BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam...

30
45 BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT SUMBA DAN KONDISI YANG MEMPENGARUHI 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba 5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat Menurut Marwell dalam Budiman (1981-24), peran yang didasarkan atas perbedaan seksual selalu terjadi, ini sudah menjadi kenyataan yang tidak dapat dibantah. Pada setiap kebudayaan perempuan dan laki-laki diberi peran dan pola tingkah laku yang berbeda untuk saling melengkapi perbedaan badaniah dari kedua makhluk ini. di dalam satu keluarga, ada dua fungsi yang harus dikembangkan secara khusus, yakni mendidik anak-anak dan memproduksikan makanan. Karena keluarga selalu terdiri dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, maka akan sangat menguntungkan kalau salah satu fungsi ini diberikan kepada salah satu jenis seks, dan fungsi lainnya kepada jenis seks lainnya. Dengan demikian laki-laki dan perempuan sudah dapat dididik ke arah fungsi yang akan mereka mainkan ketika membentuk rumah tangga. Dalam budaya masyarakat Sumba khususnya di kampung Tarung, pembagian posisi antara laki-laki dan perempuan tidak saja terjadi pada pembagian bahwa perempuan posisinya di rumah sebagai ibu rumah tangga yang mengurus segala kebutuhan dapur dan laki-laki posisinya sebagai kepala rumah tangga dan bekerja di luar sebagai pencari nafkah seperti yang dikatakan oleh Marwell diatas. Namun ada pembagian lain yang meliputi posisi atau area mereka di dalam rumah adat. Pembagian posisi tersebut bisa dikatakan sebagai keputusan laki-laki sebagai kepala keluarga atas dasar laki-laki yang memiliki kuasa dalam rumah untuk menentukan dimana saja posisi perempuan, tapi tidak demikian, menurut Rato Lado pembagian tersebut, tidak ada pengaruh oleh laki-laki, berikut pernyataannya:

Transcript of BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam...

Page 1: BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba . 5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat . Menurut Marwell dalam

45

BAB V

POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH

ADAT SUMBA DAN KONDISI YANG MEMPENGARUHI

5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba

5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat

Menurut Marwell dalam Budiman (1981-24), peran yang didasarkan atas

perbedaan seksual selalu terjadi, ini sudah menjadi kenyataan yang tidak dapat dibantah.

Pada setiap kebudayaan perempuan dan laki-laki diberi peran dan pola tingkah laku yang

berbeda untuk saling melengkapi perbedaan badaniah dari kedua makhluk ini. di dalam

satu keluarga, ada dua fungsi yang harus dikembangkan secara khusus, yakni mendidik

anak-anak dan memproduksikan makanan. Karena keluarga selalu terdiri dari seorang

laki-laki dan seorang perempuan, maka akan sangat menguntungkan kalau salah satu

fungsi ini diberikan kepada salah satu jenis seks, dan fungsi lainnya kepada jenis seks

lainnya. Dengan demikian laki-laki dan perempuan sudah dapat dididik ke arah fungsi

yang akan mereka mainkan ketika membentuk rumah tangga.

Dalam budaya masyarakat Sumba khususnya di kampung Tarung, pembagian

posisi antara laki-laki dan perempuan tidak saja terjadi pada pembagian bahwa

perempuan posisinya di rumah sebagai ibu rumah tangga yang mengurus segala

kebutuhan dapur dan laki-laki posisinya sebagai kepala rumah tangga dan bekerja di

luar sebagai pencari nafkah seperti yang dikatakan oleh Marwell diatas. Namun ada

pembagian lain yang meliputi posisi atau area mereka di dalam rumah adat.

Pembagian posisi tersebut bisa dikatakan sebagai keputusan laki-laki sebagai

kepala keluarga atas dasar laki-laki yang memiliki kuasa dalam rumah untuk menentukan

dimana saja posisi perempuan, tapi tidak demikian, menurut Rato Lado pembagian

tersebut, tidak ada pengaruh oleh laki-laki, berikut pernyataannya:

Page 2: BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba . 5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat . Menurut Marwell dalam

46

“Tidak ada pengaruh laki-laki dalam pembagian tersebut, laki-laki

hanya sebagai kepala keluarga sehingga adat istiadat tersebut

seolah-olah direkayasa oleh laki-laki, namun pada kenyataannya

memang datang dari para leluhur atau sang pencipta”16

Dari pernyataan di atas Rato Lado ingin menyampaikan bahwa memang ada

pembagian dalam rumah adat namun unsur tersebut semata-mata hanya berkaitan dengan

kepercayaan Marapu yang melarang beberapa tempat dalam rumah untuk dimasuki atau

lewati oleh istri dan anak mantu. Mereka hanya menjalankan tradisi tersebut yang

diyakini datang dari para leluhur atau sang pencipta tanpa mencari tahu alasan mengapa

hal tersebut terjadi. Beliau mengatakan bahwa pembagian tersebut tidak ada pengaruh

laki-laki dan memang begitu adanya karena tradisi tersebut sudah dijalankan sejak rumah

adat dibangun dan dijalankan turun-temurun.

Rato adat (imam) adalah seorang laki-laki sehingga keputusan untuk menentukan

posisi tersebut sering kali dianggap sebagai rekayasa dari laki-laki. Namun pembagian

tersebut bisa menimbulkan asumsi bahwa memang kekuasaan laki-laki atas perempuan

tetapi bukan dalam konteks pembagian tetapi dalam larangan itu bisa dilihat dari semua

larangan yang ada dalam rumah adat, laki-laki sama sekali tidak mendapatkan larangan

baik itu mengenai posisi atau hal-hal yang berhubungan dengan kesakralan. Kesakralan

hanya terjadi untuk perempuan dalam hal ini istri dan anak mantu di dalam rumah adat.

Menurut Nasaruddin Umar, Gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk

mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi sosial-budaya.

(Umar 1999:35). Peranan gender pada penataan ruangnya tidak memiliki perbedaan yang

mencolok melainkan memiliki perbedaan peranan yang sama kuatnya. Hal ini bisa dilihat

pada posisi “jantung” rumah yang terletak tepat di bawah ruang Marapu, kita bisa

melihat tiang penyangga “menara” Marapu ada empat tiang utama. Tiang penyangga itu

sebagai tiang laki-laki dan perempuan, penempatannya sangat unik yaitu ditempatkan

berpasangan. Konsep rumah adat ini sedikit bisa menggambarkan posisi antara laki-laki

dan perempuan dalam rumah adat yang kurang lebih sama. Beberapa konsep gender pun

tampak pada pembagian ruang-ruang di dalam rumah adat, salah satunya pembagian

16

Wawancara bersama Rato Lado di Kampung Tarung tanggal 5-11-2016

Page 3: BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba . 5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat . Menurut Marwell dalam

47

ruang yang menjadikan dua bagian, yaitu mbalekatounga (ruang untuk laki-laki) dan kere

pandalu (ruang untuk perempuan) dengan pintunya masing-masing.

Secara harafiah pembagian tersebut meliputi hal-hal spiritual (sakral), dimana

ruang Mbalekatonga atau ruang untuk laki-laki merupakan ruang yang dipercayai

merupakan tempat yang sakral. Menurut Rato Lado fungsi dari pembagian ruang laki-laki

dan perempuan untuk membagi tempat sembayang atau ibadah (nobba) yang merupakan

tempat bersemayamnya Marapu, yaitu arwah-arwah nenek moyang dalam rumah adat.

Nobba tidak melibatkan perempuan karena nobba hanya dilakukan oleh seorang

Rato (imam) yaitu laki-laki. Pembagian ruang laki-laki mbalekatounga dan perempuan

kere pandalu membagi antara posisi perempuan dalam rumah adat, tetapi tidak untuk

semua perempuan ini hanya berlaku untuk istri dan menantu perempuan saja yang ketika

berada dalam rumah adat tidak diperbolehkan untuk masuk ke ruang laki-laki karena

tempat tersebut merupakan tempat yang paling sakral dalam sebuah rumah adat.

Kesakralan itu berkaitan langsung dengan Marapu, selain berhubungan dengan Marapu

larangan untuk istri dan anak mantu dikarenakan berhubungan dengan kerahasiaan

leluhur dari kabisu laki-laki dalam hal ini suami sebagai pemilik rumah.

Di atas loteng persis bagian tiang uratta terdapat gerabah anyaman yang

berbentuk bola yang bernama (nukku sara) dengan “Nukku” yang artinya bertahan atau

menanti sedangkan “Sara” artinya hukum yang merupakan tempat dari jiwa-jiwa atau

roh-roh para leluhur dari dulu kala menunggu kapan dia kembali kedunia untuk hidup.

Nukku sara juga merupakan tempat bertenggernya hukum-hukum adat, inilah mengapa

perempuan sangat dilarang untuk masuk ruang ini. Selain larangan untuk tidak memasuki

ruang laki-laki, perempuan juga tidak boleh memegang dua tiang dari ke empat tiang

yang ada yaitu tiang kanan depan dengan nama lain pari’i utta atau nama lainnya tiang

uratta dan tiang kanan belakang Pari’i woleta atau nama lainnya Pari’i tutungaba

balikatonga. Larangan-larangan untuk perempuan letaknya dari pintu utama

(mbalekatonga) lalu masuk ke ponnu karo tillu (ditengah yang merupakan tempat duduk)

sampai ke mbalekatonga yang berada dibelakang.

Selain memiliki alasan spriritual dan kesakralan, pembagian ruang diperlukan

untuk pertemuan keluarga atau ada urusan adat (formal), yang mengharuskan tempat

pembicaraan lebih nyaman dan eksklusif. Pembicaraan-pembicaraan adat yang berkaitan

Page 4: BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba . 5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat . Menurut Marwell dalam

48

dengan ritual adat sering melibatkan perempuan namun tidak mengharuskan mereka

memasuki ruang yang dilarangan tersebut, hanya laki-laki atau Rato yang melakukan dan

memulai ritual adat. Rato Lado menyatakan bahwa dalam rumah adat tidak ada maksud

untuk memisahkan tempat laki-laki dan perempuan. Berikut pernyataan Rato Lado;

“Perlu saya beritahu dalu bahwa dalam rumah adat tidak ada

maksud untuk membagi atau memisahkan tempat laki-laki dan

perempuan, jadi kalau ditanya pembagian ya tidak ada. Yang

ada hanya aturan atau adat istiadat yang melarang perempuan

untuk tidak diboleh di tempat-tempat yang sudah di

tentukan”17

Sama seperti apa yang diungkapkan Rato Lado sebelumnya tidak ada maksud

untuk memisahkan posisi atau tempat perempuan dan laki-laki dalam rumah adat, hal

tersebut terjadi karena adat istiadat yang melarang perempuan dalam hal ini istri dan anak

mantu untuk tidak boleh ditempat-tempat yang sudah ditentukan karena tempat-tempat

tersebut berada pada wilayah mbalekatounga yang merupakan tempat yang sakral dan

tempat yang sama sekali tidak boleh dilewati oleh perempuan dalam hal ini istri dan anak

mantu karena tepat di atas tiang-tiang yang berada di daerah mbalekatounga merupakan

tempat dari para leluhur (Nukku Sara) kabisu dari si pemiliki rumah sehingga untuk

menghormati dan menghargai tempat ini tidak boleh dilewati oleh perempuan dalam hal

ini istri dan anak mantu perempuan.

Nukku sara merupakan tempat dari arwah para leluhur yang berada di dalam

rumah, nukku sara tidak saja ditempati oleh si pemilik rumah yang berjenis kelamin laki-

laki, perempuan dalam hal ini istri dan anak mantu juga mendapatkan tempat di atas sana,

jadi bisa dikatakan bahwa larangan tersebut hanya berlaku selama istri dan anak mantu

hidup dan tinggal di dalam rumah adat karena ketika mereka meninggal mereka boleh

masuk dan tinggal di atas di dalam Nukku sara dan bergabung dengan para leluhur.

Kesakralan dalam rumah adat berbeda dengan pandangan Durkheim yang

mengatakan bahwa sesuatu yang dipercayai masyarakat sebagai sesuatu yang sakral

berlaku untuk semua orang tidak memandang gender, sedangkan dalam konteks rumah

adat Sumba kesakralan tentang nukku sara berbeda dengan dikatakan oleh Durkheim

17

Wawancara bersama Rato Lado di Kampung Tarung tanggal 5-11-2016

Page 5: BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba . 5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat . Menurut Marwell dalam

49

karena sakral yang dimaksud oleh masyarakat di Sumba khususnya yang berada di

kampung terkait posisi perempuan yaitu sakralnya hanya berlaku untuk perempuan dalam

hal ini istri dan anak mantu. Sehingga konsep sakral menurut Durkheim ini perlu

diperluas dalam konteks kesakralan dalam rumah adat Sumba, bahwa sakral dalam rumah

adat Sumba hanya berlaku untuk perempuan dalam hal ini istri dan anak mantu.

Kesakralan ini juga berhubungan dengan kerahasian karena ketika ditanya mengapa

hanya istri dan anak mantu saja menadapat larangan dalam rumah adat, Rato sebagai

ketua adat tidak menyampaikan secara eksplisit terkait hal pertanyaan tersebut.

Walaupun memiliki larangan dalam rumah adat perempuan pun memiliki tempat

atau ruang khusus untuk mereka selain dapur dan perapian (tempat memasak) di dalam

rumah adat,ini membuktikan bahwa pembagian ruang dalam rumah adat Sumba tidak

hanya untuk kepentingan laki-laki tetapi mementingkan juga untuk kebutuhan

perempuan. Tempat atau ruang untuk perempuan dalam rumah adat terletak dibagian

belakang rumah laddo poddu yaitu tempat atau ruang untuk melahirkan dan memberi

nama anak.

Pembagian posisi perempuan dalam rumah adat hanya diperuntukan untuk

perempuan yang dalam hal ini istri dan menantu, lalu bagaimana dengan anak perempuan

kandung dalam rumah adat, anak perempuan kandung tidak mendapatkan larangan yang

sama yang diterima oleh ibunya karena ia memiliki hak yang sama dengan laki-laki

dalam rumah, sama-sama memiliki kebebasan baik dalam tempat perempuan kere

pandalu maupun tempat laki-laki mbalekatounga dengan kata lain seluruh rumah.

Berikut penjelasan Rato Lado mengenai anak kandung perempuan :

“Anak perempuan merupakan anak yang lahir dalam rumah dan

memiliki kebebasan yang sama dengan sang ayah atau kepala

rumah tangga, jadi dalam rumah tersebut larangan-larangan

tersebut tidak apa-apa untuk mereka, tetapi ketika mereka

menikah dan keluar dari rumah mereka akan mendapatkan

perlakuan yang sama”18

18

Wawancara bersama Rato Lado di Kampung Tarung tanggal 5-11-2016

Page 6: BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba . 5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat . Menurut Marwell dalam

50

Anak perempuan mendapatkan kebebasan yang sama seperti sang ayah membuat

mereka bebas untuk masuk ke dalam mbalekatounga namun kebebasan tersebut tidak

berlaku untuk bagian loteng yang merupakan tempat untuk para leluhur dan benda-benda

pusaka hampir sama dengan apa yang dialami oleh istri dan anak mantu perempuan.

Laki-laki dalam rumah adat memiliki kebebasan tidak sama seperti perempuan

dalam hal ini istri dan menantu, peran laki-laki fleksibel atau luas dalam sebuah rumah

dikarenakan mereka sebagai kepala keluarga yang melakukan segala aktifitas penunjung

kehidupan baik dari kebutuhan pangan,sandang dan papan. Hal tersebut membuat laki-

laki semakin terlihat superior karena mereka ingin melakukan semua hal yang mereka

anggap bisa dan perempuan tidak bisa sehingga timbul anggapan bahwa perempuan

hanya sebagai ibu rumah tangga saja dan mengurusi urusan dapur sehingga tidak

memerlukan tempat atau akses yang luas dalam rumah adat. Secara posisi dan peran

memang posisi istri dan suami terpisah namum mereka bekerja sama saling melengkapi

sehingga pada gilirannya mampu menghasilkan kesuburan, kelangsungan hidup dan

kekayaan. Berikut di bawah ini pernyataan Rato Lado terkait alasan mengapa laki-laki

memiliki kebebasan dalam rumah adat dan sebaliknya perempuan memiliki larangan-

larangan:

“Laki-laki dalam rumah adat dibebaskan karena peran antara

laki-laki dan perempuan tidak boleh sama, karena laki-laki

sebagai kepala keluarga, jika perempuan bebas untuk masuk ke

tempat laki-laki berarti peran mereka dalam rumah adat sama”19

Pernyataan di atas mempertegas praktek budaya patriarki terjadi dalam rumah

adat Sumba. Laki-laki tidak ingin peran mereka sama dengan perempuan, itu membuat

mereka terasa tersaingi dan merasa bahwa jika perempuan memasuki tempat dari laki-

laki berarti peran mereka akan sama dan tidak ada beda. Sebagai seorang kepala keluarga

dan pencari nafkah laki-laki melihat itu sebagai sesuatu yang tidak seharusnya terjadi.

Laki-laki menganggap bahwa perannya tidak boleh sama dengan perempuan, perempuan

harus melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan sepeti memasak dan mengurusi

anak.

19

Wawancara bersama Rato Lado di Kampung Tarung tanggal 5-11-2016

Page 7: BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba . 5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat . Menurut Marwell dalam

51

5.1.2. Peran Perempuan dalam rumah adat

Struktur sosial masyarakat yang membagi-bagi mengenai peran antara laki-laki

dan perempuan seringkali merugikan perempuan. Perempuan diharapkan dapat

mengurus dan mengerjakan berbagai pekerjaan rumah tangga, walaupun mereka bekerja

di luar rumah tangga, sebaliknya tanggung jawab laki-laki dalam mengurus rumah

tangga sangat kecil namun tidak demikian yang terjadi dalam rumah adat Sumba

khususnya yang terjadi di kampung Tarung laki-laki mempunyai tanggung jawab yang

lebih besar dari perempuan itu bisa dilihat dalam posisi dan aksesnya dalam rumah yang

lebih luas sehingga perannya lebih banyak dalam rumah adat.

Sebagian masyarakat beranggapan bahwa, tugas-tugas rumah tangga dan

pengasuhan anak adalah tugas perempuan, walaupun perempuan tersebut bekerja.

Aktivitas domestik ini sudah sejak lama dilekatkan pada perempuan. Hal itu kemudian

menjadi budaya dan adat istiadat. Perempuan selalu dikonotasikan sebagai manusia

pekerja domestik yang dinilai tidak dapat berkontribusi secara aktif di luar rumah

sehingga perannya tidak lebih dari sekadar aktivitas dalam rumah. Namun panadangan

tersebut berbeda denga yang terjadi dalam masyarakat Sumba, dalam konteks perempuan

Sumba di kampung Tarung peran yang dilakukan oleh perempuan bukan hanya pada

aktifitas-aktifitas rumah tangga saja tetapi mereka meiliki peran yang lebih besar

terhadap bertahannya Marapu itu sendiri. Peran mereka bisa terlihat pada saat mereka

menjaga adat istiadat yang terdapat pada marapu dengan mengikuti aturan-aturan yang

berkaitan dengan kesakralan dari marapu di dalam rumah adat. Seperti yang

diuangkapkan istri dari Rato Yusuf Lele Wadda ;

“Selamanya kita masih hidup dan tinggal di rumah adat, kita tidak

boleh melanggar atau merubah, karena dengan mematuhi larangan

tersebut, merupakan cara kita untuk menghargai dan menghormati

adat dan budaya”20

Pembagian ruang dalam rumah adat Sumba sepenuhnya tidak menyulitkan peran

perempuan, mereka tetap beraktifitas seperti biasa layaknya ibu-ibu rumah tangga pada

umumnya, seperti memasak, mengurus anak, memberikan makan ternak, memetik sayur

20

Wawancara bersama istri dari nenek Rato Yusuf di desa dokaka tanggal 16-12-2016

Page 8: BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba . 5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat . Menurut Marwell dalam

52

untuk menjual ke pasar dan penyiapkan segala kebutuhan-kebutuhan rumah tangga

lainnya. Alasan sederhananya, karena segala aktifitas mereka tidak berada pada area

yang dilarangan untuk mereka, contohnya dapur dan tempat memasak (perapian), letak

dapur berada pada kere pandalu (ruang perempuan), sedangkan letak tungku (perapian)

ditengah-tengah rumah diapit oleh empat tiang utama. Seperti yang diungkapkan ina

Laka terkait perannya dalam rumah adat:

“Pada saat kita kerja tidak ada masalah, karena kita punya

pekerjaan rumah tangga tidak sampai pada tempat larangan-

larangan itu”21

Pernyataan di atas sama dengan hasil observasi bahwa dalam aktifitas perempuan

yang dalam hal ini istri dan anak mantu perempuan, tidak terlihat pengaruh pembagian

posisi dalam rumah adat. Mereka beraktifitas seperti biasa layaknya ibu rumah tangga

pada umumnya dengan kebiasaan tersebut ina Laka merasa bahwa tidak ada yang yang

harus dipermasalahkan baik mengenai posisi maupun peran, karena kalau posisi tersebut

menyulitkan peran perempuan bisa saja membuat mereka kesusahan dalam melakukan

aktifitas dalam rumah.

Peran perempuan tak hanya di dalam rumah saja, terkadang perempuan juga

membantu laki-laki untuk bertani dan berkebun seperti menanam padi dan sayur-

sayuran. Dalam ritual-ritual adat di kampung, perempuan memiliki peran untuk

menyiapkan segala sesuatu keperluan yang dibutuhkan dalam acara adat, seperti sirih

pinang, makan dan minum. Jika ada pembicaran mengenai urusan adat misalnya dalam

perkawinan perempuan dilibatkan. Berikut pernyataan Rato Lado terkait keterlibatan

perempuan dalam pengambilan keputusan:

Dalam pengambilan keputusan perempuan dimintai pendapat

agar keputusan ini bisa menjadi keputusan bersama, walau pada

akhirnya yang memutuskan semua di tangan laki-laki.22

Dalam proses pengambilan keputusan, biasanya yang lebih dominan adalah laki-

laki hal itu tidak bisa dipungkiri dan terjadi dalam masyarakat Sumba, seperti yang

21

Wawancara bersama ina Laka di kampung Tarung tanggal 9-11-2016 22

Wawancara bersama Rato Lado di Kampung Tarung tanggal 9-11-2016

Page 9: BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba . 5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat . Menurut Marwell dalam

53

diungkapkan oleh Rato Lado, biasanya setiap perundingan perempuan diberi hak untuk

berbicara dan diminati pendapat, tujuannya agar ada masukan dari perempuan terkait hal

yang dibahas dan pada akhirnya bisa menjadi keputusan bersama. Dari sini kita bisa

mengetahui bahwa dalam setiap proses pengambilan keputusan yang dilakukan dalam

perundingan adat Sumba walupun perempuan diberikan kesempatan bicara dan dimintai

pendapat pada akhirnya keputusan tersebut lebih berat pada keputusan laki-laki.

Aktifitas-aktifitas sehari-hari yang perempuan lakukan selain sebagai ibu rumah

tangga, mereka melakukan suatu karya tangan yang memiliki nilai kesenian yang tinggi

yaitu menenun kain dan membuat ayaman pandan untuk dijadikan kaleku, mblola dan

lain-lain. Kain bagi orang Sumba memiliki makna yang ganda, pertama ia adalah barang

kebutuhan sehari-hari yang fungsi praktisnya adalah sebagai penutup tubuh. Kedua ia

adalah simbol benda ikonik yang terkait dengan praktek-praktek sosioreligius. Kain juga

dalam beberapa ritual adat salah satunya dalam proses pernikahan kain tenun yang

diberikan pihak perempuan saat melepas anak gadis mereka adalah simbol naungan dan

perlindungan, yang diharapkan akan selalu diberikan oleh pihak laki-laki, namun sewasa

ini tenun bermakna ekonomis, sebagai tambahan penghasilan yang bisa dianggap remeh.

Proses pembuatan tergantung dari besar kain yang ditenun. Seperti selendang perlu waktu

tiga hari penenunan. Sedangkan kain, memakan waktu sampai dua minggu.

Biasanya penjualan kain tenun hanya dilakukan di kampung Tarung, ditawarkan

pada turis, tapi masih lebih banyak turis asing dari pada turis domestik yang tertarik

untuk membeli kain tenun asli buatan perempuan Sumba ini. Turis asing biasanya berasal

dari Perancis, Amerika, dan Belgia. Setiap ada turis, para penjual kerajinan pun

bermunculan dan mengerubungi wisatawan dan mulai menawarkan kain tenun mereka,

tapi mereka tidak memaksa agar turis-turis ini harus membeli. Menurut nene Ledda Goko

tentang tenunnya :

“Kalau ada setiap orang yang berkunjung di Kampung

Tarung kita hanya menawarkan. Kalau tidak dibeli, tidak

apa-apa. Yang penting kita sudah menunjukan tenunan yang

kita buat”23

23

Wawancara bersama nene Ledda Goko terkait kain tenun di kampung Tarung Tanggal 12-11-2016

Page 10: BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba . 5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat . Menurut Marwell dalam

54

Peran perempuan Sumba dalam bekerja memang harus diberi apresiasi, mereka

bekerja membantu sang suami, dan melakukan secara suka rela berdasarkan passion yang

dimiliki oleh mereka, salah satunya menghasilkan kain tenun khas Sumba Barat yang

dibuat dengan cara tradisional tentu dengan corak yang menarik. Keuntungan dalam

penjulan bisa saja menjadi lebih baik jika dipasarkan di luar namun kebanyakan dari

perempuan di Kampung tidak menjual di luar, mereka hanya menjual kain tenun di dalam

kampung Tarung dan menawarkan kepada turis yang datang berkunjung ke kampung

Tarung. Hal ini justru menarik bagi mereka kalau memang turis tertarik atau tidak, bukan

menjadi persoalan karena dengan memperkenalkan kain tenun, bercerita mengenai

sejarah dan menunjukan cara menenun bagi mereka itu sudah cukup. Maka tak heran

kalau setiap turis yang datang sesekali mereka diperlihatkan cara menenun secara

langsung. Seperti yang dilakukan oleh ina Lakadoru dibawah ini :

Gambar. 5.1

Aktivitas Menenun

Sumber Foto penelti

5.1.3. Perempuan Dalam Pandangan Orang Sumba

Peran perempuan sangatlah penting selain sebagai ibu dalam rumah tangga,

kehadiran perempuan sangat berarti bagi laki-laki Sumba karena dukungan yang

perempuan berikan membuat laki-laki mendapatkan kekuatan tersendiri untuk bekerja

lebih keras lagi demi keluarga. Seperti perumpaan “Di balik kesuksesan seorang pria,

pasti ada wanita hebat di belakangnya.” Seperti inilah yang tergambar pada kehidupan

Page 11: BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba . 5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat . Menurut Marwell dalam

55

masyarakat di Sumba, perempuan selalu menjadi salah satu faktor yang mendasari

kesuksesan seorang laki-laki.

Walaupun Dalam rumah adat perempuan memiliki banyak larangan, tetapi tidak

menyulutkan peran perempuan dalam rumah adat, karena segala jenis persiapan dalam

rumah adat pasti selalu ada campur tangan perempuan tidak bisa hanya diurus oleh

seorang laki-laki saja. Seperti yang diungkapkan Lango Manpele tentang perempuan

Sumba:

“Perempuan bukan hanya sebagai pendamping didalam rumah

tangga, tetapi sebagai penopang yang kuat, bagi seorang suami,

karena tidak ada laki-laki yang sukses sendiri tanpa dukungan dan

kerja keras seorang istri”24

Menurut Lango Manpele tokoh masyarakat kampung Tarung, rumah adat yang

berada di kampung Tarung memiliki makna yang begitu berkaitan dengan perempuan,

seperti Uma Mawinne, yang nama lainnya adalah rumah perempuan yang fungsinya

sebagai penentu tibanya bulan suci untuk ritual wulla poddu bagi orang Loli, ritual ini

bertujuan untuk memohon berkat, sebagai sarana mengucap syukur dan untuk

menceritakan asal usul nenek moyang dan menggambar proses penciptaan manusia. Di

kampung Tarung ritual ini hanya bisa ditentukan oleh uma mawinne atau rumah

perempuan untuk menentukan kapan tibanya bulan suci, seperti layaknya perempuan

yang mengetahui soal kegenapan bulan kelahiran yaitu bulan kesembilan. Ini lah yang

menjadikan perempuan sebagai sosok yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat

Sumba khususnya masyarakat kampung Tarung.

Dalam pembagian posisi dan peran perempuan dalam rumah adat bukan saja

membagi tempat bagi seorang ibu dan seorang istri, tetapi pembagian tersebut membuat

perempuan menjalankan adat-istiadat dan larangan dalam rumah adat untuk menjaga adat

Marapu dalam hal ini berkaitan juga dengan eksistensi dari Uma Mawinne. Perempuan

menerima dan menjalankan larangan-larangan dalam rumah adat bukan ingin

menunjukan bahwa laki-laki lebih berkuasa atas perempuan dan perempuan tunduk

terhadap laki-laki, melainkan perempuan ingin mempertahankan simbolisasi kekuasaan

24

Wawancara bersama Langa Manpele Tokoh masyarakat Kampung Tarung tanggal 3-12-2016

Page 12: BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba . 5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat . Menurut Marwell dalam

56

perempuan dalam Uma mawinne (rumah perempuan) yang merupakan satu-satunya

rumah adat yang menentukan kapan tibanya bula suci bagi masyarakat Loli atau yang

sering disebut dengan Wulla poddu.

Di dalam kampung Tarung, ritual wulla poddu merupakan salah satu ritual yang

sangat besar. Ritual wulla poddu ini hanya ditentukan oleh Uma mawinne atau rumah

adat yang melambangkan perempuan. Jika perempuan melanggar adat dan istiadat yang

ada dalam rumah adat, secara tidak langsung perempuan menghilangkan kesakralan dari

Uma mawinne. Dengan melanggar dan menghilangkan kesakralan dalam rumah adat,

dengan begitu makna dan fungsi dari Uma mawinne pun runtuh dan tatanan budaya dari

masyarakat Sumba pun runtuh.

5.2. Pemahaman Perempuan Mengenai Posisi Dan Perannya Dalam

Rumah Adat

5.2.1. Pemahaman Perempuan mengenai Posisi

Pemahaman perempuan mengenai posisi mereka dalam rumah adat sudah

dipahami sejak mereka kecil, tentang pemahaman bahwa ada larangan-larangan untuk

mereka dalam rumah adat. Seperti yang dikatakan Rato Yusuf Lele Wadda, “Setiap

perempuan Sumba harus mengerti terhadap budayanya bahkan sebelum ia memasuki

mbalekatonga karena mbalekatonga merupakan tempat paling sakral dan tidak sembarang

untuk dimasuki, dilewati dan disentuh.” Pemahaman yang sudah diberitahu sejak kecil

akhirnya membuat mereka terbiasa untuk hal-hal yang mungkin menurut orang pada

umumnya menyulitkan perempuan. Salah satunya bahwa mereka seumur hidupnya tidak

diperbolehkan untuk masuk kedalam rumah melalui pintu utama atau pintu laki-laki.

Berikut pernyataan Ina Laka, ”Mungkin karena sudah terbiasa, jadi tidak ada masalah apa-

apa, mau lewat pintu samping terus juga tidak apa-apa.” Pemahaman bahwa mereka sudah

terbiasa untuk larangan dalam rumah adat, bukan saja diungkapkan oleh Ina Laka saja,

begitu juga dengan Nenek Lidda Mawo Mude mengungkapkan bahwa, “Posisi sebagai

istri dan menantu sudah seperti ini dari dulu, ada tempat-tempat yang tidak boleh kita

lewati atau diinjak dan ada juga tempat yang boleh lewati atau diinjak.” beliau juga

menambahkan bahwa itu bukan menjadi persoalan yang berarti;

Page 13: BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba . 5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat . Menurut Marwell dalam

57

“Tidak ada masalah dengan aturan-aturan yang melarang, apa yang

sudah menjadi larangan dari nenek moyang, itulah yang harus kita

taat. Dan ini bisa jadi pedoman buat generasi penerus agar tetap di

pertahankan”25

Tidak pernah melanggar aturan, karena sudah dari awal saat

memasuki rumah sudah diberitahukan, ada aturan-aturan untuk

tidak boleh menyentuh dan melewati tempat yang di larang.

Termasuk saat membersihkan loteng rumah, saat membersihkan

tidak boleh melihat ke atas.26

Bagi perempuan Sumba, peraturan yang berlaku bagi mereka itu sakral dan tidak

boleh untuk dilanggar termasuk posisi mereka dalam rumah adat. Karena ada keyakinan

mereka jika melanggar akan terkena sanksi adat seperti mengalami kesialan atau hal-hal

yang tidak diinginkan jika melanggar. Sehingga ketakutan akan hal tersebut membuat

untuk tidak melanggar dan menjaga batasan-batasan mereka di dalam rumah adat.

Dengan aturan dan sanksi yang ada membuat perempuan Sumba yang tinggal dalam

rumah adat sudah terbiasa dengan aturan tersebut, dimana mereka punya batasan-batasan

untuk dilewati di dalam rumah adat bahkan pemahaman tersebut sudah jauh diketahui

sebelum menikah dan masuk dalam rumah adat.

Namun larangan tersebut bukan menjadi masalah yang besar karena larangan

tersebut merupakan bentuk dari menghormati adat yang sudah ada. Bahkan ketika mereka

melanggar baik sengaja maupun tidak sengaja larangan tersebut mereka siap menerima

sanksi yang akan menimpa mereka yang melanggar, biasanya untuk meminta maaf

karena sudah melanggar diberitahui kepada Rato adat dengan membawa satu ayam untuk

disembeli dan didoakan . Seperti yang dikatakan oleh Ina Laka mengenai kesialan atau

sanksi ;

“Tidak masalah, karena larangan itu sudah ada dari leluhur sampai

saat ini. Soal melanggar itu adalah kesalahan kita sendiri karena

sudah diingatkan untuk tidak melanggar, tapi masih melanggar

peraturan tersebut.”27

Pemahaman perempuan mengenai posisi dan dampak jika melanggar tempat-

tempat yang dilarang sudah diberitahui dan diingatkan, jadi ketika perempuan memasuki

25

Wawancara bersama Nenek Lidda Mawo Mude di kampung Tarung tanggal 21-11-2016 26

Wawancara bersama Ina Nonce di Kampung Tarung tanggal 22-11-2016 27

Wawancara bersama ina Laka di kampung Tarung tanggal 9-11-2016

Page 14: BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba . 5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat . Menurut Marwell dalam

58

rumah mereka sudah tau tempat-tempat yang tidak boleh dilewati dan dampak apa yang

mereka terima jika melanggar. Pemahaman ini membuat mereka terbiasa untuk

melakukan aktifitas-aktifitas tanpa merasa terganggu dengan batasan-batasan posisi

mereka dalam rumah adat. Berbedanya perlakuan terhadap laki-laki dalam rumah adat

membuat perempuan menanggapi bahwa peran laki-laki yang mendominasi dalam rumah

adat merupakan sesuatu hal yang wajar karena bagi mereka laki-laki merupakan kepala

keluarga sehingga tidak ada tempat terlarang bagi laki-laki di dalam rumah adat. Posisi

perempuan di dalam rumah adat adalah posisi kedua, bukan berarti mereka tidak punya

hak di dalam rumah adat untuk menegur laki-laki. Seperti yang diungkapkan oleh Ina

Laka bahwa ;

“Memang mereka (kaum laki-laki) bebas, dan kita tidak, namun

ketika suami atau kepala keluarga keluar rumah, kita sebagai orang

nomor dua di dalam rumah berhak untuk menegur laki-laki jika

berbuat kesalahan. Bukan berarti karena kita banyak dilarang tapi

tidak punya hak dalam rumah. Kalau tetang posisi laki-laki lebih

bebas dari perempuan, memang sudah seperti itu sejak jaman

dahulu maka kami sudah terbiasa sejak kecil.”28

Dari keterangan Ina Laka di atas perempuan dalam rumah adat juga memiliki hak

untuk menegur ketika laki-laki melakukan kesalahan. Mereka tidak mempermasalahkan

ketika mereka menjadi posisi kedua di dalam rumah karena pemahaman tentang posisi

mereka sudah diketahui sejak kecil. Mereka merasa nyaman dengan keadaan mereka

yang memiliki batasan-batasan dalam rumah adat, karena sudah terbiasa. Perempuan

selalu menghindarai pelanggaran tersebut karena tahu bahwa larangan tersebut berkaitan

dengan tiga unsur yang pertama menjaga kekuasaan perempuan melalui simbolisasi Uma

Mawinne yang jika dilanggar maka Uma Mawinne akan runtuh dan hilang. Unsur kedua

yaitu menjaga keutuhan Marapu yang terletak pada Nukku Sara. Unsur yang ketiga rasa

takut akan sanksi atau kesialan merupakan unsur yang membuat perempuan menghindari

perempuan untuk melanggar. Berikut wawancara dengan Ina Nonce yang telah 10 tahun

tinggal di dalam rumah adat ketika ditanya mengenai pemahaman mereka tentang peran

mereka dalam rumah adat:

28

Wawancara bersama ina Laka di kampung Tarung tanggal 9-11-2016

Page 15: BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba . 5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat . Menurut Marwell dalam

59

“Kalau dari posisi memang ada tempat-tempat yang tidak boleh

dengan sembarangan untuk kita injak, karena memang sudah dari

dulu aturannya seperti itu. Jika aturan yang berlaku dalam rumah

adat itu sudah tidak ditaati atau sudah hilang, itu berarti hal-hal

adat yang ada di dalam rumah ini juga akan hilang.29

Pemahaman perempuan mengenai aturan adat membuat mereka memahami jika

aturan tersebut dilanggar dan dihilangkan maka adat istiadat Sumba yang dalam hal ini

Uma Mawine dan kepercayaan Marapu pun akan hilang dan pun runtuh, pernyataan

diatas semakin meyakinkan bahwa memang peran perempuan dalam menjaga simbolisasi

kekuasaannya melalui rumah adat Uma Mawinne dan menjaga keutuhan dari marapu itu

sangat nyata yaitu dengan menjalankan aturan-aturan tersebut.

Lalu bagaimana dengan posisi anak kandung perempuan ketika berada dalam

rumah adat, bagi anak perempuan di dalam rumah adat tidak mendapat larangan ketika

masih tinggal di dalam rumah adat bersama dengan kedua orang tuanya, meraka bebas

mau kemana saja tapi tidak semua tempat bisa mereka lewati atau tempati seperti loteng

dalam rumah dan uma kabbu. Hal ini ditanggapi oleh Ina Laka sebagai ibu yang tinggal

di dalam rumah adat. Ina Laka menyatakan bahwa ;

“Memang mereka (anak perempuan ) tidak dilarangan, tapi

ketika mereka keluar dari rumah orang tua, mereka juga akan

mendapatkan posisi yang sama dengan kita ketika tinggal dalam

rumah adat bersama suaminya. Tapi jangan salah mengartikan

bahwa anak perempuan bebas berada di dalam rumah adat bukan

berarti semua tempat dapat di akses oleh mereka. Ada tiga

tempat yang tidak boleh dilalui atau diinjak oleh anak perempuan

yaitu loteng dalam rumah, tempat ronggeng atau menari dan

Uma kabbubu yaitu tempat sakral yang berada tepat di depan

rumah (luar rumah).”30

Posisi anak kandung perempuan dalam rumah adat bisa dikatakan memiliki

keistimewaan tersendiri dibandingkan dengan istri dan anak mantu dalam rumah adat,

mereka bisa saja dengan leluasa mengelilingi rumah adat tanpa mendapatkan larangan.

Mereka juga sudah memahami bahwa ada juga tempat-tempat yang mereka tidak boleh

29

Wawancara bersama Ina Nonce di Kampung Tarung tanggal 22-11-2016 30

Wawancara bersama Ina Laka di kampung Tarung tanggal 9-11-2016

Page 16: BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba . 5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat . Menurut Marwell dalam

60

tempati. Berikut pernyataan dari Ina lakadoru yang merupakan anak kandung perempuan

yang tinggal dalam rumah adat mengenai posisinya;

Sebagai anak langsung saya bebas mau kemana saja, mau

melangkah kemana saja bebas, tetapi ada juga tempat-tempat yang

tidak boleh ditempati. Walaupun saya sudah kawin dan keluar dari

rumah saya tetap bebas ketika memasuki rumah.31

Pemahaman perempuan mengenai posisi mereka tidak saja ketika mereka berada

dalam rumah, ketika diluar rumah pun dalam hal ini di kampung mereka mengetahui

posisi-posisi mereka yang tidak boleh dilewati atau tempati. Anak kandung perempuan

memang tidak menadapatkan larangan yang sama seperti ibunya, namun bukan berarti

semua tempat sakral yang ada di Kampung Tarung boleh diakses oleh mereka, Di bagian

tengah dari kampung Tarung ada satu rumah kecil. Yang bernama „Uma Kabubu’ atau

rumah suci dimana leluhur Marapu bersemayam. Tidak sembarang orang yang bisa

masuk ke dalamnya termasuk perempuan baik anak langsung maupun istri dan menantu.

Hanya „Rato‟ atau tetua adat yang boleh masuk ke dalam dan biasanya hal itu dilakukan

saat „Wulla Poddu‟, bulan suci bagi masyarakat Sumba dimana mereka tidak boleh

membunyikan apa pun, tidak boleh mengadakan pesta kelahiran, perkawinan atau

kematian.

Gambar 5.2

Uma Kabubu

Foto hasil penelitian

31

Wawancara bersama Ina Laka Doru di Kampung Tarung tanggal 22-11-2016

Page 17: BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba . 5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat . Menurut Marwell dalam

61

Dengan pemahaman-pemahaman perempuan mengenai posisi mereka dalam

rumah adat bisa dikatakan bahwa perempuan Sumba dalam hal ini istri dan menantu

sudah memahami posisi mereka dalam rumah adat jauh sebelum ia menikah dan

memasuki rumah adat, karena pemahaman terkait posisi mereka dalam rumah adat sudah

diberitahu sejak kecil. Pemahaman mereka tentang posisinya dalam rumah adat membuat

mereka nyaman dan tidak pernah berfikir untuk meninggalkan tradisi dan adat isriadat

tersebut. Berikut pernyataan ina Laka ;

“Memang tidak pernah terfikir dan terlintas untuk merubah dan

meninggalkan tradisi ini, orang dari luar negeri saja, buang uang

banyak-banyak hanya untuk mau datang lihat ini adat dengan

budaya, kenapa kita harus kasih hilang Seharusnya kita

mempertahan dan melestarikan”.32

Pernyataan diatas seakan menjadi jawaban kenapa kampung Tarung masih

begitu kokoh dan tetap menajalankan adat istiadat dan ritual-ritual adat, karena bagi

mereka apa yang sudah seharusnya kita jaga dan kita pertahankan sudah seharusnya

dilakukan bukan terpengaruhi oleh medernisasi. Maka tak heran banyak beberapa

kampung yang sudah mulai mengganti atap dari jerami menjadi seng. Bagi orang

tarung satu saja bagian dari rumah adat yang diganti atau dihilangkan maka akan

perpengaruh pada kesakralan dalam rumah adat itu sendiri dan bisa saja rumah adat

tersebut tidak disebut lagi sebagai rumah adat bagi orang-orang yang menganut

kepercayaan Marapu.

5.2.2. Pemahaman Perempuan mengenai Peran

Sama halnya dengan posisi perempuan dalam rumah adat, pemahaman perempuan

mengenai peran sudah mereka tahu sebelum mereka menikah bahkan ketika mereka

masih kecil. Menjadi orang hanya bekerja dirumah dan tidak memiliki peran yang sama

seperti kaum laki-laki, tidak menjadi masalah bagi mereka, peran mereka memang harus

dibedakan dengan laki-laki agar bisa saling mengisi satu sama lain, seperti laki-laki

bekerja diluar mencari nafkah lalu perempuan beperan sebagai ibu rumah tangga yang

siap untuk menyidankan makanan untuk disantap bersama.

32

Wawancara bersama Ina laka di kampung Tarung tanggal 9-11-2016

Page 18: BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba . 5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat . Menurut Marwell dalam

62

Mereka sangat menghormati aturan adat yang sudah berlaku sejak dahulu itu bisa

dilihat pada peran mereka yang bisa saja dibatasi oleh posisi yang dibagi yang hanya

untuk membagi tempat untuk melakukan aktifitas kerohanian (sakral). Mereka menjalani

peran mereka dalam rumah adat walaupun ada pembagian posisi bagi mereka istri yang

menikah lalu masuk ke dalam rumah sang Suami dan tinggal bersama, bagi mereka tidak

menjadi masalah jika peran mereka dibatasi oleh posisi yang telah dibagi untuk mereka

dan laki-laki dalam rumah adat. Aktifitas mereka sebagai ibu rumah tangga tetap berjalan

dari memasak sampai membersihkan rumah, yang menjadi menarik disini yaitu ketika

mereka membersihkan rumah, bagian yang dilarang tersebut tidak lagi menjadi

kewajiban mereka untuk membersihkan karena sudah dari awal mereka diberi

pemahaman agar tidak memasuki ruang-ruang yang dilarang sekali pun untuk

membersihkan. Seperti ini ungkapkan ina Nonce mengenai perannya ketika Ia tidak boleh

memasuki dan melewati tempat-tempat yang dilarang:

“Saat menyediakan minum tidak boleh melewati batas yang sudah

di tentukan, untuk menyapu halaman depan rumah pun tidak boleh

melewati”.33

Pernyataan diatas menggambarkan salah satu contoh bahwa dalam rumah adat

yang dibagi memang ada beberapa hal yang setelah dijalankan dalam rumah ada sedikit

kesan perempuan mengalami kesulitan. Sebenarnya kesulitan tersebut tidak terjadi terus

menerus itu hanya tergantung dimana posisi dari tamu berada kalau memang berada

dibagian yang dilarang maka memang perempuan dalam hal ini istri hanya memebrikan

dari seberang bambu saja tanpa melanggar batas larangan tersebut. Untuk membersihkan

dihalaman depan rumah saja sudah tidak boleh apa lagi dibagian dlam rumah tentu lebih

tidak boleh. Biasanya tempat yang dilaranga untuk istri tersebut dibersihkan oleh suami

atau anak-anak mereka.

Perempuan bisa dikatakan sebagai salah satu faktor yang sangat penting dalam

menjaga adat dan kebudayaan Marapu. Peran mereka dalam menjaga keutuhan Marapu

bisa dilihat pada ketaatan mereka dalam menjaga agar ruang mbalekatonga atau ruang

yang merupakan tempat dari arwah para leluhur tidak dilanggar, alasan mengapa

33

Wawancara bersama ina Nonce di kampung Tarung 22-11-2016

Page 19: BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba . 5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat . Menurut Marwell dalam

63

perempuan dalam hal ini istri dan anak mantu perempuan dilarang tidak begitu jelas

namun setelah dianalisis kelihatan karena perempuan berasal dari luar atau orang luar

yang masuk kedalam rumah adat dan tinggal didalamnya . Selain menjaga keutuhan dari

Marapu perempuan juga memiliki peran yang sangat penting dalam setiap upacara-

upacara adat. Berikut pernyataan ini Laka ;

Peran-peran mereka ketika acara adat seperti pada Bulan Poddu

yaitu menyiapkan tarian dengan berbagai perlengkapan tarian

seperti kapouta (ikat kepala), giring-giring, katoupo (parang),

sarung dan kain adat. 34

Hal ini juga bisa berarti ketika acara adat, perempuan juga berperan untuk

memeriahkan acara adat dengan tarian-tarian adat yang akan ditampilkan. Selain itu

peran mereka ketika acara adat berlangsung yaitu menyiapkan nasi yang pamali (sakral)

atau sesajen dengan syarat bahwa sesajen itu tidak boleh jatuh, biasanya sesajen ini di

adakan pada saat bulan Poddu. Tak hanya itu peran Perempuan-perempuan dalam rumah

adat juga menyiapkan sirih pinang untuk para tamu yang datang. Untuk peran mereka

sehari-hari di dalam rumah adat tidak ada bedanya dengan ibu rumah tangga pada

umumnya yang menyiapkan segala sesuatu di dalam rumah seperti makan dan minum

serta kebutuhan lain untuk digunakan oleh penghuni rumah.

Dari pemahan-pemahan perempuan dalam hal ini istri dan anak mantu

mengenai posisi dan peran mereka dalam rumah adat diatas bisa dilihat bahwa ada dua

versi yaitu yang pertama perempuan dalam hal ini istri dan anak mantu paham

mengenai posisi mereka dalam rumah adat dan menerima secara total aturan tersebut,

secara total disini yang dimaksudkan adalah penerimaan itu disadari bahwa larangan

itu adalah bentuk dari menjalankan dan mempertahankan adat istiadat dan simbolisasi

keuasaan perempuan melalui Uma Mawinne. Mereka menerima dan menjalani dengan

senang dan rasa nyaman, walau ada larangan-larangan tersebut. Sedangkan versi yang

kedua mereka memahami posisi mereka dan menjalakan aturan-auturan itu sebagai

mana yang sudah seharusnya dilakukan dan memahami bahwa ada efek yang terjadi

kepada mereka jika mereka melanggar. Jadi penerimaan itu bisa juga didasari bahwa

ada sesuatu hal yang ditakutkan yaitu sanksi. Namun seiring berjalannya waktu dan

34

Wawancara bersama Ina laka di kampung Tarung tanggal 9-11-2016

Page 20: BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba . 5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat . Menurut Marwell dalam

64

sudah tinggal lama dalam rumah adat membuat pemahaman yang bersi kedua tadi

seakan dianggap hal yang biasa dan tidak menjadi masalah yang berarti bagi mereka

yang tinggal dalam rumah adat dengan status istri dan anak mantu. Berikut pernyataan

ina Nonce yang berasal dari suku anakalang dan beragama Kristen yang menikah

dengan sang suami yang beragama Marapu, lalu dia memutuskan untuk masuk dalam

agama sang suami yaitu Marapu, ketika masuk pertama kali dan mulai tinggal dalam

rumah adat :

“Pas pertama dikasih tau larangan-larangannya dan sanksi, saya

langsung hafal memang, dari situ sudah saya tau ada aturan-

aturan yang harus di patuhi, dari situ tidak ada rasa kaget lagi”

“Kita sudah menyatu dengan rumah adat, jadi tidak ada hal yang

harus dipermasalahkan untuk tidak bebas atau tidak mempunyai

tempat yang luas dalam rumah”35

Seperti pernyataan di atas yang disampaikan ina Nonce memang pada awalnya

pada saat masuk, dia merasakan ada sesuatu yang berbeda dengan kebiasan yang dia

lakukan dalam rumah sebelum dia menikah, pada awalnya dia merasa kaget dengan

posisinya dalam rumah adat namun ketika dia diberitahu bahwa ada tempat-tempat

yang tidak boleh dilewati dan disentuh jika melanggar akan terkena sanksi dia

menerima perlahan-lahan untuk menjalankan laranga-larangan tersebut, setelah

diberikan pemahaman kepada ina Nonce dan dia tidak pernah bertanya mengapa

larangan itu bisa ada dan kenapa hanya saya (istri) yang mendapatkan larangan

tersebut. Rasa takut beliau pun ada ketika dia tahu bahwa jika larangan tersebut

dilanggar maka dia akan terkena sial bahkan bisa sakit dan gila, sperti ini yang

diungkapkan ina Nonce “Saya tidak pernah melanggar, karena saya takut”.

Setelah tinggal lama dalam rumah adat membuat membuat ina Nonce sudah

terbiasa dan sudah merasa nyaman walupun ada larangan-larangan tersebut membatasi

posisinya di dalam rumah adat. Beliau merasa sudah menyatu dan nyaman dengan

rumah adat karena semua perempuan di kampung tersebut yang berstatus istri juga

melakukan hal yang sama.

35

Wawancara bersama ina Nonce di kampung Tarung 22-11-2016

Page 21: BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba . 5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat . Menurut Marwell dalam

65

5.2.3. Pembagian Kerja antara Perempuan dan laki-laki Dalam Perspektif Ruang

dalam Rumah Adat

Dari pemahaman-pemahaman perempuan diatas mengenai posisi dan peran

mereka dalam rumah, bisa dikatakan bahwa perempuan sudah sangat memahami

mengenai posisi dan peran mereka dalam rumah adat. Maka dalam sub bagian ini

ingin menjelaskan bagaimana pemahan itu dilihat pada perspekktif ruang dalam

rumah adat. Dalam pembagaian ruangan bisa dilihat bahwa posisi perempuan dan

laki-laki dibedakan menjadi ruang domestik untuk laki-laki dan ruang domestik untuk

perempuan. Perempuan dilarang untuk memasuki ruang domestik laki-laki. Namun

sebaliknya laki-laki tidak dilarang untuk memasuki ruang domestik perempuan.

Jika dilihat dari kaca mata gender bisa dikatakan bahwa perempuan tidak

mendapatkan keadilan mengenai posisi mereka dalam rumah adat, namun jika

melihat lebih jauh sebenarnya pernyataan bahwa perempuan tidak mendapatkan

keadilan itu sepenuhnya tidak begitu dirasakan, karena setelah dibagi ruang tersebut

baik laki-laki dan perempuan sama-sama mengurus ruangnya masing-masing. Tidak

bisa laki-laki dalam hal ini suami menyuruh istrinya untuk membersihkan dan

membereskan ruang domestik dari laki-laki. Ini membuktikan bahwa perempuan

dalam rumah adat tidak sepenuhnya dikatakan tidak mendapatkan keadilan.

Lalu jika perempuan dalam hal ini istri dan laki-laki dalam hal ini suami sama-

sama memiliki ruang domestik, dimanakah letak ruang publik untuk mereka bertemu

dalam rumah adat. Berikut gambar yang menggambarkan ruang bertemua antara

suami dan istri.

Page 22: BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba . 5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat . Menurut Marwell dalam

66

Gambar 5.3

Konstruksi Ruang Kesetaraan

Perempuan dan Laki-laki dalam Rumah adat

Gambar diatas bisa memperjelas posisi antara istri dan suami, garis dibagian

tengah itu merupakan garis pembatas antara posisi ruang domestik laki-laki dan ruang

domestik perempuan yang dalam hal ini istri. Jika seorang istri tidak bisa memasuki

ruang domestik sang suami maka pertemuan mereka pada ruang publik untuk mereka

yaitu kamar tidur untuk suami dan istri. Ruang tidur ini bisa dikatakan sebagai ruang

keadilan dimana disanalah suami dan istri bertemu.

Peran istri bisa dilihat pada area atau ruang domestiknya saja dalam rumah adat,

Ia hanya bergerak pada area atau ruang tersebut sedangkan sang suami bebas untuk

memasuki area atau ruang dari istri. Gambar diatas juga memperjelas bahwa laki-laki

dalam hal ini sang suami memiliki kekbebasan dalam rumah adat, dia bisa masuk

dalam ruang istri dan dia juga masuk pada ruang keadilan dimana disana merupakan

salah satu tempat yang paling privat untuk suami dan istri dalam rumah adat.

Dalam aktifitas peran dan kerjanya istri tidak akan melakukan aktifitas-aktifitas

dalam rumah adat yang dimana tempat-tempat tersebut dilarang untuk mereka. Walau

sekalipun peran itu sering diberikan untuk mereka dalam hal ini seorang istri, seperti

membersihkan dan membereskan rumah di area atau ruang dari sang suami, bagi mereka

itu tidak boleh. Bahkan untuk halaman rumah saja mereka tidak akan membersihkan jika

tempat tersebut sudah masuk dalam area atau ruang laki-laki.

Page 23: BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba . 5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat . Menurut Marwell dalam

67

5.3. Kondisi yang Mempengaruhi Posisi Perempuan Dalam Rumah

Adat

5.3.1. Kesadaran Perempuan

Seperti yang telah dijelaskan pada pemahaman perempuan mengenai posisi

mereka dalam rumah adat. Perempuan menyadari bahwa posisi dan larangan yang tertuju

untuk mereka memang merupakan hal yang berhubungan dengan adat istiadat dan

kesakralan dalam rumah adat.

Perempuan menjalankan larangan tersebut dengan kesadaran penuh seperti yang

diungkapakan oleh istri dari nenek Rato Yusuf lihat pada catatan kaki nomer 20. Beliau

mengatakan dengan tegas bahwa mereka menjalankan larangan terkait posisi ini adalah

untuk menjaga adat dan istiadat, ini membuat perempuan melakukan ini secara sadar

tanpa ada desakan oleh laki-laki untuk perempuan mematuhi laranga-larangan tersebut.

Selain dari kesadaran perempuan dalam menjalankan posisi tersebut, sebenarnya larangan

ini berhubungan dengan sebuah keteraturan dari struktur masyarakat Sumba. Dimana

Keteraturan ini bisa menjaga agar adat dan budaya masyarakat Sumba khusunya di

kampung Tarung tetap terjaga walau berada ditengah arus modernisasi. Keteraturan ini

bisa dikatakan sebagai kosmologi masyarakat Sumba.

5.3.2. Kuatnya Budaya Patriarki

Pada umumnya masyarakat Sumba menganut budaya patriaki. Budaya Patriarki

merupakan dominasi laki-laki dalam segala hal termasuk pengambilan keputusan.

Perempuan dianggap hanya sebagai "pelengkap". Patriarki merupakan dominasi atau

kontrol laki-laki atas perempuan; atas badannya, seksualitasnya, pekerjaannya, perannya

dan statusnya baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Menurut Walby (1990:20-

21) patriarki sebagai struktur sosial dan prakteknya dimana laki-laki mendominasi,

mengoperasiakan dan mengeksploitasi perempuan. Ia juga mengidentifikasikan adanya

enam struktur patriarki yaitu, produksi rumah tangga ,pekerjaan yang dibayar, negara,

kekerasan laki-laki, seksualitas dan budaya yang bersama-sama berperan untuk dapat

menangkap kedalam, kegunaan dan keterlibatan subordinasi perempuan.

Page 24: BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba . 5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat . Menurut Marwell dalam

68

Pengertian ini kemudian dibakukan dalam budaya-budaya yang menganut sistem

patriarki, sistem ini seakan-akan menjadi ideologi masyarakat dan sebagai tolak ukur

dalam membagi fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan. Namun kebudayaan

atau tradisi yang secara tidak langsung telah menciptakan ruang ketidakadilan gender.

Sebagian perempuan tidak menyadari bahwa pada hakikatnya mereka memiliki hak

untuk tampil bersama pria dalam setiap bidang kehidupan. Sistem adat dan tradisi yang

dihidupi patriarki terkadang mereka larut dalam penguasaan kaum pria. Bahkan

perempuan merasa cukup puas dengan keadaan, kebiasaan atau tradisi yang dihidupi.

Hal-hal yang berhubungan dengan patriarki dalam rumah adat membuat

perempuan dalam hal ini istri dan anak mantu merasa nyaman dan biasa saja dengan

keaadan mereka ketika berada dalam rumah adat. Kekuasaan laki-laki menjadi salah satu

kondisi yang mempengaruhi posisi perempuan dalam rumah adat. hal ini bisa dilihat pada

tidak ada larangannya terhadap anak mantu laki-laki ketika bertamu ke rumah sang istri,

mereka tidak dianggap sebagai orang luar yang sama dengan anak mantu perempuan.

Anak mantu laki-laki tidak mendapatkan larangan, ia memiliki kebebasan ketika

memasuki rumah adat dari sang istri dengan alasan bahwa mereka (anak mantu laki-laki)

sangat dihargai, selain karena dia telah mengambil istri di rumah tersebut, dia juga telah

memenuhi kewajibannya dalam membelis sang istri. Beda halnya dengan sang istri atau

anak mantu perempuan, ketika ia sah dan memasuki rumah adat dengan berbagai prosesi

yang telah dilewatinya, dia tetap saja mendapatkan larangan untuk tidak menempati atau

melewati beberapa tempat dalam rumah ada dengan alasan bahwa tempat tersebut sakral

untuk mereka dalam hal ini istri dan anak mantu, bisa dikatakan bahwa mereka belum

sepenuhnya menjadi pemilik rumah atau mengikuti suku dari sang suami. Hal ini

beralasan karena ketika mereka meninggal barulah mereka boleh melewati tempat-tempat

yang dilarangan sepanjang mereka hidup. Berikut pernyataan dari nenek Yusuf Wadda

Rato :

“Laki-laki bebas karena dia kepala rumah tangga maka dia yang

mengurusi semua hal. Ketika hidup ibu atau anak mantu tidak

boleh melewati balikatonga, namun ketika dia meninggal dia harus

keluar melewati balikatonga. Mayatnya di dudukkan di tempat

yang di larang untuk di doakan dan jiwanya di ikat ditiang pala

Page 25: BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba . 5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat . Menurut Marwell dalam

69

(Parii woleta) agar tidak pergi mengikuti jenasah dalam kuburan

namun jiwa akan bersemayam di dalam nukku sara” 36

Kebebasan ini semakin menunjukan bahwa memang dalam rumah adat laki-laki

memiliki kekuasaan yang tidak terbatas. Melebihi perempuan, bahkan laki-laki tidak mau

disamakan peran mereka dengan perempuan karena jika perannya sama atau perempuan

boleh bebas masuk ketempat laki-laki berarti peran mereka dalam rumah adat sama dan

tidak ada bedanya. Disini bisa kita lihat bahwa memang laki-laki menginginkan peran

mereka dengan perempuan berbeda karena mereka yang lebih bisa menjaga rumah adat

dan menjalankan ritual-ritual adat.

Bila dilihat dari pernyataan Nenek Rato Yusuf mengenai perempuan dalam hal

ini istri dan anak mantu yang ketika meninggal baru boleh memasuki tempat yang

dilarang karena jiwanya akan di doakan lalu jiwanya naik diatas nukku sara. Dari sini

bisa kita lihat bahwa perempuan dalam hal ini istri dan anak dalam rumah adat dia akan

bergabung dengan para leluhur terdahulu di dalam nukku sara dalam rumah adat ketika

dia sudah meninggal.

5.3.3. Kuatnya Struktur Adat

Menurut Koentjaraningrat (1987:85) nilai budaya adalah nilai budaya terdiri dari

konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam fikiran sebahagian besar warga masyarakat

dalam hal-hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang ada dalam suatu

masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh karena itu, nilai

budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhinya dalam mengambil alternative, cara-

cara, alat-alat dan tujuan-tujuan pembuatan yang tersedia. Koentjaraningrat (2000: 180)

Pada perkembangan, penerapan budaya dalam kehidupan, berkembang pula nilai-nilai

yang melekat dimasyarakat yang mengatur keserasian, keselarasan, serta keseimbangan.

Nilai tersebut dikonsepsikan sebagai nilai budaya. Pemahaman nilai budaya yang di

uangkapkan oleh Koentjaraningrat seakan mempertegas bahwa nilai budaya yang terjadi

dalam rumah adat merupakan konsepsi-konsepsi dari masyarakat Sumba khususnya yang

36

Wawancara bersama nenek Rato Yusuf di desa dokaka tanggal 16-12-2016

Page 26: BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba . 5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat . Menurut Marwell dalam

70

berada di kampung yang menanggap bahwa larangan-larangan yang dibuat berhubungan

dengan sesuatu yang dianggap mulia atau sakral.

Durkheim mengatakan bahwa pembagian antara yang sakral dan yang profan ini

menjadi ciri khas pemikiran religius. Kepercayaan, mitos, dogma dan legenda-legenda

merupakan representasi atau sistem representasi yang mengekspresikan hakikat hal-hal

yang sakral, kebaikan, dan kekuatan-kekuatan yang dihubungkan padanya; sejarah dan

hubungan antara sesama hal-hal yang sakral sama dengan hubungannya dengan hal-hal

yang profan. Hal-hal yang sakral tidak bisa disederhanakan dengan mengatakannya

sebagai sesuatu yang personal yang disebut dewa-dewi atau roh-roh. Batu, pohon, mata

air, batu kerikil, potongan kayu, rumah, pokoknya segala sesuatu bisa saja menjadi hal

yang sakral. Sebuah ritus bisa saja memiliki kesakralan; dan memang, pada tingkat

tertentu tidak ada ritus yang tidak memilikinya. Ada kata, ungkapan, mantra-mantra

tertentu yang hanya bisa diucapkan oleh figur yang sakral, ada juga gestur-gestur tubuh

dan gerakan-gerakan tertentu yang tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang

(Durkheim, 1992: 65-67).

Namun kelihatannya kesakralan yang dimaksud oleh Durkheim bisa saja akan

menjadi luas makna dan bisa berubah dalam konteks rumah adat. Durkheim berpendapat

bahwa sesuatu yang sakral itu bersifat universal dan tidak mengenal gender atau dengan

kata lain bahwa sakral dalam konteks rumah adat seharusnya tidak hanya pada

perempuan saja harusnya semua yang tinggal dalam rumah adat tidak boleh memasuki

tempat-tempat tersebut tetapi laki-laki juga. Ini bisa menjadi bahwa sakral dalam konteks

rumah adat bisa bersifat luas dan tidak statis seperti yang dingkapkan oleh Durkheim.

Menurut rato Yusuf Lele Wadda sebagai rato tertua loli, Sejarah rumah adat dan

pembagian posisinya, sudah dimulai sejak nenek moyang di Tanjung Sasar, pada saat

terciptanya rumah adat beserta adat istiadatnya. Dalam adat istiadat tersebut membagi

tempat laki-laki dan perempuan yang ditandai dengan dua kayu yang tidak diikat atau

tidak dikenakan tali, satu dibagian atas yang merupakan simbol kayu laki-laki dan

satunya dibagian bawah adalah simbol kayu perempuan. Sama hal yang diungkapkan

Rato Lado Lado sebagai Rato adat di kampung Tarung, adat istiadat dalam rumah adat

Page 27: BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba . 5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat . Menurut Marwell dalam

71

termasuk aturan-aturan dalam rumah adat untuk perempuan sudah ada sejak berdirinya

rumah adat, dengan tujuan membagi tempat dalam agar ada tempat untuk aktifitas sehari-

hari dan tempat untuk aktifitas rohanian (spriritual), yang jika dilanggar akan mendapat

kesialan atau hal-hal yang tidak di inginkan”.

Namun Dalam Posisi dan peran perempuan dalam rumah adat yang terjadi di

kampung Tarung tentunya memiliki faktor yang mempengaruhi kondisi-kondisi terkait

posisi dan peran perempuan dalam rumah adat. Salah satunya Adat dan istiadat yang

dipertahankan masyarakat di kampung Tarung, itu terlihat jelas dengan eksistensi rumah

adat yang masih terjaga dan ritual-ritual adat yang masih terus dijalankan, itulah

sebabnya kenapa kampung Tarung masih tradional, seperti yang dikatakan Rato Lado ;

“Banyak Rumah adat di Sumba yang sudah mulai berganti dan mulai menghilang itu

karena mereka tidak melakukan ritual, jadi hilang sudah adat istiadatnya”. Kondisi

budaya yang begitu kental dan masih terjaga sehingga mempengaruhi posisi perempuan

dalam rumah adat. Menurut Rato Lado;

“Faktor ada larangan-larangan atau aturan terkait posisi dan peran

perempuan dalam rumah adat itu dari leluhur-leluhur sampai

kepada nenek moyong dan turun temurun sampai sekarang, dan

dilakukan disetiap kabissu di Loli, ini berkaitan dengan

kepercayaan terhadap Marapu.37

Bentuk dari kesakralan dalam rumah adat terletak pada Marapu yang berada

dalam rumah, dalam konteks rumah adat wujud Marapu biasanya dalam bentuk benda-

benda pusaka dan Nukku Sara yang merupakan tempat dari jiwa-jiwa atau roh-roh para

leluhur dalam rumah adat tersebut. Inilah yang menyebabkan sehingga adanya kesakralan

dalam rumah adat. Kesakralan ini juga ikut dijaga dan dihargai oleh orang-orang yang

berada dikampung Tarung yang sudah memeluk agama yang diakui oleh Negara seperti

yang terlihat pada table 4.2 pada halaman 25.

Ajaran marapu sebagai falsafah dasar segala urusan dalam kehidupan masyarakat

Sumba khusunya di Kampung Tarung. Marapu merupakan suatu keperayaan kepada

arwah para leluhur yang diyakini mampu memberikan keselamatan dan ketentraman serta

kekuatan tertinggi yang disebut amawolu amarawi yang secara harafiah berarti yang

37

Wawancara bersama Rato Lado di kampung Tarung tanggal 5-11-2016

Page 28: BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba . 5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat . Menurut Marwell dalam

72

membuat dan yang menciptakan, kekuatan tertinggi ini diistilahkan sebagai Ndapa

Nunga Ngara, Ndapa Teki Tamo : tak disebut nama, tak ada bandingannya. Namanya tak

boleh disebut karena Ia berbeda dengan manusia biasa, karena Dialah yang disebut wolu

tou raibada atau mawou tou marawi bada: yang menciptakan manusia dan selain

manusia.

Roh para leluhur yang telah meninggal dunia dipercaya masih tetap menentukan

kehidupan masyarakat sehingga mereka memperlakukan arwah nenek moyang tersebut

sebagai dewa (Marapu). Marapu biasanya disimbolkan dengan benda-benda sakral yang

telah dikuduskan sehingga tidak seorang pun boleh menyentuhnya kecuali Rato yang

telah ditentukan.

5.4. Refleksi Penelitian

Dalam penelitian ini, ada hal-hal yang ingin direfleksikan oleh peneliti , terkait

posisi perempuan dan pemahaman perempuan tentang posisi dan peran mereka dalam

rumah adat.

Mengenai posisi perempuan dalam rumah adat bisa dilihat bahwa masyarakat di

kampung Tarung mempertahankan tradisi. Bagi masyarakat di kampung Tarung tradisi

ini merupakan tradisi yang turun temurun dan dijalankan sejak rumah adat Sumba ini

dibangun dengan mempertahankan tradisi dan menjalankan tradisi tersebut merupakan

satu-satunya cara agar tetap adat dan budaya yang dalam bentuk Marapu tetap eksis

ditengah derasnya arus moderniasasi. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa

modernisasi adalah suatu proses, dimana berlangsung transformasi disegala bidang

termasuk kultural atau adat istiadat. Di mana modernisasi mengangap bahwa perlu

adanya merombak dasar, susunan dan corak masyarakat lama, yang statis dan

terbelakang, yang bersifat tradisional, dan menginginkan masyarakat yang baru, yang

bersifat rasional dan modern.

Dalam konteks rumah adat modernisasi tidak begitu nampak pengaruhnya baik

secara fisik maupun tatanan budaya masyarakat di kampung Tarung. Namun dalam

pemahaman perempuan mengenai posisi perempuan dalam rumah mendapat kesan ketika

perempuan dalam hal istri dan anak mantu menjelaskan terkait sanksi adat terkait

Page 29: BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba . 5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat . Menurut Marwell dalam

73

larangan-larangan dalam rumah adat tersebut. Kesan yang ditunjukan seolah-olah ada

sebuah keinginan untuk “memprotes” karena merasa takut terhadap sanksi adat.

Ina Nonce yang merupakan seorang istri yang asalnya dari luar kampung Tarung,

beliau berasal dari Suku Anakalang dan sebelumnya beliau sudah beragama Kristen

setelah menikah beliau masuk Marapu mengikuti sang suami. Beliau mengungkapkan

bahwa tradisi yang dijalankan membuat mereka menganggap bahwa hal tersebut biasa

saja dan beliau juga mengatakan bahwa adanya ketakutan untuk melakukan pelanggaran

terhadap adat “kita takut untuk melanggar adat karena ada sanksi yang akan diterima

nantinya” Namun beliau mulai menyadari bahwa sebenarnya ini bukan hanya

permasalahan posisi dan sanksi adat saja tetapi “ini adat dan istiadat yang harus dijaga”.

Kesadaran ini sama seperti yang terjadi pada perempuan yang tinggal dalam

kampung Tarung pada umumnya, perempuan menyadari bahwa yang mereka jalani ini

bukan hanya larangannya saja tetapi sebenarnya perempuan menjalankan larangan ini

semata-mata untuk menjaga adat istiadat. Selain itu larangan ini sebenarnya merpakan

sebuah keteraturan yang mengatur masyarakat Sumba agar adat dan istiadatnya tetap

terjaga dan dilestarikan oleh generasi selanjutnya. Dengan kata lain keteraturan ini

merupakan kosmologi masyarakat Sumba.

Bila dilihat dari hasil wawancara terhadap perempuan ada dua pandangan terkait

posisi perempuan dalam rumah adat, yang pertama menerima secara total karena posisi

tersebut merupukan manifestasi dari adat istiadat masyarakat di kampung sehingga adat

ini harus dijaga karena adat ini berkaitan dengan hubungan spriritual masyarakat disana

dengan sang pencipta (Marapu). Pandangan yang kedua ada yang menerima hal tersebut

juga melihat dari sisi adat dan istiadat namun menjalankannya karena atas dasar takut

terhadap sanksi adat. Namun seiring berjalannya waktu pandangan tentang menerima

tetapi takut pada sanksi adat pun mulai luntur karena hal tersebut berkaitan dengan adat

dan esksistensi perempuan dalam mempertahankan kekuasaanya melalui simbolisasi

Uma Mawinne.

Adat dan istiadat ini masih bertahan karena semua hal yang berkaitan dengan adat

istiadat dan ritul-ritual adat tersebut dianggap sakral bagi masyarakat Sumba khususnya

Page 30: BAB V POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM RUMAH ADAT … · 5.1. Posisi dan peran Perempuan dalam rumah adat Sumba . 5.1.1. Posisi perempuan dalam rumah adat . Menurut Marwell dalam

74

yang berada dikampung Tarung. Kesakralan itu tepat berada pada hal-hal yang berhungan

dengan Marapu. Masyarakat disana bahwa mengangap bahwa Marapu merupakan satu

satunya cara agar terjaganya keseimbangan yang mencakup tata kehidupan alam semesta

(weemaringu wee malala). Keseimbangan dipercaya mendatangkan keselamatan.

Keselamatan akan bermuara pada kebahagiaan. Karena itu harus senantiasa dijaga agar

tidak menimbulkan goncangan yang dapat merusak tata kehidupan. Hal ini tercermin

dari gelaran upacara-upacara adat yang pada dasarnya dimaksudkan untuk

mempertahankan hubungan yang harmonis/seimbang antara sesama manusia dan alam

semesta serta dengan dewa-dewa marapu dan roh para leluhur. Di kampung Tarung

sendiri tradisi-tradisi dan upacara-upacara adat masih dilakukan, dan masih dilestarikan

dari tradisi rumah adat sampai pada upacara-upacara adat salah satunya adalah Wulla

Poddu.

Dan refleksi terakhir dalam penelitian ini berkaitan dengan peran perempuan

dalam menjaga adat istiadat dan eksistensi Uma mawinne. Perempuan menerima dan

melakukan tradisi melalui larangan-larangan dalam rumah adat bukan untuk menunjukan

posisi dan kekuasaan laki-laki, melainkan mereka ingin mempertahankan kekuasaannya

lewat simbolisasi Uma mawinne sebagai satu-satunya rumah adat yang menentukan

kapan tibanya bula suci bagi masyarakat Loli atau yang sering disebut dengan Wulla

poddu. Dari sini bisa kita lihat bahwa sebenarnya perempuan menjalankan larangan

tersebut untuk memepertahankan Uma mawinne sebagai rumah adat kekuasaan

perempuan. Sebab jika perempuan melanggar adat tetang posisinya, secara tidak

langsung perempuan menghilangkan kesakralan Uma mawinne. Dengan begitu makna

dan fungsi dari Uma mawinne dan tatanan budaya dari masyarakat Sumba pun runtuh.