BAB IV KTD FIX
-
Upload
rahmadprtg -
Category
Documents
-
view
235 -
download
7
description
Transcript of BAB IV KTD FIX
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Percobaan
4.1.1 Kalibrasi Pelarut
Volume pelarut awal (Vo) = 13 mL
Titik didih kalibrasi (Tk) = 98,5 oC
Pada temperatur 98,5 oC, densitas air (H2O) = 0,959435 gr/ml
(Geankoplis, 1993)
Densitas pelarut (ρ pelarut) = 0,959435 gr/ml
Massa pelarut (P1) = (ρ pelarut) x Vo
= 0,959435 x 13
= 12,472655 gr
4.1.2 Penentuan Titik Didih Metode Landsberger
1. Sampel : Fruktosa (C6H12O6)
Tabel 4.1 Hasil Percobaan untuk Larutan Fruktosa (C6H12O6)
Run W (gr) V1 (ml) V2 (ml) Td (oC) ∆Td (oC)
I 0,20 13 16,5 99,5 1
II 0,25 13 17 99,6 1,1
III 0,30 13 18,5 99,8 1,3
IV 0,35 13,5 18,5 99,8 1,3
V 0,40 14 19 99,9 1,4
Kdperc= 13,443 oC / m
% Ralat = 73,68 %
2. Sampel : Sukrosa (C12H22O11)
Tabel 4.2 Hasil Percobaan untuk Larutan Sukrosa (C12H22O11)
Run W (g) V1 (ml) V2 (ml) Td (oC) ∆Td (oC)I 0,20 13 17 99,2 0,7
II 0,25 13 18 99,4 0,9
III 0,30 13 18,5 99,5 1
IV 0,35 13,5 18,5 99,6 1,1
V 0,40 14 19,5 99,6 1,1
Kdperc= 2,8316 oC / m
% Ralat = 63,46 %
3. Sampel : Kalium Klorida (KCl)
Tabel 4.3 Hasil Percobaan untuk Larutan Kalium Klorida (KCl)
Run W (g) V1 (ml) V2 (ml) Td (oC) ∆Td (oC)I 0,15 13 17,5 99 0,5
II 0,2 13 18,5 99,1 0,6
III 0,25 13 18,7 99,4 0,9
IV 0,3 13 18,9 99,7 1,2
V 0,35 13,5 18,5 99,9 1,4
Kdperc= 6,957 oC / molal
% Ralat = 10,12 %
Alasan persen ralat adalah sebagai berikut :
1. Tekanan uap dari dalam labu distilasi yang terlalu tinggi menyebabkan
sejumlah larutan menjadi tumpah.
2. Termometer dimasukkan setelah air mendidih sehingga mempengaruhi data
suhu yang diperoleh.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengaruh Fraksi Mol Zat Terlarut (Xt) terhadap Penurunan Tekanan
Uap Larutan (ΔP)
Di bawah ini adalah Gambar 4.1 yaitu grafik yang menyatakan pengaruh
fraksi mol zat terlarut fruktosa (X2) terhadap penurunan tekanan uap larutan
fruktosa (ΔP), pengaruh fraksi mol zat terlarut sukrosa (X2) terhadap penurunan
tekanan uap larutan sukrosa (ΔP), dan pengaruh fraksi mol zat terlarut kalium
klorida (X3) terhadap penurunan tekanan uap larutan kalium klorida (ΔP).
.
Gambar 4.1 Pengaruh Fraksi Mol Laktosa terhadap Penurunan Tekanan Uap
Larutan, Sukrosa, Kalium Klorida.
Pada Gambar 4.1 dengan menggunakan sampel Fruktosa menunjukkan
bahwa penurunan tekanan uap (ΔP) larutan Fruktosa berbanding lurus dengan
Fraksi Mol Zat Terlarut (Xt)
fraksi mol zat terlarutnya (Xt). Pada run I dengan fraksi mol zat terlarut sebesar
0,00160 diperoleh ΔP 0, 156 kPa, run II 0, 00200 diperoleh ΔP 0, 195 kPa, run III
0, 00240diperoleh ΔP 0, 234 kPa, run IV 0, 00280 diperoleh ΔP 0, 273 kPa dan
run V 0, 00320 diperoleh ΔP 0, 312 kPa. Dengan menggunakan sampel Sukrosa
menunjukkan bahwa penurunan tekanan uap (ΔP) larutan Sukrosa berbanding
lurus dengan fraksi mol zat terlarutnya (Xt). Pada run I dengan fraksi mol zat
terlarut sebesar 0,00084 diperoleh ΔP 0,082 kPa, run II 0,00105 diperoleh ΔP
0,103 kPa, run III 0,00126 diperoleh ΔP 0,123 kPa, run IV 0,00148 diperoleh ΔP
0,144 kPa dan pada run V 0,00169 diperoleh ΔP 0,164 kPa. Dengan
menggunakan sampel kalium klorida menunjukkan bahwa penurunan tekanan uap
(ΔP) larutan kalium klorida berbanding lurus dengan fraksi mol zat terlarutnya
(Xt). Pada run I dengan fraksi mol zat terlarut sebesar 0,0029 diperoleh ΔP 0,042
kPa, run II 0,0039 diperoleh ΔP 0,075 kPa, run III 0,0048 diperoleh ΔP 0,118 kPa,
run IV 0,0058 diperoleh ΔP 0,169 kPa dan Pada run V 0,0067 diperoleh ΔP 0,230
kPa.
Secara teori, dapat dijelaskan melalui persamaan :
∆P = Po.X2.............................................(4.1)
Keterangan:
∆P = Penurunan tekanan uap jenuh
X2 = fraksi mol zat terlarut
Po = tekanan uap pelarut murni
Dari persamaan terlihat, harga ∆P berbanding lurus dengan fraksi mol zat
terlarut. Makin banyak partikel zat terlarut, berarti makin besar pula penurunan
tekanan uapnya. ∆P dapat dipakai untuk menentukan berat molekul zat terlarut
yang sukar menguap dengan mengukur tekanan uap larutan dan menghitung fraksi
molnya (Yazid, 2005).
Dari percobaan yang telah dilakukan KCl memiliki tekanan uap yang lebih
tinggi dari laktosa dan sukrosa. Hal ini dikarenakan KCl merupakan larutan
elektrolit sedangkan laktosa dan sukrosa merupakan larutan nonelektrolit. Serta
laktosa dan sukrosa memiliki data yang sama karena fraksi mol kedua zat tersebut
sama, hal tersebut dikarenakan massa dan variabel gram sampel yang digunakan
adalah sama, dan dapat disimpulkan hasil percobaan sesuai dengan teori.
4.2.2 Pengaruh Molalitas Terhadap Kenaikan Titik Didih (ΔTd) Larutan
Di bawah ini Gambar 4.2 yaitu grafik yang menyatakan pengaruh
molalitas Laktosa (m) terhadap kenaikan titik didih larutan Laktosa (ΔTd),
Gambar 4.3 yaitu grafik yang menyatakan pengaruh molalitas sukrosa (m)
terhadap kenaikan titik didih larutan Sukrosa (ΔTd), dan Gambar 4.4 yaitu grafik
yang menyatakan pengaruh molalitas natrium klorida (m) terhadap kenaikan titik
didih larutan natrium klorida (ΔTd).
Gambar 4.2 Pengaruh Molalitas Fruktosa (C6H12O6) Terhadap Kenaikan Titik
Didih Larutan Fruktosa (C6H12O6)
Gambar 4.3 Pengaruh Molalitas Sukrosa (C12H22O11) Terhadap Kenaikan Titik
Didih Larutan Sukrosa (C12H22O11)
Gambar 4.4 Pengaruh Molalitas Kalium Klorida (KCl) Terhadap Kenaikan Titik
Didih Larutan Kalium Klorida (KCl)
Pada gambar 4.2 yang menggunakan sampel Fruktosa (C6H12O6)
menunjukkan molalitas Fruktosa (C6H12O6) berbanding lurus dengan kenaikan
titik didih larutan (ΔTd). Pada Fruktosa (C12H22O11) dengan konsentrasi 0,089 m
diperoleh ΔTd 1 oC, dengan konsentrasi 0,111 m diperoleh ΔTd 1,1 oC, dengan
konsentrasi 0,134 m diperoleh ΔTd 1,3 oC, dengan konsentrasi 0,156 m diperoleh
ΔTd 1,3 oC dan dengan konsentrasi 0,178 m diperoleh ΔTd 1,4 oC.
Pada gambar 4.3 yang menggunakan sampel Sukrosa (C12H22O11)
menunjukkan Sukrosa (C12H22O11) bahwa molalitas berbanding lurus dengan
kenaikan titik didih larutan (ΔTd). Pada Sukrosa (C12H22O11) dengan konsentrasi
0,047 m diperoleh ΔTd 0,7 oC, dengan konsentrasi 0,059 m diperoleh ΔTd 0,9 oC,
dengan konsentrasi 0,070 m diperoleh ΔTd 1 oC, dengan konsentrasi 0,082 m
diperoleh ΔTd 1,1 oC dan dengan konsentrasi 0,094 m diperoleh ΔTd 1,1 oC.
Pada gambar 4.4 menunjukkan bahwa molalitas Kalium Klorida (KCl)
berbanding lurus dengan kenaikan titik didih larutan (ΔTd). Pada run I dengan
konsentrasi 0,161 m diperoleh ΔTd 0,5 oC, dengan konsentrasi 0,215 m diperoleh
ΔTd 0,6 oC, dengan konsentrasi 0,269 m diperoleh ΔTd 0,9 oC, dengan
konsentrasi 0,323 m diperoleh ΔTd 1,2 oC dan dengan konsentrasi 0,376 m
diperoleh ΔTd 1,4 oC.
Secara teori, titik didih dari suatu cairan adalah suhu pada saat tekanan uap
jenuh cairan itu sama dengan tekanan udara luar. Pada suhu yang sama, adanya
solute yang sukar menguap menyebabkan tekanan uap larutan lebih rendah.
Akibatnya, titik didih larutan menjadi lebih tinggi dibandingkan titik didih pelarut
murninya (Yazid, 2005).
Besarnya kenaikan titik didih dirumuskan Raoult, sebagai :
Tb = Kb × m × I............................................(4.2)
= Kb ×{1+(n-1) × α}
Di mana :
∆Tb= kenaikan titik didih (oC)
m = molalitas (molal)
Kb = tetapan kenaikan titik didih molal (oC/molal)
i = faktor Van’t Hoff
n = banyaknya ion
α = derajat ionisasi
untuk elektrolit kuat (α = 1), harga i = n
(Yazid, 2005).
Naiknya titik didih larutan dari titik didih pelarutnya disebut kenaikan titik
didih (∆Tb). Pada penentuan ∆Tb satuan konsentrasi yang digunakan adalah
molalitas (m), karena tidak dipengaruhi oleh suhu. Harga ∆Tb bergantung pada
jumlah partikel (konsentrasi) zat terlarut. Makin banyak partikel zat terlarut,
makin besar harga Δ Tb (Yazid, 2005).
Dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan hasil percobaan sesuai
dengan teori.
4.2.3 Pengaruh Perbedaan Berat Molekul Terhadap Kenaikan Titik Didih
Gambar 4.5 Perbandingan Kenaikan Titik Didih Larutan Laktosa dengan
Kenaikan Titik Didih Larutan Sukrosa
Pada gambar 4.5 menunjukkan bahwa ΔTd teori Fruktosa pada massa 0,20
gram diperoleh ΔTd 0,543 oC; 0,25 gram ΔTd 0,658 oC; 0,30 gram ΔTd 0,726 oC;
0,35 gram ΔTd 0,871 oC dan 0,40 gram ΔTd 0,995 oC. Pada ΔTd teori Sukrosa
pada massa 0,20 gram diperoleh ΔTd 0,363 oC; 0,25 gram ΔTd 0,453 oC; 0,30
gram ΔTd 0,544 oC; 0,35 gram ΔTd 0,635 oC dan 0,40 gram ΔTd 0,725 oC.
Pada ΔTd praktek Fruktosa pada massa 0,20 gram ΔTd 1 oC; 0,25 gram
ΔTd 1,1 oC; 0,30 gram ΔTd 1,3 oC; 0,35 gram ΔTd 1,3 oC dan 0,40 gram ΔTd 1,4 oC. Pada ΔTd praktek Sukrosa pada massa 0,20 gram ΔTd 0,7 oC; 0,25 gram ΔTd
0,9oC; 0,30 gram ΔTd 1oC; 0,35 gram ΔTd 1,1 oC dan 0,40 gram ΔTd 1,1 oC.
Secara teori perbedaaan kenaikan titik didih (∆Td) Fruktosa dengan
kenaikan titik didih (∆Td) Sukrosa lumayan begitu jauh. Titik leleh (∆Td)
Fruktosa adalah 103 oC dan titik leleh Sukrosa adalah 186 oC (Sciencelab, 2014).
Besarnya kenaikan titik didih dirumuskan Raoult, sebagai :
Tb = Kb× m × I............................................(4.2)
= Kb ×{1+(n-1) × α}
Di mana :
∆Tb= kenaikan titik didih (oC)
m = molalitas (molal)
Kb = tetapan kenaikan titik didih molal (oC/molal)
i = faktor Van’t Hoff
n = banyaknya ion
α = derajat ionisasi
untuk elektrolit kuat (α = 1), harga i = n
(Yazid, 2005).
Biasanya sebagian besar larutan elektolit memiliki titik didih yang lebih
tinggi. Hal yang mengakibatkan perbedaan kenaikan titik didih tersebut yakni
faktor Van’t Hoff (i). Faktor Van’t Hoff (i) adalah parameter untuk mengukur
seberapa besar zat terlarut berpengaruh terhadap sifat koligatif (penurunan
tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan osmotik).
Faktor Van’t Hoff dihitung dari besarnya konsentrasi sesunguhnya zat terlarut
yang ada di dalam larutan dibanding dengan konsentrasi zat terlarut hasil
perhitungan dari massanya. Untuk zat non elektrolit maka vaktor Van’t Hoffnya
adalah 1 dan nonelektrolit adalah sama dengan jumlah ion yang terbentuk didalam
larutan. Faktor Van’t Hoff secara teori dapat dihitung dengan menggunakan
rumus:
i = (1 + (n-1)α)................................................(4.3)
dengan α adalah derajat ionisasi zat terlarut dan n jumlah ion yang terbentuk
ketika suatu zat berada didalam larutan (Santoso,2010).
Naiknya titik didih larutan dari titik didih pelarutnya disebut kenaikan titik
didih ( Tb). Pada penentuan Tb satuan konsentrasi yang digunakan adalah
molalitas (m), karena tidak dipengaruhi oleh suhu. Harga Tb bergantung pada
jumlah partikel (konsentrasi) zat terlarut. Makin banyak partikel zat terlarut,
makin besar harga Tb (Yazid, 2005). Dari percobaan yang telah dilakukan
Laktosa dan Sukrosa memiliki data yang sama karena fraksi mol kedua zat
tersebut sama, hal tersebut dikarenakan massa dan variabel gram sampel yang
digunakan adalah sama, dan dapat disimpulkan hasil percobaan sesuai dengan
teori.