BAB IV PAPR pada Discrete Fourier Transform Spread...
Transcript of BAB IV PAPR pada Discrete Fourier Transform Spread...
51
BAB IV
PAPR pada Discrete Fourier Transform Spread-Orthogonal
Division Multiplexing
Bab empat ini membahas tentang PAPR (Peak to Average Power Ratio) yang
merupakan salah satu penyebab digunakannya DFTS-OFDM pada proses uplink jaringan
Generasi Keempat.
4.1 PAPR pada DFTS-OFDM
Pada Bab II telah dijelaskan secara umum mengenai OFDM (Orthogonal
Frequency Division Multiplexing) dimana salah satu kendala dalam sistem OFDM adalah
nilai PAPR (Peak to Average Power Ratio)-nya yang tinggi. PAPR adalah perbandingan
antara daya puncak sinyal dengan daya rata-ratanya. PAPR sinyal hasil
dari mapping PSK base band adalah sebesar 0 dB karena semua simbol mempunyai daya
yang sama. Tetapi setelah dilakukan proses IDFT/IFFT, seperti ditunjukkan pada
Gambar 4.1, hasil superposisi dari dua atau lebih subcarrier dapat menghasilkan variasi
daya dengan nilai puncak yang besar. Hal ini disebabkan oleh modulasi masing-
masing subcarrier dengan frekuensi yang berbeda sehingga apabila beberapa
subcarrier mempunyai fasa yang koheren, akan muncul amplituda dengan level yang
jauh lebih besar dari daya sinyalnya.
Nilai PAPR yang
range yang lebar untuk mengakomodasi
maka akan terjadi distorsi
ortogonal dan pada akhirnya
merupakan salah satu komponen
batas tertentu. Idealnya,
dengan gain factor. Pada
sebelum daerah saturasi dari
Gambar 4.1 PAPR pada OFDM
besar pada OFDM membutuhkan amplifier
mengakomodasi amplitudo sinyal. Jika hal
distorsi nonlinear yang menyebabkan subcarrier
akhirnya menurunkan performansi OFDM. Power
komponen yang tidak linear jika amplitude masukan
output dari PA sama dengan input yang diberikan
Pada kenyataannya, PA memiliki daerah linear
dari level output maksimum.
Gambar 4.2 Power Amplifier
52
Gambar 4.1 PAPR pada OFDM
amplifier dengan dynamic
ini tidak terpenuhi
menjadi tidak lagi
Power Amplifier (PA)
masukan melampaui
diberikan dikalikan
linear yang terbatas
53
Dari Gambar 4.2, PA dikatakan ideal jika berada pada daerah linear. PA kemudian
mengalami saturasi seiring dengan bertambahnya daya masukan . Untuk sinyal dengan
nilai PAPR yang besar, titik operasi harus bergeser ke kiri (ke daerah linear) untuk
mempertahankan penguatan yang linear. Pergeseran ini menyebabkan daya masukan
rata-rata berkurang dan konsekuensinya PA akan membutuhkan Input Power Back Off
(IBO) untuk menjaga daya puncak dari sinyal lebih kecil atau sama dengan input
saturasi. Sementara itu, nilai IBO paling tidak harus lebih kecil atau sama dengan nilai
PAPR sinyalnya. PA yang tidak linear menyebabkan distorsi yang sifatnya nonlinear
sehingga akan muncul intermodulasi, yaitu frekuensi baru pada sinyal yang
ditransmisikan. Intermodulasi dapat menyebabkan terjadinya interferensi
diantara subcarrier dan pelebaran spektral dari sinyal keseluruhan. Gejala intermodulasi
ditandai dengan munculnya Inter Carrier Interference (ICI) dan Adjacent Channel
Interference (ACI). Hal ini dapat dikurangi dengan menaikkan IBO dari PA. Tapi solusi
ini tidak memuaskan, karena menaikkan IBO selain dapat mengurangi daya kirim rata-
rata PA, juga akan mengurangi efisiensi PA.
Gambar 4.3 Sinyal Input OFDM
54
Secara matematis, PAPR suatu sinyal S(t) dideskripsikan sebagai berikut[10] :
���� � ������ � max �����|����|���|����|��
� ����� �!�|"���|#$!� % |"���|#&�!��
...(4.1)
'()*+* |����|� � ,-����. � / ���0�
Sebagai permisalan sinyal hasil dari mapping PSK base band dinyatakan sebagai :
�1��� � �123#45 ! …(4.2)
maka nilai daya peak-nya sebesar :
���� � max��1���. �1/���� …(4.3)
� max 6�127�81�� . �1297�81�� : � �1�
dan nilai daya rata-ratanya :
�� � ����1������…(4.4)
� � ��1���. �1/���� � ;
� % <�123#45 ! . �12=3#45 ! >� '�
� 1@ A �1�� '�
� �1� sehingga nilai PAPRnya sebesar :
������BBCDE � ������ � �1��1� � 1 � 0 'G
55
Sinyal OFDM hasil keluaran dari IDFT yang secara matematis dinyatakan sebagai:
�1��� � H �127�81��I9;
1J
Untuk penyederhanaan, diasumsikan satu nilai �1 untuk semua subcarrier.
Sehingga nilai peak sinyal :
max��1���. �1/���� � max KH �127�81�� .I9;
1J H �1/297�81��I9;
1J L
� max 6�1 . �1/ ∑ ∑ 23#45 !I9;1J I9;1J 2=3#45 ! : � max 6�1. �1/ ∑ ∑ 23#45 ! =�3#45 �!I9;1J I9;1J :
� maxN�1 . �1/ ∑ ∑ 1I9;1J I9;1J O � maxN∑ ∑ �1 . �1/I9;1J I9;1J O � P. P
)*Q��1���. �1/���� � P2 Dan nilai rata-rata daya sinyalnya sebesar :
���1���. �1/���� � � KH �1I9;
1J 27�81�� . H �1/I9;
1J 297�81�� L
� � K�1 . �1/ H H 27�81��I9;
1J . 297�81��
I9;
1J L
� � K�1 . �1/ H H 27�81�� 9�7�81���I9;
1J
I9;
1J L
� � KH H �1 . �1/I9;
1J
I9;
1J L
� P. PP ���1���. �1/���� � P
56
Sehingga nilai PAPRnya sebesar[10] :
�����S�TU VWW� � P�P � P
Persamaan di atas menyatakan nilai PAPR maksimum pada sistem OFDM bersifat
linear dengan jumlah subcarrier-nya. Saat N sinyal ditambahkan dengan fasa yang sama,
sinyal tersebut akan menghasilkan nilai puncak yang besarnya N kali dari daya rata-
ratanya, sehingga nilai PAPR akan bertambah besar jika jumlah N diperbesar. Persamaan
di atas hanya berlaku jika semua bit yang dikirim bernilai '1'. Sedangkan untuk data acak,
nilai PAPR yang dihasilkan dari subcarrier 200 sampai 2000 umumnya sekitar 11 dB.
Seperti dijelaskan sebelumnya, nilai PAPR yang tinggi memiliki beberapa efek
negatif yang tidak dapat diabaikan sehingga diperlukan suatu teknik untuk mereduksinya
sehingga dapat mengurangi degradasi performansi OFDM dan efisiensi penggunaan PA
meningkat.
DFTS-OFDM yang memanfaatkan modulasi single carrier dan bekerja pada ranah
frekuensi ini memiliki keunggulan dibandingkan OFDM, yaitu sinyal DFTS-OFDM
memiliki nilai PAPR yang lebih rendah. DFTS-OFDM mendapat perhatian yang beasr
sebagai alternative pengganti OFDM, khususnya pada komunikasi uplink dimana nilai
PAPR yang rendah sangat menguntungkan untuk komunikasi mobile terutama konsumsi
daya. DFTS-OFDM menjadi kandidat kuat untuk proses komunikasi uplink pada
Jaringan Generasi Keempat.
Gambar 4.4 Proses pengiriman data pada DFTS-OFDM[10]
57
Pada DFTS-OFDM simbol-simbol data pada ranah waktu diubah ke dalam ranah
frekuensi oleh DFT sebelum melalui proses modulasi. Subcarrier-subcarrier yang
orthogonal membuat tiap user menempati subcarrier yang berbeda-beda pada ranah
frekuensi, sama dengan proses yang terjadi pada OFDM. Dikarenakan oleh keseluruhan
sinyal yang dikirim adalah sinyal single carrier, maka PAPR akan lebih rendah
dibandingkan dengan OFDM yang menghasilkan sinyal multicarrier.
Pada Gambar 4.4 terlihat proses menghasilkan simbol-simbol DFTS-OFDM hasil
transmisi. Terdapat M subcarrier, dimana N (>M) subcarrier ditempati oleh data
masukan. Pada ranah waktu, data masukan memiliki durasi simbol sebesar T detik dan
durasi simbol tersebut dikompres menjadi @X � YIZ[ . @ setelah melewati modulasi DFTS-
OFDM.
Gambar 4.5 Metode Pemetaan pada Subcarrier[7]
Terdapat dua metode dalam memilih subcarrier untuk proses pengiriman data.
Pada Gambar 4.5 kiri adalah proses pemetaan Distributed dimana keluaran DFT dari
data masukan dialokasikan di seluruh bandwidth dengan zeros pada setiap subcarrier
yang tidak terpakai, sedangkan pada Gambar 4.5 kanan adalah proses pemetaan
Localized dimana subcarrier yang ditempati oleh keluaran DFT adalah yang berasal dari
58
data masukan. Kemudian setelah proses pemetaan subcarrier,data dalam ranah frekuensi
diubah kembali menjadi data dalam ranah waktu oleh IDFT.
4.2 Analisis Matematis PAPR pada DFTS-OFDM
Pada DFTS-OFDM terdapat dua metode yang dapat digunakan sebagai proses
pemetaan seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, yaitu metode
Distributed Mapping atau yang sering disebut IFDMA (Interleaved-FDMA) dan
metode Localized Mapping atau LFDMA (Localized-FDMA).
Gambar 4.6a Pengiriman Simbol DFTS-OFDM dalam Ranah Frekuensi[7]
Gambar 4.6b Pengiriman Simbol DFTS-OFDM dalam Ranah Waktu
59
Gambar 4.6a merupakan contoh dari proses pengiriman simbol DFTS-OFDM
dalam ranah frekuensi dengan menggunakan dua metode, yaitu IFDMA dan LFDMA
untuk nilai P � 4, ^ � 4 '*+ _ � 16. Kemudian dimisalkan data simbol yang akan
dimodulasi dengan aQD: + � 0,1, … , P d 1e dan sampel pada ranah frekuensi adalah
aQ1: f � 0,1, … , P d 1e setelah DFT dari aQD: + � 0,1, … , P d 1e. ghij : k � 0,1, … , _ d 1l adalah sampel pada ranah frekuensi setelah proses subcarrier
mapping. Sedangkan Gambar 4.6b adalah contoh proses pengiriman simbol-simbol
DFTS-OFDM pada ranah waktu dengan aQ�m : ) � 0,1, … , _ d 1e yang merupakan
data simbol pada ranah waktu setelah IDFT dari ghi: n k � 0,1, … , _ d 1 l. Sinyal hasil transmisi pada DFTS-OFDM untuk masing-masing data dalam blok
dirumuskan sebagai[7]:
Q��� � 27op� H Qq�r�� d )@X�Z9;
�J … �4.4�
Dimana ωc adalah frekuensi carrier sistem dan r(t) adalah sinyal baseband.
Sedangkan untuk PAPR pada DFTS-OFDM dirumuskan sebagai berikut[10] :
���� � ������ � max ���Z�X|Q���|�1_@X % |Q���|�'�Z�X
� max�J ,;,…,Z9;|Qq�|�1_ ∑ |Qq�|�Z9;�J
Dimana simbol aQq�e diperoleh dari mengambil IDFT dari ahXie Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa terdapat 2 metode dalam proses
pemetaan subcarrier.
Untuk IFDMA hasil ranah frekuensi dari proses subcarrier mapping yaitu ahXie dapat dituliskan sebagai berikut:
60
hXi � shi tu , k � ^. f �0 v f v P d 1�0 , k*(++w* x
dengan ) � P. y z +, serta 0 v y v ^ d 1 '*+ 0 v + v P d 1.
Seperti pada Gambar 4.6b dapat dikatakan persamaan di atas:
• Saat k = 0, maka l = 0, maka hX � h
• Saat k = 1, maka l = 4, maka hX{ � h;
• Saat k = 2, maka l = 8, maka hX| � h�
• Saat k = 3, maka l = 12, maka hX;� � h}
• Untuk l lainnya hXi bernilai 0
aQq�e dapat diperoleh dengan melakukan M-point iDFT pada ahXie. Jika m = N.q + n, dengan 0 ≤ q ≤ Q-1 dan 0 ≤ n ≤ N-1 maka[7]:
Qq�~� QqI��D� � 1_ H hXi27�8�ZiZ9;
iJ
� 1̂ . 1P H h1I9;
1J 27�8I��DI 1
� 1̂ �1P H h127�8DI1I9;
1J �
� 1̂ QD
Hasil aQq�e adalah pengulangan dari simbol-simbol masukan asli {xn} pada ranah
waktu.
PAPR dari isyarat IFDMA sama dengan kasus pada conventional single carrier signal.
Contoh isyarat IFDMA dapat dilihat pada Gambar 4.6a.
61
Sedangkan pada metode LFDMA frekuensi sampel setelah proses pemetaan
subcarrier ahXie adalah hXi � �hi, 0 v k v P d 10, P v k v _ d 1x dan jika nilai ) � P. y z +, dimana
0 v + v P d 1 '*+ 0 v y v ^ d 1, maka[7] :
Qq� � QqtD�� � 1_ H hXi27�8�ZiZ9;
iJ
� 1̂ . 1P H hi27�8tD��tI iI9;
iJ
Untuk y � 0, maka
Qq� � QqtD � 1̂ . 1P H hi27�8tDtIiI9;
iJ … �4.5�
� 1̂ . 1P H hi27�8DIiI9;
iJ
� 1̂ QD
Kemudian untuk y � 0, dengan hi � ∑ Q�2d�2��PkPd1k�0 , maka :
Qq� � QqtD�� � 1̂ <1 d 27�8�t> . 1P H QB1 d 27�8��D9B�I � �tI�
I9;
BJ … �4.6�
Dapat dilihat bahwa dalam ranah waktu, isyarat LFDMA akan memiliki nilai simbol
masukan pada posisi kelipatan ke-N, contoh untuk kasus pada gambar 4.6a, maka
62
isyarat LFDMA akan memiliki nilai simbol masukan pada posisi ke-0, 4, 8, dan 12.
Nilai-nilai di antaranya (yang bersimbol ? pada Gambar 4.6a) adalah penjumlahan
semua simbol-simbol masukan waktu pada blok masukan dengan perbedaan
pembobot kompleks, sehingga akan meningkatkan PAPR.
4.3 Desain Simulasi
Untuk lebih memperjelas nilai PAPR pada kedua proses pemetaan yang sipakai
dalam DFTS-OFDM, maka disertakan simulasi nilai PAPR sebagai berikut :
Gambar 4.7 Blok Diagram Modulator DFTS-OFDM untuk Simulasi.
function papr_SCFDMA ()
totalSubcarriers = 256; % Jumlah total subcarrier
numSymbols = 64; % Ukuran blok data
Q = totalSubcarriers/numSymbols; % Faktor Penyebaran Bandwidth IFDMA
filterType = 'rr'; % Jenis filter pulse shaping
rolloffFactor = 0.0999999999; % Faktor Rolloff untuk filter raised-cosine
% Untuk mengatasi divide-by-zero, sebagai contoh gunakan 0.099999999
Fs = 5e6; % Bandwidth sistem
Ts = 1/Fs; % Periode Sampling
Nos = 8; % Faktor Oversampling
if filterType == 'rc' % Jika Menggunakan filter Raised-cosine
psFilter = rcPulse(Ts, Nos, rolloffFactor);
elseif filterType == 'rr' % Jika Menggunakan filter Root raised-cosine
psFilter = rrcPulse(Ts, Nos, rolloffFactor);
end
numRuns = 1000; % Jumlah iterasi
63
papr_ifdma = zeros(1,numRuns); % Inisialisasi nilai PAPR
papr_lfdma = zeros(1,numRuns);
papr_ifdma_PS = zeros(1,numRuns);
papr_lfdma_PS = zeros(1,numRuns);
for n = 1:numRuns,
% Pembentukan data random:
tmp = round(rand(numSymbols,2));
tmp = tmp*2 - 1;
data = (tmp(:,1) + j*tmp(:,2))/sqrt(2);
% Konversi ke ranah frekuensi menggunakan FFT
X = fft(data);
% Inisialisasi subcarrier
Yifdma = zeros(totalSubcarriers,1);
Ylfdma = zeros(totalSubcarriers,1);
% Subcarrier mapping
Yifdma(1:Q:totalSubcarriers) = X;
Ylfdma(1:numSymbols) = X;
% Konversi data ke ranah waktu menggunakan iFFT
yifdma = ifft(Yifdma);
ylfdma = ifft(Ylfdma);
% Tanpa pulse shaping
y_result_ifdma = yifdma;
y_result_lfdma = ylfdma;
% Dengan Pulse shaping
% Up-sample simbol-simbol
y_oversampled_ifdma_PS(1:Nos:Nos*totalSubcarriers) = yifdma;
y_oversampled_lfdma_PS(1:Nos:Nos*totalSubcarriers) = ylfdma;
% Lakukan filtering
y_result_ifdma_PS = filter(psFilter, 1, y_oversampled_ifdma_PS);
y_result_lfdma_PS = filter(psFilter, 1, y_oversampled_lfdma_PS);
1
2
3
64
% Menghitung PAPR:
papr_ifdma(n) = 10*log10(max(abs(y_result_ifdma).^2) / …
mean(abs(y_result_ifdma).^2));
papr_lfdma(n) = 10*log10(max(abs(y_result_lfdma).^2) / …
mean(abs(y_result_lfdma).^2));
papr_ifdma_PS(n) = 10*log10(max(abs(y_result_ifdma_PS).^2) / …
mean(abs(y_result_ifdma_PS).^2));
papr_lfdma_PS(n) = 10*log10(max(abs(y_result_lfdma_PS).^2) / …
mean(abs(y_result_lfdma_PS).^2));
end
% Menggambar CCDF (Complementary Cumulative Distribution Function):
[Ni,Xi] = hist(papr_ifdma, 100);
[Nl,Xl] = hist(papr_lfdma, 100);
[NiPS,XiPS] = hist(papr_ifdma_PS, 100);
[NlPS,XlPS] = hist(papr_lfdma_PS, 100);
figure;
semilogy(Xi,1-cumsum(Ni)/max(cumsum(Ni)),'r')
hold on
semilogy(Xl,1-cumsum(Nl)/max(cumsum(Nl)),'b')
hold on
semilogy(XiPS,1-cumsum(NiPS)/max(cumsum(NiPS)),'r--')
hold on
semilogy(XlPS,1-cumsum(NlPS)/max(cumsum(NlPS)),'b--')
title('CCDF PAPR SC-FDMA menggunakan IFDMA (merah) & LFDMA (biru)');
xlabel('PAPR [dB]');
ylabel('Pr(PAPR>PAPR0)');
grid on;
% Menyimpan data:
save papr_SCFDMA;
65
Hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 4.8. Hasil tersebut adalah dengan
menggunakan jumlah total subcarrier M = 256, ukuran blok data masukan N = 64,
sehingga Q = 4, format modulasinya adalah menggunakan QPSK, untuk Raised cosine
pulse dilakukan oversampling 8 kali.
Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 4.8, dapat dilihat bahwa untuk IFDMA
memiliki PAPR yang lebih rendah daripada LFDMA baik saat menggunakan filter
pulse shaping maupun tanpa filter pulse shaping.
Dapat dilihat bahwa dengan menggunakan filter pulse shaping maka untuk
IFDMA PAPR akan meningkat dengan sangat tinggi, sedangkan untuk LFDMA
peningkatan PAPR-nya tidak terlalu tinggi.
Gambar 4.8 Grafik perbandingan CCDF dari PAPR untuk IFDMA dan LFDMA
menggunakan filter pulse shaping (filter Root raised-cosine) dan tanpa filter pulse
shaping (M=256, N=64, QPSK, BW=5MHz)
Garis Lurus: Tanpa Filter Pulse Shaping Garis Putus-Putus: Menggunakan Filter Pulse Shaping