BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

178
BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Dalam bab ini dibahas tiga bagian penting yang terkait dengan masalah dan pertanyaan penelitian. Pada bagian pertama disajikan temuan penelitian yang terdiri atas: kondisi pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar yang diperoleh melalui studi pendahuluan, desain model pembelajaran yang dikembangkan dan prosedur pelaksanaannya, hasil uji coba model skala terbatas dan lebih luas, dan efektivitas model melajui hasil uji validasi. Selanjutnya, pada bagian kedua diuraikan interpretasi hasil penelitian, dan terakhir, pada bagian ketiga dipaparkan pembahasan hasil penelitian. A. Temuan Penelitian 1. Hasil Studi Pendahuluan Metode penelitian Educational Research and Development mempersyaratkan dilakukan studi pendahuluan sebelum sebuah model pembelajaran dikembangkan. Studi pendahuluan penting dilakukan sebagai langkah awal untuk memperoleh data dari sumber-sumber yang telah ditetapkan dalam rancangan penelitian. Selain itu, hasil studi pendahuluan merupakan basis konseptual yang diperoleh dari teori-teori dan hasil penelitian terdahulu yang relevan serta kajian kondisi aktual lapangan untuk mengembangkan sebuah model pembelajaran. Dalam penelitian ini, dengan dukungan hasil studi pendahuluan diperoleh model pembelajaran bahasa Inggris yang efektif dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan siswa kelas V sekolah dasar serta dengan kondisi lingkungan yang tersedia. Untuk memperoleh kondisi aktual lapangan, ada dua sumber data yang digunakan dalam studi pendahuluan, yaitu: siswa kelas V dan guru yang mengajar di kelas V 125

Transcript of BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

Page 1: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini dibahas tiga bagian penting yang terkait dengan masalah dan

pertanyaan penelitian. Pada bagian pertama disajikan temuan penelitian yang terdiri atas:

kondisi pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar yang diperoleh melalui studi

pendahuluan, desain model pembelajaran yang dikembangkan dan prosedur

pelaksanaannya, hasil uji coba model skala terbatas dan lebih luas, dan efektivitas model

melajui hasil uji validasi. Selanjutnya, pada bagian kedua diuraikan interpretasi hasil

penelitian, dan terakhir, pada bagian ketiga dipaparkan pembahasan hasil penelitian.

A. Temuan Penelitian

1. Hasil Studi Pendahuluan

Metode penelitian Educational Research and Development mempersyaratkan

dilakukan studi pendahuluan sebelum sebuah model pembelajaran dikembangkan. Studi

pendahuluan penting dilakukan sebagai langkah awal untuk memperoleh data dari

sumber-sumber yang telah ditetapkan dalam rancangan penelitian. Selain itu, hasil studi

pendahuluan merupakan basis konseptual yang diperoleh dari teori-teori dan hasil

penelitian terdahulu yang relevan serta kajian kondisi aktual lapangan untuk

mengembangkan sebuah model pembelajaran. Dalam penelitian ini, dengan dukungan

hasil studi pendahuluan diperoleh model pembelajaran bahasa Inggris yang efektif dan

dapat disesuaikan dengan kebutuhan siswa kelas V sekolah dasar serta dengan kondisi

lingkungan yang tersedia.

Untuk memperoleh kondisi aktual lapangan, ada dua sumber data yang digunakan

dalam studi pendahuluan, yaitu: siswa kelas V dan guru yang mengajar di kelas V

125

Page 2: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

126

Table 4.1 Sumber Data Penelitian dalam Studi Pendahuluan

No. Sekolah Kategori Jumlah Siswa

Kecamatan

1. SDN 1 Kendari Baik 42 orang Kendari 2. SDS Katolik 22 Sedang 40 orang Kendari 3. SDN 3 Baruga Kurang 34 orang Baruga 4. SDN 12 Baruga Baik 42 orang Baruga 5. SDN 1 Baruga Sedang 36 orang Baruga 6. SDN 9 Mandonga Kurang 30 orang Mandonga 7. SDN 12 Kendari Baik 30 orang Kendari 8. SDN 12 Mandonga Sedang 32 orang Mandonga 9. SDN 6 Baruga Kurang 34 orang Mandonga

sekolah dasar yang tersebar dalam wilayah kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Instrumen

yang digunakan adalah pedoman observasi berberituk rating scale ditambah dengan

catatan seperlunya, pedoman wawancara, dan dokumentasi.

Responden yang merupakan sumber data tersebut berupa sampel yang ditentukan

melalaui teknik sample bertujuan (purposive sampling) bagi penentuan daerah kecamatan

dan sample berstrata {stratified sampling) untuk penentuan sekolah dasar dalam setiap

kecamatan. Prosedur penentuan ditempuh dengan memilih tiga dari empat kecamatan

dalam wilayah kota Kendari, Provinsi Sulawsi Tenggara. Langkah berikut adalah

memilih tiga sekolah dasar berkategori baik, tiga berkategori sedang, dan tiga lainnya

berkategori kurang dari ketiga kecamatan terpilih. Kriteria penentuan kategori masing-

masing sekolah dasar terpilih diperoleh dari Ka Subdin PSD Dinas Pendidikan Kota

Kendari dan dari Pengawas TK/SD setempat Untuk lebih jelasnya penyebaran dan

kategori sekolah dasar yang menjadi sumber data pada studi pendahuluan dapat dilihat

pada table 4.1 berikut.

Page 3: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

127

Table 4.2 Identitas Responden Guru

Kode Guru Pendidikan Terabir

Pengalaman Mengajar Bhs. Inggris di SD

Pengalaman Mengajar Bhs.

Inggris di Kelas V

A Sarjana Muda IAIN, 8 tahun 6 tahun Tarbiah

B Sarjana Pendidikan 4 tahun 4 tahun Bahasa Inggris

C D3 Pendidikan 5 tahun 4 tahun Bahasa Inggris

D Sarjana Pendidikan 5 tahun 3 tahun Bahasa Inggris

E D3 Pendidikan 5 tahun 5 tahun Bahasa Inggris

F Sarjana Pendidikan 1 tahun 1 tahun Bahasa Inggris

G Sarjana Pendidikan 8 tahun 8 tahun Bahasa Inggris

H D3 Pendidikan 3 tahun 3 tahun Bahasa Inggris

I Sarjana Perikanan 3 tahun 3 tahun

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa hanya ada dua orang yang tidak berlatar

belakang pendidikan bahasa Inggris dari sembilan orang guru responden atau 22,22%. Ini

bearti 77,78% adalah guru yang dipandang layak mengajar bahasa Inggris secara formal,

dengan rincian empat orang berkualifikasi SI , dan tiga orang lainnya D3. Untuk lama

mengajar, hanya satu orang yang baru berpengalaman satu tahun, selebihnya cukup

berpengalaman dengan rentang antara tiga sampai delapan tahun. Dengan kenyataan ini

Berikut adalah identitas responden guru khususnya yang terkait dengan

pendidikan terakhir, pengalaman mengajar bahasa Inggris di sekolah dasar, dan lama

mengajar bahasa Inggris di kelas V sekolah dasar seperti pada table 4.2.

Page 4: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

128

kualitas belajar mengajar lebih mudah ditingkatkan karena tingkat pendidikan guru yang

memadai untuk mengajar di sekolah dasar.

Dalam studi pendahuluan, diperoleh kondisi pembelajaran bahasa Inggris di

sekolah dasar yang dilakukan melalui studi dokumentasi, observasi kelas, dan

wawancara. Dari studi dokumentasi dan observasi kelas diperoleh data yang terkait

dengan komponen pembelajaran dengan rincian: tujuan dan rencana pembelajaran, bahan

ajar dan metode penyampaian, proses dan interaksi pembelajaran, dan evaluasi proses

dan hasil belajar. Selain itu melalui interview dengan responden guru dan siswa

diperoleh data tentang: bagaimana guru mengembangkan kompetensi komunikatif; dan

bagaimana siswa memperoleh pembelajaran bahasa Inggris. Melalui angket terbuka dan

interview tak berstruktur, dijaring data tentang motivasi dan sikap siswa kelas V sekolah

dasar terhadap pembelajaran bahasa Inggris.

a. Kondisi pembelajaran di sekolah dasar

Tujuan dan Rencana Pembelajaran

Sembilan orang guru yang menjadi responden penelitian ini terbagi dua kelompok

dalam memandang dan memperlakukan tujuan dan rencana pembelajaran. Tiga orang

yang menyiapkan rencana pembelajaran (33,33%), enam orang lainnya (66,67%)

mengajar tanpa rencana tertulis atau hanya mengikuti alur kegiatan dalam buku sumber

dengan sedikit modifikasi urutan sesuai dengan kebutuhan siswa.

Kelompok pertama menganggap perlu membuat catatan khusus (rencana

pembelajaran) yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam memberikan pengalaman

belajar kepada siswa melalui rumusan kompetensi dasar, tujuan, dan indikator

ketercapaian kompetensi dasar. Hal itu dimaksudkan agar mereka tidak keluar dari

Page 5: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

129

rencana pemberian pengalaman belajar yang telah ditetapkan atas pertimbangan tugas

dan latihan berbahasa Inggris yang realistis dan pedagogis. Dari pendapat itu jelas

terlihat kemampuan guru yang sangat memadai untuk dikembangkan lebih jauh agar

dapat memfasilitasi dan membimbing siswa belajar.

Kelompok kedua lebih bergantung pada buku sumber dengan hanya sedikit

memperhatikan kesesuaian bahan ajar dan tugas serta latihan yang diberikan. Kelompok

itu memandang buku sumber sebagai acuan setiap kegiatan belajar bahasa Inggris

sehingga cenderung mengikuti metode yang disarankan penulis dalam urutan

penyampaian, dan cara mengerjakan tugas dan latihan, tanpa memperhatikan jumlah

waktu (pace) yang sesuai berdasarkan tujuan pengembangan kompetensi terkait.

Akibatnya, pembelajaran cenderung kaku dan monoton karena didikte oleh penulis yang

jauh dari pemahaman kondisi kelas tempat buku itu digunakan. Berikut beberapa hal

yang dapat d [kemukakan dari kedua kelompok di atas:

Karena tidak memiliki silabus kurikulum muatan lokal, guru cenderung tidak

merumuskan kompetensi dasar, tujuan, dan indikator. Rumusan kompetesi dasar secara

umum dipetik atau diadaptasi dari Kurikulum 2004 mata pelajaran bahasa Inggris SMP

atau dari buku sumber tanpa memperhatikan penekanan pengalaman belajar yang

menjadi fokus. Kompetensi dasar dan indikator secara umum belum sesuai dengan tugas

dan latihan yang diberikan. Tugas dan latihan tersebut masih ada yang kurang bermakna

dan relevan dengan perkembangan siswa khususnya yang berkaitan dengan faktor

kapasitas pemrosesan (processing capacity) bahasa.

Page 6: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

130

Bahan Ajar/Metode Penyampaian

Bahan Ajar

Sebagian besar guru terpaku pada materi, tugas dan latihan dalam satu buku

sumber tertentu tanpa memperhatikan faktor processing capacify bahasa siswa dalam

menyelesaikan tugas dan latihan tersebut. Mereka belum menyesuaikan materi, tugas dan

latihan dengan tingkat kemampuan siswa.Variasi materi, tugas dan latihan lebih banyak

bergantung pada buku acuan guru. Sebagian besar guru hanya mengikuti irama penulis

yang menuangkan materi, tugas dan latihan berdasarkan variabilitas yang tidak

meperhitungkan kebutuhan ril siswa secara spesifik. Karena itu pembelajaran cenderung

terpaku pada pemberian pengalaman berbahasa yang kurang komunikatif dengan

dominasi tugas dan latihan pedagogis dengan format jawaban 'benar/salah'. Tidak

memberi peluang kepada siswa berpikir divergen.

Semua guru telah memberi pengalaman baru bagi siswa, walaupun kurang

memperhatikan realitas tentang dimana, kapan, dan kepada siapa sebuah ujaran sesuai

digunakan. Selain itu, mereka juga belum mampu membedakan kompleksitas tuntutan

kognitif yang dikandung oleh tugas dan latihan tersebut sehingga urutan sering tidak

mengikuti prinsip dari yang mudah ke yang sulit atau dari yang konkret ke yang abstrak.

Guru masih kurang memahami bagaimana: memfasilitasi siswa agar mampu

mengungkapkan dirinya sendiri melalui kegiatan komunikatif, menyajikan kosa kata dan

ujaran baru sesuai tingkat perkembangan siswa, mengarahkan siswa agar mampu

menggunakan bahasa lisan atau tulis yang bermakna dan mengalir secara alami

berdasarkan topik dan hubungan interpersonal antar pemakai bahasa, dan menyajikan

bahasa yang bermakna dalam konteks budaya penutur asli.

Page 7: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

131

Metode Penyampaian

Sebagian besar guru belum memahami pentingnya kegiatan pendahuluan untuk

mengantar siswa memasuki pengalaman baru. Mereka membuka pelajaran dengan

mengajukan pertanyaan tentang apa yang dipelajari siswa sebelumnya. Jika pertanyaan

tidak dijawab benar, maka guru menjelaskan kembali materi tersebut. Kemudian

memberi penjelasan tentang apa yang akan dipelajari saat itu.

Pada kegiatan inti guru telah memfasilitasi rekonstruksi pengalaman baru,

namun sebatas hanya dengan mengerjakan tugas/latihan yang ada dalam buku teks.

Sebelum siswa mengerjakan tugas/latihan, guru terlebih dahulu memberi contoh

penyelesaian soal. Kemuadian ia memberi waktu kepada siswa untuk menyelesaikan

soal-soal itu baik secara individu maupun kelompok. Setelah siswa selesai, guru lalu

mengecek jawaban dan menjelaskan kembali jawaban yang salah. Pada kegiatan

penutup, guru memberi pekerjaan rumah yang dipetik dari soal-soal yang ada dalam

buku teks, yang belum sempat diselesaikan siswa pada saat kegiatan inti berlangsung.

Guru telah memberi bantuan baik secara klasikal maupun individual bila siswa

menemukan kesulitan. Satu hal esensial yang belum dilakukan adalah memberikan

bimbingan dan mengarahkan siswa secara bertahap menemukan oleh diri sendiri fakta,

pengetahuan dan keterampilan yang menjadi tujuan pembelajaran.

Ternyata semua guru tidak melakukan umpan balik melalui pertanyaan terarah.

Siswa belum diberi kesempatan menyadari pengalaman yang baru diperoleh agar dapat

membandingkannya dengan pengetahuan dan keterampilan sebelumnya. Namun, mereka

memberi penguatan positif berupa pujian bagi siswa yang telah berhasil menjawab

dengan benar. Hal berbeda adalah frekuensi pemberian pujian. Ada yang memberi pujian

Page 8: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

132

terlalu sering sehingga cenderung dimaknai sebagai ungkapan yang biasa saja dilakukan

guru, artinya tidak memberi makna apa-apa yang dapat memotivasi belajar.

Kegiatan pembelajaran belum memfasilitasi penerapan fakta, pengetahuan, dan

keterampilan yang baru diperoleh dalam memecahkan persoalan-persoalan pedagogi k

atau autentik. Tugas dan latihan yang diberikan guru terpaku pada kegiatan inti, yang di

dalamnya siswa diperhadapkan lebih bayak pada penyelesaian persoalan pedagogik dari

buku sumber. Penggunaan media belum dapat mempermudah siswa memahami konsep-

konsep bahasa karena tidak disertai dengan konteks yang jelas. Guru juga belum

menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar. Misalnya pemanfaatan diri sendiri dan

lingkungan sekitar siswa untuk memperkenalkan kosa kata baru dan kegiatan-kegiatan

komunikatif seperti menulis atau berbicara tentang sebuah topik.

Semua guru belum menyajikan drill bermakna {meaningful drill) Mereka

menyajikan drill mekanis, siswa mengulangi ujaran yang diucapkan guru dengan

penekanan pada bunyi bahasa dan intonasi yang dianggap tepat. Prosedur yang ditempuh

mulai dari pengulangan secara klasikal, separuh kelas, dan akhirnya secara individual.

Demikian seterusnya sampai siswa mampu melafalkan bunyi-bunyi bahasa dan intonasi

kalimat yang berterima. Guru selalu mngeroksi kesalahan siswa. Namun, belum semua

guru mampu melaksanakan koreksi kesalahan siswa dengan cara yang lebih santun.

Misalnya melalui parafrase atau mengulangi kalimat yang sama dalam bentuk dan

pengucapan yang benar sambil memberi kesan melalui tatapan atau dengan nada dan

mimik tertentu.

Page 9: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

Proses/Interaksi Pembelajaran L ^

Proses Pembelajaran \ • SlV^-S* ,

Guru menyajikan materi dengan lancar karena telah mempelajariny^sefeehffif^

masuk kelas bahkan ada di antara mereka membawa catatan kecil untuk mengatur urutan

penyajian dengan sedikit modifikasi dari buku sumber. Modifikasi urutan penyajian

dilakukan berdasarkan urutan logis yang diperkirakan sesuai dengan materi yang relevan

dengan topik tertentu. Namun, pengaturan waktu kegiatan sering diabaikan sehingga

penyelesaian tugas dan latihan sering ditentukan oleh cepat-lambatnya siswa. Hal itu

terjadi karena mereka belum memiliki pengetahuan berapa waktu yang tepat bagi anak

untuk menyelesaikan tugas dan latihan sesuai tuntutan kognitif yang melekat di dalam

tugas tersebut.

Penjelasan guru pada setiap pelaksanaan tugas sangat bervariasi. Ada yang

menjelaskan setelah yakin siswa siap menerima penjelasan. Sebagian menjelaskan tanpa

memperhatikan apakah semua siswa sudah siap atau belum. Lainnya memberi penjelasan

sambil mengecek pemahaman siswa melalui pertanyaan atau menyuruh salah seorang

menjelaskan kembali cara mengerjakan tugas dan latihan tersebut

Hanya sebagian kegiatan pembelajaran yang dipantau memperlihatkan bahwa

siswa cenderung lebih aktif daripada guru dalam menyelesaikan tugas dan latihan. Dalam

hal ini, siswa mengajukan pertanyaan bila menemukan masalah yang belum dapat

dipecahkan sendiri. Cara guru menjawab pertanyaan siswa bervariasi. Ada yang

menjawab sambil menuliskannya di papan tulis. Sebagian menjawab sambil menyuruh

siswa memperhatikan buku sumber kemudian menjelaskan dengan panjang lebar. Yang

lainnya menjawab setelah memastikan tak ada siswa lain yang dapat membantu.

Page 10: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

134

Pada umumnya guru memberi bantuan sesuai kebutuhan, yang berbeda adalah

caranya- Sebagian berkeliling kelas memantau siswa dalam mengerjakan tugas dan

latihan sambil memberi penjelasan singkat bila menemukan siswa dalam kesulitan, yang

lain hanya menunggu pertanyaan dari siswa sambil memantau kegiatan dari depan kelas,

bantuan biasanya diberikan dalam bentuk penjelasan keseluruh kelas.

Guru memiliki kesungguhan menyajikan pelajaran. Hal itu dibuktikan dengan

suara yang lantang cukup terdengar ke seluruh kelas, mimik yang menampakkan

kesungguhan dan air muka yang berseri-seri, serta perlakuan kepada siswa yang baik.

Semua guru membangun hubungan baik (rappori) dengan siswa yang memfasilitasi

proses belajar yang tidak mencekam (non-threatening atmosphere). Guru dan siswa

memahami peran dan tugas masing-masing sehingga tidak terjadi salah komunikasi

ketika melaksanakan tugas dan peran tersebut, walaupun guru sesekali menggunakan

bahasa Inggris.

Dalam hai berbahasa Inggris, semua guru masih membutuhkan peningkatan

kelancaran (fluency) dan ketepatan (accwacy) yang lebih baik, baik menyangkut tata

bahasa dan pemilihan kata maupun pengucapan dan aksen yang tepat (register) untuk

mengungkapkan ide dan gagasan. Guru kurang kreatif menggunakan the teacher 's meta-

language, sehingga terkesan hanya ungkapan itu-itu saja yang dapat dikatakan, misalnya

good morning, openyour book dan lain-lain.

Guru juga kurang kreatif dalam mengorganisasi kelas, proses pembelajaran

cenderung monoton. Mereka mengatur siswa bekerja secara individual, sesekali

berpasangan dalam praktik bercakap dengan membaca dialog dari buku sumber.

Demikian juga dalam kegiatan memberi bimbingan dan menyelesaikan tugas dan latihan,

Page 11: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

135

serta menentukan alat bantu pembelajaran. Sebagian besar guru hanya menggunakan alat

bantu dengan memanfaatkan gambar dalam buku sumber, yang lain membuat sendiri

sesuai dengan kebutuhan topik pembelajaran.

Inisiatif guru terlihat dari seberapa sering dan variatifnya mendorong siswa agar

belajar lebih tekun ketika menemukan siswa yang memerlukan bantuan menyelesaikan

tugas dan latihan. Tidak semua guru mampu melakukan inisiasi yang tepat untuk

menstimulasi (memotivasi) siswa agar menyelesaikan tugas dan latihan dengan baik.

Interaksi pembelajaran.

Pada umumnya guru belum secara optimal mendorong semua siswa agar

berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan. Siswa belum sepenuhnya diberi kesempatan

mengambil peran dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok melalui diskusi dan

mengambil kesimpulan. Hanya sebagian kecil siswa (terkesan orang-orang yang sama)

yang mendominasi dan terlibat aktif dalam tanya jawab.

Siswa belum memperoleh kesempatan luas untuk bertanya dan berpendapat. Guru

membatasi waktu bertanya, lebih senang menjelaskan seiagi siswa mendengar dengan

tertib. Pada umumnya guru belum mampu menciptakan suasana yang mendorong siswa

mengajukan pertanyaan dan mengemukakan pendapat Belum semua siswa penuh

perhatian dan terlibat dalam setiap kegiatan. Mereka cenderung pasif dan menunggu

sampai guru turun tangan membantu. Kira-kira 25%-35% yang lain cenderung lebih

memperhatikan, lebih aktif dan berinisiatif melibatkan diri dalam setiap kegiatan.

Suasana kelas cukup kondusif. Siswa tidak merasa cemas kecuali pada pembelajaran

'tata bahasa' ketika siswa diperhadapkan pada jawaban benar atau salah.

Page 12: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

]36

Evaluasi

Semua guru belum melakukan evaluasi proses, apalagi menggunakan alat

evaluasi seperti daftar check, penilaian kinerja, dan penilaian kemajuan belajar siswa

lainnya. Guru belum melakukan evaluasi formatif secara formal karena alasan tidak

cukup waktu. Untuk mengetahui keberhasilan siswa, guru mengecek pekerjaan secara

klasikal dengan mengajukan pertanyaan "benar" atau "salah" pada setiap butir soal. Guru

kemudian memperkirakan berapa persen siswa menjawab benar dan salah. Mereka belum

memahami bahwa evaluasi proses penting untuk memantau kemajuan belajar siswa

sehingga tidak mempersiapkannya dari awal.

Guru tidak menyiapkan evaluasi hasil belajar dengan baik, belum membuat kisi-

kisi tes. Butir-butir tes tidak mewakili empat keterampilan bahasa dan unsur-unsur

bahasa, bahkan cenderung fokus pada testing the language areas saja dalam bentuk

discrete Hem tesi. Sebagian besar guru hanya memetik kembali soal-soal dari tugas dan

latihan dari buku sumber yang telah diselesaikan siswa sebelumnya. Melalui analisis

dokumen, ditemukan kurang lebih 83,33% dari 30 butir soal yang menguji kemampuan

siswa terhadap kosa kata dan tata bahasa. Selebihnya 16,67% menguji kemampuan

membaca pemahaman.

b. Pengembangan kemampuan komunikatif

Dalam wawancara dengan guru, diajukan empat butir pertanyaan pokok, yaitu:

(1) Apa yang Anda ketahui tentang kemampuan komunikatif?; (2) Bagaimana Anda

mengembangkan kemampuan komunikatif?; (3) Adakah pola tertentu yang Anda ikuti?;

dan (4) Bagaimana Anda mengevaluasi kemampuan komunikatif siswa? Berikut adalah

Page 13: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

137

uraian hasil wawancara dengan guru yang telah dikalimatkan kembali namun tidak

menyimpang dari maksudnya:

1) Keyakinan guru tentang kemampuan komunikatif

Pemahaman guru terhadap kemampuan komunikatif beragam walaupun hampir

separuh dari mereka sarjana (SI) pendidikan bahasa Inggris dan dua di antaranya D3

pendidikan bahasa Inggris. Ada yang memahami sebagai kemampuan menyampaikan

dan menerima pesan baik lisan maupun tertulis. Tingkat kemampuan menyampaikan dan

menerima pesan bergantung atas pengetahuan bahasa sebagai media komunikasi yang

digunakan. Menurutnya, semakin luas pengetahuan gramatikal dan unsur-unsur bahasa

lainnya serta pengetahuan tentang situasi kapan dan dimana sebuah ujaran sesuai

digunakan, semakin lancar seseorang menuangkan dan atau memaknai pesan.

Sebagian memahaminya sebagai kemampuan berkomunikasi lisan (tindak tutur

bahasa) yang diajarkan kepada siswa agar mampu dan terampil berkomunikasi dalam

bahasa Inggris di mana dan kapan diperlukan. Kelompok kecil ini menganggap

kemampuan komunikatif sebagai bahan pembelajaran bahasa Inggris baik pada tingkat

sekolah dasar mau pun pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Agar memiliki

kemampuan itu, siswa diberi latihan bercakap-cakap secara berpasangan melalui teks

berbentuk dialog dari buku sumber. Selain itu, siswa dilatih mengucapkan bunyi secara

tepat dengan drill, dan menerjemahan kata-kata sulit.

Seorang guru menjelaskan kemampuan komunikatif sebagai kemampuan yang

dimiliki pemakai bahasa untuk mengekspresikan dan menangkap ide, pikiran, perasaan,

dan gagasan. Menurutnya, ada esensi yang terkait dengan kemampuan (kompetensi)

seperti pengetahuan 'tentang bahasa' dan keterampilan menggunakan bahasa sebagai

Page 14: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

138

media komunikasi. Pengetahuan mencakup kemampuan merangkai kata dan kalimat

sesuai kaidah tata bahasa yang tepat mewakili pesan yang disampaikan. Pengetahuan saja

tidak cukup, tapi harus disertai dengan keterampilan mengucapkan bunyi bahasa yang

tepat, memilih kata dan kalimat yang sesuai dengan topik serta kepada siapa pembicaraan

ditujukan.

2) Bagaimana Anda mengembangkan kemampuan komunikatif?

Walaupun keyakinan tentang kemampuan komunikatif beragam, cara guru

mengembangkannya cenderung sama. Mereka berangkat dari buku-buku sumber yang

tersedia. Ada yang memilih materi dari beberapa sumber dan ada pula yang memilih dari

satu buku tertentu. Kegiatan yang diberikan sudah mengarah pada pengembangan

kemampuan komunikatif, walaupun tidak jelas fokus pengembangannya. Empat

keterampilan bahasa (language skills) dan unsur-unsur bahasa {language components)

tidak disajikan secara terintegrasi.

Menyimak belum dipersiapkan khusus sebagai pembelajaran. Ketika guru

mengarahkan siswa untuk mengerjakan tugas, siswa biasanya menyimak penjelasan guru

yang disajikan dalam bahasa Inggris. Siswa memahami maksudnya karena penjelasan

diulangi dalam bahasa Indonesia. Membaca kata dan kalimat dilakukan dengan suara

nyaring, dan biasanya menjadi menu utama kegiatan pembelajaran. Berbicara dilakukan

siswa melalui dialog tertulis dari buku sumber tanpa memahami situasi kapan, dimana,

dan kepada siapa ujaran ditujukan. Menulis cenderung merupakan latihan menulis ejaan

(kosa kata) dan kalimat-kalimat lepas, tidak utuh dari konteks sosial dimana sebuah

bentuk bahasa dan ujaran sesuai digunakan.

Page 15: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

139

Pada pengembangan unsur-unsur bahasa, guru memberikan tugas dan latihan

kepada siswa sesuai dengan buku sumber. Pada umumnya guru menyajikan tugas dan

latihan kosa kata melalui gambar. Siswa menjawab dengan menuliskan kosa kata

berdasarkan gambar yang disajikan. Kegiatan monoton karena guru tidak mengambil

contoh dari lingkungan siswa, seperti benda-benda yang ada di kelas atau di lingkungan

sekolah. Tak satu orang guru pun yang memperkenalkan kosa kata melalui kegiatan yang

lebih bermakna, misalnya menyuruh siswa melakukan sesuatu yang direspon dengan

melakukan perintah itu.

Untuk mengembangkan kompetensi gramatikal, guru menjelaskan tata bahasa

dengan contoh kalimat dari buku sumber. Siswa mendengar penjelasan guru,

memperhatikan contoh yang diberikan kemudian mengerjakan soal-soal. Setelah itu

pekerjaan siswa dicek dengan menyuruh siswa menulis jawaban di papan tulis. Banyak

waktu yang terbuang dalam kegiatan itu. Guru tidak memperhatikan berapa waktu yang

sesuai untuk peralihan tugas dari kegiatan satu ke yang lain. Latihan pengucapan

dilakukan melalui drill—siswa mengulangi kalimat-kalimat yang diucapkan guru, meniru

pengucapan dan intonasi sebagai model. Drill dilakukan secara klasikal, separuh kelas,

dalam jumlah siswa tertentu, dan secara individual.

3) Adakah pola tertentu yang Anda ikuti?

Semua guru bereaksi sama menanggapi pertanyaan ini. Mereka mengenal

prosedur dengan tiga tahapan pembelajaran: Pendahuluan (mereka sebut apersepsi);

Kegiatan inti; dan Kegiatan penutup.

Pada kegiatan pendahuluan, guru mengajukan pertanyaan yang terkait dengan

materi pembelajaran sebelumnya. Siswa menjawab secara klasikal, biasanya serentak

beberapa orang. Ketika siswa menjawab kurang tepat, guru menjelaskan kembali tanpa

Page 16: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

140

memperhatiakan waktu yang tersedia. Setelah semua jelas, guru kemudian

memperkenalkan materi pembelajaran berikutnya melalui penjelasan pengantar.

Memasuki tahap kegiatan inti, guru menyuruh siswa membuka buku sumber, dan

memperkenalkan topik babasan. Penjelasan tentang cara mengerjakan tugas dan latihan

pada umumnya mengawali kegiatan ini. Siswa mendengar penjelasan guru dengan

seksama sambil memperhatikan contoh di papan tulis. Sebagian guru mengecek apakah

siswa mengerti atau tidak dengan menyuruh salah seorang mengulangi atau menjelaskan

kembali apa yang harus dilakukan dan cara melakukannya. Setelah guru yakin, siswa pun

disuruh mengerjakan tugas dan latihan. Guru memonitor dan memberi bantuan kepada

siswa yang mengalami kesulitan. Kegiatan berikut, guru mengecek hasil pekerjaan siswa

secara lisan atau tertulis di papan tulis.

Tahap akhir dari prosedur pembelajaran adalah penutup. Kegiatan pada tahap ini

cenderung dimaknai sebagai kegiatan evaluasi formatif. Evaluasi formatif sering tidak

dilakukan secara formal, akan tetapi hanya dengan pengamatan keberhasilan siswa

mengerjakan tugas dan latihan pada kegiatan inti. Guru mengetahui taraf serap materi

melalui pengamatan dan perkiraan hasil belajar secara klasikal. Selain evaluasi formatif,

kegiatan penutup sering juga mencakup pemberian pekerjaan rumah.

4) Bagaimana Anda mengevaluasi kemampuan komunikatif siswa?

Untuk pertanyaan ini, guru pada umumnya menjawab singkat, 'mengevaluasi

materi yang telah diajarkan'. Alat evaluasi berbentuk tes pilihan ganda (paper andpencil

tesi). Mereka tidak menerapkan evaluasi proses belajar yang dilakukan dengan alat

penilaian kemajuan belajar.

Page 17: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

141

c Tanggapan siswa terhadap cara guru mengembangkan kemampuan komunikatif.

Untuk memperoleh tanggapan siswa tentang cara guru mengembangkan

kemampuan komunikatif, diajukan pertanyaan berkisar pada bagaimana guru mengelola

pembelajaran. Wawancara fokus pada langkah-langkah pembelajaran, bagaimana guru

membantu siswa dalam kesulitan, bagaimana siswa belajar menyimak, membaca,

berbicara, dan menulis serta belajar kata-kata bahasa Inggris yang difasilitasi guru.

Jumlah responden 40 orang sampel yang diambil secara acak dari empat sekolah yang

berbeda. Hal itu dimaksudkan agar bisa mewakili siswa lain karena karakteristik yang

sama. Tanggapan siswa dikemukakan sebagai berikut:

Pada umumnya siswa mengemukakan bahwa guru mulai pelajaran dengan salam,

mengabsen siswa, kemudian menanyakan pelajaran yang lalu atau jawaban pekerjaan

rumah yang ditugaskan sebelumnya. Setelah itu barulah guru menyuruh membuka buku

sumber pada halaman tertentu. Guru menunjuk bacaan atau soal-soal dalam buku itu,

menjelaskan dan memberi contoh tertulis tentang bagaimana menyelesaikan soal-soal itu.

Siswa pada umumnya bekerja secara individual, sementara guru memantau dari depan

kelas. Setelah siswa selesai mengerjakan soal-soal, mereka pun disuruh menuliskannya di

papan tulis, satu persatu siswa ditunjuk untuk mendapat giliran ke depan. Sebagai

kegiatan akhir, guru menutup pelajaran dengan memberi pekerjaan rumah.

Bila guru menemukan siswa dalam kesulitan menyelesaikan soal-soal, mereka

memberi bantuan dengan menjelaskan kembali materi bersangkutan. Sering juga guru

berkeliling mengamati pekerjaan siswa sambil memberi jawaban atau menunjukkan cara

menjawabnya.

Page 18: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

142

Pada umumnya siswa menyatakan bahwa mereka tidak pernah diberi pelajaran

menyimak, tapi sering mendengar guru berbahasa Inggris saat memberi salam dan ketika

memberi instruksi kepada siswa untuk mengerjakan latihan. Misalnya: "Openyow book,

page ."

Pada pelajaran membaca, terutama membaca pemahaman, guru mulai dengan

menerjemahkan kata-kata sulit, sementara siswa menyalin ke dalam buku catatan.

Setelah itu siswa disuruh menjawab pertanyaan secara individual. Langkah akhir dari

pelajaran membaca pemahaman adalah guru mengecek jawaban dengan menyuruh siswa

menuliskannya di papan tulis. Selain membaca pemahaman, siswa juga di suruh

membaca nyaring kata atau kalimat tertentu, meniru model pengucapan guru yang

dianggap benar.

Pada pelajaran berbicara, siswa ditugasi membaca dialog dalam buku sumber.

Guru memberi contoh terlebih dahulu tentang bagaimana percakapan dilakukan.

Selanjutnya guru menerjemahkan percakapan tersebut secara lisan untuk dicatat oleh

siswa. Langkah berikut siswa membaca dialog secara berpasangan. Guru memperbaiki

pengucapan siswa yang kurang tepat yang diikuti oleh siswa bersangkutan atau secara

klasikal.

Sama halnya dengan membaca, menulis dilakukan dengan mengerjakan soal-soal

dan latihan dalam buku sumber. Sering menulis kata yang relevan dengan gambar, atau

menulis suatu kalimat yang sesuai dengan kalimat pemicunya. Dengan perkataan iain,

menulis dilakukan dengan mengisi kata pada kalimat-kalimat rumpang.

Page 19: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

143

d. Motivasi dan sikap siswa terhadap pembelajaran bahasa Inggris

Untuk memperoleh data tentang motivasi dan sikap siswa terhadap pembelajaran

bahasa Inggris, diberikan angket terbuka melalui sebuah pertanyaan: "Bagaimana

pengalaman anda dalam belajar bahasa Inggris selama ini? Jawaban diuraikan secara

tertulis dalam bentuk esai. Selain angket terbuka dilakukan juga wawancara pada siswa

(responden) yang sama, dengan maksud untuk menggali lebih jauh informasi yang belum

jelas dari angket.

Dari empat puluh orang responden, diperoleh data deskriptif dalam empat

kategori yang berbeda sebagai berikut.

1). Tertarik belajar bahasa Inggris karena sadar akan pentingnya bahasa Inggris.

Siswa dalam kelompok ini mengaku bahwa mereka belajar bahasa Inggris karena

senang dan atas kemauan sendiri walaupun juga atas dukungan, orang tua. Motivasi

belajar timbul karena ingin (mampu) berkomunikasi dengan orang asing, bekerja di

kantor perusahaan asing, dan karena meyakini penguasaan bahasa Inggris akan

membantu dalam memperoleh pengetahuan. Informasi tentang manfaat belajar bahasa

Inggris kebanyakan diperoleh dari orang tua dan guru. Kondisi pendidikan dan ekonomi

orang tua siswa dalam kelompok ini umumnya tergolong baik, mampu memberikan

kontribusi terhadap kemajuan belajar anak. Kelompok ini sering mengikuti les bahasa

Inggris baik yang dilakukan gurunya sendiri mau pun dari kursus-kursus resmi. Mereka

memiliki dorongan yang kuat baik dari dalam maupun dari luar dirinya. Dari pernyataan

suka atau senang bahasa Inggris walaupun sulit, dapat dikemukakan bahwa siswa dalam

kelompok ini memiliki sikap positif terhadap pelajaran bahasa Inggris.

Page 20: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

144

2). Tertarik belajar bahasa Inggris karena dipelajari di sekolah.

Kelompok siswa ini mengaku tidak banyak informasi tentang pentingnya belajar

bahasa Inggris yang diperoleh dari orang tua. Namun, mereka mengaku senang belajar

walaupun sulit menulis dan mengucapkan kata-kata bahasa Inggris. Mereka menyukai

pelajaran bahasa Inggris karena gurunya baik, suka membantu kalau salah dalam

menjawab soal-soal. Mereka juga mengakui mulai menyenangi bahasa Inggris setelah

guru memperkenalkan kata-kata melalui gambar, bacaan dan lagu. Kondisi pendidikan

dan ekonomi orang tua siswa dalam kelompok ini bervariasi dari tingkat SMA sampai

perguruan tinggi, pegawai negeri atau pun swasta. Jumlah siswa responden dalam

kelompok ini lebih banyak daripada kelompok responden pada kategori lain. Dari

pernyataan tertulis atau lisan yang diberikan, ditemukan bahwa rata-rata mereka

memiliki motivasi belajar dan cenderung memiliki sikap positif terhadap pembelajaran

bahasa Inggris.

3). Belajar bahasa Inggris karena ingin memperoleh nilai yang bagus.

Kelompok siswa ketiga adalah mereka yang ingin belajar bahasa Inggris karena

ganjaran yang diberikan guru berupa nilai yang tinggi. Mereka mengaku orang tua

mereka senang bila memperoleh nilai tinggi termasuk juga dalam pelajaran bahasa

Inggris. Mereka mengaku bahwa kadang-kadang pelajaran bahasa Inggris sulit dan

kadang-kadang juga mudah. Senang belajar membaca dan menulis (menyalin kata atau

kalimat) tapi ragu-ragu bila disuruh bercakap-cakap oleh guru—cenderung gugup kalau

disuruh mengucapkan kata-kata secara berulang-ulang. Kondisi pendidikan dan ekonomi

orang tua siswa dalam kategori ini juga bervariasi. Dari pernyataan tertulis dan lisan yang

diberikan, dikemukakan bahwa siswa dalam kategori ini rata-rata memiliki motivasi

Page 21: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

145

tinggi untuk belajar bahasa Inggris (mungkin juga untuk pelajaran lain) karena pengaruh

orang tua agar mereka berprestasi di sekolah.

4). Kurang tertarik belajar bahasa Inggris.

Kelompok siswa keempat adalah mereka yang kurang tertarik belajar bahasa

Inggris. Ada berbagai alasan yang dikemukakan, yaitu sulit mengerjakan PR karena

orang tua tidak bisa membantu, nilai yang diberikan guru selalu rendah, sulit membaca

dan menulis karena lain huruf lain bacanya, tidak suka kata-kata bahasa Inggris, dan

sebagainya. Kondisi pendidikan dan ekonomi orang tua siswa dalam kategori ini

sebagian besar agak rendah. Jumlah siswa dalam kategori ini paling sedikit di antara

jumlah siswa pada kategori lain. Dari jawaban tertulis dan lisan yang diberikan,

ditemukan bahwa siswa dalam kelompok ini rendah motivasinya dan sikapnya cenderung

negatif terhadap pembelajaran bahasa Inggris.

e. Ikhtisar hasil studi pendahuluan

Terlepas dari beberapa hal yang sudah baik, ada beberapa yang perlu diperhatikan

dari informasi yang berhasil dikumpulkan, yaitu:

1) Sebagian besar guru belum menyiapkan tujuan dan rencana pembelajaran,

kegiatan dilakukan dengan mengikuti alur dalam buku sumber.

2) Penyajian materi pembelajaran cenderung terpaku pada buku sumber pegangan

guru, lingkungan belum dimanfaatkan sebagai media dan sumber belajar yang

akrab dengan keadaan siswa.

3) Sebagian besar guru belum memahami pentingnya kegiatan lead-in untuk

mengantar siswa memasuki pengalaman baru.

Page 22: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

146

4) Kesempatan untuk mengkonstruksi (reconstruction) sendiri pengalaman baru

yang difasilitasi dan dibimbing guru melalui kegiatan eksplorasi dan penemuan

pengetahuan dan keterampilan baru melalui tugas dan latihan yang direncanakan

belum dimanfaatkan secara optimal.

5) Kesempatan menerapkan fakta, pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh ke

dalam situasi dan konteks baru (production) belum tersedia.

6) Bagaimana memfasilitasi siswa agar mampu mengungkapkan dirinya sendiri

melalui kegiatan komunikatif belum dilakukan.

7) Umpan balik (feedback) agar siswa menyadari pengalaman yang baru diperoleh

belum mendapat perhatian.

8) Siswa belum diantar pada pemecahan masalah melalui pertanyaan-pertanyaan

terbimbing (leading questions) untuk menemukan sendiri pemecahan masalah

yang dibutuhkan.

9) Pada umumnya siswa menyelesaikan tugas dan latihan secara individual.

10)EvaIuasi proses, apalagi menggunakan alat evaluasi tertentu, seperti dañar check,

penilaian kinerja, dan penilaian kemajuan belajar siswa lainnya belum dilakukan.

Il)Belum ada pola tertentu yang diikuti dalam mengembangkan kompetensi

komunikatif siswa.

12) Masih ada siswa yang memiliki motivasi rendah dan sikap terhadap pembelajaran

bahasa Inggris yang kurang mendukung.

Ke 12 butir temuan di atas dapat direduksi menjadi, butir: 1 terkait dengan

dokumen rencana pembelajaran; 2, 6 berkenaan dengan bahan ajar/tugas dan sistem

penunjang/media pembelajaran; 3, 4, 5, dan 11 menyangkut prosedur atau langkah-

Page 23: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

langkah pembelajaran; 7, 8, dan 9 adalah perihal proses pembelajaran; 10 berkenam;>>* j z

dengan model evaluasi proses dan hasil belajar; dan 12 terkait dengan motivasi.dan MjpB'SSr A /

siswa terhadap pembelajaran bahasa Inggris.

2. Pengembangan Draft Awal Model Pembelajaran

Kurikulum mata pelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing dalam sistem

pendidikan di Indonesia khususnya bagi pendidikan dasar dan menengah menganut

model kompetensi komunikatif, dan model bahasa sebagai sistem semiotik sosial. Kedua

model ini berimplikasi pada perlunya model pembelajaran bahasa Inggris yang sesuai dan

dapat mengakomodasi karakteristik pelajaran bahasa Inggris. Misalnya, model

kompetensi komunikatif mengisyaratkan penguasaan kompetensi wacana yang didukung

oleh kompetensi yang lain agar seseorang mampu menggunakan bahasa sebagai alat

untuk menyatakan makna dalam sebuah interaksi. Demikian pula dalam model bahasa

sebagai sistem semiotik sosial, pembelajaran dikemas dalam tiga aspek penting—yang

tidak terlepas dari makna—konteks, teks, dan sistem bahasa.

Model pembelajaran bermakna mengakomodasi kedua model di atas untuk

memenuhi kebutuhan pembelajaran bahasa Inggris bagi siswa sekolah dasar khususnya

kelas V. Model pembelajaran bermakna juga mempertimbangkan kesesuaian dengan

karakteristik siswa sebagai pembelajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing dalam sistem

pendidikan di Indonesia. Telah disebutkan pada bab H, bahwa siswa memiliki ciri khas

(karakteristik) tersendiri yang dalam berbagai hal berbeda dengan pembelajar bahasa

Inggris sebagai bahasa kedua. Siswa memiliki pengalaman kognitif sebagai entry

behaviour, dari lingkungan sosiokultural yang beragam, berkomunikasi dalam dua atau

lebih bahasa sebelum belajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing, dan jarak budaya

Page 24: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

148

penutur asli dengan budaya siswa sendiri, serta jarak linguistik antara bahasa Inggris dan

bahasa Indonesia.

Hal-hal inilah yang menjadi pertimbangan sehingga mode! pembelajaran

bermakna dianggap paling sesuai. Model pembelajaran bermakna meyakini bahwa esensi

tujuan pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar adalah agar siswa mau dan

menghargai (appreciate) belajar bahasa Inggris. Oleh karena itu, maka: (1) materi,

sumber dan media belajar disesuaikan dengan dunia nyata dan lingkungan sosial anak.

(2) kompleksitas tugasAatihan berbahasa dan kebahasaan disesuaikan dengan tingkat

perkembangan intelektual siswa (concrete operation), (3) tugas/latihan akan bermakna

bagi anak bila bahasa Inggris disajikan dalam bentuk keseluruhan dan dalam konteks

dunia nyata, (4) pembicaraan mengenai tata bahasa yang abstrak dilakukan dengan cara

yang bijaksana, (5) mengoptimalkan panca indra anak dalam bermain sambil belajar

bahasa Inggris, dan (6) membantu siswa berkembang dan memperoleh pengalaman yang

bermakna, serta (7) memanfaatkan usia optimal dalam memperoleh bahasa.

Draf awal model pembelajaran dikembangkan dari dua sumber utama, yakni: ( I )

hasil kajian teori-teori belajar, dan (2) Model "The 4Mat System" hasil adaptasi oleh

lembaga penelitian Arlington Public Schools, ESOL/HILT Program, dan Center for

Applied Linguistics. Selain itu, pengembangan draf awal model didasarkan pada

pemenuhan kondisi yang dibutuhkan oleh pembelajaran bahasa Inggris dewasa ini.

Model menganut Comparative Summaries dengan prinsip eclecticism—sebuah

model pembelajaran yang merupakan kombinasi tiga teori belajar utama yang jamak

dikenal sebagai model behavioris, kognitif, dan konstruktif. Selain itu, model juga

dipengaruhi oleh the 4Mat System—Model Pembelajaran Berbasis Pengalaman oleh

Page 25: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

149

McCarthy (1980) hasil adaptasi. Dengan perkataan lain, draft yang dikembangkan

disesuaikan dengan kondisi ril kebutuhan pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar

yang diperoleh melalui studi pendahuluan.

Berapa besar sumbangan teori-teori belajar terhadap model yang dikembangkan

diuraikan sebagai berikut

a. Pengaruh teori-teori belajar

Secara teoretis, pengembangan model pembelajaran dalam kajian ini diilhami

pandangan dan keyakinan Piaget yang masih bertahan sampai kini, yakni the constructive

nature of the learning process, keyakinan yang menekankan hakikat konstruktif dalam

proses belajar. Menurut Piaget

the main underlying assumption of constructivism is that individuals are actively involved right from birth in constructing personal meaning, that is their own personal understanding, from their experiences. In other words, everyone makes their own sense of the world and the experiences that surround them. ... the learner is brought into central focus in learning theory (William dan Burden, 1997: 21).

Kutipan ini mengisyaratkan setiap siswa secara aktif sejak lahir telah membangun

apa yang disebut sebagai personal meaning, melalui pemaknaan dan pemahaman sendiri

tentang dunia (yang secara tipikal berbeda dengan orang lain) yang diperoleh melalui

pengalaman-pengalaman. Setiap orang pada dasarnya mengkonstruksi dunianya sendiri

dan pengalaman-pengalamannya yang diperoleh melalui aktivitas sekitar mereka. Oleh

karena itu, Piaget menempatkan siswa sebagai pusat dalam teori belajar.

Dari konsep ini muncul sebuah pertanyaan: "Bagaimana memfasilitasi siswa agar

mampu merekonstruksi pengetahuan dan keterampilan berdasarkan pengalaman belajar

bahasa Inggris bermakna yang dimediasi guru di dalam kelas?" Jawaban pertanyaan ini

mengacu pada peran dan hubungan guru dan siswa yang membentuk sistem sosial

Page 26: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

150

(social system) dengan karakteristik yang tipikal untuk sebuah interaksi di kelas. Jika

demikian, perlu dikembangkan sebuah desain model pembelajaran yang menawarkan

seperangkat langkah (syntax) yang mengakomodasi sistem sosial di atas dengan segala

kegiatan, perilaku, dan nilai yang diinginkan, sistem penunjang (support system), dan

evaluasi kemajuan belajar siswa Agar memperoleh kekuatan konseptual, ketiga hal itu

harus memiliki landasan filosofis dan psikologis yang sesuai.

Pengembangan model ini berlandaskan atas keyakinan konstruktivis seperti yang

dikemukakan Piaget di atas. Walau demikian, perlu juga dicatat bahwa dari sudut

pandang 'pengajaran* (teaching)—terpisah dari 'pembelajaran', konstruktivisme

sebenarnya tidak menganjurkan satu cara mengajar yang paling tepat bagi guru. Menurut

Glasersfeld (Williams dan Burden, 1997: 51) cara yang baik adalah yang bermanfaat dan

bermakna menurut situasi sendiri..

Tujuan model pembelajaran ini adalah untuk melatih siswa mengembangkan

sikap sebagai 'a language researcher'. Menurut Hatch dan Hawkins (1987) dalam Celce-

Murcia (1991: 347) 'a teaching model which trains learner to develop a "language

researcher" attitude is most consistent with research findings'. Oleh karena itu, model

yang dikembangkan mengarahkan proses, meningkatkan sistem penyampaian dan mutu

pembelajaran agar siswa memiliki kompetensi komunikatif dalam bahasa Inggris yang

memadai (mastery of subject matter) dan keterampilan sosial.

Dalam posisi kurikulum (Miller dan Seiler, 1985: 197), model ini mengikuti

kriteria 'transformasi' dalam arti pada model: dipentingkan hubungan antara pengalaman

luar (outer) dan struktur dalam (inner atau skemata) pembelajar, ada fase penyadaran

akan perubahan yang dimiliki siswa setelah pembelajaran, menekankan strategi berpikir

Page 27: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

151

divergen (divergent thinking process), dan dalam belajar dimungkinkan pengaktifan baik

otak kiri maupun otak kanan melalui kegiatan yang direncanakan.

Model pembelajaran berangkat dari perspektif konstruktivisme yang memandang

bahwa (1) siswa membangun pemahaman oleh diri sendiri dari pengalaman-pengalaman

baru berdasarkan pada pengalaman awal, (2) pengalaman yang mendalam dikembangkan

melalui pengalaman-pengalaman belajar bermakna, (3) siswa memperoleh pengetahuan

secara asimilatif dan akomodatif, dan (4) pengetahuan baru sama dengan gabungan dari

pengetahuan lama dengan pengetahuan baru. Perspektif/konsep itu menjadi titik

berangkat dikembangkannya asumsi kunci (lihat Bab n) yang mendasari pengembangan

model pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar. Perspektif dan asumsi kunci

mendorong perlunya suatu keadaan dan atau peristiwa dalam model pembelajaran

dimana siswa memperoleh kesempatan membangun pemahaman tentang dunia

sekitarnya, menafsirkan kenyataan dan pengalaman yang berbeda agar mampu mengatasi

masalah dalam kehidupan nyata melalui pengalaman belajar yang difasilitasi dan

dimediasi.

Namun, konsepsi sebuah model tidak dapat secara utuh menganut satu teori

tertentu dengan mengabaikan teori-teori lainnya Kombinasi teori dapat saling

melengkapi dan saling menguatkan, karena masing-masing teori memiliki kekuatan dan

kelemahan. Ryder (2006: 1) mengemukakan ringkasan model desain pembelajaran dalam

tiga model, yaitu "Model Petunjuk/Resep (Prescriptive Models), Model Penomenologi

(Phenomenological Models), dan Model Komparasi (Comparative Models)".

Masing-masing model mengadopsi dan merupakan kombinasi dari teori-teori

belajar tertentu. Khusus yang tersebut terahir, model itu menganut kombinasi model

Page 28: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

152

behavioris, kognitif, dan konstruktif dalam satu kerangka pemikiran. Model komparasi

tidak mengkolak-kotakkan secara tegas untuk kemudian memilih salah satu secara

terpisah, tapi menentukan kombinasi yang tepat untuk aplikasi yang sesuai dengan

keadaan dan konteks pembelajaran (Yulaelawati, 2004: 56).

Kombinasi teori-teori tersebut dalam model pembelajaran yang dikembangkan

pada hakekatnya saling melengkapi, tidak dapat dipisah-pisahkan sebagai entitas yang

berbeda dan memiliki garis pemisah. Dengan maksud memperjelas peran dan sumbangan

relatif dari masing-masing teori, hal itu dapat diuraikan sebagai berikut.

1). Sumbangan nisbi teori behavioris

Teori belajar behavioris, yang fokus pada perubahan perilaku yang dapat diamati

dan diukur, masih tetap dapat digunakan terutama untuk mengamati perubahan perilaku

yang jelas. Perubahan perilaku dapat diketahui jika tujuan pembelajaran, kompetensi dan

indikator ketercapaian dirumuskan kemudian diukur setelah pembelajaran berlangsung.

Tujuan pembelajaran bermanfaat karena siswa dapat secara langsung merespon melalui

kegiatan yang terarah pada pencapaian hasil belajar. Gagasan tujuan instruksional oleh

behavioris menjadi kombinasi yang saling menguatkan dengan konsep konstruktif yang

meyakini bahwa negosiasi tujuan dengan siswa lebih menstimulasi bangkitnya motivasi

dan kesiapan siswa mengikuti pelajaran. Selain itu, kombinasi kedua konsep ini juga

bermanfaat bila rumusan tujuan instruksional diarahkan pada penguasaan konten dan

proses (keterampilan/prosedur) untuk mencapainya.

Dari uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa dalam "mengembangkan model

pembelajaran" posisi teori belajar behavioris berkontribusi pada tahap perencanaan dan

evaluasi pembelajaran khususnya dalam hal product oriented, yang dapat menjadi

Page 29: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

153

paduan harmonis dengan process oriented dalam konsep konstruktivis. Demikian juga

kombinasi antara individual work pada behavioris dengan konsep cooperative small-

groups pada konsep konstruktivis.

2) Sumbangan nisbi teori kognitif

Teori belajar kognitif (Piaget) terkenal dengan gagasan perwakilan mental, atau

lazim disebut skema (tunggal) atau skemata (jamak). Skema adalah struktur mental atau

kognitif dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dengan dan mengkoordinasi

lingkungan sekitarnya. Skema menentukan bagaimana data dan informasi yang diterima

akan dipahami seseorang. Informasi yang sesuai dengan skema yang dimiliki siswa akan

dengan mudah diserap. Jika tidak sesuai, maka informasi tersebut ditolak atau diubah,

atau disesuaikan dengan skema yang ada. Kemungkinan lain adalah skema yang akan

diubah dan disesuaikan dengan informasi yang diterima

Untuk mengakomodasi teori ini, perlu dikembangkan satu langkah dalam model

pembelajaran dimana siswa dapat mengaktifkan skemata berupa konsep atau kategori

yang dimiliki dengan mengaitkannya pada konsep atau kategori baru yang akan diterima

melalui kegiatan atau media tertentu. Dengan pengaktifan skemata ini, siswa akan lebih

mudah mengasosiasi, mengadaptasi dan mengkordinasi informasi yang baru diterima

sehingga proses untuk mencapai pengertian akan lebih mudah. Selain itu, teori ini juga

menekankan perlunya pemberian umpan balik {feedback) pada tanggapan yang benar

dalam perannya sebagai pendorong (motivator) belajar.

Posisi teori belajar kognitif melengkapi teori perilaku behavioris. Artinya teori

kognitif mendasarkan proses berpikir dibalik prilaku yang dapat diamati. Kognitif

mengamati perubahan prilaku seseorang untuk digunakan sebagai indikator terhadap

Page 30: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

154

peristiwa mental yang terjadi dalam pikiran siswa. Dalam kaitannya dengan

pengembangan model pembelajaran, konsep advance organisers Ausabel sangat baik

ditempatkan sebagai satu dalam seperangkat langkah model pembelajaran. Hal itu

demikian karena advance organisers berperan menjembatani apa yang telah diketahui

dengan apa yang akan diketahui siswa dalam konteks sebuah proses pembelajaran.

Advance organisers bermanfaat dan dipandang penting ketika memperkenalkan sebuah

topik atau konsep baru dimulai dengan menyinggung topik atau konsep itu—apakah

melalui pertanyaan pengungkap (eliciting questions) atau media lain—sekali pun siswa

belum memahami topik dan konsep dimaksud.

Selain itu, aplikasi teori kognitif dalam pembelajaran bahasa Inggris

mempengaruhi strategi pembelajaran, dan penyesuaian strategi dengan perkembangan

kognitif siswa. Siswa diharapkan menggunakan kemampuan kognitifnya untuk

mengamati, memikirkan, dan mengkategorisasi serta membangun hipotesis tentang

bahasa sehingga secara bertahap dapat menangkap konsep bagaimana bahasa digunakan

secara fungsional—pembelajaran melalui strategi induktif.

3) Sumbangan nisbi teori konstruktif

Teori belajar konstruktif berperan penting dalam model yang dikembangkan

karena secara konseptual menyumbang dalam berbagai komponen, mulai dari

perencanaan, implementasi, sampai pada evaluasi kemajuan belajar.

Guru berpengalaman mengajukan empat pertanyaan: (1) apa yang perlu diketahui

siswa (what)—konsepsi bahan ajar, (2) mengapa hal itu perlu diketahui (why)—konsepsi

pedagogik-teoretis, dan (3) bagaimana hal itu diketahui (how)—konsepsi procedural,

mediatif, dan teoretis; serta (4) bagaimana mengetahui tingkat keberhasilan (how)—

Page 31: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

155

konsepsi evaluatif. Dengan demikian, perencanaan harus menyentuh beberapa hal

sebagai berikut.

Pertama, pada tataran konsepsi bahan ajar yang akan mengantar siswa pada

fakta, pengetahuan, dan keterampilan baru, pembicaraan materi dalam model konstruktif

terkait dengan tugas (iasks)—latihan berbahasa dan perihal bahasa—yang tidak beridiri

sendiri melainkan berinteraksi secara dinamis dengan tiga faktor lainnya, guru-siswa, dan

konteks (William and Burdens, 1997: 43).

Bahan ajar, dalam wujud tugas dan latihan, menghubungkan (interfacing) siswa

dengan guru, disamping guru dengan siswa juga berinteraksi satu sama lain. Di satu sisi,

perilaku guru dalam interaksi merefleksi nilai dan keyakinan {values and beliefs). Di sisi

lain, cara bereaksi dan merespon perilaku guru akan dipengaruhi oleh perasaan dan

karakteristik individual siswa. Dalam tataran konteks, bahan ajar, tugas dan latihan harus

selalu terkait dengan lingkungan atau sering dimana siswa berada agar lebih bermakna,

di samping sering budaya penutur asli bahasa target. Singkatnya, bahan ajar dan konteks

mempengaruhi sistem sosial dalam pelaksanaan model pembelajaran.

Konteks, dimana proses pembelajaran berlangsung, diposisikan sebagai situasi

yang mengkondisikan, oleh karena itu sangat penting dalam membentuk perilaku yang

terjadi di dalam proses pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar. Situasi dapat

berarti lingkungan emosional seperti keyakinan dan kepemilikan, lingkungan fisik, etos

sekolah secara keseluruhan, lingkungan sosial yang lebih luas, dan latar budaya.

Kedua, pada level konsepsi pedagogik, model konstruktif sangat memperhatikan

bahan ajar, tugas dan latihan yang dapat membangkitkan minat siswa untuk melakukan

eksplorasi, mengemukakan gagasan dari hasil eksplorasi baik secara lisan maupun

Page 32: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

156

tertulis, dan melakukan percobaan untuk menguji dan merevisi asumsi-asumsi yang telah

dibangun sehingga gagasan itu dapat digunakan dalam situasi yang baru dan dalam

konteks dunia nyata. Untuk memperoleh hal itu diperlukan tujuan yang hendak dicapai

baik dalam bentuk proses maupun hasil belajar.

Ketiga, tingkat konsepsi prosedural, mediatif, dan teoretis terkait dengan

implementasi model. Pada tataran prosedural, model konstruktif mengajukan satu

langkah dalam model pembelajaran, yang oleh Reece dan Walker (1997: 112) disebut

Restructuring-—salah satu dari lima langkah dalam sebuah model konstruktif yang

disederhanakan. Restructuring mengakomodasi pemberian kesempatan bagi siswa untuk

melakukan eksplorasi dan diskusi melalui kegiatan praktis di kelas yang memungkinkan

siswa mengembangkan skema (asimilasi), membentuk skema baru sesuai informasi yang

baru, atau memodifikasi skema yang ada agar sesuai dengan informasi yang baru

diterima (akomodasi).

Proses asimilasi dan akomodasi berlangsung terhadap informasi dan konsep-

konsep bahasa bila tersedia bahan ajar (content) yang proses (process) penyajiannya

memperhatikan teori-teori pemerolehan bahasa asing/kedua, misalnya hipotesis input (i +

1) oleh Krashen dan Terrel. Hal itu sejalan dengan penanganan the Zone of Proximal

Development (Vygotsky), lapisan pengetahuan dan atau keterampilan yang ada di atas

kemampuan siswa saat ini. Pada daerah itu siswa memerlukan bantuan dan dukungan

belajar baik dari guru mau pun dari teman sejawat. Dukungan belajar dan memecahkan

masalah dilakukan melalui scaffolding (Bruner)—percakapan yang mendukung anak

dalam menyelesaikan tugas dan kegiatan.

Page 33: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

. • '157 ' . v t ' * *

Konsepsi mediatif bermakna di dalam setiap langkah pembelajaran^:

menyatu dengan tindakan-tindakan serta tingkah laku yang direncanakan, rjen

mediasi yang sesuai. Konstruktivis meyakini pentingnya guru mengerti pen

belajar mana yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa agar mampu menerima bantuan

belajar yang dibutuhkan. Hal itu sejalan dengan keyakinan kognitif (Vygotsky, Bruner)

bahwa proses berpikir dan pemerolehan pengetahuan siswa perlu dimediasi melalui

interaksi dan percakapan siswa dengan guru di dalam kelas (landasan psikologis).

Interaksi dan percakapan itu diharapkan mampu mendorong siswa untuk belajar dan

memecahkan masalah oleh dirinya sendiri.

Konsepsi teoretis berarti setiap langkah pembelajaran didukung oleh teori-teori

bagaimana siswa belajar dan teori-teori pemerolehan bahasa kedua. Ellis dalam Oliva

(1992 ; 413) menyatakan bahwa model mengajar adalah strategi-strategi yang didasarkan

atas teori-teori tentang bagaimana siswa belajar. Dalam konteks ini penentuan langkah

model yang didukung teori-teori belajar dan belajar bahasa kedua/asing tetap terkait

dengan filosofi konstruktif dalam posisi kurikulum transformasi.

Keempat, konsepsi evaluatif penting bagi model konstruktif dalam mengamati

kemajuan belajar yang berorientasi proses (process-oriented evaluation) dengan

melakukan refleksi terhadap prosess pembelajaran, penilaian mandiri, dan penilaian

acuan patokan. Penilaian proses pada model konstruktif dapat dilengkapi dengan

penilaian yang berorientasi produk (product-oriented) behavioris melalui pengukuran

hasil belajar (achievement testing) dengan penilaian acuan norma. Dalam model

pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar, teori konstruktif berimplikasi pada

Page 34: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

158

Bagan 4.1 Desain the MID-Model

Langkah konseptual model ini dapat didekatkan dengan praktik-praktik

pedagogis di dalam kelas menjadi implementasi. Telah disebutkan terdahulu bahwa

tujuan model pembelajaran adalah untuk menumbuhkan sikap siswa sebagai a

*, perlunya sistem evaluasi yang dapat menyediakan informasi berkelanjutan mengenai

• ¡5". kompetensi komunikatif, bahkan juga tentang motivasi dan sikap.

Berdasarkan uraian di atas, desain the MID-Model yang dikembangkan untuk

meningkatkan kemampuan komunikatif siswa kelas V sekolah dasar mengajukan

komponen: (1) Tujuan, (2) Materi/bahan ajar, (3) Sumber Belajar, dan (4) Prosedur

dengan strategi konseptual berbentuk fase belajar linier: "(a) Lead in (b) Reconstruction,

dan (c) Production" serta (5) Evaluasi. Strategi konseptual itu dapat diterjemahkan ke

dalam beberapa tahap (stages) pembelajaran di dalam kelas berupa strategi operasional

(implementasi). Aktivitas/perilaku pada setiap tahap dalam desain implementasi bersifat

fleksibel—dapat dikembangkan berdasarkan kebutuhan, dan menuntut kecerdasan

serta kreativitas guru. Secara skematik, prosedur dapat digambarkan sebagai berikut:

Page 35: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

159

1. Draw on experience and knowledge—guru melibatkan siswa dalam kegiatan

yang memanfaatkan pengalaman nyata dan pengetahuan yang terkait dengan

pengalaman dan pengetahuan baru yang akan diperoleh pada kegiatan inti

(fase input);

2. Input Stage—penyajian input baru melalui aktivitas yang berfokus pada

siswa, eksplorasi dan diskusi dengan tugas-tugas terbimbing menyimak,

membaca pemahaman melalui fasilitasi dan mediasi guru;

3. Reinforcement Stage—siswa mengerjakan tugas yang bersifat replikasi relatif

berkenaan dengan tema dan kompleksitas tugas dari tugas sebelumnya pada

fase input; dan

4. Application Stage—siswa menerapkan pengetahuan, informasi, dan atau

keterampilan baru dalam memecahkan persoalan-persoalan pedagogik atau

autentik melalui tugas-tugas berbicara dan menulis dalam kontrol siswa dan

guru.

Bagan 4. 2 Draf Awal Implementasi

Model Evaluasi Pembelajaran

Sesuai dengan karakteristik the MTD-Model yang memberi penekanan pada

kemampuan komunikatif siswa dalam pelajaran bahasa Inggris, maka evaluasi diarahkan

pada penilaian kemampuan "wacana lisan dan tulis sederhana" (discourse competence)

dengan fokus pada fluency tanpa mengurangi pentingnya penilaian pada accuracy.

Artinya, penilaian utama diarahkan pada kemampuan dan kelancaran berbahasa Inggris

language researcher. Oleh karena itu, sistem sosial yang berkembang dalam aplikasi

model harus memfasilitasi kesempatan belajar trial and error, memperoleh umpan balik,

membangun hipotesis tentang bahasa, dan mervisi asumsi-asumsi itu agar menjadi lancar

berbahasa.

Dalam bentuk 'draf awal' implementasi dikemukakan sebagai berikut:

Page 36: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

160

lisan/tulis sederhana yang dapat dimengerti, terlepas dari kesalahan gramatikal yang

tidak mengganggu arus komunikasi. Hal itu dilakukan untuk mendorong tercapainya

tujuan pembelajaran yang dievaluasi: "(1) Students use English to interact in the

classroom, dan (2) Students use English to obtain, process, construct, and provide subject

matter information in spoken and written form."

Evaluasi pembelajaran dilakukan dalam dua bentuk: evaluasi proses dan evaluasi

hasil belajar. Evaluasi proses dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung

dengan menggunakan format penilaian unjuk kerja siswa sebagai alatnya. Sasaran

evaluasi adalah kompetensi tindak tutur bahasa (actional compétence), dan partisipasi

dalam kegiatan komunikasi. Penilaian menggunakan teknik Holistic Scheme, didasarkan

atas ketercapaian tiga aspek, yaitu content, expression, dan participation. Content

mengacu pada "pesan" yang disampaikan. Expression menunjukkan kemampuan

menggunakan kata, pengucapan dan struktur kalimat yang dapat dengan tepat mengantar

pesan yang ingin disampaikan. Participation merujuk pada motivasi dan sikap yang dapat

diamati melalui kesungguhan dan kerjasama dalam menyelesaikan tugas/latihan

berbahasa dan kebahasaan.

Evaluasi hasil belajar dilaksanakan pada akhir segmen atau sebuah unit

pembelajaran dengan tes tertulis sebagai alatnya. Sasaran evaluasi adalah kompetensi

komunikatif dalam pelajaran bahasa Inggris yang mampu ditunjukkan siswa melalui

penyelesaian tes hasil belajar. Untuk menentukan nilai akhir, penilaian pada evaluasi

proses berkontribusi terhadap pengambilan keputusan pada hasil penilaian evaluasi hasil

belajar.

Page 37: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

161

Phase of Desain Draft Desain learning The 4Mat System The MID-Model

1 Concrete Experience 1. Lead in (Feeling over thinking) (Both feeling and thinking)

2 Observation and Reflection 2. Reconstruction 3 Formation of abstract concepts 4 Generalization, and

testing implications of concepts in 3. Production new situations.

b. Pengaruh model the 4Mat System

Selain pertimbangan gabungan teori-teori belajar yang telah disebutkan, model

pembelajaran ini juga memperhatikan "Model The 4Mat System" oleh McCarhty (1980)

yang telah diadaptasi untuk pembelajaran bahasa kedua bagi anak usia sekolah dasar dan

sekolah lanjutan oleh kelompok kerjasama lembaga peneliti yang terdiri atas Arlington

Public Schools, ESOL/HILT Program, dan the Center for Applied Linguistics pada tahun

1987. Alasan mempertimbangkan Model the 4Mat System adalah bahwa model yang

dikembangkan bernaung dalam landasan filosofis yang sama 'Konstruktivisme'. The

4Mat System adalah Model Pembelajaran Berbasis Pengalaman (Experiential Learning)

yang terdiri atas strategi konseptual, dan strategi operasional dalam bentuk lesson plan,

lihat Bab U.

Pada table 4.3 tampak daerah yang berhubungan antara Model the 4Mat System

dan model yang dikembangkan.

Table 4.3 Keterkaitan Fase Belajar

the 4Mat System dengan Draf Desain the MID-Model

Page 38: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

162

1. Lead in

Secara umum konsep Lead in sama dengan Concrete Experience dalam arti

keduanya mencoba mengaitkan skemata siswa pada awal pembelajaran dengan konsep-

konsep bahasa, fakta, dan atau informasi yang akan dipelajari. Kegiatan itu dilakukan

guru melalui: (1) penciptaan situasi dalam bentuk kegiatan yang terkait dengan

pengalaman siap siswa; dan (2) pertanyaan atau tugas-tugas agar siswa merefleksi dan

menganalisis pengalaman-pengalaman tertentu masa lalu. Pada the 4Mat System, kedua

aktivitas itu lebih melibatkan perasaan atau pengetahuan intuitif siswa. Pada draft model

yang dikembangkan, selain perasaan dan pengetahuan intuitif siswa, prediksi melalui

teknik uji coba dimugkinkan dengan (3) pertanyaan perihal konsep-konsep bahasa, ide,

dan informasi tertentu walaupun hal-hal tersebut belum diketahui siswa. Hal itu

dimaksudkan agar siswa menggunakan pengetahuan siap (know/edge of the world) untuk

melalukan abstraksi—memasuki proses memperoleh pemahaman (general idea) terhadap

konsep-konsep bahasa ide, atau informasi yang akan dipelajari. Jawaban siswa atas

pertanyaan yang diajukan tidak harus benar, akan tetapi lebih bersifat trigger untuk

mengajak mereka berpikir tentang konsep-konsep, ide, dan atau informasi yang akan

dipelajari.

2. Reconstruction

Reconstruction adalah sebuah fase yang di dalamnya guru memfasilitasi dan

memediasi pengalaman belajar yang relevan, misalnya dengan menyajikan input berupa

konsep bahasa atau informasi melalui kegiatan menyimak dan membaca teks untuk

dielaborasi, didiskusikan, dan kemudian disimpulkan oleh siswa. Kegiatan dilakukan

melalui pemberian pertanyaan atau tugas-tugas yang mengarahkan siswa mencari,

Page 39: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

163

menemukan konsep atau fakta (observation and reflection), kemudian membangun

asumsi sementara (hypothesising), (atau formation of abstract concept) tentang konsep

bahasa atau informasi tertentu, dan menarik kesimpulan. Melalaui refleksi/review

terdapat ruang bagi siswa menyadari perolehan baru dibandingkan dengan pengetahuan

sebelum pembelajaran. Dalam fase ini belajar tidak hanya diarahkan pada pengembangan

cognitive semata, tapi juga metacognitive strategy. Hal itu dimungkinkan karena strategi

metakognitif sangat mungkin muncul dari pengalaman siswa mengerjakan tugas-tugas

berbahasa dan kebahasaan yang dimediasi guru dalam berbagai cara.

3. Production

Production adalah fase terakhir dari model yang dikembangkan. Konsep bahasa

dan atau informasi baru diuji coba dalam bentuk kegiatan komunikasi autentik/semi

autentik. Kontrol kegiatan lebih bertumpu pada siswa untuk mengekspresikan diri sendiri

melalui tugas-tugas komunikatif yang bertujuan, jelas dan terarah. Production paralel

dengan sebagian tahap keempat Model the 4Mt System, yaitu testing implications of

concepts in new situations.

Hal esensial yang membedakan model yang dikembangkan dengan the 4Mat

System, antara lain: terbuka ruang untuk penyajian input melalui ceramah (lectwing)

pada the 4Mat System, sedangkan pada model yang dikembangkan tidak; terdapat

mediasi guru yang lebih terstruktur pada model yang dikembangkan, sedangkan pada the

4Mat System lebih fleksibel. Kemungkinan natural exposers terhadap bahasa target lebih

banyak pada seting siswa dengan the 4Mat System, sedangkan pada model yang

dikembangkan tidak—kemungkinannya terbatas hanya dalam kelas. Oleh karena itu,

unsur penunjang belajar dalam hal kesempatan menggunakan bahasa target berbeda.

Page 40: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

164

Table4.4 Perbandingan Model the 4Mat System dengan

Model yang Dikembangkan

Perbandingan

Persamaan Perbedaan Keterangan

The 4Mat Draf model yang System dikembangkan

1. Sen&itif pada I. Lebih pada Ss' 1. Mengatur keseim­ Latar kebutuhan dan controlled activity bangan T' s controll­ belakang/seting minat siswa ed dengan Ss' pengalaman siswa secara individual. controlled activity. terhadap bahasa

target berbeda. 2. Keterampilan 2. Experiential 2. Selain EL, melibat­

berbahasa Learning (EL) kan pendekatan The 4Mat System disajikan secara Content-Based. dengan SL learners, terintegrasi. model yang

3. Penekanan pada 3. Penekanan pada dikembangkan 3. Memperhatikan proses. proses dan hasil dengan FL learners.

perimabangan belajar. kegiatan berbahasa yang 4. Evaluasi lebih pada 4. Evaluasi proses dan melibatkan otak proses. hasil belajar. kanan dan kiri

c. Penyesuaian dengan kondisi ril lapangan

Pengaruh yang tak kalah pentingnya dalam pengembangan model ini berasal dari

temuan studi pendahuluan. Data pada butir 3, 4, 5, dan 11 diakomodasi oleh draft model

pembelajaran yang berwujud seperangkat langkah konseptual. "Lead in, Reconstruction,

dan Productioh". Data pada butir I diakomodasi ke dalam bentuk dokumen rencana

pembelajaran yang berisi, kompetensi dasar, tujuan, dan indikator ketercapaian,

Perbedaan itu mewarnai perlakuan dan sistem sosial yang dibangun oleh model yang

dikembangkan. Perbedaan konseptual tampak pada perbandingan antara kedua model

sebagai berikut.

Page 41: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

165

sementara data pada butir 2 dan 6 mempengaruhi sistem penunjang dan bahan ajar

dalam bentuk perbaikan yang dibutuhkan atau penyesuaian dengan model. Data pada

butir 7, 8, dan 9 berimplikasi pada perbaikan proses dan prakn'k pembelajaran, sementara

data pada butir 10 untuk perbaikan sistem evaluasi, dan data pada butir 12 berpengaruh

pada bagaimana membangkitkan motivasi dan sikap siswa melalui kegiatan-kegiatan

berbahasa yang bermakna.

3. Kompetensi Dasar, Tujuan, Indikator, dan Materi Pembelajaran

Setelah draft model pembelajaran diperoleh, maka langkah berikutnya adalah

menetapkan bahan ajar bahasa Inggris khususnya untuk siswa kelas V sekolah dasar

semester genap. Hal itu dilakukan karena dalam studi pendahuluan ditemukan tak satu

sekolah pun yang menggunakan kurikulum bahasa Inggris muatan lokal yang telah

dikembangkan Depdikbud, Kantor Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara melalui sebuah

proyek Rekayasa Kurikulum. Peneliti telah berusaha menemukan dokumen kurikulum

dari berbagai pihak namun hasilnya tetap nihil. Jalan keluar yang diambil guru-guru

adalah menggunakan buku sumber yang tersedia di pasaran.

Silabus dan Rencana Pembelajaran Semester Genap 2004-2005 dikembangkan

bersama sembilan orang guru yang terkait dalam uji coba terbatas, uji coba luas, dan uji

validasi model melalui eksperimen. Materi pembelajaran merupakan lanjutan dari bahan

ajar sebelumnya, tetap sinambung dan memperhatikan prinsip here and now. Sumber

yang digunakan adalah kurikulum bahasa Inggris SMP untuk landasan konseptual,

beberapa buku sumber, kondisi lingkungan siswa, dan pengalaman guru dalam

menangani pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar selama ini. Tujuan

pengembangan silabus dan rencana pembelajaran adalah untuk memperoleh seperangkat

Page 42: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

166

bahan ajar dan sistematika pembelajaran (the selecting and grading of content) yang

dianggap memenuhi kebutuhan, sesuai dengan perkembangan, dan lingkungan sosial

siswa.

Dalam silabus dan rencana pembelajaran dirumuskan kompetensi dasar, tujuan

pembelajaran, indikator ketercpaian tujuan, dan materi pembelajaran, yang semuanya

mengacu pada "Standar Kompetensi". Kompetensi dasar dirumuskan dengan mengacu

pada kompetensi tindak bahasa (actional competence) baik tindak tutur untuk bahasa

lisan maupun kompetensi retorika untuk bahasa tulis. Tujuan pembelajaran dirumuskan

dengan mengacu pada kemampuan komunikatif (penguasaan discourse competence) lisan

dan tulis sederhana sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual siswa. Indikator

ketercapaian tujuan dirumuskan secara operasional sehingga mampu menunjukkan

kemampuan nyata yang diperoleh siswa setelah pembelajaran dan dapat diukur melalui

unjuk kerja dengan alat tes dan atau non-tes. Terakhir, materi pembelajaran

dikembangkan berdasarkan keyakinan atas model kompetensi komunikatif, dan model

bahasa yang relevan. Materi pembelajaran juga disesuaikan dengan kehidupan nyata di

luar kelas, dikembangkan, dan disusun serta disajikan melalui metode TPR dan strategi

Integrated Skills.

4. Uji Coba Model

Setelah draft model pembelajaran, silabus dan rencana pembelajaran

dikembangkan secara kolaboratif dengan guru-guru yang terlibat dalam penelitian, maka

tiba saatnya diujicobakan secara siklis di dalam kelas yang telah ditetapkan. Uji coba

dilakukan sebanyak tujuh kali putaran dengan rincian masing-masing empat kali pada uji

Page 43: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

167

coba skala terbatas dan tiga kali pada uji coba skala lebih luas. Setiap putaran

menggunakan alokasi waktu 2 x 40 menit.

Untuk mengetahui pemahaman guru terhadap model, kelebihan model, dan hal-

hal yang perlu diperbaiki, dalam setiap putaran pada uji coba terbatas dilakukan observasi

kelas dan umpan balik (feedback) agar diperoleh informasi yang berguna untuk refleksi

bagi perbaikan siklus berikutnya Pada putaran terakhir uji coba terbatas, sepuluh orang

siswa mengisi angket yang bertujuan untuk memperoleh informasi dari sisi siswa akan

kelayakan draft model. Pada uji coba model lebih luas selain observasi dan umpan balik,

guru-guru penguji coba mengisi angket yang menjaring kelebihan dan kekurangan model

yang perlu diperbaiki. Sama dengan akhir tahap uji coba terbatas, pada uji coba lebih luas

30 orang siswa (10 orang pada masing-masing kelas uji coba) mengisi angket untuk

tujuan yang sama.

Ada lima substansi yang dinilai dalam uji coba model terbatas dan lebih luas,

yakni: (1) Penerapan model pembelajaran; (2) Kemampuan guru memfasilitasi dan

memediasi pengalaman belajar, (3) Interaksi belajar-mengajar, (4) Kemampuan siswa

merespon kegiatan belajar-mengajar, termasuk perilaku-perilaku yang muncul dalam

implementasi model; dan (5) Hambatan-hambatan penerapan uji coba model. Untuk

menilai kelima aspek tersebut, digunakan panduan observasi dalam bentuk penilaian

kualitatif dan kuantitatif.

Selain kelima aspek di atas, khusus pada uji coba model lebih luas juga dinilai

hasil belajar dalam bentuk kemampuan komunikatif, dan motivasi serta sikap positif

siswa sebelum dan sesudah uji coba model.

Page 44: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

168

a. Tahap uji coba model skala terbatas

Uji coba terbatas {preliminary field testing) dilakukan dengan tujuan untuk

memperoleh informasi apakah desain model yang dikembangkan layak dan dapat

diterapkan dengan benar oleh guru. Uji coba terbatas dilakukan pada satu sekolah dasar

yakni SD Negeri Baruga 6, Kelurahan Bende Kecamatan Baruga. Guru penguji coba

adalah sarjana perikanan, namun kompeten dalam berbahasa Inggris, berpengalaman

mengajar orang dewasa dan anak-anak pada kursus bahasa Inggris door to door.

Uji coba model dilakukan secara berulang-ulang sampai diperoleh darft model

yang siap untuk diujicobakan dalam skala yang lebih luas. Hasil setiap siklus uji coba

digunakan sebagai bahan masukan untuk memperbaiki pelaksanaan desain model yang

dikembangkan. Setelah setiap siklus uji coba selesai, dilakukan evaluasi, penyempurnaan

draft awal, dan implementasi model untuk uji coba lebih luas.

b. Tahap uji coba model skala lebih luas

Tahap uji coba lebih luas dikenal sebagai tahap uji coba utama {main field

testing). Ada dua tujuan uji coba lebih luas, yakni untuk: (1) memperoleh informasi

tentang apakah desain model yang dikembangkan layak dan dapat diterapkan dengan

benar oleh guru, penilaian menggunakan data kualitatif; dan (2) mengetahui seberapa

efektif atau bagaimana dampak (penerapan) model terhadap pencapaian hasil belajar,

motivasi, dan sikap siswa terhadap pembelajaran bahasa Inggris hingga siap untuk diuji

validasi. Penilaian menggunakan data kuantitatif yang diperoleh dari tes hasil belajar, tes

motivasi dan sikap.

Tahap uji coba lebih luas melibatkan tiga sekolah dasar dari masing-masing tiga

kategori sekolah yakni "baik, sedang, dan kurang". Sekolah dasar dimaksud adalah SD

Page 45: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

169

beberapa kali secara siklis pada tiga kelas dari sekolah yang telah dite^apfân.-HaSil uji

coba luas digunakan sebagai bahan masukan untuk menentukan apakah t e l a b ^ g r o i e h

model pembelajaran yang lebih halus yang siap diuji validasi pada tahap penelitian

berikutnya. Untuk mencapai target tersebut, ada serangkaian langkah yang perlu

dilakukan, yakni, tes awal-implentasi-tes akhir, dan evaluasi serta penyempurnaan.

5. Hasil Uji Coba Model

a. Hasil uji coba model skala terbatas

Dalam sub-bagian ini disajikan hasil uji coba model dalam skala terbatas yang

meliputi: (1) penerapan model pembelajaran; (2) kemampuan guru memfasilitasi dan

memediasi pengalaman belajar, evaluasi proses dan hasil belajar; (3) interaksi belajar-

mengajar, dan (4) kemampuan siswa merespon kegiatan belajar-mengajar termasuk

perilaku-perilaku yang muncul, serta (5) hambatan-hambatan penerapan uji coba model

yang ditemukan ketika implementasi model berlangsung. Setiap butir itu akan dibahas

secara berturut-turut menurut jumlah siklus uji coba, dari uji coba pertama sampai uji

coba ke empat. Hal ini dimaksudkan agar urutan perkembangan dan kemajuan setiap

butir tampak dari awal sampai akhir sklus uji coba.

Uji coba pertama

1 ) Penerapan model pembelajaran.

Ada tiga unsur yang membangun penerapan model pembelajaran, yakni

kesesuaian penerapan model dengan rencana pembelajaran, penerapan langkah

pembelajaran (classroom practice), dan kejelasan instruksi (clarity of instruction) guru

pada saat memulai dan setiap peralihan tugas dan kegiatan. Ketiga unsur ini penting

Negeri 12 Kendari, SD Negeri 3 Baruga, dan SD Negeri 6 Baruga. Ujic^a$ijal£s '

Page 46: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

170

dalam menilai apakah langkah-langkah model dengan aktivitas dan perilaku yang

melekat di dalamnya secara utuh dilaksanakan atau belum. Yang menjadi penilaian

khususnya unsur pertama dan kedua adalah seberapa jauh yang tercantum dalam rencana

pembelajaran dilaksanakan. Untuk usur ketiga, penilaian dilakukan lebih pada kualitas

pelaksanaannya.

Pada siklus pertama dengan pembelajaran listening, secara umum penerapan

model belum sepenuhnya sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Walaupun rencana

pembelajaran dikembangkan secara kolaboratif, pada implementasi model pembelajaran

masih terdapat kealpaan guru dalam mengelola kegiatan. Kecuali fase pembelajaran yang

lain, guru tidak optimal melakukan kegiatan: draw on experience and knowledge, input,

dan reinforcement serta instruksi guru yang kurang jelas baik ketika penyajian materi

maupun ketika mulai dan atau dalam peralihan kegiatan, seperti yang direncanakan.

Kealpaan dimaksud adalah: ( I ) pada fase draw on experience and knowledge

pengajuan rangkaian pertanyaan tidak cukup untuk membangkitkan kesadaran siswa

mengidentifikasi rangsangan yang datang, (2) pada fase input dan reinforcement proses

pemaknaan konsep bahasa dan informasi yang disampaikan dalam bahasa Inggris

sebagai input terganggu oleh terjemahan yang dilakukan guru, dan (3) penjelasan guru

yang tidak fokus ketika menjelaskan materi pelajaran, dan (4) penjelasan guru yang

belum fokus ketika memulai dan dalam peralihan dari satu kegiatan ke kegiatan yang

lain.

Page 47: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

171

2) Kemampuan guru memfasilitsi dan memediasi pengalaman belajar bagi siswa

Berbeda dengan uraian pada butir satu di atas, butir dua lebih fokus pada kualitas

pelaksanaan yang merefleksi kemampuan guru dalam aplikasi model pembelajaran yang

diuji coba.

Draw on experience and knowledge (Lead in)

Pada pembelajaran listening, guru belum lancar mengaitkan materi yang akan

dipelajari dengan pengalaman siap siswa. Guru masih belum mampu mengarahkan

aktivitas yang membangkitkan motivasi dan potensi siap siswa untuk melakukan prediksi

terhadap konsep bahasa atau informasi baru yang akan dipelajari. Kelemahan tampak

pada cara guru mengajukan pertanyaan dan mengelola jawaban yang beragam untuk

merangsang pikiran siswa. Nampaknya guru berada dalam suatu proses untuk mampu

melakukan aktivitas motivasi yang lebih baik.

Input Stage (Reconstruction)

Pada tataran input, guru belum mampu membimbing siswa melakukan eksplorasi,

menemukan pengetahuan dan keterampilan baru. Pada fase input, melalui Metode TPR

yang digunakan untuk memperkenalkan kosa kata, guru kurang sabar untuk tidak

menerjemahkan kalimat-kalimat perintah yang diberikan sehingga mengurangi

kesempatan bagi siswa memperoleh pengalaman belajar bahasa melalui proses kognitif

yang dikordinasi dengan kegiatan fisik dengan teknik trial and error. Selain itu, guru

masih sering menjelaskan arti kata secara verbal. Dengan kenyataan itu, guru masih

dalam proses adaptasi untuk mampu memfasilitasi input yang lebih baik.

Page 48: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

172

Reinforcement Stage

Pada fase reinforcement guru memfasilitasi kegiatan melalui demonstrasi seorang

siswa yang melakukan perintah guru. Namun kejadian pada pemberian input terulang

lagi yaitu kalimat dalam bahasa Inggris diterjemahkan sehingga mengganggu perhatian

siswa terhadap input bahasa dan informasi yang diberikan. Selain itu, guru masih

menemukan kesulitan dalam menggali apa saja yang dipahami siswa dengan kalimat

perintah dan aktivitas yang ditampilkan seorang siswa lainnya. Bentuk pertanyaan yang

diajukan sering tidak runtut, nampak ragu-ragu dimulai dari mana, bagaimana

melakukannya dan tujuannya apa. Guru masih dalam proses adaptasi untuk mampu

memfasilitasi reinforcement yang lebih baik.

Application Stage (Production)

Pada tataran application, siswa diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri

sendiri dalam bahasa yang lebih autentik (real world task) atau pun dalam bahasa untuk

memecahkan persoalan-persoalan pedagogis (pédagogie task). Guru belum mampu

memanfaatkan fase application secara efektif, meskipun sistem penunjang telah tersedia

seperti tugas dan latihan berbahasa dalam bentuk berbicara dan atau menulis. Hasil

observasi menujukkan bahwa kelemahan guru terletak pada bagaimana memediasi siswa

dalam memberi dorongan (encouragement)„ menunjukkan kata-kata kunci (dues), dan

mengatur kegiatan secara bertahap.

Support ing System

Menggunakan media pembelajaran membantu memperjelas konsep, menjadi

sumber belajar itu sendiri, membawa dan memperjelas konteks dalam kegiatan

berbahasa, serta menyajikan bahan ajar secara visual maupun auditory. Hasil observasi

Page 49: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

173

menunjukkan bahwa guru mampu menggunakan realia cukup memadai dalam

memperkenalkan kosa kata baru. Realia yang digunakan menjadi titik berangkat

pengembangan kalimat-kalimat perintah dalam bahasa Inggris yang direspon siswa

secara fisik dengan menunjuk, mengambil, memperlihatkan, dan atau meletakkan

kembali sebuah benda di tempat yang ditentukan.

Selain itu, materi dikembangkan menurut prinsip 'kere and now' sehingga siswa

mudah menyesuaikan diri pada tingkat kompleksitas tugas yang diberikan. Guru juga

cukup membangun hubungan baik (rapport) kepada siswa yang memungkinkan proses

pembelajaran berjalan lancar tanpa perasaan cemas.

Evaluasi

Evaluasi proses pembelajaran belum berjalan dengan baik karena guru ingin

menilai semua siswa pada kesempatan yang sama, dan seobyektif mungkin. Akibatnya,

format penilaian yang tersedia belum digunakan secara optimal. Indikator yang

digunakan sering kurang teramati pada setiap individu siswa untuk dijadikan dasar

penilaian. Namun, dalam konteks yang terbatas guru sudah melakukan penilaian unjuk

kerja melalui pengamatan terhadap respon siswa melalui aktivitas nyata dalam bentuk

fisik.

3) Interaksi belajar-mengajar

Dari enam butir yang membangun interaksi belajar-mengajar, dua di antaranya

yakni: pemberian kesempatan bertanya kepada siswa; dan bimbingan guru yang

dilakukan dalam bentuk pertanyaan terarah menempati urutan terendah kualitasnya.

Adapun empat butir yang lainnya telah dilaksanakan sebagaimana diharapkan.

Page 50: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

174

Guru kurang memberi kesempatan bertanya kepada siswa. Kesempatan ini

terabaikan karena kurang disadari betapa pentingnya mengartikulasi: "Ada pertanyaan?"

atau "Siapa yang ingin bertanya?" kedua kalimat ini akan menstimulasi siswa untuk

berani mengajukan pertanyaan. Sementara itu, bimbingan guru belum tersedia secara

optimal karena kurang siapnya melaksanakan bimbingan terhadap siswa yang mengalami

kesulitan.

Beberapa butir yang lain seperti: keterlibatan siswa dalam kelompok kerja;

kesempatan menyelesaikan tugas di bawah bimbingan guru; pengelolaan kesalahan

siswa; dan suasana kelas yang menyenangkan sudah berjalan sesuai kebutuhan. Struktur

kegiatan belajar-mengajar dimulai secara individual memperhatikan input, berkelompok

mendiskusikan masukan baru dan menarik kesimpulan, kemudian dilanjutkan dengan

bekerja berpasangan atau berkelompok untuk mempraktikkan pengetahuan dan

keterampilan baru ke dalam kegiatan komunikatif terbimbing. Siswa bekerja di bawah

bimbingan guru agar kesalahan dapat dikelola sesegra mungkin tanpa memberi rasa

cemas bagi siswa sehingga tercipta suasana kelas yang kondusif.

4) Kemampuan siswa merespon kegiatan belajar-mengajar

Ada empat komponen yang membangun kemampuan siswa dalam merespon

langkah-langkah utama model pembelajaran, masing-masing diuraikan sebagai berikut.

Draw on experience and knowledge (Lead in)

Komponen pertama, kemampuan siswa menjawab pertanyaan guru sesuai dengan

pengalaman siap yang terkait dengan materi yang akan dipelajari. Butir ini penting

dinilai dalam uji coba terbatas karena keyakinan bahwa siswa sudah memiliki gagasan

dan citraan terhadap sesuatu yang diwakili dalam struktur mental yang dikenal sebagai

Page 51: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

175

skema. Untuk memulai pembelajaran, seyogyanya ada aktivitas yang mampu

menjembatani skema yang sudah ada dengan informasi baru. Asosiasi pengetahuan siap

dengan informasi baru menentukan tingkat penerimaan dan pemahaman informasi.

Kemampuan siswa mengaitkan pengetahuan siap dengan materi yang akan

dipelajari juga ditentukan oleh efektif-tidaknya pertanyaan penggali (eliciting questions)

yang dijailkan guru dalam fase ini. Semakin efektif pertanyaan, semakin terarah jawaban

siswa dan semakin mengait dengan materi yang akan dipelajari. Namun, fokus utama

bukanlah jawaban siswa harus benar, tapi paling tidak fase itu membangkitkan motivasi

belajar dengan memanfaatkan pengalaman nyata siswa.

Dalam pembelajaran listening dengan metode TPR plus, masih ada sebagian besar

siswa yang mengabaikan pertanyaan penggali yang diajukan guru. Pada mulanya mereka

tidak menjawab, namun selang beberapa saat kemudian mereka pun merespon pertanyaan

guru dengan bahasanya sendiri, tampak sebagai bahasa antara (interlanguage). Misalnya

dengan mengatakan: (#l)"Door for close." "Chair for sit.". Dua kalimat ini merefleksi

pengalaman dan pengetahuan siap siswa. Terjadi asosiasi antara satu konsep benda yang

dikenal dan kegunaan benda itu dalam kehidupan sehari-hari kemudian diungkapkan

dalam bentuk bahasa yang unik.

Input Stage (Reconstruction)

Komponen kedua, melakukan eksplorasi dan menemukan pengetahuan dan

keterampilan baru melalui mediasi guru. Tahap ini penting dinilai dalam uji coba model

terbatas karena model yang dikembangkan meyakini perlunya satu tahap yang

menentukan dalam langkah pembelajaran. Pada tahap itu, siswa memperoleh kesempatan

mengkonstruksi sendiri pengalaman baru yang difasilitasi dan dimediasi guru melalui

Page 52: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

176

kegiatan eksplorasi dan penemuan konsep-konsep bahasa, fakta, dan atau informasi baru

melalui tugas dan latihan yang direncanakan untuk mengembangkan kompetensi

komunikatif Pengembangan kompetensi itu dilaksanakan melalui pembelajaran

keterampilan berbahasa terintegrasi (integrated skills).

Hasil observasi menunjukkan bahwa siswa dalam kapasitas terbatas telah

melakukan kegiatan-kegiatan yang menuntun mereka ke dalam proses pencarian dan

penemuan konsep-konsep bahasa, fakta, dan informasi melalui perintah lisan yang

diberikan guru. Namun, mereka masih terkendala dengan minimnya bantuan yang terpola

dari guru sehingga belum optimal berperan dalam setiap kegiatan. Mereka terbiasa

dengan bantuan guru melalui pemberitahuan secara langsung kalau menemui kesulitan.

Beberapa hal yang dapat dilakukan: berusaha dengan coba-salah memberi makna pada

perintah guru melalui gerakan-gerakan (#2) menunjuk, mengambil, memperlihatkan,

membuka obyek yang diperintahkan, dan menulis kata dan kalimat yang didengar secara

berkelompok. Suasana keias agak ribut tapi siswa nampak antusias karena bebas dari rasa

cemas.

Reinforcement Stage

Dalam fase reinforcement, siswa telah mencoba mengemukakan apa yang telah

ditangkap dari kalimat perintah yang diberikan guru dan yang ditampilkan siswa lain

ketika merespon secara fisik. Walaupun sebagian dari mereka (secara fisik) belum

berbuat apa-apa, dapat dipastikan secara mental mengikuti apa yang didemonstrasikan

temannya dalam merespon perintah guru tersebut. Dengan demikian, pada dasarnya

semua siswa sudah terlibat dalam kegiatan ini, paling tidak telah mengikuti perintah guru

dan membayangkan apa yang dilakukannya seandainya mereka yang harus tampil.

Page 53: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

177

Terlepas dari kelemahan ini, beberapa hal yang dapat dilakukan siswa: (#3)

mengemukakan makna kata setelah melakukan perintah guru, misalnya "take

(mengambil), open (membuka), walk to (berjalan ke), show (tunjukkan)", (#4) menulis

kata dan kalimat dengan ejaan yang tepat setelah diskusi dan demonstrasi menulis di

papan tulis yang "dibimbing" guru. Keberhasilan ini berpotensi membangun kepercayaan

diri dan kemandirian siswa karena apa yang diperoleh merupakan temuan sendiri secara

individual maupun kelompok.

Application Stage

Komponen keempat, menerapkan pengetahuan dan keterampilan baru ke dalam

persoalan-persoalan pedagogik/autentik. Tahap ini penting dinilai dalam uji coba model

terbatas karena model yang dikembangkan meyakini perlunya tersedia kesempatan bagi

siswa untuk menerapkan fakta, pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh ke dalam

situasi dan konteks baru {production) sehingga membantu menginternalisasi fakta,

pengetahuan dan keterampilan tersebut ke dalam kehiduapan berbahasa yang realistis dan

atau pedagogis.

Hasil observasi menunjukkan bahwa siswa kurang berusaha dan mampu

menerapkan konsep-konsep bahasa, fakta, dan informasi baru ke dalam kegiatan

berbahasa pedagogis apa lagi realistis karena dorongan belajar, pemberian contoh atau

kata-kata kunci dari guru kurang berkesan bagi mereka. Sejumlah besar siswa ragu-ragu

(momen yang paling bagus untuk bantuan guru) mengatakan atau menuliskan sesuatu

kalau tidak diyakini kebenarannya. Kebiasaan berbahasa Inggris dengan coba-coba baru

tahap awal karena yang berlaku selama ini adalah coba-tapi harus benar melalui tugas-

tugas dengan format jawaban tunggal sebagai warisan pembelajaran sebelumnya.

Page 54: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

178

Terlepas dari kelemahan ini, siswa telah berusaha: (#5) menulis kalimat dan memberi

perintah kepada yang lain, misalnya Go open the door, Sit down. Yang lain merespon dan

berusaha sedapat mungkin tepat dalam mendemonstrasikan makna perintah. Keadaan ini

memacu siswa belajar memahami reaksi orang lain dalam berkomunikasi lisan.

5) Hambatan-hambatan

Ada beberapa hambatan yang muncul pada uji coba pertama ini, yaitu: guru

belum sepenuhnya memahami langkah pembelajaran sehingga penerapan belum

konsisten dengan rencana pembelajaran, penjelasan guru belum mampu mengarahkan

siswa untuk mengambil kesimpulan pelajaran, dan siswa belum terbiasa mengambil

kesimpulan pelajaran, serta kebiasan berbahasa Inggris coba-coba belum tertanam bagi

siswa.

Uji coba kedua

1) Penerapan model pembelajaran.

Pada siklus kedua dengan pembelajaran reading, kecuali pada penjelasan materi

pelajaran, kealpaan-kealpaan di atas telah dapat diminimalkan sedemikian rupa sehingga

(1) pada fase draw on experience and knowledge, proporsi dan kualitas pertanyaan yang

diajukan berangsur sesuai dengan kebutuhan, (2) pada fase input dan reinforcement,

keinginan menerjemahkan kalimat bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia sudah

berkurang, (3) penjelasan guru akan materi pelajaran tidak fokus (bahkan cenderung

abstrak) sehingga siswa tampak bimbang, dan (4) penjelasan guru ketika mulai dan pada

saat pergantian kegiatan sudah mulai fokus. Namun, ada catatan tentang peran

reinforcement baik yang dirasakan guru penguji coba maupun oleh peneliti sendiri.

Page 55: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

179

Catatan ini akan dibahas pada topik 'kemampuan guru memfasilitasi dan memediasi

pengalaman belajar bagi siswa'.

2) Kemampuan guru memfasilitasi dan memediasi pengalaman belajar bagi siswa

Draw on experience and knowledge (Lead in)

Pada uji coba kedua untuk pembelajaran reading, kegiatan draw on experience

and konwledge sudah dilakukan sesuai dengan rencana. Kuantitas pertanyaan sudah

proporsional untuk menggugah kesadaran siswa mengidentifikasi rangsangan yang

datang sehingga jawaban yang diberikan mulai memperlihatkan fokus yang jelas.

Pertanyaan terarah yang diajukan guru tampak sudah membangkitkan motivasi dan

potensi siap siswa untuk melakukan prediksi terhadap konsep bahasa atau informasi baru

yang akan ditemukan dalam wacana. Guru mampu mengajukan pertanyaan dan

mengelola jawaban yang beragam untuk merangsang pikiran siswa.

Input Stage (Reconstruction)

Ketika guru memfasilitasi input untuk pembelajaran reading, pertanyaan yang

diajukan guru tampak membangkitkan motivasi dan potensi siap siswa untuk menemukan

konsep bahasa melalui informasi baru (pesan) yang ditanyakan dalam wacana. Guru

mampu mengajukan pertanyaan yang memungkinkan siswa menemukan pesan yang

tersurat dalam wacana.

Reinforcement Stage

Kemampuan guru memfasilitasi reinforcement sudah baik- Bacaan dan

pertanyaan bacaan yang diajukan memiliki kompleksitas yang sama dengan pertanyaan

bacaan pada input stage. Siswa tampak antusias menemukan jawaban secara individual

dan mendiskusikannya dengan yang lain. Namun, dari diskusi peneliti sebagai observer

Page 56: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

180

.- dengan guru penguji coba ditemukan adanya sesuatu yang hilang dari rangkaian kegiatan

antara input dan reinforcement. Sesuatu itu dalam bentuk kegiatan yang lebih penting

dari sekedar penguatan yang berupa latihan duplikasi dari latihan pada fase input.

Pemahaman siswa tentang konsep bahasa dan atau informasi perlu jelas sebelum

memasuki fase application, kalau tidak siswa akan menemui kesulitan seperti yang

tampak dalam observasi. Untuk meyakini berapa dalam pemahaman siswa terhadap

esensi pembelajaran, perlu ada satu fase dimana siswa mampu 'menarik kesimpulan

materi' dari rangkaian kegiatan yang diselesaikan.

Untuk itu mulai uji coba ketiga di samping penjelasan, juga ditempuh cara lain

untuk membimbing siswa menemukan kesimpulan pelajaran. Cara itu dilakukan melalui

rangkaian kegiatan terencana dengan pertanyaan terarah {leading questions) yang

dikonstruksi secara sistematis baik melalui alur berpikir induktif maupun deduktif Cara

itu dipertimbangkan karena dengannya rangkaian jawaban siswa dapat terkait satu sama

lain hingga membentuk satu simpul yang memudahkan siswa memahami materi

pembelajaran secara utuh. Untuk itu, pada uji coba ketiga ditambahkan satu langkah yang

disebut ''generalization '.

Application Stage (Production)

Dalam membaca pemahaman, terdapat penguasaan guru yang berangsur memadai

ketika harus membimbing siswa menerapkan pengetahuan tentang istilah hubungan

kekerabatan dalam keluarga (family) yang dituangkan ke dalam sebuah teks tertulis

tentang keluarga sendiri.

Page 57: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

f, Svpport System (-

' ' --- ij

Bahan ajar dalam bentuk wacana dengan tema keluarga memberi r^oiivpHce'pa^l? 2 jl

siswa untuk mengetahui istilah dalam hubungan keluarga. Tema ini ^mSfiifea

imaginasi siswa yang terkait dengan keluarga sendiri secara nyata—ayah, ibu, dan

saudara-saudara—sehingga siswa mudah menyesuaikan diri pada tingkat kompleksitas

tugas berbahasa dan kebahasaan yang diberikan. Selain itu, guru semakin efektif

menggunakan gambar atau foto. Dalam pembelajaran reading, dengan sebuah foto

keluarga guru mengembangkan pertanyaan-pertanyaan dalam bahasa Inggris yang

mengarah pada pemahaman kosa kata tentang hubungan kekerabatan. Siswa terdorong

untuk menjawab pertanyaan melalui teknik uji coba.

Evaluasi

Evaluasi proses pembelajaran sudah berjalan lebih baik dari siklus sebelumnya.

Guru berusaha mengamati siswa secara lebih baik walaupun indikator yang digunakan

masih sering terlupakan, sehingga guru merasa terganggu dalam mengingat dan memberi

penilaian sambil melakukan pembelajaran secara bersamaan. Format penilaian yang

tersedia sudah dimanfaatkan dengan baik. Untuk penilaian unjuk kerja, kemampuan

siswa dapat dilihat dari jawaban atas pertanyaan pemahaman wacana tentang keluarga,

cara menjawab dengan lisan dan atau tertulis, pengucapan dan struktur kalimat.

3) Interaksi belajar-mengajar

Pada uji coba kedua untuk pembelajaran reading, guru sudah memperhatikan

kapan siswa perlu diberi kesempatan mengajukan pertanyaan. Ia pun mengartikulasi

"Ada pertanyaan?" Walaupun masih kurang siswa yang merspon, tapi paling tidak satu

langkah perbaikan dalam kegiatan pembelajaran telah terjadi sesuai tujuan uji coba.

Page 58: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

182

Sementara itu, bimbingan guru dalam bentuk penjelasan cenderung abstrak bagi siswa

sehingga nampak kurang efektif.

4) Kemampuan siswa merespon kegiatan belajar-mengajar

Draw on experience and knowiedge

Pada tahap uji coba kedua dalam pembelajaran reading, secara kuantitatif jumlah

siswa menjawab pertanyaan semakin banyak. Demikian juga kualitas jawaban tampak

semakin baik. Hal itu menjadi pertanda bahwa kegiatan itu mampu membangkitkan

minat siswa memasuki pembelajaran. Selain itu, jawaban yang diberikan merefleksi

pengalaman nyata siswa dalam merespon pertanyaan guru, atau dalam menanggapi

sebuah gambar. Pada awal pembelajaran reading, siswa mampu merespon gambar

dengan frase dan kata: (#6) father and mother, two son and daughter one, famity.

Input Stage

Siswa semakin mampu melakukan eksplorasi dan menemukan konsep-konsep

bahasa, fakta, dan informasi melalui tugas dan latihan yang difasilitasi dan dimediasi

guru. Salah satu yang mendukung pencapaian itu adalah arahan yang semakin jelas dari

guru. Siswa sudah mampu mengambil manfaat dari kegiatan yang dituntun oleh guru

dalam menyelesaikan tugas. Siswa (#7) dapat menjawab pertanyaan bacaan melalui kerja

individual kemudian didiskusikan dalam kelompok. Siswa beradu argumen untuk sesuatu

yang diyakini, namun menerima pendapat yang lain sehingga terbangun keterampilan

sosial melalui kerjasama kelompok.

Reinforcement Stage

Pada pembelajaran reading, siswa cenderung lebih mudah menjawab pertanyaan

bacaan yang dikemas dalam bentuk yang mirip dengan wacana dan pertanyaan yang

Page 59: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

183

diberikan pada fase input. Namun, tampak adanya kesenjangan alur berpikir antara fase

input {reconstruction) dan application {production). Siswa tidak memperoleh ketegasan

tentang pengetahuan yang baru diperoleh dalam bentuk kesimpulan, yang memungkinkan

mereview pengetahuan itu dan menyesuaikannya dengan yang baru diperoleh. Terlepas

dari kelemahan itu, (#8) siswa telah berusaha menelusuri sumber informasi dalam wacana

atas bimbingan guru. Kondisi itu dapat membelajarkan siswa bagaimana belajar.

Application Stage (Production)

Observasi menunjukkan bahwa siswa sudah mampu menerapkan konsep-konsep

bahasa, fakta, dan informasi baru ke dalam kegiatan berbahasa pedagogis dan realistis.

Dorongan untuk berhasil, pemberian contoh atau kata-kata kunci dari guru mulai

berdampak bagi siswa, sehingga mereka berusaha mengoptimalkan kemampuan bahasa

Inggris yang dimiliki. Sejumlah siswa tidak lagi ragu-ragu mengatakan atau menuliskan

sesuatu walau belum diyakini kebenarannya. Kebiasaan berbahasa Inggris coba-coba

sudah nampak. Beberapa hal yang telah dapat dilakukan (#9) menuliskan susunan

keluarga adik kakak, ibu dan ayah dalam teks sederhana.

5) Hambatan-hambatan

Terdapat beberapa hambatan yang ditemukan pada uji coba kedua ini, namun

yang paling dominan adalah: penjelasan guru masih cenderung abstrak sehingga belum

memfasilitasi penarikan kesimpulan pelajaran bagi siswa, siswa belum terbiasa menarik

kesimpulan pelajaran, dan partisipasi siswa dalam kerja kelompok belum optimal yang

satu cenderung mendominasi yang lain, serta seting tempat duduk yang tidak bisa dirubah

sesuai kebutuhan.

Page 60: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

184

Uji coba ketiga

1) Penerapan model

Pada siklus ketiga dengan pembelajaran speaking, kelemahan pada siklus

sebelumnya telah dapat diminimalkan sehingga untuk 'sementara' dianggap memenuhi

persyaratan terselenggaranya pembelajaran yang sesuai dengan konsep dan prinsip yang

dibangun oleh model pembelajaran yang dikembangkan. Artinya (1) pada fase draw on

experience and knowledge, proporsi dan kualitas pertanyaan yang diajukan sudah sesuai

dengan kebutuhan, (2) pada fase input dan reinforcement, karena beberapa pertimbangan

konseptual dan berdasarkan data yang diperoleh secara empiris melalui siklus-siklus

sebelumnya, maka antara input dan reinforcement diajukan satu tahap kegiatan yang

disebut 'generalization', dan (3) diperlukan kegiatan tambahan dari penjelasan guru

terhadap materi pelajaran yang memungkinkan siswa menemukan sendiri esensi

pelajaran namun dimedtasi oleh guru.

2) Kemampuan guru memfasilitasi dan memediasi pengalaman belajar bagi siswa

Pada pembelajaran speaking, setelah dilakukan refleksi terhadap penampilan dan

penguasaan guru, kemampuan guru beranjak ke satu titik yang lebih baik terutama dalam

fase draw on experience and knowledge, input, dan application serta pemanfaatan media

pembelajaran.

Draw on experience and knowledge

Pada fase ini, pertanyaan terarah yang diajukan guru nampak sudah

membangkitkan motivasi dan potensi siap siswa untuk melakukan prediksi terhadap

konsep bahasa atau informasi baru yang akan dipelajari. Guru mampu mengajukan

pertanyaan dan mengelola jawaban yang beragam untuk dapat diarahkan pada keadaan

Page 61: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

185

dimana akumulasi kejadian mampu merangsang pikiran siswa. Dengan proses itu,

diharapkan siswa mampu menemukan hubungan antara pengalaman lalu dan pengalaman

baru sebagai respon terhadap stimulus yang datang sehingga memudahkan pemahaman.

Input Stage

Pada fase input, guru mampu menjelaskan bahwa siswa akan bercakap-cakap

tentang aktivitas rumah tangga melalui ungkapan permintaan, melakukan percakapan

atau bimbingan, memonitor kegiatan siswa yang bekerja individual dan berpasangan,

serta menggali jawaban siswa untuk ditulis di papan tulis. Demikian pula, Guru mampu

mengkontekstualisasikan percakapan melalui demonstrasi dengan mimik yang sesuai

sehingga makna ungkapan mudah ditangkap siswa. Guru sudah berada pada level

tertentu dimana ia mampu memfasilitasi pengalaman belajar bahasa Inggris untuk

mengembangkan kompetensi komunikatif melalui keterampilan berbicara.

Generalization Stage

Pada fase generalization, yang menjadi kelemahan adalah kemampuan guru

mengajukan rangkaian pertanyaan terarah secara gradual yang sering belum runtut dan

konsisten meskipun sudah berpola pada lingkup spesifik ke lingkup yang lebih luas atau

sebaliknya untuk memudahkan siswa membentuk gagasan atau simpulan umum dari

akumulasi fakta atau peristiwa bahasa. Selain itu, tampak juga bahwa dengan jumlah

siswa yang agak besar guru menemui kesulitan dalam mengoptimalkan mediasi maten,

tugas berbahasa dan kebahasaan kepada siswa.

Reinforcement Stage

Guru tidak memperoleh kesulitan memfasilitasi reinforcement pada pembelajaran

speaking. Bahan ajar yang dipilih untuk tujuan ini memiliki kompleksitas yang sama

Page 62: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

186

dilihat dari ungkapan dan tugas yang diberikan dengan ungkapan dan tugas pada input

stage. Siswa nampak antusias melakukan percakapan secara berpasangan. Tugas

bercakap dilakukan dengan mengikuti pola percakapan yang ada, tinggal mengganti

bagian-bagian tertentu sesuai konteks yang diinginkan siswa.

Application Stage

Pada fase application, hasil observasi menujukkan adanya perbaikan penguasaan

guru terhadap bagaimana memediasi siswa dalam bentuk dorongan, menunjukkan kata-

kata kunci, dan mengatur kegiatan secara bertahap sehingga siswa mampu

menyelesaikan tugas dengan baik.

Support System

Guru berhasil membangun hubungan baik (rapport) dengan siswa. Kelas dimulai

dengan salam dan doa. Siswa terkesan dengan kepribaidan guru yang ramah dan

bersahabat sehingga lingkungan belajar cukup memberi rasa aman bagi siswa untuk

belajar bahasa Inggris. Selain itu, guru semakin efektif menggunakan gambar atau photo

sebagi wahana pembelajaran yang memberi konteks penggunaan bahasa dalam bentuk

ungkapan. Dengan sebuah gambar tentang orang yang melakukan percakapan, guru

mampu membangkitkan minat siswa untuk menjawab pertanyaan yang mengarah pada

ungkapan permintaan (requests) dengan teknik coba-coba

Evaluasi

Untuk evaluasi proses dan unjuk kerja, guru sudah memiliki kemampuan yang

diperlukan dalam mengelola penilaian sehingga telah berjalan lebih baik dari siklus

sebelumnya. Guru mulai terbiasa mengamati siswa secara keseluruhan, tidak lagi merasa

terganggu dengan kegiatan yang berlangsung secara bersamaan. Format penilaian

Page 63: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

187

kemajuan belajar sudah dimanfaatkan dengan baik. Untuk evaluasi unjuk kerja, penilaian

dilakukan atas kemampuan siswa menyampaikan dan menerima pesan, mengucapkan dan

melafalkan bunyi secara berterima, menggunakan kosa kata dan struktur kalimat yang

tepat.

3) Interaksi belajar-mengajar

Pada uji coba ketiga dengan pembelajaran speaking, perhatian guru dalam

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan semakin nyata.

Bimbingan guru tidak lagi fokus pada pemberian penjelasan semata, akan tetapi lebih

pada pemberian kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri kesimpulan

pelajaran melalui pertanyaan terarah yang diajukan dalam fase generalization. Namun,

karena strategi ini baru bagi guru penguji coba maka masih terdapat kelemahan pada

kemampuan mengajukan rangkaian pertanyaan terarah secara gradual yang sering tidak

runtut dan konsisten,

4) Kemampuan siswa merespon kegiatan belajar-mengajar

Draw on experience and knowledge

Pada tahap uji coba ketiga dalam pembelajaran speaking, jumlah siswa menjawab

pertanyaan semakin banyak, demikian pula kualitas jawaban tampak semakin baik. Hal

itu menjadi pertanda bahwa kegiatan mampu membangkitkan minat siswa memasuki

pembelajaran. Selain itu, jawaban yang diberikan merefleksi pengalaman nyata siswa

dalam merespon pertanyaan guru, atau dalam menanggapi sebuah gambar. Pada awal

pembelajaran, pertanyaan direspon dengan kalimat: (#10) they speak, she ask him, he

answer her, he is angry. Demontrasi tata bahasa yang benar merefleksi kemampuan yang

telah dimiliki siswa dan digunakan merespon stimulan yang datang.

Page 64: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

188

Input Stage

Pada fase ini siswa semakin mampu melakukan eksplorasi dan menemukan

konsep-konsep bahasa, fakta, dan informasi melalui tugas dan latihan yang difasilitasi

dan dimediasi guru. Salah satu yang mendukung pencapaian itu adalah demonstrasi

percakapan oleh guru yang mampu mewakili dua karakter pembicara dalam dialog. Siswa

mampu mengambil manfaat dari kegiatan yang dituntun oleh guru dalam menyelesaikan

tugas. Dengan mengamati demonstrasi guru, siswa berusaha memahami ungkapan (#11)

"It's very hot in here." "Willyou open the window, please? " "Yes,sure".

Generalization Stage

Ditemukan bahwa siswa belum secara optimal menarik kesimpulan pelajaran

karena dua hal, yakni pertanyaan terarah yang diajukan guru belum berpola dan runtut, di

lain pihak siswa belum terbiasa menarik kesimpulan dari rangkaian jawaban pertanyaan

terbimbing. Selain itu, siswa juga terkesan kurang sabar mengikuti bimbingan melalui

seperangkat pertanyaan. Terlepas dari kelemahan itu, siswa telah berusaha

menyimpulkan bahwa (#11) "Will you open the window, please?" adalah ungkapan

perrnintaan untuk menyuruh seseorang melakukan sesuatu.

Reinforcement Stage

Respons siswa pada fase ini cukup komunikatif. Mereka mampu melakukan

percakapan sederhana walaupun masih sangat guided dengan mengganti beberapa kata

pada ungkapan permintaan agar seseorang melakukan sesuatu. Siswa yang lain mampu

menjawab sesuai dengan keinginan siswa yang meminta.

Page 65: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

189

Application Stage

Observasi menunjukkan bahwa siswa sudah mampu menerapkan konsep-konsep

bahasa, fakta, dan informasi baru ke dalam kegiatan berbahasa pedagogis dan realistis.

Dorongan untuk berhasil, pemberian contoh atau kata-kata kunci dari guru mulai

berdampak bagi siswa, sehingga mereka berusaha mengoptimalkan kemampuan bahasa

Inggris yang dimiliki. Sejumlah siswa tidak lagi ragu-ragu mengatakan atau menuliskan

sesuatu walau belum diyakini kebenarannya. Kebiasaan menguji coba bahasa Inggris

yang dimiliki sudah tampak. Beberapa hal yang telah dapat dilakukan (#12) melakukan

percakapan dengan mengganti bagian kalimat tertentu. Misalnya // 's hot in here diganti

dengan It's dark in here. Siswa mampu menggunakan kalimat perintah (#13) Will you

put on the light, please?

5) Hambatan-hambatan

Setelah guru penguji coba melakukan implementasi model untuk ketiga kalinya,

tampak kelemahan-kelemahan semaiku berkurang. Hal ini disebabkan karena umpan

balik dan saran perbaikan yang dilakukan secara kolaboratif dengan peneliti. Kelemahan

yang nampak adalah: leading questions yang diajukan guru belum runtut menurut alur

berpikir induktif atau deduktif, dan pengaturan seting tempat duduk mengambil waktu,

kelas cenderung gaduh sehingga menyulitkan pengaturan kena kelompok yang optimal.

Selain itu, dengan jumlah siswa yang agak besar pelaksanaan mediasi materi,

tugas/latihan berbahasa dan kebahasaan kepada siswa kurang optimal.

Uji coba keempat

1) Penerapan model pembelajaran

Pada siklus keempat dengan pembelajaran writing, kelemahan-kelemahan

sebelumnya telah dapat d*iminimalkan sehingga untuk'sementara'dianggap memenuhi

Page 66: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

190

persyaratan terselenggaranya pembelajaran yang sesuai dengan konsep dan prinsip yang

dibangun oleh model yang dikembangkan. Dengan fakta-fakta itu, dapat dikemukakan

bahwa penerapan model pembelajaran oleh guru penguji coba telah berjalan sesuai

dengan rencana sehingga siap memasuki tahap uji coba model selanjutnya dengan jumlah

kelas yang lebih besar.

2) Kemampuan guru memfasilitasi dan memediasi pengalaman belajar bagi siswa

Sebelum memasuki siklus keempat dengan pembelajaran writing, seperti pada

peralihan siklus sebelumnya diadakan umpan balik terhadap kekuatan dan kelemahan

penyajian pembelajaran. Berdasarkan pengalaman guru penguji coba sebelumnya, ia

merasa yakin mampu melakukan pembelajaran seperti yang telah direncanakan secara

lebih berkualitas. Oleh karena itu pada siklus keempat dengan pengembangan

keterampilan writing, tanpa mengurangi kepekaan terhadap kualitas pelaksanaan fase

yang lain, fokus perhatian observasi ditujukan pada fase generalization.

Sebelum pembelajaran dilakukan, terlebih dulu guru penguji coba mendalami

target konsep bahasa, fakta, dan atau informasi yang dituju. Kemudian secara bersama-

sama mendalami rangkaian pertanyaan terarah yang menjadi sistem utama dalam

memasuki proses abstraksi untuk mendapatkan pengertian yang mengarah ke simpulan

pelajaran. Hasil observasi menunjukkan bahwa guru telah semakin malang menangani

fase generalisasi walaupun masih perlu peningkatan kualitas pertanyaan. Dengan

demikian secara keseluruhan langkah pada implementasi model yang dikembangkan siap

memasuki uji lebih luas.

Page 67: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

191

3) Interaksi belajar mengajar

Karena hanya terdapat dua hal yang perlu perhatian pada uji coba kedua dan

ketiga, maka pada uji coba keempat dalam pembelajaran writing perbaikan

dititikberatkan pada kelemahan itu. Sebelum memasuki uji coba itu, terlebih dahulu

diadakan diskusi tentang tujuan dan cara memberikan kesempatan bertanya kepada siswa

yang lebih efektif dengan tidak hanya bertanya "Ada pertanyaan?" tapi mendorong siswa

melalui kalimat: "Bagaimana dengan apa sudah jelas?" dan sebagainya. Hasil yang

diperoleh telah memperlihatakan kemahiran guru melakukan kedua hal itu sehingga

interaksi belajar-mengajar telah siap diuji lebih luas pada fase penelitian selanjutnya-

4) Kemampuan siswa merespon kegiatan belajar-mengajar

Pada uji coba keempat dalam pembelajaran writing, keempat komponen di atas

telah berjalan sesuai kebutuhan. Siswa telah 'mampu' merespon semua kegiatan dan

perilaku yang diinginkan yang menyatu dalam kegiatan tersebut, misalnya: (1) menjawab

pertanyaan atau merespon prompt baik dalam bentuk kata dan kalimat mau pun dalam

bentuk gambar atau realia yang membangun pengalaman belajar melalui kegiatan-

kegiatan terencana; (2) melakukan eksplorasi, menemukan konsep-konsep bahasa, fakta,

atau informasi baru melalui fasilitasi dan mediasi guru; (3) menarik prinsip-prinsip umum

dalam bentuk kesimpulan pelajaran; dan (4) menerapkan pengetahuan dan keterampilan

berbahasa yang baru diperoleh ke dalam persoalan-persoalan pedagogik atau otentik.

Dengan demikian, kemampuan siswa merespon kegiatan belajar-mengajar sebagai

salah satu unsur observasi memberi indikasi siapnya uji coba model lebih luas pada

kegiatan penelitian berikutnya. Beberapa kemampuan menulis yang ditampilkan adalah

(#14) menuliskan postur tubuh sperti tali, short, thin dan merangkai kata menjadi kalimat

Page 68: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

192

Sederhana dan bermakna tentang penampilan orang terdekatnya walaupun tata bahasa

terabaikan. Misalnya kalimat dari tiga siswa yang berbeda (#15) My father is fat, My

moiher white and thin. My uncle black. Terlepas dari kesalahan tata bahasa yang

mengikuti aturan bahasa Indonesia (fall-back), kalimat-kalimat ini merupakan hasil

transformasi pengetahuan yang diperoleh siswa dari pengalaman belajar ke dalam dunia

nyata.

5) Hambatan-hambatan

Beberapa hambatan sebelumnya telah dapat dikurangi eksistensinya, ini disebabkan

guru dan siswa mulai terbiasa dengan iklim pembelajaran yang dikembangkan. Terlepas

dari kelemahan-kelemahan yang ada namun tidak krusial, satu hambatan yang masih

terasa mengganggu adalah kelemahan guru terhadap kontrol waktu yang sesuai untuk

setiap pergantian fase kegiatan ipace).

Selama pelaksanaan uji coba model skala terbatas terdapat berbagai hambatan.

Namun, secara gradual pada setiap siklus ada kemajuan yang berarti baik penguasaan

guru terhadap penerapan model maupun kemajuan siswa bereaksi secara pedagogis

sebagai dampak penerapan model yang dikembangkan. Hambatan-hambatan

teridentifikasi dalam bentuk fisik dan non-fisik. Hambatan fisik lebih pada adanya

kendala yang berbentuk lingkungan fisik dalam menyelenggarakan setiap kegiatan di

kelas. Hambatan non-fisik berupa penguasaan guru dan respon siswa terhadap penerapan

model yang belum berjalan sesuai dengan kebutuhan. Namun, secara bertahap hambatan-

hambatan itu telah dapat diatasi sehingga tujuan uji coba skala terbatas dapat dicapai,

yang memungkinkan dilakukan uji coba model lebih luas.

Page 69: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

Pada Tabel 4.5 disajikan proses kemajuan uji coba model dala . 'f. ^ Sf

yang datanya diperoleh melalui observasi kelas. Skor setiap aspek Ijib

' \ -dengan kriteria yang terpenuhi selama penerapan model. \,

Tabel 4.5 Skor Setiap Aspek Hasil Uji Coba Model Terbatas

Skor Skor Skor Skor Aspek-Aspek Ujicoba I Ujicoba 2 Ujicoba 3 Ujicoba 4

1. Penerapan model: 50,00 66,67 75,00 100 a. Kesesuaian dengan RP; 2 3 3 4 b. Langkah-langkah pembelajaran; 2 3 3 4 c. Kejelasan instruksi. 2 2 3 4

2. Kemampuan guru: 45,83 62^0 83^3 100 a. Mengaitkan pengalaman siswa I 2 3 4

dengan materi yang akan dipelajari;

b. Membimbing siswa; 1 2 3 4 c. Mengarahkan siswa mengambil 2 2 3 4

kesimpulan; d. Memfasilitasi tugas/latihan 2 3 3 4

berbahasa dan kebahasaan. e. Menggunakan alat/media 3 3 4 4

pembelajaran. f Melakukan evaluasi proses 2 3 4 4

3. Interaksi bdajar-mengajan 54,17 66,67 83,33 100 a. Keterlibatan siswa dalam setiap 3 3 4 4

kegiatan; b. Kesempatan menyelesaikan 2 3 3 4

tugas melalui bimbingan guru; c. Kesempatan bertanya; 1 2 3 4 d. Pengelolaan kesalahan siswa; 3 3 3 4 e. Suasana kelas yang menyenang­ 3 3 4 4

kan, f Bimbingan guru dalam bentuk 1 2 3 4

pertanyaan terarah.

4. Kemampuan siswa: 50,00 56,25 75,00 100 a. Menjawab pertanyaan guru pada 2 2 3 4

awal pembelajaran; b. Melakukan eksplorasi; 3 3 3 4 c Mengambil kesimpulan pelajaran 2 2 2 4 d. Menerapkan pengetahuan dan l 2 2 4

keterampilan yang baru diper­oleh.

5. Hambatan-Hambatan 40 30 20 10

Page 70: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

194

120

100

80

60

40

20

0

flliil í: Isi-Í--AS. ..• i:1; •• . •

I

Pener. Model

Kemam. Guru

IBM

. . .L' •

-- •>, : —jv i •• -

. -• . r

. r j j • i -. -.i r

4 l Kemam. Hambatan

Siswa

m Ujicobal

• Ujicoba2

• Ujicoba3

• Ujicoba4

Diagram 4.3 Grafik Kemajuan Uji Coba Mode! Terbatas

6) Tanggapan siswa terhadap kelayakan model

Berikut adalah tanggapan siswa terhadap kelayakan model pembelajaran yang

diperoleh dari jawaban 10 orang sampel yang diambil secara acak dari 34 orang siswa

kelas uji coba model terbatas. Penyebaran angket dimaksudkan untuk memperoleh

informasi pendukung tentang kelayakan model yang dikembangkan dari sudut pandang

siswa sebagai pembelajar yang mengalami secara langsung penerapan model di kelas.

Angket diberikan setelah empat kali putaran uji coba terbatas selesai dilaksanakan.

Jawaban dianalisis dan disajikan dalam bentuk persentase (%) seperti diuraikan berikut

mi.

* *L Apabila data hasil ujicoba model dalam sakala terbatas seperti telah dipaparkan di

atas dikonversi ke dalam grafik, maka grafik kemajuan setiap aspek akan tampak sebagai

terikut.

Page 71: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

195

Dari pertanyaan yang menggali pendapat siswa terhadap aplikasi model

pembelajaran secara keseluruhan, diperoleh 100% siswa yang menjawab kegiatan

belajar-mengajar yang diikuti sangat menarik. Terdapat 60% siswa yang sangat setuju

dan 40% lainnya setuju bahwa pertanyaan guru pada awal pembelajaran terkait dengan

pengalaman nyata mereka. Pertanyaan-pertanyaan ini menyangkut pengetahuan siap

siswa sehingga mudah dijawab oleh mereka. Diperoleh 60% siswa yang menjawab

sangat setuju, 30% setuju, dan 10% tidak setuju.

Pertanyaan berikut menyangkut kemandirian belajar yang difasilitasi dan

dimediasi guru sehingga siswa mampu menemukan sendiri jawaban dari tugas dan

latihan berbahasa dan kebahasaan yang diberikan. Terdapat 70% siswa yang menjawab

sangat setuju, 20% setuju, dan 10% tidak setuju bahwa kegiatan pembelajaran memberi

kesempatan kepada mereka untuk menemukan sendiri jawaban dari tugas dan latihan

dimaksud. Mediasi (bimbingan) yang diberikan guru dalam menemukan sendiri jawaban

dijawab sangat membantu oleh 90% siswa, dan tidak membantu sebanyak 10%.

Tentang diskusi kelompok dalam mencari dan menemukan jawaban dari tugas

dan latihan yang diberikan diperoleh 80% siswa yang menjawab sangat bermanfaat, dan

20% menyatakan bermanfaat. Diskusi dan kerja kelompok tidak terlepas dari bimbingan

guru untuk mengarahkan siswa menarik kesimpulan pelajaran. Terdapat 80% siswa yang

menjawab bimbingan guru sangat mempermudah dan 20% berpendapat mempermudah.

Informasi dan atau konsep-konsep bahasa baru yang diperoleh dari penyelesaian

tugas dan latihan berbahasa dan kebahasaan dapat dipraktikkan ke dalam situasi yang

berbeda. Terdapat 90% siswa menjawab sangat setuju, dan 10% lainnya setuju. Proses

mempraktikkan perolehan itu pada tahap akhir pembelajaran dianggap sangat mudah

Page 72: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

196

diikuti oleh 80% siswa, dan mudah diikuti 20% lainnya. Secara keseluruhan dari awal

sampai akhir pembelajaran suasana sangat menyenangkan menurut 80% siswa dan

sisanya sebanyak 20% menganggap menyenangkan. Dari data di atas, dapat disimpulkan

bahwa siswa mampu merespon setiap langkah dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan

tujuan ujicoba model.

b. Hasil uji coba model dalam skala lebih luas

Uji coba model dalam skala lebih luas dimaksudkan untuk memperoleh informasi

yang berkenaan dengan kelayakan model melalui penguasaan guru menerapkan model,

pencapaian kompetensi komunikatif, dan pengaruh model terhadap motivasi dan sikap

siswa terhadap pembelajaran bahasa Inggris. Untuk memperoleh data yang diperlukan,

peneliti menjaring data melalui observasi kelas, angket, wawancara, dan tes hasil belajar.

Selain itu, uji coba model juga dilakukan untuk memperluas skala uji coba agar diperoleh

penampilan model yang lebih halus dan pada gilirannya siap divalidasi. Dalam uji coba

ini dilibatkan tiga orang guru dari tiga sekolah yang berbeda menurut kategori, "baik",

"sedang", dan "kurang". Satu orang guru telah menerapkan model pada uji coba skala

terbatas.

Berikut uraian hasil observasi, evaluasi hasil belajar, motivasi dan sikap siswa

yang diperoleh selama siklus kelima, keenam, dan ketujuh penerapan model

pembelajaran dalam uji coba lebih luas.

Page 73: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

197

1) Hasil observasi kelas

Uji coba kelima

a) Penerapan model pembelajaran.

Sebelum uji coba model lebih luas di mulai, terlebih dahulu diadakan diskusi

dengan ketiga guru penguji coba kemudian menyusun rencana pembelajaran yang akan

digunakan yang nantinya diharapkan merefleksi langkah konseptual desain model

pembelajaran yang dikembangkan. Untuk penerapan model pembelajaran, sejak awal

telah nampak bahwa semua langkah utama yang direncanakan terlaksana tanpa satu pun

yang terlewati. Namun, masih ada beberapa catatan tentang kegiatan yang belum optimal

dilakukan seperti ketika guru memberikan instruksi dan penjelasan ketika memulai dan

untuk setiap perlaihan tugas dari satu tahap ke tahap selanjutnya.

b) Kemampuan guru memfasilitasi dan memediasi pengalaman belajar bagi siswa

Pada uji coba kelima (listening, reading), guru yang telah menerapkan model

pembelajaran pada uji coba terbatas tidak mengalami kendala yang berarti selama itu

terkait dengan tahap-tahap pembelajaran yang memfasilitasi dan memediasi siswa

belajar. Penguasaan kegiatan dimaksud merefleksi konsepsi model pembelajaran sesuai

dengan tujuan uji coba. Karena siswa uji coba model lebih luas berbeda dari siswa uji

coba terbatas, beberapa hal yang terkait dengan respon siswa seperti yang akan dibahas

pada butir empat masih perlu mendapat perhatian khusus. Sementara iru, dua orang guru

penguji coba baru memperlihatkan usaha sungguh-sungguh untuk menguasai taha-tahap

pembelajaran dan berusaha konsisten menerapkan model sesuai dengan rencana

pembelajaran.

Page 74: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

198

Draw on experience and knowledge

Pada siklus kelima bagi kedua guru yang baru dilibatkan dalam uji coba skala

lebih luas, pelaksanaan tahap-tahap pembelajaran adalah sesuatu yang masih baru.

Mereka belum mahir melakukan kegiatan draw on experience and knowledge—

mengarahkan aktivitas yang membangkitkan motivasi dan potensi siap siswa untuk

melakukan perediksi terhadap konsep bahasa dan atau informasi baru yang akan

dipelajari. Cara guru mengajukan pertanyaan dan mengelola jawaban yang dapat

menghubungkan sturktur intelektual siswa dengan pengalaman baru belum memadai.

Kegiatan ini belum fokus terkait pada esensi bahasan pada tahap reconstruction.

Input Stage

Pada pembelajaran listening, guru memfasilitasi input pesan dan bahasa melalui

metode TPR untuk memperkenalkan kosa kata melalui kalimat perintah dalam bahasa

Inggris. Guru memberi perintah secara berulang-ulang sambil memberi bantuan dengan

mimik sehingga siswa paham akan perintah tersebut. Ketiga orang guru penguji coba

bertahan untuk tidak mengartikan perintah itu ke dalam bahasa Indonesia walau siswa

belum menampilkan respon yang tepat. Mereka paham akan konsep developmental error

yang melekat pada metode ini. Guru memperlihatkan kemampuan yang cukup memadai

untuk kegiatan ini.

Pada pembelajaran reading, guru menyajikan sebuah teks tentang keluarga

dengan seperangkat pertanyaan pemahaman. Guru mengajukan pertanyaan terlebih

dahulu—sekalian mengecek pemahaman tentang pertanyaan itu—kemudian menyuruh

siswa membaca teks (dalam hati). Hal itu dilakukan agar siswa siap dengan cara

membaca yang cepat dan tepat {reading for purpose) karena sebelumnya telah tahu

Page 75: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

199

informasi apa yang dibutuhkan. Guru kemudian mengecek jawaban siswa sambil

menuliskannya di papan tulis. Jawaban benar atau salah tetap dituliskan agar siswa

menyadari (aware of) mengapa jawaban itu benar atau salah pada fase generalization.

Generalization Stage

Pada fase generalization guru masih ragu-ragu membimbing siswa untuk

membentuk gagasan atau simpulan umum dari akumulasi fakta melalui pertanyaan

terarah. Rangkaian pertanyaan sering tidak sistematis dan konsisten pada lingkup spesifik

ke lingkup yang lebih umum atau sebaliknya agar siswa mudah menarik kesimpulan.

Terlepas dari kelemahan itu, peneliti dan guru penguji coba mengamati bahwa setelah

siswa memperoleh kesimpulan pelajaran perlu secara eksplisit dilakukan refleksi

terhadap apa yang telah dipelajari siswa saat itu. Pertanyaan "Apa yang telah kamu

pelajari hari ini memungkinkan siswa menyadari perolehannya dan atau memperbaiki

pengetahuan dan konsep bahasa sebelumnya.

Reinforcement Stage

Untuk fase reinforcement pembelajaran listening, guru telah memfasilitasi tugas

dan latihan yang dapat memberi penguatan terhadap pesan dan konsep-konsep bahasa

melalui sebuah lagu / have two eyes to see with—terkait dengan nama-nama anggota

badan. Untuk pembelajaran reading, guru telah memfasilitasi tugas dan latihan yang

dapat memberi penguatan tentang cara memperoleh informasi yang tepat dan konsep

bahasa yang membawa pesan untuk dipahami siswa. Namun, menurut pengamatan dan

penilaian yang dilakukan secara kolaboratif dengan tiga guru penguji coba disimpulkan

bahwa pada dasarnya fase reinforcement tidak diperlukan jika fase generalization dengan

pertanyaan terarah berfungsi dengan baik.

Page 76: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

200

Application Stage

Pada fase application, kemampuan guru memfasilitasi kegiatan agar siswa

menerapkan pengetahuan dan keterampilan baru pada fase application masih perlu

ditingkatkan. Terutama bagaimana memediasi siswa sehingga terdorong melakukan

kegiatan berbahasa secara alami setelah menyimak atau membaca pemahaman.

Penguasaan guru belum memadai ketika harus membimbing siswa menggunakan

pengetahuan tentang istilah hubungan kekerabatan dalam sebuah keluarga yang

dituangkan ke dalam sebuah teks tertulis.

Support System

Bahan ajar disiapkan dengan mempertimbangkan topik yang sesuai dengan

perkembangan siswa. Kegiatan dalam menyimak terkait dengan aktivitas keseharian

siswa sambil belajar arti kosa kata tertentu melalui respon pisik. Untuk kegiatan

membaca, wacana disiapkan dalam konteks yang bermakna bagi kehidupan siswa.

Bercerita tentang keluarga dan anggota-anggotanya, hubungan anggota satu dengan yang

lain. Tentang penggunaan media pembelajaran, guru penguji coba belum efektif

menggunakan gambar atau benda-benda tertentu dalam latihan menyimak. Dalam

pembelajaran membaca, dengan sebuah gambar keluarga artifisial, guru masih kaku

mengembangkan pertanyaan-pertanyaan dalam bahasa Inggris yang mengarah pada

pemahaman kosa kata hubungan kekerabatan.

Evaluasi

Ketiga guru penguji coba telah berusaha melakukan penilaian proses melalui

lembar penilaian yang telah disiapkan sebelumnya. Guru mengamati siswa dan

melakukan penilaian proses yang terkait dengan motivasi, sikap, dan kerja sama dalam

Page 77: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

201

melaksanakan kegiatan. Untuk penilaian kompetensi komunikatif guru mengamati

kinerja siswa dalam berkomunikasi. Fokus penilaian adalah kejelasan pesan yang

disampaikan/diterima, pemilihan kata, pengucapan, dan tata bahasa. Tata bahasa

memperoleh penilaian paling kurang bobotnya dalam kriteria penilaian.

c) Interaksi belajar-mengajar

Pada siklus kelima, seorang penguji coba hanya kekurangan dua hal yang masih

perlu diperbaiki dalam mengelola interaksi belajar-mengajar, yakni pemberian

kesempatan kepada siswa untuk bertanya, dan pengelolaan kesalahan siswa yang belum

dilakukan secara bijaksana. Cara membimbing siswa melalui pertanyaan terarah sudah

agak baik namun masih perlu ditingkatkan. Sementara seorang lainnya, selain ketiga hal

di atas, masih lemah dalam membantu siswa menyelesaikan tugas dan latihan listening

dan reading pada fase reconstruction. Ia cenderung membiarkan siswa bergelut dengan

masalahnya sendiri dengan harapan agar siswa dapat menemukan sendiri pemecahan

yang dibutuhkan. Guru bersangkutan kurang memahami peran dalam mengarahkan dan

membimbing siswa untuk dapat menyelesaikan tugas dan latihan yang diberikan.

d) Kemampuan siswa merespon kegiatan belajar mengajar

Draw on experience and knowledge

Pada siklus kelima, terlepas dari kekurangan guru mengajukan pertanyaan, secara

umum dari tiga kelas uji coba model sakala lebih luas, siswa mampu menjawab

pertanyaan terarah yang diajukan guru ketika mengawali pembelajaran menyimak dan

membaca. Siswa menjawab pertanyaan lisan dalam bahasa Inggris tentang gerakan yang

mungkin dilakukan dengan anggota badan tertentu dalam olah raga, (#16) rise hands, put

hands, move your head. Respon siswa merefleksi pengalaman yang dimiliki dan terkait

Page 78: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

202

dengan gerakan-gerakan serta konsep-konsep bahasa yang akan dipelajari. Demikian

pula ketika guru memperlihatkan gambar sambil mengajukan pertanyaan, siswa mampu

menjawab dalam kalimat yang terkait dengan hubungan keluarga, (#17) he'sfather, boy

and giri, mother sits in a chair. Kenyataan itu memperlihatkan bahwa siswa mampu

mengasosiasikan pengalaman yang dimiliki dengan stimulus yang datang.

Input Stage

Dengan arahan dan bimbingan guru, dalam fase input siswa sangat aktif

menyimak perintah guru dan merespon dengan aktivitas fisik menunjuk, mengangkat,

dan menyentuh bagian badan tertentu yang diperintahkan. Siswa antusias mencoba dan

mencoba lagi merespon perintah dalam bahasa Inggris sampai benar, sementara siswa

lain memperhatikan dengan saksama. Seringkah terdengar arahan dari siswa yang

melihat temannya salah dalam melakukan perintah guru, (#18) no, your chin sentuh, on

your stomach. Ini menandakan bahwa secara mental semua siswa aktif menyimak

perintah lisan yang disampaikan guru dalam bahasa Inggris. Dalam pelajaran membaca,

siswa aktif membaca dalam hati (tidak seperti biasanya) dan mampu mengikuti arahan

guru untuk menyelesaikan tugas membaca pemahaman sesuai waktu yang tersedia.

Generatization Stage

Pada kegiatan generalisasi di kelas sekolah berkategori baik, diskusi berlangsung

sebagaimana mestinya—tugas jelas, hampir semua siswa berpartisipasi aktif, bertanya

dan menjawab sampai tiba pada kesimpulan yang diambil dalam kelompok. Kata/kalimat

yang ditulis dapat dimengerti walaupun struktur dan ejaan belum sepenuhnya tepat Di

lain pihak, pada dua kelas lainnya guru berulangkah mengarahkan pada apa yang harus

dilakukan untuk menyelesaikan tugas. Diskusi belum berjalan sebagaimana mestinya—

Page 79: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

203

beberapa di antara anggota kelompok kurang jelas atas tugas yang diberikan hingga tidak

memiliki catatan tentang kata/kalimat yang disimak, dan tentang jawaban pertanyaan

bacaan. Belum semua siswa aktif berpartisipasi sehingga sulit mengambil kesimpulan.

Reinforcement Stage

Untuk fase reinforcement pembelajaran listening, siswa memperoleh tugas dan

latihan yang memberi penguatan terhadap pesan dan konsep-konsep bahasa melalui

sebuah lagu—terkait dengan nama-nama anggota badan. Untuk pembelajaran reading,

siswa memperoleh tugas dan latihan yang memberi penguatan tentang cara memperoleh

informasi yang tepat dan konsep bahasa yang membawa pesan untuk dipahami.

Application Stage

Pada tahap aplikasi, kejadian ketika tahap generalisasi terulang—arahan guru

untuk mengerjakan tugas dimengerti siswa pada sekolah berkategori baik sehingga

mereka mampu menulis kalimat-kalimat sederhana tentang aggota keluarganya, (#19 my

father work in office, he go everyday. Demikian juga ketika memberi perintah lisan

kepada temannya (#20) take the book and give to me, hold your ear, stand up and go to

the door, perintah itu dapat dilakukan dan di'respon dengan baik oleh siswa yang lain.

Walaupun kelas agak gaduh motivasi dan antusiasme siswa belajar nampak

menggembirakan. Hal itu berbeda dengan apa yang diamati pada dua sekolah lainnya—

campur tangan guru masih hampir mendominasi setiap uasaha siswa menyelesaikan

tugas menulis kalimat perintah dan teks sederhana tentang anggota keluarga mereka.

Namun, beberapa di antara mereka dapat menyelesaikan tugas tepat pada waktunya.

Page 80: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

204

e) Hambatan-hambatan

Seperti pada siklus-siklus sebelumnya, peneliti berusaha memahami setiap

masalah yang timbul dan menentukan mana yang paling mendasar menghambat

pelaksanaan uji coba, maka pada uji coba kelima ini dikemukakan beberapa masalah.

Masalah dimaksud adalah: pelaksanaan draw on experience and knowledge belum

terarah, guru belum menguasai cara mengarahkan siswa melalui leading questions, guru

belum trampil memanfaatka media dalam mengajukan pertanyaan terkait dengan makna

yang terkandung dalam gambar, dan siswa belum terbiasa mengambil kesimpulan

pelajaran apa lagi melalui leading questions.

Uji coba keenam

a) Penerapan model pembelajaran

Untuk penerapan model pembelajaran, semua langkah utama yang direncanakan

terlaksana tanpa satu pun yang terlewati. Kegiatan guru memberikan instruksi dan

penjelasan pada saat memulai dan untuk setiap perlaihan tugas dari satu tahap ke tahap

selanjutnya sudah memenuhi kebutuhan. Guru mampu memberikan penjelasan dan

instruksi pada setiap peralihan tugas dan kegiatan secara jelas sehingga siswa mampu

menangkap apa yang harus dilakukan berdasarkan arahan guru. Satu hal yang masih

perlu perhatian adalah jumlah waktu yang digunakan pada setiap pelaksanaan tugas

sering molor dari waktu seharusnya.

Dari hasil angket yang disebarkan, tiga guru penguji coba sepakat mengusulkan

satu kegiatan pada fase generalisasi, yaitu pertanyaan yang bersifat review terhadap

pengetahuan yang baru saja diperoleh siswa. Pertanyaan dimaksud dapat menyadarkan

Page 81: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

205

dengan sebelum siswa memperoleh pengalaman belajar. | £g .-^ p

b) Kemampuan guru memfasilitasi kegiatan belajar mengajar t?agt St&wa V ^ '

adanya perubahan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh bila

Oraw on experience and knowledge " i - ^ .

Pada siklus keenam, guru telah mampu melakukan kegiatan draw on experience

and knowledge dalam mengawali pembelajaran speaking. Guru menunjukkan sebuah

gambar dari sejumlah orang yang sedang bercakap-cakap sambil mengajukan pertanyaan

yang mengarah pada contoh ungkapan tentang kondisi kesehatan seseorang.

Keberhasilan dilihat dari jawaban siswa mereka-reka kalimat yang mungkin

di kemukakan oleh masing-masing yang melakukan pembicaraan dalam gambar.

Input Stage

Guru menyajikan input dengan melakukan demonstrasi percakapan dua orang,

satu orang minta yang lainnya untuk melakukan sesuatu melalui kalimat permintaan.

Yang lain merespon permintaan itu dengan melakukan sesuatu secara demonstratif yang

dapat diamati siswa sehingga makna yang terkandung di dalamnya dapat ditangkap

dengan lebih berkesan. Guru melakukan percakapan secara berulang-ulang dengan

mimik yang menambah pengertian pada setiap gerakan yang dilakukaa Suara dan

intonasi disesuaikan dengan pesan yang terkandung dalam ujaran.

Generalization and review Stage

Pada fase ini, kemampuan guru berangsur sesuai dengan harapan walau belum

optimal. Hal itu terjadi karena mereka sudah memiliki pengalaman mengajukan

pertanyaan terbimbing untuk mengarahkan siswa menarik kesimpulan pelajaran. Guru

telah mampu mengajukan pertanyaan yang mengarahkan siswa mengambil kesimpulan

Page 82: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

206

pada fungsi bahasa atau ujaran yang menyatakan permintaan agar seseorang melakukan

sesuatu. Di samping itu, mereka juga telah membantu siswa melakukan review terhadap

kemajuan belajarnya hari itu.

Application Stage

Pada fase aplikasi, keterampilan guru masih sama seperti yang diperlihatkan pada

siklus kelima dalam memfasilitasi siswa untuk menerapkan pengetahuan dan

keterampilan yang baru diperoleh ke dalam aktivitas berbahasa yang lebih bermakna.

Mediasi dilakukan dalam bentuk pemberian kalimat-kalimat kunci yang di dalamnya

terdapat rumpang yang diisi siswa sesuai dengan konteks sendiri. Siswa menggunakan

kalimat-kalimat ini dalam praktik bercakap-cakap yang dilakukan secara berpasangan.

Support System

Bahan ajar disiapkan secara kolaboratif oleh peneliti dan guru penguji coba.

Percakapan mengambil tema kegiatan di rumah. Tingkat kompleksitas tugas dan latihan

berbahasa memperhatikan prinsip i + 1. Dalam kosa kata dan ungkapan dipilih kegiatan

yang menggabungkan kosa kata dan ungkapan yang (diasumsikan) telah diperoleh siswa

dengan yang baru. Akan halnya dengan penggunaan media pembelajaran, tampaknya

guru tidak lagi menghadapi kendala dalam mengembangkan pertanyaan-pertanyaan

terarah berdasarkan konteks yang terbawa oleh media yang digunakan. Gambar yang

disediakan juga semakin berkualitas, cukup besar dan terlihat oleh semua siswa di dalam

kelas.

Evaluasi

Evaluasi proses pembelajaran sudah berjalan lebih baik dari siklus-siklus

sebelumnya. Guru berusaha mengamati perilaku siswa dengan lebih baik karena telah

Page 83: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

207

mempelajari kriteria penilaian. Format penilaian sudah dimanfaatkan dengan baik. Untuk

penilaian unjuk kerja dalam kompetensi komunikatif diperlihatkan siswa melalui

percakapan sederhana yang topiknya telah disiapkan guru sebelumnya. Penilaian fokus

pada kejelasan pesan yang disampaikan/diterima, pemilihan kata, pengucapan, dan tata

bahasa. Tata bahasa memperoleh penilaian paling sedikit bobotnya dalam kriteria

penilaian.

c) Interaksi belajar mengajar

Siswa terlibat dalam kegiatan bercakap-cakap secara berpasangan dengan

antusias. Mereka mampu bertanya bila terdapat makna kata yang belum jelas. Guru tidak

memperlakukan kesalahan siswa sebagai sesuatu yang harus mendapat hukuman dalam

bentuk apapun. Hal itu menciptakan suasana belajar yang lebih kondusif—tidak

menegangkan (stress-Jree environment). Dalam hal memberi bantuan bagi siswa yang

membutuhkan, guru tidak lagi memberinya secara langsung akan tetapi melalui

pertanyaan-pertanyaan yang terarah pada jawaban. Jawaban diperoleh sendiri oleh siswa

dengan memperhatikan akumulasi jawaban yang diberikan.

d) Kemampuan siswa merespon kegiatan belajar mengajar

Draw on experience and knowledge

Pada siklus keenam dalam pembelajaran speakings kemajuan respon siwa mulai

tampak. Kemampuan melakukan aktivitas pada fase ini semakin baik. Dua buah kalimat

dari dua orang siswa merespon gambar yang ditunjukkan guru dengan berseru (#20) ill,

he is ill, sedih—what 's sedih? Dengan suara gaduh, hampir semua siswa menyerukan

kata dan atau kalimat yang dapat diucapkan menurut tanggapannya masing-masing

Page 84: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

208

terhadap gambar yang diperlihatkan. Kejadian yang sama terjadi pada dua kelas uji coba

lainnya.

Input Stage

Dalam fase ini, guru memfasiltasi input pesan dan bahasa melalui demonstrasi

percakapan dua orang—yang satu bertanya tentang perasaan dan yang lainnya menjawab.

Mereka mampu menuliskan kalimat percakapan yang didemonstrasikan guru yang

berkenaan dengan ungkapan yang menyatakan kondisi seseorang, dengan struktur

kalimat yang tepat, (#21) / am very tired Dari jawaban ini nampak bahwa siswa pada

hakikatnya telah memanfaatkan pengetahuan siap sehingga mampu menangkap kalimat

panjang yang diucapkan guru.

General ization and review Stage

Ketika siswa sekolah berkategori baik diperhadapkan pada aktivitas menarik

kesimpulan, mereka hampir tidak menemukan kesulitan. Mereka menemukan sendiri dan

memahami secara konseptual ungkapan yang menyatakan kondisi seseorang. Pada dua

kelas lainnya, siswa sekolah berkategori sedang dan kurang semakin baik dalam

memahami instruksi tentang apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan tugas.

Dengan pengalaman pada siklus kelima, siswa mulai mampu menarik kesimpulan dari

akumulasi jawaban berdasarkan pertanyaan terarah dari guru. Sebagian beasar telah

mampu menemukan sendiri dan memahami bahwa ungkapan (#22) How do you feel?

digunakan untuk menanyakan kondisi seseorang. Perolehan ini diyakini sebagai akibat

dari mediasi guru menstimulasi operasi kognitif siswa untuk berpikir runtut dan

sistematis.

Page 85: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

209

Application Stage

Pada f^se aplikasi, selain berkembangnya kemampuan memahami instruksi dajj

arahan guru, fcjswa pada ketiga kejas uji coba juga telah rmunpu menuliskan dan^

melakukan percakapan yang terkait dengan kesehatan seseorang. Walaupun untuk tata

bahasa, kosa kata dan pelafalan siswa masih perlu dampingan guru yang lebih intensif.

e) Hambatan-hambatan

Dalam uji coba keenam, ditemukan masalah semakin berkurang bila

dibandingkan dengan uji coba sebelumnya. Masalah yang muncul dalam uji coba ini

adalah: belum semua siswa aktif dalam pembelajaran, siswa belum terbiasa dengan

teknik uji-coba dalam berbicara, dan guru tidak mengontrol waktu pada setiap pergantian

fase kegiatan sehingga waktu yang digunakan tidak lagi sesuai jadwal pelajaran.

Uji coba ketujuh

a) Penerapan model pembelajaran

Pada siklus ketujuh, semua kelemahan yang masih ada pada siklus kelima dan

keenam sudah berangsur dapat diatasi sehingga penguasaan guru menerapkan model

pembelajaran semakin optimal.

b) Kemampuan guru memfasilitasi dan memediasi pengalaman belajar bagi siswa

Draw on experience and knowledge

Pada fase ini ketiga guru penguji coba telah memiliki kemampuan yang

'memadai' untuk menarik perhatian siswa mengemukakan pengalaman dan pengetahuan

mereka yang terkait dengan materi yang akan dipelajari. Guru dalam tingkat yang

dipersyaratkan model telah mampu mengkondisikan siswa agar merespon prompt yang

Page 86: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

210

diberikan apakah dalam bentuk pertanyaan penggali atau memberi komentar pada sebuah

gambar dibawah bimbingan guru.

Input Stage

Peran guru pada fase ini adalah memfasilitasi dan memediasi pengalaman belajar

yang dibutuhkan siswa agar menemukan dan meperoleh pengetahuan dan keterampilan

baru sesuai dengan tujuan pembelajaran. Guru penguji coba menguraikan penampilan

mereka (pakaian/warna pakaian, postur tubuh) dalam bentuk wacana sederhana dan

menuliskannya dipapan tulis. Ada interaksi antara guru dan siswa melalui tanya jawab

perihal kata yang kurang jelas bagi siswa.

Generalization and review Stage

Guru membimbing siswa untuk mengetahui struktur teks yang menjelaskan

penampilan seseorang melalui pakaian dan warna pakaian yang dipakai. Bimbingan ini

dilakukan melalui pertanyaan terarah. Karena pengalaman telah ada sebelumnya, guru

telah memiliki kemampuan yang dipersyaratkan oleh model untuk membimbing siswa

dengan cara ini. Guru penguji coba mampu mengajukan pertanyaan yang mengarahkan

siswa mengambil kesimpulan pada fungsi bahasa atau kalimat-kalimat yang menjelaskan

penampilan seseorang. Di samping itu, mereka juga telah membantu siswa melakukan

refleksi terhadap kemajuan belajarnya hari itu.

Application Stage

Pada fase aplikasi, keterampilan guru memfasilitasi dan memediasi pengalaman

belajar untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang baru diperoleh ke dalam

aktivitas berbahasa yang lebih bermakna semakin baik. Guru menyiapkan sebuah gambar

dengan ciri tertentu dari orang dalam gambar tersebut. Mediasi dilakukan dalam bentuk

Page 87: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

211

pemberian kalimat-kalimat kunci yang di dalamnya terdapat rumpang yang diisi siswa

sesuai dengan konteks yang dibawa gambar. Siswa menggunakan kalimat-kalimat ini

dalam praktik menulis dan menjelaskan penampilan seseorang.

Support System

Guru menampilkan diri sebagai model yang dicermati siswa dalam usaha

menjelaskan penampilan seseorang. Materi terkait dengan warna pakain dalam kalimat

atau ungkapan yang menjelaskan penampilan seseorang. Siswa memperlihatkan

antusiasme yang tinggi sehingga mereka mampu mengungkapkan warna pakaian dalam

bahasa Inggris. Ketiga guru penguji coba tampil dengan penampilan yang sangat

bersahabat sehingga suasana belajar jauh dari menegangkan.

c) Interaksi belajar mengajar

Pada siklus ini, kejadian tidak berbeda dengan yang ada pada siklus keenam

sebelumnya Siswa terlibat dalam kegiatan menulis penampilan orang yang paling dekat

dalam konteks kekerabatan. Mereka bertanya apa bahasa Inggrisnya 'bergaris-garis,

gemuk-tinggi, dan lain-lain. Guru tidak memperlakukan kesalahan siswa sebagai sesuatu

yang harus mendapat hukuman dalam bentuk apapun. Hal itu menciptakan suasana

belajar yang lebih kondusif—bebas dari rasa cemas (stress free environment). Dalam hal

memberi bantuan bagi siswa yang membutuhkan, guru tidak lagi melakukannya secara

langsung akan tetapi siswa disuruh membuka kamus. Kata-kata yang dibutuhkan dalam

merangkai makna tentang penampilan seseorang ditemukan sendiri dari dalam kamus.

Page 88: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

212

d) Kemampuan siswa merespon kegiatan belajar mengajar

Draw on experience and knowledge

Dalam putaran ketujuh pada mata pelajaran menulis, kemampuan merespon pada

fase ini semakin berkembang menjadi lebih baik. Sebagian besar siswa mampu

mengemukakan warna pakaian yang dipakainya dan orang tuanya hari itu. Ketika guru

mengemukakan warna pakaian yang dipakai hari itu, sebagian besar siswa mampu

menangkap dan mencatat kata-kata bahasa Inggris walaupun ejaan masih ada yang

kurang tepat dan cenderung hanya menuliskan bunyi yang didengar dari guru, misalnya

(#24 whait (white), blek (black), colorful, sebagaian lainnya telah menulis dengan benar.

Rekaman ini secara spontan dilakukan dalam usaha memberi makna tentang apa yang

telah didengar dari guru. Nampak adanya usaha bawa sadar (subconscious) untuk

menggunakan bahasa Inggris walau masih dalam konteks yang terbatas.

Input Stage

Pada fase inputt siswa secara individual membaca dalam hari model teks tentang

warna pakaian guru di papan tulis dan mengajukan pertanyaan tentang kata/kalimat yang

bagi mereka masih kurang jelas artinya. Untuk menjawab pertanyaan siswa, guru pun

menjelaskan dengan contoh-contoh kalimat yang diartikulasi sambil menunjuk wama

atau obyek tertentu yang berkenaan dengan hal yang ditanyakan.

Generalization and review Stage

Selanjutnya dalam fase ini, walaupun penggunaan waktu cenderung lebih lama,

sebagian besar siswa mampu mengambil kesimpulan pelajaran dan dengan bimbingan

guru mampu menilai betapa perubahan pengetahuan tentang konstruksi teks yang

menjelaskan warna pakaian seseorang yang sebelumnya tidak diketahui menjadi

Page 89: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

213

diketahui. Hal ini sangat menggembirakan mengingat bahwa siswa telah mampu menilai

sendiri kemajuan belajarnya melalui refleksi yang dibimbing guru.

Application Stage

Dalam fase aplikasi, hampir secara otomatis siswa mengerti arahan guru untuk

mengerjakan tugas dan latihan. Secara individual siswa menulis teks sederhana tentang

penampilan seseorang khususnya warna pakaian yang dipakai keluarga. Misalnya

kalimat dari tiga siswa berbeda (#25) my father is wearing shirt white, My mother use

jacket black, My uncle is tie black. Untuk tata bahasa, kosa kata dan ejaan, siswa masih

perlu dampingan guru yang lebih intensif Namun, satu hal yang patut diyakini bahwa

siswa telah melakukan eksperimen dengan pengetahuan bahasa dan kebahasaan yang

dimiliki dalam konteks dunia nyata.

e) Hambatan-hambatan

Beberapa hambatan yang ditemukan pada siklus ini terkait dengan penggunaan

waktu yang kurang efektif bagi siswa. Hal itu disebabkan karena kurangnya perhatian

baik guru mau pun siswa akan pentingnya memanfaatkan waktu yang relatif singkat

untuk beberapa tugas berbahasa dan kebahasaan. Selain itu, guru tidak mengontrol waktu

pada setiap pergantian fase kegiatan.

Pada Tabel 4.6 disajikan proses kemajuan uji coba model lebih luas yang

datanya diperoleh melalui observasi kelas. Skor setiap aspek diberikan sesuai dengan

kriteria yang terpenuhi selama penerapan model.

Page 90: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

214

Tabel 4.6 Skor Setiap Aspek Observasi Hasil Ujicoba

Model Lebih Luas

Skor Ujicoba 5 Skor Ujicoba 6 Skor Ujicoba 7 Aspek-Aspek

1 ! 2 ! 3 1 ! 2 3 1 ! 2 ! 3

1. Penerapan modei: 5833 58,33 91,67 75 75 100 100 100 100 a. Kesesuaian dengan RP; 3 3 4 3 3 4 4 4 4 b. Langkah-langkah pembelajaran; 2 2 4 3 3 4 4 4 4 c. Kejelasan instruksi. 2 2 3 3 3 4 4 4 4

2, Kemampuan guru: 7033 66,67 9533 874 79,17 100 100 95 100 a. Mengaitkan pengalaman siswa 2 2 4 3 3 4 4 4 4

dengan materi yang akan dipelajari;

b. Membimbing siswa; 3 3 3 4 3 4 4 4 4 c Mengarahkan siswa mengambil 2 2 4 3 3 4 4 3 4

kesimpulan; d. Memfasilitasi tugas/latihan 3 3 4 3 3 4 4 4 4

berbahasa dan kebahasaan; e. Menggunakan alat/media 4 3 4 4 4 4 4 4 4

pembelajaran. f. Melaksanakan evaluasi proses/ 3 3 4 4 3 4 4 4 4

unjuk kerja siswa.

3. Interaksi belajar-mengajar: 623 91,67 75 75 100 100 9533 100 a Keterlibatan siswa dalam setiap 3 3 3 3 3 4 4 4 4

kegiatan; b. Kesempatan menyelesaikan 3 3 4 3 3 4 4 4 4

tugas melalui bimbingan guru. c. Kesempatan bertanya; 2 2 3 3 3 4 4 4 4 d Pengelolaan kesalahan siswa; 2 2 4 3 3 4 4 4 4 e. Suasana kelas yang menyenang­ 3 3 4 3 3 4 4 4 4

kan; f. Bimbingan guru dalam bentuk 2 2 4 3 3 4 4 3 4

pertanyaan terarah.

4. Kemampuan siswa: 62^ 624 56,25 75 75 75 100 100 100 a. Menjawab pertanyaan guru pada 3 3 2 3 3 3 4 4 4

awal pembelajaran. b. Melakukan eksplorasi; 3 3 3 3 3 3 4 4 4 c. Mengambil kesimpulan pelajaran 2 2 2 3 3 3 4 4 4 d. Menerapkan pengetahuan dan 2 2 2 3 3 3 4 4 4

keterampilan yang baru diper­oleh.

5. Hambatan-hambatan 40 30 20

Page 91: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

215

Apabila hasil uji coba model dalam skala lebih luas seperti yang tampak pada

table 4.6 di atas dikonversi ke dalam bagan, akan terlihat seperti berikut:

i Estimated Marginal Means of Hasil Ujicoba

Ujieobe 5 00 6.00 7.00

Penerapan model I Interaksi B-M I Hambatan Kemampuan Guru Kemampuan siswa

Variabel Penelitian

Diagram 4.4 Perkembangan Hasil Uji Coba Model Lebih Luas

f) Persepsi siswa terhadap kelayakan model

Berikut diuraikan tanggapan siswa terhadap kelayakan model pembelajaran yang

diperoleh dari 30 orang sampel yang diambil secara acak dari tiga kelas uji coba model

lebih luas. Tujuan penyebaran angket adalah untuk memperoleh informasi pendukung

tentang kelayakan model dari perspektif siswa sebagai pembelajar yang mengalami

secara langsung penerapan model di kelas. Angket diberikan setelah empat kali putaran

Page 92: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

216

uji coba terbatas selesai dilaksanakan. Jawaban dianalisis dan disajikan dalam bentuk

persentase (%) seperti diuraikan berikut ini.

Dari pertanyaan yang menggali persepsi siswa terhadap aplikasi model

pembelajaran secara keseluruhan, diperoleh 66,67% siswa yang menjawab kegiatan

belajar-mengajar sangat menarik, yang lain 33,33% menyatakan menarik. Terdapat

33,33% siswa yang sangat setuju, 50% setuju dan 6,67% lainnya tidak setuju bahwa

pertanyaan guru pada awal pembelajaran terkait dengan pengalaman nyata mereka.

Pertanyaan-pertanyaan itu menyangkut pengetahuan siap siswa sehingga mudah dijawab

oleh mereka. Diperoleh 43,33% siswa yang menjawab sangat setuju, 40% setuju, dan

16,67% lainnya tidak setuju.

Pertanyaan berikutnya adalah kemandirian belajar yang difasilitasi dan dimediasi

guru sehingga siswa mampu menemukan sendiri jawaban dari tugas dan latihan

berbahasa dan kebahasaan yang diberikan. Terdapat 56,67% siswa yang menjawab

sangat setuju, dan 43,33% lainnya setuju bahwa kegiatan pembelajaran memberi

kesempatan kepada mereka untuk menemukan sendiri jawaban dari tugas dan latihan

dimaksud. Mediasi (bimbingan) yang diberikan guru dalam menemukan sendiri jawaban

dijawab sangat membantu oleh 66,67% siswa, dan membantu sebanyak 33,33%.

Tentang diskusi kelompok dalam mencari dan menemukan jawaban dari tugas

dan latihan yang diberikan diperoleh 70% siswa yang menjawab sangat bermanfaat, dan

30% menyatakan bermanfaat. Diskusi dan kerja kelompok tidak terlepas dari bimbingan

guru untuk mengarahkan siswa menarik kesimpulan pelajaran. Terdapat 43,33% siswa

yang menjawab bimbingan itu sangat mempermudah, 40% berpendapat mempermudah,

dan lainnya 16,67% menjawab tidak mempermudah.

Page 93: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

tugas dan latihan berbahasa dan kebahasaan dapat dipraktikkan ke dalarn si&foi

berbeda. Terdapat 76,67% siswa yang menjawab sangat setuju, dan 23,^&:J&

Informasi dan atau konsep-konsep bahasa baru yang diperoleh darf

menyatakan setuju. Proses mempraktikkan perolehan itu pada tahap akhir pembelajaran

dianggap sangat mudah diikuti oleh 40% siswa, mudah diikuti 43,33%, dan 16,67%

lainnya berpendapat tidak mudah diikuti. Secara keseluruhan dari awal sampai akhir

pembelajaran suasana sangat menyenangkan menurut 83,33% siswa dan selebihnya

sebanyak 16,67% menganggap menyenangkan. Dari data di atas, dapat disimpulkan

bahwa siswa mampu merespon setiap langkah dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan

tujuan uji coba model.

c. Beberapa kendala pada pelaksanaan uji coba model terbatas dan lebih

Selama pelaksanaan uji coba model skala terbatas dan lebih luas, terdapat

berbagai hambatan, seperti telah dipaparkan pada setiap siklus uji coba. Hambatan-

hambatan itu dapat diklasifikasi ke dalam dua kategori, fisik dan non-fisik. Hambatan

fisik lebih pada adanya kendala yang berbentuk lingkungan fisik dalam

menyelenggarakan setiap kegiatan di kelas. Misalnya, jumlah siswa yang lebih dari tiga

puluh orang, dan tempat duduk yang posisinya tidak bisa diubah sesuai kebutuhan.

Jumlah siswa yang banyak berakibat pada kurang optimalnya guru memediasi materi,

tugas/latihan berbahasa dan kebahasaan kepada siswa. Seting tempat duduk yang

cenderung statis menghambat posisi dalam kelompok diskusi sehingga siswa kurang

mampu berperan dalam sebuah kegiatan komunikatif

luas.

Page 94: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

218

Hambatan non-fisik berupa penguasaan guru dan respon siswa terhadap

penerapan model belum optimal sesuai kebutuhan. Penguasaan guru terhadap

• ^pelaksanaan langkah-langkah pembelajaran yang secara konseptual memerlukan

pengetahuan dan keterampilan tertentu pada siklus-siklus awal tampak belum memadai.

Namun, secara bertahap hambatan-hambatan itu telah dapat diatasi berkat evaluasi-

penilaian-perbaikan yang dilakukan secara berkesinambungan pada akhir setiap siklus uji

coba. Demikian pula dengan respon siswa, pada awalnya mereka tampak kaku. Namun

dengan pengalaman merespon setiap kegiatan melalui pengulangan-pengulangan, pada

akhirnya mereka mampu dan terbiasa.

2) Hasil belajar, motivasi, dan sikap siswa terhadap pembelajaran bahasa

Inggris

a) Hasil belajar

Pada uji coba model kelima, keenam, dan ketujuh digunakan pretes dan postes

pada masing-masing siklus. Seperti yang telah dijelaskan pada bab terdahulu, tes bahasa

Inggris yang diberikan untuk menguji kemampuan komunikatif siswa adalah seperangkat

soal yang telah diuji reliabiltas dan validitasnya, baik melalui pakar di bidang ini maupun

melalui uji lapangan. Oleh karena itu, soal-soal diyakini dapat menjaring kemampuan

awal (sebelum implementasi model) dan kemampuan akhir siswa (setelah implementasi

model). Hasil belajar tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Page 95: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

219

Tabel 4.7 Ringkasan Hasil Pengujian Dampak Model terhadap

Hasil Belajar Bahasa Inggris

Test Statistics (b)

Kategori Sekolah

Ujicoba 5, 6, dan 7

POST-PRE Receptive Skills (Listening-Reading)

POST-PRE Productive Skill (Speaking)

POST-PRE Productive Skill (Writing)

POST-PRETEST Hasil Belajar Bahasa Inggris Model Luas

Baik Z Asymp. Sig. (2-taiied)

-3.791(a) .000

-3.717(a) .000

-4.231(a) .000

-t.600(a) .000

Sedang Z Asymp Sig. (2-tailed)

•4 385(a) 000

-3.580(a) .000

-4.631(a) .000

-4.782(a) .000

Kurang Z Asymp. Sig. (2-tailed)

-3.305(a) .001

-3.535(a) .000

-3.628(a) .000

-3.574(a) .000

a Based on negative ranks, b Wilcoxon Signed Ranks Test.

Tabel 4.7 di atas menunjukkan hasil pengujian dampak model yang

dikembangkan terhadap hasil belajar bahasa Inggris melalui uji coba model lebih luas

pada tiga sekolah dasar dengan kategori "baik", "sedang", dan "kurang". Bagi sekolah

berkategori baik, tampak harga WiIcoxon Signed Ranks Test untuk selisih postes dengan

pretes hasil belajar bahasa Inggris adalah 4,600, dengan rincian sebagai berikut: selisih

postes dengan pretes receptive skills (listening-reading) adalah 3,791; productive skill

(speaking) adalah 3,717; dan productive skill (writing) adalah 4,231. Semua hasil

pengujian itu memiliki peluang kekeliruan (P) < 0,05. Hal itu menunjukkan bahwa model

yang dikembangkan berdampak positif yang signifikan terhadap hasil belajar bahasa

Inggris siswa sekolah dasar tempat uji coba.

Bagi sekolah berkategori sedang, harga Wilcoxon Signed Ranks Test untuk

selisih postes dengan pretes hasil belajar bahasa Inggris adalah 4,782, dengan rincian

Page 96: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

220

sebagai berikut: selisih postes dengan pretes receptive skiUs (listening-reading) adalah

4,385, productive skill (speaking) adalah 3,580, dan productive skill (writing) adalah

4,631. Semua hasil pengujian itu memiliki peluang kekeliruan (P) < 0,05. Data itu

menunjukkan bahwa model yang dikembangkan berdampak positif yang signifikan

terhadap hasil belajar bahasa Inggris siswa sekolah dasar berkategori sedang.

Bagi sekolah berkategori kurang, harga Wilcoxon Signed Ranks Test untuk

selisih postes dengan pretes hasil belajar bahasa Inggris adalah 3,574, dengan rincian

sebagai berikut: selisih postes dengan pretes receptive skills (listening-reading) adalah

3,305, productive skill (speaking) adalah 3,535, dan productive skill (writing) adalah

3,628. Semua hasil pengujian itu memiliki peluang kekeliruan (P) < 0,05. Seperti halnya

dengan sekolah berkategori baik dan sedang, data itu menunjukkan bahwa model yang

dikembangkan juga memberi dampak positif yang signifikan terhadap hasil belajar

bahasa Inggris siswa sekolah dasar berkategori kurang.

Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa pada tingkat signifikansi 95%

model berdampak positif yang signifikan terhadap hasil belajar bahasa Inggris bagi tiga

kelompok siswa pada uji coba model lebih luas. Dengan demikian, telah diperoleh desain

model yang lebih halus sehingga uji validasi model sudah dapat dilakukan pada fase

penelitian berikutnya.

b) Motivasi belajar

Berikut adalah ringkasan hasil pengujian dampak model terhadap motivasi belajar

bahasa Inggris bagi siswa dari tiga kategori sekolah dasar tempat pelaksanaan uji coba

model lebih luas.

Page 97: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

221

Tabel 4.8 Ringkasan Hasil Pengujian Dampak Model terhadap

Motivasi Belajar Bahasa Inggris Uji Coba Model Luas

Test Statistics^

Kategori Sekolah Selisih Postes-Pretes

Z -4.707(a)

Baik Asymp. Sig. (2-taiied) .000

Z -4.686(a)

Sedang Asymp. Sig. (2-taiied) .000

Z -3.623(a)

Kurang Asymp. Sig. (2-taiied) .000

a Based on negative ranks. b Wilcoxon Signed Ranks Test.

Tabel 4.8 di atas menunjukkan hasil pengujian dampak model yang

dikembangkan terhadap (aspek-aspek) motivasi belajar bahasa Inggris melalui uji coba

model lebih luas pada tiga sekolah dasar berkategori "baik", "sedang", dan "kurang".

Pada tabel tersebut tampak harga Wilcoxon Signed Ranks Test untuk masing-masing

sekolah dasar sebagai berikut:

Pada sekolah berkategori baik, selisih postes dengan pretes motivasi adalah

4,707. Hasil pengujian itu memiliki peluang kekeliruan (P) < 0,05 (atau .000) yang

berarti model yang dikembangkan berdampak positif yang signifikan terhadap motivasi

belajar bahasa Inggris siswa kelas V sekolah dasar tempat uji coba.

Hal serupa terjadi pada sekolah berkategori sedang dan kurang. Pada sekolah

berkategori sedang, selisih postes dengan pretes motivasi adalah 4,686, sementara pada

sekolah berkategori kurang adalah 3,623. Masing-masing hasil pengujian itu memiliki

peluang kekeliruan (P) < 0,05 (atau .000). Hal itu berarti bahwa model yang

Page 98: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

222

dikembangkan berdampak positif yang signifikan terhadap motivasi belajar bahasa

Inggris siswa kelas V sekolah dasar tempat uji coba.

c) Sikap belajar

Berikut adalah ringkasan hasil pengujian dampak model terhadap sikap belajar

bahasa Inggris siswa dari tiga kategori sekolah dasar tempat uji coba model lebih luas

dilaksanakan.

Table4.9 Ringkasan Hasil Pengujian Dampak Model terhadap Sikap Belajar Bahasa Inggris Uji Coba Model Luas

Test Statistics(b)

Kategori Sekolah Selisib Postes-Pretes

Z -4.683(a)

Baik Asymp. Sig. (2-tailed) .000

Z -4.641(a)

Sedang Asymp. Sig. (2-tailed) .000

Z -3.603(a)

Kurang Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a Based on negative ranks. b Wilcoxon Signed Ranks Test.

Tabel 4.9 di atas menunjukkan hasil pengujian dampak model yang

dikembangkan terhadap (aspek-aspek) sikap dalam belajar bahasa Inggris melalui uji

coba model lebih luas pada tiga sekolah dasar berkategori "baik", "sedang", dan

"kurang". Pada tabel itu tampak harga Wilcoxon Signed Ranks Test untuk masing-

masing sekolah dasar sebagai berikut:

Page 99: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

223

Pada sekolah berkategori baik, selisih postes dengari prêtes sikap belajar bahasa

Inggris adalah 4,683. Hasil pengujian itu memiliki peluang kekeliruan (P) < 0,05 (atau

.000). Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa model yang dikembangkan

berdampak positif yang signifikan terhadap aspek sikap dalam belajar bahasa Inggris

siswa kelas V sekolah dasar tempat uji coba.

Hal serupa terjadi pada sekolah berkategori sedang dan kurang. Pada sekolah

berkategori sedang, selisih postes dengan prêtes sikap belajar bahasa Inggris adalah

4,641, sementara pada sekolah berkategori kurang adalah 3,603. Masing-masing hasil

pengujian itu memiliki peluang kekeliruan (P) < 0,05 (atau .000). Karena itu, dapat

dikemukakan bahwa model yang dikembangkan berdampak postif yang signifikan

terhadap aspek sikap belajar bahasa Inggris siswa kelas V sekolah dasar tempat uji coba.

6. Perubahan Sosok the ftflD-Model Selama Penelitian

Perubahan sosok model mempertimbangkan apakah: (1) implementasi telah

optimal merefleksi desain model, (2) aktivitas dan perilaku yang menyatu dengan

langkah pembelajaran membantu siswa membangun pemahaman baru melalui proses-

proses asimilasi dan akomodasi, (3) langkah pembelajaran dapat dilaksanakan oleh guru

dan direspon oleh siswa sesuai dengan konsep pengembangan kemampuan komunikatif,

dan (4) apakah fasilitasi dan mediasi materi, tugas, dan latihan yang dilakukan guru

meningkatkan motivasi dan sikap positif siswa dalam pelajaran bahasa Inggris. Berikut

adalah uraian singkat perubahan sosok model selama penelitian.

a. Draf Awal

Draf awal desain dan implementasi the MID-Model diuji coba pada setiap siklus,

dievaluasi berkenaan dengan penguasaan guru terhadap langkah pembelajaran, dan

Page 100: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

224

respon siswa, serta apakah implementasi secara konseptual telah merefleksi modei desain

yang telah ditetapkan. Draf awal desain dan implementasi the MID-Model adalah:

Deasin Implementasi

1. Tujuan Pembelajaran 2. Materi Pembelajaran 3. Media/Sumber Belajar 4. Prosedur

a. Lead in I) Draw on experience and knowledge

b. Reconstruction 2) Input stage 3) Reinforcement stage

c. Production 4) Application stage

5. Evaluasi

Bagan 4.5 Draf Awal Desain/Implementasi the MID-Model

b. Modifikasi desain the MID-Model

Setelah uji coba model terbatas berjalan sampai pada putaran kedua tampak

adanya suatu kesenjangan yang menghambat arus dan kepaduan proses belajar dari tahap

input ke tahap aplikasi. Dengan tahap Reinforcement saja tampaknya tidak cukup

memuluskan proses informasi yang diperoleh dari tahap input untuk masuk ke tahap

Application. Untuk itu, atas hasil observasi dan umpan balik yang dilakukan bersama

peneliti dan guru penguji coba, diambil keputusan menempatkan satu fase kegiatan yang

dapat menjembatani kesenjangan dimaksud, yaitu tahap Generalization. Tahap itu

membantu siswa menarik kesimpulan pelajaran melalui mediasi guru. Maka, pada uji

coba ketiga, keempat, dan kelima implementasi model menjadi:

Page 101: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

225

Deasin Implementasi

1. Tujuan Pembelajaran 2. Materi Pembelajaran 3. Media/Sumber Belajar 4. Prosedur

a. Lead in 1) Draw on experience and knowledge

b. Reconstruction 2) Input stage

3) Generalization stage

4) Reinforcement stage

c. Production 5) Application stage

5. Evaluasi

Bagan 4.6 Modifikasi Desain/Implementasi the MID-Model

c Desain akhi r the MID-Model

Setelah uji coba model terbatas berjalan sampai pada putaran ketiga dan keempat,

serta uji coba model lebih luas putaran kelima, hasil pengamatan dan evaluasi

menunjukkan bahwa kegiatan Reinforcement tidak lebih penting dari empat tahap

lainnya. Ternyata peran penguatan itu dapat digantikan oleh peran Generalization. Ketika

siswa telah menangkap esensi materi melalui proses pengambilan kesimpulan yang

dimediasi guru, fungsi 'penguatan' sekaligus menyatu (embedded) dalam proses

pengambilan kesimpulan itu. Selain itu, masukan guru pada uji coba kelima akan

pentingnya tahap review juga diakomodasi, sehingga menjadi Generalization and review

stage. Tahap generalization membimbing siswa melakukan abstraksi dan hipotesis

tentang konsep-konsep bahasa dan informasi baru melalui tahap-tahap kegiatan

Page 102: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

226

terbimbing atau dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan terarah untuk menarik

kesimpulan pelajaran, dan Review mengarahkan siswa melakukan refleksi terhadap apa

yang telah dipelajari saat itu dibandingkan dengan pengetahuan sebelumnya.

Oleh karena itu, memasuki siklus uji coba model lebih luas yang keenam, dan

ketujuh kegiatan Reinforcement tidak lagi masuk dalam model pembelajaran yang

dikembangkan. Posisi dan perannya sekaligus diganti dengan kegiatan Generalization

and Review. Dalam aplikasi tahap itu ada pertanyaan terarah yang sekaligus

menggantikan peran penjelasan guru untuk mengarahkan siswa mengambil kesimpulan

secara mandiri, dan juga penyadaran akan kemajuan belajarnya. Tahap model

pembelajaran dimaksud tampak lebih sederhana, sebagai berikut:

Desain/Implementasi the M ID-Model S iap Validasi

Desain Implementasi

1. 2. 3. 4 .

Tujuan Pembelajaran Materi Pembelajaran Sumber Belajar Prosedur Pembelajaran

(Phase of learning) a. Lead in ]) Draw on experience and knowledge

b. Reconstruction 2) Input stage 3) Generalization and Review stage

c. Production 4) Application

5. Evaluasi

Bagan 4.7 Desain/Implementasi the MU)-Model Siap Validasi

Dari observasi dan tanggapan guru penguji coba setelah melakukan pembelajaran

pada uji coba model keenam dan ketujuh diperoleh data bahwa dengan dikeluarkannya

Page 103: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

227

tahap Reinforcement, langkah model pembelajaran semakin padu terkait satu sama lain

sebagai satu sistem, mendukung proses pembelajaran bermakna untuk meningkatkan

kemampuan komunikatif, motivasi, dan sikap positif.

Pertimbangan yang diambil sehingga Generalization dimasukkan menjadi bagian

dari fase Reconstruction (input + generalization and review) adalah berdasarkan

pengamatan dalam dua fase ini terjadi proses asimilasi, akomodasi dan gabungan

keduanya yang menghasilkan adaptasi atau kecocokan yang lebih lengkap yang disebut

"belajar". Prinsip inilah yang membedakan antara model the 4Math System dengan

model pembelajaran yang dikembangkan.

Pada titik itu telah diperoleh model pembelajaran yang siap memasuki uji validasi

dengan menggunakan metode penelitian eksperimen, melibatkan enam sekolah dasar

dengan rincian tiga kelas eksperimen dan tiga kelas kontrol yang berbeda menurut

tingkat kategorisasi relatif yang ditetapkan.

7. Uji Validasi Model

Untuk mengetahui efektivitas model, diperlukan uji validasi yang bertujuan untuk

memperoleh informasi tentang dampak yang ditimbulkan implementasi the MID-Model

pada hasil belajar, motivasi dan sikap positif siswa terhadap pembelajaran bahasa Inggris.

Sesuai dengan sifat data dan permasalahan yang dikemukakan, maka digunakan

teknik statistik non-parametrik dengan the Wilcoxon Test untuk sampel beda

{independent samples). Hal itu juga didasarkan atas pertimbangan bahwa rancangan

penelitian yang digunakan pada tahap ini adalah two group pretest-posttest design.

Sebelum uji validasi, terlebih dahulu dilakukan pretes untuk memperoleh

informasi tentang kemampuan komunikatif awal siswa kelompok eksperimen dan

Page 104: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

228

Kategori/KIp. Perlakuan

N Mean Std. Deviation

I-a v en e Statistic

dfl df2 Sig.

Baik/ Eksperimen Kontrol

35 33

5.3497 5.2606

1.47325 1.33797

0,225 1 66 0,637

Total 68 5.3065 1.39945

Sedang/ Eksperimen Kontrol

31 33

6.3010 5.6200

1,95741 1.61179

0,215 1 62 0,644

Total 64 5.9498 1.80602

Kurang/ Eksperimen Kontrol

30 30

6.2393 6.1183

0,94635 0.92139

0,025 1 58 0,874

Total 60 6.1788 0,92801

a. Uji Validasi pada sekolah berkategori baik

1) Hasil belajar bahasa Inggris

Rata-rata skor tes hasil belajar bahasa Inggris kelompok eksperimen pada uji

validasi sekolah berkategori baik adalah 1,968, sedangkan rata-rata pada kelompok

kontrol adalah 0,919. Ringkasan perhitungan uji Wilcoxon untuk pengujian validitas

model yang dikembangkan disajikan pada tabel berkut.

kontrol; Untuk menguji homogenitas varian, digunakan Test of Homogeneity of

Variances.'Pada. Tabel 4.10 tampak bahwa sebelum uji validasi, tidak ada perbedaan yang

signifikan antara skor rata-rata kemampuan komunikatif kelompok eksperimen dan

kontrol, dengan harga statistik Test of Homogeneity of Variances masing-masing 0,637,

0,644, dan 0,874 bagi kelompok eksperimen dan kontrol dalam tiga kategori sekolah.

Tabel 4.10 Kemampuan Komunikatif Siswa

Sebelum Uji Validasi Test of Homogeneity of Variances

Page 105: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

229

Tabel 4.11 Ringkasan Hasil Pengujian Dampak Model terhadap

Hasil Belajar Bahasa Inggris

Kelompok Perlakuan

Rata-rata Simpangan

Baku WiIcoxon

*j ^

Eksperimen 1,968 0,867 764.500 < 0,005 Kontrol 0,919 0,749

764.500 < 0,005

•w Pada tabel di atas tampak bahwa harga uji Wilcoxon adalah 764,500. Harga itu

memiliki peluang kekeliruan (P) < 0,05. Karena harga rata-rata kelompok eksperimen

lebih besar daripada rata-rata kelompok kontrol, maka itu berarti ada perbedaan yang

signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada hasil belajar bahasa

Inggris. Itu berarti pula, ada dampak positif yang signifikan dari model yang diujicobakan

terhadap hasil belajar bahasa Inggris pada murid sekolah dasar tempat penelitian.

2) Motivasi belajar bahasa Inggris

Rata-rata skor hasil pengukuran motivasi belajar bahasa Inggris kelompok

eksperimen pada uji validasi sekolah berkategori baik adalah 12,80, sedangkan rata-rata

pada kelompok kontrol adalah 10,06. Ringkasan perhitungan uji Wilcoxon untuk

pengujian validitas model yang dikembangkan disajikan pada berikut.

Tabel 4.12

Ringkasan Hasil Pengujian Dampak Model terhadap Motivasi Belajar Bahasa Inggris

Kelompok Perlakuan

Rata-rata Simpangan

Baku Wilcoxon P

Eksperimen 12,80 10,70 1025.000 0,163 Kontrol 10,06 5,58

1025.000 0,163

Pada Tabel 4.12 tampak bahwa harga rata-rata motivasi belajar bahasa Inggris

pada kelompok eksperimen lebih besar daripada rata-rata kelompok kontrol (12,80 >

Page 106: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

230

10,06). Perbedaan harga rata-rata itu menunjukkan hahwa ada dampak positif yang

-ditimbulkan oleh model yang diujicobakan terhadap motivasi belajar bahasa Inggeris.

# "iilgrga. statistik uji Wilcoxon adalah 1025,00 memiliki peluang kekeliruan (P) sebesar

0,T63. Harga itu menunjukkan bahwa pada tingkat signifikansi 95%, tidak ada perbedaan

yang signifikan dari rata-rata kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol dalam

motivasi belajar bahasa Inggeris. Dengan perkataan lain, model yang diujicobakan

berdampak secara tidak signifikan terhadap motivasi belajar bahasa Inggris.

Temuan di atas konsisten dengan aspek-aspek motivasi intrinsik yang

menunjukkan skor rata-rata yang sudah tinggi sebelum dan setelah perlakuan, dengan

implementasi the MID-Model bagi kelompok eksperimen dan dengan model

pembelajaran konvensional bagi kelompok kontrol. Hal itu juga sejalan dengan temuan

pada hasil wawancara siswa pada sekolah berkategori baik. Terdapat beberapa kegiatan

dalam implementasi the MID-Model yang kurang berpengaruh/berkesan bagi siswa. Hal

itu disebabkan karena siswa pada sekolah berkategori baik sudah memiliki motivasi yang

tinggi sehingga dengan cara apa pun seorang guru menciptakan pengalaman belajar,

siswa akan tetap memiliki dorongan yang kuat—intrinsic motivation.

3) Sikap belajar bahasa Inggris

Rata-rata skor hasil pengukuran sikap pada pelajaran Bahasa Inggeris kelompok

eksperimen pada uji validasi sekolah berkategori baik adalah 15,37, sedangkan rata-rata

pada kelompok kontrol adalah 8,12. Ringkasan perhitungan uji Wilcoxon untuk

pengujian validitas model yang dikembangkan disajikan pada tabel berikut.

Page 107: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

231

Tabel 4.13 Ringkasan Hasil Pengujian Dampak Model pada

Sikap terhadap Pembelajaran Bahasa Inggris

Kelompok Perlakuan

Rata-rata Simpangan

Baku Wilcoson P

Eksperimen 15,37 14,84 964.000 0,032 Kontrol 8,12 13,23

964.000 0,032

Pada Tabel 4.13 tampak bahwa harga rata-rata sikap terhadap pembelajaran

bahasa Inggris pada kelompok eksperimen lebih besar daripada rata-rata kelompok

kontrol (15,37 > 8,12). Perbedaan harga rata-rata itu menunjukkan hahwa ada dampak

positif yang ditimbulkan oleh model pada sikap terhadap pembelajaran bahasa Inggris.

Harga statistik uji Wilcoxon adalah 964,000 memiliki peluang kekeliruan (P) sebesar

0,032. Harga itu menunjukkan bahwa pada tingkat signifikansi 95%, ada perbedaan yang

signifikan dari rata-rata kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol di kalangan

murid sekolah dasar pada sikap terhadap pembelajaran bahasa Inggeris. Dengan

perkataan lain, model yang diujicobakan berdampak positif secara signifikan terhadap

sikap pada pembelajaran bahasa Inggris.

b. Uji validasi model pada sekolah berkategori sedang

1) Hasil belajar bahasa Inggris

Rata-rata hasil tes belajar bahasa Inggris kelompok eksperimen pada uji validasi

sekolah berkategori sedang adalah 1,620, sedangkan rata-rata pada kelompok kontrol

adalah 0,620. Ringkasan perhitungan uji WiIcoxon untuk pengujian validitas model

disajikan pada tabel berikut.

Page 108: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

232

Tabel 4.14 Ringkasan Hasil Pengujian Dampak Model terhadap

Hasil Belajar Bahasa Inggris

Kelompok Perlakuan

Rata-rata Sim pangan

Baku Wilcoxon P

Eksperimen 1,620 0,972 754.500 < 0,005 Kontrol 0,620 0,709

754.500 < 0,005

Pada tabel di atas, tampak bahwa harga uji Wilcoxon adalah 754.500. Harga itu

memiliki peluang kekeliruan (P) < 0,05. Karena harga rata-rata kelompok eksperimen

lebih besar daripada rata-rata kelompok kontrol, maka itu berarti ada perbedaan yang

signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada hasil belajar bahasa

Inggris. Hal itu berarti pula bahwa model yang dikembangkan berdampak positif yang

signifikan terhadap hasil belajar bahasa Inggris siswa sekolah dasar tempat uji coba.

2) Motivasi belajar bahasa Inggris

Rata-rata skor hasil pengukuran motivasi belajar bahasa Inggris kelompok

eksperimen pada uji validasi sekolah berkategori sedang adalah 12,29, sedangkan rata-

rata pada kelompok kontrol adalah 0,736. Ringkasan perhitungan uji WiIcoxon untuk

pengujian validitas model yang dikembangkan disajikan pada Tabel 4.14 di bawah ini.

Tabel 4.15 Ringkasan Hasil Pengujian Dampak Model terhadap

Motivasi Belajar Bahasa Inggris

Kelompok Perlakuan

Rata-rata Sim pangan Baku

Wilcoxon P

Eksperimen 12,29 9,060 924.500 0,047 Kontrol 0,736 8,979

924.500 0,047

Pada tabel di atas, tampak bahwa harga rata-rata motivasi belajar bahasa Inggris

pada kelompok eksperimen lebih besar daripada rata-rata kelompok kontrol (12,29 >

Page 109: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

233

0,736). Perbedaan harga rata-rata itu menunjukkan bahwa ada dampak positif

yang ditimbulkan oleh model yang dikembangkan terhadap motivasi belajar bahasa

Inggris. Harga statistik uji Wilcoxon adalah 924.500, memiliki peluang kekeliruan (P)

sebesar 0,047). Harga itu menunjukkan bahwa pada tingkat signifikansi 95%, ada

perbedaan motivasi yang signifikan dari rata-rata kelompok eksperimen dengan rata-rata

kelompok kontrol terhadap pembelajaran bahasa Inggris. Hal itu berarti pula bahwa

model yang dikembangkan berdampak positif yang signifikan terhadap motivasi belajar

bahasa Inggris siswa sekolah dasar tempat uji coba.

3) Sikap belajar bahasa Inggris

Rata-rata skor hasil pengukuran sikap terhadap pembelajaran bahasa Inggris

kelompok eksperimen pada uji validasi sekolah berkategori sedang adalah 22,13,

sedangkan rata-rata kelompok kontrol adalah 3.55. Ringkasan perhitungan uji WiIcoxon

untuk pengujian validitas model yang dikembangkan disajikan pada tabel berikut.

Tabel 4.16 Ringkasan Hasil Pengujian Dampak Model terhadap

Sikap Belajar Bahasa Inggris

Kelompok Perlakuan

Rata-rata Sim pangan

Baku Wilcoxon P

Eksperimen 22,13 20,843 821.000 0,001

Kontrol 3,55 17,901 821.000 0,001

Pada tabel di atas, tampak bahwa harga rata-rata sikap pada pembelajaran bahasa

Inggris pada kelompok eksperimen lebih besar daripada rata-rata kelompok kontrol

(22,13 > 3,55). Perbedaan harga rata-rata itu menunjukkan bahwa ada dampak positif

yang ditimbulkan oleh model yang diujicobakan terhadap sikap pada pembelajaran

bahasa Inggris. Harga statistik uji Wilcoxon adalah 821.000, memiliki peluang kekeliruan

(P) < 0,05 (P = 0,001). Harga itu menunjukkan bahwa pada tingkat signifikansi 95% ada

Page 110: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

perbedaan yang signifikan dari rata-rata kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol

terhadap sikap dalam pembelajaran bahasa Inggris. Dengan perkataan lain, model yang

diuji validasi berdampak positif secara signifikan terhadap sikap siswa pada pembelajaran

bahasa Inggris.

c Uji validasi model pada sekolah berkategori kurang

1) Hasil belajar bahasa Inggris

Rata-rata skor tes hasil belajar bahasa Inggeris kelompok eksperimen pada uji

validasi sekolah berkategori kurang adalah 1,819, sedangkan rata-rata pada kelompok

kontrol adalah 0,857. Ringkasan perhitungan uji WiIcoxon untuk pengujian validitas

model yang dikembangkan disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 4.17

Ringkasan Hasil Pengujian Dampak Model terhadap Hasil Belajar Bahasa Inggris

Kelompok Perlakuan

Rata-rata Sim pangan

Baku Wilcoion P

Eksperimen 1,819 0,855 628.500 0,000 Kontrol 0,857 0,699

628.500 0,000

Pada tabel di atas, tampak bahwa harga uji Wilcoxon adalah 628.500. Harga itu

memiliki peluang kekeliruan (P) < 0,05. Karena harga rata-rata kelompok eksperimen

lebih besar daripada rata-rata kelompok kontrol, maka itu berarti ada perbedaan yang

signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada hasil belajar bahasa

Inggris. Itu berarti pula, ada dampak positif yang signifikan dari model yang divalidasi

terhadap hasil belajar bahasa Inggeris pada murid sekolah dasar tempat penelitian.

Page 111: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

235

1) Motivasi belajar bahasa Inggris

Rata-rata skor hasil pengukuran motivasi belajar bahasa Inggris kelompok

eksperimen pada uji validasi sekolah berkategori kurang adalah 15,57, sedangkan rata-

rata pada kelompok kontrol adalah 1,70. Ringkasan perhitungan uji Wilcoxon untuk

pengujian validitas model yang dikembangkan disajikan pada tabel berikut.

Tabel 4.18

Ringkasan Hasil Pengujian Dampak Model terhadap Motivasi Belajar Bahasa Inggris

Kelompok Perlakuan

Rata-rata Sim pangan

Baku Wilcoxon P

Eksperimen 15,57 11,732 617.000 0,000 Kontrol 1,70 9,809

617.000 0,000

Pada tabel di atas, tampak bahwa harga rata-rata motivasi belajar bahasa Inggris

pada kelompok eksperimen lebih besar daripada rata-rata kelompok kontrol (15,57 >

1,70). Perbedaan harga rata-rata itu menunjukkan bahwa ada dampak positif yang

ditimbulkan oleh model itu terhadap motivasi belajar Bahasa Inggris bagi siswa sekolah

dasar. Harga statistik uji Wilcoxon adalah 617.000, memiliki peluang kekeliruan (P) <

0,05. Harga itu menunjukkan bahwa pada tingkat signifikansi 95%, ada perbedaan

motivasi yang signifikan dari rata-rata kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol

terhadap pembelajaran bahasa Inggris. Atau, model yang diujicobakan berdampak positif

secara signifikan pada motivasi terhadap pembelajaran bahasa Inggris.

3) Sikap belajar bahasa Inggris

Rata-rata skor hasil pengukuran sikap terhadap pembelajaran bahasa Inggris

kelompok eksperimen pada uji validasi sekolah berkategori kurang adalah 18,10,

sedangkan rata-rata pada kelompok kontrol adalah 5,42. Ringkasan perhitungan uji

Page 112: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

236

WiIcoxon untuk pengujian validitas model yang dikembangkan disajikan pada tabel

berikut.

Tabel 4.19

Ringkasan Hasil Pengujian Dampak Model terhadap Sikap pada Pembelajaran Bahasa Inggris

Kelompok Perlakuan

Rata-rata Simpangan

Baku Wilcoxon P

Eksperimen 18,10 19,99 920.500 0,013 Kontrol 5,42 16,72

920.500 0,013

Pada tabel di atas, tampak bahwa harga rata-rata sikap terhadap pembelajaran

bahasa Inggris pada kelompok eksperimen lebih besar daripada rata-rata kelompok

kontrol (18,10 > 5,42). Perbedaan harga rata-rata itu menunjukkan hahwa ada dampak

positif yang ditimbulkan oleh model yang diujicobakan terhadap sikap pada pembelajaran

bahasa Inggris. Harga statistik uji Wilcoxon adalah 920.500 memiliki peluang kekeliruan

(P) sebesar 0,013. Harga itu menunjukkan bahwa pada tingkat signifikansi 95%, ada

perbedaan yang signifikan dari rata-rata kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol

di kalangan murid sekolah dasar pada sikap terhadap pelajaran bahasa Inggeris. Dengan

perkataan lain, model yang diujicobakan berdampak secara signifikan pada sikap

terhadap pembelajaran bahasa Inggris.

a. Hasil uji validasi model terhadap hasil belajar, motivasi, dan sikap siswa

dalam tiga kategori sekolah.

Dalam Tabel 4.20, 4.21, dan 4,22 disajikan ringkasan perbandingan hasil

belajar kelompok sekolah dasar berkategori baik, sedang, dan kurang. Demikian juga

hasil pengukuran motivasi dan sikap terhadap pembelajaran bahasa Inggris.

Page 113: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

237

1) Hasil belajar bahasa Inggris

Tabel 4.20 Ringkasan Hasil Pengujian Dampak Model terhadap

Hasil Belajar Bahasa Inggris Siswa Sekolah Dasar dalam Tiga Kategori

Kategori Sekolah

Kelompok Perlakuan

Rata-rata

Simpang an Baku

WiIcoxon P

Baik Eksperimen

Kontrol

1,968

0,919

0,867

0,749

764,500 < 0,005

Sedang Eksperimen

Kontrol

1,620

0,619

0,972

0,709

754,500 < 0,005

Kurang Eksperimen

Kontrol

1,819

0,857

0,855

0,699

628,500 < 0,005

Pada tabel di atas, tampak harga rata-rata skor tes hasil belajar bahasa Inggris

kelompok eksperimen siswa sekolah berkategori baik, sedang, dan kurang lebih besar

dari rata-rata pada kelompok kontrol. Harga statistik uji Wilcoxon seperti dalam tabel

memiliki peluang kekeliruan (P) < 0,05. Harga itu menunjukkan bahwa pada tingkat

signifikansi 95%, ada perbedaan yang signifikan dari rata-rata kelompok eksperimen

dengan kelompok kontrol pada hasil belajar bahasa Inggris. Itu berarti pula, ada dampak

positif yang signifikan dari model yang diujicobakan terhadap hasil belajar bahasa

Inggris siswa kelas V dari tiga kategori sekolah tempat uji coba.

Page 114: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

238

2) Motivasi belajar bahasa Inggris

Tabel 4.21 Ringkasan Hasil Pengujian Dampak Model terhadap

Motivasi Belajar Bahasa Inggris Bagi Siswa Sekolah Dasar dalam Tiga Kategori

Kategori Sekolah

Kelompok Perlakuan

Rata-rata

Simpang an Baku

Wilcoxon P

Baik Eksperimen

Kontrol

12,80

10,06

10,701

5,579

1025,000 0,163

Sedang Eksperimen

Kontrol

12,29

7,36

9,060

8,979

924,500 0,047

Kurang Eksperimen

Kontrol

15,57

1,70

11,732

9,809

617,000 0,000

Pada tabel di atas, tampak bahwa harga rata-rata skor tes motivasi belajar bahasa

Inggris kelompok eksperimen siswa sekolah berkategori baik, sedang, dan kurang lebih

besar dari rata-rata pada kelompok kontrol. Namun, harga statistik uji Wilcoxon pada

sekolah berkategori baik (1025.000) memiliki peluang kekeliruan (P) > 0,05, atau P =

0,163. Harga itu menunjukkan bahwa pada tingkat signifikansi 95%, tidak ada perbedaan

yang signifikan dari rata-rata kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol pada

motivasi belajar bahasa Inggris. Itu berarti pula, model yang diujicobakan tidak

berdampak positif yang signifikan terhadap motivasi belajar bahasa Inggris pada siswa

kelas V sekolah dasar berkategori baik tempat uji coba.

Hal itu berbeda dengan sekolah berkategori sedang dan kurang. Pada keduanya, harga

rata-rata skor tes motivasi belajar bahasa Inggris kelompok eksperimen lebih besar dari

rata-rata kelompok kontrol. Dengan harga statistik uji Wilcoxon seperti dalam tabel, yang

masing-masing memiliki peluang kekeliruan (P) < 0,05, (atau P = 0,047, dan (P) =

Page 115: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

239

Kategori Sekolah

Kelompok Perlakuan

Rata-rata

Simpang an Baku

Wilcoxon P

Baik Eksperimen

Kontrol

15,37

8,12

14,840

13,228

964,000 0,032

Sedang Eksperimen

Kontrol

22,13

3,55

20,843

17,901

821,000 0,001

Kurang Eksperimen

Kontrol

18,10

5,41

19,992

16,715

920,500 0,013

Pada tabel di atas, tampak harga rata-rata skor tes sikap belajar bahasa Inggris

kelompok eksperimen siswa sekolah berkategori baik, sedang, dan kurang lebih besar

dari rata-rata pada kelompok kontrol. Harga statistik uji Wilcoxon seperti dalam tabel

memiliki peluang kekeliruan (P) < 0,05. Harga itu menunjukkan bahwa pada tingkat

signifikansi 95%, ada perbedaan yang signifikan dari rata-rata kelompok eksperimen

dengan kelompok kontrol pada sikap terhadap pembelajaran bahasa Inggris. Itu berarti

pula, ada dampak positif yang signifikan dari model yang diujicobakan terhadap sikap

0,000), maka dapat dikatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol pada motivasi belajar. Itu berarti pula, model yang

diujicobakan berdampak positif secara signifikan terhadap motivasi belajar bahasa

Inggris pada siswa kelas V sekolah dasar berkategori sedang dan kurang.

3) Sikap belajar bahasa Inggris

Tabel 4.22

Ringkasan Hasil Pengujian Dampak Mode! Terhadap Sikap Belajar Bahasa Inggris

Siswa Sekolah Dasar dalam Tiga Kategori

Page 116: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

240

dalam pembelajaran bahasa Inggris bagi siswa kelas V, tiga kategori sekolah tempat uji

coba.

e. Hasil wawancara pada uji validasi model

Wawancara dilakukan setelah uji validasi model dilaksanakan, yaitu tanggal 6, 8,

dan 9 Juni 2005. Wawancara melibatkan 15 orang responden siswa dari tiga sekolah

berkategori baik, sedang, dan kurang, jadi, jumlah siswa pada masing-masing sekolah

adalah 5 orang yang diambil secara acak. Dengan teknik pengambilan sampel seperti itu

diharapkan responden yang terpilih akan dapat secara representatif mewakili karakteristik

subjek pada sekolah masing-masing.

Tujuan wawancara adalah untuk memperoleh informasi perihal 'dampak yang

ditimbulkan the MID-Model terhadap motivasi, dan sikap positif siswa setelah mengikuti

pembelajaran. Informasi yang diperoleh bermanfaat sebagai data pendukung dari data

yang telah diperoleh melalui tes motivasi dan sikap yang diberikan sebelumnya. Model

wawancara adalah 'wawancara tak berstruktur'—pewawancara mengajukan pertanyaan

secara garis besar kemudian, dalam topik yang sama, melanjutkan dengan pertanyaan

yang lebih spesifik untuk menggali informasi lebih dalam. Sedikit ada hambatan dengan

teknik itu karena siswa sering tidak bisa menjawab sesuai harapan.

Alat/media yang digunakan dalam wawancara adalah tape-recorder, ditambah

dengan catatan seperlunya berkenaan dengan identitas siswa, dan hal lain yang dianggap

mendukung.

Garis besar pertanyaan adalah (1) Bagaimana pendapat kamu tentang cara belajar

bahasa Inggris sekarang ini? Mengapa? Kamu suka atau tidak suka, alasan? (2)

Bagaimana cara belajar sebelumnya? Kamu suka atau tidak suka, alasan? (3) Kalau cara

Page 117: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

belajar yang dulu dengan yang sekarang dibandingkan, mana yang mendariwig

lebih giat belajar? Mengapa, bisa dijelaskan? (4) Menurut r jengaIamW|k^iu / a $ F

perbedaan dianfcra keduanya, da„ (5) Dengan eara bdajar seperti sCcurarfg.'apakah

kamu ingin terus belajar bahasa inggris atau tidak? Mengapa?

Pewawancara tetap mempertimbangkan bahasa yang berterima bagi siswa ketika

melakukan wawancara. Selain itu, wawancara juga dilakukan dalam situasi yang sangat

bersahabat agar siswa tidak merasa 'terintimidasi' yang dapat mempengaruhi autentisitas

jawaban yang diberikan.

Seperti telah dijelaskan pada Bab III, teknik yang digunakan menganalisis hasil

wawancara adalah mempelajari hasil rekaman wawancara dan catatan-catatan yang

relevan (field note), memilah-milah (to fracture) informasi dan mengkategorisasikannya

(categorizing) ke dalam beberapa fokus melalui pengkodean berdasarkan tema/topik

yang sama. Jawaban responden menghasilkan enam kategori, yaitu: (1) langkah

pembelajaran (procedure/technique), (2) peran guru-siswa, dan hubungan keduanya yang

menciptakan pengalaman belajar (social system/atmosphere) yang terbangun dari aplikasi

model, (3) menemukan sendiri jawaban tugas-tugas yang diberikan (exploration), (4)

kesempatan menggunakan bahasa Inggris (opportunities), (5) berbahasa Inggris atas

keinginan sendiri untuk menyampaikan pesan (real use), dan (6) belajar melalui Format

terstruktur kaku versus belajar dengan format terstruktur fleksibel (format), serta (7) kerja

sama dalam belajar (collaborative learning).

Dari kategori-kategori itu, kemudian dilakukan pemaknaan (contextualizing)

informasi/data yang dikaitkan dengan dampak model terhadap motivasi dan sikap siswa

setelah mengalami pembelajaran dengan the MID-Model. Hasilnya digunakan untuk

Page 118: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

242

melakukan pembandingan (comparing and contrasting) agar diperoleh karakteristik

masing-masing siswa dari sekolah berkategori baik, sedang, dan kurang. Melalui strategi

pembandingan ditemukan keteraturan (regulations) yang mengarah kepada karakteristik

siswa dari masing-masing kategori sekolah sebagai berikut.

1) Prosedur dan teknik pembelajaran

Pada sekolah berkategori baik, prosedur pembelajaran cenderung ditanggapi

sebagai sesuatu yang mendorong mereka berusaha sendiri dalam memahami pelajaran,

tidak sepenuhnya bergantung pada guru. Hal itu dianggap baik karena mereka berusaha

sampai dapat menyelesaikan tugas secara mandiri. Pada sekolah berkategori sedang,

prosedur pembelajaran cenderung dikaitkan dengan cara (teknik) guru menyampaikan

pelajaran yang membuat mereka dapat berkomuikasi secara langsung dalam bahasa

Inggris. Pada sekolah berkategori kurang, prosedur pembelajaran cenderung dipersepsi

sebagai cara guru menyampaikan pelajaran yang tidak menegangkan. Kalau jawaban

tugas yang diberikan belum diketahui, guru memberi bantuan walaupun secara tidak

langsung.

Temuan #1

Bagi sekolah berkategori baik, prosedur dan teknik pembelajaran the MID-

Model dipersepsi sebagai sesuatu yang mendorong mereka untuk mampu

belajar secara mandiri.

Temuan #2

Bagi sekolah berkategori sedang, prosedur dan teknik pembelajaran the

MID-Model dipersepsi sebagai sesuatu yang dapat memfasilitasi mereka

berkomunikasi secara langsung dalam bahasa Inggris.

Temuan #3

Bagi sekolah berkategori kurang, prosedur dan teknik pembelajaran the

MID-Model dipersepsi sebagai pembelajaran yang tidak menegangkan.

Page 119: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

243

2) Sistem sosial/atmosfir dalam kelas

Pada sekolah berkategori baik, siswa merasa dekat dengan guru karena cara guru

membimbing dilakukan dengan sangat bersahabat. Guru menempatkan diri dan berperan

sebagai pembelajar dalam diskusi atau dalam aktivitas dimana siswa dalam proses

menyelesaikan tugas-tugas. Dengan peran seperti itu, siswa merasa terdorong untuk

menyelesaikan tugas-tugas. Selain itu, siswa merasa nyaman, bebas dari suasana tertekan

dalam kelas. Pada sekolah berkategori sedang, jawaban siswa hanya secara samar-samar

menyinggung peran guru dan hubungan yang dibangun dengan siswa dalam

melaksanakan pembelajaran. Walau demikian, mereka merasakan bahwa suasana belajar

bebas dari rasa cemas. Sedangkan pada sekolah berkategori kurang, siswa mempersepsi

peran dan hubungan yang dibangun guru dalam proses pembelajaran sangat baik—"guru

tidak marah kalau (kami) salah, malah membimbing". Siswa merasa tidak tertekan dan

terpaksa menyelesaikan tugas-tugas.

Temuan #4

Pada sekolah berkategori baik dan kurang, siswa mempersepsi kalau peran

dan hubungan yang dibangun guru dengan siswa tidak formal, karena itu

membantu dalam menyelesaikan tugas-tugas.

Temuan #5

Pada sekolah berkategori sedang, siswa cenderung tidak memberikan kesan

kalau peran dan hubungan yang dibangun guru dengan siswa formal atau

tidak formal sehingga membantu dalam menyelesaikan tugas-tugas.

Temuan #6

Pada tiga kategori sekolah, siswa memberikan tanggapan bahwa proses

pembelajaran berlangsung dalam suasana yang bebas dari rasa cemas.

Page 120: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

244

3) Menemukan sendiri jawaban tugas-tugas yang diberikan.

Pada sekolah berkategori baik, siswa menanggapi bahwa mereka mencari dan

menemukan sendiri makna kata dan kalimat melalui mediasi guru. Hal itu dianggap

berbeda dengan pengalaman belajar sebelumnya, di mana guru memberitahu arti kata dan

kalimat bahasa Inggris. Sebagian responden mengakui kedua cara itu baik, yang lainnya

mempersepsi bahwa kegiatan menemukan sendiri lebih baik karena mendorong mereka

berusaha dalam belajar. Pada sekolah berkategori sedang, tak satu pun jawaban siswa

yang menyinggung bahwa mereka menemukan sendiri jawaban tugas-tugas yang

diberikan. Hal itu berarti dua kemungkinan, guru lemah dalam memediasi siswa dengan

pengalaman belajar yang bertumpu pada kegiatan mencari dan menemukan sendiri

jawaban tugas-tugas itu, atau siswa menanggapinya bahwa kondisi seperti itu bukan

sesuatu yang baru bagi mereka. Sedangkan pada sekolah berkategori kurang, siswa

memiliki kesan bahwa mereka mencari dan menemukan sendiri jawaban tugas-tugas

yang diberikan, menurutnya "guru cuma membimbing". Sebagian responden

mengungkap bahwa hal itu berbeda dengan pengalaman belajar sebelumnya.

Temuan #5

Bagi sekolah berkategori baik dan kurang, kegiatan mencari dan

menemukan sendiri jawaban tugas-tugas yang dimediasi guru dipersepsi

sebagai sesuatu yang positif, dan hal itu berbeda dari pengalaman belajar

sebelumnya.

Temuan #6

Bagi sekolah berkategori sedang, kegiatan mencari dan menemukan sendiri

jawaban tugas-tugas yang dimediasi guru dipersepsi sebagai sesuatu yang

biasa saja, tidak ada kesan tersendiri.

Page 121: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

245

4) Kesempatan menggunakan bahasa Inggris

Pada sekolah berkategori baik, hanya sebagian siswa menanggapi bahwa mereka

memperoleh kesempatan menggunakan bahasa Inggris dengan kalimat sendiri. Walaupun

pada umumnya mengakui bahwa pembelajaran dulu dengan sekarang berbeda. Dulu

percakapan dilakukan melalui buku sumber—membaca dialog, sekarang bercakap-cakap

sendiri. Pada sekolah berkategori sedang, semua siswa menanggapi bahwa mereka

memperoleh kesempatan berkomunikasi dalam bahasa Inggris, antara lain, " kita

berkomunikasi secara langsung". Percakapan seperti itu dapat ditemukan sehari-hari. Hal

itu berbeda dengan dulu, dulu bercakap melalui buku sumber. Pada sekolah berkategori

kurang, inti jawaban siswa kurang lebih sama dengan jawaban pada sekolah berkategori

sedang.

Temuan #7

Bagi sekolah berkategori baik, kesempatan menggunakan bahasa Inggris

cenderung kurang berkesan, walau mereka yakin bahwa dengan cara itu

pembelajaran bahasa Inggris sekarang berbeda dari yang dialami

sebelumnya.

Temuan #8

Bagi sekolah berkategori sedang dan kurang, kesempatan menggunakan

bahasa Inggris ditanggapi positif, dan dengan cara itu pembelajaran

sekarang berbeda dari yang dialami sebelumnya.

5) Berbahasa Inggris karena ingin berkomunikasi

Pada sekolah berkategori baik, jawaban siswa tidak banyak menyinggung bahwa

mereka berbahasa Inggris karena ada pesan yang ingin disampaikan, hal itu konsisten

dengan kenyataan yang ditemukan pada butir 4 di atas. Aktivitas yang dibangun the

MID-Model dalam memfasilitasi penggunaan bahasa secara nyata (non-pedagogis)

Page 122: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

246

kurang berkesan. Tidak diperoleh informasi yang dapat memperjelas akan hal itu. Pada

sekolah berkategori sedang, jawaban siswa banyak yang mendukung bahwa mereka

melakukan percakapan karena ada pesan yang ingin disampaikan, antara lain "saya

mengeluarkan pendapat sendiri dalam bercakap-cakap." Persepsi itu konsisten dengan

apa yang dikemukakan pada butir 4 di atas. Pada sekolah berkategori kurang, inti

jawaban siswa kurang lebih sama dengan jawaban pada sekolah berkategori sedang.

Temuan #9

Bagi sekolah berkategori baik, berbahasa Inggris (realistic) karena ada

pesan yang ingin disampaikan melalui aktivitas yang dibangun dalam

pembelajaran cenderung kurang berkesan.

Temuan #10

Bagi sekolah berkategori sedang dan kurang, berbahasa Inggris (realistic)

karena ada pesan yang ingin disampaikan melalui aktivitas yang dibangun

dalam pembelajaran, ditanggapi positif oleh siswa.

6) Format belajar terstruktur kaku versus terstruktur fleksibel

Pada sekolah berkategori baik, sedang, dan kurang, tidak dapat dipilah dalam

menanggapi kategori ini. Siswa mengemukkan adanya perbedaan antara cara guru

memberi pelajaran bahasa Inggris sekarang dan sebelumnya. Perbedaan yang paling

dirasakan adalah bahwa guru dulu terikat dengan buku sumber dalam menyajikan

pelajaran, sekarang tidak. Bercakap-cakap dalam pelajaran sebelumnya dilakukan dengan

membaca buku sumber—tidak bercakap sesuai keinginan. Sekarang, menurut mereka

"berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan teman secara langsung"—sesuai dengan

keinginan sendiri. Sebagian kecil siswa menanggapi cara itu sebagai sesuatu yang kadang

menyulitkan, yang lain menanggapi secara positif dengan mengatakan itu "dapat

memperluas pengetahuan bahasa Inggris kita".

Page 123: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

247

Sebagian siswa menyatakan senang belajar dengan buku sumber, seperti juga

dengan pembelajaran sekarang. Yang lain, lebih memperjelas keinginan belajar bahasa

Inggris dengan tidak terlalu terikat pada buku sumber. Karena dengan cara itu mereka

memperoleh kesempatan berbahasa Inggris sesuai keinginan sendiri—ada pesan yang

ingin disampaikan yang mendorong keinginan berkomunikasi, sehingga tidak terpaksa

dan tidak takut salah.

Temuan #11

Sebagian siswa menginginkan pembelajaran yang tidak terpaku pada

jawaban benar-salah, seperti yang ditemukan dalam kebanyakan buku

sumber, akan tetapi menginginkan pembelajaran yang lebih memberi

kesempatan untuk mengekspresikan diri sendiri.

Temuan #12

Terdapat siswa yang mempersepsi belajar dengan (terpaku pada) buku

sumber sama baiknya dengan pembelajaran sekarang—pembelajaran yang

dikembangkan the MJD-Model.

7) Kerja sama dalam belajar

Pada sekolah berkategori baik, jawaban siswa tidak banyak menyinggung

kerjasama dalam belajar. Aktivitas proses pembelajaran dalam kategori ini, yang

dibangun oleh the MID-Model, kurang berkesan bagi mereka. Tanggapan siswa terhadap

kategori ini sama dengan kategori pada butir 5 di atas. Tidak terjaring informasi yang

dapat memperjelas hal itu. Pada sekolah berkategori sedang, jawaban siswa banyak

menyinggung dan sangat mengapresiasi kategori ini. Menurut mereka, antara lain "Saya

bekerja sama dengan teman, bukan saja pendapat saya yang diambil, tapi pendapat teman

sebangku saya juga". Pada sekolah berkategori kurang, inti jawaban siswa sama dengan

Page 124: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

248

jawaban pada siswa sekolah berkategori sedang. Salah satu jawaban siswa, "Kerja

kelompok bagus, karena saling mendengarkan pendapat yang berbeda".

Temuan #13

Bagi sekolah berkategori baik, bekerja sama dalam kelompok melalui

aktivitas yang dibangun dalam pembelajaran the MID-Model cenderung

kurang berkesan.

Temuan #14

Bagi sekolah berkategori sedang dan kurang, bekerja sama dalam kelompok

melalui aktivitas yang dibangun dalam pembelajaran the MID-Model,

ditanggapi positif oleh siswa.

B. Interpretasi Hasil Penelitian

Dalam subbab ini dibahas interpretasi temuan penelitian yang berkenaan dengan

pengembangan draf awal desain the MID-Model untuk mengembangkan kompetensi

komunikatif, motivasi dan sikap belajar bahasa Inggris siswa kelas V sekolah dasar, hasil

implementasi model, dan faktor-faktor yang mendukung pengembangan model.

1. Interpretasi Terhadap Pengembangan Desain the MID-Model

a. Komponen desain the MID-Model

Draf awal desain the MID-Model dikembangkan berdasarkan hasil kajian teori-

teori belajar, pengaruh the 4Mat System McCarthy yang telah di adaptasi untuk

pembelajaran bahasa asing atau bahasa kedua bagi siswa sekolah dasar, dan analisis

kebutuhan lapangan. Desain the MID-Model adalah strategi yang terdiri atas seperangkat

langkah konseptual dalam pola pemikiran yang tersaji secara utuh, memiliki tujuan,

materi, dan model evaluasi proses dan hasil belajar. Pola itu dapat dituangkan ke dalam

implementasi berupa tahapan kegiatan pembelajaran yang komponennya berorientasi

Page 125: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

terhadap pembelajaran bahasa Inggris.

pada pengembangan kemampuan komunikatif, dan berimplikasi pada motivasi^

Desain model itu menganut Comparative Summeries yang memadukan\tiga_TC^

belajar utama, yaitu teori behavioris, kognitif, dan konstruktif. Masing-masing teori

memberi sumbangan relatif terhadap komponen: tujuan untuk mencapai kompetensi

dasar, materi pembelajaran, tahap/kegiatan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil

belajar. Keempat komponen ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

Tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dengan aplikasi the MID-Model adalah

untuk mengembangkan kemampuan berbahasa Inggris "lisan dan tulis" (discourse

competence) sederhana melalui interaksi komunikatif. Interaksi komunikatif itu

memfasilitasi pemerolehan input linguistik dan pesan secara bersamaan tanpa ada

tekanan penguasaan yang dipaksakan. Diharapkan juga bahwa dengan aplikasi model itu

siswa termotivasi untuk belajar dan memiliki sikap positif terhadap bahasa Inggris

sebagai mata pelajaran di sekolah dasar.

Pengembangan tujuan pembelajaran secara konseptual mengacu pada tingkat

literasi yang ditargetkan kepada siswa sekolah dasar yakni tingkat performattve—mampu

membaca, menulis, dan berbicara dengan simbol-simbol bahasa Inggris yang digunakan.

Aspek lain yang terkait dengan tujuan adalah fokus pembelajaran. Fokus pembelajaran

lebih diarahkan pada fluency (kelancaran berbahasa) daripada accuracy (ketepatan

berbahasa). Namun, pada kesempatan tertentu keduanya memiliki titik berat yang sama.

Materi dikembangkan berdasarkan atas prinsip-prinsip pembelajaran yang

relevan, misalnya melalui prinsip here and now, dan the zone of proximal development.

Bahan ajar disajikan dari hal-hal yang terdekat dengan pengalaman siswa, berangsur ke

Page 126: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

250

hal-hai baru namun masih tetap dalam jangkauan kemampuan kognitifnya. Urutan dan

tingkat kesulitan (task complexity) bahan ajar disesuaikan dengan tingkat perkembangan

kognitif dan prinsip pemerolehan bahasa asing. Misalnya, memperhatikan kepekaan usia

operasi konkret dan hipotesis input. Perhatian pada usia operasi konkret membantu

memilah materi dan menghindari penyajian konsep-konsep bahasa yang abstrak. Dengan

hipotesis input, diharapkan pesan dapat dimengerti pada kesempatan yang sama dengan

input linguistik yang menjadi target pembelajaran.

Aspek lain yang erat kaitanya dengan bahan ajar adalah strategi penyampaian

yang sesuai dengan karakteristik siswa dan esensi bahan ajar. Metode/startegi

pembelajaran yang dipilih dalam uji coba dan validasi model adalah Total Physical

Response dan Integrated skills. Metode 7 * 0 / « / Physical Response (TPR) khusus

digunakan untuk mengembangkan keterampilan menyimak bagi pembelajar pemula.

Metode itu sangat sesuai digunakan untuk siswa sekolah dasar karena mencoba

mengkordinasikan pemahaman bunyi-bunyi bahasa dengan respon berupa gerak fisik

sebagai indikator pemahaman siswa. Dengan prinsip trial and error, kegiatan berbahasa

tidak mencemaskan dan cenderung memberikan pengalaman belajar yang

menyenangkan. Kesalahan merespon perintah dianggap sebagai sesuatu yang wajar

(developmental error) dalam proses pemahaman informasi dan konsep-konsep bahasa.

Strategi Integrated Skills mengembangkan keempat keterampilan berbahasa yang

dikemas dalam satu pertemuan secara utuh mencakup listening, speaking, reading, dan

writing. Startegi itu memfasilitasi pengalaman berbahasa dalam kerangka pengembangan

kompetensi komunikatif melalui wacana lisan dan tertulis. Dalam setiap pertemuan, ada

satu ketrampilan berbahasa yang menjadi fokus utama pengembangan. Sementara

Page 127: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

251

ketrampilan berbahasa yang lain menjadi kegiatan pendukung. Fokus ketrampilan

berbahasa yang dikembangkan diatur secara bergantian sesuai kebutuhan dan dituangkan

ke dalam rencana pembelajaran.

Implementasi model di kelas merupakan aplikasi nyata dari strategi konseptual

yang telah diformulasi secara utuh. Implementasi itu berwujud penerapan strategi

operasional dalam tahapan kegiatan pembelajaran berbasis aktivitas rekonstruktif dan

komunikatif sebagai strategi untuk mencapai kompetensi komunikatif. Aktivitas

rekonstruktif membangun pemahaman siswa atas konsep-konsep bahasa tertentu melalui

pengalaman belajar yang relevan. Sedangkan aktivitas komunikatif mengembangkan

kemampuan berbahasa Inggris yang didorong oleh kemauan berkomunikasi karena rasa

ingin tahu tentang pesan yang dibawa oleh bentuk-bentuk teks ataupun sebuah ujaran.

Lingkungan kelas diciptakan demikian rupa sehingga siswa tidak merasa terbebani oleh

suasana belajar yang cenderung mengikat dan terpaksa. Strategi pembelajaran dimaksud

adalah: (1) Draw on experience and knowledge, (2) Input stage, (3) Generalization and

review stage, dan (4) Application stage. Strategi itu diturunkan dari desain the MID-

Model yang diformulasi atas: "(1) Lead in, (2) Reconstruction, dan (3) Production.

Untuk dapat mengukur kemampuan komunikatif sebagai hasil belajar, siswa

diberi seperangkat tes yang merujuk pada tingkat literast performative sebagai acuan

kemampuan atau keberhasilan belajar yang telah dinyatakan dalam tujuan pembelajaran.

Siswa menyelesaikan tes menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Tes berbicara

tidak dilakukan secara lisan melainkan secara tertulis karena masalah teknis dan waktu

yang sulit dipecahkan.

Page 128: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

252

b. Proses modifikasi draf awal desain the MID-Model

Modifikasi draf awal desain the MTD-Model dilakukan dalam uji coba model

terbatas dan uji coba model lebih luas. Untuk memperoleh desain model halus yang siap

validasi, dibutuhkan tiga kali perubahan tahap pembelajaran dalam desain implementasi.

Pada siklus pertama dan kedua uji coba model terbatas dengan pembelajaran

listening dan reading, desain implementasi model yang diuji coba adalah Draw on

experience and knowledge (Lead in), Input stage. Reinforcement stage (Reconstruction),

dan Application stage (Production). Berdasarkan hasil pengamatan dan diskusi dengan

guru penguji coba disadari adanya suatu kekosongan (gap) dalam laju proses berpikir dari

tahap input ke tahap aplikasi. Kekosongan itu disebabkan ketiadaan kesimpulan pelajaran

yang dirumuskan secara eksplisit yang memungkinkan siswa mereview perolehan setelah

mengalami pembelajaran. Kesimpulan pelajaran diambil melalui sebuah proses berpikir

baik secara induktif maupun secara deduktif yang dimediasi guru.

Dengan demikian, kegiatan siswa tidak hanya menerima input melalui

penyelesaian tugas dan latihan berbahasa dan kebahasaan akan tetapi perlu kesempatan

khusus agar siswa belajar bagaimana menarik kesimpulan dari informasi dan atau

konsep-konsep bahasa yang dipelajari. Kegiatan itu diberikan setelah penyajian input

dalam tahap reconstruction, dan sebelum reinforcement. Langkah yang memfasilitasi

kesempatan khusus tersebut disebut generalisation.

Pada siklus ketiga dan keempat dengan pembelajaran speaking dan writing,

prosedur konseptual itu bertahan karena dianggap telah dapat merepresentasi model yang

diinginkan untuk mengembangkan kemampuan komunikatif, motivasi dan sikap belajar

bahasa Inggris. Oleh karena itu, uji coba model secara terbatas dihentikan untuk

Page 129: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

253

memasuki uji coba model lebih luas yang melibatkan tiga sekolah dalam tiga kateori,

baik, sedang, dan kurang.

Pada siklus kelima dengan dua kali pertemuan dalam pembelajaran listening dan

reading, prosedur pembelajaran yang diperoleh pada siklus sebelumnya diaplikasi dengan

pengamatan khusus pada lama waktu yang digunakan dan reaksi siswa setelah

menyelesaikan latihan pada tahap reinforcement. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa

waktu yang tersedia tidak cukup untuk menyelesaikan tahap berikutnya. Selain itu ada

kecenderungan siswa pintar kurang bersemangat merespon latihan yang diberikan.

Setelah dua kali pertemuan pada uji coba model kelima di setiap kategori sekolah

selesai, peneliti bersama dengan ketiga guru penguji coba melakukan umpan balik

terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan. Akhirnya disepakati bahwa tahap

reinforcement sebaiknya dikeluarkan dari komponen model, dan tahap generalization

dilengkapi dengan review. Kesepakatan itu dilandasi asumsi bahwa kesimpulan pelajaran

yang ditarik sendiri berperan menumbuhkan kemandirian siswa, juga sebagai penguatan

terhadap materi yang telah dipelajari. Karena itu, peran generalisasi dapat mengganti

peran reinforcement. Prosedur ini bertahan sampai uji coba model ketujuh, diperolehnya

model pembelajaran yang siap untuk uji validasi.

2. Interpretasi Terhadap Strategi Konseptual the MID-Model

Sebagaimana telah diujicobakan, the MID-Model terdiri atas beberapa fase

pembelajaran yang mengikuti proses belajar atau pemecahan masalah yang secara

sistematis mengantar siswa mengaktifkan memori, memanfaatkan pengalaman baru dan

mengasosiasikannya dengan pengalaman yang telah dimiliki untuk memudahkan

pemahaman informasi dan konsep-konsep bahasa, melakukan abstraksi dan mengambil

Page 130: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

254

kesimpulan pelajaran, dan akhirnya menggunakan kemampuan berbahasa dan

kebahasaan yang diperoleh ke dalam situasi dan konteks baru.

Lead m mengawali kegiatan pembelajaran. Tujuan kegiatan ini adalah untuk

mengaktifkan informasi dan konsep-konsep bahasa yang telah dimiliki siswa agar siap

diasosiasikan dengan informasi dan konsep-konsep bahasa baru yang akan difasilitasi

guru pada fase berikutnya. Ada dua alternatif kegiatan dalam bentuk pengalaman belajar

yang dapat dilakukan baik oleh guru maupun siswa. Guru mengajukan pertanyaan

penggali pengalaman (eliciting questions) dalam bahasa Inggris sebagai pemajanan.

Siswa menjawab pertanyaan ini dengan bahasa yang sama. Atau guru menunjukan

sebuah gambar dan semacamnya untuk dikomentari siswa. Oleh guru, akumulasi jawaban

siswa diarahkan untuk mendekati informasi dan atau konsep-konsep bahasa yang akan

dipelajari. Setelah siswa siap memasuki fase berikutnya, maka guru pun mengantar

dengan penjelasan singkat tapi fokus untuk menyadarkan akan keterkaitan topik yang

baru dibicarakan dengan apa yang dipelajari pada fase berikutnya.

Reconstruction adalah fase kedua kegiatan pembelajaran. Walaupun kegiatan ini

sepenuhnya terpulang kepada siswa sebagai pembelajar—the meaning maker terhadap

dunia sekitarnya—guru tetap dituntut untuk mampu memfasilitasi dan memediasi

pengalaman belajar yang relevan dengan kebutuhan siswa. Kebutuhan ditinjau dari sudut

perkembangan kemampuan berpikir, lingkungan kehidupan sosial, dan bagaimana

seorang anak usia kelas lima sekolah dasar memperoleh bahasa kedua/asing. Tujuan fase

ini adalah untuk memberikan pengalaman belajar agar siswa mampu mengeksplorasi dan

mendiskusikan informasi dan atau konsep-konsep bahasa melalui tugas dan kegiatan

pemecahan masalah di kelas—input stage. Siswa diharapkan mampu melakukan

Page 131: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

255

abstraksi dan menarik kesimpulan pelajaran (cognitive process)—generalization, dan

secara bertahap menyadari bahwa ia mampu menjadi pembelajar mandiri (metacognitive

process).

Setelah siswa menyelesaikan tugas dan siap memasuki fase berikutnya, maka

guru pun mengantar siswa dengan penjelasan singkat tapi fokus untuk menyadarkan

pentingnya aplikasi pengetahuan yang diperoleh ke dalam situasi lain namun masih

dalam konteks yang sama melalui tugas dan kegiatan tertentu.

Production adalah fase terakhir kegiatan pembelajaran. Tujuan fase ini adalah

untuk memberi kesempatan kepada siswa menggunakan perolehan berupa informasi dan

konsep-konsep bahasa yang baru dipelajari ke dalam situasi yang berbeda. Tugas dan

latihan dilakukan secara terbimbing, namun siswa tetap memiliki kebebasan

mengekspresikan diri dalam konteks berbahasa dan kebahasaan yang dituntut. Agar arus

komunikasi berjalan lebih lancar, maka fokus pembelajaran lebih pada fluency daripada

accuracy, walaupun pada dasarnya keduanya saling mendukung.

Berdasarkan pengalaman implementasi model, penulis meyakini rangkaian

kegiatan di atas merupakan satu kesatuan yang utuh, membentuk sistem pembelajaran

yang mengacu kepada alur berpikir untuk memecahkan masalah-masalah pedagogis dan

sosial melalui tugas dan latihan berbahasa dan kebahasaan. Aktivitas dan perilaku yang

menyatu pada setiap fase dilaksanakan atas dasar pertimbangan: kematangan berpikir

siswa (cognitive development), pemilihan materi yang berada satu tingkat di atas level

siswa namun masih dalam jangkauan kognitifnya (input hypothesis i + 1), penyediaan

mediasi guru bila diperlukan (scaffolding) yaitu ketika mereka berada pada posisi

disequilibrium, atau daerah dimana tugas dan latihan hanya bisa diselesaikan atas bantuan

Page 132: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

256

guru (the zone of proximal devehpment), pemilihan metode dan strategi pembelajaran

bahasa asing yang mempertibangkan keseimbangan pengaktifan otak kanan dan otak kiri

(TPR) dan strategi pembelajaran Integrated Skills dengan fokus utama pada fluency dan

sesekali accuracy bila dipandang perlu.

3. Interpretasi Terhadap Kompetensi Dasar, Tujuan, Indikator, dan Materi Pembelajaran

Hasil implementasi model pembelajaran yang dikembangkan melalui uji coba

terbatas dan uji coba model lebih luas menunjukan bahwa: (1) rumusan kompetensi dasar

yang baik adalah yang mengacu pada "Standar Kompetensi" yang menggambarkan isi

atau pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diinginkan diperoleh siswa, (2) tujuan

pembelajaran telah dirumuskan untuk mencapai tindak bahasa (actional compelence)

menyimak, membaca, berbicara, dan menulis yang disajikan secara terintegrasi, (3)

indikator yang dirumuskan telah sejalan dengan tujuan, aktivitas, dan kemampuan nyata

siswa setelah mengikuti pembelajaran, dan (4) materi pembelajaran telah sesuai dengan

perkembangan intelektual siswa, menganut prinsip here and now, diorganisasikan dan

disajikan melalui aktivitas yang memfasilitasi pengembangan kemampuan komuniktif,

motivasi, dan sikap positif siswa. Organisasi dan kegiatan pembelajaran mencakup tiga

aspek dalam pembelajaran bahasa, yakni konteks, teks, dan sistem bahasa.

4. Interpretasi Terhadap Hasil Implementasi tbe MID-Model

Hasil implementasi model pembelajaran yang dikembangkan melalui uji coba

terbatas dan uji coba model lebih luas menunjukkan bahwa: (1) kemampuan guru yang

dipersyaratkan dalam menerapkan model pembelajaran untuk mengembangkan

kemampuan komunikatif, motivasi, dan sikap siswa terhadap pembelajaran bahasa

Page 133: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

257

Inggris semakin baik seiring dengan berjalannya siklus-siklus uji coba, (2)

kontekstualisasi kebahasaan yang dilakukan melalui media gambar dan alat bantu lainnya

semakin memberi kontribusi akan proses dan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep

bahasa yang dipelajari, (3) interaksi belajar-mengajar mengalami kemajuan secara

bertahap, (4) kemampuan komunikatif sebagai hasil-belajar siswa berkembang secara

bertahap, walaupun tingkat kemajuan ketrampilan wacana lisan dan tertulis berbeda-beda

karena perbedaan esensi dan karakteristik kebahasaan, (5) motivasi belajar siswa

memperlihatkan kemajuan yang cukup berarti walaupun tidak sesignifikan dengan hasil

belajar, (6) sikap siswa terhadap pembelajaran bahasa Inggris cenderung semakin positif,

dan (7) hambatan-hambatan selama uji coba model semakin dapat diminimalkan seiring

dengan berjalannya siklus-siklus uji coba.

Temuan di atas mengisyaratkan adanya perkembangan dan kemajuan secara

bertahap dari satu penerapan ke penerapan lainnya yang terjadi selama implementasi

model pembelajaran. Hal itu dimungkinkan karena uji coba model menggunakan sistem

siklis—setiap akhir sebuah siklus dilakukan evaluasi, penilaian dan perbaikan sehingga

kelemahan dapat diminimalkan sedikit demi sedikit. Dengan uji coba secara siklis

peneliti secara kolaborauf dengan guru penguji coba dapat merevisi dan merevisi

prosedur konseptual dan tahapan pembelajaran yang bersamanya melekat kegiatan dan

konsep-konsep bahasa yang ingin dikembangkan.

Pada subbab ini di kemukakan hal-hal yang terkait dengan interpretasi hasil

implementasi model pembelajaran yang diuji coba, meliputi:

Page 134: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

258

a. Hubungan implementasi model dengan desain mode) pembelajaran

Implementasi model pembelajaran merupakan realisasi operasional dari

seperangkat langkah konseptual dalam saru kerangka berpikir yang utuh dalam bentuk

desain model pembelajaran. Apabila realisasi operasional konsisten dengan prinsip-

prinsip yang telah dibangun oleh sebuah model pembelajaran, maka akan menghasilkan

rangkaian aktivitas yang di dalamnya melekat perilaku dan nilai yang ingin

dikembangkan yang tidak terlepas dari tujuan pengembangan model. Selanjutnya,

konsistensi realisasi operasional di kelas akan menghasilkan tingkat kualitas

pembelajaran yang tidak terlepas dari kualitas desain model pembelajaran rujukannya,

dan pun juga dari penguasaan guru terhadap rencana yang telah dibuat secara kolaboratif.

Apabila implementasi the MID-Model yang telah diuji coba dan diuji validasi

menghasilkan temuan seperti yang dipaparkan di atas, maka dapat diyakini bahwa

sesungguhnya perilaku dan nilai tersebut diperoleh melalui sebuah rencana dan

penerapan model yang baik di kelas. Rencana dan penerapan secara operasional

merefleksi kualitas model pembelajaran yang telah diformulasi secara konseptual dalam

bentuk strategi pembelajaran yang rasionalnya dibangun atas teori-teori belajar yang

relevan.

b. Kualitas interaksi belajar-mengajar

Interaksi belajar-mengajar terkait dengan penciptaan pengalaman melalui tugas

dan latihan berbahasa dan kebahasaan serta suasana belajar yang memungkinkan siswa

mengambil manfaat melalui proses eksplorasi materi yang difasilitasi dan dimediasi guru.

Dengan model ini, keseimbangan keterlibatan siswa dan guru dalam setiap kegiatan

Page 135: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

259

sangat mempengaruhi tinggi rendahnya taraf serap materi yang dapat diukur melalui

pengamatan dan tes hasil belajar.

Peningkatan kualitas interaksi belajar-mengajar ditandai dengan semakin

optimalnya peran siswa dan guru dalam memanfaatkan kesempatan berinteraksi secara

pedagogis dan secara sosial. Kedua tipe interaksi ini juga ditentukan oleh peran bahan

ajar dan tugas yang memungkinkan terjadinya proses belajar melalui pengalaman yang

diperoleh dari interaksi. Dalam implementasi the MID-Model, guru menggunakan materi

yang diyakini dapat memenuhi kebutuhan perkembangan siswa dan merefleksi konteks

berbahasa yang relevan dengan dunia nyata, selain memenuhi konteks kebahasaan yang

diperlukan dalam mendukung kemampuan komunikatif siswa.

Sejak siklus awal, semua guru penguji coba telah berusaha menguasai dan

melaksanakan tahap-tahap pembelajaran pada tataran interaksi. Kalau pada siklus yang

satu dirasa masih lemah maka pada siklus lain berikutnya diperbaiki berdasarkan

masukan yang diperoleh melalui umpan balik. Keadaan seperti itu mengisyaratkan bahwa

guru penguji coba secara bertahap mampu mengkaji pengalaman dari siklus sebelumnya

dan menjadikan pengalaman itu sebagai titik balik perbaikan pada siklus-siklus

selanjutnya. Demikian pula dengan pengalaman mengikuti pembelajaran pada setiap

siklus, siswa secara berangsur-angsur melakukan peran yang semakin kondusif untuk

interaksi yang bersifat rekonstruktif dan komunikatif. Oleh karena, itu wajar kalau terjadi

peningkatan kualitas interaksi belajar-mengajar seiring dengan bertambahnya siklus-

siklus uji coba model pembelajaran.

Page 136: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

260

c. Kemampuan guru melaksanakan kegiatan pembelajaran

Tak bisa dipungkiri bahwa kemampuan guru penguji coba sangat menentukan

dalam implementasi model pembelajaran yang dikembangkan selama uji coba terbatas

dan uji coba model lebih luas. Jika kemampuan guru lambat dalam peningkatan, maka

akan berpengaruh pada jumlah siklus yang dibutuhkan dalam uji coba model. Sebaliknya,

jika guru dapat melaksanakan konsep-konsep model secara operasional di kelas sesuai

target waktu yang dibutuhkan, maka akan berkontribusi pada keputusan siklus layak

dihentikan untuk uji validasi pada tahap berikutnya

Sejak siklus awal, semua guru penguji coba telah berusaha menguasai tahap-tahap

pembelajaran yang meliputi berbagai aspek mendasar atas konsep model yang diuji coba.

Pada aspek kemampuan mengaitkan pengalaman siswa dengan materi yang akan

dipelajari, nampak adanya kemajuan secara bertahap bila diamati melalui rangkaian

pertanyaan atau penjelasan yang semakin fokus dan runtut. Penjelasan atau pertanyaan

yang diajukan pada awal pembelajaran mengarahkan siswa ke jalan berpikir yang

terpusat pada rangkaian kejadian yang mengaitkan pengalaman-pengalaman masa lalu

dengan pengalaman belajar yang akan diperoleh.

Pada aspek kemampuan memfasilitasi 'rekonstruksi pengalaman' dalam bentuk

tugas dan latihan berbahasa dan kebahasaan, peningkatan dapat dilihat dari perspektif

kemajuan dalam merencanakan bahan ajar, bimbingan yang diberikan guru ketika proses

eksplorasi materi terjadi, penciptaan pengalaman beiajaT yang semakin kondusif, dan

tugas dan latihan yang relevan dengan perkembangan siswa. Kemampuan-kemampuan

itu diperoleh berkat kerjasama yang baik antara peneliti dan guru penguji coba baik

sebelum maupun sesudah pembelajaran pada setiap siklus.

Page 137: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

261

Peningkatan pada aspek kemampuan guru mengarahkan siswa untuk mengambil

kesimpulan pelajaran dapat diamati dari berbagai kesempatan mengajukan pertanyaan-

pertanyaan terarah dari mulai pembelajaran listening, reading, speaking, dan writing.

Sejak siklus awal, semua guru penguji coba telah berusaha menguasai keterampilan

bertanya yang memungkinkan siswa menarik kesimpulan pelajaran dari rangkaian

jawaban yang terkait satu sama lain. Kemajuan yang diperoleh berjalan seiring dengan

bertambahnya siklus-siklus uji coba model baik dalam skala terbatas maupun dalam skala

lebih luas. Indikator keberhasilan guru mengembangkan ketrampilan mengajukan

pertanyaan terarah dapat juga dilihat dari efektivitas (rangkaian) jawaban yang diberikan

siswa yang cenderung mengarah pada satu titik—kesimpulan.

Peningkatan pada aspek kemampuan menyiapkan dan menggunakan media

pembelajaran mengalami proses yang relatif sama dengan aspek-aspek lain yang

membentuk 'kemampuan guru melaksanakan pembelajaran'. Pada mulanya guru penguji

coba belum efektif menggunakan gambar benda-benda tertentu dalam tugas listening dan

reading. Melalui sebuah gambar artfisial keluarga, guru masih terlihat kaku

mengembangkan pertanyaan-pertanyaan dalam bahasa Inggris yang mengarah pada

pemahaman kosa kata tentang hubungan kekerabatan. Pada siklus-siklus berikutnya

ketika pembelajaran speaking dan writing berlangsung, guru penguji coba secara

berangsur mampu memanfaatkan gambar dengan baik.

Ada tiga hal yang mempengaruhi peningkatan kemampuan guru melaksanakan

pembelajaran di atas, yakni (1) Pada dasarnya kemampuan-kemampuan itu tidaklah

diperoleh tanpa evaluasi dan penilaian pengalaman dari setiap siklus uji coba model—

terjadi pembelajaran yang berlangsung secara bertahap, (2) Pola kegiatan yang

Page 138: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

262

dikembangkan dalam the MJJD-Model mudah dipahami oleh guru penguji coba, dan (3)

Motivasi guru penguji coba yang cukup tinggi untuk mencoba the MID-Model sebagai

sesuatu yang baru bagi mereka.

d. Kemampuan komunikatif, motivasi, dan sikap siswa sebelum dan sesudah perlakuan

Dari hasil uji coba model lebih luas dengan tiga kelas perlakuan dapat diketahui

bahwa model berdampak positif yang signifikan terhadap kemampuan komunikatif,

motivasi, dan sikap positif bagi siswa kelas V sekolah dasar tempat uji coba dilakukan.

Dampak yang ditimbulkan itu diamati dari gained score setiap sampel penelitian yang

diketahui setelah diadakan uji Wilcoxon untuk data related samples (sampel sama).

Semua pengujian dilakukan pada tingkat kekeliruan (P) 0,05.

Namun, ada hal penting yang perlu dicatat bahwa model yang diuji coba tidak

berdampak positif yang signifikan terhadap semua aspek dalam motivasi dan sikap siswa

terhadap pembelajaran bahasa Inggris. Artinya ada sebagian aspek-aspek dimaksud yang

tidak secara signifikan terpengaruh oleh implementasi model yang diujicobakan,

walaupun hasil keseluruhan menunjukkan adanya dampak positif yang signifikan.

1) Selisih skor rata-rata postes-pretes kemampuan komunikatif, motivasi, dan

sikap siswa pada uji coba model lebih luas.

a) Peningkatan kemampuan komunikatif siswa

Apabila kita memperhatikan Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa semua hasil

pengujian Wilcoxon untuk kemampuan komunikatif bagi siswa kelas V dari tiga sekolah

dasar tempat uji coba memiliki peluang kekeliruan (P) < 0,05. Ini menunjukkan bahwa

secara internal model yang diuji coba berdampak positif yang signifikan terhadap hasil

belajar bahasa Inggris bagi siswa tiga sekolah dasar yang masing-masing berkategori

Page 139: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

263

baik, sedang, dan kurang. Dengan perkataan lain, terdapat peningkatan hasil belajar yang

signifikan setelah siswa mengikuti kegiatan pembelajaran dengan the MID-Model.

Pada dasarnya data ini mengandung arti bahwa the MID-Model berpengaruh

terhadap peningkatan kemampuan komunikatif siswa dalam bentuk hasil belajar melalui

strategi pembelajaran integrated skills. Dengan strategi itu siswa diberi kesempatan

bereksperimen tidak saja pada satu fokus ketrampilan bahasa, namun juga pada

keterampilan bahasa yang lain dalam satu konteks kegiatan komunikatif yang relatif

merefleksi dunia nyata. Unsur-unsur bahasa disajikan secara terpadu dalam satu kegiatan

dengan pengembangan keempat keterampilan bahasa untuk menghindari pembelajaran

yang eksplisit atau kegiatan yang menuntut siswa berpikir abstrak terhadap konsep

bahasa.

The MID-Model terdiri atas langkah konseptual yang secara operasional

diimplemntasi pada kelas-kelas uji coba secara siklis. Melalui kegiatan yang terencana

dalam jumlah siklus tertentu, siswa memperoleh pengalaman belajar yang berkenaan

dengan peningkatan kemampuan komunikatif, tugas dan latihan difasilitasi dan dimediasi

guru dengan cara yang relatif bermakna bagi perkembangan mereka. Kondisi itu

memungkinkan mereka berhasil mencapai tingkat kemampuan berbahasa yang memadai

setelah perlakuan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa model pembelajaran yang

diujicobakan memberi kontribusi kepada peningkatan hasil belajar siswa.

b) Peningkatan motivasi belajar siswa

Apabila kita memperhatikan Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa semua hasil

pengujian Wilcoxon untuk variabel motivasi belajar bagi siswa kelas V tiga sekolah dasar

tempat uji coba memiliki peluang kekeliruan (P) < 0,05. Ini menunjukkan bahwa secara

Page 140: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

264

internal model yang diuji coba berdampak positif yang signifikan terhadap motivasi

belajar bahasa Inggris bagi siswa tiga sekolah dasar yang masing-masing berkategori

baik, sedang, dan kurang. Dengan perkataan lain terdapat peningkatan motivasi belajar

yang signifikan setelah siswa mengikuti kegiatan pembelajaran dengan the MID-Model.

Kalau dirinci lebih lanjut dari sepuluh aspek variabel motivasi yang dikaji, maka

tampak bahwa ada aspek tertentu yang tidak signifikan atau P > 0.05. Walaupun beberapa

aspek motivasi tidak signifikan, pada dasarnya data ini mengandung arti bahwa the MID-

Model berpengaruh terhadap peningkatan motivasi siswa melalui pengalaman belajar

yang diciptakan dengan kegiatan-kegiatan yang cukup bervariasi, fasilitasi dan mediasi

guru, lingkungan belajar, dan bahan ajar yang diberikan. Kondisi itu memungkinkan

mereka berhasil mencapai tingkat motivasi belajar bahasa Inggris yang memadai setelah

perlakuan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa model pembelajaran yang

diujicobakan memberi kontribusi kepada peningkatan motivasi belajar bagi siswa.

c) Peningkatan sikap positif siswa

Apabila kita memperhatikan Tabel 4.9 dapat diketahui bahwa semua hasil

pengujian Wilcoxon untuk variabel sikap terhadap pembelajaran bahasa Inggris bagi

siswa kelas V tiga sekolah dasar tempat uji coba memiliki peluang kekeliruan (P) < 0,05.

Ini menunjukkan bahwa secara internal model yang diuji coba berdampak positif yang

signifikan terhadap sikap positif siswa tiga sekolah dasar yang masing-masing

berkategori baik, sedang, dan kurang. Dengan perkatan lain, terdapat peningkatan sikap

positif yang signifikan setelah siswa mengikuti kegiatan pembelajaran bahasa Inggris

dengan the MID-Model.

Page 141: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

Kalau dirinci lebih lanjut dari tujuh aspek pada variabie sikap yang d*

tampak bahwa ada aspek tertentu yang tidak signifikan atau P > 0.05. Wala

aspek yang tidak signifikan, pada dasarnya data ini mengandung arti bahwa the MID-

Model berpengaruh terhadap peningkatan sikap positif siswa melalui pengalaman belajar

yang difasilitasi dan mediasi guru, lingkungan belajar, dan bahan ajar yang diberikan.

Kondisi itu memungkinkan mereka mamiliki sikap positif setelah perlakuan. Oleh karena

itu, dapat dikatakan bahwa model pembelajaran yang diujicobakan memberi kontribusi

kepada peningkatan sikap positif terhadap pembelajaran bahasa Inggris bagi siswa kelas

V sekolah dasar tempat uji coba

Dari hasil pengamatan pada uji coba model, baik dalam skala terbatas maupun

dalam skala lebih luas, dapat diketahui bahwa terjadi kemajuan dalam meminimalkan

hambatan-hambatan yang muncul seiring dengan bertambahnya siklus uji coba

Hambatan-hambatan yang ditemukan terkait dengan faktor guru dan siswa, namun secara

bertahap dapat diminimalkan. Hingga akhir siklus uji coba masih terdapat hambatan yang

berhubungan dengan penggunaan waktu oleh guru yang kurang efektif Hal itu terjadi

karena guru kurang mengontrol waktu yang sesuai untuk pergantian setiap fase kegiatan.

2) Selisih skor rata-rata postes-pretes kemampuan komunikatif, motivasi, dan

sikap siswa pada uji validasi model

a) Peningkatan kemampuan komunikatif

Pada Tabel 4.20 tampak harga rata-rata kemampuan komunikatif pada masing-

masing kelompok eksperimen lebih besar dari harga rata-rata masing-masing kelompok

kontrol. Semua pengujian memiliki peluang kekeliruan (P) < 0.05. Hal itu berindikasi

bahwa secara eksternal the MJD-Model berdampak positif yang signifikan terhadap hasil

Page 142: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

266

belajar bahasa Inggris siswa dari tiga sekolah kategori berbeda. Dapat dikemukakan

bahwa siswa yang mengikuti pembelajaran dengan the MID-Model mencapai

kemampuan komunikatif yang cenderung lebih baik dari pada mereka yang mengikuti

pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional setelah perlakuan.

Namun, kalau dirinci lebih lanjut pada setiap aspek substansi kemampuan yang

diujikan, maka tampak bahwa ada aspek tertentu yang tidak signifikan atau P > 0.05.

Untuk sekolah berkategori baik model berdampak positif yang signifikan untuk semua

aspek. Pada sekolah berkategori sedang, model berdampak positif tapi tidak signifikan

terhadap listening dan reading walau rata-rata skor postes lebih besar daripada rata-rata

skor pretes, untuk sekolah berkategori kurang model berdampak positif tapi tidak

signifikan terhadap speakmg walau rata-rata skor postes lebih besar dari rata-rata pretes.

Walau demikian, data ini mengandung arti bahwa the MID-Model berpengaruh terhadap

peningkatan kemampuan komunikatif siswa.

b) Peningkatan motivasi belajar

Kecuali kelompok eksperimen dan kontrol sekolah berkategori baik, tampak pada

Tabel 4.21 harga rata-rata motivasi siswa pada kelompok eksperimen dari sekolah

berkategori sedang dan kurang lebih besar dari harga rata-rata kelompok kontrol. Semua

pengujian memiliki peluang kekeliruan (P) < 0.05. Hal itu berindikasi bahwa secara

eksternal the MID-Model berdampak positif yang signifikan terhadap motivasi belajar

bahasa Inggris siswa dari dua sekolah kategori berbeda. Siswa dari dua kategori sekolah

yang mengikuti pembelajaran dengan the MID-Model memiliki motivasi yang cenderung

lebih baik daripada mereka yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran

konvensional setelah megikuti perlakuan.

Page 143: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

267

Pada kelompok eksperimen dan kontrol sekolah berkategori baik, secara

eksternal model tidak berdampak positif yang signifikan terhadap variabel motivasi

belajar siswa walaupun rata-rata skor kelompok eksperimen lebih besar dari rata-rata skor

kelompok kontrol. Dari sepuluh aspek variabel motivasi yang dikaji tak satu aspek pun

yang signifikan. Hasil pengujian Wdcoxon memiliki peluang kekeliruan (P) > 0.05 yang

berarti bahwa model tidak berdampak positif yang signifikan terhadap varibel motivasi

belajar siswa. Hal itu dimungkinkan karena sejak awal siswa sudah memiliki motivasi

intrinsik yang tinggi.

Fakta di atas konsisten dengan hasil wawancara yang menunjukkan bahwa ada

beberapa kegiatan yang kurang berpengaruh bagi siswa—apa pun yang dilakukan guru

siswa akan dengan mudah menyesuaikan diri karena pada dasarnya mereka memiliki

motivasi intrinsik yang kuat.

Pada kelompok eksperimen dan kontrol sekolah berkategori sedang, model nyaris

tidak berdampak positif yang signifikan terhadap variabel motivasi belajar siswa. Semua

hasil pengujian Wilcoxon memiliki peluang kekeliruan (P) < 0.05 (atau P = 0.047).

Namun, jika ditelaah aspek motivasi satu demi satu, tampak bahwa hanya satu aspek

yang signifikan, yaitu motivational intensity. The MID-Model tidak berdampak secara

signifikan terhadap sembilan aspek motivasi lainnya. Semua hasil pengujian Wilcoxon

memiliki peluang kekeliruan (P) > 0.05, walaupun skor rata-rata kelompok eksperimen

lebih besar daripada kelompok kontrol.

Pada kelompok eksperimen dan kontrol sekolah berkategori kurang, model

berdampak positif yang signifikan terhadap variabel motivasi belajar siswa. Semua hasil

pengujian Wdcoxon memiliki peluang kekeliruan (P) < 0.05. Namun, jika aspek motivasi

Page 144: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

268

ditelaah satu demi satu, tampak bahwa the MID-Model tidak berdampak positif yang

signifikan terhadap enam aspek motivasi belajar siswa. Keenam aspek ini memiliki

peluang kekeliruan (P) > 0.05, walaupun skor rata-rata kelompok eksperimen lebih besar

daripada skor rata-rata kelompok kontrol,

c) Peningkatan sikap-belajar siswa

Pada Tabel 4.22 tampak rata-rata skor sikap siswa pada masing-masing kelompok

eksperimen lebih besar dari rata-rata skor kelompok kontrol. Semua pengujian memiliki

peluang kekeliruan (P) < 0.05. Hal itu berindikasi bahwa secara ekternal the MID-Model

berdampak positif yang signifikan terhadap sikap belajar bahasa Inggris siswa dari tiga

sekolah kategori berbeda. Dapat dikemukakan bahwa siswa yang mengikuti pembelajaran

dengan the MID-Model memiliki sikap yang cenderung positif dari mereka yang

mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional setelah perlakuan.

Akan tetapi kalau dirinci lebih lanjut pada setiap aspek variabel sikap yang dikaji,

tampak bahwa ada aspek tertentu yang tidak signifikan atau P > 0.05. Untuk sekolah

berkategori baik model berdampak positif tapi tidak signifikan pada sikap terhadap

speaking, reading, writing, vocabulary, grammar, dan pronunciation walau rata-rata skor

kelompok eksperimen sedikit di atas dari rata-rata skor kelompok kontrol.

Untuk sekolah berkategori sedang model berdampak positif tapi tidak signifikan

pada sikap terhadap speaking, dan writing, walau rata-rata skor kelompok eksperimen

lebih besar dari pada rata-rata skor kelompok kontrol.

Sementara itu, pada sekolah berkategori kurang model tidak berdampak positif

secara signifikan untuk aspek listening, speaking, reading, writing, dan grammar, walau

rata-rata skor kelompok eksperimen lebih besar dari rata-rata skor kelompok kontrol

Page 145: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

269

(kecuali speaking 0,90 < 1.09). Semua hasil pengujian WiIcoxon pada aspek-aspek ini

memiliki peluang kekeliruan (P) > 0.05. Walau demikian, secara keseluruhan data ini

tetap mengandung arti bahwa the MJD-Model berpengaruh terhadap peningkatan sikap

positif siswa pada sekolah tempat uji coba.

S. Interpretasi Terhadap Faktor-Faktor Pendukung Pengembangan the MTD- Model

Pada hakekatnya ada beberapa faktor yang mendukung keberhasilan

pengembangan the MID-Model, baik yang bersifat fisik seperti lingkungan belajar yang

tercipta melalui tersedianya alat/media pembelajaran, maupun yang bersifat non-fisik

seperti guru, siswa, dan bahan ajar itu sendiri. Faktor-faktor tersebut berupa latar

belakang pendidikan guru, pengalaman kerja guru, kinerja (peran) guru, kesiapan siswa

belajar, materi/bahan ajar yang relevan, dan alat/media pembelajaran. Faktor-faktor ini

selain dapat menjadi pendukung keberhasilan, juga sewaktu-waktu muncul sebagai faktor

penghambat. Sejauh mana faktor-faktor tersebut mendukung bagi keberhasilan

pengembangan the MID-Model diuraikan sebagai berikut.

a. Latar belakang pendidikan guru

Pada Table 4.2 dapat diketahui bahwa dari sembilan orang guru hanya ada dua

orang yang tidak berlatar belakang pendidikan bahasa Inggris. Dari keduanya satu sarjana

perikanan, dan yang lainnya sarjana Tarbiyah IAIN. Kedua orang itu memiliki

kemampuan yang baik dalam berbahasa Inggris karena pengalaman mengajar kursus

door to door bagi anak-anak dan orang dewasa selama bertahun-tahun. Ada empat orang

berkualifikasi SI, dan tiga orang lainnya D3. Dari lama mengajar di sekolah dasar, hanya

satu orang yang baru berpengalaman satu tahun, selebihnya cukup berpengalaman

dengan rentang antara tiga sampai delapan tahun.

Page 146: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

270

Dengan fakta itu, dapat dikemukakan bahwa kualitas belajar mengajar bahasa

Inggris di sekolah dasar tempat penelitian lebih mudah ditingkatkan apabila diajar oleh

guru dengan tingkat pendidikan yang memadai. Melihat bidang keilmuan yang dimiliki

tentu mereka lebih mungkin untuk melakukan perbaikan-perbaikan mutu pembelajaran

bahasa Inggris melalui pengalaman yang semakin bertambah. Selain itu, dengan tingkat

pendidikan yang cukup memadai, guru memiliki wawasan untuk maju dan

mengembangkan karir sehngga lebih mudah diajak dan diyakinkan akan inovasi-inovasi

pembelajaran yang lebih sesuai dengan kebutuhan.

Oleh karena itu, dalam konteks pengembangan the MID-Model untuk

meningkatkan kemampuan komunikatif, motivasi, dan sikap positif siswa, maka latar

belakang pendidikan guru dipandang sebagai faktor pendukung yang ikut menyumbang

kelancaran dan keberhasilan uji coba dan uji validasi model.

b. Pengalaman mengajar guru

Pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa (kecuali satu orang) pengalaman mengajar

bahasa Inggris di sekolah dasar yang dimiliki responden guru adalah antara tiga sampai

delapan tahun, jumlah waktu yang tidak sedikit untuk mendalami, merasakan, dan

menjadi lebih peka terhadap apa yang menjadi tanggungjawab profesionalnya. Dengan

pengalaman itu guru mudah menyesuaikan diri dalam berbagai inovasi aktivitas

pembelajaran, mengambil peran dalam meningkatkan mutu pembelajaran, melakukan

diskusi-diskusi dan umpan balik tentang pengalaman mengajar, serta melakukan

penilaian diri sendiri (self assessment).

Oleh karena itu, dalam konteks pengambangan the MID-Model untuk

meningkatkan kemampuan komunikatif, motivasi, dan sikap positif siswa, maka

Page 147: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

271

pengalaman mengajar yang dimiliki guru responden tersebut dapat dipandang sebagai

faktor pendukung atas kelancaran dan keberhasilan uji coba dan uji validasi model,

c Peran guru

Peran guru dalam kegiatan uji coba dan uji validasi model baik dalam bentuk

penyiapan perangkat pembelajaran maupun implementasi model pembelajaran pada

hakikatnya memberi kontribusi yang sangat berarti atas kelancaran dan keberhasilan uji

coba dan uji validasi model sehingga menghasilkan the MID-Model untuk meningkatkan

kemampuan komunikatif, motivasi dan sikap positif siswa. Kelancaran dan keberhasilan

itu tak lepas dari keyakinan (belief) yang konsisten atas konsep-konsep yang dibangun the

MID-Model dan peran aktif yang dimainkan guru penguji coba dalam melaksanakan

tugas-tugas yang dituntut bagi terselenggaranya kegiatan pembelajaran. Mereka mampu

menempatkan siswa: ( I ) sebagai klien (client)—mengidentifikasi kebutuhan dan

membangun hubungan baik terhadap siswa, (2) sebagai mitra kerja (learner as

partner)—melakukan negosiasi atas perilaku dan nilai yang dikomunikasikan, dan (3)

sebagai individual explorer—membangun sendiri makna melalui pengalaman belajar

yang difasilitasi guru.

Guru juga melakukan peran sebagai fasilitator dalam konteks penyedia dan

perancang pengalaman belajar bagi siswa. Misalnya memilih dan menentukan bahan ajar

yang setingkat di atas struktur kognitif siswa (the zone ofproximal development), selain

dari peran mediator melalaui kegiatan scaffolding yaitu membantu siswa dalam bentuk

dukungan belajar melalui dorongan, pemberian contoh atau model, pertanyaan terarah

dan penyajian tugas/kegiatan dalam bentuk bagian-bagian ke keseluruhan.

Page 148: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

272

Pada Diagram 4.3 dan 4.4 tampak bahwa guru responden telah memiliki

kemampuan untuk menyelenggarakan pembelajaran yang dipandu oleh konsep-konsep

yang dikembangkan melalui pembelajaran bermakna. Walau masih terdapat kekurangan,

secara bertahap pemahaman mereka telah sampai pada tingkat yang dipersyaratkan dalam

aplikasi model pembelajaran. Implikasi dari kemampuan ini, diharapkan mereka dapat

mengembangkan pembelajaran atas dasar konsep-konsep yang dibangun dalam

pembelajaran bermakna, bahkan menularkannya kepada guru-guru bahasa Inggris di

sekolah dasar lain di daerah Propinsi Sulawesi Tenggara melalui kegiatan KKG dan

PKG.

d. Peran siswa dalam belajar

Tak bisa dipungkiri bahwa perilaku dan aktivitas siswa dalam merespon setiap

kegiatan pembelajaran yang dilandasi konsep-konsep the MJD-Model amat menentukan

bagi terciptanya pengalaman belajar yang sesuai untuk mengembangkan kompetensi

komunikatif, motivasi, dan sikap positif siswa terhadap pembelajaran bahasa Inggris.

Bahkan keputusan yang diambil atas efektif tidaknya model yang di uji cobakan sangat

bergantung pada perilaku-perilaku siswa yang muncul sebelum dan sesudah

pembelajaran. Salah satu ukuran keberhasilan atau efektivitas model pembelajaran

diperoleh dari hasil pengamatan dan penilaian atas perilaku yang ditampilkan siswa

secara nyata baik dalam aktivitas yang direkam dalam catatan (note-taking) maupun yang

diperoleh melalui penilaian hasil belajar.

Perilaku dan aktivitas siswa ditampilkan melalui kegiatan merespon stimulan guru

dengan bahasa sendiri, mengajukan pertanyaan yang berkenaan dengan pemecahan

masalah tugas-tugas berbahasa dan kebahasaan, belajar dalam kelompok-kelompok kecil,

Page 149: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

273

dan praktik berbahasa Inggris secara berpasangan. Hasil pengamatan sampai akhir siklus

uji coba model pembelajaran menunjukkan adanya keterlibatan aktif sebagian besar siswa

dalam setiap kegiatan. Peran itu nampaknya terbentuk dalam bingkai pola-pola interaksi

yang dibangun guru: cara membimbing, cara mengajukan pertanyaan, dan cara

memperlakukan kesalahan berbahasa siswa yang dipandang sebagai developmental error.

Kondisi seperti itu menjadi dasar terciptanya suasana belajar yang kondusif bagi siswa,

yang dimungkinkan terbangun jika konsep-konsep yang melandasi the MID-Model

dilaksanakan secara disiplin dan konsisten,

e. Peran materi/bahan ajar

Materi atau bahan ajar merupakan kesatuan integral dengan unsur lain dalam

lingkup pembelajaran yang menggerakkan proses komunikasi resiprokal antara guru dan

siswa yang berlangsung secara dinamis. Proses komunikasi itu dilakukan dalam bingkai

pengalaman belajar bahasa dan perihal bahasa yang difasilitasi dan di mediasi guru untuk

mencapai kemampuan komunikatif, motivasi dan sikap positif

Bahan ajar, dalam wujud tugas dan latihan di kelas, berperan menghubungkan

siswa dengan guru, selain guru dengan siswa juga berinteraksi satu sama lain. Peran

bahan ajar dalam interaksi merefleksi perilaku dan nilai yang ingin diperoleh siswa

melalui pengalaman belajar bahasa dan perihal bahasa. Oleh karena itu dengan bahan

ajar, siswa dapat melakukan eksplorasi, mengemukakan gagasan baik lisan mau pun

tertulis dari hasil eksplorasi, dan melakukan percobaan untuk menguji dan merevisi

asumsi-asumsi yang telah dibangun sehingga gagasan itu dapat digunakan dalam situasi

yang baru dan dalam konteks dunia nyata. Bahan ajar juga menstimulasi dan

mengarahkan perilaku siswa dalam setiap pengalaman belajar.

Page 150: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

274

Melalui hasil pengamatan yang dilakukan sejak awal sampai akhir uji coba model

diperoleh informasi bahwa pada hakekatnya bahan ajar, yang dipilih sesuai kebutuhan

siswa, berpengaruh atas kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan langkah operasional

the MTU-Model di setiap kelas uji coba model. Terlepas dari beberapa kelemahan, yang

pada akhirnya dapat direduksi, ternyata bahan ajar yang relevan dengan dunia nyata

siswa dapat menyumbang optimalisasi pelaksanaan langkah pembelajaran. Misalnya,

ketika guru penguji coba mengajukan pertanyaan pengungkap yang berkenaan dengan

pengalaman siswa pada fase lead-in, mereka mampu merespon dengan lancar sehingga

tujuan fase ini tercapai sesuai rencana—menumbuhkan motivasi siswa ketika memasuki

awal pembelajaran.

f. Peran alat/media pembelajaran

Alat/media pembelajaran sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan uji coba the

MJTJ-Model. Tanpa alat/media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan proses

pembelajaran maka pelaksanaan uji coba tidak akan berjalan sesuai dengan rencana—

model mempersyaratkan saran alat/media pembelajaran yang relevan. Ketiadaan sarana

dapat berakibat pada tidak optimalnya implementasi sehingga tidak memberikan

gambaran yang valid akan efektivitas model yang diuji coba terhadap pengembangan

kompetensi komunkanf, motivasi, dan sikap positif siswa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa alat/media pembelajaran menyumbang pada

pelaksanaan strategi operasional karena liga hal, yakni (1) menstimulasi respon siswa, (2)

memberi konteks yang memperjelas sering kegiatan berbahasa, dan (3) memfasilitasi

imaginasi siswa yang berhubungan dengan penggunaan bahasa. Misalnya pada fase draw

on experience and knowledge siswa mampu bereaksi dalam bentuk kegiatan berbahasa

Page 151: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

275

inggris menurut konteks yang dibawa sebuah gambar. Ketika siswa harus menjawab

pertanyaan pengungkap dari guru, mereka mampu melakukannya karena dituntun oleh

media pembelajaran yang digunakan. Demikian juga ketika diperkenalkan nama-nama

benda, siswa mudah mengingatnya karena bantuan realia yang digunakan.

Alat/media pembelajaran yang disiapkan guru adalah yang dapat membawa pesan

materi atau bahan ajar yang ingin dikomunikasikan kepada siswa. Misalnya dalam

pembicaraan yang berkenaan dengan istilah dalam hubungan keluarga digunakan media

pembelajaran dalam bentuk foto atau gambar keluarga. Dalam pembicaraan yang terkait

dengan nama-nama benda media yang digunakan adalah realia—dapat secara langsung

merepresentasi benda yang dirujuk.

C. Pembahasan Hasil Penelitian

Pada bagian ini akan dibahas hasil interpretasi dari perspektif teoretis dalam

kerangka (1) desain the MID-Model hasil pengembangan, (2) hasil implementasi the

MID-Model untuk meningkatkan kemampuan komunikatif, motivasi dan sikap positif

siswa terhadap pembelajaran bahasa Inggris, dan (3) faktor-faktor yang mendukung

pengembangan the MID-Model.

1. Desain the MID-Model Hasil Pengembangan

The MID-Model pada hakekatnya dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan

lapangan seperti yang diperoleh pada temuan studi pendahuluan, sesuai dengan

karakteristik pelajaran bahasa Inggris dan juga karakteristik siswa sebagai pembelajar

bahasa Inggris sebagai bahasa asing pada sistem pendidikan di Indonesia.

The MID-Model dibangun atas prinsip-prinsip belajar behavioris, kognitif, dan

konstruktivis, serta the 4Mat System McCarthy yang telah diadaptasi secara kolaboratif

Page 152: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

276

oleh tiga lembaga penilitian untuk pembelajaran bahasa kedua/asing bagi siswa sekolah

dasar. The MID-Modei dikembangkan untuk mengarahkan proses, meningkatkan sistem

penyampaian dan mutu pembelajaran agar siswa memiliki kompetensi komunikatif,

motivasi dan sikap positif terhadap pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar.

Selanjutnya, tujuan pembelajaran yang hendak dicapai adalah untuk mengembangkan

kemampuan berbahasa lisan dan tulis sederhana melalui interaksi komunikatif sehingga

siswa memperoleh input linguistik dan pesan secara bersamaan tanpa ada tekanan

penguasaan yang dipaksakan. Dengan aplikasi model itu, siswa diharapkan termotivasi

belajar dan memiliki sikap positif terhadap pembelajaran bahasa Inggris.

The MED-Model adalah konsep yang di dalamnya terdapat prinsi-prinsip yang

melandasi praktik-praktik pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar. The MID-Model

memiliki organisasi kelas yang jelas dan konsisten, namun tetap fleksibel untuk

dikembangkan. Organisasi kelas dalam konteks the MID-Model adalah prosedur dengan

segala aktivitas dan perilaku (sistem sosial) yang ada di dalamnya yang membangun

pengalaman belajar bagi siswa. Belajar tidak saja melibatkan proses kognitif tapi juga

proses metakognitif.

The MID-Model terdiri atas "Desain Pembelajaran" berisi strategi konseptual dan

"Implementasi Pembelajaran" berisi strategi operasional. Ada tiga fase dalam desain

pembelajaran, yakni (1) Lead in, (2) Reconstruction, dan (3) Production. Fase itu

kemudian dijabarkan ke dalam implementasi, yaitu: Draw on experience and knowledge,

Input stage. Generalization and review stage, dan Application. Setiap fase memfasilitasi

dan mendorong kegiatan untuk mengembangkan sistem sosial (Joyce dan Weil dalam

Seller dan Miller, 1985: 191) atau aktivitas dan perilaku tertentu yang dilakukan guru dan

Page 153: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

277

siswa. Seperti yang dikatakan Elus dalam Oliva (1992: 413) ' . . . each r r y i ^ ^ ^ ^ t e t s ' o f a

rationale, a series of steps (actions and behaviours) to be taken by thläeicfeiUan<Mhe

leamer... ' . Tahap belajar yang dikembangkan the MID-Model juga sejalan dej^ffl-teori

cognitive map menurut Feuerstein (Williams dan Bürden, 1997: 176), yang^ei^SaTm

bahwa elemen terahir kognitif map dikenal sebagai 'the phase of cognitive functions

required by the mental act'. Fase ini disebut sebagai tahap belajar yang diorganisasi ke

dalam tiga urutan linier sederhana: input—elaborasi—output.

Fase pertama, Lead in membangun aktivitas pada awal pembelajaran untuk

menggali pengalaman siap siswa agar menghubungkannya dengan pengalaman belajar

yang akan diperoleh. Fase ini membantu siswa mengaktifkan konsep atau kategori

(skemata) yang dimiliki dengan mengaitkannya pada konsep atau kategori baru yang

akan diterima. Dengan aktifnya skemata ini, siswa lebih mudah menghubungkan,

mengadaptasi dan mengkordinasi informasi yang baru diterima sehingga proses untuk

mencapai pengertian lebih mudah.

Prinsip itu sesuai dengan teori belajar kognitif yang meyakini bahwa siswa

memiliki sturktur mental atau kognitif yang dengannya ia mampu secara intelektual

beradaplasi dengan dan mengkordinasi lingkungan sekitarnya. Skemata itu akan

beradabtasi dan berubah selama perkembangan mental siswa (Suparno, 1997: 30).

Fase kedua, Reconstruction mengakomodasi pemberian kesempatan bagi siswa

untuk melakukan eksplorasi dan diskusi melalui kegiatan praktis di kelas yang

memungkinkan siswa mengembangkan skema (asimilasi), membentuk skema baru sesuai

informasi yang baru, atau memodifikasi skema yang ada agar sesuai dengan informasi

yang baru diterima (akomodasi). Pada fase ini, siswa secara sistematis melakukan

Page 154: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

278

eksplorasi materi melalui pengalaman belajar yang memberikan pemahaman konsep-

konsep bahasa Inggris. Mereka mengumpulkan informasi sebanyak mungkin dari

berbagai sumber, mengolah informasi yang relevan, mengkonstruksi informasi dan

membangun hipotesis (mengabstraksi), merevisi asumsi-asumsi tentang konsep-konsep

bahasa, sampai pada tahap mengambil kesimpulan hingga siap bereksperimen dengan

kemampuan bahasa dan kebahasaan yang dimiliki. Pada fase ini siswa terlibat dalam

proses-proses berpikir kognitif dan metakognitif.

Prinsip itu konsisten dengan teori belajar konstruktif yang meyakini bahwa siswa

membangun pemahaman oleh diri sendiri dari pengalaman baru berdasarkan pada

pengalaman awal, dan memperoleh pengetahuan secara asimilatif dan akomodatif

melalui interaksi dengan lingkungan (disimpulkan dari Woolfolk, 1995: 31).

Fase ketiga, Production mengakomodasi kebutuhan siswa bereksperimen dengan

pengetahuan bahasa dan kebahasaan yang baru saja diperoleh melalui pengalaman belajar

yang difasilitasi pada tahap sebelumnya. Fase ini memberi kesempatan kepada siswa

menerapkan fakta, pengetahuan, dan keterampilan baru dalam memecahkan persoalan-

persoalan pedagogik/autentik sederhana. Konsep bahasa dan atau informasi baru diuji

coba dalam bentuk kegiatan komunikasi terencana dan terbimbing. Walau demikian,

kontrol kegiatan lebih bertumpu pada siswa untuk mengekspresikan diri sendiri, pikiran

dan perasaan melalui tugas-tugas komunikatif yang bertujuan, jelas dan terarah. Fase ini

sesuai dengan sebagian tahap keempat Model the 4Mt System, yaitu testing implications

of concepts in new situations. Selanjutnya, strategi operasional untuk mendekatkan

konsep dan prinsip yang melandasi setiap strategi konseptual the MID-Model ke dalam

aktivitas pedagogik di kelas dijabarkan sebagai berikut.

Page 155: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

279

Konsep dan prinsip yang melekat pada fase pertama, (Lead in), diakomodasi

dalam kegiatan draw on experience and knowledge. Melalui kegiatan ini, siswa raerespon

dengan bahasa Inggris terhadap setiap stimulus (prompt) yang diajukan guru. Prompt bisa

dalam bentuk pertanyaan pengungkap, media gambar, realia, dan atau melalui keduanya

sekaligus. Pertanyaan pengungkap diajukan secara bertahap, runtut, dan fokus pada satu

topik dan konsep bahasa tertentu. Respons siswa berbentuk jawaban dari pertanyaan yang

diajukan guru. Proses mental yang terjadi ketika siswa menjawab pertanyaan adalah

aktifnya memori pengalaman masa lalu berupa fakta atau konsep-konsep bahasa yang

terkait dengan pengalaman belajar yang akan diperoleh. Tujuan langkah itu adalah untuk

membangkitkan motivasi dengan menggali pengetahuan siap yang terkait dengan

pengalaman baru agar lebih mudah memperoleh pemahaman.

Untuk mengembangkan kompetensi wacana tulis, keterampilan membaca

misalnya, isu prediction telah dikaji yang hasilnya bermanfaat untuk membangun skema

yang berkenaan dengan kemampuan seseorang menginterpretasi teks secara bermakna.

Skemata yang oleh Rumelhart (Celce-Murcia, 1991. 176) disebut sebagai 'the building

blocks of cognition' digunakan dalam proses interpretasi data, menarik informasi dari

memori, dan mengarahkan arus processing dalam sistem informasi. Dalam hubungannya

dengan konsep the MID-Model, pemanfaatan skemata adalah elemen utama dalam sistem

pembelajaran yang mendorong siswa menarik informasi dari memori untuk

menginterpretasi informasi dan konsep-konsep bahasa dalam pengalaman belajar

terencana.

Konsep dan prinsip yang melekat pada fase kedua (Reconstruction), terwakili

dalam dua tahap kegiatan, input stage dan generalization and review stage. Pada tahap

Page 156: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

280

input siswa melakukan eksplorasi, menemukan, dan mendiskusikan fakta atau konsep-

konsep bahasa. Kegiatan dilakukan dengan bermain, bernyanyi, menyimak, dan atau

membaca. Dalam kegiatan menyimak, siswa merespon perintah guru secara fisik, belajar

ejaan (spelling) dengan menulis kata melalui kegiatan "trial and error", dan atau

menyimak pembicaraan (termasuk dialog) yang didemonstrasikan guru. Dalam kegiatan

membaca, siswa membaca teks sederhana untuk tugas pemahaman dan latihan membaca

nyaring. Pada kedua kegiatan itu, siswa membangun hipotesis, melakukan umpan balik,

dan merevisi asumsi-asumsi tentang informasi dan konsep bahasa yang diperoleh. Tahap

ini konsisten dengan pernyataan Hatch dan Hopkins (Celce-Murcia, 1991: 347) yaitu

'Language leamers need opportunities to learn by trial and error, get feedback, build

hypothesis about language, and revise these assumptions in order to become fluent.'

Pada tahap generalization and review, siswa berpartisipasi aktif baik secara

individual maupun kelompok dalam organisasi pengalaman belajar yang diciptakan

demikian rupa sehingga memungkinkan mereka mendalami materi. Pendalaman materi

dilakukan siswa dengan menyelesaikan tugas-tugas kemudian menganalisis jawaban atas

mediasi (pertanyaan-terarah) guru yang bersifat prompt hingga sampai pada kesimpulan

pelajaran. Hal itu sejalan dengan perspektif Piaget (William dan Burden, 1997: 59)

'Organisasi kelas dibuat demikian rupa agar siswa mampu melakukan eksplorasi oleh diri

sendiri hingga menarik kesimpulan pelajaran dengan prompt guru seperlunya'.

Konsep generalisasi dan review memfasilitasi process of causal reasoning, yang

berpotensi memberi pengalaman tentang cara menemukan informasi atau konsep-konsep

bahasa yang lebih efektif Dapat pula siswa mengambil kesimpulan tentang prinsip-

prinsip umum dari apa yang telah dipelajari. Fase ini secara tersurat memfasilitasi

Page 157: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

281

penyadaran akan informasi, fakta, ataupun konsep-konsep bahasa yang baru diperoleh

dibandingkan dengan pengetahuan sebelumnya. Selain itu, setelah siswa mampu

membangun hipotesis tentang konsep-konsep bahasa, mereka memperoleh kesempatan

untuk merevisi asumsi-asumsi itu atas mediasi guru.

Konsep dan prinsip yang melekat pada fase ketiga (Production), terwakili dalam

kegiatan application. Fase ini bertujuan untuk memberi siswa kesempatan

mempraktikkan inforfamsi dan atau konsep bahasa baru yang diperoleh pada langkah

sebelumnya. Fase ini memfasilitasi siswa untuk dapat mengembangkan keterampilan

berbicara dan menulis tentang sebuah topik melalui kerja kelompok atau berpasangan,

dan melakukan simulasi atas sebuah kejadian/peristiwa yang menuntut aplikasi fakta,

informasi, dan atau konsep-konsep bahasa dalam konteks pedagogik ataupun dunia nyata

(real world use of language). Hal itu sejalan dengan keyakinan Feuerstein (William dan

Burden, 1997: 176) bahwa "The input needs to be processed and use in some way

(elaboration). Finally, the person will need to express a message or their findings

appropriately (output).' Setelah siswa memperoleh input dan memprosesnya (dalam

sebuah kegiatan pedagogik di kelas—elaboration stage), maka seseorang perlu

melakukan kegiatan praktis dalam bentuk komunikasi nyata dalam kegiatan terencana

dan dalam kontrol tertentu (output stage).

Tahap evaluasi proses dilakukan guru sejak fase lead in sampai akhir

pembelajaran. Tujuan evaluasi proses adalah untuk mengetahui partisipasi siswa dalam

setiap kegiatan. Kualitas partisipasi diukur secara kualitatif melalui pengamatan langsung

terhadap motivasi, sikap, dan kerjasama siswa dalam sub-penilaian participation.

Sementara sub-penilaian lainnya content, dan expression mengukur pesan yang ingin

Page 158: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

282

disampaikan dan ungkapan yang dapat membawa pesan yang ingin disampaikan.

Kesalahan tata bahasa dan pengucapan (accvracy) tetap diterima sepanjang tidak terlalu

mengganggu pesan yang disampaikan.

Evaluasi hasil belajar fokus pada actional compétence, kompetensi tindak tutur

dalam bahasa lisan dan kompetensi retorika dalam bahasa tulis, menganut prinsip how

language is used in communication. Baik pada evaluasi proses maupun evaluasi hasil

belajar, penilaian menganut pendekatan holistic bukan analytic—tidak memecahkan

kategori penilaian ke dalam bagian-bagian atau aspek-aspek bahasa tertentu.

Mencermati elaborasi konsep, prinsip, dan langkah pembelajaran the MED-Model

yang telah melalui beberapa tahap uji coba dan uji validasi seperti yang telah diuraikan di

atas, maka dapat dikemukakan bahwa model pembelajaran ini secara sistematis dan

konsisten telah mengarahkan: (1) sebuah rencana dalam implementasi kurikulum, (2)

desain bahan pembelajaran, (3) proses kegiatan dalam kelas, dan (4) desain proses

rincian dan penciptaan situasi lingkungan belajar. Hal ini dikuatkan oleh pendapat Joice

dan Weil, (1980: 1), yang menyatakan bahwa model mengajar adalah sebuah rencana

yang dapat digunakan dalam implementasi kurikulum, mendesain bahan pembelajaran,

dan mengarahkan pembelajaran dalam kelas.

Selain itu, the MJD-Model juga memiliki landasan teori-teori belajar, mengajukan

seperangkat langkah pembelajaran yang secara operasional dapat digunakan di kelas,

sistem sosial yang dapat penunjang terjadinya proses pengalaman belajar dalam sebuah

organisasi kelas, dan metode evaluasi yang merekam kemajuan belajar siswa. Hal itu

sejalan dengan pendapat Ellis dalam Oliva (1992: 413) yang menyatakan bahwa model

Page 159: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

283

prosedur, sistem penunjang, dan metode evaluasi kemajuan belajar siswa, il °#

mengajar adalah strategi yang didasarkan atas teori-teori belajar, yang menu

2. Kompetensi Dasar, Tujuan, Indikator, dan Materi pembelajara

The MID-Model telah diimplementasikan melalui uji validasi untuk mempereterT

informasi tentang kesesuaian kompetensi dasar, tujuan, indikator, dan materi

pembelajaran. Sesuai tidaknya komponen-komponen di atas terhadap perkembangan

intelektual, dan lingkungan sosial siswa dapat dilihat dari dampak yang ditimbulkan

terhadap respon siswa dalam belajar, hasil belajar, dan motivasi, serta sikap positif siswa.

Dari respon siswa yang teramati selama proses pembelajaran dari satu siklus ke

siklus lainnya tampak adanya perilaku yang mengarah pada ketercapaian kompetensi

dasar melalui organisasi materi, tugas/latihan dengan cognitive demand yang sesuai

perkembangan intelektual siswa pada tingkat operasi konkret. Kalau hal ini benar

adanya, maka penyesuaian komponen-komponen di atas telah sejalan dengan

karakteristik anak pada usia operasi konkret Piaget (Anwar, 1984: 31). Dalam hal ini,

dengan perantaraan materi, tugas/latihan berbahasa dan kebahasaan, yang diarahkan oleh

tujuan dan indikator ketercapaian, siswa mampu melakukan aktivitas logis tertentu

walaupun masih selalu dengan situasi-situasi yang konkret Siswa mampu melakukan

peniruan, penguatan, dan juga pengujian hipotesis tentang informasi dan atau konsep-

konsep bahasa yang baru dipelajari. Pemahaman baru yang diperoleh tidak lepas dari

pemanfaatan pengetahuan dan pengalaman yang sudah dimiliki sebelumnya.

Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa materi/bahan ajar. yang sesuai

dengan siswa kelas V sekolah dasar adalah materi/bahan ajar yang memiliki

karakteristik: (1) terkait dengan lingkungan sosial siswa, (2) tingkat kompleksitas

Page 160: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

284

tugas/latihannya sesuai dengan perkembangan intelektual siswa (usia operasi konkret)

dan pemerolehan bahasa asing, (3) pesan dan makna komunikatifnya dapat

divisualisasikan melalui alat bantu/media pembelajaran, dan (4) dapat menstimulasi

emosi siswa untuk menggunakan bahasa Inggris menyampaikan pesan tanpa terganggu

dengan kaidah-kaidah bahasa yang berpotensi menghambat keinginan siswa

berkomunikasi.

3. Dampak (efektivitas) Implementasi the MID-Model

The MID-Model telah diimplementasikan melalui uji validasi untuk memperoleh

informasi tentang efektivitas model. Efektif tidaknya model dapat dilihat dari dampak

yang ditimbulkan terhadap hasil belajar, motivasi dan sikap siswa yang tidak terlepas

dari tujuan yang telah ditetapkan. Apa yang telah dilakukan dalam implementasi adalah

usaha-usaha untuk memperoleh informasi seberapa jauh hasil yang diperoleh melalui

penerapan konsep-konsep yang melekat pada the MID-Model. Konsep-konsep dimaksud

terealisasi dalam sebuah proses penerapan ide (rencana) dan seperangkat aktivitas serta

perilaku tertentu untuk sebuah perubahan—meningkatkan mutu dan sistem

pembelajaran. Dengan demikian, kegiatan-kegiatan yang dilakukan telah sejalan dengan

pandangan Fullan (1991: 65) yang mengemukakan bahwa "Implementation consists of

the process of putting into practice an idea, program, or set of activities and structures

new to the people attempting or expected to change".

Dalam pembahasan dampak implementasi model, perlu dijelaskan proses-proses

yang terjadi dibalik data (temuan) yang diperoleh. Hal itu demikian karena dampak yang

ditimbulkan sebuah model pembelajaran tak lepas dari proses-proses yang memfasilitasi

dan memberi kontribusi atas diperolehnya data tersebut. Menurut Ellis dalam Oliva

Page 161: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

285

(1992; 413) proses-proses ini disebut sebagai actions and behaviours, baik yang

dilakukan guru maupun yang dilakukan siswa, yang melekat dalam setiap langkah

pembelajaran. Selain itu, makna data yang diperoleh bila dihubungkan dengan praktik-

praktik pembelajaran dan teori-teori yang relevan juga penting dibahas. Hal itu demikian

karena untuk memahami sejauhmana penelitian berkontribusi terhadap praktik-praktik

pendidikan di kelas dan teori-teori belajar dalam konteks dan karakteristik subyek

penelitian.

Implementasi the MED-Model menunjukkan adanya kemajuan dari satu

implementasi pembelajaran ke implementasi berikutnya dan berdampak pada kinerja

guru, pencapaian kompetensi komunikatif, motivasi, dan sikap siswa terhadap

pembelajaran bahasa Inggris. Di sisi lain, hambatan-hambatan yang muncul dalam

implentasi secara bertahap dapat dikurangi sampai pada ambang toleransi. Hal itu dapat

terjadi karena pelaksanaan pembelajaran dari sejumlah uji coba dilakukan secara siklis,

terencana, dan bertujuan. Setiap akhir implementasi pada setiap siklus diadakan evaluasi

untuk penilaian dan perbaikan pada siklus berikutnya. Apabila fakta (fact) ini benar

adanya, akan sejalan dengan pandangan Borg dan Gali (1983: 772) yang menyatakan

bahwa pengembangan suatu model pembelajaran yang dilakukan secara siklis dapat

meningkatkan mutu produk pembelajaran hingga semakin baik.

Pada uraian terdahulu dapat dilihat proses kemajuan kinerja guru menerapkan

semua langkah operasional the MID-Model melalui presentase data yang berwujud

nilai—out of one hundred. Demikian juga kemajuan pencapaian kompetensi

komunikatif, motivasi dan sikap siswa terhadap pembelajaran bahasa Inggris dapat

dilihat dalam bentuk data statistik perbedaan rata-rata skor postes-pretes dari masing-

Page 162: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

286

masing sampel pada uji coba model lebih luas dan uji validasi model pada kelas-kelas

eksperimen dan kontrol.

Apabila tujuan pengembangan the MJD-Model adalah untuk mengarahkan

proses, meningkatkan sistem penyampaian dan mutu pembelajaran agar siswa memiliki

kompetensi komunikatif, motivasi dan sikap positif terhadap pembelajaran bahasa

Inggris di sekolah dasar, maka terlepas dari kelemahan yang ada, data pada uraian

sebelumnya memberikan bukti bahwa sesungguhnya program pembelajaran yang

dilaksanakan melalui the MID-Model efektif mencapai tujuan. Efektif tidaknya sebuah

program salah satunya dilihat dari seberapa besar tujuan telah tercapai berdasarkan

kriteria yang digunakan. Sebagaimana dikemukakan Weis yang dikutip Kartowagiran

(1996: 12) "The purpose of evaluastion is to measure the effects of program against the

goal it sets out to accomplish as a menas of contributing to subsequent decision making

about the program and improving future programming.'

Untuk dapat mencermati proses-proses apa yang terjadi di balik temuan itu

dikaitkan dengan teori-teori yang relevan, berikut adalah elaborasi secara detail.

a. Dampak the MID-Model terhadap kinerja guru dalam implementasi model

Apa yang terjadi dalam proses pengembangan model—uji coba terbatas dan uji

coba model lebih luas—sama sekali tak lepas dari kualitas kerja guru dalam

implementasi model pembelajaran. Kinerja guru penguji coba bertambah baik seiring

dengan bergulirnya siklus-siklus uji coba yang selalu diselingi dengan evaluasi-

penilaian-perbaikan pada setiap ahir siklus. Momen evaluasi-penilaian-perbaikan

merupakan kesempatan belajar yang mampu meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan guru dalam aplikasi the MID-Model. Jika demikian, perbaikan-perbaikan

Page 163: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

287

yang dilakukan secara berkesinambungan selama proses pengembangan model

menstimulasi kreativitas, kecakapan, kesungguhan, dan ketekunan para guru penguji

coba. Hal ini berarti pula bahwa the MBD-Mode! memiliki relevansi yang nyata terhadap

pengembangan kompetensi guru dalam meningkatkan mutu dan sistem pembelajaran.

Sukmadinata (1988: 218) menyatakan bahwa implementasi kurikulum hampir

seluruhnya tergantung pada kreativitas, kecakapan, kesungguhan dan ketekunan guru.

b. Dampak the MID-Model terhadap pencapaian kemampuan komunikatif siswa

Terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor postes dan pretes dari

kelompok sampel baik pada uji coba model luas maupun pada uji validasi model dengan

kelompok eksperimen dan kontrol. Dengan perkataan lain, the MID-Model berdampak

positif secara signifikan terhadap pencapaian kemampuan komunikatif siswa pada

sekolah dasar berkategori baik, sedang, dan kurang. Pencapaian ini tak lepas dari

keyakinan the MID-Model tentang bagaimana meningkatkan kemampuan komunikatif

bagi siswa kelas V sekolah dasar melalui tahap-tahap pembelajaran dalam sebuah

organisasi kelas yang direncanakan dengan baik.

Walau demikian, terdapat perbedaan rata-rata skor postes dan pretes yang tidak

signifikan antara kelompok eksperimen dan kontrol bagi siswa sekolah berkategori

sedang pada aspek pembelajaran iistening dan reading dan juga pada aspek pembelajaran

speaking bagi siswa sekolah berkategori kurang. Dengan perkataan lain, the MID-Model

tidak berdampak positif yang signifikan terhadap pencapaian kompetensi wacana lisan

dan tulis dalam bentuk keterampilan menyimak, berbicara, dan membaca bagi siswa

sekolah dasar tempat uji coba. Hal demikian dimungkinkan terjadi karena potensi siswa

Page 164: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

288

pada kelompok eksperimen dan kontrol relatif sama, walaupun proses pembelajaran

dilakukan berbeda.

Agar lebih jelas, proses-proses yang terjadi dibalik temuan di atas dapat

dielaborasi sebagai berikut Dalam mengawali kegiatan pembelajaran, organisasi kelas

the MLD-Model konsisten dengan pentingnya trigger (pemicu) yang berperan

memancing informasi dan atau konsep-konsep bahasa yang telah ada pada struktur

kognitif siswa untuk diasosiasikan ke konsep-konsep baru melalui mediasi yang relevan,

terencana dan bertujuan. Mediasi melalui meta-language guru (sebagai language

exposure) mendorong siswa untuk berkomunikasi lisan dalam bahasa Inggris. Dalam

kegiatan itu siswa menjawab pertanyaan penggali, memberi komentar tentang sebuah

topik melalui gambar, realia, atau benda asli. Jawaban dan komentar diberikan dalam

bahasa Inggris, bahasa Indonesia atau kombinasi keduanya. Jawaban dan komentar yang

diberikan tidak harus tepat untuk membangun rasa percaya diri {self confidence) siswa.

Dalam the MID-Model, jawaban-jawaban ini mampu menyiapkan dan mendekatkan

struktur kognitif yang sudah ada dengan struktur kognitif baru hingga memudahkan

pemahaman.

Fakta itu memperkuat keyakinan Ausabel seperti yang dikatakan William dan

Burden (1997: 17) tentang prinsip 'advance organizer'. Menurutnya, (dalam konteks

pembelajaran bahasa), fungsi utama konsep itu adalah untuk menjembatani apa yang

telah diketahui siswa dengan apa yang perlu diketahui. Ketika memperkenalkan sebuah

topik/bahasan baru, bermanfaat dan penting jika dimulai dengan membicarakan (melalui

pertanyaan/komentar siswa) topik/bahasan tersebut bahkan sebelum dipelajari dan

Page 165: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

289

dipahami. Dalam konteks ini, Ausabe! tidak saja menekankan pentingnya proses kognitif,

tetapi juga konsep makna pada jantung proses dimaksud.

Selain itu, fakta ini juga diperkuat oleh keyakinan konstruktivis bahwa dalam

memproses pengetahuan terdapat proses kognitif yang dengannya seseorang

mengintegrasi persepsi, konsep, atau pun pengalaman baru ke dalam skema yang sudah

ada dalam pikirannya. Oleh karena itu, pengalaman berbahasa dalam dunia nyata yang

telah dimiliki siswa akan berkontribusi pada pembelajaran yang lebih bermakna bila

dijadikan titik tolak untuk membangun pemahaman baru tentang informasi atau konsep-

konsep bahasa yang dipelajari. Selain itu, pembelajaran yang bermakna berimplikasi

pada motivasi dan sikap siswa dalam belajar.

Memasuki fase berikutnya, the MID-Model menyediakan waktu dan kesempatan

kepada siswa untuk dapat melakukan eksplorasi informasi dan atau konsep-konsep

bahasa melalui tugas dan latihan yang difasilitasi dan dimediasi guru. Organisasi kelas

memfasilitasi pengalaman belajar bagi siswa untuk mengembangkan pemahaman

terhadap informasi dan atau konsep-konsep bahasa melalui kegiatan menyimak dan

membaca pemahaman, menjawab pertanyaan dan mengerjakan tugas-tugas, melakukan

diskusi, tanya jawab kepada guru ataupun antar teman, dan kerja kelompok atau

berpasangan. Semua itu dilakukan dalam bingkai peningkatan kemampuan komunikatif.

Dalam kegiatan di atas, siswa lebih aktif dalam proses rekonstruksi pengalaman

dengan aktivitas berbahasa dan kebahasaan melalui input dan kesempatan bekerja secara

individu dan kelompok. Dalam kerja kelompok, ada interaksi sosial dan pedagogik

melalui tugas-tugas yang berbentuk 'masalah' untuk dieksplorasi dengan cara dialog

antara guru dan siswa ataupun antar siswa. Dengan demikian, the MID-Model

Page 166: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

290

mengajukan satu fase kegiatan yang diperkuat oleh keyakinan pendekatan konstruktivis

terhadap pendidikan. Menurut Glasersfeld (Williams dan Burden, 1997; 49) isu,

konsep, dan tugas-tugas lebih baik disajikan dalam bentuk masalah untuk dieksplorasi

melalui dialog daripada melalui injeksi dan reproduksi informasi.'

Dalam fase itu pula siswa berlatih menarik kesimpulan pelajaran yang dimediasi

guru melalui leading questions. Jawaban siswa secara akumulatif dari satu topik dan

konsep-konsep bahasa tertentu terarah pada kesimpulan yang diambil melalui proses

berpikir induktif atau deduktif. Hal itu dilakukan dalam tataran 'abstraksi' sederhana

tentang kosa kata, dan konsep-konsep bahasa yang disajikan melalui obyek konkret atau

kejadian yang dapat diamati secara langsung—kontekstualisasi bahasa melalui media

gambar, foto, realia, mimik, dan demonstrasi. Pada tingkat kompleksitas tugas yang

masih dalam jangkauan kognitif siswa usia kelas V sekolah dasar, sangat mungkin

mereka diberi kesempatan melakukan abstraksi, membangun hipotesis tentang bahasa

dan kalau mungkin merevisi asumsi-asumsi itu dengan mediasi guru. Kegiatan itu tidak

saja mendukung proses pengembangan kognitif tapi juga keterampilan metakognittf

siswa hingga kelak mampu menjadi pembelajar mandiri.

Dalam konteks tertentu fakta di atas bisa sejalan, bisa pula tidak dengan

pandangan Piaget (Williams dan Burden, 1997: 22) yang menyatakan ....ketikamengajar

anak usia sekolah dasar (young learners), kita tidak perlu mengharapkan mereka sampai

pada penalaran (abstract reasoning), oleh karena itu mereka tidak perlu diperhadapkan

pada aturan-aturan tata bahasa. Pada usia ini, lebih baik menyediakan kesempatan kepada

mereka untuk mengalami sendiri bahasa target dalam dunia nyata anak usia mereka.

Page 167: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

29!

Fase terahir the MID-Model menyediakan waktu dan kesempatan bagi siswa

untuk menggunakan perolehan berupa informasi dan atau konsep-konsep bahasa ke

dalam situasi baru dalam konteks yang mendekati realitas dunia nyata melalui kegiatan

berbicara dan menulis. Siswa bercakap-cakap dan atau menulis sebuah topik dalam teks

lisan/tulis sederhana secara terbimbing (guided, semi-guded iask\ dilakukan secara

individual atau berpasangan. Walaupun tugas-tugasnya terbimbing, siswa tetap memiliki

kebebasan mengekspresikan diri sesuai kemampuan. Kebebasan mengekspresikan diri

dilakukan dalam tugas-tugas yang fokus pada fluency hingga mengurangi kecemasan

siswa, yang pada akhirnya mendorong kepercayaan diri menggunakan bahasa Inggris.

Dalam the MID-Model, untuk membantu siswa menyelesaikan tugas, guru

memfasilitasi kata-kata kunci, memberi dorongan, memberi contoh atau model, dan

menyajikan tugas dan kegiatan dalam bentuk bagian-bagian ke keseluruhan.

Fakta itu sejalan dengan konsep scaffolding. Bruner (Woolfolk, 1995: 42)

menyatakan siswa perlu bantuan dalam situasi dimana ia sulit memecahkan masalah

sendirian, dukungan belajar dan memecahkan masalah dalam bentuk kata-kata kunci,

dorongan, pemberian contoh, dan segala sesuatu yang memfasilitasi siswa tumbuh

sebagai pembelajar mandiri.

c. Dampak the MID-Model terhadap motivasi belajar

Terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor postes dan pretes

motivasi belajar kelompok sampel pada uji coba model luas. Hal serupa juga terjadi pada

uji validasi model dengan kelompok eksperimen dan kontrol, kecuali sekolah berkategori

baik. Hanya kelompok eksperimen dan kontrol sekolah berkategori sedang dan kurang

the MID-Model berdampak positif secara signifikan terhadap pencapaian motivasi

Page 168: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

292

belajar siswa. Walaupun kalau dicermati lebih jauh, tampak bahwa terdapat banyak

aspek-aspek motivasi yang membentuk kualitas motivasi secara keseluruhan tidak

signifikan berbeda pada dua pasang kelompok eksperimen-kontrol sekolah berkategori

sedang dan kurang. Sementara itu, bagi sekolah berkategori baik tidak terdapat

perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor postes dan pretes motivasi belajar

kelompok eksperimen dan kontrol.

Perlu dijelaskan bahwa setiap kegiatan dalam kelas diharapkan dapat

mempengaruihi motivasi, atau paling tidak organisasi kelas the MD>Model berimplikasi

pada meningkatnya motivasi belajar siswa. Pencapaian ini tak lepas dari keyakinan the

MTD-Model tentang bagaimana mengelola kelas yang mendorong siswa belajar lebih

aktif melalui tahap-tahap pembelajaran dalam sebuah organisasi kelas yang

memperhatikan tahap-tahap perkembangan intelektual. Kalau kenyataan ini benar

adanya, maka akan konsisten dengan teori mediasi yang menyatakan bahwa: "... it is the

role of the teacher to help learners to find ways of moving into their next level of

understanding of the language." (Williams dan Burden,1997: 66). Teori ini menyarankan

apa yang harus dilakukan guru untuk mendukung dan meningkatkan motivasi belajar

(dan sikap positif) siswa, dan sekaligus berimplikasi pada praktik-praktik pembelajaran

bahasa asing bahwa motivasi (dan sikap positif) dapat dipengaruhi atau ditumbuhkan

melalui kegiatan tertentu yang bermakna dan menarik.

Kalau ternyata ada aspek-aspek motivasi yang tidak signifikan berbeda pada

kelompok eksperimen dan kontrol sekolah berkategori sedang dan kurang, maka sangat

mungkin disebabkan karena siswa kurang mengatribusi diri terhadap faktor internal dan

eksternal sehingga mempengaruhi tinggi-rendahnya motivasi menyelesaikan tugas dan

Page 169: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

293

menjaga agar tetap ada motivasi. Kalau kenyataan ini benar adanya, maka akan sejalan

dengan pendapat Williams dan Burden (1997: 137-139) yang menyatakan sejauhmana

faktor-faktor internal berinteraksi satu sama lain dan seberapa penting individu

mengatribusi diri terhadap faktor-faktor ini akan mempengaruhi tingkat dan tingginya

motivasi menyelesaikan tugas dan menjaga agar motivasi tetap ada. Selanjutnya

dikemukakan bahwa faktor internal sangat ditentukan oleh pengaruh faktor eksternal dan

secara dinamis berinteraksi satu sama lain.

d. Dampak the MID-Modei terhadap sikap positif siswa

Terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor postes dan pretes dari

kelompok sampel baik pada uji coba model luas maupun pada uji validasi model bagi

kelompok eksperimen dan kontrol pada tiga kategori sekolah. Itu berarti the MJD-Model

berdampak positif secara signifikan terhadap sikap siswa dalam belajar bahasa Inggris.

Kalau temuan ini benar adanya, akan sejalan dengan hasil penelitian Taylor (1974) dan

Schuman (1975) (Nurhadi dan Roekhan, 1990: 162) yang antara lain menemukan bahwa

anak-anak mempunyai kapasitas empatik yang lebih besar dan belum mengembangkan

hambatan tentang identitas diri. Karena itu tidak takut kedengaran aneh, dan siap untuk

mengambil resiko ketika bereksperimen dengan bahasa target. Dibandingkan orang

dewasa, anak-anak tidak memiliki sikap negatif terhadap penutur bahasa dan memiliki

motivasi integratif yang kuat untuk belajar bahasa.

Namun, pandangan itu tidak konsisten dengan pendapat Brown (1994: 93)

tentang affective factors bagi anak-anak pembelajar bahasa kedua. Menurutnya, mitos

bahwa anak-anak relatif tidak terpengaruh oleh hambatan seperti yang dimiliki orang

dewasa dalam belajar bahasa "tidak demikian". Anak-anak inovatif terhadap bentuk-

Page 170: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

294

bentuk bahasa, tapi masih memiliki hambatan-hambatan, terutama sangat sensitif

terhadap teman-temannya sendiri. Dalam banyak hal anak-anak lebih mudah putus asa

{fragile) daripada orang dewasa. Egonya masih sedang terbentuk, oleh karena itu sedikit

saja salah komunikasi bisa salah diinterpretasi.

Sama halnya dengan motivasi setiap kegiatan dalam kelas diharapkan mampu

mempengaruihi sikap siswa kearah yang lebih positif, yang ternyata memang terbukti.

Pencapaian ini tak lepas dari keyakinan the MID-Model tentang bagaimana memilih

materi dan metode pembelajaran, serta teknik-teknik mediasi guru yang memungkinkan

siswa merasa senang dan tertarik belajar bahasa Inggris. Pemilihan materi, metode, dan

teknik mediasi konsisten dengan teori-teori pemerolehan bahasa kedua/asing dan tahap-

tahap perkembangan kognitif.

Kalau kenyataan itu benar, akan kosisten dengan teori mediasi yang menyatakan

bahwa: "... it is the role of the teacher to help learners to find ways of moving into their

next level of understanding of the language." (Williams dan Burden,1997: 66). Teori itu

menyarankan apa yang harus dilakukan guru untuk mendukung dan meningkatkan

motivasi belajar dan sikap positif siswa, dan sekaligus berimplikasi pada praktik-praktik

pembelajaran bahasa asing bahwa motivasi dan sikap positif dapat dipengaruhi melalui

kegiatan yang bermakna dan menarik.

Kalau dibandingkan dampak the MID-Model terhadap motivasi dan sikap positif

siswa, maka tampak ada ketidakkonsistenan pada kelompk eksperimen dan kontrol untuk

sekolah berkategori baik. Dengan temuan seperti itu, dapat diketahui bahwa pada

dasarnya "motivasi tidak selalu konsisten dengan sikap positif atau sebaliknya". Hal itu

tampaknya mengingkari pandangan Winkel (1983: 31) bahwa terdapat hubungan yang

Page 171: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

295

erat antara bermotivasi intrinsik-berminat-berperasaan senang, dan sikap positif terhadap

belajar berperan dalam menghubungkan ketiga hal itu.

Kemungkinan lain, hal itu memperlihatkan kelemahan penelitian ini dari sudut

pandang konstruksi instrumen yang menjaring data motivasi dan sikap positif. Namun,

perlu diketahui bahwa pengembangan instrumen telah dilaksanakan sesuai prosedur yang

berlaku—membuat kisi-kisi, penilaian pakar, dan uji coba lapangan yang menggunakan

perhitungan statistik yang relevan. Atau hal itu membuktikan bahwa mengukur motivasi

dan sikap sulit dilakukan karena sifatnya cenderung labil, tidak menetap.

4. Faktor-Faktor Pendukung Pengembangan the MID-Model

Ada beberapa faktor yang mendukung pengembangan the MED-Model. Faktor-

faktor itu adalah latar belakang pendidikan guru, pengalaman kerja guru, kinerja guru,

kesiapan siswa belajar, materi atau bahan ajar yang relevan, dan alat atau media

pembelajaran.

Latar belakang pendidikan guru memberi kontribusi yang signifikan untuk

kelancaran dan keberhasilan pengembangan the MID-Model. Dengan bidang keilmuan

yang relevan, guru lebih mudah diyakinkan dan memahami konsep yang melekat pada

model pembelajaran. Sehingga kualitas belajar-mengajar bahasa Inggris dapat

ditingkatkan melalui perbaikan mutu dan inovasi-inovasi praktik pembelajaran yang

lebih sesuai dengan kebutuhan. Dari pengalaman uji coba model, dapat diamati

kemampuan guru yang semakin baik sejalan dengan bertambahnya siklus-siklus uji coba.

Hal itu terjadi karena evaluasi-penilaian-perbaikan yang dilakukan setiap akhir siklus

mudah dipahami dan dilaksanakan guru penguji coba. Kontribusi tingkat pendidikan

tentu berperan penting dalam kemudahan-kemudahan ini.

Page 172: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

296

Demikian halnya dengan pengalaman kerja dan kinerja guru, akumulasi

pengalaman mengajar terbentuk melalui proses yang dihayati, dievaluasi, dan disadari

kelemahan dan kelebihannya. Semakin berpengalaman seorang guru, akan semakin

mampu melakukan adaptasi kearah perbaikan mutu dan sistem pembelajaran. Sehingga

ketika diperhadapkan pada sebuah inovasi dan perilaku-perilaku yang diinginkan bagi

sebuah praktik pembelajaran, guru mudah menyesuaikan diri sesuai dengan tuntutan

yang dipersyaratkan. Dengan perkataan lain, pengalaman kerja guru sangat berkontribusi

pada kelancaran dan keberhasilan implementasi the JvflD-Model.

Pendidikan dan pengalaman kerja berinteraksi secara dinamis dalam membangun

kompetensi seorang guru sehingga mampu berperan aktif dalam setiap usaha perbaikan

rjraktik-praktik pembelajaran. Secara bertahap peran dan kinerja yang ditampilkan guru

dalam pengembangan the MID-Model berjalan sesuai dengan rencana. Mereka

melakukan peran sebagai fasilitator, penyedia dan perancang pengalaman belajar bagi

siswa. Misalnya memilih dan menentukan bahan ajar yang setingkat di atas struktur

kognitif siswa. Hal itu sejalan dengan konsep the zone of proximal development, yang

menurut Wertsch (1991) dalam Wolfoolk (1995: 50) adalah 'the area where the child

cannot solve a problem alone, but can be successful under adult guidance or in

collaboration with a more advance peer.' Ketika siswa dalam posisi mental dimana

stimulus (informasi, konsep bahasa baru) yang disajikan sebagai input tidak cocok

dengan skema yang ada dalam dirinya, terjadi apa yang disebut oleh Piaget sebagai

disequilibrium. Dalam kondisi itu, peran guru sebagai mediator sangat dibutuhkan agar

siswa tidak mengundurkan diri dari proses belajar dalam arti mengacuhkan informasi.

Page 173: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

297

Peran guru sebagai mediator dalam implementasi the MID-Model menuntut

keahlian tertentu dalam memediasi input baru kepada anak dan mendukung mereka

menyelesaikan tugas dan latihan berbahasa dan kebahasaan yang setingkat di atas

kemampuan yang ada. Dukungan belajar dan memecahkan masalah diberikan dalam

bentuk kata-kata kunci dan pertanyaan penggali/terarah, pemberian dorongan dan

contoh/model melalui demonstrasi. Hal itu sejalan dengan konsep scaffolding (Cameron,

2001; 8)—"Talk that supports a child in carrying out an activity", atau percakapan yang

mendukung anak dalam menyelesaikan tugas dan kegiatan. Demikian juga Woods (1998)

dalam Cameron (2001: 9) yang mengemukakan bahwa guru dapat melakukan scaffolding

dalam berbagai cara: 'attend to what is relevani, adopt useful strategjes, dan remember

the whole task and goals'. Kalau dalam implementasi the MID-Model peran guru seperti

itu tidak berfungsi sebagaimana mestinya, tidak akan mungkin implementasi model

berjalan sesuai rencana.

Peran siswa dalam belajar salah satu faktor pendukung yang sangat menentukan

dalam mengelola organisasi kelas the MID-Model sehingga implementasi model berjalan

lancar sesuai dengan rencana. Hasil pengamatan sampai akhir siklus uji coba model

menunjukkan adanya keterlibatan aktif sebagian besar siswa dalam setiap kegiatan. Peran

itu nampaknya terbentuk dalam bingkai pola-pola interaksi yang dibangun guru. Siswa

sebagai meaning maker dari input yang diberikan mampu melakukan eksplorasi,

melakukan abstraksi (walaupun masih selalu terkait dengan benda-benda konkret),

menarik kesimpulan pelajaran dan menggunakan pengetahuan baru ke dalam situasi yang

berdeda.

Page 174: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

298

Dalam konteks itu, siswa diperhadapkan pada pengalaman berbahasa pedagogis,

real atau quasy-real yang memungkinkan mereka memperoleh input secara lebih baik

sesuai dengan perkembangan intelektualnya. Menurut Piaget (Anwar, 1984:25) Peristiwa

belajar bagi siswa pada usia operasi konkret sudah mampu melakukan operasi secara

verbal pada objek dengan cara merangkaikan, mengklasifikasikan, menyimpulkan, dan

meramalkan. Selanjutnya, pengalaman berbahasa dan kebahasaan siswa dalam the MD>

Model dilaksanakan melalui interaksi dan kerja sama dalam kelompok yang

memungkinkan terjadinya umpan balik terhadap pengalaman belajar sehingga proses

pembelajaran berjalan lebih manusiawi. Hal itu sejalan dengan klaim Celce-Murcia

(1991: 347) yang menyatakan "interacting and cooperating with others allow

opportunities for feedback on one's own language leaming and humanizes the Iearoing

process". Jika dalam implementasi the MBD-Model peran siswa seperti itu tidak berfungsi

sebagaimana mestinya, sulit dibayangkan implementasi model berjalan sesuai dengan

rencana.

Peran materi dan tugas berbahasa dan kebahasaan juga tak kalah pentingnya bila

dibandingkan dengan peran siswa dalam mendukung pengembangan the MJD-Model.

Dengan bahan ajar, siswa dapat melakukan eksplorasi, mengemukakan gagasan baik lisan

mau pun tertulis dari hasil eksplorasi, dan melakukan percobaan untuk menguji dan

merevisi asumsi-asumsi tentang bahasa yang telah dibangun sehingga dapat digunakan

dalam situasi baru baik dalam konteks pedagogis maupun konteks dunia nyata. Peran

materi seperti itu diyakini mampu mengembangkan kompetensi komunikatif siswa

melalui penyajian yang memperhatikan hipotesis input i + 1 (Krashen dan Terrel (1988:

Page 175: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

299

32). Siswa belajar melalui interaksi, negosiasi makna, dan dalam proses yang bertujuan

serta terbimbing untuk mengekspresikan diri dengan bahasa target yang dimiliki.

Hal itu sejalan dengan teori dan hasil penelitian pemerolehan bahasa kedua

(Williams dan Burden, 1997: 168) yang mengklaim bahwa individu memperoleh bahasa

asing melalui proses interaksi dan negosiasi makna dalam situasi yang bertujuan. Artinya

materi dan tugas berbahasa dan kebahasaan berfungsi sebagai forum yang memfasilitasi

interaksi antara dua atau lebih peserta. Kalau dalam implementasi the MID-Model peran

materi dan tugas berbahasa dan kebahasaan seperti itu tidak berfungsi sebagaimana

mestinya, sulit dibayangkan implementasi model berjalan sesuai rencana.

Alat atau media pembelajaran adalah bagian integral yang mendukung

implementasi the MID-Model, tak dapat dipisahkan dengan unsur-unsur lain yang

membentuk proses pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan komunikatif siswa.

Dari implementasi model, diperoleh informasi bahwa alat atau media pembelajaran

menyumbang pelaksanaan strategi operasional dalam menstimulasi respon siswa,

memberi konteks dan memperjelas seting kegiatan berbahasa, serta menstimulasi

imaginasi siswa yang berhubungan dengan penggunaan bahasa. Lebih khusus, alat atau

media pembelajaran menjembatani pesan yang melekat pada materi yang ingin

dikomunikasikan kepada siswa. Tersedianya alat atau media pembelajaran yang relevan

dengan informasi dan konsep-konsep bahasa yang akan diberikan sebagai input, sangat

membantu implementasi the MID-Model.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang terkait dengan

sistem penunjang the MID-Model tidak terlepas dari sebuah sistem atau strategi

pembelajaran dalam kerangka berpikir yang utuh. Joyce dan Weil (Seiler dan Miller

Page 176: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

300

1985:19*I>dan Ellis (Oliva (1992: 413) menyatakan model pembelajaran memiliki sistem

penunjang' yang diperlukan (support system). Hal itu dimaksudkan agar implementasi

model dapat secara optimal berjalan sehingga mampu merefleksi keutuhan konsep-i

konsep-yang membangun model tersebut. Jika implementasi model dapat secara optimal

merefleksi konsep-konsep yang membangunnya, maka tujuan model pembelajaran akan

tercapai dengan baik.

5. Relevansi the MID-Model Dengan Mata Pelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang

Sistem Pendidikan Nasional pada Bab X, Pasal 37 ayat (1) berbunyi "Kurikulum

pendidikan dasar dan menengah wajib memuat muatan lokal"—salah satunya adalah

pelajaran bahasa. Terlepas dari alasan yang lain, itulah yang menjadi Iandasan kuat

sehingga pelajaran Bahasa Inggris paling banyak diminati oleh sekolah-sekolah dasar

seluruh Indonesia dibandingkan dengan muatan lokal yang lain. Namun, dari beberapa

hasil penelitian ditemukan bahwa penyelenggaraan pembelajaran bahasa Inggris tidak

memenuhi kondisi-kondisi yang seyogyanya ada untuk mendukung penyelenggaraan

dimaksud.

Pelaksanaan pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar sangat bervariasi,

karena kemampuan guru mengelola pembelajaran, menggunakan pendekatan, metode,

dan teknik pembelajaran, menggunakan sarana dan fasilitas belajar, dan mengelola

pengalaman belajar yang kurang memperhatikan perkembangan intelektual siswa. Selain

itu, pengajaran terpaku pada buku teks, sementara dari sejumlah 37 macam buku teks

bahasa Inggris hanya 19,04% yang termasuk berkategori baik. Di sisi lain, banyak

sekolah dasar telah menetapkan bahasa Inggris sebagai pelajaran muatan loka! sejak kelas

Page 177: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

301

tiga, bahkan beberapa dimulai kelas satu, dengan tujuan agar siadfe^uSfatiS

berkomunikasi lisan dan tulis dalam bahasa Inggris sederhana untuk m e n j i i t ^ K g f e g e ^ , ^

ke jenjang pendidikan selanjutnya. , ,

Dari temuan-temuan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa salah satu hal yang

paling mendasar dan mendesak untuk dilakukan adalah perbaikan pada proses,

peningkatan mutu sistem penyampaian dan mutu pembelajaran agar siswa mau belajar

dan menghargai pelajaran bahasa Inggris, memiliki kemampuan komunikatif, bahkan

juga motivasi belajar dan sikap positif. Salah satu hai yang dapat dilakukan untuk

memenuhi kebutuhan itu adalah mengembangkan model pembelajaran yang peka

terhadap usia perkembangan dan teroi-teori belajar yang relevan, pemilihan materi,

metode dan teknik pembelajaran yang peduli akan realitas kehidupan anak, serta

mementingkan proses dan hasil belajar.

The MfD-Model diyakini relevan sebagai salah satu wahana untuk memecahkan

sebagian masalah mendesak dari kondisi pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar

dewasa ini, khususnya perbaikan proses, sistem penyampaian dan mutu pembelajaran

agar siswa mampu berkomunikasi lisan dan tertulis sederhana. Relevan karena the MTD-

Model berangkat dari asumsi-asumsi dasar tentang bagaimana seorang anak belajar

bahasa (kedua/asing), kapan anak perlu dibantu dalam proses pencarian makna,

pengaturan bahan ajar dan tingkat kompleksitas tugas yang relevan dengan

perkembangan intelektual, serta penyediaan pemajanan (exposure) bahasa Inggris yang

cukup.

Model ini juga mengatur dan memfasilitasi pengalaman belajar dalam bentuk

tugas-tugas berbahasa dan kebahasaan untuk mengembangkan kemampuan komunikatif,

Page 178: BAB IV TEMUAN, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN HASIL ...

302

motiasi, dan sikap positif siswa dalam pelajaran bahasa Inggris. Selain itu, guru tidak

perhi mengikuti materi dan metode atau alur penyampaian sebuah buku teks secara

iinutlak, tapi memilih bahan ajar dari beberapa buku sumber yang dianggap sesuai.