BAB IV HASIL PENELITIAN DAN...
Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN...
29
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran umum penelitian
Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang terletak di Jalan Sambiroto
Semarang. Letak Geografis & Wilayah Kerja terletak di RT 01 RW I,
Kelurahan Kedungmundu, Kecamatan Tembalang. Penelitian ini bertujuan
untuk menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare.
Penelitian ini telah dilaksanakan Bulan April 2014 di Puskesmas
Kedungmundu Semarang. Responden yang digunakan dalam penelitian ini
sebanyak 76 orang ibu.
B. Analisis Univariat
1. Karakteristik Responden
Tabel 4.1Distribusi frekuensi responden berdasarkan karakteristik yang terdiri dari
pendidikan, pekerjaan dan pendapatan ibu di Wilayah PuskesmasKedungmundu Semarang bulan April 2014 (n=76)
Karakteristik Responden Frekuensi Persentase
Pendidikan1. Rendah2. Menengah3. Tinggi
24475
31,661,86,6
Pekerjaan1. IRT2. Wiraswasta3. SwastaBuruh
61375
80,33,99,26,6
Pendapatan1. < UMR2. = UMR3. > UMR
48208
63,226,310,5
Total 76 100.0
30
Berdasarkan tabel 4.1 dapat disimpulkan mayoritas pendidikan
responden adalah pendidikan menengah yaitu sebanyak 47 orang
(61,8%). Berdasarkan pekerjaan mayoritas ibu tidak bekerja atau IRT
yaitu sebanyak 61 orang (80,3%), dan berdasarkan pendapatan
sebagian besar ibu memiliki pendapatan keluarga < UMR yaitu
sebanyak 48 orang (63,2%).
2. Pengetahuan responden
Tabel 4.2Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengetahuan ibu di Wilayah
Puskesmas Kedungmundu Semarang bulan April 2014 (n=76)
Pengetahuan Frekuensi Persentase
CukupBaik
1066
13,286,8
Total 76 100.0
Berdasarkan tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa mayoritas
pengetahuan ibu adalah baik yaitu sebanyak 66 orang (86,8%).
2. Perilaku hidup bersih dan sehat
Tabel 4.3Distribusi frekuensi responden berdasarkan perilaku hidup bersih dansehat ibu di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang bulan April
2014 (n=76)
PHBS Frekuensi Persentase
Tidak baikBaik
3046
39,560,5
Total 76 100.0
Berdasarkan tabel 4.3 dapat disimpulkan mayoritas perilaku
hidup bersih dan sehat adalah baik yaitu sebanyak 46 orang (60,5%).
31
3. Higiene sanitasi makanan
Tabel 4.4Distribusi frekuensi responden berdasarkan higiene sanitasi makanan diWilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang bulan April 2014 (n=76)
Higiene sanitasi makanan Frekuensi Persentase
Tidak baikBaik
2551
32,967,1
Total 76 100.0
Berdasarkan tabel 4.4 dapat disimpulkan mayoritas higiene
sanitasi makanan adalah baik yaitu sebanyak 51 orang (67,1%).
4. Status gizi
Tabel 4.5Distribusi frekuensi responden berdasarkan status gizi anak di Wilayah
Puskesmas Kedungmundu Semarang bulan April 2014 (n=76)
Status gizi Frekuensi Persentase
KurangBaik
1561
19,780,3
Total 76 100.0
Berdasarkan tabel 4.5 dapat disimpulkan mayoritas status gizi
anak adalah baik yaitu sebanyak 61 orang (80,3%).
5. Kejadian diare
Tabel 4.6Distribusi frekuensi responden berdasarkan kejadian diare anak di Wilayah
Puskesmas Kedungmundu Semarang bulan April 2014 (n=76)
Kejadian diare Frekuensi Persentase
DiareTidak diare
5422
71,128,9
Total 76 100.0
32
Berdasarkan tabel 4.6 dapat disimpulkan mayoritas balita yang
menjadi responden mengalami diare yaitu sebanyak 54 orang (71,1%).
C. Analisa Bivariat
1. Pendidikan dengan kejadian diare
Tabel 4.7Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan dengan
kejadian diare di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang bulanApril 2014 (n=76)
pendidikan
Kejadian Diare
Total pMengalami
diareTidakmengalamidiare
Rendah
Menengah &Tinggi
18(75,0%)
36(69,2%)
6(25,0%)
16(30,8%)
24(100%)
52(100%)
0,787
Jumlah 54(71,1%)
2228.9%
76100.0%
Berdasarkan Tabel 4.7 diperoleh bahwa sebagian besar
responden berpendidikan Menengah dan tinggi. Pada responden yang
berpendidikan menengah dan tinggi sebagian besar balitanya
mengalami diare. Setelah dilakukan uji chi-square dengan taraf
signifikan 5% (0,05) diperoleh bahwa p value = 0,787 yang berarti p
value > 0,05 maka tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan
kejadian diare pada balita di Wilayah Kelurahan Kedungmundu
Semarang.
33
2. Pekerjaan dengan kejadian diare
Tabel 4.8Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan ibu dengan
kejadian diare di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang bulanApril 2014 (n=76)
pekerjaan
Kejadian Diare
Total pMengalami
diareTidakmengalamidiare
Tidak bekerja
Bekerja
42(68,9%)
12(80,0%)
19(31,1%)
3(20,0%)
61(100%)
15(100%)
0,532
Jumlah 54(71,1%)
22(28,9%)
76(100%)
Berdasarkan Tabel 4.8 diperoleh bahwa sebagian besar
responden tidak bekerja. Pada responden tidak bekerja sebagian besar
balitanya mengalami diare (68,9%). Setelah dilakukan uji chi-square
dengan taraf signifikan 5% (0,05) diperoleh bahwa p value = 0,532
yang berarti p value > 0,05 maka tidak ada hubungan antara pekerjaaan
ibu dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Puskesmas
Kedungmundu Semarang.
34
3. Pendapatan dengan kejadian diare
Tabel 4.9Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendapatan ibu dengan
kejadian diare di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang bulanApril 2014 (n=76)
pendapatan
Kejadian Diare
Total pMengalami
diareTidakmengalamidiare
< UMR
= UMR
> UMR
35(72,9%)
14(70,0%)
5(62,5%)
13(27,1%)
6(30,0%)
3(37,5%)
48(100%)
20(100%)
8(100%)
0,828
Jumlah 54(71,1%)
22 (289%)76
(100%)
Berdasarkan Tabel 4.9 diperoleh bahwa sebagian besar
responden pendapatan responden adalah kurang dari UMR. Pada
responden yang pendapatannya kurang dari UMR sebagian besar
balitanya mengalami diare (72,9%). Setelah dilakukan uji chi-square
dengan taraf signifikan 5% (0,05) diperoleh bahwa p value = 0,828
yang berarti p value > 0,05 maka tidak ada hubungan antara
pendapatan ibu dengan kejadian diare pada balita di Wilayah
Puskesmas Kedungmundu Semarang.
35
4. Pengetahuan dengan kejadian diare
Tabel 4.10Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengetahuan ibu dengan
kejadian diare di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang bulanApril 2014 (n=76)
pengetahuan
Kejadian Diare
Total pMengalami
diareTidakmengalamidiare
Cukup
Baik
9(90,0%)
45(68,2%)
1(10,0%)
21(31,8%)
10(100%)
66(100%)
0,265
Jumlah 54(71,1%)
2228.9%
76(100%)
Berdasarkan Tabel 4.10 diperoleh bahwa sebagian besar
responden pengetahuannya adalah baik. Pada responden yang
pengetahuannya baik sebagaian besar balitanya mengalami diare
(68,2%). Setelah dilakukan uji chi-square dengan taraf signifikan 5%
(0,05) diperoleh bahwa p value = 0,265 yang berarti p value > 0,05
maka tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian diare
pada balita di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang.
5. Perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian diare
Tabel 4.11Distribusi frekuensi responden berdasarkan perilaku hidup bersih dan
sehat dengan kejadian diare di Wilayah Puskesmas KedungmunduSemarang bulan April 2014 (n=76)
PHBS
Kejadian Diare
Total pMengalami
diareTidakmengalamidiare
Tidak baik
Baik
27(90,0%)
27(58,7%)
3(10.0%)
19(41.3%)
30(100%)
46(100%)
0,004
Jumlah 54(71,1%)
22(28,9%)
76(100%)
36
Berdasarkan Tabel 4.11 diperoleh bahwa sebagian besar
perilaku hidup bersih dan sehat responden adalah baik. Pada responden
yang perilaku hidup bersih dan sehat yang baik sebagaian besar
balitanya mengalami diare (58,7%). Setelah dilakukan uji chi-square
dengan taraf signifikan 5% (0,05) diperoleh bahwa p value = 0,004
yang berarti p value < 0,05 maka ada hubungan antara perilaku hidup
bersih dan sehat dengan kejadian diare pada balita di Wilayah
Puskesmas Kedungmundu Semarang.
6. Higiene sanitasi makanan dengan kejadian diare
Tabel 4.12Distribusi frekuensi responden berdasarkan higiene sanitasi makanan
dengan kejadian diare di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarangbulan April 2014 (n=76)
higienesanitasi
makanan
Kejadian Diare
Total pMengalami
diareTidakmengalamidiare
Tidak baik
Baik
24(96,0%
30(58,8%)
1(4,0%)
21(41,2%)
25(100%)
51(100%)
0,001
Jumlah 54(71,1%)
22(28,9%)
76(100%)
Berdasarkan Tabel 4.12 diperoleh bahwa sebagian besar
higiene sanitasi makanan responden adalah baik. Pada responden yang
higiene sanitasi makanan yang baik sebagaian besar balitanya
mengalami diare (58,8%). Setelah dilakukan uji chi-square dengan
taraf signifikan 5% (0,05) diperoleh bahwa p value = 0,001 yang
37
berarti p value < 0,05 maka ada hubungan antara higiene sanitasi
makanan dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Puskesmas
Kedungmundu Semarang.
7. Status gizi dengan kejadian diare
Tabel 4.13Distribusi frekuensi responden berdasarkan status gizi dengan kejadian
diare di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang bulan April2014 (n=76)
Status gizi
Kejadian Diare
Total pMengalami
diareTidakmengalamidiare
Kurang
Baik
14(93,3%)
40(65,6%)
1(6,7%)
21(34,4%)
15(100%)
61(100%)
0,053
Jumlah 54(71,1%)
22(28,9%)
76(100%)
Berdasarkan Tabel 4.13 diperoleh bahwa sebagian besar status
gizi anak responden adalah baik. Pada responden yang status gizi
anaknya baik sebagaian besar balitanya mengalami diare (65,6%).
Setelah dilakukan uji chi-square dengan taraf signifikan 5% (0,05)
diperoleh bahwa p value = 0,053 yang berarti p value > 0,05 maka
tidak ada hubungan antara status gizi dengan kejadian diare pada balita
di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang.
38
D. Analisis multivariat
Tabel 4.14Tabel regresi logistik hubungan antara PHBS, higiene sanitasi makanan
dan status gizi dengan kejadian diare di Wilayah PuskesmasKedungmundu Semarang bulan April 2014 (n=76)
No Variabel P OR(CI 95%)
Lower Upper
1 PHBS 0,041 0,224 0,053 0,941
2 Higiene sanitasi
makanan
0,010 0,062 0,007 0,518
3 Status gizi 0,072 0,133 0,015 1,196
Hasil dari uji chi square diketahui terdapat tiga variabel yang di
uji regresi logistic yaitu PHBS, higiene sanitasi makanan dan status
gizi. Hasil analisis uji regression logistic menggunakan metode
backward stepwise. Metode ini mengunakan satu langkah untuk
sampai pada hasil akhir. Pada step terakhir terdapat 2 variabel yaitu
PHBS, higiene sanitasi makanan memiliki nilai sig < 0,05 sehingga
variabel PHBS dan higiene sanitasi makanan yang menjadi prediktor
utama dalam penelitian ini.
40
E. Pembahasan hasil
1. Pendidikan Ibu
Hasil penelitian menemukan bahwa sebagian besar pendidikan ibu
yang menjadi responden adalah pendidikan menengah yaitu sebanyak 47
orang (61,8%). Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang menjadi responden
penelitian ini telah menempuh pendididikan yang cukup baik yaitu
setngkat SLTA atau sederajat. Seseorang yang memiliki pendidikan lebih
baik dan lebih tinggi maka akan membuat seseorang lebih kritis dalam
berfikir dan mengambil keputusan. Orang yang memiliki pendidikan lebih
tinggi akan memiliki keluwesan dalam menerima setiap informasi dan
dapat memilah secara lebih baik mana yang salah dan mana yang benar,
termasuk meningkatkan pengetahuannya berkaitan dengan kesehatan
terutama kesehatan anak agar dapat terhindar dari penyakit diare.
Green dalam Notoatmodjo (2007) menyatakan tingkat pendidikan
merupakan salah satu faktor predesposisi untuk terbentuknya tingkat
pengetahuan. Hal ini berarti bahwa karena pendidikan seseorang akan
berpengaruh dalam memberikan respon yang datang dari luar. Orang yang
berpendidikan tinggi akan memberi respon yang lebih rasional terhadap
informasi yang datang dan akan berfikir sejauhmana keuntungan yang
mungkin mereka peroleh dari gagasan tersebut (Sukmadinata, 2003).
2. Pekerjaan
Hasil penelitian menemukan bahwa mayoritas ibu tidak bekerja atau
hanya sebagai ibu rumah tangga (IRT) yaitu sebanyak 61 orang (80,3%).
40
41
Ibu yang tidak bekerja atau hanya sebagai ibu rumah tangga memiliki
waktu yang lebih banyak untuk mengurus anak dengan baik. Ibu dapat
memberikan perhatian dan kasih sayangnya terhadap anak termasuk dalam
memantau pertumbuhan dan perkembangannya.
Balita sangat memerlukan pengawasan dari ibu untuk menjaga dan
merawat balita dari hal-hal yang tidak diinginkan terutama berhubungan
dengan kesehatannya. Ibu yang bekerja di luar rumah akan menemui
kesulitan untuk membagi waktu dengan baik dalam menjaga balitanya,
oleh karena itu ibu yang bekerja aka membutuhkan pengasuh balita. Jika
pengasuh ini dapat bertanggung jawab dengan baik dalam menjaga balita
maka akan dapat meminimalisir kejadian diare pada balita.
3. Pendapatan
Hasil penelitian menemukan bahwa sebagian besar ibu memiliki
pendapatan keluarga < UMR yaitu sebanyak 48 orang (63,2%).
Pendapatan yang rendah ini akan mempengaruhi kualitas asupan makanan
yang dikonsumsi oleh keluarga terutama kepada balita. Kualitas makanan
yang buruk akan memudahkan balita terserang penyakit termasuk penyakit
diare.
Pendapatan keluarga menentukan ketersediaan fasilitas kesehatan
yang baik. Semakin tinggi pendapatan keluarga, semakin baik fasilitas dan
cara hidup mereka yang terjaga akan semakin baik (Berg, 2006).
Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas
fasilitas kesehatan di suatu keluarga. Demikian ada hubungan yang erat
42
antara pendapatan dan kejadian diare yang didorong adanya pengaruh
yang menguntungkan dari pendapatan yang meningkatkan, perbaikan
sarana atau fasilitas kesehatan serta masalah keluarga lainnya, yang
berkaitan dengan kejadian diare, hampir berlaku terhadap tingkat
pertumbuhan pendapatan.
Tingkat pendapatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup, di
mana status ekonomi orang tua yang baik akan berpengaruh pada
fasilitasnya yang diberikan (Notoatmodjo, 2007). Apabila tingkat
pendapatan baik, maka fasilitas kesehatan mereka khususnya di dalam
rumahnya akan terjamin. Pada ibu yang mempunyai pendapatan kurang
akan lambat dalam penanganan diare karena ketiadaan biaya berobat ke
petugas kesehatan yang akibatnya dapat terjadi diare yang lebih parah.
4. Pengetahuan
Hasil penelitian menemukan bahwa mayoritas pengetahuan ibu
adalah baik yaitu sebanyak 86,8%. Hal ini menunjukkan bahwa responden
memahami tentang penyakit diare, baik tentang penyebab maupun cara
penanganannya terutama pada pertolongan pertama pada penderitan diare.
Pengetahuan yang baik ini tercermin dari hasil jawaban pada
kuesioner tentang pernyataan anak yang sedang diare dapat
mengakibatkan dehidrasi semua responden menjawab denan benar.
Pernyataan tentang diare adalah penyakit buang air besar yang lembek
lebih dari 3 kali dalam sehari diketahui sebanyak 98,7% responden
menjawab denan benar dan penyataan tentang salah satu sumber penyebab
43
diare adalah sumber air yang tidak bersih ditemukan sebanyak 98,7%
responden menjawab denan benar.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang dirasakan oleh panca
indera responden akibat dari penyerapan informasi berbagai sumber
seperti penyuluhan, tayangan televisi, buku maupun paparan informasi
dari media masa seperti majalah kesehatan dan sebagainya (Notoatmodjo,
2007).
5. Perilaku hidup bersih dan sehat
Hasil penelitian mendapatkan bahwa mayoritas perilaku hidup bersih
dan sehat adalah baik yaitu sebanyak 60,5%. Perilaku hidup bersih dan
sehat yang baik ini menunjukkan bahwa responden telah berperilaku dan
bergaya hidup secara bersih dan sehat dalam kehidupannya sehari-hari.
Perilaku hidup bersih dan sehat yang baik pada responden ini banyak
ditemukan pada pernyataan tentang Ibu dan Balita selalu menggunting
kuku ketika sudah terlihat panjang ditemukan semua responden
melakukannya, pernyataan tentang Ibu selalu mencuci tangan sebelum
menyuapi Balita ditemukan sebanyak 98,7% responden melakukannya dan
pernyataan ibu selalu menggunakan jamban ketika buang Air Besar (BAB)
ditemukan sebanyak 97,4% responden melakukannya.
6. Higiene sanitasi makanan
Hasil penelitian menemukan bahwa mayoritas higiene sanitasi
makanan adalah baik yaitu sebanyak 67,1%. Hasil ini menunjukkan bahwa
44
responden penelitian sangat memperhatikan kebersihan dan kesehatan
makanan yang dikonsumsi.
Higiene sanitasi makanan yang baik ini tercermin dari pernyataan
sumber air minum untuk konsumsi sehari-hari adalah dari air bersih yang
layak minum yang ditemukan semua responden melakukannya, pernyataan
tentang mkanan yang disajikan diletakkan di meja makan yang bersih yang
didapatkan semua responden melakukannya dan penyataan tentang
menyimpan makanan ditempat yang bersih didapatkan semua responden
melakukannya.
7. Hubungan pendidikan dengan kejadian diare
Hasil penelitian menemukan bahwa responden yang berpendidikan
menengah dan tinggi sebagaian besar balitanya mengalami diare. Setelah
dilakukan uji chi-square dengan taraf signifikan 5% (0,05) diperoleh
bahwa p value = 0,787 yang berarti p value > 0,05 maka tidak ada
hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian diare pada balita di
Wilayah Kelurahan Kedungmundu Semarang.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Kasman (2004) yang mendapatkan bahwa ada hubungan pendidikan ibu
dengan kejadian diare. Pendidikan ibu berpengaruh terhadap kejadian
diare pada balita. Pendidikan yang lebih tinggi akan mempengaruhi cara
pandang ibu dalam pengasuhan anak termasuk dalam pencegahan diare.
Penelitian lain dilakukan oleh Irianto, dkk. (2004) yang menemukan
bahwa pendidikan ibu juga berpengaruh terhadap kejadian diare.
45
Perbedaan penelitian Irianto, dkk (2004) dengan penelitian ini terletak
pada jumlah subjek penelitian yang sangat besar yaitu 12.689 sampel serta
pada penelitian Irianto dkk, hanya meneliti sosio demografi dan
lingkungan. Penelitian Irianto juga membandingkan antara responden dari
desa dan responden dari kota.
Hasil penelitian ini tidak menemukan hubungan antara pendidikan
ibu dengan kejadian diare karena pendidikan ibu baik yang rendah maupun
yang menengah dan tinggi sebagian besar anak balitanya menderita diare.
Oleh karena itu tinggi atau rendahnya pendidikan tidak dapat
mempengaruhi kejadian diare pada balita. Kondisi dan daya tahan anak
serta perilaku kesehatan yang diterapkan setiap hari yang ditunjang dengan
kebersihan lingkungan lebih mempengaruhi terjadinya diare pada balita.
2. Hubungan pekerjaan dengan kejadian diare
Hasil penelitian menemukan bahwa sebagian besar responden tidak
bekerja. Pada responden tidak bekerja sebagian besar balitanya mengalami
diare (68,9%). Setelah dilakukan uji chi-square dengan taraf signifikan 5%
(0,05) diperoleh bahwa p value = 0,532 yang berarti p value > 0,05 maka
tidak ada hubungan antara pekerjaaan ibu dengan kejadian diare pada
balita di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hardi, Masni dan
Rahma (2012) yang menemukan bahwa pekerjaan ibu tidak berhubungan
dengan kejadian diare pada anak. Hal ini terjadi karena jenis pekerjaan
yang dilakukan oleh ibu tidak mengganggu dalam menjaga kesehatan
46
anak. Ibu yang bekerja dan ibu yang tidak bekerja akan tetap
memperhatikan kesehatan anak terutama berkaitan dengan kebersihan dan
asupan makanan yang harus diberikan kepada anak.
Pekerjaan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi ibu yang
bekerja dan ibu yang tidak bekerja. Hasil penelitian menemukan bahwa
pada ibu yang bekerja maupun yang tidak bekerja sebagian besar anak
balitanya menderita diare. Ibu yang bekerja tentunya sangat sulit untuk
mengasuh anaknya sendiri sehingga tugas pengasuhan didelegasikan
kepada orang lain yang apabila kurang memahami tentang kesehatan anak
maka akan berperilaku salah dalam menjaga dan mengasuh anak. Ibu yang
tidak bekerja yang dalam hal ini sebagai ibu rumah tangga biasanya
mengerjakan pekerjaan rumah tangga sendiri, jika dibarengi dengan
mengasuh anak terkadang juga kurang dapat memberikan pengawasan
yang baik kepada anak sehingga anak juga rawan terserang diare.
3. Hubungan pendapatan dengan kejadian diare
Hasil penelitian menemukan bahwa sebagian besar responden
pendapatan responden adalah kurang dari UMR. Pada responden yang
pendapatannya kurang dari UMR sebagaian besar balitanya mengalami
diare (72,9%). Setelah dilakukan uji chi-square dengan taraf signifikan 5%
(0,05) diperoleh bahwa p value = 0,828 yang berarti p value > 0,05 maka
tidak ada hubungan antara pendapatan ibu dengan kejadian diare pada
balita di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang.
47
Pendapatan keluarga menentukan ketersediaan fasilitas kesehatan
yang baik. Dimana semakin tinggi pendapatan keluarga, semakin baik
fasilitas dan cara hidup mereka yang terjaga akan semakin baik.
Pendapatan merupakan factor yang menentukan kualitas dan kuantitas
fasilitas kesehatan disuatu keluarga. Walaupaun demikian ada hubungan
yang erat antara pendapatan dan kejadian diare yang didorong adanya
pengaruh yang menguntungkan dari pendapatan yang meningkatkan, maka
perbaikan sarana atau fasilitas kesehatan serta masalah keluarga lainnya,
yang berkaitan dengan kejadian diare, hampir berlaku terhadap tingkat
pertumbuhan pendapatan. Namun demikian dalam penelitian ini
ditemukan tidak adanya hubungan antara pendapatan dengan kejadian
diare, hal ini menunjukkan bahwa kejadian diare pada responden
penelitian lebih dikarenakan oleh faktor perilaku kesehatan dan kesehatan
lingkungan sendiri.
4. Hubungan pengetahuan dengan kejadian diare
Hasil penelitian menemukan bahwa sebagian besar responden
pengetahuannya adalah baik. Pada responden yang pengetahuannya baik
sebagaian besar balitanya mengalami diare (68,2%). Setelah dilakukan uji
chi-square dengan taraf signifikan 5% (0,05) diperoleh bahwa p value =
0,265 yang berarti p value > 0,05 maka tidak ada hubungan antara
pengetahuan dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Puskesmas
Kedungmundu Semarang.
48
Dengan tingkat pengetahuan yang rendah tentang diare, seorang ibu
cenderung kesulitan untuk melindungi dan mencegah balitanya dari
penularan diare. Pengetahuan yang rendah ini menyebabkan masyarakat
mempnyai pandangan tersendiri dan berbeda terhadap penyakit diare.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rahman Hardi, Masni
dan Rahma (2012) yang menemukan bahwa pengetahuan berhubungan
dengan kejadian diare pada balita. Penelitian yang dilakukan oleh Ali
(2010) yang meneliti tentang hubungan pengetahuan ibu tentang diare
terhadap kejadian diare pada anak balita di Desa Sewulan Kecamatan
Dagangan Kabupaten Madiun menemukan bahwa pengetahuan
berhubungan dengan kejadian diare pada balita. Perbedaan penelitian Ali
(2010) dengan penelitian ini adalah terletak pada variabel bebas yang
digunakan yaitu hanya pengetahuan, sementara dalam penelitian ini selain
pengetahuan juga dibandingkan dengan variabel lain dalam analisis
multivariat.
5. Hubungan perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian diare
Hasil penelitian menemukan bahwa sebagian besar perilaku hidup
bersih dan sehat responden adalah baik. Pada responden yang perilaku
hidup bersih dan sehat yang baik sebagaian besar balitanya mengalami
diare (58,7%). Setelah dilakukan uji chi-square dengan taraf signifikan 5%
(0,05) diperoleh bahwa p value = 0,004 yang berarti p value < 0,05 maka
ada hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian diare
pada balita di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang.
49
Perilaku sanitasi hygiene merupakan faktor penting terhadap
kejadian diare. Perilaku ini dapat berupa kebiasaan mencuci tangan,
menjaga kebersihan masakan, menjaga kebersihan dalam mengelola
masakan dan menjaga kebersihan lingkungan. Penelitian yang dilakukan
oleh Darmawan, dkk. (2008) menemukan bahwa perilaku sanitasi hygiene
merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian diare. Perbedaan
penelitian Darmawan (2008) dengan penelitian ini adalah terletak pada
metode penelitian dimana penelitian Darmawan, dkk. menggunakan
metode penelitian studi deskriptif sementara dalam penelitian ini
menggunakan metode analitik
6. Hubungan higiene sanitasi makanan dengan kejadian diare
Hasil penelitian menemukan bahwa sebagian besar higiene sanitasi
makanan responden adalah baik. Pada responden yang higiene sanitasi
makanan yang baik sebagaian besar balitanya mengalami diare (58,8%).
Setelah dilakukan uji chi-square dengan taraf signifikan 5% (0,05)
diperoleh bahwa p value = 0,001 yang berarti p value < 0,05 maka ada
hubungan antara higiene sanitasi makanan dengan kejadian diare pada
balita di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang.
Higiene sanitasi makanan berkaitan dengan segala sesuatu dengan
proses penyajian makanan mulai dari kebersihan makanan itu sendiri
hingga peralatan-peralatan yang digunakan untuk menyajikan makanan itu
sendiri. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Wardhani (2012) yang menemukan bahwa higiene sanitasi makanan
50
berhubungan dengan kejadian diare. Higiene sanitasi makanan terdiri dari
kebersihan peralatan makan, sumber air, dan jenis makanan sendiri.
7. Hubungan status gizi dengan kejadian diare
Hasil penelitian menemukan bahwa sebagian besar status gizi anak
responden adalah baik. Pada responden yang status gizi anaknya baik
sebagaian besar balitanya mengalami diare (65,6%). Setelah dilakukan uji
chi-square dengan taraf signifikan 5% (0,05) diperoleh bahwa p value =
0,053 yang berarti p value > 0,05 maka tidak ada hubungan antara status
gizi dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Puskesmas
Kedungmundu Semarang.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wardani (2012) yang
menemukan bahwa status gizi tidak berhubungan dengan kejadian diare
pada anak. Status gizi baik merupakan faktor protektif terhadap kejadian
sering diare. Hal ini dimungkinkan karena kejadian diare tidak hanya
dipengaruhi status gizi tetapi juga faktor lain. Faktor lain tersebut antara
lain kekurangan ASI Eksklusif sehingga anak-anak sudah terpapar pada
penggantian air susu ibu dan makanan tambahan yang kemungkinan
pengolahan dan penyajiannya kurang higienis
8. Analisis regresi logistik faktor-faktor penyebab kejadian diare pada anak
Hasil penelitian didapatkan bahwa ada dua variabel mempunyai
pengaruh terhadap kejadian diare pada balita, dan keduanya dominan,
yaitu PHBS dan higiene sanitasi makanan. Perilaku sanitasi hygiene
merupakan faktor penting terhadap kejadian diare. Perilaku ini dapat
51
berupa kebiasaan mencuci tangan, menjaga kebersihan masakan, menjaga
kebersihan dalam mengelola masakan dan menjaga kebersihan
lingkungan. Hasil penelitian menemukan bahwa hasil analisis uji chi-
diperoleh p value = 0,004 yang berarti ada hubungan antara perilaku
PHBS dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Puskesmas
Kedungmundu Semarang. Hasil penelitian dengan menggunakan Chi
Square juga menemukan bahawa hubungan antara higiene sanitasi
makanan dengan kejadian diare didapatkan p value = 0,001 yang berarti
ada hubungan antara higiene sanitasi makanan dengan kejadian diare di
Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang.
Penelitian yang dilakukan oleh Darmawan, dkk. (2008) menemukan
bahwa perilaku sanitasi hygiene merupakan faktor yang mempengaruhi
kejadian diare. Perbedaan penelitian Darmawan (2008) dengan penelitian
ini adalah terletak pada metode penelitian dimana penelitian Darmawan,
dkk. menggunakan metode penelitian studi deskriptif sementara dalam
penelitian ini menggunakan metode analitik.
Penelitian lain dilakukan oleh Kasman (2004) yang menemukan
bahwa sanitasi lingkungan berpengaruh terhadap kejadian diare.
Perbedaan penelitian Kasman (2004) dengan penelitian ini terletak pada
variabel sanitasi hygiene, sementara dalam penelitian ini lebih
menekankan pada perilaku sanitasi hygiene yang dilakukan oleh ibu dalam
mencegah kejadian diare.
52
Hasil penelitian analisis faktor yang menjadi prediktor kejadian diare
pada balita di Puskesmas Kedungmundu Semarang dapat menambah
pengetahuan pada ibu-ibu terutama yang memiliki anak balita dan dapat
mengantisipasi dalam mencegah kejadian diare menimpa anak balitanya.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memberikan gambaran tentang
permasalahan diare sekaligus upaya pencegahannya terhadap anak balita
di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang.
Terdapat banyak faktor yang dapat dilakukan untuk mencegah
kejadian diare pada balita sehingga menurunkan angka kejadian diare pada
anak balita yang sangat rentan. Faktor tersebut meliputi faktor langsung
yang terdiri dari perilaku sanitasi hygiene dan kondisi lingkungan serta
faktor tidak langsung seperti pengetahuan, pendidikan, umur, pendapatan
dan sebagainya (Pudjiadi,2005; Notoatmodjo, 2003).
Penerapan hidup bersih dan sehat serta higiene sanitasi makanan
menjadi faktor utama karena pada dasarnya kejadian diare tidak terlepas
dari kehidupan bersih dan sehat termasuk menjaga kebersihan dan
kesehatan makanan yang diterapkan dalam suatu keluarga. Penerapan pola
hidup sehat dapat mencegah timbulnya berbagai bakteri dan virus
penyebab penyakit termasuk penyakit diare (Ngastiyah, 2005).
Pencegahan dan penanganan pada diare yang baik membutuhkan
ketepatan yaitu penerapan perilaku yang baik oleh ibu. Perilaku
pencegahan dan penanganan dapat terlaksana dengan baik jika seorang ibu
memiliki pengetahuan yang baik. Pengetahuan menjadi faktor dominan
53
dalam berperilaku. Semakin baik pengetahuan seseorang maka akan
mempengaruhi setiap perilaku yang dilaksanakan.
Notoatmodjo (2007) menyebutkan bahwa dalam berperilaku atau
dalam bertindak seseorang akan dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu
predisposisi, enabling dan reinforcing. Faktor predisposisi yang menjadi
pencetus utama adalah pengetahuan, sikap, norma, nilai kemasyarakatan
dan sebagainya. Sementara pengetahuan sendiri dapat terbentuk jika
dipengaruhi oleh bebera faktor termasuk pendidikan yang didapatkan.
Faktor yang mempengaruhi terbentuknya pengetahuan salah satunya
adalah pendidikan. Pendidikan ini dapat berupa pendidikan formal
maupun non formal. Pendidikan non formal bisa dapatkan dari adanya
penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan oleh petugas kesehatan terkait.
Penidikan responden penelitian ini yang sebagian besar adalah pendidikan
dasar yaitu sebanyak 53,5% dimungkinkan menjadi salah satu penyebab
rendahnya pengetahuan responden tentang kebersihan diri dan kebersihan
lingkungan yang dapat mempengaruhi kejadian diare.
Pengetahuan yang dimiliki oleh responden penelitian akhirnya juga
berimplikasi terhadap sikap yang dimiliki, dimana pengetahuan dan sikap
seseorang biasanya memang berjalan beriringan. Seseorang yang
pengetahuanya tinggi akan diikuti dengan sikapnya yang positif, demikian
pula sebaliknya jika pengetahuannya rendah juga diikuti dengan sikapnya
yang negatif. Sikap responden penelitian ini juga dapat dipengaruhi oleh
pengalaman masa lalu dimana kondisi lingkungan yang ditempati selama
54
ini dianggap tidak bermasalah maka kondisi kebersihan lingkungan
menjadi tidak terlalu diperhatikan.
Sanitasi hygiene atau kebersihan lingkungan yang tidak diperhatikan
tersebut ternyata saat ini menjadi salah satu penyebab utama terhadap
kejadian diare terutama pada balita dimana balita merupakan salah satu
kelompok umur yang sangat rentan terhadap serangan berbagai penyakit
menular termasuk diare.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa berdasarkan hasil analisis
hubungan faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada balita
mendapatkan bahwa hanya variabel PHBS dan higiene sanitasi makanan
yang berhubungan secara signifikan dengan kejadian diare. Berdasarkan
hasil analisis multivariat menggunakan regresi logistik juga menemukan
bahwa kedua variabel tersebut di atas yang menjadi prediktor terhadap
kejadian diare pada balita.
F. Kendala Penelitian
Adapun kendala dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Proses pengumpulan data peneliti menemukan kendala dimana banyak
responden yang awalnya menolak keikutsertaannya sebagai responden
karena takut berimplikasi terhadap keluarganya, namuan setelah peneliti
berikan penjelasan bahwa penelitian ini tidak berpengaruh apapun dan
nama responden dirahasiakan akhirnya mereka bersedia.
55
2. Pada penelitian ini menggunakan metode cross sectional, dimana desain
ini memiliki kelemahan yaitu tidak memiliki kemampuan untuk
menjelaskan dinamika perubahan kondisi dari populasi yang diamatinya
dalam periode waktu yang berbeda. Untuk peneliti selanjutnya sebaiknya
menggunakan metode yang lain.
3. Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan penelitian yang masih
perlu diperbaiki pada penelitian selanjutnya yaitu pada pengambilan data
hanya berdasarkan hasil jawaban kuesioner yang diberikan kepada ibu
sementara cross check dan observasi tidak dilakukan sehingga
dikhawatirkan responden kurang memahami maksud dari kuesioner.
Keseluruhan data penelitian juga hanya didasarkan pada kuesioner saja
sehingga tidak didapatkan hasil penelitian yang lebih detail sehingga
peneliti selanjutnya perlu melakukan observasi dan wawancara
mendalam untuk mendapatkan data yang lebih lengkap.
56
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Mayoritas pendidikan responden adalah pendidikan menengah yaitu
sebanyak 47 orang (61,8%).
2. Mayoritas ibu tidak bekerja atau IRT yaitu sebanyak 61 orang (80,3%).
3. Sebagian besar ibu memiliki pendapatan keluarga < UMR yaitu
sebanyak 48 orang (63,2%).
4. Mayoritas pengetahuan ibu adalah baik yaitu sebanyak 66 orang
(86,8%).
5. Mayoritas perilaku hidup bersih dan sehat adalah baik yaitu sebanyak 46
orang (60,5%).
6. Mayoritas higiene sanitasi makanan adalah baik yaitu sebanyak 51 orang
(67,1%).
7. Mayoritas status gizi anak adalah baik yaitu sebanyak 61 orang (80,3%).
8. Mayoritas balita yang menjadi responden mengalami diare yaitu
sebanyak 54 orang (71,1%).
9. Tidak terdapat hubungan pendidikan dengan kejadian diare di Wilayah
Puskesmas Kedungmundu Semarang.
10. Tidak terdapat hubungan penegtahuan dengan kejadian diare di Wilayah
Puskesmas Kedungmundu Semarang.
11. Terdapat hubungan PHBS dengan kejadian diare di Wilayah Puskesmas
Kedungmundu Semarang
57
12. Terdapat hubungan higiene sanitas makanan dengan kejadian diare di
Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang.
13. Tidak terdapat hubungan status gizi dengan kejadian diare di Wilayah
Puskesmas Kedungmundu Semarang.
14. Hasil uji regresi logistik hanya variabel PHBS dan higiene sanitasi
makanan yang berpengaruh terhadap kejadian diare dan variabel higiene
sanitasi makanan menjadi variabel yang memiliki pengaruh paling besar
B. Saran
1. Bagi Ibu Balita
Penelitian ini dapat menjadi informasi bagi ibu-ibu yang memiliki anak
balita agar dapat memperhatikan semua faktor yang dapat menjadi
penyebab terjadinya diare terutama faktor yang paling dominan yaitu
PHBS dan higiene sanitasi makanan dengan menghindari dan
mencegahnya, karena pada dasarnya mencegah lebih baik daripada
mengobati.
2. Bagi peneliti lain
Pada penelitian selanjutnya untuk mengukur variabel PHBS dan higiene
sanitasi makanan dapat dilakukan observasi sehingga hasilnya lebih
akurat.
3. Bagi institusi kesehatan
Institusi kesehatan diharapkan dapat meningkatkan penyulihan diare
terutama di tingkat posyandu, mengingat pada tingkat ini dapat
menjangkau masyarakat yang luas.
58
4. Masyarakat
Masyarakat diharapkan dapat memperhatikan kebersihan dan kesehatan
lingkungannya dengan baik, karena lingkungan yang buruk dapat
menjadi penyebab timbulnya sumber penyakit termasuk diare.