BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah',...

50
BAB VI PENYAKITENDEMISPADASAPIPERAH DAN PENANGGULANGANNYA EnyMartindah ', YulvianSani2 dan SusanM . Noor2 Pusat PenelitiandanPengembanganPeternakan,Bogor 2 BalaiBesarPenelitianVeteriner,Bogor 1 . PENDAHULUAN Kesehatanternakmerupakansalahsatufaktorpenting yang memengaruhiproduksiternaktermasukproduksisusupadasapi perah .Penyakitinfeksiusmaupun non infeksiusmerupakan hambatandalamupayapencapaianproduksisusu yangoptimal dalamusahapeternakansapi perahdi Indonesia . Penyakit infeksiusseperti mastitis dan brucellosis padasapiperahsudah endemis,demikianpuladenganpenyakit non infeksiusseperti penyakitmetabolik(gangguanmetabolisme)dankeracunan padasapiperahjugaperlumendapatperhatianserius . Mastitis merupakanperadangankelenjarsusu yang sangat merugikankarenadapatmenurunkanproduktivitasdankualitas air susu, sementara brucellosis padasapi perah dapat mengakibatkanabortus, pedetlahirlemahataukematian, infertilitasdanpenurunanproduksisusu .Penyakit metabolik padasapiperah yang seringterjadidiantaranya milkfever (parturient hypocalcemia), grass tetany (hypomagnesaemia), asetonemia (ketosis), danasidosis (bloat/tympany) . Kasus keracunanpadasapiperah yang seringdijumpaiadalahakibat keracunannitrat-nitrit, mineral, logamberat,dantanaman 209

Transcript of BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah',...

Page 1: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

BAB VIPENYAKIT ENDEMIS PADA SAPI PERAH

DAN PENANGGULANGANNYA

Eny Martindah' , Yulvian Sani2 dan Susan M . Noor2Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor2Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor

1 . PENDAHULUAN

Kesehatan ternak merupakan salah satu faktor penting yangmemengaruhi produksi ternak termasuk produksi susu pada sapiperah. Penyakit infeksius maupun non infeksius merupakanhambatan dalam upaya pencapaian produksi susu yang optimaldalam usaha peternakan sapi perah di Indonesia . Penyakitinfeksius seperti mastitis dan brucellosis pada sapi perah sudahendemis, demikian pula dengan penyakit non infeksius sepertipenyakit metabolik (gangguan metabolisme) dan keracunanpada sapi perah juga perlu mendapat perhatian serius .

Mastitis merupakan peradangan kelenjar susu yang sangatmerugikan karena dapat menurunkan produktivitas dan kualitasair susu, sementara brucellosis pada sapi perah dapatmengakibatkan abortus, pedet lahir lemah atau kematian,infertilitas dan penurunan produksi susu . Penyakit metabolikpada sapi perah yang sering terjadi di antaranya milk fever(parturient hypocalcemia), grass tetany (hypomagnesaemia),asetonemia (ketosis), dan asidosis (bloat/tympany) . Kasuskeracunan pada sapi perah yang sering dijumpai adalah akibatkeracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman

209

Page 2: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

beracun. Oleh karena itu, kualitas pakan dan konsentrat yangdiberikan pada ternak perlu diperhatikan .

Bab ini membahas penyebab, prevalensi, gejala klinis,diagnosis, pengendalian serta pengobatan penyakit-penyakityang sering terjadi pada sapi perah, antara lain mastitis,brucellosis, beberapa penyakit metabolik dan keracunan .

II. MASTITIS

Mastitis pada sapi perah merupakan salah satu penyakityang berbahaya dan sangat merugikan, karena dapatmenurunkan produktivitas dan kualitas air susu. Kerugian akibatmastitis cukup besar, karena mastitis merupakan peradangankelenjar susu yang apabila dibiarkan dapat berkembangsehingga ambing menjadi kecil, kering, dan tidak produktif .Kerugian akibat mastitis berupa penurunan produksi susu, masalaktasi lebih pendek dan biaya pengobatan yang mahal .Penelitian menunjukkan bahwa penurunan produksi susu akibatmastitis subklinis berkisar antara 14,6% sampai dengan 19,0%per hari atau sekitar 2 liter untuk setiap ekor sapi per hari(Supar, 1997) . Jika kasus mastitis subklinis tidak dikendalikansecara intensif, kerugian ditaksir mencapai Rp8,5 miliar pertahun (Hirst et al ., 1985) .

Mastitis dibedakan dalam bentuk klinis dan subklinis .Peternak umumnya belum mengetahui mastitis subklinis karenatanda-tandanya tidak tampak, dan untuk mendeteksinya perludilakukan uji, misalnya dengan Californian mastitis test (CMT) .Uji ini dilakukan untuk mengetahui jumlah kandungan selsomatik dalam air susu. Ada 3 tipe mastitis klinis, yaitu : (1)Perakut-kelenjar susu bengkak, panas, nyeri dan mengeluarkansekresi abnormal disertai dengan demam serta gejala lain sepertidepresi, denyut nadi lemah dan anoreksia ; (2) Akutperubahankelenjar susu seperti pada mastitis perakut tetapi demam dandepresi lebih ringan sampai sedang; dan (3) Subakut-tidak adaperubahan secara sistemik, perubahan pada kelenjar susu dan

2 1 0

Page 3: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

sekresi yang dikeluarkan tidak begitu jelas (The MerckVeterinary Manual, 1986) .

11.1 Penyebab dan Prevalensi Mastitis

Mastitis pada sapi perah disebabkan oleh berbagai jenismikroorganisme patogen yang masuk ke dalam ambing melaluisaluran puting susu . Beberapa faktor predesposisi (pemicu)terjadinya infeksi kelenjar susu antara lain : pemerahan yangtidak higienis, manajemen pemerahan yang salah, luka padaputing susu, dan adanya mikroorganisme patogen di lingkungankandang. Penularan mikroorganisme patogen mastitis dapatterjadi dari satu puting ke puting lainnya pada satu ambing atauantar sapi pada saat pemerahan secara manual . Hal ini dapatterjadi melalui tangan pemerah, air untuk mencuci ambing, kainlap yang dipakai untuk mengeringkan ambing sebelum dansesudah pemerahan, atau peralatan lain . Agen penyebab mastitissangat kompleks, di Indonesia yang paling banyak berasal darikelompok bakteri genus streptococcus (Tabel 1) . Supar danAriyanti (2008) melaporkan bahwa dalam kajian pengendalianmastitis subklinis pada sapi perah telah diisolasi penyebabmastitis, yang didominasi oleh bakteri Streptococcus agalactia,Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus epidermidis(91,5%) .Tabel 1 . Mikroorganisme patogen yang berhasil diisolasi dari sapi perah di

Indonesia

Sumber : Supar (1997)

2 1 1

Mikroorganisme SumberS. agalactiae Hirst at al. (1984) ; Poeloengan at al. (1984) ; Rompis et al. (1985)S. dysgalactiae Hirst at at. (1984) ; Poeloenqan et al. (1984) ; Rompis et al . (1985)S. uberis Hirst et al. (1984) ; Poeloenqan et al. (1984) ; Rompis et al . (1985)S. aureus Hirst et al. (1984) ; Poeloengan at al . (1984) ; Rompis at al. (1985) ;

Budiharta dan Warudju (1985)S. epidermidis Hirst et al. (1984) ; Poeloengan at al. (1984) ; Rompis at al. (1985) ;

Budiharta dan Warudju (1985)Coliform Poeloengan et al. (1984): Budiharta dan Warudju (1985)Candida sp Hastiono et al . (1983)Bakteri lainnya Budiharta dan Warudju (1985)

Page 4: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Prgfil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

Meskipun pada umumnya mastitis disebabkan oleh infeksibakteri, namun tidak jarang kasus mastitis disebabkan olehcendawan . Mastitis yang disebabkan oleh cendawan disebutmastitis mikotik. Gejala klinis mastitis mikotik sulit diamati,karena tidak berbeda dari mastitis bakterial. Namun, sebagaipegangan dapat didasarkan atas adanya peradangan pada ambingyang bersifat kronis .

Weigt (1973) (dalam Sudarwanto, 1987), melaporkan untukpertama kali mastitis mikotik ditemukan oleh ZURN pada tahun1877, dimana pada air susu ditemukan cendawan dari ambingsapi yang sakit. Kemudian pada tahun 1901 Klein menemukanadanya khamir di dalam air susu dari ambing yang menderitamastitis, dan diidentifikasi sebagai Cryptococcus neoformans .Biasanya, mastitis mikotik merupakan akibat lanjut daripengobatan mastitis dengan antibiotika (penisilin, streptomisin,terramisin, dan khloramphenikol) secara intramamaria(Woloszyn et al ., 1964 dikutip Sudarwanto, 1987 ; Schalm et al.,1971) . Antibiotika diketahui sebagai perangsang pertumbuhancendawan khususnya khamir di dalam kelenjar ambing karenatidak ada pesaing bakterial sehingga pada suatu saat akanmenginfeksi kelenjar susu (Hastiono, 1984 ; Sudarwanto, 1987) .Pengobatan dengan antibiotika yang tidak teratur, atau dosisyang tidak tepat akan mengakibatkan terjadinya resistensibakteri-bakteri tertentu . Cara pemberian antibiotika yangdemikian dapat meningkatkan jumlah cendawan khususnyakhamir. Kegagalan pengobatan mastitis dengan antibiotika,mengindikasikan adanya mastitis mikotik. Hal ini ditandai olehperluasan radang, dan infeksi menjadi akut kembali . Selain itu,teknik penyuntikan antibiotika yang tidak benar dan tidakaseptik ke dalam kelenjar susu melalui puting juga dapatmenyebabkan infeksi cendawan . Beberapa khamir yang telahberhasil diisolasi antara lain : Candida albicans, Candida spp .lain dan Geotrichum sp (Hastiono et al ., 1983) .

Prevalensi mastitis subklinis pada sapi perah tergantung dariinfeksi mikroba patogen di dalam kelenjar susu . Faktor pentingyang memengaruhi prevalensi mastitis subklinnis, yaitu adanya

2 1 2

Page 5: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

kuartir (puting susu) yang terinfeksi pada sapi perah . Pada awallaktasi, jumlah sel somatik tidak dapat dijadikan sebagaiindikator kasus mastitis karena pada sapi yang tidak terinfeksimikroba patogen jumlah sel somatik akan menurun sampai duaminggu setelah melahirkan, selanjutnya akan stabil . Sebaliknyajika terjadi infeksi, jumlah sel somatik akan terus meningkatdiikuti dengan menurunnya produksi susu .

Prevalensi mastitis subklinis di beberapa peternakan sapiperah di Pulau Jawa jauh lebih tinggi dari yang klinis . Mastitissubklinis berkisar antara 37% sampai 67%, sementara mastitisklinis berkisar antara 5% sampai 30% (Tabel 2) .

Tabel 2. Prevalensi mastitis ada sa i erah di Indonesia

Sumber: Supar(1997)

11.2 Diagnosis Mastitis

Mastitis subklinis tidak memberikan tanda-tanda secaraklinis karena sapi tampak sehat, nafsu makan baik sehinggapeternak tidak mengetahui bahwa sapinya menderita mastitis .Pengetahuan peternak tentang penyakit, termasuk mastitis,sangat kurang . Peternak mengetahui bahwa sapinya menderitamastitis didasarkan atas perubahan fisik pada air susu, serta susuyang disetorkan ditolak oleh koperasi . Bagi peternak yangmengetahui sapinya menderita mastitis menyadari ternaknyaperlu diobati. Hasil penelitian membuktikan bahwa hampir 85%sapi perah di Jawa Barat pernah mendapat pengobatan denganberbagai antibiotika, akan tetapi sebagian besar peternak tidakmengetahui jenis obat yang diberikan .

Penentuan diagnosis mastitis subklinis dapat dilakukandengan memeriksa sel somatik yang ada di dalam air susu, baik

2 1 3

Lokasi Peternakan (Tahun) Mastitis (%)Subklinis Minis

Sukabumi Bandun • 1985 630 5 0Sukabumi, Bandun ., Bo-or 1994 752 7,8

(

) 670 5,0383 200

Baturaden, Jawa Ten .ah 1984 558 243Bo olali, Jawa Ten .ah 1985 625 300Daerah Istimewa Yo . akarta 1985 369 107

Page 6: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

dengan metode secara langsung maupun tidak langsung . Secaratidak langsung, set somatik di dalam air susu dapat diuji denganmenggunakan reagen (Kit komersial) tetapi hal ini tidak banyakdilakukan oleh peternak kecuali peternakan sapi perah berskalabesar, karena harga alat deteksi tersebut relatif mahal . BalaiPenelitian Veteriner (sekarang BBalitvet) telah mengembangkanteknik pemeriksaan mastitis secara tidak langsung, modifikasidari teknik aulendorfer mastitis probe (AMP) yang disesuaikandengan kondisi peternakan di Indonesia pada umumnya . Biayaperalatan dan operasional dengan uji AMP modifikasi ini tidakterlalu mahal . Secara singkat pengujian mastitis subklinis secaraAMP modifikasi adalah sebagai berikut (Supar, 1997) :1 . Pereaksi AMP

Na-doecyl hydrogn sulfate

40 gramHarnstoff Urea

240 gramPhenolphtalein 80 mg dalam aquades

50 mlDitambah aquades sampai volume

1000 ml2 . Cara mengerjakan AMP

Sebanyak 3 ml sampel susu dimasukkan ke tabung reaksi,kemudian ditambahkan pereaksi AMP yang telah dibuatsebanyak 3 ml. Campuran dikocok perlahan-lahan sampairata, dan diamkan dalam temperatur kamar selama 24 jam .Selanjutnya dibuat garis-garis mendatar sejajar mulai skala 0sampai 8 setinggi campuran susu tersebut dipakai untukpenilaian reaksi .

3 . Pengamatan reaksi dan penilaianBila diamati dengan cermat, perubahan yang terjadi dalamtabung adalah terbentuk suspensi gelatinous pada dasartabung, berwarna agak putih yang naik ke atas, bagian bawahmenjadi agak jernih . Intensitas materi gelatinous tersebutberupa DNA dari set somatik yang lisis karena pengaruhdeterjen pereaksi atau senyawa-senyawa protein yang sangatkomplek yang diekresikan dalam susu. Materi gelatinoustersebut secara proporsional sebanding dengan intensitasperadangan dari kelenjar susu . Dalam uji AMP ini, reaksidibaca dengan garis-garis sejajar, masing-masing unit satu

2 1 4

Page 7: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Pro/il Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

sentimeter, skala garis-garis sejajar diletakkan dibelakangtabung . Nilai intensitas sel radang atau sel somatik yangpaling tinggi adalah 8 (hampir seluruh isi tabung tampakberisi suspensi gelatinous warna putih), yang paling rendahnilainya I (hampir seluruh tabung tampak jernih). Denganmetode AMP ini nilai uji dapat dibedakan dari I sampaidengan 8 . Nilai 1-2 hewan sehat, nilai 3-5 hewan menderitamastitis subklinis sedang dan nilai AMP 6-8 mastitissubklinis berat, hampir mendekati klinis dan perlupengobatan . Hasil evaluasi mastitis subklinis menggunakanmetode AMP dapat menentukan apakah sapi perlu diobatiatau tidak, dan secara ekonomis dapat mengurangipenggunaan obat-obatan pada sapi perah sehingga kerugianpeternak akibat mastitis dapat ditekan .

Selain dengan metode AMP, untuk screening/uji saringterhadap mastitis subklinis dapat menggunakan IPB-1 test,Perhitungan sel somatik (somatic cell count) berdasarkan Breedmethod (Sanjaya et al ., 2004) . Sampel susu ditambah IPB-1reagen dengan jumlah volume yang sama, dicampur dandigoyang selama 15 detik. Reaksi positif ditandai dengan adanyaaglutinasi dalam suspensi yang diklasifikasikan ke dalam tigakategori :

+1 : Koagulasi lemah/ringan+2 : Koagulasi sedang+3 : Koagulasi kuat yang ditandai dengan cairan jernih

disekitarnya .Reaksi negatif, suspensi sampel bersifat homogen (tidakterjadi reaksi koagulasi) .

Perhitungan sel somatik (somatic cell count) :- Sebanyak 0,01 ml susu disapukan ke object glass dan diwarnaidengan methiline blue loeffer . Perhitungan sel somatikdilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 x 10 .Jumlah sel somatik >400 .000/ml diklasifikasikan sebagaipenderita mastitis subklinis. Jika hasil uji IPB-1 menunjukkan

2 1 5

Page 8: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

negatif dan dengan perhitungan sl somatik <400 .000/ml sapidinyatakan sehat .

11 .3 Pengendalian dan Pengobatan Mastitis

Program pengendalian mastitis akan berhasil jika mastitissubklinis dapat dikontrol dan dikendalikan . Derajat mastitissubklinis tiap kuartir ambing perlu selalu dipantau sehinggalangkah pengobatan yang tepat dan hemat dapat diupamakan .Pengendalian mastitis diutamakan dengan meminimalkanterjadinya infeksi silang antara puting susu yang terinfeksi keputing susu yang sehat pada satu ternak atau antar ternak, diikutidengan pengobatan sapi yang terinfeksi pada saat keringkandang. Tindakan mencegah terjadinya infeksi silang perlusegera dilakukan jika di suatu peternakan terdapat mastitis klinisatau mastitis subklinis berat .

Pengobatan mastitis klinis sangat dianjurkan, dan pilihanantibiotik untuk kasus yang disebabkan oleh streptococcus spdan staphylococcus sp yang tidak resisten adalah penisilin .Namun, sebagian besar isolat staphylococcus telah resistenterhadap penisilin sehingga semi-sintetis penisilin seperticloxacillin lebih effektif. Pengobatan mastitis akan memberikanbasil terbaik jika dilakukan saat kering kandang (The MerckVeterinary Manual, 1986) . Hal ini telah dibuktikan oleh Supardan Ariyanti (2008), di mana sapi penderita mastitis subklinisyang diobati dengan cloxacillin pada saat kering kandang,memiliki rataan produksi 1615 liter selama 90 hari/ekor,sementara yang tidak mendapat perlakuan memiliki rataanproduksi 1320 liter dalam 90 hari/ekor. Tergantung dari jenisantibiotika yang digunakan, air susu setelah pemberianantibiotik agar tidak dikonsumsi, untuk itu rekomendasi'withdrawal time' harus diperhatikan dengan baik .

III . BRUCELLOSIS PADA SAP[ PERAH

Brucellosis merupakan penyakit infeksi kronis pada sapiyang menyebabkan terjadinya abortus, pedet lahir lemah atau

2 1 6

Page 9: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Prgfil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

kematian pedet, infertilitas dan penurunan produksi susu(Enright, 1990) . Sap] pada semua umur peka terhadapbrucellosis dan infeksi ini dapat berlangsung bertahun-tahun .Pada sapi betina abortus merupakan gejala klinis yang utama,umumnya terjadi pada umur kebuntingan antara 5 dan 7 bulan .Pada hewan jantan brucellosis dapat mengakibatkan infeksipada testis . Brucellosis juga merupakan salah satu penyakitzoonosis yang dapat menginfeksi manusia (Young, 1983) .

Brucellosis pada sapi perah banyak ditemukan di banyaknegara, termasuk di Indonesia dengan tingkat kejadian yangbervariasi. Kontrol brucellosis terbukti dapat mengurangitingkat kejadian penyakit secara signifikan di beberapa negaraseperti lnggris, Skandinavia, Australia (1989) dan New Zealandpada tahun 1986 .

Brucellosis di Indonesia telah menyebar di beberapaprovinsi. Survei secara serologis menunjukkan prevalensi tinggibrucellosis di Indonesia Bagian Timur dan Sulawesi Selatan danprevalensi rendah di Kalimantan dan Sumatra . Brucellosis diPulau Jawa dilaporkan pada sapi perah .

Brucellosis merupakan salah satu penyakit yang termasukdalam golongan penyakit hewan menular strategis berdasarkanSurat keputusan Dirjen Peternakan tahun 1997 . Oleh karena itu,penyakit ini menjadi prioritas untuk dikendalikan dandiberantas .

111.1 Sejarah Brucellosis di Indonesia

Brucellosis di Indonesia dikenal sebagai penyakit keluronmenular pada sapi disebabkan oleh infeksi bakteri Brucellaabortus . Brucellosis pada sapi perah di Pulau Jawa telah dikenalsejak tahun 1925 sebagai penyakit keluron ketika Kirschnerberhasil mengisolasi kuman brucella dari janin sapi perahabortus di Bandung (Sudibyo dan Ronohardjo, 1989) . Padatahun 1927, brucellosis di diagnosis di Aceh dan Sumatra Utara(Kraneveld, 1927) dan sampai akhirnya penyakit ini semakinmenyebar terutama di peternakan sapi perah di Jawa Barat, Jawa

2 1 7

Page 10: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di. Indonesia

Tengah dan Jawa Timur (Soeroso dan Taufani, 1972 ; Alton,1984) . Brucellosis pada sapi saat ini telah menyebar di 26provinsi di Indonesia, kecuali Bali dan Lombok yang barudinyatakan bebas penyakit brucellosis pada tahun 2002(Direktorat Jenderal Peternakan, 1981) . Prevalensi brucellosispada sapi perah sangat bervariasi dari 1% hingga 40% (Sudibyodan Ronohardjo, 1989 ; Sudibyo et al., 1991 ; Sudibyo et al.,1997) .

Brucellosis digolongkan sebagai salah satu penyakit hewanmenular strategis di Indonesia karena penularannya relatif cepat,antar daerah dan lintas batas serta memerlukan pengaturan lalu-lintas ternak yang ketat. Kerugian ekonomi akibat brucellosisdilaporkap mencapai Rp138,5 - miliar setiap tahun, akibatterjadinya keguguran, pedet lahir mati atau lahir lemah,infertilitas dan sterilitas (Direktorat Jenderal Peternakan, 2006) .

111.2 Penyebab

Pada sapi, brucellosis disebabkan oleh infeksi bakteriBrucella abortus . Sapi betina yang terinfeksi dapatmengakibatkan keguguran di atas 90% terutama pada kelompoksapi yang peka . Brucellosis juga dapat menyebabkan sterilitas,infertilitas, anomali dan kematian dim pedet serta penurunanproduksi susu .

Secara morfologi kuman B . abortus bersifat gram negatif,tidak bergerak, tidak berspora, berbentuk kokobasilus denganpanjang 0,6pm-1,5pm . Sel kuman terlihat sendiri-sendiri,berpasangan atau membentuk rantai pendek . Koloni kumanberbentuk bulat, halus, permukaan cembung dan licin berkilauserta tembus cahaya .

Pada kondisi ideal kuman B. abortus dapat hidup padafeses, cairan abortus dan susu selama 6 bulan dan mungkindapat bertahan hidup dalam fetus abortus sampai 8 bulan(Geering et al ., 1995) . Kuman B. abortus sangat peka terhadappanas, sinar matahari langsung, pasteurisasi dan juga terhadap

2 1 8

Page 11: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Pi•gfil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

semua desinfektan. Tabel 3 menunjukkan kemampuan hidup(viabilitas) kuman B . abortus di dalam lingkungan .

tahan hidu viahilitas kurnan B. abortus di dalarn fin kun an

Sumber : Nicolleti (1980)

Secara biokimia species brucella ada 7 macam biotipe,yaitu biotipe I sampai 6 dan biotipe 9 (Alton et al ., 1988) .Penyebab brucellosis pada sapi di Indonesia adalah B. abortusbiotipe I (Setiawan dan Ronohardjo, 1992) . Berdasarkan hasillaporan Sudibyo (1989), kuman penyebab brucellosis pada sapiperah di daerah DKI Jakarta terdiri dari B. abortus biotipe 1(77,6%), biotipe 2 (13,2%) dan biotipe 3 (9,2%) . MengingatIndonesia mengimpor sapi perah dari beberapa negara sepertiAustralia, Amerika, dan New Zealand maka tidak menutupkemungkinan adanya biotipe lain yang dapat menyerang sapisehingga perlu diteliti kemungkinan adanya B. abortus biotipelainnya .

111 .3 Penularan

Brucellosis pada sapi bersifat kronis dengan fase bakterimiayang subklinis. Predeleksi bakteri tersebut terutama pada uterussapi betina . Penularan penyakit biasanya terjadi melaluimakanan atau saluran pencernaan, selaput lendir mata (Plometdan Plomet, 1988), kulit yang luka, ambing, inseminasi buatandengan semen yang tercemar dan plasenta (Blood danHanderson, 1979) . Sapi dewasa dan terutama sapi yang sedangbunting sangat peka terhadap infeksi B . abortus, sedangkan padadara dan sapi tidak bunting banyak yang resisten terhadapinfeksi (Edington dan Donham, 1939) . Penularan melaluiinhalasi juga dilaporkan terutama ketika ternak sehat dan ternak

2 1 9

Medium Temperatur ViabilifasSinar matahari < 31 °C 4,5 jamAir -4 °C 114 hadAir Suhu ruang 77 hadTanah Kerinq < 4 hariTanah Basah 66 hari

Page 12: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Proflu Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

yang mengalami abortus ditempatkan dalam satu kandang yangpadat dengan sanitasi buruk (Alton, 1984) .

Kuman B. abortus dalam jumlah besar dapat dikeluarkanoleh sapi perah yang terinfeksi dan mengalami abortus . Selainitu juga secara intermiten dapat mengeluarkan kuman ke dalamcolostrum dan susu . Feces, urine, dan cairan hygroma jugaberperan sebagai sumber penularan penyakit . Leleran dari organgenitalia akan terus mengandung kuman B. abortus denganjumlah besar dalam beberapa minggu setelah parturisi normalatau setelah mengalami abortus. Ternak yang terinfeksi abortusdapat bertindak sebagai karier (reservoir) penularan ke ternaksehat lainnya melalui plasenta dart janin yang gugur, kotoransapi, air, pakan, dan peralatan kandang yang terinfeksi . Lalu-lintas perdagangan sapi juga berperanan dalam penyebaranpenyakit tersebut .

Sapi jantan dapat terinfeksi brucellosis jika terjadi abortusdalam peternakan tersebut. Sekali terinfeksi, tnaka kuman akanberlokasi di testis dan akan diekskresikan dalam jumlah besarmelalui semen pada fase akut . Sapi jantan yang terinfeksi jugadapat mengekresikan kuman melalui feces, urin, dan cairanhygroma . Kuman abortus dapat diekskresikan dalam semensehingga perkawinan alam dart sapi jantan yang terinfeksi dapatmenularkan penyakit pada betina pasangannya, begitu jugaperkawinan inseminasi buatan dengan menggunakan semenyang terkontaminasi abortus .

111.4 Gejala Minis

Masa inkubasi kuman setelah infeksi pada sapi bervariasidari 15 hari sampai beberapa bulan tergantung pada jalanmasuknya infeksi dan banyaknya kuman yang menginfeksi .Gejala klinis utama brucellosis pada sapi betina adalahterjadinya abortus pada kebuntingan trimester akhir (5-7 bulan) .Geering et al. (1995) melaporkan bahwa 30-80% abortus terjadipada sapi-sapi yang peka dan beberapa kasus endometritis danretensi plasenta juga dilaporkan . Sapi yang terinfeksi dapat

22 0

Page 13: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Pro/il Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

melahirkan pedet yang Iemah atau kematian pedet, retensiplasenta, dan penurunan produksi susu . Sapi yang terinfeksibrucellosis dalam waktu lama dapat mengakibatkan infertilitassampai dengan sterilitas, sedangkan pada sapi jantan, brucellosisdapat menyebabkan orchitis dan epididimitis .

111.5 Diagnosis

Diagnosis brucellosis pada sapi berdasarkan ataspemeriksaan bakteriologi dan serologi. Kuman B abortus dapatdiisolasi dari plasenta, tetapi untuk mendapatkan kultur yangmurni dapat diisolasi dari lambung dan paru-paru dari fetusabortus. Selain itu, dapat pula dilakukan kultur dari beberapasistem reticuloendothelial, khususnya supramammary lymphnodes, dan kelenjar susu.

Ketepatan diagnosis brucellosis secara serologis merupakanfaktor yang sangat penting untuk mencapai keberhasilanprogram pengendalian dan pemberantasan brucellosis . Serumagglutinasi test telah digunakan sebagai metode diagnosisstandard . Uji agglutinasi dapat digunakan untuk mendeteksiantibodi dalam susu, semen, dan plasma . Teknik ELISA jugatelah dikembangkan untuk mendeteksi antibodi dalam susu danserum . Jika menggunakan uji serum agglutinasi makaagglutinasi serum yang terjadi pada pengenceran 1 :100 ataulebih dari sapi yang tidak divaksinasi dan pengenceran 1 :200pada sapi yang divaksinasi pada umur 4 dan 12 bulan dianggapsebagai positif dan sapi dinyatakan sebagai reaktor .

Pengamatan kasus brucellosis pada kelompok sapi perahdapat ditentukan dengan cara pengambilan contoh secarabertingkat . Diagnosis awal dilakukan dengan uji penyaringan,yaitu uji milk ring test (MRT) (Gambar 1) pada contoh air susu(bulk) . Uji MRT ini digunakan untuk deteksi awal atau skreninginfeksi brucella pada sekelompok sapi perah biasanya dilakukanpada sampel susu bulk.

Apabila hasil uji MRT pada susu positif selanjutnyadiagnosis diperkuat secara serologis, yaitu dengan pengambilan

2 2 1

Page 14: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

contoh darah dari individu sapi pada sekelompok tersangkauntuk diuji dengan rose bengal plate test (RBPT). Serum yangbereaksi positif RBPT dilanjutkan dengan uji pengikatankomplemen atau complement fixation test (CFT) atau enzyme-linked immunosorbent assays (ELISA) sebagai uji penentudiagnosis .

222

Profil Usaha Pe/ernakan Sapi Perah di Indonesia

Gambar 1 . Susu positif MRT ditandai dengan adanya cincinberwaran biru pada permukaan susu

Penggunaan teknologi molekular polymerase chain reaction(PCR) untuk diagnosis brucellosis pada sapi saat ini juga telahdikembangkan . Teknik PCR tersebut dapat mendeteksi DNAdari abortus pada jaringan dan cairan tubuh (darah, sus, danjaringan limfatik) walaupun dengan jumlah kuman yang sangatrendah (Leary et al ., 2006), dan dapat digunakan untukmembedakan vaksin B. abortus strain S19 dan RB51 (Brickerand Hailing, 1995) . Selain itu, diagnosis brucellosis melaluiteknik PCR ini dapat mengurangi tingkat risiko penularankepada pekerja laboratorium (acquired infection) .

111.6 Patologi

Perubahan secara patologi brucellosis pada sapi betina yangutama pada bagian endometrium dari uterus dan plasenta .Intercotyledon plasenta umumnya membengkak dengan cairangelatin kekuningan dan terlihat adanya ulcer serta terlihat cairan

Page 15: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Profrl Usaha Peternakan Sapi Perah dl Indonesia

mucus atau fibrino purulent pada permukaannya . Co ledonplasenta tampak hiperemik, nekrosis dan tertutup oleh eksudatkental kecokelatan . Selain itu, ditemukan pula banyak selmononuclear dan beberapa neutrofil serta koloni bakteri padasel epitel .

Fetus abortus tampak membengkak dan terlihat akurnulasidarah pada subkutan dan di dalarn rongga tubuh, tali pusatmungkin membengkak dan menebal . Lesi utama yang terlihatpada fetus adalah pneumonia kataral atau fibrinous . Secaramikroskopik akan terlihat paru-paru mengalami bronchitis danbronchopneumonia . Pada sapi jantan brucellosis dapatmengakibatkan pembengkakan pada testis, yang berakibatterjadinya fokal nekrosis . Kuman abortus dapat ditemukan padacarpal dan cairan hygroma .

111.7 Patogenesis

Infeksi brucellosis pada sapi biasanya disebabkan olehmasuknya kuman B . abortus ke dalam tubuh. Dalam tubuh sapi,kuman dapat menetrasi ke dalam epitel mukosa dari saluranpencernaan dan masuk ke sel phagocytic ke limfoglandularegional dan kemudian rnenyebar ke berbagai organ tubuhlainnya, persendian dan bursa . Fase bakterimia bersifat subklinisdan memakan waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan .Kuman dapat masuk ke dalam uterus sapi yang sedang bunting,kelenjar susu, testis, dan glandula sapi jantan . Pada sapi betina,membran chorioallantois membengkak dan terjadi ulcer, bakteridapat menyebar melalui darah ke fetus dan plasenta. Pada sapibunting pengaruh erythriol yang dihasilkan oleh plasenta akanmerangsang multiplikasi bakteri (Acha et al., 1989) .

Pada sapi betina dewasa yang tidak bunting, kuman akanberlokasi di ambing tanpa menunjukkan gejala klinis dan tanpalesi . Kuman B. abortus akan bereplikasi dalam makrofag padakelenjar susu atau dalam phagoc-yte yang merupakan sumberutama untuk terjadinya reinfeksi sumber penularan padamanusia melalui susu .

2 2 3

Page 16: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di indonesia

111.8 Pengendalian

Brucellosis pada sapi sulit diobati karena kuman bersifatintraseluler sehingga pengobatan tidak efektif . Beberapa agenpengobatan telah dikembangkan untuk treatmen brucellosis,yaitu dengan long acting oxytetracyclin dan streptomycin yangdiberikan secara intramuskular dan infus secara intramamarydan pengobatan dilakukan dalam waktu 6 minggu, namunhasilnya tidak cukup efektif untuk eliminasi kuman abortustersebut (Radwan et al., 1993) .

Pencegahan penyakit di peternakan sapi perah dapatdilakukan secara higiene dan sanitasi, vaksinasi danpenyingkiran sapi reaktor . Sanitasi dan higienik merupakanfaktor yang sangat penting untuk pencegahan brucellosis padasuatu kelompok ternak . Sapi reaktor sebaiknya di potong, danpemasukan bibit/sapi baru ke dalam suatu peternakan sebaiknyadipisahkan atau dikarantina terlebih dahulu, dan jika ada kasusabortus maka fetus dan plasenta yang digugurkan harus dikuburatau dibakar dan dilakukan desinfeksi pada tempat yangterkontaminasi dengan hypoklorid, ethanol 70% maupun 2%formaldehid .

Pengendalian dan pemberantasan brucellosis pada sapidapat dilakukan hingga mencapai titik terendah sehingga suatuzona ataupun negara dapat dinyatakan bebas brucellosis .Pengendalian brucellosis pada daerah dengan prevalensi tinggidilakukan melalui program vaksinasi dan kontrol pergerakanpenyakit secara ketat, sedangkan pada daerah dengan prevalensirendah pengendalian penyakit dilakukan melalui test andslaughter (potong bersyarat), yaitu dengan cara menguji serumsapi dengan RBT yang kemudian dilanjutkan dengan CFT atauELISA, apabila hasil uji positif maka sapi tersebut dilakukanpemotongan (Alton et al., 1984) .

Vaksin yang biasa digunakan untuk pengendalianbrucellosis di beberapa negara adalah vaksin aktif B. abortusS19 yang dibuat dari strain B . abortus halus/smooth (Nicoletti,1990), hanya saja vaksin tersebut dilaporkan mempunyai

224

Page 17: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

beberapa kelemahan, yaitu keguguran pada sapi bunting yangdivaksin (Nicoletti et al., 1977), infeksi permanen (Corner et al.,1987) dan adanya residu antibiotik yang berkepanjangansehingga mengacaukan diagnosis pada saat potong bersyarat(Morgan, 1977 dan Mac Milland et al ., 1990) .

Pemakaian vaksin B. abortus S19 dalam pengendalianbrucellosis pada sapi adalah banyaknya .false positive (positifpalsu) apabila vaksin diberikan pada sapi setelah dewasa(biasanya lebih dari 10 bulan), atau karena divaksinasi 2 kali(Bundle et al ., 1987) . Istilah "false positive" ini adalah secaraserologis pada pemeriksaan laboratorium positif tetapi hewantidak sakit .

Lipopolisachharida (LPS) dari B. abortus S19, mengandungkomponen perosarnin rantai 0 (Bundle et al., 1987) yangmerupakan antigen paling dominan yang terdeteksi pada hewanmaupun manusia yang terinfeksi abortus . Adanya aglutinasiantibodi yang dideteksi pada uji serologi standar brucellosisadalah spesifik untuk perosamine O-chain (Diaz et al ., 1968 ;Schurig et al., 1981) . Kuatnya respons kekebalan humoral yangtimbul dengan adanya O-chain inilah yang mengakibatkanadanya masalah untuk diagnosis serologi karena mengakibatkanresidu antibodi yang berkepanjangan sehingga menyulitkan ujiserologi antara sapi yang divaksin dan sapi yang terinfeksisecara alami . Oleh karena itu, sejak tahun 1991 telahdikembangkan vaksin RB51 yang diderivasi dari koloni B.abortus strain 2308 (Schurig et al., 1991) .

Vaksin RB51 ini merupakan vaksin mutan strain B . abortusyang tidak mengakibatkan cross reacting antibodies pada sapi-sapi yang divaksinasi sehingga vaksin RB51 ini dapatmengurangi jumlah sapi yang false positif, atau sapi-sapi yangdivaksinasi dengan RB51 akan tetap negatif pada pengujianserologis .

Pengendalian brucellosis pada sapi di Indonesia telahdilakukan bertahun-tahun, namun tingkat prevalensi penyakitbrucellosis masih cukup tinggi . Beberapa permasalahan yang

22 5

Page 18: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

ProJil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

dapat diidentifikasi sebagai penyebab sulitnya mengendalikanbrucellosis pada sapi di Indonesia, yaitu :1) Sap] yang terinfeksi brucellosis umumnya tidak menunjukkan

gejala klinis, produksi susu tetap tinggi dan terjadinyaabortus biasanya satu kali pada kebuntingan pertamasehingga mengakibatkan peternak enggan untuk melakukanpemotongan .

2) Pemberian kompensasi terhadap ternak yang dipotong olehpemerintah menghadapi kendala berupa tidak sesuainyajumlah ternak yang dipotong dengan nilai kompensasi .Turunnya dana kompensasi tidak bersamaan dengan basil ujiserologis sehingga memungkinkan terjadi penularanbrucellosis .

3) Pengawasan lalu lintas ternak antar wilayah di Pulau Jawasangat kompleks sehingga sangat sulit untuk melakukanpengawasan pergerakannya .

4) Pengujian test and slaughter belum dapat dilakukan secaraserentak dan optimal .

5) Adanya pemakaian vaksin B . Abortus S19 di beberapa daerahyang mengakibatkan kesulitan untuk membedakan denganinfeksi alam .

Program pengendalian brucellosis di Indonesia yangdilakukan oleh Pemerintah saat ini adalah dengan programeradikasi brucellosis secara gradual melalui pendekatan pulau kepulau, seperti pembebasan brucellosis di Pulau Lombok padatahun 2002, Pulau Sumbawa pada 2006 dan diikuti oleh PulauKalimantan tahun 2008 dan Sumatra . Sedangkan programpengendalian brucellosis pada sapi perah di Pulau Jawadilakukan melalui program vaksinasi mulai tahun 2006-2012 .Vaksinasi dilakukan pada ternak sap] umur 6-12 bulan danternak dewasa lebih dari 1 tahun dengan menggunakan vaksin B .abortus RB51 dan S 19 (Direktorat Jenderal Peternakan, 2000) .

2 2 6

Page 19: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

111.9 Diferensial Diagnosis

Diferensial diagnosis brucellosis adalah infectious bovinerhinotracheitis (IBR), trichomonas foetus, neospora caninum,campylobacter foetus, listeria monocytogenes, sarcosporidia,dan leptospira species serta infeksi yang disebabkan oleh jamur .

IV. PENYAKIT METABOLIK

Penyakit metabolik (gangguan metabolisme) merupakanpenyakit yang sering ditemukan pada sapi perah selama periodeawal laktasi terutama pada saat produksi susu tertinggi . Penyakitini disebabkan karena proses metabolisme yang sangatberlebihan sehingga terjadi ketidakseimbangan antara input(asupan) pakan terhadap output (sekresi) untuk menjaga proseskebuntingan dan laktasi (Blowey, 1988 ; Payne, 1989) . Sindromapenyakit ini meliputi : (a) milk fever (parturient hypocalcaemia),(b) hypomagnesaemia (grass tetany), (c) ketosis (acetonaemia)dan (d)fitty liver syndrome (sindroma perlemakan hati) .

Umumnya, penyakit metabolik didefinisikan sebagaigangguan keseimbangan homeostasis internal yang disebabkankarena terjadinya perubahan abnormal dalam prosesmetabolisme . Oleh karena itu, metabolit utama yang berperandalam penyakit ini adalah kalsium, magnesium dan glukosayang secara klinis ditandai dengan milk fever, grass tetanv,asetonaemia dan ketosis . Sedangkan sistem metabolisme lainnyaseperti air, mineral dan mikro-mineral, elektrolit, protein danenergi mengalami ketidakseimbangan menimbulkan keragamandalam gejala klinis penyakit ini .

Prgfrl Usaha Pelernakan Sapi Perah di Indonesia

IV. 1 Milk Fever (Parturient hypocalcemia)

Milk fever secara teknis disebut sebagai parturienthypocalcemia atau parturient paresis yang berarti penurunankadar kalsium darah pada saat melahirkan . Penyakit ini biasanyadisertai dengan penurunan suhu tubuh menjadi subnormal .Kejadian penyakit berlangsung secara akut yang diikuti dengan

227

Page 20: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Prgfzl Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

penurunan kadar kalsium darah (hipokalsemia) secara cepat darinormal (9,5 mg/dl) menjadi S5 mg/dl. Gejala paresis munculseiring dengan penurunan kadar kalsium darah dan diikutidengan comatose (pingsan). Umumnya, penyakit ini munculdalam tiga hari setelah melahirkan .

IV.2 Mekanisme penyakit

Blowey (1988) menyatakan bahwa induk sapi secara normalmemiliki cadangan kalsium yang cukup dalam tulangnya (6.000g) maupun dari asupan pakan melalui saluran pencernaan (100g) serta hanya dalam jumlah kecil terdapat di dalam sirkulasidarah (8 g) . Cadangan kalsium tersebut tidak cukup untukmemenuhi kebutuhan pedet bila terjadi perubahan yang drastispada akhir kebuntingan (5 g/hari) dan untuk menghasilkan susupada masa awal laktasi (25 g/kg). Secara normal, setiap hariselalu terjadi kehilangan kalsium melalui ekskresi urin dan fecesyang tidak dapat dihindari oleh induk sapi perah . Kondisi inisemakin parah karena kolostrum mengandung kalsium dua kalilebih banyak daripada susu (2 g/liter berbanding I g/liter)sehingga terjadi kehilangan kalsium yang drastis dalam cairantubuh . Oleh karena itu, pada saat melahirkan, kebutuhan kalsiumakan meningkat tinggi secara mendadak yang mengakibatkaninduk sapi mengalami penurunan kadar kalsiurn dalam darah .

Secara fisiologis, pengaturan kadar kalsium darah dilakukanoleh beberapa organ tubuh yang saling berinteraksi, yaitu hati,kelenjar parathyroid, ginjal dan tulang. Sapi mendapatkanvitamin D 3 dari diet atau melalui sintesis vitamin D 3 pada kulitdibawah pengaruh sinar ultra-violet yang berasal dari sinarmatahari . Vitamin D 3 pertama kali mengalami aktivasi untukberubah menjadi 25 hidroksi D3 [= 25(OH)D3] di dalam jaringanhat] . Menurunnya kadar kalsium darah akan merangsangpelepasan hormon parathyroid yang terdapat di dalam kelenjarparathyroid. Hormon ini memiliki kemampuan untukmerangsang pelepasan kalsium dan fosfor dari tulang . Metabolitvitamin D 3 [= 25(OH)D3 ] yang disinstesis di dalam hati menjadi

228

Page 21: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Profll Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

bentuk yang sangat aktif hingga 1,25 dihidroksi vitamin D3[1,25 (OH)2D3] di dalam ginjal. Senyawa 1,25 (OH)2D3 inibertanggung jawab dalam penyerapan kalsium dari tulang dankhususnya saluran pencernaan, dimana usus halus merupakansumber utama kalsium selama melahirkan, karena mobilisasikalsium dari tulang memerlukan waktu yang lama, yaitu antara10-14 hari (Payne, 1989) . Kondisi in] menjadi penting, karenaotot usus halus sangat peka terhadap kadar kalsium rendah yangdapat menurunkan aktivitas usus halus sehingga menimbulkangejala milk fever . Rendahnya kadar kalsium akan menurunkanmotilitas rumen sehingga mengurangi asupan nutrisi danselanjutnya penurunan aktivitas intestinal akan mengurangiabsorpsi kalsium dari saluran pencernaan .

Sapi pada umumnya akan mengalami peningkatan kadarhormon parathyroid dan 1,25 (OH)2D3 pada saat melahirkan,namun beberapa di antaranya tidak mampu mencapai tingkatyang cukup untuk mencegah timbulnya milk fever . Aktivitaskedua hormon ini dirangsang oleh keberadaan magnesium didalam ginjal . Oleh karena itu, bila terjadi penurunan asupanmagnesium selama periode kering kandang dapat meningkatkankejadian milk fever . Hormon estrogen dapat menghambatmobilisasi kalsium dan kadar estrogen biasanya meningkat padasaat melahirkan. Sapi perah dewasa (tua) lebih peka terhadapmilk fever daripada sapi muda (dara) karena cadangankalsiumnya lebih rendah . Oleh sebab itu, sapi dara (belumberanak) tidak pernah mengalami milk fever dan penyakit inijarang dijumpai pada induk sapi beranak kedua . Sapi yangpernah mengalami milk fever pada saat melahirkan akan lebihpeka pada kelahiran berikutnya. Faktor lain yang dapatmenimbulkan penyakit ini adalah bangsa sapi (sapi Jersey lebihpeka daripada bangsa lainnya), cekaman (stress) lingkungan danproduksi susu (semakin tinggi produksi susu maka semakinsering kejadian milk fever) (Payne, 1989) .

22 9

Page 22: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

IV.3 Penyebab penyakit

Kegagalan homeostasis kalsium pada awal laktasimerupakan penyebab utama milk fever . Kebutuhan yangmendadak terhadap kalsium (Ca) untuk sintesis kolostrum didalam kelenjar ambing yang berlaktasi merupakan faktorpenyebab kegagalan homeostasis Ca . Perubahan pola pemberianpakan dan proses pencernaan pada saat melahirkan akanmengganggu keseimbangan metabolisme mineral di dalamtubuh .

Foetus menyerap Ca dari plasenta sebesar 0,2 gam danakan berhenti pada saat lahir, tetapi kebutuhan Ca tersebut akanterns meningkat dengan berlangsungnya proses laktasi sebesar 1g Ca/jam. Pada sapi dengan produksi susu yang tinggi dapatmencapai 2 g Ca/jam. Sapi umumnya akan beradaptasi dengancara mengatur kecepatan aliran masuk (inflow) dan keluar(outflow) dari Ca, tetapi proses adaptasi ini berlangsung tidaksempurna karena adanya hypokalsemia sementara (transient)sebagai penyebab turunnya Ca normal dari 9,5 mg/d1 menjadi7,0 mg/dl, terutama pada sapi yang lebih tua pada saat kelahiranketiga dan berikutnya . Keparahan hypokalsemia hanyabergantung pada output (keluarnya) Ca melalui susu pada haripertama laktasi . Akan tetapi, hal terpenting adalah beberapa sapidapat menderita hypokalsemia yang lebih parah dibandingkansapi lainnya bahkan dengan tingkat produksi susu yang sama .Tingkat kritis Ca plasma adalah 6,5 mg/dl, karena kadar Ca padahypokalsemia ini terlihat tidak sebanding dengan motilitassaluran pencernaan . Kondisi stasis pada saluran pencernaanakan menghambat pasokan Ca dari pakan dan sapi akan segeramengalami hypokalsemia yang parah, menurun sekitar 4,5mg/dl, dimana gejala klinis mulai terlihat .

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya gejalaklinis milk fever pada sapi perah, antara lain (Payne, 1989) :1) Tingkat produksi susu : Sapi perah dengan tingkat produksi

susu yang rendah, jarang sekali mengalami kematian bahkanpada sapi yang dimamaerectomy tidak menunjukkan

2 3 0

Page 23: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Prgfil Usaha Pelernakan Sapi Perah di Indonesia

hypokalsemia pada saat melahirkan . Sebaliknya sapi dengantingkat produksi susu yang sangat tinggi sering mengalamiparturient hypocalcaemia .

2) Umur: Bertambahnya umur seekor hewan akan menurunkantingkat metabolisme umum . Sapi yang lebih tua akanmengalami penurunan pergantian mineral tulang dan begitupula kapasitas penyerapan Ca oleh lambung. Tingkat aliranmakanan melewati saluran pencernaan juga akan menurunpada sapi yang berumur tua, sehingga sapi yang lebih tuamenghadapi risiko tinggi terhadap parturient hypocalcaemia.

3) Asupan (intake) diet kalsium sebelum kelahiran : Sapi yangmendapatkan diet Ca yang berlebihan akan lebih pekadibandingkan yang menerima diet Ca yang rendah .Mekanisme hormonal mungkin berperan dalam kasuspenyakit ini, terutama dalam kondisi disfungsi kelenjarparathyroid. Intake Ca yang berlebihan dapat merangsang selC-thyroid untuk mengsekresi kalsitonin . Kalsitonin akan aktifpada sapi perah setiap harinya karena sapi mengonsumsiterlalu banyak Ca . Begitupula, bila kalsitonin ekstradisuntikan secara intravena ke dalam tubuh hewan akanmenimbulkan hypocalcaemia parah bahkan sampai gejalaklinis muncul. Oleh karena itu, diet kalsium tinggi merupakanpenyebab utama terpengaruhnya metabolisme mineral olehkalsitonin .

4) Stasis saluran pencernaan : Proses laktasi pada sapi perahbergantung pada kondisi fungsional saluran pencernaan danbila terjadi gangguan dapat menimbulkan hypocalcaemiaMinis. Stasis saluran pencernaan umumnya terjadi dalam 2jam pada saat melahirkan . Dilaporkan pula bahwahypocalcaemia dapat merangsang timbulnya stasis saluranpencernaan. Faktor lain yang dapat menimbulkan stasissaluran pencernaan antara lain rumput dan pakan yang sangatmudah tercerna dan interaksi hormonal seperti estrogen .

5) Keseimbangan diet : Keseimbangan diet merupakan faktorpredisposisi parturient hypocalcaemia, sebagai contohnyastatus "asam" atau "basa" (pH) dari total diet . Status tersebut

23 1

Page 24: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Prgfzl Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

merujuk pada proporsi non-metabolizable kation terhadapanion. Sebagai contohnya, sodium bikarbonat terdiri darinon-metabolizable kation (sodium) dan metabolizable anion(bikarbonat) . Bila diet mengandung berlebihan non-metabolizable anion balk kalsium, magnesium, potasiummaupun sodium akan menimbulkan penurunan mobilisasicadangan kalsium. Sebaliknya, diet yang asam diketahuisebagai bahan profilaktik untuk milk fever dan pemberiansuplemen amonium khlorida berguna untuk mencegah milkfever . Faktor lain dalam keseimbangan diet yang dapatmenimbulkan milk fever adalah defisiensi magnesium .Defisiensi magnesium dapat menghambat mobilisasi Cakarena adanya pengaruh langsung pada metabolisme di dalamtulang. Sebaliknya, intake magnesium yang berlebihan dapatjuga menimbulkan parturient hypocalsemia, karena akanmemengaruhi absorpsi Ca dari saluran pencernaan danbahkan merangsang sekresi calcitonin yang pada akhirnyadapat menurunkan kadar Ca darah .

IV.4 Gejala Minis

Rendahnya kadar Ca darah dapat menimbulkanhipersensitivitas pada membran syaraf serta otot dan kemudianterjadi hipereksibilitas dan grass tetany . Namun, pada stadiumakhir milk fever akan terjadi paralisis otot bukan tetany. Hal inidisebabkan karena hypokalsemia akan meningkatkanpermeabilitas sel terhadap kation sehingga potasium akanmengalir ke luar sel dan sodium masuk ke dalam sel sehinggaterjadi paralisis kontraksi otot . Peningkatan permeabilitas seljuga akan mengakibatkan fosfat mengalir keluar sel yang dapatmengakibatkan nekrosis serabut otot . Hal ini dapat menjadifaktor predisposisi untuk penyakit "downer cow" syndromeketika sapi tidak mampu berdiri kembali sekalipun diobatidengan Ca boroglukonat . Milk fever umumnya terjadi secaraakut dalam waktu yang singkat, yaitu tiga hari setelah parturisi .

23 2

Page 25: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Prof l Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

Sapi perah yang menderita milk fever umumnya melalui tigastadium, yaitu :1) Stadium pertama mungkin tidak terlihat karena penyakit

berlangsung dengan cepat . Pada stadium ini akan terlihatreaksi hiperaktif dan hipersensitif yang diikuti dengan tremorotot, peregangan otot, dan daun telinga terkulai . Kakibelakang kaku dan sulit digerakan, sapi menyendiri kemudianterjatuh dan berbaring dengan posisi yang tidak nyaman .

2) Stadium kedua ditandai dengan berbaring pada sternal(sternal recumbency) . Sapi mengalami depresi dan hampirpingsan, tidak mampu mengangkat dan menggoyang-goyangkan mulut ke bagian perutnya . Kemudian terjadihypothermia serta stasis ruminal dan konstipasi mulai terlihat .

3) Stadium ketiga melibatkan kolaps dan koma . Sistemkardiovaskuler mengalami kegagalan fungsi ditandai dengandenyut dan suara jantung yang lemah. Dalam beberapa jamkematian sapi dapat terjadi bila tidak diobati . Kematian sapiumumnya disebabkan karena kegagalan pernapasan akibatbloat, tetapi kolaps jantung umumnya merupakan akhir dariproses penyakit .

IV.5 Pengobatan dan pencegahan

Pengobatan milk fever diarahkan untuk mengembalikankadar Ca darah pada kondisi normal tanpa penundaan sertamencegah terjadinya kerusakan otot dan syaraf akibat hewanberbaring terlalu lama. Keberhasilan pengobatan tergantungpada serveilan yang dilakukan secara terus-menerus khususnyaterhadap stadium awal penyakit .

Kalsium boroglukonat adalah obat standar untuk milk feveryang diberikan melalui injeksi secara intravenous sebanyak 25%larutan . Payne (1989) melaporkan bahwa pemberian sebanyak 9g Ca merupakan dosis optimum yang dapat mengobati milkfever, tetapi pemberian sebanyak 6 g Ca kurang cukup karenapenyakit cenderung muncul kembali, dan 12 g Ca terlaluberlebihan. Penyuntikan kalsium secara intravena dapat

233

Page 26: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Prgfil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

menaikan kadar Ca darah sampai melebihi batas normalnya danmenimbulkan detak jantung tidak teratur yang dapat dideteksidengan cepat. Namun, toksisitas akut untuk kalsiumboroglukonat adalah rendah karena kation Ca berikatan dengananion boroglukonat sehingga tetap dalam bentuk inaktif .

Kasus lapangan milk fever biasanya merupakan penyakityang kompleks, oleh karena itu larutan Ca boroglukonat dapatditambahkan magnesium dan/atau dektrosa . Selanjutnya, suatupercobaan menunjukkan bahwa injeksi ganda dart Caboroglukonat yang diberikan secara intravena dan subkutandapat membantu pengobatan milk fever. Pemberian kalsiumsecara intravena menghasilkan pengaruh langsung, sedangkandepot Ca di bawah kulit (penyuntikan subkutan) akanmemberikan pengaruh yang lambat tetapi memberikanpenyembuhan yang lama (Payne, 1989) . Kebanyakan hewanakan sembuh dengan cepat setelah pengobatan . Dalam 5-10menit sapi mampu mengangkat kepalanya, feses akan keluar danmulai berusaha untuk berdiri . Bila penyakit kambuh kembali,biasanya terjadi dalam 24 jam maka diperlukan pengobatankedua. Lumpuh berulang dapat dihentikan dengan meniup udarake dalam kelenjar ambingnya agar menghambat sekresi kalsiumke dalam susu dan kehilangan kalsium .

Strategi pencegahan penyakit bergantung pada kondisipeternakan (tingkat kejadian penyakit), musim pada saat calvingdan kondisi hijauan pakan ternak . Kasus penyakit milk feverbiasanya tinggi pada kelahiran musim hujan (basah) dan hijauanpakan ternak yang basah . Hal tersebut disebabkan karena (a)rumput mengandung Ca yang tinggi, (b) rumput mengandungmagnesium yang rendah, dan (c) selama kelahiran biasanyaterjadi periode stasis lambung dan hal ini akan menurunkankemampuan sap] mengabsorbsi Ca . Oleh karena itu, strategipencegahan penyakit dilakukan berdasarkan langkah-langkahsebagai berikut :a) Menghindari pemberian rumput yang basah selama musim

hujan tiga minggu masa kebuntingan terakhir .

2 34

Page 27: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

b) Memberikan asupan kalsium rendah selama periode keringkandang .

c) Menghindari pemberian pakan yang berlebihan sebelummelahirkan .

d) Memberikan diet magnesium dan fosfor yang cukup .e) Memberikan suplemen dengan hay, straw, atau silase .f) Menyediakan diet mudah tercerna untuk menjaga rasa

sebelum dan segera setelah parturisi .g) Memberikan derivat vitamin D3 melalui injeksi .h) Memberikan campuran vitamin D dengan 100-500 g Ca

khlorida, baik melalui pakan maupun melalui air minumselama 4 atau 5 hari sebelum melahirkan .

i) Bila terjadi wabah atau beberapa induk sapi pernahmengalami milk 'fever, berikan 400 ml 20% larutan Ca(sebaiknya dengan kandungan rendah magnesium dan fosfor)secara subkutan, segera setelah melahirkan .

IV.6 Grass tetany (Hypomagnesemia)

Grass tetany disebut juga hypomagnesaemia akut,hypomagnesaemia tetany, laktasi tetany dan grass staggers .Penyakit ini bersifat fatal pada ruminansia yang berlangsungsecara cepat tanpa gejala klinis sebelum kematian hewan padalokasi dimana ditemukan terjatuh . Grass tetany sering dijumpaipada hewan yang digembalakan di lapang di mana sapi yangsedang laktasi paling peka terhadap penyakit Mi .

Gambaran diagnostik penyakit ini adalah hypomagnesemiayang terjadi penurunan kadar magnesium di dalam darah daritingkat normal 2,5 mg/dl menjadi <_0,5 mg/dl. Perawatan hewanperlu dilakukan bila mendapatkan hasil analisis darah yangmengindikasikan terjadi penurunan kadar magnesium darah .Sapi yang mengalami hypomagnesemia umumnya memperlihat-kan gejala klinis dalam waktu bersamaan dengan hypokalsemia,hal ini penting dalam mendiagnosis penyakit karena munculnyagejala tetany dilaporkan diakibatkan penurunan kadar Ca dalamdarah secara mendadak. Bahkan dalam jangka waktu pendek

2 3 5

Page 28: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

hewan dipuasakan atau dalam keadaan stress sudah dapatmerangsung timbulnya hypokalsemia . Sebagai contoh, padasituasi hewan ditransportasikan, perjalanan hewan di lapangpenggembalaan, perubahan mendadak terhadap diet danindigesti . Grass tetany tidak sama dengan milk fever, karenatidak berkaitan langsung dengan parturisi . Akan tetapi, sapiyang berlaktasi peka terhadap penyakit ini karena meningkatnyakebutuhan magnesium untuk sintesis susu sehingga dapatmemengaruhi homeostasis magnesium .

IV.7 Penyebab penyakit

Grass tetany disebabkan karena menurunnya (defisiensi)kadar magnesium dalam darah sapi yang digembalakan dilapangan. Sapi yang dikandangkan dan diberi ransum konsentratserta rumput kering jarang mengalami grass tetany . Masa laktasidapat meningkatkan kebutuhan magnesium sehingga sapi laktasimenjadi berisiko untuk mengalami grass tetany . Masalah utamaadalah tidak cukupnya asupan magnesium dari pakan yangdisertai dengan beberapa faktor lainnya karena terbatasnyapenyerapan magnesium dari usus .

Timbulnya grass tetany pada sapi dapat diilustrasikansebagai berikut : Kebutuhan harian magnesium pada seekor sapiuntuk kondisi normal adalah 10 g dan untuk laktasi diberlukan18 g per hari. Oleh karena itu, total kebutuhan magnesium padasapi yang berlaktasi mencapai 28 g per hari . Rumput umumnyamengandung sekitar 0,1% magnesium dalam pakan kering (drymatter) . Apabila seekor sapi mengkonsumsi rumput 18 kg DMhanya akan mendapatkan 18 g magnesium, sehingga bila sapidalam masa laktasi akan mengalami kekurangan 10 gmagnesium per hari. Sementara itu, sapi tidak memilikicadangan magnesium di dalam tubuhnya sehingga sapi tersebutharus mendapatkan intake harian secara reguler untukmenghindari timbulnya hypomagnesemia . Pemberian pupukyang sangat tinggi akan menurunkan kadar magnesium padarumput pakan temak . Kadar magnesium pada rumput dapat pula

2 36

Page 29: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Proftl Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

menurun karena tingginya kandungan kalium dan rendahnya pHtanah, karena kedua kondisi ini dapat mengurangi penyerapanmagnesium oleh rumput. Sebaliknya, rendahnya pH rumen danusus dapat merangsang penyerapan magnesium (dan kalsium)oleh tubuh hewan (Blowey, 1988) . Walaupun demikian, rumputyang tumbuh subur dan basah dapat menimbulkan peningkatanpH rumen sampai 6,5-6,7 yang hal ini merupakan alasanhypomagnesemia sering dijumpai pada musirn hujan. Secaraumum, beberapa faktor yang perlu diperhatikan pada penyakitgrass tetany ini, antara lain :1) Rumput muda mengandung magnesium yang lebih rendah

dibandingkan dengan rumput tua atau kering .2) Rumput dengan daun tunggal dan ramping mengandung

magnesium lebih rendah daripada rumput dengan daun jamak(multiple) dan lebar.

3) Pemupukan rumput dengan nitrogen dan kaliurn dapatmenghambat penyerapan magnesium oleh tanaman dan jugamencegah penyerapan magnesium oleh mukosa usus .

4) Diet kalsium yang berlebihan dapat menghambat absorbsimagnesium, dan oleh sebab itu pengapuran lahan rumputdapat meningkatkan potensi tetany pada sapi yangdigembalakan .

5) Pakan yang mengandung protein tinggi yang meningkat-kankandungan amonia dalam rumen dapat menghambatpenyerapan magnesium, akibat terjadinya presipitasimagnesium amonium forsfat.

6) Beberapa jenis pengikat mineral (magnesium) terdapat didalam saluran pencerapan hewan, seperti asam ketobutiratatau asam transakonitat .

IV.8 Gejala klinis

Kejadian penyakit ini berlangsung secara akut (sangatcepat), sapi terlihat menderita sangat parah atau mati tanpagejala klinis. Sapi umumnya dijumpai mati di tempat hewanmengalami kolaps dengan gejala tetany . Sapi terlihat berlari-lari

2 3 7

Page 30: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

secara liar dan kemudian jatuh dengan gejala konvulsi . Bilakesembuhan sementara terjadi dapat diikuti dengan konvulsiyang lebih parah kemudian kematian . Gejala akut lainnya yangmungkin terlihat adalah hyperthermia, kontraksi otot yang parahberkaitan dengan tetany serta detak jantung yang tidak teraturdan berbunyi .

Pada kasus kronik, terlihat sapi akan mengalami gangguan,gagal makan dan hipersensitif. Sapi akan terlihat galak sertasulit untuk dipegang dan gejala ini akan berlangsung untukbeberapa hari sampai memasuki stadium konvulsi .

IV.9 Pengobatan dan pencegahan

Pengobatan sangat diperlukan untuk diberikan segera padahewan yang diduga menderita grass tetany. Sapi perah perludicegah dari timbulnya spasmus dan tetany (kekejangan) denganmemberikan terapi magnesium . Larutan magnesium sulfat 25%sebanyak 400 in] dapat diberikan secara oral . Larutan ini dapatpula diberikan secara subkutaneus bila hewan dapat dipegangatau diikat, dan hindari pemberian secara intravenus karenadapat mempercepat timbulnya serangan jantung yang bersifatfatal . Pada saat yang sama, terutama bila terlihat gejala spasmus,dapat diberikan sedativa untuk menenangkan hewan danmengurangi risiko serangan jantung, kemudian diberikankombinasi preparat magnesium dan garam Ca secara perlahanmelalui intravena .

Pencegahan diarahkan untuk meningkatkan intakemagnesium. Strategi pencegahan penyakit umumnya dilakukandengan memberikan suplemen magnesium pada masa-masakritis seperti pada musim hujan dan penggembalaan padarumput yang basah. Suplementasi magnesium dapat dilakukanmelalui beberapa cara, antara lain :1) Meningkatkan kadar calcined magnesite (MgO) di dalam

konsentrat menjadi 60 g setiap 5,5 kg konsentrat (1,09%) .2) Menggunakan bolus magnesium yang diberikan secara oral .

23 8

Page 31: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

3) Suplementasi preparat magnesium melalui air minum dengandosis 60 g/ekor/hari .

4) Memberikan akses mineral magnesium kadar tinggi .5) Penyemprotan rumput dengan calcined magnesite setiap dua

atau tiga hari .6) Perbaikan kandungan magnesium pada rumput melalui

penggunaan campuran legum, penambahan calcinedmagnesium pada tanah berpasir dan pH rendah, menghindaripenggunaan pupuk yang mengandung kalium tinggi danpengapuran tanah secara teratur .

7) Memberikan rumput kering (hay atau straw) setiap harisebelum rumput mengalami kekeringan .

IV.9.1 Asetonemia (Ketosis)

Asetonemia juga disebut ketosis atau hypoglisemia ketosisyang sering ditemukan pada sapi perah pada mesa awal laktasi .Ketosis disebabkan karena ketidakseimbangan antara input danoutput energi metabolisme . Penyakit in] merupakan gangguanmetabolisme yang terjadi pada awal laktasi dan berkaitan eratdengan hypoglisemia, ketonaemia, ketonuria, hilang nafsumakan, kehilangan berat badan dan inkoordinasi (Blowey,1988) . Gejala neural dapat timbul pada beberapa sapi perahberupa lethargy dan kekejangan .

Penyebab penyakit

Mekanisme asetonemia diawali dengan gangguanmetabolisme karbohidrat untuk menghasilkan energi . Pakanyang mengandung karbohidrat tinggi dipecah oleh mikro-organisme rumen menjadi asam propionat dan kemudian dibawake dalam hati untuk digunakan menghasilkan glukosa . Fungsiutama glukosa adalah untuk mensintcsa susu dan padakenyataannya kecepatan dalam memproduksi susu ditentukanoleh kecepatan dalam memasok glukosa ke dalam kelenjarambing . Propionat berfungsi pula dalam metabolisme lemakterutama untuk menghasilkan energi yang berasal dari lemak .

2 39

Page 32: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Proflu Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

Sapi pada masa awal laktasi umumnya tidak mampumengonsumsi cukup energi dari diet pakannya untuk mencukupikebutuhan energi dalam menghasilkan susu dan oleh karena itutubuh mendapatkan energi dari cadangan lemak . Lemak dipecahmenjadi asam lemak kemudian melalui aliran darah dibawa kejaringan hati . DI dalam hati, asam lemak dipecah menjadi asamasetat dan kemudian menghasilkan sejumlah energi . Namun,degradasi asam asetat menjadi karbon dioksida (C02) dan air(H20) yang disertai dengan pelepasan energi membutuhkaninteraksi dengan propionat . Sedangkan pakan yang mengandungfiber tinggi akan didekomposisikan oleh mikroba rumen menjadiasetat dan butirat, dan kedua senyawa ini dibawa ke dalam hatiuntuk dimetabolisme . Butirat diubah menjadi asam asetatsehingga meningkatkan kebutuhan sapi perah akan propionat .

Bila seekor sapi diberi pakan maka produksi totalpropionatnya akan dikonversi menjadi glukosa dan digunakanuntuk memproduksi susu . Pada kondisi ii)i masih terjadimobilisasi lemak untuk menghasilkan energi, akan tetapi karenatidak tersedianya propionat maka metabolisme lemak tidakdapat berlanjut secara sempurna sehingga hanya menghasilkanasam asetat . Kelebihan asam asetat akan terakumulasi di dalamhati sampai jaringan hati tidak mampu lagi mengakumulasiasam asetat. Untuk mengeluarkan asam asetat ini, maka duamolekul asam asetat akan berikatan untuk menghasilkan aseton .Aseton keluar dari hati melalui aliran darah dan akanmengintoksikasi sapi yang menimbulkan gejala asetonernia .

Gejala Minis

Gejala awal dari asetonemia adalah penurunan produksisusu dan bau aseton dari pernapasan, susu, dan urin sapipenderita. Selanjutnya sapi tidak mau mengonsumsi konsentratmeskipun tetap mengonsumsi rumput kering atau silase . Buluterlihat kusam dan sapi mengalami lethargy yang diikuti denganberhentinya ruminasi dan penurunan produksi susu secaradrastis . Aseton dapat pula memengaruhi otak akibatnya sapi

240

Page 33: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Profit Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

menjadi liar, keluar busa dari mulut, menjilati berbagai bendadisekitarnya dan berdiri dengan menjulurkan kepala ke atas .

Pengobatan dan pencegahan

Pengobatan penyakit dapat dilakukan melalui tiga tahapanpengobatan, yaitu :1) Penyuntikan obat untuk meningkatkan kadar glukosa darah

dan mempercepat metabolisme hati . Obat yang digunakanumumnya anabolik steroid atau kelompok glukokortikoid .

2) Obat yang diberikan secara oral untuk meningkatkan kadargula darah dan memperbaiki metabolisme seperti sodiumpropionat dan gliserol .

3) Perawatan individual secara terpisah pada hewan yang sakitdengan memberikan pakan khusus seperti molases .

Pencegahan penyakit diarahkan untuk tetap menjagapemberian diet pakan yang benar. Ransum harus mengandungenergi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolismedalam masa produksi . Tahapan pencegahan penyakit yang dapatdilakukan, antara lain :1) Menghindari kelebihan lemak pada masa akhir laktasi . Skor

tubuh <4 saat lahir .2) Mencegah kelebihan lemak selama periode kering kandang .3) Meningkatkan intake pakan secara bertahap untuk laktasi .4) Meningkatkan konsentrat secara bertahap sesuai tingkat

produksi susu .5) Menggunakan rasio konsentrat yang seimbang dan

mengandung tidak lebih dari 16-18% protein .6) Setelah masa puncak laktasi, karbohidrat yang mudah

tercerna dapat diganti secara bertahap dengan pakan yanglebih murah .

7) Menjaga palatibilitas hijauan pakan ternak .

24 1

Page 34: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

IV.9.2 Metabolik Asidosis (BloatlTympany)

Metabolik asidosis pada sapi perah umumnya disebabkankarena intake berlebihan dari karbohidrat mudah terfermentasi .Fermentasi karbohidrat berlangsung sangat cepat di dalamrumen dan menghasilkan asam laktat dalam jumlah besardimana terjadi perubahan keasaman di dalam rumen secaramendadak sehingga hewan kehilangan nafsu makan danindigesti serta asidosis sistemik. Karbohidrat difermc.atasi didalam rumen akan menghasilkan campuran asam lemak terbang,asetat, propionat dan butirat . Asam laktat juga dapat drhasilkandi dalam tubuh, tetapi dalam jumlah yang kecil dan sementara(Seawright, 1989) . Namun, apabila sapi memakan terlalubanyak pakan yang mudah terfermentasi maka pertumbuhanbakteria penghasil asam laktat akan meningkat danmendominasi mikroflora rumen . Kelebihan asam laktat kadang-kadang dapat terakumulasi yang menyebabkan korosi padadinding rumen, nekrosis sel epitel dan menimbulkan asidosismetabolik. Asidosis dapat berlangsung secara akut maupun yangkronik. Bentuk akut terjadi karena mengonsumsi karbohidratmudah tercerna misalnya pati dalam jumlah yang berlebihan .Bentuk kronik sering terjadi pada sapi penggemukan karenadiberi diet yang tidak seimbang mengandung minimal (tidakmudah tercerna) rumput yang diikuti dengan pakan konsentrattinggi .

Penyebab penyakit

Asidosis sering disebabkan karena mengonsumsikarbohidrat mudah tercerna yang tinggi. Toksisitasnyabergantung pada kecepatan proses fermentasi, di mana pakanyang digiling halus cenderung lebih berbahaya dibandingkanwhole grain . Penyebab utama asidosis adalah akumulasi asamlaktat secara berlebihan di dalam rumen . Mekanisme asidosisadalah sebagai berikut :

2 42

Page 35: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

1) Dalam beberapa jam setelah mengonsumsi pakan yangmudah terfermentasi, populasi mikroba rumen akan berubahsehingga menurunkan pH rumen menjadi asam .

2) Kelebihan asam laktat akan meningkatkan osmolaritas rumensehingga air akan keluar dari darah dan menimbulkandehidrasi .

3) Sapi akan berusaha untuk menyangga (buffer) keasamanrumen dengan saliva dan mengeluarkan bikarbonat dariplasma darah .

4) Fermentasi ruminal menghasilkan bentuk D- dan I.-asamlaktat. L-asam laktat kurang berbahaya karena dengan cepatakan dimetabolisme sehingga meninggalkan D-asam laktatuntuk berakumulasi .

5) Asam laktat bersifat korosif pada dinding rumen sehinggadapat menimbulkan kematian sel (nekrosis) dan terkelupas .

6) Keracunan ringan asam laktat dapat menimbulkan stasisrumen .

7) Histamin atau endotoksin bakteri bersifat toksik dan dapatmenimbulkan asidosis ruminal .

Gejala Minis

Keparahan penyakit bergantung pada jumlah pakan yangmudah terfermentasi dikonsumsi oleh hewan . Gejala klinisutama yang terlihat adalah pembesaran rumen dan spasmusabdominal serta hewan berhenti melakukan ruminasi . Dalamkurun waktu 24 jam, sapi penderita akan mengalami stagger dankolaps. Hewan kelihatan mabuk, buta asimetris dengan denyutjantung tinggi, dan selanjutnya hewan mengalami anoreksi,depresi dan dehidrasi .

Pengobatan dan pencegahan

Pengobatan asidosis bergantung pada bentuk asidosisnyaapakah asidosis ruminal atau sistemik . Walaupun demikian,tindakan pertama dalam pengobatan asidosis ini adalahmengurangi tekanan yang disebabkan akibat pembentukan gas

243

Page 36: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

(bloat) sebelum terjadi kegagalan jantung . Obat-obatan bloatdapat diberikan secara intraruminal seperti larutan magnesiumoksida untuk mendispersi gas di dalam rumen . Dalam hal midapat diberikan cairan minyak seperti minyak kelapa danminyak sayuran sebanyak 500 ml . Pada kasus bloat parah, perludilakukan trokar untuk mengeluarkan gas rumen . Trokar dankanula dimasukan ke dalam rumen pada sisi kiri hewan, 5 cm dibelakang tulang iga terakhir dan 15 cm di bawah tulang spinus .Teknik alternatif lain untuk mengeluarkan gas rumen dapatdilakukan dengan menggunakan sonde lambung.

Asidosis sistemik dapat diobati dengan menggunakan infusicairan isotonik (1,3%) sodium bikarbonat yang diinjeksikansecara intravena. Bila hewan juga mengalami kelumpuhanakibat paresis atau hypokalsemia, maka Ca boroglukonat dapatdiberikan untuk penyembuhannya .

Pencegahan diarahkan untuk mencegah terjadi pembesaranrumen . Sapi dapat diberikan ransum berupa'biji-bijian secarabertahap. Kandungan rumput kering dalam ransum perlu dijagakeseimbangannya dengan balk untuk mencegah terjadinyapembesaran rumen . Larutan penyangga (buffer) dapatdicampurkan ke dalam diet seperti sodium bikarbonat, dimanaantibiotik dapat menekan pertumbuhan bakteria penghasil asamlaktat .

V. KERACUNAN PADA SAM PERAH

Keracunan pada sapi perah bergantung pada kualitas pakandan konsentrat yang diberikan. Seiring dengan pola peternakansapi di Indonesia yang menerapkan sistem pengandangan ternakdan cut and carry, hijauan pakan ternak menjadi sumber utamatimbulnya keracunan pada sapi perah . Umumnya, kasuskeracunan yang sering dijumpai pada sapi perah terdiri darikeracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanamanberacun. Keracunan pada sapi perah umumnya menimbulkangejala klinis yang sama, yaitu kekusaman, kehilangan nafsumakan, rasa sakit pada abdominal dan beberapa di antaranya

244

Page 37: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

dapat menimbulkan gejala syaraf sehingga diagnosis penyakitakan sulit dilakukan . Konfirmasi penyebab keracunan umumnyadilakukan dengan uji laboratorium secara kimiawi . Selain itu,pengobatan untuk keracunan juga mengalami kesulitan kecualimengurangi atau menghilangkan gejala klinis yang ditimbulkan .

V.1 Fluorosis

Fluorosis adalah keracunan kronik yang umiimnyadisebabkan karena mengonsumsi sejumlah kecil fluorine daridiet pakan atau air minum . Fluorin berasal dari kegiatan industriyang dapat mengontaminasi rumput di sekitar pabrik. Secaraalamiah fluorin banyak terdapat di dalam batu atau cadas dansering dikaitkan dengan fosfat sehingga tanah dan sumber airdapat mengandung fluorin dalam jumlah yang besar bahkansampai 8,7 ppm di dalam sumber air (Seawright, 1989) .Kontaminasi rumput oleh fluorida dari proses industri ataupemberian kapur fosfat pada lahan dilaporkan dapatmenimbulkan fluorosis pada sapi bila mengonsumsi rumput darilahan tersebut .

Fluorin yang terkonsumsi oleh sapi akan disimpan di dalamtulang dan gigi hewan, dan gejala klinis tidak akan terdeteksikecuali pemaparan berlangsung terus selama beberapa bulan .Salah satu gejalanya adalah kelumpuhan yang mungkindisebabkan karena adanya fraktura tulang pada kaki hewan atauadanya eksostosis (penonjolan) pada persendian tulang kaki .Abnormalitas pada gigi dapat pula terjadi pada keracunanfluorin terutama pada hewan muda berupa keretakan danterkelupasnya email gigi sapi .

V.1.1 Penyebab penyakit

Fluorosis pada sapi perah berlangsung secara kronik akibatmengonsumsi diet pakan dan air minum yang terkontaminasifluorin. Fluorin dapat dijumpai pada batu-batuan yang seringdihubungkan dengan fosfat sehingga tanah dan air disekitarnyaterkontamonasi fluorin. Meskipun air permukaan mengandung

245

Page 38: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

sedikit fluorin, tetapi pada air sumur atau artesis dapatmengandung fluorin lebih banyak. Tanaman hanyamengabsorbsi fluorin dalam jumlah kecil sehingga hanya sedikitpula fluorin yang masuk ke tubuh hewan melalui hijauan .

Pengapuran lahan tanam untuk rumput dengan kapur fosfatmerupakan penyebab umum dari fluorosis dan jumlah yanglebih besar dapat tertelan oleh sapi bila pakan ternakdisuplementasi dengan batuan fosfat yang murah . Polusi olehasap dan debu dari industri dapat mengontaminasi rumput,lahan, dan air disekitar pabrik tersebut.

V.1.2 Gejala klinis

Fluorin adalah racun untuk seluruh jaringan tubuh . Jikatertelan dalam jumlah besar fluorin dapat menimbulkankematian hewan akibat iritasi lambung karena bentuk asamhidrofluorat . Gejala syaraf dan tetany dapat terjadi akibatpenurunan kadar kalsium dalam serum bila kalsium fluoridainaktif terbentuk. Pembekuan darah juga dapat terhambat .

Pada kasus intoksikasi kronik menimbulkan hilangnyanafsu makan akibat penurunan aktivitas rumen ; bercak-bercakpada gigi dan eksostoses pada persendian tulang . Kadar normalfluorin darah mencapai 0,2 mg/dl dan 2-6 ppm dalam urin .

V.1.3 Pengobatan dan pencegahan

Pengobatan hanya dapat dilakukan dengan mengeluarkanhewan dari padang rumput yang terkontaminasi atau tidakmemberikan rumput tercemar, kemudian dapat diberikanvitamiun A dan D agar fluorin diekskresikan secara perlahan .Garam kalsium dapat diberikan secara intravena untukmenggantikan kalsium terpresipitasi di dalam serum . Pemberiankalsium dan fosfat dalam jumlah yang cukup dapat membantupenyimpanan fluorin di dalam tulang .

Pencegahan dilakukan dengan cara menguji kadar fluorinair minum secara laboratorium. Jika kadar fluorin cukup tinggimaka dapat ditatnbahkan kapur untuk mengurangi kandungan

24 6

Page 39: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Prgfil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

fluorin di dalam air. Penaburan kapur fosfat pada lahan rumputdan penambahan batu fosfat dalam pakan barns dihindarkan .

Tembaga (Cu)

Senyawa cuprum (Cu) digunakan secara luas dalamkegiatan pertanian dan veteriner sebagai fungisida, bakterisida,moluskisida dan anteihementika yang setiap saat menjadisumber keracunan pada hewan . Tembaga merupakan elemenesensial untuk kesehatan, sedangkan keracunan pada hewanmerupakan akibat pengobatan terhadap defsiensi tembagamelalui suplementasi Cu secara berlebihan (Seawright, 1989) .

Sapi mampu mengatasi intake tembaga dalam jumlah besardengan cara menyimpannya di dalam hati, tetapi bila mencapaistadium ketika hati tidak mampu lagi menampung tembaga akanterjadi gangguan fungsi hati . Pada kondisi tersebut akan timbuljaundice parah, perih lambung dan haematuria ; sedangkankematian merupakan hal yang umum terjadi . Keracunantembaga biasanya terjadi dalam periode lama untuk intaketinggi, sebagai contohnya sapi mengonsumsi tanaman yangdisemprot dengan garam tembaga, atau suplementasi tembagasecara berlebihan ke dalam ransum .

V.3 Toksisitas

Cuprum yang masuk ke dalam tubuh hewan melalui mulutdiabsorbsi dari saluran pencemaan, kemudian disimpan di dalamhati dan diekskresikan melalui empedu. Pada ruminansia,jumlah tembaga yang diabsorbsi dan disimpan dikendalikan olehjumlah molybdenum dan sulfat dalam diet . Jumlah ion cupricyang berlebihan bersifat iritan secara lokal di dalam saluranpencernaan dan menimbulkan muntah, salivasi, mual, nyeriabdominal, konvulsi, paralisis, kolap dan mati . Bila terdapatkhlorofil di dalam saluran pencernaan maka tembaga akanmemengaruhi isi usus berupa warna hijau dari senyawa cuprum-khlorofil. Dosis toksik akut secara oral pada sapi dewasa adalah200 mg/kg .

2 4 7

Page 40: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Projil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

V.3.1 Penyebab penyakit

Keracunan tembaga dapat disebabkan karena mengonsumsigaram tembaga secara berlebih melalui pakan yangterkontaminasi . Tanaman dapat terkontaminasi olehpenyemprotan fungisida dan air mungkin mengandung tembagaakibat parasitisida atau pada saat tindakan eradikasi siputberlangsung. Rumput dapat juga mengandung tembagaberlebihan setelah pemupukan dengan garam tembaga untukmemperbaiki defisiensi cuprum . Pada kawasan industri, polusioleh cuprum memungkinkan terjadi .

V.3.2 Gejala Minis

Garam tembaga merupakan koagulan protein makakonsumsi garam tembaga secara berlebihan akan mengakibatkaniritasi pada mukosa saluran pencernaan . Maka gastroenteritisparah yang diikuti dengan nyeri abdominal dan diare parahmerupakan gejala klinis yang langsung terlihat . Selanjutnyahewan akan mengalami shock parah diikuti dengan penurunansuhu tubuh dan peningkatan denyut jantung . Kolaps dankematian dapat terjadi dalam 24 jam setelah gejala klinispertama terlihat . Pada anak sapi yang mampu bertahan hidupakan terlihat hemoglobinuria dan hemoragi masif .

Jumlah kecil konsumsi tembaga dalam waktu lama hanyasedikit berpengaruh, tetapi tembaga akan terakumulasi di dalamjaringan hati . Keadaan dapat berlangsung selama enam bulansehingga akumulasi cuprum mencapai tingkat maksimum, bilacuprum dilepas masuk ke aliran darah maka sapi akanmengalami sakit yang bersifat akut dan kematian dalam waktusingkat. Pada kasus ini biasanya tidak terjadi gangguan fungsisaluran pencernaan, tetapi timbul haus, hemoglobinuria, danjaundice secara mendadak. Kematian ternak disebabkan karenaanemia akut dan nephrosis haemoglobinuria . Methemoglobinsering terdeteksi dan packed cell volume (PCV) mangalamipenurunan dari 40% menjadi 10% dalam 48 jam (Seawright,1989) .

24 8

Page 41: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Profl Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

V.3.3 Pengobatan dan pencegahan

Pengobatan pada kasus keracunan akut dianjurkan untukmemberikan sedativa gastrointestinal dan pengobatansimptomatik. Ternak yang mengalami keracunan akut dapatdiobati dengan molybdenum sulfat untuk membatasi penyerapancuprum dari saluran penyerapan dan merangsang mobilisasi darihati dan ekskresi melalui urin . Pemberian 50-500 mg arnoniummolybdat dan 0,3-1 g sodium sulfat setiap hari secara oralselama 3 minggu dianjurkan untuk mencegah terjadinya faseakut penyakit ini .

Pencegahan dapat dilakukan dengan cara menghindaripemberian preparat cuprum secara berlebihan baik sebagaitindakan pengobatan maupun memasukkan tembaga pada lahanrumput dalam rangka memperbaiki defisiensi cuprum . Perlumenghindari pemberian pakan biji-bijian yang diberi perlakuandengan agen antijamur atau tanaman terkontaminasi olehpenyemprotan fungisida mengandung senyawa cuprum . Airyang mengandung fungisida dapat berisi cuprum dalam jumlahtoksik .

V.4 Selenium (Se)

Keracunan selenium (Se) sering terjadi pada daerah dengankadar Se tinggi di dalam tanah, tanaman yang tumbuh di atastanah tersebut memiliki kemampuan menyerap (akumulator) Sedari tanah atau terjadi akibat pemberian Se secara berlebihan(Seawright, 1989) . Hewan yang terintoksikasi mengalamikebutaan dan menunjukkan gejala syaraf seperti menundukankepala, emasiasi, lumpuh, dan rontok bulu .

V.4.1 Penyebab penyakit

Keracunan Se disebabkan karena kandungan tinggi Se didalam tanah dimana beberapa tanaman yang terdapat pada lahantersebut mampu mengabsorbsi Se dalam jumlah besar, seperti

2 49

Page 42: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Profrl Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

Acacia sp. Toksisitas Se dipengaruhi oleh status cobalt (Co) danprotein pada hewan. Bila salah satunya mengalami defisiensimaka akan terjadi peningkatan kepekaan terhadap Se . Sapikurang peka terhadap Se dibandingkan domba, tetapi Se yangterdapat di dalam pakan ternak tidak boleh lebih dari 5 ppmbahan kering dan pemberian pakan yang mengandung Sesebesar 25 ppm bahan kering selama beberapa minggu dapatmenimbulkan keracunan Se kronik. Keracunan akut Se dapatterjadi bila hewan digembalakan pada lahan yang mengandung2.000-3 .000 ppm Se . DI samping itu, keracunan Se dapat pulaterjadi bila sapi diberikan preparat Se secara berlebihankhususnya untuk pengobatan penyakit enzootic musculardystrophy .

V.4.2 Gejala Minis

Kasus keracunan Se akut memperlihatkan gejala sulitbernapas, diare encer, demam dan tacchycardia . Sering puladijumpai gerakan dan postur abnormal dan diikuti dengankematian mendadak. Nekropsi memperlihatkan pembendungandan nekrosis hati serta pembendungan pada medulla ginjal,ulserasi pada rumen dan kerusakan jaringan yang luas pada hat],paru-paru dan myocardium .

Pada keracunan Se kronik terdapat dua bentuk gejalakeracunan, yaitu : (1) "blind stagger" yang memperlihatkangejala syaraf seperti langkah kaku, kebutaan, paralisis dan matiakibat kegagalan pernapasan ; dan (2) "ill-thrift" yangmenunjukkan gejala kekusaman bulu, emasiasi, kulit keras danrontok bulu serta tidak aktif. Pada kondisi ini sering jugadijumpai abnormalitas tapak kaki dan kepincangan biasanyabersifat parah. Nekropsi terlihat atrophy dan dilatasi jantung,nekrosis hati dan glomerulonephritis .

V.4.3 Pengobatan dan pencegahan

Pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian diet proteintinggi dan pemberian preparat tembaga secara oral . Pencegahan

25 0

Page 43: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

dilakukan dengan menghindari pemberian hijauan yangmengandung Se tinggi (akumulator) dan berhati-hati dalampenyuntikan preparat Se dalam mengatasi defisiensi Se padaternak .

V.5 Cobalt (Co)

Cobalt (Co) adalah komponen penting dari vitamin B 12yang disintesa oleh bakteria di dalam rumen. Vitamin B12dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mencerna selulosa .Kelebihan vitamin ini akan diabsorbsi oleh sapi dan berperanpenting dalam metabolisme energi . Perubahan pada defisiensicobalt menyebabkan ketidakmampuan hewan untukmemanfaatkan energi pada diet pakannya sehingga sindrompenyakit ini disebut juga sebagai "pine" . Domba lebih pekaterhadap defisiensi Co dibandingkan sapi, tetapi kedua ternak iniakan memperlihatkan gejala yang sama seperti pertumbuhanburuk, anemia, dan peningkatan kepekaan terhadap infeksi . Sapiperah dilaporkan dapat mengalami penurunan produksi susu daninfertilitas (Seawright, 1989) .

V.5.1 Penyebab penyakit

Penyakit ini dapat disebabkan karena tanah tempattumbuhnya rumput atau hijauan pakan ternak mengalamidefisiensi Co sehingga tanaman tersebut juga akan mengalamidefisiensi Co .

V.5.2 Gejala klinis

Gejala klinis untuk defisiensi Co tidak begitu nyata sepertidefisiensi mineral lainnya. Gejala yang umum terlihat adalahpenurunan nafsu makan, kehilangan bobot badan, pica dan diare .Hewan penderita sering pula menunjukkan gejala anemia danhypoglysemia .

2 5 1

Page 44: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

V.5.3 Pengobatan dan pencegahan

Pengobatan dan pencegahan defisiensi Co dapat dilakukandengan memberikan suplementasi Co secara oral kemudiandiikuti dengan penyuntikan vitamin B 12 secara parenteral .Preparat Co direkomendasikan untuk ditambahkan ke dalam dietsapi sebesar 0,07 mg/kg bahan kering .

V.6 Nitrat-nitrit

Nitrat di dalam rumen akan diubah menjadi nitrit .Senyawaan ini diabsorbsi dari saluran pencernaan untukdialirkan melalui darah dan akan berikatan dengan hemoglobinsehingga mencegah masuknya oksigen . Keracunan nitrat-nitritmerupakan masalah dalam peternakan ruminansia yangdisebabkan karena konsumsi urea secara berlebihan danmendadak. Kondisi yang sama juga sering terjadi pada saatternak mendapatkan pakan hijauan yang * segar dengankandungan protein terlarut yang tinggi sehingga dapatdifermentasi dengan cepat . Masalah lain yang berkaitan dengankeracunan nitrat adalah bila ternak digembalakan atau diberirumput yang diberi pupuk dengan kandungan nitrat tinggi,terutama pada saat musim kering .

V.6.1 Penyebab penyakit

Biji-bijian umumnya mengandung nitrat dalam jumlah yangtoksik, terutama setelah dilakukan pemupukan lahan denganmenggunakan senyawa nitrogenus. Beberapa tanaman tertentudapat mengandung nitrat dalam jumlah yang lebih besarterutama tanaman muda, gandum dan jerami . Beberapa tanamanlainnya dapat mengakumulasi nitrat dalam jumlah yangberbahaya bagi kesehatan ternak seperti rumput Urochloapanicoides . Sementara itu, air sumur yang dalam dilaporkandapat mengandung nitrat hingga 1 .700-3.000 ppm (Seawright,1989) .

Profzl Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

2 5 2

Page 45: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Profil Usalza Peternakan Sapi Peralz di Indonesia

V.6.2 Gejala klinis

Gejala klinis utama dari keracunan nitrat adalah dyspnoeadiikuti dengan pernapasan yang cepat akibat anoxia. Anoxiadisebabkan karena pembentukan methemoglobin pada saat nitritdiabsorbsi. Nitrit juga bertindak sebagai vasodilatator sehinggamenimbulkan anoxia pada jaringan. Gejala klinis ini juga diikutioleh gangguan sistem syaraf pusat seperti salivasi, tremor,inkoordinasi dan kematian ternak .

Absorbsi nitrit ke dalam darah mengakibatkan terikatnyanitrit dengan hemoglobin yang dapat menghambat darah untukmembawa oksigen sehingga gejala klinis yang ditimbulkanmeliputi sesak napas, menggigil, megap-megap dan kolaps .Munculnya gejala klinis dapat tertunda hingga enam jam karenamemerlukan waktu untuk mengubah nitrat menjadi nitrit. Gejalaawal yang dapat dilihat adalah nyeri perut, diare, muntah dansalivasi. Kematian sapi dapat terjadi bila kadar .methemoglobindarah mencapai 9 g/100 ml darah (Seawright, 1989) .

V.6.3 Pengobatan dan pencegahan

Pengobatan dapat dilakukan dengan cara menyuntikanmethylene blue secara intravena sebanyak 20 mg/kg pada sapi .Bila bahan toksik yang dikonsumsi lebih banyak, penyuntikanperlu diulangi kembali dalam kurun waktu 6-8 jam .

Pencegahan penyakit dilakukan dengan cara memberikandiet pakan yang cukup karbohidrat dan menghindari daripemberian hijauan yang mengandung nitrat tinggi atau tanamanakumulator untuk nitrat. Begitupula dengan pemberian jeramidan silase perlu dibatasi karena jenis pakan ini dapatmengandung nitrat yang cukup tinggi .

2 5 3

Page 46: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Acha, P . and B . Szyfres . 1989. Brucellosis . In : Acha P .N ., Szyfres B . eds .Zoonosis and Communicable Disease Common to Man and Animals .Washington : Pan American Health Organization .

Alton, G.G. 1984. Report on Consultancy in Animal Brucellosis inIndonesia .

Alton, G., L.M. Jones, R.D. Angus and J.M. Verger. 1988. Techniquesfor the Brucellosis Laboratory . INRA, Paris .

Badan Pusat Statistik. 2006. Statistik Indonesia 2005/2006 . SubDirektorat Publikasi Statistik .

Blood, D.C. and J.A. Handerson . 1979. Veterinary Medicine 5"' ed .Bailliere Tindall . London .

Blowey, R. W. 1988. A Veterinary Book for Dairy Farmers. FarmingPress Limited . Pp: 157-179 .

Bricker, B .J. and S.M. Hailing. 1995. Enhancement of the BrucellaAMOS PCR Assay for Differentiation of Brucella abortus VaccineStrains S19 and RB 51 . American Society for Microbiology. 33 (6) :1640-1642 .

Budiharta S dan B. Warudju. 1985. Mastitis di Daerah IstimewaYogyakarta .1I . Isolasi Bakteri Penyebab dan Resistensi terhadapBeberapa Antibiotika. Hemarazoa . 72(1) : 58-68 .

Bundle, D.R ., J.W. Cherwonogrodsky, M . Caroff and M .B. Perry . 1987 .The Lipopolysacharides of Brucella abortus and B . militensis . Ann .Inst. Pasteur . Microbiol. 138 : 92-98 .

Corner, L . A . ; Alton, G. G and lyer, H. 1987. Distribution of Brucellaabortus in Infected Cattle. Aust . Vet. Journal . 64: 241-244 .

Diaz, L. Jones, D . Leong and J. Wilson . 1968. Diagnosis of. Brucellosisby Serology . Veterinary Microbiology .

Direktorat Jenderal Peternakan . 1981 . Penyakit Keluron Menular(Brucellosis) . Pedoman Pengendalian Penyakit Menular. BinaDirektorat Kesehatan Hewan . Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta .

Direktorat Jenderal Peternakan . 2000. Program dan Pedoman TeknisPemberantasan Brucellosis pada Sapi Perah di Pulau Jawa . DirektoratBina Kesehatan Hewan . Departemen Pertanian .

Direktorat Jenderal Peternakan . 2006. Buku Statistik Peternakan, DitjenPeternakan, Departemen Pertanian, Jakarta .

2 5 4

Page 47: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

Edington, B.H . and C.R . Donham . 1939 . Infection and ReinfectionExperiment with Bang's Disease. Journal Agric. Res . 59: 609-618 .

Enright, F. M. 1990. The Pathogenesis and Pathobiology of BrucellaInfection in Domestic Animals . In : K . Nielsen and J . R. Duncan (ed .),Animal brucellosis. CRC Press, Inc., Boca. Raton, Fla .

Geering WA, J.A. Forman and M .J. Nunn. 1995 . Exotic Diseases ofAnimals: A Field Guide for Australian Veterinarians, AustralianGovernment Publishing Service, Canberra .

Hastiono, S ., D. Gholib, Sudarisman, P . Zahari dan L . Natalia . 1983 .Mastitis Mikotik pada Sapi Perah. Penelitian Pendahuluan . ProsidingPertemuan Ilmiah Ruminansia Besar, Cisarua, 6-9 Desember 1982 .Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Hastiono, S . 1984. Mastitis Mikotik, Radang Kelenjar Susu olehCendawan pada Ternak Perah . Wartazoa 1 (4) : 9-12 .

Hirst, R .G., Supar, J. Emins, Y. Setiadi and Supartono. 1984. Report andMilk Examination for Clinical and Subclinical Mastitis at Baturraden,Purwokerto, Central Java .

Hirst, R .G., A. Nurhadi, A . Rompis, J. Emins, Supartono and Y . Setiadi .1985 . The Detection Subclinical Mastitis in the Tropic and theAssessment of Associated Milk Production Losses . Proceedings of theThird AAAP Animal Science Congress. Seoul, Korea. Vol . 1: 498-500 .

Kraneveld. 1927. Over Een Gewrichlijden bij Runderenter Sumater`sOoskust. N .I .B. V. Dierge . 39:105 .

Leary, S.O., M . Sheahan and T . Sweeney. 2006. Brucella abortusDetection by PCR Assay in Blood, Milk and Lymp Tissue ofSerologically Positive Cows . Research in Veterinary Science . 81 :170-176 .

Macmillan, A .P., 1, Greiser-Wilke, V . Moenning and L .A. Mathiadis .1990. A Competitive Enzyme Immunoassay for BrucellosisDiagnosis . Deutche Tierarztliche Wochenschrift . 97 : 83-85 .

Morgan, W .J .B . 1977. The Diagnosis of Brucella abortus Infection inBritain . In: R.P. Crawford and R .J. Hidalgo (Editors), BovineBrucellosis. An International Symposium. Texas A & M Press .College Station .

Nicoletti P. 1980. The Epidemiology of Brucellosis . Adv. Vet. Sci .Comp. Med . 24 : 69-98 .

2 5 5

Page 48: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

256

Profit Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

Nicoletti P. 1977. A Preliminary Report on the Efficacy of Adult CattleVaccination using Strain 19 in Selected Dairy Herds in Florida .Proceedings 80°i Annu . Met. US Animal Health Assoc . 91-100 .

Nicoletti P. 1990. Vaccination . In: K. Nielsen and J. R. Duncan (ed.),Animal Brucellosis . CRC Press, Inc., Boca Raton, Fla . p. 283-300 .

Payne, J.M . 1989. Metabolic and Nutritional Diseases of Cattle .Blackwell Scientific Publications. Pp: 1-40 .

Plomet. M . and A.M. Plomet. 1988. Virulence of Brucella : BacterialGrowth and Decline in Mice . Annales de Recherces Veferinaires.19(1): 65-67 .

Poeloengan, M ., E .D. Setiawan dan S. Hardjoutomo. 1984. InventarisasiBakteri dari Kejadian Mastitis pada Sapi Perah di Daerah Bogor danSekitarnya. Penyakit Hewan Vol . 16 (28) : 221-223 .

Radwan Al, S.I. Bekairi, A.M. Al-Bokrny, P.V. Prasad, O.M .Mohammad and S.T. Hussain. 1993. Successful TherapeuticRegimens for Treating Brucella melitensis and Brucella abortusInfections in Cows . Review Scientific Techniques (OIE) 12(3) : 909-922 .

Romphis, A., A . Nurhadi, R.G. Hirst, Supartono, Y . Setiadi and J . Emins .1985. Proceedings of the third AAAP Animal Science Congress .Seoul, Korea . Vol . 1 : 510-512 .

Sanjaya, A.W., I.W.T. Wibawan, M. Sudarwanto, S . Widodo and H .Enbergs. 2004. Using Homeopathica Drugs Combination at PeripartalPhase in Preventing Bovine Subclinical Mastitis. Med JournalIndonesia. 221-226 .

Schalm, O . W ., E .J . Carroll and N.C. Jain . 1971 . Bovine Mastitis. Lea &Febiger, Philadelphia, USA .

Schurig, G .G ., AT. Pringle, and S .S. Bresse . 1981 . Localization ofBrucella Antigens that Elicit a Humoral Immune Response in Brucellaabortus Infected Cattle . Infect . Immun. 34: 1000-1007 .

Schurig, G.G; R.M. Roop; T. Bagchi; S. Boyle; D. Buhrman and N .Sriranganathan . 1991 . Biological Properties of RB51 ; a Stable RoughStrain of Brucella abortus . Vet. Microbiol. 28 : 171-188 .

Seawright, A.A. 1989. Animal Health in Australia. Chemical and PlantPoisons. Vol 2, 2" a edition . HIm : 195-232 .

Setiawan, E,D. 1992 . Studi Tentang Beberapa Sifat Biologis Brucellaabortus Isolat Lapang. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana .Institut Pertanian, Bogor.

Page 49: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.

Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

Sudarwanto, M. 1987 . Mastitis Mikotik pada Sapi-sapi Perah diKabupaten Bogor, Sukabumi dan Cianjur, Jawa Barat . PenyakitHewan Vol. XIX No. 34 .

Sudibyo, A dan P . Ronohardjo . 1989 . Brucellosis pada Sapi Perah diIndonesia. Prosiding Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar. PusatPenelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Sudibyo, A ., P . Ronohardjo, B . Patten dan Y . Mukmin . 1991 . StatusBrucellosis pada Sapi Potong di Indonesia . Penyakit Hewan . 23 (41) :18-22 .

Sudibyo A., E.D. Setiawan dan S . Bahri . 1997 . Evaluasi VaksinasiBrucellosis pada Sapi Potong di Nusa Tenggara Timur . LaporanPenelitian Tahun Anggaran 1996/1997 . Balai Penelitian Veteriner,Bogor .

Soeroso, M dan F.M. Taufani . 1972 . Brucellosis di Indonesia. Bull .LPPH. Vol . 3 No. 3-4: 24-30 .

Supar. 1997. Mastitis Subklinis pada Sapi Perah di Indonesia : Masalahdan Pendekatannya . Wartazoa Vol 6 (2) : 48-52 .

Supar dan T . Aryanti . 2008 . Kajian Pengendalian Mastitis Subklinis padaSapi Perah . Prosiding Prospek Industri Sapi Perah menujuPerdagangan Bebas 2020. Jakarta, 21 April 2008 . Pusat Penelitian danPengembangan Peternakan, Badan Litbang Pertanian, DepartemenPertanian, Bogor.

The Merck Veterinary Manual . 1986. A Handbook of Diagnosis,Theraphy and Disease Prevention and Control for the Veterinarian .Sixth Edition. Ed . H .E. Amstutz et al., Merck & Co., Inc ., Rahway .,N .J . USA .

Young E .J . 1983 . Human Brucellosis . Rev. Infect . Dis . 5 : 821-824 .

2 5 7

Page 50: BABVI DANPENANGGULANGANNYA Eny Martindah', …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/booklet/profil_sapi... · keracunan nitrat-nitrit, mineral, logam berat, dan tanaman 209.