Bahan Ajar Bi Mku Hasil Finalisasi - Copy
-
Upload
-agung-schiffer-diniggrat-nevermore- -
Category
Documents
-
view
115 -
download
16
description
Transcript of Bahan Ajar Bi Mku Hasil Finalisasi - Copy
BAB I
SEJARAH, KEDUDUKAN, DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA
1. Pendahuluan
Melalui perjalanan sejarah yang panjang, bahasa Indonesia telah
mencapai perkembangan yang luar biasa, baik dari segi jumlah
pemakainya, maupun dari segi tata bahasa dan kosakata serta
maknanya. Sekarang bahasa Indonesia telah menjadi bahasa modern
yang digunakan dan dipelajari tidak hanya di seluruh Indonesia tetapi juga
di banyak negara. Bahkan, keberhasilan Indonesia dalam mengajarkan
bahasa Indonesia kepada generasi muda telah dicatat sebagai prestrasi
dari segi peningkatan komunikasi antarwarga.. Mahasiswa peserta kuliah
perlu disadarkan akan kenyataan ini dan ditimbulkan kebanggaannya
terhadap bahasa nasional kita. Mahasiswa yang berkepribadian yang baik
adalah mahasiswa yang menghargai sejarah perkembangan bahasa
Indonesia.
Mahasiswa juga hendaknya ditingkatkan kesadarannya akan
kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan sebagai
bahasa negara dan fungsi bahasa Indonesia sebagai lingua franca yang
berpotensi untuk mempersatukan seluruh bangsa yang berbeda latar
belakang budaya dan bahasa. Fungsi tersebut menegaskan bahwa setiap
warga negara Indonesia berkepribadian, berprilaku, dan berbudi bahasa
khas Indonesia.
2. Sejarah Bahasa Indonesia
2.1 Sebelum Kemerdekaan
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa melayu. Bahasa
Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu menjadi bahasa
yang dipakai berabad-abad sebagai bahasa pergaulan (lingua franca),
bukan saja di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh
wilayah Asia Tenggara. Berbagai fakta sejarah menunjukkan bahwa
bahasa Melayu sudah digunakan secara meluas sejak dahulu. Misalnya,
prasasti tertua yang ditulis dalam bahasa Melayu dengan huruf Pallawa
1
berasal dari abad ke-7. Masuknya Islam ke Indonesia sekitar abad ke-13
atau sebelumnya membawa pengaruh pada tradisi tulis dalam bahasa
Melayu. Huruf Arab mulai digunakan untuk menulis bahasa Melayu.
Berdasarkan bukti sejarah bahwa pada zaman Kerajaan
Sriwijaya di Sumatra dan Kerajaan Majapahit di Jawa, bahasa Melayu
sudah berfungsi sebagai :
1. bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku-buku yang berisi aturan-
aturan hidup dan sastra;
2. bahasa perhubungan antarsuku di Indonesia;
3. bahasa niaga dalam transaksi perdagangan, baik antarsuku yang ada
di Indonesia maupun terhadap pedagang-pedagang yang datang dari
luar Indonesia;
4. bahasa resmi kerajaan, baik pada masa Pemerintahan Sriwijaya
maupun pada masa Pemerintahan Majapahit.
Bahasa Melayu yang dipakai oleh Kerajaan Sriwijaya sebagai
bahasa pergaulan berkenalan dengan berbagai bahasa asing lain, seperti
bahasa Sansekerta, bahasa Portugis, bahasa Arab , bahasa Persia, dan
bahasa asing lainnya. Akibat adanya hubungannya dengan bahasa asing
tadi, maka terjadilah kontak bahasa antara bahasa Melayu dengan
bahasa Sansekerta, bahasa Melayu dengan bahasa Portugis, dan bahasa
Melayu dengan bahasa Arab.
Hubungan tersebut menghasilkan kontak bahasa yaitu bahasa
Melayu menyerap kosa kata bahasa Sansekerta, menyerap kosakata
bahasa Portugis, dan menyerap kota kata bahasa Arab/Persia.
Penyerapan kosakata tersebut menyebabkan bertambahnya kosakata
bahsa Melayu dan sekaligus memperkaya perbendaharaan kata bahasa
Melayu. Bahasa Melayu yang tadinya perbendaharaan kata sangat
terbatas sekarang menjadi bahasa yang memilki kosakata yang banyak
dan modern. Hal ini sejalan dengan ciri bahasa Melayu yang demokratis
yang tidak membeda-bedakan bahasa sumber atau bahasa asing sebagai
sumber pengembangan kosakata bahasanya.
Kosakata bahasa Sansekerta dalam bahasa Melayu yang
sekarang menjadi kosakata bahasa Indonesia. Kosakata bahasa
Sansekerta dalam bahasa Indoensia sekarang jumlahnya cukup banyak.
2
Menurut para ahli, kosakata bahasa Sansekerta dalam bahasa Indonesia
meliputi berbagai bidang ilmu dan kehidupan masyarakat Indonesia.
Perhatikan contoh berikut kosakata bahasa Melayu/Bahasa Indonesia
yang berasal dari bahasa Sansekerta
angkasa anugrah agama
sarjana bupati surga
neraka mahasiswa putra/putri
cakrawala wisuda pancasila
binagraha bahagia bayangkara
binaraga bangsawan pribumi
bahaya raja dermawan
dasawarsa pujangga dewa
Perkembangan selanjutnya datanglah orang Portugis ke
Nusantara untuk berdagang dan menyiarkan agama kresten. Orang
portugis dalam menyiarkan agama dan berdagang mau tidak mau harus
mempelajari bahasa Melayu karena bahasa Melayu sudah berfungsi
sebagai bahasa pergaulan dan bahasa perdagangan di wilayah Nusantra.
Akibatnya, orang Portugis menggunakan dua bahasa yaitu bahasa
Portugis dan bahasa melayu, maka terjadilah kontak bahasa antara
bahasa Portugis dan bahasa Melayu. Hasilnya adalah bahasa Melayu
menyerap kosakata bahasa Portuigis sehingga menambah
perbendaharaan kata bahasa Melayu/bahasa Indonesia. Perhatikan
contoh berikut kosakata bahasa Melayu/bahasa Indonesia yang berasal
dari bahasa Portugis.
lampu jendela meja
kemeja minggu lemari
arloji sepatu sekolah
algojo arena akta aula
bangku bendera biola
serdadu kereta mandor
peluru pesiar mentega
serdadu tembakau tempo
ronda sabtu tinta
3
Perkembangan selanjutnya pada masa sebelum kemerdekaan,
datanglah pula orang-orang dari Jazirah Arab dan Persia ke wialayah
Nusantara dengan tujuan berdagang dan menyiarkan agama Islam.
Kedatangan mereka pada awalnya harus singgah di Selat Malaka. Sama
halnya dengan orang Portugis dan orang Arab untuk menjalankan
misinya mau tidak mau harus belajar bahasa Melayu karena bahasa
Melayu menjadi bahasa pergaulan dan komunikasi luas di wilayah
Nusantara. Bangsa Arab harus menggunakan dua bahasa yaitu bahasa
Arab sebagai bahasa nenek moyang mereka dan bahasa Melayu sebagai
bahasa perdagangan dan komunikasi di wilayah Nusantara. Akibat
penggunaan dua atau lebih bahasa pada waktu yang bersamaan maka
terjadilah kontak bahasa di mana bahasa yang satu memengaruhi bahasa
yang lain.
Akibat terjadinya kontak antara bahasa Melayu dengan bahasa
Arab terjadilah proses penyerapan bahasa Melayu menyerap kosakata
bahasa Arab. Bertambahlah kosakata bahasa Melayu/bahasa Indonesia
menjadi bahasa yang berkembang dan maju. Dalam waktu yang cukup
lama penyerapan bahasa Arab ke dalam bahasa Melayu/bahasa
Indonesia sangat meyakinkan sehingga sebahagian kosakata bahasa
Indonesia sekarang berasalah dari bahasa Arab.
Berikut ini diberikan beberapa contoh kosakata bahasa
Melayu/bahasa Indonesia yang diserap dari bahasa Arab/Persia.
abad abjad adab
adil huruf arwah
akal akilbalik akhirat
badan balasan batin
kitab barakah baitulmal
binti sejarah daulat
dakwah derajat takwa
akiqah dermawan falsafah
fatwa fakir gaib
halal haram sujud
salat magrib haji
4
Pada masa penjajahan Belanda, bahasa Melayu juga tetap
dipakai sebagai bahasa perhubungan yang luas. Pemerintah Belanda
tidak mau menyebarkan pemakaian bahasa Belanda pada penduduk
pribumi. Dengan demikian, komunikasi di antara pemerintah dan
penduduk Indonesia dan di antara penduduk Indonesia yang berbeda
bahasanya sebagian besar dilakukan dengan bahasa Melayu. Selama
masa penjajahan Belanda, terbit banyak surat kabar yang ditulis dengan
bahasa Melayu.
Melalui perjalanan sejarah yang panjang, akhirnya pada tanggal
28 Oktober 1928 melalui ikrar Sumpah Pemuda, bangsa Indonesia
menerima bahasa Melayu sebagai bahsa nasional bangsa Indonesia
dengan nama bahasa Indonesia. Butir ketiga dari ikrar Sumpah Pemuda
merupakan pernyataan tekad kebahasaan yang mengindikasikan bahwa
bangsa Indonesia, “menjunjung bahasa persatuan yaitu bahasa
Indonesia”. Sejak itulah bahasa Indonesia secara perlahan tumbuh dan
berkembang terus. Sejak zaman prakemerdekaan hingga saat ini
perkembangannya menjadi demikian pesatnya sehingga bahasa
Indonesia telah menjelma menjadi bahasa modern.
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, bahasa Melayu tetap
dipakai sebagai bahasa pergaulan nomor dua sesudah bahasa Belanda.
Bangsa Indonesia pada waktu memperjuangkan agar bahasa Melayu
tetap dipakai sebagai bahasa pergaulan luas di wilayah Nusantara. Akibat
hubungan tersebut terjadilah kontak antara bahasa melayu dengan
bahasa Belanda. Bahasa Melayu/bahasa Indonesia menyerap kosakata
bahasa Belanda sehingga memperkaya kosakata bahasa Melayu/bahasa
Indonesia.
Berikut ini diberikan beberapa contoh kosakata bahasa
Melayu/bahasa Indonesia yang diserap dari bahasa Belanda.
abonermen absen ajudan
admiral atraksi atribut
bagasi bataliyon bengkel
bayonet berita beton
dansa defile demokrasi
dongkrak embargo emosional
5
estafet gubernur grosir
honorer handuk insinyur
kantin kalernder kantor
lampu loket mandat
maritim martir maskapai
masinis obligasi opini
2.2 Sesudah Kemerdekaan
Sehari sesudah proklamasi Kemerdekaan, pada tanggal 18
Agustus ditetapkan Undang-Undang Dasar 1945 yang didalamnya
terdapat pasal 36, yang menyatakan bahwa, “ Bahasa Negara ialah
Bahasa Indonesia”. Dengan demikian, di samping kedudukan sebagai
bahasa nasional, bahasa Indonesia juga berkedudukan sebagai bahasa
Negara. Sebagai bahasa Negara, bahasa Indonesia dipakai dalam semua
urusan yang berkaitan dengan pemerintahan dan negara.
Sesudah kemerdekaan, bahasa Indonesia mengalami
perkembangan yang pesat, setiap tahun jumlah pemakai bahasa
Indonesia semakin bertambah. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional dan sebagai bahasa Negara semakin kuat. Perhatian
terhadap bahasa Indonesia baik dari pemerintah maupun masyarakat
sangat besar. Pemerintah Orde Lama dan Orde Baru menaruh perhatian
yang besar terhadap perkembangan bahasa Indonesia, di antaranya
melalui pembentukan lembaga yang mengurus masalah kebahasaan
yang sekarang menjadi Balai Bahasa dan penyelenggaraan Kongres
Bahasa Indonesia. Perubahan ejaan bahasa Indonesia dari Ejaan Van
Ophuijsen ke Ejaan Soewandi hingga Ejaan yang disempurnakan (EYD)
selalu mendapat tanggapan dari masyarakat.
3. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
3.1 Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
ditetapkan melalui ikrar Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.
Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1)
kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) alat pemersatu
6
berbagai suku bangsa, dan (4) alat perhubungan antardaerah dan
antarbudaya.
Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia
mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan.
Bangsa Indonesia harus merasa bangga karena adanya bahasa
Indonesia yang dapat menyatukan berbagai suku bangsa yang berbeda.
Ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia sanggup mengatasi perbedaan
yang ada. Atas dasar kebanggaan inilah, bahasa Indonesia terpelihara
dan berkembang serta rasa kebanggaan pemakainya senantiasa terbina.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia kita
junjung tinggi di samping bendera dan lambang negara kita. Untuk
membangun kepercayaan diri yang kuat, sebuah bangsa memerlukan
identitas, di antaranya dapat diwujudkan melalui bahasanya. Dengan
adanya sebuah bahasa yang dapat mengatasi berbagai bahasa dan suku
bangsa yang berbeda dapat mengindentikkan diri sebagai suatu bangsa
melalui bahasa tersebut.
Berkat adanya bahasa nasional, kita dapat berhubungan satu
dengan yang lainnya sedemikian rupa sehingga kesalahpahaman sebagai
akibat perbedaan latar belakang budaya dan bahasa dapat terhindarkan.
Kalau tidak ada sebuah bahasa, seperti bahasa Indonesia yang bisa
menyatukan suku-suku bangsa yang berbeda, akan banyak muncul
masalah perpecahan bangsa, dan kita dapat bepergian keseluruh pelosok
tanah air dengan memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai satu-satunya
alat komunikasi.
Sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya, bahasa
Indonesia memungkinkan berbagai suku bangsa yang berbeda itu
mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu dengan tidak
perlu meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai
sosial budaya serta bahasa daerah yang bersangkutan. Dengan demikian,
kitas dapat meletakkan kepentingan nasional di atas kepentingan daerah
(kesukuan) atau golongan.
7
3.2 Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara
Bahasa Indonesia dikukuhkan sebagai bahasa Negara pada 18
Agustus 1945 dalam Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, pasal 36.
Sebagai Negara, bahasa Indonesia berfungsi (1) bahasa resmi
kenegaraan, (2) bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, (3) alat
perhubungan di tingkat nasional untuk kepentingan pembangunan dan
pemerintahan, dan (4) alat pengembangan kebudayaan, ilmu
pengetahuan, dan teknologi.
Sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa Indonesia dipakai
untuk urusan-urusan kenegaraan. Dalam hal ini pidato-pidato resmi,
dokumen dan surat-surat resmi harus ditulis dalam bahasa Indonesia.
Upacara-upacara kenegaraan juga dilangsungkan dengan menggunakan
bahasa Indonesia. Pemakaian bahasa Indonesia dalam acara-acara
kenegaraan sesuai dengan UUD 1945 mutlak dilakukan.
Sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan, bahasa Indonesia
merupakan satu-satunya bahasa yang dapat memenuhi kebutuhan akan
bahasa yang seragam dalam pendidikan di Indonesia. Bahasa Indonesia
merupakan bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai
taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi, kecuali di daerah-daerah
yang menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa pengantar sampai
dengan tahun ketiga pendidikan dasar.
Sebagai alat perhubungan di tingkat nasional untuk
kepentingan pembangunan dan pemerintahan, bahasa Indonesia
dipakai bukan saja sebagai alat komunikasi timbal balik antara
pemerintah dan masyarakat luas, dan bukan saja sebagai alat
perhubungan antardaerah dan antarsuku, melainkan juga sebagai alat
perhubungan dalam masyarakat yang sama latar belakang sosial
budaya dan bahasanya. Kalau ada lebih dari satu bahasa yang
digunakan sebagai alat perhubungan, keefektifan pembangunan dan
pemerintahan akan tergangggu karena akan diperlukan waktu yang
lebih lama dalam berkomunikasi. Bahasa Indonesia dapat mengatasi
hambatan ini.
8
Sebagai alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan
teknologi, bahasa Indonesia merupakan satu-satunya bahasa Indonesia
yang memenuhi syarat untuk itu karena bahasa Indonesia telah
dikembangkan untuk keperluan tersebut dan bahasa ini dimengerti oleh
sebagian besar masyarakat Indonesia. Pada saat yang sama pula bahasa
Indonesia dipergunakan sebagai alat untuk menyatakan nilai-nilai sosial
budaya nasional.
9
BAB II
RAGAM DAN LARAS BAHASA INDONESIA
1. Pendahuluan
Dalam Bab I telah diuraikan kedudukan dan fungsi bahasa
Indonesia. Salah satu fungsi bahasa Indonesia dalam kedudukannya
sebagai bahasa Nasional/Persatuan adalah sebagai alat pemersatu
antarbudaya dan antardaerah. Wilayah Indonesia memang sangat luas
yang terdiri atas beberapa pulau besar dan sejumlah pulau kecil. Setiap
pulau memiliki bahasa sendiri bahkan ada sejumlah pulau yang memiliki
sejumlah bahasa daerah. Di pulau Sulawesi saja misalnya, terdapat
puluhan bahasa daerah (menurut data Pusat Bahasa ada sekitar enam
puluhan bahasa daerah). Dalam menjalankan fungsinya tersebut, bahasa
Indonesia menjadi beragam dalam pemakaiannya.
Selain karena adanya ragam wilayah pemakaian dan bermacam-
macam penuturnya, faktor sejarah perkembangan masyarakat juga turut
menimbulkan keberagaman bahasa Indonesia. Semua ragam bahasa
yang ditimbulkan itu masih tetap merupakan bahasa Indonesia karena ciri
dan kaidah tata bunyi, pembentukan kata, dan pola kalimat pada
umumnya sama. Itulah sebabnya kita masih dapat mengenali beberapa
perbedaan dalam perwujudan bahasa Indonesia.
Untuk mengenali berbagai macam ragam bahasa Indonesia, kita
dapat meninjaunya dari berbagai sudut pandang pula. Setiap sudut
pandang itu memiliki dasar patokan untuk mengelompokkan ragam
bahasa Indonesia sehingga lahirlah ragam bahasa Indonesia yang
berbeda jumlahnya. Tetapi kadang-kadang terdapat ragam bahasa
Indonesia yang bertumpang tindih satu sama lain. Artinya, ragam itu
terdapat dalam sebuah pengelompokkan dan terdapat juga dalam
pengelompokan lain. Perlu diketahui bahwa tidak semua ragam yang
disajikan berikut ini akan dibahas secara tuntas. Untuk keperluan praktis
kita berbicara banyak hanya sebagian dari berbagai ragam bahasa
Indonesia tersebut.
10
2. Ragam Bahasa Indonesia
Berikut ini akan dikemukakan berbagai ragam bahasa Indonesia
dilihat dari beberapa sudut pandang. Menurut Widjono HS (2012:30),
ragam bahasa Indonesia dapat diklasifikasikan berdasarkan media,
waktu, dan pesan komunikasi. Berdasarkan medianya, ragam bahasa
Indonesia dapat dibedakan atas ragam lisan dan ragam tulis.
Berdasarkan pesan komunikasinya, ragam bahasa Indonesia dibedakan
akan atas ragam ilmiah dan nonilmiah, ragam bahasa pidato yang dibagi
lebih lanjut menjadi ragam pidato ilmiah (presentasi ilmiah) dan ragam
pidato resmi, ragam bahasa Sastra dan ragam bahasa berita. Yang
menjadi titik penekanan dalam pelajaran ini, kita akan lebih berfokus pada
ragam bahasa ilmiah dan noilmiah serta ragam bahasa baku dan tidak
baku.
1. Ragam Bahasa Lisan dan Ragam Bahasa Tulis
2. Ragam Bahasa Menurut Waktu
3. Ragam Bahasa Ilmiah/Nonilmiah dan Ragam Pidato Ilmiah
4. Ragam Bahasa Sastra
5. Ragan Bahasa Berita
3. Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah
Bahasa Indonesia sebagaimana bahasa pada umumnya
digunakan untuk tujuan tertentu dan dalam konteks. Tujuan dan konteks
ini akan menentukan ragam bahasa yang harus digunakan. Seseorang
yang menggunakan bahasa Indonesia untuk orasi politik, misalnya, akan
menggunakan ragam yang berbeda dari orang lain yang
menggunakannya untuk khutbah Jumat atau bahan kuliah. Mahasiswa
disadarkan bahwa dalam dunia akademis/ilmiah, ragam bahasa Indonesia
yang digunakan adalah ragam ilmiah yang memiliki ciri khas, yakni
cendikia, lugas dan jelas, menghindari kalimat yang fragmentaris, bertolak
dari gagasan, formal dan objektif, ringkas dan padat, dan konsisten.
3.1 Ciri Cendikia
Bahasa Indonesia ragam ilmiah bersifat cendekia. Artinya,
bahasa ilmiah itu mampu digunakan secara tepat untuk
mengungkapkan hasil berpikir logis. Bahasa yang cendekia mampu
11
membentuk pernyataan yang tepat dan seksama sehingga gagasan
yang disampaikan penulis dapat diterima secara tepat oleh pembaca.
Kalimat-kalimat yang digunakan mencerminkan ketelitian yang objektif
sehingga suku-suku kalimatnya mirip dengan proposisi logika.
Apabila sebuah kalimat digunakan untuk mengungkapkan dua buah
gagasan yang memiliki hubungan kausalitas, maka dua gagasan
beserta hubungannya itu harus tampak secara jelas dalam kalimat
yang mewadahinya. Perhatikan contoh kalimat cendekia di bawah ini!
(1) Kemajuan informasi pada era globalisasi ini dikhawatirkan akan
terjadi pergeseran nilai-nilai moral bangsa Indonesia terutama
pengaruh budaya barat yang masuk ke negara Indonesia yang
dimungkinkan tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan moral
bangsa Indonesia.
(2) Pada era globalisasi informasi ini dikhawatirkan akan terjadi
pergeseran nilai-nilai moral bangsa Indonesia terutama karena
pengaruh budaya barat yang masuk ke Indonesia.
Contoh kalimat (2) di atas secara jelas mampu menunjukkan
hubungan kausalitas, tetapi hal itu tidak terungkap secara jelas pada
contoh (1). Kecendekiaan bahasa juga tampak pada ketepatan dan
keseksamaan penggunaan kata. Karena itu, bentukan kata yang
dipilih harus disesuaikan dengan muatan isi pesan yang akan
disampaikan.
(3) (4)
pemaparan paparan
pembuatan buatan
pembahasan bahasan
pemerian perian
Kata-kata pada contoh (3) menggambarkan suatu proses,
sedangkan contoh (4) menggambarkan suatu hasil. Dalam pemakaian
bahasa ilmiah, penggunaan kedua jenis bentukan kata tersebut perlu
dilakukan secara cermat. Kalau paparan itu mengacu pada proses,
kata-kata yang cocok adalah kata-kata pada contoh (3), tetapi kalau
paparan itu mengacu pada hasil, kata·kata yang cocok adalah kata-
kata pada contoh (4).
12
3.2 Ciri Lugas dan Jelas
Sifat lugas dan jelas dimaknai bahwa bahasa Indonesia
mampu menyampaikan gagasan ilmiah secara jelas dan tepat. Untuk
itu, setiap gagasan diungkapkan secara langsung sehingga makna
yang ditimbulkan adalah makna lugas. Pemaparan bahasa Indonesia
yang lugas akan menghindari kesalahpahaman dan kesalahan
menafsirkan isi kalimat. Penulisan yang bernada sastra pun perlu
dihindari. Gagasan akan mudah dipahami apabila dituangkan dalam
bahasa yang jelas dan hubungan antara gagasan yang satu dengan
yang lain juga jelas. Kalimat yang tidak jelas umumnya akan muncul
pada kalimat yang sangat panjang. Perhatikan contoh kalimat lugas
di bawah ini!
(1) Para pendidik yang kadangkala atau bahkan sering kena
getahnya oleh ulah sebagian, anak-anak mempunyai tugas yang
tidak bisa dikatakan ringan.
(2) Para pendidik yang kadang-kadang atau bahkan sering terkena
akibat ulah sebagian anak-anak memunyai tugas yang berat.
Kalimat (1) bermakna tidak lugas. Hal itu tampak pada pilihan
kata kena getahnya dan tidak bisa dikatakan ringan. Kedua ungkapan
itu tidak mampu mengungkapkan gagasan secara lugas. Kedua
ungkapan itu dapat diganti terkena akibat dan berat yang memiliki
makna langsung, separti kalimat (2). Perhatikan contoh kalimat yang
jelas berikut!
(3) Penanaman moral di sekolah sebenarnya merupakan kelanjutan
dari penanaman moral di rumah yang dilakukan melalui mata
pelajaran Pendidikan Moral Pancasila yang merupakan mata
pelajaran paling strategis karena langsung menyangkut tentang
moral pancasila, juga diintegrasikan ke dalam mata pelajaran
Agama, IPS, Sejarah, PSPB, dan Kesenian.
(4) Penanaman moral di sekolah sebenarnya merupakan kelanjutan
dari penanaman moral di rumah. Penanaman moral di
sekolah dilaksanakan melalui mata pelajaran Pendidikan Moral
Pancasila yang merupakan mata pelajaran paling strategis karena
13
langsung menyangkut moral pancasila. Di samping itu,
penanaman moral pancasila juga diintegrasikan ke dalam mata
pelajararan Agama, IPS, Sejarah, PSPB, dan Kesenian.
Contoh (3) tidak mampu mengungkapkan gagasan secara
jelas, antara lain karena kalimat terlalu panjang. Kalimat yang
panjang itu manyebabkan kaburnya hubungan antargagasan yang
disampaikan. Hal itu berbeda dengan contoh (4), kalimat-
kalimatnya pendek sehingga mampu mengungkapkan gagasan
secara jelas. Ini tidak berarti bahwa dalam menulis artikel ilmiah
tidak dibenarkan membuat kalimat panjang. Kalimat panjang
boleh digunakan asalkan penulis cermat dalam menyusun kalimat
sehingga hubungan antargagasan dapat diikuti secara jelas.
3.3 Menghindari Kalimat Fragmentaris
Bahasa Indonesia ragam ilmiah juga menghindari
penggunaan kalimat fragmentaris. Kalimat fragmentaris adalah
kalimat yang belum selesai. Kalimat terjadi antara lain karena
adannya keinginan penulis menggunakan gagasan dalam beberapa
kalimat tanpa menyadari kesatuan gagasan yang diungkapkan.
Kalimat ini terjadi antara lain dikarenakan adanya keinginan penulis
mengungkapkan gagasan dalam beberapa kalimat tanpa menyadari
kesatuan gagasan yang akan diungkapkan. Perhatikan contoh
kalimat fragmentaris di bawah ini!
(1) Harap dilaksanakan sebaik-baiknya! (Kalimat Fragmentaris)
(2) Tugas tersebut harap dilaksanakan sebaik-baiknya! (Kalimat
Lengkap)
3.4 Bertolak dari gagasan
Bahasa ilmiah digunakan dengan orientasi gagasan. Bahasa
Indonesia ragam ilmiah mempunyai sifat bertolak dari gagasan.
Artinya, penonjolan diadakan pada gagasan atau hal yang
diungkapkan dan tidak pada penulis. Implikasinya, kalimat-kalimat
yang digunakan didominasi oleh kalimat pasif sehingga kalimat aktif
dengan penulis sebagai pelaku perlu dihindari. Perhatikan contoh
kalimat bertolak dari gagasan di bawah ini!
14
(1) Dari uraian tadi penulis dapat menyimpulkan bahwa
menumbuhkan dan membina anak berbakat sangat penting.
(2) Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menumbuhkan dan
membina anak berbakat sangat penting.
Contoh kalimat (1) beroriantasi pada penulis. Hal itu tampak
pada pemilihan kata penulis (yang menjadi sentral) pada kalimat
tersebut. Contoh (2) berorientasi pada gagasan dengan
menyembunyikan kehadiran penulis. Untuk menghindari hadirnya
pelaku dalam paparan, disarankan menggunakan kalimat pasif.
Orientasi pelaku yang bukan penulis yang tidak berorientasi pada
gagasan juga perlu dihindari. Oleh sebab itu, paparan yang
melibatkan pembaca dalam kalimat perlu dihindari.
4. Formal dan Objektif
Bahasa yang digunakan dalam komunikasi ilmiah bersifat formal.
Tingkat keformalan bahasa dalam tulisan ilmiah dapat dilihat pada kosa
kata, bentukan kata, dan kalimat. Bentukan kata yang formal adalah
bentukan kata yang lengkap dan utuh sesuai dengan aturan pembentukan
kata dalam bahasa Indonesia. Kalimat formal dalam tulisan ilmiah
dicirikan oleh kelengkapan unsur wajib (S dan P), ketepatan penggunaan
kata fungsi atau kata tugas, kebernalaran isi, dan tampilan esei formal.
Perhatikan contoh di bawah ini!
Kata Formal Kata Informal
berkata bilang
membuat bikin
hanya cuma
memberi kasi
Bahasa ilmiah di samping barsifat formal juga sekaligus bersifat
objektif. Untuk itu, upaya yang dapat ditempuh adalah menempatkan
gagasan sebagai pangkal tolak pengembangan kalimat dan
menggunakan kata dan struktur kalimat yang mampu menyampaikan
gagasan secara objektif. Terwujudnya sifat objektif tidak cukup dengan
hanya menempat-kan gagasan sebagai pangkal tolak. Sifat objektif juga
15
diwujudkan dalam panggunaan kata. Kata-kata yang menunjukkan sifat
subjektif tidak digunakan. Perhatikan contoh kalimat objektif berikut ini!
(1) Contoh-Contoh itu telah memberikan bukti betapa besarnya peranan
orang tua dalam pembentukan kepribadian anak. Dari paparan
tersebut kiranya dapat disimpulkan sebagai berikut.
(2) Contoh-Contoh itu telah memberikan bukti besarnya peranan orang
tua dalam pembentukan kepribadian anak.
Dari paparan tersebut dapat disimpulkan sebagai
berikut. Hadirnya kata betapa dan kiranya pada contoh (1) menimbulkan
sifat subjektif. Berbeda dengan contoh (2) yang tidak mengandung unsur
subjektif.
5. Ringkas dan Padat
Sifat ringkas dan padat direalisasikan dengan tidak adanya unsur-
unsur bahasa yang mubazir. Itu berarti menuntut adanya penggunaan
bahasa yang hemat. Ciri padat merujuk pada kandungan gagasan yang
diungkapkan dengan unsur-unsur bahasa. Karena itu, jika gagasan yang
terungkap sudah memadai dengan unsur bahasa yang terbatas tanpa
pemborosan, ciri kepadatan sudah terpenuhi. Keringkasan dan kepadatan
penggunaan bahasa tulis ilmiah juga ditandai dengan tidak adanya
kalimat atau paragraf yang berlebihan dalam tulisan ilmiah. Perhatikan
contoh kalimat ringkas dan padat berikut ini !
(1) Nilai etis di atas menjadi pedoman bagi setiap warga negara
Indonesia.
(2) Nilai etis sebagaimana tersebut pada paparan di atas menjadi
pedoman dan dasar pegangan hidup dan kehidupan bagi setiap
warga negara Indonesia.
Contoh (1) di atas termasuk bahasa ilmiah yang ringkas/padat,
sedangkan contoh (2) adalah bahasa yang tidak ringkas. Hadirnya kata
sebagaimana tersebut pada paparan dan kata dan dasar pegangan hidup
dan kehidupan pada kalimat (2) tidak memberi tambahan makna yang
berarti. Dengan demikian, hadirnya kata-kata tersebut mubazir.
16
6. Konsisten
Unsur bahasa dan ejaan dalam bahasa tulis ilmiah digunakan
secara konsisten. Sekali sebuah unsur bahasa, tanda baca, tanda-tanda
lain, dan istilah digunakan sesuai dengan kaidah, itu semua selanjutnya
digunakan secara konsisten. Sebagai contoh, kata tugas untuk digunakan
untuk mengantarkan tujuan dan kata tugas bagi mengantarkan objek
(Suparno, 1998). Selain itu, apabila pada bagian awal uraian telah
terdapat singkatan SMP (Sekolah Menengah Pertama), pada uraian
selanjutnya digunakan singkatan SMP tersebut. Perhatikan dan
bandingkan kedua contoh kalimat berikut ini!
(1) Untuk mengatasi penumpang yang melimpah menjelang dan usai
lebaran, pengusaha angkutan dihimbau mengoperasikan, semua
kendaraan ekstra. Perlucutan senjata di wilayah Bosnia itu tidak
penting bagimuslim Bosnia. Bagi mereka yang penting adalah
pencabutan embargo persenjataan.
(2) Untuk penumpang yang melimpah menjelang dan usai lebaran, telah
disiapkan kendaraan yang cukup. Pengusaha angkutan dihimbau
mengoperasikan semua kendaraan ekstra. Perlucutan senjata di
wilayah Bosnia itu tidak penting bagi muslim Bosnia. Untuk mereka
yang penting adalah peneabutan embargo persenjataan.
Contoh (2) tidak konsisten dengan kaidah yang berlaku. Sementara itu,
contoh yang konsisten adalah contoh (1).
7. Sifat dan Ciri Bahasa Tulis Ilmiah
Bahasa tulis ilmiah memiliki sifat dan ciri tersendiri jika
dibandingkan dengan bahasa pada umumnya. Selain memenuhi
ketentuan sebagai sebuah bahasa tulis yang memerlukan kelengkapan
unsur dalam kalimatnya, bahasa karangan ilmiah memiliki sifat
komunikatif. Artinya, bahasa karangan ilmiah harus dapat
mengomunikasikan informasi ilmu pengetahuan dengan bahasa yang
benar, jelas, efektif, tidak ambigu, dan tidak samar-samar.
Dengan memenuhi ketentuan tersebut, bahasa tulis sebagai alat
untuk berkomunikasi dapat melaksanakan fungsinya dalam
menyampaikan informasi dari penulis kepada pembacanya. Fungsi
17
tersebut menimbulkan persamaan persepsi antara penulis dan pembaca
tentang informasi yang disampaikan dalam bahasa tulis ilmiah. Selain itu
pilihan kata (diksi) dan pemakaian bentuk kalimat dalam bahasa tulis
ilmiah berkaitan dengan bidang ilmu pengetahuan yang dibahas.
Bahasa tulis ilmiah bersifat denotatif, artinya setiap kata yang
diungkapkan dalam bahasa tulis ilmiah memiliki satu makna yang paling
sesuai untuk mengungkapkan konsep dalam bidang ilmu pengetahuan
tersebut. Bahasa tulisan ilmiah merupakan salah satu ragam bahasa yang
oleh beberapa ahli dinamakan ragam bahasa fungsional. Hal ini karena
dikaitkan dengan fungsinya sebagai bahasa yang baku untuk komunikasi
formal.
Sebagai salah satu ragam bahasa, bahasa tulis ilmiah memiliki
ciri-ciri tersendiri sebagaimana diungkapkan oleh kusmana (2010: 78-79),
antara lain:
1) Bahasanya adalah bahasa resmi;
2) Sifatnya formal dan objektif;
3) Nadanya tidak emosional;
4) Keindahan bahasanya tetap diperhatikan;
5) Kemubaziran dihindari; dan
6) Isinya lengkap, ringkas, meyakinkan, dan tepat
Ragam bahasa tulis ilmiah ini pada umumnya dapat ditemukan
dalam tulisan-tulisan ilmu pengetahuan. Selain itu, bahasa tulis ilmiah
diungkapkan secara hemat dan cermat karena dari tulisan itu diharapkan
tanggapan yang pasti dari pembacanya.
Bahasa tulis dalam karangan ilmiah harus mencerminkan
kecendekiaan. Hal ini ditunjukkan oleh pemakainya dalam menata
argumen. Pernyataan yang diungkapkan lewat bahasa disusun secara
tepat, seksama, dan abstrak dengan penalaran yang logis. Badudu
(1992:39) menyatakan bahwa bahasa ilmiah merupakan laras bahasa
tersendiri sehingga harus tersusun dengan jelas, teratur, dan tepat
makna. Dengan demikian, fungsi bahasa dalam tulisan ilmiah diharapkan
dapat mengomunikasikan informasi atau pesan ilmiah dengan
menghindari kesalahan penggunaan bahasa. Hal ini berarti bahwa bahasa
tulis ilmiah mengemban pesan yang diharapkan akan sampai kepada
18
pembacanya secara lengkap dan mengena pada sasaran yang
diharapkan.
Berdasarkan uraian-uraian di atas tentang sifat dan ciri ragam
bahasa ilmiah, maka dapat dikatakan bahwa karangan ilmiah
menggunakan aspek kebahasaan yang dominan dengan ditandai oleh:
(1) Penggunaan ragam bahasa formal dan objektif;
(2) Penggunaan bahasa secara efektif; dan
(3) Memiliki keajegan dan teratur.
Sementara itu, ahli lain berpendapat bahwa bentuk pasing
cenderung digunakan untuk mengungkapkan pernyataan-pernyataan
dalam karangan ilmiah sebagai ragam keilmuan (Johannes, 1983:645;
Parera, 1990:206; Sarwadi, 1990:3). Berkaitan dengan hal ini, Abdulhayi
(1991:30) menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa bentuk pasif morfem
afiks di- dan bentuk pasif diri dominan digunakan pada kalimat-kalimat
dalam karangan ilmiah sebagai bentuk impersonal.
19
BAB III
EJAAN BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURNAKAN (EYD)
1. Pendahuluan
Dasar yang paling baik untuk melambangkan bunyi ujaran suatu
bahasa adalah satu bunyi ujaran yang membedakan arti dilambangkan
dengan satu lambang tertentu. Lambang yang dipakai untuk mewujudkan
bunyi ujaran itu biasa disebut huruf. Dengan huruf-huruf itulah manusia
dapat menuliskan gagasan yang semula hanya disampaikan secara lisan.
Keseluruhan peraturan tentang cara menggambarkan lambang-
lambang bunyi ujaran dalam suatu bahasa termasuk masalah yang
dibicarakan dalam ejaan. Yang dimaksud dengan ejaan adalah cara
melafalkan dan menuliskan huruf, kata, unsur serapan, dan tanda baca.
Bahasa Indonesia menggunakan ejaan fonemik, yaitu hanya satu bunyi
yang berfungsi dalam bahasa Indonesia yang dilambangkan dengan satu
tanda (huruf). Sesuai Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
jumlah huruf yang digunakan dalam bahasa Indonesia berjumlah 26 buah.
Walaupun bahasa Indonesia menganut sistem ejaan fonemik
yaitu satu tanda (huruf) dilambangkan satu bunyi, namun kenyataannya
masih terdapat kekurangan. Kekurangan tersebut terlihat pada adanya
fonem (bunyi) yang masih dilambangkan dengan dua tanda, seperti
/ng/, /ny/, /kh/, dan /sy/. Sebaliknya, ada dua bunyi yang dilambangkan
dengan satu tanda seperti /e/ taling dan /e/ pepet. Hal ini dapat
menimbulkan hambatan dalam penyusunan ejaan bahasa Indonesia
yang lebih sempurna.
2. Pelafalan
Salah satu hal yang diatur dalam ejaan adalah cara pelafalan atau
cara mengucapkan bahasa Indonesia. Akhir-akhir ini sering orang
melafalkan bahasa Indonesia dengan keraguan, yaitu ketidakteraturan
pengguna bahasa Indonesia melafalkan huruf. Kesalahan pelafalan dapat
terjadi karena tanda (huruf) diucapkan tidak sesuai dengan bunyi yang
menandai huruf-huruf tersebut.
20
Kaidah pelafalan bunyi bahasa Indonesia berbeda dengan kaidah
bahasa asing, seperti bahasa Inggris, bahasa Belanda, bahasa Jerman,
dan lain-lain. Dalam bahasa-bahasa tersebut, satu lambang huruf dapat
dilafalkan berbeda, misalnya /a/ atau /g/ dapat diucapkan dengan
berbagai wujud bunyi bergantung pada bunyi atau fonem yang ada di
sekitarnya. Lain halnya dengan bahasa Indonesia, ketentuan pelafalan
yang berlaku cukup sederhana, yaitu bunyi-bunyi dalam bahasa
Indonesia harus dilafalkan sesuai dengan apa yang tertulis. Jadi, lafal
dalam bahasa Indonesia disesuaikan dengan tulisan.
Perhatikan contoh berikut :
Tulisan Lafal yang benar Lafal yang salah
teknik teknik tehnik
tegel tegel tehel
energi energi enerhi, enersi, enerji
praktik praktik praktek
risiko risiko resiko
aegenda agenda ahenda
Masalah lain yang sering muncul dalam pelafalan ialah masalah pelafalan
singkatan kata dengan huruf.
Perhatikan contoh berikut :
Tulisan Lafal yang benar Lafal yang salah
TV /te ve/ /ti vi/
AC /a ce/ /a se/
LNG /el en ge/ /el en ji/
MTQ /em te ki/ /emtekyu,emtekui/
Hal lain yang perlu mendapat perhatian ialah pemakaian dan
pelafalan huruf pada penulisan dan pelafalan nama diri. Di dalam kaidah
ejaan dikatakan bahwa penulisan dan pelafalan nama diri, yaitu nama
orang, badan hukum, lembaga, jalan, kata, sungai, gunung, dan
sebagainya disesuaikan dengan kaidah ejaan yang berlaku, kecuali kalau
ada pertimbangan adat, hukum, agama, atau kesejahteraan dengan
kebebasan memilih apakah mengikuti Ejaan Republik (Soewandi) atau
21
Ejaan yang disempurnakan (EYD). Jadi, pelafalan dan penulisan nama
orang dapat saja diucapkan tidak sesuai dengan yang tertulis, bergantung
pada pemilik nama tersebut.
Demikian pula halnya dengan pelafalan unsur kimia, nama produk
(minuman atau obat-obatan) bergantung pada kebiasaan yang berlaku
untuk nama tersebut. Jadi, pemakai bahasa dapat saja melafalkan unsur
tersebut tidak sesuai dengan yang tertulis. Hal tersebut memerlukan
kesepakatan lebih lanjut dari pakar yang bersangkutan.
Perhatikan contoh berikut:
Tulisan Lafal yang benar Lafal yang salah
HCL Ha Se El Ha Ce El
CO2 Se O2 Ce O2
Coca Cola Ko ka ko la co ca co la
Seven Up se fen ap se ven up
Selanjutnya, kaidah pelafalan perlu juga dibicarakan di sini ialah
pelafalan bunyi /h /. Pelafalan bunyi /h/ ada aturannya dalam bahasa
Indonesia. Bunyi /h/ yang terletak di antara dua vocal yang sama harus
dilafalkan dengan jelas, seperti pada kata mahal, pohon, luhur, leher.
Bunyi /h/ yang terletak di antara dua vokal yang berbeda dilafalkan
dengan lemah atau hampir tidak kedengaran, seperti pada kata tahun,
lihat, pahit. Bunyi /h/ pada kata seperti itu umumnya dilafalkan dengan
bunyi luncur /w/ atau /y/, yaitu tawun, liyat, payit. Aturan ini tidak berlaku
bagi kata-kata pungut karena lafal kata pungut disesuaikan dengan lafal
bahasa asalnya, seperti kata mahir, lahir, kohir, kohesi.
3. Penulisan Huruf
3.1 Huruf Kapital atau Huruf Besar
Sampai sekarang, masih banyak kita lihat kesalahan dalam
menggunakan huruf kapital. Kata yang seharusnya huruf awalnya
dituliskan dengan huruf kecil ditulis dengan huruf besar, tetapi sebaliknya
yang seharusnya ditulis dengan huruf kapital ditulis dengan huruf kecil.
Aturan pemakaian kapital seperti yang tercantum dalam buku Pedoman
Ejaan yang Disempurnakan sebagai berikut.
22
1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai pengawal kalimat.
Contoh : Dia menangis.
Apa yang dimintanya?
Hasil pekerjaannya memuaskan.
2. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama petikan
langsung.
Contoh : Ibu bertanya, “Bila engkau tiba?’
“Tadi pagi”, jawab Kakak, “sebelum Ibu bangun.”
“Rajin-rajin belajar,” katanya.
3. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama dalam
ungkapan yang berhubungan dengan kitab suci dan nama Tuhan,
termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Contoh : Allah agama Weda
Yang Mahakuasa agama Islam
Yang Maha Pemurah
Tunjukilah hamba-Mu ini, ya Tuhan!
4. Huruf capital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama gelar
kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Contoh : Nabi Sulaiman Mahaputra Moh. Yamin
Imam hambali Sultan Hasanuddin
Haji Agus Salim
Huruf kapital atau huruf besar tidak dipakai sebagai huruf pertama
nama gelar kehormatan, keturunanm, dan keagamaan yang tidak diikuti
nama orang.
Contoh : Ketika itu beliau baru saja dinobatkan menjadi sultan.
Saya berniat akan naik haji tahun ini.
5. Huruf capital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama nama
jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang.
Contoh : Gubernur Aang Kunaefi
Mayor Jenderal Ahmad Wiranatakusumah
Menteri Negara Cosmas Batubar
Huruf capital atau huruf besar tidak dipakai sebagai huruf pertama
nama jabatan dan pangkat yang tidak diikuti nama orang.
Contoh : Kabarnya gubernur itu akan diganti.
23
Letnam Kolonel Yunus Amir akan dinaikkan pangkatnya
menjadi kolonel.
6. Huruf capital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama unsur
nama orang.
Misalnya : Husein Sastranegara
Wolter Monginsidi
Wage Rudolf Supratman
7. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama nama
bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
Misalnya: bangsa Indonesia
suku Madura
bahasa Arab
Huruf kapital atau huruf besar tidak dipakai sebagai huruf pertama
nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang tidak dipakai sebagai
nama.
Misalnya: kata-kata asing yang diindonesiakan
Sifat yang kebelanda-belandaan.
8. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama nama
tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Misalnya : tahun Hijriah
tarikh Masehi
bulan Puasa
bulan November
Huruf kapital atau huruf besar tidak dipakai sebagai huruf pertama
peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama.
Misalnya: ketika memproklamasikan kemerdekaan
9. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama nama
khusus dalam geografi.
Misalnya: Asia Tenggara
Bukit Barisan
Gunung Kratakatau
Danau Toba
Jazirah Arab
24
Huruf kapital atau huruf besar tidak dipakai sebagai huruf pertama
nama unsur geografi.
Misalnya : mandi-mandi di kali
berenang menyeberangi selat
mendaki gunung
menuju barat
10. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama unsur-
unsur nama resmi badan, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan,
serta nama dokumen resmi kecuali unsure seperti dan.
Misalnya: Republik Indonesia
Majelis Permusyawaratan Rakyat
Departemen Luar Negeri
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Huruf kapital atau huruf besar tidak dipakai sebagai huruf pertama
kata yang tidak dipakai sebagai unsur-unsur resmi bagan, lembaga
pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi.
Misalnya: sesuai dengan undang-undang yang berlaku
kerja sama antara pemerintah dan rakyat
11. Huruf capital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama semua kata di
dalam buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata partikel,
seperti : di, ke, dari, untuk, yang atau yang tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya: Tiga Menguak Takdir
majalah Pembinaan Bahasa Indonesia
surat kabar Pos Kota
Memberantas Buta Huruf di Indonesia
Manfaat Bermain untuk Kanak-Kanak
12. Huruf kapital atau besar dipakai sebagai huruf pertama singkatan
unsur nama gelar, pangkat, dan sapaan.
Misalnya: Dr. Doktor
S.H. Sarjana Hukum
M.A. Master of Arts
Prof. Profesor
Sdr. Saudara
25
Catatan:
Singkatan-singkatan di atas selalu diikuti oleh tanda titik
13. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata
penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak,
adik, dan paman yang dipakai sebagai kata ganti atau sapaan.
Misalnya: Kapan Bapak berangkat?
Surat Saudara sudah saya terima.
Ia menjawab pertanyaan Pak Guru
Surat itu dari Ibu Sulastri, istri Pak Camat.
Huruf kapital atau huruf besar tidak dipakai sebagai huruf pertama
kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai sebagai kata
ganti atau kata sapaan.
Misalnya: Kita harus senantiasa hormat kepada ibu dan bapak kita.
Beberapa orang di antara kakak dan adik saya sudah
pindah ke kota lain.
Bila kita menulis surat, kata-kata penunjuk kekerabatan yang kita pakai
sebagai kata sapaan dalam surat kita huruf awalnya harus kita tuliskan
dengan huruf capital, baik kata itu kita pakai menyapa orang yang kita
tulisi surat maupun untuk menyapa diri kita sendiri.
Misalnya : Surat yang Bapak kirimkan sudah kami terima.
(kata Bapak pengganti orang kedua yakni orang yang kita
kirimi surat)
3.2 Huruf Miring
(1) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku,
majalah, surat kabar yang dikutif dalam karangan.
Contoh: Majalah Bahasa dan Kesusastraan
Buku Negarakertagama karangan Prapanca tertera dalam
surat kabar Suara Karya
(2) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau
mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Contoh: Huruf pertama kata bapak ialah b.
Dia memang tidak akan datang
Ia seorang pembunuh berdarah dingin.
26
(3) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama
ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaan.
Contoh: Nama ilmiah manggis ialah Garcinia mangostana.
Politik divide et impera alat utama penjajah untuk
memecah belah kita.
3.3 Penulisan Kata
(1) Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Contoh: Aku yakin bahwa Anda sanggup.
Ibu baru pulang dari pasar.
(2) Kata Turunan
1. Imbuhan (awalnya, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata
dasarnya.
Contoh: bergetar
dikelola
penerapan
memperhatkan
2. Kalau bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis
serangkai dengan unsur yang langsung mengikuti atau
mendahuluinya.
Contoh: bertumpang tindih
Garis bawahi
Mengambil alih
3. Kalau bentuk dasar berupa gabungan kata dan sekaligus mendapat
awalan dan akhiran, maka unsure gabungan kata itu ditulis serangkai.
Contoh: menggarisbawahi
Melipatgandakan
Pertanggungjawaban
4. Kalau salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam
kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. (Unsur gabungan yang
hanya muncul dalam kombinasi itu, misalnya ; a, antar, bi, catur, dasa,
de, dwi, eka, in, inter, ko, maha, mono, multi, non, panca, poli, pra
purna, re, semi, sub, swa, tele, tri, tuna, ultra).
27
Contoh: asusila, amoral
antarbenua, antaruniversitas
caturtunggal, caturdasa
Dasawarsa, dasalomba
Ekasapta, ekawarna
- Bila bentuk terikat itu diikuti oleh kata yang diawali dengan huruf
capital, maka di antara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung (-).
Contoh: non-Indonesia
Pan-afrikanisme
- Maha sebagai unsur gabung ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya kecuali kata yang mengikutinya itu bukan kata dasar.
Contoh: Yang mempunyai sifat mahasempurna hanyalah Tuhan.
Dengan nama Allah yang Maha pengasih dan Maha
Penyayang.
(3) Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
Contoh: anak-anak, buku-buku
Biri-biri, kupu-kupu
Porak-poranda, tunggang-langgang
Dibesar-besarkan, ditonjol-tonjolkan
Menulis bentuk ulang dengan kata angka dua (2) seperti dalam ejaan
lama, jelas menyalahi ketentuan tentang penulisan kata ulang. Hal itu
hanya dapat kita lakukan bila tulisan itu untuk keperluan kita sendiri,
misalnya ketika menulis cepat untuk mencatat pelajaran atau kuliah yang
disampaikan oleh pengajar, atau untuk menulis notula.
(4) Gabungan Kata
1. Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah
khusus, bagian-bagiannya ditulis terpisah.
Contoh: orang tua
Simpang empat
Mata pelajaran
Rumah sakit
28
2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan
salah pengertian dapat diberi tanda hubung untuk menegaskan
pertalian antara unsur yang bersangkutan.
Contoh: anak-istri (jika yang dimaksud anak dan istri)
Ibu-bapak (jika yang dimaksud sama dengan ayah bunda).
3. Gabungan kata yang lazim dianggap sebagai satu kata ditulis
serangkai.
Contoh : bismillah Akhirulkalam
Alhamdulillah Kepada
Siraturrahmi Bumiputra
Halalbihalal Matahari
(5) Kata Ganti ku, mu dan nya
Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya:
ku, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Contoh: yang kukatakan haruslah kauperhatikan.
Anakkku, anakmu, dan anaknya sudah setahun menjadi
anggota perkumpulan itu.
Catatan:
Syarat penulisan seperti di atas itu dikecualikan pada kata ganti Mu dan
Nya yang digunakan sebagai pengganti Tuhan. Oleh karena kata ganti
untuk Tuhan itu huruf awalnya kita tuliskan dengan huruf kapital, maka
antara kata yang mendahuluinya dengan kata ganti kita bubuhkan tanda
hubung. (Alasannya huruf kapital tidak terdapat di tengah kata).
Contoh : O, Tuhan, kepada-Mulah hamba memohon pertolongan.
Kepada-Nyalah kita sandarkan hidup kita karena dia Maha
pengasih dan Maha Penyayang.
(6) Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya
kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu
kata seperti kepada dan daripada.
Contoh: Di mana ada gula, di situ ada semut.
Di depan rumah itu dia memandang ke atas.
Abang ke luar dari pintu belakang.
29
Kata keluar sebagai lawan kata masuk yang tergolong jenis kata kerja kita
tuliskan serangkai sebagai satu kata, sedangkan ke luar lawan ke dalam
dituliskan terpisah.
Kata kemari dituliskan serangkai sebagai satu kata karena tidak ada
pasangannyua di mari dan dari mari.
(7) Kata si dan sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Contoh: Sambil menyanyikan lagu Indonesia Raya, Sang Saka
Merah Putih dinaikkan.
Karena alamat tidak jelas, surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim.
(8) Partikel
1. Partikel lah, kah, dan tah ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya.
Contoh: Siapakah yang sedang berpidato itu?
Pergilah sekaranmeminta tolong?
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Contoh: Dibujuk pun tidak akan dia menurut.
Jangankan dua kali, sekali pun aku tak mau.
Hari pun malamlah.
Bukan hanya engkau, aku pun ingin menonton.
Pada kata-kata berikut, yaitu kata-kata yang hubungannya dengan
partikel pun sudah padu benar, partikel itu ditulis serangkai saja
dengan kata yang mendahuluinya.
Adapun ataupun maupun
Andaipun kalaupun betapapun
Meskipun biarpun bagaimanapun
Contoh: Adapun permintaannya itu sudah disampaikannya kepada
ibu bapaknya.
Kalaupun saya mau, ia tidak akan menerima.
Bagaimanapun ia berusaha, hasilnya selalu tidak
memuaskan.
Meskipun hari hujan, ia pergi juga ke sekolah.
30
Pada umumnya partikel pun yang dipisahkan dari kata yang
mendahuluinya itu dapat berarti sama dengan juga; atau kalimat itu
dapat diubah menjadi kalimat pengakuan yang didahului oleh kata
sambung meskipun atau sinonimnya; atau partikel pun berfungsi
sebagai penegas, sering dipakai bersama-sama dengan partikel lah
dalam satu klausa. Perhatikan contohnya di bawah ini:
a. (1) Aku pun ingin menonton.
(2) Aku juga ingin menonton.
b. (1) Sekali pun aku tak mau.
(2) Meskipun hanya sekali, aku tak mau.
3. Partikel per yang berarti 1) ‘demi’; 2) ‘tiap’; 3) ‘mulai’ ditulis terpisah
dari bagian-bagian kalimat yang mendahuluinya atau mengikutinya.
Conoth: Barang-barang itu diperiksanya satu per satu.
Berapa harga kain itu per meter ?
Kenaikan gajinya itu dihitung per 1 Juni 1980.
(9) Angka dan Lambang Bilangan
1. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor.
Di dalam tulisan, lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Pemakaiannya diatur lebih lanjut dalam pasal-pasal yang berikut ini.
Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII,VIII, IX, X.
2. Angka digunakan untuk menyatakan
a. ukuran panjang, berat, luas dan isi;
b. satuan waktu;
c. nilai uang; dan
d. kuantitas
3. Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah,
apartemen, atau kamar pada alamat.
Contoh: Jalan Diponegoro 58, Jakarta Pusat
Jalan Sungai Saddang IV no.20 Ujung Pandang
Hotel Ambarukmo, Kamar 234
31
4. Angka digunakan juga untuk menomori karangan dan ayat kitab suci
atau bagiannya.
Contoh: Bab XV, Pasal 36, halaman 8
Surat Ali Imran: 32
5. Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
a. Bilangan utuh
Contoh: 15 lima belas
37 tiga puluh tujuh
564 lima ratus enam puluh empat
b. Bilangan pecahan
Contoh: 1/2 setengah
4/5 empat perlima
1/15 seperlima belas
6. Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara
yang berikut.
Hari Ulang Tahun Republik Indonesia XXXV
Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-35
Abad XV
Abad ke-15
Abad kelima belas
7. Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran –an mengikuti
cara yang berikut.
Contoh: tahun 30-an atau tahun tiga puluhan
Uang 5000-an atau uang lima ribuan
8. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata
ditulis dengan huruf, kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai
secara berurutan, seperti dalam pemerincian dan pemaparan.
Contoh: telah tiga kali ia dating ke sini
Dibelinya dua puluh buah durian di pasar itu.
Yang terdaftar 50 orang laki-laki dewasa, 15 orang perempuan
dewasa, 36 orang anak laki-laki, dan 25 orang anak perempuan.
9. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu,
susunan kalimat diubah sehingga bilangan, yang dapat dinyatakan
dengan satu atau dua kata, tidak terdapat lagi pada awal kalimat.
32
Contoh: Penduduk Indonesia berjumlah 147 juta orang.
Negara itu menerima pinjaman 650 juta dolar Amerika dari
Bank Dunia.
10. Kecuali di dalam dokumen resmi, seperti akte dan kuitansi, bilangan
tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks.
Contoh: Jumlah murid di kelas tiga dua puluh orang.
Bukan : Jumlah murid di kelas tiga 20 (dua puluh) orang.
11. Kalau bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya
harus tepat.
Contoh: Piutang kami pada Tuan sejumlah Rp. 5.356.000 (lima
juta tigas ratus lima puluh enam ribu rupiah) kiranya dapat
Tuan lunasi dalam bulan ini juga.
3.4 Penulisan Unsur Serapan
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari
pelbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari unsur bahasa
Sanserkerta, Arab, Portugis, Belanda, Inggris.
Berdasarkan taraf integrasinya unsur pinjaman dalam bahasa
Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar ; pertama, unsur
pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia,
seperti : reshuffle, shuttle cock, l’exploitation de l’homme par l’homme.
Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi
pengucapannya masih mengikuti cara asing.
Kedua, unsur pinjaman yang pengucapannya dan penulisannya
disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan
agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya
masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.
Kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur serapan ialah sebagai berikut.
aa (belanda) menjadi a
paal pal
octaaf oktaf
ae, jika tidak bervariasi dengan e, tetap ae
aerobe aerob
aerodynamics aerodinamika
33
ae, jia bervariasi dengan e, menjadi e
haemoglobin hemoglobin
audiogram audiogram
hydraulic hidraulik
c, di depan a, u, o, dan di depan konsonan, menjadi k
construction konstruksi
cubic kubik
classification klasifikasi
c, di depan e, I, oe, dam y, menjadi s
central sentral
cent sen
circulation sirkulasi
cc, di depan e, dan I, menjadi ks
accent aksen
caccine vaksin
cch dan ch, di didepan a, o, dan di depan konsonan, menjadi k
saccharin sakarin
charisma karisma
ch, yang lafalnya s atau sy, menjadi s
achelon aselon
machine mesin
ch, yang lafalnya c menjadi c
check cek
china Cina
c, (sanskerta) menjadi s
cabda sabda
castra sastra
e, tetap e
effect efek
description deskripsi
synthesis sintesis
system sistem
34
Menurut aturan EYD ini kata sintesis dan sistem merupakan bentuk baru
sesuai dengan bunyi aturan di atas ini. Jadi, bukan lagi sintese atau
sintesa, dan sistim.
ea tetap ea
idealist idealis
habeas habeas
ee (Belanda) menjadi e
stratosfeer stratosfer
systeem system
gh menjadi g
sorghum sorgum
gue menjadi ge
igue ige
gigue gige
i pada awal suku kata di depan vocal, tetap i
iamb iambe
ion ion
ie (Belanda), jika lafalnya I, menjadi i
politiek politik
riem rim
ie, jika lafalnya bukan i, tetap ie
variety varietas
patient pasien
efficient efisien
Huruf-huruf yang tidak berfungsi dalam bahasa Indonesia, dihilangkan
saja. Perhatikan contoh di atas. Huruf t pada akhir kata patient dan
efficient dan huruf kedua pada kata efficient kita hilangkan saja.
kh (Arab), tetap kh
khusus khusus
akhir akhir
ng tetap ng
contingent kontingen
congress kongres
linguistics linguistic.
35
oe (oi Yunani) menjadi e
oestrogen estrogen
oenology enology
foetus fetus
oo (Belanda) menjadi o
komfoor kompor
provoost provos
Kata kompor sudah lama kita gunakan dalam bentuk itu dapat dikatakan
kata bentukan rakyat sehingga f diubah menjadi p. Tetapi, pada kata atau
istilah yang baru saja kita buat, f atau v tetap dan tidak lagi kita ganti
degan p. Perhatikan kata provos yang tidak dijadikan propos. Lihat juga
contoh yang lalu : fanatik, faktor, fosil, bukan panatik, paktor, posil.
oo (Inggris) menjadi u
cartoon kartun
proof pruf
pool pul
oo (vocal ganda) tetap oo
zoology zoologi
coordination koordinasi
Catatan:
Vokal ganda oo di sini tidak diucapkan seperti vocal panjang, tetapi
diucapkan seperti dua buah vocal /o/; misalnya, ko-ordinasi.
ou jika lafalnya (au), menjadi au
bout baut
ou jika lafalnya (u), menjadi u
gouverneur gubernur
coupon kupon
ph menjadi f
phase fase
physiology fisiologi
ps tetap ps
pseudo pseudo
psychiatry psikiatri
36
q menjadi k
aquarium akuarium
frequency frekuensi
Masing-masing tetap ditulis dengan u (bukan w) agar dekat kepada ejaan
bahasa asalnya.
sch di depan vocal menjadi sk
schema skema
schizophrenia skizofrenia
scholasticism skolastisisme
t di depan i, jika lafalnya (s), menjadi s
ratio rasio
actie, action aksi
patient pasien
th menjadi t
theocracy teokras
method, methode metode
u tetap u
unit unit
nucleolus nukleolus
ue tetap ue
conduit konduite
duit duit
ou tetap ou
quorum kuorum
quota kuota
v tetap v
vitamin vitamin
television televisi
cavalry kavaleri
x, pada awal kata, tetap x
xanthate xantat
xenon xenon
xylophone xilofon
37
x, pada posisi lain, menjadi ks
executive eksekutif
taxi taksi
extra ekstra
exceptie eksepsi
z, tetap z
zenith zenith
zodiac zodiac
zaman zaman
Huruf konsonan ganda menjadi konsonan tunggal kecuali kalau bentuk itu
dapat membingungkan.
gabbro gabro
accu aki
effect efek
commission komisi
Catatan:
1. Unsur-unsur yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia dan lazim
dieja secara Indonesia tidak perlu lagi diubah ejaannya.
Conoth: kabar, sirsak, iklan, perlu, hadir.
2. Sekalipun dalam ejaan ini huruf c dan x d i t e r i m a sebagai bagian
abjad Indonesia, unsur yang mengandung kedua huruf itu
diindonesiakan menurut kaidah yang terurai di atas. Kedua huruf itu
dipertahankan dalam penggunaan tertentu saja seperti dalam
pembedaan nama dan istilah khusus.
Di samping pegangan untuk penulisan unsur serapan tersebut
di atas, berikut ini didaftarkan juga akhiran-akhiran asing serta
penyesuaiannya dalam bahasa Indonesia. Akhiran itu diserap sebagai
bagian kata yang utuh. Kata seperti standardisasi, implementasi, dan
objektif diserap secara utuh di samping kata standar, implemen, dan
objek.
-aat menjadi -at
advokaat advokat
traktaat traktat
38
-age menjadi -ase
percentage persentase
etalage etalase
-ary, -air menjadi -er
complementary, compementair komplementer
primary, primair primer
secondary, secundair sekunder
-ant menjadi -an
accountant akuntan
informant informan
-archy, -archie menjadi -arki
Anarchy, anarchie anarki
Oligarchy, oligarchie oligarki
-al, -eel, -all menjadi -al
Struktural, structureel struktural
Formal, formeel formal
Ideal, ideal ideal
Normal, normal normal
-ein tetap -ein
cystein sistein
protein protein
-or, -eur menjadi -ur
director, directeur direktur
Inspector, inspekteur inspektur
-or tetap -or
Dictator diktator
-ive, ief menjadi -if
descriptive, descriptief deskriptif
demonstrative, demonstratief demonstrative
-ic, ics, ique, iek, ica (nominal) menjadi -ik, -ika
phonetics, phonetiek fonetik
physics, physica fisika
39
-ile, -ilel menjadi -il
Percentile, percentile persentil
Mobile, mobile mobil
-ic (adjektif), -isch menjadi -ik
Electronic, electronisch elektronik
Mechanic, mechanisch mekanik
Ballistic, balistisch balistik
-ical, -isch menjadi -is
Economical, economisch ekonomis
Practical, practisch praktis
Logical, logish logis
-ism, -isme menjadi -isme
modernism, modernisme modernism
communism, communism komunisme
imperialism, imperialism imperialism
-ist menjadi -is
publicist publisis
terrorist teroris
-logy, -logie menjadi -logi
technology, technologie teknologi
physiology, physiologie fisiologi
analogy, analogie analogi
-logue menjadi -log
catalogue catalog
dialogue dialog
3.5 Tanda Baca
Tanda Titik (.)
1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau
seruan.
Contoh: Kami bersaudara lima.
Suruhlah ia berangkat sekarang juga.
2. Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang atau unsurnya.
Contoh: St. Muh. Zain Sukanto S..A..
40
3. Tanda titik dipakai pada akhir singkatan atau unsur singkatan gelar,
jabatan, pangkat, dan sapaan.
Contoh: Bc.Hk. Bakalaureat Hukum
Dr. Doktor
dr. dokter
Ir. Insinyur
4. Tanda titik dipakai pada singkatan kata atau ungkapan yang sudah
sangat umum. Pada singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih
hanya dipakai satu tanda titik.
Contoh: a.n. atas nama
u.b. untuk beliau
u.p. untuk perhatian
y.l. yang lalu
dll. dan lain-lain
5. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan,
ikhtisar, atau daftar. (Lihat juga pemakaian tanda kurung dalam bab V
ini, pasal J, ayat 3)
Contoh: A. Departemen Dalam Negeri
B. Direktorat Jenderal pembangunan Masyarakat Desa
C. Direktorat Jenderal Agraria
Penyiapan Naskah : 1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar Tangan
1.2.2 Tabel
1.2.3 Grafik
6. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik
yang menunjukkan waktu.
Contoh: Pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik).
7. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik
yang menunjukkan jangka waktu.
Contoh: 1.35.20 jam (1 jam, 35 meni, 20 detik)
20.30 menit (20 menit, 30 detik)
41
8. Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan angka ribuan, jutaan, dan
seterusnya yang tiak menunjukkan jumlah.
Contoh: ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
PT Perseroan Terbatas
WHO Word Health Organization
9. Tanda titik dipakai dalam singkatan lambang kimia, satuan ukuran,
takaran, timbagan, dan mata uang.
Contoh: cm sentimeter
l liter
kg kilogram
Rp rupiah
10. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala
karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Contoh: Gunung Galunggung Meletus Lagi
Perbandingan Jumlah Murid Laki-laki dan perempuan
Kisah antara Manusia
12. Tanda titik tidak dipakai di belakang alamat pengirim dan alamat
surat, atau nama dan alamat penerima surat.
Contoh: Yth. Prof.Dr. Amin Yusar
Jalan P.Senopati 24
Yogyakarta-
Redaksi Majalah Intisari
Jalan Palmerah Selatan 26-28
Jakarta
Tanda Koma (,)
1. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam pemerincian atau
pembilangan.
Contoh : Di dalam ruangan itu ada meja, kursi, lemari, dan
rak buku.
Satu, dua, …tiga !
42
Pada contoh di atas Anda lihat bahwa tanda koma digunakan
sebelum kata dan. Tanda koma di depan kata dan tidak digunakan
bila kata dan itu berfungsi mengumpulkan dua benda, hal, kerja dsb.
Contoh : Anas melompat dan berteriak gembira
Andi suka membaca buku dan majalah, mengumpulkan
perangka dan kotak korek api, serta berkemah dengan
kawan-kawannya.
2. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari
kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata (akan) tetapi,
melainkan, sedangkan.
Contoh : Orang itu kaya, tetapi tak pernah ia bersedekah.
Wanita itu bukan istri saya, melainkan istri kakak saya.
Ia bermalas-malas saja, sedangkan orang tuanya
berpayah-payah mencari uang untuk keperluan
sekolahnya.
3. a. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induknya
apabila anak kalimat tersebut mendahului induk kalimatnya.
Contoh : Untuk biaya hidupnya dirantau, orangtunya mengiriminya
lima puluh ribu rupiah sebulan.
Asal engkau belajar sungguh-sungguh, pasti engkau akan
berhasil dalam ujian itu.
b. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk
kalimat apabila anak kalimat tersebut mengikuti induk kalimatnya.
Contoh : Orang tuanya mengiriminya lima puluh ribu rupiah
sebulan untuk biaya hidupnya di rantau.
Engkau pasti akan berhasil dalam ujian itu asal engkau
belajar sungguh-sungguh.
4. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung
antar kalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya
oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun demikian, akan tetapi.
Contoh : ……… Oleh karena itu, untuk masa yang akan datang
haruslah engkau selalu berhati-hati dalam sebarang
pekerjaanmu.
43
…… jadi, persoalan itu haruslah dirundingkan dengan ibu
bapaknya dahulu sebelum engkau mengambil keputusan.
5. Tanda koma dipakai di belakang kata-kata seperti o, ya, wah, aduh,
kasihan, yang terdapat pada awal atau tengah kalimat.
Contoh : O, itukah yang kau maksud?
Wah, keterampilannya bermain bola sangat
mengagumkan.
Hati-hati, ya, nanti engkau jatuh!
6. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian
lain dalam kalimat. (lihat juga pemakaian tanda petik pada bab ini,m
pasal L dan M)
Contoh : kata ibu, “Besok engkau harus bangun pagi-pagi.”
“Besok engkau harus bangun pagi-pagi,” kata
Ibu,-“karena kita akan berangkat sebelum matahari terbit.”
7. Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian
alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat wilayah atau
negeri yang ditulis berurutan.
Contoh : Surat ini hendaklah dialamatkan kepada Sdr. Husni.
Amelz, jalan Buah Batu 102, Bandung
Ambarawa, 15 Agustus 1982
Manila, Filipina
8. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik
susunannya dalam daftar pustaka.
Contoh : Tambajong, Japi. Dasar-dasar Dramaturgi.
Pustaka Prima, 1981
9. Tanda koma dipakai di antara tempat penerbitan, nama penerbit, dan
tahun terbit.
Contoh: Tjokronegoro, Sutomo, Tjukupkah Saudara Membina
Bahasa persatuan Kita? Djakarta, Eresco, 1968.
10. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang
mengikutinya, untuk membedakannya dari singkatan nama diri,
keluarga, atau marga.
Contoh : Sri Sumantri, S.H.
Ny. Siti Rusiah, M.A.
44
11. Tanda koma dipakai di depan angka persepuluhan atau di antara
rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
Contoh : 254,55 kg
Rp 254,50
12. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan termasuk
keterangan aposisi. (Lihat juga pemakaian tanda pisah dalam bab ini,
pasal F)
Contoh : Hari Syukran, Direktur PT. Anugerah, seorang yang
terkemuka di kampung itu.
Saya, jika diperlakukan seperti, akan melawan.
13. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari
bagian lain dalam kalimat apabila petikan langsung tersebut berakhir
dengan tanda Tanya atau tanda seru.
Contoh : “ Di mana buku itu kau beli?” tanya Pak Guru.
“Jangan berdiri saja!” hardiknya.
Tanda Titik Koma (;)
1. Tanda titik koma dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat
yang sejenis dan setara.
Contoh: Dalam kecelakaan itu, selain kakinya patah, ia juga
mengalami gegar otak; kakaknya hanya menderita luka-
luka ringan.
2. Tanda titik koma dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di
dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
Contoh : Ayah mendengarkan warta berita; Ibu mendengarkannya
juga sambil merajut kaus kaki; Adik sedang belajar di
kamarnya; saya sendiri bercakap-cakap dengan Adri.
Tanda Titik Dua (:)
1. Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila
diikuti rangkaian atau pemerian.
Contoh : Yang sudah dipesan untuk keperluan kantor kami
ialah barang yang berikut: lemari, meja tulis, dan
kursi.
45
Yang diharapkan orang tuamu saat ini tiga hal : pertama,
kamu hendaknya belajar dengan rajin; kedua, kamu lulus
dalam ujian akhir, dan ketiga, kamu dapat memperoleh
pekerjaan yang dapat menunjang hidupmu sendiri.
2. Tanda titik dua tidak dipakai bila rangkaian atau pemerian itu
merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Contoh: Kantor yang baru itu memerlukan lemari, meja dan kursi.
Yang diharapkan orang tuamu daripadamu ialah agar
kami belajar rajin, lulus ujian akhir, kemudian bekerja
untuk menghidupi dirimu sendiri.
3. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang
memerlukan pemerian.
Contoh : a. Ketua : Ali Syaukani
Sekretaris : Syukri Gazali
Bendahara : Ida Sigar
b. Hari dan Tanggal : Senin, 13 September 1982
Waktu : Pukul 14.00-18.30
Tempat : Pusdiklatpos, Ruang 17
Jalan R.E. Martadinata 38 Bandung
4. Tanda titik dua dipakai dalam teks drama sesudah kata yang
menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Contoh: Suami : Kau menyesal sekaran karena memilih akau
sebagai suamimu, ya.
Istri : Tak ada yang perlu disesalkan karena semua
sudah terjadi.
Suami : Kau menyesal karena Amir yang pernah
dijodohkan orang tuamu dengan kau itu sekarang orang
yang berkedudukan tinggi, bukan?
5. Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nonor dan halaman, (ii) di
antara bab dan ayat dalam kitab-kitab suci, atau (iii) di antara judul
dan anak judul suatu karangan.
Contoh : (i) Tempo, 1 (1971), 34 : 7
(ii) Surah Al-Baqarah : 29
46
(iii) Karangan St. Takdir Alisjahbana, Grotta Azzura :
Kisah Cinta dan Cita, terbit tahun 1970.
Tanda Hubung (-)
1. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh
penggantian baris.
Contoh :
Suku kata yang terdiri atas satu huruf tidak dipenggal supaya jangan
terdapat satu huruf saja pada ujung baris atau pada pangkal baris.
Pemenggalan yang salah yang benar
2. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di
belakangnya, atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada
penggantian baris.
3. Tanda hubung menyambung unsure-unsur kata ulang.
Contoh : besar-besar
Bermain-main
Sedapat-dapatnya
Turun-temurun.
Angka 2 sebagai tanda ulang hanya digunakan pada tulisan cepat
atau notula dan tidak dipakai padateks karangan.
4. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan
bagian-bagian tanggal.
Contoh : s-e-y-o-g-i-a-n-y-a
19-9-1982
47
Dari dalam rumah i-tu terdengar ……
Dari dalam rumah itu terdengar ………
Dia tidak mengetahu- i kesulitan saya…..
Dia tidak mengetahui kesuliatan saya ….
….masuk dari pintu samping
5. Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas hubungan bagian-
bagian kata atau ungkapan.
Bandingkan : ber-evolusi dengan ber-revolusi
Ber-uang dengan be-ruang
6. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (a) se- dengan kata
berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (b) ke- dengan angka,
(c) angka dengan –an, dan (d) singkatan huruf capital dengan
imbuhan atau kata.
Contoh: (a) se-Indonesia
se-Jawa Barat
(b) abad ke-20
Perang Dunia ke-2
(c) tahun ’80-an
Angkatan ’50-an
7. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsure bahasa Indonesia
dengan unsure asing.
Contoh : di-reshulffle
Men-tackle
Tanda Pisah (-)
1. Tanda pisah (panjangnya dua kali tanda hubung) membatasi
penyisipan kata atau kalimat yang member penjelasan khusus di luar
bangun kalimat.
Contoh : kalau saya yang diminta menyelesaikan sengketa itu,
memang, saya baru mendapat keterangan tentang pertikaian
itu kemarin. –kedua belah pihak saya ajak berunding dulu
sebelum mereka berhadap-hadapan lagi.
2. Tanda pisah menegaskan adanya aposisi atau keterangan yang lain
sehingga kalimat menjadi lebih jelas.
Contoh : Umar Husni – Direktur PT Arjuna yang mengekspor hasil
hutan dari Kalimantan – adalah seorang pengusaha
terkenal di Jakarta.
48
Rangkaian penemuan ini – evolusi, teori kenisbian, dan
kini juga pembelahan atom – telah mengubah konsepsi
kita tentang alam semesta.
3. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggal yang berarti
‘sampai dengan’ atau di antara dua nama kota yang berarti ‘ke’ atau
‘sampai’.
Contoh : 1945-1983
Tanggal 15 – 31 januari 1983
Bandung – Jakarta
Tanda Tanya (?)
1. Tanda Tanya dipakai pada akhir kalimat Tanya.
Contoh : Berapa uang simpananmu?
Apa salahku, Bu?
2. Tanda Tanya dipakai di antara tanda kurung untuk menyatakan
bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan
kebenarannya.
Contoh : Katanya perempuan itu istrinya (?)
Uangnya sebanyak sepuluh juta rupiah (?) hilang.
Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang
berupa seruan atau perintah, atau yang menggambarkan kesungguhan,
ketidakpercayaan, atau rasa emosi yang kuat.
Contoh : Alangkah memalukan perbuatannya itu !
Aku tak suka melihat mukamu lagi di sini. Pergi!
Masakan! Sampai hati ia meninggalkan anak istrinya!
Merdeka!
Tanda Kurung ((...))
Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu
seri karangan. Angka atau huruf itu dapat juga diikuti oleh kurung
tutup saja.
49
Contoh : Keberhasilan pengajaran bergantung kepada beberapa
faktor :
1) murid; 3) metode pengajaran;
2) guru;
atau :
a) murid; c) metode pengajaran;
b) guru;
Tanda Kurung Siku ([ .. . ] )1. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai
koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis
orang lain. Tanda itu menjadi isyarat bahwa kesalahan itu memang
terdapat di dalam naskah asal
Contoh : Sang Sapurba men [d ] engar bunyi gemersik.
2. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang
sudah bertanda kurung.
Contoh : (perbedaan antara dua macam proses ini [ lihatBabI ]
tidak dibicarakan).
Tanda Petik (“…”)
1. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari
pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain. Kedua pasang tanda
petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
Contoh : “Pergilah sekarang,” kata Ibu.
“Saya belum siap,”seru Mira,”tunggu sebentar!”
2. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, bab buku apabila dipakai
dalam kalimat.
Contoh : “Penjual Es Lilin” karya Hamka dan sajak “Senyum
Hatimu Senyum” gubahan Amir Hamzah dapat kita
temukan dalam bunga rampai Sari Pustaka Indonesia.
3. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang masih kurang dikenal atau
kata yang mempunyai arti khusus.
Contoh : Pekerjaan itu dilaksanakannya dengan cara “coba dan
ralat” saja.
50
Celana “jengki” sudah tidak popular lagi dewasa ini.
4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengaakhiri petikan
langsung.
Contoh : Kata Pak Guru, “Besok kita berangkat pukul tujuh.”
Ali bertanya, “ Di mana kaubeli buku ini ?”
5. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di
belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai
dengan arti khusus.
Contoh : Petinju Muhammad Ali sering dijuluki “si Mulut Besar”.
Karena tubuhnya yang tinggi itu, ia dipanggil
“kak Jangkung”.
51
BAB IV
KALIMAT EFEKTIF
1. Pendahuluan
Gagasan dan pikiran (konsep) yang dimiliki oleh seorang penulis
dapat dipahami oleh pembaca jika diungkapkan dalam bentuk kalimat.
Kalimat dapat diungkapkan melalui rangkaian kata yang terpilih dan
tersusun sesuai dengan kaidah pembentukan kalimat. Kaidah
pembentukan kalimat sangat berkaitan dengan kelengkapan dan
keteraturan unsur sebuah kalimat. Unsur pembentuk kalimat berupa
subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan harus tampak dengan
jelas (eksplisit) dan disusun secara logis dan teratur. Kalimat yang jelas
dan teratur akan mudah dipahami oleh pembaca secara tepat sesuai
dengan maksud (informasi) yang ingin disampaikan penulisnya. Kalimat
yang memenuhi syarat tersebut berkaitan pula dengan keefektifan
kalimat. Seorang penulis yang telah menuangkan gagasan-gagasannya
dalam bentuk kalimat yang efektif akan membantu mewujudkan
keingintahuan pembaca terhadap isi sebuah tulisan.
Untuk memperjelas uraian yang berkaitan dengan pembentukan
kalimat akan dijelaskan tentang dasar-dasar pembentukan kalimat dan
unsur-unsur kalimat. Untuk memperjelas uraian yang berkaitan dengan
keefektifan kalimat akan dijelaskan lebih dahulu tentang kepaduan unsur
kalimat, kelogisan sebuah kalimat, kehematan penggunaan kata, dan
keparalelan bentuk kata.
2. Dasar-dasar Pembentukan Kalimat
Sebuah kalimat tunggal dibangun oleh satu pola kalimat, yaitu
sekurang-kurangnya terdiri atas dua unsur, yaitu unsur subjek (S) dan
unsur predikat (P). Subjek merupakan unsur yang menjadi pokok
pembicaraan, sedangkan predikat merupakan unsur yang memberikan
penjelasan terhadap pokok pembicaraan. Jika predikat kalimat
menggunakan kata kerja aktif transitif, kalimat tersebut harus dilengkapi
52
dengan objek (O) tertentu. Bagian lain yang berfungsi memberikan
penjelasan terhadap predikat kalimat adalah pelengkap (Pel) dan
keterangan (K).
3. Unsur-unsur Kalimat
Bagian inti yang harus hadir pada sebuah kalimat adalah subjek
dan predikat. Bagian inti kalimat adalah bagian yang tidak dapat
dihilangkan dalam struktur kalimat. Subjek kalimat berfungsi sebagai inti
pembicaraan, sedangkan predikat berfungsi sebagai penjelasan terhadap
subjek, yang dapat dilengkapi dengan objek (O), pelengkap (Pel) atau
keterangan (K). Hal tersebut dapat dilihat pada uraian berikut ini.
3.1 Subjek dan Predikat
Setiap kalimat memiliki unsur subjek dan predikat. Hubungan
antara subjek dan predikat turut menentukan isi pikiran yang terkandung
dalam sebuah kalimat. Kata atau kelompok kata yang digarisbawahi pada
contoh berikut berfungsi sebagai subjek dan predikat.
Contoh :
(1) Mereka sedang beristirahat. S P
(2) Perusahaannya semakin meningkat. S P
Unsur subjek dan predikat kalimat dapat dipertukarkan sehingga
membentuk variasi pola struktur kalimat.
Contoh :
(1a) Sedang beristirahat mereka. P S
(2a) Semakin meningkat perusahaannya. P S
3.2 Predikat dan Objek
Predikat kalimat memiliki hubungan yang erat dengan objeknya.
Artinya, antara predikat dan objek tidak boleh disisipi kata lain.
Contoh :
(3) Ani merayakan hari ulang tahunnya di rumah. S P O
(4) Mahasiswa sedang mengerjakan tugas di kelas. S P O K
53
Pengubahan pola kalimat dengan variasi lain harus tetap
mempertahankan posisi objek di belakang predikat (P/O).
Contoh :
(3a) Ani di rumah merayakan hari ulang tahunnya. S K P O
(3b) Di rumah Ani merayakan hari ulang tahunnya. K S P O
(3c) * Ani merayakan di rumah hari ulang tahunnya.S P K O
(4a) Mahasiswa di kelas sedang mengerjakan tugas. S K P O
(4b) Di kelas mahasiswa sedang mengerjakan tugas. K S P O
(4c) * Mahasiswa sedang mengerjakan di kelas tugas. S P K O
3.3 Objek dan Pelengkap
Objek dan pelengkap memiliki kesamaan, yaitu sama-sama
berada pada posisi di belakang predikat. Akan tetapi, objek pada kalimat
aktif dapat berubah menjadi subjek dalam kalimat pasif, sedangkan
pelengkap tidak dapat berubah menjadi subjek dalam kalimat pasif.
Contoh:
(5) Negara Indonesia berdasarkan pancasila. S P Pel
(6) Anak-anak itu sedang bermain bola. S P Pel
Objek pada kalimat (3) dan (4) dapat berubah menjadi subjek dalam
pemasifannya.
Contoh :
(3d) Hari ulang tahunnya dirayakan (oleh) Ani di rumah. S P Pel K
(4d) Tugas sedang dikerjakan oleh mahasiswa di kelas. S P Pel K
Pelengkap pada kalimat (5) dan (6) tidak dapat berubah menjadi subjek
dalam pemasifannya.
54
Contoh :
(5a) * Pancasila didasarkan negara Indonesia. S P Pel
(6a) * Bola sedang dimain anak-anak itu. S P Pel
3.4 Objek dan Keterangan
Objek dan keterangan adalah dua unsur yang sering muncul
dalam kalimat untuk melengkapi predikat. Hubungan antara objek dan
predikat lebih erat daripada hubungan antara keterangan dan predikat.
Oleh karena itu, keterangan dapat menduduki posisi berbagai posisi tanpa
mengubah makna kalimat., yaitu dapat berada di depan subjek, di antara
subjek dan predikat, di belakang predikat, tetapi tidak dapat berada di
antara predikat dan objek.
Contoh :
(7) Kami merayakan hari ulang tahunnnya kemarin. S P O K
Kalimat tersebut dapat divariasikan menjadi:
(7a) Kemarin kami merayakan hari ulang tahunnya. K S P O
(7b) Kami kemarin merayakan hari ulang tahunnya. S K P O
(7c) *Kami merayakan kemarin hari ulang tahunnya. S P K O
4. Keefektifan Kalimat
Kalimat efektif adalah kalimat yang mampu menyampaikan pikiran
(konsep) secara tepat dan dapat dipahami secara tepat pula oleh
pembaca. Pengefektifan sebuah kalimat dapat dilakukan dengan
memperhatikan kepaduan unsur kalimat, kelogisan sebuah kalimat,
kehematan kata, dan keparalelan bentuk kata. Kesalahan pemakaian dan
penempatan unsur-unsur tersebut dapat melahirkan kerancuan kalimat.
Kerancuan dapat menimbulkan kesalahpahaman terhadap ide atau
makna kalimat.
55
4.1 Kepaduan Unsur Kalimat
Makna sebuah kalimat dapat dipahami jika terdapat hubungan
yang jelas antara unsur yang membangun sebuah kalimat. Kata-kata yang
berfungsi sebagai subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan
saling berhubungan secara fungsional untuk membentuk kalimat
yang efektif.
Contoh :
(8) Dalam ruangan ini memerlukan dua puluh buah kursi. (tidak
padu/tidak efektif)
(8a) Ruangan ini memerlukan dua puluh buah kursi. (padu/efektif)
(8b) Dalam ruangan ini diperlukan dua puluh buah kursi. (padu/efektif)
(9) Kita harus menyelesaikan tentang persoalan itu. (tidak padu/tidak
efektif)
(9a) Kita harus menyelesaikan persoalan itu. (padu/efektif)
4.2 Kelogisan Sebuah Kalimat
Makna sebuah kalimat dapat dipahami oleh pembaca jika
hubungan antarbagian kalimat bersifat logis.
Ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam pembentukan kalimat
yang logis yaitu:
1) ketepatan pilihan kata;
2) kesesuaian pilihan kata;
3) ketepatan urutan kata;
4) ketepatan pemakaian imbuhan; dan
5) kelaziman pilihan kata.
1) Ketepatan Pilihan Kata
Ketepatan pilihan kata berkaitan dengan penempatan kata
sesuai dengan pasangan atau tempat kata itu dalam kalimat. Pilihan
kata ini dapat berupa kata dasar, kata jadian, kata depan, kata ganti,
dan kata sambung.
Contoh :
(10) Jam berapa anda berangkat? (tidak tepat/tidak efektif)
(10a) Pukul berapa anda berangkat? (tepat/efektif)
56
(11) Terima kasih atas perhatiannya. (tidak tepat/tidak efektif)
(11a) Terima kasih atas perhatian Bapak (tepat/efektif)
(12) Rumah yang mana miliknya telah dijual.
(tidak tepat/tidak efektif)
(12a) Rumah miliknya telah dijual. (tepat/efektif)
(13) Untuk mempersingkat waktu acara segera dimulai.
(tidak tepat/tidak efektif)
(13a) Untuk memanfaatkan waktu acara segera dimulai.
( tepat/efektif)
2) Kesesuaian Pilihan Kata
Kesesuaian pilihan kata berhubungan dengan situasi, kondisi,
dan keadaan pada waktu seseorang berbahasa. Kesesuaian pilihan
kata bekaitan pula dengan penggunaan bahasa profesi dalam bidang
tertentu.
Contoh:
(14) Untuk mencapai masyarakat madani diperlukan partisipasi dan
dedikasi seluruh lapisan masyarakat.
(15) Untuk mencapai masyarakat madani diperlukan peran serta dan
pengabdian seluruh lapisan masyarakat.
Kedua kalimat (14) dan (15) baik dan benar bergantung pada
kesesuaian dan tempat penggunaan bahasa tersebut.
3) Ketepatan Urutan Kata
Urutan kata dalam kalimat dapat memengaruhi kelogisan
sebuah kalimat. Urutan kata yang dimaksud adalah hubungan makna
antara kata yang satu dengan kata yang lain. Jika urutan kata tidak
sesuai dapat menimbulkan ketidaksesuaian makna.
Contoh:
(16) Ali membeli kemarin buku. (tidak sesuai/tidak efektif)
(16a) Ali membeli buku kemarin. (sesuai/efektif)
(17) Ulang tahun KORPRI ke-15 dirayakan secara sederhana.
(tidak sesuai/tidak efektif)
(17a) Ulang tahun yang ke-15 KORPRI dirayakan secara sederhana.
(sesuai/efektif)
57
4) Ketepatan Pemakaian Imbuhan
Pemakaian awalan dan akhiran yang tidak tepat dapat
menimbulkan ketidak logisan sebuah kalimat. Ketidakhadiran imbuhan
pada sebuah kalimat dapat menghasilkan kalimat yang rancu.
Contoh:
(18) Penonton melempari botol kepada para pemain. (rancu/tidak
efektif)
(18a) Penonton melemparkan botol kepada para pemain. (logis/efektif)
(19) Pak Ali mengajar bahasa Inggris. (rancu/tidak efektif)
(19a) Pak Ali mengajarkan bahasa Inggris. (logis/efektif)
5) Kelaziman Pilihan Kata
Makna sebuah kalimat dapat dipahami oleh pembaca jika
pilihan kata yang digunakan berkaitan dengan penggunaan kata yang
terdapat dalam kamus. Dalam hal ini, penggunaan kata-kata asing
yang belum diindonesiakan sebaiknya dihindari. Kata-kata asing yang
dapat digunakan adalah kata-kata asing yang sudah diserap ke dalam
bahasa Indonesia
Contoh:
(20) Kita harus memperhatikan background suatu peristiwa.
(tidak lazim/tidak efektif)
(20a) Kita harus memperhatikan latar belakang suatu peristiwa.
(lazim/efektif)
(21) Kegiatan ini merupakan foll up dari kegiatan sebelumnya.
(tidak lazim/tidak efektif)
(21a) Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan sebelumnya.
(lazim/efektif)
4.3 Kehematan Kata
Makna sebuah kalimat dapat dipahami oleh pembaca jika
kata yang digunakan tidak mubazir atau hemat. Dalam hal ini,
perangkaian dua kata atau lebih yang memiliki makna yang sama atau
mirip dapat menimbulkan makna berlebihan.
58
Ada tiga hal yang berkaitan dengan kehematan penggunaan kata yaitu:
1) di dalam satu kelompok kata tidak terdapat dua kata atau lebih
yang sama maknanya.
Contoh :
(22) Sejak dari kecil mereka sudah menderita. (boros/tidak efektif)
(22a) Sejak kecil mereka sudah menderita. (hemat/efektif)
(22b) Dari kecil mereka sudah menderita. (hemat/efektif)
(23) Keputusan itu adalah merupakan keputusan bersama.
(boros/tidak efektif)
(23a) Keputusan itu merupakan keputusan bersama. (hemat/efektif)
2) Kata kedua pada rangkaian kata
Sebenarnya Kata kedua pada rangkaian kata itu tidak perlu
lagi karena makna yang terkandung di dalamnya sudah ada pada
kata yang pertama yang medahuluianya.
Contoh :
(24) Maju ke depan lima langkah. (boros/tidak efektif)
(24a) Maju lima langkah. (hemat/efektif)
(25) Benda itu dinaikkan ke atas podium sebelum upacara dimulai.
(boros/tidak efektif)
(25a) Benda itu dinaikkan ke podium sebelum upacara dimulai.
(hemat/efektif)
3) Bentuk jamak tidak dinyatakan dua kali dalam kalimat
Bentuk jamak tidak dinyatakan dua kali dalam kalimat yang
diwujudkan melalui penggunaan kata yang mubazir atau
berlebihan.
Contoh :
(26) Beberapa hal-hal yang disampaikan oleh anggota DPR perlu
ditanggapi secara serius oleh pemerintah. (boros/tidak efektif)
(26a) Beberapa hal yang disampaikan oleh anggota DPR perlu
ditanggapi secara serius oleh pemerintah. (hemat/efektif)
(27) Beberapa masalah-masalah yang dihadapi pemerintah
sekarang belum diatasi dengan baik. (boros/tidak efektif)
59
(27a) Beberapa masalah yang dihadapi pemerintah sekarang belum
diatasi dengan baik. (hemat/efektif)
4.4 Keparalelan Bentuk Kata
Keparalelan (kesejajaran) adalah penggunaan bentuk-bentuk
bahasa yang sama atau konstruksi yang sama dalam kalimat.
4.5 Bentuk-Bentuk Paralelisme
Bentuk-bentuk paralelisme terdiri atas :
1) Jika sebuah gagasan dalam suatu kalimat dinyatakan dengan
kata kerja (me-kan atau di-kan), gagasan berikutnya juga
dinyatakan dengan kata kerja (me-kan, atau di ka-kan)
Contoh :
(28) Penyakit alzheimer alias pikun adalah satu segi usia tua yang
paling mengerikan dan berbahaya sebab pencegahan dan
mengobatinya tidak ada yang tahu. (tidak paralel/tidak efektif)
(28a) Penyakit alzheimer alias pikun adalah satu segi usia tua yang
paling mengerikan dan berbahaya sebab pencegahan dan
pengobatannya tidak ada yang tahu. (paralel/efektif)
(28b) Penyakit alzheimer alias pikun adalah satu segi usia tua yang
paling mengerikan dan membahayakan sebab mencegah dan
mengobatinya tidak ada yang tahu. (paralel/efektif)
(29) Setelah dipatenkan, memproduksi, dan memasarkan masih ada
lagi sumber pengacau yaitu peniruan yang langsung atau tidak
langsung. (tidak paralel/tidak efektif)
(29a) Setelah dipatenkan, diproduksikan, dan dipasarkan, masih ada
lagi sumber pengacau yaitu peniruan yang langsung atau tidak
langsung.
2) Jika sebuah gagasan dalam suatu kalimat dinyatakan dengan kata
benda (pe-an dan ke-an), gagasan selanjutnya juga dinyatakan
dalam kata benda (pe-an dan ke-an).
Contoh :
(30) Dengan penghayatan yang sungguh-sungguh terhadap
profesinya serta memahami tugas yang diembannya, Pak
60
Ahmad telah berhasil mengakhiri masa jabatannya dengan baik.
(tidak paralel/tidak efektif)
(30a) Dengan penghayatan yang sungguh-sungguh terhadap
profesinya serta pemahaman tugas yang diembannya, Pak
Ahmad telah berhasil mengakhiri masa jabatannya dengan baik.
(paralel/efektif)
3) Jika sebuah gagasan dalam suatu kalimat dinyatakan dengan
frasa, maka gagasan selanjutnya juga dinyatakan dalam
bentuk frasa.
Contoh :
(31) Sebuah perusahaan pernah mengeluh bahwa sekali ia tampak
bangkrut, langganan terbaiknya pun mulai menunda-nunda
pembayaran hutang, kerusakan-kerusakan barang yang dikirim,
diklaim, keterlambatan pengiriman barang mulai dikeluhkan, dan
seribu satu macam keluhan lainnya. (tidak paralel/tidak efektif)
(31a) Sebuah perusahaan pernah mengeluh bahwa sekali ia tampak
bangkrut, langganan terbaiknya pun mulai menunda-nunda
pembayaran hutang, mengklaim kerusakan-kerusakan barang
yang dikirim, mengeluh keterlambatan pengiriman barang, dan
seribu satu macam keluhan lainnya. (paralel/efektif)
4) Kalimat-kalimat dasar yang menjadi unsur dasar kalimat
majemuk setara sebaiknya merupakan unsur yang sejajar.
Jika kalimat dasar pertama berupa kalimat intransitif, kalimat dasar
kedua juga intransitif dalam kalimat yang membahas hal yang
sama atau hal yang berhubungan.
(32) X diartikan bilangan besar, sedangkan Y berarti bilangna kecil.
(32a) X diartikan bilangan besar, sedangkan Y diartikan bilangna kecil.
(32b) X berarti bilangan besar, sedangkan Y berarti bilangan kecil.
Selain kesejajaran bentuk verba pengisi predikat pada jenis kalimat
dasar yang menjadi unsur kalimat majemuk seperti pada contoh di
atas, kesejajaran urutan kalimat dasar pun harus diperhatikan. Jika
pola urutan kalimat dasar pertama subjek disertai predikat, pola urutan
kalimat dasar kedua juga harus subjek disertai predikat.
61
5. Kesimpulan
Pengajaran bahasa Indonesia di perguruan tinggi bertujuan
meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia bagi mahasiswa, baik
lisan maupun tulisan. Keterampilan yang diharapkan dalam pengajaran
bahasa Indonesia adalah keterampilan menulis karya ilmiah. Pengajaran
tersebut diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap kemampuan
keterampilan mahasiswa di dalam mengomunikasikan pengetahuannya
secara benar dan tepat. Dengan kemampuan dan keterampilan tersebut
mahasiswa dapat mengembangkan daya nalarnya melalui tulisan yang
akhirnya menghasilkan sarajana yang berkualitas. Mahasiswa sebagai
objek didik harus disiapkan kemampuannya pada berbagai aspek
termasuk aspek kemampuan menulis. Kemampuan menulis ditunjang
oleh kemampuan bahasa.
62
BAB V
PEMBENTUKAN PARAGRAF.
1. Pengertian Paragraf
Pembentukan paragraf merupakan salah satu syarat utama dalam
karang-mengarang dan tulis-menulis. Kemampuan membentuk dan
menyusun pikiran dalam paragraf adalah suatu kemampuan tersendiri
karena harus dipelajari dan dilatih.
Paragraf adalah satuan bahasa yang disusun oleh beberapa
kalimat. Paragraf adalah suatu kesatuan pikiran yang lebih tinggi dan lebih
luas daripada kalimat. Ia merupakan kumpulan beberapa kalimat, namun
kalimat itu bukan sekedar berkumpul, melainkan bertalian satu sama lain
dalam satu rangkaian yang membentuk sebuah isi pikiran. Isi pikiran
dalam paragraf tentulah lebih luas daripada kalimat. Melalui paragraf
gagasan menjadi jelas oleh uraian-uraian tambahan atau kalimat-kalimat
penjelas.
Perhatikan contoh berikut:
Contoh:
(1) Media massa merupakan salah satu sarana yang penting
untuk membina dan mengembangkan bahasa Indonesia
dalam rangka pembangunan bangsa. (2) Akan tetapi,
kenyataan menunjukkan bahwa melalui media massa ada
kelemahan dalam pemakaian bahasa Indonesia, baik secara
tertulis maupun secara lisan, (3) Misalnya kesalahan
pemakaian ejaan, ucapan, bentuk kata, dan kalimat.
(4) Dalam hubungan tersebut, media massa telah memberi
sumbangan yang berharga dalam pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia.
Pikiran utama paragraf di atas ada pada awal paragraf, yaitu
media massa salah satu sarana membina dan mengembangkan bahasa
Indonesia dalam rangka pembangunan bangsa. Paragraf di atas terdiri
63
atas empat kalimat satu kalimat topik dan tiga kalimat penjelas. Kalimat
penjelas bertugas menjelaskan kalimat topik.
2. Tujuan Pembentukan Paragraf
Adapun tujuan pembentukan paragraf adalah:
1) untuk memudahkan pengertiaan dengan jalan menyekat-nyekat
antara ide pokok yang satu dengan ide pokok lainnya.
2) untuk memisahkan atau menegaskan perhentian secara wajar dan
formal agar memungkinkan pemberian perhatian yang lebih lama dan
terarah untuk berkonsentrasi penuh terhadap tema alinea.
3. Ciri-ciri Paragraf
1) Kalimat pertama bertakuk ke dalam lima sampai tujuh ketukan spasi
untuk jenis karangan biasa.
2) Menggunakan pikiran utama (gagasa utama) yang dinyatakan dalam
kalimat topik.
3) Menggunakan sebuah kalimat topik dan selebihnya merupakan
kalimat pengembang yang berfungsi menjelaskan, menguraikan, atau
menerangkan pikiran utama yang ada dalam kalimat topik.
4) Paragraf menggunakan pikiran penjelas (gagasan penjelas) yang
dinyatakan dalam kalimat penjelas. Kalimat ini berisi detail-detail
kalimat topik. Paragraf bukan kumpulan kalimat-kalmat topik. Paragraf
hanya berisi satu kalimat topik dan beberapa kalimat penjelas. Setiap
kalimat penjelas berisi detail yang spesifik dan tidak mengulang
pikiran penjelas lainnya.
Paragraf mempunyai arti dan fungsi sangat penting dalam
karangan yang panjang. Pengarang dapat mengekspresikan keseluruhan
gagasan secara utuh, runtut, lengkap, menyatu, dan sempurna melalui
paragraf sehingga makna dapat dipahami oleh pembaca sesuai dengan
keinginan penulisnya Selain itu, paragraf dapat mendinamiskan sebuah
karangan sehingga menjadi lebih hidup, dinamis, dan enerjik. Paragraf
dapat pula menjembatani gagasan penulis dan pembacanya.
64
4. Fungsi Paragraf
Fungsi paragraf dapat dilihat berikut ini.
1) Mengekspresikan gagasan dengan memberi bentuk suatu pikiran dan
perasaan ke dalam serangkaian kalimat yang tersusun secara logis
dalam suatu kesatuan.
2) Menandai peralihan (pergantian) gagasan baru bagi karangan yang
terdiri atas beberapa paragraf.
3) Memudahkan pengorganisasian gagasan bagi penulis dan
memudahkan pemahaman bagi pembacanya.
4) Memudahkan pengembangan topik karangan ke dalam satuan-satuan
unit pikiran yang lebih kecil.
Sebuah paragraf terdiri atas sebuah kalimat utama dan beberapa
kalimat pengembang. Kalimat utama menyampaikan pikiran utama dan
kalimat pengembang menyampaikan pikiran penjelas.
5. Jenis-jenis Paragraf
Jenis-jenis paragraf terbagi dalam tiga aspek.
5.1 Berdasarkan Fungsinya dalam Karangan
Berdasarkan fungsinya dalam karangan, paragraf ini dibagi tiga jenis:
(1) Paragraf Pengantar
Paragraf pengantar atau paragraf pendahuluan berfungsi
sebagai pengantar pokok pembicaraan dalam karangan untuk sampai
kepada masalah yang dibahas. Paragraf pengantar harus mampu
menarik minat dan gairah pembaca, serta mampu menata pikiran
pembaca untuk mengetahui seluruh isi karangan
(2) Fungsi Paragraf pengantar:
Adapun fungsi paragraf pengantar sebagai berikut ini.
1) Mengungkap pokok persoalan yang mendasari masalah.
2) Menarik minat pembaca dengan mengungkapkan latar
belakang pentingnya masalah ditulis.
3) Mengungkap ide sentral gagasan yang akan ditulis.
4) Mengungkap pendirian (pernyataan maksud) sebagai
persiapan ke arah pendirian selengkapnya sampai dengan
akhir karangan.
65
Paragraf pengantar juga disebut paragraf topik sebab berfungsi
sebagai pengikat untuk semua paragraf dalam tulisan. Oleh karena
itu, paragraf pengantar harus disusun dengan apik dan semenarik
mungkin.
(3) Paragraf Penghubung
Paragraf penghubung adalah paragraf yang menghubungkan
atau menjembatangi antara paragraf pengantar dan paragraf penutup.
Semua permasalahan disampaikan pada paragraf ini. Jadi, dapat
dikatakan bahwa paragraf ini memuat pembahasan inti permasalahan.
(4) Paragraf Penutup
Paragraf penutup berada pada bagian akhir paragraf. Isi
paragraf penutup berupa simpulan dari semua uraian pada bab-bab
terdahulu. Paragraf ini juga merupakan penegasan atau pernyataan
kembali masalah-masalah penting telah disebutkan dalam paragraf
pengantar.
5.2.Berdasarkan Posisi Kalimat Utama
Berdasarkan posisi kalimat utama, paragraf di bagi empat jenis:
(1) Paragraf Deduktif
Paragraf deduktif adalah paragraf yang kalimat utamanya
berada pada posisi awal kalimat. Kemudian disusul oleh kalimat-
kaliamt penjelas yang menjelaskan ide pokok.
Contoh (1):
(1) Pengusaha Indonesia kini mulai mandiri. (2) Mereka
tidak lagi mengharapkan perlindungan sepenuhnya dari
pemerintah. (3) Namun, dalam kaitannya pesaingan global,
mereka berharap agar pemerintah melindungi produk
pertanian dengan cara membatasi impor. (4) Mereka juga
berharap agar pemerintah menegakkan hukum dan
memberatas KKN tanpa pandang bulu.
(2) Paragraf Induktif
Paragraf induktif adalah paragraf yang mengetengahkan
terlebih dahulu kalimat-kalimat penjelas kemudian kalimat topiknya
atau ide pokoknya.
66
Contoh (2):
(1) PT Genting Pazola pada awal tahun 2004 ini semakin
sulit pendapat konsumen. (2) Produknya mulai bekurang,
karyawannya semakin banyak yang pindah kerja, dan
beberapa karyawan mengeluh gaji yang tidak pernah naik,
padahal harga barang konsumsi terus melambung. (3) Hal
ini bisa dimaklumi oleh pimpinan perusahan dan sebagian
besar karyawan. (4) Bahkan, dokumen yang menyatakan
bahwa pajak perusahaan yang belum dibayar pun sudah
sampai kepada karyawan. (5) Pemilik perusahaan
menyadari bahwa desain produk sudah mulai usang,
peralatan teknis sudah ketinggalan teknologi, dan
kreativitas baru karyawan yang mendukung kinerja bisnis
sudah mengering. (6) Direksi dan seluruh karyawan
berkesimpulan sama, PT Genting Pazola telah bangkrut.
6. Syarat Paragraf yang Baik
Paragraf yang baik harus mempunyai syarat kesatuan, kepaduan,
ketuntasan, kerututatan, dan konsistensi penggunaan sudut pandang.
6.1 Kesatuan Paragraf (Kesatuan Pikiran)
Paragraf yang baik hanya mempunyai satu pokok pikiran.
Pokok pikiran tersebut ditempatkan dalam kalimat utama. Adapun
kalimat-kalimat pengembang berupa pikiran-pikiran penjelas
menjelaskan pikiran utama. Tidak satupun kalimat pengembang yang
tidak menjelaskan pikiran utama. Apabila ada kalimat pengembang
yang tidak menjelaskan pikiran utama maka paragraf tersebut rusak
kesatuannya.
Contoh (3):
(1) Kebebasan berekspresi berdampak pada
pengembangan kreativitas baru. (2) Beberapa siswa tingkat
SD sampai dengan tingkat SMU/SMK berhasil menjuarai
olimpiade fisika dan matematika. (3) Walaupun kebutuhan
ekonomi masyarakat relatif rendah, beberapa siswa
67
berhasil memenangkan kejuaraan dunia dalam lomba
tersebut, (4) Kreativitas baru tersebut membanggakan.
Contoh paragraf di atas tanpa kesatuan pikiran. Kalimat (1)
sampai dengan kalimat (3) menggunakan pikiran utama yang
berbeda-beda. Masing-masing tidak membahas satu pikiran yang
sama. Kalimat (4) mempunyai hubungan dengan kalimat satu.
Akibatnya, paragraf menjadi tidak jelas struktur dan maknanya.
Badingkan dengan paragraf berikut ini
Contoh (4):
(1) Kebebebasan berekspresi berdampak pada
pengembangan kretivitas baru, (2) Dengan kebebasan ini,
para guru dapat leluasa mengajar siswanya sesuai dengan
basis kompetensi siswa dan lingkungannya. (3) Kondisi
kebebsan tersebut menjadikan pembelajaran berlangsung
secara alami, penuh gairah, dan siswa termotivasi untuk
berkembang. (4) Siswa belajar dalam suasana gembira,
aktif, kreatif, dan produktif. (5) Dampak kebebasan ini,
setiap saat siswa dapat melakukan aberbagai eksperimen
dengan menyinergika bahan ajar di sekolah dan
lingkungannya.
Contoh paragraf (4) di atas mempunyai satu kesatuan pikiran.
Pikiran utama paragraf di atas adalah kebebasan berekspresi (kalimat
1). Kemudian kalimat 2 sampai dengan kalimat 6 adalah kalimat-
kalimat pengembang yang berisi pikiran-pikiran penjelas yang
menjelaskan pikiran utama.
6.2 Kepaduan
Kepaduan paragraf dapat dicapai dengan kalimat-kalimat yang
berhubungan secara logis. Hubungan pikiran-pikiran yang ada dalam
paragraf menghasilkan kejelasan struktur dan makna paragraf.
Hubungan kalimat tersebut menghasilkan paragraf menjadi satu padu,
utuh, dan kompak. Kepaduan ini dapat dibangun melalui repetisi
(pengulangan) kata kunci atau sinonim, kata ganti, kata transisi, dan
bentuk paralel.
68
(1) Pengulangan Kata Kunci
Kepaduan paragraf dapat pula dicapai dengan pengulangan
kata kunci. Semua kalimat yang dalam paragraf dihubungkan dengan
kata kunci atau sinonimnya. Kata kunci yang telah disebutkan pada
kalimat sebelumnya diulang pada kalimat kedua, ketiga, dan
seterusnya. Dengan pengulanngan itu kalimat menjadi padu, utuh,
dan kompak.
Contoh (6):
(1) Budaya merupakan sumber kreativitas baru.
(2) Budaya baik yang berupa sistem ideal, sistem sosial,
maupun sistem teknologi, ketiganya dapat dijadikan
sumber kretivitas baru. (3) Budaya yang bersumber pada
sistem ideal dapat mengarahkan kreativitas konsep-
konsep pemikiran filsafat, ilmu pengetahuan, dan lain-
lain. (4) Budaya bersumber sistem sosial dapat
mengendalikan perilaku sosial atau masyarakat termasuk
pemimpinnya. (5) Budaya yang bersumber pada sistem
teknologi dapat mengendalikan krestivitas baru
berdasarkan geografis bangsa, misalnya sebagai negara
pertanian harus memproduksi teknologi pertanian,
sebagai negara kelautan harus mengembangkan
teknologi kelautan, dan sebagainya. (6) Sinergi dari
ketiga sistem budaya dapat menghasilkan kreativitas
yang lebih sempurna.
(2) Kata Ganti
Kepaduan dapat dicapai dengan penggunaan kata ganti,
pronominal, atau padanan. Sebuah kata yang telah disebutkan
pada kalimat pertama (terdahulu) dapat disebutkan kembali pada
kalimat berikutnya dengan kata gantinya. Kata ganti atau padanan
dapat pula menggantikan kalimat, paragraf, dan dapat pula
menggantikan bab.
69
Contoh:
(1) Kata ganti:
Pegawai itu – ia
Pegawai-pegawai itu – mereka
Seorang perempuan – ia
Banyak perempuan – mereka
Saya da kita – kami
Saya dan kamu – kita
(2) Padanan:
Ekonomi Indonesia segera bangkit. Hal ini ditandai
dengan stabilnya nilai rupiah . Selai itu, hal ini juga dapat
dirasakan adanya kenaikan pendapatan nasional sebesar
lima persen setahun sejak awal 2005 sampai dengan
akhir 2006. Hal ini ....,
Dalam paragraf ini dibahas pembinaan ekonomi masyarakat kecil.
Paragraf tersebut ....
(3) Kata Transisi
Kata transisi yaitu kata penghubung, konjungsi, perangkai
yang penyatakan adanya hubungan, baik intrakalimat maupun
antarkalimat. Penggunaan kata transisi yang tepat dapat
memadukan paragraf sehingga keseluruhan kalimat menjadi padu,
menyatu, dan utuh. Kata transisi digunakan berdasarkan fungsi
makna yang dihubungkan. Kata transisi menyatakan hubungan
sebagai berikut:
No
. Menyatakan Hubungan Kata/Frase Transisi
1. Sebab, akibat, hasil Sebab, karena, akibatnya, maka
oleh karena itu, oleh sebab itu,
dampaknya, hasilnya, jadi, dengan
demikian.
2. Pertentangan Tetapi, akan tetapi, namun,
berbeda dengan itu, meskipun
demikian, sebaliknya, kebalikan
70
daripada itu, kecuali itu.
3. Hubungan waktu Baru-baru ini, ketika, sejak,
segera, beberapa saat kemudian,
sementara itu.
4. Hubungan perbandingan Dalam hal yang sama, lain halnya
dengan, sebaliknya, lebih daripada
itu, berbeda dengan itu
5. Hubungan tempat Berdekatan dengan itu, di sini, ke
seberang, di sepajang jalan ini.
6. Hubungan Tujuan Agar, supaya, untuk maksud
tersebut, guna
7. Hubungan pertambahan Tambahan pula, berikutnya, juga,
kemudian, selain itu, lebih lanjut, di
samping itu, lebih-lebih, dalam hal
demikian, dengan kata lain.
8. Hubungan syarat Jika, jikalau, apabila, kalau.
9. Hubungan cara Dengan cara ini, cara yag
demikian, cara ini.
10. Hubungan singkatan Singkatnya, ringkasnya, pendek
kata
11. Hubungan urutan Mula-mula, pertama, kedua,
akhirnya, sesudah itu, selanjutnya.
12. Hubungan penegasan Jadi, dengan demikian, bahwa,
jelaslah bahwa
7. PENGEMBANGAN PARAGRAF
71
1. Pendahuluan
Paragraf yang baik adalah paragraf yang dibangun beberapa
kalimat yang saling berhubungan. Kalimat tersebut diikat oleh satu pikiran
utama dan dijelaskan secara terinci oleh beberapa pikiran penjelas.
Pikiran utama dan pikiran penjelas masing-masing tertuang dalam kalimat
utama dan kalimat penjelas. Jadi, dalam sebuah paragraf terdapat satu
kalimat utama da beberapa kalimat penjelas. Ada beberapa cara
penempatan kalimat utama dalam sebuah paragraf yang disesuaikan
dengan jalan pikiran penulisnya.
2. Cara Penempatan Pikiran Utama
2.1 Pikiran Utama pada Awal Paragraf
Paragraf dimulai dengan mengemukakan pikiran utama yang
terdapat dalam satu kalimat. Penjelasan terhadap pikiran utama
tersebut diberikan melalui kalimat-kalimat penjelas. Penempatan
kalimat utama pada awal paragraf menunjukkan adanya pikiran utama
yang mudah terbaca oleh pembaca dan dapat langsung mengundang
perhatian pembaca untuk mengikuti penjelasan selajutnya. Cara ini
sering diterapkan dalam penulisan karya tulis ilmiah karena mudah
dilakukan dan dapat segera mengundang perhatian pembaca.
Paragraf yang demikian mengikuti cara berpikir deduktif (dari umum
ke khusus) yang disebut pula paragraf deduktif.
Contoh (1):
(1) Kekeringan yang melanda pulau ini berakibat sangat
parah. (2) Sumur sudah tidak banyak mengeluarkan
air. (3) Ternak sudah lama tidak memperoleh
makanan yang berupa rerumputan hijau. (4)
Pepohonan pun di mana-mana tampak melayu.
(5) Banyak sawah yang tidak digarap lagi
kerena tanahnya mengeras dan pecah-pecah.
Gagasan pokok pada paragraf di atas adalah akibat kekeringan
yang parah ada pada kalimat (1). Kalimat (2) sampai dengan kalimat
72
(5) adalah kalimat penjelas yang masing-masing memberikan penjelasan
keadaan yang disebutkan dalam kalimat (1).
2.2 Pikiran Utama pada Akhir Paragraf
Pikiran utama pada sebuah paragraf dapat pula ditempatkan
pada akhir paragraf. Paragraf jenis ini terlebih dahulu dikemukakan
kalimat penjelas, kemudian disudahi dengan kalimat utama yang
memuat pikiran utama. Paragraf jenis ini disebut paragraf induktif
(mengikuti cara berpikir dari khusus ke umum).
Contoh (2):
(1) Ia memulai uasahanya dengan modal yang terbatas.
Pelanggannya terdiri atas pekerja kasar dan penjual eceran
di pasar yang singgah di warungnya sarapan pagi sebelum
bekerja. (2) Karena pelayanannya yang baik, ia akhirnya
dapat membesarkan tempat usahanya dan berhasil
menikmati keuntungannya yang lumayan. (3) Pengalaman
itulah yang mengajarkan kepadanya bahwa modal yang
paling penting dalam hidup adalah kemauan dan
ketekunan.
Paragraf di atas mempunyai tiga kalimat. Kalimat (1)
dan (2) adalah kalimat penjelas yang memuat pikiran penjelas.
Adapun kalimat utamanya ada pada kalimat (3) yang
memuat pikiran utama.
2.3 Pikiran Utama Ada pada Awal dan Akhir Paragraf.
Paragraf dengan pola ini adalah gabungan paragraf deduktif
dan paragraf induktif. Pada awal paragraf diketengahkan kalimat
utamanya disusul kalimat-kalimat penjelas dan diakhiri kalimat
utama kembali.
Contoh (3):
(1) Bagi manusia, bahasa merupakan alat berkomunikasi
yang sungguh penting. (2) Dengan bahasa manusia dapat
menyampaikan isi hatinya kepada sesamanya. (3) Dengan
bahasa itu pula manusia dapat mewarisi dan mewariskan,
menerima dan memberikan segala pengalamannya kepada
73
sesamanya. (4) Jelaslah bahwa bahasa merupakan sarana
yang paling penting dalam kehidupan manusia.
Paragraf di atas berpola deduktif-induktif. Ada empat kalimat
yang membangun paragraf tersebut. Kalimat (1) kalimat utama yang
memuat pikiran utama, disusul kalimat (2) dan (3) yang merupakan
kalimat penjelas yang memuat pikiran penjelas dan kalimat (4)
kembali diketengahkan kalimat utama yang memuat pikiran utama.
2.4 Paragraf dengan Pikiran Utama Tersirat
Ada paragraf yang tidak secara tersurat mengandung pikiran
utama tertentu. Semua kalimat yang menyusun paragraf sama
pentingnya dan bekerja sama menggambarkan pikiran yang terdapat
dalam paragraf. Kalimat-kalimat merupakan satu kesatuan isi.
Contoh (4):
(1) Pagi hari yang cerah itu Aminah melompat-lompat
menyusuri pematang. (2) Di kanan kiranya terbentang luas
tembakau yang sudah selutut tingginya. (3) Daunnya hijau
lebar-lebar, tanda subur karena cukup pupuknya.
(4) Sekali-sekali ia berhenti melayangkan pandangannya
ke dangau di ujung sawah. (5) Sudah sejak matahari terbit
suaminya menyiangi tembakau. (6) Sekarang tentu
beristirahat karena tidak seorang pun yang tampak di
sawah. (7) Dibayangkannya betapa suaminya akan terkejut
gembira karena ia datang agak pagi kali ini. Lagi pula
dalam bakul yang dijinjingnya terdapat makanan
kesayangan suaminya, sayur asam, sambel terasi, ikan
bakar, dan ikan gabus asin. (8) Ditambah lagi nasi putih
yang masih panas, ynag terasa baru ditumbuk kemarin.
(9) Aminah tersenyum bahagia.
Ada sembilan kalimat yang membangun paragraf di atas.
Kesembilan kalimat tersebut sama pentingnya yang bekerja sama
menggambarkan pikiran yang terdapat dalam paragraf tersebut.
Kalimat-kalimat tersebut merupakan satu kesatuan isi. Paragraf
74
dengan tanpa kalimat utama dipakai dalam tulisan deskriptif dan
naratif.
3. Pengurutan Kalimat Utama dan Kalimat Penjelas
Kalimat utama dan kalimat-kalimat penjelas dapat disusun
menjadi paragraf yang baik dengan menggunaka urutan tertentu. Urutan
paragraf dapat disusun menurut urutan logis, urutan kronologis, dan
urutan klimaks dan antiklimaks. Urutan-urutan tersebut akan dijelaskan
berikut ini.
3.1 Urutan Logis
Urutan logis adalah urutan yang menyebutkan lebih dahulu hal-
hal umum, kemudian ke hal-hal yang khusus atau sebaliknya. Jadi,
boleh dikatakan bahwa kalimat-kalimat yang memuat pikiran penulis
diurut secara sintetis dan analitis.
Contoh (5):
(1) Manusia adalah ciptaan Tuhan yag paling sempurna
dan paling berkuasa di bumi atau di dunia. (2) Dikatakan
demikian sebab dia diizinkan oleh Tuhan memanfaatkan
semua isi alam ini untuk keperluan hidupnya. (3) Meskipun
demikian, manusia tidak diizinkan menyakiti, menyiksa, dan
menyia-nyiakannya.
Paragraf di atas urutan kalimat (1), (2), dan (3) menunjukkan
jalan pikiran yang masuk akal (logis). Apabila kalimat-kalimat tersebut
diubah urutannya, tentulah jalan pikirannya tidak logis lagi.
Misalnya, kita ubah susunannya menjadi (2), (1), (3) atau (2), (3), (1),
paragraf tersebut tidak logis lagi.
3.2 Urutan Kronologis
Urutan kronologis adalah urutan kejadian menurut waktu,
peristiwa yang digambarkan dalam paragraf diurut menurut tingkat
perkembangannya dari waktu ke waktu, urutan tersebut dapat dipakai
dalam tulisan naratif.
Contoh (6):
75
(1) Tepat pukul 08.00 upacara peringatan Hari
Kemerdekaan dimulai. (2) Bendera merah putih dikibarkan
diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya. (3) Kemudian
mengheningkan cipta untuk mengenang jasa para
pahlawan yang telah gugur. (4) Dua orang mahasiswa
tampil untuk membacakan teks proklamasi dan pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945. (5) Sesudah itu, rektor
memberikan pidato sambutan tentang Proklamasi
Kmerdekaan Repyblik Indonesia pada tanggal 17 Agustus
1945. (6) kira-kira pukul 10.00 upacara diakhiri dengan
pembacaan doa.
3.3 Urutan Klimaks dan Antiklimaks
Urutan klimaks adalah urutan yang dimulai dengan pernyataan
biasa, kemudian lambat laun meningkat menjadi makin penting,
sampai pada paling penting, paling menonjol. Kalimat terakhir
merupakan kalimat paling penting dan menjadi klimaks dari
serangkaian pernyataan sebelumnya (lihat contoh 7a). Sebaliknya,
bisa juga dilakukan dengan memulai dengan hal-hal yang paling
penting dan menonjol, kemudian menyusul pernyataan-pernyataan
yang kadar kepentingannya kurang dan di akhiri pernyataan yang
biasa. Urutan seperti ini disebut urutan antiklimaks (lihat contoh 7b).
Contoh (7a):
(1) Pancasila telah beberapa kali dironrong. (2) beberapa
kali falsafah negara RI hendak diubah dan preteli.
(3) setiap usaha hendak mengubah dan mempreteli
Pancasila ternyata gagal. (4) Betapa pun usaha itu telah
dipersiapkan dengan matang dan teliti, semuanya tetap
dihancurkan. (5) Memang, Pancasila benar-benar sakti.
Contoh (7b):
(1) Kebahagiaan tidak semata-mata ditentukan oleh
banyaknya uang yang dimiliki oleh seseorang. (2) uang
memang penting, tetapi kebahagiaan seseorang tida
bergantung pada uang yang dimilikinya. (3) Jika
76
kebahagiaan itu bergantung pada uang semata-mata,
pastilah hanya orang-orang kaya saja yang dapat
menikmati kebahagiaan. (4) Kenyataannya, tidak
demikian. (5) Banyak orang yang kaya harta, tetapi tidak
bahagia. (6) sebaliknya, banyak orang yang miskin harta,
tetapi bahagia hidupnya.
Contoh paragraf (7b) di atas memperlihatkan urutan
antiklimaks. Paragraf tersebut dimulai hal-hal paling penting dan
menonjol. Kalimat berikutnya memuat kadar isinya makin menurun
dan diakhiri dengan pernyataan biasa. Sebaliknya contoh (7a),
paragraf ini dimulai dari hal-hal yang biasa, kemudian meningkat pada
hal yang penting da menonjol dan diakhiri dengan penyataan yang
kadar isinya semakin penting dan menonjol. Urutan seperti ini disebut
urutan klimaks.
4. Pengembangan Paragraf
Setiap paragraf mempunyai satu pikiran utama dan beberapa
pikiran penjelas. Pikiran utama dan pikiran penjelas akan menjadi jelas
apabila ada perincian yang cermat dan logis. Dalam pengembangannya,
pikiran utama dituangkan dalam kalimat utama, sedangkan pikiran
penjelas dituangkan dalam kalimat-kalimat penjelas sebagai rincian
kalimat penjelas.
Ada beberapa teknik pengembangan paragraf antara lain:
1) dengan teknik dari hal-hal khusus ke umum dan dari umum ke hal-hal
khusus,
2) dengan teknik klasifikasi,
3) dengan teknik alasan-alasan,
4) dengan teknik perbandingan,
5) dengan teknik contoh-contoh,
6) dengan teknik definisi luas, dan
7) dengan teknik campuran.
77
4.1 Pengembagan Paragraf dengan Teknik Hal-hal yang Khusus
Pengembangan paragraf dengan teknik adalah pengembangan
yang dimulai dari hal-hal khusus ke umum atau sebaliknya dari umum
ke hal-hal khusus. Teknik ini paling banyak digunakan dalam tulisan.
Contoh (8a):
(1) Salah kedudukan bahasa Indonesia adalah sebagai
bahasa nasional. (2) Kedudukan ini dimiliki sejak
dicetuskannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober
1928. (3) Kedudukan ini dimungkinkan oleh kenyataan
bahwa bahasa Melayu yang mendasari bahasa Indonesia
telah menjadi lngua franca selama berabad-abad di
seluruh tanah air kita (4) Hal ini ditunjang oleh faktor tidak
terjadinya “persaingan bahasa”, maksudnya persaingan
bahasa daerah yang satu dengan lain untuk mencapai
kedudukannya sebagai bahasa daerah.
Sebaliknya, penulis dapat memulai dengan hal-hal yag khusus
kemudian ke hal umum.
Contoh (8b):
(1) Dokumen-dokumen dan keputusan-keputusan serta
surat-menyurat yang dikeluarkan pemerintah dan
badan-badan kenegaraan hanya ditulis dalam bahasa
Indonesia. (2) Pidato-pidato terutama pidato
kenegaraan, ditulis dan diucapkan dalam bahasa
Indonesia. (3) hanya dalam keadaan tertentu, demi
kepentingan komunikasi antarbangsa kadang-kadang
pidato resmi ditulis dan diucapkan dalam bahasa asing,
terutama bahasa Inggris. (4) Demikian pula bahasa
Indonesia dipakai oleh masyarakat dalam upacara,
peristiwa, dan kegiatan kenegaraan atau alat
komunikasi timbal-balik antara pemerintah dan
masyarakat.
78
4.2 Pengembangan Paragraf dengan Teknik Klasifikasi
Pengembangan paragraf dengan teknik klasifikasi
dimaksudkan sebagai upaya mencari kelompok besar dari kelompok
kecil yang mencakupi objek yang dibicarakan dalam kelas utama.
Penulis harus mempunyai klasifikasi yang tepat untuk dapat
mengembangkan suatu paragraf. Melalui klasifikasi yang dilakukan
penulis, pembaca lebih mudah memahami tulisan yang disajikan.
Contoh (9) :
(1) Berdasarkan tingkat pendidikannya, tenaga kerja yang
tersedia di pasar kerja Indonesia dapat dibagi tiga
kelompok. (2) Ketiga kelompok itu adalah mereka yang
mereka yang berpendidikan dasar (SD dan SMP), yang
berpendidikan menengah, dan yang berpendidikan tinggi.
(3) Kelompok yang berpedidikan dasar lebih banyak
daripada kelompok yang berpendidikan tinggi.
4.3 Pengembagan Paragraf dengan teknik Alasan-alasan
Pengembagan paragraf dengan menggunakan teknik ini,
awalnya menyajikan fakta yang menjadi sebab terjadinya sesuatu,
kemudian disusul rincian sebagai akibatnya. Dalam hal ini sebab
merupakan pikiran utama, sedangkan akibat merupakan pikiran-
pikiran penjelas.
Contoh (10):
(1) Keluarga berencana berusaha menjamin kebahagiaan
hidup keluarga. (2) Ibu tidak selalu merana hidupnya
karena seriap tahun melahirkan. (3) Bapak tidak perlu
terlalu pusing memikirkan usaha untuk mencakupi
kebutuhan keluarganya. (4) Anak pun tidak terlantar
hidupnya.
4.4 Pengembangan Paragraf dengan Teknik Perbandingan
Pengembangan paragraf dengan teknik perbandingan, penulis
memaparkan persamaan dan perbedaan dua objek gagasan atau
lebih.
79
Contoh (11):
(1) Peranan pendidikan keterampilan pada sekolah umum
dan peranan pendidikan keterampilan pada sekolah
kejuruan itu berbeda. (2) Pada sekolah kejuruan
pendidikan keterampian dimaksudkan untuk memperoleh
keterampilan guna menunjang praktik kejuruan dengan
mantap. (3) Pada sekolah umum pendidikan ketermpilan
diberikan sebagai penguat pendidikan akademis. (4) Baik
sekolah umum maupun sekolah kejuruan dapat dikakatan
bahwa pendidikan keterampilan berfungsi membina
kecerdasan siswa.
4.5 Pengembangan dengan Teknik Contoh-contoh
Teknik contoh-contoh merupakan pengembangan paragraf
dengan terlebih dahulu dikemukakan suatu pernyataan, disebutkan
rincian-rinciannya yang disertai contoh-contoh kongkret. Contoh-
contoh yang dikemukakan untuk lebih menjelaskan rincian-rincian
yang selanjutnya lebih memperjelas pikiran utama.
Contoh (12):
(1) Budaya sebagai sumber kreativitas. (2) orang yang
cerdas akan mampu mengolah kekayaan budaya
Indonesia yang luar biasa besar. (3) Produk makanan,
misalnya dari Sabang sampai Merauke ratusan ribu jenis.
Pilih satu produk makanan yang potensial untuk
dibiniskan. (4) Jika diolah secara kreatif, modern, dikemas
yang sempurna, jelaskan kandungan gizinya dalam
berbagai bahasa di dunia, sesuaikan selera (rasa)
menurut negara tujuan, produk makanan tersebut dapat
dipastikan membanjiri pasar dunia. (5) Selain itu, kita
memiliki budaya berupa cerita tradisonal. (6) Setiap
daerah memiliki cerita yang unik. (7) Cerita ini dapat
dijadikan sumber kreativitas film, cerita petualangan,
cerita yang bernilai edukatif, dan sebagainya. (8) Cerita ini
dapat dikemas menjadi cerita kartun modern. (9) Jika
80
dikemas sesuai dengan selera masyarakat dunia dalam
CD, produk ini pasti dapat mendatangkan manfaat yang
besar. Selain bernilai komersil, produk ini dapat berfungsi
sebagai pengenalan budaya bangsa.
4.6 Pengembangan Paragraf dengan Teknik Definisi Luas
Teknik pengembangan paragraf dengan definisi luas ini
dipakai untuk mengembangkan pikiran utama. Semua penjelasan
atau uraian menuju pada perumusan definisi itu.
Contoh (13):
(1) Apakah yang disebut kamus? (2) Kamus adalah
rekaman kata-kata yag membangun suatu bahasa.
(3) Kamus selalu berubah seiring dengan perubahan
bahasa, karena kamus tidak mendikte, memerintah
pemakaian kata-kata, tetapi kamus harus mengikutinya.
(4) Kamus dapat bertindak sebagai wasit seperti dalam
pertandingan sepak bola. (5) Kamus akan mengatakan
secara tegas apakah sesuatu kata benar atau tidak. (6)
Dari kamus kita dapat belajar bentuk, jenis, dan
kekerabatan kata-kata.
4.7 Pengembangan Paragraf dengan Teknik Campuran
Pada teknik pengembangan paragraf ini rincian-rincian
terhadap kalimat utama terdiri atas campuran dari dua atau lebih
teknik pengembangan paragraf. Misalnya, teknik pengembangan
paragraf dari hal-hal khusus digabungkan dengan teknik dengan
contoh-contoh.
Contoh (14):
(1) Bahasa tutur adalah bahasa yag dipakai dalam
pergaulan sehari-hari, terutama dalam percakapan.
(2) Umumnya, bahasa tutur sederhana dan singkat
bentuknya. (3) kata-kata yang digunakan tidak banyak
jumlahnya. (4) lagi pula bahasa tutur hanya menggunakan
kata-kata yag lazim dipakai sehari-hari. (5) sudah barang
tentu sering digunakan juga kata tutur, yaitu kata yang
81
memang hanya boleh dipakai dalam bahasa tutur,
misalnya: bilang, pelan, biki, enggak, dsb. (6) Lafalnya
pun sering menyimpan dari lafal umum, misalnya: dapet
(dapat), malem (malam), ampat (empat), dsb. (7) Bahkan
sering juga digunakan urutan kata yang menyimpang dari
bahasa umum, misalnya: ini hari, itu orang, dsb.
Paragraf di atas terdiri atas tujuh kalimat. Teknik
pengembangan paragraf di atas adalah campuran dengan
menggabungkan teknik umum-khusus dan contoh-contoh. Teknik
umum-khusus dapat dilihat pada rangkaian kalimat (1), (2), (3), dan
(4). Adapun kalimat (5), (6), dan (7). Menggunakan teknik
pengembangan paragraf dengan contoh-contoh.
82
BAB VI
KUTIPAN, CATATAN KAKI,
RUJUKAN, DAN DAFTAR PUSTAKA
1. Pendahuluan
Dalam penulisan karya ilmiah, baik penulisan makalah, skripsi,
tesis, disertasi, maupun penulisan laporan hasil penelitian, seorang
penulis kadang-kadang menggunakan kutipan. Kutipan yang dicantumkan
dalam karya tulis tersebut dimaksudkan untuk menegaskan isi uraian dan
menunjang serta memperkuat gagasan atau ide yang dikemukakan dalam
karya tulis tersebut.
Meskipun dalam penulisan karya ilmiah diperkenankan mengutip
pendapat, seorang penulis hendaknya jangan terlalu banyak
menggunakan kutipan. Hal ini dimaksudkan agar karya tulis yang dibuat
tidak dianggap sebagai himpunan dari berbagai macam pendapat.
Sebuah karya tulis tidaklah berarti bahwa di dalamnya harus ada kutipan.
Penulis boleh saja tidak menggunakan kutipan karena kutipan hanyalah
dipakai untuk menegaskan isi uraian. Kutipan sebaiknya diambil
seperlunya agar tidak merusak isi uraian yang sebenarnya. Kutipan
sebaiknya juga jangan terlalu panjang karena kutipan yang terlalu panjang
kadang-kadang dapat membuat pembaca lupa bahwa apa yang
dibacanya pada halaman tersebut hanyalah kutipan.
Dalam penulisan karya ilmiah semua keterangan yang berkaitan
dengan kutipan harus dijelaskan sumber rujukannya. Sumber rujukan itu
dapat ditempatkan pada kaki halaman yang bersangkutan (disebut
catatan kaki). Dapat juga ditempatkan sebelum atau sesudah kutipan itu
dilakukan. Demikian juga keterangan-keterangan lain yang terdapat dalam
teks karangan (disebut rujukan).
Hubungan antara catatan kaki dan teks yang dijelaskan itu
biasanya dinyatakan dengan nomor penunjukan yang sama atau tanda
asterik, baik yang terdapat dalam teks maupun dalam catatan kaki itu
sendiri. Misalnya, nomor urut penunjukan (…..1), (…..2), (…..3) atau tanda
asterisk (……*), (……**), (…..***). Nomor atau tanda asterik ini ditulis
83
agak ke atas dari baris ketikan biasa. Demikian pula, rujukan dan daftar
pustaka merupakan dua hal yang sangat penting dalam penulisan karya
ilmiah seperti, makalah, skripsi, tesis, dan disertasi. Rujukan digunakan
untuk menunjukkan kepada pembaca tempat atau sumber suatu
kebenaran yang telah dibuktikan orang lain atau tempat
pengambilan kutipan.
Melengkapi sumber rujukan mengenai kutipan dan referensi lain
yang dibaca penulis, diperlukan daftar pustaka. Daftar pustaka digunakan
untuk membantu pembaca memperoleh gambaran menyeluruh tentang
keluasan pembacaan penulis yang mendukung pengembangan
gagasannya. Selain itu, dapat pula menjadi petunjuk bagi pembaca yang
berminat mendalami masalah tertentu yang dibahas oleh penulis.
Pembaca juga dapat menelusuri sumber-sumber acuan yang terdapat
dalam daftar pustaka tersebut.
2. Pengertian dan Jenis Kutipan
Kutipan adalah pinjaman kalimat atau pendapat dari seorang
pengarang atau ucapan orang yang terkenal yang terdapat dalam buku-
buku, jurnal-jurnal, majalah-majalah, dan surat kabar. Kutipan juga dapat
diambil dari ucapan langsung seorang ilmuan atau tokoh terkenal, baik
melalui pidato, wawancara, maupun melalui diskusi. Jadi, kutipan selain
melalui sumber tertulis, juga dapat melalui sumber lisan.
Menurut jenisnya, kutipan dapat dibedakan atas kutipan langsung
dan kutipan tidak langsung. Perbedaan kedua jenis kutipan itu harus
diperhatikan karena akan membawa konsekuensi yang berlainan bila
dimasukkan ke dalam naskah tulisan. Perbedaan kedua jenis kutipan itu
dapat dijelaskan berikut ini.
2.1 Kutipan Langsung
Yang dimaksud kutipan langsung adalah kutipan yang diambil
secara lengkap kata demi kata, kalimat demi kalimat sesuai dengan teks
aslinya. Kutipan langsung ada yang panjang dan ada yang pendek.
Apabila kutipan itu kurang dari empat baris ketikan, dikategorikan sebagai
kutipan pendek dan apabila lebih dari empat baris ketikan dikategorikan
84
sebagai kutipan panjang. Kedua bentuk kutipan ini masing-masing
mengikuti tata cara pengutipan yang berbeda. Perbedaannya dapat dilihat
berikut ini.
(a) Kutipan langsung yang kurang dari empat baris ketikan dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
(1) Kutipan diintegrasikan langsung dengan teks;
(2) Jarak antara baris dengan baris dalam kutipan sama dengan jarak
baris dalam uraian teks;
(3) Kutipan harus diapit oleh tanda kutip;
(4) Sebelum atau sesudah kutipan dicantumkan sumber rujukan dalam
kurung nama singkat pengarang, tahun terbit, dan nomor halaman.
Atau, sesudah kutipan diberi nomor urut penunjukan setengah spasi
ke atas untuk rujukan pada catatan kaki.
Contoh:
Salah satu sikap ilmiah yang harus dimiliki oleh seseorang
dalam melakukan penelitian adalah bersikap terbuka, “Orang
yang bersikap ilmiah selalu terbuka, yaitu selalu bersedia
mendengarkan katerangan dan argumentasi orang lain walaupun
berbeda pendiriannya. Orang yang bersikap terbuka tidak
menutup mata terhadap kemungkinan yang lain.”1 atau
(Brotowijoyo, 2004: 33). Sikap ini merupakan sikap operasinalisasi
dari sikap ilmiah yang harus dimiliki oleh seorang penulis
karangan ilmiah. Sikap atau watak ini menggambarkan dan
merupakan manifestasi jiwa.
Kutipan langsung yang lebih dari empat baris ketikan dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
(1) kutipan dipisahkan dari teks dengan jarak 2,5 spasi;
(2) jarak antara baris dan baris kutipan satu spasi (spasi rapat);
(3) boleh atau tidak diapit oleh tanda kutip;
(4) seluruh kutipan dimasukkan ke dalam 5-7 ketukan dan bila kutipan itu
dimulai dengan alinea baru, baris pertama dari kutipan itu dimasukkan
lagi 5-7 ketukan.
85
Contoh:
Bernilai tidaknya karya tulis sangat ditentukan oleh
banyak faktor. Faktor tersebut merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat diabaikan oleh seorang penulis. Hal ini dikemukakan
oleh Keraf (1998: 122) sebagai berikut.
Sebuah karya tulis tidak dianggap bernilai apabila
pemikirannya kabur dan ditulis tergesa-gesa, tidak memiliki
gagasan sentral tetapi hanya mengungkapkan pernyataan yang
lepas. Apa yang dikemukakan merupakan klise-klise umum atau
pikiran dan pendapat orang lain tanpa mengemukakan hasil
pikirannya sama sekali; tulisan itu tidak dikembangkan dengan
baik untuk menjawab persoalan-persoalan tentang topik atau
bagian-bagiannya. Di samping itu tidak bernilai kalau susunannya
tidak teratur, tidak mengikuti aturan yang logis dan koherensi atau
kepaduannya kurang baik. Pendeknya sebuah karangan atau
tulisan tidak bernilai sama sekali kalau penulisannya tidak
berusaha mencari informasi-informasi untuk meyakinkan dirinya
bahwa ia mengetahui persoalan itu.
Bila dalam kutipan langsung terdapat kesalahan atau keganjilan,
misalnya dalam persoalan pengetikan, penulis tidak boleh memperbaiki
kesalahan tersebut, ia hanya mengutip sebagaimana adanya. Demikian
pula halnya kalau penulis tidak setuju dengan suatu bagian dari kutipan
itu, kutipan tetap dilakukan, hanya saja penulis diperkenankan
mengadakan perbaikan atau membuat catatan terhadap kesalahan
tersebut. Perbaikan atau catatan itu dapat ditempatkan sebagai catatan
kaki atau dapat pula ditempatkan dalam tanda kurung segi empat.
Catatan dalam tanda kurung segi empat itu langsung ditempatkan di
belakang kata atau unsur yang hendak diperbaiki itu. Misalnya, kalau kita
tidak setuju dengan bagian itu, biasanya diberi catatan singkat
sic. (sicaco).
Singkatan sic. yang ditempatkan dalam tanda kurung segi empat
menunjukkan bahwa penulis tidak bertanggung jawab atas kesalahan itu,
ia sekedar mengutip sesuai dengan apa yang terdapat dalam naskah
aslinya.
86
Contoh:
“Demikian juga dengan data bahasa yang lain. Dalam
karya tulis ini kami selalu berusaha mencari bentuk kata yang
mengandung makan [sic ]
sentral distribusi yang terbanyak
sebagai bahan dari daftar Swadesh.”
Catatan:
Kata makan dalam kutipan di atas sebenarnya salah cetak, seharusnya
makna.
2.2 Kutipan Tidak Langsung
Kutipan tidak langsung biasa juga disebut kutipan isi. Kutipan ini
merupakan pinjaman pendapat dari seorang pengarang atau penulis
berupa inti atau sari atau ikhtisar dari pendapat tersebut. Dalam kutipan
tidak langsung, penulis tidak mengutip secara keseluruhan kata dan
kalimat yang terdapat dalam teks aslinya. Penulis hanya mengambil inti
atau sari dari teks tersebut. Oleh karena itu, kutipan tidak langsung tidak
perlu menggunakan tanda kutip. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam kutipan tidak langsung:
(1) kutipan itu diintegrasikan langsung dengan teks;
(2) jarak antara baris dengan baris sama dengan jarak uraian dalam teks;
(3) kutipan tidak diapit oleh tanda kutip;
(4) sesudah kutipan selesai, dicantumkan sumber rujukan dalam tanda
kurung nama singkat pengarang, tahun terbit, dan nomor halaman,
atau di belakang kutipan itu diberi nomor urut penunjukan setengah
spasi ke atas untuk rujukan pada catatan kaki.
Contoh:
Apabila kita kaji lebih jauh tentang penduduk asli
Indonesia yang tertua, kita harus kembali melihat bukti-bukti
peninggalan bersejarah. Pada zaman prehistoris, penduduk asli
Indonesia yang tertua mempunyai bentuk dan ciri-ciri fisik yang
berbeda dengan manusia sekarang. Hal ini dapat kita lihat pada
fosil-fosil dan alat-alat yang ditemukan oleh para ahli antropologi.
87
Manusia pada zaman tersebut masih hidup secara berkelompok
dan hidup berpindah-pindah2 atau (Koentjaraningrat, 1982:3).
2.3 Kutipan atas Ucapan Lisan
Selain melalui sumber tertulis, kutipan juga dapat diperoleh
melalui ucapan langsung dari seorang tokoh atau ilmuan. Prinsip
pengutipan yang diambil dari ucapan lisan ini sama dengan prinsip
pengutipan yang telah disebutkan di atas (bergantung jenis kutipan yang
digunakan).
Contoh:
Dalam seminar sehari tanggal 28 Oktober 1992,
Mattulada mengatakan a.l. “Budaya Indonesia dewasa ini,
khususnya budaya Bugis-Makassar telah banyak dipengaruhi oleh
unsur-unsur budaya asing. Masuknya budaya asing ke wilayah
Indonesia telah banyak memberikan dampak negatif terhadap
perkembangan budaya Indonesia.”
3. Catatan Kaki
Catatan kaki adalah keterangan-keterangan terhadap teks
karangan yang ditempatkan pada kaki halaman karangan. Catatan kaki
dapat dipakai untuk menunjukkan sumber tempat terdapatnya kutipan dan
untuk memberikan keterangan-keterangan lain terhadap teks karangan.
Pada dasarnya catatan kaki dibuat untuk maksud-maksud
sebagai berikut:
a. menyusun pembuktian,
b. menyatakan utang budi,
c. menyampaikan keterangan tambahan,
d. merujuk bagian lain dari teks.
3.1 Prinsip Membuat Catatan Kaki
Untuk membuat catatan kaki, perlu diperhatikan beberapa prinsip
berikut:
(1) Hubungan catatan kaki dengan teks
Hubungan catatan kaki dengan teks harus dinyatakan secara
jelas oleh nomor penunjuk, baik dalam teks maupun dalam catatan kaki.
Nomor penunjuk pada catatan kaki dan teks selalu ditempatkan agak ke
88
atas setengah spasi dari baris teks yang bersangkutan (…1) begitu juga
pada catatan kaki (1…) yang bersangkutan.
(2) Nomor urut penunjukan
Pemberian nomor urut penunjukan dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu pertama, nomor urut penunjukan yang berlaku untuk tiap bab
dan kedua, nomor urut penunjukan yang berlaku untuk seluruh teks
karangan. Pemakaian nomor urut menunjukan tersebut masing-masing
mempunyai konsekuensi tersendiri.
Bila nomor urut penunjukan berlaku hanya untuk tiap bab,
konsekuensi pertama adalah bahwa untuk tiap bab harus dimulai dengan
nomor urut pertama untuk catatan kaki pertama. Kemudian dilanjutkan
dengan nomor urut berikutnya sampai pada akhir bab yang bersangkutan.
Konsekuensi kedua adalah bahwa nama pengarang dan sumber untuk
pertama kali disebut dalam bab harus disebut secara lengkap.
Penunjukan berikutnya atas sumber yang sama dalam bab tersebut
menggunakan singkatan ibit atau nama singkat pengarang dengan
singkatan op.cit. atau loc.cit.
Bila nomor urut penunjukan itu berlaku untuk seluruh bab (teks
karangan), penunjukan sumber secara lengkap hanya dipergunakan untuk
penyebutan pertama kali. Penunjukan berikutnya atas sumber yang sama
dalam seluruh teks karangan itu akan mempergunakan singkatan ibid.
atau nama singkat pengarang ditambah singkatan op.cit. dan loc.cit.
tanpa mempersoalkan apakah itu terdapat pada penyebutan pertama
dalam bab berikutnya.
3.2 Cara Penyusunan Catatan Kaki
Penyusunan catatan kaki mengikuti cara-cara berikut.
(1) Sesudah baris terakhir dari teks, dalam jarak tiga spasi dibuat garis
pembatas teks uraian dengan catatan kaki dari margin kiri sepanjang
lima belas ketukan.
(2) Dalam jarak satu spasi di bawah garis pembatas, diketik nomor urut
penunjukan.
(3) Sesudah nomor urut penunjukan, dalam jarak setengah spasi ke
bawah mulai diketik baris pertama catatan kaki.
89
(4) Jarak antara baris pada catatan kaki, satu spasi sedangkan jarak
antara catatan kaki pada halaman yang sama (kalau ada) satu spasi.
(5) Nomor urut penunjuk menggunakan angka Arab dan tidak diberi tanda
apa pun.
(6) Nomor urut penunjuk ditulis lebih kecil dari huruf lainnya, misalnya
font 10.
(7) Jarak baris terakhir dari catatan kaki dengan batas margin bawah
tiga spasi.
Widjono Hs. (2007: 78-86) menjelaskan cara menulis catatan kaki
yang merupakan rujukan atau data pustaka sebagai berikut.
(1) Nama pengarang tanpa dibalik urutannya atau sama dengan nama
pengarang yang tertulis pada buku, diikuti tanda titik.
(2) Jika pada sumbernya tertulis lengkap disertai gelar akademis, catatan
kaki mencantumkan gelar tersebut.
(3) Judul karangan dicetak miring, tidak diikuti tanda koma.
(4) Nama penerbit dan angka tahun diapit tanda kurung dipisahkan oleh
koma.
(5) Nomor halaman dapat disingkat hlm. Atau h. Angka nomor halaman
diakhiri titik (.).
Contoh penulisan:1Abraham H. Maslow. Motivasi dan Kepribadian 2 terj. Nurul Imam,
(Jakarta: Pustaka Binaman Presindo, 1994), hlm. 1-40.2Dr. Albert Wijaya, “Pembangunan Pemukiman bagi Masyarakat
Berpenghasilan Rendah di Kota,” dalam Prof. Ir. Eko Budiharjo, M. Sc.
(Ed), Sejumlah Masalah Pemukiman Kota, (Bandung: Alumni, 1992),
hlm. 121-124.
3.3 Ibid., Op.Cit. dan Loc.Cit.
Singkatan-singkatan tersebut digunakan untuk memendekkan
penulisan informasi pustaka dalam catatan kaki. Penulisan harus
memperhatikan persyaratan baku yang sudah lazim.
1) Ibid.
Ibid. singkatan kata ibidem yang berarti di tempat yang sama.
Ibid. dipakai untuk menunjuk sumber yang sama dan belum diantarai
90
sumber lain. Bila halamannya sama, hanya digunakan singkatan ibid.
saja. Bila halamannya berbeda, sesudah singkatan ibid. dicantumkan
pula nomor halaman.
Contoh:1Hernomo, Mengikat Makna, (Bandung: Mizan, 2002), hlm. 109-130.2Ibid. 3Ibid. hlm. 133-145.
2) Op.Cit.
Op.Cit. singkatan kata Opera Citato yang berarti pada
sumber yang telah disebutkan dan diselingi sumber lain. Sesudah
nama singkat pengarang, dicantumkan singkatan Op.Cit. disertai
nomor halaman.
Contoh:1Satjipto Rahardjo, Hukum Masyarakat dan Pembangunan (Bandung:
Alumni, 1976), hlm. 111.2Daniel Goleman, Emotional Inteligence (Jakarta: Gramedia, 2001),
hlm.161.3Bobby De Porter & Mike Hernacki, Quantum Business, terj. Basyarah
Nasution, (Bandung: Kaifa, 2000), hlm. 63-87.4Rahardjo, Op.Cit., hlm. 125.5Goleman, Op.Cit.6DePorter & Mike Hernacki, Op.Cit., hlm. 203-238.
3) Loc.Cit.
Loc.Cit. singkatan dari kata Loco Citato yang berarti pada
tempat atau sumber yang telah disebutkan merujuk sumber data
pustaka yang sama berupa buku kumpulan esai, jurnal, ensiklopedia,
atau majalah dan telah diselingi sumber lain.
Contoh:1Sarwiji Suwandi, “Peren Guru dalam Meningkatkan kemahiran
Berbahasa Indonesia Siswa Berdasarkan Kurikulum Berbasis
Kompetensi,” Kongres Bahasa Indonesia VIII, (Jakarta: Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia,
2003), hlm. 1-15.
91
2Abraham H. Maslow, Motivasi dan Kepribadian 2 terj. Nurul
Imam, (Jakarta: Pustaka Binaman Presindo, 1994), hlm. 1-40.3Suwandi, Loc.Cit.4Adnan Buyung Nasution, S.H., “Beberapa Aspek Hukum
dalam Masalah Pertanahan dan Pemukiman di Kota Besar,”
dalam Prof. Ir. Eko Budihadjo, M.Sc. (Ed), Sejumlah Masalah
Pemukiman Kota, (Bandung: Alumni, 1992).5Suwandi, Loc.Cit.6Nasution, Loc.Cit.
3.4 Referensi Buku, Jurnal, Majalah, dan Surat Kabar
1) Buku dengan satu pengarang
Penulisan catatan kaki dengan buku satu pengarang dilakukan
dengan cara berikut.
(1) Nama pengarang ditulis sesuai dengan nama yang tercantum
pada buku.
(2) Setelah nama pengarang diberi tanda koma (,).
(3) Judul buku dicetak miring.
(4) Setelah judul buku diikuti informasi buku, subjudul, jilid, edisi, tidak
diikuti koma atau titik.
(5) Informasi penerbitan diapit tanda kurung dengan urutan nama
kota, penerbit, dan tahun.
(6) Setelah kurung tutup diberi koma.
(7) Dapat diikuti halaman (disingkat hlm. Atau h., dapat juga tanpa
halaman), nomor halaman angka Arab, dan diakhiri dengan titik.
Contoh: 1Prof. Dr. Gorys Keraf, Komposisi, (Flores: Nusa Indah,
1994), hlm. 63-70.2M. Ramelan, Paragraf, (Yogyakarta: Andi Offset, 1993), hlm.
41-64.3Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia,
1984), hlm. 1-20.
92
2) Buku dengan dua pengarang
Penulisan catatan kaki dengan buku dua pengarang dilakukan
dengan cara berikut.
(1) Kedua pengarang ditulis sesuai dengan nama pengarang yang
tercantum pada buku dan diikuti koma.
(2) Judul buku dicetak miring.
(3) Judul buku yang diikuti informasi (subjudul, jilid, edisi) tidak disisipi
koma atau titik.
(4) Informasi penerbitan diapit tanda kurung dengan urutan nama
kota, penerbit, dan tahun, setelah kurung tutup, diberi koma.
(5) Dapat diikuti kata halaman (disingkat hlm.atau h.) dapat juga
tanpa halaman; nomor halaman angka Arab, dan diakhiri dengan
titik.
Contoh:1E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa
Indonesia, (Jakarta: Akademika Presindo, 1996), hlm.
121-140. 2Bobby DePorter & Mike Hernacki, Quantum Bussiness, terj.
Basyarah Nasution, (Bandung: Kaifa, 2000), hlm. 63-87.
3) Buku dengan tiga pengarang
Penulisan catatan kaki dengan buku tiga pengarang dilakukan
dengan cara berikut.
(1) Ketiga nama pengarang ditulis seluruhnya.
(2) Tidak menggunakan singkatan et.al. atau dkk.
(3) Setelah nama pengarang diberi koma.
(4) Judul buku dicetak miring.
(5) Antara judul buku dan informasi buku (subjudul, jilid, edisi, dan
lain-lain) tidak disisipi koma atau titik.
(6) Informasi penerbitan diapit tanda kurung dengan urutan nama
kota, penerbit, dan tahun. Setelah kurung tutup, diberi koma,
dapat diikuti kata halaman (singkat hlm. atau h.) dapat juga tanpa
halaman).
(7) Nomor halaman ditulis dengan angka Arab, dan diakhiri
dengan titik.
93
Contoh:1Gibson, Ivancevich, and Donelly, Organisasi Edisi ke-8, terj.
Ir. Nunuk Adiarni, M.M., (Jakarta: Bina Aksara, 1997),
hlm. 345-355.2Agus Sujanto, Halem Lubis, dan Taufik Hadi, Psikologi
Kepribadian,(Jakarta: Aksara Baru, 1982), hlm. 120.
4) Buku dengan lebih dari tiga pengarang
Penulisan catatan kaki dengan buku lebih dari tiga pengarang
dilakukan dengan cara berikut.
(1) Hanya nama pengarang pertama saja yang dicantumkan diikuti
singkatan dkk. (dan kawan-kawan) atau singkatan et.al. (et alli).
Bila rujukan berbahasa asing, misalnya bahasa Inggris,
gunakanlah singkatan et.al. dan bila rujukan berbahasa Indonesia,
gunakanlah singkatan dkk.
(2) Antara nama dan singkatan pengarang tidak dibubuhi koma.
(3) Nama pengarang diikuti koma.
(4) Judul buku dicetak miring diikuti koma.
(5) Judul buku dan subjudul, jilid, atau edisi tidak dipisahkan koma
atau titik.
(6) Informasi penerbitan diapit tanda kurung dengan urutan nama
kota, penerbit, dan tahun. Setelah kurung tutup, diberi koma,
dapat diikuti kata halaman (disingkat hlm. atau h., dapat juga
tanpa kata halaman).
(7) Nomor halaman ditulis dengan angka Arab dan diakhiri titik.
Contoh:1Arthur J. Keown et.al., Dasar-Dasar Manajemen Keuangan
Buku 2, ed. terj. Chaerul D. Djakman, S.E., M.B.A. dan Dwi
Sulistyorrini, S.E., M.M., (Jakarta: Salemba Empat, 2000),
hlm. 456-458.2Yulius S., dkk., Kamus Baru Bahasa Indonesia, (Surabaya:
Erlangga, 1980), hlm. 80.
94
5) Institusi sebagai pengarang
Contoh:1Biro Pusat Statistik, Proyeksi Angkatan Kerja Indonesia
Sampai Tahun 2000, (Jakarta: BPS, 1982), hlm. 1.2Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan,
(Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,
2004), hlm. 1-3.
6) Buku terjemahan
Contoh:1James C. Vann Horne, Dasar-Dasar Manajemen
Keuangan,terj. Junius Tirok, M.B.A. (Jakarta: Erlangga, 1983),
hlm. 100.2Arthur J. Keown et.al., Dasar-Dasar Manajemen Keuangan,
Buku 2, ed. terj. Chaerul D. Djakman, S.E., M.B.A. dan Dwi
Sulistyorini, S.E., M.M., (Jakarta: Salemba Empat, 2000), hlm.
456-458.
7) Artikel dalam jurnal, majalah, dan surat kabar
a. Susunan artikel dalam jurnal sebagai berikut.
(1) Nomor urut pengarang dengan huruf kecil menggantung, rapat
dengan garis margin kiri diikuti nama pengarang, koma.
(2) Judul artikel diapit tanda petik diikuti koma.
(3) Nama jurnal dicetak miring diikuti koma.
(4) Nomor volume diikuti titik dua (:), diikuti nomor halaman, dan
diikuti koma.
(5) Bulan dan tahun penerbitan diapit kurung dan diikuti koma,
dikuti nomor halaman dan ditutup dengan titik.
Contoh: 1Bagus Sumargo, “Validitas dan Realibilitas Pengukuran
Kemiskinan,” Jurnal Ilmiah Mat Stat, 2: 2, (Jakarta, Juli 2002), hlm.
137 et.seq.2Syamsul Arifin, “Konflik dan Harmonitas sosial dalam Relasi
dengan Sesama,” Jurnal Character Building, 1: 1, (Jakarta, Juli
2004), hlm. 21-33.
95
b. Susunan artikel dalam majalah:
Urutan unsur yang dituliskan: nomor urut catatan kaki,
nama pengarang, judul artikel (diapit tanda petik), nama majalah
(dicetak miring), nomor dan tanggal penerbitan, dan halaman.
Contoh:1Dedi Humaedi, “Kiat Perusahaan Hidup untuk Hidup Terus,”
Swa Sembada, 16/XX/5-18 Agustus 2004, hlm. 107-109.
c. Susunan artikel dalam surat kabar:
Urutan unsur yang dituliskan: nama pengarang (kalau tidak
ada nama tuliskan halaman pembahasan, misalnya: opini, tajuk,
tifa), judul artikel (diapit tanda petik), nama surat kabar (dicetak
miring), dan tanggal serta tempat penerbitan.
Contoh:1Usep Setiawan, “Pemerintah Baru dan Konflik Agraria,” Kompas
24 September 2004, hlm. 4-5.2Putut EA, “Rumah Hujan,” Media Indonesia 20 Juni 2004, hlm.13.
4. Rujukan
Rujukan adalah sumber tempat pengambilan kutipan yang
ditempatkan pada catatan kaki dengan nomor urut penunjukan pada
bagian akhir kutipan, atau ditempatkan langsung dalam tanda kurung
pada bagian awal atau akhir kutipan (pada bagian ini hanya menjelaskan
yang ditempatkan langsung dalam tanda kurung). Unsur rujukan
mencakup nama pengarang, tahun terbit, dan halaman tempat mengambil
kutipan tersebut.
Contoh rujukan yang ditempatkan pada bagian awal kutipan.
Bernilai tidaknya karya tulis ditentukan oleh banyak faktor. Faktor
tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat diabaikan oleh
penulis. Hal ini seperti dikemukakan oleh Keraf (1998: 122) bahwa,
“Sebuah karya tulis dianggap tidak bernilai apabila pemikirannya kabur
dan ditulis tergesa-gesa, tidak memiliki gagasan sentral, tetapi hanya
mengungkapkan pernyataan yang lepas.”
Contoh rujukan yang ditempatkan pada bagian akhir kutipan.
96
Salah satu sikap ilmiah yang harus dimiliki oleh seseorang dalam
melakukan penelitian adalah bersikap terbuka, “Orang yang bersikap
ilmiah selalu terbuka, yaitu selalu bersedia mendengarkan keterangan dan
argumentasi orang lain walaupun berbeda pendiriannya. Orang yang
bersikap terbuka tidak menutup mata terhadap kemungkinan yang lain.”
(Brotowidjoyo, 2004: 33). …….
Catatan:
(1) Nama penulis yang bukunya dirujuk dalam uraian teks, hanya
disebutkan bagian akhirnya saja (bila nama tersebut lebih dari satu
kata).
Contoh: Menurut Keraf (1985: 20) ………………………………dst.
Catatan: nama lengkapnya Gorys Keraf.
(2) Jika penulis dua orang, kedua nama akhirnya diantarai oleh kata dan.
Contoh: ……………..................(Astrid dan Susanto, 1985: 18).
(3) Jika penulis lebih dari dua orang, hanya penulis pertama yang
dicantumkan, yang lainnya diganti dengan singkatan dkk. atau et.al.
Contoh: ………………………… (Ramlan, dkk., 1997: 25).
(4) Jika terdapat dua penulis yang kebetulan mempunyai nama akhir
yang sama dan menulis pada tahun yang sama pula, untuk
membedakannya di belakang tahun ditandai dengan abjad a, b, dan
seterusnya.
Contoh: ……………………………(Abdullah, 1992 a: 75).
……………………………(Abdullah, 1992 b: 85).
Catatan: nama lengkapnya Hamid Abdullah (1992 a: 75).
Bustam Abdullah (1992 b: 85).
(5) Jika rujukan itu bersumber dari buku suntingan atau bunga rampai,
yang ditulis adalah nama penulis artikel bukan nama penyunting.
Misalnya, nama penulis artikel Soedjono sedangkan nama penyunting
buku Sarkawi, yang ditulis dalam rujukan adalah Soedjono.
5. Daftar Pustaka
Daftar pustaka digunakan untuk membantu pembaca memperoleh
gambaran menyeluruh tentang keluasan pembacaan penulis yang
mendukung pengembangan gagasannya. Selain itu dapat pula menjadi
97
petunjuk bagi pembaca yang berminat mendalami masalah tertentu yang
dibahas oleh penulis. Pembaca juga dapat menelusuri sumber-sumber
acuan yang terdapat dalam daftar pustaka tersebut.
Secara keseluruhan fungsi daftar pustaka ada dua, yaitu:
(1) memberikan deskripsi yang penting tentang buku, jurnal, majalah,
harian secara keseluruhan, dan
(2) sebagai pelengkap dari rujukan pada kutipan dan catatan kaki,
maksudnya adalah apabila pembaca ingin mengetahui lebih lanjut
tentang referensi yang terdapat pada kutipan dan catatan kaki, ia
dapat mencarinya dalam daftar pustaka.
Unsur-unsur yang harus dimasukkan dalam sebuah daftar
pustaka adalah:
(1) nama pengarang yang dibalik susunannya,
(2) judul buku termasuk judul tambahannya,
(3) data publikasi: penerbiat, tempat terbit, tahun terbit, cetakan
keberapa, nomor jilid (kalau ada),
(4) untuk sebuah artikel diperlukan pula judul artikel yang bersangkutan,
nama majalah atau jurnal atau harian, nomor, dan tahun,
(5) singkatan-singkatan seperti dkk. atau et.el. bagi pengarang lebih dari
tiga orang dan singkata ed. bagi referensi yang ada editornya.
Cara menyusun daftar pustaka tidak seragam bagi semua bahan
referensi, bergantung pada sifat bahan referensi itu. Cara menyusun
daftar pustaka mengenai buku berbeda dengan majalah, jurnal, dan
harian; demikian pula terhadap manuskrip yang sudah diterbitkan dan
belum diterbitkan, seperti skripsi, tesis, dan disertasi. Walaupun terdapat
perbedaan, ada hal yang penting selalu dicantumkan, yaitu nama penulis,
judul, dan data publikasi.
Daftar pustaka disusun menurut urutan abjad dari nama
pengarangnya. Untuk maksud tersebut nama pengarang harus dibalik
susunannya. Jarak baris dengan baris dalam satu daftar pustaka satu
spasi sedangkan jarak pustaka yang satu dengan pustaka yang lainnya
dua spasi. Tiap pustaka disusun secara sejajar dari margin kiri. Bila ada
dua karya atau lebih ditulis oleh seorang pengarang, pengulangan
98
namanya dapat ditiadakan dengan menggantikannya sebuah garis lurus
sepanjang 5-7 ketikan yang disusul tanda titik.
Cara membuat daftar pustaka dapat diuraikan sebagai berikut.
(1) Buku dengan seorang pengarang
Ambari, Abdullah. 1999. Intisari Tata Bahasa Indonesia. Bandung:
Djatnika.
Catatan:
a) Nama keluarga (fam) lebih dahulu kemudian nama sebenarnya,
kecuali nama Tionghoa, antara nama keluarga (fam) dengan nama
sebenarnya menggunakan koma. Jika buku itu disusun oleh
sebuah komisi atau badan atau lembaga, nama itu yang
menggantikan nama pengarang.
b) Judul buku dicetak miring dan menggunakan tanda titik pada setiap
akhir judul. Unsur data publikasi: sesudah nama pengarang tanda
titik, sesudah tahun terbit tanda titik, sesudah judul buku pakai
tanda titik, antara tempat terbit dan nama penerbit titik dua, disusul
titik.
(2) Buku dengan dua sampai tiga pengarang
Arifin, E.Z. dan S.A. Tasai. 1999. Cermat Berbahasa Indonesia.
Jakarta: Akademika Presindo.
Sartuni, Rasyid, Lamuddin Finoza dan SitiAisyah Sundari. 1994.
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Nina Dinamika.
Catatan:
Hanya nama pengarang pertama yang dibalik susunannya, yang
lainnya ditulis sesuai dengan buku.
(3) Buku lebih dari tiga pengarang
Canfield, Jack, et.al. 2000. Chicken Soup for the Women’s Soul. terj.
Anton MGS. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Catatan:
Hanya nama pengarang yang pertama yang dicantumkan dan dibalik
susunannya, yang lainnya diganti dengan singkatan et.al. (et alli).
(4) Buku dengan edisi berikutnya mengalami perubahan
Keraf, Gorys. 1995. Komposisi. Cet. ke-6. Ende Flores: Nusa Indah.
(5) Buku yang terdiri atas dua jilid atau lebih
99
Badudu, J.S. 1985. Membina Bahasa Indonesia Baku. 2 jld. Bandung:
Pustaka Prima.
(6) Sebuah edisi editor atau penyunting
Ali, Lukman, ed. 1995. Bahasa dan Kesusastraan Indonesia sebagai
Cerminan Manusia Indonesia Baru. Jakarta: Gunung Agung.
(7) Buku terjemahan
Amstrong, Thomas. 2002. Sekolah Para Juara Menerapkan Multiple
Intelligence di Dunia Pendidikan. terj. Yudhi Martanto. Bandung: Kaifa.
(8) Artikel dalam jurnal, majalah, harian
Samsuri. “Sistem Fonem Indonesia dan Suatu Penyusunan Ejaan
Baru,” Majalah Medan Ilmu Pengetahuan, I:10, 323-341 (Jakarta,
Oktober 1960).
(9) Tajuk rencana, artikel tanpa nama
Tajuk Rencana, “Membangun Perangkat Lunak Demokrasi,” Kompas.
24 September 2004.
(10) Wawancara, interview radio, dan televisi
Nabaskara, Roni. Interview Televisi. “Pentingnya Penyuluhan untuk
Membuat Masyarakat Berpikir Logis” Rajawali Citra Televisi
Indonesia. Jakarta 15 Agustus 2004.
(11) Disertasi yang diterbitkan
Purwanti, Siwi. 2002. Partisipasi Remaja dalam Penghijauan Kota:
Survei pada Remaja di Kelurahan Sukapura Jakarta Utara. Disertasi
Universitas Negeri Jakarta. Jakarta: Rineka Cipta.
(12) Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang belum diterbitkan
Ali, Hasan. 1982. “Proses Derivasi Kata Kerja Bahasa Indonesia”
Skripsi Sarjana Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin. Ujung
Pandang.
(13) Bersumber dari internet
Kumaidi. 1988. “Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan
Tesnya,” Jurnal Ilmu Pendidikan, (Online). Jilid 5, No. 4,
(http://www.Malangac.id. diakses 20 Januari 2000).
Scientific American. 2000. “Educational Tech will be Hot.”
http://www.civic.com.
100
BAB VII
KARYA TULIS ILMIAH
1. Pendahuluan
Banyak pihak yang memandang bahwa kata ilmiah selalu
merupakan sesuatu yang rumit dan canggih. Pandangan seperti ini dapat
muncul jika menafsirkan keilmiahan hanya dari satu perspektif. Sesuatu
dinyatakan ilmiah tidak berarti kita harus selalu menggunakan rumus-
rumus atau merupakan hasil pekerjaan dari suatu laboratorium saja.
Dalam studi sosial keilmiahan itu berada pada suatu tataran yang relatif
dan dinamis. Meskipun demikian, sajian karya tulis yang ilmiah
memerlukan pemikiran yang sistematis, konsisten, logis, dan disertai
bukti-bukti empiris. Gagasan ilmiah yang diusung dalam suatu sajian
tertulis sering disebut dengan karya tulis ilmiah.
Karya tulis ilmiah bersangkut paut dengan kegiatan menuangkan
ide secara tertulis. Dalam mengomunikasikan gagasan secara tertulis
diperlukan kemampuan meramu bahasa ke dalam bentuk karangan.
Apabila gagasan itu berupa argumen keilmuan, diperlukan kemampuan
merancang karya tulis ilmiah. Untuk dapat menuangkan gagasan
keilmuan ke dalam karangan ilmiah perlu pemahaman tentang
karakteristrik , struktur, dan aspek kebahasaan dalam karya ilmiah.
Kegiatan menuangkan gagasan keilmuan dalam bahasa ilmiah
sering dilakukan pada setiap kegiatan ilmiah. Dalam kegiatan diskusi,
seminar, simposium, lokakarya, orasi, dan sejenisnya sering tersaji
komunikasi keilmuan, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Pada
kegiatan-kegiatan ilmiah tersebut, penyaji dituntut memiliki kemampuan
menyampaikan argumen secara lisan yang dilengkapi pula dengan sajian
argumen keilmuan secara tertulis dalam bentuk karya tulis ilmiah. Para
mahasiswa selalu dituntut memiliki kemampuan dalam menyampaikan
argumen keilmuan dalam karya tulis ilmiah, baik berupa artikel laporan
kajian, makalah, skripsi, atau pun tesis dan disertasi.
101
2. Pengertian Penulisan Ilmiah
Karya ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan
fakta umum yang ditulis atau dikerjakan sesuai dengan tata cara ilmiah
dan mengikuti pedoman dan konvensi ilmiah yang telah disepakati atau
ditetapkan. Karya tulis ilmiah merupakan suatu sajian bentuk karangan
yang dinamis. Karya tulis ilmiah berkembang sesuai dengan
perkembangan ilmu yang terjadi. Karya tulis ilmiah bukan sebuah “pakem”
keilmuan sehingga penyajiannya harus menuntut sesuatu yang statis dari
waktu ke waktu. Karya tulis ilmiah merupakan bongkah ilmu yang
perkembangannya mengikuti perkembangan ilmu tersebut.
Di dalam karya tulis ilmiah terkandung suatu pernyataan ilmiah.
Pernyataan ilmiah itu memerlukan pemikiran sebelumnya dan penerapan
serta pengujian sesudahnya. Oleh karena itu, pernyataan ilmiah harus
dapat dibuktikan kebenarannya. Pemikiran sebelumnya mencakup semua
alasan ilmiah berdasarkan fakta atau data yang diperoleh secara ilmiah.
Melalui proses penalaran dihasilkan produk pemikiran yang berupa
pernyataan-pernyataan atau usulan-usulan yang dapat diperiksa benar
tidaknya.
Tingkat keilmiahan sebuah karya tulis dapat diukur oleh
keruntunan uraian yang tersaji dalam bentuk kebertemalian antaraspek
yang terdapat dalam karangan tersebut serta kebertalian antarbagiannya.
Keterhubungan antarbagiannya sangat erat dan kentara jika diamati
melalui sistematika penyajian tulisan yang logis. Apabila bagian landasan
teoretis bukan merupakan rangkaian teori yang digunakan untuk
menjawab permasalahan atau untuk mendeskripsikan setiap aspek yang
dikaji atau diteliti, bagian tersebut tidak berfungsi sebagai teori-teori yang
melandasi suatu gagasan ilmiah.
Dalam karya tulis ilmiah terdapat bagian metodologi atau proses
pembahasan. Bagian ini merupakan suatu prosedur kajian yang dapat
dipertanggungjawabkan sebagai ikhtiar keilmuan yang logis. Bagian ini
bukan merupakan bagian yang hanya sebagai prasyarat semata dalam
keseluruhan karangan, melainkan merupakan bagian yang
mengungkapkan proses.
102
3. Syarat-Syarat Karangan Ilmiah
Sebuah karangan ilmiah perlu disusun dengan memperhatikan
syarat-syarat berikut:
a. menyajikan fakta objektif secara sistematis
b. penulisannya cermat, tepat, dan benar, serta tulus, tidak memuat
terkaan;
c. sistematias, tiap langkah direncanakan secara sistematis,
terkendali secara konseptual dan prosedural;
d. tidak mengejar keuntungan pribadi, yaitu tidak berambisi agar
pembaca tidak berpihak kepadanya, motivasi penulis hanya untuk
memberitahukan tentang sesuatu dan tidak ambisius;
e. tidak memuat pandangan-pandangan tanpa pendukung, kecuali
dalam hipotesis kerja;
f. menggunakan bahasa ilmiah (lihat kembali Bab 2);
g. karanhgan ilmiah tidak emotif, tidak menonjolkan perasaan;
h. tidak memancing pertanyaan-pertanyaan yang bernada keraguan;
i. tidak persuasif, karangan ilmiah itu benar-benar untuk mendorong
pembaca mengubah pendapat, tidak melalui ajakan, tetapi
membiarkan fakta berbicara sendiri;
j. tidak melebih-lebihkan sesuatu, dalam karangan ilmiah hanya
disajikan kebenaran fakta, memutarbalikkan fakta akan
menghancurkan tujuan penulisan karya ilmiah.
4. Karakteristik Karya Ilmiah
Karakteristik karangan ilmiah berarti ciri khas suatu gagasan
tertulis. Untuk mengetahui karakteristik sebuah karya tulis ilmiah tersebut,
kita dapat mengkajinya dari argumen yang disajikan dalam suatu
karangan. Kekhasan karangan ilmiah dapat diamati dari cara seorang
penulis di dalam menyajikan gagasan ilmiahnya, sikap ilmiah dalam
penulisannya, dan ciri-ciri karangan ilmiah itu.
103
4.1 Penyajian gagasan ilmiah
Berdasarkan kajian terhadap cara penyajian karya tulis
ilmiah dapat diungkapkan beberapa karakteristik karangan ilmiah.
Menurut Suherli (1996:182-200) bahwa sekurang-kurangnya ada
lima karakteristik karangan ilmmiah.
1) Karangan ilmiah menyajikan fakta, yaitu berupa fakta umum
yang dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah dengan
mengikuti metodologi penulisan yang benar.
2) Di dalam karangan ilmiah disajikan definisi. Metode penyajian
definisi sebagai karakteristik karangan ilmiah meliputi metode
eksplikasi, analisis, deskripsi, ilustrasi, perbandingan/analogi,
eliminasi, dan etimologi.
3) Karangan ilmiah menguraikan permasalahan dengan cara tidak
abstrak, jelas/lengkap, objektif, bernalar, dan konseptual.
4) Karangan ilmiah menerapkan teori-teori yang dapat dilakukan
secara logis, spesifik, atau faktual.
5) Dalam karangan ilmiah disajikan pemecahan masalah yang
dilakukan dengan cafra deduksi, induksi, atau berproses.
Untuk memahami kelima karakteristik di atas secara
lengkap dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel … : Karakteristik karya tulis ilmiah dan cara
penyajiannya
No Karakteristik Cara Penyajian
1. Menyajikan fakta - objektif
- sistematis
- cermat
2. Menyajikan
pengertian/definisi tentang
judul/itilah, atau
permasalahan
- deskripsi
- eksplikasi
- analisis
- ilustrasi
- perbandingan/analogi
- etimologi
3. Menguraikan masalah - abstrak
104
- bernalar
- objektif
- konseptual
4. Menerapkan teori - Faktual
- Spesifik
5. Membahas, memecahkan,
dan menyimpulkan masalah
- induktif
- deduktif
Sumber: Kusmana (2010:20)
Kelima karakteristik karya tulis ilmiah tersebut dapat dijadikan
sebagai rujukan bagi para penulis dalam mengungkapkan argumen
melalui suatu karangan ilmiah. Penyajian argumen ilmiah yang
dituangkan ke dalam bentuk karangan ilmiah akan berhasil dipahami
oleh pembaca ketika menerapkan karakteristik tersebut dengan cara
penyajian yang sesuai dengan kriteria suatu karangan ilmiah.
4.2 Sikap ilmiah dalam penulisannya
Sikap ilmiah merupakan pengejawantahan dari mental ilmiah
sehingga sikap dalam menulis karangan ilmiah akan memberikan
warna dalam penyusunan karya tulis ilmiah. Brotowidjojo
(1993:32-34) mengungkapkan beberapa sikap ilmiah, antara lain:
1) sikap ingin tahu;
2) sikap kritis;
3) sikap terbuka;
4) sikap objektif;
5) sikap rela menghargai pendapat orang lain; dan
6) sikap berani mempertahankan kebenaran.
Dalam menulis karangan ilmiah, sikap ingin tahu tampak
dalam ungkapan pertanyaan dalam mempersoalkan masalah atau
teori, bahkan melakukan suatu prediksi pada masalah-masalah lain
yang mungkin terjadi. sikap ini berkaitan dengan sikap ilmiah
lainnya, yaitu memiliki wawasan ke depan. sementara itu, sikap
kritis dalam menulis karangan ilmiah ilmiah tampak dalam
kecermatan berpikir dan menguraikan permasalahan secara tajam
105
pada pokok persoalan. penyimpangan yang bersifat prinsip akan
dihindari dalam menulis karangan ilmiah.
Sikap terbuka dan objektif ditunjukkan oleh uraian yang
tidak apriori terhadap pendapat atau temuan ahli lain. penulisan
karangan ilmiah dilakukan dengan mengungkapkan apa adanya.
sekalipun memiliki persepsi yang berbeda, seorang penulis
karangan ilmiah akan mengungkapkan dasar konsepsi secara kritis
untuk mempersoalkan masalah yang dipertentangkan. sikap ini
akan diikuti pula oleh sikap rela menghargai pendapat orang lain
yang berbeda dengan pendapat dirinya. apabila pendapatnya
benar dan ditentukan berdasarkan penelitian dengan metodologi
penulisan ilmiah, sikap berani mempertahankan kebenaran
merupakan salah satu implementasi sikap ilmiah.
Sejalan dengan deskripsi sikap ilmiah di atas, de Bono
(1990:10-11) menyatakan sikap tersebut sebagai sifat pemikir
(ilmiah) yang memiliki ciri-ciri pemikir efektif. ciri-ciri yang dimaksud
adalah:
1) bersifat objektif dan mempertahankan ketidakefektifan
pemikirannya;
2) menyadari apa yang perlu dilakukan sekalipun dirinya tidak
dapat melakukannya;
3) menelaah buah pikiran orang lain bukan untuk mencari
kesalahannya melainkan untuk memetakan wawasannya;
4) bersifat konstruktif bukan hanya bisa mengkritik;
5) berpendapat bahwa berpikir (ilmiah) bertujuan untuk mencapai
pengertian yang lebih baik, keputusan yang lebih tepat, dan
cara bertindak yang sehat, bukan untuk membuktikan bahwa
dirinya lebih pandai daripada yang lain;
6) menghargai gagasan sebagaimana dirinya ikhlas menghargai
keindahan setangkai mawar yang tidak dipersoalkan taman
tempat bunga itu tumbuh.
Sikap ilmiah sebagaimana diuraikan tersebut idealnya
menyatu dalam diri penulis karangan ilmiah sebagai ciri seorang
ilmuwan dalam berpikir.
106
BAB VIII
PENULISAN KARYA ILMIAH
(ARTIKEL, MAKALAH, PROPOSAL)
107
1. Pendahuluan
Akhir-akhir ini karya tulis ilmiah yang paling banyak dikenal
adalah artikel (ilmiah populer), makalah (kertas kerja dan kajian),
laporan penelitian dan buku. Laporan penelitian itu mencakup laporan
penelitian itu sendiri, baik penelitian lapangan (field research) maupun
penelitian/kajian pustaka (desk research), laporan kajian buku (books
report) atau bagian buku (chapter report), dan laporan penyelesaian
studi yang terdiri atas makalah, skripsi, tesis, dan disertasi. Buku terdiri
atas buku teks (buku teks pelajaran, modul, dan diktat) dan buku
nonteks (buku pengayaan, referensi, dan panduan pendidik). Dalam
perkembangannya, jenis-jenis karya tulis ini semakin bervariasi.
2. Artikel
Artikel merupakan jenis karya tuylis ilmiah yang dipublikasikan
kepada umum. Artikel merupakan karangan ilmiah yang sudah
dikemas dengan menggunakan bahasa yang diperkirakan akan dapat
dipahami oleh para pembaca dalam lingkup yang lebih luas. Bentuk
karangan ini di antaranya artikel yang disajikan untuk media cetak
seperti surat kabar atau majalah.
Artikel biasanya berupa opini yang dikemas dalam bentuk
karangan ilmiah populer. Masalah yang disajikan dalam artikel
biasanya persoalan yang sangat faktual dan sejalan dengan headline
berita dari suatu surat kabar atau majalah. Oleh karena itu, tulisan
artikel biasanya mengangkat-topik-topik sederhana dan faktual.
Selain itu, ada pula artikel yang disajikan dalam majalagh ilmiah
atau jurnal ilmiah. Sekalipun bentuknya opini atau hasil kajian, namun
yang disajikan di dalam sebuah jurnal sangat dibatasi oleh jumlah
halaman yang tersedia sehingga diperlukan kecakapan penulis di
dalam meramu dan mengemasnya menjadi sebuah tulisan ilmiah yang
lebih simpel.
Argumen yang dikemas dalam jurnal atau majalah ilmiah sangat
berbeda dengan kemasan untuk surat kabar atau majalah umum.
Sajian argumen di dalam jurnal mengikuti sistematika suatu sajian
108
karya tulis ilmiah serta ketentuan dan etika penulisan yang mengikuti
pola penulisan karangan ilmiah.
Penyajian artikel untuk kepentingan publikasi dalam media
cetak umum dikemas dalam bentuk yang lebih sederhana, bahkan
jumlah halaman pun mengikuti ketentuan teknis penerbitan dari
sebuah media (cetak). Sementara itu, jika menulis artrikel untuk jurnal
ilmiah, selain ketentuan jumlah halaman sebagaimana dalam media
cetak tadi, bagian-bagaian yang harus tersaji dalam jurnal (ilmiah) pun
harus mengikuti gaya selingkung dari jurnal tersebut. Misalnya, sebuah
jurnal menghendaki bagian-bagian berikut yang harus disajikan dalam
jurnalnya seperti judul, abstrak, kata kunci, pendahuluan,
pembahasan, simpulan, daftar pustaka, dan biodata, misalnya.
Untuk memperkuat argumen yang disajikan dalam artikel,
biasanya digunakan dasar teoretis, ketentuan atau kebijakan, fakta-
fakta, atau logika umum. Berdasarkan hal tersebut, penulis
mengembangkan argumen ilmiahnya serta pertautan antarargumen
dengan penjelas untuk membahas masalah, serta solusi yang
disodorkan dalam memecahkan masalah. Dalam artikel selalu
disajikan solusi atas permasalahan yang disajikan di bagian awal
tulisan.
3. Makalah
Makalah merupakan jenis karangan ilmiah yang paling populer.
Namun, dalam penyusunannya sangat bergantung pada peruntukan
sajian makalah tersebut. Berdasarkan kepentingannya, terdapat jenis
makalah untuk pertemuan ilmiah seperti seminar, simposium, atau
lokakarya.
Untuk keperluan studi sering dikenal tulisan ilmiah berbentuk
makalah, baik sebagai tugas studi dalam bidang tertentu maupun
sebagai tugas akhir dari suatu mata kuliah. Makalah sebagai tugas
studi biasanya disusun sebagai tugas berstruktur atau tugas mandiri
yang harus diserahkan. Makalah yang ditulis merupakan refleksi dalam
melaksanakan studi bidang tertentu berdasarkan perspektif tertentu
pula.
109
Dalam perkembangannya terdapat pula jenis makalah untuk
kepentingan orasi ilmiah. Makalah jenis ini biasanya disusun ketika
seorang dosen dinobatkan atau menduduki jabatan fungsional sebagai
guru besar yang mendapat kesempatan untuk menyampaikan pidato
pengukuhannya, selain itu, terdapat pula makalah yang berhubungan
dengan studi, baik pengerjaan tugas studi maupun penyelesaian tugas
akhir studi.
Makalah yang ditulis untuk kepentingan pertemuan ilmiah,
penyajiannya mengikuti suatu bentuk penyajian karangan ilmiah.
Bagian-bagian yang disajikan dalam makalah bentuk ini meliputi:
1) abstrak,
2) pendahuluan (uraian latar belakang masalah atau pentingnya
masalah dibahas/dikaji),
3) teori-teori yang digunakan untuk memecahkan masalah,
4) prosedur atau paradigma kajian yang digunakan,
5) pembahasan atau temuan kajian,
6) implikasi hasil kajian,
7) bagian penutup,
8) daftar pustaka, dan
9) biodata penulis.
Bagian-bagian tersebut di atas disajikan dalam bentuk wacana
ilmiah sehingga tidak terdiri atas bab demi bab, melainkan disajikan
atas bagian demi bagian.
Makalah yang disajikan untuk kepentingan studi biasanya
terpaku pada pembagian bab. Bagian-bagian makalah sebagaimana
disajikan di atas dikemas ke dalam bab demi bab sehingga
pembagiannya meliputi: bab satu menyajikan pendahuluan, bab dua
menyajikan landasan teori, bab tiga menyajikan metode dan
pembahasan, bab empat menyajikan simpulan dan saran, serta di
bagian akhir dilengkapi dengan daftar pustaka. Makalah studi
merupakan laporan suatu kajian terhadap suatu permasalahan
sehingga bentuknya dapat berupa kajian literatur.
Penulis makalah mengungkapkan argumen untuk membahas
dan memecahkan permasalahan berdasarkan korespondensi
110
antarteori yang dijadikan sumber rujukan. Argumen ilmiah yang
disajikan dalam makalah studi adalah penalaran dari penulis dalam
menghubungkan suatu teori atau ketentuan dengan teori lain yang
dipandang dapat menyelesaikan permadsalahan.
Bagian-bagian makalah hasil studi dapat disusun sebagaimana
contoh di bawah ini.
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan dan maksud Penulisan
(Pada bagian ini dapat pula ditambah dengan sajian
seperangkat asumsi yang dijadikan dasar kajian dalam
makalah tersebut).
Bab 2 Landasan Teori
(Argumen-argumen yang diperkuat oleh teori-teori yang
berhubungan dengan topik yang sedang dibahas.
Penyajiannya dapat dilakukan dengan memerinci setiap
bagian teori berdasarkan ruang lingkupnya).
Bab 3 Metode dan Pembahasan
3.1 Metode dan prosedur Kerja
3.2 Pembahasan
(Argumen yang membahasdan memecahkan masalah
dari setiap rumusan masalah)
Bab 4 Simpulan dab Saran
(Pada bagian ini disajikan simpulan untuk menjawab
rumusan masalah atau membuktikan argfumen berdasarkan
kajian yang dilakukan. Bagian ini diikuti dengan saran atau
rekomendasi yang disajikan berdasarkan simpulan kajian).
Bagian-bagian makalah untuk kepentingan kajian seperti ini
dapat dikembangkan sesuai dengan tuntutan atau suatu ketentuan
penulisan yang dianut di suatu institusi. Dalam hal tertentu, bagian
metodologi dan pembahasan sering dipisahkan dalam bagian yang
berbeda atau dalam dua bagian.
111
4. Penyusunan Proposal Penelitian
Membuat suatu tulisan atau karangan seperti penulisan skripsi,
tesis, disertasi, dan laporan penelitian diperlukan suatu perencanaan
yang matang yang menjadi pedoman dalam penyusunan karya ilmiah
tersebut. Dalam perencanaan karangan tersebut memuat kegiatan-
kegiatan yang akan dilakukan oleh peneliti/penulis. Kegiatan-kegiatan
tersebut dibagi atas tiga tahap yaitu tahap penyusunan desain
penelitian (proposal), penelitian, dan penulisan laporan penelitian.
Penyusunan proposal merupakan tahap awal dalam suatu
rangkaian kegiatan penulisan. Pada tahap ini peneliti harus membuat
perencanaan yang matang dalam bentuk proposal penelitian untuk
menghasilkan tulisan ilmiah dalam bentuk laporan penelitian. Proposal
memuat kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan dalam penelitian.
Proposal mengandung unsur-unsur sebagai berikut.
Memilih topik (tidak ditulis dalam proposal)
1. Merumuskan judul
2. Latar belakang masalah
3. Batasan Masalah
4. Rumusan Masalah
5. Rumusan tujuan
6. Kajian pustaka
7. Metode penelitian
8. Daftar pustaka
Memilih Topik
Memilih topik berarti memilih apa yang akan menjadi pokok
pembicaraan dalam tulisan/karangan. Pokok pembicaraan yang
dimaksud adalah sesuatu yang belum terurai. Kegiatan pada tahap
pertama ini sering mengalami kesulitan, bahkan menjadi beban berat
terutama bagi calon/orang yang baru mulai menulis. Hal ini disebabkan
oleh kesukaran untuk menemukan topik mana yang akan atau dapat
dipergunakan untuk menyusun karangan. Selain itu, sering pula
diperhadapkan kepada sikap untuk memilih satu diantara sekian
112
banyak bahan yang dapat dibicarakan. Dalam hal ini harus berpegang
teguh pada satu pilihan saja.
Topik dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti
pengetahuan, pendapat/penalaran, pengamatan dan penyelidikan
terhadap sesuatu, baik yang akan dilakukan sendiri di lapangan
maupun melalui buku-buku dan karangan-karangan lainnya. Selain itu,
kreasi imajinatif (daya khayal) dapat dijadikan sumber bahan
penulisan. Namun, topik-topik yang dipilih untuk karangan ilmiah
banyak bersumber pada pengalaman, pendapat/penalaran,
pengamatan, dan penyelidikan. Sebuah topik yang dipilih harus
memenuhi syarat berikut.
1) Topik menarik perhatian penulis
2) Topik dikenal/diketahui dengan baik
3) Bahannya dapat diperoleh
4) Topik dibatasi ruang lingkupnya
1) Judul
Judul karangan sering disamakan dengan topik dan tema.
Ketiga istilah itu berbeda wujud dalam karangan ilmiah. Judul adalah
nama dari sebuah topik, topik dan judul bisa saja sama dalam
perumusannya dan bisa juga berbeda. Topik harus ditentukan
sebelum penulisan dimulai, sedangkan judul tidak selalu demikian dan
bisa saja setelah karangan selesai. Untuk merumuskan judul yang baik
harus diperhatikan hal sebagai berikut.
1) Penulisan judul harus berpedoman pada kaidah bahasa
Indonesia.
2) Judul harus dapat menggambarkan topik.
3) Judul harus singkat, padat, dan jelas.
4) Judul harus menggunakan kata kunci yaitu kata yang dapat
diukur.
5) Judul harus dalam bentuk pernyataan.
6) Judul sebaiknya menggunakan kata benda.
2) Latar Belakang Masalah
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan latar belakang
masalah sebagai berikut.
113
1) Latar belakang masalah dapat menggambarkan adanya
kesenjangan antara harapan dengan kenyataan, baik
kesenjangan teoritis maupun kesenjangan praktis.
2) Dalam perumusan latar belakang masalah perlu dipaparkan
secara ringkas hasil-hasil pengamatan atau pengalaman-
pengalaman yang diperoleh terhadap sesuatu yang diamati
sehingga masalah yang diteliti menjadi landasan dalam
penelitian.
3) Latar belakang masalah harus dapat menjawab pertanyaan
mengapa topik itu penting diteliti dan dikemukakanlah
alasan-alasan penulis memilih topik tersebut.
4) Dalam penulisan latar belakang masalah, penulis dapat
mengutip pendapat para ahli, dokumen-dokumen resmi,
atau ketentuan-ketentuan yang dikemukakan oleh orang
yang memiliki kewenangan berkaitan dengan objek yang
diteliti.
3) Identifikasi Masalah
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan identifikasi
masalah sebagai berikut.
1) Identifikasi masalah memuat topik-topik bawahan yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti.
2) Topik-topik bawahan menggambarkan gagasan-gagasan
yang akan diteliti dalam penelitian.
3) Topik-topik bawahan dapat ditulis secara essai atau dalam
bentuk butir-butir.
4) Identifikasi masalah dapat dirumuskan berdasarkan
informasi-informasi dari majalah jurnal ilmiah, laporan
penelitian, hasil seminar, buku, atau keadaan di lapangan.
4) Batasan Masalah
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan batasan
masalah sebagai berikut.
114
1) Batasan masalah berkaitan dengan latar belakang masalah
dan identifikasi masalah.
2) Tidak semua masalah yang diungkapkan dalam identifikasi
masalah dibahas, akan tetapi masalah-masalah yang luas
tadi perlu dibatasi ruang lingkupnya agar mudah
dikembangkan.
3) Dalam batasan masalah yang diteliti adalah masalah-
masalah yang spesifik dan dapat dijangkau sesuai dengan
luasnya masalah yang diteliti.
5) Rumusan Masalah
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan rumusan
masalah sebagai berikut.
1) Rumusan masalah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan mengajukan hipotesis atau dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan terhadap topik-topik yang sudah
dibatasi.
2) Rumusan masalah merupakan upaya untuk menjelaskan
secara tersurat pertanyaan-pertanyaan yang hendak dicari
jawabannya.
3) Rumusan masalah merupakan pertanyaan-pertanyaan
ilmiah yang rinci mengenai masalah yang akan diteliti.
4) Rumusan masalah hendaknya disusun secara singkat,
padat, jelas, dan dituangkan dalam bentuk kalimat tanya.
5) Rumusan masalah yang baik akan menampakkan variabel-
variabel yang diteliti dan sifat hubungan antara variabel-
variabel dengan objek penelitian.
6) Rumusan masalah hendaknya dapat diuji secara empiris
melalui pengumpulan data untuk menjawab pertanyaan
yang diajukan dalam rumusan masalah.
6) Tujuan Penelitian/Penulisan
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan tujuan
penelitian sebagai berikut.
115
1) Tujuan penelitian merupakan sasaran atau hasil yang ingin
dicapai dalam penelitian sesuai dengan masalah yang diteliti
dan berkaitan dengan rumusan masalah diatas.
2) Jika rumusan masalah menyatakan tiga masalah, maka
rumusan tujuan harus tiga pula.
3) Rumusan tujuan penulisan harus dinyatakan dalam bentuk
kalimat pernyataan dan bukan dalam bentuk pertanyaan.
4) Rumusan tujuan harus menggambarkan masalah yang akan
dicapai dalam penelitian atau sasaran penelitian.
7) Kajian Pustaka
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan kajian pustaka
sebagai berikut.
1) Istilah kajian pustaka sering pula peneliti menggunakan
kerangka teori atau kerangka pikir.
2) Kajian pustaka harus dapat mengungkapkan kerangka
acuan yang komprehensif mengenai konsep-konsep,
prinsip-prinsip, atau teori-teori yang digunakan sebagai
landasan dalam memcahkan masalah yang dihadapi dalam
penelitian.
3) Kerangka kajian pustaka disusun berdasarkan kajian-kajian
berbagai aspek teoritis dan empiris sehingga penulis dapat
memperoleh kerangka pikir yang akan dipakai dalam
penelitian.
4) Kajian pustaka harus berkaitan dengan rumusan masalah
dalam penelitian tersebut.
5) Kajian pustaka bersifat deduktif.
8) Metode Penelitian
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan metode
penelitian sebagai berikut.
1) Metode penelitian bersifat induktif.
2) Metode penelitian memuat uraian tentang metode, teknik,
dan langkah-langkah penelitian secara operasional.
3) Aspek-aspek yang harus ditulis dalam metode penelitian
adalah sebagai berikut.
116
- Lokasi penelitian
- Pendekatan, jenis penelitian, dan desain penelitian
- Sumber data
- Populasi dan sampel
- Pengumpulan data
- Analisis data
- Tahap-tahap penelitian
BAB IX
PENULISAN KARYA ILMIAH
(SKRIPSI, TESIS, DAN DISERTASI)
1. Skripsi
117
Skripsi merupakan jenis tulisan ilmiah yang disusun untuk
kepentingan penyelesaian studi pada jenjang strata satu (sarjana).
Terdapat beberapa ahli yang mengatakan bahwa pada prinsipnya
penulisan skripsi merupakan latihan bagi calon sarjana dalam
membuat karya ilmiah berdasarkan hasil penelitian. Namun, secara
umum tulisan jenis skripsi disusun berdasarkan suatu ketentuan
penulisan ilmiah sehingga hasilnya pun dapat berguna bagi
perkembangan ilmu dan berimplikasi pada implementasi ilmu dalam
kehidupan bermasyarakat.
Argumen keilmuan dalam karangan ilmiah jenis skripsi banyak
diangkat oleh mahasiswa berdasarkan temuan dari suatu kenyataan
yang dipandang berbeda dengan suatu ketentuan yang mereka dapati
dalam perkuliahan atau berbeda dengan kajiannya dari suatu teori.
Dalam menyusun karangan ilmiah jenis ini, penulis dapat mengangkat
suatu fenomena atau problematika yang dipandang dapat diselesaikan
dengan atau oleh suatu konsep teoretis atau suatu penelitian yang
dapat dikerjakan dalam lingkup waktu tidak relatif lama. Hal ini
dikarenakan penulisan skripsi berhubungan pula dengan alokasi masa
studi yang ditempuh oleh mahasiswa jenjang strata satu.
Penyajian argumen dalam skripsi dapat menggunakan sajian
argumen deduktif atau pun induktif. Argumen yang dikemas dalam
tulisan ini dapat berupa korespondensi antarargumen sehingga
melahirkan penjelas sebagai simpulannya. Dalam melengkapi
argumen itu dilakukan suatu penelitian atau kajian terhadap suatu
sumber data berdasarkan metodologi penelitian yang dipilih.
Ketentuan dalam menentukan instrumen, sumber data, serta metode
penelitian mengikuti suatu karakteristik penulisan karangan ilmiah.
Bagian-bagian skripsi dapat diilustrasikan sebagaimana contoh
setiap bagian berikut ini.
Bab 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Madsalah
1.2 Identifikasi Masalah (jika masih perlu diidentifikasi)
1.3 Pembatasan Masalah (jika masalah perlu dibatasa)
1.4 Rumusan masalah
118
1.5 Tujuan dan maksud Penelitian/Penulisan
1.6 Hipotesis Penelitian (jika penelitiannya berhipotesis)
Bab 2 Landasan Teori
(Argumen-argumen yang diperkuat oleh teori-teori yang
berhubungan dengan topik yang sedang dibahas.
penyajiannya dapat dilakukan dengan memerinci setiap
bagian teori berdasarkan ruang lingkupnya).
Bab 3 Metode Penelitian
3.1 Metode Penelitian
3.2 Rancangan Penelitian /Desain penelitian
3.3 Variabel (Operasionalisasi Variabel atau pada penelitian
kualitatif disebut Fokus Kajian)
3.4 Prosedur Penelitian/Tahap-tahap Penelitian
3.5 Sumber Data, Populasi dan Sampel
3.6 lokasi dan Waktu Penelitian
3.7Teknik dan Instrumen Penelitian
3.8Teknik Pengolahan Data (jika penelitiannya
menggunakan data kuantitatif) atau Teknik Analisis Data
(biasanya untuk jenis data kualitatif)
3.9 Validasi Penelitian/Keterbatasan Penelitian (bersifat
opsional)
Bab 4 Pembahasan
4.1 Data Hasil Penelitian
4.2 Pengolahan Data (jika ada tahapan pengolahan data)
4.3 Pengujian Hipotesis (jika penelitian berhipotesis)
4.4 Pembahasan (pada bgian ini disajikan argumen yang
membahas dan memecahkan masalah dari setiap
rumusan masalah sehingga dapat diperinci lagi hingga
pada topik yang lebih terperinci).
4.5 Implikasi Penelitian (jika penelitian dalam bidang
keilmuan yang seharusnya diarahkan kepada
implementasi hasil kajian)
Bab 5 Penutup
Simpulan dan Saran
119
(Pada bagian ini disajikan simpulan untuk menjawab
rumusan masalah atau membuktikan argumen berdasarkan
kajian yang dilakukan. Bagian ini diikuti dengan saran atau
rekomendasi yang disajikan berdasarkan simpulan kajian).
Bagian-bagian sebagaimana disajikan di atas bukan merupakan
pembagian yang statis, melainkan dapat dikembangkan lagi atau
disesuaikan dengan ketentuan yang dianut di sebuah institusi.
Komposisi Karangan Ilmiah (Skripsi)
Sebuah skripsi disusun mengikuti format yang berlaku secara
konvensional. skripsi sebagai kajian hasil penelitian tersusun atas tiga
bagian, yaitu bagian pelengkap pendahuluan, bagian isi/inti skripsi,
dan bagian pelengkap penutup.
a. Bagian Pelengkap Pendahuluan
bagian pelengkap pendahuluan mencakup semua bagian atau
halaman sebelum bagian isi skripsi yang dipersiapkan sebagai bahan
informasi awal bagi pembaca sebelum memasuki uraian pada bagian
isi/inti. ada ketentuan tersendiri yang perlu diperhatikan dalam
penyusunan bagian ini. unsur-unsur yang tercakup di dalamnya adalah
judul, persembahan (kalau ada), pengesahan, penerimaan, kata
pengantar, daftar isi, daftar gambar/tabel, dan keterangan lainnya
(kalau ada), abstrak, dan sinopsis (jika diperlukan). halaman bagian
pelengkap pendahuluan menggunakan angka Romawi kecil (i, ii, iii …)
yang ditempatkan di bagian bawah (tengah).
b. Bagian Isi/Inti
bagian isi/inti skripsi pada umumnya terdiri atas lima bab
sebagaimana telah diilustrasikan pada halaman … di atas.
c. Bagian Pelengkap Penutup
bagaian pelengkap penutup berisikan daftar pustaka
(merupakan keharusan), lampiran-lampiran (kalau ada), dan indeks
(jika diperlukan). di bagian akhir dapat juga disertakan daftar ralat
(errata) jika terdapat kesalahan penulisan pada bagian-bagian tertentu
120
yang tidak sempat diperbaiki secara langsung pada tiap-tiap bagian
halaman sebelumnya. seperti halnya pada bagian pelengkap
pendahuluan, bagian pelengkap penutup juga tetap menggunakan
nomor halaman yang merupakan kelanjutan dari bagian isi tadi.
perbedaannya, jika pelengkap pendahuluan menggunakan angka
Romawi kecil, bagian pelengkap penutup menggunakan angka Arab
( 1, 2, 3, …). Penempatan nomor halamannya juga sama, yaitu di
bagian bawah (tengah).
Perbedaan antara setiap karangan ilmiah jenis skripsi, tesis,
dan disertasi bergantung pada tingkat kedalaman kajian. Adapun
tingkat kedalaman kajian untuk skripsi bergantung pada aspek-aspek
yang dicermati. Aspek yang dicermati itu berdasarkan pada suatu
pengujian teori yang dijadikan sebagai bahan kajian skripsi. Untuk
memahami hal tersebut, berikut ini disajikan ilustrasi contoh kajian
dalam skripsi.
Contoh 1:Seorang mahasiswa strata satu bidang keilmuan
manajemen akan meneliti hubungan antara kepuasan pelanggan bus jurusan Makassar – Toraja dan tingkat layanan yang diberikan. Berdasarkan teori tentang kepuasan konsumen disusun suatu instrumen untuk mengetahui tingkat kepuasan pengguna jasa bus tersebut agar mendapatkan data dari variabel pertama. Kemudian, melakukan pengumpulan data pula tentang tingkat layanan berdasarkan teori tentang manajemen layanan. Berdasarkan kedua data tersebut dilakukan pengolahan data dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Misalnya, berdasarkan hasil pengolahan data diketahui bahwa kepuasan pelanggan bus jurusan Makassar – Toraja berhubungan dengan tingkat layanan yang diberikan. Pengembangan argumennya dilakukan dengan sebuah penjelasan bahwa semakin lengkap layanan yang diberikan, semakin meningkat pula kepuasan pelanggan.
Contoh 2:Seorang mahasiswa ingin mengkaji sistem penyeklenggaran
pendidikan di sebuah pondok pesantren modern yang populer. Ia menfokuskan kajian pada aspek pendanaan, sistem pembelajaran, dan kepemimpinan. Berdasarkan teori yang mengupas ketiga aspek tersebut, ia dapat melakukan pengamatan dan mengunmpulkan berbagai data. Berdasarkan metodologi penelitian
121
yang dilakukannya, ia mendapatkan temuan bahwa sumber pendanaan yang digunakan di pondok pesantren modern tersebut berasal dari pemanfaatan potensi atas hasil karya dan aktivitas para santri seperti beternak ayam potong dan ayam petelur serta budidaya ikan lele. Sistem pembelajaran yang dilakukan menggunakan sistem keseimbangan antara teori dan praktik. Kaderisasi kepemimpinan di pondok pesantren modern tersebut menggunakan contoh kepemimpinan rasulullah. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, ia dapat membuat resume sebuah model penyelenggaraan pendidikan di pondok pesantren modern yang populer dan banyak diminati oleh para calon santrinya.
Tampak dari kedua contoh di atas bahwa kedalaman kajian
untuk sebuah skripsi sangat bergantung pada aspek-aspek yang
dicermatinya. Hal itu terlihat dari adanya hubungan antara aspek yang
dikaji/dicermatinya dengan teori yang mendasarinya. Selain itu, dalam
sebuh skripsi juga dapat memuat hasil pendeskripsian.
2. TesisTesis merupakan jenis tulisan ilmiah yang disusun untuk
kepentingan penyelesaian studi pada jenjang strata dua (magister).
Perbedaannya dengan skripsi bukan pada persoalan jumlah variabel
penelitian yang akan diteliti, melainkan pada tingkat kedalaman kajian.
Kehati-hatian seorang penulis tesis terutama di dalam menyusun
instrumen peneltian atau alat pengumpul data serta dalam mencermati
suatu temuan.
Dalam menyusun tesis diperlukan sekali kecermatan dalam
menyusun instrumen penelitian. Untuk membuat instrumen dapat
menggunakan instrumen yang sudah baku atau menyusunnya lagi
berdasarkan indikator dari variabel penelitian yang akan diteliti.
Instrumen yang sudah ada atau yang disusun itu akan diujicobakan
terlebih dahulu. Berdasarkan ujicoba itu akan diketahui releabilitas dan
validitasnya. Dari hal itulah kemudian penulis tesis menyempurnakan
kembali instrumen yang akan digunakannya dalam pengumpulan data.
Selain diperlukan kehati-hatian di dalam menyusun instrumen,
penulis tesis pun harus sangat berhati-hati dengan sumber data.
Dalam memperlakukan sumber data, diperlukan kecermatan di dalam
122
memilih sumber data berdasarkan teknik atau metode penentuan
sumber data yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Apabila jenis penelitian yang dilakukan menggunakan sampling,
penentuan sampel dilakukan berdasarkan suatu ketentuan dalam
menentukan sampel penelitian.
Dari beberapa ketentuan penulisan tesis yang berlaku di
beberapa perguruan tinggi , dapat diidentifikasi ciri-ciri karangan ilmiah
jenis ini (tesis). Kusmana (2010:97) mengungkapkan ciri-ciri yang
dimaksud sebagai berikut.
1) Fokus kajian mengupas masalah isu sentral dalam disiplin
keilmuan (program studi yang ditempuh),
2) Kajian merupakan pengujian empirik terhadap posisi teoretis dari
suatu disiplin ilmu,
3) Menggunakan data primer sebagai data utama dan dapat ditunjang
oleh data sekunder,
4) Memiliki bobot kredit/satuan kredit semester (sks) lebih besar
daripada skripsi, misalnya 6-10 SKS, dan
5) Karakteristik khusus dari karangan ilmiah jenis tesis, biasanya
ditetapkan berdasarkan karakteristik institusi/perguruan tinggi.
Bagian-bagian dalam sebuah tesis tidak jauh berbeda dengan
bagian-bagian dalam sebuah skripsi. Pada tesis, biasanya bagian
implikasi penelitian dijadikan sebagai bagian pada bab tersendiri.
Penyajian bagian ini, pada bagian awal diungkapkan terlebih dahulu
hasil kajian atau temuan penelitian, kemudian disusun dengan
implikasi penelitian. Oleh karena itu, bagian simpulan dan saran pada
tesis berada pada bab enam. Demikian pula dengan bagian-bagian
dalam dkisertasi, tidak terdapat perbedaan yang mencolok dengan
pembagian dalam tesis.
Argumen dalam tesis seringkali disejalankan dengan makna
dari kata tesis, yaitu suatu pernyataan yang memerlukan pembuktian
secara empiris. Oleh karena itu, argumen ilmiah dalam tesis
dimaksudkan untuk membuktikan atau mengimplementasikan suatu
premis atau tesis dengan kenyataan. Penyusunan argumen dalam
tesis dilakukan dengan mencermati suatru permasalahan secara
123
lengkap dan menyeluruh. Berikut ini disajikan ilustrasi karangan ilmiah
jenis tesis.
Contoh 3.Di atas telah dikemukan dua contoh kajian untuk skripsi,
yaitu meneliti hubungan antara kjepuasa pelanggan bus jurusan Makassar – Toraja dan tingkat layanan yang diberikan serta sistem penyelenggaraan pendidikan di sebuah pondok pesantren modern yang populer. Apabila dalam contoh (1) diketahui bahwa kepuasan pelanggan bus jurusan Makassar – Toraja berhubungan dengan tingkat layanan yang diberikan sehingga dapat dikatakan semakin lengkap layanan yang diberikan, tingkat kepuasan pelanggan pun semakin meningkat. Untuk kajian sebuah tesis, dilakukan pengembangan pada pencermatan terhadap aspek-aspek kepuasan pelanggan, tingkat keperluan dan kekerapan pelanggan atau pengguna jasa dalam menggunakan jasa bus, alasan pelanggan menggunakan jasa bus, bentuk-bentuk pelayanan yang material, bentuk-bentuk peningkatan layanan, serta aspek-aspek lain dari kedua variabel tersebut. Begitu pula dengan contoh (2) dapat dikembangkan variabel-variabel yang akan ditelitinya. Dengan kata l;ain, dalam tesis tidak semata-mata melakukan kajian keterhubungan, tetapi dapat mengembangkannya pada aspek-aspek yang lebih spesifik. Data sekecil apa pun yang dapat dikumpul dalam penelitian jenis tesis, tidak serta-merta diabaikan begitu saja, tetapi perlu dicermati lebih dahulu sebagai sesuatu yang sangat berharga untuk kelengkapan pengembangan hasil penelitian.
3. Disertasi
Disertasi merupakan jenis tulisan ilmiah yang disusun untuk
kepentingan penyelesaian studi pada jenjang strata tiga (doktor).
Disertasi merupakan bentuk karangan ilmiah yang memiliki derajat
keilmiahan paling tinggi. Dari disertasi terlahirlah sebuah teori, temuan,
atau model baru dalam bidang ilmu yang ditekuni. Dari sebuah
disertasi ditemukanlah hal-hal baru serta pengembangan teori yang
berbeda dengan teori atau konsep yang selama ini dianut.
Argumen keilmiuan dalam disertasi dapat menggunakan pola
penalaran deduktif atau pun induktif. Kedalaman dan keluasan
argumen pun sangat diperlukan berdasarkan temuan atau hasil
penelitian yang bersifat global sehingga selain memerlukan referensi
124
tertulis yang lengkap, memerlukan pula referensi dari media elektronik
(internet).
Pemilihan dan penggunaan metodologi penelitian dalam
penyusunan disertasi harus dapat dijelaskan alasannya dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dalam memilih dan
menentukan sumber data, menyusun dan menguji coba instrumen
penelitian, pengolahan data dan pembahasan hasil penelitian, temuan
penelitian, serta aspek-aspek lainnya harus dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Dalam melakukan penelitian untuk kepentingan disertasi
seringkali diperlukan waktu yang cukup lama. Hal ini berhubungan
dengan karakteristik dan kondisi sumber data penelitian atau objek
yang diteliti. Peneliti harus mencermati seluruh aspek secara hati-hati
untuk menghindari bias dari penelitian tersebut. Keberadaan teori yang
digunakan dalam disertasi dapat dipandang sebagai argumen yang
perlu dibuktikan kebenarannyaberdasarkan penelitian.
Berikut ini disajikan contoh ilustrasi perbandingan antara tesis
dan disertasi.
Contoh 5:
Dalam contoh (3) di atas telah diutarakan bahwa kajian itu membahas kepuasan pelanggan yang meliputi aspek-aspek kepuasa pelanggan, tingkat keperluan dan kekerapan pelanggan atau pengguna jasa bus, alasan pelanggan menggunakan jasa bus dengan tingkat layanan yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk layanan yang material dan immaterial, bentuk-bentuk peningkatan layanan, serta aspek-aspek lain.di dalam disertasi, hasil penelitian sebagaimana dinyatakan dalam yesis dijadikan sebagai suatu temuan atau model tentatif. Oleh karena itu, temuan atau model itu diteliti lagi dengan diterapkan dalam kondisi lain sampai diperoleh keajegan teori tentang kepuasan pelanggan dan tingkat layanan yang dapat diberlakukan sebagai teori atau model baru yang dapat diberlakukan dalam kondisi dan sifat tertentu dari suatu objek.
Contoh 6:
Dalam contoh kajian tesis di atas telah diperoleh suatu
model pondok pesantren yang dideskripsikan secara lengkap ihwal
semua aspek yang dipandang berkontribusi pada popularitas
125
pondok pesantren yang dijadikan sebagai kajian. Dalam disertasi,
kajian dilanjutkan dengan mengujicobakan atau menerapkan model
ini dalam pengembangan suatu pesantren. Pengembangan
pesantren dengan menggunakan model tersebut diharapkan
melahirkan suatu popularitas pondok pesantren sebagaimana
terjadi pada pesantren sebelumnya. Dengan menggunakan model
tersebut kemudian menghasilkan suatu kondisi tentang pondok
pesantren yang dikembangkan, mungkin sama, kurang, atau
bahkan lebih baik. Dari penelitian itu diperolehlah suatu model baru
sebagai hasil penelitian suatu disertasi.
Contoh-contoh sebagaimana digambarkan di atas hanya
merupakan ilustrasi untuk mendapatkan gambaran perbedaan
antara karangan ilmiah berbentuk skripsi, tesis, disertasi
berdasarkan suatu desain penelitian tertentu. Tentu saja, jika
penelitiannya menggunakan desain eksperimen contohnya pun
akan berbeda.
BAB X
PENULISAN ARTIKEL ILMIAH, ABSTRAK, KATA KUNCI
DALAM JURNAL ILMIAH
1. Kaidah Penulisan Karya Ilmiah dalam Jurnal Ilmiah
126
Artikel ilmiah adalah representasi penyampaian hasil pemikiran
penulis atas suatu objek kajian kepada pembaca melalui bahasa tulis
dengan mengikuti sistematika dan kaidah penulisan ilmiah. Artikel ilmiah
memiliki beberapa aspek, yaitu (1) aspek hasil pemikiran suatu objek
kajian yang dapat berupa temuan penelitian dan gagasan atau konsep
pemikiran kritis, (2) aspek sistematika yang dijadikan dasar pembeda
antara bentuk karya tulis dalam bentuk artikel dengan bentuk karya tulis
yang lain, (3) aspek kaidah penulisan yang harus ditaati baik yang bersifat
universal maupun yang bersifat selingkung.
Berkaitan dengan hal tersebut, artikel ilmiah dapat berbentuk hasil
pemikiran atas suatu objek yang berasal dari hasil penelitian. Artikel ilmiah
ini disebut artikel hasil penelitian. Bentuk hasil pemikiran atas suatu objek
kajian berupa gagasan atau pemikiran hasil analisis kritis, maka artikel
ilmiah ini disebut artikel konseptual (artikel nonpenelitian).
Ada tiga hal yang membedakan artikel hasil penelitian dan
laporan penelitian adalah aspek bahan yang ditulis, sistematika, dan
prosedur penulisannya. Bahan yang ditulis dalam artikel hasil penelitian
lebih ditekankan pada isi berupa hasil atau temuan penelitian,
pembahasan, dan kesimpulan. Dalam artikel penelitian cukup disajikan
secara singkat dan sepenuhnya, misalnya kajian pustaka lazim
disajikan untuk mengawali artikel dan merupakan pembahasan rasional
pentingnya masalah penelitian ini. Aspek sistematika dalam artikel hasil
penelitian, kajian pustaka ditempatkan pada bagian pendahuluan tanpa
sub judul yang berfungsi sebagai paparan latarbelakang masalah yang
diakhiri dengan rumusan tujuan penelitian. Selanjutnya, disajikan hal-
hal yang berkaitan dengan metode, hasil, pembahasan, dan
kesimpulan.
Dalam penulisan artikel ilmiah berupa artikel hasil penelitian dan
artikel konspetual, perlu diperhatikan dan diterapkan kaidah-kaidah
penulisan yang ditetapkan dalam persyaratan yang ada dalam jurnal
ilmiah. Kaidah penulisan artikel ilmiah dalam suatu jurnal dapat dibagi
menjadi dua, yaitu kaidah penulisan yang bersifat universal dan kaidah
penulisan yang bersifat selingkung. Secara umum, kaidah penulisan yang
127
bersifat universal lebih berfokus pada kaidah-kaidah penggunaan bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Penggunaan bahasa Indonesia yang baik
dikaitkan dengan pemilihan ragam bahasa yang sesuai dengan konteks
dan situasi, sedangkan penggunaan bahasa Indonesia yang benar
berkaitan dengan kaidah bahasa berupa bahasa Indonesia baku dan
bahasa Indonesia tidak baku.
Kaidah penulisan artikel ilmiah yang bersifat selingkung berkaitan
dengan norma-norma penulisan artikel ilmiah berdasarkan konvensi yang
lebih bersifat teknis yang harus diikuti oleh penulis artikel. Seorang penulis
artikel harus mengikuti aturan-aturan yang dibuat oleh pengelola jurnal
ilmiah tersebut. Berkaitan dengan ini, ada perbedaan aturan atau cara
yang ada pada satu jurnal dengan jurnal yang lain. Untuk itu penulis
artikel ilmiah perlu mengetahui tata cara atau aturan yang telah ditetapkan
oleh pengelola jurnal. Kaidah selingkung yang telah ditetapkan oleh
pengelola jurnal harus ditaati oleh penulis artikel ilmiah.
2. Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal Ilmiah
Hasil penelitian yang ditulis dalam bentuk artikel dan diterbitkan
dalam jurnal ilmiah memiliki kelebihan dibandingkan dengan penulisan
hasil penelitian dalam bentuk laporan penelitian. Laporan penelitian berisi
hal-hal yang menyeluruh dan lengkap sehingga naskahnya cenderung
tebal. Akibatnya, hasil laporan penelitian tersebut sangat terbatas
pembacanya dan untuk kalangan tertentu saja. Sebaliknya, hasil
penelitian yang ditulis dalam artikel ilmiah yang dimuat dalam jurnal ilmiah
berisi hal-hal yang penting-penting saja. Setiap kali terbit dalam sebuah
jurnal memuat beberapa artikel. Jurnal yang diterbitkan oleh suatu
lembaga misalnya oleh suatu jurusan, fakultas, atau institusi yang lain
akan dibaca oleh minimal para dosen/guru, karyawan, mahasiswa,dan
para siswa sehingga hasil penelitian dalam artikel ilmiah (jurnal) memiliki
pembaca yang lebih banyak bila dibandingkan dengan pembaca laporan
hasil penelitian. Hasil penelitian yang ditulis dalam bentuk artikel dalam
jurnal akan memberikan dampak akademik yang lebih cepat dan luas
daripada laporan hasil penelitian.
128
Laporan penelitian resmi dapat dibedakan dengan laporan dalam
bentuk artikel ilmiah, yaitu berupa bahan, sistematika, dan prosedur
penulisan. Pembeda yang pertama antara laporan hasil penelitian dengan
artikel hasil penelitian adalah bahan yang ditulis. Artikel hasil penelitian
untuk jurnal hanya berisi hal-hal yang penting-penting saja. Bagian yang
dianggap paling penting untuk disajikan dalam artikel hasil penelitian
adalah temuan penelitian, pembahasan hasil temuan, dan kesimpulan.
Hal-hal selain ketiga hal tersebut cukup disajikan dalam bentuk singkat.
Kajian pustaka lazim disajikan untuk mengawali artikel dan merupakan
suatu pembahasan tentang pentingnya penelitian itu. Bagian awal ini
berfungsi sebagai latar belakang penelitian.
Ciri pokok kedua yang membedakan artikel hasil penelitian
dengan laporan penelitian teknis resmi adalah sistematika penulisan yang
dipakai. Dalam laporan penelitian teknis resmi, kajian pustaka lazimnya
disajikan dibagian kedua (Bab II), yakni setelah bagian yang membahas
masalah, pentingnya penelitian, hipotesis (jika ada), dan tujuan penelitian.
Dalam artikel hasil penelitian, kajian pustaka merupakan bagian awal dari
artikel (tanpa subjudul kajian pustaka) yang berfungsi sebagai bagian
penting dari latar belakang. Kajian pustaka yang sekaligus berfungsi
sebagai pembahasan latar belakang masalah penelitian ditutup dengan
rumusan tujuan penelitian. Setelah itu, berturut-turut disajikan hal-hal yang
berkaitan dengan prosedur penelitian, hasil dan temuan penelitian,
pembahasan hasil, kesimpulan, dan saran.
Ciri pokok ketiga adalah prosedur penulisan artikel hasil
penelitian. Ada tiga kemungkinan prosedur penulisan artikel hasil
penelitian. Pertama, artikel hasil penelitian dapat ditulis sebelum laporan
penelitian teknis resmi secara lengkap dibuat. Tujuannya untuk menjaring
masukan-masukan dari pihak pembaca (masyarakat akademik) sebelum
peneliti menyelesaikan tulisan lengkapnya dalam bentuk laporan
penelitian teknis resmi. Masukan yang diperoleh dari pihak pembaca
diharapkan akan dapat meningkatkan kualitas hasil-hasil temuan
penelitiannya. Kedua, artikel hasil penelitian untuk jurnal ditulis setelah
laporan penelitian teknis resmi selesai disusun. Prosedur yang kedua ini
berlaku karena pada umumnya penulisan laporan penelitian teknis resmi
129
merupakan kewajiban, sedangkan penulisan artikelnya hanya bersifat
anjuran. Alternatif ketiga, artikel hasil penelitian yang diterbitkan dalam
jurnal merupakan satu-satunya tulisan yang dibuat oleh peneliti. Alternatif
ketiga ini lazim dilakukan oleh peneliti yang mendanai penelitiannya
sendiri. Bagi penelitian swadana, artikel hasil penelitian dalam jurnal
merupakan forum komunikasi yang paling efektif dan efisien.
3. Format Artikel Ilmiah Hasil Penelitian
3.1. Isi dan Sistematika
Penulisan artikel menggunakan sistematika tanpa angka ataupun
abjad. Contoh lebih rinci disajikan pada bagian III pedoman ini. Berikut ini
disajikan uraian tentang isi artikel hasil penelitian secara umum yang
berlaku untuk hasil penelitian kuantitatif ataupun kualitatif.
3.2. Judul
Judul artikel hendaknya informatif, lengkap, tidak terlalu panjang
atau terlalu pendek, yaitu antara 5-15 kata. Judul artikel memuat variabel-
variabel yang diteliti atau kata-kata kunci yang menggambarkan masalah
yang diteliti.
3.3. Nama Penulis
Nama penulis ditulis tanpa gelar kesarjanaan atau gelar lain
apapun. Nama lengkap dengan gelar akademik ditulis di sebelah bawah
halaman pertama. Nama lembaga tempat bekerja peneliti juga ditulis
sebagai catatan kaki di halaman pertama. Jika lebih dari tiga peneliti,
hanya nama peneliti utama saja yang dicantumkan dibawah judul, nama
peneliti lain ditulis dalam catatan kaki.
3.4. Sponsor
Nama sponsor penelitian ditulis sebagai catatan kaki pada
halaman pertama, diletakkan di atas nama lembaga asal peneliti.
3.5. Abstrak dan Kata-Kata Kunci
Abstrak berisi pernyataan ringkas dan padat tentang ide-ide yang
paling penting. Abstrak memuat masalah dan tujuan penelitian, prosedur
penelitian (untuk penelitian kualitatif termasuk deskripsi tentang subjek
yang diteliti), dan ringkasan hasil penelitian (bila dianggap perlu, juga
130
kesimpulan dan implikasi). Tekanan diberikan pada hasil penelitian. Hal-
hal lain seperti hipotesis, pembahasan, dan saran tidak disajikan. Panjang
abstrak 50-100 kata dan ditulis dalam satu paragraf. Abstrak diketik
dengan spasi tunggal dengan menggunakan format yang lebih sempit dari
teks utama (margin kanan dan kiri menjorok masuk lima ketukan).
Kata-kata kunci adalah kata-kata pokok yang menggambarkan
daerah masalah yang diteliti atau istilah-istilah yang merupakan dasar
pemikiran gagasan dalam karangan asli, berupa kata tunggal atau
gabungan kata. Jumlah kata kunci sekitar lima buah. Kata-kata kunci
diperlukan untuk komputerisasi sistem informasi ilmiah. Dengan kata-kata
kunci kita dapat menemukan judul-judul penelitian beserta abstraknya
dengan mudah.
3.6. Pendahuluan
Pendahuluan tidak diberi judul, ditulis langsung setelah abstrak.
Bagian ini menyajikan kajian pustaka yang berisi paling sedikit tiga
gagasan: (1) latar belakang atau rasional penelitian; (2) masalah dan
wawasan rencana pemecahan masalah; (3) rumusan tujuan penelitian
(dan harapan tentang manfaat hasil penelitian).
Sebagai kajian pustaka, bagian ini harus disertai rujukan yang
bisa dijamin otoritas penulisnya. Jumlah rujukan harus proporsional (tidak
terlalu sedikit dan tidak terlalu banyak). Pembahasan kepustakaan harus
disajikan secara ringkas, padat, dan langsung mengenai masalah yang
diteliti. Aspek yang dibahas dapat berupa landasan teorinya, segi
historisnya, atau segi lainnya. Penyajian latar belakang atau rasional
penelitian hendaknya sedemikian rupa sehingga menggiring pembaca ke
rumusan masalah penelitian yang dilengkapi dengan rencana pemecahan
masalah dan akhirnya ke rumusan tujuan. Untuk penelitian kualitatif di
bagian ini dijelaskan juga fokus penelitian dan uraian konsep yang
berkaitan dengan fokus penelitian.
Panjang bagian pendahuluan sekitar 2-3 halaman kuarto dengan
diketik spasi 1,5.
3.7. Metode
131
Pada dasarnya bagian ini menyajikan bagaimana penelitian itu
dilakukan. Uraian disajikan dalam beberapa paragraf tanpa subbagian,
atau dipilah-pilah menjadi beberapa subbagian. Hanya hal-hal yang pokok
saja yang disajikan. Uraian tentang rancangan penelitian tidak perlu
diberikan.
Materi pokok bagian ini adalah bagaimana data dikumpulkan,
siapa sumber data, dan bagaimana data dianalisis. Apabila uraian ini
disajikan dalam subbagian, maka subbagian itu antara lain berisi
keterangan tentang populasi dan sampel (atau subjek), instrumen
pengumpulan data, rancangan penelitian (terutama jika dipakai rancangan
yang cukup kompleks seperti rancangan eksperimental), dan teknik
analisis data.
Peneltiian yang menggunakan alat dan bahan perlu ditulis
spesifikasi alat dan bahannya. Spesifikasi alat menggambarkan tingkat
kecanggihan alat yang dipakai, sedangkan spesifikasi bahan juga perlu
diberikan karena penelitian ulang dapat berbeda dari penelitian perdana
apabila spesifikasi bahan yang dipakai berbeda.
Untuk penelitian kualitatif perlu ditambahkan perian mengenai
kehadiran peneliti, subjek penelitian dan informan beserta cara-cara
menggali data penelitian, lokasi penelitian, dan lama penelitian. Selain itu,
juga diberikan uraian mengenai pengecekan keabsahan hasil penelitian.
3.8. Hasil
Bagian hasil adalah bagian utama artikel ilmiah dan biasanya
merupakan bagian terpanjang. Bagian ini menyajikan hasil-hasil analisis
data. Yang dilaporkan adalah hasil bersih. Proses analisis data (seperti
perhitungan statistik) tidak perlu disajikan. Proses pengujian hipotesis pun
tidak perlu disajikan, termasuk pembandingan antara koefisien dalam
label statistik. Yang dilaporkan adalah hasil analisis dan hasil pengujian
hipotesis.
Hasil analisis boleh disajikan dengan tabel atau grafik. Tabel atau
grafik harus diberi komentar atau dibahas. Pembahasan tidak harus
dilakukan pertabel atau grafik. Tabel atau grafik digunakan untuk
memperjelas penyajian hasil secara verbal.
132
Apabila hasil yang disajikan cukup panjang, penyajian dapat
dilakukan dengan memilah-milah menjadi subbagian-subbagian sesuai
dengan penjabaran masalah penelitian. Apabila bagian ini pendek, dapat
digabung dengan bagian pembahasan. Untuk penelitian kualitatif, bagian
hasil memuat bagian-bagian rinci dalam bentuk sub-subtopik yang
berkaitan langsung dengan fokus penelitian.
3.9. Pembahasan
Bagian ini adalah bagian yang terpenting dari keseluruhan isi
artikel ilmiah. Tujuan pembahasan adalah (a) menjawab masalah
penelitian, atau menunjukkan bagaimana tujuan penelitian itu dicapai, (b)
menafsirkan temuan-temuan, (c) mengintegrasikan temuan penelitian ke
dalam kumpulan pengetahuan yang telah mapan, dan (d) menyusun teori
baru atau memodifikasi teori yang ada.
Dalam menjawab malasah penelitian atau tujuan penelitian, harus
disimpulkan hasil-hasil penelitian secara eksplisit. Misalnya, dinyatakan
bahwa penelitian bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan kognitif anak
sampai umur 5 tahun, maka dalam bagian pembahasan haruslah
diuraikan pertumbuhan kognitif anak itu sesuai dengan hasil penelitian.
Penafsiran terhadap temuan dilakukan dengan menggunakan
logika dan teori-teori yang ada. Misalnya ditemukan terdapat korelasi
antara kematangan berpikir dengan lingkungan anak. Hal ini dapat
ditafsirkan bahwa lingkungan dapat memberikan masukan untuk
mematangkan proses kognitif anak. Lingkungan adalah segala sesuatu
yang terdapat di sekitar anak, termasuk sekolah sebagai tempat belajar.
Temuan dintegrasikan ke dalam kumpulan pengetahuan yang
sudah ada dengan jalan membandingkan temuan itu dengan temuan
penelitian sebelumnya, atau dengan teori yang ada, atau dengan
kenyataan di lapangan. Dalam membandingkan harus disertai rujukan.
Jika penelitian ini menelaah teori (penelitian dasar), teori yang
lama dapat dikonfirmasi atau ditolak, sebagian atau seluruhnya.
Penolakan sebagian dari teori haruslah disertai dengan modifikasi teori,
dan penolakan terhadap seluruh teori haruslah disertai dengan rumusan
teori baru.
133
Untuk penelitian kualitatif, bagian ini dapat pula memuat ide-ide
peneliti, keterkaitan antara kategori-kategori dan dimensi-dimensi serta
posisi temuan atau penelitian terhadap temuan dan teori sebelumnya.
3.10. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan menyajikan ringkasan dan uraian yang disajikan pada
bagian hasil dan pembahasan. Berdasarkan uraian pada bagian kedua
tersebut, dikembangkan pokok-pokok pikiran yang merupakan esensi dari
uraian tersebut. Kesimpulan disajikan dalam bentuk esei, bukan dalam
bentuk numerik.
Saran disusun berdasarkan kesimpulan yang telah ditarik. Saran-
saran dapat mengacu kepada tindakan praktis, atau pengembangan
teoritis, dan penelitian lanjutan. Bagian saran dapat berdiri sendiri. Bagian
kesimpulan dan saran dapat pula sebagai bagian penutup.
3.11. Daftar Rujukan
Daftar rujukan harus lengkap dan sesuai dengan rujukan yang
disajikan dalam batang tubuh artikel ilmiah. Bahan pustakan yang
dimasukkan dalam daftar rujukan harus sudah disebutkan dalam batang
tubuh artikel. Demikian pula semua rujukan yang disebutkan dalam
batang tubuh harus disajikan dalam daftar rujukan. Uraian dan teknik
penulisan daftar rujukan akan dibahas secara tuntas dan lugas pada
bagian berikut (bab khusus mengenai rujukan).
3.12. Contoh Format Penulisan Artikel Ilmiah Hasil Penelitian
1. Judul
2. Nama Penulis
3. Abstrak dan Kata Kunci
4. Pendahuluan
5. Metode
6. Hasil/Pembahasan
7. Kesimpulan
8. Daftar Pustaka
4. Artikel Nonpenelitian
134
Istilah artikel nonpenelitian mengacu kepada semua jenis artikel
ilmiah yang bukan merupakan laporan hasil penelitian. Artikel yang
termasuk kategori artikel nonpenelitian antara lain berupa: artikel yang
menelaah suatu teori, konsep atau prinsip; mengembangangkan suatu
model, mendeskripsikan fakta atau fenomena tertentu, menilai suatu
produk, memberikan pertimbangan buku, dan masih banyak jenis yang
lain. Karena beragamnya jenis artikel ini, maka cara penyajiannya di
dalam jurnal sangat bervariasi.
4.1. Isi dan Sistematika
Penulisan artikel nonpenelitian juga menggunakan sistematika
tanpa anagka ataupun abjad. Contohnya disajikan pada bagian III
pedoman ini.
Sebuah artikel nonpenelitian berisi hal-hal yang sangat esensial,
karena itu biasanya jumlah halaman yang disediakan tidak banyak (antara
10-20 halaman). Unsur pokok yang harus ada dalam artikel nonpenelitian
dan sistematikanya adalah (1) judul artikel, (2) nama penulis, (3) abstrak,
(4) pendahuluan, (5) bagian inti, (6) penutup, dan (7) daftar rujukan.
4.2. Judul
Judul artikel berfungsi sebagai label yang mencerminkan secara
tepat inti isi yang terkandung dalam artikel. Untuk itu, pemilihan kata yang
dipakai dalam judul artikel hendaknya dilakukan secara cermat. Di
samping aspek ketepatannya, pemilihan kata-kata untuk judul perlu juga
mempertimbangkan pengaruhnya terhadap daya tarik judul bagi
pembaca. Judul artikel sebaiknya terdiri atas lima sampai lima belas kata.
4.3. Nama Penulis
Nama penulis artikel sebaiknya ditulis lengkap dan disertai
dengan jenis keahlian yang dimiliki serta nama lembaga (jurusan,
fakultas). Akan tetapi, gelar akademik, jenis keahlian dan nama lembaga
ditulis sebagai catatan kaki. Jika artikel ditulis oleh sebuah tim, maka
semua nama anggota tim dicantumkan, kecuali jumlah anggotanya lebih
dari tiga orang. Untuk hal yang disebutkan terakhir ini, yang dicantumkan
hanya nama penulis utama saja. Nama penulis lainnya ditempatkan dalam
catatan kaki.
135
4.4. Abstrak dan Kata-Kata Kunci
Untuk artikel nonpenelitian, abstrak berisi ringkasan dari isi artikel
yang dituangkan secara padat, bukan komentar atau pengantar dari
penyunting. Secara teknis, abstrak terdiri dari 50-100 kata yang diketik
dengan spasi tunggal dan margin yang lebih sempit dari teks utama
(inden kanan dan kiri).
Abstrak hendaknya disertai kata-kata kunci (keywords), yaitu kata-
kata pokok atau istilah-istilah yang mewakili ide dasar yang terdapat
dalam artikel. Kata-kata kunci ini dapat berupa kata tunggal atau
gabungan kata. Jumlah kata kunci sekitar 5 kata. Kata-kata kunci
diperlukan untuk komputerisasi sistem informasi ilmiah. Dengan kata-kata
kunci ini kita dapat menemukan judul-judul artikel beserta abstraknya
dengan mudah.
4.5. Pendahuluan
Berbeda dengan isi pendahuluan di dalam artikel laporan hasil
penelitian, bagian pendahuluan dalam artikel nonpenelitian berisi uraian
yang mengantarkan pembaca kepada topic utama yang akan dibahas.
Oleh karena itu, isi bagian pendahuluan menguraikan hal-hal yang
mampu menarik pembaca sehingga mereka tergiring untuk mendalami
bagian selanjutnya. Selain itu, bagian pendahuluan hendaknya diakhiri
dengan rumusan singkat (1-2 kalimat) tentang hal-hal pokok yang akan
dibahas. Bagian pendahuluan tidak diberi judul.
4.6. Bagian Inti
Judul, subjudul, dan isi bagian inti sebuah artikel nonpenelitian
sangat bervariasi, tergantung pada topik yang dibahas. Hal yang perlu
mendapat perhatian pada bagian inti adalah pengorganisasian isinya.
Uraian yang lebih rinci mengenai cara pengorganisasian isi dibahas pada
paparan berikutnya.
4.7. Penutup
Istilah penutup digunakan sebagai subjudul bagian akhir dari
sebuah artikel nonpenelitian, jika isinya hanya berupa catatan akhir atau
sejenisnya. Jika uraian pada bagian akhir berisi kesimpulan hasil
136
pembahasan pada bagian sebelumnya, perlu dimasukkan subjudul
kesimpulan. Kebanyakan artikel nonpenelitian membutuhkan kesimpulan.
4.8. Daftar Rujukan
Bahan pustaka yang dimasukkan dalam daftar rujukan harus
sudah disebutkan dalam batang tubuh artikel. Daftar rujukan harus
lengkap, mencakup semua bahan pustaka yang telah disebutkan dalam
batang tubuh artikel. Tatacara penulisan daftar rujukan akan dibahas pada
bab berikut.
5. Pengorganiasasian Isi
Pengorganisasian isi mengacu kepada cara penataan urutan isi
yang akan dipaparkan dalam artikel. Isi yang dimaksud dapat berupa
fakta, konsep, prosedur, atau prinsip. Tipe isi yang berbeda memerlukan
penataan urutan yang berbeda bergantung pada struktur isinya.
Berikut ini adalah langkah yang perlu dilewati untuk menghasilkan
pengorganisasian isi artikel yang baik: (1) mengidentifikasi tipe isi yang
akan dideskripsikan dalam artikel, (2) menetapkan struktur isi, (3) menata
isi ke dalam strukturnya, (4) menata urutan isi, dan (5) mendeskripsikan isi
mengikuti urutan yang telah ditetapkan.
Mengidentifikasi tipe isi yang akan dideskripsikan dalam artikel
merupakan langkah paling awal yang perlu dilewati. Isi yang dimaksud
perlu dikaji secara cermat apakah berupa konsep, prosedur, atau prinsip.
Tipe isi dikatakan konsep apabila menekankan uraian tentang apa yang
menjadi pokok masalah.
Menetapkan struktur isi merupakan langkah lanjutan setelah
penetapan tipe isi. Struktur isi mengacu kepada kaitan antarisi. Penataan
isi artikel perlu memperhatikan struktur isinya. Dari struktur isi akan dapat
diketahui isi mana yang selayaknya diuraikan lebih dulu dan isi mana
yang diuraikan kemudian, serta beberapa dalam setiap isi perlu diuraikan.
Tipe isi yang berbeda menuntut struktur isi yang berbeda. Apabila
isi yang akan diuraikan dalam artikel berupa konsep-konsep, maka isi ini
sebaiknya ditata ke dalam struktur konseptual. Apabila isi yang akan
diuraikan berupa prosedur, maka penataannya menuntut penggunaan
137
struktur prosedural dan apabila isi yang akan diuraikan berupa prinsip
tatalah prinsip-prinsip itu ke dalam struktur teoretik.
Langkah berikut adalah menata isi ke dalam strukturnya. Apabila
hasil langkah di atas ternyata mengarah ke pembuatan struktural
konseptual, maka langkah berikutnya adalah memilih semua konsep
penting yang akan diuraikan dan menatanya menjadi suatu struktur yang
bermakna, yang secara jelas menunjukkan keterkaitan antarkonsep itu.
Langkah selanjutnya adalah menata urutan isi. Penataan ini
dilakukan berpijak pada struktur yang telah dibuat pada langkah diatas.
Pada langkah ini semua konsep, atau prosedur, atau prinsip yang telah
dimasukkan dalam strukturnya ditata urutan pemaparannya. Beberapa
ketentuan penataan urutan yang perlu diperhatikan adalah sebagai
berikut.
Pertama, paparkan struktur isi, sedapat mungkin, pada bagian
paling awal dari artikel. Struktur isi yang memuat bagian-bagian penting
artikel dan kaitan-kaitan antarbagian itu perlu dipaparkan pada bagian
awal untuk dijadikan kerangka acuan paparan isi yang lebih rinci.
Kedua, paparkan bagian isi terpenting di bagian pertama. Pada
tahap pemaparan isi yang diambil dari suatu struktur, upayakan
memaparkan isi yang paling penting pertama kali. Penting tidaknya bagian
isi ditentukan oleh sumbangannya untuk memahami keseluruhan isi
artikel. Misalnya, jika konsep-konsep yang akan dipaparkan memiliki
hubungan prasyarat belajar, maka konsep-konsep yang memprasyarati
sebaiknya dipaparkan terlebih dulu.
Ketiga, sajikan isi secara bertahap dari umum ke rinci. Isi yang
lebih umum sebaiknya disajikan mendahului isi yang lebih rinci. Selain itu,
setiap paparan suatu bagian isi sebaiknya selalu ditunjukkan kaitannya
dengan bagian isi yang lain.
Setelah langkah pertama sampai keempat dilewati, penulis artikel
tinggal membuat paparan isi sesuai dengan urutan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Dalam memaparkan isi upayakan menggunakan tahapan
tingkat umum ke rinci secara bertahap. Dengan cara ini, tingkat sajian
yang lebih umum akan menjadi bagian sajian isi yang lebih rinci
138
Artikel ilmiah adalah representasi penyampaian hasil pemikiran
penulis atas suatu objek kajian kepada pembaca melalui bahasa tulis
dengan mengikuti sistematika dan kaidah penulisan ilmiah. Pengertian
artikel ilmiah tersebut memiliki beberapa dimensi/aspek. Pertama, adanya
dimensi bentuk hasil pemikiran atas suatu objek kajian yang dapat berupa
temuan penelitian atau gagasan analitis kritis. Kedua, adanya dimensi
bahasa tulis sebagai alat merepresentasikan hasil pemikiran penulis
dalam bentuk satuan-satuan makna dan penanda-penanda hubungan
satuan-satuan makna secara eksplisit. Ketiga, adanya dimensi sistematika
yang dijadikan unsur pembeda antara bentuk karya tulis artikel dengan
bentuk karya tulis yang lain. Keempat, adanya dimensi kaidah penulisan
yang harus ditaatasasi, baik yang bersifat universal maupun yang bersifat
selingkung.
Sejalan dengan hal di atas, apabila bentuk hasil pemikiran atas
suatu objek kajian berupa temuan penelitian, artikel ilmiah kelompok ini
disebut artikel hasil penelitian. Sedangkan apabila bentuk hasil pemikiran
atas suatu objek kajian berupa gagasan atau telaah dan analisis krisis,
maka artikel ilmiah kelompok ini disebut artikel konseptual (artikel
nonpenelitian).
Contoh Format Penulisan Atikel Ilmiah Nonpenelitian
Artikel Konseptual
1. Judul
2. Nama Penulis
3. Abstrak dan Kata Kunci
4. Pendahuluan
5. Inti
6. Penutup/Rangkuman
7. Daftar Pustaka
Timbangan Buku
1. Judul Buku (berisi tahun terbit, nama penerbit, jumlah halaman)
2. Isi a. (berisi posisi buku, baru, pengulangan, pengembangan)
139
b. berisi penilaian, kelebihan dan kekurangan buku yang
dibahas, misalnya esensi, gaya bahasa, dan teknik
penulisan
3. Kesimpulan
6. Penulisan Abstrak
6.1. Pendahuluan
Untuk mengetahui keseluruhan isi karangan yang berupa laporan
atau dokumen dalam waktu amat singkat diperlukan abstrak. Dengan
abstrak ini, pembaca laporan dapat memanfaatkan informasi laporan
tanpa membaca laporan asli, misalnya untuk bertindak cepat dan akurat
setelah mengetahui isi laporan. Abstrak adalah suatu bentuk penyajian
singkat sebuah laporan atau dokumen yang ditulis secara teknis, teliti,
tanpa kritik atau penafsiran penulis abstrak.
Abstrak juga dapat didefinisikan sebagai pernyataan singkat tetapi
akurat dari isi dokumen tanpa menambah tafsiran atau kritik dan tanpa
membedakan untuk siapa abstrak tersebut dibuat. Selain itu, dapat
didefinisikan bahwa “abstrak ialah uraian singkat tetapi akurat yang
mewakili isi dokumen, tanpa menambah interpretasi atau kritik dan tanpa
melihat siapa pembuat abstrak tersebut. Abstrak merupak bentuk mini
atau protipe dari suatu penulisan berupa hasil penelitian.
6.2. Karakteristik Abstrak
1) Singkat: tidak memuat latar belakang, tidak memuat contoh, tidak
memutar penjelasan alat, cara kerja, dan proses yang sudah
lazim/dikenal, tidak lebih dari 250 kata, hanya memuat
masalah/tujuan, metode kerja, dan hasil
2) Berketelitian tinggi: (1) menggunakan sumber dokumen asli
secara cermat, mudah dipahami, dan (2) menggunakan kata atau
istilah yang sama dengan dokumen aslinya.
3) Bentuk tulisan: (1) informatif kualitatif atau kuantitatif bergantung
pada naskah asli, dan (2) deskriptif, analisis, induktif, atau deduktif
bergantung pada naskah asli.
6.3. Struktur Abstrak
1) Judul laporan/dokumen asli,
140
2) Nama asli penulis laporan (dokumen),
3) Tujuan dan masalah,
4) Cara kerja, proses, atau metode kerja,
5) Hasil kerja dan validitas hasil
6) Inisial penulis abstrak.
6.4. Jenis Abstrak
1) Abstrak Indikatif yaitu abstrak yang menguraikan secara singkat
masalah yang terkandung dalam dokumen lengkapnya. Abstrak
ini tidak memadatkan isi dokumen asli, bertujuan agar lebih cepat
diketahui isinya dan hanya memberikan indikasi sasaran cakupan
tulisan sehingga pembaca dapat mempertimbangkan apakah
tulisan asli perlu dibaca atau tidak. Pembaca abstrak cenderung
mementingkan informasi yang diperlukan sebagai pertimbangan
untuk suatu tindakan tertentu.
2) Abstrak Informatif yaitu miniatur laporan atau dokumen asli
dengan menampilkan selengkap mungkin data laporan sehingga
pembaca abstrak tidak perlu lagi membaca naskah aslinya,
kecuali untuk mendalaminya. Abstrak informasi menyajikan
keseluruhan naskah asli dalam bentuk mini: judul, penulis asli,
lembaga, tujuan, metode pembahasan atau analisis, hasil analisis,
dan inisial penulis abstrak.
6.5. Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Abstrak Hasil Penelitian
1) Tujuan: menjelaskan jangkauan laporan, mengapa laporan
tersebut ditulis.
2) Kecuali, jika tujuan dan jangkauan ini sudah jelas dari judul
laporan atau dokumen. Rumusan tujuan singkat ini dapat
disatukan dengan masalah.
3) Metode pembahasan (penelitian): menguraikan secara ringkas
cara kerja mencapai tujuan, penjelasan umum tehnik
pembahasan atau metode yang digunakan dapat berupa lokasi
penelitian, pendekatan, sifat penelitian, populasi/sampel, desain
peneitian, metode dasar, jangkauan data, cara memperoleh data,
dan cara menganalisis data.
141
4) Hasil: menggambarkan temuan atau pencapaian tujuan, hasil uji
hipotesis (kalau ada), hasil analisis; disajikan sesingkat dan
seinformatif mungkin.
5) Temuan dapat berupa pembuktian baru, teori baru, pengaruh
hubungan, atau temuan lain sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai.
6) Simpulan: menggambarkan interpretasi hasil, capaian tujuan,
jawaban masalah. Seluruhnya disajikan secara singkat, ringkas,
akurat, dan jelas.
7) Rekomendasi (jika diperlukan) disajikan secara singkat dan
menyebutkan fungsi yang diharapkan.
6.6. Hal-Hal yang Harus Diperhatikan pada Abstrak Jurnal
1) Abstrak ditulis secara padat.
2) Menampilkan masalah penelitian berupa isu-isu pokok dan
alternatif pemecahan masalah.
3) Memuat metode/pendekatan.
4) Memuat hasil penelitian.
5) Tidak berisi komentar atau pengantar dari penulis.
6) Sebaiknya satu paragraf terdiri atas 50-75 kata.
7) Spasi tunggal.
8) Format abstrak lebih sempit (menjorok ke dalam).
9) Ukuran huruf lebih kecil dari ukuran huruf bagian lain dalam
artikel.
6.7. Kata Kunci Bersifat Fakultatif
1) Memiliki makna yang khas dan jelas.
2) Terdiri atas 3 sampai 5 kata.
3) Bisa berbentuk kata dasar atau kata jadian sebaiknya kata benda
dan jangan kata kerja.
4) Kata kunci sebaiknya diambil kata-kata inti dari abstrak.
6.8. Metode Penelitian
1) Memaparkan desain atau rancangan penelitian yang digunakan.
2) Menjelaskan sasaran penelitian seperti populasi, sampel, sumber
data.
142
3) Menyebutkan dengan jelas teknik dan instrumen pengumpulan
data.
4) Menggambarkan teknik atau prosedur analisis data.
5) Metode penelitian ditulis secara naratif.
6.9. Penggunaan Bahasa dalam Jurnal (Abstrak)
1) Bahasa yang digunakan harus bahasa baku melalui penggunaan
ejaan, pemakaian kata, bentuk kata, kalimat, dan paragraf.
2) Bahasa efektif ialah bahasa yang secara tepat dapat mencapai
sasaran. Bahasa efektif dapat dikenali melalui pemakaian bahasa
yang sederhana, wajar, ringkas, jelas, sopan, dan menarik.
3) Bahasa sederhana berarti bersahaja, lugas mudah, tidak berbelit-
belit.
4) Bahasa ringkas adalah bahasa yang lebih tegas dan mudah
dipahami.
5) Bahasa yang jelas berarti bahasa tidak meragukan, tidak
bermakna ganda, dan tidak menimbulkan salah paham.
6) Bahasa sopan berarti bahasa yang tertib menurut adat kebiasaan.
6.10. Contoh Penulisan Abstrak
THE ROLES OF INDONESIAN IN ROLE-PLAY
ACTIVITIES IN AN ENGLISH LANGUAGE CLASS
Patrisius Istiarto Djiwandono
Universitas Katolik Widya Karya
143
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peran Bahasa Indonesia (BI) dalam kelas Bahasa Inggris (BING). Penelitian dilakukan untuk menunjukkan peran BI di antara pembelajar BING pada tingkat pemula dan tingkat tengah. Dalam kelas percakapan, sekelompok pembelajar pada kedua tingkat ini diberi kegiatan permainan peran (role play) selama satu semester . Pembicaraan mereka direkam dengan memakai teknik introspeksi, mereka ditanya mengapa mereka beralih kode ke BI. Ujaran yang berisi alih kode ini kemudian dipelajari. Hasilnya menunjukkan bahwa BI membantu pembelajar dalam mengontrol keadaan afektif mereka, memberikan lebih banyak kesempatan untuk berlatih, membantu rekan bicara , dan memberikan masukan yang dapat dipahami. Beberapa penjelasan teoritis diberikan dan saran-saran pun diajukan kepada guru tentang cara kita sebaiknya memperlakukan BI dalam kelas BING.
STRATEGI KOMUNIKASI KAMPANYE PENGENDALIAN MINUMAN
BERALKOHOL (PERDA NO.11 TAHUN 2012) PEMERINTAH
KABUPATEN SIKA NUSA TENGARA TIMUR
Polikarpus Manase Mana
Pascasarjana Universitas Hasanuddin
144
Penelitian ini bertujuan mengetahui (1) strategi komunikasi
Pemkab Sikka dalam kampanye pengendalian minuman beralkohor
berdasarkan Perda No. 11 Tahun 2012, (2) pelaksanaan kampanye
sosialisasi pengendalian minuman beralkohor, dan (3) faktor-faktor yang
menghambat kampanye pengendalian minuman beralkohor di Kabupaten
Sikka. Penelitian ini bersifat deskriptif. Pengumpulan data dilakukan
melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Variabel yang diteliti
adalah proses komunikasi, strategi komunikasi, media komunikasi,
sasaran komunikasi. Data dianalisis dengan menggunakan analisis
kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten
Sikka tidak memunyai perencanaan strategi komunikasi yang baik.
Pelaksanaan kampanye mengalami hambatan dari berbagai masalah,
yaitu tingkat pengetahuan masyarakat masih rendah, partisipasi
masyarakat dalam kampanye pengendalian minuman beralkohor masih
rendah, waktu dan biaya sangat terbatas, ego sektoral masih menonjol,
sistem birokrasi yang panjang, dan adat dan budaya yang masih kental di
masyarakat.
Kata kunci : strategi komunikasi, kampanye, minuman beralkohor
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, M.K., Sabarti, Midar Arsyad, Sakura Ridwan. 1984/1985. Buku Materi Pokok Bahasa Indonesia. UNT 112/2 SKS/Modul 1-3-6. Universitas Terbuka : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Badudu, J.S. 1983a. Membina Bahasa Indonesia Baku. Jilid 1 dan 2. Bandung : Pustaka Prima.
_______. 1983b. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta : Gramedia
145
Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagakerjaan. 2006. Acuan Pembelajaran Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Bahasa Indonesia. Jakarta.
Hadi, Sutrisno. 1980. Bimbingan Menulis Skripsi-Tesis. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM.
Hs, Widjono. 2007. Bahasa Indonesia : Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Cet. ke-2 (Edisi Revisi). Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Keraf, Gorys. 1980a. Tata Bahasa Indonesia. Ende Flores : Nusa Indah._______. 1980b. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa.
Ende-Flores : Nusa Indah._______. 1981. Diksi dan Gaya Bahasa. Ende-Flores : Nusa Indah.Kridalaksana, Harimurti, dkk. 1985. Tata Bahasa Deskriptif Bahasa
Indonesia. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
M. Kumarto, Niknik. 2007. Cermat dalam Berbahasa Teliti dalam Berpikir. Jakarta : Mitra Wacana Media.
Moeliono, Anton M. dan Soenjono Dardjowidjojo (Ed). 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Perum. Balai Pustaka.
Nafiah, A.Hadi. 1981. Anda Ingin Jadi Pengarang?. Surabaya : Usaha Nasional.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1975. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Soedjito. 1986. Kalimat Efektif. Bandung : Remaja Karya.
Soedjito dan Mansur Hasan. 1986. Keterampilan Menulis Paragraf.
Bandung : Remaja Karya.
146