komponen limbah
• Proses : inaktivasi enzim dalam sel mikroba
• Faktor-faktor ~ efisiensi desinfeksi : jumlah dan jenis klorin, waktu kontak,
suhu, dan jenis serta konsentrasi mikroba
• Kebutuhan klorin :
- pada air jernih/suspensi padatan rendah : <
- pada air kotor sebagian besar bereaksi, fungsi desinfektan : <
• Berfungsi desinfektan : klorin bebas atau klorin terikat, di dalam larutan
berbentuk asam atau ion hipoklorit, dipengaruhi pH dan suhu larutan
• Bentuk klorin bebas pada : pH < 6,5 ….. HOCl
pH > 8,5 ….. ion hipoklorit
• Turunan klorin : monokloramin (NH2Cl), dikloramin (NHCl2), nitrogen triklorida
(NCl3)
• Penggunaan mono dan dikloramin : butuh jumlah 25 x lipat, dan waktu kontak
lebih lama daripada klorin bebas
• Komponen klorin bebas terbentuk saat semua amonia teroksidasi di titik
belok (break point) (larutan + 9,5 mg/L Cl2 untuk setiap mg/L amonia)
contoh limbah rumah tangga = amonia 20-30 mg/L
klorinasi tb 190-280 mg/L
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 67
• Klorinasi : - digunakan untuk air minum, air industri
- inefisien untuk limbah umum
- kadar BOD menurun, dapat mengoksidasi komponen tereduksi
dalam air
- dalam limbah peternakan unggas terdapat klorin sebesar 0,5
mg/L, 15’
B. PENGENDAPAN KIMIA
● Pengendapan partikel koloidal secara kimiawi
● Dapat mereduksi kebutuhan oksigen dalam limbah
● Tidak cocok untuk bahan organik yang larut, cocok untuk anorganik yang larut
(contoh : fosfat)
● 90 % padatan hilang, mengurangi 50-70 % BOD Rumah Tangga
● Treatment intermediet, Umum untuk industri
● Faktor-faktor yang mempengaruhi : bahan, jenis bahan kimia, pH, jenis
komponen limbah
● Jenis-jenis koagulan : alum (alumunium sulfat/Al2 (SO4)3), feri sulfat
(Fe2(SO4)3), feri klorida (FeCl3), kapur
- alum + bahan (basa) → Al(OH)2 (tidak larut, koagulasi partikel)
- kapur + bikarbonat → CaCO3 (mengendap)
- garam feri : meningkatkan daya endap Fe(OH2), meningkatkan
sedimentasi
● Sedimentasi : proses pemisahan partikel mengendap dari pelarut / cairan
Jenis koagulan dari bahan kimia organik :
anionik, kationik, nonionik polielektrolit
Faktor penentu jumlah bahan kimia yang digunakan :
pH, alkalinitas, kadar padatan, konsentrasi fosfat, dan lain-lain.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 68
Contoh : untuk limbah air peternakan dibutuhkan 500 mg/L alum diikuti
sedimentasi 1 jam. BOD dan padatan tersuspensi tereduksi sebesar 30 dan 70%
Limbah fosfat :
Diendapkan dengan kapur, alum dan garam feri
kapur + ortofosfat → hidroksilapatida
(kristal Ca5(OH)(PO4)3) … pH >9,0
alum + ortofosfat → kompleks Al(PO4) ….. pH > 6,3
ion feri + fosfat → feri fosfat …… pH > 7
6.2. CARA FISIK
A. SEDIMENTASI
• Definisi : sedimentasi adalah proses untuk memisahkan padatan
terendapkan dari limbah industri atau buangan rumah tangga
• Limbah air mengandung padatan yang sangat bervariasi dalam densitas
dan karakteristik pengendapannya.
• Secara teoritis sedimentasi pada suatu bak dengan luas tertentu dapat
diperkirakan, dengan rumus :
LW
QVs =
Vs = kecepatan vertikal
Q = jumlah aliran limbah
L = panjang
W = Lebar
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 69
Skema Pengendapan dalam Bak Pengendap
Keterangan :
Partikel dengan kecepatan pengendapan < Vs akan mengendap sebagian,
partikel dengan kecepatan Vs’ akan mencapai dasar bila ada pada posisi d.
Partikel dengan kecepatan < Vs’ yang berada pada ketinggian > d tidak akan
mengendap
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju sedimentasi :
- Banyaknya lumpur
- Luas bak pengendapan
- Kedalaman bak pengendapan
Padatan terendapkan dapat dipindahkan secara mekanis atau
menggunakan pompa hidrolik.
Bentuk bak sedimentasi : empat persegi panjang, kotak, bulat
Sedimentasi dapat dilakukan sebelum penanganan lanjut (kolam lumpur
aktif, trickling filter) atau pada penanganan akhir/sekunder yaitu setelah proses
biologis.
Sedimentasi biasa dilakukan pada proses pengolahan limbah dari
pengolahan buah-buahan, sayur-sayuran, pengemas daging dan limbah cair
peternakan
L
D
VH
VS
VH’
VS’
Q
d
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 70
B. FLOTASI
Flotasi atau pengapungan menggunakan udara dilakukan pada proses
penanganan limbah untuk meningkatkan laju perpindahan bahan-bahan
tersuspensi dari limbah cair.
Skema proses flotasi (tekanan udara masuk 30-50 lb/in3 gauge (psig)) :
n Besar gelembung udara untuk proses flotasi : 30-120 mikron
n Faktor-faktor yang mempengaruhi flotasi :
- suhu : efektivitas kelarutan udara terjadi pada suhu rendah
- ukuran partikel udara : dapat diperbesar dengan penambahan
koagulan (alum, feri klorida, tanah liat)
n Efektivitas koagulan dapat diuji dengan evaluasi Bench scale :
- dosis dan jenis koagulan
- waktu detensi
- tekanan
- nisbah padatan dengan udara
n Efektivitas flotasi dilihat dari kecenderungan gumpalan untuk
mengapung/mengendap
limbah
flotasi
Tipe A
eflue
tangki udara pompa
Tipe B
limbah eflue
flotasi
tangki udara pompa
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 71
n Aplikasi proses flotasi :
- industri pertambangan
- pemurnian minyak
- pengentalan lumpur aktif
- limbah pertanian (pengolahan daging, ikan, pemurnian minyak).
n Kelebihan proses flotasi :
- reduksi padatan tersuspensi : 50-90 %
- reduksi minyak dan lemak : 60-90 %
- reduksi COD : 30-80 %
C. PEMBAKARAN
• Tujuan : mengurangi volume dan sterilisasi produk akhir proses
penanganan limbah (20-30 % limbah menjadi abu)
• Faktor-faktor : kadar air, volatilitas, bahan-bahan inert, nilai kalori
spesifik
• Sebelum proses pembakaran sebaiknya dilakukan proses dehidrasi
dengan pengentalan dan pengeringan
• Rancang bangun alat dan proses pembakaran tergantung pada :
proses pembakaran limbah dan perhitungan panas.
• Sumber panas untuk oksidasi limbah : karbon dan hidrogen
• Panas yang dikeluarkan : 14.100 BTU/lb karbon teroksidasi, dan 51.000
BTU/lb hidrogen teroksidasi berdasarkan berat kering.
• Faktor-faktor penting pada rancang bangun alat pembakar :
- suhu : > 1000oF (normal sekitar 1.200-1.300oF). Suhu di bawah
1000oF akan menghasilkan bahan volatil berbau (polusi)
- waktu : tergantung karakteristik limbah
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 72
- aliran udara : penting untuk mengatasi polusi udara akibat
pembakaran. Alat harus dilengkapi sistem penyemprot
saringan udara atau pengendapan elektrostatik.
• Proses pembakaran tergolong mahal untuk limbah pertanian
6.3. RINGKASAN
• Prinsip penanganan limbah : pendahuluan, primer, sekunder, tersier,
desinfeksi, lanjutan.
• Desinfeksi : proses mereduksi konsentrasi bakteri dan menghilangkan bakteri
patogen
• Metode desinfeksi : pemberian klorin (klorinasi), yodium, ozon, senyawa
amonium kuarterner, lampu UV
• Pengendapan kimia (koagulasi ) : pengendapan partikel koloidal secara
kimiawi
• Jenis-jenis koagulan : alum (alumunium sulfat/Al2 (SO4)3), feri sulfat
(Fe2(SO4)3), feri klorida (FeCl3), kapur
• Koagulasi merupakan intermediet treatment yang umum untuk industri; tidak
cocok untuk bahan organik yang larut, cocok untuk anorganik yang larut
• Sedimentasi : proses pemisahan partikel mengendap dari pelarut / cairan
• Faktor-faktor yang mempengaruhi laju sedimentasi : banyaknya lumpur, luas
bak pengendapan, kedalaman bak pengendapan
• Sedimentasi biasa dilakukan pada proses pengolahan limbah dari
pengolahan buah-buahan, sayur-sayuran, pengemas daging dan limbah cair
peternakan
• Flotasi : pengapungan menggunakan udara yang dilakukan pada proses
penanganan limbah untuk meningkatkan laju perpindahan bahan-bahan
tersuspensi dari limbah cair.
• Faktor-faktor yang mempengaruhi flotasi : suhu, ukuran partikel udara
• Pembakaran : proses pengurangan volume dan sterilisasi produk akhir
proses penanganan limbah (20-30 % limbah menjadi abu)
• Faktor-faktor yang mempengaruhi pembakaran : kadar air, volatilitas, bahan-
bahan inert, nilai kalori spesifik
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 73
6.4. LATIHAN / TUGAS
1. Jelaskan arti dari :
a. Desinfeksi
b. Pengendapan kimia (koagulasi)
c. Sedimentasi
d. Flotasi
e. Pembakaran
2. Jelaskan pengertian dan tujuan klorinasi air !
3. Jelaskan prinsip koagulasi limbah !
4. Jelaskan spesifikasi limbah yang dapat diolah melalui cara sedimentasi,
flotasi dan pembakaran !
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 74
BAB VII METODE REDUKSI KANDUNGAN NITROGEN
AIR LIMBAH
n Fungsi sistem penanganan limbah :
1. Menurunkan kadar BOD dan padatan tersuspensi
2. Mematikan mikroba
3. Menghilangkan nitrogen (bentuk amonia)
(4,5 bagian O2)
amonia nitrat
kadar DO turun mahluk biologis mati
n IPAL (unit/instalasi penanganan limbah) dirancang untuk dapat
mengoksidasi komponen C dan N dalam limbah
n Nitrogen dalam limbah mempengaruhi :
1. Kadar DO → mempengaruhi proses nitrifikasi oleh bakteri
2. Kebutuhan klorin untuk proses klorinasi (untuk keperluan air bersih)
n Kebutuhan oksigen dari komponen tereduksi pada air bersih sangat kecil,
bandingkan dengan :
- Kadar N pada air limbah perkotaan = 15-20 mg/L
- Kadar N pada limbah pertanian/peternakan = 100-1000 mg/L
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS (TPK) Setelah mengikuti mata kuliah dengan pokok bahasan metode
reduksi kandungan nitrogen air limbah, mahasiswa akan dapat
memahami metode reduksi kandungan nitrogen air limbah yang
benar.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 75
n Komponen Nitrogen pada limbah yang belum diolah :
Aktivitas mikroba 1. N organik ion amonium 2. Komponen amonium :
bakteri NH4+ + 1,5 O2 2H+ + NO2
- + H2O … (a) bakteri NO2
- + 0,5 O2 NO3- ………………… (b)
reaksi (a) membutuhkan 3,43 g O2 per gram amonia
(b) membutuhkan 1,14 g O2 per gram nitrit
• Dibutuhkan 4,57 g O2 untuk mengoksidasi 1 g NH4 menjadi NO3- :
- 0,8 % N dikonversi ke dalam sel mikroba
• pH air berpengaruh terhadap toksisitas amonia terlarut :
- pada pH rendah, amonia akan beracun jika jumlahnya banyak
- pada pH tinggi, amonia akan beracun pada jumlah yang rendah
• Toksisitas amonia tergantung juga dari jumlah (NH3) yang masuk sel
• Membran sel ~ impermeabel terhadap ion amonia (NH4+), tetapi
permeabel terhadap (NH3) tidak terionisasi (toksisitas tinggi pada DO ↓ )
• Bentuk amonia cairan : - amonia bebas/tidak terionisasi (NH3)
- ion amonia (NH4+)
dipengaruhi oleh pH dan suhu :
(contoh : pH 9, sekitar 50 % dari total amonia bentuk tidak terionisasi)
v Standar Kualitas Air = batas maksimal amonia dalam air bersih 2 mg/L
pada pH sama atau lebih besar dari 8 ( = kons. amonia tidak terionisasi
pada air sungai bersuhu 20oC adalah 0,074 mg/L)
n Batas NO3 di AS = 45 mg/L untuk air minum
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 76
n Konsentrasi nitrat (NO3) tinggi : menghambat
- menyebabkan methemoglobinema pada bayi transport O2
- mempengaruhi kesehatan hewan dalam darah
bakteri pereduksi NO3 dalam usus manusia/hewan akan mengubah
NO3- → NO2
-
Hb (darah) methemoglobin (tidak dapat mengikat O2)
Metode Reduksi Kandungan Nitrogen :
Metode Komponen Nitrogen Yang Diubah
Metode Fisikokimia : - Land application - Elektrokimia - Amonia striping - Pertukaran Ion - Elektrodialisis - Osmosis - Klorinasi
NH3, NH4
+, N organik NH4
+ NH3 NO3
-, NH4+
NO3-, NH4
+ NH4
+, N organik
Metode Biologis : - Penggunaan ganggang - Denitrifikasi mikroba - Land aplication
Semua bentuk NO3, NO2 Semua bentuk
Sumber : Jenie dan Rahayu, 1993 7.1. NITRIFIKASI
• Konversi biologis dari Nitrogen (dari komponen organik atau anorganik)
bentuk tereduksi ke bentuk teroksidasi
• Proses biologis yang mengoksidasi ion amonium (NH4) menjadi bentuk
nitrit (NO2-) dan nitrat (NO3
-)
Bakteri Nitrifikasi : - Nitrosomonas, mengoksidasi NH4 → NO2-
- Nitrobacter, mengoksidasi NO2- → NO3
-
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 77
Bakteri Lain :
• Nitrospira
• Nitrosococcus mengoksidasi NH4 → NO2-
• Nitrosocystis
• Nitrosogloea mengoksidasi NO2- → NO3
-
• Nitrocystis
Mikroba nitrifikasi → Autotrofik (umumnya bakteri)
Heterotrof (Actinomycetes & kapang)
Kelompok Actinomycetes : Mycobacterium, Nocardia, Streptomyces,
Agrobacterium, Bacillus, Psudomonas
Kelompok Kapang : Aspergillus flavus
Amonia nitrat : untuk setiap 2 mg NH4 membutuhkan
4,57 mg O2 untuk proses biooksidasi
Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses nitrifikasi :
a. Waktu retensi
b. Oksigen terlarut
c. Suhu,
d. pH
e. Konsentrasi amonia dan nitrit
7.2. DENITRIFIKASI
Denitrifikasi adalah proses reduksi nitrat dan nitrit (nitrat sebagai terminal
hidrogen saat potensial O2 dalam limbah rendah)
Produk akhir yang dihasilkan berupa gas Nitrogen (N2) atau Nitrogen Oksida
(N2O).
Faktor-faktor yang mempengaruhi :
- Laju kecepatan respirasi mikroba
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 78
- Kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroba
- Ketersediaan nitrit dan nitrat dalam substrat
Contoh bakteri heterotrof fakultatif pengguna nitrat atau nitrit :
Micrococcus, Pseudomonas, Denitro-bacillus, Spirillum, Vacilles, Achromobacter
Proses peruraian nitrit dan nitrat :
NO3- + Organik → sel + N2 + CO2
a. Bahan Organik
l Bahan organik merupakan sumber karbon; selain juga dibutuhkan ion
sulfat, fosfat, Mg, Ca, dan unsur mikro seperti Mn, Cu, Fe dan Mo untuk
membantu aktivitas enzim
l Harus ditambahkan dari luar karena bahan organik dalam limbah sudah
digunakan untuk proses nitrifikasi
l Jika bahan organik berupa metanol, maka reaksi yang terjadi :
5CH3OH + 6NO3- → 5CO2 + 7H2O + 6OH- + 3N2
(dibutuhkan 1,9 mg metanol untuk setiap mg nitrat)
Rumus kebutuhan metanol : Cm = 2,47No + 1,53N1 + 0,87DO
dimana : Cm = kebutuhan metanol (mg/l)
No = konsentrasi nitrat (mg/l)
N1 = konsentrasi nitrit (mg/l)
DO = oksigen terlarut (mg/l)
Jika gula sebagai sumber karbon, maka reaksi denitrifikasi yang
terjadi:
5C6H12O6 + 24NO3- → 30CO2 + 12N2 + 18H2O + 24OH-
(dibutuhkan 2,6 mg glukosa untuk mereduksi tiap mg nitrat)
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 79
b. Oksigen terlarut
l Denitrifikasi terjadi pada kondisi anaerob (obligat)
l Mikroba yang terhambat contohnya Pseudomonas denitrificans
c. Nilai pH
l Proses denitirikasi berlangsung pada pH 7-8
l Mikroba pada proses denitrifikasi dapat beradaptasi pada pH 5-9,5
d. Waktu Retensi
l Waktu retensi minimum untuk denitrifikasi : 12 jam pada suhu 20 dan
30oC, serta selama 2 hari pada suhu 10oC
l Untuk aplikasi praktis waktu retensi yang disarankan : minimal
3-4 hari pada suhu 20 dan 30oC, serta 8 hari pada suhu 10oC
• Energi yang dihasilkan m.o. nitrifikasi (66 kkal/g glukosa) < m.o. heterotrof
(660 kkal/g glukosa) pada kondisi aerobik
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 80
• Proses nitrifikasi memerlukan mikroba nitrifikasi < daripada sistem
heterotrofik (1 : 10)
• Proses nitrifikasi tergantung pada metabolisme mikroba aerobik (waktu
generasi sampai 10 jam atau lebih)
• Waktu retensi minimum harus > dari pada laju pertumbuhan mikroba, dan
tergantung dari suhu proses dan konsentrasi bahan-bahan penghambat
waktu retensi minimum penting untuk penanganan
biologis, karena ada kemungkinan laju pertumbuhan
mikroba < laju kematiannya
Oksigen Terlarut
• Mikroba nitrifikasi → mikroba aerobik
• Batas kritis mikroba terhadap oksigen terlarut : + 0,5 mg/liter
• Penanganan nitrifikasi : konsentrasi O2 terlarut dijaga tetap + 1 mg/liter
• Kemampuan mikroba nitrifikasi untuk pulih menyesuaikan
• terhadap kondisi anaerobik cukup baik :
• Pada penanganan limbah secara anaerobik selama 4 jam lalu
• dilakukan aerasi, maka kemampuan bakteri nitrifikasi untuk
• berkembang biak hingga jumlah semula hanya butuh waktu
• sekitar 20 menit.
Suhu
• Nitrifikasi berjalan baik pada suhu 30o – 36oC (mesofilik)
• Pada suhu 6o – 25oC → Nilai Q10 relatif konstan
• Nitrifikasi pada suhu < suhu optimum, laju pertumbuhan mikroba lambat
sehingga waktu retensi meningkat
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 81
pH
Pada umumnya mikroba nitrifikasi mempunyai pH pertumbuhan optimum
pada rentangan basa
Ion hidrogen yang dihasilkan akan terjadi penurunan pH
Penurunan 7,1 gram mol alkalinitas (contoh CaCO3) menyebabkan
terbentuknya 1 gram Nitrat
pH optimum nitrifikasi : 7,5 – 8,5
Pada pH 5,0 – 5,5 : alkalinitas turun dari 700 menjadi 100 mg/liter
Pada pH 5,5 – 6,0 : Bakteri nitrifikasi mampu beradaptasi dan laju oksidasi
amonia akan mencapai kondisi normal (pH 7)
Pengaruh penghambatan asam nitrit dapat dikurangi dengan cara :
• Dilakukan pengenceran
• Pengaturan pH
• Penggunaan proses denitrifikasi
NO2- + H3O+ HNO2 + H2O
Disosiasi Nitrit :
dipengaruhi oleh keasaman
Kons. Asam nitrit akan meningkat bila dibandingkan dengan keadaan netral
Kons. Amonia bebas dapat meningkat seiring dengan : peningkatan pH, dan pengaruh penghambatannya pada bakteri Nitrobacter lebih tinggi dibanding Nitrosomonas
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 82
Amonia bebas :
Menghambat Nitrosomonas pada kons. 10 – 150 mg/liter.
Menghambat Nitrobacter dengan kons. 0,1 – 1,0 mg/liter.
Asam nitrit :
Menghambat Nitrobacter pada kons. 0,2 – 2,8 mg/liter.
Beberapa jenis bakteri mampu menggunakan Nitrat yang terbentuk sebagai
penerima elektron seperti halnya oksigen
Reduksi nitrat dapat melalui proses peruraian :
• Asimilasi : NO3 →NH4 → molekul organik
• Desimilasi : menghasilkan molekul N sebagai produk akhir
Metode Denitrifikasi
l Metode penanganan nitrogen pada limbah yang paling sering digunakan
adalah dengan proses nitrifikasi-denitrifikasi secara biologis
Beberapa metode denitrifikasi :
1. Kolom oksidasi
2. Saringan anaerobik
3. Lagun anaerobik
4. Pengendalian pertumbuhan, dll.
Denitrifikasi secara biologis yaitu dengan menggunakan sistem dasar statis dan
dasar yang mengembang (sistem dasar non statis)
7.3. PENGGUNAAN GANGGANG
Prinsip : nutrisi yang masih terdapat dalam limbah dapat dimanfaatkan sebagai
pembentuk sel ganggang yang dapat dipanen dari limbah, sehingga kandungan
N berkurang.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 83
Sistem ganggang terdiri dari : Pertumbuhan, Pemanenan dan Pembuangan
ganggang pada limbah
l Sistem berlangsung baik bila ada tambahan bahan organik dan
CO2
l Dengan metode ini sebanyak 70-90 % limbah dengan kadar N 20
mg/L akan diubah menjadi sel ganggang
l Waktu retensi : 5-16 hari
l Metode panen : flokulasi dan sedimentasi, diikuti penyaringan
padatan terendapkan
l Kadar padatan ganggang yang telah dijemur sekitar 90 %
7.4. PENYERAPAN AMMONIA (AMMONIA STRIPPING)
l Prinsip :
Perubahan nitrogen dari bentuk cair ke bentuk gas (bukan proses akhir
dari penghilangan N dari limbah). Gas amonia yang terbentuk diharapkan jatuh
pada areal pertanian, dan akan digunakan tanaman untuk pertumbuhannya
(penyerapan amonia mencapai 20 kg/ha).
l Amonia bersifat larut dalam air, amonia dalam bentuk larutan tidak dapat
didesorbsi. Yang dapat didesorbsi hanya dalam bentuk gas tidak terionisasi
(NH3).
l Desorbsi amonia dari limbah dapat dilakukan dengan mencampur bentuk cair
dan gas seperti pada penggunaan semprotan, tangki aerasi dan sistem
difusi udara.
l Sistem perubahan bentuk amonia dari bentuk cair ke bentuk gas melalui
fase peralihan (interface), serta lapisan gas dan cairan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi : jumlah dan konsentrasi amonia bentuk cair, besar/luas fase
peralihan yang harus dilalui, waktu desorbsi, suhu dan tekanan udara.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 84
7.5. RINGKASAN
• Fungsi sistem penanganan limbah : menurunkan kadar BOD dan padatan
tersuspensi, mematikan mikroba, menghilangkan nitrogen (bentuk amonia)
• Metode reduksi kandungan nitrogen : metode fisikokimia, land application,
elektrokimia, ammonia striping, pertukaran ion, elektrodialisis, osmosis,
klorinasi.
• Definisi Nitrifikasi :
- Konversi biologis dari Nitrogen (dari komponen organik atau anorganik)
bentuk tereduksi ke bentuk teroksidasi
- Proses biologis yang mengoksidasi ion amonium (NH4) menjadi bentuk
nitrit (NO2-) dan nitrat (NO3
-)
• Bakteri Nitrifikasi : Nitrosomonas, (mengoksidasi NH4 menjadi NO2-); dan
Nitrobacter (mengoksidasi NO2- menjadi NO3-). Bakteri nitrifikasi lainnya :
Nitrospira, Nitrosococcus, Nitrosocystis, Nitrosogloea, Nitrocystis
• Faktor-faktor yang mempengaruhi nitrifikasi : waktu retensi, oksigen terlarut,
suhu, pH, konsentrasi amonia dan nitrit
• Denitrifikasi : proses reduksi nitrat dan nitrit (nitrat sebagai terminal hidrogen
saat potensial O2 dalam limbah rendah); produk akhir yang dihasilkan berupa
gas Nitrogen (N2) atau Nitrogen Oksida (N2O)
• Faktor-faktor yang mempengaruhi denitifikasi : laju kecepatan respirasi
mikroba; kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroba, ketersediaan
nitrit dan nitrat dalam substrat
• Bakteri pengguna nitrat atau nitrit : Micrococcus, Pseudomonas, Denitro-
bacillus, Spirillum, Vacilles, Achromobacter
• Prinsip Sistem ganggang : pertumbuhan, pemanenan dan pembuangan
ganggang pada limbah
• Prinsip penyerapan ammonia (ammonia striping) : perubahan nitrogen dari
bentuk cair ke bentuk gas (bukan proses akhir dari penghilangan N dari
limbah).
7.6. PERTANYAAN
1. Mengapa harus dilakukan reduksi kandungan nitrogen pada limbah ?
2. Jelaskan mekanisme keracunan komponen NO3- pada manusia !
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 85
3. Jelaskan proses denitrifikasi limbah !
4. Jelaskan prinsip reduksi kandungan nitrogen pada limbah melalui sisem
ganggang dan ammonia striping !
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 86
BAB VIII PENANGANAN BEBERAPA LIMBAH INDUSTRI
BERDASARKAN JENIS BAHAN
8.1. LIMBAH INDUSTRI KARBOHIDRAT
8.1.1. Jenis limbah
Limbah padat : kulit buah, bagian-bagian buah (hasil sortasi dan
trimming), padatan karbohidrat terlarut (pati, amilum, selulosa), bahan terlarut
lainnya (protein, asam-asam amino, gula, dll.)
Limbah cair : efluen berupa air bekas proses pencucian, perendaman,
blanching, pasteurisasi, pembersihan, dan pendinginan produk akhir.
8.1.2. Ciri karakteristik limbah adalah :
• Mengandung kadar karbohidrat (C - H - O) tinggi
• pH relatif rendah (< pH 7)
• Mengandung polutan seperti tanah, larutan alkali panas, insektisida,
pestisida, dll.
8.1.3. Penanganan Limbah Berdasarkan Jenis dan Karakteristik Limbah
Limbah padat
• Pembakaran dan penimbunan limbah padat kering
• Pegolahan limbah menjadi : pakan (melalui pengecilan ukuran, diolah
menjadi silase, dll.), pupuk (kompos).
Limbah Cair
• Secara fisik : penyaringan/filtrasi, sedimentasi, pengapungan/flotasi
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS (TPK) Setelah mengikuti mata kuliah dengan pokok bahasan
penanganan beberapa limbah industri berdasarkan jenis bahan,
mahasiswa akan dapat memahami penanganan beberapa limbah
industri berdasarkan jenis bahan yang benar.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 87
• Secara kimia : penggumpalan, desinfeksi
• Secara biologi : kolam oksidasi, lagun aerasi, lagun anaerobik, digester
anaerobik, dll.
• Pengolahan lanjut limbah cair menghasilkan :
gas methan (CH4) dan karbondioksida (CO2)
- Simba-yeast (menggunakan kultur simbiosis 2 jenis khamir yaitu
Endomycopsis dan Candida utilis)
- Single Cell Protein/SCP (untuk suplemen pakan ternak, menggunakan
khamir Candida dan Saccharomyces)
- Sebagai bahan baku produk fermentasi (asam asetat / cuka)
Contoh Produksi SCP dari Limbah Kentang :
Limbah penggilingan pati kentang (fruitwater) dipanaskan dengan cara
injeksi uap air dan penyaringan ultra.
Produk akhir mengandung kadar air (8 %), protein (75-80 %) dalam
bentuk padatan kering.
8.2. LIMBAH INDUSTRI SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN
8.2.1. Jenis Limbah
• Limbah padat : tangkai, pangkal dan ujung buah, daun, kulit buh, biji, sisik,
pelepah, bagasse (ampas tebu), dan lain-lain.
• Limbah cair : efluen berupa air bekas proses pencucian, perendaman,
blanching, pasteurisasi, pembersihan dan pendinginan produk akhir, serta
ampas tebu (molase).
8.2.2. Ciri Karakteristik Limbah
• pH tinggi ± pH 12-13 (dari larutan alkali saat pengupasan/perendaman)
• Mengandung bahan organik (karbohidrat, protein, lemak), garam-garam, dan
mineral tersuspensi tinggi
• Mengandung polutan seperti tanah, larutan alkali panas, insektisida,
pestisida, dll.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 88
8.2.3. Penanganan Limbah Berdasarkan Jenis dan Karakteristik Limbah
1. Limbah padat
Pengecilan ukuran/penepungan, pembuatan pelet, dan lain-lain untuk
menghasilkan :
• pupuk (kompos)
• pakan ternak (bentuk SCP, menggunakan kultur Aspergillus niger)
• bahan baku kertas (pulp, particle board)
• bahan bakar
Pembakaran limbah padat kering, atau untuk penimbuhan lahan.
2. Limbah cair :
• Secara fisik : penyaringan/filtrasi, sedimentasi, pengapupangan /flotasi
• Secara kimia : penggumpalan, desinfeksi
• Secara biologi : kolam oksidasi, lagun aerasi, lagun anaerobik, digester
anaerobic.
• Pengolahan lanjut limbah sebagai bahan baku pembuatan :
alkohol
asam-asam organik
MSG
bahan tambahan makanan (BTM), dan lain-lain.
Contoh tahapan pembuatan kompos dari limbah batang dan tongkol jagung :
• Pengecilan ukuran
• Penyusunan tumpukan
• Pembalikan : untuk membuang panas berlebih, sirkulasi udara,
meratakan proses fermentasi, meratakan air, dan membantu
penghancuran bahan menjadi partikel kecil.
• Penyiraman
• Pematangan : 6-8 minggu
• Penyaringan : memperoleh ukuran partikel kompos yang seragam
• Pengemasan dan penyimpanan
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 89
8.3. LIMBAH INDUSTRI DAGING DAN IKAN
8.3.1. Jenis Limbah
• Limbah padat : kulit, kuku, ekor, bulu
• Limbah cair : efluen dari kandang (kotoran dan urine), tempat penyembelihan
(darah), proses pengolahan (air pencucian).
8.3.2. Ciri Karakteristik Limbah
• Mengandung kadar protein dan lemak tinggi
• Komponen lemak berupa padatan dan lemak tersuspensi
• Mengandung kadar BOD dan COD tinggi
8.3.3. Penanganan Limbah Berdasarkan Jenis dan Karakteristik Limbah
Limbah Padat
Pemanfaatan untuk industri rumah tangga
Rekoveri (pengambilan) protein
Pembakaran limbah padat kering
Limbah Cair
• Secara fisik : sedimentasi, flotasi
• Secara kimiawi : koagulasi dan disinfeksi
• Secara biologi : kolam oksidasi, lagun (aerasi atau anaerobik), dll.
Contoh Tahapan Rekoveri Protein dari Limbah Daging dan Ikan :
1. Flotasi udara (untuk memisahkan lemak dari efluen)
2. Sedimentasi
3. Ion Exchange Resin
8.4. RINGKASAN
• Karakteristik limbah industri pangan : volume cairan tinggi, berbeban rendah,
memiliki kualitas dan kuantitas fisik yang spesifik (volume aliran, BOD, COD,
DO, suhu, pH, konsentrasi padatan tersuspensi, toksisitas, dll.), umumnya
tidak membahayakan kesehatan
untuk memisahkan antara protein kering dan efluen
tanpa lemak-protein
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 90
• Beberapa cara pengelolaan limbah pangan : pengurangan sumber (source
reduction), penggunaan kembali (reuse), pemanfaatan (recycling),
pengolahan (treatment), pembuangan (disposal)
• Penanganan limbah industri karbohidrat : 1) pembakaran dan penimbunan
limbah padat kering; 2) pegolahan limbah menjadi pakan, pupuk (kompos),
dll; 3) penyaringan/filtrasi, sedimentasi, pengapungan/flotasi; 4)
penggumpalan, desinfeksi; 5) kolam oksidasi, lagun aerasi, lagun anaerobik,
digester anaerobik, dll.; 6) pengolahan lanjut limbah cair menghasilkan gas
methan (CH4) dan karbondioksida (CO2)
• Penanganan limbah industri sayuran dan buah-buahan : 1) pengecilan
ukuran/penepungan, pembuatan pelet, dll ; 2) pembakaran limbah padat
kering, atau untuk penimbunan lahan; 3) penyaringan/filtrasi, sedimentasi,
pengapungan/flotasi; 4) penggumpalan, desinfeksi; 5) kolam oksidasi, lagun
aerasi, lagun anaerobik, digester anaerobik; 6) pengolahan lanjut (untuk
bahan bahku pembuatan alkohol, asam-asam organik, MSG, BTM)
• Penanganan limbah industri daging dan ikan : 1) Pemanfaatan untuk industri
rumah tangga; 2) Rekoveri (pengambilan) protein, 3) Pembakaran limbah
padat kering, 4) sedimentasi, flotasi, 5) koagulasi dan disinfeksi, 6) kolam
oksidasi, lagun (aerasi atau anaerobik)
8.5. PERTANYAAN
1. Jelaskan pengertian pengendalian produksi limbah dan pengelolaan limbah !
2. Jelaskan Teknologi AOP dalam penanganan limbah !
3. Jelaskan pengolahan limbah industri sayur buah yang menguntungkan !
4. Bagaimana prinsip ion exchage resin dalam rekoveri protein limbah industri
daging dan ikan ?
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 91
BAB IX
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
9.1. ISO 14000
ISO 14001 merupakan pelatihan kepedulian sistem manajemen
lingkungan. Tujuan pelatihan ini adalah :
1. Meningkatkan kepedulian terhadap sistem manajemen lingkungan.
2. Memberi pengertian dasar tentang Standar Sistem Manajemen
Lingkungan ISO 14001.
Lingkungan merupakan keadaan sekeliling tempat beroperasi, termasuk
udara, air, tanah, sumber daya alam, flora, fauna, manusia dan keterkaitannya
(SNI 19-14001-1997).
Pencemaran Lingkungan
Penyebabnya adalah pembangunan, industrialisasi, dan pertambahan
penduduk. Terjadinya pencemaran disebabkan oleh daya dukung lingkungan
terlampaui, gangguan pada kemampuan alam memperbaiki diri sendiri (self
purification).
Dampak lingkungan adalah :
1. Pengurangan Sumber Daya Alam
2. Pencemaran Air
3. Pencemaran Udara
4. Pencemaran Tanah
5. Pemanasan Global
6. Perusakan Lapisan Ozon
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS (TPK) Setelah mengikuti mata kuliah dengan pokok bahasan peraturan
perundang-undangan mengenai limbah industri pangan,
mahasiswa akan dapat memahami peraturan perundang-
undangan mengenai limbah industri pangan yang benar.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 92
7. Hujan Asam
8. Desertifikasi (proses penggurunan)
9. Kehilangan keanekaragaman hayati (Biodiversity)
Pengurangan sumber daya alam, yaitu :
v Konsumsi air (tanah dan permukaan); bahan bakar fosil (minyak bumi,
gas alam, dan batubara); kertas, dan lahan.
v Penurunan kuantitas sumber daya alam.
v Penipisan sumber daya alam dan kerusakan lingkungan.
v Pemanfaatan secara efisien atau pemanfaatan sumber energi baru.
Pencemaran Air
Sumber pencemarannya adalah domestik (rumah tangga) dan industri.
Parameter pencemaran yang diukur adalah : BOD, COD, senyawa anorganik,
pestisida, Nitrat, Fosfat, minyak dan lemak, logam berat, dan lain-lain.
Pencemaran air akan mengakibatkan sungai tidak berfungsi, makhluk hidup mati,
dan lain-lain.
Pencemaran Udara
Sumber pencemarannya adalah bergerak dan tidak bergerak. Parameter
pencemaran NOx, SOx, CO2, CH4, NH3, dan lain-lain. Pencemaran udara
mengakibatkan kesehatan terganggu, kerusakan bangunan dan pemanasan
global, dan lain-lain.
Pencemaran Tanah
Sumber pencemarannya adalah pertanian, pembuangan bahan kimia dan
lain-lain. Pencemaran tanah mengakibatkan perubahan komposisi kimia tanah,
hilangnya topsoil, akumulasi polutan, dan air tanah tercemar.
Pemanasan Global
Sumber pencemarannya adalah pembakaran bahan bakar, pertanian,
hutan. Parameter yang diukur dari pemanasan global adalah gas-gas CO2, No
dan NH4. Pemanasan global akan menyebabkan kenaikan temperatur, kenaikan
air laut dan perubahan iklim.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 93
Perusakan Lapisan Ozon
Sumber perusakan lapisan ozon adalah alat pendingin, aerosol pada alat
pemadam kebakaran. Parameter yang diukur dari perusakan lapisan ozon
adalah konsentrasi bahan kimia yang mengandung klorin (CFC, Halon).
Perusakan lapisan ozon akan menyebabkan kanker, dan daya imunologi kulit
berkurang.
Penggurunan
Sumber penggurunan adalah penebangan hutan, pembukaan lahan untuk
pertanian dan lain-lain. Parameter yang diukur dari penggurunan adalah
bertambahnya lahan terbuka. Dampak dari penggurunan adalah berkurangnya
keanekaragaman hayati, pengaruh terhadap iklim, dan pengurangan sumber
daya alam.
Hujan Asam
Sumber dari hujan asam adalah pembakaran, parameter yang diukur
adalah gas-gas SOx, NOx dan NH3. hujan asam akan menyebabkan sungai tidak
berfungsi, kerusakan material dan kesuburan tanah.
Dari pencemaran-pencemaran di atas diharapkan agar kita melakukan
pembangunan berkelanjutan dimana pembangunan yang dapat memenuhi
kebutuhan hari ini tanpa membahayakan cadangan di masa depan.
9.2. AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan)
9.2.1. LATAR BELAKANG
Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan abad modern yang
ditandai dengan meningkatnya pembangunan sarana fisik non-fisik di berbagai
bidang, secara global telah menyebabkan penurunan kualitas lingkungan
hidup. Komponen lingkungan yang menurun diantaranya meliputi komponen
llingkungan fisik/kimia, hayati, sosek dan sosbud.
Dilandasi oleh Deklarasi Stockholm tahun 1972 oleh WHO (melalui
badan UNEP), maka setiap negara berupaya seoptimal mungkin meningkatkan
kepedulian dalam pengelolaan lingkungan hidup di negara masing-masing. Di
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 94
Indonesia sendiri dikeluarkan UU no. 4 tahun 1982 tentang “Ketentuan-
ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup”, yang diperbaharui dengan
UU no. 23 tahun 1997 tentang “Pengelolaan Lingkungan Hidup”. Berlandaskan
beberapa UU tersebut akhirnya ditetapkan Peraturan Pemerintah no. 29 tahun
1986 tentang “Analisis Mengenai Dampak Lingkungan”, yang diperbaharui
dengan PP no. 51 tahun 1993.
Mengacu pada PP tersebut maka semua kegiatan baik di sector industri,
pariwiisata, perhubungan, pertambangan, perdangan dan usaha-usaha lainnya
serta pembangungan yang diperkirakan akan menimbulkan dampak penting
terhadap komponen lingkungan, diharuskan melengkapi dengan dokumen Amdal
(Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
9.2.2. PENGERTIAN AMDAL
Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) merupakan bentuk studi
yang komprehensif tentang pengaruh sebab dan akibat dari suatu rencana
kegiatan, atau usaha yang dapat menimbulkan dampak kepada komponen-
komponen lingkungan hidup sekitar lokasi rencana kegiatan/usaha, dilengkapi
dengan rencana pengelolaan dan pemantauannya, yang sangat mudah dan
membantu bagi para pengambil keputusan untuk menetapkan bisa atau
tidaknya suatu rencana kegiatan atau usaha dimulai.
9.2.3. METODE-METODE AMDAL
1. Metode Pelingkupan (Scoping)
Definisi : Proses pemusatan studi pada hal-hal penting yang berkaitan dengan
dampak penting
Jenis pelingkupan :
Pelingkupan Dampak Penting, meliputi :
- Identifikasi dampak penting
- Evaluasi dampak potensial
- Pemusatan (focusing) dampak penting
Pelingkupang Wilayah Studi, meliputi :
- Batas proyek
- Batas ekologi
- Batas sosial
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 95
- Batas administratif
2. Metode Penentuan Adanya Dampak
3. Metode Penentuan Dampak Penting
Beberapa komponen yang harus diperhatikan dalam menentukan dampak
penting :
• Jumlah manusia terkena dampak
• Luas wilayah persebaran dampak
• Lamanya dampak berlangsung
• Intensitas dampak
• Banyaknya komponen lingkungan yang akan terkena dampak
• Sifat kumulatif dampak tersebut
• Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak
4. Metode Pengumpulan Data Bio-Geo-Fisik
Komponen lingkungan secara garis besar dalam komponen :
• Fisik dan Kimia
• Hayati
• Sosekbud
5. Metode Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
6. Metode Identifikasi, Prediksi dan Evaluasi Dampak Lingkungan.
9.3. RINGKASAN
• Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) merupakan bentuk studi
yang komprehensif tentang pengaruh sebab dan akibat dari suatu rencana
kegiatan, atau usaha yang dapat menimbulkan dampak kepada komponen-
komponen lingkungan hidup sekitar lokasi rencana kegiatan/usaha,
dilengkapi dengan rencana pengelolaan dan pemantauannya, yang sangat
mudah dan membantu bagi para pengambil keputusan untuk menetapkan
bisa atau tidaknya suatu rencana kegiatan atau usaha dimulai.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 96
• Metode-metode Amdal : 1) Metode Pelingkupan (Scoping) ; 2) Metode
Penentuan Adanya Dampak; 3) Metode Penentuan Dampak Penting; 4)
Metode Pengumpulan Data Bio-Geo-Fisik; 5) Metode Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan; 6) Metode Identifikasi, Prediksi dan Evaluasi Dampak
Lingkungan.
• Dampak pencemaran lingkungan : pengurangan sumberdaya alam,
pencemaran air, pencemaran udara, pencemaran tanah, perusakan lapisan
ozon, hujan asam, desertifikasi (proses penggurunan), kehilangan
keanekaragaman hayati (biodiversity)
• ISO 14000 : Standar sistem pengelolaan/manajemen lingkungan
9.4. PERTANYAAN
1. Mengapa AMDAL penting dalam pengelolaan lingkungan ?
2. Sebutkan beberapa dampak penting pada pembuatan dokumen AMDAL !
3. Jelaskan kegunaan ISO-14000 bagi industri pangan !
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 97
DAFTAR PUSTAKA
Andarwulan, N. 1986. Aktivitas Enzim Alfa-Galaktosidase dari Kapang Oncom. Pada Substrat Limbah Padat Pertanian. Skripsi. FATETA, IPB. Bogor.
Anonim. 1988. Laporan Penelitian Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian.
Balai Penelitian dan Pengembangan Industri. Semarang. __________. 1992. Enzym Nomenclaure 1992. Recommendations of the
Nomenclature Committee of the International Union of Biochemistry and Molecular Biology on Nomenclature and Classification on Enzymes. Academic Press. Inc. San Diego.
Bajpai, P. dan Bajpai, P.K. 1993. Eicosapentaenoic Acid (EPA) Production from
Microorganisme : a review. Journal of Biotechnology, 30 (1993) : 161 – 183.
Birch. G.G., Porker, K.J. and Worga, J.T. 1976. Food From Waste. Applied
Science Pubs. Ltd London. Betty D. Sofiah, Abdul Rivai da Debby M. Sumanti. 1998. Diktat Penuntun
Praktikum Mikrobiologi Pengolahan Pangan. Jurusan Teknologi Pertanian Faperta UNPAD. Jatinangor.
Boulton, C.A. 1985. The Biotechnology of Microbial Oil and Fats. Industrial
Biotechnology. Vol. 40 No. 5. Brogsstrom, B dan Brockman, H.L. 1984. The Lipases. Plenum Press New
York. Bull, M.J. 1983. Progress in Industrial Microbiology. Elsevier Sci. Publ. Co.
Amsterdam Oxford. New York. Chalal, D.S. 1985. Solid State Fermentation with Trichoderma reesei.
Application Environt. Microbiol. 49(I) : 205 – 210. Ciptadi, W. 1982. Telaah Pembuatan Sirup Glukosa dan Sifat Limbah Cairnya
Dengan Bahan Ubi Kayu Secara Hidrolisa Asam Dalam Rangka Meningkatkan Teknik Pengolahannya. Thesis IPB. Bogor.
Cochrane, V.W. 1965. Phsyiology of Fungi. John Wiley and Sons Inc. New
York. Deanne. 1994. Produksi Pigmen Angkak oleh Monascus purpureus Pada
Campuran Limbah Cair Tahu dan Dedak. Skripsi FATETA, IPB. Bogor.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 98
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan Bharata. Jakarta.
Desnulle, P. 1972. The Lipases. Di dalam “The Enzymes”. Academic Press.
New York. Djuhana Wati. 1995. Seleksi Kapang Rhizopus dan Optimasi pH Serta Suhu
Untuk Produksi Minyak. Skripsi FATETA, IPB. Bogor. Evans, C.A. and Ratledge, C. 1985. A. Comparation of The Oleoginous Yeast,
Candada curvata, Grown on Different Carbon Sources a Continous and Batch Culture. Lipids Vol. 18, No. 9.
Evi Kuswiyanti. 1996. Penggunaan Limbah Industri Pertanian Sebagai Sumber
C dan Pengaruh Mineral Serta Waktu Inkubasi Terhadap Produksi Asam Gamma Linolenat dari Kapang Mucor inaequisporus M0511/4. Skripsi. FATETA. IPB. Bogor.
Fardiaz, S. 1988. Fisiologi Fermentasi. PAU-IPB. Bogor. ___________. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor
bekerja sama dengan P.T. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Frazier, W.C. 1958. Food Microbiology. McGraw-Hill Book Company, Inc. New
York Toronto London. Frost, G.M. and D.A. Moss. 1987. Production of Enzym by Fermentation.
Biotechnology Vol. 79 VHC. Germany. Gatut Kristianto. 1998. Pengaruh Jenis Inokulum dan Suhu Fermentasi
Terhadap Aktivitas Enzim - Glukosidase Pada Tempe. Skripsi. Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian, UNPAD. Jatinangor.
Hansson, L., . Dostalek dan B. Sorenby. 1989. Production of GLA by The
Fungus Mucor rouxii in Fed-Batch and Continuous Culture. Appl. Microbiol. Biotechnol 31 : 223 – 227.
Helianti. 1994. Pemanfaatan Ampas Tahu, Onggok dan Dedak Untuk Produksi
Pigmen Angkak oleh Monascus purpureus BC 88202 dengan Sistem fermentasi Padat. Skripsi. FATETA, IPB. Bogor.
Jenie, B.S.L. dan F. Fachda. 1991. Pemanfaatan Onggok dan Dedak Padi Untuk
Produksi Pigmen Angkak oleh Monascus purpureus. Pertemuan Ilmiah Tahunan, Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia. Bogor.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta. Kyle, D.J. dan Ratladge, C. 1992. Industrial Aplication of Single Cell Oils. P.G.I.
American Oil Chemists Society Champaign, Illinois.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 99
Liang, O.B., Buchanan dan D. Fardiaz. 1992. Development of Food Science and
Technology.Proceeding of Asean Food Conference. Jakarta. Linberg, A.M. dan L. Hansson. 1991. Production of Gamma Linolenic Acid by
Fungus Mucor rouxii on Cheap Nitrogen and Carbon Sources. Appl. Microbiol Biotech. 36 : 26 – 28.
Macrae, A.R. 1983. Lipase Catalyced Interesterification of Oil and Fats. J. Am.
Oil. Soc. 60 (2) : 243 – 246. Nagai S. 1979. Control of Solid State Cultivation, Proc. GIAM-V Bangkok. Nawangsari, R.T. 1996. Penggunaan Berbagai Sumber Karbon dan Produksi
Minyak Sel Tunggal Oleh Kapang Mucor inaequisporus M05II/4. Skripsi. Fakultas Teknologi Hasil Pertanian UGM. Yogyakarta.
Nuraida, L., N.L. Puspitasari-Nienaber, Winarno, G.A. Swandoko dan F.
Kusnandar. 1995. Produksi Asam Gamma Linolenat oleh Kapang Mucor. Buletin Teknologi Industri Pangan. 6 (3) : 66 – 73.
Nuraida, L., S.P. Sukarto dan N. Andarwulan. 1996. Produksi Minyak
Mengandung Asam Gamma Linolenat Oleh Kapang M. inaequisporus M05II/4 Dengan Berbagai Sumber Nitrogen. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan I (1) : 17 - 25.
Nuraida, L. 1997. Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian Sebagai Media Untuk
Menghasilkan Asam Gamma Linolenat. Laporan Riset Unggulan Terpadu II 1996/1996. FATETA, IPB. Bogor.
Paoletti, A. dan Kritchevsky, D. 1977. Advanced in Lipid Research Vol. 15.
Academic Press. New York. Pape, H dan Rehm, H.J. 1986. Microbial Products II. Biotechnologgy. Vol. 4
No.6. Pardede, H.T. 1994. Pemanfaatan Ampas Tapioka, Ampas Tahu dan Dedak
Padi Untuk Memproduksi Pigmen Karotenoid dari Neurospora sitophyla dengan Sistem Fermentasi Padat. Skripsi. FATETA, IPB. Bogor.
Prabowo, A.D., Samain dan Rangkuti, M. 1985. Pemanfaatan Ampas Tahu
Sebagai Makanan Tambahan dalam Usaha Penggemukan Daging Potong. Buletin Limbah Pangan : 172 – 174.
Rahman, A. 1989. Pengantar Teknologi Fermentasi. Mikrobiologi Pangan dan
Gizi PAU. Bogor. ___________. 1992. Teknologi Fermentasi. Arcan. Jakarta.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 100
___________. 1992. Teknologi Fermentasi Industrial II. Arcan. Jakarta. Ratledge, C. 1983. Microbial Oil and Fats : Assesment of Their Commercial
Potential. Industrial Microbiology No. 16. Ratledge, C. Dan Wilkinson, S.G. 1988. Microbial Lipid. Vol. 2. Academic
Press. London. Ridawati. 1993. Produksi Pigmen oleh Monascus purpureus BC 88202 pada
Media Campuran Limbah Cair Tapioka, Ampas Tapioka dan Ampas Tahu. Skripsi. FATETA, IPB. Bogor.
Rita Utari. 1997. Seleksi Kapang Mucor Untuk Produksi Minyak Mengandung
Asam Gamma Linolenat dengan Sistem Fermentasi Padat pada Media Onggok-Ampas Tahu dan Onggok-Dedak Padi. Skripsi. FATETA, IPB. Bogor.
Saputro, L. 1987. Produksi Alfa-amilase Pada Fermentasi Aspergillus nige dan
A. oryzae dengan Suplementasi Limbah Tapioka dan Dedak Padi. Skripsi. FATETA, IPB. BOgor.
Setiawiharja, B. 1982. Production of Fungal Pectinases by Solid State
Fermentation Using Tapioka Waste. UN/FAO International Food Technological Training Center Food Technology Research Institute, Mysore 570013, India.
Shaw, R. 1965. The Occurrence of Gamma Linolenic Acid in Fungi. Biochem.
Biophys. Acta. 98 : 230. Sinthia Prideaka Soekarto. 1996. Produksi Minyak Mengandung Asam Gamma
Linolenat Tinggi dari Kapang Mucor inaequisporus M0511/4 dengan Berbagai Sumber N dari Limbah Industri Pertanian. Skripsi. FATETA, IPB. Bogor.
Sudarmadji, Bambang Haryono dan Suhardi. 1984. Penuntun Praktikum Analisis
Bahan Makanan. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Suhartono, M.T. 1989. enzim dan Bioteknologi. PAU Bioteknologi, IPB. Bogor. Suliantari, L. Nuraida, N. Andarwulan, Djuahanawati dan Nugrahaningrum, 1996.
Produksi Asam Gamma Linolenat Menggunakan Rhizopus. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan, Vol. I (2) : 45 – 49.
Sundhagul, M. 1972. Feasibility Study on Tapioca Waste Recovery. The
Ministry of Education Malaysia, Kuala Lumpur. Svedsen, A. 1994. Action of Esterases in Presence of Organik Solvents.
Biochem. J. 30 : 609 – 617.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 101
Tjiptadi, W. Dan R.T.M. Sutamiharja. 1985. Pemanfaatan Limbah Padat Industri Tapioka Sebagai Bahan Makanan Manusia. Laporan Riset Unggulan Terpadu II/1984. FATETA, IPB. Bogor.
Tsao, G. 1982. Annual Report on Fermentation Processes. Academic Press.
New York. Wassef, M.K. 1975. Fungal Lipids. Adv. Lipid Res. Vol. 15. Academic Press.
New York. Winarno, F.G. 1985. Monografi Limbah Pertanian. Kantor Menteri Muda Urusan
Peningkatan Produksi Pangan. Jakarta.