BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN...
Transcript of BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN...
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR
2004
ISSN
LLLAAAPPPOOORRRAAANNN TTTAAAHHHUUUNNNAAANNN BBBaaalllaaaiii PPPeeennngggkkkaaajjjiiiaaannn TTTeeekkknnnooolllooogggiii PPPeeerrrtttaaannniiiaaannn JJJaaawwwaaa TTTiiimmmuuurrr
TTTaaahhhuuunnn... 222000000333
Penyunting:
Ketua : Endang Widajati
Sekretaris : Sjaiful Chanafi, S. Sos
Anggota : Dra. Iffah Irsjadina
I Wayan Marka, SH
Dra. Yulfah
Ir. Zainal Arifin, MP
Ir. Bambang Irianto
Redaksi Pelaksana :
Prayitno Surip
DEPARTEMEN PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR
2004
Penerbitan buku ini dibiayai dari :
Bagian Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif Jawa Timur TA 2004
Cover Depan Serangkaian Kegiatan Dalam Rangka Peringatan Sewindu BPTP Jawa Timur
Tahun 2003.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) JawaTimur Jl. Raya Karangploso, KM. 4, PO Box 188 , Malang - 65101 Telp. : (0341) 494052; 485065 Fax. : (0341) 471255 e-mail : [email protected]
Laporan Tahunan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur Tahun 2003
Penyunting :
Ketua : Endang Widajati Sekretaris : Sjaiful Chanafi, S.Sos Anggota : Dra. Iffah Irsjadina I Wayan Marka, SH Ir. Zainal Arifin, MP Ir. Bambang Irianto Redaksi Pelaksana : Prayitno Surip Diterbitkan oleh : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
Jawa Timur 2004
ISSN :
i
KATA PENGANTAR
Pendekatan program Pengkajian BPTP Jawa Timur adalah berbasis
sumberdaya alam (“Farming System Zone”), sehingga program pengkajian
tersebut bersifat lintas disiplin dan lintas komoditas .Unsur keterpaduan
menjadi sangat penting. Laporan Tahunan ini disusun sebagai
pertanggungjawaban penggunaan dana, tenaga dan fasilitas pengkajian
tahun anggaran 2003 yang bersumber dari proyek rutin maupun kerjasama
Disamping termuat dalam laporan ini hasil-hasil pengkajian juga disusun
dalam berbagai makalah, prosiding dan publikasi lain.
Hasi penelitian/pengkajiann disusun berdasarkan pengelompokan
Rencana Pengkajian Tim Peneliti (IRPTP) yang ada dalam program dalam
tahun sedang berjalan, untuk memberikan gambaran yang lebih
lengkap.kepada para pengguna.
Kepada penyunting, peneliti, penyuluh dan semua pihak yang
membantu penyusunan buku ini disampaikan terima kasih dan
penghargaan. Semoga informasi dalam buku ini bermanfaat bagi semua
pihak dalam pembangunan pertanian di Jawa Timur.
Malang, Nopember 2004
Kepala Balai,
Dr. Mat Syukur
ii
DAFTAR ISI Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
I. PENDAHULUAN 1
II. HASIL-HASILPENGKAJIAN 2
2.1. KARAKTERISASI DAN ANALISA AGROEKOLOGI UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN DAN PEMBANGUNAN PERTANIAN DI JAWA TIMUR
2
2.1.1. Karakterisasi dan Analisis Zona Agroekologi Sumberdaya Pertanian di Tingkat Kabupaten Berbasis Sistem Informasi Geografis
2
2.1.2. Kajian Status Hara P dan K Sebagai Dasar Penyusunan Rekomendasi Pemupukan P dan K Lahan Sawah di Jawa Timur (Areal P3T Jawa Timur)
3
2.1.3. Model Analisis Data Agroklimat untuk Menekan Resiko Kegagalan Panen
4
2.2. PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN MODEL USAHATANI TERPADU TANAMAN TERNAK DAN PADI UDANG WINDU DI LAHAN SAWAH IRIGASI
5
2.2.1. Pengkajian Pengelolaan Sistem Usahatani Terpadu Tanaman Pangan dan Ternak pada Lahan Sawah
5
2.2.2. Pengkajian Senjang Hasil Padi pada Lahan Sawah Bermasalah
6
2.2.3. Pemupukan Fosfat, Kalium dan Bahan Organik Terhadap Padi Sawah di Lumajang
7
2.2.4. Pengkajian Pengendalian Hama Secara Terpadu pada Tanaman Kedelai Berbasis Pengendalian Hayati
10
2.2.5. Pengkajian Perbandingan Beberapa Cara Pemberian Brangkasan Kedelai untuk Sapi Potong
11
2.2.6. Kajian Karakterisasi dan Potensi Wilayah Pengembangan Usahatani Terpadu Padi – Udang Windu di Sawah Irigasi
12
2.3. PENGEMBANGAN MODEL USAHATANI TERPADU TANAMAN TERNAK DI LAHAN TADAH HUJAN.
14
2.3.1. Pengkajian Model Usahatani Terpadu Crop-Fish-Livestock System (CFLS) Berbasis Konservasi Air di Lahan Sawah Tadah Hujan
14
2.3.2. Sistem Usahatani Konservasi Embung Menunjang
Produktivitas Lahan di Musim Kemarau 16
iii
2.3.3. Pengkajian Usahatani Multistrata di Kawasan Selatan Jawa Timur
17
2.3.4. Uji Adaptasi Tanaman Empon-Empon Pada Wanatani Pola Multistrata di Lahan Kering Dataran Rendah Kawasan Selatan Jawa Timur
18
2.3.5. Uji Adaptasi Teknologi Budidaya Tanaman Pangan di Sistem Wanatani Lahan Kering Dataran Rendah
19
2.3.6. Pengembangan Model Usahatani Konservasi Kentang dan Kobis Secara Partisipatif di Lahan Kering Dataran Tinggi
20
2.4. PENGEMBANGAN SISTEM USAHATANI PERIKANAN RAKYAT DENGAN MODEL DESA PANTAI DI JAWA TIMUR
21
2.4.1. Pengkajian Teknologi Usaha Budidaya Ikan dengan Sistem Keramba Jaring Apung (KJA) di Laut
21
2.4.2. Prospek Pengembangan Alat Pengering Mekanik dalam Mendukung Pengolahan Ikan Kering di Situbondo, Jawa Timur
22
2.4.3. Studi Uji Konsumen Produk Ikan Asar di Malang Jawa
Timur 23
2.5. KAJIAN MODEL PENGEMBANGAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA DI JAWA TIMUR
24
2.5.1. Pengkajian Model Pengembangan Agribisnis Mangga 24 2.5.2. Pengkajian Sistem Usahatani (SUT) Mendukung
Pengembangan Agribisnis Pisang 24
2.5.3. Kajian Pengembangan Agribisnis Kentang Dataran Medium 25 2.5.4. Kelimpahan Populasi Hama pada Kajian Teknik Produksi
Bibit Kentang 26
2.6. PENGKAJIAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL
PERTANIAN DAN PEMBERDAYAAN WANITA DALAM PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PEDESAAN
27
2.6.1. Pengkajian Penumbuhan dan Pengembangan Industri
Pengolahan Pangan Pedesaan 27
2.6.2. Kajian Pengembangan Agroindustri Aneka Tepung di
Pedesaan
28
2.7. KAJIAN PERBAIKAN SISTEM PERBENIHAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KOMODITAS UNGGULAN JAWA TIMUR.
31
2.7.1. Pengkajian Sistem Perbanyakan Benih Bs dan Galur
Harapan Padi Unggulan Jawa Timur 31
2.7.2. Karakterisasi Calon Varietas Unggul Kesemek, Sawo,
Durian, dan Apokat Spesifik Lokasi Jawa Timur 31
iv
2.8. PENGKJIAN ADOPSI DAN DAMPAK TEKNOLOGI SISTEM USAHA PERTANIAN SERTA PENGEMBANGAN TEKNOLOGI ASLI PEDESAAN
33
2.8.1. Kajian Adopsi dan Dampak Teknologi Teknologi Unggulan
BPTP Jawa Timur
33
2.9. UJI MULTI LOKASI DAN PAKET TEKNOLOGI UNGGULAN
BALIT KOMODITAS (JARINGAN LITKAJI)
36
2.9.1. Pemuliaan Padi Secara Partisipatif 36
2.9.2. Galur Harapan Calon Varietas Unggul Padi Sawah 36 2.10. ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
PERTANIAN DI JAWA TIMUR 40
2.10.1. Indikator Pelaksanaan Pertanian di Jawa Timur 40 2.10.2. Kelayakan Harga Susu di Tingkat Peternak Tahun 2003 di
Jawa Timur 42
2.11. PENELITIAN DAN PENGKAJIAN PENGELOLAAN
TERPADU TANAMAN JERUK SEHAT DI KABUPATEN PONOROGO
43
2.11.1 Peningkatan Ketrampilan Petani dan Petugas untuk
Pengelolaan Tanaman Terpadu Jeruk 43
2.11.2. Identifikasi Permasalahan Jeruk dan Inisiasi Kelembagaan (Rural Producers Organization)
44
2.12. LITKAJI PENGEMBANGAN MODEL AGROINDUSTRI PENGOLAHAN TEPUNG KASAVA SKALA KECIL MENENGAH
45
2.12.1. Penelitian/Pengkajian Model Pengembangan Agroindustri Tepung Kasava Skala Kecil Menengah
45
2.13. DISEMINASI HASIL LITKAJI TEKNOLOGI PERTANIAN DAN JARINGAN INFORMASI AGRIBISNIS DI JAWA TIMUR
47
2.13.1. Sistem Usaha Pertanian Perkotaan di Wonocolo Surabaya 47
2.13.2. Visitor Plot Jamur Tiram (Pleurotus Spp) dan Jamur Kuping (Auricularia Sp) Penambahan Lapisan Dinding dan Atap Kubung untuk Menurunkan Suhu dan Meningkatkan Kelembaban Ruang
48
2.13.3. Prospek Pengembangan Perbenihan Ikan Nila dengan Sistem Kolam Tertutup
49
v
2.13.4. Unit Komersialisasi Teknologi. 49
2.14. PENGEMBANGAN DAN PENYEBARAN INFORMASI TEKNOLOGI PERTANIAN MELELUI KEGIATAN PERTEMUAN DAN EXPOSE
50
2.14.1. Kegiatan Sosialisasi & EksposeTeknologi Unggulan BPTP Jawa Timur 4-6 Juni 2003
51
2.14.2. Temu Informasi Teknologi Pertanian 54
2.14.3. Temu Aplikasi Paket Teknologi Pertanian 55
2.15. TEMATIK 55
2.15.1 Uji Galur Harapan dan Observasi Hasil Persilangan Beberapa Galur Melon“ Uji Hasil Calon Varietas Unggul Melon
55
2.15.2. Pengaruh Pupuk NPK Phonska Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Cabai Merah
57
2.15.3. Pengkajian Sistem Usahatani Berbasis Temulawak, Kunyit dan Kencur di Lahan Pekarangan
57
2.15.4. Uji Preferensi Kutu Daun Aphid (Macrochypum Rosae L) (Homoptera : Aphidiodae) Pada Beberapa Varietas Mawar
58
2.15.5. Reduksi Emisi Metana pada Lahan Sawah Tadah Hujan dengan Teknologi Pengolahan Tanah, Penggunaan
Varietas Padi, dan Bahan Organik.
59
2.15.6. Kajian Pertumbuhan Varietas Apel Calon Unggulan di Lokasi Sentra Produksi
60
2.15.7. Peluang dan Kendala Pengembangan Alat Tanam Benih Langsung Pada Usahatani Padi di Lahan Sawah Tambak Kabupaten Lamongan
61
2.15.8 Kajian Dampak Penyebaran Varietas Unggul Padi Kalimas dan Bondoyudo di Kabupaten Tuban
62
2.15.9. Pengkajian Aplikasi PHT Untuk Meningkatkan Produktivitas dan Pendapatan Petani Kopi
63
vi
III. MANAJEMEN BALAI 64
3.1. Struktur Organisasi 64
3.2. Manajemen 65
3.3. KETATA USAHAAN BALAI 66
3.3.1. KEPEGAWAIAN 66
3.3.1.1. Sumberdaya Manusia Berdasarkan Golongan Kepangkatan
66
3.3.1.2. Tenaga Honorer Berdasarkan Jenjang Pendidikan 67
3.3.1.3. Sumberdaya Manusia Berdasarkan Jabatan Fungsional 67
3.3.2. Rumah Tangga 68
3.3.2.1. Luas dan Pemanfaatan Lahan 68
3.3.2.2. Keadaan Bangunan dan Pemanfaatan 69
3.3.2.3. Sarana Mobilitas 70
3.3.2.4. Tambahan Peralatan Perkantoran 70
3.3.3. KEUANGAN 71
3.3.3.1. Sumberdana 71
3.3.3.2. Penetapan Anggaran 72
3.3.3.3. Pelaksanaan Anggaran 72
3.3.3.4. Realisasi Penerimaan PNBP
3.4. PELAYANAN TEKNIK 72
3.4.1. KEGIATAN INFORMASI 72
3.4.1.1. Penyebaran Informasi Hasil Penelitian/Pengkajian 73
3.4.1.2. Perpustakaan 74
3.4.1.3. Pameran/Ekspose 75
3.4.1.4. Kunjungan Tamu 76
3.4.1.5. Kursus/Latihan, Seminar di Dalam dan di Luar BPTP, Mahasiswa Praktek Kerja Lapang dan Penelitian
77
3.4.2. KEGIATAN KERJASAMA 82 3.4.3. Pengkajian Sistem Usaha Perkebunan Berbasis Kakao
Rakyat Berwawasan Agribisnis di Kabupaten Trenggalek dan Pacitan
87
3.4.4. Pengelolaan Agroekologi Pertanaman Kakao Rakyat
Terhadap Perkembangan Hama Helopeltis Spp 88
3.4.5. Peningkatan Mutu Buah Mangga Arumanis untuk Pasar
Swalayan/Toko Buah 89
vii
3.4.6. Studi Potensi Pengembangan Industri Pakan dari Bahan Baku Lokal di Kabupaten Sumba Timur
90
3.4.7. Pengembangan Sistem Integrasi Terpadu Tebu-Ternak-
Industri Pakan Melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan di PG.Jatitujuh
91
3.4.8. Pemetaan Kesuburan Tanah Lahan Sawah Dan Sistem
Produksi Padi Di Jawa Timur 92
3.4.9. Penelitian Komunitas Ikan pada Terumbu Buatan di
Perairan Pantai Sendang Biru, Malang 93
3.4.10. Studi Tentang Ekosistem Terumbu Karang di Perairan
Pantai Desa Gelung Kabupaten Situbondo (Jawa Timur 94
3.5. SARANA 95
3.5.1. Inventarisasi Barang dan Peralatan 98
3.5.2. Usulan Pengadaan Peralatan 99
3.5.3 Usulan Pengadaan Peralatan Laboratorium, Kebun Percobaan/Bengkel
100
3.5.5 Rencana Renovasi/Pembangunan Fasilitas 100
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
1
BAB I
PENDAHULUAN
Program pengkajian BPTP Jawa Timur disusun atas dasar sumberdaya lahan
yang dominan ada di wilayah Jawa Timur. Sumberdaya lahan yang dominan tersebut
meliputi : lahan sawah irigasi, lahan kering dataran rendah dan dataran tinggi, lahan
perairan laut/pesisir serta darat dan lahan sawah tadah hujan. Disamping itu terdapat
program pengkajian yang bersifat lintas agroekologi (tematik) dan program diseminasi
informasi dan teknologi hasil pengkajian. Sistem usahatani yang dikembangkan dalam
setiap tipe sumberdaya tersebut berbasis komoditas unggulan dan bersifat lintas
komoditas atau lintas sub sektor. Sebagai konsekuensinya, pengkajian untuk
mendapatkan teknologi spesifik lokasi di masing-masing tipe lahan tersebut harus
dilakukan oleh Tim Peneliti yang bersifat lintas disiplin. Peta agroekologi wilayah Jawa
Timur yang telah disusun digunakan sebagai acuan dan dasar bagi tim peneliti untuk
melaksanakan pengkajian dan transfer teknologi kepada petani dan pengguna lainnya.
Untuk memudahkan pembaca mengikuti alur informasi yang disajikan, penyampaian
hasil pengkajian disusun sesuai dengan program tahun 2003, sesuai dengan RPTP
(Rencana Pengkajian Tim Peneliti), kegiatan dan sub kegiatan.
Pengembangan agribisnis komoditas unggulan wilayah harus berbasis pada
sumberdaya lokal yang tersedia serta didukung oleh inovasi dan teknologi yang
bersifat spesifik lokasi. Apabila hal tersebut dapat dilakukan secara ooptimal, maka
sistem dan usaha agribisnis yang dikembangkan memiliki daya saing yang tinggi dan
berkelanjutan. BPTP Jawa Timur sejak dibentuk tahun 1995 selalu berupaya
menghasilkan inovasi dan teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi guna
mendukung pengembangan agribisnis di wilayah Jawa Timur
Laporan Tahunan ini menyajikan hasil-hasil pengkajian secara ringkas. Hasil
pengkajian secara utuh dan lengkap dapat dibaca pada terbitan lain berupa prosiding,
atau jurnal/bulletin yang juga diterbitkan oleh BPTP Jawa Timur. Materi lain yang
disajikan dalam Laporan Tahunan ini adalah berbagai hal yang menyangkut
manajemen Balai.
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
2
BAB II
HASIL-HASIL PENGKAJIAN
2.1. KARAKTERISASI DAN ANALISA AGROEKOLOGI UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN DAN PEMBANGUNAN PERTANIAN DI JAWA TIMUR
2.1.1 Karakterisasi dan Analisis Zona Agroekologi Sumberdaya Pertanian di Tingkat Kabupaten Berbasis Sistem Informasi Geografis
BPTP mempunyai tugas dan fungsi untuk menyusun paket rakitan
teknologi spesifik lokasi. Informasi tentang karakter dan potensi sumberdaya
pertanian Jawa Timur perlu sebagai dasar dalam pengkajian dan penyusunan
paket teknologi. Sejak 1998 BPTP telah menyusun informasi karakter dan
potensi sumberdaya pertanian tersebut dalam bentuk peta zona agroekologi
(ZAE) yang dikemas melalui sistem informasi geografis (SIG). Sampai 2002 telah
tersusun peta ZAE untuk seluruh wilayah Jawa Timur pada skala tinjau dideliniasi
lebih lanjut untuk menentukan FSZ sebagai acuan pengkajian. Pada beberapa
kawasan (pantura dan kawasan selatan Kabupaten Lumajang) telah disusun
informasi dalam skala semi detail dan telah dilakukan analisa kesesuaian lahan di
wilayah Jawa Timur untuk + 53 komoditas pertanian. Selama ini telah terjadi
perubahan pola penggunaan lahan di wilayah Jawa Timur. Sejak 1998 660.000
ha hutan telah berubah fungsinya dan 10.661,5 lahan pertanian menjadi non
pertanian. Pangkalan data dalam format SIG disusun sebelum 1998 sehingga
perlu updating data agar tetap akurat mengikuti perkembangan perubahan
sumberdaya yang terjadi. Informasi digali dari hasil analisa citra satelit Landsat 7
ETM+ path/rows: 118/065 dan 118/066 (2 scene). Hasil pengkajian menunjukkan
bahwa citra satelit Landsat sebanyak 2 scene meliput pulau Madura, Gresik,
Lamongan, Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Kediri, Tulungagung, Blitar,
Malang, Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Jember, Situbondo dan Bondowoso.
Hasil updating menunjukkan zona I.ax2 di Kabupaten Bangkalan dan Sumenep
diklaskan menjadi zona IV.ax. untuk Kabupaten Bangkalan dan zona VI untuk
Kabupaten Sumenep. Di kabupaten Gresik terlihat kawasan sawah 1 x tanam.
Zona III.bx2 dihilangkan dari peta zona agroekologi karena merupakan kawasan
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
3
tidak dapat dinilai untuk pengembangan pertanian (lahar/pasir). Penyebaran
tambak lebih jelas dibanding hasil pengkajian terdahulu. Kesimpulan pengkajian
adalah updating pangkalan data yang ada menggunakan citra satelit Landsat
efektif memberikan informasi tentang tentang penggunaan lahan yang lebih rinci
(lengkap).
2.1.2. Kajian Status Hara P dan K Sebagai Dasar Penyusunan Rekomendasi Pemupukan P dan K Lahan Sawah di Jawa Timur (Areal P3T Jawa Timur)
Untuk mendapatkan data status hara P dan K sebagai dasar penentuan
rekomendasi pemupukan P dan K pada padi telah dilaksanakan penelitian status
hara P dan K di sebagian areal sentra produksi padi di Kabupaten Blitar,
Bojonegoro dan Madiun pada tahun 2003, areal tersebut merupakan wilayah
yang berdekatan dengan kegiatan P3T di Jawa Timur. Penelitian menggunakan
metode survey status hara P dan K yang diekstrak dengan HCl-25%, kemudian
pada masing-masing status hara dilakukan percobaan respon pemupukan P dan
K pada padi sebagai dasar penentuan rekomendasi pemupukan. Skala peta
yang dihasilkan adalah 1:50.000, satu contoh mewakili areal seluas + 25 ha.
Sebagian besar lahan sawah di areal P3T di Jawa Timur berstatus P
tinggi dan tidak dijumpain lahan sawah dengan status P rendah. Status P sedang
banyak dijumpai di Kecamatan Wonoasri Kabupaten Madiun seluas 487 ha (25,3
%) dan di wilayah Wlingi seluas 1593 ha (21,6%), sedang di Bojonegoro dari dua
kecamatan Balen dan Purwosari hanya seluas 240 ha. Areal dengan status P
sedang umumnya dijumpai pada areal yang berdekatan dengan lahan kering,
atau pada lahan sawah tadah hujan.
Status K rendah dan sedang banyak dijumpai di Madiun, bahkan areal
sawah dengan status K rendah hanya dijumpai di Kecamatan Wonoasri
Kabupaten Madiun, dengan luas areal sekitar 580 ha (30,1%), dan status K
sedang sekitar 60,2% (1160 ha). Di Bojonegoro dan Blitar tidak dijumpai lahan
sawah dengan status K rendah, status K sedang di Bojonegoro sekitar 1375 ha di
dua lokasi Balen dan Purwosari, di wilayah Wlingi hanya 308 ha dari areal 7350
ha yang mempunyai status K sedang..
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
4
Untuk mendapatkan hasil yang cukup tinggi pada tanah dengan status P sedang
dianjurkan memupuk sebesar 30 hingga 60 kg SP-36/ha yang mampu
menghasilkan gabah lebih dari 6,0 t/ha GKG. Dari percobaan lapang, pada lahan
dengan status P tinggi tidak perlu dilakukan pemupukan P, akan tetapi untuk
mempertahankan tingkat hasil yang tinggi masih perlu dipupuk P dengan dosis
dan saat pemberian yang perlu penelitian lebih lanjut. Pada tanah dengan status
K rendah pemberian 25 kg KCl/ha telah mampu meningkatkan hasil gabah secara
nyata, untuk menghasilkan gabah lebih dari 6,0 t/ha, pada tanah dengan status K
rendah dosis minimal adalah 50 kg KCl/ha. Untuk lahan sawah dengan status K
sedang dan tinggi, pertanaman padi tidak perlu dipupuk K, tetapi diusahakan
jerami padi dapat dikembalikan ke petakan sawah.
2.1.3. Model Analisis Data Agroklimat untuk Menekan Resiko Kegagalan Panen
Salah satu sumberdaya yang berpotensi untuk dikembangkan saat ini
adalah sumberdaya iklim. Terbatasnya pemahaman tentang iklim, analisis dan
interpretasi datanya, menjadikan sumberdaya ini seringkali luput dari perhatian.
Padahal apabila dikelola dengan baik, iklim dapat menjadi sumberdaya yang
sangat mendukung usaha pertanian, karena resiko akibat deraan iklim dapat
dihindari atau paling tidak dapat diminimasi. Kecukupan air selama masa
pertanaman menentukan potensi kehilangan hasil tanaman yang bersangkutan.
Tanaman membutuhkan air yang cukup selama masa pertumbuhannya.
Kekurangan air akan mengakibatkan reduksi transpirasi tanaman. Kondisi ini
berakibat pada penurunan hasil tanaman. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan
data iklim dan hidrologi serta meningkatkan kemampuan dalam analisis dan
interpretasi data agroklimat, maka pada tahun 2003 dilakukan pengamatan dan
database iklim serta analisis agroklimat dalam kaitannya untuk menekan
penurunan produksi. Luaran penelitian yang diharapkan adalah diperolehnya
rekomendasi penentuan masa tanam tanaman pertanian yang spesifik lokasi.
Penelitian dilakukan di Mojokerto dan Malang dengan kriteria bahwa lokasi terpilih
harus mempunyai stasiun iklim. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahap,
yaitu (1) Pengelolaan Informasi dan Data Iklim, (2) Penyusunan Database
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
5
Agroklimat, (3) Penyusunan Bulletin Agroklimat. Untuk menganalisis hubungan
iklim, tanah dan tanaman dilakukan dengan metode neraca air. Metode neraca
air digunakan untuk mengetahui kecukupan air untuk tanaman tertentu pada jenis
tanah tertentu dan lokasi tertentu. Kecukupan air selama masa pertanaman
menentukan potensi kehilangan hasil tanaman yang bersangkutan. Hasil
pengkajian menunjukkan bahwa saat tanam suatu komoditas di lokasi Ngantang
Malang dengan Mojosari, Mojokerto berbeda baik di lahan sawah maupun lahan
tegal, hal ini disebabkan oleh karakter iklim di lokasi tersebut berbeda.
Penentuan saat tanam yang kurang tepat akan mengakibatkan reduksi hasil
produksi berkisar 1-15 % dari hasil rataan produksi aktual di Mojosari dan 1-10%
di Ngantang untuk padi; 5-24 % di Mojosari dan 3 – 15 % di Ngantang (jagung);
5-30 % di Mojosari (kedelai); 10-48 % di Ngantang (kentang); 5-35 % di
Ngantang (bawang merah), dan 10-40 % untuk cabe di Ngantang
2.2. PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN MODEL USAHATANI TERPADU TANAMAN TERNAK DAN PADI UDANG WINDU DI LAHAN SAWAH IRIGASI
2.2.1. Pengkajian Pengelolaan Sistem Usahatani Terpadu Tanaman Pangan dan Ternak pada Lahan Sawah
Kegiatan pertanian lahan sawah di Jawa Timur didominasi oleh usahatani
padi dan kedelai dengan skala sempit dan dikelola secara perorangan,
menyebabkan peningkatan produktivitasnya menurun dan beragam serta secara
ekonomiskurang efisien sehingga daya saing hasil rendah. Oleh karena itu pada
tahun 2003 dilakukan pengkajian bekerja sama dengan Pemda Lumajang dengan
tujuan (a) mendapatkan alternatif teknologi pengelolaan tanaman terpadu –
ternak sapi di lahan sawah irigasi spesifik lokasi yang efektif dan efisien; (b)
mendapatkan alternatif model kelembagaan pengelolaan terpadu tanaman
pangan ternak sapi di lahan sawah irigasi spesifik lokasi. Pengkajian
dilaksanakan di 16 kelompok tani lahan sawah sehamparan seluas 5 ha di 16
kecamatan Kabupaten Lumajang. Masing-masing kelompok tani menerapkan
teknologi pengelolaan tanaman pangan terpadu secara partisipatif dan
mengusahakan 12 sapi induk yang dikelola di kandang kelompok. Sebagai
pembanding disetiap kelompok tani dilakukan uji penerapan rakitan teknologi
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
6
pengelolaan tanaman padi spesifik lokasi. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa :
(1) Penerapan pengelolaan tanaman padi terpadu secara partisipatif memberikan
hasil gabah kering panen 5,86 t/ha pada MKII dan 5,83 t/ha pada MH 2003/2004,
dapat meningkatkan daya saing padi di Kabupaten Lumajang yang ditunjukkan
oleh meningkatnya produktivitas 15,7 % dan keuntungan bersih 22,3 % serta
keunggulan kompetitif 11,6 %; (2) Apabila dalam pengelolaan tanaman
menggunakan teknologi anjuran, daya saing hasilnya masih dapat ditingkatkan
dibandingkan teknologi partisipatif, karena dapat meningkatkan produktivitas
13,59 % dan keuntungan bersih 16,98 % serta keunggulan kompetitif lebih tinggi
9,1 %; (3) Penerapan Sistem Integrasi Padi - Ternak oleh kelompok tani selama
4 bulan dapat memberikan nilai tambah, karena kebutuhan pupuk organik pada
lahan sawahnya dapat dicukupi dari hasil sendiri sebesar 56%, diperoleh anak
sapi yang ditunjukkan tingkat kebuntingan mencapai 81% dan kebutuhan pakan
sapi pada MKII dapat dicukupi dari limbah tanaman sebesar 80%; (4) Model
kooperatif farming dalam pemberdayaan kelompok tani, khususnya pengadaan
sarana produksi dan pemasaran hasil belum dapat diterapkan; dan (5) Untuk
dapat menerapkan model kooperatif farming diperlukan dukungan kredit untuk
pengadaaan sarana produksi secara korporasi dan kerja sama pemasaran hasil
dengan DOLOG menggunakan kredit ketahanan pangan
2.2.2. Pengkajian Senjang Hasil Padi pada Lahan Sawah Bermasalah
Jawa Timur merupakan salah satu sentra beras di Indonesia sehingga
produktivitas lahan sawahnya harus dipertahankan. Tetapi kenyataan dilapang
produktivitas padi sawah di Jawa Timur mempunyai keragaan yang tinggi baik
antar lokasi maupun antar musim. Pada akhir-akhir ini juga munculnya suatu
gejala stagnasi pertumbuhan disertai klorosis pada pertanaman padi Musim
Kemarau I, di beberapa daerah petani setempat menyebut gejala semacam ini
dengan naman asem-aseman. Kerugian akibat gejala ini diperkirakan cukup
besar mengingat pertumbuhan tanaman sangat tertekan (kerdil) dan proses
fotosintesa terhambat sehingga menyebabkan daun mengalami klorosis, pada
daerah yang serangannya berat padi menjadi puso. Tujuan penelitian adalah
Mendapatkan teknologi usahatani padi pada lahan sawah bermasalah untuk
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
7
menanggulangi senjang hasil pada musim kemarau pertama. Penelitian
dilakukan di lahan petani yang terserang gejala asem-aseman di Kabupaten
Lumajang pada musim tanam ke dua atau MK I yaitu bulan Maret – Agustus
2003. Metode penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 7
perlakuan diulang 3 kali, dimana perlakuannya berupa penerapan beberapa
alternatif paket teknologi usahatani padi. Hasil dari pengkajian ini adalah
Pemberian pupuk ZnSO4 sebagai pupuk dasar dan disemprotkan ke daun
ternyata mampu mengurangi serangan asem-aseman. Pemberian pupuk ZnSO4
sebagai pupuk dasar dan disemprotkan ke daun ternyata mampu menghasilkan
produksi padi diatas 7 ton/ha. Penggunaan pupuk ZnSO4 sebagai pupuk dasar
dan pupuk ZA sebagai pupuk susulan sangat disarankan untuk digunakan pada
lahan yang menderita asem-aseman.2.1.2. Uji Multilokasi dan Uji Adaptasi Galur
Harapan Calon Varietas Unggul Padi
2.2.3. Pemupukan Fosfat, Kalium dan Bahan Organik Terhadap Padi Sawah di Lumajang
Untuk mengetahui respon pemupukan P, K dan bahan organik terhadap
peningkatan hasil gabah, telah dilakukan percobaan super imposed pemupukan
pada tanaman padi di beberapa lokasi yang mewakili status P dan K rendah,
sedang dan tinggi. Untuk percobaan pemupukan P dilakukan di Tempeh (status
P rendah), Tempursari dan Citrodiwangsan (status P sedang) dan di
Yosowilangun untuk status P tinggi, sedang untuk percobaan K dilaksanakan di
Citrodiwangsan (status K rendah), di Tempeh (status K sedang) dan di
Yosowilangun untuk status K yang tinggi. Dosis pupuk P dan K pada setiap
status hara adalah berbeda, sedang dosis pupuk organik adalah 10 t/ha (Tabel 1
dan 2). Varietas yang digunakan pada semua percobaan ini adalah Cibogo.
Pada tanah dengan status P rendah di Tempeh, pemupukan P
berbengaruh nyata terhadap peningkatan hasil gabah. Pengaruh P tampak nyata
baik terhadap pertumbuhan, jumlah anakan maupun terhadap hasil gabah. Rata-
rata hasil gabah yang dicapai di Tempeh adalah rendah, hal ini disebabkan pada
saat pelaksanaan percobaan mengalami kekeringan. Perlakuan kontrol (tanpa P)
hanya mampu menghasilkan gabah 1,79 t/ha, penambahan 15 kg SP-36/ha telah
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
8
mampu meningkatkan hasil secara nyata sebesar 0,43 t/ha atau setara dengan
peningkatan hasil sebesar 23%, yakni dari 1,79 t/ha tanpa P menjadi 2,22 t/ha.
Peningkatan lebih lanjut menjadi 60 kg SP-36/ha masih diikuti oleh peningkatan
hasil yang berbeda nyata dibandingkan hasil gabah yang dipupuk 15 kg SP-
36/ha, dan menghasilkan gabah paling tinggi (2,98 t/ha) atau setara dengan
peningkatan hasil sebesar 66% dibandingkan hasil gabah tanpa pupuk P (Tabel
1).
Pemberian pupuk organik mempunyai pengaruh yang beragam terhadap
peningkatan hasil, umumnya dapat meningkatkankan hasil gabah di semua lokasi
percobaan, akan tetapi peningkatannya tidak berbeda nyata secara statistik. Di
Tempeh, suatu lokasi dengan status P rendah, pemberian 10000 kg pupuk
organik/ha mampu meningkatkan hasil gabah hingga 34%, sedang di Tempursari
dan Citrodiwangsan yang mempunyai status P sedang, pemberian pupuk organik
meningkatkan hasil gabah 2,25% hingga 11,1% (Tabel 1 dan 2). Sedang pada
tanah yang cukup subur di Yosowilangun, pemberian pupuk organik hanya
mampu meningkatkan hasil gabah sebesar 5,7% dibandingkan hasil gabah tanpa
pupuk organik.
Pada tanah dengan status P sedang, pemupukan P juga berpengaruh
terhadap peningkatan hasil gabah. Di Citrodiwangsan dan Tempursari,
pemberian 15 hingga 30 kg SP-36/ha belum mampu meningkatkan hasil, baru
pada pemupukan 60 kg SP-36/ha mampu meningkatkan hasil gabah secara
nyata sebesar 17,7% di Tempursari dan sebesar 20,3% di Lumajang
(Citrodiwangsan). Peningkatan dosis lebih lanjut menjadi 120 kg SP-36/ha
ternyata tidak diikuti oleh peningkatan hasil yang berbeda dibandingkan dengan
hasil gabah yang dipupuk 60 kg SP-36/ha (Tabel 1). Pada perlakuan yang telah
dipupuk 10 t/ha pupuk organik, pemupukan P tidak berpengaruh terhadap
peningkatan hasil gabah. Hal ini disebabkan dalam pupuk organik mengandung
hara P.
Pemupukan P dibarengi pemberian pupuk organik maupun tanpa pupuk
organik pada tanah dengan status P tinggi di Yosowilangun tidak berpengaruh
terhadap peningkatan hasil. Tanpa P mampu menghasilkan gabah 8,82 t/ha,
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
9
pemberian 10 kg hingga 80 kg SP-36/ha tidak diikuti oleh peningkatan hasil yang
berbeda. Demikian pula pada perlakuan yang dibarengi dengan pemberian 10
t/ha pupuk organik, pemupukan P juga tidak berpengaruh terhadap peningkatan
hasil.
Pengaruh pemupukan K pada tanaman padi terjadi pada lokasi
percobaan dengan status K rendah, sedang pada status K sedang dan tinggi
pemupukan K tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan hasil gabah. Di
Citrodiwangsan yang mewakili status K rendah, pemupukan 25 hingga 50 kg
KCl/ha tidak berpengaruh terhadap peningkatan hasil gabah, baru pada
pemupukan 100 kg KCl/ha mampu meningkatkan hasil gabah secara nyata
sebesar 24,1%, yakni dari 5,50 t/ha tanpa K menjadi 6,83 t/ha pada pemupukan
100 kg KCl/ha, peningkatan dosis lebih lanjut menjadi 200 kg KCl/ha tidak diikuti
oleh peningkatan hasil gabah yang berbeda nyata. Pada perlakuan pemberian
10000 kg bahan organik/ha, pemupukan K ternyata tidak berpengaruh terhadap
peningkatan hasil gabah pada tanah dengan status K rendah (Tabel 2). Pada
pemupukan 200 kg KCl/ha yang dibarengi dengan pemberian 10 t/ha bahan
organik mampu menghasilkan gabah tertinggi, yakni 7,33 t/ha, sedang tanpa
pupuk K dan tanpa bahan organik menghasilkan gabah terendah (5,50 t/ha).
Pada tanah dengan status K sedang dan tinggi, pemupukan K tidak
berpengaruh terhadap peningkatan hasil gabah. Pada tanah dengan status K
sedang di Tempeh, pemupukan K yang dibarengi dengan pemberian bahan
organik maupun tanpa bahan organik tidak meningkatkan hasil gabah secara
nyata. Tanpa pemupukan K menghasilkan gabah 3,27 t/ha, sedang rata-rata
hasil gabah yang dipupuk 20 kg hingga 160 kg KCl/ha adalah 3,44 t/ha, tidak
berbeda nyata dibanding hasil gabah tanpa pupuk K (Tabel 2). Demikian pula
pada tanah dengan status K tinggi di Yosowilangun, tanpa pupuk K menghasilkan
gabah 8,55 t/ha, sedang rata-rata hasil gabah yang dipupuk 20 kg hingga 160 kg
KCl/ha adalah 8,48 t/ha (Tabel 2).
Pada tanah dengan status P rendah, pemupukan P berpengaruh terhadap
peningkatan hasil gabah, dosis pupuk P yang dianjurkan adalah 100 kg SP-
36/ha. Pada tanah dengan status P sedang, dosis pupuk P yang dianjurkan
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
10
adalah 60 kg SP-36/ha dan mampu meningkatkan hasil gabah 17 hingga 20 %.
Pada tanah dengan status P tinggi tidak respon terhadap pemupukan P. Tanah
dengan status K sedang dan tinggi, pemupukan K tidak respon pada padi. Pada
tanah dengan status K rendah, dosis pupuk K yang dianjurkan adalah 100 kg
KCl/ha dan mampu meningkatkan hasil hingga 24%. Pemberian bahan organik
pada musim pertama tidak berpengaruh terhadap peningkatan hasil gabah.
2.2.4. Pengkajian Pengendalian Hama Secara Terpadu pada Tanaman Kedelai Berbasis Pengendalian Hayati
Untuk menyelamatkan tanaman kedelai dari serangan hama penyakit
diperlukan teknologi pengelolaan yang efektif dan menguntungkan usahatani.
Percobaan dilakukan di lahan sawah dataran rendah milik petani pada MK. II
bulan Juni –Oktober 2003 di desa Yosowilangun Kabupaten Lumajang.
Menggunakan rancangan acak kelompok berpasangan dengan dua perlakuan
yaitu 1. PHT: Pemupukan berimbang rekomendasi BPTP, menggunakan mulsa
jerami, disemprot SlNPV, HaNPV, diinfestasi parasitoid Tricogramma bactre-
bactre . 2. Cara petani. Masing-masing perlakuan diulang lima kali. Pengendalian
ulat daun S. litura dengan agen hayati SlNPV pada perlakuan PHT dapat
menekan tingkat kerusakan daun sebesar 47,41% dibandingkan cara petani.
Pengendalian ulat buah H. armigera dengan agen hayati HaNPV kurang efektif.
Pengendalian ulat penggerek polong Etiella spp. dengan agen hayati T. bectrae-
bactrae dapat menekan tingkat serangan sebesar 9,94% dibandingkan cara
petani. Produksi kedelai dengan luas ubinan 2 m x 5 m pada perlakuan PHT
sebesar 2,15 kg, sedangkan cara petani hanya 1,64 kg. Berat kering brangkasan
ubinan 2 m x 5 m pada perlakuan PHT sebesar 1,18 kg dan cara petani sebesar
1,08 kg. Hasil analisa out put in put usaha tani kedelai dengan PHT
penerimaannya cukup tinggi yaitu sebesar Rp. 5.375.000,- dengan R/C dan B/C
ratio masing-masing 2.96 dan 1.97, sedangkan cara petani penerimaannya lebih
kecil yaitu sebesar Rp. 4.100.000,- dengan R/C dan B/C ratio masing-masing
3.17 dan 2.21, dengan demikian kedua cara ini semua menguntungkan
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
11
2.2.5. Pengkajian Perbandingan Beberapa Cara Pemberian Brangkasan Kedelai untuk Sapi Potong
Tujuan pengkajian ini adalah untuk memperoleh cara menyajikan
brangkasan kedelai yang efektif dan efisien sebagai bagian dari ransum sapi
potong. Materi pengkajian adalah sapi PO betina dewasa dengan status
reproduksi tidak bunting dan kering sebanyak 12 ekor; terbagi secara acak
dengan pertimbangan besaran berat badan awal yang proposional kedalam 4
perlakuan dan masing – masing 3 ekor per perlakuan sebagai ulangan.
Perlakuan adalah (A/ kontrol ) : ransum basal + brangkasan kedelai tanpa
difermentasi, (B) : Perlakuan A + probiotik per oral, (C) : Ransum basal +
brangkasan kedelai fermentasi, dan (D) : Perlakuan C + probiotik per oral.
Digunakan rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Ternak
sapi materi pengkajian ditempatkan dalam kandang kelompok bersekat secara
individu. Ransum basal berupa rumput lapangan = 13 – 15 kg/ ekor/ hari atau 45
% dari tingkat kebutuhan bahan kering ( BK) yang ditetapkan, dan dedak padi =
2,5 – 4,0 kg/ekor/hari atau 35 % dari tingkat kebutuhan BK yang ditetapkan.
Kekurangan kebutuhan BK dipenuhi dari brangkasan kedelai fermentasi atau
non-fermentasi. Pemberian probiotik per oral dicampur dengan dedak padi dan
dosisnya sesuai dengan petunjuk teknik pemberian probiotik yang digunakan (
Starbio ). Lama percobaan 10 hari prelium + 60 hari koleksi data. Data yang
diamati adalah pertambahan berat badan harian (PBBH), konsumsi ransum dan
konversi pakan ( KP ). Analisis data menggunakan analisis kovariansi dari RAL
dengan berat badan awal sapi sebagai kovarian. Hasil pengkajain menunjukkan :
adanya konsumsi probiotik per oral atau perlakuan fermentasi dapat
meningkatkan rata – rata konsumsi brangkasan kedelai secara nyata ( P < 0,05 )
dari 2,05 kg/ekor/hari menjadi 2,77 kg/ekor/hari, tetapi total konsumsinya ( dasar
BK ) masih kurang dari separo berat total BK ransum. Antara perlakuan terjadi iso
konsumsi BK, protein kasar ( PK ) maupun TDN. Rata – rata PBBH antara
perlakuan A, B, C dan D tidak saling berbeda nyata ( P > 0,05 ), secara berurutan
adalah 0,40 0,16 kg/ekor/hari; 0,57 0,18 kg/ekor/hari; 0,50 0,19 kg/ekor/hari;
dan 0,48 0,15 kg/ekor/hari. Demikian pula rata – rata KP ( dasar BK ) juga tidak
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
12
berbeda nyata ( P > 0,05 ), secara keseluruhan, adalah 0,07 0,03 kg PBBH/kg
konsumsi BK. Kesimpulannya adalah perlakuan fermentasi brangkasan kedelai
dan pemberiannya dalam ransum disertai pemberian probiotik per oral tidak
efektif atas dasar parameter prestasi PBBH dan KP manakala proposi
brangkasan kedelai dalam ransum ( dasar BK ) kurang dari separo berat total BK
ransum.
2.2.6. Kajian Karakterisasi dan Potensi Wilayah Pengembangan Usahatani Terpadu Padi – Udang Windu di Sawah Irigasi
Udang windu merupakan salah satu andalan ekspor Jawa Timur dan
permintaan pasar akan udang masih terbuka lebar khususnya Jepang dan
Amerika Serikat. Hal ini membuka peluang untuk mengembangkan budidaya
udang baik di tambak maupun di sawah tambak. Tetapi karena usahatani udang
windu secara intensif banyak kendalanya maka budidaya udang windu di sawah
tambak berupa mina padi (padi – udang windu) menjadi alternatif pengembangan
udang windu. Dari hasil penelitian, udang windu telah berhasil dibudidayakan
pada lahan sawah tambak. Sedangkan di Kabupaten Lamongan masyarakat
telah mengembangkan budidaya padi – udang windu sejak kurang lebih 1 – 2
tahun terakhir pada lahan bonorowo. Untuk dapat berkembangnya usaha
budidaya padi - udang windu ada beberapa hal yang pelu diperhatikan , selain
aklimatisasi benih udang windu ada persyaratan khusus yang berpengaruh dalam
pemeliharaan udang windu diantaranya kualitas air, tanah dan teknologi
budidayanya. Oleh karena itu untuk lebih meningkatkan keberhasilan budidaya
padi dan udang windu perlu diidentifikasi mengenai karakteristik lahan baik itu
tanah maupun kualitas air dalam budidaya padi – udang windu di Jawa Timur.
Tujuan pengkajian ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari karakteristik dan
potensi pengembangan udang windu.di lahan sawah irigasi. Kegiatan dimulai
dengan identifikasi melalui survey di wilayah yang telah mengusahakan udang
windu pada sawah tambak di Jawa Timur. Waktu pengkajian mulai bulan
Pebruari hingga Desember 2003. Parameter yang dikumpulkan adalah : (1).
Karakteristik kualitas air meliputi pH, salinitas, kandungan amonia dan kandungan
hidrogen sulfat (H2S). (2) Karakteristik lahan, meliputi ketinggian dari permukaan
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
13
laut, jenis tanah, kandungan hara tanah dan iklim; (3) Teknologi budidaya udang
windu petani setempat. Data dianalisis secara diskriptif untuk menyusun
kesesuaian pengembangan wilayah udang windu. Dari hasil survei diketahui
umumnya sawah tambak di daerah pantura Jawa Timur digunakan untuk
budidaya ikan bandeng, tombro, mujair, tawes dan udang windu baik dipelihara
secara monokultur maupun polykultur. Pola tanam di sawah tambak adalah ikan
– ikan – padi, yaitu pada musim hujan dan musim kemarau pertama (MK I)
dipelihara ikan dan pada musim kemarau kedua (MK II) sawah tambak ditanami
padi (Gambar 1). Baru pada 4 – 5 tahun terakhir ini pada tanaman padi
ditumpangsarikan dengan udang windu yang dikenal dengan pandu (Padi –
udang windu). Pada awalnya budidaya pandu (padi-udang windu)
dikembangkan petani tambak di kabupaten Lamongan kemudian berkembang di
kabupaten Gresik, Sidoarjo, Bangkalan dan Tuban sedangkan di kabupaten lain
seperti di Jombang dan Blitar pernah dicoba budidaya pandu tetapi ternyata tidak
dapat berhasil. Karakteristik air yang berpengaruh dalam budidaya pandu adalah
ketersedian air tawar yang cukup dan terus menerus, salinitas air yang berkisar 0
-4 o/oo dengan kandungan kation Na berkisar 54 – 165 ppm, kation K berkisar 11
– 19 ppm, dan EC berkisar 0,6 – 2,00 m mhos, oksigen terlarut 4 – 8 ppm, pH
air berkisar 7 – 8,5 dan kandungan zat beracun seperti NH4 < 0,1 ppm dan H2S <
0,1 ppm. Karakteristik tanahnya adalah ketinggian tempat 2 – 10 m dpl,
kemiringan lerengnya < 1%, bulan basah 4 – 5 bulan, bulan kering 7 – 8 bulan,
tektur tanah liat dengan perbandingan liat > 65%, debu > 20% dan pasir < 5%, pH
tanah 6,8 – 7,5, bahan organiknya berkisar 2,4 – 3,5%, salinitas tanahnya 0 – 3
o/oo . Potensi sawah tambak di Jawa Timur mencapai 31.982 ha yang tersebar di
kabupaten Lamongan, Gresik, Tuban, Sidoarjo, Lumajang, Jember, dan
Banyuwangi.
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
14
2.3. PENGEMBANGAN MODEL USAHATANI TERPADU TANAMAN TERNAK DI LAHAN TADAH HUJAN.
2.3.1. Pengkajian Model Usahatani Terpadu Crop-Fish-Livestock System (CFLS) Berbasis Konservasi Air di Lahan Sawah Tadah Hujan
Lahan sawah tadah hujan mempunyai keterbatasan air, sehingga
produktivitas lahannya rendah. Untuk meningkatkan produktivitas lahan
diperlukan tindakan konservasi berupa pembuatan tandon air (embung) untuk
menampung limpasan air hujan dan digunakan mengairi tanaman musim
kemarau. Pada musim hujan, embung dapat difungsikan untuk memelihara ikan
sampai menjelang musim kemarau, sebelum airnya digunakan untuk mengairi
tanaman. Pertanaman jagung banyak ditanam pada musim kemarau dengan
tujuan untuk menghasilkan biji, bahkan dijumpai tanaman jagung hanya
dipelihara sampai pertumbuhan vegetatif untuk menghasilkan limbah (tebon)
pakan ternak sapi, karena pada musim kemarau mengalami kelangkaan pakan
ternak. Pengkajian dilaksanakan pada musim kemarau dengan perlakuan (Tabel
1), sebagai berikut :
Penanaman jagung secara rapat bertujuan menghasilkan jagung
muda, jagung pipilan dan biomas pakan ternak, yaitu pada umur 65 hari
tanaman jagung diperjarang secara berselang-seling untuk menghasilkan
jagung muda dan pakan ternak (tebon) dan sisanya dibiarkan sampai tua
untuk menghasilkan biji (Tabel 2). Budidaya jagung monokultur secara
rapat diperoleh total hasil setara jagung pipilan tertinggi yaitu 12,58 t/ha
(meningkat 211% terhadap cara petani) yang berasal dari hasil jagung
muda, pakan ternak (tebon) dan biji, sedangkan budidaya jagung
monokultur cara petani yang hanya menghasilkan biji diperoleh total hasil
setara jagung pipilan sebesar 4,05 t/ha. Tersedianya pakan ternak dari
biomas jagung di musim kemarau dapat meningkatkan ketersediaan
pakan harian secara berkelanjutan dan diharapkan kotoran ternaknya
digunakan sebagai pupuk kandang. Pemeliharaan ikan nila di karamba
dalam embung selama 60 hari kurang berhasil karena sekitar 50% ikan
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
15
nila banyak yang mati/hilang serta pertumbuhannya lamban, sehingga
secara ekonomi belum menguntungkan
Tabel 1. Model Usahatani Terpadu Jagung dan Kedelai Berbasis Konservasi Air pada Musim Kemarau
No. Komponen
teknologi
Usahatani
Cara Petani
Usahatani Konservasi Air Secara Terpadu
Tumpangsari Jagung
dan Kedelai
Monokultur
Jagung
Monokultur Kedelai
1. Pengelolaan
lahan
Cara petani Minimum tillage Minimum tillage Minimum tillage
2. Varietas Jagung (C7) C-7 dan Wilis C-7 Wilis
3. Pemupukan Kebiasaan Jagung : 135 kgN+36
kgP2O5 +50 kg
K2O/ha
Kedelai :
2,5kg+36kgP2
O5+50 kg
K2O/ha 10 t/ha
Pukan :
135 kg N + 36 kg
P2O5 + 50 kg
K2O/ha
Pukan : 10 t/ha
22,5 kg+36 kg P2O5 +
50 kg K2O/ha
Pukan : 10 t/ha
4. Jarak tanam Cara petani Jagung: * 200 x 10cm/ 200 x
20 cm
Kedelai : 40 x 10 cm
75 x 10 cm / 75 x
20 cm
40 x 10 cm
5. Mulsa jerami - 5 t/ha 5 t/ha 5 t/ha
5. Pengairan
(Embung)
Semampunya
secara kocor
Sesuai kebutuhan
tanaman secara kocor
Sesuai kebutuhan
tanaman secara
kocor
Sesuai kebutuhan
tanaman secara kocor
6. Pemeliharaan
tanaman
Seadanya Optimal Optimal Optimal
7. Pemeliharaan
ikan di embung
- Karamba tancap 3 m x 2
m x 2 m, populasi 750
ekor nila (50 kg)
Karamba tancap 3 m
x 2m x 2 m, populasi
750 ekor nila (50 kg)
Karamba tancap 3 m
x 2 m x 2 m, populasi
750 ekor nila (50 kg)
8. Pakan ikan - Pakan tambahan ikan (2%
dari bobot ikan)
Pakan tambahan ikan
(2% dari bobot ikan)
Pakan tamba-han
ikan (2% bobot
ikan)
9. Panen - Biji
- Limbah pakan
ternak
- Biji
- Ikan
- Jagung muda
- Limbah pakan ternak
- Biji
- Ikan
- Jagung muda
- Limbah pakan
ternak
- Biji
- Ikan
- Limbah pakan ternak
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
16
Tabel 2. Pertumbuhan serta hasil jagung (C-7) dan kedelai (Wilis) di Desa Lembor, Kec. Brondong, Kab. Lamongan, MKII 2003.
Variabel
Monokultur Tumpangsari Cara petani
Jagung/
Jg muda Kedelai
Jagung/ Jg
muda Kedelai Jagung
Tinggi tan. (cm) 107,80 27,45 97,40 31,80 61,20
Berat biomas (t/ha) :
- jagung muda
- jagung
- kedelai
24,67
21,61
-
-
-
3,01
6,25
7,29
-
-
-
2,49
-
9,67
-
Panjang jagung
muda (cm)
10,85 - 13,15 - -
Berat 100 biji kering (gr) 28 9,05 28,8 8,82 -
Berat (t/ha) :
- tongkol
- polong
3,81
-
-
3,12
1,41
-
-
2,35
-
-
Hasil (t/ha) :
- jagung muda
- biji
- total biomas
1,79
1,53
46,28
-
1,29
3,01
0,60
0,94
13,54
-
1,02
2,49
-
2,12
9,67
Total hasil setara jagung
pipilan (t/ha)
12,58 4,73 4,75 4,05
Nisbah total hasil thd
cara petani
(211%) (17%) (17%) -
Keterangan : - Harga jagung muda : Rp 1000,-/kg
- Harga jagung pipilan : Rp 1000,-/kg
- Harga kedelai biji : Rp 3200,-/kg
- Harga biomas jagung & kedelai : Rp 200,-/kg (pakan ternak)
2.3.2. Sistem Usahatani Konservasi Embung Menunjang Produktivitas Lahan di Musim Kemarau
Lahan sawah tadah hujan yang dicirikan oleh rendahnya bulan basah
merupakan sumberdaya lahan yang berpotensi setelah lahan sawah atau lahan
irigasi. Ketersediaan air yang hanya tergantung kepada curah hujan, kesuburan
tanah yang relatif rendah merupakan kendala bagi keberhasilan pengolaan usaha
taninya. Keadaan tersebut memungkinkan terjadinya produksi rendah karena
terjadinya kekeringan disaat tanaman sangat perlu air. Dengan sistem embung
sebagai tandon air untuk menangkap limpasan air hujan merupakan sarana air
yang multiguna bagi berbagai keperluan pertanian dan keperluan hidup petani
sehari-hari.
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
17
Teknologi konservasi air embung pada musim kemarau antara lain
kebutuhan air dan cara pengairan pada beberapa komoditas belum banyak dikaji.
Pengkajian usahatani di musim kemarau dengan suplai air dari embung bertujuan
untuk meningkatkan produktivitas lahan dan menambah sumber pendapatan bagi
petani. Dengan menggunakan lokasi desa Lembor Kec. Brondong, Lamongan
dengan type agroekologi IV ay, pengkajian menggunakan 3 komoditas yang
relatif sedikit membutuhkan air yaitu kangkung darat varietas Chia Tai, jagung
hibrida C-7, dan semangka varietas Sun Flower (lurik hijau) dengan perlakuan
interval pemberian air (cara kocor) yaitu 1 hari, 3 hari, 5 hari, dan 7 hari. Dan dari
hasil percobaan dengan bentuk rancangan acak kelompok yang dilakukan dari
bulan Juni-Nopember tahun 2003 menunjukkan bahwa produksi yang tinggi untuk
budidaya kangkung (5,23 t/ha) dan jagung pipilan (1,29 t/ha) membutuhkan suplai
air embung sebanyak 300 cc interval 3 hari. Produksi semangka 93,45-4,20 t/ha
dengan penyiraman 3 sampai 7 hari sekali keutamaan dan air kurang mencukupi.
Tambahan hasil biomas dari tanaman jagung sebanyak 13,18 t/ha memberikan
manfaat sebagai makanan ternak
2.3.3. Pengkajian Usahatani Multistrata di Kawasan Selatan Jawa Timur
Masalah di Kawasan Selatan Jawa Timur (KSJT) adalah rendahnya
produktivitas lahan, kelangkaan pakan hijauan ternak di musim kemarau, dan
rendahnya bahan organik tanah. Salah satu alternatif untuk mengatasinya adalah
pengembangan sistem multistrata (SMS). Dalam SMS, tanaman terbagi menjadi
3 strata yaitu strata I terdiri dari tanaman pangan, rumput dan empon-empon;
strata II berupa leguminosa pohon, dan strata III berupa buah-buahan dan kayu-
kayuan. Penataan/tata letak tanaman diatur sebagai berikut: strata I ditanam
pada bidang olah lahan, sedangkan strata II dan III ditanam pada bagian pinggir
keliling lahan sebagai tanaman pagar. Pengkajian dilaksanakan pada musim
hujan 2003 di Desa Mojorejo, Kecamatan Wates Kabupaten Blitar dengan
melibatkan 5 orang petani kooperator pada areal seluas 2 hektar. Dari hasil uji
adaptasi tanaman pangan, diketahui bahwa ketiga varietas padi gogo yang
ditanam (Jatiluhur, Slegreng dan IR-64) memiliki daya adaptasi yang cukup baik
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
18
dengan kondisi lahan kering dataran rendah di lokasi pengkajian. Produksi gabah
kering varietas Jatiluhur mencapai 5,5 ton/ha, Slegreng 4,5 ton/ha dan IR-64 2,5
ton/ha. Produksi jagung varietas Bisma mencapai 5,25 ton/ha, Bisi-2 6,5 ton/ha
dan Pioneer-7 sebesar 4,75 ton/ha. Jenis empon-empon yang diminati para
petani adalah kunyit putih, kencur, laos dan jahe, karena permintaan pasar cukup
tinggi. Tanaman rumput gajah, glirisidia, flemingia tingkat adaptasi dan produksi
hijauannya cukup tinggi dengan daya tumbuh rata-rata mencapai 90% dan
produksi hijauan sekitar 20 ton/ha/th. Secara keseluruhan, konstribusi terhadap
pendapatan petani diperoleh dari usahatani tanaman pangan sebesar 65%,
kemudian usaha ternak 23%, dan dari tanaman tahunan sebesar 12%.
2.3.4. Uji Adaptasi Tanaman Empon-Empon Pada Wanatani Pola Multistrata di Lahan Kering Dataran Rendah Kawasan Selatan Jawa Timur
Komoditi tumbuhan obat (agromedisin) sebagai komoditi bisnis merupakan
peluang yang sangat menjanjikan karena adanya kebutuhan masyarakat akan
produk natural medicine, health food, ataupun food suppelement yang berasal dari
tumbuhan obat meningkat. Tujuan pengkajian adalah melakukan uji adaptasi
tanaman empon-empon pada wanatani pola multistata di lahan kering untuk alih
teknologi dan meningkatkan pendapatan petani KSJT. Lokasi pengkajian di desa
Mojorejo, Kec. Wates, Blitar dan pengkajian dimulai pada musim hujan 2003/2004.
Pengkajian berbentuk adaftif dengan rancangan acak kelompok, yang menggunakan
3 petani sebagai ulangan. Jenis empon-empon yang dikaji adalah kunyit lokal,
lengkuas, kunyit putih, jahe dan kencur. Teknologi yang diuji adalah teknologi anjuran
(pupuk organik + pupuk buatan), teknologi organik (bokasi) dan teknologi petani.
Khusus untuk kunyit putih, kencur dan jahe karena petani belum pernah
membudidayakannya, maka teknik budidaya yang dikaji hanya teknologi anjuran dan
organik. Berdasar taksiran hasil dari kelima jenis empon-empon yang adaptif adalah
kunyit lokal, lengkuas, kunyit putih dan kencur. Kegagalan tanaman jahe disebabkan
terserang penyakit layu bakteri. Taksiran hasil per ha dari kelima jenis empon-empon
tertinggi pada teknologi anjuran yaitu untuk kunyit lokal 18.1 t/ha, lengkuas 18 t/ha,
kunyit putih 36,3 t/ha, jahe 2,6 t/ha dan kencur 5,9 t/ha. Pada teknologi organik hasil
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
19
mencapai 60 -70 % dari hasil teknologi anjuran. Pada teknologi petani taksiran hasil
mencapai 9,3 t/ha untuk kunyit lokal dan 13,7 t/ha untuk lengkuas.
2.3.5. Uji Adaptasi Teknologi Budidaya Tanaman Pangan di Sistem Wanatani Lahan Kering Dataran Rendah
Pengkajian yang bertujuan untuk mendapatkan teknologi budidaya
tanaman pangan yang dapat meningkatkan produktivitas lahan, di sistem
wanatani lahan kering dataran rendah telah dilaksanakan di Ds. Mojorejo, Kec.
Wates, Blitar, pada musim hujan 2003/2004. Pengkajian berbentuk adaftif dengan
rancangan acak kelompok, yang menggunakan 3 petani sebagai ulangan.
Teknologi budidaya tanaman pangan yang diuji adalah teknologi anjuran,
kesepakatan dan petani. Teknologi budidaya anjuran dari padi gogo, jagung,
kacang tanah dan kacang hijau mengacu rakitan teknologi budidaya dari BPTP
Jawa Timur, teknologi kesepakatan merupakan teknologi persetujuan antara
petugas dengan petani dan teknologi petani setempat merupakan teknologi
kebiasaan petani tanpa campur tangan pihak petugas. Penanaman tanaman
pangan dilaksanakan 2 kali, dengan pola tanam menyesuaikan petani setempat
yaitu padi gogo dan jagung pada musim tanam I, dilanjutkan kacang tanah dan
kacang hijau pada musim tanam II. Perbedaan komponen budidaya pada ketiga
teknologi tersebut pada varietas; cara tanam; kebutuhan benih; macam, dosis
dan cara pemberian pupuk serta pengendalian hama penyakit. Petani
menggunakan varietas IR-64 untuk padi dan hibrida (Bisi 2 dan Pioner 11) untuk
jagung, sedangkan pada teknologi anjuran menggunakan varietas Jatiluhur untuk
padi dan Bisma untuk jagung. Pada penanaman padi gogo dan jagung, petani
hanya menggunakan pupuk ZA dan pupuk kandang dengan pengendalian hama
penyakit sekedarnya. Petani menanam padi gogo dengan cara disebar dan
larikan, sehingga membutuhkan benih yang lebih banyak dibanding dengan cara
penanaman ditugal. Hasil pengkajian pada musim tanam I menunjukkan bahwa
dari ketiga varietas padi gogo yang ditanam (Jatiluhur, Slegreng dan IR-64)
memerlukan waktu berkecambah yang sama yaitu sekitar 7 hst, umur berbunga
dan panen yang berbeda. Panen paling cepat pada IR-64 dan paling lambat pada
Jatiluhur. Pada jagung hibrida waktu berkecambah 7 hst, sedangkan pada Bisma
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
20
tidak seragam yaitu 7 – 10 hst. Waktu berbunga dan panen jagung hibrida 5 hari
lebih cepat dibanding dengan Bisma. Perbedaan pertumbuhan dan hasil padi
gogo maupun jagung antar teknologi yang diuji di samping disebabkan oleh
perbedaan komponen budidaya yang digunakan juga oleh penggunaan varietas
yang berbeda. Hasil padi gogo tertinggi pada teknologi anjuran (var Jatiluhur)
dengan hasil gabah kering 2,2 kg/4m2, tetapi berhubung mempunyai keragaan
tanaman yang tinggi maka padi gogo tersebut kalau ada angin mudah rebah,
sedangkan terendah pada teknologi petani (var IR-64) dengan hasil gabah kering
1,0 kg/4m2. Hasil jagung tertinggi pada teknologi kesepakatan (var Bisi 2 dan
Pioner 11) dengan hasil biji kering 2,6 kg/4m2 dan terendah pada teknologi petani
(var Bisi 2 dan Pioner 11) dengan hasil biji kering 1,9 kg/4m2.
2.3.6 Pengembangan Model Usahatani Konservasi Kentang dan Kobis Secara Partisipatif di Lahan Kering Dataran Tinggi
Penanaman sayuran di lahan kering dataran tinggi umumnya lebih
diupayakan untuk peningkatan produksi, sehingga masalah konservasi seringkali
diabaikan, yaitu petani menanam sayuran pada guludan searah lereng .
Teknologi seperti itu menyebabkan erosi Perbaikan budidaya kentang dan kobis
dengan penanaman secara kontur, dan guludan miring 450 merupakan teknologi
yang efektif mengendalikan erosi maupun run off serta dapat meningkatkan
produktivitas lahan (M. Soleh, 2002), Namun teknologi tersebut masih perlu
dikembangkan agar lebih efektif dan efisien . Dalam rangka itu dilokasi yang
sama (Desa Argosari/1350 m, dpl, Kec. Senduro, Lumajang), pada kelerengan
33%, MH 2003, telah dilaksanakan pengkajian pengembangan model teknoogi
konservasi tersebut berupa penanaman kobis dan kentang pada (1) guludan
searah lereng tanpa strip tanaman , sebagai pembanding (2) guludan searah
lereng disertai strip tanaman pakan ternak (3) guludan searah kontur disertai strip
tanamn, (4) guludan miring 450 diertai strip tanamn, dan Pengkajian dilaksanakan
di lahan petani. Rancangan disusun secara RAK, dimana setiap perlakuan
diulang 3 kali. Diamati besarnya Erosi, hasil, respon petani. Hasil pengkajian
memperlihatkan tidak terdapat perbedaan pertumbuhan vegetatatif, maupun
serangan penyakit. Selama satu musim tanam jumlah curah hujan 867,00 mm.
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
21
Pada kontrol terjadi run off sebesar 453,22 m3 dan erosi sebesar 14,02 t/ha.
Dengan gulud arah lereng disertai strip tanaman run off dapat ditekan 22,53%
dan erosi 22,60%, dengan gulud searah kontur disertai strip tanaman run off
ditekan sampai 33,89 dan erosi tertekan sampai 36,56%, sedangkan dengan
gulud miring 450 disertai strip kroping, run off dapat dikurangi sampai 25,82% dan
erosi 28,01%. Produksi kentang maupun Kobis tertinggi dicapai oleh penanaman
pada gulud miring 450 disertai strip tanaman. Dengan gulud miring 450 terjadi
kenaikan hasil sebesar 26,52 %, sedangkan pada gulud searah kontur disertai
strip tanaman terjadi peningkatan sebeesar 14,-03%. Besarnya hasil pada gulud
miring utamanya didukung oleh persentase bobot dan jumlah umbi besar yang
lebih dari yang lain. Kenaikan bobot kobis pada pola gulud miring disertai strip
tanaman mencapai 26,71%, sedangkan pada gulud kontur meningkat 16,77 %
daripada gulud arah lurus lereng. Ditinjau dari analisa ekonomi usahatani kentang
dan kobis baik pada semua model gulud layak dilakukan karena R/C rasionya
diatas satu (antara 1, 29 s/d 1,67), namun bila ditinjau dari berbagai keuntungan
lain baik materi maupun resiko erosi usahatani dengan pola gulud miring 450
disertai strip tanamn pakan ternak (rumput gajah) lebih layak dilaksanakan.
Produksi rumput gajah panen awal (t/ha) yang diperoleh masing masing dari strip
tanaman pada gulud searah lereng, searah kontur, dan miring 450 adalah 51,00
; 44,50 ; dan 28,50. Hasil sebesar itu memungkinkan petani dengan kepemilikan
lahan 1 ha untuk memelihara 2 ekor sapi perah dengan sumber pakan mengambil
dari kebun sendiri.
2.4. PENGEMBANGAN SISTEM USAHATANI PERIKANAN RAKYAT DENGAN MODEL DESA PANTAI DI JAWA TIMUR
2.4.1. Pengkajian Teknologi Usaha Budidaya Ikan dengan Sistem Keramba Jaring Apung (KJA) di Laut
Budidaya dengan sistem KJA sudah cukup dikenal di wilayah pengkajian
(Kab Situbondo), dan ikan yang paling banyak dibudidayakan adalah kerapu dari
berbagai jenis mulai yang paling murah sampai yang paling mahal. Berdasarkan
pengamatan terhadap teknologi budidaya yang diterapkan oleh masyarakat
setempat, terlihat masih adanya peluang perbaikan teknologi untuk meningkatkan
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
22
efisiensi budiaya kerapu dengan sistem KJA antara lain adalah teknologi pakan.
Kerapu memang termasuk ikan buas yang memangsa ikan-ikan lainnya sehingga
pakan yang biasanya digunakan oleh pembudidaya kerapu sistem KJA adalah
cincangan ikan rucah segar. Namun, dari aspek nutrisi, ikan rucah saja belum
cukup sehingga diperlukan bahan tambahan lainnya untuk melengkapi kebutuhan
nutrisi kerapu agar bisa tumbuh dengan cepat dengan sintasan yang relatif tinggi.
Dalam pengkajian yang dilaksanakan pada tahun 2003 ini, kerapu diberi
pakan campuran yang terdiri dari ikan rucah (70%) dan kedele (30%). Kerapu
yang digunakan adalah kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) dengan
ukuran 100-150 gram per-ekor dengan padat penebaran 50 ekor/m³. Pakan yang
diberikan sebanyak 7-9% dari bobot biomassa sekali sehari dan parameter yang
diamati antara lain pertumbuhan ikan, sintasan, berat total, produksi akhir, FCR
(Feed Conversion Ratio), kondisi perairan (salinitas, suhu dan pH) serta analisis
finansial/ekonomis. Pengamatan dilakukan sebulan sekali selama masa
pemeliharaan 4 bulan. Namun, karena terjadi badai yang merusak KJA,
pengamatan hanya bisa dilakukan sampai dengan bulan ke 3. Hasil pengamatan
pembesaran ikan kerapu dalam KJA ini memperlihatkan bahwa tingkat
pertumbuhan rata-rata harian (DGR) sampai bulan yang ketiga adalah 0,96% dan
rasio konversi pakan (FCR) 12,37 dengan daya kelangsungan hidup (SR)
sebesar 88,15%. Bila dibandingkan dengan teknologi modifikasi dan teknologi
nelayan, hasil yang dicapai sampai masa pemeliharaan 3 bulan ini memang
masih lebih rendah, namun, hasil analisis usaha (potensial) memperlihatkan
bahwa usaha pembesaran dengan pemberian pakan campuran ini memberikan
R/C ratio 1,50. Adopsi teknologi pengkajian oleh masyarakat diperkirakan akan
mampu menciptakan simpul-simpul agribisnis di sekitar lokasi pengkajian yang
diharapkan bisa meningkatkan perekonomian daerah.
2.4.2. Prospek Pengembangan Alat Pengering Mekanik dalam Mendukung Pengolahan Ikan Kering di Situbondo, Jawa Timur
Pengkajian pengeringan ikan asin dengan menggunakan alat pengering
mekanis dengan menggunakan bahan bakar minyak tanah di daerah Situbondo
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
23
akan bermanfaat dalam mendukung perkembangan pengolahan produk ikan asin
di lokasi tersebut. Uji coba dilakukan pada saat musim penghujan berlangsung
yaitu bulan Januari – Juli 2003 di daerah Bungatan dan Kilensari yang merupakan
sentra pengolahan ikan asin didaerah Situbondo. Model yang digunakan dalam
kajian ini adalah demo langsung pengoperaian alat pengering dengan melibatkan
nelayan pengolah yang ada di lokasi tersebut. Hasil pengkajian menunjukan
bahwa alat pengering mekanis dapat mengeringkan ikan basah sebanyak 200 kg
dalam waktu 10 jam. Dari hasil diskusi dengan nelayan pengolah dapat
disimpulkan bahwa penggunaan alat pengering mekanis secara teknis sangat
dibutuhkan, namun untuk pengadaan unit alatnya masyarakat terbentur pada
masalah permodalan. Untuk mendukung dan merangsang nelayan pengolah
agar dapat dan mampu menggunakan alat pengering mekanis diperlukan adanya
pengkajian lebih lanjut dengan fokus pada desain dan prototipe. Dengan
dilakukannya kajian lebih lanjut diharapkan akan diperoleh unit pengering
mekanis yang tepat guna, yaitu murah dari segi harga sehingga nelayan mampu
dalam pengadaan alat.
2.4.3. Studi Uji Konsumen Produk Ikan Asar di Malang Jawa Timur
Studi tentang prospek penerimaan produk olahan ikan asar oleh
masyarakat di daerah Malang telah dilakukan pada bulan Juni - Nopember 2002.
Dalam studi ini digunakan bahan baku jenis tongkol (cakalang). Sebagai
perlakuan adalah jenis bahan bakar yang digunakan untuk mengasar. Adapun
bahan bakar yang digunakan adalah : 1) tempurung yang ditambah dengan
serabut kelapa, 2) limbah kayu jati dan 3) kombinasi antara limbah kayu jati
ditambah dengan tempurung dan serabut kelapa. Pengamatan hasil uji
penerimaan konsumen terhadap produk olahan menunjukkan bahwa
konsumen/responden lebih menyukai produk ikan asar yang diolah dengan
bahan tempurung kelapa dicampur serabut kelapa (perlakuan 1), yang kemudian
diikuti dengan bahan bakar limbah kayu jati (perlakuan 2). Untuk perlakuan 1 dan
perlakuan produk olahan dapat diterima masyarakat dengan kategori biasa
sampai dengan suka. Sedangkan untuk produk dengan bahan bakar tempurung
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
24
kelapa ditambah serabut yang dikombinasikan dengan limbah kayu jati kurang
diterima oleh panelis, dimana rata-rata penerimaan dengan kategori kurang suka
2.5. KAJIAN MODEL PENGEMBANGAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA DI JAWA TIMUR
2.5.1. Pengkajian Model Pengembangan Agribisnis Mangga
Salah satu masalah utama dalam pengembangan agribisnis mangga
Arumanis adalah rendahnya produksi dan mutu buah yang dihasilkan. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mencari model pengembangan dalam agribisnis
atau pengelolaan kebun dan pengolahan mangga Armanis spesifik lokasi.
Pengkajian dilakukan pada 100 pohon tanaman mangga Arumanis di desa
Lowayu, kecamatan Dukun, kabupaten Gresik, dengan melibatkan 10 petani
kooperator dalam kelompok tani “Taman Tani”. Petani kooperator diminta untuk
menerapkan pengelolaan kebun dan pengolahan mangga mutu rendah. Hasil
pengkajian menunjukkan bahwa petani kooperator dapat meningkatkan tanaman
mangga yang berbuah dari 71 % menjadi 87 %, produksi meningkat dari 5,54
kg/pohon menjadi 9,58 kg/pohon. Namun mutu buah masih rendah, yaitu hanya
sekitar 4,31 % (buah ukuran > 400 g) yang diterima oleh eksportir. Wanita tani
dapat menerima pengolahan jeli agar dengan karagenan, karena pengolahan
yang relatif mudah, singkat dan rasa dapat diterima oleh panelis. Penjualan
dengan cara digrade dan mengolah mangga mutu rendah menjadi jeli agar
sehingga dapat meningkatkan pendapatan dari Rp.3.150,-/pohon menjadi
Rp.8.010,-/pohon.
2.5.2. Pengkajian Sistem Usahatani (SUT) Mendukung Pengembangan Agribisnis Pisang
Hingga saat ini sebagian besar petani mengusahakan tanaman pisang
masih sebagai tanaman sela atau dalam skala sempit dengan bibit mutu rendah
dan teknologi budidaya sangat rendah. Pengembangan usahatani pisang dapat
dilakukan di lahan kering yang arealnya masih tersedia cukup luas. Untuk
mendukung keberhasilan pengembangan usahatani pisang tersebut, diperlukan
rakitan teknologi sistem usahatani pisang ambon kuning spesifik lokasi lahan
kering yang efisien. Untuk memperoleh rakitan tersebut dilakukan pengkajian di
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
25
desa Olehsari kecamatan Glagah kecamatan Banyuwangi pada tahun 2002
hingga 2003 menggunakan “On Farm Research” melibatkan 4 petani kooperator
sebagai ulangan. Rancangan percobaan menggunakan petak berpasangan.
Untuk menanggulangi penyakit fusarium dilakukan penelitian super imposed
dengan perlakuan agensia hayati Trichoderma Sp, Penicillium Sp dan
Gliocladium Sp. Hasil pengkajian menunjukkan : Rakitan teknologi sistim
usahatani pisang ambon kuning di lahan kering dengan menerapkan input tinggi
(bibit dari kultur jaringan dan dosis pupuk optimal) pertumbuhan pisang ambon
kuning yang ditanam pada lahan kering hingga umur 9 bulan adalah yang terbaik
dengan menerapkan teknologi input tinggi dan diikuti oleh teknologi madya.
Produksi yang dicapai dengan menggunakan input tinggi memberikan nilai
penerimaan lebih tinggi 1,163 kali (116,3 %) dibanding input madya dan cara
petani 1,38 kali (138 %) Dari hasil wawancara petani disekitar lokasi pengkajian,
pengrajin pengolahan pisang ambon kuning adalah berupa kripik pisang ambon
kuning, sedangkan kegiatan pengrajin sale pisang berada diluar lokasi
pengkajian. Kriteria bahan baku untuk kripik adalah pisang dengan tingkat
kematangan 70 % dan untuk sale pisang adalah pisang dengan tingkat
kematangan 90 %. Pemasaran kripik pisang 100 % ke Gilimanuk sedangkan
sale pisang yang paling banyak dilakukan di Bali.
Tabel 1. Analisis Ekonomi Sistem Usahatani Pisang Ambon Kuning Umur 16 Bulan Di Lahan Kering Banyuwangi. Mh 2002-2003
No U r a i a n Input tinggi
(Rp 000 /ha) Input Madya (Rp 000 /ha)
Petani (Rp 000 /ha)
1 Biaya produksi
Usahatani pisang
Usahatani tanaman sela
Total biaya
17.146,0 14.355,0 31.501,0
15.218,0 6.780,0 21.998,0
13.014,1 1.560,0
14.574,1
2 Penerimaan
Usahatani pisang
Usahatani tanaman sela Total penerimaan
65.340,0 26.750,0 92.090,0
56.160,0 10.812,0 66.972,0
41.300,0 4.260,0
45.560,0
3 Pendapatan
Usahatani pisang
Usahatani tanaman sela Total penerimaan
48.194,0 12.395,0 60.689,0
40.942,0 4.032,0 44.974,0
28.285,9 2.700,0
30.985,9
4 B/c ratio 2,64 2,88
Keterangan : *). Perbandingan tambah penerimaan terhadap tambahan biaya dari input tinggi dengan input madya
*). Perbandingan tambah penerimaan terhadap tambahan biaya dari input madya dengan cara petani
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
26
2.5.3. Kajian Pengembangan Agribisnis Kentang Dataran Medium
Pengkajian bertujuan untuk memperoleh umur panen kentang varietas
Atlantik yang ditanam di dataran medium sebagai bahan baku untuk olahan,
meningkatkan mutu dan pendapatan petani. Pengkajian dilaksanakan di lahan
petani di Sumberpucung-Malang dari bulan Januari 2003 sampai dengan
Desember 2003. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 3
perlakuan dan 5 ulangan. Sebagai perlakuan adalah umur panen 60 hari setelah
tanam (HST), 70 HST dan 80 HST, sedangkan ulangannya terdiri dari 5 petani
kooperator. Parameter yang diamati, komponen agronomi (tinggi tanaman, jumlah
batang utama, produksi umbi dan jumlah umbi per tanaman), komponen pasca
panen (kadar pati, warna, tekstur, dan rasa), serta biaya dan pendapatan
usahatani. Hasil pengkajian menunjukkan : pertumbuhan tinggi tanaman
mencapai optimal umur 30 HST, umur panen 60 HST, 70 HST dan 80 HST
menghasilkan jumlah batang utama yang sama yaitu 6-7 batang. Produksi umbi
dan jumlah umbi/tanaman tidak berbeda pada umur panen 60 HST, 70 HST dan
80 HST. Untuk mencapai umur panen yang optimal sebagai bahan baku olahan
berupa kripik dengan kadar pati tinggi (33,706%) , tanaman kentang varietas
Atlantik yang ditanam di dataran medium sebaiknya dipanen umur 70 hst.
Demikian juga hasil uji organoleptik terhadap kentang atlantik dataran medium
yang dipanen umur 70 hst memberikan warna, kerenyahan dan rasa paling
disukai panelis. Nilai tambah produk yang diperoleh petani dengan mengolah
umbi kentang menjadi kripik mencapai Rp 3.375,-/kg bahan baku. Usahatani
kentang varietas Atlantik yang ditanam di dataran medium membutuhkan biaya
produksi Rp 29.843.500,-/ha dengan pendapatan Rp 38.681.500,-/ha serta
memberikan pemanfaatan modal usaha yang efisien (R/C ratio 2,30).
2.5.4. Kelimpahan Populasi Hama pada Kajian Teknik Produksi Bibit Kentang
Kentang komoditas sayuran bernilia ekonomi tinggi, harganya
stabil, dan sumber karbohidrat sebagai diversifikasi pangan. Permintaan
Jawa Timur terus meningkat setiap tahunnya. Kendala produksi adalah
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
27
rendahnya kualitas bibit yang di tanam dan gangguan hama dan penyakit.
Pengkajian di laksanakan di Dusun Penampungan, Kecamatan Senduro,
Kabupaten Lumajang, mulai Juni hingga Nopember 2003. Perlakuan yang
di coba adalah membandingkan teknologi introduksi dengan teknologi
petani. Rancangan yang di gunakan petak berpasangan, ukuran plot 12 m
x 10 diulang sebanyak 3 kali. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa
perkembangan populasi hama secara umum sejalan dengan pertumbuhan
tanaman. Pada petakan introduksi perkembangan populasi hama lebih
rendah di bandingkan dengan petakan petani. Kelimpahan populasi hama
selama satu musim tanam relative masih rendah dan umumnya masih di
bawah ambang ekonomi yang telah ada. Kelimpahan terendah (0,12)
untuk P operculella dan tertinggi (2,18) untuk aphid.
2.6. PENGKAJIAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DAN PEMBERDAYAAN WANITA DALAM PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PEDESAAN
2.6.1. Pengkajian Penumbuhan dan Pengembangan Industri Pengolahan Pangan Pedesaan
Tujuan pengkajian adalah mendapatkan model penumbuhan dan
pengembangan kawasan industri rumah tangga pengolahan marning jagung
gepeng, tiwul instant/komposit serta keripik tempe di kabupaten Kediri. Tahapan
yang akan dilakukan merupakan upaya-upaya penumbuhan dan pengembangan
kawasan industri pengolahan marning jagung gepeng, tiwul instant/komposit dan
keripik tempe di kabupaten Kediri, yang meliputi pemberdayaan wanita dalam hal
mengolah marning gepeng, tiwul instant/komposit serta keripik tempe. Kegiatan
pengkajian meliputi survei pendahuluan, uji teknologi di laboratorium, aplikasi
teknologi di tingkat perajin dan analisis mutu hasil. Pengamatan yang dilakukan
meliputi proses produksi, produktivitas dan beban tenaga kerja pria/wanita serta
mutu hasil olah. Dari hasil pengkajian telah diperoleh teknologi modifikasi BPTP
pengolahan marning gepeng dan keripik tempe yang renyah dan enak. Teknologi
yang disosialisasikan dan dilatihkan kepada perajin adalah teknologi modifikasi
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
28
BPTP tersebut serta teknologi pengolahan tiwul instan (komposit) hasil
pengkajian BPTP sebelumnya. Beberapa perajin wanita di lokasi pengkajian telah
dapat menerapkan teknologi yang dilatihkan dengan hasil yang memuaskan.
Teknologi modifikasi marning gepeng telah diadopsi dan dikembangkan secara
komersial oleh seorang perajin wanita di lokasi pengkajian di desa Gabru
kecamatan Gurah kabupaten Kediri dengan produksi yang semakin meningkat,
dari 25 kg krecek/hari pada bulan September 2003 menjadi 70 – 80 kg/hari pada
bulan Januari 2004. Motivasi, semangat serta ketekunan perajin sangat
diperlukan dalam menjalankan usaha marning gepeng. Hal ini disebabkan karena
banyaknya titik-titik kritis dalam beberapa tahapan pengolahan yang harus
dikuasai perajin agar hasil marning gepeng mempunyai mutu yang memuaskan.
Pembuatan tiwul instan (komposit) telah disosialisasikan dan dilatihkan kepada
perajin di desa Junggo, kec. Mojo, kab. Kediri yang penduduknya mengkonsumsi
tiwul sebagai makanan pokok. Gaplek merupakan bentuk olahan sementara
sebelum diolah menjadi tiwul. Perajin wanita telah terampil dalam membuat tiwul
instan dan komposit dengan teknologi kesepakatan yaitu dari bahan baku gaplek
dengan hasil memuaskan. Teknologi modifikasi pengolahan keripik tempe yang
renyah dari BPTP telah disosialisasikan dan dilatihkan di desa Darungan, kec.
Pare, kab. Kediri. Terdapat beberapa perajin wanita yang telah terampil dalam
memproduksi keripik tempe tersebut dan berminat untuk memasarkannya ke kota
Kediri dan kota-kota lainnya, bersama-sama dengan produk kerupuk tempe yang
telah dipasarkan di pasar setempat. Pemanfaatan dan pembinaan Kelompok
Wanita dan Koperasi yang sudah ada perlu terus dilakukan dalam rangka
pengembangan agroindustri marning gepeng, tiwul instan (komposit) serta keripik
tempe di wilayah kabupaten Kediri, terutama dalam hal perbaikan kemasan dan
perluasan pasar. Model pengembangan agroindustri di ketiga lokasi pengkajian
akan dihasilkan pada pengkajian lanjutan dengan melibatkan perajin, kelompok
perajin wanita, aparat desa, dinas terkait serta para pelaku pasar.
2.6.2. Kajian Pengembangan Agroindustri Aneka Tepung di Pedesaan
Pengembangan aneka tepung di pedesaan dan pengolahan bahan
pangan lokal non beras menjadi produk olahan dapat meningkatkan ketrampilan,
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
29
menambah pendapatan ekonomi keluarga dan meningkatkan nilai komoditas.
Pengkajian dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen BPTP Jawa Timur dan di
tiga lokasi yaitu di desa Kenongo, kecamatan Jabung, di desa Sumbermanjing
kulon, kecamatan Pagak, dan di desa Telogorejo, kecamatan Pagak, kabupaten
Malang, pada bulan Januari sampai dengan Desember 2003 dengan
menggunakan tiga kelompok tani masing-masing berjumlah 20 orang petani.
Pengkajian terdiri dari (1) teknologi perbaikan mutu tepung terdiri dari perbaikan
proses dan penambahan alat pengayak tepung. (2) inovasi dan sosialisasi terdiri
dari pembuatan produk olahan berupa kue kering dan kue basah sebanyak 13
macam, (3) studi preferensi konsumen terdiri dari mengevaluasi produk olahan
berdasarkan nilai skor dinyatakan dalam 5 (sangat suka); 4 (suka); 3 (cukup
suka); 2 (kurang suka); dan 1 (tidak suka) terhadap warna, tekstur, aroma, dan
rasa, dan (4) membuka peluang pasar yaitu memasarkan produk olahan di toko-
toko dan kios.
Pengkajian perbaikan mutu tepung menghasilkan kualitas yang lebih baik
yaitu tepung lebih putih dan halus, kadar air lebih rendah (10%), memiliki daya
simpan lebih lama (> 9 bln), hasil produk olahan lebih halus dan memiliki tampilan
menarik. Sosialisasi berupa pelatihan dan pembinaan pembuatan produk olahan
sebanyak 13 macam masakan berupa kue-kue kering dan kue basah dengan
perbandingan bahan baku antara tepung kasava, tepung terigu, tepung tapeoka
dan tepung maisena, pada ketiga kelompok wanita tani sangat antusias dan
respon yang sangat tinggi (Tabel 1 dan Tabel 2).
Tabel 1. Persentase perbandingan bahan baku kasava, terigu dan tapioka, pada produk olahan yang disosialisasikan di tiga kelompok tani, Malang, 2003
Jenis produk olahan Tepung kasava
(%) Tepung terigu
(%) Tepung tapeoka
(%)
Kue Kenari I 50 50 -
Kue Kenari II 60 40 -
Kue Kenari III 70 30 -
Kue Stik Asin I 62,5 37,5 -
Kue Stik Asin II 70 30 -
Kue Stik Asin III 80 20 -
Kue Bidaran Asin I 40 - 60
Kue Bidaran Asin II 50 - 50
Kue Bidaran Asin III 60 - 40
Kue Bolu Gulung Kukus 100 - -
Kue Tart Mini 100 - -
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
30
Tabel 2. Persentase perbandingan bahan baku kasava dan maizena, pada produk olahan yang disosialisasikan tahap ke dua, Malang, 2003
Jenis produk olahan Tepung kasava
(%) Tepung maizena
(%)
Kue Sedap Rapuh 75 25
Kue Moka 100 -
Kue Semprit Coklat 100 -
Kue Kastengel 100 -
Kue Semprit Mentega 100 -
Kue Emping 100 -
Kue Butter Kokis 100 -
Hasil analisis statistik evaluasi produk olahan dari warga setempat
sejumlah 60 panelis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara produk
yang diuji dengan nilai skor rata-rata antara 3,200 - 4,133 yang dinyatakan dalam
cukup suka dan suka (Tabel 3).
Tabel 3. Angka rata-rata uji organoleptik terhadap warna, tekstur, aroma, dan rasa pada produk olahan.
Jenis Olahan No Nilai skor rata-rata uji Organoleptik
Warna Tekstur Aroma Rasa
Kue Bidaran 1 3.83 3.70 3.63 3.73 Kue Bidaran 2 3.93 3.40 3.26 3.56 Kue Bidaran 3 3.86 3.86 3.23 3.43 Kue Stik 4 3.70 3.33 3.56 3.63 Kue Stik 5 3.86 3.40 3.50 3.53 Kue Stik 6 3.76 3.70 3.60 3.76 Kue Kenari 7 3.86 3.33 3.60 3.46 Kue Kenari 8 3.86 3.73 3.43 3.63 Kue Kenari 9 3.80 3.63 3.20 3.66 Kue Bolu Gulung Kukus 10 3.96 3.96 3.66 3.80 Kue Tart Mini 11 4.13 3.90 3.83 3.96 BNT (0.05) - - - - CV (%) 8.23 9.24 7.50 10.33 Perlakuan tn tn tn tn
Memperkenalkan produk tepung kasava dan produk olahan kepada
masyarakat pelaksanaan masih terbatas pada sosialisasi, temu lapang, mengikuti
ekspose, pameran-pameran dengan menyebarkan lieflet, folder dan buku resep
masakan. Pemasaran produk olahan bahan baku tepung kasava berupa kue-kue
kering dan kerupuk telah dipasarkan di toko-toko, show room, kios-kios dan di
terminal agribisnis SPAAT Purwodadi Pasuruan, sedangkan produk gatot dan
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
31
tiwul instant sudah dipasarkan sampai di beberapa kota di Jawa Timur (Malang,
Surabaya, Tuban dan Lamongan). Hasil produk yang dipasarkan masih
diupayakan perbaikan kemasan, label dan permohonan ijin Depkes RI.
2.7. KAJIAN PERBAIKAN SISTEM PERBENIHAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KOMODITAS UNGGULAN JAWA TIMUR.
2.7.1. Pengkajian Sistem Pebanyakan Benih Bs dan Galur Harapan Padi Unggulan Jawa Timur
Untuk mendapatkan benih BS padi guna mencukupi kebutuhan benih
sumber bagi BPTP Jawa Timur dan Dinas Instansi terkait, maka dilaksanakan
pengkajian sistem perbanyakan benih BS dan galur harapan padi seluas 0,6 ha,
di kebun percobaan Malang BPTP Jawa Timur, pada musim kemarau 2003 dan
musim penghujan 2003/2004. Varietas dan galur harapan yang duji adalah (1)
Bondoyudo, (2) Kalimas, (3) Cibogo, (4) Cempo Lulut, (5) Sidomuncul, dan (6)
Slegreng. Varietas Bondoyudo, Kalimas, dan Cibogo (Bogor C-3) adalah varietas
baru hasil pelepasan varietas baru oleh Dewan Pelepas Varietas Nasional atas
usul dari BPTP Jawa Timur pada tahun 2000 dan 2003, sedangkan varietas
Cempo Lulut, Sidomuncul, dan Slegreng adalah varietas lokal hasil seleksi BPTP
Jawa Timur tahun 2000 dan 2001. Varietas lokal Cempolulut berasal dari daerah
Malang, Sidomuncul berasal dari daerah Bondowoso, dan varietas lokal Slegreng
berasal dari daerah Pacitan. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa tinggi
tanaman baik pada MK maupun MP paling tinggi dicapai oleh varietas
Cempolulut, jumlah malai/rumpun pada MK paling banyak dicapai oleh varietas
Kalimas, pada MP dicapai oleh varietas Slegreng. Jumlah gabah isi/malai paling
banyak dicapai pada MK oleh varietas Kalimas, dan pada MP dicapai oleh
varietas Slegreng. Produksi benih paling tinggi baik pada MK dan MP dicapai oleh
varietas Kalimas.
2.7.2. Karakterisasi Calon Varietas Unggul Kesemek, Sawo, Durian, dan Apokat Spesifik Lokasi Jawa Timur
Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan agribisnis buah-
buahan tropis Indonesia adalah tidak kontinyunya suplai buah, rendahnya
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
32
kualitas buah, dan sedikitnya suplai buah berkualitas, serta tingginya harga buah-
buahan Indonesia. Hal ini akan menyebabkan rendahnya daya saing buah-
buahan Indonesia di luar negeri , bahkan di dalam negeri . Di antara
permasalahan tersebut , masalah produktivitas dan kualitas buah telah diketahui
dikendalikan oleh faktor genetik. Karenanya , pemuliaan buah-buahan tropis
perlu diutamakan pada karakter tersebut. Dukungan potensi alam dan potensi
plasma nutfah buah-buahan Indonesia sangat besar untuk pengembangan buah-
buahan tropis Indonesia menjadi komoditas unggulan. Dengan kekayaan plasma
nutfah tersebut , seharusnya Indonesia mempunyai cukup banyak varietas/klon
buah-buahan yang unggul. Salah satu kegiatan yang dapat mendukung
munculnya varietas unggul buah-buahan tropis di Jawa Timur antara lain
dengan cara mengidentifikasi dan mengkarakterisasi calon varietas unggul buah-
buahan spesifik lokasi Jawa Timur serta menentukan calon pohon induk
tunggalnya untuk pengembangan lebih lanjut dan mengajukan usulan pemutihan
varietas. Hal ini dilakukan secara bertahap pada pengkajian inventarisasi ragam
kultivar hortikultura unggulan Jawa Timur yang dilakukan mulai tahun 2002.
Hasil pengkajian menunjukkan bahwa durian asal Ngantang yaitu durian Depok
dan Tarum merupakan unggulan dari Ngantang-Malang yang saat ini mulai
dilakukan perbanyakan bibitnya secara klonal baik melalui sambung mini maupun
top working yang dilakukan pada tanaman dewasa. Selain itu juga dibentuk
kebun induk durian in situ dengan melibatkan petani setempat . Karakterisasi
varietas kesemek di kabupaten Malang memperoleh calon varietas unggul
kesemek varietas Junggo (Batu) yang mempunyai kualitas buah leih baik
dibandingkan kesemek varietas Tirtoyudo dan lebih disukai oleh konsumen luar
negeri seperti Singapura karena buah lebih besar dan rasa lebih renyah.
Demikian juga dengan calon varietas unggul sawo asal Pare-Kediri yang
memiliki rasa buah sangat manis, tidak terasa berpasir dan rasa buah renyah
(tidak lembek). Sedangkan di daerah Junrejo-Batu diperoleh berbagai variabilitas
apokat yang memiliki kualitas buah unggul yang perlu pengembangan lebih
lanjut.
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
33
2.8. PENGKAJIAN ADOPSI DAN DAMPAK TEKNOLOGI SISTEM USAHA PERTANIAN SERTA PENGEMBANGAN TEKNOLOGI ASLI PEDESAAN
2.8.1. Kajian Adopsi dan Dampak Teknologi Teknologi Unggulan BPTP Jawa Timur
Kajian adopsi dan dampak teknologi unggulan BPTP Jawa Timur yang
dikaji meliputi teknologi ; (1) efisiensi penggunaan input pada sistem usahatani
padi, (2) pengelolaan tanaman terpadu pada usahatani padi, (3) padi – udang
windu (Pandu), (4) alat tabur benih langsung (Atabela) pada usahatani padi dan
(5) penyebaran varietas unggul padi (Bondoyudo dan Kalimas). Lokasi
pengkajian adopsi dan dampak teknologi ini adalah wilayah yang pernah
dilakukan kegiatan pengkajian dari teknologi unggulan tersebut, kecuali
penyebaran varietas unggul padi. Pengkajian ini menggunakan metode survei
yang dilakukan pada bulan Juli – September 2003. Kajian ini bertujuan (1)
diperolehnya informasi tingkat adopsi dan difusi teknologi unggulan BPTP Jawa
Timur dan (2) diperolehnya informasi dampak kegiatan pengkajian teknologi
unggulan terhadap jumlah petani adopter, luas areal, produktivitas dan
pendapatan usahatani. Hasil kajian adopsi dan dampak teknologi adalah sebagai
berikut ;
1. Efisiensi Penggunaan Input Pada Sistem Usahatani Padi
Teknologi anjuran yang telah diadopsi oleh petani peserta di kabupaten
tersebut sekitar 64 % (Lumajang) dan 44 % (Probolinggo). Sedangkan teknologi
anjuran yang terdifusi oleh petani non peserta mencapai 39 % (Lumajang) dan
24 % (Probolinggo). Diantara keempat komponen teknologi anjuran, yang terdiri
dari (1) penggunaan varietas unggul baru dan umur bibit yang ditanam, (2) jumlah
bibit per-rumpum dan cara tanam, (3) penggunaan bahan organik serta (4)
pemupukan rasional, ternyata penggunaan bahan organik yang paling tinggi
diadopsi oleh petani peserta di Lumajang, sedangkan di Probolinggo adalah
penggunaan varietas unggul baru. Tingkat difusi yang tertinggi di Lumajang
terdapat pada penggunaan bahan organik, sedangkan di Probolinggo adalah
jumlah bibit per-rumpun dan cara tanam. Jumlah petani adopter petani peserta
dan petani non peserta untuk kabupaten Lumajang pada musim hujan 2002/2203
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
34
cukup banyak, yaitu 3.278 orang dengan areal dampak 885 ha. Sedangkan di
Probolinggo jumlah adopternya hanya 667 orang dengan areal dampak 403 ha.
Pada musim tersebut dampak produksi padi di Lumajang cukup tinggi, yaitu
mencapai 4.428 kw GKP (Rp 531 juta) dengan dampak bersih Rp 462 juta,
sedangkan di Probolinggo 806 kw GKP (Rp 96 juta) dengan nilai dampak bersih
Rp 27 juta.
2. Pengelolaan Tanaman Terpadu Pada Usahatani Padi Sawah
Teknologi anjuran yang telah diadopsi oleh petani peserta di kabupaten
tersebut sekitar 64 % (Malang) dan 67 % (Blitar). Sedangkan teknologi anjuran yang
terdifusi oleh petani non peserta mencapai 32 % (Malang) dan 31 % (Blitar).
Diantara keempat komponen teknologi anjuran, yang terdiri dari (1) penggunaan
varietas unggul baru dan umur bibit yang ditanam, (2) jumlah bibit per-rumpum dan
cara tanam, (3) penggunaan bahan organik serta (4) pemupukan rasional, ternyata
jumlah bibit per-rumpun yang paling tinggi diadopsi oleh petani peserta di Malang,
sedangkan di Blitar adalah penggunaan bahan organik. Tingkat difusi yang tertinggi
di Malang terdapat pada penggunaan bahan organik, sedangkan di Blitar adalah
jumlah bibit per-rumpun dan cara tanam. Jumlah petani adopter petani peserta dan
petani non peserta untuk kabupaten Malang pada musim hujan 2002/2203 mencapai
230 orang dengan areal dampak 86 ha. Sedangkan di Blitar jumlah adopternya
cukup banyak yaitu mencapai 903 orang dengan areal dampak 363 ha.. Selama
musim tersebut dampak produksi padi di Malang baru mencapai 608 kw GKP (Rp 72
juta) dengan dampak bersih - Rp 41 juta, sedangkan di Blitar mencapai 1.306 kw
GKP (Rp 156 juta) dengan dampak bersih Rp 42 juta. Pengkajian PTT di Malang
dalam musim hujan 2002/2003 belum memberikan dampak secara komersial,
sebaliknya di Blitar sudah memberikan dampak komersial. 3. Padi Udang-Windu
Teknologi anjuran yang telah diadopsi oleh petani peserta di kabupaten
tersebut sekitar 31 %. Sedangkan teknologi anjuran yang terdifusi oleh petani non
peserta mencapai 14 %. Rakitan teknologi yang dianjurkan pada saat dilakukan
pengkajian Pandu, terdiri dari empat komponen, yaitu (1) pengolahan tanah dan
ukuran caren, (2) cara tanam padi dan benih udang windu, (3) pemupukan rasional
serta (4) pengendalian hama penyakit dengan pestisida nabati dan pengaturan
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
35
ketinggian air. Dari keempat komponen teknologi anjuran tersebut, ternyata
pengolahan tanah dan ukuran caren yang banyak diadopsi oleh petani peserta, yaitu
masing-masing 6 %. Dari empat komponen teknologi anjuran, tingkat difusi yang
tertinggi terdapat pada 4 %. Jumlah petani adopter petani peserta dan petani non
peserta pada musim kemarau 2003 mencapai 382 orang dengan areal dampak 301
ha. Selama musim tersebut tersebut, dampak produksi padi mencapai 1.509 kw GKP
(Rp 181 juta), udang windu 120 kw (Rp 442 juta) dengan dampak bersih Rp 478
juta.
4. Alat Tabur Benih Langsung
Penggunaan Atabela di sawah tambak di kecamatan Glagah merupakan
dampak dari pengkajian SUTPA I tahun 1997/1998 yang dilakukan di kecamatan
Kedungpring, Lamongan. Teknologi Atabela ini pada tahun 1999 telah diadopsi
oleh petani sawah tambak di kecamatan tersebut sebanyak 15 orang seluas 11
ha dan pada tahun berikutnya jumlah petani adopter berserta luasnnya semakin
meningkat. Jumlah petani adopter pada musim kemarau 2003 sebanyak 551
orang dengan luas areal dampak 413 ha. Dalam musim tersebut dampak
produksi padi mencapai 5.603 kw GKP (Rp 672 juta), udang windu 64 kw (Rp
226 juta) dan bandeng 107 kw (Rp 43 juta) dengan dampak bersih Rp 941 juta.
Disamping itu juga teknologi Atabela pada musim tersebut telah berdampak pada
penghematan biaya produksi sebesar Rp 171 juta.
5. Varietas Unggul Padi Varietas Kalimas dan Bondoyudo
Pada saat ini varietas padi Kalimas dan Bodoyudo telah tersebar di
beberapa wilayah di Jawa Timur. Penyebaran yang terluas terdapat di
kabupaten Tuban, yaitu pada musim hujan 2002/2003 seluas 1.538 ha
(Kalimas) dan 1.718 ha (Bondoyudo). Kedua varietas tersebut telah
diadopsi oleh petani sebanyak 3.076 orang (Kalimas) dan 3.436 orang
(Bondoyudo). Pada musim tersebut dampak produksi padi varietas
Kalimas mencapai 11.227 kw GKP dan Bondoyudo 5.998 kw GKP dengan
dampak bersih Rp 1,3 milyard (Kalimas) dan Rp 1,8 milyard
(Bondoyudo).
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
36
2.9. UJI MULTI LOKASI DAN PAKET TEKNOLOGI UNGGULAN BALIT KOMODITAS (JARINGAN LITKAJI)
2.9.1. Pemuliaan Padi Secara Partisipatif
Selama tahun 2003, BPTP Jawa Timur melaksanakan 5 kegiatan, yakni
seleksi material pedigree di KP Mojosari sebanyak 419 galur, terpilih 1,194
rumpun, sebagian dilanjutkan dalam kegiatan seleksi observasi di Mojosari pada
tahun 2003 dan sebagian yang lain dilaksanakan di KP. Genteng dan KP.Ngale
pada tahun 2004. Selain itu pada tahun 2003 di seleksi pula material uji daya
hasil pendahuluan di KP.Ngale, KP.Mojosari, dan KP.Genteng. Kegiatan seleksi
pedigree dan observasi ini menggunakan petak tanpa ulangan 5 m x 1 m, per
galur dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm, 1 tanaman/lubang. Kegiatan pedigree
dilakukan seleksi per rumpun, sedang seleksi observasi dilakukan seleksi per
petak. Hasil seleksi observasi di KP. Mojosari pada MK-2003 di peroleh 39 galur
yang akan dlanjutkan pada uji daya hasil pendahuluan pada MT 2004. Untuk uji
daya hasil di rancang dengan acak kelompok, ulangannya sesuai dengan jumlah
galur yang di uji. Uji daya hasil pendahuluan (DHP) yang dilaksanakan di Mojosari
di peroleh 28 galur yang dilanjutkan dalam uji daya hasil lanjutan (DHL) pada MK-
2003 menghasilkan 14 galur untuk diuji multilokasi yang akan datang sedang
UDL dari Genteng (29 galur) terpilih 10 galur dan di Ngale dari 20 galur terpilih 4
galur yang akan di uji dalam uji multilokasi. Uji multilokasi selama 2 tahun (MT
2002 dan 2003), didapat 5 galur harapan yang stabil yang rencananya di lepas
tahun 2004.
2.9.2. Galur Harapan Calon Varietas Unggul Padi Sawah
Luas tanaman padi di Jawa Timur sekitar 1,7 juta ha dengan keragaan
lahan yang cukup bervariasi, antara lain lahan kering, lahan asem-aseman, lahan
tambak dan lahan-lahan endemik hama atau penyakit utama. Luas lahan semakin
berkurang karena beralih fungsi, sedang jumlah penduduk terus bertambah.
Salah satu cara untuk meningkatkan hasil adalah penggunaan varietas unggul
baru baik unggul Nasional maupun spesifik lokasi.Penggunaan varietas unggul
spesifik lokasi menguntungkan karena dapat mengurangi resiko kegagalan tanpa
melakukan tambahan biaya dan aktivitas. Uji multi lokasi merupakan kegiatan
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
37
lanjut dari metode seleksi yang berasal dari persilangan sebelum dilakukan
usulan pelepasan. Sedangkan Uji adaptasi bertujuan untuk menginformasikan
dan menyebar luaskan varietas-varietas unggul baru yang telah dilepas kepada
petani agar dapat memilih sendiri varietas yang sesuai dengan seleranya. Uji
multi lokasi dilaksanakan di delapan Kabupaten yaitu : Malang, Nganjuk,
Bojonegoro, Banyuwangi, Jombang, Madiun, Magetan dan Lumajang,.
Sedangkan uji adaptasi dilakukan di Malang dan Bojonegoro. Percobaan
menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 3 ulangan. Galur- galur yang
diuji pada UML sebanyak tujuh galur dari hasil UDHP 2001 dan lima galur dari
UML 2002 sebagai pembanding adalah Ir 64, Membramo dan Cibogo. Hasil
percobaan menunjukkan bahwa galur BP 50f adaptif dilingkungan spesifik lahan
asem-aseman lumajang dengan hasil 7,11 ton/ha kadar air 18 % dengan
pembanding membramo 5,87 t/ha kadar air 18 %. Hasil rata-rata di delapan
lokasi masing-masing berurutan dicapai galur S3382-13 A (7,81 t/ha), S4814-2A
(7,66 ton/ha), S3459-7A (7,53 ton/ha) dan BP1072-24C (7,50 ton/ha) lebih tinggi
dari pembanding Cibogo (7,00 ton/ha), Membramo (6,54 ton/ha) dan Ir 64 (6,18
ton/ha). Galur-galur S3382-13 A, S4814-2A, S3459-7A, BP1072-24C dan BP154-
18B perlu diuji lebih lanjut pada musim yang berbeda dan berpeluang untuk
dilepas. Varietas Gilirang (11,80 ton/ha kadar air 15,7%)sangat adaptif
dilingkungan spesifik Bojonegoro (11,80 ton/ha) lebih tinggi dari pembanding
cibogo (10,00 ton/ha kadar air 16%).Varietas Gilirang juga adaptif di lokasi
Malang (10,87 ton/ha kadar air 16,5 %) tidak berbeda dengan pembanding
membramo (11,30 ton/ha kadar air 16,5 %).
2.9.3. Kajian Teknik Produksi Perbenihan Kentang Dataran Tinggi
Benih kentang merupakan masalah utama dalam usahatani kentang.
Propinsi Jawa Timur mempunyai potensi penyediaan kentang untuk memenuhi
kebutuhan Nasional yang terus meningkat. Hasil pengkajian teknik perbenihan
tingkat petani di Sumber Brantas dengan modifikasi jarak tanam dan asal benih
mampu meningkatkan jumlah umbi benih dengan R/C ratio 2.66 (Korlina et al.,
2001). Pengkajian bertujuan untuk memperoleh rakitan teknologi perbenihan
kentang yang mampu meningkatkan produksi umbi benih. Keluaran yang
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
38
diharapkan dari kegiatan ini adalah tersedianya rakitan teknologi perbenihan
kentang dengan kualitas dan kuantitas yang optimum dan terjangkau oleh petani.
Manfaat yang diharapkan adalah petani produsen benih dapat menyediakan
benih/ umbi kentang secara tepat waktu. Pengkajian dilaksanakan di desa
Argosari, kec. Senduro, kab. Lumajang dari Januari sampai Desember 2003.
Pengkajian terbagi atas dua kegiatan Kegiatan (1) Rakitan teknologi produksi
perbenihan kentang dataran tinggi, Rancangan yang digunakan adalah Acak
Kelompok, 3 macam rakitan teknologi A,B,C (Tabel 1), dengan 3 ulangan.
Kegiatan (2) Penelitian Super Imposed: Kajian media tumbuh untuk perbanyakan
tunas kentang secara in vitro. Kajian menggunakan Rancangan Acak Kelompok,
dengan 4 macam media tumbuh sebagai perlakuan diulang 6 kali. Bahan tanam
menggunakan tunas pucuk (shoot tip) dari umbi bibit kentang varietas Granola
kembang (G3).
Pengamatan meliputi komponen vegetatif dan produksi. Data keadaan
sosial ekonomi petani setempat dikumpulkan dengan metode wawancara dan
data sekunder. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa kondisi kesuburan lahan di
lokasi pengkajian berdasarkan hasil analisa tanah termasuk lahan dengan
kesuburan sedang. Luas penanaman kentang di kecamatan Senduro, kabupaten
Lumajang menempati urutan ketiga setelah bawang daun dan kubis. Persentase
tumbuh umbi benih dari ke tiga rakitan teknologi mencapai 100%. Pada umur 1
dan 1½bulan setelah tanam 2 rakitan teknologi (A dan B) menunjukkan
pertumbuhan vegetatif yang lebih baik yaitu tanaman lebih tinggi dengan kanopi
lebih lebar secara nyata dibandingkan rakitan teknologi C, namun jumlah cabang
utama tidak berbeda nyata. Kelimpahan hama relatif rendah, tetapi persentase
serangan layu bakteri pada rakitan teknologi B relatif lebih tinggi saat pertunasan.
Rakitan teknologi B mampu menghasilkan pertumbuhan vegetatif dan komponen
produksi yang lebih tinggi dari rakitan teknologi A dan C. Rakitan teknologi B
menghasilkan 0,83 kg umbi /rumpun , 79.31% umbi benih dengan R/C ratio 3.15
sedangkan rakitan teknologi A menghasilkan 0.57 kg umbi /rumpun, 67.47 %
umbi benih dengan R/C ratio 1.28 dan rakitan teknologi C menghasilkan 0.37 kg
umbi /rumpun, 76.01% umbi benih dengan R/C ratio 0.78.
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
39
Hasil Super Imposed menunjukkan bahwa pola pertumbuhan eksplan
kentang secara in vitro dari keempat macam media tumbuh mulai meningkat
umur 2 minggu setelah tanam dan masih terus meningkat sampai pengamatan
umur 10 minggu setelah tanam. Pertumbuhan tinggi tunas yang dihasilkan dari
media tumbuh C (MS + 1.5 mg/l GA3) lebih cepat dan mempunyai pola yang
hampir sama dengan tinggi tunas yang dihasilkan dari media tumbuh B (MS +
0.01 mg/l IAA + 1.0 mg/l BA). Sedangkan pola pertumbuhan tinggi tunas dari
media A (MS + 0.5 mg/l NAA) hampir sama dengan pola pertumbuhan tinggi
tunas dari media D (MS). Pertumbuhan dan pemanjangan tunas dari perlakuan
eksplan pada media B (MS + 0.01 mg/l IAA + 1.0 mg/l BA) dan C (MS + 1.5 mg/l
GA3) lebih baik dan memacu pertumbuhan tunas tercepat. Komposisi media C
(MS + 1.5 mg/l GA3) meningkatkan pembentukan tunas, jml. ruas yang terbentuk
45 ruas per eksplan selama 60 hari pengkulturan, sedangkan media B (MS +
0.01 mg/l IAA + 1.0 mg/l BA) juga mampu menghasilkan umbi mikro setelah dua
kali sub kultur.
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
40
Tabel 1. Susunan Rakitan Teknologi Perbenihan Kentang Uraian Rak, Teknologi A Rak, Teknologi B Rak, Teknologi C
1. Varietas Granola kembang Granola kembang Granola
2. Asal Bibit G3 Asal kultur jaringan G3 Asal kultur jaringan Umbi konsumsi dibelah 2, Dicelup lar. Fungisida + . semen
Dari petani
3. Peng. Lahan Tanah diolah sedalam 20 – 40 cm dibiarkan selama 1 - -2 minggu diratakan, dibuatat garitan-garitan dengan jarak 80 cm, pada garitan diberikan pukan.
Tanah diolah sedalam 20 – 40 cm dibiarkan selama 1-2 minggu diratakan, dibuatat garitan-garitan dengan jarak 80 cm
Tanah diolah sedalam 20 – 40 cm dibuatat garitan-garitan dengan jarak 70 cm
4. Jarak tanam 80 cm x 15 cm 70 cm x 25 cm 80 cm x 25 cm
5. Pemupukan/ha Pupuk kandang : 20 ton ZA : 500 kg KCl : 200 kg SP-36 : 300 kg Dolomit : 500 kg
Bokashi : 4 t/ha ZA : 500 kg/ha NPK : 1.000 kg/ha
Pukan : 10 ton Urea : 300 kg KCl : 200 kg SP-36 : 300 kg
6. Aplikasi Pupuk
Pukan: satu kali, 1minggu sebelum tanam ZA,SP36 dan KCl: dua kali, saat tanam dan 30 hari setelah tanam
Bokashi : satu kali, 1 2 minggu sebelum tanam ZA dan NPK diberikan : dua kali, saat tanam dan 30 hari setelah tanam
Pupuk kandang diberikan 1 mgg sbl.tanam, Urea,SP36 dan KCl:dua kali, saat tanam dan 30 hari setelah tanam
7. Pengairan Dilakukan saat tanam dan setelah pemupukan dengan cara disiram (disesuaikan dengan cuaca dan kebutuhan)
Dilakukan saat tanam dan setelah pemupuk an dengancara disiram (disesuaikan dengan cuaca dan kebutuhan)
Tanpa pengairan
8. Pengendalian H/P Macam Obat
Supracide, Dithane M-45, Ridomil, Antracol, Trigard dan perang kap hama
Supracide, Dithane M-45, Ridomil, Antracol, Trigard dan perang kap hama
Supracide, Dithane M-45, Ridomil, Antracol,
9. Takaran& Aplikasi Obat
Sesuai dosis anjuran Sesuai dosis anjuran Sesuai dosis anjuran
10. Penyiangan/ pengendalian gulma
Disesuaikandengan kea- daan gulma
Disesuaikandengan kea- daan gulma
Disesuaikan dengan keadaan gulma
11. Pembumbunan/ pengguludan
2kali: 3 dan 6 mst tinggi guld.40-50cm
4 kali : saat tanam dan 2,4, 6 dan 8 mst
1 kali pembumbunan
12. Panen Tanaman dipanen setelah daun menua dan berwarna kekuningan sekitar 120 hst
Tanaman dipanen setelah daun menua dan berwarna kekuningan sekitar 100 hst
Tanaman dipanen setelah daun menua dan berwarna Kekuningan.
2.10. ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN DI JAWA TIMUR
2.10.1. Indikator Pelaksanaan Pertanian di Jawa Timur
Keberhasilan pembagunan sektor pertanian tidak bisa dilepaskan dari
faktor kebijakan yang mendukungnya. Dalam rangka mendukung kebijakan
pembangunan pertanian yang efektif, efisien dan berkelanjutan diperlukan suatu
indikator baku yang dapat digunakan untuk evaluasi terhadap kinerja
pembangunan yang sedang berjalan dan hasilnya dapat dipakai sebagai bahan
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
41
masukan untuk langkah antisipatif bagi penentuan kebijakan pada masa
selanjutnya. Penelitian ini ditujukan untuk mengevaluasi kinerja dan prospek
pembangunan pertanian di Jawa Timur, dimana hasilnya diharapkan dapat
dipergunakan sebagai bahan masukan untuk menyusun kebijakan pembangunan
pertanian untuk masa selanjutnya.
Penelitian dilaksanakan dengan pendekatan studi pustaka melalui
penelaahan data sekunder yang diperoleh dari instansi teknis terkait. Analisis
data dilakukan secara deskriptif berdasarkan angka dan tren pertumbuhannya.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pembangunan pertanian
selama masa pemulihan ekonomi menunjukkan pertumbuhan positif
dengan tingkat pertumbuhan rendah. Beberapa indikator yang
mendukung pertumbuhan sektor pertanian antara lain : (1) Pertumbuhan
ekonomi (PDRB) positif kecil (< 5% per tahun) dan relatif stabil, (2)
Pertumbuhan penyaluran kredit positif tinggi (>10% per tahun) tetapi
persentasenya terhadap total kredit kecil, (3) Ketersediaan pangan
meningkat dengan tingkat pertumbuhan rendah, (4) Nilai tukar petani
meningkat dengan tingkat pertumbuhan rendah dan agak fluktuatif, dan (5)
Jumlah penduduk miskin mengarah pada pertumbuhan negatif dengan
tingkat pertumbuhan rendah. Pada masa mendatang, sub sektor
perkebunan dan perikanan mempunyai peluang yang besar untuk
meningkatkan kontribusinya bagi pertumbuhan sektor pertanian. Peluang
sub sektor tanaman pangan dan peternakan untuk memberikan kontribusi
yang lebih besar terhadap pertumbuhan pertanian pada tahun mendatang
relatif berat.Dalam rangka memacu pertumbuhan sektor pertanian,
disamping peningkatan produktivitas, mutu hasil dan kualitas SDM juga
diperlukan dukungan kebijakan yang menyangkut penataan dan pemetaan
lahan pertanian, pemasaran dan harga, serta investasi dan kredit.
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
42
2.10.2. Kelayakan Harga Susu di Tingkat Peternak Tahun 2003 di Jawa Timur
Tujuan pengkajian ini adalah mendiskripsikan kondisi aktual harga susu
layak tingkat peternak di sentra usahaternak sapi perah di Jawa Timur, dan
merumuskan faktor yang menyebabkan harga susu layak tingkat peternak tidak
adaptif dengan harga susu segar yang berlaku di pangsa pasar utama di Jawa
Timur. Pengkajian ini adalah penelitian deskriptif di usahaternak sapi perah di
Jawa Timur pada 2 periode musim, yakni pertama pada akhir musim hujan – awal
musim kemarau ( Mei-Juni 2003 ) dan kedua pada akhir musim kemarau – awal
musim hujan ( Nopember – Desember 2003 ) yang dilaksanakan dengan cara
survai di beberapa sentra usahaternak sapi perah di Jawa Timur. Responden
yang telah digunakan pada periode I sebanyak 156 peternak sapi perah dengan
350 ekor sapi laktasi; terbagi dalam strata Altitude, Tingkat kemapanan koperasi
persusuan primer dan Skala usaha. Sedang periode II sebanyak 153 peternak
dengan 484 ekor sapi laktasi; terbagi dalam strata persentase jumlah sapi laktasi
per unit kandang. Data primer diperoleh dengan cara wawancara menggunakan
kuisioner dan observasi langsung. Hasil pengkajian menunjukkan, bahwa rata –
rata harga susu layak tingkat peternak di Jawa Timur pada periode I dan II,
secara berurutan, adalah Rp. 2.083,- Rp. 796,- / liter, dan Rp. 2.290,- Rp.
975,- / liter. Harga susu layak tingkat peternak tidak dipengaruhi secara nyata
oleh faktor altitude lokasi usaha dan skala usaha ( 1 – 10 ekor ), tetapi faktor
status kemapanan koperasi persusuan berpengaruh nyata ( P < 0,05 ). Harga
susu layak tingkat peternak pada usahaternak sapi perah berlokasi di wilayah
kerja koperasi yang sudah mapan lebih tinggi daripada di koperasi baru
berkembang. Faktor kualitas sapi dan tingkat bulan laktasi berpengaruh nyata ( P
< 0,05 ) terhadap harga susu layak per individu sapi di tingkat peternak.
Usahaternak sapi perah dengan persentase jumlah sapi laktasi lebih tinggi dari
65 % ( Optimal ) mempunyai harga susu layak tingkat peternak lebih rendah
daripada kurang dari 65 % ( Non-optimal ), yaitu Rp. 1.880,- 613,-/ liter vs Rp.
3.080,- 1.061,-/ liter. Tingginya jumlah unit usahaternak sapi perah dalam
kondisi Non-optimal menyebabkan tingginya harga susu layak tingkat peternak di
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
43
Jawa Timur. Kesimpulan pengkajian ini adalah bahwa pada tahun 2003 di Jawa
Timur harga susu layak tingkat peternak belum adaptif terhadap harga susu
segar yang berlaku di pangsa pasar utama, tetapi masih terdapat peluang untuk
menekannya hingga dapat beradaptasi dengan harga susu yang berlaku.
Implikasi kebijakan yang disarankan terutama ditekankan pada pelaksanaan
program – program yang dapat memperbaiki efisiensi tatalaksana usahaternak
sapi perah yang ada ( existing condition ) di Jawa Timur.
2.11. PENELITIAN DAN PENGKAJIAN PENGELOLAAN TERPADU TANAMAN JERUK SEHAT DI KABUPATEN PONOROGO
2.11.1. Peningkatan Ketrampilan Petani dan Petugas untuk Pengelolaan Tanaman Terpadu Jeruk
Keberhasilan budidaya jeruk antara lain ditentukan oleh pengelolaan kebun
yang terencana dengan baik. Untuk mewujudkan hal tersebut serta mendukung
program pengembangan jeruk di Indonesia harus diupayakan adanya tambahan
wawasan bagi petani dan petugas lapang dalam bentuk pelatihan yang mengikuti
konsep “Pengelolaan Terpadu Kebun Jeruk Sehat” /PTKJS. Pelatihan bertujuan
untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan petani dan petugas dalam
mengelola kebun jeruk sehat, serta meningkatkan kerjasama antar kelompok tani
pengelola kebun jeruk.
Pelatihan diselenggarakan di Balai Desa Paringan, kecamatan Jenangan,
kabupaten Ponorogo pada tanggal 14 – 17 Oktober 2003. Metode pelatihan
adalah ceramah dan praktek di lapang dengan materi: a) Dinamika Kelompok dan
Pembinaan Kelompok tani, b) Pengelolaan Terpadu Kebun Jeruk Sehat c)
Rencana Tindak Lanjut setelah pelatihan. Hasil pelatihan menunjukkan bahwa
peserta sangat antusias dalam mengikuti latihan dan memperoleh tambahan
pengetahuan antara lain tentang dinamika kelompok dan pengelolaan kebun
jeruk sehat. Petani dan petugas lebih mampu mengidentifikasi hama dan
penyakit serta defisiensi dan keracunan hara dibandingkan sebelum diadakannya
latihan. Peserta mampu membuat rencana tindak lanjut pelatihan yang akan
dipraktekkan di lokasi masing-masing sesuai peran sertanya. Rencana tersebut
antara lain tentang peningkatan kelembagaan kelompok, sosialisasi pengelolaan
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
44
terpadu kebun jeruk sehat, dan konsultan klinik jeruk bagi yang sudah dilatih
PTKJS.
2.11.2. Identifikasi Permasalahan Jeruk dan Inisiasi Kelembagaan (Rural Producers Organization)
Untuk mendukung keberhasilan sistem pengelolaan jeruk haruslah
mengacu pada Pengelolaan Terpadu Tanaman Jeruk – PTT Jeruk atau dikenal
dengan Pengelolaan Terpadu Kebun Jeruk Sehat. Tujuan kegiatan pengkajian
adalah memformulasikan permasalahan agribisnis jeruk di kabupaten Ponorogo,
alternatif solusi permasalahan melalui peningkatan pengetahuan dan
ketrampilan petani tentang usahatani jeruk serta membangun demoplot dan
klinik agribisnis. Luaran yang diharapkan adalah formulasi permasalahan riel
agribisnis jeruk di kabupaten Ponorogo, meningkatnya pengetahuan dan
ketrampilan petani tentang usahatani jeruk serta pengawalan teknologi dan
terbentuknya demoplot. Penelitian pemahaman permasalahan riel dan keadaan
secara menyeluruh situasi sistem agribisnis jeruk dilakukan melalui pendekatan
pemahaman pedesaan secara cepat (Partisipatory Rural Appraissal-PRA),
dilakukan bersama dengan Loka Penelitian Jeruk dan Tanaman Subtropis
Tlekung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa total pertanaman jeruk keprok
Pulung dan Siem di Kabupaten Ponorogo pada tahun 2003 mencapai 1.082.045
pohon, 6,49% (70.266 pohon) telah berproduksi sebanyak 912,5 ton.
Pertanaman jeruk yang ada sebagian besar dikembangkan pada wilayah sesuai
bersyarat dengan faktor pembatas kesuburan tanah dan keterbatasan air.
Permasalahan agribisnis jeruk di Jawa Timur khususnya di daerah
pengembangan jeruk Siem di kecamatan Jenangan kabupaten Ponorogo adalah
rendahnya mutu bibit (bibit tidak berlabel) umumnya didatangkan dari daerah
Purworejo Jawa Tengah dan Tulungagung, serta sebagian dari penangkar bibit
lokal di daerah kecamatan Sooko Ponorogo. Kurangnya pengetahuan dan
ketrampilan petani tentang budidaya jeruk secara benar meliputi pengaturan
jarak tanam (terlalu rapat 2 m x 2 m, 1,5 m x 2,5 m), lubang tanam dibuat
seadanya (sedalam ukuran cangkul + 30 cm), pemupukan sebatas pada ZA
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
45
dan SP-36 dengan dosis yang cukup rendah, belum memahami jenis serangan
penyakit dan cara pengendaliannya yang efektif dari diplodia, corticium yang
dominan menyerang tanaman jeruk petani, sanitasi kebun kurang diperhatikan
ditunjukkan dengan banyaknya buah jeruk yang rontok akibat terserang kepik
hijau dan lalat buah dibiarkan begitu saja di sekitar tanaman. Hampir sebagian
besar petani tidak melakukan pemangkasan ranting-ranting tanaman jeruk. Dari
aspek pemasaran, petani mengalami kesulitan, terutama pada saat panen raya,
para tengkulak berperan dominan menentukan harga jeruk dengan cara mereka
tidak melakukan transaksi pembelian di saat harga jeruk tinggi, akibatnya petani
tidak memanen buah bahkan sering dijumpai buah jeruk over ripe di pohon.
Permasalahannya petani menjual hasil panen sendiri-sendiri tidak melalui
kelompok. Kelompok tani jeruk di daerah kecamatan Jenangan belum terbentuk.
Lembaga perkreditan di daerah ini masih belum menyentuh untuk usahatani
jeruk, umumnya kredit dimanfaatkan untuk usaha peracangan atau kredit
candak kulak.
Salah satu pemecahan permasalahan dalam agribisnis jeruk tersebut
adalah dengan pelatihan bagi para petani jeruk dan petugas penyuluh dari daerah
sekitar lokasi pengkajian, disamping itu mengikutsertakan 1 orang petugas
penyuluh dan petani dari daerah sentra produksi jeruk Siem di Jawa Timur,
meliputi Banyuwangi, Jember, Lumajang, dan Tulungagung.
2.12. LITKAJI PENGEMBANGAN MODEL AGROINDUSTRI PENGOLAHAN TEPUNG KASAVA SKALA KECIL MENENGAH
2.12.1. Penelitian/Pengkajian Model Pengembangan Agroindustri Tepung Kasava Skala Kecil Menengah
Ubikayu segar mempunyai sifat menempati ruangan yang besar, mudah
rusak karena kadar airnya tinggi, kandungan gizinya rendah. Pada saat panen
raya di beberapa daerah sentra produksi harganya sangat murah. Pada
umumnya petani melakukan penyimpanan dalam bentuk gaplek, namun karena
proses pengolahananya kadang kurang sempurna sehingga dalam waktu yang
singkat, kurang lebih tiga sampai enam bulan sudah mulai muncul hama.
Permasalahan tersebut dapat dikurangi dengan mengubah ubikayu sebar
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
46
menjadi kering dalam bentuk chip, sawut, pati/tapioka atau menjadi tepung
kasava, sebagai produk setengah jadi. Tepung kasava mempunyai sifat hemat
ruangan, tahan dalam penyimpanan dan mudah diolah menjadi aneka produk
sebagai subsittusi atau bahan baku, tergantung jenis produk olahannya.
Diversifikasi hasil olahan ubikayu diharapkan mampu memberikan nilai tambah
dan nilai gizinya sebagai bahan pangan lokal di pedesaan. Tepung kasava
merupakan produk setengah jadi yang mempunyai sifat daya simpan lebih
panjang dan luwes untuk dijadikan berbagai macam olahan.Penelitian/pengkajian
bertujuan untuk mendapatkan karakterisasi dan evaluasi tepung kasava dan
tepung lainnya, mencari model pengembangan agroindustri tepung kasava dan
produk olahannya. Penelitian/pengkajian dilakukan pada tahun 2003, di
kabupaten Tulungagung dan Magetan, masing-masing dengan melibatkan KUD
Argomulyo, Kecamatan Tanggunggunung-Tulungagung dan kelompok tani Sri
Rejeki, Desa Kraton, Kecamatan Maospati Kabupaten Magetan. Masing-masing
kelompok tani melakukan kegiatan mengolah ubikayu menjadi bentuk sawut
kemudian dibuat menjadi tepung kasava dan melakukan pengolahan tepung
kasava menjadi berbagai bentuk olahan siap saji (kue basah, kue kering dan
kerupuk). Hasil pengkajian menunjukkan bahwa dengan melakukan pengolahan
ubikayu menjadi tepung kasava dapat meperoleh keuntungan Rp. 36.850,- per
ton ubikayu segar di Tulungagung, sedangkan di Magetan mengalami kerugian
sebesar Rp.18.700,- karena pada saat pelaksanaan pengkajian di lokasi
Maospati belum saatnya panen raya sehingga harga bahan baku lebih tinggi
dibanding dengan pada saat panen raya, namun bila diolah menjadi bahan
olahan siap saji masih memperoleh keuntungan. Untuk lebih meningkatkan nilai
tambah tepung kasava perlu diolah lebih lanjut menjadi produk olahan siap saji
seperti kue basah, kue kering dan produk setengah jadi seperti kerupuk dan mie
instan. Di pasar beberapa daerah (Lumajang, Jember, Situbondo, Banyuwangi
dan Kediri) telah beredar tepung kasava dengan nama tepung biskuit. Secara
umum istilah tepung tersebut masyarakat masih belum banyak mengenal tepung
kasava (atau tepung biskuit), sehingga pemanfaatannya sebagai bahan olahan
juga masih belum banyak yang tahu. Informasi ini diperoleh pada saat diskusi
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
47
interaktif yang dilakukan oleh BPTP Jawa Timur dengan TVRI Stasiun Surabaya,
juga pameran-pameran yang menampilkan tepung kasava dan aneka produk
olahannnya, respon masyarakat cukup banyak yang meminta informasi lebih
banyak tentang tepung kasava, pemanfaatannya, dimana dan bagaimana cara
mendapatkannya. Untuk lebih dikenal oleh masyarakat sosialisasi produk tepung
tersebut masih perlu dilakukan.
2.13. DISEMINASI HASIL LITKAJI TEKNOLOGI PERTANIAN DAN JARINGAN INFORMASI AGRIBISNIS DI JAWA TIMUR.
2.13.1. Sistem Usaha Pertanian Perkotaan di Wonocolo Surabaya
Tahun 2003 di Laboratorium Diseminasi Wonocolo Surabaya
melaksanakan kegiatan Visitor Plot Sistem Usaha Pertanian Perkotaan yang
merupakan kelanjutan kegiatan tahun 2002. Kegiatan ini disesuaikan dengan
agro-ekosistem Surabaya dengan sasaran masyarakat perkotaan yang
heterogen. Materi yang ditampilkan berpedoman pada prinsip dasar pertanian
perkotaan atau Agropolitan, dengan menerapkan prinsip Agribisnis. Dengan
demikian model usaha pertanian yang dilakukan secara terpadu. Artinya selain
melaksanakan kegiatan percontohan teknologi budidaya, juga menyediakan
sarana pertanian, jasa konsultasi dan jasa pendukung lainnya. Kegiatan ini
diharapkan untuk menumbuhkan minat dan daya tarik bagi para pengunjung yang
melihatnya. Tumbuhnya minat dan daya tarik akan membangkitkan motivasi
untuk melakukan perubahan usahatani yang berwawasan agribisnis kearah yang
lebih baik. Melalui metoda ini akan menanamkan proses belajar dengan cara
melihat penampilan dari suatu obyek tertentu secara nyata. Materi kegiatan yang
dilaksanakan meliputi: 1). Kegiatan Produktif meliputi: a) pemeliharan tanaman
hias 22 jenis (indoor dan outdoor), tanaman obat 10 jenis, tanaman buah dalam
pot/polybag 19 jenis tanaman, b) membudidayakan sayuran hidroponik, c)
pembuatan taman sebagai show room tanaman hortikultura, c) pembesaran ikan
nila dan lele masing-masing 200 ekor; dan d) penyediaan saran produksi; 2)
Kegiatan pelayanan konsultasi dan kunjungan dari masyarakat petani perkotaan
disekitarnya/ mahasiswa/praktisi semuanya berjumlah 127 orang; 3) Kegiatan
Sosialisasi melalui pemasangan papan nama, spanduk, leaflet serta bekerja
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
48
sama dengan Stasiun RKIP Wonocolo; dan 4). Kegiatan Non Produktif meliputi
pemeliharaan fasilitas screen house (rumah naung) dengan ukuran 15 m x 4 m x
4 m, termasuk peralatan tanam hidroponik ebb dan flow berjumlah tiga unit.
Dalam kegiatan Visitor Plot 2003 ini, telah dilakukan kerja sama dengan floris
Eghita, Sekar Sari dan CV. Agrilistya. Dampak dari kegiatan ini adalah: 1)
semakin banyak klient hadir untuk mengkonsultasikan kegiatan usahatani, (tahun
2002, hadir 15 orang dan tahun 2003 hadir 127 orang) artinya melalui media
Visitor Plot, mampu menarik minat klient untuk hadir ke tempat tersebut; 2)
adanya kerjasama dan transaksi untuk pemasaran/memasok floris/ hortikultura,
menjadi distributor jati unggul kultur jaringan produksi PPA Agricola Biotropika.
Untuk kegiatan konsultasi pertanian, sekitar 70 % klient hadir langsung di tempat
kegiatan dan sekitar 30 % dilakukan melalui telepon.
2.13.2. Visitor Plot Jamur Tiram (Pleurotus Spp) dan Jamur Kuping (Auricularia Sp) Penambahan Lapisan Dinding dan Atap Kubung untuk Menurunkan Suhu dan Meningkatkan Kelembaban Ruang
Kegiatan visitor plot jamur tiram dan jamur kuping, difokuskan pada (1)
perbaikan kubung dengan menambah lapisan dinding dan atap menggunakan
welit untuk menurunkan suhu dan meningkatkan kelembaban, (2) membina
petani dalam usaha pembuatan bibit jamur tiram, (3) mencari jaringan pasar.
Visitor plot jamur tiram dan kuping dilaksanakan dengan tujuan : :(1) sebagai
tempat percontohan dengan menerapkan teknologi tepat guna, (2) sebagai media
komunikasi dan sosialisasi teknologi dengan para peminat budidaya dan
konsumen secara tepat dan benar (3) meningkatkan jumlah petani peminat dalam
budidaya jamur tiram dan jamur kuping. Visitor plot dilaksanakan mulai bulan
Agustus 2003 s/d April 2004 di Kebun Percobaan Malang dengan ketinggian
tempat 550 m dpl. Luas kubung 30 m2 dan jumlah bag log jamur yang
dibudayakan sebanyak 1.200 bag log. Setelah menambah lapisan dinding dan
atap kubung dengan welit terjadi penurunan suhu sekitar 1,5C– 2C yaitu dari
24C – 29C menjadi 22,5C – 26C dan kelembaban dari 85 – 87% menjadi
90% - 96% pada kondisi ruang kubung disiram air. Kondisi dalam kubung
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
49
demikian telah memenuhi syarat untuk pertumbuhan spora dan tubuh buah
(fruiting body). Potensi produksi optimal jamur tiram BER (Biological Efficiency
Ratio) sebesar sampai saat ini 30%, jamur kuping sebesar 49% (sudah optimal).
Pangsa pasar jamur tiram dan kuping mempunyai prospek bagus, cukup banyak
permintaan yang belum dapat dipenuhi. Konsumen lebih menyukai tiram coklat
karena lebih enak seperti daging ayam, jamur kuping konsumen bisa membeli
dalam bentuk segar maupun kering.
2.13.3. Prospek Pengembangan Perbenihan Ikan Nila dengan Sistem Kolam Tertutup
Di Jawa Timur tingkat pemanfaatan perairan umum untuk usaha budidaya
ikan air tawar masih sangat kecil (kurang dari 1%) sehingga peluang untuk
pengembangannya masih sangat potensial. Beberapa faktor pembatas yang
dewasa ini sangat mempengaruhi perkembangannya adalah ketersediaan bibit
yang masih terbatas dan teknologi budidaya yang masih belum banyak dikuasai
oleh petani ikan khususnya golongan ekonomi lemah. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut telah dilakukan kegiatan uji coba perbenihan ikan nila
dengan sistem kolam tertutup. Kegiatan ini dilakukan di kebun percobaan BPTP
Jawa Timur yang berlokasi di Malang. Selama kegiatan berlangsung telah
dihasilkan indukan unggul sebanyak 65 ekor, yang terdiri dari 47 ekor induk
betina dan 18 ekor induk jantan. Pertama kali memijah seluruh induk dapat
menghasilkan juvenil mencapai ± 8.500 ekor, sehingga satu indukan betina rata-
rata dapat menghasilkan 180 ekor. Dengan dilakukannya kegiatan ini maka dapat
diperoleh suatu teknologi dan informasi perbenihan dan budidaya ikan nila yang
sesuai dengan kondisi masyarakat yang memiliki lahan yang terbatas
2.13.4. Unit Komersialisasi Teknologi
Paradigma perubahan kebijakan Badan Litbang Pertanian yang mengarah
pada promosi, komunikasi dan komersialisasi telah ditunjukkan selama dua tahun
terakhir ini, dengan mengalokasikan dana khusus untuk menunjang kegiatan
komersialisasi.Komersialisasi yang dimaksudkan disini adalah upaya untuk
memperoleh manfaat dari suatu produk (barang, jasa, termasuk teknologi)
melalui rangkaian promosi, distribusi dan transaksi jual beli dengan
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
50
memperhatikan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI ). Dari sini diharapkan
dapat diperoleh dana (Costs Recovery) yang akan digunakan untuk
pengembangan penelitian dan insentif bagi peneliti sebagai penemu. Dengan
alokasi dana yang diberikan dalam dua tahun terakhir ini, kegiatan utama tahun
pertama dimanfaatkan untuk mendukung promosi dan inventarisasi jasa layanan
Balai serta teknologi yang layak jual. Sedangkan pada tahun kedua ini, Unit
Komersialisasi Teknologi memfokuskan perhatian pada empat kegiatan utama,
yaitu : operasionalisasi jasa layanan Balai, promosi teknologi hasil litkaji,
menawarkan teknologi dan informasi teknologi untuk dikomersialkan, dan
melakukan kegiatan rintisan usaha agribisnis. Hasil yang telah dicapai sejauh ini,
antara lain : operasionalisasi jasa layanan Balai adalah melayani kunjungan tamu
ke BPTP Jawa Timur, melayani magang dan praktek kerja lapang dan kerjasama
penelitian dengan petugas dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, dan
pemanfaatan peralatan dan ruang pertemuan oleh para pengguna.Kegiatan
promosi yang telah dilakukan antara lain adalah mengikuti berbagai ekspose,
promosi televisi, radio dan surat kabar. Penawaran teknologi dan informasi
teknologi kepada mitra kerja telah dilakukan, tetapi dirasakan masih belum
intensif. Untuk kegiatan rintisan usaha agribisnis yang telah dilakukan adalah
usaha pembibitan tanaman hias dan budidaya ubi jalar.
2.14. PENGEMBANGAN DAN PENYEBARAN INFORMASI TEKNOLOGI PERTANIAN MELELUI KEGIATAN PERTEMUAN DAN EXPOSE
2.14.1. Kegiatan Sosialisasi & EksposeTeknologi Unggulan BPTP Jawa Timur 4-6 Juni 2003
Inovasi teknologi harus terus diperbaharui, dikembangkan dan disebarluaskan
ke para pengguna. Hasil karya para peneliti dan perekayasa bidang pertanian
dalam bentuk teknologi tepat guna yang bersifat unggulan spesifik lokasi,
rekayasa sosial dan kelembagaan petani oleh BPTP Jawa Timur selama sewindu
pengabdiannya sudah cukup banyak tersedia. Pertanyaannya adalah apakah
teknologi-teknologi unggulan tersebut sudah diketahui dan dimanfaatkan oleh
para pengguna dalam kegiatan agribisnisnya. Sungguh sangat tepat dan relevan
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
51
diadakannya kegiatan Sosialisasi & Expose Teknologi Unggulan ini dengan
harapan masyarakat agribisnis dan pengguna teknologi pertanian memperoleh
informasi teknologi terbaru untuk mendorong pengembangan kreativitas dan
inovasi bagi kepentingan agribisnis yang lebih menguntungkan secara
berkelanjutan.
Tujuan dari kegiatan Sosialisasi & Expose Teknologi Unggulan dalam
rangka Sewindu BPTP ini adalah :
Menyampaikan informasi kemajuan teknologi pertanian kepada
masyarakat luas di daerah.
Menyebarluaskan informasi teknologi unggulan spesifik lokasi yang telah
dihasilkan oleh BPTP, Balit Komoditas dan Lembaga Penelitian lainnya
kepada pengambil kebijakan, peneliti, perekayasa, penyuluh, petani dan
masyarakat agribisnis.
Memperoleh masukan sebagai bahan pertimbangan untuk perencanaan
penelitian dan pengkajian BPTP mendatang.
a. Keluaran
Tersebarnya hasil penelitian/pengkajian berupa teknologi unggulan
spesifik lokasi yang siap diterapkan oleh masyarakat agribisnis.
Rekomendasi kebijakan perencanaan program penelitian dan pengkajian
mendatang.
b. Manfaat
Terjadinya arus timbal balik informasi teknologi pertanian terbaru serta
pengembangan agribisnis sehingga dapat memperkaya dan mempertajam arah
pengembangan sistem dan usaha agribisnis.
Waktu dan tempat pelaksanaan:
Hari/Tanggal : Rabu s/d Jum’at, 4-6 Juni 2003
Tempat : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur
: Jl. Raya Karangploso Km. 4 Malang
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
52
Materi dan acara:
Dalam pelaksanaannya kegiatan Sosialisasi & Expose Teknologi Unggulan
dikemas melalui acara-acara sebagai berikut :
Hari I ( 4 Juni 2003 ) :
a. Pembukaan Ekspose & Seminar Nasional, Peresmian Gedung Baru BPTP
Jawa Timur, Penyerahan Penghargaan Kontes Buah & Produk Olahan,
Penyerahan Benih Kapas, dan Saresehan.
b. Ekspose & Bazar
c. Seminar Nasional
d. Kontes Buah Tropis & Lomba Produk Olahan
Hari II (5 Juni 2003) :
a. Pertemuan Komisi & Tim Teknis Teknologi Pertanian Prop. Jawa Timur
dan Penandatanganan Kerjasama Pengkajian (MOU) TA.2003:
b. Pertemuan Paguyuban Peternak Sejahtera Mandiri Se-Jawa Timur:
Hari III (6 Juni 2003) : Senam Massal, Lomba Senam Poco-Poco, Penutupan
Ekspose dan Pembagian Hadiah Lomba, dan Hiburan Rakyat
a. Senam Massal oleh karyawan/keryawati BPTP Jawa Timur beserta para
peserta Ekspose dan peserta Lomba Poco-Poco di halaman depan BPTP
Jawa Timur
b. Lomba Senam Poco-Poco yang diikuti oleh 20 Tim peserta
c. Penyerahan hadiah lomba senam dan penutupan Ekspose oleh Kepala
BPTP Jawa Timur
d. Pertunjukan Kesenian “Hadrah” oleh Tim Hadrah Desa Kepuharjo,
Kec.Karangploso di halam depan BPTP Jawa Timur (malam hari)
e. Pagelaran Wayang Kulit Semalam Suntuk oleh dalang Ki Manteb
Sudarsono dengan Lakon “ Sesaji Rojo Soyo” yang dimeriahkan oleh
lawak Bagio & Kholik dari Surabaya.
Dampak Kegiatan Ekspose Teknologi Pertanian
Kegiatan ekspose teknologi pertanian yang berlangsung sejak hari Rabu,
4 Juni 2003 sampai dengan hari Jum’at, 6 Juni 2003 di BPTP Jawa Timur, diikuti
oleh Balai Penelitian, BPTP, Instansi dan Dinas terkait se-Jawa Timur,
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
53
Perguruan Tinggi, Pengusaha, serta Petani dan KTNA. Kegiatan ekspose
teknologi pertanian yang berlangsung sejak hari pertama sampai hari terakhir
cukup sukses dan meriah, terlihat dari banyaknya peserta yang mengisi stand
ekspose maupun pengunjungnya. Stand ekspose sebagian besar menampilkan
produk-produk pertanian unggulan maupun hasil olahan, disamping pupuk,
pestisida, dan lainnya yang berhubungan dengan pertanian. Selain itu, pada hari
pertama ditampilkan kontes buah tropis dan produk olahan dari berbagai wilayah
Jawa Timur, serta bazar yang berlangsung selama tiga hari. Banyak minat dalam
mengikuti kontes buah tropis dan kontes produk olahan, terlihat dari banyaknya
peserta yang berusaha menampilkan produk unggulan daerahnya masing-masing
dengan harapan menjadi pemenangnya. Kontes buah tropis diikuti 17 peserta
dari 15 kabupaten/ kotamadya, sedangkan kontes produk olahan diikuti 25
peserta dari 25 kabupaten/kotamadya.
Berdasarkan hasil jajak pendapat (komentar dan saran) selama
mengisi stand ekspose teknologi petanian, secara umum para peserta
menyatakan sangat menarik, sukses dan bahkan spektakuler, karena
didukung oleh persiapan panitia yang cukup matang, penataan stand
ekspose yang terkesan artistik, disamping pengamanan yang cukup
memadai serta banyaknya pengunjung yang antusias, mulai hari pertama
sampai hari terakhir pelaksanaan ekspose. Harapan dari pengisi stand
ekspose berdasarkan jajak pendapat adalah antara lain agar kegiatan
ekspose ini bisa diadakan setiap tahun atau bila memungkinkan kegiatan
ekspose ini diperpanjang waktunya sampai lima hari. Hal ini didasarkan
pada tingginya animo pengunjung serta terjadinya transaksi yang cukup
memuaskan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung,
sehingga produk-produk dari beberapa stand ekspose menuai keuntungan
yang cukup menggembirakan. Kegiatan ekspose teknologi pertanian ini
ternyata memberikan dampak yang cukup luas, yaitu secara tidak
langsung terjadi alih teknologi bagi masyarakat/pengguna, serta
umpanbalik dari beberapa instansi pemerintah maupun masyarakat
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
54
agribisnis di Jawa Timur kepada BPTP Jawa Timur untuk penyempurnaan
program-program pengkajian di waktu-waktu mendatang. Pihak swasta
dan instansi Dinas banyak yang ingin meniru dan belajar dari BPTP Jawa
Timur, terutama seberapa jauh persiapan yang telah dilakukan termasuk
promosi dalam mengerahkan para pengunjung, teknik penataan stand
ekspose agar terkesan artistik, serta bagaimana mengemas
kegiatan/acara agar selalu meriah sehingga dapat menarik pengunjung
sebanyak-banyaknya. Beberapa instansi pemerintah maupun swasta yang
mempunyai rencana untuk melaksanakan ekspose yang sama, telah
menghubungi BPTP Jawa Timur untuk berkonsultasi, dan bahkan
mengharapkan pihak BPTP Jawa Timur juga ikut berpartisipasi dalam
mengisi stand ekspose nantinya.
2.14.2. Temu Informasi Teknologi Pertanian
Keberhasilan transfer teknologi ke petani pengguna, salah satunya
ditentukan oleh kelancaran arus informasi teknologi pertanian, disamping
dukungan dari Dinas/Instansi serta pihak-pihak yang terkait. Untuk mengatasi
lemahnya komunikasi dan arus informasi dintaranya para peneliti penyuluh,
Dinas\Instansi dan pihak-pihak terkait lainnya, diperlukan suatu forum guna
mewadahinya. Salah satu forum yang efektif untuk mengatasinya adalah kegiatan
Temu Informasi Teknologi Pertanian dimana para peserta dapat berkomunikasii
dua arah untuk menyamakan persepsi, visi dan misi dalam mengembangkan
serta menyebarkan teknologi yang telah direkomendasikan. Dalam rangka
peringatan sewindu BPTP Jawa Timur kegiatan temu informasi teknologi
menggelar berbagai hasil-hasil pengkajian yang telah dilakukan dan
direkomendasikan untuk diterapkan. Dengan demikian upaya peningkatan
kesejahteraan petani melalui penerapan paket-paket teknologi berbagai
komoditas unggulan spesifik lokasi yang telah direkomendasikan, bukan hal yang
mustahil untuk menjadi kenyataan.
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
55
2.14.3. Temu Aplikasi Paket Teknologi Pertanian
Kelancaran proses alih teknologi ke pengguna dipengaruhi oleh banyak
faktor, salah satunya terbatasnya media untuk menyampaikan teknologi baru
tersebut ke pengguna Media komunikasi yang dapat memperlancar proses alih
teknologi dan umpan balik berjalan lebih efektif dan efisien, salah satunya adalah
kegiatan adalah Temu Aplikasi Teknologi Pertanian. Melalui kegiatan tersebut,
selain teknologi baru yang ada dapat diterima langsung oleh pengguna,
permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi petani dapat dipecahkan
melalui kegiatan tersebut. Terciptanya hubungan keterkaitan Laboratorium
Diseminasi Wonocolo dengan pejabat dan penyuluh dinas lingkup pertanian dan
Dinas/Instansi terkait lainnya di daerah dalam suatu sistem yang
berkesinambungan, dapat mempercepat dan mempermudah sampainya teknologi
ke pengguna, serta diperolehnya umpan balik yang lebih efektif dan efisien.
Disamping itu BPTP Jawa Timur memperoleh bahan untuk penyempurnaan
penelitian dan pengkajian selanjutnya.
2.15. TEMATIK
2.15.1. Uji Galur Harapan dan Observasi Hasil Persilangan Beberapa Galur Melon“ Uji Hasil Calon Varietas Unggul Melon
Salah satu sarana produksi utama dalam pengembangan melonadalah
benih, dan selama ini sangat tergantung pasokan dari impor hibrida yang
harganya relatif mahal. Sementara itu perbenihan melon di Indonesia belum
tertangani. Untuk itulah maka dilakukan usaha pemurnian varietas-varietas yang
telah berkembang agar diperoleh galur-galur murni. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mendapatkan varietas unggul F1 melon dengan luaran berupa karakter
unggul F 1 melon. Pemurnian galur melon yang dilakukan di Kebun Percobaan
BPTP Jawa Timur di Karangploso, Malang sampai dengan tahun 2002 telah
sampai pada keturunan ke tujuh. Masing-masing galur yang diperoleh
menunjukkan adanya perbedaan karakter, baik dalam bentuk dan ukuran buah,
keberadaan jala, warna dan kekerasan daging. Di sentra produksi, varietas
melon yang dikembangkan terutama varietas Action dengan jala halus dan rapat,
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
56
varietas lainnya adalah Glamour dan Monami yang berdaging oranye. Beberapa
galur yang menunjukkan keseragaman mempunyai karakter yang mirip dengan
karakter melon yang telah berkembang. Hasil observasi pendahuluan
persilangan beberapa galur menunjukkan adanya pewarisan dan penggabungan
sifat-sifat dari induk yang dipersilanglan. Beberapa galur terpilih adalah 7.1.2.A,
7.1.2.B, dan 7.1.3.9.
Untuk memperbaiki karakter –karakter yang diinginkan dan untuk
mengetahui lebih jauh sifat –sifat pewarisan perlu dilakukan persilangan antar
galur dan uji daya hasil pada agroekologi di sentra produksinya. Penelitian
dilakukan dengan melakukan persilangan secara bolak-balik. Uji persilangan
dilakukan di kebun BPTP Jawa Timur-Karangploso-Malang, sedangkan uji hasil
persilangan dilakukan di lahan petani di desa Dadung, kecamatan Gondang
kabupaten Nganjuk. Hasil analisis ragam DGU (Daya Gabung Umum), DGK
(Daya Gabung Khusus) dan persilangan kebalikan untuk jumlah biji bernas/buah,
berat 100 biji dan daya tumbuh tidak memperlihatkan adanya daya gabung
khusus yang berbeda nyata. Yang memperlihatkan perbedaan adalah daya
gabung umum dan kebalikannya.
Daya gabung umum ketiga parameter yang diamati, menunjukkan DGU
P2 positif untuk jumlah biji bernas, DGU P1 positif untuk daya tumbuh, sedang
DGU P3 nilainya negatif untuk ketiga parameter. Pewarisan jala pada buah
melon sangat ditentukan oleh induk jantan, dengan demikian pada program
pemuliaan untuk memenuhi melon berjala harus memiliki galur yang berjala
sempurna. Gambaran pewarisan besar buah , tampaknya sangat ditentukan oleh
besar buah induk betina. Pewarisan warna daging buah terlihat jelas bila buah
berdaging merah (oranye) disilangkan baik sebagai induk betina maupun jantan
maka keturunannya akan berdaging oranye. Pewarisan warna daging buah
tersebut belum diketahui secara pasti apakah secara dominan atau karena sifat
epistasis.
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
57
2.15.2. Pengaruh Pupuk NPK Phonska Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Cabai Merah
Pemberian unsur hara N,P, dan K sangat diperlukan bagi pertumbuhan
tanaman, oleh karena itu untuk mengetahui pengaruh pupuk NPK Phonska
terhadap pertumbuhan dan hasil cabai besar, telah dilakukan pengujian lapang di
desa Ngijo, Karangploso Malang pada bulan Juni 2003 sampai Oktober 2003.
Varietas yang digunakan adalah Hot Sun ditanam dengan jarak tanam 50 cm x
50 cm. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok 3 kali ulangan,
dengan 9 perlakuan pemupukan + kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pupuk NPK Phonska dapat memacu pertumbuhan dan hasil tanaman cabai
besar. Pemupukan NPK Phonska diikuti ZA dapat meningkatkan produktivitas
cabai besar yang hasilnya setara dengan pemupukan tunggal pada dosis N,P,
dan K yang sama. Pada tanah tingkat kesuburan sedang pemberian 1.100 kg
NPK Phonska + 917 ZA kg/ha dapat memberikan produksi cabai besar secara
maksimum dan meningkatkan hasil 94,9% dari tanpa pemupukan. Apabila harga
pupuk NPK Phonska Rp. 1.700,-/kg dan harga cabai besar Rp.3.000,- /ha
keuntungan maksimum dicapai dengan pemupukan 1.050 kg NPK Phonska +
875 ZA kg/ha.
2.15.3. Pengkajian Sistem Usahatani Berbasis Temulawak, Kunyit dan Kencur di Lahan Pekarangan
Saat ini pemanfaatan pekarangan di Kabupaten Trenggalek masih belum
optimal. Lahan pekarangan dapat dioptimalkan pemanfaatannya sebagai
komponen penambah pendapatan keluarga dengan membudidayakan tanaman
obat yang mempunyai prospek di pasar dalam dan luar negeri. Pengkajian
bertujuan untuk mendapatkan rakitan teknologi sistem usahatani temulawak.,
kunyit dan kencur di pekarangan spesifik lokasi di Kabupaten Trenggalek yang
mampu meningkatkan produktivitas temulawak, kunyit dan kencur di pekarangan
dan mengkomunikasikan hasil litkaji tersebut kepada petani atau kelompok tani.
Dilaksanakan di desa Jombok, kecamatan Pule, kabupaten Trenggalek yang
termasuk ekoregion lahan kering dataran tinggi (III.ay), pada bulan Januari
sampai Desember 2002, penanaman dilaksanakan pada musim hujan
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
58
(Desember 2002). Pengkajian terdiri dari 3 macam rakitan teknologi antara lain :
Rakitan Teknologi usahatani Anjuran, Rakitan Teknologi usahatani Partisipatif
dan Rakitan Teknologi usahatani Petani (Tabel 1). Rakitan Teknologi Anjuran
Rancangan yang digunakan adalah Acak Kelompok dengan 8 petani kooperator
sebagai ulangan/blok. Pengamatan meliputi: komponen pertumbuhan vegetatif,
generatif dan data sosial ekonomi. Analisa data secara sidik ragam dan untuk
mengetahui tingkat keuntungan dari rakitan paket teknologi yang dikaji digunakan
analisis input-output dan R/C ratio. Di samping itu, dikumpulkan pula data
keadaan sosial ekonomi petani setempat dengan metode Parsipatory Rural
Apraisal (PRA) yang meliputi sumber daya manusia, sumber daya bio-fisik dan
data sekunder lainnya. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa: persentase
tumbuh, tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang pada umur 1 bulan
setelah tanam dari ke tiga rakitan teknologi usahatani berbasis temulawak, kunyit
dan kencur masih memberikan hasil yang sama. Pertumbuhan vegetatif
temulawak, kunyit dan kencur pada rakitan teknologi Anjuran menunjukkan
peningkatan yang nyata dibandingkan kedua rakitan teknologi yang lain pada
umur 3 bulan. Pertumbuhan vegetatif maupun generatif kencur di desa Jombok
dengan ketinggian 720 m dpl tidak sebaik temulawak maupun kunyit. Produksi
per petak temulawak (47,46 kg), kunyit (62,25 kg) dan kencur (16,79 kg)
meningkat secara nyata pada perlakuan Rakitan teknologi Anjuran dengan R/C
ratio masing-masing 1,64 ; 2,99 dan 1,02. Respon petani di desa Jombok
kabupaten Trenggalek sangat mengharapkan adanya ikatan pasar/ konsumen
pengguna untuk memanfaatkan hasil pekarangan berupa simplisia temulawak,
kunyit dan kencur. Disamping itu proses olahan lanjutan menjadi bahan baku
obat perlu pengkajian lebih lanjut.
2.15.4. Uji Preferensi Kutu Daun Aphid (Macrochypum Rosae L) (Homoptera : Aphidiodae) Pada Beberapa Varietas Mawar
Serangan kutu daun aphid Macrochyphum rosae L pada tanaman mawar
di sentra produksi desa Karangnongko-Kecamatan Poncokusomo sudah
merugikan petani mawar karena sudah merusak kuntum bunga hingga
menimbulkan kerusakan lebih dari 15% sehingga petani mawar merasa
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
59
kehilangan hasil sekitar Rp 91.300,-setiap kali panen per hektar. Penelitian
bertujuan untuk mengetahui tingkat preferensi kutu daun aphid terhadap
beberapa varietas mawar pada ekoregion dataran tinggi kering telah dilakukan
pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2002. Rancangan yang digunakan
adalah rancangan acak kelompok (RAK), perlakuan terdiri dari 9 varietas yaitu :
1. Tineke. 2. Akito. 3. Grand Gala. 4. Black Magic. 5. First Lady. 6. Kiss. 7.
Confeti. 8. Pergiwo dan 9. Pergiwati., masing-masing perlakuan diulang 3 kali.
Kriteria tingkat preferensi kutu daun aphid terhadap beberapa varietas mawar
didasarkan pada rata-rata (X) populasi kutu daun dan simpangan baku (SD).
Kemudian dimasukkan dalam kriteria preferensi menurut Chiang dan Talekar.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kutu daun aphid Macrocyphum
rosae sangat preferen terhadap varietas mawar Grand Gala dan preferen pada
varietas Confeti yaitu masing-masing dengan jumlah populasi sebanyak 157,75
ekor dan 88,75 ekor per tanaman, sedangkan varietas yang lainnya termasuk
kategori kurang preferen. Terdapat korelasi positif nyata antara tinggi tanaman
dengan jmulah populasi aphid yaitu r = 0,782 dengan persamaan penduga Y =
3,86 + 0,13 x. dan jumlah daun dengan jumlah populasi aphid yaitu r = 0,785
dengan persamaan penduga Y = 2,048 + 0,096 x
2.15.5. Reduksi Emisi Metana pada Lahan Sawah Tadah Hujan dengan Teknologi Pengolahan Tanah, Penggunaan Varietas Padi, dan Bahan Organik.
Periode oksidatif yang lebih lama pada lahan sawah tadah hujan tentunya
berperan terhadap pola emisi metana. Tingkat emisi metana secara kuantitatif
dan pola emisi metana di lahan sawah tadah hujan belum banyak diketahui.
Diperlukan teknologi pengelolaan tanah pada lahan sawah tadah hujan yang
dapat menghasilkan produksi optimal, di sisi lain dapat memitigasi emisi metana,
untuk mendukung sistem produksi padi sawah tadah hujan yang berwawasan
lingkungan. Sehubungan dengan hal tersebut, dilakukan penelitian di lahan
sawah tadah hujan Loka Penelitian Pencemaran Lingkungan Pertanian Jakenan,
Pati, Jawa Tengah, dimulai November 2001 sampai September 2002. Pola tanam
yang digunakan adalah pola tanam eksisting padi gogorancah - padi walik jerami.
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
60
Digunakan rancangan percobaan Petak-Petak Terbagi; petak utama adalah olah
tanah minimum dan olah tanah sempurna, anak petak: varietas (Way rarem,
Limboto, IR-64), dan anak-anak petak adalah jenis bahan organik (jerami, pupuk
kandang, tanpa bahan organik). Contoh gas tiap petak percobaan diambil 2
minggu sekali pada jam 10.00 sampai 13.00 WIB, dengan menggunakan boks
fleksiglas; dianalisis dengan kromatografi gas Shimadzu GC-8A yang dilengkapi
2-FID dan integrator model C-R6A. Hasil penelitian menunjukkan bahwa emisi
metana tertinggi di lahan sawah tadah hujan akibat dari pengolahan tanah
sempurna dengan 5 t ha-1 pupuk kandang yang ditanami padi IR-64 yaitu
sebesar 246,29 kg ha-1 musim-1dengan tingkat produktivitas sebesar 4,0 ton GKG
ha-1, sedangkan emisi metana terendah pada perlakuan tanah dengan olah tanah
minimum tanpa penambahan bahan organik dan penanaman padi varietas Way
Rarem (125,20 kg ha-1musim-1)dengan produktivitas sebesar 2,68 4,0 ton GKG
ha-1. Pengolahan tanah minimum mampu mereduksi emisi metana sebesar
sebesar 14,19 % dibanding olah tanah sempurna.
2.15.6. Kajian Pertumbuhan Varietas Apel Calon Unggulan di Lokasi Sentra Produksi
Varietas apel Manalagi, Rome Beauty, Anna dan Princes Noble sudah
lama dibudidayakan petani dan mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi. Berdasar
kemampuan dan permintaan pasar, petani sudah biasa mengganti varietas lama
dengan varietas baru melalui cara interstam atau top working bertahap. Tujuan
pengkajian ini adalah untuk mendapatkan varietas unggul baru spesifik lokasi.
Pengkajian dilakukan pada bulan Juni 2003 s/d Pebruari 2004 di lahan kering
milik petani di daerah Pujon (± 1200 m dml), Nongkojajar (± 1000 m dml) dan
Poncokusumo (± 800 m dml), varietas yang dikaji adalah Braeburn, Imperial Gala,
Pommiers Anna, Red Fuji, Zoete Pipeling, Zoete Paradys dan Double Zoete.
Varietas Manalagi sebagai pohon interstem, disetiap lokasi menggunakan
Rancangan Acak Kelompok dengan 3 ulangan. Pada periode I ini masih sebatas
pertumbuhan vegetatif, hasil sementara yang didapat adalah; Varietas yang
diduga mempunyai adaptasi luas adalah Imperial Gala dan Pommiers Anna,
varietas yang adaptasinya sebatas ketinggian ± 800 m dml adalah Zoete Paradys
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
61
dan Double Zoete sedangkan tiga varietas (Braeburn Red Fuji, Zoete Pipeling )
masih belum jelas. Umur panen buah Imperial Gala, Pommiers Anna dan Double
Zoete lebih awal/genjah ± ½ - 1 bln dibanding Rome Beauty.
2.15.7. Peluang dan Kendala Pengembangan Alat Tanam Benih Langsung Pada Usahatani Padi di Lahan Sawah Tambak Kabupaten Lamongan
Penelitian ini dilakukan di wilayah lahan sawah tambak di kabupaten
Lamongan pada bulan Juli – September 2003 dengan metode survei. Penelitian
bertujuan untuk memperoleh tentang; (1) informasi sistem tanam padi di lahan
sawah tambak dan (2) informasi peluang dan kendala pengembangan alat tanam
benih langsung (atabela) pada usahatani padi di lahan sawah tambak. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sistem padi di lahan sawah tambak di kabuapten
Lamongan ada dua macam yaitu (1) sistem tanam benih langsung menggunakan
alat (atabela) dan (2) sistem tanam pindah atau tapin. Usahatani padi dengan
sistem atabela lebih menghemat tenaga kerja bila dibandingkan dengan sistem
tapin, sehingga dapat menghemat biaya produksi. Keuntungan lain dari usahatani
padi sistem atabela adalah produktivitas hasil dan efisiensi usahataninya yang
diperoleh lebih tinggi bila dibandingkan dengan sistem tapin. Usahatani padi
dengan sistem atabela di lahan sawah tambah di kabupaten Lamongan
mempunyai peluang untuk dikembangkan dan merupakan alternatif untuk
mengatasi kelangkaan serta mahalnya upah tenaga kerja. Peluang
pengembangan sistem atabela ini dapat dilihat dari beberapa faktor yang
mendukungnya, yaitu (1) air mudah diatur, (2) petakan sawah cukup lebar serta
topografi datar, (3) gulma tidak menjadi masalah, (4) tenaga kerja langka dan
mahal serta (5) tersedianya alat tanam yang nyaman sesuai dengan keinginan
petani. Kendala dalam pengembangan usahatani padi di lahan sawah tambak
dengan sistem atebala adalah (1) pengolahan tanah, (2) jika saat tanam turun
hujan, (3) kualitas benih dan (4) pengaturan air pada saat tanam. Untuk
menghindari kegagalan dalam program pengembangan usahatani padi dengan
sistem atabela di lahan sawah tambak, maka kendala tersebut harus diperhatian
serta disosialisasikan kepada petani.
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
62
2.15.8. Kajian Dampak Penyebaran Varietas Unggul Padi Kalimas dan Bodoyudo di Kabupaten Tuban
Varietas unggul padi Kalimas dan Bondoyudo merupakan salah satu hasil
pengkajian BPTP Jawa Timur, yang secara resmi telah dilepas pada tahun 2000.
Kedua varietas tersebut pada saat ini telah tersebar di beberapa wilayah
kabupaten di Jawa Timur, yang terluas terdapat di kabupaten Tuban. Kajian ini
bertujuan untuk memperoleh informasi dampak penyebaran varietas Kalimas dan
Bondoyudo terhadap jumlah petani adopter, luas sebaran, produktivitas dan
pendapatan usahatani padi di kabupaten Tuban. Pengkajian menggunakan
metode Rapid Rural Appraisal (RRA), dimana topik dan subtopiknya yang telah
dipersiapkan sebelumnya digunakan sebagai pedoman dalam wawancara semi
struktural terhadap responden. Disamping itu juga dilakukan pengamatan lapang
dan penggunaan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Pertanian setempat.
Responden yang diwancarai, meliputi petugas lapang dan kelompok tani yang
dilakukan pada bulan Juli – September 2003. Hasil kajian menunjukkan bahwa
penyebaran kedua varietas padi tersebut di kabupaten Tuban, pada musim hujan
2002/2003 telah mencapai 1.538 ha (Kalimas) dan 1.718 ha (Bondoyudo). Kedua
varietas tersebut pada saat itu telah diadopsi oleh petani sebanyak 3.076 orang
(Kalimas) dan 3.436 orang (Bondoyudo). Dalam musim tersebut dampak
produksi fisik yang telah mencapai 11.227 kw GKP (Kalimas) dan 5.998 kw GKP
(Bondoyuddo), dengan dampak bersih senilai Rp 1,3 milyard (Kalimas) dan Rp
1,8 milyard (Bondoyudo). Permasalahan yang ada dalam penyebaran kedua
varietas tersebut adalah terbatasnya benih pada saat petani membutuhkan.
Berdasarkan hal tersebut, disarankan perlu penyediaan benih dikolasi petani
membutuhkan dalam jumlah yang mencukupi serta harga yang layak. Sedangkan
di wilayah endemi penyakit Tungro, petani belum banyak mengenalnya, padahal
kedua varietas tersebut tahan terhadap penyakit Tungro. Untuk itu perlu adanya
pengenalan kedua varietas melalui kegiatan diseminasi.
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
63
2.15.9. Pengkajian Aplikasi PHT Untuk Meningkatkan Produktivitas dan Pendapatan Petani Kopi
Salah satu penyebab rendahnya produktivitas dan mutu kopi petani
adalah adanya serangan hama-penyakit. Untuk mengatasi serangan hama dan
penyakitdibutuhkan aplikasi kombinasi komponen PHT yang fefektif
mengendalikan hama-penyakit serta mudah dipahami dan diterapkan oleh petani.
Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui hasil uji aplikasi komponen PHT untuk
mengendalikan jasad pengganggu utama dan dapat meningkatkan produktivitas
dan pendapatan petani kopi. Pengkajian ini dilakukan pada tanaman kopi umur 6
– 7 tahun di lahan petani di desa Kemiri (670 m dpl), kecamatan Jabung,
kabupaten Malang pada bulan Januari – Desember 2003, melalui percobaan
lapang. Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak kelompok, terdiri
dari 2 perlakuan kombonasi komponen PHT (PHT-1 dan PHT-2), ditambah satu
perlakuan cara petani, diulang 10 kali. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa
aplikasi perlakuan kombinasi komponen PHT yang diuji yaitu: (1) PHT-1 (kultur
teknis, interkroping dengan tagetes, aplikasi larutan bubur bordo) dan (2) PHT-2
(kultur teknis, interkroping dengan tagetes, aplikasi larutan biji mahoni), efektif
menekan serangan karat daun, menekan populasi nematoda parasit Pratylenchus
sp. dan Radopholus sp., menyebabkan keragaan tanaman yang lebih subur dan
meningkatkan produksi biji kopi basah 2,67 – 2,88 kali lebih tinggi dibandingkan
cara petani setempat. Pada saa pengkajian dilakukan, aplikasi PHT-1 maupun
PHT-2 belum dapatt meningkatkan pendapattan karena harga biji kopi rendah
(Rp.1.750,-/kg) dan lebih dikarenakan hasil biji kopi basah dalam kawasan
pertanaman kopi kurang dari 1 ton. Jika lahan kopi arabika petani dalam satu
kawasan, hasil biji kopi basah lebih dari 1 ton maka harga jual lebih inggi yaitu
Rp.2.500,-/kg. Pada kondisi demikian penerapan PHT-1 maupun PHT-2 akan
meningkatkan pendapatan masing-masing sebesar Rp.1.818.860,-/ha dan
Rp.1.332.660,-/ha dibandingkan dengan cara petani setempat. Disarankan pada
petani kopi untuk menanam jenis arabika pada kawasan yang lebih luas.
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
64
BAB III MANAJEMEN BALAI
3.1. Struktur Organisasi
Dalam tahun 2001, struktur organisasi BPTP Jawa Timur menurut SK
Mentan Nomor 798/Kpts/OT.210/12/94, mengalami sedikit perubahan dengan
terbitnya SK Mentan terbaru, No.: 350/Kpts/OT.210/6/2001, Kepala Balai dalam
pelaksanaan tugasnya sehari-hari secara formal dibantu oleh dua orang pejabat
eselon empat yaitu Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan Kepala Seksi Pelayanan
Teknik, serta dibantu Kelompok Penelitian dan Jabatan Fungsional lain. Namun
demikian, dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dengan Surat Keputusan Kepala
Balai, Sub Bag. Tata Usaha dibantu oleh dua orang Kepala Urusan, yaitu Kepala
Urusan Kepegawaian dan Rumah Tangga, dan Kepala Urusan Keuangan dan
Rencana kerja, sedangkan Seksi Pelayanan Teknik dalam melaksanakan
tugasnya dibantu oleh dua Sub Seksi, yaitu Sub Seksi Kerjasama dan Informasi,
serta Sub Seksi Sarana. Bagan struktur organisasi BPTP Jawa Timur, sesuai SK
Menteri Pertanian terbaru di sajikan pada diagram berikut ini.
Gambar 1. Bagan Struktur Organisasi BPTP
KEPALA BALAI
KASUB BAG.
TATA USAHA
KELOMPOK PENELITI & JABATAN FUNGSIONAL
LAIN
KASIE PELAYANAN
TEKNIK
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
65
3.2. Manajemen
Dalam melaksanakan tugas sehari-hari Kepala Balai dibantu oleh Kepala
Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi, Kepala Urusan, dan Pejabat Fungsional
dengan menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi di lingkup
masing-masing dan antar satuan organisasi di BPTP maupun dengan instansi-
instansi mitra kerja BPTP Jawa Timur.
Setiap pemimpin/kepala satuan organisasi di lingkup BPTP Jawa Timur
bertugas memimpin, mengkoordinasi, memberi bimbingan/ petunjuk pelaksanaan
tugas bawahannya dan tanggung jawab langsung kepada atasannya masing-
masing. Dalam melaksanakan tugasnya masing-masing kepala satuan organisasi di
BPTP berpedoman pada keputusan dan kebijaksanaan Departemen Pertanian,
Badan Litbang Pertanian dan Kepala BPTP Jawa Timur.
Untuk memudahkan pelaksanaan tugas dan tercapainya sasaran Balai,
sesuai dengan ketentuan Badan Litbang Pertanian dibentuk empat kelompok
fungsional yaitu: Kelompok Fungsional Sumberdaya, Pasca Panen, Budidaya dan
Sosial Ekonomi. Masing-masing kelompok diketuai oleh seorang ketua, sesuai
ketentuan yang telah ditetapkan oleh Kepala Badan Litbang Pertanian.
Dalam perjalanan selama tahun 2003, BPTP Jawa Timur dalam menangani
kegiatan proyek dibantu oleh wakil atasan langsung sehari-hari, dalam hal ini
adalah Kepala IPPTP yang bersangkutan. Dalam menangani kegiatan yang
dibiayai oleh dana Rutin, Kepala Balai dibantu oleh Kasubag Tata Usaha.
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
66
Tabel 1 Nama Pejabat Struktural, Ketua Kelompok Pengkajian dan Kepala Unit Kerja Lingkup BPTP Jawa Timur.
No Nama/NIP Jabatan
PEJABAT STRUKTURAL
1. Dr. Suyamto (080 037 650)
Kepala Balai
2. Dra. Iffah Irsjadina (080 091 147)
Kepala Sub Bagian Tata Usaha
Ir. Heru Samekto (080 071 234)
Urusan Keuangan
Satiman (080 052 138)
Urusan Kepegawaian
3. Dra. Endang Widajati (080 110 181)
Kepala Seksi Pelayanan Teknik
Dra. Y u l f a h (080 110 227)
Urusan Informasi & Kerjasama
Iwayan Marka, SH (080 052 794)
Urusan Sarana
KETUA KELOMPOK PENGKAJIAN
1. Ir. Sukarno Roesmarkam, MS (080 056 142)
Ketua Kelji Sumberdaya
2. Dr. M. Soleh (080 040 492)
Ketua Kelji Budidaya
3. Ir. Pudji Santoso, MS (080 053 325)
Ketua Kelji Sosial Ekonomi
4. Dr. Suhardjo (080 057 047)
Ketua Kelji Pasca Panen
KEPALA UNIT KERJA LINGKUP BPTP JATIM
1. Ir. Anang Muhariyanto (080 065 970)
Kepala Lab. Diseminasi Wonocolo
2. Ir. Gatot Kustiono (080 066 907)
Kepala Kebun Mojosari
3. Martono (080 027 208)
Kepala Kebun Karangploso
Untuk mengoptimalkan sumberdaya peneliti, sumberdaya lahan dan
alam yang bervariasi dan terpencar dilakukan monitoring dan evaluasi secara
berkesinambungan dan apabila terjadi penyimpangan pelaksanaan dapat
segera diluruskan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Monitoring dan
Evaluasi dilakukan pada berbagai bentuk tingkat unit kerja dengan terpola dan
dikoordinir oleh Kepala BPTP.
3.3.KETATA USAHAAN BALAI
3.3.1. Kepegawaian
3.3.1.1. Sumberdaya Manusia Berdasarkan Golongan Kepangkatan
Sumberdaya manusia di seluruh unit kerja BPTP Jawa Timur per 31
Desember 2002, total berjumlah 243 orang, terdiri dari 192… orang PNS dan 51
orang tenaga honorer. Jumlah tenaga honorer yang cukup banyak merupakan
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
67
masalah yang berat mengingat terbatasnya kesempatan pengangkatan.
Pegawai Negeri Sipil berdasarkan golongan di lingkup BPTP Jawa Timur
terbanyak adalah golongan III (100 orang), kemudian diikuti oleh golongan II (45
orang), golongan I (14 orang) dan golongan IV (33 orang) Tabel 75.
Tabel 2. Keragaan PNS berdasarkan Golongan dan Pendidikan
Sumber : SIMPEG-BPTP Jawa Timur - 2003
3.3.1.2. Tenaga Honorer Berdasarkan Jenjang Pendidikan
Penyebaran tenaga honorer di unit kerja lingkup BPTP Jawa Timur total
53 orang, yang terdiri dari 28 lulusan SD dan SMP, dan 64 orang lulusan SLTA
(Tabel 3). Masa kerja sebagai tenaga honorer berkisar dari 1 tahun sampai
dengan 15 tahun. Dengan adanya kebijaksanaan kepegawaian “Minus Growth”
maka kesempatan untuk diangkat menjadi PNS kecil sekali.
Tabel 3. Penyebaran Tenaga Honorer menurut Tingkat Pendidikan di Lingkup BPTP Jawa Timur per 31 Desember 2002.
No. Unit Kerja Tingkat Pendidikan
S1 SM SLTA SLTP SD TTSD Jumlah
1. BPTP Jawa Timur 6 1 14 5 4 - 30
2. IPPTP Mojosari 1 - 7 1 4 - 13
3. IPPTP Wonocolo 1 - 5 4 - - 9 Keterangan TTSD = Tidak Tamat Sekolah Dasar
3.3.1.3. Sumberdaya Manusia Berdasarkan Jabatan Fungsional
Sebaran pegawai menurut jenis jabatan fungsional di unit kerja lingkup
BPTP Jawa Timur, terbanyak adalah administrasi 123 orang, kemudian diikuti
peneliti 68 orang, tenaga teknisi Non Klas sebanyak 15 orang, dan teknisi
litkayasa 87 orang (Tabel 4).
Sebaran pegawai menurut jenjang fungsional (Tabel 4), dari peneliti, 68
orang telah memiliki jenjang fungsional peneliti, sebagian besar (33 orang)
penyuluh sudah memiliki fungsional, sebanyak 87 orang teknisi mempunyai
fungsional teknisi dan 36 orang belum memiliki jenjang fungsional. Sementara
Golongan Jumlah
I 14 orang
II 41 orang
III 94 orang
IV 36 orang
Total 185 orang
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
68
itu, sebaran jenjang fungsional peneliti, penyuluh teknisi litkayasa dan
pustakawan seperti terlihat pada (Tabel 5).
Tabel 4. Keragaan SDM di BPTP Jawa Timur
No Unit Kerja Peneliti Penyu
luh Litka-yasa
Pusta kawan
Administrasi Honorer
1. BPTP Jawa Timur 53 4 17 1 33 30 2. K.P. Mojosari 1 - 17 - 6 13
3. Lab. Dis. Wonocolo
1 18 - 1 33 9
Tabel 5. Jumlah pegawai menurut jabatan fungsional di lingkup BPTP Jawa Timur per 31 Desember 2003.
No Jabatan Fungsional Jumlah
Peneliti 1. Ahli Peneliti Utama 2 2. Ahli Peneliti Madya 2 3. Ahli Peneliti Muda 6 4. Peneliti Madya 7 5. Peneliti Muda 7 6. Ajun Peneliti Madya 6 7. Ajun Peneliti Muda 7 8. Asisten Peneliti Madya 3 9. Asisten Peneliti Muda 4 10. Peneliti Non Klasifikasi 9
Jumlah 53
Penyuluh 1. Penyuluh Pertanian Utama 1 2. Penyuluh Pertanian Madya 11 3. Penyuluh Pertanian Muda 8 4. Penyuluh Pertanian Pratama 1 5. Penyuluh Pertanian Non Klasifikasi 1
Jumlah 22
Teknisi Litkayasa 1. Teknisi Litkayasa Penyelia 1 2. Teknisi Litkayasa Pelaksana Lanjutan 2 3. Teknisi Litkayasa Pelaksana 4 4. Teknisi Litkayasa Pemula - 5. Teknisi Litkayasa Non Klas 21 Jumlah 28 Pustakawan
1. Pustakawan 1 2. Ajun Pustakawan 1
Jumlah 2
*) Data kepegawaian Per 31 Desember 2003.
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
69
3.3.2. Rumah Tangga
Fasilitas BPTP Jawa Timur tersebar di 3 lokasi sesuai dengan unit kerja
yang ada.
3.3.2.1. Luas dan Pemanfaatan Lahan
BPTP Jawa Timur memiliki lahan, tersebar di 3 unit kerja lingkup BPTP
Jatim, yang luas bervariasi (Tabel 6). Lahan yang paling luas adalah di IPPTP
Mojosari seluas 30 ha, dan lahan yang paling sempit seluas 0,4 ha di IPPTP
Wonocolo.
Tabel 6. Luas dan pemanfaatan lahan pada seluruh unit kerja lingkup BPTP Jawa Timur, per 31 Desember 2003.
No Unit Kerja/IPPTP Luas lahan (ha)
Bangunan
(m2)
Empla semen (m2)
Peru mahan (m2)
Sawah (ha)
Tegal (ha)
Kolam/bak (m2)
Lapangan
(m2)
Tanaman Koleksi
(ha)
1. BPTP Jawa Timur 8 6.446 10.919 550 1 5 250/100 - 5,5 2. KP Mojosari 30 7.093,83 9980 794 25 - - - - 4. Lab. Dis. Wonocolo 0,4 1.309,75 280 974 - - - - - Keterangan: bila ada
3.3.2.2. Keadaan Bangunan dan Pemanfaatan
Luas lahan yang digunakan untuk bangunan terdiri dari ruang kerja,
ruang rapat, perpustakaan, laboratorium, rumah kasa/kaca, bengkel, gudang,
asrama/mess, ruang tamu, garasi, kandang, kantin dan mushola (Tabel 7).
Tabel 7. Luas Bangunan dan pemanfaatannya di lingkup BPTP Jawa Timur per 31 Desember 2003
No Unit Kerja/IPPTP
R. Kerja (m2)
Perpus takaan (m2)
Ruang. pertemuan
(m2)
Lab (m2)
Ruang. Kaca/ kasa
Gudang (m2)
Mess (m2)
Kan dang (m2)
Gara ge
(m2)
R. Dinas (m2)
R Jabatan
(m2)
Tempat Cuci (m2)
Lain-Lain (m2)
1. BPTP Jawa Timur 1141 120 365 915 90/ 230
105 110 - 240 110 120 14 1286
2. K.P. Mojosari 110,72 12 60 - - 705,98 372 254 114 215,70 -
4. ILab. Dis. Wonocolo
460 70 450 - - 80 504 - 36 703,25 -
Keterangan pada kolom lain-lain : Ruang Kantin 60 m
2
Ruang tamu/tunggu 244 m2
Lantai jemur 420 m2
Gedung Klinik Agribisnis 60 m2
Work Shop Pasca Panen 60 m2
Bengkel 121 m2
Masjid 165 m2
MCK 156 m2
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
70
3.3.2.3. Sarana Mobilitas
Sarana mobilitas di BPTP Jawa Timur dirasakan sangat terbatas.
Kendaraan yang adapun rata-rata sudah tua sehingga biaya operasionalnya
cukup tinggi. Dengan jumlah kendaraan yang ada (Tabel 8), belum mampu
mendukung tugas pokok dan fungsi BPTP Jawa Timur yang cakupan tugasnya
sangat luas.
Tabel 8 Jumlah dan Keberadaan Kendaraan roda 2 dan roda 4 pada unit BPTP Jawa Timur per 31 Desember 2003.
No. Unit Kerja Kendaraan roda 2 (unit) Kendaraan roda 4 (unit)
1. BPTP Jawa Timur 13 9 2. Lab. Dis. Wonocolo 1 2 4. KP Mojosari 1 1
3.3.2.4. Tambahan Peralatan Perkantoran
Pengadaan peralatan perkantoran terutama dari anggaran rutin, dan
Proyek pada Tahun Anggaran 2003, diutamakan untuk melengkapi Kantor
Pusat BPTP Jawa Timur (Tabel 9).
Tabel 9. Penambahan Peralatan Kantor di Lingkup BPTP Jawa Timur per 31 Desember 2003 (Proyek PAATP)
No Nama/Jenis Barang BPTP (unit/buah)
IPPTP Mojosari (unit/buah)
IPPTP Wonocolo (unit/buah)
1 Alat Pengering 2 - -
2 Alat Penyawut 2 - -
3 Alat Pengepres 2 - -
4 Alat Penggiling 1 - -
5 Vidio Camera 1 - -
6 Computer Editing - - 1
7 Lampu Spot - - 2
8 Tripot Lampu - - 2
9 VHS Player - - 1
10 Bateray cadangan - - 1
11 Groin Moisture Tester 1 - -
12 Timbangan 5 - -
13 Kompresor 1 - -
14 Jigsaw 1 - -
15 Planer 1 - -
16 Circularsow 1 - -
17 Profil 1 - -
18 Bor duduk 1 - -
19 Tavo las 1 - -
20 Mesin Cut ott 1 - -
21 Catok/Paron 1 - -
22 Catok Pipa 1 - -
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
71
No Nama/Jenis Barang BPTP
(unit/buah) IPPTP Mojosari
(unit/buah) IPPTP Wonocolo
(unit/buah)
23 Hole Sow 1 - -
24 Gergaji 1 - -
25 Gunting Plat 1 - -
26 Tang buaya 1 - -
27 Totok 4 PC 1 - -
28 Gurinda 1 - -
29 Mata Bor 1 - -
30 Kursi lipat 83 - 23
31 Kursi direktur 25 - 25
32 PABX Extention 16 - -
33 Mic Delegate 2 - -
34 Filling cabinet 2 - 4
35 Almari bahan kimia 2 - -
36 Meja biro 2 - -
37 Meja kerja ½ biro - - 15
38 Rak buku 3 - 2
39 Almari katalok - - 1
40 Meja baca - - 2
41 Sice 2 - 1
42 Kursi tunggu - - 1
43 Rak disply koran - - 2
44 Loker - - 1
45 Meja sidang 4 - 10
46 Meja resepsionis 1 - -
47 Almari peta 1 - -
48 Kursi sidang 4 - -
49 Televisi JVC 14” - - 1
50 Smout Cheps - - 1
51 Video editing tool - - 1
52 Backwall Exhibition Complete
1 - -
3.3.3. Keuangan
3.3.3.1. Sumber Dana
Seluruh kegiatan di BPTP Jawa Timur mendapatkan yang berasal dari :
Anggaran rutin (APBN)
Anggaran proyek PAATP (APBN + Loan)
Anggaran Kerjasama dengan Pihak Ketiga
Anggaran Rutin pada tahun anggaran 2003 meliputi pembiayaan untuk
pembayaran gaji, tunjangan beras, lembur para karyawan, pengadaan
keperluan sehari-hari dan peralatan kantor, pemeliharaan dan perjalanan dinas.
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
72
3.3.3.2. Penetapan Anggaran
Penetapan anggaran Rutin dan Proyek di BPTP Jawa Timur TA. 2003 di
dasarkan pada pelaksanaan tugas dan fungsi Balai, serta tugas dan fungsi
masing-masing unit kerja, demikian pula alokasi anggaran yang bersumber dari
dana lain (Tabel 10).
Tabel 10. Anggaran Berdasarkan Sumber, Jumlah dan Lokasi pada Unit Kerja di Lingkup BPTP Jawa Timur TA. 2003
No. Unit Kerja
Rutin (Rp. 000)
Proyek (Rp. 000)
Kerjasama (Rp. 000)
1. BPTP Jawa Timur 1.690.285.000 3.061.219,9
2. KP Mojosari 594.122.000 9.150
3. Lab. Dis. Wonocolo 1.028.310.000 266.648,1
JUMLAH 3.312.717.000 3.337.018
3.3.3.3. Pelaksanaan Anggaran
Realisasi anggaran TA 2003 seperti yang tersaji pada Tabel 11 .
Tabel 11. Anggaran, realisasi dan sisa anggaran di Lingkup BPTP Jawa Timur TA. 2003
Kegiatan Anggaran (Rp.) Realisasi (Rp.) Sisa (Rp.)
1. Rutin 3.312.717.000 4.170.465.529 857.748.529
2. PAATP Jatim 3.337.018.000 3.250.892.950 86.125.050
3. Kerjasama swasta 187.250.000 - -
4. APBD-I 508.600.000 - -
3.3.3.4. Realisasi Penerimaan PNBP
Tabel 12. Realisasi Penerimaan PNBP TA 2003 sesuai satuan kerja
No. Satuan Kerja Umum Fungsional
(000) Realisasi
(000)
1. BPTP Jawa Timur 75.819.167 9.646.000 85.465.167
2. Lab. Dis. Wonocolo - 49.770.000 4.977.000
3. KP Mojosari 48.480 11.809.000 11.857.480
Jumlah 75.867.647 26.432.000 102.299.647
3.4. PELAYANAN TEKNIK
3.4.1. Kegiatan Informasi
Kegiatan informasi di BPTP jawa Timur meliputi semua kegiatan yang
berkaitan dengan Diseminasi Hasil Penelitian/Pengkajian melalui berbagai bentuk
pertemuan, pendokumentasian hasil penelitian/pengkajian. Balai, menyajikan
materi informasi dalam bentuk yang dikehendaki (laporan berkala, publikasi,
tercetak dan elektronik layanan internet), dan penyelenggaraan perpustakaan
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
73
3.4.1.1. Penyebaran informasi Hasil Penelitian/Pengkajian
Penyebaran informasi dari BPTP Jawa Timur dilakukan melalui media
cetak, elektronika, dan berbagai pertemuan. Penyebar luasan informasi secara
lengkap selama satu tahun terakhir secara ringkas disajikan pada Tabel 13..
Tabel 13. Diseminasi Hasil Penelitian/Pengkajian yang dihasilkan BPTP Jawa Timur TA 2003
Nomor Nama Publikasi Jumlah
(Judul/eksemplar)
A. Pertemuan-Pertemuan
Seminar Lokakarya Temu Informasi Temu Aptek Temu lapang Gelar Teknologi Pelatihan/magang Kunjungan Pembinaan KTNA Pertemuan Tim Teknis Teknologi Pertanian Pertemuan Komisi Teknologi Pertanian
2 - 1 3 1 - -
17 18 2 2
B. Pengembangan Informasi Teknologi a. Media Cetak.
Prosiding Seminar Hasil Litkaji Monograf Rakitan Teknologi Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Laporan Tahunan Laporan Bulanan Brosur Liptan (leaflet) Folder Publikasi lain Mass Media
1/300 1/500 1/300 1/250
12 -
4 judul/4000 3 judul/4000
3 -
b.Media Elektronik
Radio Komunikasi dan Informasi Pertanian RRI Stasiun Malang Seri Foto Seri Slide Paket Siaran TV Layanan Internet (browsing dan e-mail) VCD
6/40 kaset 6 kali
- -
1 kali setiap hari kerja
2 judul/100
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
74
Nomor Nama Publikasi Jumlah
(Judul/eksemplar)
C.Pameran/Ekspose Lokal Regional Nasional
1 1 5
D. Visitor Plot Di KP Karangploso, Malang (Perbenihan ikan) Di Wonocolo, Surabaya (Hidroponik) Di Mojosari, Mojokerto (Koleksi mangga & anggur)
1 1 1
E. Unit Komersialisasi Teknologi (UKT)
Operasionalisasi jasa layanan Balai Mendukung kegiatan promosi Balai Rintisan agribisnis Melakukan penawaran komersialisasi teknologi (produksi benih/bibit, publikasi )
V V V V
F. Layanan Perpustakaan
Foto copy Penelusuran literature Penyusunan bibliografi
V V V
Keterangan : *Liptan : - Budidaya Ikan Sistem Karamba * Folder : - Teknologi Pembuatan Complete Feed (CF)
- Cara Pembuatan Tortila Jagung - Sedap Malam Varietas Roro Anteng - Teknik Pembuatan Tiwul Instan - Budidaya Pisang
- Penanaman Kedelai di Lahan Sawah dengan
3.4.1.2. Perpustakaan
Kondisi Perpustakaan di lingkup BPTP Jawa Timur saat ini sudah relative
lebih baik, dilihat dari penambahan fasilitas dan koleksi Perpustakaan, karena
selama tiga tahun ini sudah mendapatkan alokasi dana pengadaan buku dari
Proyek PAATP, sedangkan untuk pemeliharaan dan penyelenggaraan
Perpustakaan masih mendapat dana dari Rutin, walaupun jumlahnya masih jauh
dari cukup. Penambahan pengadaan pustaka secara berkesinambungan untuk
peningkatan kualitas maupun kuantitasnya yang disesuaikan dengan tugas dan
fungsi Balai, serta peningkatan sumberdaya manusia masih sangat diperlukan
untuk menunjang kegiatan BPTP Jawa Timur. Tambahan bahan pustaka yang
diterima pada TA. 2003 oleh BPTP Jawa Timur disajikan dalam tabel berikut.
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
75
Tabel 14. Jumlah tambahan bahan Pustaka pada Satuan Kerja Lingkup BPTP Jawa Timur TA 2003
No Unit Kerja Buku (judul)
Majalah (judul)
Brosur/ leaflet (judul)
1. BPTP Jawa Timur
266 160 150
4. Lab. Dis. Wonocolo
183 2.790 16
5. KP. Mojosari
- - -
Sumber : Perpustakaan – BPTP Jawa Timur
Jumlah pengunjung perpustakaan sebagian besar adalah mahasiswa,
peneliti dan penyuluh. Pada umumnya, selain membaca bahan pustaka, mereka
juga memanfaatkan jasa peminjaman ataupun fotokopi. Data pengguna jasa
perpustakaan selengkapnya tertera pada Tabel 15.
Tabel 15. Jumlah pengunjung perpustakaan, fotokopi, penelusuran dan peminjaman pustaka pada Unit Kerja Lingkup BPTP Jawa Timur TA 2002
No Unit Kerja
Pengunjung Penggunaan Jasa
Peneliti Mahasiswa/Siswa
Penyuluh Foto Copy
Penelu-suran
Pemin-jaman
1. BPTP Jawa Timur 176 859 59 361 - -
4. Lab. Diseminasi Wonocolo
- 791 211 326 1871 -
5. KP. Mojosari
- - - - - -
3.4.1.3. Pameran/ Ekspose
Dalam tahun 2002, cukup banyak kegiatan Pameran/Ekspose yang
diikuti oleh BPTP Jawa Timur, selengkapnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
76
Tabel .16. Kegiatan Pameran, Temu Lapang Nama Kegiatan Waktu Tempat
Pemeran :
1. Ekpose dalam Peringatan Sewindu BPTP Jawa Timur
4-6 Juni 2003 Di halaman BPTP Jawa Timur
2. Ekpose Teknologi Tepat Guna Nasional IV
4-9 September 2003 Di Lapangan Parkir Timur Stadion Delta Sidoarjo
3. Mengikuti Indonesia Agribusiness Expo
Oktober 2003 Gedung WTC Sorabaya
4. Mengikuti Pekan Promosi Agribisnis Pembangunan Kabupaten Tulungagung
14-20 Juli 2003 Stadion Kabupaten Tulungagung
5. Ekpose Teknologi Spesifik Lokasi 14-17 Juli 2003 Pusat Agribisnis Suropadan Jawa Tengah
6. Gelar Teknologi Pangan Berbasis Buah-Buahan, dalam rangka Peringatan Hari Pangan Sedunia
20 Oktober 2003 Halaman Kantor BKP Surabaya
7. Mengikuti Indonesia Tropical Fruit Festival
4-7 Desember 2003 Di Halaman Hotel Sahid Kuta Denpasar Bali
Temu Lapang :
1. Pengembangan Model Usahatani Konservasi Secara Partisipatif di Lahan Kering Dataran Tinggi
2003 Desa Argosari Lumajang
3.4.1.4. Kunjungan Tamu
Selama tahun Anggaran 2003 BPTP Jawa Timur (kantor pusat)
menerima kunjungan sebanyak 23 kali dengan peserta sejumlah 1332 orang
terdiri dari: Rombongan instansi pemerintah, Perguruan Tinggi, Pendidikan
Menengah, Pengusaha/swasta, Kelompok Tani/kontak Tani.
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
77
Tabel 17. Daftar Kunjungan ke BPTP Jawa Timur 2003 No Tanggal Instansi/Universitas/Sekolah Materi
1. 8 Januari 2003 SMP Negeri 5 Malang Pertanian dan Peternakan
2. 10 januari 2003 TK. Anak Saleh Malang Pengenalan Tanaman
3. 20 januari 2003 Kelompok Tani Ds. Selopuro, Blitar
Budidaya Tanaman Pangan
4. 29 Januari 2003 SPP Kediri Budidaya jamur dan Hortikultura
5. 18 Februari 2003 Faperta Universitas Tulungagung
Hortikultura
6. 26 Februari 2003 Smpk Santa Agnes Surabaya Kegiatan BPTP Jawa Timur
7. 25 Februari 2003 Ponpes Raudatul Muslimin Penggemukan Ternak
8. 6 Maret 2003 MTSn. Surya Buana Malang Hortikultura
9. 12 Juni 2003 UPN Veteran Jawa Timur Hortikultura dan Tanaman Pangan
10. 5 Agustus 2003 Peserta SL Agribisnis kabupaten Lamongan
Agribisnis jagung, kedelai dan hortikultura
11. 20 agustus 2003 Petugas lapangan Diperta Kabupaten Jombang
Budidaya padi dan jagung
12. 20 Agustus 2003 Petani Desa Sukodono, Dampit malang
Budidaya Salak Pondoh
13. 25 Agustus 2003 Kelompok Tani Sidomaju Ds. Balongtani, Jabon Sidoarjo
Budidaya padi dan sayuran
14. 12 September 2003 Himadat Faperta Universitas Brawijaya
Kegiatan Litkaji BPTP Jawa Timur
15. 15 Oktober 2003 BPP Pare, Kediri Budidaya padi dan hortikultura
16. 15 Oktober 2003 Kelompok Tani, Mojosari Mojokerto
Budidaya padi
17. 17 Desember 2003 SMPK Santa Agnes Surabaya Kegiatan BPTP Jawa Timur
3.4.1.5.Kursus/Latihan, Seminar di dalam dan luar BPTP, Mahasiswa Praktek Kerja Lapang dan Penelitian
Kursus dan seminar yang diikuti oleh karyawan-karyawati lingkup BPTP
Jawa Timur serta makalah yang disajikan (Tabel 18 dan 19).
Tabel 18. Kursus/Latihan yang diikuti oleh staf BPTP Jawa Timur No. Nama Waktu Tempat Judul Unit Kerja
1. Ir. Kasmiyati 3-7 Nopember 2003
Wisata Agro Inkarla Cibodas
Pelatihan Manajemen Wisata Agro tahun 2003
BPTP Jatim
2. Ir. Baswarsiati, MS 10-16 Nopember 2003
Cipanas, Cianjur
Pelatihan Pemuliaan Berorientasi HAKI
BPTP Jatim
3. Ir. Zainal Arifin, MP 11-16 Agustus 2003
Balai Diklat Ketindan Lawang
Diklat Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)
BPTP Jatim
4. Ir. Al. Gamal Pratomo 11-16 Agustus 2003
Balai Diklat Ketindan Lawang
Diklat Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)
BPTP Jatim
5. Jumadi Bogor Pelatihan Akutansi Perencanaan dan Manajemen
BPTP Jatim
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
78
6. Kasiyanto Bogor Pelatihan Akuntansi
Perencanaan dan Manajemen
BPTP Jatim
7. Slamet Riyanto Jakarta Workshop Sistem Informasi Manajemen Fasilitas
BPTP Jatim
8. Rohmad Budiono Jakarta Diklat Fungsional Peneliti
BPTP Jatim
9. Dra. Iffah Irsjadina 5-7 Agust. 2003
Surabaya Managemen Jabatan Fungsional Rumpun ilmu Hayat
BPTP Jatim
10. Samsu Aminullah 21 Juli-9 Agustus 2003
BLPP Ungaran Kursus Bendaharawan Khusus
BPTP Jatim
11. Dr. Ir. Much. Soleh, MS 29 Juni 2 Juli 2003
Balitpa Sukamandi
Apresiasi Teknis Program Litkaji Pola CLS di Lahan Karing
BPTP Jatim
12. Djoko Siswanto 14-15 Maret 2003
Jakarta Workshop Editing Vidio
BPTP Jatim
13. Nonot Widarsa 8-17 Desember 2003
Yogyakarta Pelatihan Manajemen Database Fasilitas bagi Petugas Pengelola Barang Tingkat UPB
BPTP Jatim
14. Ir. Fatkhul Arifin Balai Diklat Ketindan Lawang
Diklat Developing Profesional Personality
BPTP Jatim
15. Rika Asnita, SP 17-18 Juli 2003
BPTP Jawa Barat
Pengolahan dan Analisis Data Survei
BPTP Jatim
16. Ir. Luki Rosmahani, MS 28 April – 9 Mei 2003
Wageningen University Netherlands
Pedidikan non Gelar BPTP Jatim
17. Ir. Moh. Ismail Wahab 10-11 Desember 2003
Bogor Lokakarya Pengelolaan Plasma Nutfah Pertanian
BPTP Jatim
18. Ir Herman Subagio, MS 10-11 Desember 2003
Bogor Lokakarya Pengelolaan Plasma Nutfah Pertanian
BPTP Jatim
19. Dr. Ir. Q Dadang Ernawanto
12-16 Desember 2003
Jakarta Pelaksanaan Program Reentry Pasca Penugasan Belajar Bdan Litbang Pertanian
BPTP Jatim
20. Ir. Harwanto Jakarta Pelatihan Pemberdayaan Peneliti Teknisi Pengolahan Hasil Kakao
BPTP Jatim
21. Yuwoko Jakarta Pelatihan Pemberdayaan Peneliti Teknisi Pengolahan Hasil Kakao
BPTP Jatim
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
79
22. Kuswardoyo 3-18 Juni 2003
BLPP Batu Pelatihan SAP dan SIMKEU
BPTP Jatim
23. Ir. Wigati Istuti 3-4 Pebruari 2003
Badan Litbangtan
Pelatihan PTT BPTP Jatim
24. Ir. Agus Suryadi 3-4 Pebruari 2003
Badan Litbangtan
Pelatihan PTT BPTP Jatim
25. Ir. Suhardi Badan Litbangtan
Apresiasi Akreditasi BPTP Jatim
26. Ir. Lulus Sunaryo Badan Litbangtan
Apresiasi Akreditasi BPTP Jatim
27. Lukani 22 Okt.-6 Nop. 2003
Badan Litbangtan
Managemen Sumberdaya Manusia Profesional
BPTP Jatim
28. Ir. Moh. Saeri 13-26 Okt. 2003
Ciawi Bogor Pelatihan Penulisan Karya Tulis Teknisi Litkayasa
BPTP Jatim
29. Ir. Endah Retnaningtyas 9-14 Sept. 2003
Batu Traning Agribisnis Tahap I
BPTP Jatim
30. Dra. Endang Widayati 15-23 Des. 2003
VEDC Malang Traning Agribisnis Skala Kecil
BPTP Jatim
31. Ir. Gatot Kustiono 15-23 Des. 2003
Balatkop Malang
Traning Agribisnis BPTP Jatim
32. Ir. Agus Suryadi 15-23 Des. 2003
Balatkop Malang
Traning Agribisnis BPTP Jatim
33. Ir. Paulina Evi RP, MP 15-23 Des. 2003
Balatkop Malang
Traning Agribisnis BPTP Jatim
34. Rohmad Budiono 29 Mei 2003
Batu Pelatihan Sekolah Lapang
BPTP Jatim
35. Ir. Harwanto 26-31 Mei 2003
Lolit Jeruk Batu Training of Trainess Pengelola Tanaman Terpadu Tanaman Jeruk
BPTP Jatim
36. Ir. Titiek Purbiati 26-31 Mei 2003
Lolit Jeruk Batu Training of Trainess Pengelola Tanaman Terpadu Tanaman Jeruk
BPTP Jatim
37. Ir. Heri Sutanto 26-31 Mei 2003
Lolit Jeruk Batu Training of Trainess Pengelola Tanaman Terpadu Tanaman Jeruk
BPTP Jatim
38. Yoyok Hardi M 26-31 Mei 2003
Lolit Jeruk Batu Training of Trainess Pengelola Tanaman Terpadu Tanaman Jeruk
BPTP Jatim
39 Dr. Suyamto 28 Juli-6 Okt. 2003
Jakarta Diklatpin TK II BPTP Jatim
40. Slamet Riyadi 10-13 Juni 2003
Cipayung Pelatihan Pengelola Managerial Penerimaan Negara
BPTP Jatim
41. Ir. Wigati Istuti Training Workshop on Rice Teknology Trafert Sistem in Asia
BPTP Jatim
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
80
42. Ir. Luki Rosmahani, MS 13-17 Okt. 2003
Badan Litbangtan
Latihan Ketrampilan PHT-PR
BPTP Jatim
43. Ir Diding Rachmawati 13-17 Okt. 2003
Badan Litbangtan
Latihan Ketrampilan PHT-PR
BPTP Jatim
44. Sjaiful Chanafi, S Sos 23-24 Sept. 2003
Bali Pemasyarakatan Standarisasi Pedoman Perpustakaan
BPTP Jatim
45. C.N Yuliarti 23-24 Sept. 2003
Bali Pemasyarakatan Standarisasi Pedoman Perpustakaan
BPTP Jatim
47. Hendiva Winar, SE 15-18 Juli 2003
BPTP Lembang Workshop pemanfaatan TI dan SI
BPTP Jatim
48. Indriana R.D, SP 15-18 Juli 2003
BPTP Lembang Workshop pemanfaatan TI dan SI
BPTP Jatim
49. Ir. Suwono, MP 1-12 Maret 2003
Philipina Developing BPTP Jatim
50. Ir. LY Krisnadi 1-12 Maret 2003
Philipina Developing BPTP Jatim
Tabel 19. Seminar BPTP Jawa Timur No. Topik Pembawa Waktu Unit Kerja
1. Seminar Nasional AFTA 2003
Peneliti BPTP Jawa Timur
2003 Lingkup BPTP Jawa Timur
2. Seminar Intern Hasil Litkaji 2002
Peneliti BPTP Jawa Timur
2003 Lingkup BPTP Jawa Timur
3. Seminar Nasional Sewindu BPTP Jawa Timur
2003 Lingkup BPTP Jawa Timur
Tabel 20. Makalah yang dibuat dan disampaikan oleh staf pada berbagai pertemuan
Nama Judul Makalah Acara
Dr. Suyamto Inventarisasi hasil litkaji teknologi produksi buah-buahan Prpinsi Jawa Timur
Pertemuan koordinasi keterpaduan sentra produksi buah-buahan wilayah barat(Sumatera dan Jawa). Padang 23-26 Juni 2003
Ir. Pudji Santoso, MS Kajian adopsi paket teknologi SUP kedelai di Jawa Timur
Publikasi JPPTP, PSE volume 6 No. 1 , Januari 2003
Ir. Sri Yuniastuti 1. Pengenalan dan eknologi pembibitan tanaman empon-empon
2. Teknologi sambung dini dan top working pohon buah-buahan
3. Teknologi budidaya dan pencegahan kerontokan buah mangga
1. Pelatihan di BDATPO, Ketindan Lawang
2. Temu aplikasi teknologi pertanian, Trenggalek 21 Juli 2003
3. Temu aplikasi teknologi pertanian, Nganjuk 29 Juli 2003
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
81
Ir. Roesmiyanto 1. Agroekologi tanaman kedelai
2. Perbanyakan benuh kedelai bermutu
1. Pelatihan pemandu lapangan Agribisnis tanaman pangan, Bedali 7-13 April 2003
2. sda
Dr. Suhardjo 1. Lokakarya Pengolahan Pangan, BKP Propinsi Jatim, Surabaya 27-28 Mei 2003
2. Pelatihan diLamongan
Ir. Suhardi Pasca panen dan pengolahan hasil tanaman tomat
Pelatihan PPL Diperta Kabupaten Jombang, Gudo 26 Juni 2003
Ir. Ruly Hardianto 1. Analisa profil dan prospek pengembangan peternakan di Kab. Tuban
2. Rakitan teknologi pakan lengkap
3. Pengelolaan DAS untuk pengembangan agribisnis terpadu tanaman, ternak dan industri pakan
1.Tuban
2. Blitar
3. Jasa Tirta Malang
Dr. M. Soleh 1. Budidaya kentang hubungannya dengan konservasi tanah di lahan kering dataran tinggi
2. Teknologi penanaman kubis di kawasan rawan erosi lahan kering dataran tinggi
1. Aptek Diperta Kabupaten Probolinggo
2. sda
Tabel 21. Judul makalah yang diterbitkan dalam publikasi di luar BPTP Jawa Timur
Nama Judul Makalah Acara
Ir. Titiek Purbiati Pergiwo Pergiwati, dua varietas unggul bunga mawar potong
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian vol. 25 No. 2, tahun 2003
Ir. Tri Sudaryono, MS Teknologi budidaya salak spesifik lokasi lahan kering
Temu usaha pengembangan usahatani terpadu hortikultura, ternak di lahan kering, Prigen Pasuruan 23 Juni 2003
Dra. Wahyunindyawati,
MP
Tingkat adopsi teknologi usahatani padi lahan sawah di Jatim
Publikasi JPPTP PSE vol 6 No. 2, Januari 2003
Tabel 22. Mahasiswa Penelitian/Praktek Kerja Lapang (PKL) No. Nama Mahasiswa Judul Penelitian/Pkl Pembimbing
1. Puji Astutik dkk SMK-BM Ardjuna 02.
Keuangan (PSG) Ir. Heru Samekto
2. Kristina Ardina D III Kesekretariatan Unibraw
Disiplin Kerja Pegawai di BPTP Jatim (PKL)
Dra. Iffah Irsyadina
3. Indri Faperta Unibraw
Kultur jaringan (PKL) Ir. PER. Prahardini. MP
4. Abdul Gofar dkk. Hama Penyakit Tanaman Budidaya tanaman Hortikultura (PSG)
Ir. Sarwono Ir. Heri Sutanto
5. Fekum Ariesbowo Nuraini Faperta Unibraw
Pengkajian sistem perbanyakan benih BS dan galur harapan kedelai (PKL)
Ir. Chamdi Ismail
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
82
6. Dimas Agung Baruno
Astrid Yuniar Dita Arsyanti
GIS (PKL) Ir. D.P. Saraswati
7. Dwiaji Jamal A. Ratih Nirmala Sari Ridlo Patyodi
Pengkajian sistem perbanyakan benih BS dan galur harapan padi (PKL)
Drs. Bambang Tegopati
8. Ajeng Puspaningrum Faperta Unibraw
Pemuliaan Melon *PKL) Drs. M. Sugioyarto, MP
9. Martina Ariyanti Uji multilokasi galur harapan padi (PKL) Ir. Bambang Pikukuh
10. Yulia Hafida Uji multilokasi galur harapan jagung (PKL) Ir. Bambang Pikukuh
11. Yuyun Bintariwati Faperta Unibraw
Uji ketahanan 11 galur harapan padi terhadap penyakit bercak coklat (PKL)
Ir. Sarwono
12. Siti Nur Khomsatun Faperta Unibraw
Seleksi ketahanan 12 varietas padi terhadap hawar daun bakteri (PKL)
Ir. Sarwono
13. Jun Hariyanto dkk SMK Tekung Lumajang
Pembibitan tanaman hias (PKL) Ir. Sarwono Ir. Heri Sutanto
14. Rusi Trisnawati dkk. SMK Kosgoro 4 Karangploso 4
Keuangan (PSG) Ir. Heru Samekto
15. Trudo Dwi Rendra dkk Faperta Unibraw
Komunikasi dan Penyuluhan (PKL) Dra. Endang Widajati Dra. Yulfah
16. Fathkiyatul dkk. School of Business
Komputer (OJT) Dra. Yulfah
17. Kristian Dony Briyan Cahya Putra Fapetta UMM
Produk olahan tepung Casava dan produk lain (PKL)
Dr. Suhardjo
18. M. Masruri B, dkk/ FMIPA Unisma
Pengkajian sistem perbanyakan benih BS kedelai
Ir. Chamdi Ismail
19. Dwi Estuning Hidayah Yunika Sariana Dewi Faperta UWIGA
Pengaruh komposisi media tumbuh pada pembibitan cabai (PKL)
Ir. Endang PK, MS
20. Yudha Hutomo dkk. FMIPA UN Surabaya
Pengkajian dan pengembangan model usahatani terpadu padi-udang windu di lahan sawah irigasi (PKL)
Ir. Anang Muhariyanto
21. Citra Okta S DIII Faperta Unibraw
Kultur jaringan (Magang Tugas Akhir) Ir. PER Prahardini, MP
22. Indah Kusuma Nurhadi DIII Faperta Unibraw
Uji adaptasi Sedap Malam (magang tugas akhir)
Sri Zunaini Saadah, SP
23. Ilham Nur Ardhi W. Faperta Unibraw
Heterosis Sifat hasil pada p[ersilangan tiga galur tanaman melon (skripsi)
Drs. M. Sugiyarto, MP
24. Nur Cholistyani Basuki Univ. Neger Surabaya
Respon morfologi anatomi dan fisiologi kedelai terhadap cekaman air (skripsi)
Ir. Lulus Sunaryo, MP
25. Rika Yohanawati UPN Veteran Surabaya
Pengaruh penambahan ZPT, NAA dan BAP dalam medium differensiasi thd pertumbuhan planlet Anggrek Dendrobium sp. (skripsi)
Ir. PER. Prahardini, MP
26. Sri Astutining P, Pareta Unibraw
Penggunaan berbagai macam ZPT untuk mempercepat pembungaan dan meningkatkan hasil bunga sedap malam varietas Roro Anteng (skripsi)
Ir. PER Prahardini, MP
3.4.2. Kegiatan Kerjasama dengan Pihak Ketiga
Kegiatan kerjasama penelitian/pengkajian BPTP Jatim dengan Pihak
Ketiga selama setahun terakhir sebagian besar adalah kegiatan pengujian pupuk
alternatif dan pestisida. Kerjasama penelitian/pengkajian dengan Pemerintah
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
83
Daerah, antara lain dengan Pemerintah Propinsi, melalui Dinas-dinas teknis yang
ada dan juga dengan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Secara ringkas dibawah ini disajikan berbagai kegiatan kerjasama dengan
pihak swasta, pemerintah daerah Propinsi maupun Kabupaten beserta hasilnya.
Tabel 23. Rekapitulasi kegiatan kerjasama dengan Swasta Tahun 2003
No Judul Kegiatan Kerjasama Sumber dana Pihak yang
terkait dalam kegiatan
Hasil Pengujian
01. Pengujian pupuk Grand-16,
pada bawang merah
PT. Tanido Subur
Prima,Surabaya
Dr.F. Kasijadi Pemberian pupuk majemuk
Tanigro dosis 900 kg/ha + pupuk
Gardena dosis 3,8 l/ha dan Tanimic
3,8 l/ha yang disemprotkan 4 kali
memberikan hasil umbi kering
bawang merah tertinggi dan paling
menguntungkan
02. Pengujian pupuk Grand-16
pada timun
sda Ir.Al. Gamal
Pratomo
Pemberian pupuk Grand 16 500
kg/ha ditambah penyemprotan 1
ml/l pupuk daun Tanivit sesuai
aturan mampu berproduksi cukup
tinggi dan dapat disarankan
sebagai alternatif pemupukan
tanaman timun.
03. Pengujian pupuk Grand-16
pada tomat
sda Ir. Luki
Rosmahani, MS
Pemberian pupuk majemuk
Tanigro 16-16-16 dosis 350 kg/ha,
pupuk mikro spesial Fitonik doasis
4,2 t/ha dan pupuk daun Tanivit
dosis 4,2 t/ha yang disemprotkan 4
kali selama pertumbuhan tanaman
tomat dapat disarankan untuk
digunakan petani.
04. Pengujian pupuk ZK-Plus
terhadap tanaman padi
PT, Molindo Raya
Industrial
Ir. Mardjuki Pemupukan 100 kg ZK-Plus/ha
dibarengi dengan 100 kg SP-36/ha,
rata-rata mampu meningkatkan
hasil gabah secara nyata sebesar
15,9 % dibandingkan tanpa ZK-
Plus.
05. Pengujian pupuk ZK-plus
terhadap tanaman bawang
merah
sda Dr.F. Kasijadi Pada tanah tingkat kesuburan
tanah sedang, pemberian 300 kg
Urea + 300 kg ZA + 200 kg SP-36
+ 400 kg ZK-Plus/ha menghasilkan
umbi kering bawang merah
tertinggi, tetapi hasilnya tidak
berbeda dengan pemupukan 200
kg Urea+500 kg ZA+200 kg SP-
36+225 kg KCl/ha. Pupuk ZK-Plus
dapat digunakan sebagai salah
satu alternatif sumber hara kalium
dan sulfur bagi tanaman bawang
merah.
06. Pengujian pupuk ZK-Plus
terhadap tanaman kentang
sda Ir.Al. Gamal
Pratomo
Pemupukan kentang dengan dosis
1300 kg ZA + 280 kg SP-36 + 150--
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
84
300 kg ZK-Plus/ha dapat
digunakan sebagai alternatif
pemupukan pada tanaman
kentang
07. Pengujian pupuk ZK-Plus
terhadap tanaman kubis
sda Drs.M.Sugiyarto,
MP
Pemberian pupuk ZK-Plus dosis 200 kg/ha ditambah 180 kg urea + 75 kg ZA + 350 kg SP-36 memberikan produksi cukup tinggi, sehingga dapat disarankan sebagai pupuk alternatif.
08. Pengujian pupuk ZK-Plus
terhadap tanaman cabe
merah
sda Ir.Endang PK, MS Pemupukan cabe merah dengan
dosis 200 kg Urea + 400 kg ZA +
350 kg SP-36 + 500 kg ZK-Plus/ha
menghasilkan produksi 16,52 t/ha.
09. Pengujian pupuk NPK
Pelangi dan Urea Granul
pada padi dan jagung
PT. Pupuk Kaltim
Tbk
Dr. Suyamto Untuk tanaman padi di Blitar dosis pupuk Urea granul yang optimal adalah 200 kg/ha diberikan dua kali. Dosis NPK Blending yang optimal adalah 400 kg/ha diberikan dua kali ditambah 25 kg/ha Urea granul. Untuk padi di Jombang, dosis Urea granul yang optimal mencapai 350 kg/ha diberikan dua kali, sementara untuk NPK Blending sebesar 400 kg/ha satu kali pemberian ditambah 150 kg Urea granul/ha. Untuk tanaman jagung, dosis NPK Blending optimal di Tuban sebesar 400 kg/ha diberikan dua kali ditambah 25 kg Urea Granul. Tanaman jagung di Mojokerto dosis NPK Blending optimal mencapai 400 kg/ha ditambah 100 kg Urea granul/ha.
10. Pengujian PPC Ultra Grow
terhadap tanaman Melon
CV. surya Agung Drs. M. Sugiyarto,
MP
Pupuk Cair Ultra Grow 1 cc/l
diberikan setelah umur 28 hari +
NPK anjuran berpengaruh pada
pertumbuhan panjang/ tinggi
tanaman, luas dan berat daun.
11. Pengujian PPC Permata
terhadap tanaman kacang
tanah
CV. surya Agung Ir. Suwono, MP Pemberian PPC Permata 2,0 ml/l
air atau setar dg 1200 ml/ha
dibarengi pemupukan 50 kg Urea +
75 kg SP-36 + 50 kg KCl/ha
mampu menghasilkan kacang
tanah paling tinggi (2,57t/ha) dan
berpengaruh nyata dibandingkan
kontrol (tanpa NPK dan tanpa PPC
Permata)
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
85
12. Pengujian PPC Multihara
pada tanaman padi
CV. Surya Inti
Sejati, Banyuwangi
Ir. Zainal Arifin, MP Penambahan pupuk organik cair
Multihara sebanyak 4 cc/l dapat
menghemat separuh kebutuhan
pupuk anorganik (Urea 150
kg/ha+SP-36 37.5 kg/ha+KCl 37.5
kg/ha) di lokasi Pasirian, di
Sumbersuko diperlukan pupuk
anorganik sesuai rekomendasi dan
penambahan 1 cc/l Multihara dapat
menaikkan 11 % gabah.
13. Pengujian pupuk Phonska
terhadap pertumbuhan
tanaman bawang merah
PT. Petrokimia
Gresik
Dr. QD.
Ernawanto
Dosis optimal pupuk Phonska
sebesar 850 kg/ha mampu
meningkatkan produksi bawang
merah sebesar 5,09 %
dibandingkan dengan penggunaan
pupuk sesuai rekomendasi (500 kg
ZA+ 200 kg Urea + 250 SP-36 +
150 kg KCl) / ha
14. Pengujian pupuk Phonska
terhadap pertumbuhan
tanaman kentang
sda Ir. Al. gamal
Pratomo
Pemberian pupuk Phonska 480
kg/ha + 720 kg ZA /ha dapat
disarankan sebagai alternatif
pemupukan kentang
15. Pengujian pupuk Phonska
terhadap pertumbuhan
tanaman cabe merah
sda Ir. Endang Pratiwi
Kusumainderawati
, MS
Pada tanah tingkat kesuburan
sedang pemberian 1100 kg NPK
Phonska + 917 kg ZA/ha dapat
memberikan produksi cabai besar
secara naksimum dan
meningkatkan hasil 94,9% dari
tanpa pupuk. Apabila harga pupuk
NPK Phonska Rp. 1700,- /ka dan
harga cabai besar Rp. 3000,-/ka,
keuntungan maksimum dicapai
dengan pemupukan 1050 kg NPK
Phonska + 875 kg ZA/ha.
16. Pengujian efikasi zat
pengendali tunas Fair 85 dan
fair FST-7 terhadap
pertumbuhan tunas samping
tanaman tembakau Virginia
PT. Forum Bintang
Perkasa
Dr. Ir. Gatot
Kartono, MS
Zat pengendali tunas yang dapat
digunakan yaitu FST-7 dg
konsentrasi 6-8%, Fair 85 dg
konsentrasi 6% serta Hylan 715 EC
dg konsentrasi 4% dapat
digunakan untuk pengendalian
tunas ketiak tanaman tembakau
Virginia
17. Pengujian pupuk Ostindo
pada padi
PT. Anugerah
Mustika Ostindo
Dr. M. Soleh Penyelesaian laporan
18. Pengujian pupuk Ostindo
pada mangga
PT. Anugerah
Mustika Ostindo
Dr. M. Soleh Penyelesaian laporan
19. Pengujian pupuk Amonium
Sulfat terhadap padi, jagung
dan bawang merah
PT. Cheil Samsung
Indonesia
Dr. M. Soleh Penyelesaian laporan
20. Pengujian formula pupuk
Cornalet pada tanaman
jagung
PT. Saraswanti
Anugerah Makmur
Ir. Suwono, MP Masih berjalan
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
86
Tabel 24. Kerjasama dengan Instansi Pemerintah Kabupaten dan Kota se
Jawa Timur. No Judul Kegiatan Penyandang Dana Nomor/Tanggal Kontrak Jangka Waktu
01 Pengkajian peningkatan kualitas bunga sedap malam dan buah mangga di Kabupaten Pasuruan
Badan Pengembangan Sumberdaya Daerah Kabupaten Pasuruan
074/III.I/424.085/2003 April – Desember 2003
02 Pengkajian pengembangan model usahatani terpadu tanaman pangan-ternak di lahan sawah irigasi
Dinas Pertanian Tanaman kabupaten Lumajang
LB.310.0302.5.5. Maret-Desember 2003
03. Pengkajian peningkatan produksi hortikultura ramah lingkungan, kebun bibit desa dan pengembangan kebun campur kawasan Panderman
Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Batu
520/266/422.105/2003 Mei-Desember 2003
04. Perbanyakan bibit duku varietas lokal Pranggahan Kulon Kabupaten Tuban
Kantor Informasi Penyuluhan Pertanian Kabupaten Tuban
April-Desember 2003
05. Analisis kualitas susu dari Jawa Timur
Balai Penelitian Veteriner
1000/RC.220/B2.5.2/ 2003
Januari-Desember 2003
06 Pemetaan kesuburan tanah lahan sawah di Kabupaten Blitar untuk penyusunan rekomendasi pemupukan spesifik lokasi
Balitbangda Kabupaten Blitar
545/127/A/Balitbangda/APBN/ 2003
April-Desember 2003
07. Penyusunan studi pemanfaatan limbah pertanian sebagai bahan baku pakan ternak complete feed
Bappeda kabupaten Tuban
602.1/469/414.101/ 2003
Mei-September 2003
08. Pengembangan Model Agroindustri Pengolahan Tepung Cassava skala kecil
Diperta Kab. Tulungagung dan Kab. Magetan
- Juni – Desember 2003
09. Pewilayahan Zona Agroekologi Kab. Lumajang
Diperta Kab. Lumajang
- Desember 2003
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
87
2.4.2.1. Pengkajian Sistem Usaha Perkebunan Berbasis Kakao Rakyat Berwawasan Agribisnis di Kabupaten Trenggalek dan Pacitan
Usaha tanaman Kakao (Theobroma Cacao L.) akhir-akhir ini sangat
diminati petani karena harganya semakin membaik. Tingkat produktivitas
usahatani kakao yang dilaksanakan petani relatif masih rendah dan masih dapat
ditingkatkan melalui rekayasa teknologi. Demikian pula dengan tingkat
pendapatannya masih dapat ditingkatkan melalui rekayasa sosial, ekonomi dan
rekayasa nilai tambah. Pengkajian sistem usaha perkebunan Berbasis Kakao
Rakyat Berwawasan Agribisnis dilaksanakan pada lahan petani di dua wilayah
KIMBUN yaitu di desa Kendalrejo, Durenan, Trenggalek pada kelompok tani
Randu Agung dan desa Wonoanti, Tulakan, Pacitan pada kelompok tani Gemah
Ripah III dengan total luas pengkajian 12 ha (masing-masing kabupaten 6 ha).
Beberapa cakupan kegiatan yang dilaksanakan meliputi : identifikasi potensi dan
permasalahan pengembangan usahatani kakao rakyat; pengembangan teknologi
budidaya kakao rakyat, uji coba beberapa komponen teknologi yang mendukung
upaya peningkatan nilai tambah usaha tani kakao rakyat dan peningkatan kualitas
SDM petani kakao. Dari hasil analisis SWOT berdasarkan potensi dan
permasalahan yang ada maka strategi yang diambilkan untuk meningkatkan
produktivitas, efisiensi, pendapatan dan keberlanjutan usahatani kakao rakyat
dan pelaksanaan usahatani secara terpadu. Hasil pengkajian menunjukkan
bahwa dengan perbaikan dan pengembangan teknologi pemangkasan naungan,
produksi dan pemangkasan pemeliharaan serta pemupukan sesuai dosis anjuran
(analisis tanah) dan PHT (utamanya sanitasi kebun) dapat meningkatkan jumlah
biaya yang dihasilkan sebanyak 17,5% (Pacitan) dan 13,7% (Trenggalek).
Pengolahan biji kakao melalui fermentasi di Pacitan sudah cukup baik sesuai
permintaan mitra usaha / pasar. Sedangkan untuk Trenggalek walaupun pembeli
tidak mempersoalkan biji kakao di fermentasi / tidak namun untuk meningkatkan
nilai tambah ke pembeli / pasar tertentu maka perlu difermentasi secara benar /
baik (fermentasi selama 4 hari). Upaya meningkatkan nilai tambah usahatani
kakao dapat pula dilakukan melalui usahatani kakao yaitu dengan
mengintensifkan cabang usaha lain yang dikuasai petani yaitu usaha ternak
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
88
ruminansia (sapi dan atau kambing) serta usahatani tanaman naungan (kelapa).
Di bidang pemasaran hasil perlu ditingkatkan posisi tanam petani baik terhadap
mitra usaha / pasar maupun dengan para pedagang kakao yang beroperasi di
lokasi pengkajian. Dalam pengembangan pasar dihadapkan pada permasalahan
kuantitas dan kontinyuitas produksi biji kakao. Peningkatan kualitas SDM
dilakukan baik secara formal maupun informal. Secara formal melalui pertemuan-
pertemuan pembinaan petani (6 kali pertemuan) serta pertemuan aplikasi
teknologi dan temu lapang masing-masing sebanyak 1 kali pertemuan, non formal
dilakukan pada saat-saat kunjungan ke kebun atau ke rumah petani. Materi
pembinaan berupa alih teknologi usahatani kakao baik teknologi pra produksi,
produksi pasca panen maupun pembinaan / bimbingan pemasaran Materi
diberikan baik secara teori maupun praktek.
3.4.2.2. Pengelolaan Agroekologi Pertanaman Kakao Rakyat Terhadap Perkembangan Hama Helopeltis Spp
Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang saat ini
mempunyai nilai ekonomi tinggi. Sebagian besar tanaman kakao di Jawa Timur
adalah merupakan tanaman perkebunan rakyat. Salah satu kendala yang
menyebabkan rendahnya produksi kakao antara lain adalah kurangnya
pengelolaan agroekosistem kebun, sehingga memungkinkan terjadinya serangan
hama dan penyakit. Untuk menanggulangi hal ini telah dilakukan suatu
pengkajian pada pertanaman kakao rakyat. Pengkajian dilaksanakan di Desa
Sumberingin, Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek. Luas lahan adalah
0,5 ha yang terdiri dari 350 pohon kakao umur 7 tahun. Perlakuan yang dicoba
adalah penerapan pengelolaan agroekosistem kebun (teknologi introduksi) dan
teknologi petani setempat sebagai pembanding. Hasil pengkajian menunjukkan
bahwa pengelolaan agroekosistem kebun dapat menurunkan intensitas serangan
kepik penghisap buah kakao : Helopeltis spp. menjadi sebesar 1,4 – 9,35 %.
Sedangkan pada lahan yang dikelola dengan cara petani setempat, intensitas
serangan mencapai 14,95%. Informasi lain yang didapatkan adalah tingkat
preferensi serangan hama Helopeltis spp. pada buah kakao berwarna hijau
dengan permukaan buah licin lebih tinggi (45 %) dibandingkan buah kakao
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
89
berwarna merah dengan permukaan kulit buah tidak licin (19,3 %). Pemahaman
petani tentang pengelolaan agroekosistem kebun kakao meningkat setelah
diadakan pengkajian di lokasi petani setempat.
3.4.2.3. Peningkatan Mutu Buah Mangga Arumanis untuk Pasar Swalayan/Toko Buah
Tujuan penelitian adalah mendapatkan paket teknologi penanganan pasca
panen buah mangga Arumanis yang menghasilkan buah berkulit mulus, ukuran
dan bentuknya seragam serta tingkat ketuaannya optimal, sehingga dapat
diterima oleh pasar swalayan atau toko buah. Penelitian dilakukan di kebun
percobaan Kraton, Pasuruan sejak bulan April sampai Desember 2003.
Perlakuan yang diberikan terhadap buah mangga Arumanis adalah 1) Kontrol
(buah dipanen dan diperlakukan seperti cara petani/pedagang setempat), 2) Petik
sarung tangan (buah dipanen dan diperlakukan secara khusus meliputi a)
penggunaan sarung tangan bagi petugas yang melakukan penanganan, b) petik
pilih pada tingkat ketuaan optimal (umur + 85 hari dari buah sebesar kedelai) dan
dilakukan antara jam 10.00 sampai 16.00, c) mengikutsertakan tangkai yang
panjang (+ 10 cm) pada buah yang dipetik, d) melakukan seleksi, grading dan
pemotongan tangkai di atas ruas absisi dan e) mengemas buah dengan
menggunakan liner, dan 3) Buah di kerodong, petik sarung tangan ( buah di
panen dan diperlakukan secara khusus meliputi a) pengkerodongan buah di
lapang b) penggunaan sarung tangan bagi petugas yang melakukan penanganan
c) petik pilih pada tingkat ketuaan optimal (umur + 85 hari dari buah sebesar
kedelai) dan dilakukan antara jam 10.00 sampai 16.00, d) mengikutsertakan
tangkai yang panjang (+ 10 cm) pada buah yang dipetik, e) melakukan seleksi,
grading dan pemotongan tangkai di atas ruas absisi dan f) mengemas buah
dengan menggunakan liner. Sebanyak 10 tanaman mangga Arumanis yang
berumur 7-10 tahun dan berkeragaan pendek dipilih dan diamati saatnya
berbunga. Saat buah sebesar biji kedelai buah diberi tanda dan saat berumur + 3
minggu 1/3 populasi buah diberi kerodong kertas semen untuk perlakuan
pengkerodongan buah. Sisa buah yang ada digunakan untuk 2 perlakuan lainnya.
Buah dipanen pada tingkat ketuaan optimal kemudian diperlakukan, dikemas dan
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
90
dibawa ke lokasi pemasaran. Pengamatan dilakukan terhadap kualitas buah (fisik
dan kimia) setelah panen, saat matang optimal dan saat mulai over ripe,
kemulusan kulit buah (ada tidaknya bedak buah, kerusakan karena serangan
hama/penyakit) serta preferensi konsumen. Sebagai pembanding dilakukan juga
perlakuan yang sama terhadap mangga Malgova dalam jumlah yang kecil (20
buah, dalam 1 tanaman). Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan
analisis perbandingan dan diuraikan secara deskriptif. Hasilnya menunjukkan
bahwa buah yang dikerodong mempunyai warna kulit yang lebih muda dari pada
yang tidak dikerodong dan sampai buah mencapai matang optimal, buah
mempunyai sifat kimiawi, rasa dan flavor yang normal. Konsumen yang familiar
dengan buah mangga lebih menyukai mangga yang tidak dikerodong dari pada
yang dikerodong, karena warna kulit buah yang dikerodong lebih muda. Untuk
konsumen awam yang tidak familiar dengan buah mangga, pilihan buah terutama
didasarkan pada ukuran buah yang besar (berat > 350 - < 500 gr), seragam,
bersih dengan ketuaan yang cukup. Paket teknologi penanganan pasca panen
buah mangga Arumanis untuk kebun dengan perawatan intensif dan tingkat
serangan hama/penyakit rendah serta buah ditujukan untuk pasar menengah ke
atas/pasar swalayan adalah buah tidak dikerodong, dipetik dengan tangan
menggunakan sarung tangan, tangkai buah dipetik datas ruas absisi pada tingkat
ketuaan optimal, panen dilakukan pada jam 10.00 – 16.00, buah diseleksi,
digrading dan dikemas menggunakan liner. Untuk pertanaman mangga Arumanis
di lokasi dengan tingkat serangan hama/penyakit tinggi atau kebun yang tidak
dirawat intensif dan buahnya ditujukan untuk pasar yang sama, paket teknologi
penanganan pasca panen yang dianjurkan sama, tetapi buah perlu dikerodong
sejak berumur + 3 minggu.
3.4.2.4. Studi Potensi Pengembangan Industri Pakan dari Bahan Baku Lokal di Kabupaten Sumba Timur
Kabupaten Sumba Timur Propinsi Nusa Tenggara Timur diperkirakan
memiliki potensi bahan baku sumber serat mencapai 1.136.565 ton/tahun,
sumber energi sebesar 2.555.430 ton/tahun, sumber protein sebesar 24.023
ton/tahun, dan sumber mineral sebesar 630 ton/tahun. Bahan sumber serat,
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
91
seperti jerami padi, jerami kedelai, jerami jagung dihasilkan hampir di seluruh
wilayah kecamatan, sedangkan limbah agroindustri umumnya dihasilkan oleh
daerah sekitar kota Waingapu. Jenis-jenis pakan yang potensial untuk
dikembangkan berdasarkan ketersediaan bahan baku dan potensi pasarnya
adalah konsentrat, complete feed dan sumber serat. Estimasi kebutuhan pakan
atas dasar populasi ternak ruminansia diperkirakan untuk konsentrat + 10.850
ton/tahun, complete feed + 88.560 ton/tahun dan sumber serat + 29.150
ton/tahun. Untuk mengatasi kekurangan nutrisi pakan, masih diperlukan
suplementasi berupa penambahan bahan-bahan berkualitas tinggi untuk
melengkapi kekurangan nutrisi limbah pertanian. Aplikasi teknologi pembuatan
pakan lengkap atau complete feed merupakan salah satu alternatif yang dapat
dipilih dalam mendukung penyediaan pakan sepanjang tahun. Komponen bahan
baku yang masih perlu didatangkan dari luar daerah antara lain sumber protein,
lemak dan vitamin. Program jangka panjang untuk mendukung peningkatan
potensi bahan baku lokal serta jaminan keberlanjutan proses produksi pakan,
maka diperlukan upaya pengembangan tanaman strategis seperti ubikayu dan
jagung secara luas di wilayah Kabupaten Sumba Timur. Secara bertahap perlu
pula dikembangkan investasi di bidang agroindustri pengolahan ubikayu dan
jagung untuk menghasilkan produk tepung sebagai produk utama, dan limbahnya
digunakan untuk mendukung produksi pakan.
3.4.2.5. Pengembangan Sistem Integrasi Terpadu Tebu-Ternak-Industri Pakan Melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan di PG.Jatitujuh
Pengembangan sistem integrasi terpadu tebu-ternak-industri pakan telah
memberikan dampak positif terhadap tumbuh dan berkembangnya kegiatan
agribisnis ternak domba di masyarakat sekitar kawasan kebun tebu PG.Jatitujuh.
Model beternak sistem kering dengan menggunakan pakan lengkap (complete
feed) menjadi alternatif pengembangan agribisnis ternak domba oleh para
peternak binaan. Untuk mengkoordinasikan dan mengakomodasikan kebutuhan
para peternak serta pelaku agribisnis berbasis teknologi complete feed, maka
perlu dibentuk kelembagaan peternak. Guna meningkatkan optimasi
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
92
pemanfaatan limbah daun tebu, limbah pertanian dan limbah agroindustri gula
untuk produksi complete feed, diperlukan mobilisasi dan manajemen limbah,
serta pengadaan alat dan mesin pengolahan yang tepat guna, murah dan
terjangkau untuk skala kelompok tani di pedesaan.
3.4.2.6. Pemetaan Kesuburan Tanah Lahan Sawah Dan Sistem Produksi Padi Di Jawa Timur
Produksi padi sawah saat ini menunjukkan penurunan pada setiap musim
tanam. Peningkatan produksi dapat dicapai apabila takaran pemberian pupuk
selalu ditingkatkan. Dengan kondisi seperti ini maka petani menggunakan pupuk
berlebihan dan selalu ditingkatkan untuk mencapai produksi yang sama dibanding
musim tanam sebelumnya. Hal ini berarti efisiensi pupuk yang diberikan menjadi
sangat rendah. Pemupukan tidak didasarkan atas tingkat kesuburan tanah, hal
ini disebabkan oleh belum adanya peta kesuburan tanah sawah. Kenyataan di
lapangan petani menggunakan pupuk N (Urea + ZA) cenderung berlebihan
hingga lebih 700 kg/ha.
Kegiatan ini bertujuan mengetahui tingkat kesuburan tanah lahan sawah
(hara BO, P, K, SO4, dan Zn) dan sistem produksi padi yang diterapkan petani.
Memetakan (secara eksploratif) tingkat kesuburan tanah lahan sawah pada skala
1:100.000. Menyediakan informasi dasar guna menyusun acuan pemupukan
spesifik lokasi untuk padi sawah atas dasar tingkat kesuburan tanah/status hara
dalam tanah.
Contoh tanah diambil dari lapangan secara komposit pada luasan 350
hektar satu contoh. Selanjutnya dianalisis di Laboratorium untuk menentukan
status haranya. Teknologi Sistem Usahatani Padi diperoleh dengan cara
wawancara dengan petani di lokasi di mana contoh tanah diambil.
Dari enam Kabupaten yang diambil contoh tanahnya, baru empat
Kabupaten yang telah selesai dianalisis dan ditentukan status kesuburannya yaitu
Kabupaten Bojonegoro, Magetan, Tulungagung, dan Blitar. Kandungan bahan
organik di empat Kabupaten mempunyai status sangat rendah hingga sedang.
Dari total luas sawah yang diambil contohnya, 67.550 hektar (58,3%) berstus
sangat rendah; 47.25 hektar (40,8%) rendah dan seluas 1.050 hektar (0,9%)
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
93
mempunyai status sedang. Hara Fosfat, seluas 700 hektar (0,6%) berstatus
rendah; status sedang seluas 11.550 hektar (10,0%); tinggi seluas 31.500 hektar
(27,2%); dan seluas 72.100 (62,2%) mempunyai status sangat tinggi. Kalium,
seluas 4.200 (3,6%) mempunyai status sangat rendah; 92.400 hektar (79,8%)
rendah; 15.400 hektar (13.3%) berstatus sedang dan seluas 3.150 hektar (2,7%)
tinggi serta 700 hektar (0,6%) mempunyai status sangat tinggi. Hara Sulfat,
sangat rendah seluas 42.350 hektar (36,6%); rendah 55.650 hektar (48,0%);
sedang 14.700 hektar (12,7%); tinggi seluas 1.400 hektar (1,2%) dan seluas
1.750hektar (1,5%) mempunyai status sangat tinggi. Hara seng seluas 49.350
hektar (42,6%) berstatus sangat rendah; 47.600 hektar (41,1%) rendah dan
seluas 18.900 hektar (16,3%) mempunyai status sedang. Teknologi Usahatani
Padi dan tingkat produktivitas padi di enam Kabupaten sangat beragam sehingga
perlu dilakukan identifikasi secara khusus untuk penerapan teknologi yang
bersifat spesifik lokasi.
3.4.2.7. Penelitian Komunitas Ikan pada Terumbu Buatan di Perairan Pantai Sendang Biru, Malang
Perairan Sendang Biru merupakan salah satu base penangkapan ikan di
daerah Malang. Perkembangan sektor perikanan di daerah ini sangat pesat,
sehingga berdampak terhadap struktur dan kondisi terumbu karang yang ada.
Dengan terjadinya kerusakan ekosistem terumbu karang mengakibatkan hasil
tangkapan khususnya ikan karang di daerah ini semakin menurun. Untuk
mempertahankan dan memulihkan kembali kondisi terumbu karang yang ada
maka pada bulan Juli 2002 telah dipasang terumbu Buatan dari bahan beton
semen sebanyak 2 unit pada kedalaman 5 meter dan 10 meter. Pemantauan
komunitas ikan pada terumbu buatan tersebut dilakukan pada bulan Nopember
2003. Metode yang digunakan adalah sensul visual dengan alat bantu scuba
diving. Dari hasil sensul visual secara keseluruhan diketahui bahwa pada
terumbu karang alam ditemukan 33 jenis ikan dari 13 famili dan pada terumbu
buatan ditemukan 21 jenis dari 10 famili. Dilihat dari pola sebarannya, dapat
diketahui bahwa sebagian besar dari ikan yang terdata sangat tertarik terhadap
terumbu buatan
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
94
3.4.2.8. Studi Tentang Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Pantai Desa Gelung Kabupaten Situbondo (Jawa Timur)
Perairan desa Gelung merupakan salah satu base penangkapan ikan di
daerah Situbondo. Terdapat berbagai tipe dan jenis terumbu karang dengan
keaneka-ragaman biotanya yang tinggi. Perkembangan sektor perikanan di
daerah ini sangat dinamis bahkan dapat dikatakan sangat pesat, sehingga sangat
mengkhawatikan keberadaan struktur dan kondisi terumbu karang yang ada.
Hasil tangkapan khususnya ikan karang di daerah ini semakin menurun dan ini
sangat erat kaitannya dengan kondisi terumbu karang yang ada. Dari fenomena
yang ada teridentifikasi bahwa telah terjadi kerusakan terumbu karang yang
cukup serius, namun belum diketahui sampai sejauh mana tingkat kerusakan
tersebut. Untuk mengetahui kondisi terumbu karang di perairan desa Gelung
telah dilakukan observasi secara sensus visual. Pengamatan dilakukan pada 6
(enam) titik stasiun terpilih secara random sampling dengan menggunakan
metode transek garis sepanjang 100 meter untuk setiap titik stasiun. Dalam
sensul visual kriteria dari kondisi terumbu karang yang diamati meliputi penutupan
dan jenis karang hidup. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tutupan karang
dari seluruh stasiun pengamatan hampir semuanya berada pada kondisi rusak
berat (tutupan < 25 %), kecuali pada stasiun 4 dengan kedalaman 6 meter kondisi
karangnya adalah sedang (tutupan > 25 %). Berdasarkan hasil penelitian tersebut
dapat ditarik kesimpulan bahwa terumbu karang di perairan desa Gelung telah
mengalami degradasi yang cukup berat dan perlu dengan segera diupayakan
rehabilitasi. Dianjurkan dalam melakukan rehabilitasi terumbu karang
menggunakan metode yang mengarah pada pembinaan masyarakat sekitar,
sehingga pengelolaan terumbu karang dapat berlangsung sesuai dengan
komonitas yang ada.
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
95
3.5. SARANA
3.5.1. Daftar Inventaris Peralatan Laboratorium, Bengkel dan Kebun Percobaan (per 31 Desember 2003)
Laboratorium/Kebun Percobaan Jenis Barang Kondisi
1. Bioteknologi 1. Shaker (besar) Baik 2. Shaker reciproc (2 buah) Rusak 3. Autoclave Baik 4. Laminar Air Flow (2) Rusak 5. Timbangan Sartorius (2 buah) Rusak 6. Microscope Rusak 7. Magnetic Stirrer Baik 8. pH Meter Rusak 9. Water distilator Rusak 10. Almari es (2 buah) Rusak 11. Kompor gas Baik 12. Growth chamber Baik 13. DNA sequizer Baik 2. Agronomi 1. Kulkas 1 pintu Baik 2. Oven Rusak 3. Exikator Ø 25 cm Rusak 4. Triple Balance 5. Timbangan 10 kg Tidak ada 6. Timbangan 50 kg Rusak 7. Kompor gas Rusak 8. Timbangan digital 9. Pengukur kadar air 10. Glass ware
Petridish Gelas ukur
kurang kurang
11. Alat Pemotong (pisau, gunting) 12. Termometer Max-min 13. Meja berlapis alumunium ada Mortar 3. Tanah 1. AAS Baik 2. Spectrophotometer Baik 3. Destilator Baik 4. Touch Mixer Baik 5. Magnetic Stirrer Baik 6. Hot plate Baik 7. Analitical Balance Baik 8. Horizontal Shaker Baik 9. Lemari Asam Baik 10. Ph Meter Baik 11. Grinder Baik 12. Oven Baik 13. Block Digester Baik 14. Hot Plate with strirer 15. Hot Plate 16. Soil Hydrometer
17. Fum Hood
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
96
4. Pengolahan Data &
Analisa data
1. Personal Computer Set Baik 2. Plotter DesignJet HP Baik 3. Sofware Word Processor Baik 4. Sofware Spread Sheet Baik 5. Sofware Data Base Relational Baik 6. Sofware Image Processing Baik 7. Sofware Statistik Baik
8. Sofware Geographyc Information System (GIS) 5.Diseminasi Wonocolo 1. Alat Pemancar Rusak 2. Brandkas (Lemari besi) Baik 3. Computer Rusak 4. Faximili Baik 5. Filling Cabinet Baik 6. Kipas Angin Rusak 7. Lemari es Baik 8. Mesin ketik Rusak 9. Mesin Stensil Rusak 10. Tustel Kamera Baik 11. Pesawat Telepon Baik 12. Water Pump Baik 6. Teknologi Hasil 1. Analitical balance (Metter AE-160) Rusak 2. Analitical balance (Ohause) Rusak 3. Autoclave Baik 4. Autoclave Baik 5. Centrifuge Baik 6. Drier Baik 7. Furnace (hotspot) Sedang 8. Haemocytometer (Attago N-2) Baik 9. Hand refractometer (Attago N-2) Baik 10. Hotplate Baik 11. Mikroskop Baik 12. Moisture tester Baik 13. Oven Baik 14. Penetrometer (Efferi) Baik 15. Penetrometer (Sur) Baik 16. Penggoreng abon Baik 17. Penutup kaleng Baik 18. Perajang bawang Baik 19. Presser (minyak) Baik 20. Slingpsycrometer Baik 21. Spectrophotometer Baik 22. Spinner Baik 23. Timbangan (Ohause, kasar) Baik 24. Timbangan (Krups, kasar) Rusak 25. Top loading (Ohause-400) Rusak 26. Vacuum frying Baik 27. Viscosimeter Rusak 28. AC Split 1 1/2 PK Daikin Baik 29. Laboratory mill Baik 30. Almari Arsip Baik 31. Filling Kabinet Baik 7. Pemuliaan/Benih 1. Growth chamber 2. Oven Kurang baik 3. Kulkas Baik
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
97
8. Hama/Parasitologi 1. Mikroskop binokuler Baik
2. Mikroskop monokuler Baik
3. Centrifuge Rusak
4. Oven Baik
5. Auto clave Baik
6. Water bath Baik
7. Laminar Air Flow Baik
9. Bengkel/Pergudangan
1. Gerinda listrik stasioner TNW Baik
2. Sander Melabo Baik
3. Gerinda/Gerinda tangan Melabo Baik
4. Bor tangan (mekanik) Baik
5. Bor listrik (hand bor) Baik
6. Sirkel listrik Baik
7. Alat pembengkok pipa/besi Baik
8. Toll kit Pertukangan Baik
9. Klem/penjepit Baik
10. Kompresor listrik Baik
11. Alat test accu Baik
12. Meja kerja Baik
14. Bangku kerja Baik
15. Pemotong besi Baik
16. Mesin Las listrik Baik
17. Gerinder Baik
18. Gunting plat Baik
19. Tang jemput Baik
20. Pahat kayu Baik
21. Mata bor Baik
22. Califen Baik
23. Gergaji siku Baik
24. Skrap kayu Baik
25. Profil kayu Baik
26. Jig saw Baik
27. Mesin bor duduk Baik
28. Meteran 5 m Baik
29. Siku-siku Baik
30. Sengkang gergaji besi Baik
31. Gergaji kayu Baik
32. Mata bor/plong Baik
33. Kompresor Baik
34. Jigsow Baik
35. Planer Baik
36. Circularsow Baik
37. Profil Baik
38. Bor duduk Baik
39. Tavo las Baik
40. Mesin Cut ott Baik
41. Catok/Paron Baik
42. Catok Pipa Baik
43. Hole Sow Baik
44. Gergaji Baik
45. Gunting Plat Baik
46. Tang buaya Baik
47. Totok 4 PC Baik
48. Gurinda Baik
49. Mata Bor Baik
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
98
10. KP. Malang
1. Genset/Dinamo Sedang
2. Mesin bajak traktor Baik
3. Mesin pompa air pengairan Sedang
4. Mesin bajak traktor Sedang
5. Tresher (mesin perontok) Sedang
3.5.2. Usulan Pengadaan Peralatan 31 Desember 2003 Laboratorium/Kebun
Percobaan/Pelayanan Teknik Jenis Barang Jumlah
Pasca Panen 1. Alat Pengering 2 unit 2. Alat Penyawut 2 unit 3. Alat Pengepras 2 unit 4. Alat Penggiling 1 unit 5. Timbangan 6 unit Lab.Tanah 1. Grain Moisture Tester 1 unit 2. Almari bahan kimia 2 unit 3. Rak buku 1 unit Lab Diseminasi Wonocolo 1. Computer Editing I unit 2. Lampu Spot I buah 3. Tripot Lampu 1 buah 4. VHS Player 1 unit 5. Bateray cadangan 1 unit 6. Kursi lipat 23 buah 7. Kursi direktur 15 buah 8. Filling cabinet 4 buah 9. Meja kerja ½ biro 15 buah 10. Rak buku 2 unit 11. Almari katalog 1 unit 12. Meja baca 2 buah 13. Sice 1 unit 14. Televisi JVC 14” 1 unit 15. Smout Cheps 1 unit 16. Video editing tool 1 unit Pelayanan Teknik Backwall Exhibition Complete 1 unit Ruang Seminar I 1. Kursi lipat 83 unit 2. Meja sidang 4 unit 3. Kursi sidang 8 buah Ruang Seminar II 1. Kursi direktur 25 unit 2. Meja sidang 2 unit
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
99
3.5.3. Usulan Pengadaan Laboratorium/Kebun Percobaan/Bengkel/
Tahun anggaran 2003 No Jenis Barang Jumlah Spesifikasi Keterangan
Lab. Tanah :
1. Sentrifuse 1 unit Pengembangan 2. Lampu katoda : Pb Cd, As, Hg 1 unit Pengembangan 3. Water bath 1 unit Pengembangan 4. Destilling unit 1 unit Pengembangan 5. Timbangan listrik 2 desimal 1 unit Pengembangan 6. Kulkas besar 2 unit Pengembangan 7. AC 2 unit Pengembangan 8. Vacum Cleaner 1 unit Pengembangan 9. Dehumedifier 1 unit Pengembangan 10. Komputer 1 unit Pengembangan Lab.Pemuliaan/Benih : 1. Ruang pendingin 2 unit Pengembangan 2. Kulkas 1 unit Pengembangan 3. Glass ware 1 unit Pengembangan 4. ph meter 1 unit Pengembangan Lab. Agronomi : 1. Oven 1 unit Penggantian 2. Perangas air 1 unit Pengembangan 3. Dandang (panci ) stainless 1 unit Pengembangan 4. Alat timbang 10 kg 1 unit Pengembangan 5. Alat timbang Triple Balance 1 unit Penggantian 6. Alat timbang digital 1 unit Pengembangan 7. Pengukur kadar air 1 unit Pengembangan 8. Glass ware (petridish)
Gelas ukur 100 bh
Pengembangan
9. Termometer max-min 5 bh Pengembangan 10. Mortar 5 bh Penggantian 11. Kompor gas 2 bh 12. Alat pemotong (gunting pisau) 5 bh Penggantian Lab. Bioteknologi : 1. Timbangan analitik 1 bh Pengembangan 2. Destilator 1 bh Pengembangan 3. AC 1 bh Pengembangan 4. Kompor gas LPG 1 bh Pengembangan 5. Tabung gas LPG 1 bh Pengembangan 6. Refrigerator 1 bh Pengembangan 7. Rak penyiapan 1 bh Pengembangan 8. Beaker glass 2 unit Pengembangan 9. Mikroskop 1 unit Pengembangan 10. Auto clave 2 bh Pengembangan 11. Komputer 1 unit Pengembangan Lab. Teknologi Hasil : 1. Saxhlet 1 unit Pengembangan
2. Heat magnetic stirrer 1 unit Pengembangan
3. Top loading 1 unit Pengembangan
4. Blower stainless steel 1 unit Pengembangan
5. Colour chart 1 unit Pengembangan 6. Vacum evaporator 1 unit Pengembangan
Laporan Tahunan BPTP Jawa Timur 2003
100
7. Digital pH meter 1 unit Pengembangan 8. Destilator unit 1 unit Pengembangan 9. Glass ware 1 unit Pengembangan Lab. Analisis Pengolahan Data : 1. Komputer/Desktop 1 unit Baru 2. Lap Top 1 unit Baru
Lab. Hama Parasitologi : 1. Timbangan listrik 1 unit Pengembangan 2. Auto clave 1 unit Pengembangan 3. Centrifuge 1 unit Pengganti yang
rusak 4. Camera digital 1 unit Pengembangan 5. Camera mikroskop 1 unit Pengembangan 6. Handycam 1 unit Pengembangan
Lab. Diseminasi : 1. Slaid Proyektor 2 unit Pengembangan 2. Pemancar Radio 1 unit Pengembangan 3. Internet 2 bh Pengembangan 4. Layar monitor 2 bh Pengembangan
3.5.4. Rencana Renovasi/Pembangunan Fasilitas
No Jenis Bangunan Luas Keterangan
1. Laboratorium Hama Penyakit 120 m2 Rutin 2. Laboratorium Agronomi 120 m2 Rutin 3. Screen House (rumah kasa) 3 unit 230 m2 Rutin 4. Ruang teknisi screen house 20 m2 Rutin
KASIE. PELAYANA
N TEKNIK