BAB V SISTEM PENGELOLAAN PARKIR DI KOTA SALATIGA...
-
Upload
duongnguyet -
Category
Documents
-
view
221 -
download
1
Transcript of BAB V SISTEM PENGELOLAAN PARKIR DI KOTA SALATIGA...
44
BAB V
SISTEM PENGELOLAAN PARKIR DI KOTA SALATIGA
5.1 Kebijakan Dinas Perhubungan dan Peran UPT Perparkiran
Menurut pakar ilmu kebijakan publik Edward III tahap penting dalam
siklus kebijakan publik adalah implementasi kebijakan. Implementasi hanya
dianggap berupa pelaksanaan dari apa yang telah diputuskan oleh legislatif
atau para pengambil keputusan, seolah olah tahap ini tidak begitu penting.
Namun pada kenyataannya jika melihat tahap yang dipaparkan oleh William
Dunn implementasi berfungsi sebagai “Pemantauan hasil dan dampak yang
diperoleh dari kebijakan”. Apabila meninggalkan dan tidak menganggap
penting tahap implementasi maka suatu tujuan atau kebijakan tidak dapat
dilihat prosesnya dan dampak akhir kebijakan tersebut. Pada tahap ini
harusnya kebijakan dilaksanakan secara maksimal sehingga tujuan dan
dampak akhir akan terlihat memuaskan sesuai harapan.
Pada kota Salatiga, pemerintah daerah mengeluarkan produk kebijakan
yang mengatur bab perparkiran dalam peraturan daerah No 12 Tentang
Retribusi Jasa umum. Peraturan tersebut berlaku sejak tanggal 1 Januari 2012.
Maka kebijakan ini yang harus menjadi dasar untuk mencapai sebuah tujuan.
Penulis menggunakan teori Edward III dalam melihat implementasi Peraturan
Daerah Kota Salatiga Nomor: 12 tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum
Bab Perparkiran Kota Salatiga. Berikut penulis akan memaparkan uraian
mengenai pengimplementasian Peraturan Daerah Retribusi Jasa Umum
khususnya Bab Perparkiran :
1. Undang – undang No 12 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Umum
Bab Perparkiran di bahas pada pasal 33 bab VII
2. Undang – undang tersebut hanya membahas besaran retribusi, dan cara
penghitungan restribusi
Kegiatan awal yang dilakukan dalam manajemen parkir di kota Salatiga
adalah perencanaan. Dalam merencanakan sesuatu tidak boleh asal, tetapi
melihat pertimbangan pertimbangan yang ada. Perencanaan dalam pengelolaan
45
parkir meliputi penyelenggaraan parkir, target retribusi harian, sistem
penyelenggaraan parkir dan juga kewajiban pengelola dan juru parkir dalam
melaksanakan tugasnya1.
Pelaksanaan parkir dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan kota Salatiga
melalui perpanjangan UPT Perparkiran yang khusus bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan di lapangan. Pengelolaan parkir diserahkan kepada
paguyuban atau koordinator lapangan ditentukan oleh Dinas Perhubungan.
Dalam perencanaan pengelolaan parkir di tepi jalan umum, sistem yang
digunakan adalah Sistem Langsung yang dilakukan pemerintah daerah.
Petugas parkir dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada
petugas UPT Perparkiran terhadap setoran parkir, kelancaran lalu lintas
kendaraan, keamanan dan kenyamanan. Hal tersebut juga diharapkan
memberikan kenyaman dan keamanan bagi pengguna jasa parkir selama
berada di tempat parkir. Kemudian juru parkir menerima uang retribusi dari
pengguna jasa parkir sesuai dengan tarif yang ditentukan. Dalam pengaturan
kendaraan, setiap parkir dituntut untuk mengatur kendaraan agar tidak
mengganggu lalu lintas jalan.
Lokasi-lokasi parkir resmi sudah ditentukan oleh UPT Perparkiran kurang
lebih sebanyak 107 titik parkir2. Lokasi tersebut tentunya mendapatkan
persetujuan dari pengaju lokasi dan tindak lanjut dari UPT Perparkiran.
5.1.1 Kebijakan Tentang Parkir Dan Juru Parkir
Setiap kota atau daerah memiliki produk kebijakan yang mengatur
perparkiran. Kota Salatiga mengeluarkan kebijakan tentang parkir diatur
dalam peraturan daerah No 12 Tahun 2011 Bab VII pasal 33 Tentang
Retribusi Jasa Umum Bab Perparkiran yang bertuliskan :
Dengan nama retribusi pelayanan parkir di tepi jalan
umum dipungut retribusi atas pelayanan parkir di
tepi jalan umum yang disediakan pemerintah
1 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017
2 Bab IV, poin 4.5.1 Perparkiran Berizin
46
Kebijakan ini hanya mengatur bahwa adanya biaya untuk
masyarakat yang menggunakan pelayanan parkir tepi jalan umum.
Sedangkan, kebijakan juru parkir dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan
melalui UPT Perparkiran dalam bentuk lembaran Surat Izin Juru Parkir.
Kewenangan UPT Perparkiran adalah melegitimasi mereka dengan
Surat Izin Juru Parkir. Produk yang dikeluarkan adalah selebaran Surat
Izin Juru Parkir. Isi surat izin juru parkir (lampiran) adalah mengatur
bagaimana tugas dan fungsi menjadi juru parkir berizin. Surat tersebut
dibuat oleh UPT Perparkiran dengan berbagai rujukan peraturan daerah
lainnya seperti :
1. UU No 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah
2. Peraturan Daerah Kota Salatiga No : 8 Tahun 2011 Tentang
Organisasi daan Tata Kerja Dinas Daerah Kota Salatiga
3. Peraturan Walikota Salatiga No 55 Tahun 2011 Tentang Tugas
Pokok dan Fungsi Dinas Daerah Kota Salatiga
4. Peraturan Daerah Kota Salatiga No 11 Tahun 2011 Tahun 2012
Tentang Pajak Retribusi
5. Peraturan Daerah Kota Salatiga No 12 Tahun 2011 Tentang
Retribusi Jasa Umum dan,
6. Surat permohonan menjadi Juru Parkir
Sifat dari surat izin tersebut tidak berlaku lama, hanya berlaku 1
tahun dari tanggal permohonan. Apabila juru parkir masih ingin bekerja,
maka para juru parkir harus memperpanjang surat izin tersebut3. Surat
izin tersebut dikeluarkan ketika seseorang mengajukan menjadi petugas
parkir. Menjadi juru parkir tidak begitu sulit. Persyaratan tidak jauh
berbeda ketika membuat lamaran pekerjaan lainnya4. Proses – proses
3 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017
4 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017
47
yang mudah seperti inilah menjadikan salah satu faktor banyaknya
jumlah juru parkir di kota Salatiga.
5.1.2 Pelaksanaan Peran UPT Perparkiran Dalam Implementasi
Kebijakan Perparkirn
Pelaksanaan peran UPT Perparkiran dalam mengelola parkir
menggunakan dasar UU No 12 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa
Umum Bab Perparkiran. Peran tersebut dapat dijelaskan dengan
komunikasi yang dibangun antara UPT Perparkiran dengan juru parkir
dan juru parkir dengan masyarakat. Komunikasi yang dibangun
merupakan hal penting dalam mengimplementasikan sebuah kebijakan
seperti apa yang dikatakan oleh Edwards III.
Hal utama dalam menjelaskan implementasi adalah komunikasi
sang implementator. Komunikasi, yaitu keberhasilan implementasi
kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus
dilakukan, dimana yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus
ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group), sehingga akan
mengurangi distorsi implementasi. Dijelaskan oleh Edwards III bahwa
komunikasi merupakan hal terpenting dalam mengimplentasikan
peraturan daerah. Komunikasi sendiri memiliki tiga aspek yang
berkaitan, dimensi transmisi, kejelasan dan konsistensi. Sebenarnya
analisis implementasi yang berkaitan dengan komunikasi tidak lepas dari
sumber daya manusianya. Berbicara mengenai komunikasi, berbicara
juga mengenai sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang
berkualitas dan kompeten dalam bidangnya akan memperlancar proses
implementasi peraturan daerah. Sifat – sifat implementator tidak jauh
dari komitmen, kejujuran dan sifat demokratis.
Beberapa aspek didalamnya. Pertama, implementasi berkaitan
dengan komunikasi, impelementator diharuskan memiliki komitmen
yang baik. Kedua, implementasi berkaitan dengan kejujuran sang
implementator, kejujuran yang dimaksudkan adalah sikap individu atau
48
lembaga yang diharuskan jujur pada suatu apapun, baik itu anggaran
untuk mengimplementasikan peraturan daerah atau non anggaran seperti
kejujuran dalam bertanggung jawab ketika mengaplikasikan peraturan
daerah. Ketiga, memiliki sikap demokratis, biasanya sikap demokratis ini
terlihat ketika sang implementator menghadapi permasalahan dan
mengambil keputusan ketika di lapangan.
Dalam hal komunikasi, informasi merupakan hal yang paling
utama. Pemerintah daerah wajib menyebarluaskan baik perancangan
peraturan masyarakat. Agar pemerintah dan masyarakat mampu
bersinergi pada sebuah tujuan kebijakan. Pada kasus tentang peraturan
daerah ini Dinas Perhubungan melakukan sosialisasi peraturan daerah
terkait perparkiran hanya melalui tingkat RW5 dan situs online
salatiga.go.id. Melihat realita dilapangan, pemberitahuan informasi
tentang peraturan daerah ini dirasa tidak memberikan efek yang berlebih
dikarenakan pada dasarnya masyarakat sudah mengetahui bahwa ketika
mereka menggunakan fasilitas parkir akan dikenakan biaya retribusi. Hal
ini didapat oleh penulis dari petikan wawancara dengan salah satu
informan6 :
“wah kalo peraturan parkir tepi jalan umum itu
ya memang kewajiban kita sebagai pengguna
parkir. Ga diberi karcis sama juru parkir pun
kita udah tau kewajiban membayar. Itukan juga
bisa buat pendapatan kota”
Dari pernyataan diatas beberapa pengguna fasilitas parkir
menyadari tentang peraturan daerah ini. Mereka menyadari bahwa
retribusi yang dibayarkan merupakan pendapatan kota. Tetapi pada sisi
lainnya Dinas Perhubungan kota Salatiga terutama UPT Perparkiran
kurang memberikan informasi dan pengertian lebih kepada masyarakat
5 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017
6 Petikan obrolan dengan Mas Agus salah satu pengguna fasilitas parkir di titik Ada Baru pada
tanggal 29 Mei 2017
49
bagaimana seharusnya sikap masyarakat tentang perparkiran. Dalam
realitanya masyarakat hanya mengetahui kewajiban membayar tanpa
mengetahui dasar peraturan daerah bab perpakiran yang digunakan.
5.1.2.1 Kesiapan Staf Dalam Mengimplementasikan Kebijakan
Perparkiran
Ketersedian jumlah staf yang cukup menjadi faktor penentu
suatu kebijakan. Kegagalan yang sering terjadi dalam
implementasi kebijakan salah satunya disebabkan oleh karena
staff yang tidak mencukupi, tidak memadai, ataupun tidak
kompeten di bidangnya. Namun jumlah staff yang memadai
belum menjami keberhasilan implementasi suatu kebijakan, staff
harus mempunyai ketrampilan dan kompetensi dibidangnya
masing – masing.
Jumlah pegawai Dinas Perhubungan Kota Salatiga
terkhusus pada UPT Perparkiran adalah 4 orang7. Dengan
jumlah pegawai yang terbatas, para pegawai seluruhnya terlibat
dalam mengimplementasikan peraturan daerah tersebut karena
UPT Perparkiran terfokus di pengelolaan parkir baik dari proses
pengadaan juru parkir hingga bab retribusi. Hal ini dijelaskan
oleh Bapak Agus Nur sebagai berikut8 :
“Kita memang hanya berjumlah 4 orang saja. Ini
membuat kita semakin bekerja keras. Kerja keras
dalam masalah penarikan retribusi kepada juru
parkir dan juga biasanya dalam pembinaan juru
parkir. Kita tidak pernah lupa untuk mengambil
setoran mas, cuaca seperti apapun kita pasti
tarik’i.”
Dari pernyataan yang diberikan, menjelaskan bahwa dengan
kuantitas yang terbatas UPT Perparkiran masih melakukan
7 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017
8 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017
50
pekerjaan sesuai tanggung jawab mereka. Dengan pernyataan
bahwa mereka bekerja keras mengindikasikan para staff
memiliki komitmen yang tinggi terhadap aturan pada bidang
pekerjaan mereka. Kerja keras yang dimaksud adalah sikap dan
tanggung jawab yang ditunjukan lewat dengan aksi – aksi ketika
bertugas menarik retribusi pada cuaca apapun.
Dalam proses kegiatan parkir tentunya ada beberapa
permaslahan yang selalu datang. Permasalahan seperti laporan
laporan yang datang dari masyarakat akan melihatkan kinerja
struktur birokasi. Kesiapan staf UPT Perparkiran dalam
menanggapi permasalahan dapat dilihat dari pernyataan yang di
utarakan oleh Kepala UPT Perparkiran sebagai berikut :
“Kalo ada masalah tentang parkir, baik parkir liar
atau jukir tidak bekerja secara enak masyarakat
kita tunggu untuk melapor, kalo ga lapor kita mau
gimana, bisa lapor ke kami. Kita bakalan tindak
tegas apabila ada jukir yang masih ngawur. Tapi
harus berdasar bukti dan laporan.”
Struktur birokasi dalam menerima laporan dan
menindaklanjuti laporannya dirasa bagus dikarenakan masih
saja banyaknya keluhan-keluhan tentang parkir oleh masyarakat
lewat media sosial yang tidak ditindaklanjuti. Seharusnya,
proses pengawasan berjalan terus menerus, dan tidak semata-
mata memikirkan masalah setoran retribusi saja. Pengawasan
bisa saja lewat sikap dan perilaku yang ditunjukkan oleh juru
parkir kepada pengguna parkir.
5.1.2.2 Kerja Sama Antara UPT Perparkiran Dengan Dinas Lain
Kerja sama disini adalah kerja sama antar dinas yang telah
diminta bantuan oleh UPT Perparkiran. Kerja sama yang dijalin
berupa dua aspek yaitu penegakan peraturan daerah dan
51
pemberdayaan juru parkir. Untuk penegakan peraturan pastinya
bekerja sama dengan Satpol PP. Sedangkan untuk
pemberdayaan atau pembinaan biasanya dari pihak kepolisian
tentang tatacara mengendalikan lalu lintas.
Minimnya jumlah personil yang dimiliki UPT Perparkiran
tidak menjadi halangan dalam mengelola perparkiran di kota
Salatiga. Pengelolaan parkir bukan hanya masalah retribusi saja
melainkan penertiban terhadap parkir liar dan pembinaan
maupun sosialisasi kepada juru parkir. Dengan minimnya
jumlah personil yang dimiliki, UPT Perparkiran bekerja sama
dengan dinas – dinas lainnya, seperti Satpol PP dan Polres kota
Salatiga ikut terlibat sebagai pelaksana lapangan (razia titik
parkir liar). Bukan hanya razia saja tetapi juga ini sesuai
cuplikan wawancara dengan salah satu staff UPT Perparkiran
Bapak Ludi sebagai berikut9 :
“Untuk masalah penegakan tidak kita saja mas,
terkadang kita dibantu sama polres atau satpol pp,
kalo sekarang ada pkl pasti ada parkir. Kita juga
bekerja sama dengan polres untuk sosialisasi
dalam penegakan perda dan peraturan bekerja”
Pernyataan diatas juga diperkuat oleh Mas Handa juru
parkir resmi yang bekerja di titik cungkup Jalan Yos Sudarso
sebagai berikut10
:
“Kadang kadang didatangkan semua, jadi satu
memberi pembinaan kepada juru parkir
bagaimana cara yang benar. Orang – orang
terpilih diberi pelatihan tersendiri. Khususnya
yang muda muda yang baru baru, kalo dulu kita
pertama kali pelatihan itu di Poltas dikarenakan
hubungannya langsung sama lalu lintas. Itu cuma
sekali.“
9 Wawancara dengan Bapak Ludi pada tanggal 10 Mei 2017
10 Wawancara dengan Mas Handa pada tanggal 28 April 2017
52
Dimensi transmisi menghendaki agar informasi tidak hanya
disampaikan kepada pelaksana kebijakan tetapi juga kepada
kelompok sasaran dan pihak yang terkait. Kita ketahui dalam
pembuatan peraturan daerah ini melalui banyak fase, baik dari
fase perumusan hingga fase pengesahan. Melalui penjelasan ini
kita dapat menyimpulkan bahwa suatu peraturan daerah dari
proses penyusunan sampai pada tahap pengesahan melalui
beberapa tahap yang panjang sehingga tidak ada alasan lagi bagi
instansi terkait untuk tidak mengetahui dan memahami maksud
dan tujuan Peraturan Daerah No 12 Tahun 2011 ini dibuat. Hal
tersebut lebih dijelaskan oleh Kepala UPT Perparkiran sebagai
berikut11
.
“Berkaitan dengan kerja sama dengan instansi
lain untuk menunjang pekerjaan kita, kita
dibantu oleh Satpol PP dan Polres Salatiga.
Dinas dinas tersebut sudah tahu dan mengerti
waktu kita ada public hearing.
Menurut penuturan dari kepala UPT Perparkiran dalam
mengelola parparkiran di Salatiga memang bekerja sama dengan
pihak – pihak lainnya. Pengelolaan bukan hanya soal retribusi,
tetapi pengelolaan sumber daya manusia atau juru parkirnya
juga harus diperhatikan. Dengan jumlah personil yang hanya 4
orang memang kesulitan dalam menjangkau semua. Contoh
parkir liar biasanya UPT diberitahu oleh Satpol PP dan Polres.
Pada tahun ini juga UPT Perparkiran mendapat info dari Satpol
PP dan Polres tentang lokasi yang dijadikan parkir12
. Sehingga
dengan bantuan dari dinas lain membantu UPT Perparkiran
menemukan lokasi baru yang berpotensi menjadi pendapatan
kota.
11
Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017 12
Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017
53
Gambar 4
Pembekalan dan pengarahan dari Polisi Lalu lintas
5.2 Model Pengelolaan Parkir Berizin di Kota Salatiga
Parkir berizin merupakan parkir paling kuat dalam hal legitimasi,
dikarenakan langsung dibawah kendali pemerintah kota atau UPT Perparkiran.
Parkir berizin ini berada pada 256 titik yang tersebar di berbagai lokasi.
Biasanya, lokasi parkir ini berada di pusat kota. Hal ini penulis mengambil
contoh di sepanjang jalan Jendral Sudirman dan Jalan Sukowati. Pada
dasarnya parkir merupakan sebuah sumber pendapatan asli daerah. Apabila
parkir ingin dijadikan sumber utama pendapatan kota Salatiga, maka dari itu
parkir harus beroperasi pada lingkup kota. Pernyataan tersebut yang
diungkapkan oleh bapak Agus Nur sebagai kepala UPT Perparkiran bahwa
parkir yang harus dikelola berada di jalan milik kota, bukan jalan provinsi. Hal
tersebut dijelaskan sebagai berikut13 :
“Kalau parkir itu, disemua wilayah kota Salatiga,
bahkan jalan kecil pun bisa buat jadi pemasukan jika
melaporkan. Kecuali jalan provinsi dan jalan
nasional karna jalan provinsi dan jalan nasional itu
dilarang untuk parkir karena untuk kelancaran lalu
lintas.”
13
Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017
54
Pernyataan diatas menyatakan bahwa parkir dapat dijadikan sumber
pendapatan kota apabila lokasi tersebut melapor ke UPT Perparkiran.
Kemudian jika lokasi dan juru parkir terdaftar di UPT Perparkiran sudah
dipastikan bahwa memiliki status yang berizin dan resmi. Salah satu tanda atau
bukti bahwa parkir tersebut berizin atau tidak bisa dilihat dari atribut juru
parkirnya dengan memakai id card atau tanda pengenal14
.
Gambar 5
Juru parkir resmi kumpul di Dinas Perhubungan Kota Salatiga
5.2.1 Legitimasi Juru Parkir Berizin Oleh Struktur Birokrasi dan
Masyarakat Kota Salatiga
Legitimasi parkir berizin ini bermula dari laporan-laporan lokasi
dan pengajuan juru parkir baru. Laporan – laporan tersebut dalam bentuk
surat lamaran pekerjaan dan pemberitahuan tentang lokasi. Kemudian
pihak UPT Perparkiran melegitimasi mereka dengan Surat Izin Parkir.
Dalam proses mendapatkan legitimasi dari struktur birokrasi tidak begitu
sulit. Juru parkir diwajibkan mengirim lamaran atau proposal ke UPT
Parkir seperti yang dijelaskan mas Handa sebagai berikut :
14
Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017
55
“Kita harus punya lahan dulu, yang mau
diparkiri itu yang mana, trus kita membikin
proposal atau seperti lamaran kerja ke dinas
perhubungan. Dengan syarat syarat, fotocopy
KTP surat lamaran kerja sama SKCK. Kalo
sudah dibikin kartu anggota sama SK itu baru
kita bisa kerja dititikyang kita tuju15
”
Persyaratan-persyaratan diatas sangat mudah untuk mendapatkan
legitimasi dari pemerintah daerah. Persyaratan tersebut memudahkan para
juru parkir baru yang ingin mendapatkan perlindungan hukum dari
pemerintah daerah. Proses legitimasi berlanjut pada pembuatan Surat Izin
Juru Parkir yang dikeluarkan oleh UPT Perparkiran. Dari pernyataan
diatas, surat tersebut berlaku kurang lebih selama 1 tahun dari waktu
yang ditetapkan. Struktur birokasi tersebut sangat memudahkan bagi juru
parkir yang ingin membantu mengimplementasikan peraturan daerah.
Mengingat bentuk legitimasi yang dikeluarkan oleh UPT
Perparkiran adalah dengan Surat Izin Juru Parkir tentunya bentuk
legitimasi lain berasal dari masyarakat atau pengguna jasa dan fasilitas
umum tersebut. Bentuk - bentuk legitimasi tersebut bisa berupa anggapan
masyarakat terhadap lokasi yang digunakan aktivitas parkir. Bukan hanya
lokasi yang digunakan tetapi wujud legitimasi yang muncul adalah
anggapan pada penggunaan atribut – atribut yang digunakan oleh juru
parkir. Hal tersebut diungkapkan oleh beberapa konsumen diberbagai
lokasi parkir sebagai berikut :
“Pengertian saya ketika melihat bapak juru
parkir tersebut memakai rompi dishub ya saya
pikir dia resmi. Paling gampang kan kalo tidak
terdaftar resmi ga mungkin dapat rompi itu.
Lagipula lokasinya juga di tepi jalan umum.
Oh iya, itu dia juga ada idcard. Kalau untuk
masalah karcis yaa....mungkin kebiasaan
15
Wawancara dengan Mas Handa pada tanggal 26 April 2017
56
semua juru parkir yae tidak memberikan karcis
ke pengguna parkir. Tapi menurut saya ya
tidak papa lah tidak memakai karcis paling –
paling formalitas. Kadang saya ditawari tapi ya
saya tolak juga hehehe...16
”
Dari pernyataan diatas menjelaskan bahwa adanya pengakuan dari
masyarakat bahwa juru parkir yang menggunakan atribut seperti
memakai rompi dan karcis merupakan parkir resmi yang dikelola oleh
Dinas Perhubungan. Pengakuan pengguna parkir merupakan legitimasi
yang tidak begitu kuat seperti legitimasi yang diberikan UPT
Perparkiran. Namun legitimasi seperti itu dibutuhkan untuk menguatkan
keberadaan juru parkir ketika bekerja. Penggunaan atribut seperti rompi
dan Idcard untuk menghilangkan anggapan masyarakat yang
menganggap parkir tersebut adalah parkir ilegal.
5.2.2 Mekanisme Pengelolaan Parkir Berizin
Pengelolaan parkir berizin ini tentunya dilakukan oleh UPT
Perparkiran. Perencanaan yang matang dalam eksekusinya sebenarnya
juga menjadi hal penting dalam mengimplementasikan peraturan daerah
No 12 Tahun 2011. Sebagaimana dituliskan diawal, perencanaan
merupakan langkah awal setelah keluarnya peraturan daerah. Dalam
peraturan daerah kota Salatiga tidak menyebutkan bagaimana
seharusnya dalam mengelola parkir dan juru parkirnya, tetapi hanya
membahas besaran retribusi.
Kegiatan awal yang dilakukan dalam manajemen parkir berizin di
kota Salatiga adalah perencanaan. Dalam merencanakan sesuatu tidak
boleh asal, tetapi melihat pertimbangan – pertimbangan yang ditakutkan
nanti memunculkan hambatan dalam implementasi. Perencanaan dalam
pengelolaan parkir meliputi penyelenggaraan parkir, target retribusi
16
Wawancara dengan Achmad Nur Wahid sebagai pengguna parkir lokasi Cungkup pada tanggal 29 April 2017
57
harian, sistem penyelenggaraan parkir dan juga kewajiban pengelola
dan juru parkir dalam melaksanakan tugasnya.
Juru parkir merupakan implementator kebijakan selain
staf/pegawai UPT Perparkiran. Tanpa juru parkir implementasi
kebijakan ini tidak akan berjalan sesuai harapan. Para juru parkir
diharapkan memiliki kualitas bekerja pada bidangnya. Untuk segi
kuantitas, mengalami peningkatan dari tahun ketahun dikarenakan
mudahnya dari segi mendaftar menjadi juru parkir resmi17
.
Dalam hasil wawancara yang diperoleh dari Kepala UPT
Perparkiran maupun beberapa juru parkir, untuk segi kualitas dalam
bekerja Kepala UPT Perparkiran mengakui bahwa sumber daya yang
dimiliki juru parkir masih kurang dalam mengimplementasikan
kebijakan. Salah satu cuplikan dari wawancara tersebut sebagai
berikut18
:
“Jadi jukir itu gini, SDM nya cara berpikirnya
gini, kalo kita lupa untuk menarik retribusi hari
ini, ndak ditariki, dan dia pulang, ga ada ganti.
Klo ditanya pagi hari, udah ilang dompet kosong.
Itu bukan sering, tapi kebiasaan hehe... karena
kan gini, pulang digagapi bojone ge blonjo sedino
entek”
Bukan hanya masalah setoran atau retribusi, para juru parkir juga
melalaikan keselamatan bekerja diri sendiri dan orang lain. Seperti
halnya ungkapan dari mas Heri yang bekerja di Ramayana. Hasil
wawancara tersebut sebagai berikut19
:
“Ga ada, ya cuma berbekal naluri aja, tinggal
kerja udah itu tok. Kerja kan gampang, kalo
motor kurang rapi tinggal angkat sama geser,
beda kalo mobil jawane itu pakulinan (terbiasa)”
17
Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017 18
Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017 19
Wawancara dengan Bapak Heri pada tanggal 28 April 2017w
58
Tak hanya itu, fakta yang sama ditemukan penulis dari berita
online yang diterbitkan oleh www.harian7.com. Dalam berita tersebut
menuliskan20
:
“Tujuan kegiatan ini, untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan juru parkir dalam
bertugas di jalan demi keselamtan bersama.
Harapan kami, para jukir ikut berperan dalam
menjaga kelancaran arus lalu lintas dan ketertiban
jalan – AKP Edy Sutrisno”
Pernyataan diatas dipertegas oleh Kepala Dinas Perhubungan
Komunikasi Kebudayaan dan Pariwisata dalam berita yang diposting
oleh salatigakota.go.id. Cuplikan berita tersebut sebagai berikut21
:
“Kepala Dishubkombudpar mengingatkan supaya
juru parkir mengarahkan pengguna parkir mulai
sebelum sampai meninggalkan tempat parkir.
“Parkir terutama di Jl Jendral Sudirman sering
dikeluhkan oleh masyarakat lewat media sosial.
Oleh karena itu saya menghimbau supaya juru
parkir benar benar melaksanakan tugas dengan
baik, yaitu mengarahkan tke tempat parkir sampai
meninggalkan tempat parkir, jangan hanya
menarik retribusi terus ditinggal.”
Pada proses implementasi baik keselamatan atau kelancaran
bekerja yang dilakukan oleh juru parkir, masih saja ada kelalaian. Sikap
bekerja tersebut melenceng dari apa yang sudah dihimbaukan dan yang
sudah diatur dinas UPT Perparkiran maupun langsung dari kepala Dinas
Perhubungan.
Pengorganisasian merupakan kegiatan mendasar dari manajemen.
Dilaksanakan untuk mengatur sumber daya yang dimiliki termasuk unsur
manusia. Pengorganisasian merupakan suatu fungsi untuk mempermudah
20
www.harian7.com/2016/04/sebanyak-45-juru-parkir-di-salatiga.html diakses pada tanggal 30 April 2017 pukul 16.00 WIB 21
www.salatigakota.go.id/InfoBerita.php/id=1592& diakses pada tanggal 30 April 2017 pukul 1 5.00 WIB
59
melakukan pekerjaan dengan mempersatukan pekerjaan masing-masing
dengan kata lain menspesialisasi agar pekerjaan semakin efektif dan
efisien. Adapun pembagian pembagian kerja seperti dalam menarik
retribusi parkir dari juru parkir.
Dalam penarikan retribusi tiap harinya, anggota UPT Perparkiran
melakukan pekerjaan keliling ke setiap lokasi parkir. Bukan hanya
pembagian tugas saja pada internal UPT Perparkiran, tapi pengelolaan
agar efektif dan efisien dalam bekerja juga diterapkan pada juru parkir.
Dalam membantu UPT Perparkiran, setiap lokasi parkir wilayah di
Salatiga memiliki paguyuban dengan beberapa koordinator lapangan.
Bagan 5.1
Bagan Koordinator Tiap Wilayah
Sumber : Analisis Data Primer
Bisa disimpulkan bahwa dalam pengorganisasian yang dilakukan
UPT Perparkiran bukan hanya pada sisi internal saja, tetapi
pengorganisasian juga dilakukan dilapangan untuk mengatasi berbagai
problematika atau hambatan dalam bekerja. Pembagian kerja yang
efektif dan efisien telah dilakukan oleh UPT Perparkiran kota Salatiga.
UPT PERPARKIRAN
Koordinator Wilayah Utara
Koordinator Wilayah Tengah
Koordinator Wilayah Selatan
Juru Parkir Juru Parkir Juru Parkir
60
Pengawasan merupakan pengendalian dari awal, baik mulai
perencanaan, pengorganisasian dan penggerakan. Pengawasan sangat
penting untuk proses pengelolaan sendiri. Dengan demikian control
mempunyai fungsi untuk mengawasi segala kegiatan agar tertuju kepada
sasarannya, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Dalam
melakukan pengawasan parkir, UPT Parkir kota Salatiga biasanya
melakukan pembekalan pembekalan yang sifatnya insidentil ataupun
sudah direncanakan dan masuk anggaran. Hal tersebut dijelaskan oleh
Kepala UPT Parkir sebagai berikut.
”Kita insidentil, baik itu yang masuk anggaran, itu
contohnya pengawasan tanggal 17 oktober Tahun
kemarin, kemudian bulan puasa seperti ini.”
Kemudian pengawasan dilakukan oleh UPT Parkir lewat aduan -
aduan langsung dari masyarakat. hal ini diperjelas dari petikan obrolan
yang menjelaskan bahwa22
:
“Kalo tidak ada aduan dari masyarakat langsung
kita mau gimana mas, kalo hanya lewat sosial
media contohnya facebook kita juga capek.
Disamping personil terbatas, apalagi tidak
langsung. Seperti kurang jelas informasinya.
Nanti kita lagi yang kena.”
Pengawasan juga dilakukan biasanya pada bulan ramadhan. Hal ini
sering kali terjadi kenakalan dari juru parkir sendiri, baik menaikkan
harga karcis. hal tersebut diceritakan oleh Bapak Didik sebagai berikut23
:
“Karo pertengahan bulan romadon nak arep hari
raya. Itu pasti alasannya apa? Ya pertama dari
temen temenku sendiri, temenku kurang
memahami kurang halus melayani konsumen.
Istilahnya memanfaatkan kesempatan dalam
22
Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017 23
Wawancara dengan Bapak Didik Rahmanto pada tanggal 27 April 2017
61
kesempatan juga, wah arep poso, tarif dinaikkan.
Tapi kalo misal itu ketauan dishub, itu juga
bakalan kena hukuman”
Untuk pengelolaan tahap controlling, UPT Parkir sudah
semaksimal mungkin. Pengawasan tersebut dilakukan baik langsung
atau tidak langsung. Pengawasan tidak langsung bisa melalui sosial
media dan laporan – laporan masyarakat. Kemudian pengawasan
langsung dilakukan dengan cara langsung turun ke lapangan dan
mencari tahu apakah ada penyelewengan yang dilakukan oleh juru
parkir. Pada tahap pengawasan, implementator melakukan dengan baik.
UPT Perparkiran tidak lupa untuk mengingatkan dan memberi
pengarahan kurang lebih 3 bulan sekali baik dari Dinas Perhubungan
maupun dinas dinas lainnya.
5.2.3 Alur Pengelolaan Retribusi
Rencana awal tiap tahunnya adalah penentuan lokasi baru,
mengingat dari tahun ke tahun meningkat. Ini merupakan sumber-sumber
pendapatan daerah. Penentuan lokasi baru mempertimbangkan banyak
hal. Hal ini disampaikan oleh Kepala UPT Perparkiran sebagai berikut24
:
“Yang pertama tujuan pendapatan, nah yang
sulit, pertahun targetnya itu nambah terus.
Pertama, rame yang jelas, bukan rame
pengunjung tetapi rame yang menggunakan
fasilitas parkir. Kedua, kalau masyarakat
mengajukan ya bisa kita kelola”
Penentuan lokasi parkir ternyata tidak mudah, mengingat adanya
problematika seperti yang dikatakan Bapak Agus Nur selaku Kepala
UPT Perparkiran. Masalah lokasi parkir tidak hanya tentang ramai dan
mampu stabil berbulan – bulan. Salah satu contoh masalah penentuan
parkir adalah sebagai berikut :
24
Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017
62
“Memang ada beberapa kasus seperti contoh
Singkong Keju D9, dia memiliki lahan sendiri,
tetapi parkirnya meluap hingga jalan kampung,
nah dari sini ada 2 kewajiban sebenarnya, baik
itu membayar pajak dan retribusi, tapi
kebanyakan kalau sudah membayar pajak
retribusi mundur. Coba saja dek tanya juru
parkirnya, sudah setor kesini belum, itu sampai
sekarang sepengetahuan saya belum setor,
memang juru parkirnya resmi”
Dari hasil wawancara dengan kepala UPT Perparkiran diatas bisa
disimpulkan bahwa perencanaan tentang lokasi baru untuk parkir cukup
matang dengan mempertimbangkan beberapa aspek, sehingga UPT
Perparkiran tidak gegabah dalam menentukan lokasi parkir baru.
Perencanaan lokasi baru tidak lepas dari dari perencanaan penentuan
target harian. Penentuan target tiap lokasi besarnya berbeda-beda. Ada
beberapa alasan yang menjadikan target harian berbeda seperti halnya di
lokasi parkir jalan Yos Sudarso (Cungkup). Pernyataan tersebut
disampaikan oleh mas Handa sebagai berikut25
:
“Kalo untuk titik ini target dari perhubungan
itu sebesar 25 ribu dibagi 3 tempat. Untuk
pojok barat itu kan sepi, itu Cuma 5 rb perhari,
tempat saya dan dhawet itu 10 rb”
Pernyataan tersebut hampir sama maknanya dengan pernyataan yang
diungkapkan oleh Bapak Didik yang bekerja di Jalan Jendral Sudirman26
.
“Satu orang ditarget oleh dishub, itu macem-
macem eneng sing sedino 50, sedino 26 yo
ono, sing sedino 20 yo ono. Maksutnya itu
dibagi per shift, misal setoran 20 ribu shift pagi
10 ribu shift siang 10 ribu.”
25
Wawancara dengan mas Handa pada tanggal 26 April 2017 26
Wawancara dengan Bapak Didik Rahmanto Pada Tanggal 27 April 2017
63
Untuk lokasi wilayah selatan di Jalan Sukowati, Bapak Sepanjang
Mulya juga mengungkapkan demikian27
.
“Kalau untuk roda 2 itu per shift ya pagi sama
siang itu 23 ribu. Kalau malam dari jam 5
sampai jam 9 itu 29 ribu. Untuk mobil 26 ribu
itu pagi dan siang sorenya 34 ribu. “
Dari ketiga tempat yang berbeda, bisa disimpulkan adanya faktor
yang mempengaruhi perbedaan tarif perhari yang disetorkan ke UPT
Perparkiran. Pernyataan ini didukung oleh Kepala UPT Perparkiran
sebagai berikut :
“keramaian utama, unsur manusianya kita
perhitungkan, kalo hanya menimbang hasil
brutonya saja kasihan para juru parkir.”
Dari setiap pernyataan yang penulis temukan dalam penelitian, dapat
disimpulkan planing dalam mengelola lokasi baru untuk parkir berizin
tidak lepas dari perencanaan atau penentuan target harian. Dalam hal ini
planning tentang penentuan target yang ditunjukan oleh UPT Perparkiran
dalam mengelola parkir cukup bagus, karena mempertimbangkan unsur
kemanusiaan dan tidak memikirkan hasil bruto saja.
Dalam penyetoran retribusi parkir kota Salatiga, juru parkir
bertugas menarik retribusi dari masyarakat yang menggunakan fasilitas
parkir baik yang menggunakan fasilitas parkir tepi jalan umum maupun
parkir khusus. Dari penarikan retribusi tersebut, juru parkir menyetorkan
hasil tersebut kepada petugas UPT Perparkiran sesuai dengan target
harian yang sudah ditentukan. Kemudian setelah diterima UPT
Perparkiran langkah selanjutnya adalah menjumlah retribusi tiap harinya.
Pada realisasinya, juru parkir tetap stay dilokasi parkir dan petugas
dari UPT Perparkiran berkeliling dengan tugas masing – masing sesuai
zona wilayah yang sebelumnya ditentukan. UPT Perparkiran melakukan
27
Wawancara dengan Bapak Sepanjang Mulya pada Tanggal 30 April 2017
64
dengan tugas dengan tanggung jawab yang besar meskipun dengan
berbagai kondisi dan situasi. Sifat komitmen UPT Perparkiran terlihat
pada sebuah tugas yang diberikan, terlihat dari perilaku UPT Perparkiran
yang mengabaikan situasi tersebut dan terus menarik retribusi dari juru
parkir. Mereka juga menyadari bahwa retribusi ini merupakan pendapatan
asli daerah yang memang seharusnya terkelola dengan baik.
”Kita ini tugasnya kan yang ambil setoran, kita
cuma berempat. bukan juru parkir yang setor
ke kita, kalo untuk pekerjaan ambil setoran dari
juru parkir ini kadang kita agak mengalami
kesulitan, kita ambil itu jam 10 pagi , jam 2
siang, sama jam 8 malam mas. Kita harus
keliling walau cuaca ga mendukung. Dan kita
ini keliling kurang lebih 70 titik. Tapi dari
atasan ga mau tau yang jelas kita pagi jam 8
setor ke kantor utama hasil hari kemarin28
”
Berikut ini adalah bagan alur penarikan retribusi pada model parkir
berizin
Bagan 5.2
Alur Penarikan Retribusi
Sumber : Analisis data Primer
Bagan diatas menggambarkan alur retribusi yang berasal dari juru
parkir. Pada realitanya, juru parkir menunggu staff UPT Perparkiran
datang untuk menarik retribusi. Kemudian pagi hari staff UPT
Perparkiran melakukan penghitungan dan mencatat hasil untuk disetorkan
ke kas daerah. Terkadang staff perparkiran menemukan berberapa
hambatan seperti target yang masih kurang, kemudian waktu penarikan
28
Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017
UPT Perparkiran Kas Daerah Kota Salatiga
Juru Parkir
65
juru parkir tidak berada dilokasi. Konskwensi-konskwensi tersebut
diterima oleh staf UPT perparkiran, dalam mengatasinya terkadang
mereka rela menambah dengan uang milik pribadi. Selain itu solusi lain
adalah meminta kembali kekurangan setoran di hari berikutnya29
.
5.2.4 Relasi Juru Parkir Dengan UPT Perparkiran
Mengingat adanya pengorganisasian pada parkir berizin berarti ada
pula koordinator yang memudahkan dalam pekerjan, baik menghadapi
permasalahan atau membantu dalam mengelola parkir. Koordinator per
wilayah ini memiliki fungsi sebagai jembatan dalam menghubungkan
juru parkir dengan UPT Perparkiran. Hal ini dipaparkan oleh sekretaris
paguyuban wilayah selatan Bapak Didik Rahmanto30
.
“Apabila itu ada orang yang selalu
menyeleweng, setoran minus minus terus,
paling ketua parkir ngehubungine ke ketua
paguyuban, iki pie personilmu kok ngene
kerjane. Sebagai ketua paguyuban
menjembatani.
Hubungan antara juru parkir dengan UPT Perparkiran dapat
digambarkan sebagai berikut :
Bagan 5.3
Hubungan Juru Parkir dengan UPT Perparkiran
Sumber : Analisis Data Primer
29
Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017 30
Wawancara dengan Bapak Didik Rahmanto pada tanggal 27 April 2017
UPT Perparkiran
Koordinator Koordinator Koordinator
Juru Parkir Juru Parkir Juru Parkir
66
Keterangan :
: hubungan secara langsung
- - - - - : hubungan secara tidak langsung
Melihat alur relasi diatas dapat dijelaskan bahwa hubungan antara
juru parkir dengan UPT Perparkiran digambarkan dengan garis putus –
putus yang berarti relasi antara kedua subjek ini antara langsung dan
tidak langsung. Sebagai contoh konkrit adalah pengawasan langsung
terhadap juru parkir ketika bekerja. Untuk garis langsung (bukan putus –
putus) dapat dijelaskan dengan contoh ketika melakukan pendataan juru
parkir, pengambilan aspirasi dari juru parkir.
Dilihat dari bagan diatas tentunya juga memiliki konsekwensi
dalam berelasi. Ada masalah-masalah yang muncul seperti lokasi,
retribusi atau masalah lainnya. Masalah retribusi terkadang terjadi pada
hubungan langsung Kepala UPT Perparkiran dengan juru parkir
melakukan negosiasi ulang tentang target apabila lokasi tersebut dirasa
mampu melebihi target harian dan sebaliknya. Tetapi masalah retribusi
ini juru parkir tetap bersikukuh mempertahankan target harian dengan
berbagai alasan, seperti contoh di lokasi wilayah Salatiga tengah.
Adapula ingin menurunkan target harian yang dirasa terlalu tinggi, salah
satu juru parkir wilayah salatiga selatan melakukan negosiasi dengan
UPT Perparkiran yang melewati koordinator wilayah tetapi tidak
menemukan hasil bagi juru parkir.
5.3 Sistem Pengelolaan Parkir Warga Dengan Izin UPT Perparkiran
Model kedua untuk sistem pengelolaan parkir di Salatiga adalah parkir
warga dengan izin UPT Perparkiran. Pada bagian ini akan membahas tentang
model lainnya yaitu parkir yang di kelola oleh warga tetapi memiliki izin dari
UPT Perparkiran. Maksut dari model ini adalah, secara legalitas baik untuk
lokasi dan juru parkir terdaftar di UPT Perparkiran tetapi pengelolaan dikelola
67
oleh dua pihak. Pertama, pihak UPT Perparkiran memiliki kewajiban
mengelola retribusi dan memberikan legitimasi terhadap juru parkir dengan
surat izin juru parkir. Kedua, pihak warga setempat yang hanya memiliki hak
untuk mengelola sebagian retribusi yang biasanya disepakati dengan juru
parkir. Lokasi – lokasi parkir ini ditemukan di beberapa tempat, seperti titik
Cungkup jalan Yos Sudarso dan jalan Monginsidi.
5.3.1 Mekanisme Pengelolaan
Pengelolaan parkir warga dengan izin UPT Perparkiran ini
tentunya dilakukan oleh warga dan UPT Perparkiran. Sebagaimana
dituliskan diawal, pengelolaan ini melibatkan dua lapisan, baik warga
setempat dan pemerintah kota atau UPT perparkiran. Terdapat dua lokasi
yang akan dianalisis pada bagian ini yakni : jalan Monginsidi dan jalan
Yos Soedarso.
Jalan Monginsidi merupakan model parkir warga yang memiliki
izin dari UPT Perparkiran. Perencanaan yang dilakukan oleh warga dan
UPT Perparkiran untuk parkir ini tidak begitu rumit. Pertama
perencanaan soal lokasi yang dilakukan oleh warga dengan memiliki
inisiatif sendiri untuk melaporkan bahwa akan ada lokasi baru untuk
kegiatan parkir. Kedua untuk perencanaan target harian untuk disetorkan
ke UPT Perparkiran dan retribusi untuk warga setempat.
Sepanjang jalan Monginsidi, kegiatan parkir dikelola warga
setempat (lokasi kiri jalan dari perempatan jalan Diponegoro). Hal
tersebut diutarakan oleh bapak Tri Wahyudi sebagai Ketua RT 03 yang
sekaligus berperan sebagai pengelola retribusi parkir. Awal mula lokasi
tersebut dapat dikelola oleh warga dijelaskan oleh bapak Tri Wahyudi
sebagai berikut31
:
“Pengelolaanya disini tidak khusus dan tidak
ribet. Mungkin nek kulo critakke ngeten, kulo
31
Wawancara dengan bapak Tri Wahyudi pada tanggal 27 April 2017
68
tau krungu krungu ting jakarta tukang parkir
do gelut sampe paten patenan. Kulo ndelok
jalan monginsidi mulai rame, dibanding tahun
tahun lalu nggih, ditambah niki jalan
monginsidi enten warung warung, enten
warnet. Nah berawal dari situ, kulo ada pikiran,
nah mungkin nak jaluk sek pie, dari pada ngko
dijaluki wong wong kono, do wani ngontrak,
contohe jensud, nopo ramayana kui. Nah iki tak
jaluk sek kaliyan dinas perhubungan.
Pemikiran kulo kanggo bocah bocah sing
nganggur neng kene, ting rt kulo lah. Ndelalah
kepala kui pak Agus Nur niku pirso rawuh ting
mriki. Mriki kan enten kempalan tiap tanggal
10. Nggih ngei keterangan dari dinas
perhubungan. Nah dari situ kita minta apa
njaluk, kanggo warga warga sing nganggur
nganggur kui. Awale ngoten.”
Perencanaan awal menjadikan lokasi baru untuk parkir yang
dikelola oleh warga merupakan mempunyai tujuan untuk memberikan
lapangan pekerjaan bagi warga sekitar yang sedang tidak memiliki
pekerjaan. Ada proses yang dilewati oleh warga sekitar untuk
mendapatkan izin dari UPT Perparkiran adalah dengan mencoba
bernegosiasi. Hal tersebut dipaparkan oleh bapak Tri Wahyudi sebagai
berikut32
:
“Emang kudu mriko ting dinas perhubungan
njaluk, tulung nyuwun niki dikelola dengan
konsekwensi kita mendapatkan sedikit retribusi
untuk kas. Kami membuat proposal dan
dikirimkan kesana.”
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa, perjuangan warga
untuk mengelola parkir dapat diterima oleh UPT Perparkiran. Sikap sikap
demokratis yang ditunjukan oleh UPT Perparkiran melihatkan bahwa
32
Wawancara dengan bapak Tri Wahyudi pada tanggal 27 April 2017
69
tidak ada kekakuan peraturan yang mengharuskan semua diambil alih
oleh pemerintah kota.
Kemudian lokasi kedua adalah Jalan Yos Sudarso. Pada titik ini
penulis menemui mas Handa yang setiap harinya bekerja menjadi juru
parkir. Mas handa bekerja sejak tahun 2006 kurang lebih 11 tahun
berprofesi menjadi juru parkir. Mas Handa bercerita banyak tentang awal
mula bekerja menjadi juru parkir. Baik dari membuka titik parkir hingga
sekarang. Menurut penuturan Mas Handa total juru parkir yang bekerja di
lokasi tersebut berjumlah 8 orang.
Penulis menemukan realitas tentang sistem kerja yang diterapkan
di titik tersebut. Sistem kerja diberlakukan untuk lokasi ini. Sistem kerja
dibuat oleh juru parkir sendiri dengan kesepakatan bersama. Adanya
sistem kerja yang sudah diatur tentu ada sistem setoran yang bisa dilihat
di lokasi Cungkup. Juru parkir memiliki 2 tanggung jawab yaitu Pertama,
kewajiban harian untuk pemasukan pemerintah daerah. Kedua, kontribusi
untuk kampung. Hal tersebut dijelaskan oleh Mas Handa sebagai
berikut33
:
“Untuk sistem kerja, karena disini sistem
swadaya kita kerjanya gantian, tidak ada shift,
contohnya sehari kerja sehari libur, itu untuk
wilayah saya, 2 warung (andalan kita, sama
pakman). Tempatnya Coklat sama Dhawet, itu
pagi dan sore itu yang kerja 2 orang, trus untuk
warung yang sebelah barat warung ayam
goreng itu, kerjanfa 2 orang juga cuman
seminggu kerja seminggu libur. Kalo untuk
setoran, target sudah ditentukan oleh dishub
sendiri. Kalo diwilayah cungkup ini setoran
atau target perharinya sebesar 25 rb, itu khusus
pemerintah. Ada lagi RT sama RW nominal
untuk RT dan RW itu sama, 1000 rupiah
perhari. Minimal 30 rb per bulan. Jadi kalo
dikatakan rata rata penghasilan pehari, 70 rb
sampai 80 rb itukan dibagi 2. Sehari hanya 40
33
Wawancara dengan mas Handa pada tanggal 26 April 2017
70
rb itu juga sudah dipotong setoran. Kalo untuk
titik ini target dari perhubungan itu sebesar 25
ribu dibagi 3 tempat. Untuk pojok barat itu kan
sepi, itu Cuma 5 rb perhari, tempat saya dan
dhawet itu 10 rb.”
Tak lepas dari segi ekonomi yang mengharuskan untuk bekerja.
Para juru parkir juga memikirkan segi sosial. Realitas tersebut
ditunjukkan oleh Mas Handa dan juru parkir lainnya. Hal tersebut
diungkapkan sebagai berikut34
:
“Ini kesadaran kita karena diberi lahan
pekerjaan. Kita dari juru parkir sepakat untuk
memberikan kontribusi ke kampung. Tarif -
tarif itu, berlaku buat 2 bulan sebelumnya,
untuk bulan ini belum ada, karena ada
pergantian RW. katanya akan dibawa ke rapat
RW apakah ada penentuan untuk kontribusi
atau tidak. Jika ada berapa nominalnya dan jika
tidak kita pasti memberikan kontribusi
kekampung atas dasar kesadaran kita.”
Pada mekanisme pengelolaan parkir warga yang berizin ini tidak
jauh berbeda seperti parkir berizin yang dikelola pemerintah. Hanya saja,
bentuk pengelolaan sumber daya juru parkir tidak seperti pemerintah
daerah yang memberikan program penyuluhan, sosialiasi bekerja dan
sebagainya.
5.3.2 Legitimasi Kebijakan Pengelolaan dan Relasi
Pada awalnya pemahaman masyarakat akan perparkiran begitu
kurang. Seakan akan siapa yang menggunakan wilayah tersebut harus
masuk ke RW atau RT setempat. Mereka ingin mendapatkan hasil
perparkiran yang berada di wilayah mereka walaupun seharusnya
dipegang penuh oleh UPT Perparkiran. Biasanya, pemahaman dari warga
34
Wawancara dengan mas Handa pada tanggal 26 April 2017
71
sekitar yang kurang dalam memahami peraturan daerah. Hal tersebut
dijelaskan oleh Bapak Agus Nur sebagai berikut :
“Jadi salah persepsi, aturan itu dibuat buat
dilaksanakan. Yang salah persepsi itu RT sama
RW, kenapa mumpet - mumpet, itu lho kadang
menjadi faktor yang menghambat untuk
menambah PAD. Lha wong duit ke pemerintah
nanti juga baliknya ke masyarakat lagi. Nah
kalo itu masih berpikiran bukan kekeliruan
sampai kapanpun ya tetep aja stagnan seperti
ini”
Langkah berikut yang ditempuh oleh UPT Perparkiran adalah
dengan cara sosialisasi di tingkat RW. Izin yang diperoleh dari UPT
Perparkiran memberikan angin segar untuk masyarakat setempat. Bentuk
legitimasi dari UPT Perparkiran hanya sebuah kesepakatan dan hanya
sebatas mengetahui. Selain itu aturan dari UPT Perparkiran tidak boleh
diganggu35
.
5.3.3 Alur Pengelolaan dan Konsekwensi Retribusi
Alur retribusi pada model perparkiran ini memiliki 2 tanggung
jawab. Pertama, bertanggung jawab ke UPT Perparkiran dengan target
harian yang ditentukan. Kedua, bertanggung jawab kepada warga
setempat dengan kesepakatan bersama. Alur retribusi ke UPT
Perparkiran tidak berbeda dengan parkir model berizin.
Jalan Monginsidi
Sistem setoran pada lokasi ini, juru parkir memiliki 2 tanggung
jawab, baik setoran perhari untuk UPT Perparkiran, dan perbulan untuk
35
Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017
72
kas lingkungan36
. Hal tersebut lebih diterangkan oleh bapak Tri Wahyudi
bahwa :
“Kulo mboten menerapkan adminsitrasi sing
rumit. Tapi setiap orang, menyisikan 1 motor,
per hari 1000 rp. Setiap tanggal 10 mereka
kontribusi ke kita dan itu dititipkan lewat
saya. Itu tidak masuk RW hanya untuk kas
RT saja.
Dari pernyataan diatas bisa dijelaskan bahwa di Jalan Monginsidi
menerima kontribusi parkir adalah kurang lebih tiga puluh ribu rupiah
perbulannya. Di monginsidi sendiri memiliki 3 titik parkir yang
menyetorkan retribusinya.
Jalan Yos Sudarso Cungkup
Sistem setoran lokasi Cungkup ini untuk 2 pihak. Pertama,
kewajiban harian untuk pemasukan pemerintah daerah. Kedua, kontribusi
untuk kampung. Hal ini ditemukan dari hasil wawancara dengan Mas
Handa sebagai berikut37
:
“Kalo untuk setoran, target sudah ditentukan
oleh dishub sendiri. Kalo diwilayah cungkup
ini setoran atau target perharinya sebesar 25 rb,
itu khusus pemerintah. Ada lagi RT sama RW
nominal untuk RT dan RW itu sama, 1000
rupiah perhari. Minimal 30 rb per bulan. Jadi
kalo dikatakan rata rata penghasilan pehari, 70
rb sampai 80 rb itukan dibagi 2. Sehari hanya
40 rb itu juga sudah dipotong setoran. Kalo
untuk titik ini target dari perhubungan itu
sebesar 25 ribu dibagi 3 tempat. Untuk pojok
barat itu kan sepi, itu Cuma 5 rb perhari,
tempat saya dan dhawet itu 10 rb.”
36
Wawancara dengan Bapak Tri Wahyudi pada tanggal 27 April 2017 37
Wawancara dengan mas Handa pada tanggal 26 April 2017
73
Tak lepas dari segi ekonomi yang mengharuskan untuk bekerja.
Para juru parkir juga memikirkan segi sosial. Realitas tersebut
ditunjukkan oleh Mas Handa dan juru parkir lainnya. Hal tersebut
diungkapkan sebagai berikut38
:
“Ini kesadaran kita karena diberi lahan pekerjaan.
Kita dari juru parkir sepakat untuk memberikan
kontribusi ke kampung. Tarif - tarif itu, berlaku
buat 2 bulan sebelumnya, untuk bulan ini belum
ada, karena ada pergantian RW. katanya akan
dibawa ke rapat RW apakah ada penentuan untuk
kontribusi atau tidak. Jika ada berapa nominalnya
dan jika tidak kita pasti memberikan kontribusi
kekampung atas dasar kesadaran kita.”
Dari hasil data diatas alur pengelolaan dan konsekwensi
retribusi dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut :
Bagan 5.4
Alur Pengelolaan dan Konsekwensi Retribusi Parkir Warga Dengan
Izin UPT
Sumber : Analisa data primer
Ada hubungan antara warga atau lingkungan kepada UPT
Perparkian, biasanya sesorang yang memiliki power seperti ketua RW
dan pengelola titik tersebut. Hubungan-hubungan tersebut dapat
dicontohkan pada kasus Jalan Monginsidi yang bekerja sama dengan
UPT Perparkiran untuk memberikan masukan atau penyuluhan tentang
38
Wawancara dengan Handa pada tanggal 26 April 2017
Juru Parkir
UPT Perparkiran Warga/Lingkungan
74
pengelolaan parkir. Pada alur pengelolaan diartikan bahwa, UPT
Perparkiran menarik retribusi ke juru parkir dan juru parkir menyetor ke
warga atau lingkungan setempat.
5.4 Sistem Pengelolaan Parkir Warga Tanpa Izin UPT Perparkiran
Model berikutnya adalah model parkir warga tanpa izin UPT Perparkiran.
Model ini bertumpu pada pengelolaan retribusi dan aturan tersebut ditetapkan
bersama antara juru parkir dengan warga setempat. Model seperti banyak
dijumpai dimana pun, pengemasan model parkir ini terkadang tidak dapat
dilihat dengan mudah oleh masyarakat biasa. Salah satu model parkir ini dapat
dijumpai di salah satu titik yang berada di jalan Pattimura. Jalan – jalan yang
dikelola pemerintah sebenarnya mampu mendorong pendapatan daerah apabila
hasil retribusi parkir tidak masuk ke kantong – kantong pribadi atau
kelompok. Terkadang pada prakteknya pemahaman masyarakat begitu kurang
tentang bab retribusi jasa umum.
5.4.1 Mekanisme Pengelolaan dan Legitimasi Kebijakan Pengelolaan
Mekanisme pengelolaan parkir warga tanpa izin UPT Perparkiran
tentunya berbeda dengan parkir lainnya. Pengelolaan ini datang dari
kesepakatan antara juru parkir dengan warga, biasanya tokoh penting di
wilayah tersebut. Seperti kesepakatan antara ketua RT atau ketua RW
dengan pemilik lahan dan juru parkir. Pada kenyataannya penulis
menemui fakta dilapangan bahwa pada titik parkir di jalan Pattimura
dikelola oleh RT setempat, RT 02 Krajan. Pada model parkir ini biasanya
kekuatan dipegang oleh tokoh masyarakat bukan dari UPT Perparkiran.
Awal mula menjadi juru parkir memiliki ciri khas yang berbeda
dari parkir yang lainnya. Pada model ini persyaratan tidak terlalu
mengikat seperti parkir berizin pada umumnya. Persyaratan – persyaratan
tersebut hanya sebuah formalitas semata seperti kartu tanda penduduk39
.
Kartu pengenal ini diharapkan mampu mengidentifikasi juru parkir ketika
39
Wawancara dengan mas JS pada tanggal 23 April 2017
75
nanti menghadapi suatu permasalahan. Awal mula menjadi juru parkir
warga tanpa izin UPT ini bermula dari tawaran – tawaran yang akhirnya
melakukan transaksi jual beli lahan. Pernyataan tersebut diuraikan oleh
mas JS sebagai juru parkir sebgai berikut40
. :
“Selama iki, ga ono syarat syarat khusus, ora
ribet, mung modal nekat gelem kerjo we dadi.
Yo kui aku kae nawakke awakku. Mbiyen ki
pertama aku ki kumpul mbe konco-konco,
konco pitik, konco manuk, crito-crito eneng
lahan sing meh di “dol” soale butuh duit, dadi
tak genteni. Mergo kui parkir ilegal, aku
gentenine sak karepku dewe. Dadi kancaku
kerjo parkir kono kui meh leren kerjone, lha
meh memberikan pekerjaan kui neng aku, tapi
aku kudu ngei pesangon kasarane, dadi kui
sing di jenengke nggenteni lahan. Selama 3
tahun aku kerja, ora ono masalah karo wong
kampung, mergo aku setor 75 rb kui neng RT
ne, dadi kasarane aku kebal mergo dekengan
pak RT kono, sing penting duit lancar. Untuk
jam kerja aku mulai kerja setengah 6 sampe
jam 10 aku sudah pulang, walaupun kerja bisa
sampe jam 12”
Dari awal mula terjadi proses perparkiran sudah kontras dari
peraturan yang ditetapkan oleh UPT Perparkiran yang mengatakan bahwa
transaksi jual beli lahan itu dilarang. Pengelolaan ini berlanjut pada sisi
seseorang atau tokoh yang memiliki power di wilayah tersebut. Ketua RT
02 Krajan merupakan salah satu orang yang memiliki power tersebut.
Mas JS mengutarakan bahwa selama bekerja tidak pernah menuai
masalah atau kritikan dari masyarakat setempat.
Pertama dilihat dari jawaban yang diuraikan bahwa kekuatan
terbesar dibelakang juru parkir adalah Ketua RT. Disini ketua RT
memegang kuasa atas penerimaan retribusi tiap bulannya. Menurut
pengakuannya retribusi ini menjadi pendapatan wilayah tersebut dan
40
Wawancara dengan mas JS pada tanggal 23 April 2017
76
dijadikan sebagai kas RT wilayah tersebut. Meskipun tidak dengan
sepengetahuan UPT Perparkiran, legitimasi model parkir seperti ini
dikeluarkan oleh warga setempat. Peraturan dan konsekwensi akan
diterima juru parkir.
Berlanjut pada pengelolaan berikutnya adalah sistem kerja, sistem
kerja ini tidak melihat waktu seperti parkir lainnya. Mas JS menerangkan
tiap harinya ia bekerja hanya beberapa jam saja. Penulis lebih dalam
bertanya bagaimana relasi yang terjalin antara UPT Perparkiran dengan
parkir model warga ini. Dari pengakuan Mas JS selama hampir 3 tahun
bekerja tidak ada keterikatan dengan UPT Perparkiran. Hal tersebut
dijelaskan sebagai berikut :
“Durung tau. Sakjeke aku kerjo 3 tahun neng
kono durung tau di tekani wong UPT
Perparkiran opo dishub- belum pernah, selama
aku kerja 3 tahun disana belum pernah
didatangi oleh UPT parkir apa dishub”
Pernyataan yang diungkapkan oleh Mas JS bisa disimpulkan bahwa
parkir tersebut memang tidak ada keterikatan ataupun perhatian dari UPT
Perpakiran.
5.4.2 Alur Pengelolaan dan Konsekwensi Retribusi
Dijelaskan diawal bahwa pengelolaan ini berbasis dan tertuju pada
warga. Alur setoran dan konskwensi ini mengalir ke arah warga atau
tokoh yang menaungi. Penulis menemui salah satu juru parkir yang tidak
terdaftar resmi di UPT Perparkiran. Penulis berbincang bincang dan
mencari tahu bagaimana pengelolaan juru parkir liar, apakah sama,
ataukah memiliki perbedaan jauh. Penulis menemui salah satu juru parkir
liar yang bekerja di Jl Patimura Kota Salatiga. Pada bagian ini penulis
menerangkan salah satu pengelolaan parkir liar di Salatiga
Sistem setoran juga berbeda dari parkir pada umumnya. Juru parkir
liar memiliki tanggungan perbulan, bukan perhari. Sedangkan sistem
77
pendapatan berbeda dari parkir lainnya. Parkir liar ini tidak memiliki
tanggungan harian yang harus disetor. Juru parkir bertanggung jawab
kepada lingkungan sekitar, hal ini dijelaskan Mas JS sebagai berikut 41
:
“Pertama lokasine aku parkir disamping persis
Jl Patimura. Hargane kui Rp. 500.000 per 5
bulan sekali kui khusus buat pemilik toko, kalo
masalah setoran kui masuknya kekampung,
sebesar Rp. 75.000 per bulan. Untuk masalah
pendapatan kalau aku, tinggal pendapatan
perhari dapat berapa, ibarat perhari entuk Rp.
40.000 ya itu hasilku”
Alur pengelolaan dan konskwensi ini menuju warga setempat.
Hubungan hubungan tersebut dapat digambarkan dengan bagan sebagai
berikut :
Bagan 5.5
Bagan Alur Pengelolaan dan Konsekwensi Retribusi
Sumber : Analisis Data Primer
Alur pengelolaan dan konskwensi retribusi diatas tentunya juga
akan menghadapi permasalahan. Jika melihat alur, kekuasaan penuh di
tangan pengelola, baik RW atau perorangan/pribadi. Jadi jika terjadi
perselisihan, masalah dengan pihak manapun, seperti pengelola dan
Ketua RT/RW berperan dalam menyelesaikan konflik.
41
Wawancara dengan mas JS pada tanggal 23 April 2017
Warga/Lingkungan
Juru Parkir Juru Parkir Juru Parkir
78
5.5 Sistem Pengelolaan Parkir Khusus
Salatiga memiliki beberapa model pengelolaan, baik berizin, parkir warga
dan parkir khusus. Pada bagian ini penulis mengambil salah satu lokasi parkir
yang bersifat khusus, lokasi tersebut adalah Ramayana. Parkir Ramayana
merupakan merupakan parkir khusus diantara parkir yang lainnya. Dijelaskan
oleh Bapak Heri bahwasanya status parkir ini didapat dari dulu, segi historis
yang sangat kuat hingga sekarang. Bapak Heri selaku juru parkir bekerja dari
jaman Bapak Totok Mintarto menjabat sebagai walikota. Secara historis parkir
ini didapatkan karena kerja sama menjadi tim sukses waktu pilwalkot42
.
Seiring berjalannya waktu, model pengelolaan parkir Ramayana ini
semakin tertata rapi. Bapak Heri yang bekerja dari awal menceritakan ada
sistem kerja yang diterapkan dan disepakati bersama. Paguyuban Pulung
Mandiri adalah paguyuban juru parkir yang berada di Ramayana. Tugas dan
fungsi paguyuban ini tidak jauh berbeda dengan paguyuban parkir berizin.
Untuk mengelola parkir yang ada di Ramayana dibentuklah paguyuban juru
parkir dengan nama Pulung Mandiri dengan nama pengurusnya yaitu : 1)
Bapak Totok Kaji, 2) Mas Yono, 3) Bapak Kamto, 4) Bapak Darno
(meninggal dunia digantikan anaknya)
Paguyuban tersebut bukan hanya untuk menjadikan pengelolaan lebih
mudah. Tetapi, paguyuban tersebut juga memiliki program kerja tersendiri
seperti : 1) Arisan sosial, 2) Ada KTA sendiri, 3) Ada jamsostek. Tetapi
berjalannya waktu program – program yang berjalan semakin lama semakin
hilang hal ini dijelaskan oleh Bapak Heri sebagai berikut43
:
“Bagus dulu itu, terus sekarang ga jalan, ga kaya
dulu, pemasukannya berkurang. Sekarang uda
sepi. Kalo dulu pemasukannya untuk muter itu
bisa, kalo sekarang ga bisa. Dulu sempet jalan itu
hampir 5- 6 tahun berjalan. “Ga bisa kalau untuk
menambah juru parkir baru, itu turun temurun.
Contohnya aku ya disitu terus sampe tutup
42
Wawancara dengan Bapak Heri pada tanggal 30 April 2017 43
Wawancara dengan Bapak Heri pada tanggal 30 April 2017
79
ramayana. Gabisa diganti orang, memang
pertemanan awal dari perkerjaan ini. Dikasih
Bapak walikota itu dari awal buka ramayana
sampai sekarang”
Suatu lokasi parkir pasti membutuhkan sumber daya manusia agar mampu
dikelola dengan baik. Dalam bagian ini penulis menjelaskan dan memberi
informasi atas sistem perekrutan Parkir Ramayana. Secara histori parkir ini
memiliki pengurus yang mengatur. Dalam aturan tersebut, perekrutan juru
parkir tidak sembarangan. Perekrutan tersebut menimbang beberapa hal. Baik
dari segi kekeluargaan, maupun kerabat dekat. Dari penjelasan diatas bisa
disimpulkan bahwa tidak mudah menjadi bagian juru parkir di Ramayana.
Adanya faktor – faktor tersebut membuat perekrutan juru parkir Ramayana
berbasis modal sosial. Sedangkan untuk jumlah juru parkir sendiri hingga saat
ini berjumlah 22 orang. Pada dasarnya sistem setor yang diterapkan adalah,
staff UPT melakukan rolling atau keliling menarik rertribusi per lokasi.
Berbeda dengan sistem setor yang dilakukan di Ramayana. Sistem setor
retribusi dilakukan dengan cara juru parkir setiap shiftnya setor ke pengurus
terlebih dulu. Setelah itu pengurus menyetor ke UPT Perparkiran.
Penentuan tarif dan target harian juga berbeda dari lokasi lainnya yang
langsung dibawah arahan UPT Perparkiran. Penentuan tarif parkir Ramayana
dilakukan dengan cara musyawarah antara pengurus dan juru parkir. Bapak
Heri menjelaskan bahwa44
:
“Kalau untuk tarif itu, ya pengelola atau
pengurus itu. Itu sempat dirapatkan sama
pekerja, mobilnya 3000 rb dan motor 2000.
Karcis juga dari pihak pengelola”
Model setoran adalah penggunaan karcis. Jumlah karcis yang terpakai
merupakan patokan, penghitungannya adalah 50% untuk juru parkir dan 50%
44
Wawancara dengan Bapak Heri pada tanggal 30 April 2017
80
disetorkan ke pengurus45
. Sistem kerja atau jadwal juru parkir juga diatur oleh
pengurus. Sehingga penataan semacam ini diharapkan mampu merapikan
tatanan pekerjaan. Hal tersebut dijelaskan oleh Bapak Heri sebagai berikut :
”Karcis itu satu bendel isinya 100 lembar. Brati
kalau mobil 300.000. tidak bisa habis dalam
sehari, paling habis berapa, ga nyampe. Kira
kira 2-3 hari. Setiap kita datang ambil karcis,
sisanya berapa kita kembalikan sama setoran.
Misal karcis habis 20 ya kita setor 30.000. kan
setengah setengah 1500. Ada peraturan dari
pengurus, setiap hari selasa itu pergantian dari
yang pagi ganti yang sore. Dari buka jam 9 itu
sampai jam 3. Nanti jam 3 sore sampai tutup.
Setiap satu minggu.”
Alur komunikasi yang ditunjukan oleh model parkir khusus ini dapat
digambarkan dengan bagan sebagai berikut :
Bagan 5.6
Alur Komunikasi Parkir Khusus
Sumber : Analisis Data Primer
Komunikasi mengaharuskan semua elemen terlibat dalam aktivitas parkir.
Seperti contoh kepala UPT Perparkiran yang memberikan otonomi kepada
pengurus tentang pengelolaan, retribusi dan atribut-atribut lainnya. komunikasi
yang dilakukan oleh pengurus Ramayana kepada juru parkir dulu lewat acara
45
Wawancara dengan Bapak Heri pada tanggal 30 April 2017
Pengurus
Juru Parkir
UPT Perparkiran
81
rapat rutin tetapi sekarang hanya sekedar ketemu dan lewat grup WA atau
BBM46
. Dalam melaksanakan aturan atau perintah dari UPT Perparkiran
komunikasi selalu dijalankan agar parkir terkelola dengan baik.
46
Wawancara dengan Bapak Heri pada tanggal 30 April 2017