BAB_1_yg_sudah_perbaikantgl_11-11-2014
-
Upload
indiindhysa -
Category
Documents
-
view
78 -
download
32
description
Transcript of BAB_1_yg_sudah_perbaikantgl_11-11-2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.
Pembedahan merupakan peristiwa kompleks dan menegangkan bagi
pasien yang dapat menimbulkan kecemasan. Kecemasan praoperatif merupakan
kejadian yang sering terjadi dan akibat kecemasan ini operasi bisa tertunda dan
bahkan dapat di batalkan . Kecemasan praoperatif secara umum terjadi pada
pasien yang akan menjalani prosedur pembiusan dan pembedahan elektif (Seifu
dkk,2014). Respon dari kecemasan itu dapat berupa pasien banyak
bertanya,bicara cepat,gelisah,ekspresi wajah tegang,sering buang air kecil dan
peningkatan tanda-tanda vital(tekanan darah,nadi,pernapasan)
Kecemasan praoperatif dapat mempengaruhi beberapa aspek
biopsikososiospiritual. Derajat kecemasan praoperatif yang dialami oleh seorang
pasien dipengaruhi oleh banyak faktor seperti, usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, jenis operasi, lama operasi, penyakit yang mendasari, pengalaman
operasi sebelumnya dan kemampuan masing-masing individu untuk menghadapi
situasi ( Seifu dkk, 2014).
Pasien dengan derajat kecemasan pra anestesi umum/praoperatif yang
tinggi membutuhkan komunikasi terapetik. Komunikasi merupakan hal yang
sangat penting dalam keperawatan dengan tujuan penyembuhan .Interaksi
perawat pasien yang terapeutik yaitu melalui penggunaan tehnik komunikasi
terapeutik (Shuldham,1998).
Kecemasan praoperatif telah menjadi tema utama dari berbagai
penelitian dibidang psikologi kesehatan dalam beberapa tahun terakhir. Insiden
kecemasan praoperatif dari berbagai penelitian di seluruh dunia sangat bervariasi
antara 10 % - 80% (seifu dkk,2014) . Namun, di Indonesia belum ada data yang
menyebutkan insiden kecemasan praoperatif pada pasien yang akan menjalani
bedah elektif. Berdasarkan data dari Instalasi Anestesi dan Terapi Intensif
1
Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan sepanjang tahun 2013 terdapat sekitar
1036 kasus bedah elektif yang ditangani di antaranya :Kasus bedah
thoraxs,bedah urologi,bedah ongkologi,bedah ortopedi,bedah digestif,bedah
plastik,bedah mata,bedah tht,bedah kebidanan dan kandungan.
Pasien akan mendapatkan manfaat apabila tingkat kecemasan praoperatif
yang tinggi dapat dikurangi dengan komunikasi terapeutik. Dengan menurunkan
tingkat kecemasan praoperatif maka kebutuhan dosis obat anestesi untuk induksi
anestesia tidak lebih besar dari pasien dengan kecemasan praoperatif yang
tinggi. Fluktuasi otonom dapat dikurangi. Pasien relatif membutuhkan dosis obat
analgetik pasca operasi yang lebih kecil, dan masa perawatan di rumah sakityang
lebih singkat.
Beberapa instrumen pengukuran kecemasan telah digunakan di seluruh
dunia, diantaranya Spielburger State-Trait Anxiety Inventory (STAI), Visual
Analog Scale (VAS), dan The Amsterdam Preoperative Anxiety and Information
Scale (APAIS). Saat ini belum ada kesepakatan secara universal instrumen
pengukuran kecemasan praoperatif yang dapat diterima, sederhana dan secara
tepat mengukur kecemasan praoperatif. Namun demikian skala STAI yang
komplek dan panjang menjadi standar baku pengukuran kecemasan secara
umum (Moerman, 1996 dan Kindler, 2000).
Dari hal tersebut maka komunikasi terapeutik perawat sangat berperan
penting untuk mengurangi tingkat kecemasan yang dirasakan pasien. Terkait
dengan permasalahan di atas maka peneliti terdorong untuk melakukan
penenlitian yang berjudul " Pengaruh Komuniaksi Terapeutik Terhadap
Penurunan Tingkat Kecemasan Pasien yang Akan Menjalani Anestesi Umum di
RS.Persahabatan."
1.2 Rumusan Masalah
Tingginya tingkat kecemasan pasien yang akan menjalani anestesi umum
membutuhkan kemampuan komunikasi terapeutik yang maksimal dari seorang
perawat . Sehingga penulis ingin mengetahui apakah ada pengaruh komunikasi
terapeutik terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien yang akan menjalani
anestesi umum di RS Persahabatan.
2
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengaruh
komunikasi terapeutik terhadap tingkat kecemasan pada pasien yang
akan menjalani anastesi umum di RS.Persahabatan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik (usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan dan
pendidikan) pada pasien yang menjalani anastesi umum di RS.
Persahabatan.
b. Mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien sebelum dan setelah
dilakukan komunikasi terapeutik pada pasien yang akan menjalani
anastesi umum di RS. Persahabatan.
1.4 Manfaat Penelitian
Diharapkan dari hasil penelitian yang dilakukan akan bermanfaat bagi:
1. Institusi Rumah Sakit
Penelitian ini dapat menjadi acuan bagi perawat tentang pentingnya
komunikasi terapeutik pada pasien yang akan menjalani anestesi
umum di rs persahabatan.
2. Institusi Pendidikan
Dapat berguna bagi pengembangan ilmu keperawatan dan sebagai
tambahan kajian untuk mata kuliah KMB.
3. Penelitian selanjutnya
3
Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat menjadi suatu bahan
pertimbangan untuk riset-riset selanjutnya yang berhubungan
dengan komunikasi terapeutik.
Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat menjadi suatu bahan
pertimbangan untuk riset – riset selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori dan konsep terkait
Dalam bab ini akan dijelaskan teori tentang komunikasi terapeutik,
kecemasan dan anestesi umum.
1. Komunikasi terapeutik
a. Definisi
Purwanto (2004) mengemukakan komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya
dipusatkan untuk kesembuhan klien.Komunikasi terapeutik termasuk
komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian
4
antar perawat dan klien.
b. Prinsip-prinsip dari komunikasi
Menurut Carl Rogers dalam Purwanto (2004) prinsip-prinsip dari
komunikasi terapeutik adalah :
1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti
menghayati, memahami dirinya sendiri serta nilai yang
dianut.
2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling
menerima, saling percaya dan saling menghargai.
3. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut
klien.
4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan klien
baik fisik maupun mental
5. Perawat harus menciptakan suasana yang
memungkinkan klien bebas berkembang tanpa rasa
takut.
6. Perawat harus dapat menciptakan suasana yang
memungkinkan klien memiliki motivasi untuk
mengubah dirinya baik sikap, tingkah lakunya sehingga
tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-
masalah yang dihadapi.
7. Perawat harus mampu menguasai perasan sendiri secara
bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan
5
gembira, sedih, marah, keberhasialan, maupun frustasi.
8. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan
mempertahankan konsistensinya.
9. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang
terapeutik dan sebaliknya simpati bukan tindakan yang
terapeutik.
10. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari
hubungan terapeutik.
11. Mampu berperan sebagai role model agar dapat
menunjukan dan menyakinkan orang lain tentang
kesehatan, oleh karena itu perawat perlu
mempetahankan suatu keadaan sehat fisik, mental
spiritual, dan gaya hidup.
12. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila
dianggap mengganggu.
13. Altruisme mendapatkan kepuasaan dengan menolong
orang lain secara manusiawi.
14. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat
mungkin mengambil keputusan berdasarkan prinsip
kesejahteraan manusia.
15. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu
bertanggung jawab terhadap diri sendiri atas tindakan
6
yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap lain.
c. Tahap-tahap komunikasi terapeutik
Menurut Stuart dan Sundeen (2005), tahap- tahap komunikasi terapeutik terbagi
dalam (empat) tahap yaitu:
1). Fase pra - interaksi
Pra- interaksi pertama kali sebelum berhubungan dengan klien perawat
mengekpresikan perasaan, fantasi dan ketakutannya, sehingga kesadaran
dan kesiapan perawat untuk melakukan hubungan dengan klien dapat
dipertanggung jawabkan.Penampilan diri secara terapeutik berarti
memaksimalkan kekuatan dan meminimalkan pengaruh kelemahan diri
dalam memberi asuhan keperawatan pada klien.Tugas tambahan pada fase
ini adalah perkenalan atau orientasi.
2). Fase perkenalan atau orientasi
Fase ini dimulai dengan pertemuan dengan klien. Hal yang utama yang
perlu dikaji adalah alasan klien minta pertolongan yang akan mempengaruhi
terbinanya hubungan perawat — klien. Dalam memulai hubungan, tugas
utama adalah membina rasa percaya, penerimaan dan pengertian
komunikasi yang terbuka dan perumusan kontrak dengan klien. Elemen-
elemen kontrak perlu diuraikan dengan jelas pada klien sehingga kerjasama
perawat — klien dapat optimal .
Diharapkan klien berperan secara penuh dalam kontrak, namun pada kondisi
tertentu, misalnya klien dengan ganngguan realita, maka kontrak dilakukan
7
sepihak dan perawat perlu mengulang kontrak jika kontrak realita klien
meningkat.Perawat dan klien mungkin mengalami perasaan tidak nyaman,
bimbang karena memulai hubungan yang baru. Klien yang mempunyai
pengalaman hubungan interpersonal yang menyakitkan akan sukar
menerima dan terbuka pada orang lain. Klien anak memerlukan rasa aman
untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, perbuatan klien dan
mnegindentifikasi masalah, serta merumuskan tujuan bersama klien.
Elemen kontrak perawat- klien :
a. Nama individu perawat dan kien
b. Peran perawat dan klien
c. Tanggung jawab perawat dan klien
d. Harapan perawat dan klien
e. Tujuan hubungan
f. Tempat pertemuan
g. Waktu pertemuan
h. Situasi terminasi
i. Kerahasiaan
j. Fase kerja
3)Pada fase kerja,
perawat dan klien mengeksplorasi stressor yang dapat dan mendorong
perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, perasaan,
dan perbuatan klien. Perubahan perilaku meladaptif menjadi adaptif
merupakan fokus fase ini.Disamping itu pada kenyataannya dalam
8
menjalankan tindakan keperawatan, klien sering tidak kooperatif.Untuk itu
menghadapi rasa kecemasan yang timbul pada pasien perawat belajar
bertingkah laku asertif.
4)Fase terminasi
Terminasi merupakan fase sangat sulit dan penting dari hubungan
terapeutik sudah terbina dan berada pada tingkat optimal.
Fase terminasi harus diatasi dengan memakai konsep proses kehilangan.
Proses terminasi yang sehat akan memberi pengalaman postif dalam
membantu klein mengembangkan koping untuk perpisahan. Reaksi klien
dalam menghadapi terminsi dapat bermacam cara, klien mungkin
mengingkari perpisahan atau mengingkari manfaat hubungan. Klien dapat
mengekspresikan perasaan marah dan bermusuhannya dengan tidak
menghadiri pertemuan atau bicara yang dangkal.Teminasi yang mendadak
dan tanpa persiapan mungkin dipersepsikan klien sebagai penolakan atau
perilaku klien kembali pada perilaku sebelumnya dengan harapan perawat
tidak akan mengakhiri hubungan karena masih memerlukan bantuan.
d. Sikap dalam berkomukasi terapeutik
1) Menurut Hall (2000) dalam Stuart dan Sundeen (2005) jarak dalam
komunikasi terapeutik memegang peranan penting, jarak dalam komunikasi
dilihat dari zona yang digunakan diantaranya :
a. Jarak 0 sampai 45,5 cm menunjukkan komunikasi bersifat
intim
(jarak yang tepat untuk komunikasi terapeutik)
9
b. Jarak 45,5 sampai 120 cm menunjukkan hubungan terbuka
antara perawat dan klien (area personal)
c. Jarak 270 sampai 360 cm adalah jarak yang menunjukkan
sedikit personal dan tergantung (jarak sosial konsultatif)
d. Lebih dari 360 cm menunjukkan jarak komunikasi dengan
publik
2) Menurut Egan (2008) dikutip oleh Kozier dan Erb (2002 ) dalam keliat
(2002) mengidentifikasi lima sikap cara untuk menghadirkandiri secara
fisik (sikap perawat dalam berkomunikasi), yaitu :
a) Berhadapan
Arti dari posisi ini adalah " saya siap untuk anda "
b) Mempertahankan kontak mata
Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai kliendan
menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
c) Membungkuk kearah klien
Posisi ini menunjukan keinginan untuk mengatakan atau
mendengar sesuatu.
d) Mempertahankan sikap terbuka
Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk
berkomunikasi.
e) Tetap relaks
f) Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan
relaksasi dalam memberi respon pada klien.
10
3) Clunn (2001) dalam Keliat (2002) mengemukakan bahwa, sikap fisik
klien dapat pula disebut sebagai perilaku non verbal, yang perlu
dipelajari pada setiap tindakan keperawatan beberapa perilaku non verbal
yang diketahui dalam merawat anak yang dikemukakan oleh Clunn
(2001) adalah :
a) Gerakan mata
Gerakan mata dipakai untuk memberikan
perhatian.Kontak mata dan ekspresi muka, alat pertama
dipakai untuk pendidikan dan sosialisasi.
b) Ekspresi muka
Umumnya dipakai sebagai non verbal, namun banyak
dipengaruhi oleh banyak orang yang tidak percaya pasti
akan tampak dari ekspresi muka tanpa di sadari.
c) Sentuhan
Sentuhan merupakan cara interaksi yang mendapat ikatan
kasih sayang dibentuk oleh pandangan, suara dan
sentuhan yang menjadi elemen penting dalam
pembentukan ego, perpisahan dan kemandirian
e. Teknik komunikasi terapeutik
Menurut Purwanto (1994 ) tehnik-tehnik komunikasi terapeutik adalah :
1) Mendengarkan dengan aktif
Menjadi pendengar yang baik merupakan keterampilan dasar dalam
melakukan hubungan perawat — klien.
11
2) Memberi kesempatan pada klien untuk memulai
Pembicaraan, memberi kesempatan kepada klien untukmengambil
inisiatif dalam memilih topik pembicaraan.
3) Memberikan penghargaan
Memberikan salam kepada klien dengan menyebutkan namanya
menunjukan kesadaran tentang perubahan yangn terjadi, menghargai
klien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggung
jawab atas dirinya sendiri sebagai individu.
4) Mengulang kembali
Perawat mengulang sebagian pertanyaan klien dengan menggunakan
kata-kata sendiri, yang menunjukan bahwa perawat mendengar, apa yang
dikatakan atau yang dikemukakan klien.
5) Refleksi
Perawat mengulang kembali apa yang dibicarakan klien menunjukan
bahwa perawat mendengar dan mengerti apa yang dibicarakan klien.
6) Klarifikasi
Menjelaskan kembali ungkapan fikiran yang dikemukakan klien yang
kurang jelas bagi perawat, agar tidak terjadi salah pengertian.
7) Mengarahkan pembicaraan
Perawat membantu klien untuk memfokuskan pembicaraan agar lebih
spesifik dan terarah.
8) Membagi persepsi
Perawat mengungkapkan persepsinya tentang kliennya dan meminta
12
umpan balik dari klien.
9) Diam
Diam yang positif dan penuh penerimaan merupakan media teraperutik
yang sangat berharga karena dapat memotivasi klien untuk berbicara,
mengarahkan isi pikirannya kepada masalah yang dialaminya.
10) Memberi Informasi
Memberikan informasi kepada klien mengenai hal-hal yang tidak / belum
diketahuinya atau bila klien bertanya memberikan informasi.
11) Memberi saran
Merupakan tehnik komunikasi yang baik bila digunakan pada waktu
yang tepat dan cara yang kontruktif, sehingga klien bisa memilih.
12) Open - Ended Question
Pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban " ya" dan "mungkin" tetapi
pertanyaan memerlukan jawaban yang luas. Sehingga klien dapat
mengemukakan masalahnya, perasaannya dengan kata-kata sendiri, atau
dapat memberikan informasi yang diperlukan.
13) Eksplorasi
Menggali Iebih dalam ide-ide, pengalaman, masalah yang klien yang
perlu diketahui.
f. Psikologi dalam komunikasi
Kehadiran psikologis dapat dibagi dalam dua dimensi yaitu dimensi respon dan
dimensi tindakan ( Truax, Carkhoff dan Benerson, dikutif oleh Stuart dan
13
Sundeen, 1987. dalam keliat, 1992 ) yang akan dibahas sebagai berikut :
1. Dimensi Respon
a) Keikhlasan
Perawat menyatakan melalui keterbukaan , kejujuran, ketulusan dan
berperan aktif dalam berhubungan dengan klien perawat berespon
dengan tulus, tidak berpura-pura, mengekpresikan perasaan yang
sebenarnya dan spontan.
b) Menghargai
Perawat menerima klien apa adanya. Sikap perawat harus tidak
menghakimi, tidak mengkritik, tidak mengejek, atau tidak menghina rasa
menghargai, dapat dikomunikasikan melalui duduk diam bersama klien
yang menangis, minta maaf atas hal yang tidak disukai klien, menerima
permintaan klien untuk tidak menanyakan pengalaman tertentu..
c) Empati
Empati merupakan kemampuan masuk dalam kehidupan klien agar dapat
merasakan pikiran dan perasaannya.Perawat memandang melalui
pandangan klien, merasakan melalui perasaan klien dan kemudian
mengidentifikasi masalah klien.
Mansfield ( dikutif oleh Stuart dan Sundeen, 1987, dalam keliat 1992 )
mengidentifikasi perilaku verbal yang menunjukan tingkat empati yang tinggi
sebagai berikut :
1) Memperkenalkan diri kepada klien
14
2) Kepala dan badan membungkuk kearah klien
3) Respon verbal terhadap pendapat klien, khususnya pada
kekuatan dan sumber daya klien
4) Kontak mata dan berespon pada tanda ion verbal klien misalnya,
nada suara, gelisah, ekspresi wajah
5) Tunjukan perhatian, minat, kehangatan melalui ekspresi wajah
6) Nada suara konsisten dengan ekspresi wajah dan respon verbal
d) Konkrit
Perawat menggunakan termonologi yang spesifik bukan abstrak
Ada tiga kegunannya yaitu :
1) Mempertahankan respon perawat terhadap perasaan klien
2) Memberi penjelasan yang akurat oleh perawat
3) Mendorong klien memikirkan masalah yang spesifik
2. Dimensi Tindakan
Dimensi tindakan terdiri dari konfrontasi, kesegaran, keterbukaan , "emotional
chatarsis " dan bermain peran (Stuart dan Sundeen 2006) yaitu :
a. Konfrontasi
Konfrontasi merupakan ekspresi perasaan perawat tentang
perilaku klien yang tidak sesuai. Carkhoff (dikutip oleh Stuart
dan Sundeen, 2006), dalam keliat (2006) mengidentifikasi 3 (tiga)
kategori konfrontasi yaitu:
1) Ketidak sesuaian antara konsep klien ( ekspresi klien
tentang dirinya) dan ideal diri klien ( keinginan klien.)
15
2) Ketidak sesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku
klien.
3) Ketidak sesuaian antara pengalaman klein dan
pengalaman perawat
b. Kesegaran
Kesegaran berfokus pada interaksi dan hubungan perawat —
klien saat ini. Perawat sensitif terhadap perasaan klien dan
keinginan membantu dengan segera
c. Keterbukaan perawat
Pada keterbukaan perawat memberikan informasi tentang dirinya,
idealnya, perasaannya, sikapnya, nilainya.Perawat membuka diri
tentang pengalaman yang berguna untuk terapi klien.
d. " Emotional Catharsis"
Emosional katarsis terjadi jika klien diminta bicara tentang hal
yang sangat mengganggu dirinya, ketakutan, perasaan dan
pengalaman dibuka menjadi topik diskusi diantara perawat —
klien.
e. Bermain peran
Bermain peran adalah melakukan peran pada situasi tertentu. Hal
ini berguna untuk meningkatkan kesadaran dalam berhubungan
dan kemampuan melihat situasi dari pandangan orang
lain.Bermain peran menjembatani antara fikiran serta perilaku,
dan klien akan merasa bebas mempraktekkan perilaku baru pada
16
lingkungan yang aman.
g. Komunikasi Terapeutik Dalam Asuhan Keperawatan
Stuart dan Sundeen (2006) menguraikan pengertian komunikasi terapeutik
yaitu suatu proses yang melibatkan usaha¬usaha untuk membina hubungan
terapeutik antara perawat — klien dan saling membagi pikiran, perasaan dan
perilaku untuk membentuk keintiman yang terapeutik dan berorientasi pada
masa sekarang. Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien
sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat — klien. Bila perawat
tidak memperhatikan kualitas hubungan tersebut, maka hubungan perawat
— klien bukanlah hubungan yang memberikan dampak terapeutik yang
akhirnya akan mempercepat proses penyembuhan klien, akan tetapi lebih
kepada hubungan sosial biasa.
Menurut Stuart dan Sundeen dan Hunter (dikutip dari Hamid, 2000) bahwa
tujuan hubungan terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien meliputi :
1. Realisasi diri, penerimaan diri dan rasa hormat terhadap diri
sendiri.
2. Identitas diri yang jelas dan rasa integritas diri yang tinggi.
3. Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang
intim, saling tergantung dan mencintai.
4. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
serta mencapai tujuan personal yang realitas.
Tujuan hubungan terapeutik akan tercapai apabila dalam melakukan helping
relationship perawat memiliki karakteristik sebagai berikut :
17
1. Kesadaran diri terhadap nilai yang dianutnya. Perawat harus mampu
menjelaskan tentang dirinya sendiri, keyakinannya, apa yang
menurutnya penting dalam kehidupan setelah itu barulah is akan mampu
menolong orang lain menjawab pertanyaan tentang hal-hal tersebut.
2. Kemampuan untuk menganalisa perasaanya sendiri. Perawat secara
bertahap belajar mengenal dan mengatasi berbagai
3. perasaan yang dialaminya seperti rasa malu, kecewa dan putus asa.
Kemampuan menjadi contoh peran.
Perawat perlu mempunyai pola dan gaya hidup yang sehat, termasuk
kemampuannya dalam menjaga kesehatan agar dapat dicontoh oleh
orang lain.
4. Altruistik
Perawat merasakan kepuasan karena mampu menolong orang lain
dengan cara manusiawi.
5. Rasa tanggung jawab etik dan moral
Setiap keputusan yang dibuat selalu memperhatikan prinsip¬prinsip
yang menjunjung tinggi kesehatan /kesejahteraan manusia.
6. Tanggung jawab
Ada dua dimensi tanggung jawab yang perlu diperhatikan yaitu
tanggung jawab terhadap tindakan sendiri dan berbagai tanggung jawab
dengan orang lain.
Dengan memiliki karakteristik tersebut diatas, maka diharapkan
perawat dapat menggunakan dirinya secara terapeutik sehingga secara
18
kondisi helping relationship dapat tercapai. Selain itu, untuk
mempertajam persepsi terhadap kebutuhan orang lain perlu
dikembangkan kemampuan empati. Empaa merupakan kemampuan
untuk memasuki kehidupan orang lain agar dapat mempersepsikan
pikiran dan perasaanya (Hamid, 2000). Melalui empati perawat dapat
mengetahui lebih dalam kebutuhan klien akan intervensi keperawatan
yang sesuai.
h. Sikap Dalam Komunikasi Terapeutik
Egan dalam Keliat (2003), mengidentifikasi lima sikap atau cara untuk
menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi yang
terapeutik, yaitu :
1. Berhadapan
Arti dari posisi ini adalah "saya siap untuk anda"
2. Mempertahankan kontak mata
Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien
dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
3. Membungkuk kearah klien
Posisi ini menunjukkan untuk mengatakan atau
mendengarkan sesuatu.
4. Mempertahankan sikap terbuka
Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan
untuk berkomunikasi.
5. Tetap relaks
19
Tetap relaks dapat mengontrol keseimbangan antara
ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon pada klien.
Selain hal- hal diatas, sikap terapeutik juga dapat teridentifikasi melalui
prilaku non verbal. Stuart dan Sundeen (2002) menyatakan ada lima kategori
komunikasi non verbal, yaitu :
1. Isyarat vokal yaitu isyarat para linguistik termasuk semua kualitas bicara
non verbal. Misalnya : tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan
kecepatan bicara.
2. Isyarat tindakan yaitu semua gerakan tubuh, termasuk ekspresi wajah dan
sikap tubuh.
3. Isyarat obyek yaitu obyek yang digunakan secara sengaja atau tidak
sengaja oleh seseorang seperti pakaian dan benda pribadi lainnya.
4. Ruang memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua
orang. Hal ini didasarkan pada norma-norma soaial budaya yang
dimiliki.
5. Sentuhan yaitu kontak fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi
non verbal yang paling personal. Respon seseorang terhadap tindakan ini
sangat dipengaruhi oleh tatanan dan Tatar belakang budaya, jenis
hubungan, jenis kelamin, usia dan harapan.
2. Kecemasan
a. Definisi Kecemasan
Kecemaasan merupakaan ketegangan, rasa tidak aman dan kekahwatiran yang
timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi
20
sumbernya sebagiaan besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (Dadang,
2001).Kecemasan merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan
ketakutan yang disertai dengan tanda somatic yang menyatakan terjadinya
hiperaktifitas system syaraf otonom, kecemasan merupakan gejala yang tidak
spesifik yang sering ditemukan dan sering kali merupakan suatu emosi yang
normal (Kusuma, 2000). Kecemasan merupakan respon terhadap suatu ancaman
yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar atau konfliktual (Sadock,
2001)
b. Gejala Kecemasan
Penderita yang mengalami kecemasan biasanya memiliki gejala¬gejala yang
khas dan terbagi dalam beberapa fase, yaitu:
1. Fase 1
Keadaan fisik sebagaimana pada fase reaksi peringatan, maka tubuh
mempersiapkan diri untuk fight (berjuang), atau flight (lari secepat-
cepatnya).Pada fase ini tubuh merasakan tidak enak sebagai akibat dari
peningkatan sekresi hormon adrenalin dan nor adrenalin. Oleh karena itu, maka
gejala adanya kecemasan dapat berupa rasa tegang di otot dan kelelahan,
terutama di otot-otot dada, leher dan punggung. Dalam persiapannya untuk
berjuang, menyebabkan otot akan menjadi lebih kaku dan akibatnya akan
menimbulkan nyeri dan spasme di otot dada, leher dan punggung. Ketegangan
dari kelompok agonis dan antagonis akan menimbulkan tremor dan gemetar
yang dengan mudah dapat dilihat pada jari-jari tangan (Wilkie, 2009). Pada fase
ini kecemasan merupakan mekanisme peningkatan dari sistem syaraf yang
21
mengingatkan kita bahwa system syaraf fungsinya mulai gagal mengolah
informasi yang ada secara benar (Asdie, 2009).
1. Fase 2
Disamping gejala klinis seperti pada fase satu, seperti gelisah, ketegangan
otot, gangguan tidur dan keluhan perut, penderita juga mulai tidak bisa
mengontrol emosinya dan tidak ada motifasi diri (Wilkie, 2009).Labilitas emosi
dapat bermanifestasi mudah menangis tanpa sebab, yang beberapa saat
kemudian menjadi tertawa.Mudah menangis yang berkaitan dengan stres mudah
diketahui. Akan tetapi kadang¬kadang dari cara tertawa yang agak keras dapat
menunjukkan tanda adanya gangguan kecemasan fase dua (Asdie, 2009).
Kehilangan motivasi diri bisa terlihat pada keadaan seperti seseorang yang
menjatuhkan barang ke tanah, kemudian is berdiam diri saja beberapa lama
dengan hanya melihat barang yang jatuh tanpa berbuat sesuatu (Asdie, 2009).
1. Fase 3
Keadaan kecemasan fase satu dan dua yang tidak teratasi sedangkan stresor
tetap saja berlanjut, penderita akan jatuh kedalam kecemasan fase tiga. Berbeda
dengan gejala-gejala yang terlihat pada fase satu dan dua yang mudah di
identifikasi kaitannya dengan stres, gejala kecemasan pada fase tiga umumnya
berupa perubahan dalam tingkah laku dan umumnya tidak mudah terlihat
kaitannya dengan stres. Pada fase tiga ini dapat terlihat gejala seperti :
intoleransi dengan rangsang sensoris, kehilangan kemampuan toleransi terhadap
sesuatu yang sebelumnya telah mampu is toierir, gangguan reaksi terhadap
sesuatu yang sepintas terlihat sebagai gangguan kepribadian (Asdie, 2009).
22
c. Klasifikasi Tingkat Kecemasan
Ada empat tingkat kecemasan, yaitu ringan, sedang, berat dan panik (Dadang,
2008 ).
1. Kecemasan ringan; Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan
dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi
waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat
memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.
Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel,
lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar,
motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.
2. Kecemasan sedang; Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada
masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga
seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan
sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu
kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan
meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume
tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak
optimal, kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus
pada rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung,
tidak sabar,mudah lupa, marah dan menangis.
3. Kecemasan berat; Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang.
Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada
sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal
23
lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat
memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada
tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur
(insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit,
tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan
keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak
berdaya, bingung, disorientasi.
4. Panik; Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena
mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu
melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang
terjadi pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi,
pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap
perintah yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan
delusi.
d. Respon Fisiologis Terhadap Kecemasan
Lima respon fisiologis terhadap kecemasan, yaitu berdasarkan kardiovaskule,
respirasi, kulit, gastro intestinal dan neuromuskuler (Dadang, 2008 ).
1. Kardiovaskuler; Peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar,
denyut nadi meningkat, tekanan nadi menurun, syock dan lain-lain.
2. Respirasi; napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik.
3. Kulit: perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat
seluruh tubuh, rasa terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat, gatal-
gatal.
24
4. Gastro intestinal; Anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut,
rasa terbakar di epigastrium, nausea, diare.
5. Neuromuskuler: Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip,
insomnia, tremor, kejang, wajah tegang, gerakan lambat.
e. Respon Psikologis Terhadap Kecemasan
Tiga respon psikologis terhadap kecemasan, yaitu perilaku, kognitif dan
afektif (Dadang, 2008 ).
1. Perilaku; Gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada
koordinasi, menarik diri, menghindar.
2. Kognitif; Gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, salah
tafsir, bloking, bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri
yang berlebihan, kawatir yang berlebihan, obyektifitas menurun, takut
kecelakaan, takut mati dan lain-lain.
3. Afektif; Tidak sabar, tegang, neurosis, tremor, gugup yang luar biasa,
sangat gelisah dan lain-lain.
3.Anestesi umum.
Anestesi umum adalah tindakan membuat pasien dari sadar menjadi tidak
sadar dengan obat-obatan dan bisa di bangunkan kembali(reversible),untuk
memulainya pembedahan/operasi.
Langkah-langkahnya dari kunjungan pra anestesi sampai 24 jam post
anastesi.
Anestesi umum mencakup trias anesthesia yaitu hypnosis, analgesi,
relaksasi. (Latief.dkk,2010).
Keuntungan Anestesia Umum :
Pasien tidak sadar, mencegah ansietas pasien selama prosedur medis
25
berlangsung.
Efek amnesia meniadakan memori buruk pasien yang didapat akibat ansietas
dan berbagai kejadian intraoperative yang mungkin memberikan trauma
psikologis.
Memungkinkan dilakukannya prosedur yang memakan waktu lama.
Memudahkan kontrol penuh ventilasi pasien.
Kerugian Anestesia Umum :
Sangat mempengaruhi fisiologis, hampir semua regulasi tubuh menjadi
tumpul di bawah anesthesia umum.
Memerlukan pemantauan yang lebih holistic dan rumit.
Tidak dapat mendeteksi gangguan susunan syaraf pusat, misalnya
perubahan kesadaran.
Risiko komplikasi pasca bedah lebih besar.
Memerlukan persiapan pasien yang lebih seksama.
Stadium-stadium Anestesia :
Stadium anesthesia. Klasifikasi ini disebut Klasifikasi Guedel yang
dibuat oleh Arthur Ernest Guedel pada tahun 1937, meliputi :
Stadium 1 (Induksi) : periode sejak masuknya obat induksi hingga
hilangnya kesadaran, yang ditandai dengan hilangnya reflex bulu mata.
Stadium 2 (Eksitasi) : timbul eksitasi dan delirium, pernafasan irregular,
terjadi REM, timbul gerakan-gerakan involunter seringkali spastik, bias
terjadi muntah yang dapat membahayakan jalan napas, aritmia jantung
dapat terjadi, pupil dilatasi. Stadium ini beresiko tinggi.
Stadium 3 (Pembedahan) : dibagi atas 4 plana (plane), pada stadium ini
otot-otot skeletal akan relaks, pernafasan menjadi teratur, pembedahan
dapat dimulai.
o Plana 1 : mata berputar, kemudian terfiksasi
o Plana 2 : reflex kornea, dan reflex laring hilang
o Plana 3 : dilatasi pupil, reflex cahaya hilang
o Plana 4 : kelumpuhan otot intercostal, pernafasan menjadi
26
abdominal dan dangkal.
Stadium 4 : anestesi terlalu dalam, terjadi depresi berat semua system
tubuh, termasuk batang otak. Stadium ini letal.
Namun seiring berkembangnya teknologi, obat-obat induksi
sekarang bekerja lebih cepat melampaui stadium 2, sehingga hanya
dikenal 3 stadium dalam anesthesia yaitu induksi, rumatan, dan
emergensi.
Stadium-stadium Anestesi
a. Premedikasi
Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi
anestesia, dengan tujuan melancarkan induksi, maintenance dan bangun
dari anestesia diantaranya:
- Meredakan kecemasan dan ketakutan
- Memperlancar induksi anestesia
- Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
- Meminimalkan jumlah obat anestetik
- Mengurangi mual muntah pasca bedah
27
- Menciptakan amnesia
- Mengurangi isi cairan lambung
- Mengurangi refleks yang membahayakan
Obat-obatan:
1. Simetidin/Ranitidin
Cairan lambung 25 ml dengan pH 2,5 dapat menyebabkan
pneumonitis asam, sehingga untuk menghindari kejadian tersebut,
dapat diberikan antagonis reseptor H2 (histamin), misalnya oral
simetidin 600 mg atau oral ranitidin (zantac) 150 mg 1-2 jam sebelum
operasi.
2. Ondansentron/Droperidol
Untuk mengurangi mual muntah pasca bedah sering ditambahkan
suntikan IM untuk dewasa, droperidol 2,5-5 mg atau ondansetron 2-4
mg (zofran, narfoz).
3. Opioid
Apabila disertai nyeri karena penyakitnya, dapat diberikan
Petidin 50 mg (IM).
4. Diazepam
Digunakan sebagai pereda kecemasan, 10-15 mg (per oral)
beberapa jam sebelum induksi anestesia.
b. Induksi
Induksi anestesia adalah tindakan untuk membuat pasien sadar
menjadi tidak sadar dalam waktu yang cepat. Induksi anestesia dapat
diberikan secara intravena, inhalasi, intramuskular, atau rektal.
Induksi intravena
Obat induksi bolus disuntikkan dengan kecepatan antara 30-60 detik.
Selama induksi, pernapasan, nadi, dan tekanan darah harus selalu
diawasi dan selalu diberikan oksigen dan dikerjakan pada pasien
kooperatif.
Obat-obatan:
1. Tiopental (tiopenton, pentotal)
28
- Dosis: 3-7 mg/kgBB (IV); pada anak dan manula
digunakan dosis rendah dan dewasa muda sehat dosis tinggi.
Disuntikkan perlahan (dihabiskan dalam 30-60 detik), karena
larutan ini sangat alkalis (pH 10-11) sehingga suntikan keluar
vena menyebabkan nyeri hebat.
- Sediaan: ampul 500 mg atau 1000 mg. Dikemas dalam
bentuk bubuk berwarna kuning, berbau belerang. Sebelum
digunakan dilarutkan dalam akuades sampai kepekatan 2,5% (1
ml = 10 mg).
- Farmakokinetik
Tiopental dalam darah 70% diikat albumin, sisanya 30%
dalam bentuk bebas, sehingga pada pasien dengan albumin
rendah dosis harus dikurangi.
- Efek
bergantung dosis dan kecepatan suntikan, pasien akan
berada dalam keadaan sedasi, hipnosis, anestesia atau
depresi napas.
Menurunkan aliran darah otak, tekanan likuor, tekanan
intrakranial dan diduga dapat melindungi otak akibat
kekurangan O2.
Dosis rendah bersifat anti-analgesia
2. Propofol (recofol, diprivan)
- Dosis
Induksi: 2-3 mg/kgBB (IV dengan kepekatan 1%). Suntikan
IV sering menyebabkan nyeri sehingga 1 menit sebelumnya
sering diberikan lidocaine 1-2 mg/kgBB IV.
Maintenance anestesia intravena total: 4-12 mg/kgBB/ jam.
Sedasi pada perawatan intensif: 0,2 mg/kgBB
Pada manula dosis harus dikurangi
- Sediaan: dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna
putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1 ml = 10
29
mg). Pengenceran propofol hanya boleh dengan dekstrosa 5%.
- Kontraindikasi: tidak dianjurkan pada wanita hamil dan
anak <3 tahun.
3. Ketamin (ketalar)
- Dosis: 1-2 mg/kgBB (IV)
- Sediaan: dikemas dalam cairan bening kepekatan 1% (1
ml=10 mg), 5% (1 ml=50 mg) dan 10% (1 ml=100 mg)
- Efek
Sering menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi,
nyeri kepala, pasca anestesia sering menimbulkan mual
muntah, pandangan kabur, mimpi buruk, atau halusinasi
(oleh karena itu dianjurkan memakai sedativa, contohnya
Midazolam/dormikum atau diazepam/valium dengan dosis
0,1 mg/kg IV dan untuk mengurangi hipersalivasi diberikan
sulfas atropin 0,01 mg/kg)
pasien tidak sadar, tetapi dengan mata terbuka
- Kontraindikasi
Tidak dianjurkan pada pasien TD tinggi (>160 mmHg)
4. Opioid (morfin, petidin, fentanyl, sufentanil)
- Dosis
dosis induksi: 20-50 mg/kg
dosis rumatan: 0,3-1 mg/kg/menit
- Efek
Tidak mengganggu kardiovaskular, sehingga banyak
digunakan untuk induksi pasien dengan kelainan jantung
Induksi intramuskular
1. Ketamin (ketalar)
- Dosis: 5-7 mg/kgBB (IM) dan setelah 3-5 menit pasien
tidur.
Induksi inhalasi
Cara induksi ini digunakan pada bayi atau anak yang belum
30
terpasang jalur vena atau pada dewasa yang takut disuntik.
1. Halotan/fluotan (MAC 0,72 vol%)
Induksi halotan memerlukan gas pendorong O2 (dimulai dengan
aliran >4 L/menit) atau campuran N2O dan O2 (3:1 aliran >4
L/menit) dimulai dengan halotan 0,5 vol% sampai konsentrasi
yang dibutuhkan. Apabila pasien batuk, konsentrasi diturunkan
sampai tenang, setelah itu konsentrasi dinaikan kembali .
2. Sevofluran (MAC 2,05 vol%)
Lebih senang digunakan, karena pasien jarang batuk (baunya
tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas),
walaupun langsung diberikan dengan konsentrasi tinggi
sampai 8 vol%. Kemudian konsentrasi dipertahankan sesuai
kebutuhan.
Sevofluran (ultane) merupakan halogenasi eter. Induksi dan
pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran.
Efek
Kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan
aritmia
3. Lain-lain: enfluran, isofluran atau desfluran jarang digunakan,
karena sering merangsang batuk dan waktu induksi menjadi
lama.
Isofluran (MAC 1,12 vol%)
Efek
- menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen,
tetapi meningkatkan aliran darah otak dan tekanan
intrakranial yang bisa dikurangi dengan teknik
anestesia hiperventilasi, sehingga isofluran banyak
digunakan untuk bedah otak.
- Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung
minimal, sehingga digemari untuk anestesia teknik
31
hipotensi dan banyak digunakan pada pasien
gangguan koroner
- Konsentrasi >1% terhadap uterus hamil menyebabkan
relaksasi dan kurang responsif jika diantisipasi dengan
oksitosin, sehingga dapat menyebabkan perdarahan
pasca persalinan.
Induksi per rektal
Cara ini hanya untuk anak atau bayi dengan tiopental atau
midazolam.
c. Maintenance (rumatan)
Rumatan anestesia dapat diberikan secara intravena (anestesia
intravena total), inhalasi, atau dengan campuran intravena inhalasi.
Rumatan anestesia mengacu pada trias anestesia, yaitu hipnosis (tidur
ringan), analgesia cukup, dan relaksasi dengan pelumpuh otot.
Rumatan intravena dapat juga menggunakan opioid dosis biasa,
tetapi pasien ditidurkan dengan infus propofol 4-12 mg/kgBB/jam.
Untuk mengembangkan paru, digunakan inhalasi dengan O2+air atau
N2O + O2.
Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2
(3:1) ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4 vol% atau
isofluran 2-4 vol% atau sevofluran 2-4 vol% bergantung apakah
pasien bernapas spontan, dibantu (assisted) atau dikendalikan
(controlled).
BAB III
KERANGKA KERJA PENELITIAN
32
A. Kerangka konsep penelitian
Skema 3.1
V. Independent V. Dependent
B. Hipotesis
Ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat
kecemasan pasien yang menjalani operasi dengan anestesi umum di RS.
Persahabatan Tahun 2010.
C. Definisi operasional
Tabel 3.1
33
Komunikasi TerapeutikPerawat
Tingkat KecemasanPasien
Variabel Definisi. Operasional Cara ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Variabel
Independent
komunikasi Perilaku perawat Kuesioner B Dikatagorikan Ordinal
terapeutik dalam berkomunikasi
secara terapeutik.
Tahapan komunikasi
yaitu :
1. Fase Prainteraksi :
masa persiapan
sebelum memulai
berhubungan dengan
klien
2. Fase Orientasi :
Fase ini dimulai pada
saat bertemu pertama
kalidengan klien.
Pada saat pertama kali
bertemu dengan klien
fase ini digunakan
menjadi ;
1 . Baik (jika
perawat
melakukan
komunikasi
terapeutiklmu
laidari fase
prainteraksi
sampaii
terminasi
setiap tindakan)
2. buruk (jika
perawat
kurang/tidak
melakukan
perawat untuk komunikasi
34
berkenalan dengan terapeutiklmulai
klien dan merupakan dari fase
langkah awal dalam prainteraksi
membina hubungan sampai
saling percaya. terminasi setiap
3. Fase Kerja : tindakan)
Tahap ini merupakan
inti dari keseluruhan
proses komunikasi
teraeutik.Tahap in i
perawat bersama klien
mengatasi masalah
yang dihadapi
klien.Perawat dan
klien mengeksplorasi
stressor dan
mendorong
perkembangan
kesadaran diri dengan
menghubungkan
persepsi, perasaan dan
perilaku klien.
4. Fase Terminasi :
35
Fase ini merupakan
fase yang sulit dan
penting, karena
hubungan saling
percaya sudah terbina
dan berada pada tingkat
optimal.
Perawat dan klien
keduanya merasa
kehilangan.
Variabel
Dependent
Tingkat Keadaan subjektif Kuesioner C Dikategorikan Ordinal
kecemasan pada pasien pra menjadi :
anestesi umum. Tinggi (Jika
pasien
mengalami
tingkat
kecemasan berat
- panik)
Rendah (Jika
pasien
36
A. Desain Penelitan
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain :deskriptif
korelasi dengan pendekatan cross sectional dimana peneliti melakukan
pengukuran variabel hanya pada suatu saat (Sudiqdo & Sofyan, 2001). Desain
ini digunakan untuk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik perawat
terhadap tingkat kecemasan pasien yang menjalani anestesi umum di
RSUP.Persahabatan.
B. Populasi dan Sampel
Suatu populasi menunjukkan pada sekelompok subjek yang menjadi objek
atau sasaran penelitian (Notoatmodjo, 2002). Populasi adalah kumpulan individu
dimana suatu hasil penelitian akan dilakukan generalisasi (Arikunto, 2002).
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang menjalani anestesi umum di
RSUP.Persahabatan sebesar 126 orang.
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti
dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2003).Metode
pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling yaitu
pengambilan sampel yang digunakan tidak secara acak tetapi berdasarkan
pertimbangan atau atas tujuan tertentu.
Berdasarkan rumus maka jumlah sampel yang diperlukan :
N
38
n=
1 + N (d2)
Keterangan :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
d = derajat ketepatan yang direfleksikan oleh kesalahan yang
dapat ditoleransi
126
n =
1 + 126 (0,052)
= 95,817 sampel
Pembulatan menjadi 96 sampel
Sampel penelitian ini adalah 96 orang dengan kriteria inklusi sampel antara lain :
1. Pasien yang menjalani anastesi umum di RS. Persahabatan
2. Dapat membaca dan menulis
3. Sedang dalam keadaan sadar dan kooperatif
4. Bersedia menjadi responden
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di instalasi bedah sentral
RSUP.Persahabatan.Alasan peneliti memilih RSUP.Persahabatan karena sampel
pada tempat tersebut sesuai dengan kriteria penelitian dan mudah dijangkau
39
sehingga dapat memperoleh data dasar yang diperlukan. Waktu penelitian
difakukan setelah memperoleh surat izin dari pihak RSUP. Penelitian dimulai
dari Agustus hingga Desember 2011.
D. Etika Penelitian
Etika penelitian ini memakai confidentiality yaitu merupakan aspek yang
menjamin kerahasiaan data atau informasi.Penelitian yang menggunakan
manusia sebagai subyek tidak boleh bertentangan dengan etik. Tujuan penelitian
ini hams etis dalam arti hak responden harus dilindungi. Peneliti dengan
menekankan masalah etika yaitu menjelaskan maksud dan tujuan setelah itu
diedarkan lembar persetujuan sebelum penelitian dilaksanakan.Jika responden
bersedia diteliti maka harus menandatangani lembar persetujuan tersebut dan
menjaga kerahasiaan identitas responden. Jika responden tidak bersedia mengisi
kuesioner peneliti tidak memaksa dan peneliti mencari responden lain yang
bersedia sesuai dengan kriteria sampel yang telah ditentukan. Dalam kuesioner
responden tidak dianjurkan mengisi nama, dalam kuesioner hanya dicantumkan
kode. Setelah responden bersedia mengisi kuesioner peneliti mengumpulkan
semua kuesioner yang telah di isi responden lalu memeriksanya kembali,
sehingga jika terdapat kesalahan pengisian atau data kurang lengkap peneliti
dapat meminta kembali responden untuk memperbaiki.
E. Alat Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah berupa
kuesioner.Jenis skala pengukuran dalam kuesioner berbentuk skala likert. Data
dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik
40
pengumpulan data primer yaitu didapatkan secara langsung dari responden
berkaitan dengan permasalahan yang diteliti melalui kuesioner yang terdiri dari
2 bagian yaitu data demografi, 20 pernyataan terkait komunikasi terapeutik dan
20 pernyataan terkait tingkat kecemasan.
Adapun kisi-kisi kuesioner sebagai berikut :
No Variabel Indikator No Soal
1
Kuesioner A
Data Demografi
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Pendidikan
4. Pekerjaan
1. >30tahun, < 30 tahun
2.Laki-laki,perempuan
3. .Tidak lulus SD, SD,
SMP, SMA, Akademik/
Perguruan tinggi
Tabel 4.1
4. Pegawai swasta,
pegawai negeri, ibu
rumah tangga, lain-
lain2 Kuesioner B
Komunikasi
Terapeutik
1.Fase Pralnteraksi
2. Fase Orientasi
3. Fase kerja
1.Pertanyaan
1,2,3.
2.Pertanyaan 4
dan 5
3.Pertanyaan 6
41
3 Kuesioner C
Tingkat
kecemasan
1.Kecemasan
rendah
(kecemasan
rendah dan
sedang) 2.
Kecemasan
tingg
(kecemasan
berat dan
1.Pertanyaan 1
s/d 8
2.Pertanyaan 9
s/d 20
F. Validitas dan Reabilitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan atau kesyahan suatu instrument. Suatu instrumen dikatakan valid
apabila mampu mengukur apa yang diinginkannya dan dapat mengungkapkan
data variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2002). Suatu pernyataan
dikatakan valid dilakukan dengan membandingkan nilai r tabel dengan nilai r
hitung (Kaplan & Saccuzo, 2006).Reabilitas suatu konstruk variabel baik jika
memiliki nilai Alpha dalam kuesioner hanya dicantumkan kode.Setelah
responden bersedia mengisi kuesioner peneliti mengumpulkan semua kuesioner
yang telah di isi responden lalu memeriksanya kembali, sehingga jika terdapat
kesalahan pengisian atau data kurang lengkap peneliti dapat meminta kembali
responden untuk memperbaiki.
E. Alat Pengumpulan Data
42
Instrumen yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah berupa
kuesioner.Jenis skala pengukuran dalam kuesioner berbentuk skala likert. Data
dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik
pengumpulan data primer yaitu didapatkan secara langsung dari responden
berkaitan dengan permasalahan yang diteliti melalui kuesioner yang terdiri dari
2 bagian yaitu data demografi, 20 pernyataan terkait komunikasi terapeutik dan
20 pernyataan terkait tingkat kecemasan.
Adapun kisi-kisi kuesioner sebagai berikut :
Tabel 4.1
No Indikator No. Soal
1 Kuesioner A
Data Demografi
1 (usia), 2 (jenis kelamin),
3 (pendidikan), 4 (pekerjaan)
2 Kuesioner B 1 (+), 2 (+), 3 (+), 4 (+), 5 (+), 6
Komunikasi Terapeutik (+), 7 (+), 8 (+), 9 (+), 10 (+),11 (-), 12 (+), 13 (+), 14 (+), 15
(-), 16 (-), 17 (-), 18 (-), 19 (-),
20 (-)
3 Kuesioner C 1(-), 2 (+), 3 (+), 4 (-), 5 (-), 6
Tingkat Kecemasan (-), 8 (-), 9 (-), 10 (-), 11 (-), 12
(-), 13 (-), 14 (-), 15 (+), 16 (-),
17 (-), 18 (+), 19 (+) 20 (-)
43
F. Validitas dan Reabilitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan atau kesyahan suatu instrument. Suatu instrumen dikatakan valid
apabila mampu mengukur apa yang diinginkannya dan dapat mengungkapkan
data variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2002). Suatu pernyataan
dikatakan valid dilakukan dengan membandingkan nilai r tabel dengan nilai r
hitung (Kaplan & Saccuzo, 2006). Reabilitasbsuatu konstruk variabel baik jika
memiliki nilai Alpha Cronbach > 0,60 Nugroho, 2005. Uji validitas ini
dilakukan untuk setiap item pertanyaan pada instrumen penelitian. Untuk
menguji validitas variabel tindakan yang berupa skore dalam skala ordinal
(tingkatan) digunakan teknik korelasi product moment yang dirumuskan sebagai
berikut :
R = n ( ∑XY ) - ( ∑X ∑Y )
√ ( n∑X2 ) - ( ∑X2 ) ( n∑Y2 ) - ( ∑Y2 )
Keterangan
n : Jumlah reponden
∑XY : Jumlah dari perkalian skor item dengan skor total
∑X : Jumlah dari skor item
∑Y : Jumlah dari skor total
Uji validitas instrument dalam penelitian ini dilakukan. di RS. Kanker
Dharmais dengan jumlah responden 20 orang.Berdasarkan uji statistik maka
dapat disimpulkan bahwa instrument penelitian dikatakan valid jika diperoleh
nilai r hitung > r tabel.Pada penelitian ini adalah 0,444.Hasil uji validitas pada
44
penelitian ini menunjukkan rentang 0,000 — 0, 974 semua kuesioner dinyatakan
valid.
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan
sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap asas bila dilakukan
pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan
alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2002). Sekumpulan pertanyaan untuk
mengukur suatu variabel dikatakan reliabel jika koefisien reliabilitasnya lebih
atau sama dengan 0,700 (Kaplan & Saccuzo, 2006). Uji reliabilitas yang
digunakan untuk variabel tindakan yang berupa skor dalam skala ordinal
(tingkatan) adalah teknik koefisien reliabilitas alpha cronbach dengan rumus
sebagai berikut :
r = ( k ) ( 1 - ∑αb2)
( k- 1 ) αt2 (Arikunto, 2001 )
Keterangan :
r : rehabilitas instrument
k : banyaknya butir pertanyaan
∑αb2 : jumlah varians butir
αt2 : varians total
Hasil uji reabilitaS pada penelitian ini didapat nilai alpha 0,974 artinya
kuesioner tersebut mempunyai reabilitas tinggi dengan nilai alpha coronbach
melebihi angka kritik dan mendekati nilai 1.
G. Metode Pengumpulan Data
45
Metode pengumpulan data akan dilakukan berdasarkan prosedur :
1. Selama responden mengisi kuesioner, peneliti akan berada disamping
responden, agar bila ada pertanyaan dari responden, peneliti dapat
langsung menjawab dan menjelaskannya.
2. Responden akan menyerahkan seluruh paket kuesioner setelah pengisian
kuesioner dianggap selesai.
3. Kuesioner yang telah diisi dikumpulkan dan bila ada kuesioner yang
belum lengkap, langsung dilengkapi saat itu juga. Bila kuesioner sudah
lengkap maka peneliti mengakhiri pertemuan dan mengucapkan terima
kasih kepada responden atas kesediaan dalam membantu penelitian.
H. Pengolahan Data
Data yang terkumpul lau diolah dan diproses melalui tahapan, sebagai berikut :
1. Editing Data/memeriksa
Kegiatan yang dilakukan setelah selesai menghimpun data lapangan.Data
yang ada seluruhnya diteliti apakah sudah benar, jelas dan lengkap sesuai
dengan yang diinginkan.
2. Coding Datal Proses Pemberian Identitas Data yang sudah diedit diberi
identitas sesuai dengan pertanyaan dan kelompoknya sehingga memiliki
arti tertentu pada saat dianalisis.
3. Sorting
Adalah mensortir dengan memilih atau mengelompokkan data menurut
jenis yang dikehendaki (klasifikasi data).
46
4. Entry data
Jawaban-jawaban yang sudah diberi kode kategori kemudian dimasukkan
dalam Label dengan cara menghitung frekuensi data.
5. Cleaning
Pembersihan data, lihat variabel apakah data sudah benar atau belum.
I. Analisa Data
Tabulasi/ Proses Pembeberan
Data setelah diatur kemudian diringkas dan dipadatkan kemudian memasukkan
data pada tabel-tabel tertentu dan mengatur angka-angka serta menghitungnya.
1. Analisa Data
Setelah data diolah kemudian dianalisa, sehingga hasil analisa data dapat
digunakan sebagai bahan pengambiian keputusan dalam penanggulangan
masalah.
Analisa Data ada 2 tahap yaitu :
a. Analisa univariat
Analisis ini untuk mendapatkan gambaran pada masing-masing variable.
Gambaran yang didapat akan dimasukkan ke dalam bentuk table
frekuensi dan akan di gunakan untuk uji statistic korelasi. Tabel
frekuensi pada analisis ini bertujuan untuk menggambarkan responden
sesuai karakteristik.
b. Analisa Bivariat
Setelah data-data diolah dengan menggunakan analisa univariat
kemudian diolah dengan analisa bivariat.Penelitian ini variabelnya
47
menggunakan data kategori sehingga dalam menganalisa data peneliti
menggunakan uji chi square. Menurut Hastono (2001) pembuktian uji chi
square dengan menggunakan rumus:
X2= ∑ (O – E )2 Df = (k – 1) (b – 1)
Keterangan :
X2= Proporsi
E = Ekspetasi
O = Observasi
Untuk melihat ada tidaknya hubungan dengan menggunakan uji
kemaknaan p value < 0,05, bila nilai frekuensi observasi dengan nilai harapan
sama (p value > 0,05), maka dikatakan tidak ada hubungan, sebaliknya bila nilai
frekuensi observasi dengan nilai frekuensi harapan berbeda (p value < 0,05)
maka dikatakan ada hubungan antara kedua variabel. (Kazana, 2000).
J. Jadwal Penelitian
Tabel 4.2
KegiatanAgust Sept Okt Nov Des
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4Identifikasi Masalah
Studi Menyusun Kerangka Konsep
Menyusun Metode _Menyerahkan Proposal _Mengurus PerijinanMengumpulkan Data PresentasiPenyerahan Laporan
48
BAB V
HASIL PENELITIAN
Dari wawancara dan pengisian kueioner yang dilakukan kepada 30 orang
pasien di ruang anestesi RS. Persahabatan Jakarta, yang akan dijabarkan sebagai
berikut :
A. Analisa Univariat
1. Hasil analisa univariat tingkat usia responden dalam tingkat kecemasan
yang menjelaskan bahwa usia merupakan faktor internal seseorang untuk
menentukan kesiapan dan memutuskan dan bertindak secara umum
(Gibson, 2000)
Tabel 5.1 Persentase tingkat usia responden dalam tingkat
kecemasan pada pasien yang menjalani anastesi umum
RS. Persahabatan
< 30 tahun> 30 tahun
Tabel 5.1 diatas menunjukkan usia responden sebagian besar
berusia> 30 ( 64,5%) tahun.
2. Menurut teori (Siagian, 2004) mengatakan bahwa latar belakang
49
pendidikan akan mempengaruhi perilaku seseorang.
Tabel 5.2 Persentase tingkat pendidikan responden dalam tingkat
kecemasan pada pasien yang menjalani anastesi umum
di RS. Persahabatan
Persentase Tingkat Pendidikan
Responden
Tidak Lulus SD
SD
SMP
SMA
AKADEMI/PT
Tabel 5.2 di atas menunjukkan pendidikan pasien di instalasi anastesi
umum RS.Persahabatan sebagian besar berpendidikan SMA (32, 3%).
3. Hasil analisis univariat pada jenis kelamin yaitu laki — laki. Hasugian,
2000 mengatakan laki — laki yang yang sering berkatifitas yang rentan
akan penyakit akibat kerja atau lingkungan.
Tabel 5.3 Persentase jenis kelamin responden dalam tingkat
50
kecemasan pada pasien yang menjalani anastesi umum
di RS. Persahabatan
laki - lakiPerempuan
Tabel 5.3 di atas menunjukkan jenis kelamin responden yang menjalani
anastesi umum di RS. Persahabatan sebagian besar berjenis kelamin laki-
laki (58, 3%)
4. Hasil analisis univariat tingkat pekerjaan responden menyatakan banyak
51
pasien yang berobat di RS. Persahabatan bekerja sebagai pegawai swasta.
Tabel 5.4 Persentase tingkat pekerjaan responden dalam tingkat
kecemasan pada pasien yang menjalani anastesi umum
di RS. Persahabatan
Pegawai SwastaPegawai NegeriIRTLain - lain
Tabel 5.4 di atas menunjukkan tingkat pekerjaan responden yang
menjalani anastesi umum di RS.Persahabatan sebagian besar pegawai
swasta (40, 6%).
5. hasil analisis univariat Purwanto (2004) mengemukakan komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan
52
dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien.
Tabel 5.5 Persentase komunikasi terapeutik perawat
di instalasi anastesi RS. Persahabatan
BaikBuruk
Tabel 5.5 di atas menunjukkan komunikasi terapeutik responden yang
menjalani anastesi di RS.Persahabatan sebagian besar baik (59, 4%).
6. Hasil analisa univariat Kecemaasan merupakaan ketegangan, rasa tidak
aman dan kekahwatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang
53
tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagiaan besar tidak diketahui
dan berasal dari dalam (Depkes RI, 2005).
Tabel 5.6 Persentase tingkat kecemasan pada pasien yang menjalani
anastesi umum di RS. Persahabatan
Tinggirendah
Tabel 5.5 di atas menunjukkan tingkat kecemasan responden yang
menjalani anastesi di RS.Persahabatan sebagian besar yaitu tinggi (65,
6%).
B. Analisa Bivariat
Hasil analisa bivariat hubungan komunikasi terapeutik perawat
54
dengan tingkat kecemasan pasien yanip menjalani operasi dengan
anestesi umum di RS. Persahabatan tahun 2010 yaitu :
Tabel 5.7 Analisa hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan
tingkat kecemasan pasien yang menjalani operasi dengan anestesi
umum di RS. PersahabatanKomunikasi Terapeutik Responden
Tingkat Kecemasan Responden
OR P
Tinggi % Rendah %
Baik 55 96,5 2 3,5 6,500 0, 000
Buruk 24 61,5 15 38,5
TOTAL 79 82,3 17 17,7
Dari tabel di atas didapatkan data bahwa komunikasi
terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pada pasien yang
menjalani operasi dengan anastesi umum di RS.Persahabatan, 55
dari 57 (96, 5%) mempunyai komunikasi terapeutik baik dan
mempunyai tingkat kecemasan yang tinggi, sedangkan 24 dari 39
(61, 5%) pada pasien yang menjalani operasi dengan anastesi umum
mempunyai tingkat kecemasan yang tinggi dan komunikasi
terapeutik yang buruk. Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p
= 0, 000, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara
komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pada
pasien yang menjalani operasi dengan anestesi umum di RS.
Persahabatan.
BAB VI
55
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan membahas tentang interprestasi dan diskusi
penelitian dan keterbatasan penelitian
A. Interprestasi Hasil
Hasil penelitian tentang hubungan komunikasi terapeutik perawat
dengan tin gkat kecemasan pada pasien yang menjalani anastesi umum di
RS.Persahabatan telah dianalisa menggunakan uji statistik Chi Square.
Hasil analisa menunjukkan bahwa :
1. Berdasarkan variabel penelitian didapatkan data bahwa komunikasi
terapeutik responden yaitu sebanyak 57 dari 96 responden (59, 4%) yaitu
baik, sedangkan 39 dari 96 responden (40, 6%) mempunyai komunikasi
terapeutik yang buruk. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi
terapeutik responden di ruang anastesi umum RS. Persahabatan yaitu
baik.
Berdasarkan penjelasan diatas jelas bahwa komunikasi terapeutik
perawat sebagian besar baik.Sesuai dengan hasil penelitian Manurung,
2003 dengan judul hubungan karakteristik individu dan organisasi
dengan penerapan komunikasi terapeutik di ruang anastesi umum
RS.Persahabatan dengan hasil 94, 6% penerapan komunikasi terapeutik
individu dan organisasi sebagian besar baik.Purwanto (2004)
mengemukakan komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk
56
kesembuhan klien.Hubungan interpersonal antara perawat klien
berdasarkan atas hubungan saling percaya yang berdampak terapeutik
dengan tujuan mempercepat penyembuhan klien.Interaksi perawat klien
yang terapeutik yaitu melalui penggunaaan tehnik komunikasi terapeutik
(Stuart & Sunden, 1991).Kenyataannya dilapangan perawat sudah
melakukan teknik komunikasi hanya raja karena beban kerja yang
banyak terkadang perawat tidak melaksanakan semua fase komunikasi,
mereka lupa dalam fase orientasi langsung focus pada fase kerja.
2. Berdasarkan variabel penelitian didapatkan data bahwa tingkat
kecemasan responden yaitu sebanyak 63 dari 96 responden (65, 6%)
yaitu tinggi, sedangkan 33 dari 96 responden (34, 4%) yaitu rendah.. Hal
ini menunjukkan bahwa tingkat kecemasan pasien yang menjalani
anastesi umum terbanyak yaitu tinggi.
Berdasarkan penjelasan diatas bahwa tingkat kecemasan
responden terbanyak yaitu tinggi.Kecemaasan pasien merupakaan
ketegangan, rasa tidak aman dan kekahwatiran yang timbul karena
dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya
sebagiaan besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (Dadang,
2001).Hasil yang didapatkan dilapangan sebagian besar pasien
mengalami kecemasan karena Rasa cemas dan takut yang dirasakan
pasien yaitu anestesi umum menyebabkan hilangnya kesadaran ditambah
lagi tindakan operasi juga menimbulkan rasa sakit dan kehilangan
sebagian anggota tubuh, nyeri, invalid, keganasan, gagal kondisi menjadi
57
lebih buruk.
3. Berdasakan analisa bivariat hasil analisa komunikasi terapeutik perawat
dengan tingkat kecemasan pasien yang menjalani anastesi umum di RS.
Persahabatan, 55 dari 57 (96, 5%) mempunyai komunikasi terapeutik
baik dan mempunyai tingkat kecemasan yang tinggi, sedangkan 24 dari
39 (61, 5%) pada pasien yang menjalani anastesi umum mempunyai
tingkat kecemasan yang tinggi dan komunikasi terapeutik yang buruk.
Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p = 0, 000, maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat
dengan tingkat kecemasan pada pasien yang menjalani anastesi umum di
RS. Persahabatan.
Stuart dan Sundeen (2002) menguraikan pengertian komunikasi
terapeutik yaitu suatu proses yang melibatkan usaha-usaha untuk
membina hubungan terapeutik antara perawat — klien dan saling
membagi pikiran, perasaan dan perilaku untuk membentuk keintiman
yang terapeutik dan berorientasi pada masa sekarang. Kualitas asuhan
keperawatan yang diberikan kepada klien sangat dipengaruhi oleh
kualitas hubungan perawat - klien. Bila perawat tidak memperhatikan
kualitas hubungan tersebut, maka hubungan perawat — klien bukanlah
hubungan yang memberikan dampak terapeutik yang akhirnya akan
mempercepat proses penyembuhan klien. Hasil penellitian menyatakan
bahwa komunikasi perawat baik sedangkan tingkat kecemasan responden
tinggi. Rasa cemas dan takut yang dirasakan pasien yaitu anestesi umum
58
menyebabkan hilangnya kesadaran ditambah lagi tindakan operasi juga
menimbulkan rasa sakit dan kehilangan sebagian anggota tubuh, nyeri,
invalid, keganasan, gagal kondisi menjadi lebih buruk serta beban kerja
perawat yang terlalu banyak sehingga terkadang perawat dalam
menangani pasien lupa untuk melakukan kontrak dengan pasien, senyum
dan sapa dan terkadang perawat menjadi tidak ramah/judes sehingga
secara tidak langsung membuat pasien cemas, hasil observasi terhadap
perawat mengenai komunikasi terapeutik didapatkan bahwa komunikasi
terapeutik yang dilakukan pada pasien sudah dilakukan mulai dari fase
orientasi sampai dengan terminasi hanya saja belum optimal, seperti
yang dijelaskan diatas terkadang karena beban kerja yang terlalu banyak
sehingga perawat melupakan fase-fase dalam komunikasi.
Kecemasan adalah perasaan yang subyektif, suatu perasaan yang
tidak spesifik atas ketidaknyamanan, ketegangan juga ketidakamanan,
dan ini adalah suatu respon yang normal untuk melindungi seseorang
terhadap sesuatu yang mengancam fisik, psikologi, integritas sosial,
harga diri dan status (Dadang, 2001).
Pada fase kerja, perawat dan klien mengeksplorasi stressor yang
dapat dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan
menghubungkan persepsi, perasaan, dan perbuatan klien.Perubahan
perilaku meladaptif menjadi adaptif merupakan fokus fase ini.Disamping
itu pada kenyataannya dalam menjalankan tindakan keperawatan, klien
sering tidak kooperatif.Untuk itu menghadapi rasa keeetnasan yang
59
timbul pada pasien perawat belajar bertingkah laku asertif (Dadang,
2001).Cemas itu timbul akibat adanya respons terhadap kondisi stres atau
konflik. Rangsangan berupa konflik, baik yang datang dari luar maupun
dalam diri sendiri, itu akan menimbulkan respons dari sistem saraf yang
mengatur pelepasan hormon tertentu (Dadang, 2001). Akibat pelepasan
hormon tersebut, maka muncul perangsangan pada organ-organ seperti
lambung, jantung, pembuluh darah maupun alat-alat gerak.
B. Keterbatasan Penelitian
Selama proses penelitian masih terdapat keterbatasan yang terjadi karena
peneliti masih merupakan peneliti pemula. Dalam menentukan desain penelitian,
peneliti menggunakan deskriptif korelasi dan uji coba chi square untuk menguji
hipotesanya, sehingga hasilnya hanya berupa ada hubungan atau tidak ada
hubungan, namun tidak menjelaskan seberapa erat hubungan antar variabel. Dan
waktu yang digunakan sangat terbatas.
BAB VII
60
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil penelitian di Instalasi anestesi RS Persahabatan Jakarta Tahun 2011
mengen1ai hubungan komunikasi terapeutik dengantingkat kecemasan pada
pasien yang menjalani anestesi umum di RS Persahabatan sebagai berikut:
1. Berdasaran variable penelitian didapatkan data bahwa komunikasi
terapeutik responden baik sebanyak 57 dari 96 responden sedangkan
39 dari 96 responden yang mempunyai komunikasi terapeutik yang
buruk.
2. Berdasarkan variable penelitian didapatkan data bahwa tingkat
kecemasan respoden tinggi sebanyak 63 dari 96 responden sedangkan
33 dari 96 responden yang mempunyai tingkat kecemasan yang
rendah. Hal ini menunjulckan bahwa tingkat kecemasan pasien yang
menjalani anestesi umum di RS Persahabatan masih tinggi.
3. Berdasarkan analisa bivariat hasil analisa komunikasi terapeutik
perawat dengan tingkat kecemasan pasien yang menjalani anestesi
umum di RS Persahabatan 57 dari 96 responden mempunyai
komunikasi terapeutik baik dan mempunyai tingkat kecemasan yang
tinggi, sedangkan 2-4 dari 39 responden mempunyai tingkat
kecemasan yang tinggi dan komunikasi terapeutik yang buruk.Hasil
uji statistic chi squarediperoleh nilai p = 0.000,maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan antara komunikasi terapeutik
61
perawat dengan tingkat kecemasan pada pasien yang menjalani
anestesi umum di RS Umum Persahabatan.
B. Saran
Dengan diketahuinya ubungan komunikasi terapeutik perawat dengan
tingkat kecemasan pada pasien yang menjalani anestesi umum di RS
Persahabatan, maka saran yang dapat diajukan sebagai berikut :
1. Perawat
Dapat meningkatkan kemampuan perawat untuk dapat memberikan
pelayanan kesehatan dengan lebih baik yang mencakup keterampilan
intelektual, teknikal dan hubungan interpersonal yang tercermin dalam
pemberian informasi tentang prosedur anestesi umum yang akan dijalani
oleh pasien.
2. Pasien
Memberi penjelasan kepada pasien melakukan relaksasi untuk
mengurangi kecemasan.
3. Untuk peneliti selanjutnya
Sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti secara
analitik dengan menggunakan data instrument yang lebih akurat.
4. Pendidikan
Sebagai media dalam menambah wawasan pengetahuan dan
keterampilan mahasiswa keperawatan.
5. Rumah Sakit
62
Sebagai masukan khususnya perawat di Ruang anestesi dan ruang rawat
RS Persahabatan untuk lebih memperhatikan kebutuhan pasien.
DAFTAR LAMPIRAN
63
Lampiran 1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden.
Lampiran 2. Lembar Persetujuan (Informed ConseAt)
Lampiran 3. Petujuk Umum Pengisian Kuesioner
Lampiran 4. Instrumen Penelitian (Kuesioner)
Lampiran 5. Surat Perizinan Pengambilan Data
Lampiran 6. Lembar Konsul
DAFTAR PUSTAKA
64
Craven, J.C. (2003). Fundamental Of Nursing. Philadephia
Dadang.(2001). Manajemen Stress, Cemas dan Depresi.Jakarta : KF-UI
Dahlan, Sopiyudin. (2004). Statistika Untuk Kedokteran Dan
Kesehatan.Jakarta : PT. ARKANS.
Depkes.(2004). Modul Analisis Data Mengguinakan SPSS.Jakarta : Depkes RI
Hamid. (2000). Makalah Komunikasi Terapeutik Jakarta : FIK-UI
http://evantherapy.wordpress.com
Keliat.(1992). Komunikasi Organisasi.Bandung : PT. Remaja
Keliat.(2002). Hubungan Terapeutik Perawat-Klien.Jakarta : Balai Kedokteran
Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan.Jakarta : PT
Rineka Cipta.
Purvvanto. (2004). Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek. Bandung :
CV.Remadja Karya Setiadi. (2007) Konsep dan Penulisan Riset
Keperawatan.Yogyakarta : Graha Ilmu. Siagian.(2001). Pendidikan dan
Pengetahuan.Yogyakarta : ANDI
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner
&Suddarth.Jakarta : EGC.
Sondang, Siagian. (2004). Teori Motivasi Dan Aplikasinya.Jakarta : Rineka
Cipta Stuart & Sundeen, (1995). Tahapan Interaksi. Jakarta : EGC
Suryani.(2005). Komunikasi Terapeutik.Jakarta : EGC.
Widyatun.(2000). Ilmu Prilaku.Jakarta : Sagung Seto
Wijaya.(2000). Statistika Non Parametrik.Bandung : ALFABETA.
Lampiran 1
65
Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Permohonan Menjadi Responden
Responden yang terhormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah Mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Jakarta .Nama :NENGRATWATY
NPM : 2013727028
Akan mengadakan penelitian yang berjudul " Hubungan Komunikasi Terapeutik
Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Yang Menjalani Anastesi
Umum di RS.Persahabatan".Bersama ini saya mohon kesediaan Bpk/Ibu/Sdr/I
untuk menandatangani lembar persetujuan serta menjawab semua pertanyaan-
pertanyaan dalam lembar kuesioner sesuai dengan petunjuk yang ada. Jawaban-
jawaban yang saudara berikan akan saya jaga kerahasiaannya.
Atas kesediaannya saudara berperan serta sebagai responden dalam penelitian
ini, saya ucapkan terima kasih.
TTD Peneliti
Lampiran 2
66
Lembar Persetujuan (Informed Consent)
Setelah saya mendengar penjelasan dari peneliti (Nengrat
waty. .Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah
Jakarta .
Dengan ini menyatakan, bahwa saya bersedia menjadi responden pada
penelitian yang berjudul "Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan
Tingkat Kecemasan Pada Pasien Yang Menjalani Anastesi Umum di
RS.Persahabatan", tanpa paksaan dari siapapun dan mengerti segala resiko yang
ditimbulkan.
TTD Respoden
67
Lampiran 3
Petunjuk umum pengisian kuesioner :
1. Responden diharapkan mengisi seluruh pertanyaan sesuai dengan
petunjuk
2. pengisian.
3. Bentuk jawaban pada daftar pertanyaan ditulis dengan memberikan
tanda (/) pada kolom yang tersedia.
4. Jika responden ingin mengganti jawaban pertama yang salah, tidak
perlu menggunakan penghapus tetapi cukup memberi tanda (x) pada
tanda check list di kolom yang salah, kemudian beri tanda (J) pada
jawaban yang dianggap benar.
5. Responden dapat langsung bertanya pada peneliti jika ada kesulitan
dalam menjawab pertanyaan.
68
Lampiran 4
Instrumen Penelitian
Berikut ini adalah data demografi responden dan pernyataan-pernyataan tentang
komunikasi terapeutik.Anda diminta untuk memilih peryataan yang sesuai
dengan pengalaman anda.Bacalah setiap pernyatnan di bawah ini dengan
seksama kemudian berikan tanda ('q) pada kolom yang telah disediakan.
A. Data Demografi
1. Usia Anda : > 30 tahun
: < 30 tahun
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
: Perempuan
3. Pendidikan terakhir : tidak lulus SD
SD
SMP
SMA
AKADEMI Perguruan Tinggi
4. Pekerjaan : Pegawai Swasta
Pegawai Negeri
Ibu Rumah Tangga
Lain – Lain
69
B. Pernyataan Terkait Komunikasi Terapeutik
Petunjuk Pengisian :
Pilihlah salah satu jawaban dibawah ini dengan membubuhkan cek list (\A pada
kotak : Sering Dilakukan (SD), Sering (S), Dilakukan (D), Tidak Dilakukan
(TD).
No Pernyataan SD4
S3
D
2TD1
1. Perawat memperkenalkan diri pada awal pertemuan
2. Perawat memanggil nama pasien dengan benar dan sopan
3. Perawat menjelaskan tugas dan tanggung jawabnya
4. Menurut saya, perawat selalu berhadapan dengan pasien saat berbicara
5. Perawat menjaga kontak mata kepada pasien saat berbicara
6. Perawat menjelaskan tujuan dari setiap tindakan keperawatan yang dilakukan
7. Perawat menentukan topik pembicaraan bila melakukan komunikasi dengan pasien
8. Perawat mengajak pasien untuk menentukan waktu dari lamanya pembicaraan
9. Perawat mendengarkan keluhart pasien dengan sabar
8. Perawat membantu pasien mengungkapkan perasaanya
9. Perawat mengkritik pasien
70
10. Perawat mengulang kembali pencapaian tujuan yang telah didapat dari pembicaraan yang telah dilakukan
11. Perawat bertanya pada pasien tentangperasaan pasien pada akhir pertemuan
12. Perawat menyediakan waktu untuk merencanakan kegiatan-kegiatan berikutnya dengan pasien
13. Perawat tidak pernah mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam membuat rencana interaksi
8. Perawat jarang menggali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah klien
9. Memberikan salam terapeutik tidak disertai mengulurkan tangan jabatan tangan
10. Tidak saling menyepakati tindak lanjutterhadap interaksi yang telah dilakukan
11. Tidak mempertahankan sikap terbuka, melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
12. Tidak mendengarkan dengan penuh perhatian
C. Pernyataan Terkait Kecemasan
Petunjuk Pengisian :
Pilihlah salah satu jawaban dibawah ini dengan membubuhkan cek list (A pada
kotak :Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Kurang Setuju (KS), Tidak Setuju (TS).
71
No Pernyataan SS1
S2
KS3
TS4
1. Menderita gangguan cemas manakala yang bersangkutan tidak mampu mengatasi stressor psikososial yang dihadapinya
2. Saya mempunyai kepribadian pencemas yaitu khawatir, tidak tenang, gelisah, cemas dan ragu, tetapi dengan caringnya perawat ruangan membuat kecemasan saya berkurang
1.Keramahan perawat mengurangi rasa cemas yang timbul
3. Saat khawatir berlebihan terhadap penyakit yang diderita seringkali mengeluh keluhan somatik (pusing,mual,sakit,mag)
4. Dengan mendengar alat-alat yang terdengar di ruang kamar operasi membuat saya tegang, tidak tenang, gelisah dan cemas5. Memikirkan penyakit yang saya derita dan biaya pengobatan membuat saya mengalami gangguan pola tidur, mimpi hal-hal yang menegangkan
6. Kebisingan yang dilakukan perawat dengan mengobrol membuat saya menjadi tegang dan cemas
7. Rasa khawatir tentang hal-hal yang akan datang seperti kesembuhan, biaya dapat menimbulkan cemas dan
membayangkan akan datangnya kemalangan terhadap dirinya atau orang lain
9. Kewaspadaan berlebih akan menimbulkan sukar tidur, merasa nyeri dan sukar konsentrasi
72
9. Suara-suara yang ada di ruang Kamar operasi membuat saya cemas
10. Keluhan somatik seperti berdebar-debar, sesak nafas dll salah satu efek dari rasa cemas yang timbul pada diri
11. Ketegangan yang berlebih membuat tubuh gemetar, nyeri otot, letih dan mudah kaget
12. Rasa cemas dapat menimbulkan keluhan secara psikis dan fisik
13. Rasa cemas timbul bisa dari lingkungan sekitar
14. Rasa cemas yang meredah dapat mempercepat kesembuhan
15. Ketika cemas datang saya merasakan tegang pada otot dada
16. Saat gangguan tidur datang saya sulit mengontrol emosi sehingga menjadi cemas
17. Rasa cemas yang timbul saya luapkan dengan cam menangis, sehingga membuat saya lebih lega
18. Kecemasan yang berlebihan dapat mempengaruhi respon psikologis bagi tubuh
19.Kecemasan merupakan respon terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui
73
JADWAL KONSULTASI
No HarifTanggal Materi Konsul Masukan Penbimbing P a r a f
Pembimbing1 Sabtu, 07 Mei 2011 Mengajukan
beberapa judulCoba cari fenomena yang ada dimasyarakat
2 Sabtu, 04 Juni 2011 Mengajukan judul lagi Judul terlalu panjanghilangkan sebagian
3 Minggu,05Juni2011 Konsultasi BAB I
Tambahkan penelitian terkait
4 Sabtu, 11 Juni 2011
Konsultasi BAB I-11 Rumusan MasalahPerlu beberapa revisi
5 Minggu, 3 Juli 2011 Konsultasi BAB I-Ill Kerangka konsepDefinisi Operasional
6 Senin, 18 Juli 2011 Minta persetujuan untuk ujian proposal
Disetujui untuk mengikuti ujian proposal
7 Sabtu, 05 Nov 2011 Konsultasi BAB IVMetode dan prosedur
8 Minggu,13Nov2011 Konsultasi BAB V Hasil penelitian9 Sabtu, 29 Nov 2011 Konsultasi ulang BAB
VRevisi hasil penelitian
10 Sabtu, 10 Des 2011 Konsultasi BAB VI-VI' PembahasanKesimpulan dan saranperlu beberapa revisi
11 Selasa, 12 Des 2011
Konsultasi ulang BAB VI- VII
PembahasanKesimpulan dan saranperlu beberapa revisi
12 Kamis, 15 Des 2011 Minta persetujuan untuk ujian skripsi
Disetujui untuk mengikuti ujian skripsi
Frequencies
74
Statistics
Usia Responden
N Valid Missing
300
MeanMedianStd. Deviation
1,271,00,450
Usia Responden
Frequency Percent
Valid
Percent
CumulativePercent
Valid > 30
Tahun
< 30 Tahun
Total
22
8
30
73,3
26,7
100,0
73,3
26,7
100,0
73,3
100,0
75
Frequencies
Statistics
Jenis Kelamin Responden
N Valid Missing
300
MeanMedianStd. Deviation
1,431,00,504
Jenis Kelamin Responden
76
Laki - Laki Perempuan
20
15
10
5
0
Jenis Kelamin Responden
Jenis Kelamin Responden
frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Laki – laki
Perempuan
Total
17
13
30
56,7
43,3
100,0
56,7
43,3
100,0
56,7
100,0
Frequency
77
Statistics
N Valid MissingMean MedianStd. Deviation
3003,774,001,073
Pendidikan Responden
frequancy Percent Valid Percent CumulativePercent
Valid Tidak Lulus SDSD
SMPSMA
AKADEMITotal
136
128
30
3,310,020,040,026,7
100,0
3,310,020,040,026,7
100,0
3,313,333,373,3
100,0
78
Pendidikan Responden
Pendidikan Responden
Tidak lulus SD SD SMP SMA AKADEMI
12
10
8
6
4
2
0
Pekerjaan Responden
Pekerjaan Responden
Pegawai Swasta Lain-lain
15
12
6
3
0Pegawai Negeri Ibu Rumah Tangga
Statistics
N Valid MissingMean MedianStd. Deviation
3002,031,501,189
Pendidikan Responden
frequancy Percent Valid Percent CumulativePercent
Valid pegawai swasta
Pegawai negeriIbu rumah tangga
Lain - lainTotal
15465
30
50,013,020,016,7
100,0
50,013,020,016,7
100,0
50,063,383,3
100,0
80
Statistics
N Valid MissingMean MedianStd. Deviation
300
1,401,00,498
KomunikasiTerapeutik
frequancy Percent Valid Percent CumulativePercent
ValidBaikBurukTotal
181230
60,040,0
100,0
60,040,0
100,0
60,0100,0
82
Tinggi Rendah
20
15
10
5
0
Tingkat kecemasan
Tingkat Kecemasan
25
Frequency
StatisticsTingkat kecemasan
N Valid MissingMean MedianStd. Deviation
300
1,301,00,466
Tingkat kecemasan
frequancy Percent Valid Percent CumulativePercent
Valid Tinggi
RendahTotal
219
30
70,030,0
100,0
70,030,0
100,0
70,0100,0
84
< 30 tahun > 30 tahun
10
0
Usia Responden
Usia Responden
20
30
40
50
60
70
StatisticsTingkat kecemasan
N Valid MissingMean MedianStd. DeviationMinimum Maximum
960
1,652,00,481
12
Usia Responden
frequancy Percent Valid Percent CumulativePercent
Valid< 30 Tahun> 30 tahun
Total
346296
35,464,6
100,0
35,464,6
100,0
35,4100,0
Frequency
StatisticsPendidikan Responden
86
Pendidikan Responden
Tidak lulus SD SMA
40
30
10
0SD SMP
Pendidikan Responden
Akademi/PT
20
N Valid MissingMean MedianStd. DeviationMinimumMaximum
960
3,313,00
1,13615
Pendidikan Responden
frequancy Percent Valid Percent CumulativePercent
Valid Tidak lulus SD SD SMP SMA Akademi/PT
Total
52124311596
5,221,925,032,315,3
100,0
5,221,925,032,315,3
100,0
5,227,152,184,4
100,0
Frequency
Statistics
87
laki-laki Perempuan
10
0
Jenis Kelamin Responden
Jenis Kelamin Responden
20
30
40
50
60
N Valid MissingMean MedianStd. DeviationMinimum Maximum
960
1,481,00,502
12
Jenis Kelamin Responden
frequancy Percent Valid Percent CumulativePercent
Valid Laki-laki Perempuan Total
504696
52,147,9
100,0
52,147,9
100,0
52,1100,0
Frequency
88
Pegawai Swasta lain-lain
40
30
10
0
Tingkat Pekerjaan Responden
20
Pegawai NegeriIbu rumah tangga
Tingkat Pekerjaan Responden
50
StatisticsN Valid MissingMean MedianStd. DeviationMinimum Maximum
960
2,052,00
1,08014
Tingkat Pekerjaan Responden
frequancy Percent Valid Percent CumulativePercent
Valid Pegawai Swasta Pegawai NegeriIbu Rumah Tangga/IRT
Lain-lainTotal
3927161496
40,628,116,714,6
100,0
40,628,116,714,6
100,0
40,668,885,8
100,0
Frequency
89
Statistics Komunikasi Terapeutik Responden
N Valid MissingMean MedianStd. DeviationMinimum Maximum
960
1,411,00,494
12
Komunikasi Terapeutik Responden
frequancy Percent Valid Percent CumulativePercent
Valid Baik Buruk Total
573996
59,440,6
100,0
59,440,6
100,0
59,4100,0
90
Baik Buruk
10
0
Komunikasi Terapeutik Responden
20
30
40
50
60
Komunikasi Terapeutik Responden
Frequency
Statistics Tingkat Kecemasan Responden
N Valid MissingMean MedianStd. DeviationMinimum Maximum
960
1,341,00,477
12
Tingkat Kecemasan Responden
frequancy Percent Valid Percent CumulativePercent
Valid Tinggi RendahTotal
633396
65,634,4
100,0
65,634,4
100,0
65,6100,0
91
Baik Buruk
40
30
20
10
0
Komunikasi Terapeutik Responden
50
Tingkat Kecemasan Responden
60
Tingkat Kecemasan Responden
Tinggi
Rendah
93
Crosstabs
Case Processing SummaryCases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N PercentKomunikasi TerapeutikResponden * TingkatKecemasan Responden
96 100,0% 0 ,0% 96 100,0%
Komunikasi Terapeutik Responden * Tingkat Kecemasan Responden Crosstabulation
Tingkat Kecemasanresponden Total
Tinggi Rendah Komunikasi Terapeutik Baik CountResponden % within komunikasi Terapeutik responden
5596,5%
23,5%
57100,0%
Buruk Count % within komunikasi Terapeutik responden
2461,5%
1538,5%
39100,0%
Total Count % within komunikasi Terapeutik responden
7982,3%
1717,7%
96100,0%
Chi – Square TestsValue df Asymp. Sig.
(2-Sided)Asymp. Sig.(2-Sided)
Exact Sig(i-Sided)
Pearson Chi-SquareContinuty CorrectionLikehood RatioFiher’s Exact TestLinear-by-LinearAssociation
73,49569,79190,063
72,72996
111
1
,000,000,000
,000,000 ,000
a. Computed only for a 2x2 tableb. 0 cell (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 13,41Risk Estimate
Value95 % Confidence Interval
Lower UpperFor cohort Tingkat KecemasanResponden = TinggiN of Valid cases
6,500
96
3,114 13,570
94