BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.ump.ac.id/3578/6/KAMSIAH - BAB IV.pdfhubungan...
Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.ump.ac.id/3578/6/KAMSIAH - BAB IV.pdfhubungan...
34
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Maka sesuai dengan sasaran penelitian, pada bab ini dibahas tentang
hubungan intertekstual antara dua karya sastra, yaitu naskah drama Ken Arok
karya Saini KM dengan novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer.
Hubungan tersebut antara lain; Pertama, mendeskripsikan persamaan dan
pertentangan tokoh dan penokohan. Kedua, mendeskripsikan persamaan dan
pertentangan pengaluran. Ketiga, mendeskripsikan persamaan dan pertentangan
pelataran.
Temuan peneliti berupa hubungan intertekstual terhadap penokohan,
pengaluran, dan pelataran dalam naskah drama Ken Arok karya Saini KM dengan
novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer, dapat dilihat dalam pembahasan
sebagaai berikut.
A. Persamaan dan Pertentangan Penokohan antara Naskah Drama Ken
Arok Karya Saini KM dengan Novel Arok Dedes Karya Pramoedya
Ananta Toer.
Tokoh dan penokohan menjadi hal penting dalam menganalisis karya
sastra, karena dengan unsur inilah, maka muncul peristiwa yang menimbulkan
konflik, pesan, amanat, moral dan hal lain yang ingin disampaikan pengarang.
Karya sastra yang dibuatnya pun akan mengikuti konvensi karya sastra
sebelumnya, baik membenarkan, mengembangkan, maupun menyimpang. Baik
Saini KM atau pun Pramoedya Ananta Toer dalam karyanya menggunakan kisah
sejarah yang sama sebagai dasar ceritanya, tetapi antara keduanya telah
menghidupkan sejarah tersebut dengan pendapatnya masing-masing. Maka
34
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
35
menjadi hal yang wajar, apabila terdapat persamaan maupun pertentangan
(perbedaan) antara naskah drama Ken Arok dengan novel Arok Dedes. Tetapi
sebelum memaparkan antara persamaan dan pertentangan (perbedaan) nya,
terlebih dahulu peneliti memberikan gambaran tokoh antara kedua karya sastra
tersebut. Berikut ini digambaran tokoh-tokoh dalam naskah drama Ken Arok karya
Saini KM dengan novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer.
Tabel 1
Tokoh pada naskah drama Ken Arok dan novel Arok Dedes
No. Nama Tokoh dalam
Naskah Drama Ken Arok
Nama Tokoh dalam
Novel Arok dedes
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
Ken Arok
Tunggul Ametung
Tita
Kertajaya
Lohgawe
Empu Gandring
Ken Dedes
Ken Umang
Kebo Ijo
Bongo Samparan
Empu Purwa
Ki Lembong
Anusapati
Empu Pamor
Empu Narayana
Mahisa Walungan
Gubar Baleman
Mahisa Taruna
Empu Sridhara
Empu Aditya
Punta
Prasanta
Orang Desa Batil
Juru Deh
Emban
-
-
-
Ken Arok
Tunggul Ametung
Kertajaya
Lohgawe
Empu Gandring
Ken Dedes
Ken Umang
Kebo Ijo
Bango Samparan
Empu Purwa
Ki Lembung
Belakangka
Arya Artya
Tanca
Lingsang
Gusti Putra
Hayam
Bana
Mundrayana
Oti
Rimang
Gede Mirah
Ki Lembong
Nyi Lembong
Lurah Sina
Tantripala
Lurah Moleng
Dadung Sungging
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
36
Berdasarkan tabel tersebut, jelaslah bahwa antara naskah drama dan
novel, keduanya memiliki persamaan dan pertentangan (perbedaan) tokoh dan
tidak menutup kemungkinan akan mengakibatkan adanya persamaan dan
perbedaan penokohan. Berikut pemaparan persamaan dan pertentangan tokoh dan
penokohan yang dimaksud.
1. Tokoh
Sebelum menjelaskan masalah penokohan, maka perlu diketahaui bahwa
tokoh-tokoh yang terlibat dalam naskah drama Ken Arok dan novel Arok Dedes
dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis, yaitu; berdasarkan keterlibatannya
dalam keseluruhan cerita, berdasarkan fungsi penampilan tokoh, dan berdasarkan
perwatakannya. Berikut pemaparan dari ketiga jenis tokoh yang dimaksud.
a. Tokoh Berdasarkan Keterlibatannya dalam Keseluruhan Cerita
1) Persamaan
Keterlibatan para tokoh dalam keseluruhan cerita, dapat dibedakan
menjadi dua, yakni tokoh utama (sentral) dan tokoh tambahan (bawahan).
Seringkali dalam sebuah cerita akan melibatkan beberapa tokoh, maka menjadi
hal penting untuk pertama kali dapat menentukan tokoh sentralnya.
Baik dalam naskah drama Ken Arok maupun novel Arok Dedes, terdapat
tokoh sentral yang menjadi bagian penting dan utama dalam peristiwa yaitu
tokoh “Ken Arok”. Tokoh ini merupakan tokoh yang paling banyak diceritaan,
banyak berhubungan dengan tokoh-tokoh lain dan menjadi tokoh yang paling
banyak terlibat dengan makna yang ingin pengarang sampaikan.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
37
Dipastikan tokoh sentral dalam naskah drama Ken Arok adalah Ken
Arok. Hal tersebut dikarenakan, dari keseluruhan babak (episode) yang ada,
tokoh ini hampir selalu terlibat bahkan hadir dalam setiap babaknya, kecuali pada
babak dua, tiga, empat, sebelas, dan tigabelas. Maka dapat disimpulkan bahwa
Ken Arok (sentral) telah terlibat dalam delapan babak dari empatbelas babak yang
ada. Meskipun dalam enam babak tersebut tidak digambarkan secara langsung,
tetapi keterlibatan tokoh sentral dapat digambarkan melalui pembicaraan
antartokoh. Inilah yang menjadi fungsi ketidakhadirannya dalam enam babak
tersebut.
Ketidakhadiran tokoh sentral pada babak dua berfungsi memberikan
kesempatan kepada tokoh Kertajaya dan para pengikutnya (tokoh tambahan)
untuk membicarakan tokoh sentral. Pembicaraan antartokoh tersebut mengacu
pada pokok permasalahannya yang ditujukkan untuk pencapaian penangkapan
terhadap tokoh sentral (Ken Arok menjadi buronan kerajaan Kediri).
Ketidakhadiran tokoh sentral pada babak tiga, empat dan enam menjadi
kesempatan bagi tokoh Tunggul Ametung dan kaum brahmana, untuk
membicarakan tokoh sentral. Pada ketiga babak tersebut digambarkan siasat kaum
brahmana dengan meminta persetujuan dari Tunggul Ametung, untuk dapat
menjinakkan Ken Arok (sentral). Pada babak tiga, empat dan enam juga menjadi
gambaran tokoh Tunggul Ametung dan kaum brahmana sebagai tokoh yang
memperjuangkan sesuatu, berupa kebenaran dan kedamaian.
Pada babak sebelas, ketidakhadiran tokoh sentral berfungsi untuk
menggambarkan dampak yang ditimbulkan oleh tokoh sentral, yaitu berkuasanya
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
38
tokoh sentral di Tumapel menyebabkan tumbangnya Kertajaya. Ketidakhadiran
tokoh sentral juga terdapat pada babak tigabelas. Pada babak ini berfungsi untuk
memberikan kesempatan kepada tokoh Anusapati untuk membicarakan tokoh
sentral. Pada babak sebelas ini juga berfungsi untuk membeberkan situasi
delapanbelas tahun setelah berkuasanya tokoh sentral di kerajaan Singasari.
Bukan hanya pada naskah dramanya, dalam novel Arok Dedes pun tokoh
sentral (Ken Arok) menjadi tokoh yang paling banyak terlibat dalam ceritanya.
Meskipun tidak selalu dimunculkan dalam setiap peristiwa atau kejadian, tetapi
kehadiran tokoh sentral hampir selalu muncul di setiap babnya. Dari sepuluh bab
yang ada, hanya ada satu bab yang tidak menggambarkan kehadiran tokoh Ken
Arok, yaitu pada bab tiga. Pada bab ini digunakan untuk menggambarkan tokoh
Ken Dedes, yang cukup berperan dalam peristiwa dan munculnya konflik.
Kaitannya dengan tokoh sentral, pada bab tiga ini digambarkan tokoh Ken Dedes
yang memiliki rasa ingin tahu (penasaran) terhadap tokoh sentral. Digambarkan
pada bab tiga, bahwa telah muncul seorang brahmana muda dengan nama Borang
(sebenarnya Ken Arok), diberitakan ia telah membuat kerusuhan khususnya bagi
penghuni Tumapel. Ken Dedes ingin sekali mengetahui siapa sebenarnya
brahamana muda yang bernama Borang itu.
Pada dasarnya tokoh sentral berperan sebagai tokoh yang paling banyak
diceritakan, dan banyak berhubungan dengan tokoh lainnya. Maka dari itu,
peristiwa atau jalinan peristiwa dalam sebuah cerita khususnya naskah drama dan
novel, tidaklah cukup hanya tokoh sentral yang berperan dalam ceritanya. Adapun
diharuskannya campur tangan dari tokoh lain yaitu berperan sebagai tokoh
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
39
tambahan, ini dikarenakan antara tokoh satu dengan tokoh lainnya saling terkait
dan sangat menentukan perkembangan plot (alur) secara keseluruhan. Tokoh
tambahan dimaksudkan juga sebagai penyempurna dalam munculnya berbagai
konflik, baik sebagai pendukung atau penentang tokoh sentral.
Adapun persamaan tokoh tambahan dalam naskah drama Ken Arok
dengan novel Arok Dedes, adalah sebagai berikut.
Pertama, Ken Dedes. Tokoh ini berperan sebagai isteri Tunggul
Ametung yang kemudian menjadi isteri Ken Arok. Baik dalam naskah drama
maupun pada novelnya, tokoh Ken Dedes memiliki kadar keutamaan yang lebih
daripada tokoh lainnya. Tokoh ini dapat juga disebut sebagai tokoh tambahan
yang utama. Hal tersebut dikarenakan Ken Dedes ini banyak berkaitan dengan
tokoh sentral. Kehadirannya juga mempengaruhi dalam pengembangan alur.
Dalam naskah drama, tokoh Ken Dedes dimaksudkan sebagai tujuan utama (hal
yang ingin dicapai) tokoh sentral. Lain pada novelnya, tokoh Ken Dedes berperan
sebagai tokoh yang mendukung tokoh sentral, dan bukan menjadi sasaran utama
tokoh sentral.
Kedua, Tunggul Ametung. Sama halnya dengan tokoh Ken Dedes,
Tunggul Ametung juga termasuk sebagai tokoh tambahan yang utama. Tokoh ini
berperan sebagai penentang tokoh sentral, dimana kemunculan tokoh ini dalam
cerita difungsikan sebagai salah satu sasaran perjuangan tokoh sentral.
Ketiga, Kertajaya. Selain Tunggul Ametung, tokoh Kertajaya juga
berperan sebagai tokoh yang dijadikan sasaran tokoh sentral, bahkan menjadi
sasaran paling utama. Baik dalam naskah drama maupun dalam novelnya,
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
40
perjuangan untuk mencapai tujuan lebih difokuskan pada Tumapel (Tunggul
Ametung). Maka kehadiran tokoh Kertajaya, tidak banyak digambarkan dalam
ceritanya, namun tokoh ini berpengaruh pula dalam timbulnya konflik atau
masalah, sehingga dapat dikatakan Kertajaya sebagai tokoh tambahan yang utama.
Keempat, Lohgawe. Tokoh ini berperan sebagai tokoh tambahan yang
berperan sebagai tokoh penengah, antara tokoh sentral dan tokoh penentangnya.
Kehadirannya juga berfungsi sebagai penyelesai atau yang menyudahi
permasalahan. Dalan novelnya, selain sebagai tokoh penengah, tokoh ini juga
berperan sebagai pendukung tokoh sentral.
Kelima, Empu Gandring dan Kebo Ijo. Kehadiran kedua tokoh tersebut
berfungsi sebagai tokoh yang digunakan oleh tokoh sentral sebagai sasaran
(korban) dalam perjuangannya untuk mencapai tujuan.
Keenam, Bango Samparan. Kehadirannya sebagai pendukung tokoh
sentral. Dalam naskah dramanya, tokoh ini dihadirkan secara langsung namun
tidak terlalu berpengaruh terhadap perkembangan konflik. Sedangkan pada
novelnya, tokoh Bango Samparan, memang tidak dihadirkan secara langsung
melainkan dihadirkan melalui tokoh sentral, namun tokoh ini cukup berpengaruh
dalam perkembangan konflik.
Ketujuh, Ki Lembong (Lembung dalam novelnya). Tokoh ini
dimaksudkan sebagai tokoh yang berjasa bagi tokoh sentral. Baik dalam naskah
drama maupun dalam novelnya, Ki Lembong tidak sering dimunculkan,
meskipun dimunculkan itupun tidak secara langsung, melainkan kehadirannya
digambarkan melaui pembicaraan tokoh lainnya.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
41
Kedelapan, Empu Purwa. Tokoh ini berfungsi sebagai tokoh yang
menerima akibat yang ditimbulkan oleh penentang tokoh sentral. Anaknya; Ken
Dedes telah diculik oleh Tunggul Ametung dan dinikahinya tanpa restu dari Empu
Purwa. Kehadiran tokoh ini sebenarnya tidak terlalu mendukung dalam
munculnya konflik, karena ia hanya sebagai korban.
Kesembilan, Ken Umang. Tokoh ini berperan sebagai pendukung tokoh
sentral. Dalam naskah drama hanya terdapat satu babak yang menggambarkan
kehadiran Ken Umang dan terkesan tidak berpengaruh dalam perkembangan
konfliknya. Sedangkan pada novelnya, Ken Umang kerap muncul dalam berbagai
peristiwa. Selain itu tokoh ini juga difungsikan sebagai pemanis cerita agar tidak
terkesan monoton. Diceritakan dalam novelnya, bahwa Ken Umang adalah
kekasih Ken Arok (sentral). Sejak kecil Ken Umanglah yang selalu berbaik hati
pada Ken Arok, meskipun tidak rupawan tetapi tutur kata dan tingkah lakunya
yang lembut telah membuat Ken Arok lebih menyayanginya.
Dari bebrapa hal yang sudah disebutkan, maka dapat disimpulkan bahwa
kemunculan tokoh-tokoh tambahan memiliki porsi yang lebih sedikit
dibandingkan dengan tokoh sentral. Kehadirannya pun dimunculkan apabila
terkait dengan tokoh sentral. Selain itu, tokoh-tokoh yang sudah dipaparkan di
atas termasuk sebagai tokoh tambahan namun yang utama, dapat dikatakan
sebagai tokoh yang sudah melekat pada ceritanya. Kemungkinan apabila terdapat
pengarang lainnya yang bermaksud menceritakan tentang kehidupan „Ken Arok‟,
tidak lain tokoh-tokoh tambahan tersebut adalah tokoh yang harus terlibat dalam
penceritaannya.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
42
Baik dalam naskah drama Ken Arok maupun novel Arok Dedes, juga
terdapat tokoh tambahan yang dapat dikatakan sebagai tokoh yang kurang
penting. Tanpa ketidakhadirannya, inti atau makna cerita tetap dapat tersampaikan
kepada pembaca atau penikmat, meskipun menjadi kurang sempurna. Adapun
tokoh tambahan yang dimaksud adalah; para prajurit, dayang-dayang dan
pengikut Ken Arok. Berhubungan dengan analisis yang dilakukan peneliti,
ternyata dalam ceritanya tokoh-tokoh tersebut tidak dideskripsikan secara detail,
dan terkesan hanya sebagai pelengkap atau penyempurna cerita. Sehubungan
dengan hal tersebut, maka peneliti pun tidak dapat melakukan kajian secara lebih
terperinci pula.
2) Pertentangan
Tokoh utama dalam naskah drama Ken Arok dan novel Arok Dedes
memiliki persamaan yaitu “Ken Arok” sebagai tokoh utama, dan tidak ada hal
yang berbeda atau dipertentangkan terhadap tokoh tersebut. Lain halnya pada
tokoh tambahan yang banyak mengalami perbedaan (bertentangan). Hal tersebut
dikarenakan masing-masing pengarang (Saini KM dan Pramoedya Ananta Toer)
telah memilih dan mempersiapkan para tokohnya dengan sedemikian rupa. Selain
itu, bukankah tokoh yang dihadirkan harus memiliki beban dalam membangun
permasalahan-permasalahan atau konflik-konflik di dalam masing-masing
ceritanya. Maka kemungkinan untuk melencengnya sosok tokoh yang telah
dipersiapkan masing-masing pengarang itu dapat saja terjadi. Berikut dijelaskan
pertentangan tokoh tambahan antara naskah drama Ken Arok dengan novel Arok
Dedes.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
43
Tabel 2
Perbedaan tokoh tambahan antara Naskah Drama Ken Arok dengan Novel Arok
Dedes
No. Naskah Drama Ken Arok Novel Arok Dedes
1. Anusapati Belakangka
2. Mpu Pamor Arya Artya
3. Mpu Narayana Tanca
4. Mahisa Walungan Lingsang
5. Gubar Baleman Gusti Putra
6. Mahisa Taruna Hayam
7. Mpu Sridhara Bana
8. Mpu Aditya Mundrayana
9. Punta Oti
10. Prasanta Rimang
11. Orang Desa Batil Gede Mirah
12. Juru Deh Nyi Lembung
13. Emban Lurah Sina
14. Tita Tantripala
15. - Dadung Sungging
16. - Lurah Moleng
Dalam naskah drama muncul tokoh Anusapati, berperan sebagai anak
kandung dari Tunggul Ametung yang menjadi anak pungut Ken Arok. Meskipun
tokoh ini termasuk sebagai tokoh tambahan, namun kehadirannya menjadi hal
penting karena kehadirannya berfungsi sebagai tokoh pemenang, sekaligus untuk
menyelesaikan permasalahan atau mengakhiri ceritanya. Hal tersebut dikarenakan
pada naskah drama memang terkesan ingin menceritakan kembali hakikat sejarah
masa lampau, sehingga menitikberatkan pula pada silsilah kerajaan. Berbeda pada
novel Arok Dedes, yang sama sekali tidak memunculkan tokoh Anusapati. Hanya
saja digambarkan pada novelnya, bahwa saat peristiwa tumbangnya Tunggul
Ametung, isterinya; Ken Dedes sedang mengandung anak darinya, tidak pula
digambarkan kelahiran anak yang saat itu sedang dikandungnya. Apakah anak
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
44
yang dikandungnya akan lahir sebagai Anusapati atau dengan nama lain, itu
menjadi kebebasan para pembaca.
Adapun tokoh tambahan lain, yang kehadirannya pada naskah drama tidak
berpengaruh pada perkembangan konflik. Tokoh yang dimaksud antara lain;
Mahisa Walungan (adiknya panglima pasukan Kediri), Gubar Baleman
(panglima pasukan Kediri), Mahisa Taruna (perwira pasukan Kediri), Mpu
Narayana dan Mpu Aditya (menteri Kertajaya), Mpu Pamor dan Mpu
Sridhara (pendeta kerajaan Kediri). Tokoh-tokoh tersebut tidaklah dimunculkan
oleh Pramoedya Ananta Toer dalam novel Arok Dedes, dan memang tidak perlu
untuk dimunculkan. Hal ini dikarenakan, tokoh-tokoh tersebut merupakan tokoh
yang sengaja dimunculkan oleh pengarang sebagai gambaran tentang siapa saja
yang orang-orang yang yang berada di kerajaan Kediri. Sedangkan pada novel,
Pramoedya lebih banyak menggambarkan keadaan Tumapel bukan Kediri. Maka
tokoh-tokoh tersebut tidak perlu dimunculkan dalam novel.
Berbeda dengan novel, mengingat naskah drama juga memiliki tujuan
untuk dipentaskan, tentunya akan menjadi monoton apabila suasana dari awal
hingga akhir cerita selalu menegangkan. Maka menjadi hal yang wajar apabila
suasana perlu dicairkan atau dikendorkan dengan kehadiran tokoh parodi,
meskipun hanya sementara. Seperti halnya dengan naskah drama Ken Arok ini,
kehadiran tokoh; Punta, Prasanta, Juru Deh, dan Emban, menjadi tokoh yang
cukup penting apabila dilihat dari segi pementasannya. Tetapi apabila dilihat
secara tekstual, keempat tokoh tersebut dapat dikatakan tidak begitu penting
karena tidak berpengaruh pada perkembangan konflik dalam ceritanya. Punta,
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
45
Prasanta, Juru Deh, dan Emban dalam naskah drama berperan sebagai bawahan
(pelayan) nya Anusapati. Berhubung dalam novel, tidak dimunculkan tokoh
Anusapati maka wajar apabila beberapa tokoh tersebut juga tidak dimunculkan
dalam novelnya.
Selain Anusapati, tokoh lain yang turut serta berperan dalam penyelesaian
konflik atau cerita adalah Orang Desa Batil. Pembunuhan terhadap Ken Arok
telah dilakukannya atas suruhan Anusapati. Tokoh ini berperan sebagai
penyampai informasi kepada Anusapati, terhadap kerusuhan yang dilakukan oleh
tokoh sentral (Ken Arok), berfungsi untuk memunculkan konflik kembali menuju
ke penyelesaian.
Adapun pendukung tokoh sentral (Ken Arok), sekaligus sebagai
sahabat baiknya yaitu digambarkan oleh tokoh Tita. Tokoh ini sebenarnya tidak
berpengaruh pada perkembangan konflik. Kehadirannya hanya sebagai
pendukung penuh tokoh sentral, dan seringkali kehadirannya selalu bersamaan.
Begitu juga pada novelnya, tokoh sentral juga memiliki sahabat baik seperti Tita
dalam naskah dramanya, tetapi gambaran dalam novelnya, tokoh tersebut
berperan dengan nama Tanca bukan Tita. Sebenarnya baik Tita maupun Tanca,
keduanya memiliki peran dan fungsi yang sama.
Demikian dijelaskan beberapa tokoh tambahan yang terdapat dalam
naskah drama Ken Arok, namun tidak terdapat dalam novel Arok Dedes. Maka
sebaliknya , tidak sedikit tokoh tambahan yang terdapat pada novel, namun tidak
dimunculkan pula dalam naskah dramanya. Tokoh yang dimaksud, antara lain
sebagai berikut.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
46
Belakangka, Dadung Sungging dan Arya Artya, berperan sebagai
penghalang perjuangan tokoh sentral. Ken Arok (tokoh sentral) berusaha
menggulingkan Akuwu Tumapel dengan maksud menyelamatkan rakyat dari
kekejamannya. Tetapi perjuangan Ken Arok terhalang oleh Belakangka, Dadung
Sungging dan Arya Artya, yang memiliki ambisi menggulingkan Akuwu Tumapel
pula. Tetapi ambisi dari ketiga-tiganya, semata-mata untuk kepentingan diri
mereka sendiri, bukanlah untuk kepentingan rakyat. Maka kehadiran dari ketiga
tokoh tersebut menjadi penting karena mempengaruhi dalam perkembangan
konflik. Ketiganya berlaku sebagai tokoh tambahan, karena kehadiran pada
ceritanya tidak sebanyak penggambaran tokoh sentral. Namun, pada tokoh
Belakangka, ia dapat dikatakan sebagai tokoh tambahan yang utama, karena ia
berperan penuh terhadap rencana untuk menjatuhkan Ken Arok. Kehadiran
Belakangka pun memiliki porsi yang lebih banyak, dibandingkan dengan tokoh
Dadung Sungging dan Arya Artya. Lain halnya pada naskah drama Ken Arok,
Saini KM tidaklah memunculkan tokoh yang berperan sebagai penghalang
perjuangan Ken Arok. Hal ini dikarenakan pada naskah drama, pengarang
terfokus pada konflik utama. Tanpa adanya tokoh penghalang maka tidak
mempengaruhi, mengurangi, bahkan mengubah inti cerita yang hendak
dikomunikasikan kepada pembaca.
Dalam novel Arok Dedes oleh Pramoedya dicantumkan beberapa tokoh
yang berfungsi sebagai pendukung tokoh sentral, di antaranya; Tanca yang
berperan sebagai pendamping setia Ken Arok. Keduanya sama-sama berjuang
baik dalam hal pendidikan maupun dalam perang melawan Tumapel. Tokoh
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
47
pendukung lain sebut saja Tantripala, guru Ken Arok yang pertama sebelum ia
menempuh pendidikan kepada Dang Hyang Lohgawe. Dengan bekal ilmu yang
telah Ken Arok pelajari, maka ia dengan Tanca berencana untuk melakukan
serangan kepada Tumapel yang juga dibantu oleh tokoh pendukung; Hayam dan
Lingsang. Keduanya diposisikan sebagai pimpinan pasukan perang. Dalam
perang melawan pasukan Tumapel yang tidak sedikit jumlahnya, semakin banyak
juga orang-orang yang menggabungkan diri dengan pasukan Ken Arok.
Kebanyakan orang-orang yang datang padanya adalah mereka yang merasa
tertindas oleh pihak kerajaan. Tokoh tersebut adalah Gusti Putra (seorang
Silpasastrawan Tumapel), Bana (bekas prajurit Tumapel), Mundrayana, dan Oti
( pasangan suami isteri yang menjadi budak Tumapel di pematang emas).
Beberapa tokoh tersebut berperan sebagai penolong tokoh sentral. Jelaslah tokoh-
tokoh yang ada pada novel tersebut tidak akan mungkin tercantum pada naskah
dramanya, karena perjuangan tokoh sentral tidak dilakukannya dengan jalan
peperangan seperti dalam novelnya. Pada naskah drama digambarkan perjuangan
tokoh sentral lebih bersifat rahasia. Ken Arok melakukan penggulingan terhadap
Akuwu dengan tangannya sendiri.
Adapun pada novel Arok Dedes, digambarkan beberapa tokoh yang tidak
begitu terlibat terhadap perkembangan konflik, dan terkesan hanya sebagai
pelengkap cerita. Tokoh yang dimaksud, antara lain; Rimang dan Gede Mirah
(pelayan di Tumapel), Lurah Sina (lurah dapur Tumapel), dan Lurah Moleng
(lurah di pendulangan emas). Beberapa tokoh tersebut berperan sebagai tokoh
tambahan, karena kehadirannya hanya bersifat sesaat saja.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
48
Dalam novelnya juga terdapat tokoh yang berperan sebagai tokoh yang
menerima akibat dari tindakan penentang tokoh sentral. Nyi Lembung menjadi
hidup sendiri setelah suaminya; Ki Lembung mati terbunuh oleh prajurit
Tumapel. Ini pula yang menjadi salah satu ambisi tokoh sentral untuk
membalaskan dendamnya kepada Tumapel. Sedangkan pada naskah drama tokoh
Nyi Lembong tidak dihadirkan. Yang diceritakan hanya Ki Lembong yang telah
menemukan bayi Ken Arok dan sebagai ayah pungut yang pertama.
b. Tokoh Berdasarkan Fungsi Penampilan Tokoh
1) Persamaan
Adapun persamaan tokoh berdasarkan fungsi penampilan tokoh dalam
naskah drama maupun novelnya, yaitu terdapat empat tokoh protagonis dan satu
tokoh antagonis. Dalam naskah drama Ken Arok dan novel Arok Dedes, yang
sama-sama digambarkan oleh pengarang sebagai tokoh protagonis adalah Ken
Dedes, Ken Umang, Mpu purwa, dan Lohgawe, sebaliknya yang sama-sama
digambarkan sebagai tokoh antagonis adalah Prabu Kertajaya raja Kediri. Berikut
pemaparan persamaan tokoh tersebut.
a) Ken Dedes sebagai tokoh protagonis
Ken Dedes gadis cantik dari desa, anak seorang brahmana bernama Empu
Purwa, sekaligus isteri dari Tunggul Ametung, yang akhirnya menjadi isteri dari
Ken Arok. Sebagai anak dari seorang brahmana, Ken Dedes selalu menjunjung
nilai-nilai agama. Ken Dedes mendapat ulukan sebagai brahmani muda.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
49
Baik dalam naskah drama maupun dalam novel, tokoh Ken Dedes
dimaksudkan sebagai pasangan dari tokoh sentral, sebagai tokoh yang berperan
untuk dikagumi oleh tokoh sentral. Ken Dedes ini dimunculkan dalam ceritanya
dengan maksud sebagai gambaran seorang perempuan yang meskipun memiliki
kemewahan dan menyandang gelar „Yang Mulia‟, tetapi pernikahannya dengan
seorang yang berkuasa (dalam novel; Tunggul Ametung dan naskah drama;
adalah Ken Arok) tidak pernah membuatnya merasakan kebahagiaan. Maka dapat
dikatakan bahwa kekayaan dan jabatan memang penting tapi itu bukan jaminan
untuk mencapai kebahagiaan. Selain itu sikap „sabar‟ juga digambarkan oleh
tokoh Ken Dedes. Kesabaran dan ketabahannya dalam menghadapi permasalahan,
menjadikannya semakin kuat dan bisa tetap bertahan, dan akhirnya kemenangan
pun menjadi miliknya juga.
Dalam naskah drama Ken Arok karya Saini KM, Ken Dedes digambarkan
sebagai tokoh protagonis. Ia seorang perempuan yang baik, hormat pula pada
suaminya. Meskipun ia dinikahi secara paksa oleh Ken Arok, namun tanggung
jawabnya sebagai seorang isteri dan ibu tetap ia penuhi. Hal tersebut ditunjukkan
dengan kutipan berikut.
Ken Arok : Tidak benar, saya mau kau berada di sini.
Ken Dedes : Saya akan mengganggu Kakanda. Biarlah saya berada di
antara anak-anak kita. Mereka memerlukan saya di sana,
apalagi kalau Kakanda tidak berada di antara mereka.
Ken Arok : Baiklah. Tapi bagaimana kabarnya Anusapati?
Ken Dedes : Dia baik-baik saja, kakanda. Kemarin saya terima suratnya
(Saini KM, 1990:82).
Berdasarkan kutipan tersebut, jelaslah Ken Dedes merupakan tokoh yang
berlaku baik, juga penurut, terlebih ia sangat menghormati suaminya, meskipun ia
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
50
sebenarnya tidak menyukai tingkah suaminya yang suka berjudi, mabuk-
mabukan, dan bemain perempuan. Ken Dedes sebagai tokoh protagonis juga
digambarkan dalam novel Arok Dedes. Ia anak semata wayang dari Empu Purwa
sekaligus sebagai murid utamanya. Pelajaran-pelajaran tentang segala bentuk
kebaikan ia dapatkan dari para gurunya dan dari kitab-kitab tentang keagamaan.
Hal tersebut sesuai dengan kutipan berikut.
Waktu Hyang Surya terbit, Yang Suci Belakangka di Pendopo
mengumumkan pada sekalian pembesar pekuwan, bahwa Ken Dedes
adalah seorang perawan suci yang mematuhi ajaran nenek moyang, para
dewa dan para guru (Toer, 2009:25).
b) Ken Umang sebagai tokoh protagonis
Saini KM dalam naskah dramanya memunculkan tokoh Ken Umang,
berperan sebagai isteri (permaisuri) dari Ken Arok. Tindakan tercela dari Ken
Arok, seperti berjudi dan meminum arak yang berlebihan menjadi hal yang
kurang ia sukai. Seringkali suaminya melakukan hal tersebut namun Ken Umang
kerap melarangnya. Hal tersebut sesuai dengan kutipan berikut.
Ken Umang : Kanda, Kanda terlalu mabuk. Istirahat dulu, atau
berhentilah minum. Makanlah sesuatu.
Ken Arok : Siapa yang mabuk? Tidak. Ayo putar dadunya.
Pria : Gusti belum meletakkan taruhannya.
Ken Arok : Mana uangku?
Ken Umang : Sudah habis.
Ken Arok : Ambil!
Ken Umang : Tidak, Kanda sudah terlalu lama berjudi. Kanda terlalu
banyak minum. Sekarang istirahat dulu (Saini KM,
1990:99).
Ken Umang sebagai tokoh protagonis juga digambarkan dalam novel Arok
Dedes. Pramoedya menggambarkan tokoh Ken Umang sebagai seorang
perempuan yang tidak rupawan, namun baik hatinya. Sejak kecil ia menaruh
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
51
perhatian kepada Ken Arok saudara angkatnya. Keduanya pun saling
menyayangi. Kebaikan Umanglah yang telah membuat Ken Arok terpikat
padanya. Hal tersebut sesuai dengan kutipan berikut.
...Ki Bango Samparan semakin sayang kepadanya, hampir tak turun lagi
ke sawah atau ladang, menjadi bandar dadu, dan selalu membawa pulang
kemenangan.
Semakin banyak yang diterimanya, dan dengan sembunyi-
sembunyi diberikannya kepada Umang.
“Biar aku simpankan untuk kakang” sambutnya selalu.
“Buat apa aku? Untuk kau sendiri”
Dengan diam-diam Umang menyimpankan untuk dirinya. Dan ia
semakin terpikat pada budi bahasanya yang manis dan tanpa pamrih.
Sayang dia tidak rupawan, sering ia menyesali Umang (Toer, 2009:77).
Berdasarkan kutipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Ken Umang pada
dasarnya memang tidak rupawan, tetapi ia memiliki hati yang tulus. Itu yang
membuat Ken Arok benar-benar menyayanginya. Dapat diambil nilai positif dari
tokoh Ken Umang tersebut, yaitu bahwa meskipun seseorang tidak memiliki
kecantikan secara fisik, tetapi cantik dari dalam hatinya, maka ia pun akan tetap
disayangi oleh orang-orang di sekelilingnya.
c) Empu Purwa sebagai tokoh protagonis
Empu Purwa berlaku sebagai tokoh protagonis. Ia seorang pendeta Budha,
dikenal sebagai kaum brahmana yang terpelajar. Sudah barang tentu Empu Purwa
memiliki watak dan tingkah laku yang baik. Seperti yang digambarkan oleh Saini
KM dalam naskah dramanya. Berikut kutipannya.
Mpu Purwa : Kita tidak berhak membalas kejahatan dengan kejahatan.
Hanya kebaikan yang menyudahkan kejahatan. Demikian
ajaran Sang Budha (Saini KM, 1990:93).
Berdasarkan kutipan tersebut, maka jelaslah bahwa tokoh Empu Purwa
bukanlah tipe pendendam. Ia seorang yang bertindak dalam hal kebaikan, ajaran
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
52
agama sudah menjadi tuntunan baginya dalam menjalani hidup. Begitu pula dalam
novel Arok Dedes. Pramoedya telah menggambarkan Empu Purwa adalah seorang
yang berlaku baik, penyayang terlebih kepada Ken Dedes. Ia tidak suka dengan
kehidupan yang menyesatkan seperti tingkah dan laku buruk Tunggul Ametung.
Hal tersebut sesuai dengan kutipan berikut.
Sejak kecil ibunya telah meninggal. Semua kasih sayang Empu
Purwa tertumpah padanya sebagai anak tunggal. Antara ayah dan anak
terjalin kemesraan, yang mengharukan bagi para brahmana yang datang
berkunjung. Dan mereka tidak menolak kesertaannya dalam semadhi
bersama. Tidak jarang semadhi itu ditujukan untuk hancurnya Tunggul
Ametung, agar Hyang Mahakala tidak membinasakan semua-mua karena
kesesatannya (Toer, 2009:107).
d) Lohgawe (Dang Hyang Lohgawe) sebagai tokoh protagonis
Sebutan Dang Hyang adalah untuk mereka yang pribadinya bekerja demi
kemuliaan Hyang Syiwa. Juga ketinggian dan keluasan ilmu yang dikuasainya.
Baik dalam naskah drama maupun novel, masing-masing penulis telah
menggambarkan tokoh Lohgawe adalah seorang yang sangat meninggikan nilai
keagamaan. Terkait dengan ilmu yang dikuasainya, dialah yang disebut-sebut
sebagai pemimpin kaum brahmana, atau orang tertinggi di kaum brahmana.
Pastilah orang yang demikian memiliki watak dan perilaku baik, yang patut ditiru
oleh para murid atau pengikutnya.
Saini KM dalam naskah drama menggambarkan tokoh Lohgawe sebagai
tokoh panutan bagi warga sekitar. Kerusuhan yang dilakukan oleh Ken Arok
merupakan salah satu tanggung jawabnya. Sebagai brahmana yang bertugas
mendidik Ken Arok untuk menjadi seorang yang baik-baik. Hal tersebut sesuai
dengan kutipan berikut.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
53
Lohgawe : (Kepada Mpu Pamor dan Mpu Sridhara) Setengah tugas
kita selesai. Tinggal kita berusaha mendidik Ken Arok,
menjinakkannya, sehingga benar-benar ia jadi seorang
manusia (Saini KM, 1990:49).
Dang Hyang Lohgawe dalam novelnya digambarkan sebagai tokoh yang
sangat dihormati oleh para pengikutnya. Tokoh ini sangat menentang siapapun
yang melakukan kesesatan, termasuk Tunggul Ametung. Maka pada saat
tumbangnya Tunggul Ametung, itu berarti adalah kemenangan baginya, dan
kemenangan bagi para rakyat Tumapel. Hal tersebut sesuai dengan kutipan
berikut.
Dang Yang Lohgawe mengangkat satu tangan. Orang pun berlutut
dan mengangkat sembah.
“Dengarkanlah kalian semua yang telah memenangkan perang.
Dengan kemenangan ini maka telah selesai babak perlawanan terhadap
Akuwu Tumapel Tunggul Ametung. Kita semua memasuki babak lain,
yang sama sekali berlainan daripada sebelumnya jangan bangunkan macan
tidur. Para dewa telah membenarkan kejahatan Tunggul Ametung dan
kemenangan kita. Akuwu itu mati di bawah pedang Kebo Ijo atau kita,
sama saja, karena itulah kehendak para dewa” (Toer, 2009:545).
e) Prabu Kertajaya sebagai tokoh antagonis
Pada naskah drama dan novel, terdapat satu persamaan tokoh antagonis
yaitu seorang raja Kediri bernama Prabu Kertajaya. Tokoh antagonis sangat
berperan dalam berkembangnya konflik, bahkan tidak jarang tokoh antagonis ini
terlibat langsung pada konflik utama.
Dalam naskah drama digambarkan, bahwa Kertajaya menuduh kaum
brahmana yang bersalah terhadap munculnya perusuh bernama Ken Arok. Kaum
brahmana diberi tugas untuk dapat menangkap Ken Arok. Apabila dalam jangka
waktu yang telah ditentukan mereka tidak bisa juga mengubah Ken Arok menjadi
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
54
orang yang baik-baik, maka kaum brahmana wajib menyembah Kertajaya. Hal
tersebut sesuai dengan kutipan berikut.
Kertajaya : Mamanda kami persilahkan berangkat untuk mencari Ken
Arok dan kawan-kawannya; kami beri waktu Mamanda
untuk mendidiknya hingga jadi warga Kediri yang baik,
ya selama tiga bulan. Seandainya Mamanda tidak berhasil
melaksanakan tugas itu, seandainya darma kaum
brahmana tidak terpenuhi, kami tidak berkeratan
menerima Mamanda kembali ke istana, akan tetapi bukan
sebagai kaum brahmana, melainkan sebagai warga biasa
saja. Oleh karena itu, kami akan menuntut agar Mamanda
semua menyembah kepada kami. Itu masuk akal. Semua
warga Kediri menyembah kepada kami, kecuali kaum
brahmana. Akan tetapi kaum brahmana yang gagal
melaksanakan darmanya bukanlah brahmana, oleh karena
itu wajib menyambah kepada kami...(Saini KM, 1990:22).
Berdasarkan kutipan tersebut, jelaslah bahwa Kertajaya adalah seorang
yang suka bertindak semena-mena. Tidak dapat menghormati kaum brahmana,
sebaliknya ia menyuruh kaum brahmana untuk menyembahnya. Itu merupakan
kesalahan besar, kaum brahmana menyebutnya sebagai bentuk kemurtadan. Hal
tersebut sesuai dengan kutipan berikut.
Mpu Sridhara : Itulah yang harus lebih kita khawatirkan. Dari sikapnya,
kebijakan-kebijakannya, tindakan-tindakannya dan
terakhir dari tantangannya kepada kita jelaslah bagiku,
bahwa Kertajaya bermaksud mengenyampingkan
golongan kita. Itu adalah bentuk kemurtadan yang tidak
kepalang tanggung...(Saini KM, 1990:26).
Berdasarkan kutipan tersebut, jelaslah bahwa Kertajaya memerintahkan
kaum brahmana untuk menyembahnya, itu dianggap sebagai bentuk kemurtadan.
Hal tersebut dikarenakan, kaum brahmana (pendeta) adalah seorang yang
menjujung tingg nilai agama, mereka hanya mau menyembah kepada Tuhannya.
Maka, menyembah Kertajaya sama saja dengan merendahkan wibawa kaum
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
55
brahmana. Karena menyembah raja tidak lain hanya dilakukan oleh rakyat kecil
bukan pendeta. Sudah menjadi suatu keharusan apabila raja (Kertajaya) dengan
kaum pendeta, keduanya memiliki sikap saling menghormati karena masing-
masing memiliki kedudukan yang patut dihormati.
Bentuk keantagonisan Kertajaya lainnya yang digambarkan dalam naskah
drama maupun novel, yaitu sikapnya dalam memimpin. Prabu Kertajaya
digambarkan sebagai seorang pemimpin yang hanya mementingkan dirinya
sendiri dengan cara mengeruk harta rakyat untuk memperbanyak kekayaannya.
Manusia yang demikian tidaklah dapat disebut sebagai orang yang baik, karena
seorang pemimpin haruslah dapat menentramkan rakyatnya. Namun sebaliknya
rakyat sengsara karena besarnya pajak-pajak yang harus dibayarkan kepadanya.
Hal tersebut sesuai dengan kutipan berikut.
Lohgawe : Ingat, kalau dalam dua bulan kita tidak berhasil mencari
jalan keluar dari masalah Ken Arok ini, maka kalian harus
menyambah kepada Kertajaya. Jelas itu adalah
malapetaka. Nah, menangkap atau membunuh Ken Arok
adalah suatu yang mustahil, seperti surat yang kalian tulis
kepadaku. Tapi itu sebenarnya tidak penting. Kertajaya
hanya menginginkan agar rakyatnya tidak diganggu dan
pajak-pajak mengalir. Ia tidak mau kehilangan muka dan
kehilangan sumber kekayaannya. Kalau kita berhasil
memenuhi keinginannya itu kita akan lolos dari
cengkeraman masalah ini (Saini KM, 1990:33).
Saini KM dalam naskahnya menggambarkan kejahatan Kertajaya melalui
dialog yang disampaikan oleh tokoh Lohgawe. Dijelaskan bahwa ia tidak
menghormati kaum brahmana, memerintah kaum brahmana untuk menyembahnya
adalah hal yang tidak terpuji. Kertajaya seorang yang selalu mementingkan
kepentingan pribadinya, terbukti ia hanya memanfaatkan rakyat untuk
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
56
memperkaya dirinya, dan apabila ia menginginkan rakyat tidak diganggu perusuh,
semata-mata untuk melancarkan pemberian pajak dari rakyat kepadanya. Begitu
juga dengan keantagonisan yang digambarkan dalam novel Arok Dedes. Kertajaya
memanfaatkan rakyat untuk menjadi budak, dan budak-budak itulah yang
dipergunakan Kertajaya untuk memperkaya dirinya dan orang-orang yang terlibat
di dalamnya. Hal tersebut sesuai dengan kutipan berikut.
Untuk mengambil hati kaum brahmana Sri Baginda Kertajaya
menghidupkan kembali perbudakan untuk merawat bangunan-bangunan
suci. Yang suci Belakangka dengan serta-merta membenarkan. Suatu telah
ditemukannya untuk menciptakan perbudakan. Akuwu Tumapel
menyokong dan memanfaatkannya. Dan dipergunakan budak-budak itu
untuk memperkaya diri mereka berdua.
“Sekumpulan ular bermuka dua,” sebut Arya Artya.
“Memperbudak orang-orang tak berdaya, yang membikin orang tak
berdaya untuk di jadikkan budak. (Toer, 2009:34)”
2) Pertentangan
Terdapat beberapa tokoh dalam naskah drama dan novel, yang memiliki
pertentangan apabila dilihat dari fungsi penampilan tokohnya. Tokoh tersebut
antara lain; Ken Arok, Akuwu Tunggul Ametung, Empu Gandring, Kebo Ijo, Ki
Lembong dan Bongo Samparan. Pertentangan tersebut dapat dijelaskan secara
lebih rinci, adalah sebagai berikut.
a) Ken Arok dalam naskah drama sebagai tokoh antagonis sedangkan pada
novelnya sebagai tokoh protagonis.
Ken Arok dalam naskah dramanya berperan sebagai tokoh antagonis, yang
mengakibatkan timbulnya konflik utama. Beberapa konflik bermunculan setelah
adanya peristiwa kerusuhan yang dibuat olehnya. Tokoh ini berperan untuk
memperjuangkan sesuatu berupa kekuasaan (raja) juga wanita (Ken Dedes).
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
57
Keantagonisan Ken Arok dalam naskah drama digambarkan melalui kutipan
berikut
Empu Sridhara : Asal-usul Ken Arok tidak karuan Maharesi. Sebagai
bayi ia ditemukan di kuburan lalu dipungut sebagai
anak oleh seorang pencuri bernama Lembong, orang
desa Pangkur. Ketika tumbuh menjadi anak-anak, ia
mulai pandai mencuri dan berjudi. Tak ada ternak,
barang atau uang yang aman dari tangannya yang
panjang. Begitu parahnya ia keranjingan berjudi,
hingga akhirnya ia tidak saja menghabiskan harta
ayah-pungutnya, akan tetapi bahkan menjual kerbau
milik majikannya. Ketika berangkat remaja, ia tidak
saja mencuri, akan tetapi merampok dan lebih
daripada perampok lain. Nyawa orang seperti tidak
ada harganya baginya. Sedikit tersinggung ia cepat
mencabut keris dan membunuh orang,...(Saini KM,
1990:30-).
Berdasarkan kutipan tersebut, jelaslah bahwa Ken Arok adalah seorang
yang jahat. Mencuri, berjudi, merampok, memperkosa, bahkan membunuh,
merupakan perbuatan tercela. Tindakan yang banyak mendatangkan kerugian baik
bagi orang lain maupun bagi dirinya sendiri. Dijelaskan dalam kutipan, bahwa
segala tindak kejahatan yang ia lakukan tidak hanya sesaat, tetapi menjadi suatu
kebiasaan. Terbukti karena ia semenjak kecil sudah berani mencuri daan berjudi.
Naskah dramanya menggambarkan Ken Arok sebagai tokoh antagonis,
namun lain pada novelnya. Dalam novel Arok Dedes, Ken Arok berperan sebagai
tokoh protagonis. Sebagai tokoh utama dengan sifat dan perilaku baik, yang
diidealkan oleh pembaca. Tokoh ini memperjuangkan perdamaian, kebenaran, dan
cinta. Berbeda dengan tokoh Ken Arok yang digambarkan dalam naskah
dramanya, yang melakukan perjuangan hanya untuk kekuasaan dan wanita. Dalam
novelnya, Ken Arok bukanlah sosok yang suka melakukan tindakan tercela seperti
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
58
dalam naskah dramanya, tetapi sebaliknya. Ken Arok adalah seorang pemuda
yang berjuang melawan kejahatan. Berikut kutipan yang menjelaskan
keprotagonisan Ken Arok. Ia tidak suka dengan pencurian, penganiayaan,
perampokan dan tindakan tercela lainnya. Hal tersebut sesuai dengan kutipan
berikut.
“Bicara kau Arok”
“Dengarkan, kalian!” Keadaan reda,”bahwa kemenangan bukan
satu-satunya buah usaha. Maka jangan ulangi kejahatan Tunggul Ametung
dan balatentaranya. Jangan ada seorang pun yang merampok, mencuri,
merampas, menganiaya, memperkosa seperti mereka. Dalam hal ini
aturan Sri Baginda Erlangga masih berlaku: hukuman mati terhadap
mereka itu. Juga terhadap diriku bila dalam babak baru ini melakukannya
(Toer, 2009:546).”
Berdasarkan kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa Ken Arok adalah
seorang yang berlaku baik. Ken Arok tidak hanya memberikan larangan untuk
mencuri, menganiaya, merampok, dan memperkosa, ia pun akan menghukum
siapa saja, bahkan dirinya sendiri apabila melakukan tindakan tercela itu.
Berdasarkan hal tersebut, maka jelaslah bahwa Ken Arok pada novel berlaku
sebagai tokoh protagonis. Ini bertentangan terhadap tokoh Ken Arok pada naskah
drama yang berlaku sebagai tokoh antagonis.
Baik Saini KM maupun Pramoedya, lewat tokoh Ken Arok ini keduanya
hendak menyampaikan bentuk nilai kemanusiaan. Berhubung pada naskah drama
Ken Arok sebagai tokoh antagonis, maka ia termasuk sebagai penyampai nilai
amoral. Berbeda pada novel, Ken Arok sebagi tokoh protagonis maka ia sebagai
penyampai nilai moral, nilai tenteng kebaikan. Ken Arok dalam naskah dramanya
ia berlaku jahat dan akhirnya menerima pembalasan dari anak pungutnya
Anusapati. Lain pada novelnya, Ken Arok berjuang demi kesejahteraan rakyat,
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
59
akhirnya menerima kemenangan dan kebahagiaan. Berdasarkan hal tersebut, maka
nilai yang hendak disampaikan adalah, bahwa; sekecil apapun kebaikan yang kita
tanam, pasti akan kelihatan hasilnya. Sedikit saja kejahatan, pasti juga terungkap
dan kalah (siapa yang menanam pasti juga akan memetik hasilnya).
b) Akuwu Tunggul Ametung dalam naskah drama sebagai tokoh protagonis
sedangkan pada novelnya sebagai tokoh antagonis
Protagonis pada tokoh Tunggul Ametung, digambarkan oleh tokoh
Lohgawe, bahwa Tunggul Ametung adalah seorang yang pantas menjadi raja. Ia
pemimpin yang baik dan pantas untuk dihormati. Hal tersebut sesuai dengan
kutipan berikut.
Tunggul Ametung : Saya belum dapat mengatakan apa-apa, Mamanda.
Lohgawe : Ananda adalah pemimpin yang baik. Ananda sangat
berhati-hati. Mamanda sungguh hormat kepada
Ananda. Darah raja-raja pasti mengalir di urat
Ananda. Memang Ananda tidak usah menentukan
sikap sekarang. Yang penting di antara kita sudah
ada pengertian, dan Ananda sudah siap-siap untuk
menghadapi perkembangan masalah ini.
Tunggul Ametung : Tapi Mamanda, menurut berita yang saya terima,
akibat perbuatan-perbuatannya, Ken Arok itu dapat
membahayakan Mamanda (Saini KM, 1990:36).
Digamabarkan pada kutipan tersebut, bahwa Tunggul Ametung adalah
sosok pemimpin yang baik. Sikapnya yang hati-hati dalam menyelesaikan
permasalahan, membuat brahmana hormat padanya. Brahmana pun mengakui
bahwa jiwa kepemimpinan Tunggul Ametung, telah ada padanya. Dari cara yang
dilakukan Tunggul Ametung dalam menghadapi permasalahan, ia termasuk
sebagai seorang yang bertanggung jawab. Ini membuktikan bahwa Tunggul
Ametung sebagai tokoh baik, protagonis.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
60
Berbeda pada novel Arok Dedes, Tunggul Ametung bukanlah seorang
yang baik, dan sama sekali tidak pantas untuk dihormati. Tunggul Ametung oleh
Pramoedya, digambarkan sebagai sosok pemimpin yang tidak dapat dijadikan
teladan, karena sifat dan sikapnya buruk. Berikut penjelasan dalam kutipan.
“Akhir kelaknya saya akan menang, Ayah, Agunglah kau, puncak
Triwangsa, kaum brahmana. Agunglah Hyang Mahadewa Syiwa.”
Dan Tunggul Ametung hanya seorang jantan yang tahu memaksa,
merusak, memerintah, membinasakan, merampas. Bahkan membaca ia tak
pernah, karena memang tidak bisa. Menulis apa lagi.
Dedes tak tahu lagi harus berbuat apa. Melawan ia tak mampu. Lari
pun ia tak mampu. Meraung tidak mungkin (Toer, 2009:13).
Berdasarkan kutipan tersebut, jelaslah Tunggul Ametung adalah seorang
yang tidak pantas untuk diberi hormat. Ia memaksa, merampas, merusak,
memerintah, membinasakan, hal tersebut tidak pantas ada pada diri seorang
pemimpin. Terlebih Tunggul Ametung adalah seorang yang tidak pernah dan
tidak dapat membaca, maka ia dapat dikatakan sebagai seorang yang bodoh. Dari
segala watak dan perilakunya yang tercela itu, maka dapat disimpulkan bahwa
Tunggul Ametung sebagai tokoh antagonis.
Saini KM menggmbarkan Tunggul Ametung sebagai tokoh protagonis,
sedangkan Pramoedya menggambarkannya sebagai tokoh antagonis. Melalui
tokoh Tunggul Ametung, baik pada naskah drama dan novel. Maka nilai
kehidupan atau nilai positif yang dapat disimpulkan yaitu “kesalahan seseorang
sekecil apapun akan mendapat balasannya”. Meskipun dalam naskah dramanya ia
berlaku baik, tetapi sebagai manusia ia memiliki kesalahan yaitu melakukan
tindakan penculikan dan menikahi paksa Ken Dedes. Akhirnya Tunggul Ametung
mati di tangan Ken Arok.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
61
c) Empu Gandring dalam naskah drama sebagai tokoh protagonis sedangkan
pada novelnya sebagai tokoh antagonis
Empu Gandring dalam naskah drama digambarkan sebagai tokoh yang
baik. Ia senang melihat kehidupan Ken Arok semakin membaik. Empu Gandring
menasehati Ken Arok seperti dalam kutipan berikut.
Empu Gandring : Syukur. Kau sendiri, kudengar kau bekerja pada
Akuwu Tumapel?
Ken Arok : Benar Mpu.
Empu Gandring : Bagus. Daripada hidup liar, tanpa masa depan yang
jelas, lebih baik pilih hidup yang wajar. Kesempatan
untuk maju bukannya tidak terbuka kalau kau hidup
secara wajar (Saini KM, 1990:57).
Berdasarkan kutipan tersebut, tokoh Empu Gandring digambarkan sebagai
tokoh pendukung tokoh sentral (Ken Arok). Tetapi tidak demikian pada
novelnya, karena tokoh Empu Gandring berperan sebagai penentang dan sebagai
penghalang perjuangan tokoh sentral. Dalam naskah drama, Empu Gandring
adalah seorang yang licik yang menginginkan singgasana Tumapel, dan sikap
manis yang ia berikan kepada Tunggul Ametung, hanya bohong belaka. Berikut
dijelaskan dalam kutipan.
Kesulitan lain yang harus diselesaikan adalah Empu Gandring.
Sebagaimana halnya dengan para sudra terkemuka, pada mereka timbul
impian untuk naik menjadi akuwu, bahwa Tunggul Ametung sendiri
seorang sudra telah memberanikan impian mereka, para tamtama, Empu
Gandring sendiri, dan terutama satria Kebo Ijo. Semua mereka
menghendaki singgasana Tumapel. Di antara semua itu yang dianggap
paling berbahaya adalah Empu Gandring. Dialah penghasut pertama agar
para tamtama ingkar pada Tunggul Ametung dan kemerosotannya. Yang
memerosotkannya adalah perlawanan pemuda dan orang-orang tani yang
dipimpinnya. Gandring ingin memetik buah hasilnya (Toer, 2009:4-460).
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
62
d) Ki Lembong dalam naskah drama sebagai tokoh antagonis sedangkan pada
novelnya sebagai tokoh protagonis
Dalam naskah drama tokoh Ki Lembong memang tidak digambarkan
secara detail. Hanya terdapat keterangan, bahwa ia adalah seorang pencuri yang
telah menemukan bayi Ken Arok. Namun dari kutipan berikut, dapat disimpulkan
bahwa Ki Lembong berlaku sebagai tokoh antagonis.
Empu Sridhara : Asal-usul Ken Arok tidak karuan Maharesi. Sebagai
bayi ia ditemukan di kuburan lalu dipungut sebagai
anak oleh seorang pencuri bernama Lembong, orang
desa Pangkur. Ketika tumbuh menjadi anak-anak, ia
mulai pandai mencuri dan berjudi. Tak ada ternak,
barang atau uang yang aman dari tangannya yang
panjang. Begitu parahnya ia keranjingan berjudi,
hingga akhirnya ia tidak saja menghabiskan harta ayah-
pungutnya, akan tetapi bahkan menjual kerbau milik
majikannya. Ketika berangkat remaja, ia tidak saja
mencuri, akan tetapi merampok dan lebih daripada
perampok lain. Nyawa orang seperti tidak ada harganya
baginya. Sedikit tersinggung ia cepat mencabut keris
dan membunuh orang,...(Saini KM, 1990:30-).
Berdasarkan kutipan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Ki
Lembong berperan sebagai tokoh antagonis. Perbuatannya tercela, karena seorang
yang berprofesi sebagai pencuri, tidaklah dapat dikatakan sebagai seorang yang
baik. Terlebih ia berperan sebagai figur seorang ayah yang tidak berhasil
mendidik anaknya. Anak pungutnya; Ken Arok tumbuh dengan kepribadiannya
yang tercela. Hal tersebut membuktikan bahwa Ki Lembong tidak dapat mendidik
bahkan tidak menginginkan anaknya tumbuh menjadi seorang yang baik-baik.
Kehadiran tokoh Ki Lembong tidak mempengaruhi perkembangan alur
atau timbulnya konflik. Ia hanya barfungsi sebagai penjelas asal-usul Ken Arok
(tokoh sentral). Tetapi dari penggambarannya di dalam cerita, tokoh Ki Lembong
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
63
berfungsi pula sebagai penyampai pesan tentang nilai kehidupan. Ki Lembong
sebagai gambaran figur orang tua yang salah dalam mendidik anaknya. Ia seorang
pencuri memiliki anak sebagai seorang pencuri pula, bahkan lebik buruk dari itu.
“Buah apabila jatuh itu tidak jauh dari pohonnya”. Ungkapan tersebut hanya
sebagai perumpamaan untuk Ki Lembong dengan anaknya (Ken Arok).
Ki Lembong, oleh Pramooedya dimunculkan sebagai Ki Lembung dalam
novelnya. Ki Lembung digambarkan sebagai seorang yang baik-baik. Ia bukan
seorang pencuri melainkan hanya petani biasa yang memiliki kerbau. Pekerjaan
mengurus kerbau menjadi hal yang harus dilakukan bagi seorang penggembala.
Hal itu juga yang ia ajarkan kepada anak pungutnya. Ken Arok tumbuh menjadi
anak yang penurut dan rajin membantu orang tuanya. Tokoh Ki Lembung
diumpamakan sebagai figur penyayang, seorang ayah yang ideal bagi anaknya. Ia
mau mengajarkan hal apa saja yang ia bisa kepada anaknya. Selain menggembala
dan bertani, Ki Lembung juga mengajarkan tata cara menangkis dan menyerang.
Hal tersebut sesuai dengan kutipan berikut.
Bayi itu diserahkan pada isterinya:
“Para dewa telah mengirimkan pada kita bayi lelaki yang seorang
ini. Peliharalah ia sebagai anak sendiri.”
Arok tidak pernah tidak merasa berterimakasih bila mengenangkan
suami-isteri di Randu Alas itu. Merekalah yang membesarkannya tanpa
pamrih. Menginjak umur enam tahun ia sudah terbiasa bergaul dengan
kerbau, memandikan dan menggembalakan, menggiringnya ke sawah
dengan Ki Lembung memikul garu atau luku, di belakangnya.
.....
Ki Lembung! Seorang Bapak yang berwibawa dan pengasih itu.
Daripadanya ia mendapatkan cara menangkis dan menyerang, dengan
tongkat, kemudian pun dengan senjata tajam. Betapa ia hormat padanya.
Ki Lembung adalah juga gurunya yang pertama (Toer, 2009:92-94).
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
64
e) Bango Samparan dalam naskah drama sebagai tokoh antagonis sedangkan
pada novelnya sebagai tokoh protagonis
Ayah pungut Ken Arok yang kedua setelah Ki Lembong, adalah Bango
Samparan. Saini KM menggambarkan Bango Samparan sebagai tokoh antagonis,
karena ia berperan sebagai seorang yang melakukan tindakan tidak terpuji, yaitu
menjadi penjudi. Ia selalu mendukung atau mengembangkan perjudian dan rumah
hiburan. Berikut dijelaskan dalam kutipan.
Bango Samparan : Perkiraanmu tepat, Arok.
Ken Arok : Perkiraan apa?
Bango Samparan : Perjudian keliling itu berhasil baik.
Ken Arok : Perjudian keliling yang mana?
Bango Samparan : Wah, kau lupa, rupanya. Dulu ketika rumah-rumah
judi penghasilannya berkurang, kau menyarankan
agar kita mengadakan perjudian di tempat-tempat
panen, baik panen buah-buahan, padi ataupun ikan.
Bahkan kau menyarankan diadakan perjudian di
tempat penjualan hasil hutan. Ternyata hasilnya
bagus.
Ken Arok : Syukur. Bagaimana dengan rumah-rumah hiburan?
(Saini KM, 1990:78).
Berdasarkan kutipan tersebut, jelaslah bahwa Bango Samparan seorang
yang hanya mementingkan kesejahteraannya dengan Ken Arok, kepentingan
untuk hal yang tidak baik. Hal tersebut berbeda dengan karakter tokoh Bango
Samparan yang ada pada novelnya. Meskipun Bango Samparan juga sebagai
penjudi, namun ia seorang penyayang dan perduli terhadap kebutuhan pendidikan
anak-anak. Berikut penjelasan dalam kutipan.
Pada suatu sore yang suram dengan gerimis tipis datang ke
perguruan Tantripala dua orang bocah, Temu dan Tanca. Guru itu
bertanya:
“Siapa yang menyuruh kalian belajar kemari?”
“Bapak Bango Samparan”
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
65
Siapa tidak mengenal nama Bango Samparan? Seorang penjudi yang lebih sering ditemukan di tempat perjudian daripada di rumah? Seorang penjudi yang mengirimkan bocah-bocah untuk belajar! (Toer, 2009:70).
f) Kebo Ijo dalam naskah drama sebagai tokoh protagonis sedangkan pada
novelnya sebagai tokoh antagonis
Dalam naskah drama tokoh Kebo Ijo berperan sebagai pengawal Tunggul
Ametung dan berfungsi sebagai korban terhadap perjuangan yang dilakukan oleh
tokoh sentral (Ken Arok). Ia difitnah sebagai pembunuh Akuwu Tunggul
Ametung. Kebo Ijo ini seorang yang baik-baik. Ia patuh dan menerima perintah
atau putusan dari atasan (Akuwunya). Ia juga seorang yang lebih mengutamakan
kepentingan kerajaan daripada kepentingan pribadinya. Hal tersebut sesuai dengan
kutipan berikut.
Lohgawe : Begini, Perwira. Dalam tawar menawar kami dengan Ken Arok, telah disetujui bahwa hanya setengah dari anak buah Ken Arok akan dijadikan pengawal Akuwu. Akan tetapi Ken Arok menyetujui usul itu dengan syarat, yaitu bahwa dia diangkat menjadi kepala pengawal. Artinya, kau menjadi wakilnya.
Kebo Ijo : Saya tidak melihat masalah apapun dalam hal itu, Mamanda.
Lohgawe : Kau benar-benar perwira yang mendahulukan kerajaan daripada dirimu, Perwira.
Tunggul Ametung : Tidakkah kau punya gagasan lain yang dapat kami pertimbangkan untuk diusulkan kepada Ken Arok?
Kebo Ijo : Maksud Akuwu? Tunggul Ametung : Misalnya, kau tetap jadi Kepala Pengawal sedang Ken
Arok mendapat tambahan penghargaan dalam bentuk barang atau uang.
Kebo Ijo : Saya benar-benar tidak berkeberatan jadi wakilnya, Akuwu.
Tunggul Ametung : Syukurlah kalau begitu. Lohgawe : Syukurlah, Perwira. Kau benar-benar ksatrya yang
setia kepada dharma. Kami, kaum brahmana, harus berterimakasih kepadamu dan kepada tuanmu, Akuwu Tunggul Ametung (Saini KM, 1990:47-48).
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
66
Berdasarkan kutipan tersebut, jelaslah bahwa tokoh Kebo Ijo merupakan
seorang perwira yang patuh terhadap Tunggul Ametung. Meskipun jabatannya
harus diserahkan kepada Ken Arok, tetapi ia seperti tidak menaruh rasa benci
sedikit pun kepadanya. Akan tetapi sikap patuh dan rela yang dimiliki oleh Kebo
Ijo tersebut sama sekali tidak digambarkan pada tokoh Kebo Ijo dalam novelnya.
Di dalam novel, tokoh Kebo Ijo dimunculkan sebagai tokoh antagonis. Ia
bukanlah seorang perwira yang patuh kepada Akuwu, tetapi sebaliknya. Kebo Ijo
ini adalah seorang tamtama Tumapel yang berkhianat kepada Akuwunya. Justru
menggulingkan atau membunuh Akuwu adalah salah satu rencana busuknya
bersama Empu Gandring. Hal tersebut sesuai dengan kutipan berikut.
Seperti anjing mendekati tuannya yang membawa tongkat pemukul
Kebo Ijo datang kepada Empu Gandring untuk mengadukan halnya.
“Tuan tidak pernah menceritakan sebelumnya, tegur Empu
Gandring, “kalau telah bunuh Kidang Gumelar dari belakang. Perbuatan
terkutuk itu yang menggagalkan semua rencana. Mengapa hanya seorang
Kidang tanpa arti Tuan binasakan? Bukankah rencana semula Tunggul
Ametung sendiri dan Arok? Kemudian menyerbu ke pendulangan emas
Kediri. (Toer, 2009: 441).”
Dijelaskan pada kutipan tersebut, bahwa Kebo Ijo berniat menggulingkan
Tunggul Ametung, Ken Arok juga Kediri. Semua yang ia lakukan semata-mata
untuk dapat menguasai singgasana, menginginkan menjadi Akuwu bahkan raja
Kediri. Kehadiran tokoh Kebo Ijo dalam novel berfungsi sebagai penghalang
tokoh sentral dalam berjuang. Selain itu tokoh ini juga digunakan oleh tokoh
sentral (Ken Arok) sebagai korban dalam mencapai tujuannya.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
67
2. Penokohan
Penokohan yang digambarkan oleh Pramoedya Ananta Toer dalam novel
Arok Dedes, pada dasarnya memang lebih detail dibanding pemaparan penokohan
pada naskah drama Ken Arok oleh Saini KM. Hal tersebut dikarenakan, karakter
atau watak yang dijelaskan dalam sebuah novel dapat secara langsung
diungkapkan oleh pengarang. Namun lain halnya dengan naskah drama, harus
menghayati secara penuh terhadap dialog, baru akan diketahui karakter tokoh
yang ingin disampaikan oleh pengarang. Hal-hal yang melekat pada seorang tokoh
dapat dijadikan sumber data, guna membuka makna dalam naskah drama secara
keseluruhan. Hal melekat yang dimaksud adalah persoalan nama, peran, keadaan
fisik, keadaan psikis, dan keadaan sosialnya. Tetapi sebelum membahas lebih jauh
tentang persamaan dan pertentangan penokohan, maka terlebih dahulu akan
dipaparkan penokohan masing-masing tokoh, baik pada naskah drama Ken Arok
mupun pada novel Arok Dedes dengan menggunakan tabel. Berikut pemaparan
penokohan berdasarkan fisik, psikis, dan sosialnya.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
68
a. Penokohan dalam naskah drama Ken Arok karya Saini KM
Tabel 3
Karakteristik tokoh dalam naskah drama Ken Arok karya Saini KM
No. Tokoh Ciri-ciri Tokoh
Fisik Psikis Sosial
1. Ken Arok Seorang lelaki dengan keadaan
tubuh yang kuat seperti seekor
harimau (h.15).
Penjahat yang luar biasa; nekad, kejam,
egois dan tidak pernah mau mengalah.
Ken Arok lihai dalam merampok
khususnya dalam menyiasati lawan,
fillingnya pun tajam (h.15-17), dan
suka memaksa (h.68-70). Pemuda yang
suka berjudi, mencuri, membunuh dan
memperkosa gadis ini, otaknya memang
licik atau licin (h.30-31). Ia seorang
pemberani, namun memiliki sifat
pamrih, melakukan sesuatu asalkan
menguntungkan baginya (h.42-43),
optimis dan pandai berpura-pura (h.44,
52, 61, 80).
Seorang ksatrya. Entah anak siapa,
hanya saja diceritakan bahwa Ki
Lembong (h.63) dan Ki Bango
Samparan yang telah menjadi ayah
angkatnya (h.31). Namun setelah
tumbangnyaTunggul Ametung ia
menggantikannya dengan mengubah
Tumapel menjadi Singasari (h.70).
2. Tunggul
Ametung
Seorang laki-laki dari kaum
Kstrya.
Ia seorang yang baik-baik, bertanggung
jawab; menebus kesalahan dengan
menghormati mertuanya (h.31),
sikapnya lebih hati-hati, hormat pada
kaum brahmana(h.36) dan ia termasuk
pemimpin yang bijaksana (h.46).
kepercayaannya kepada Sang Bathara;
berdoa dan membakar dupa (h.35,37).
Seorang Akuwu Tumapel, dibawah
pemerintahan raja Kertajaya di Kediri.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
69
3. Empu Purwa Seorang laki-laki yang sudah
tua, Anusapati memanggilnya
dengan sebutan “Kakenda”
(h.91) .
Baik dan terpelajar, ia beranggapan
bahwa tak berhak membalas kejahatan
dengan kejahatan, hanya kebaikanlah
yang menyudahkan kejahatan.
Kematian Tunggul Ametung pun
baginya adalah kesalahannya sendiri,
penculikan yang dilakukan terhadap
anaknya Ken Dedes, menyebabkan ia
membenci Tunggul Ametung (h.93).
Meskipun begitu, menjadi seorang
bawahan ia tetap patuh kepada
Kertajaya (h. 34).
Ayah Ken Dedes. Seorang
brahmana(pendeta) (h.11), yang
terpelajar (h. 93).
4. Lohgawe Laki-laki tua, seorang
Maharesi.
Terhormat, orang yang dapat di
percaya, tabah, dan bijaksana (h.26-35),
selain itu ia juga peduli kepada rakyat
(h.36)
Kaum brahmana (pendeta) yang datang
dari Jambudwipa, menjadi ayah angkat
Ken Arok (guru) (h.12). Ia adalah
seorang yang pandai dalam kitab (h.52).
5. Ken Dedes Seorang perempuan dengan
betisnya yang indah (h.53).
Memiliki sikap sopan dan santun, dan
mengharagi terhadap sesama, terlebih
kepada kaum brahmana (h.37). Ia lebih
senang sembahyang dan tidak menyukai
kebiasaan Arok (h.81).
Seorang ratu dan istri dari Tunggul
Ametung. Ia diculik dari ayahnya Mpu
Purwa (h.31). Setelah kematian Tunggul
Ametung ia dipaksa untuk menikah
dengan Ken Arok (h.69).
6. Ken Umang Seorang perempuan yang
kurang montok (h.81).
Tidak suka dengan kebiasaan Ken
Arok, seperti berjudi dan mabuk-
mabukan, namun sayang terhadap
suaminya itu (h.81).
Istri dari Ken Arok. Permaisuri
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
70
7. Kebo Ijo Seorang laki-laki, dari kaum
ksatrya.
Baik. Patuh pada Tunggul Ametung,
tidak egois dan perhatian (h.47-48).
Kaum ksatria, seorang kepala pengawal
yang di gantikan oleh Arok, ia
menerima atas keputusan Akuwunya
untuk di jadikan wakil dari Arok. Kebo
Ijo adalah seorang yang setia pada
dharma, dan patuh pada peraturan
(h.47-48).
8. Ki Lembong Seorang laki-laki. Arok
menyebutnya Paman Lembong
(h.63)
Kelakuannya buruk, tidak baik dalam
mendidik anak (h.30).
Seorang pencuri yang menemukan bayi
Arok, karena kebetulan ia tidak
memiliki anak (h.30).
9. Bango
Samparan
Seorang laki-laki.
Kelakuannya buruk, selalu berpihak dan
menuruti Ken Arok (h.78), tapi
menghormati kaum brahmana (h.39).
Ayah angkat kedua Ken Arok dan
seorang bandar judi
10. Kertajaya Laki-laki, seorang raja. Dengan
sebutan Gusti Prabu (h. 22)
Berwatak keras, bertindak sewenang-
wenang (h.22). Wataknya sombong dan
hanya takut kepada Bethara Guru
(h.23). Tindakannya kelewatan seperti
menggerogoti wibawa kaum brahmana
(h.29). Sebagai pemimpin ia hanya
tidak mau kehilangan muka dan
mementingkan kekayaannya sendiri,
dengan menerima aliran pajak dari
rakyat (h.33)
Penguasa kerajaan Kediri, seorang
Gusti Prabu
11. Empu
Gandring
Seorang laki-laki tua (h.60). Baik. Bertanggungjawab. Senang
melihat Arok hidupnya di Tumapel
lebih baik dan terarah (h.57).
Seorang pande besi dan piawai
membuat keris (h.57).
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
71
12. Tita - Percaya dan setia kepada Ken Arok tetapi ia tidak dapat mengetahui pikiran dan rencana Ken Arok (h.62-63).
Anak seorang Kepala Desa di Siganggeng (h.57). Sahabat baik Ken Arok, baik dalam merampok maupun setelah Arok menjadi raja Singasari (h.63,80).
13. Anusapati Seorang remaja laki-laki menuju dewasa, umurnya mendekati 18 tahun (h.78).
Baik, tidak suka kejahatan. Ia pemuda yang teladan, penyayang, sopan dan santun, tekun belajar, bijaksana (h.88), melakukan segala sesuatunya dengan penuh pertimbangan (h.92). Ia perduli terghadap rakyat kecil (h.95).
Seorang anak raja (Raden). Anak kandung dari Tunggul Ametung dan menjadi anak pungut Ken Arok.
14. Empu Pamor
Seorang laki-laki, dengan julukan brahmana
Pikirannya ragu-ragu, cemas (h.26,45,48).
Pendeta Kerajaan Kediri yang mengasingkan diri ke Panawijen (h.12).
15. Empu Sridhara
Seorang laki-laki, dengan julukan brahmana
Tabah (h.35). Optimis dan yakin bahwa perangkap untuk Ken Arok benar dan akan berhasil (h.45).
Pendeta Kerajaan Kediri yang mengasingkan diri ke Tumapel (h.12).
16. Mahisa Taruna
- Patuh kepada Kertajaya, namun yakin pada kehendak Tuhan, dan patuh juga kepada kaum brahmana (h.25).
Seorang perwira dalam pasukan Kediri (h.12).
17. Mahisa Walungan
- Patuh kepada Kertajaya, namun ia juga baik karena ia tidak mau melihat rakyat Tumapel menderita (h.25).
Adik dari panglima pasukan Kediri (h.12).
18. Gubar Baleman
- Patuh kepada Kertajaya, tapi ia berada dipihak Mahisa Walungan (h.25).
Panglima pasukan Kediri (h.12).
19. Empu Narayana
- Patuh kepada kertajaya dan menganggap Lohgawe biang keladi dari pembunuhan Tunggul Ametung, menganggap bahwa kaum brahmana pantas dibunuh. Ia juga khawatir ketika Kertajaya tewas (h.73-77).
Menteri Kertajaya dari kerajaan Kediri (h.12).
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
72
20. Empu
Aditya
Seorang laki-laki, dengan
sebutan Mpu
Patuh kepada Kertajaya, sepakat pada
Empu Narayana dan tidak suka rakyat
Tumapel dibebaskan dari pajak-pajak.
Ia juga khawatir ketika Kertajaya tewas
(h.73-77).
Menteri Kertajaya dari kerajaan Kediri
(h.12).
21. Punta - Patuh pada pangeran Anusapati. Suka
mengejek dan sok pinter (h.85).
Seorang Punakawan, yang mengabdi
pada Anusapati (h.12,88).
22. Prasanta Seorang laki-laki, yang punya
isteri (h. 87)
Patuh pada pangeran Anusapati.
Cerewet, tidak jujur, suka menipu, dan
tidak tahu sopan santun, curang kepada
Punta (h.89).
Seorang Punakawan, yang mengabdi
pada Anusapati (h.12,88).
23. Juru Deh - Patuh pada pangeran Anusapati. Suka
tidur, tidak mau ikut campur urusan
Punta dan Prasanta (h.84).
Seorang Punakawan, yang mengabdi
pada Anusapati (h.12,88).
24. Emban Seorang Perempuan, dengan
panggilannya „Mbok‟ (h. 89).
Sopan dan perhatian. Pelayan di Panawijen (h.88).
25. Orang
Desa Batil
Seorang laki-laki. Patuh pada pangeran Anusapati, sopan
dan pemberani (h.95).
Ia adalah salah satu wakil dari desanya
yang sedang dilanda keprihatinan
karena kelakuan dari ken Arok (h.95).
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
73
b. Penokohan dalam novel Arok Dedes
Tabel 4
Penokohan dalam novel Arok Dedes
No. Tokoh Penokohan
Fisik Psikis Sosial
1. Ken Arok Seorang pemuda dengan umur
mendekati dua puluh tahun
(h.232),tubuhnya kukuh dan sehat
(h.17), bahunya bidang (h.166),
serta memiliki otot dan paru-paru
yang kuat (h.72). Matanya tajam
jernih memancar seperti bukan
sembarang mata (h.71,74), parang
pada pinggang menjadi bagian
dari tubuhnya (h.167),
mengenakan kalung perak pada
lehernya dengan gambar dudul
hamsa, garuda dan nandi (h.24).
Selalu patuh pada kebaikan (h.168). Ia
seorang yang pemberani atau nekad,
tanpa kegentaran (h.17) . Kegesitan,
kekuatan, kecerdasan dan kekukuhan
menyebabkan ia hampir selalu keluar
sebagai pemenang dalam permainan dan
perkelahian (h.93). Penyayang (h.77,
284), tahu balas budi (h.75), dan
bersikap sopan santun (h.79,81). Ia
pemuda terdidik, dan semangat
belajarnya pun tinggi(h.71). Selalu
melakukan sesuatu dengan segala
perencanaan dan pertimbangan (h.97).
Ken Arok bersikap berpura-pura (h.321)
ahli dalam membuat siasat untuk
menyerang musuh dalam peperangan
yang di sandiwarakannya , dengan satu
harapan dan tujuan yaitu
menggulingkan Tunggul Ametung demi
kesejahteraan rakyat (h.347). Ia juga
pemuda yang cakap, pandai dan
bijaksana (h.548).
Seorang Syiwa. Waktu bayi ditemukan
oleh Ki Lembung (h.91), ketika tumbuh
dewasa diangkat anak oleh Ki Bango
Samparan (h.74), dan setelah dewasa ia
berguru pada Tantripala dan di
lanjutkan kepada Lohgawe (h.81-86).
Semangat belajarnya tinggi. Ia
menguasai bait Mahabarata dan
Ramayana, juga fasih Sansekerta
(h.208). Ken Arok dipercaya oleh kaum
brahmana dan rakyat Tumapel untuk
menumpas kejahatan (h.213). Akhirnya
ia menjadi Akuwu dan bersanding
dengan kedua istrinya (h. 548)
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
74
2. Tunggul
Ametung
Seorang laki-laki, berwajah bulat
(h.30) dengan muka bopeng
bekas jerawat besar, dada dan dua
belah tanganya berbulu (h.14).
Umurnya kurang lebih lima puluh
tahun berhidung pesek, berpipi
tebal, matanya besar dan bulat
(h.29). Matanya besar dan bulat
dengan lingkaran kuning yang
luas tidak bersinar pula dan ia
berkumis (h.116). Orangnya
menakutkan, berkeroncong
binggal berkepala naga bermata
intan, dan pada lehernya
berkalung serba emas (h.108-
109). Hidungnya lengkung ke
dalam tulang pipinya terlalu
tinggi sehingga membuat rongga
mata nampak dalam (h.323),
mulutnya agak lebar dan
mukanya agak lebar pula (h.325).
Selama dua puluh tahun memerintah,
pekerjaan pokoknya adalah melakukan
perampasan kepada rakyat Tumapel:
kuda terbaik, burung terbaik, perawan
tercantik (h.3). Tunggul Ametung
seorang jantan yang tahu memaksa,
merusak, memerintah, membinasakan,
merampas, bahkan membaca ia tak
pernah, karena memang tidak bisa,
menulis apalagi (h.13). Perangainya
sombong (h.114) dan tidak pernah
menghormati kaum brahmana (h.319).
Ia seorang yang jahat, telah memusuhi
Hyang Syiwa (h.106) dan hanya takluk
kepada Kediri (h.225). Seorang
pemimpin yang terlalu banyak
mengurus dirinya sendiri (h.254).
Seorang Sudra yang disatryakan (h.11),
tak sedikit pun darah Hindu dalam
dirinya (h.325). Kertajayalah yang
memilihnya menjadi Akuwu Tumapel
(h.224).
3. Empu
Purwa
Seorang laki-laki, Ayah Dedes. Penyayang terutama kepada Ken Dedes.
Mengharapkan jatuhnya Tunggul
Ametung (h.107).
Salah satu kaum brahmana yang
terpelajar (h.11), berilmu,
berpengetahuan, dan berbakat (h.36).
4. Lohgawe Seorang lelaki yang sudah tua dan
keriput, dan seorang Empu (h.61).
“Dengan tegas mengaku tidak suka
pada Sri Baginda Kertajaya, apalagi
akuwunya di Tumapel, Tunggul
Ametung (2009:64)”. Seorang
“Pribadinya tak jera-jera bekerja demi
kemuliaan Hyang Syiwa. Juga untuk
ketinggian ilmu yang dikuasainya”.
Lohgawe adalah seorang brahmana
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
75
brahmana yang menghormati Sri
Erlangga sebagai pembangun agung
bagi kemakmuran dan kesejahteraan
negeri dan kawula (h.67). Ia juga
seorang yang berwibawa dan terhormat
(h.252).
yang selalu dipercaya untuk meredakan
permasalahan (h.172).
5. Ken Dedes Perempuan cantik di seluruh
negeri, yang tanpa riasan pun
orang lain takkan bisa menandingi
(h.2). Dedes berumur enam belas
tahun berwajah bulat, berhidung
bangir tipis (h.29), kulitnya
gading dan pahanya seperti
pualam (h.330). Mengenakan
cincin bersusun pada jarinya
(h.102).
Senang dengan keindahan atau seni
(h.99), bersikap optimis dan yakin
(h.13), ia juga perempuan bijaksana
(h.149). Ken Dedes mencintai Arok
(h.340), telah membantu Ken Arok
untuk menggulingkan suaminya
Tunggul Ametung (h.344).
Seorang gadis desa, anak dari seorang
brahmana terkemuka yaitu Mpu Purwa.
Ia terdidik untuk menjadi seorang
brahmani (h.3). Perempuan keturunan
darah hindu (h.30), merupakan perawan
suci yang patuh pada ajaran (h.25). Ia
termasuk wanita utama di Tumapel
(h.100). Ketika Tunggul Ametung
dalam keadaan sakit dan tak berdaya,
sempat Ken Dedes yang
menggantikannya dalam memerintah
(h.434).
6. Ken Umang Seorang perempuan yang tidak
rupawan (h.77) dan kurus. Ia
hanya bercawat, pada
pinggangnya tergantung parang,
badannya kotor (h.272). Berbibir
tebal, bermata kecil dan hanya
berdaging pada dada (h.546).
Baik. Bahasanya manis tanpa pamrih
(h.77). Setelah dewasa, ia menjadi
perempuan kuat (h.393). “ Adalah gadis
terganas dari seluruh rombongannya.
Tak ada di antara mereka yang
dikasihininya ampun (h.275).
Anak dari Ki Bango Samparan. Waktu
kecil sering sakit-sakitan (h.75).
Sesudah dewasa ia menjadi kawanan
Arok dan menjadi istri Arok.Mereka
bersekongkol untuk menggulingkan
Tunggul Ametung, ia menjadi pimpinan
barisan wanita (h.275).
7. Kebo Ijo Seorang laki-laki umurnya tiga
puluh satu tahun (h.409).
Jahat. Berambisi menggulingkan
Tunggul Ametung, Ken Arok namun
menginginkan Ken Dedes (h.407,441)
Seorang Wisynu, nampak jelas dari
nama binatang (h.329). . Ia juga seorang
tamtama (h.409).
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
76
8. Ki Lembong
Seorang lelaki tua, tubuhnya tinggi. Otot-ototnya kuat berserat, kekuatannya tangguh. Ia seorang yang jeli dan bermata gesit baik di siang dan malam hari (h.91).
Setiap pekan, pagi-pagi ia selalu mencuci matanya dengan air kencingnya sendiri (h.91). Ia berwibawa dan pengasih, terlebih kepada Ken Arok (h.94).
Ayah pungut pertama Arok, seorang petani, dan memelihara beberapa kerbau. Ia juga guru pertama bagi Arok (h.92).
9. Bango Samparan
Seorang laki- Laki. Umang dan Arok memanggilnya Ayah.
Baik. Sayang kepada Arok dari pada anaknya sendiri (h.77).
Ayah kandung dari Umang dan ayah pungut dari Arok (h.76). Meskipun ia seorang penjudi tetapi sering mengirimkan anak-anak untuk belajar, salah satunya Arok yang ia kirimkan ke Tantripala (h.70).
10. Kertajaya Seorang laki-laki, raja Kediri. Berwatak keras, bertindak sewenang wenang. Lebih mementingkan kepentingannya sendiri (kekayaan), menghidupkan perbudakan untuk memperkaya dirinya sendiri (h.34). Juga seorang pengkhianat (169)
Penguasa kerajaan Kediri, seorang Gusti Prabu.
11. Empu Gandring
Seorang lelaki tua, dengan jenggot hitam panjang dan matanya agak sipit (h.312), dengan selendang berkalung pada lehernya (h.382).
Sifatnya yang rakus, menjadikannya berlaku tidak jujur (h.465). Tidak punya pendirian. Hanya patuh pada Akuwu, tetapi dibelakang itu ia bersekongkol dengan orang lain untuk merebut kekuasaan Akuwu. Lebih tepatnya ia sebagai pengadu domba (h.466).
Seorang pandai besi, membuat segala macam peralatan peperangan zaman kerajaan (h.267).
12. Tanca - Setia kawan (h.81), sikapnya tenang, cerdas tapi tidak selincah Ken Arok, bisa dikatakan lamban (h.71).
Anak petani biasa di desa Karangksetra (h.71). Tita adalah sahabat baik Ken Arok sewaktu kecil sampai mereka dewasa. Sahabat pribadi sekaligus, kawan dalam berperang melawan Tunggul Ametung.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
77
13. Lingsang - Jujur, siap menjaga emas dan perak dengan baik dan hanya patuh perintah Arok (h.266).
Anak dari seorang pandai emas, sehingga dalam berperang ia ditugasi untuk merawat, melebur, menyimpan emas dan perak (h.265),.
14. Hayam - Tidak punya pendirian (h.368), awalnya patuh terhadap Arok, tetapi dengan alasan yang tidak jelas ia malah memfitnah Arok, bahwa Arok telah menyembunyikan emas untuk kepentingan pribadi. Bisa dikatakan ia adalah seorang penghasut dan pemfitnah (h.396).
Hayam Lumang Celukan, anak seorang pandai emas yang pintar dalam mencari tempat pendulangan emas (h.269).
15. Belakangka Seorang laki-laki, sebagai kaum brahmana.
Mengaku bahwa ia wakil dari Kediri, tapi mengharapkan keambrukan Tunggul Ametung. Selalu berusaha untuk mempertahankan wibawa atau kemuliaannya. Melalui Kebo Ijo ia perintahkan untuk menumpas Arok dan Lohgawe (h.531).
Brahmana, sekaligus sebagai pandita Wisynu terkemuka di Tumapel (h.4). Anak buah Kertajaya yang disuruh untuk mengawasi pemerintahan Tumapel.
16. Arya Artya Seorang laki-laki, berumur mendekati empat puluh tahun (h.33), berjubah cokelat, mengenakan kalung dan bertongkat gading (h.394).
Orangnya pamrih, menginginkan jabatan atau kedudukan seperti Belakangka. Pengetahuannya luas, tapi ia merasa ia seperti disamakan dengan kepala desa, dan tak juga diijinkan untuk mengajar (h.36).
Seorang brahmana. Memiliki pengetahuan khususnya tentang sifat-sifat para Dewa, Syakti dan lambang-lambang serta tafsirnya. Menguasai Bharathayuddha karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh, menguasai Mahababharata dan Ramayana asli, juga Ramayana dari zaman rakai Balitung, tigaratus tahun yang lalu, sansekerta dan Jawa (h.33).
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
78
17. Gusti Putra Dari namanya, ia dipastikan
adalah seorang laki-laki.
Seorang yang baik mau berpihak pada
budak.
Silpasastrawan atau perancang dan
pembangun gedung-gedung suci (h.55).
18. Rimang Seorang perempuan, umur tiga
puluh tujuh tahun (h.125).
Seorang yang jujur, setia pada Dedes,
pendendam kepada Tunggul Ametung
dan mengaku tidak banyak tahu tentang
para dewa (h.126).
Seorang sudra yang memuliakan para
dewa. Sebenarnya ia adalah bekas selir
Akuwu, waktu masih cantik tiada
menandingi, ia duculik dari anak dan
istrinya di rumah dan disekap di
keputrian, sampai ia memiliki dua orang
anak (h.126). Pengiring Paramesywari
Ken Dedes juga sebenarnya adalah Ibu
daripada Lingsang, kawanan Arok
(h.542).
19. Oti Seorang perempuan dengan umur
dua puluh tahun (h.26).
Tidak percaya akan kesucian, merasa
dirinya hina (h.26). Pesimis akan tiada
lelaki yang mau dengannya, padahal ia
sangat merindukan kasih sayang
seorang lelaki. Punya perasaan iri
terhadap Dedes, karena memiliki
segalanya. Ia seorang yang pemberani
dan tidak takut pada hukuman (h.31).
Seorang budak.
Datang dari sebuah pulau yang ia tidak
mau menyebut namanya, ia diperjual
belikan sebagai budak. Hingga dari
istana Kediri ia dihadiahkan untuk
Tunggul Ametung, karena ia memiliki
keistimewaan, yaitu membuat sambal
jeruk yang menimbulkan gairah untuk
makan (h.26-27). Namun saat tragedi
peperangan pasukan Arok melawan
Tumapel, ia merupakan salah satu
perempuan pemberani pendamping
umang (h.517).
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
79
20. Mundra-
yana
Berbadan kukuh, namun hanya
selembar cawat yang menutup
kemaluannya. Punggungnya lebar,
bahunya bidang, tubuhnya tinggi
besar seperti raksasa (h.52). Otot
dan lengannya kuat seperti terbuat
dari tembaga (h.53), giginya
kuning gading berkilat-kilat,
namun sayang matanya hanya
satu (h.58).
Penyayang, terlebih pada Oti, istrinya.
Bersemangat walau hanya memiliki satu
mata (h.58).
Seorang budak di pendulangan, yang
menjadi suami Oti. Ayahnya dahulu
seorang penjudi, pemain dadu,
tertimbun hutang menjadi budak,
akhirnya ia pun terseret dalam
perbudakan. Dalam peperangaan
melawan Tumapel ia memimpin barisan
laki,laki, perempuan, tua dan dewasa
kecuali anak-anak (h.56).
21. Gede Mirah Seorang perempuan. Sopan santun dan patuh terhadap
perintah Akuwu dan Dedes.
Pesuruh di Tumapel.
22. Bana Pemuda belia, belum tumbuh
kumis dan cambang (h.350).
Selalu bersemangat, pengikutnya
semakin banyak (h.513).
Pemimpin barisan anak-anak belasan
tahun, dan gadis-gadis desa (h.513).
23. Nyi
Lembong
Seorang perempuan tua yang
mukanya telah rusak dimakan usia
(h.285). Tapi fisiknya kuat karena
tak pernah sakit (h.287).
Sayang pada Arok, setia (h.285).
Menikmati hidup apa adanya (h.287)
dan tanpa pamrih (h.92).
Ibu pertama Arok. Ia angkat Arok
sebagai anaknya karena ia juga tak
mempunyai anak. Ia seorang yang
kesepian, pekerjaannya adalah
penggembala (h.92).
24. Lurah Sina - Baik, karena memberi kesempatan
kepada para budak untuk melihat
kemewahan Dedes, secara sembunyi-
sembunyi (h.29).
Lurah dapur di Tumapel (h.28).
25. Tantripala Seorang laki-laki, sebagai kaum
brahmana.
Baik. Ia seorang Budha yang yang tidak
memperlihatkan kebudhaannya (h.88).
Seorang guru, memiliki banyak murid.
Guru Ken Arok, sebelum Lohgawe
(h.70).
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
80
26. Dadung
Sungging
- Hanya patuh pada perintah Empu
Gandring (h.380).
Seorang anggota gerakan rahasia,
prajurit Tumapel, yang dilatih berbagai
macam kejahatan oleh Empu Gandring
terhadap kawula Tumapel (h.380).
27. Lurah
Moleng
Seorang perempuan tua yang telah
kisut dengan buah dada seperti
kantong kempes tergeong-geong
sampai ke pusat (h.50).
Baik. Mau membantu Oti yang sedang
kesusahan (h.51).
Lurah di pendulangan (h.50).
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
81
c. Persamaan dan Pertentangan, sekaligus teknik pelukisan tokoh dalam
Naskah Drama Ken Arok karya Saini KM dan Novel Arok Dedes karya
Pramoedya Ananta Toer.
Berdasarkan penjelasan penokohan pada tabel 3 dan tebel 4. Maka dapat
disimpulkan bahwa; baik pada naskah drama maupun novelnya, hampir semua
tokoh yang dihadirkan pada masing-masing karyanya memiliki perbedaan
penokohan (watak dan perilakunya). Bahkan tokoh yang memiliki nama atau
sebutan yang sama, antara keduanya pun terdapat perbedaan pada watak dan
perilaku tokohnya. Tokoh-tokoh tersebut antara lain; Ken Arok, Tunggul
Ametung, Kertajaya, Ken Dedes, Ken Umang, Lohgawe, Empu Purwa, Kebo Ijo,
Ki Lembong (novel; Ki Lembung), Bango Samparan, Empu Gandring dan teman
setia Arok. Dari sekian tokoh yang sudah disebutkan, hanya tokoh “Kebo Ijo”
pada naskah drama dengan novelnya yang tidak memiliki persamaan, karena
gambaran karakter pada keduanya sangatlah bertentangan. Sedangkan pada
pertentangannya, tokoh Mpu Purwa dan Ken Umang tidak termasuk di dalamnya,
karena kedua tokoh tersebut pada naskah drama maupun novelnya memiliki
gambaran penokohan yang sama. Maka berikut dijelaskan persamaan dan
pertentangannya.
Adapun tokoh-tokoh tersebut tidak serta merta hadir kepada pembaca.
Mereka memerlukan sarana yang memungkinkan kehadirannya. Maka, selain
kajian penokohan ini membahas permasalahan watak atau karakter tokoh,
melainkan juga bagaimana pengarang melukiskan kehadiran tokoh tersebut. Maka
berdasarkan pemaparan dari tabel 3 dan 4, dari masing-masing tokoh tersebut
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
82
dapat dikelompokan berdasarkan persamaan dan pertentangan, beserta teknik
pelukisan tokohnya. Berikut pemaparannya.
1) Pelukisan tokoh berdasarkan persamaan Karakterisik tokoh
Tabel 5
Teknis pelukisan tokoh pada persamaan karakteristik tokoh pada naskah drama
Ken Arok dengan novel Arok Dedes.
No. Keterangan Karakteristik
tokoh
Penokohan
Kesimpulan Naskah
Drama
Novel
1. Sosial
Ken Arok tidak
jelas orang tuanya Cakapan Analitis Berbeda
2.
Fisik
Ken Arok
memiliki fisik
yang kuat
Tingkah
laku tokoh Analitis Sama
3.
Psikis
Ken Arok
pemuda
pemberani
Cakapan Analitis Berbeda
4.
Psikis
Ambisi Ken Arok
gulingkan Akuwu Cakapan
Pikiran
dan
perasaan
Berbeda
5.
Sosial
Ken Arok
menggantikan
Akuwu (raja) di
Tumapel
Cakapan Reaksi
tokoh lain Berbeda
6.
Sosial
Tunggul
Ametung adalah
seorang Akuwu
dibawah
pemerintahan
Kediri.
Cakapan
Pikiran
dan
perasaan
Berbeda
7.
Psikis
Tunggul
Ametung patuh
kepada Kertajaya
Cakapan Cakapan Sama
8. Sosial
Kertajaya seorang
raja di Kediri
Tingkah
laku tokoh Analitis Sama
9.
Psikis
Kertajaya
memanfaatkan
rakyat
Cakapan Cakapan Sama
10.
Sosial
Ken Dedes adalah
anak dari Mpu
Purwa
Cakapan Cakapan Sama
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
83
11.
Psikis
Ken Dedes
menghormati
kaum brahmana
Cakapan Analitis Berbeda
12.
Fisik
Ken Umang
adalah
perempuan yang
tubuhnya tidak
berisi
Cakapan Analitis Berbeda
13.
Psikis
Ken Umang
sangat
menyayangi Ken
Arok
Cakapan Reaksi
tokoh lain Berbeda
14.
Sosial
Lohgawe adalah
kaum brahmana
(pendeta)
Cakapan Analitis Berbeda
15.
Sosial
Lohgawe sebagai
seorang yang
berilmu,
terhormat pula
Cakapan Reaksi
tokoh lain Berbeda
16.
Sosial
Mpu Purwa
adalah kaum
brahmana
(pendeta)
Cakapan Reaksi
tokoh lain Berbeda
17.
Sosial
Mpu Purwa
seorang yang
terpelajar
Cakapan Reaksi
tokoh lain Berbeda
18.
Sosial
Ki Lembong,
seorang yang
telah menemukan
bayi Arok
Cakapan Reaksi
tokoh lain Berbeda
19.
Sosial
Bango Samparan
adalah seorang
penjudi
Cakapan Reaksi
tokoh lain Berbeda
20.
Sosial
Empu Gandring
seorang pandai
besi
Cakapan Cakapan Sama
21. Sosial Teman setia Arok Cakapan Cakapan Sama
Berdasarkan penjelasan persamaan karakteristik pada naskah drama Ken
Arok dan novel Arok Dedes dan pelukisan tokoh pada tabel tersebut. Maka,
berikut dipaparkan secara lebih terperinci, disertai dengan kutipan-kutipan yang
menjelaskannya.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
84
a) Ken Arok
Pertama, Ken Arok adalah seorang pemuda yang tidak jelas siapa orang
tuanya. Digambarkan dalam naskah drama dan novel, bahwa Ken Arok adalah
seorang pemuda yang waktu masih bayi, ia ditemukan oleh Ki Lembong
(novel:Ki Lembung) dan ialah yang menjadi ayah pungut pertamanya. Berikut
digambarkan dalam kutipan.
Ken Arok : Kau tahu ayah-ibuku tak jelas. Paman Lembong, bapak-
angkatku yang pertama, menemukanku sebagai bayi di
kuburan. Mungkin aku bayi siluman.
Tita : (Main-main) Dan waktu kecil kau nakal seperti gandurwo
(Saini KM, 1990:63).
Kecerdasan mereka menyebabkan Tantripala ingin tahu tentang
orangtua mereka. Bango Samparan dipanggil. Tanca adalah anak petani
biasa, yang turun temurun tinggal di desa karangksetra. Hanya Temu yang
tidak jelas siapa orang tuanya (Toer, 2009:71).
Dapat ditafsirkan bahwa penyampaian penokohan pada kedua kutipan
tersebut, menggunakan teknik pelukisan tokoh yang berlainan. Saini KM pada
naskah dramanya menggambarkan ketidakjelasan orang tua Ken Arok,
menggunakan teknik cakapan. Percakapan dilakukan oleh ken Arok dengan tokoh
lain (Tita). Secara terang-terangan Ken Arok menyebutkan pada dialognya, bahwa
ia tidak mengetahui kejelasan ayah dan ibunya. Berbeda dengan Pramoedya,
dalam novel ia menggambarkan ketidakjelasan orang tua Ken Arok dilukiskan
dengan menggunakan teknik analitis. Pengarang melukiskannya dengan
memberikan deskripsi atau penjelasan secara langsung.
Kedua, seorang pemuda dengan fisiknya yang kuat. Berikut dijelaskan
dalam kutipan.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
85
Ken Arok bangun dan bangkit. Seperti seekor harimau ia
menggeliat. Gerakannya memperlihatkan seekor binatang buas, lembut
tapi penuh tenaga. Ia memandang ke arah matahari (Saini KM, 1990:15-
16).
Juga Temu melarikan diri, ke jurusan barat. Ia mempunyai susunan
otot kuat, dan paru-paru lebih kuat lagi (Toer, 2009:72).
Pada kedua kutipan tersebut kiranya sudah dapat menggambarkan keadaan
fisik Ken Arok atau Temu (novel; nama kecilnya), bahwa ia memiliki keadaan
fisik yang kuat dan sehat. Pada kutipan pertama yaitu naskah drama,
penggambaran kedirian tokoh Ken Arok dengan cara memunculkan kelakuan
(tingkah laku) dari tokoh yang bersangkutan. Kelakuan yang dimaksud adalah
reaksi atau sikap yang dimunculkan untuk menggambarkan kedirian Ken Arok.
Maka dilihat berdasarkan kutipan pertama, dapat disimpulkan bahwa
penggambaran pengarang terhadap kedirian tokoh Ken Arok tersebut
menggunakan metode dramatik dengan teknik tingkah laku.Sedangkan pada
kutipan kedua yaitu kutipan pada novel, kedirian tokoh Ken Arok cenderung
digambarkan secara langsung dan tidak bertele-tele, yaitu menggunakan teknik
analitis.
Ketiga, Ken Arok seorang pemuda yang pemberani dan tidak ada
kegentaran padanya. Berikut dijelaskan dalam kutipan
....
Lohgawe : Pasukan Kertajaya tidak akan mengganggumu lagi.
Ken Arok : Saya tak takut kepada pasukan Kertajaya atau pasukan siapa
pun.
Lohgawe : Tapi mereka menjadi persoalan bagimu bukan?
Ken Arok : Itu saya bisa mengurusnya (Saini KM,1990:42).
Peristiwa itu mendesak berita hebat dari hampir dua bulan lalu
yang menyebabkan penjagaan istana Tumapel dan seluruh Kutaraja
diperketat. Berita itu adalah tentang Borang, seorang pemuda berpawakan
kukuh, berani atau nekad, tanpa kegentaran (Toer, 2009:17).
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
86
Berdasarkan kedua kutipan tersebut, kiranya sudah dapat menggambarkan
bahwa Ken Arok mempunyai sifat bemberani. Meskipun pada naskah drama,
Saini KM tidak secara terang-terangan mendeskripsikan sifat keberanian Arok.
Tetapi melalui teknik cakapan yang digambarkan melalui dialog tokoh Ken Arok,
yang menyatakan tentang ketidaktakutannya kepada Kertajaya. Itu sudah menjadi
cukup bukti bahwa ia adalah seorang yang pemberani. Berbeda dengan novel
Arok Dedes, Pramoedya menggambarkan Ken Arok adalah seorang yang
pemberani. Ia gambarkan dengan teknik analitis, secara langsung tanpa bertele-
tele.
Keempat, berambisi menggulingkan Tunggul Ametung. Ken Arok seorang
pemuda yang berjuang untuk menggulingkan Tunggul Ametung, hanya saja
tujuan perjuangan Ken Arok pada naskah drama dan novelnya berbeda. Berikut
gambaran pada kutipan.
Lohgawe : Ken Dedes wanita yang luar biasa. Ia adalah wanita
nareswari. Siapa pun yang menikahinya akan menjadi
raja...
Tita muncul kembali.
Ken Arok : Tita, aku akan membunuh Tunggul Ametung (Saini KM,
1990:52-54).
Dan bila Tunggul Ametung tidak digulingkan oleh dirinya, siapa
yang berani melakukan? Duapuluh tahun, seumur hidupnya, Akuwu itu
telah merajalela perampok besar yang diberi pengganda oleh Sri Baginda
Kertajaya.
Kalau Tunggul Ametung dapat digulingkan, maka balatentara
Kediri akan datang.
Sampai disitu ia berhenti berpikir... (Toer, 2009:98).
Pada kedua kutipan tersebut, sama-sama menggambarkan keinginan Ken
Arok untuk menggulingkan Tunggul Ametung. Hanya saja cara atau teknik
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
87
pelukisan tokoh antara keduanya berlainan. Pada kutipan pertama, Saini KM
menggambarkan keinginan Ken Arok untuk gulingkan Tunggul Ametung dengan
menggunakan teknik cakapan. Telah terjadi percakapan atau dialog antara Ken
Arok dengan tokoh lain (Tita). Sedangkan pada novel, Pramoedya
menggambarkannya dengan menggunakan teknik pikiran dan perasaan. Dimana
pikiran dan perasaan Ken Arok telah berperan untuk menggambarkan sifat
kediriannya yang ambisius.
Kelima, Ken Arok menjadi seorang raja. Perjuangannya memang tidak
sia-sia, dengan berbagai siasat akhirnya Tunggul Ametung tewas seakan-akan
bukan karena tangannya. Maka berhasilah ia menyandang gelar Akuwu Tumapel.
Berikut dalam kutipannya.
Bango Samparan : Ayolah pendeta.
Lohgawe : Saya tidak punya pilihan lain. (Mengulangi upacara
yang dilakukannya terdahulu). Sebagai pendeta
Agung, bersama ini kunyatakan Ken Arok syah
sebagai raja bagi seluruh negeri Tumapel (Saini KM,
1990:70).
“Kalian telah dengarkan dia, Arok, orang yang cakap, pandai dan
bijaksana, yang akan membawa kalian pada kegemilangan. Dia mendapat
pancaran sepenuhnya dari Hyang Bathara Guru. Dia adalah orang terbaik
dari kalian. Dia adalah titisan Hyang Wisynu, karena dialah yang
memelihara kalian dari bencana Tunggul Ametung dan balatentaranya. Dia
adalah Akuwu-mu, Akuwu Tumapel! (Toer, 2009:548)”
Teknik pelukisan tokoh pada kutipan pertama adalah menggunakan teknik
cakapan. Melalui percakapan atau dialog para tokoh (Ken Arok dan Lohgawe)
lah, Saini KM menggambarkan peristiwa disyahkannya Ken Arok sebagai Akuwu
Tumapel. Sedangkan pada kutipan kedua, digambarkan tokoh Lohgwe yang labih
berperan dalam menyampaikan nilai kedirian tokoh Ken Arok. Lohgawe
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
88
menyatakan bahwa Ken Arok adalah orang yang cakap dan bijaksana, akan
membawa kegemilangan. Teknik gambaran tokoh yang demikian termasuk
pelukisan menggunakan teknik reaksi tokoh lain.
b) Tunggul Ametung
Pertama, seorang Akuwu Tumapel. Berikut dijelaskan dalam kutipan.
Lohgawe : Sekarang tentang Tunggul Ametung.
Mpu sridhara : Akuwu Tumapel ini orang baik-baik...(Saini KM, 1990:)
Teka-teki itu pada suatu kali akan ditanyakannya padanya. Juga
teka-teki kemenangannya di selatan. Karena, bukanlah itu gerakan Syiwa
malawan Tunggul Ametung? Bagaimana mungkin ia menindas mereka
para pelawan Akuwu itu?
Makin ia pikirkan, Arok semakin menjadi teka-teki
baginya...(Toer, 2009:354).
Berdasarkan kedua kutipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kedua-
duanya menjelaskan tentang Tunggul Ametung adalah seorang Akuwu. Akan
tetapi cara pelukisan tokoh antara kutipan yang pertama dengan kutipan yang
kedua menggunakan teknik yang berbeda. Pada naskah drama yaitu pada kutipan
pertama, pengarang menggunakan teknik cakapan untuk menggambarkan
kedirian Tunggul Ametung. Sedangkan pada novel yaitu kutipan kedua,
pengarang menggunakan teknik pikiran dan perasaan. Kesadaran yang dumaksud
adalah kesadaran dari Tokoh Tunggul Ametung sendiri, yaitu menggambarkan
tentang dirinya yang penasaran terhadap Ken Arok.
Kedua, Tunggul Ametung patuh kepada Kertajaya. Berikut dijelasan
dalam kutipan.
Tunggul Ametung : Benar seperti kata Mamanda, kami di Tumapel ini
terjepit. Kami memahami beban warga Tumapel
sudah cukup berat, akan tetapi sebagai Akuwu kami
adalah abdi Sang Prabu (Saini KM, 1990:34).
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
89
...
“Ataukah kau sendiri yang tidak bisa mengerti?”
Tunggul Ametung tidak bisa menjawab.
“Atau kau sendiri yang sudah bosan memangku jabatan?”
“Hidup dan mati sahaya adalah milik Sri Baginga (Toer, 2009:
225).”
Berdasarkan kedua kutipan tersebut, dapat dijelaskan. Bahwa pada kutipan
pertama dalam naskah drama dan kutipan kedua pada novel. Kedua-duanya sama-
sama menggunakan teknik cakapan dalam melukiskan kedirian Tunggu Ametung
yang patuh kepada Kertajaya. Percakapan atau dialog juga secara langsung
disampaikan oleh tokoh yang terkait, yaitu Tunggul Ametung.
c) Kertajaya
Pertama, seorang raja Kediri. Berikut dijelasan dalam kutipan
Adegan 1
Raja Kertajaya dihadap oleh para menteri, pendeta kerajaan,
diantaranya...(Saini KM, 1990: 18).
Pasukan kuda dan Tunggul Ametung di depan itu langsung menuju
ke istana Ratu Angabaya Kediri untuk memohon ijin menghadap Sri
Baginda Kertajaya (Toer, 2009: 223).
Berdasarkan kedua kutipan tersebut dapat disimpulkan, bahwa Saini KM
menggunakan teknik tingkah laku tokoh dalam pelukisannya. Sedangkan
Pramoedya menggunakan teknik analitis dalam pelukisan tokohnya.
Kedua, Kertajaya memanfaatkan rakyat hanya untuk memperkaya
dirinya. Termasuk sebagai pemimpin yang tidak mementingkan kepentingan
rakyatnya. Berikut digambarkan dalam kutipan.
Lohgawe :....Kertajaya hanya menginginkan agar rakyatnya tidak
diganggu dan pajak-pajaknya mengalir. Ia tidak mau
kehilangan muka dan kehilangan sumber
kekayaannya...(Saini KM, 1990:33).
“Kau Tunggul Ametung, setiap kali menghadap, setiap kali
semakin banyak yang tak kau persembahkan.”
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
90
Ia tunduk mengawasi kaki Sri Baginda yang telah lebih setengah
abad pernah melangkahi bumi, lebih tiga puluh tahun duduk di singgasana
dalam kemewahan dan kebesaran.
“Malah perkawinanmu dengan Ken Dedes juga tidak kau
persembahkan...(Toer, 2009:223)”.
Pada kedua kutipan tersebut, digambarkan kedirian tokoh
Kertajaya. Ia seorang raja yang hanya menginginkan harta milik takyat,
demi untuk memperkaya dirinya. Baik pada naskah drama dan novel
kedirian Kertajaya, sama-sama dilukiskan dengan menggunakan teknik
cakapan.
d) Ken Dedes
Pertama, Ken Dedes anak dari Mpu Purwa. Berikut dijelaskan dalam
kutipan.
Mpu Sridhara : ...Istrinya, Ken Dedes, tidak dinikahinya secara wajar.
Tunggul Ametung menculiknya dari tempat ayahnya di
desa Panawijen. Ia berusaha menebus kesalahannya
dengan cara menghormati ayah Ken Dedes, seorang
pendeta Budha bernama Mpu Purwa (Saini KM, 1990:32).
“Dedes, Tanca, anak Mpu Purwa. Di culik dari desanya
Panawijil.”
“Semua sudah dengar.”
“Waktu Mpu Purwa ada bersama kami.”
“Ya.”
“Anak brahmana keturunan. Tentunya cantik.”
“Ya, semua yang tercantik kepunyaan Tunggul Ametung, Tanca
mulai meminggir, “kemari Arok ke tempat yang lebih tinggi. Mari kita
lihat.”(Toer, 2009:282).”
Kedirian tokoh Ken Dedes, pada kedua kutipan tersebut sama-sama
dilukiskan dengan menggunakan teknik cakapan. Pada kutipan pertama,
penggambaran tokoh Ken Dedes dihadirkan oleh tokoh Mpu Sridhara. Begitu juga
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
91
pada penggambaran tokoh Ken Dedes pada novel, tokoh ini menjadi bahan
perbincangan (percakapan) bagi tokoh Arok dan Tanca.
Kedua, menghormati kaum brahmana. Ken Dedes, perempuan terdidik
keturunan brahmana (Mpu Purwa) tentu sikapnya baik sesuai dengan apa yang
dipelajarinya. Perempuan yang selain cantik itu pun, selalu bisa menghormati
seseorang, khususnya kaum brahmana. Berikut digambarkan dalam kutipan.
Ken Dedes : (Kepada Lohgawe). Mamanda, kami mohon diri.
Lohgawe : Silahkan, Ananda putri (Mereka pergi dengan Tita) (Saini
KM, 1990:54).
Berdasarkan kutipan tersebut, dijelaskan bahwa dialog yang disampaikan
oleh Ken Dedes merupakan gambaran dari perilakunya yang sopan dan hormat
kepada seseorang yang lebih tua daripadanya. Kata “mohon diri” , merupakan
kata yang lumrah dan sopan bagi seseorang yang memiliki jabatan tinggi untuk
memintakan izin. Sikap hormat Dedes (di novel) kepada kaum brahmana juga
digambarkan pada kutipan berikut.
Pada hari yang ditentukan Lohgawe datang ke Tumapel,...
Kemudian Akuwu itu keluar dari bilik agung bersama Ken Dedes.
Dan Paramesywari segera bersujud dan membersihkan kaki Dang Hyang
Lohgawe dengan penutup kepalanya.
Tamu itu dengan dua belah tangan menengadahkan muka Dedes,
meresruinya...(Toer, 2009:2).
Berdasarkan kutipan yang menjelaskan tentang kedirian tokoh Ken Dedes
tersebut. Perihal sikap hormatnya kepada kaum brahmana. Maka dapat
disimpulkan bahwa gambaran tentang hal tersebut. Baik pada naskah drama dan
novel, keduanya memiliki teknik pelukisan tokoh yang berlainan. Pada naskah
drama, Saini KM melukiskan sikap hormat Ken Dedes kepada kaum brahmana,
dengan menggunakan teknik cakapan. Sedangkan Pramoedya pada novelnya
menggunakan teknik analitis.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
92
e) Ken Umang
Pertama, seorang perempuan dengan tubuhnya yang tidak montok (kurus
tidak berisi). Berikut dijelaskan dalam kutipan.
Ken Umang : Jadi saya tidak boleh ikut bicara?
Ken Arok : Buat apa? Bikinlah tubuhmu semakin montok, lupakan
yang lain...(Saini KM, 1990:81).
“Gadis kecil beringus dulu, kini sudah besar,” desau Arok. Ia
mundur dan memandangi tubuh kotor yang kurus itu. Ia perhatikan
dadanya, pinggul dan pinggangnya. Gadis itu telah memasuki kedewasaan.
(Toer, 2009:275).
Kedua kutipan tersebut sama-sama menggambarkan keadaan fisik tokoh
Ken Umang. Ia digambarkan sebagai seorang perempuan dengan fisiknya yang
tidak montok atau kurus (novel). Keduanya memiliki arti yang sama. Penokohan
Ken Umang, berdasarkan kutipan tersebut pada dasarnya sama. Tetapi teknik
yang digunakan dalam penyampaian kedirian tokoh berlainan. Pada naskah
drama, fisik Ken Umang digambarkan menggunakan teknik cakapan. Sedangkan
pada novel, fisik Ken Umang digambarkan dengan menggunakan teknik analitis.
Kedua, ia menyayangi Ken Arok. Berikut dijelaskan dalam kutipan.
Ken Umang : Kanda, Kanda terlalu mabuk. Istirahat dulu, atau
berhentilah minum. Makanlah sesuatu.
Ken Arok : Siapa yang mabuk? Tidak. Ayo putar dadunya.
Pria : Gusti belum meletakkan taruhannya.
Ken Arok : Mana uangku?
Ken Umang : Sudah habis.
Ken Arok : Ambil!
Ken Umang : Tidak, Kanda sudah terlalu lama berjudi. Kanda terlalu
banyak minum. Sekarang istirahat dulu (Saini KM,
1990:99).
Berdasarkan kutipan tersebut, digambarkan bahwa Ken Umang; isteri Ken
Arok, merupakan perempuan yang memberikan perhatiannya kepada suaminya.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
93
Perintah larangan yang ditujukan kepada Ken Arok semata-mata karena rasa
sayang padanya. Karena seorang isteri yang baik tidaklah ingin melihat suaminya
terus-terusan mabuk dan berjudi seperti yang dilakukan oleh Arok. Begitu pula
pada novelnya, Ken Umang begitu menyayangi Ken Arok, dijelaskan pada
kutipan berikut.
Ia tampilkan kembali Umang pada mata batinnya. Mengapa anak
itu lebih mengasihinya daripada saudara-saudaranya sendiri? Mengapa dia
selalu melakukan segala yang bisa mendatangkan kesenangannya? Adakah
secara naluriah dia telah mencintainya sejak semula (Toer, 2009:80).
Adapun teknik pelukisan tokoh yang digunakan oleh Saini KM dengan
Pramoedya dalam menyampaikan kedirian tokoh Ken Umang. Pada naskah drama
Ken Umang ditampilkan menggunakan teknik cakapan. Lain halnya pada novel,
Pramoedya menggambarkan tokoh Ken Umang dengan teknik reaksi tokoh lain.
Berdasarkan kutipan kedua, tokoh lain yang dimaksud adalah Ken Arok. Ia telah
memberikan penilaian ataupun pendapat tentang kedirian tokoh Ken Umang.
f) Lohgawe
Pertama, Lohgawe adalah kaum brahmana ( pendeta). Hal tersebut,
sesuai dengan kutipan berikut.
Lohgawe : Saya tak punya pilihan lain (Mengulangi upacaranya yang
dilakukannya terdahulu). Sebagai pendeta Agung, bersama
ini kunyatakan Ken Arok syah sebagai raja bagi seluruh
wilayah Tumapel (Saini KM, 1990: 70).
...Dalam suatu sidang brahmana barang tujuh tahun yang lalu telah
dikeluarkan gelar Dang Hyang untuknya dan Lohgawe sebagai sebutan
yang pribadinya tak jera-jera bekerja demi kemuliaan Hyang Syiwa (Toer,
2009: 172).
Pada kutipan pertama, kedirian tokoh Lohgawe dilukiskan dengan
menggunakan teknik cakapan. Dengan teknik tersebut pengarang
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
94
menggambarkannya melalui doalog atau percakapan yang disampaikan langsung
oleh tokoh yang berkaitan. Pada kutipan kedua tokoh Lohgawe dilukiskan dengan
menggunakan teknik analitis, yaitu mendeskripsikannya secara langsung.
Kedua, Lohgawe adalah seorang yang terhormat dan berilmu. Hal
tersebut, sesuai dengan kutipan berikut.
Lohgawe : Anakku, sambil menunggu datangnya majikanmu, marilah kita
lanjutkan pembicaraan kita terdahulu.
Ken Arok : Saya bukan murid yang baik, tetapi saya akan mendengarkan,
Mamanda.
Lohgawe : Nah, sekarang akan kujelaskan kepadamu pasal dalam Kitab
Kutarmanwa yang berkenaan dengan Titipan. Pasal 160 Bab
Titipan mengatakan sebagai berikut: “Penitipan milik
sebaiknya dilakukan kepada orang yang tinggi wangsanya,
baik kelakuannya, tahu akan dharma, setia kepada katanya,
bersih hatinya dan orang kaya...(Saini KM, 1990:52).”
Dari penjelasan pada kutipan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
Lohgawe adalah seorang yang terhormat dengan ilmunya yang disampaikan
kepada Ken Arok tentang sebuah Kitab yang menjelaskan hal; penitipan.
Seseorang yang mengetahui tentang pasal-pasal pada suatu kitab, tentunya orang
tersebut juga dapat dikatakan sebagai orang yang berilmu. Sama halnya sepereti
pada novelnya, bahwa Pramoedya juga menggambarkan Lohgawe adalah seorang
guru, yang berilmu dan dihormati pula. Berikut kutipannya.
“Medan perang, medan tikai dan singgasana,” Lohgawe
meneruskan. “Tidak sia-sia kuberikan ilmu kepadamu. Kaulah harapan
bagi semua brahmana...”
...
Semua murid mengangkat sembah.
Malam itu acara ditutup dengan semadhi. Dang Hyang Lohgawe
meninggalkan tempat belajar, memasuki malam (Toer, 2009:68-69).
Teknik pelukisan tokoh Lohgawe yang terdapat pada kutipan tersebut
dapat ditafsirkan. Saini KM melakukan penggambaran terhadap tokoh Lohgawe
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
95
dengan teknik cakapan. Lain halnya dengan Pramoedya, pada kutipan kedua
tersebut. Digambarkan bahwa kedirian tokoh Lohgawe dihadirkan oleh tokoh lain
yaitu pelukisan adanya murid-murid yang mengangkat sembah terhadapnya.
Jelaslah teknik reaksi tokoh lain sebagai cara yang digunakan pengarang untuk
menggambarkan tokoh Lohgawe.
g) Empu Purwa
Pertama, Empu Purwa adalah seorang brahmana (pendeta). Berikut
kutipan yang menjelaskan hal tersebut.
Mpu Sridhara : ...Ia menebus kesalahannya dengan menghormati ayah
Ken Dedes, seorang pendeta Budha yang bernama Mpu
Purwa (Saini KM, 1990: 32).
Dalam bilik agung Ken Dedes berlutut menghadapi peraduan. Air
matanya telah kering...
Ia tak bisa terima perkawinan semacam ini: seorang brahmani
harus membasuh kaki seorang sudra yang disatriakan. Dan ayahnya,
seorang brahmana terpelajar,...(Toer, 2009: 11).
Kedua kutipan tersebut sama-sama menjelaskan tentang kedirian tokoh
Mpu Purwa, sebagai ayah dari Ken Dedes. Namun berbeda dalam teknik
pelukisan tokohnya. Pada kutipan pertama, Saini KM menggambarkan kedirian
tokoh Mpu Purwa dengan teknik cakapan, yang digambarkan oleh tokoh Mpu
Sridhara. Sedangkan pada novel yaitu pada kutipan kedua, kedirian tokoh Mpu
Purwa dilukiskan dengan teknik reaksi tokoh lain. Tokoh lain yang dimaksud
adalah tokoh Ken Dedes.
Kedua, seorang yang terpelajar. Berikut dijelaskan dalam kutipan.
Mpu Purwa : Kita tidak berhak membalas kejahatan dengan kejahatan.
Hanya kebaikan yang menyudahkan kejahatan.
Demikian ajaran Sang Budha (Saini KM, 1990:93).
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
96
Ia tahu Mpu Purwa dengan diam-diam telah menerima beberapa
orang pelajar. Sampai sebegitu jauh ia tak persembahkan itu pada Sang
Akuwu. Orang berilmu, berpengetahuan dan berbakat itu tak boleh punah
(Toer, 2009:35-36).
Pada kutipan pertama dengan teknik cakapan. Pada dasarnya Saini KM
secara tidak terangan-terangan menggambarkan kediarian tokoh Mpu Purwa
sebagai tokoh yang terpelajar. Dari gambaran dialog yang disampaikan, mengenai
hal yang berkaitan dengan ajaran Sang Budha. Jelaslah bahwa ia menguasai ajaran
tersebut. Maka ia termasuk sebagai seorang yang terpelajar. Digambarkan pula
pada kutipan kedua, bahwa Mpu Purwa adalah seorang yang berilmu, yang sama
artinya seorang itu sebagai orang terpelajar. Tetapi pengarang untuk dalam
melukiskannya menggunakan teknik reaksi tokoh lain. Tokoh lain tersebut telah
mengungkapkan pendapatnya tentang kedirian tokoh Mpu Purwa.
h) Ki Lembong
Seorang yang menemukan bayi Ken Arok. Berikut digambarkan dalam
kutipan.
Ken Arok : Kau tahu ayah-ibuku tak jelas. Paman Lembong, bapak-
angkatku yang pertama, menemukanku sebagai bayi di
kuburan. Mungkin aku bayi siluman.
Tita : (Main-main) Dan waktu kecil kau nakal seperti gandurwo
(Saini KM, 1990:63).
Ia tampilkan Ki Lembong di hadapan mata batinnya.
....
Ki Lembong! Dialah orang yang pertama-tama di dunia ini yang ia
kenal sebagai pengasihnya. Menurut ceritanya, dialah orang yang
menemukannya saat bayi, dibuang oleh orang tuanya digerbang sebuah
pura desa (Toer:2009:91).
Berdasarkan kedua kutipan tersebut, jelaslah baik Saini KM maupun
Pramoedya, Ki Lembong (Ki Lembung; dalam novel) sama-sama digambarkan
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
97
sebagai seorang yang telah menemukan waktu bayi Arok. Hanya saja cara
melukiskan kedirian tokoh Ki Lembong berlaianan. Pada kutipan pertama Saini
KM melukiskan tokoh Ki Lembong dengan teknik cakapan. Sedangkan pada
kutipan kedua Pramoedya menggambarkan tokoh Ki lembung dengan
menggunakan teknik reaksi tokoh lain. Pada novel, pengarang secara terang-
terangan menggambarkan keadaan batin Ken Arok berupa pandangannya terhadap
Ki Lembung.
i) Bango Samparan
Seorang penjudi. Ayah pungut kedua Ken Arok ini adalah seorang penjudi
bahkan seorang bandar judi. Berikut digambarkan dalam kutipan.
Mpu Sridhara : ...Sekarang ia berada di tempat ayah pungutnya yang
kedua, penjudi kawakan bernama Bango Samparan
(Saini KM, 1990:).
...Ki Bango Samparan semakin sayang kepadanya, hampir tak lagi turun
ke sawah atau ladang, menjadi bandar dadu dan selalu membawa pulang
kemenangan (Toer, 2009:77).
Berdasarkan kedua kutipan tersebut, kedua pengarang baik Saini KM
maupun Pramoedya secara terang-terangan menjelaskan kedirian tokoh Bango
Samparan sebagai seorang penjudi (bandar dadu; novel). Teknik yang digunakan
pengarang adalah teknik cakapan pada kutipan pertama pada naskah drama.
Sedangkan pada novel yaitu kutipan kedua, pengarang melukiskan tokoh Bango
Samparan dengan menggunakan teknik reaksi tokoh lain. Ken Arok sebagai
pengantar untuk menghadirkan kedirian Bango Samparan, dengan cara
mengungkapkan pendapatnya.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
98
j) Empu Gandring
Seorang pandai besi (pembuat senjata). Berikut digambarkan dalam
kutipan.
Ken Arok : Mpu, bagaimana dengan keris pesanan saya?
Mpu gandring : Sudah kubilang keris yang baik hanya dapat
diselesaikan dalam satu tahun (Saini KM, 1990:58).
“Kau Empu Gandring, dengarkan aku.”
“Siapa kau sesuangguhnya?”
“Pada tangan kami ada senjata bikinan tanganmu sendiri (Toer,
2009:7).”
Berdasarkan gambaran pada kedua kutipan tersebut, dapat disimpulkan
bahwa Empu Gandring adalah seorang yang pekerjaannya membuat senjata
(keris). Pada kedua-duanya sama-sama melukiskan profesi tokoh Empu Gandring,
dengan menggunakan teknik cakapan.
k) Tita (di novelnya; Tanca)
Sebagai teman setia Ken Arok. Baik dalam naskah drama maupun dalam
novelnya, digambarkan bahwa; Ken Arok (tokoh sentral) memiliki sahabat setia.
Mereka berdua berteman sejak masih kecil hingga dewasa. Berikut digambarkan
dalam kutipan.
Tita : (Mereka duduk) Sudah bertahun-tahun kita bersama, tapi kau
tetap teka-teki bagiku, Arok.
Ken Arok : Apa penting betul kau mengerti diriku?
...
Tita : (Main-main) Dan waktu kecil kau nakal seperti anak
ganderwo (Saini KM, 1990:62-63).
“Kalau kau menang, kau akan jadi raja, Temu?”
“Kau akan jadi patihku.”
“Selama ini aku telah jadi patihmu.”
Temu tertawa terbahak (Toer, 2009:83).
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
99
Apabila dilihat dari teknik pelukisan tokoh. Maka penggambaran tokoh
Tita atau Tanca sebagai teman setia Arok, pada keduanya sama-sama
menggunakan teknik cakapan. Gambaran tentang kedirian tokoh tidak lain
digambarkan oleh tokoh yang bersangkutan yaitu Tita (Tanca; novel) dan Ken
Arok.
2) Pelukisan tokoh berdasarkan pertentangan (perbedaan) Karakterisik
tokoh
Pelukisan tokoh berdasarkan pertentangan (perbedaan) Karakterisik tokoh
dalam naskah drama Ken Arok dengan novel Arok Dedes. Adalah berikut
dijelaskan dalam tabel.
Tabel 6
Teknis pelukisan tokoh pada pertentangan (perbedaan) karakteristik tokoh pada
naskah drama Ken Arok dengan novel Arok Dedes.
No. Keterangan
Naskah Drama Novel
Karakteristik
Tokoh
Teknik
Pelukisan
Tokoh
Karakteristik
Tokoh
Teknik
Pelukisan
Tokoh
1.
Psikis Ken Arok patuh
pada tindak
kejahatan
Cakapan Ken Arok
patuh pada
tindak kebaikan
Cakapan
2. Psikis Tunggul
Ametung
menghormati
kaum brahmana
Cakapan Tunggul
Ametung tidak
menghormati
kaum brahmana
Cakapan
Psikis Tunggul
Ametung
menghormati
Mpu Purwa
Cakapan Tunggul
Ametung
murka terhadap
Mpu Purwa
Cakapan
Psikis Tunggul
Ametung patuh
pada
kepercayaannya
(Betara Raya)
Cakapan Tunggul
Ametung tidak
patuh pada
Hyang Syiwa
Reaksi
tokoh lain
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
100
3. Psikis Ken Dedes tidak
mencintai Ken
Arok
Cakapan Ken Dedes
mencintai Ken
Arok
Arus
kesadaran
Fisik Ken Dedes
betisnya yang
indah
Tingkah
laku
tokoh
Ken Dedes
pahanya yang
seperti pualam
Analitis
4. Psikis Lohgawe
bersekongkol
dengan Tunggul
Ametung
Cakapan Lohgawe
bersekongkol
dengan Ken
Arok
Analitis
5. Sosial Kebo Ijo seorang
pimpinan
pengawal Akuwu
Cakapan Kebo Ijo hanya
seorang
Tamtama
Tumapel
(prajurit
terendah)
Cakapan
Psikis Kebo Ijo patuh
kepada Tunggul
Ametung
Cakapan Kebo Ijo
berambisi
menggulingkan
Tunggul
Ametung
Analitis
6. Sosial Ki Lembong
seorang pencuri
Cakapan Ki Lembung
seorang petani
yang memiliki
kerbau
Analitis
7.
Psikis Empu Gandring
Baik, senang
melihat
perkembangan
Arok
Cakapan Empu Gandring
berusaha
jatuhkan Ken
Arok
Cakapan
Psikis Empu Gandring
jujur dan
bertanggung
jawab
Cakapan Empu Gandring
tidak jujur
Cakapan
Berdasarkan penjelasan persamaan karakteristik dan pelukisan tokoh pada
tabel tersebut. Maka, berikut dipaparkan secara lebih terperinci, disertai dengan
kutipan-kutipan yang menjelaskannya.
a) Ken Arok
Pada naskah drama, digambarkan bahwa Ken Arok adalah seorang yang
berlaku jahat (tidak terpuji). Berlainan dengan tokoh yang digambarkan
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
101
Pramoedya dalam novelnya, yaitu tokoh Ken Arok berlaku sebagai tokoh yang
baik, terpuji. Adapun teknik dalam melukiskan kedirian tokoh Ken Arok yang
bertentangan tersebut. Yaitu, pada naskah drama dan novel, keduanya sama-sama
menggambarkan kedirian tokoh Ken Arok dengan menggunakan teknik cakapan.
Berikut gambaran dalam kutipan pada naskah drama, yang
menggambarkan kedirian tokoh Ken Arok sebagai pribadi yang suka melakukan
tindak kejahatan sesuai dengan teknik pelukisannya.
Empu Sridhara : Asal-usul Ken Arok tidak karuan Maharesi. Sebagai
bayi ia ditemukan di kuburan lalu dipungut sebagai
anak oleh seorang pencuri bernama Lembong, orang
desa Pangkur. Ketika tumbuh menjadi anak-anak, ia
mulai pandai mencuri dan berjudi. Tak ada ternak,
barang atau uang yang aman dari tangannya yang
panjang. Begitu parahnya ia keranjingan berjudi,
hingga akhirnya ia tidak saja menghabiskan harta ayah-
pungutnya, akan tetapi bahkan menjual kerbau milik
majikannya. Ketika berangkat remaja, ia tidak saja
mencuri, akan tetapi merampok dan lebih daripada
perampok lain. Nyawa orang seperti tidak ada harganya
baginya. Sedikit tersinggung ia cepat mencabut keris
dan membunuh orang,...(Saini KM, 1990:30-).
Berikut gambaran dalam kutipan pada novel, yang menggambarkan
kedirian tokoh Ken Arok sebagai pribadi yang suka melakukan tindak kebaiakan
sesuai dengan teknik pelukisannya.
“Bicara kau Arok”
“Dengarkan, kalian!” Keadaan reda,”bahwa kemenangan bukan
satu-satunya buah usaha. Maka jangan ulangi kejahatan Tunggul Ametung
dan balatentaranya. Jangan ada seorang pun yang merampok, mencuri,
merampas, menganiaya, memperkosa seperti mereka. Dalam hal ini
aturan Sri Baginda Erlangga masih berlaku: hukuman mati terhadap
mereka itu. Juga terhadap diriku bila dalam babak baru ini melakukannya
(Toer, 2009:546).”
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
102
b) Tunggul Ametung
Pertama, pada naskah drama, Tunggul Ametung digambarkan sebagai
tokoh yang memiliki sikap hormat kepada kaum brahmana. Teknik pelukisan
tokoh ini, oleh Saini KM dilukiskan dengan menggunakan teknik cakapan. Dalam
dialognya, Tunggul Ametung mengaku telah mendapat kehormatan untuk
melakukan perundingan dengan kaum brahmana. Maka ia pun termasuk sebagai
seorang yang tahu sikap menghormati. Tetapi berbeda pada novelnya, Pramoedya
menggambarkan Tunggul Ametung adalah tokoh yang tidak tahu sikap
menghormati, terlebih kepada kaum brahmana. Teknik pelukisan tokoh Tunggul
Ametung pada novel menggunakan teknik reaksi tokoh lain, yaitu oleh Lohgawe
mengenai pendapat yang diungkapkannya.
Berikut gambaran dalam kutipan pada naskah drama, yang
menggambarkan kedirian tokoh Tunggul Ametung sebagai pribadi yang tidak
menghormati kaum brahmana, sesuai dengan teknik pelukisannya.
Tunggul Ametung : Kami merasa benar-benar mendapat kehormatan
diajak berunding tentang hal itu, Mamanda (Saini
KM, 1990:36).
Berikut gambaran dalam kutipan pada novel, yang menggambarkan
kedirian tokoh Tunggul Ametung sebagai pribadi menghormati kaum brahmana,
sesuai dengan teknik pelukisannya.
“Begitulah tingkah seorang sudra yang tak tahu diuntung,” kata
Lohgawe, “ tidak pernah bisa menghormati orang. Juga tidak menghormati
dirinya sendiri. Tak ada sesuatu apapun yang perlu dihormatinya (Toer,
2009:9).”
Kedua, pada naskah drama, Tunggul Ametung digambarkan bahwa ia
menghomati Mpu Purwa untuk menebus kesalahannya karena telah menculik
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
103
Ken Dedes. Berbeda dengan novel, sikapnya kasar terhadap Mpu Purwa, hingga
membunuh mertuanya pun sanggup ia lakukan. Pertentangan tentang kedirian
tokoh Tunggul Ametung, baik pada naskah drama maupun novel. Pada keduanya
pengarang sma-sama melukiskannya dengan teknik cakapan.
Berikut gambaran dalam kutipan pada naskah drama dan novel, yang
menggambarkan pertentangan kedirian tokoh Tunggul Ametung, sesuai dengan
teknik pelukisannya.
Mpu Sridhara : ...Isterinya Ken Dedes tidak dinikahinya secara wajar.
Tunggul Ametung menculiknya dari tempat ayahnya
Ken Dedes. Ia berusaha menebus kesalahannya dengan
menghormati ayah Ken Dedes, seorang pendeta Budha
bernama Mpu Purwa (Saini KM, 1990:33).
“Para dewa adalah abadi, mereka mempunyai kesabaran dalam
menunggu. Manusia berumur pendek.”
“Ayahku pun belum kakanda dapatkan.”
“Juga bisa dia kehilangan kepalanya.”
Ia mengerti suaminya mulai mengancamnya. Ia menggigil. Hatinya
meriut kecil. Ia ketakutan (Toer, 2009:164).
Ketiga, Tunggul Ametung pada naskah drama, ia digambarkan sebagai
seorang yang berpedoman pada kepercayaannya (yang dianut). Hal tersebut oleh
Saini KM digambarkan dengan menggunakan teknik cakapan, yang diungkapkan
langsung oleh Tunggul Ametung melalui dialognya. Sikap terpuji tersebut,
bertentangan dengan sikapnya yang digambarkan dalam novel. Jangankan
memuja apa yang sudah dianutnya (Hyang Syiwa), bahkan ia memusuhi. Hal
tersebut, oleh Pramoedya dilukiskan dengan menggunakan teknik reaksi tokoh
lain, yaitu digambarkan oleh tokoh Ken Dedes.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
104
Berikut gambaran dalam kutipan pada naskah drama, yang
menggambarkan kedirian tokoh Tunggul Ametung sebagai pribadi yang percaya
kepada Sang Betara Raya, sesuai dengan teknik pelukisannya.
Tunggul Ametung : Wahai Betara Raya! Tapi sebagai Akuwu saya tak
berhak mengatakan sesuatu...
....
Tunggul Ametung : Baiklah kalau begitu, kami hanya dapat berdoa dan
membakar dupa. Sekarang saatnya tiba untuk
beristirahat (Saini KM, 1990:35-37).
Berikut gambaran dalam kutipan pada novel, yang menggambarkan
kedirian tokoh Tunggul Ametung sebagai pribadi yang tidak mengindahkan
Hyang Syiwa, sesuai dengan teknik pelukisannya.
....Kemudian dari pelajaran ayahnya ia tahu, Tunggul Ametung adalah
seorang penjahat, karena ia tidak mengindahkan Hyang Syiwa, bahkan
memusuhi. Seorang pemuja Hyang Syiwa adalah orang yang tahu diri,
karena selalu menimbang masa dan hari lewat, menghukum dirisendiri
pada setiap permasalahan dan kekeliruan (Toer, 2009:106).
c) Ken Dedes
Pertama, Digambarkan dalam naskah drama bahwa Ken Dedes dipaksa
menikah dengan Ken Arok, karena sama sekali ia tidak mencintainya. Hal tersebut
berbeda dengan novel, dimana Pramoedya menggambarkan Ken Dedes telah jujur
mengakui bahwa ia mencintai Ken Arok. Bahkan ia menginginkan Arok untuk
menjadi suaminya. Kedirian tokoh Ken Dedes, baik dalam naskah drama maupun
novel, sama-sama dilukiskan dengan menggunakan teknik cakapan.
Berikut gambaran dalam kutipan pada naskah drama dan novel, yang
menggambarkan kedirian tokoh Ken Dedes, sesuai dengan teknik pelukisannya.
Ken Arok : Hari ini saya bermaksud memperisteri Ken Dedes.
Ken Dedes : Oh!
Lohgawe : Tapi...
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
105
Ken Arok : Tidak ada tapi, Mamanda...(Lohgawe didorong untuk berdiri
di depan Ken Arok dan Ken Dedes. Ken Dedes akan bangkit,
akan tetapi dipegang oleh Ken Arok dan di dudukan kembali
tidak berdaya) (Saini KM, 1990:69).
...Dengan jujur ia mengakui pada dirinya telah jatuh cinta pada pemuda
sudra tanpa darah Hindu setetes pun itu, yang demikian fasih berbahasa
ilmu para dewa...
Dialah yang patut jadi suamiku, pemegang kekuasaan atas Tumapel,
seorang brahmana yang akan dapat memuliakan cakrawati Hyang Syiwa.
Ia pejamkan mata, menikmati musik yang terdengar dalam Sansekerta
Arok (Toer, 2009:340).
Kedua, Ken Dedes adalah seorang perempuan cantik anak Mpu Purwa.
Tubuhnya indah. Dalam naskah drama Saini KM menggambarkan keindahan betis
Ken Dedes. Namun, pada novel bukan betisnya yang terlihat indah melainkan
pahanya yang seperti pualam. Pertentangan fisik Ken Dedes tersebut, oleh kedua
pengarang dilukiskan dengan teknik yang berbeda. Saini KM pada naskah drama
melukiskan dengan teknik tingkah laku tokoh, yiatu tingkah laku yang dilakukan
oleh Ken Dedes. Sedangkan Pramoedya dalam novel ia lukiskan kedirian Ken
Dedes dengan mendeskripsikan secara langsung, yaitu dengan teknik analitis.
Berikut gambaran dalam kutipan pada naskah drama dan novel, yang
menggambarkan kedirian fisik tokoh Ken Dedes, sesuai dengan teknik
pelukisannya.
Ken Arok : Baik, Mamanda. (Tunggul Ametung turun dan muncul
dari kereta. Ia mengulurkan tangannya, membantu Ken
Dedes, Ken Dedes turun, betisnya terbuka dan Ken Arok
melihatnya dengan terpesona) (Saini KM, 1990:53).
Parameswari turun dari tandu. Ia terpesona oleh kecantikannya.
Kulitnya gading. Angin meniup dan kulitnya tersingkap memperlihatkan
pahanya yang seperti pualam. Arok mengangkat muka dan menatap
Dedes. Dengan sendirinya Ekagrata ajaran Tantripala bekerja. Cahaya
matanya memancarkan gelombang menaklukan wanita yang berada di
hadapannya (Toer, 2009:330).
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
106
d) Lohgawe
Dalam naskah drama, tokoh Lohgawe digambarkan sebagai kaum
brahamana yang berpihak kepada Tunggul Ametung. Hal tersebut dilukiskan
dengan menggunakan teknik cakapan. Yaitu dengan penggambaran dialog
melalui tokoh Lohgawe dan Ken Arok. Lain halnya pada novel, Lohgawe
bukanlah berpihak pada Tunggul Ametung melainkan kepada Ken Arok.
Pramoedya melukiskan kedirian Lohgawe tersebut dengan menggunakan teknik
analitis.
Berikut gambaran dalam kutipan pada naskah drama, yang
menggambarkan kedirian tokoh Lohgawe berpihak kepada Tunggul Ametung,
sesuai dengan teknik pelukisannya.
Lohgawe : Baiklah, Akuwu, kami akan membicarakannya dengan
Tunggul Ametung. Kami harus berangkat sekarang juga.
Sekali lagi, kau bersedia tiadak mengganggu rakyat Kediri
dengan imbalan jadi pengawal pribadi Tunggul Ametung?
Ken Arok : Dengan semua anak buah saya (Saini KM, 1990:430.
Berikut gambaran dalam kutipan pada novel, yang menggambarkan
kedirian tokoh Lohgawe berpihak kepada Ken Arok, sesuai dengan teknik
pelukisannya.
Dengan pengawalan empat orang pada malam itu juga ia berangkat
ke Pangkur untuk menemui Dang Hyang Lohgawe. Ia menyampaikan
Tumapel sudah hampir berada di tangannya. Setiap waktu ia dapat
gulingkan Tunggul Ametung.
...
“Ya, Bapak Mahaguru, sahaya mengerti; Kediri tidak akan diam.
Pasukan gajahnya yang perkasa akan segera datang menghancurkan
Tumapel.”
“Itu bisa kau hadapi Arok (Toer, 2009:346).”
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
107
e) Kebo Ijo
Pertama, dalam naskah drama, Kebo Ijo digambarkan sebagai seorang
prajurit namun memiliki jabatan yang tinggi, yaitu sebagai pemimpin pengawal
Akuwu. Sebelum Ken Arok yang menggantikannya, dan ia menjadi wakilnya.
Sedangkan Pramoedya dalam novelnya, menggambarkan tokoh Kebo Ijo hanyalah
seorang Tamtama, yaitu prajurit dengan pangkat terendah. Kedirian tokoh Kebo
Ijo dalam naskah drama maupun dalam novel, ia sama-sama dilukiskan dengan
menggunakan teknik cakapan. Dalam naskah drama, pengarang memunculkan
tokoh Kebo Ijo dan Tunggul Ametung, sedangkan dalam novel pengarang
menghadirkan tokoh Kebo Ijo dengan Ken Dedes. Kedirian tokoh Kebo Ijo
digambarkan oleh lawan bicaranya.
Berikut gambaran dalam kutipan pada naskah drama dan novel, yang
menggambarkan kedirian tokoh Kebo Ijo, sesuai dengan teknik pelukisannya.
Kebo Io : Maksud Akuwu?
Tunggul Ametung : Misalnya, kau tetap jadi Kepala Pengawal sedang Ken
Arok mendapat tambahan penghargaan dalam bentuk
barang atau uang.
Kebo Ijo : Saya benar-benar tidak berkeberatan jadi wakilnya,
Akuwu (Saini KM, 1990:47).
“Siapa namamu?” tanyanya pada Tamtama itu.
Kebo Ijo mengangkat sembah dan mempersembahkan namanya. “Kau
tamtama, bukan?”
“Benar, Yang Mulia”
“Namamu Kebo, mengapa hanya tamtama bukan perwira? (Toer,
2009:409).”
Kedua, pada naskah drama, Kebo Ijo juga digambarkan sebagai seorang
prajurit yang patuh terhadap Akuwunya. Hal tersebut berbeda dengan gambaran
pada novel, bahwa Kebo Ijo bukanlah patuh tetapi ia berniat jatuhkan Tunggul
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
108
Ametung. Sama saja bahwa ia adalah sosok pengkhianat. Pertentangan kedirian
tokoh Kebo Ijo, pada naskah drama dan novelnya sama-sama dilukiskan dengan
menggunakan teknik cakapan. Saini KM menghadirkan percakapan tersebut
dilakukan oleh Tunggul Ametung dan Kebo Ijo. Pramoedya lewat novelnya, ia
gambarkan tokoh Kebo Ijo melalui percakapan tokoh Kebo Ijo dan Empu
Gandring.
Berikut gambaran dalam kutipan pada naskah drama dan novel, yang
menggambarkan kedirian tokoh Kebo Ijo, sesuai dengan teknik pelukisannya.
Kebo Ijo : Saya siap, menerima perintah, Akuwu.
Tunggul Ametung :...Kebo Ijo. Duduklah, kita akan merundingkan sesuatu
(saini KM, 1990:47).
Seperti anjing mendekati tuannya yang membawa tongkat
pemukul Kebo Ijo datang kepada Empu Gandring untuk mengadukan
halnya.
“Tuan tidak pernah menceritakan sebelumnya, tegur Empu
Gandring, “kalau telah bunuh Kidang Gumelar dari belakang. Perbuatan
terkutuk itu yang menggagalkan semua rencana. Mengapa hanya seorang
Kidang tanpa arti Tuan binasakan? Bukankah rencana semula Tunggul
Ametung sendiri dan Arok? Kemudian menyerbu ke pendulangan emas
Kediri (Toer, 2009: 441).”
f) Ki Lembong
Dalam naskah drama, Saini KM menghadirkan tokoh Ki Lembong yang
pekerjaannya adalah sebagai pencuri, hal tersebut merupakan tindakan yang tidak
terpuji. Kedirian tokoh Ki Lembong pada naskah drama, dimunculkan dengan
menggunakan teknik cakapan. Sedangkan pada novel, digambarkan pekerjaan Ki
Lembung bukanlah sebagai seorang pencuri, melainkan ia hanya sebagai petani
biasa yang memiliki beberapa kerbau. Hal tersebut dilukiskan oleh Pramoedya
dengan menggunakan teknik analitis.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
109
Berikut dijelaskan dalam kutipan pada naskah drama, yang
menggambarkan kedirian tokoh Ki Lembong yang pekerjaannya sebagai pencuri,
sesuai dengan teknik pelukisannya.
Empu Sridhara : Asal-usul Ken Arok tidak karuan Maharesi. Sebagai
bayi ia ditemukan di kuburan lalu dipungut sebagai
anak oleh seorang pencuri bernama Lembong (Saini
KM, 1990:30).
Berikut dijelaskan dalam kutipan pada naskah drama, yang
menggambarkan kedirian tokoh Ki Lembung yang pekerjaannya sebagai petani,
sesuai dengan teknik pelukisannya.
....Kau masih juga menangis. Aku batalkan maksudku dan kubawa kau
pulang.
Ki Lembung tinggal di tengah hutan, seorang petani yang memiliki
kerbau.
Bayi itu diserahkan pada isterinya:
“Para dewa telah mengirimkan pada kita bayi lelaki yang seorang
ini. Peliharalah ia sebagai anak sendiri. (Toer, 2009:92).”
g) Bango Samparan
Bango Samparan sebagai ayah pungut kedua Ken Arok. Dalam naskah
drama, Bango Samparan digambarkan sebagai seorang yang mendukung Arok
untuk mendirikan tempat hiburan dan perjudian. Hal tersebut dilukiskan dengan
menggunakan teknik cakapan, yaitu percakapan yang dilakukan oleh Bango
Samparan dan Ken Arok. Sedangkan pada novel, bango Samparan digambarkan
bahwa meskipun ia adalah seorang penjudi namun ia sangat peduli terhadap
pendididkan anak. Seringkali ia kirimkan anak-anak untuk pergi belajar. Hal
tersebut oleh pengarang dilukiskan dengan menggunakan teknik analitis.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
110
Berikut gambaran dalam kutipan pada naskah drama, yang
menggambarkan kedirian tokoh Bango Samparan yang mendukung Arok untuk
mendirikan tempat hiburan, sesuai dengan teknik pelukisannya.
Bango Samparan : Pikiranmu tepat, Arok.
Ken Arok : Perkiraan apa?
Bango Samparan : Perjudian keliling itu berhasil baik.
Ken Arok : Perjudian keliling yang mana?
Bango Samparan : Wah, kau lupa, rupanya. Dulu ketika rumah-rumah
judi penghasilannya berkurang, kau menyarankan
agar kita mengadakan perjudian ditempat-tempat
panen, baik panen, baik panen buah-buahan, padi
ataupun ikan. Bahkan kau menyarankan diadakan
perjudian ditempat penjualan hasil hutan. Ternyata
hasilnya bagus.
Ken Arok : Syukur. Bagaimana dengan rumah-rumah hiburan?
(Saini KM, 1990:78)
Berikut gambaran dalam kutipan pada novel, yang menggambarkan
kedirian tokoh Bango Samparan sebagai pribadi yang peduli terhadap pendidikan
anak, sesuai dengan teknik pelukisannya.
Pada suatu sore yang suram dengan gerimis tipis datang ke
perguruan Tantripala dua orang bocah, Temu dan Tanca. Guru itu
bertanya:
“Siapa yang menyuruh kalian belajar kemari?”
“Bapak Bango Samparan”
Siapa tidak mengenal nama Bango Samparan? Seorang penjudi yang
lebih sering ditemukan di tempat perjudian daripada di rumah? Seorang
penjudi yang mengirimkan bocah-bocah untuk belajar! (Toer, 2009:70).
h) Empu Gandring
Pertama, Empu Gandring dalam naskah dramanya, ia digambarkan
sebagai seorang yang berlaku baik. Ia senang melihat Ken Arok hidupnya
semakin membaik. Berbeda dengan novel, bahwa Pramoedya menggambarkan
Empu Gandring tidak memiliki pribadi yang penuh perhatian seperti dalam
naskah drama. Sebaliknya, Pramoedya menggambarkan sosoknya yang
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
111
menginginkan jatuhnya Ken Arok, dan memusuhinya. Pertentangan kedirian
tokoh Empu Gandring tersebut, oleh pengarang sama-sama dilukiskan dengan
menggunakan teknik cakapan. Yaitu, percakapan antara Empu Gandring dan Ken
Arok.
Berikut gambaran dalam kutipan pada naskah drama dan novel, yang
menggambarkan kedirian tokoh Empu Gandring, sesuai dengan teknik
pelukisannya.
Empu Gandring : Syukur. Kau sendiri, kudengar kau bekerja pada Akuwu
Tumapel?
Ken Arok : Benar Mpu.
Empu Gandring : Bagus. Dari pada hidup liar, tanpa masa depan yang
jelas, lebih baik pilih hidup yang wajar. Kesempatan
untuk maju bukannya tidak terbuka kalau kau hidup
secara wajar (Saini KM, 1990:57).
“Jadi bagaimana dengan senjata yang dijanjikan?”
“Gampang, Tuan.”
“Sahaya ragu-ragu akan kegampangannya. Sudah lama besi tidak
masuk ke Tumapel.”
“Sebut nama Empu Gandring dan gudang senjata akan terbuka.”
“Berikanlah segera. Kita harus menghadapi Arok.
“Hanya setelah sahaya dapat pastikan waktunya. Kita belum lagi
mencapai persetujuan tentang pembagian hasil yang akan dicapai. Demi
Hyang Pancagina (Toer, 2009:446).”
Kedua, penokohan Empu Gandring berdasarkan psikisnya. Dalam naskah
drama, Empu Gandring memiliki karakter tokoh yang jujur dan bertanggung
jawab. Kejujuran dalam mempertanggungjawabkan senjata buatannya. Sebaliknya
pada novel, Ia adalah sosok yang tidak jujur. Pertentangan kedirian tokoh Empu
gandring oleh kedua pengarang sma-sama dilukiskan dengan menggunakan teknik
cakapan. Yaitu, percakapan yang dilakukannya dengan tokoh Ken Arok.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
112
Berikut gambaran dalam kutipan pada naskah drama dan novel, yang
menggambarkan kedirian tokoh Empu Gandring, sesuai dengan teknik
pelukisannya.
Ken Arok : Mpu, bagaimana dengan keris pesanan saya?
Mpu Gandring : Sudah kubilang, keris yang baik hanya dapat
diselesaikan dalam satu tahun.
Ken Arok : Apa tidak bisa dipercepat?
Empu Gandring : Tidak, Arok. Membuat keris tidak hanya berarti
menempa atau menyepuh. Membuat keris berarti
bertapa, samadi, memuja, membakar dupa dan
seterusnya. Keris yang dibuat secara sembarang akan
membahayakan pemiliknya.
Ken Arok : Rasanya enam bulan cukup lama, Mpu.
Mpu Gandring : Enam bulan terlalu singkat. Aku tak bisa
mempertanggungjawabkan keris yang dibuat sesingkat
itu (Saini KM, 1990:58).
Empu Gandring dibawa ke asrama Arok. Ia didudukan di atas
bangku dan Arok memeriksanya sambil berdiri.
“Kau tahu dosa-dosamu. Maka kudengarkan kusebutkan satu demi
satu: pertama, kerakusan menyebabkan kau suka menipu semua orang
yang membutuhkan jasamu.”
“Sahaya tidak pernah menipu.”
“Kau tak perlu bantah atau jawab. Cukup kau dengarkan. Juga Yang
Mulia Akuwu kau tipu sehingga senjata Tumapel tak dapat dipergunakan
untuk memadamkan kerusuhan. Mau lihat bukti? (Toer, 2009:465)”
Pada kutipan tersebut, jelaslah bahwa Empu Gandring bukanlah seorang
yang jujur, ia rakus. Empu Gandring, bukan pula seorang yang bertanggung jawab
karena tidak dapat mempertanggungjawabkan senjata yang seharusnya telah ia
berikan kepada Tumapel.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
113
B. Persamaan dan Pertentangan Pengaluran antara Naskah Drama Ken
Arok Karya Saini KM dengan Novel Arok Dedes Karya Pramoedya
Ananta Toer.
Alur merupakan hubungan antar satu peristiwa dengan peristiwa yang lain,
yang biasanya menimbulkan sebab akibat. Artinya munculnya peristiwa pastinya
akan mempengaruhi pada peristiwa berikutnya, dan sebaliknya peristiwa yang di
sajikan lebih dahulu menjadi penyebab munculnya peristiwa yang hadir
sesudahnya. Kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa itulah yang nantinya
dapat membangun terjadinya konflik.
Konflik pada naskah drama Ken Arok karya Saini KM dan novel Arok
Dedes karya Pramoedya Ananta Toer, dapat dinilai sebagai puncak dari
perselisihan antara kepentingan pihak protagonis dan pihak antagonis.
Perselisihan yang terjadi diakhiri dengan berakhirnya konflik, yaitu memberikan
keberuntungan kepada satu pihak tertentu, dan menjadi keruntuhan atau bencana
bagi pihak lainnya. Meskipun demikian, kita tidak akan pernah menemukan dua
buah karya fiksi yang memiliki struktur plot yang sama persis. Seperti dalam
naskah drama Ken Arok dan novel Arok Dedes, secara garis besar mungkin saja
ada kesamaan, namun secara lebih rinci pasti banyak mengalami perbedaan. Hal
tersebut dikarenakan pengerang memiliki kebebasan dalam mengembangkan plot,
membangun konflik, dan menyiasati penyajian peristiwa sesuai dengan selera
estetisnya. Maka berikut dipaparkan tentang tahap pengaluran (plot) dan
pembedaan plot berdasarkan kriteria waktunya.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
114
1. Tahap Pengaluran Naskah Drama Ken Arok Karya Saini KM
Tahap pengaluran pada naskah drama dibagi menjadi lima tahap, yaitu
tahap penyituasian, tahap pemunculan konflik, tahap peningkatan konflik, tahap
klimaks, dan tahap penyelesaian. Berikut kelima tahapan alur yang terdapat dalam
naskah drama.
Tabel 7
Pengaluran dalam Naskah drama Ken Arok
No. Tahapan Keterangan
1. Penyituasian Peristiwa perampokan oleh Ken Arok terhadap
rombongan pedagang di sebuah hutan, sebagai
tahap perkenalan tokoh.
2. Pemunculan konflik a. Laporan kerusuhan oleh Mahisa Taruna
Kertajaya murka.
b. Kaum Brahmana dianggap biang keladi
terhadap kerusuhan Ken Arok.
c. Kedatangan Ken Arok ke Tumapel sebagai
siasat kaum brahmana untuk dapat
menjinakkannya karena membunuhnya
meupakan suatu yang mustahil.
3. Peningkatan konflik a. Ken Arok terpesona oleh kecantikan Ken
Dedes.
b. Ken Arok berencana menggulingkan
Tunggul Ametung, setelah menerima
pengertian dari Lohgawe.
c. Pembunuhan oleh Ken Arok terhadap Empu
Gandring.
4. Klimaks a. Pembunuhan terhadap Tunggul Ametung,
seakan-akan perbuatan Kebo Ijo
b. Pembunuhan oleh Ken Arok terhadap Kebo
Ijo.
c. Ken Arok berkuasa dan memaksa menikahi
Ken Dedes, dan meminta gelar Betara Guru.
d. Tewasnya Prabu Kertajaya, karena Betara
Guru.
5. Penyelesaian a. Datang orang desa Batil kepada Anusapati
b. Anusapati datang ke Singasari
c. Terbunuhnya Ken Arok
d. Anusapati penguasa Singasari
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
115
Bagian awal (penyituasian), pengarang memulai ceritanya dengan
memperkenalkan tokoh Ken Arok disertai penggambaran karakter dan latar
tempat untuk menggambarkan bahwa seorang Ken Arok adalah penjahat yang
tempat tinggalnya tidak menentu, paling sering ia beraktivitas di dalam hutan.
Pengenalan tokoh Ken Arok, menjadi hal yang sentral dan teramat penting dalam
naskah drama Ken Arok. Hal ini disebabkan Ken Arok adalah penggerak sentral
dari semua peristiwa terhadap pesan yang akan disampaikan oleh pengarang
kepada pembaca. Tahap penyituasian tersebut juga sebagai tahap pemberian
informasi terhadap cerita yang dikisahkan untuk tahap berikutnya.
Setelah tahap penyituasian, maka mulai dimunculkannya konflik atau
permasalahan. Pada naskah drama, konflik yang mulai muncul adalah berita
tentang kerusuhan yang diakibatkan oleh Ken Arok. Dalam hal ini, kehadiran
kaum brahmana menjadi tokoh lain yang keterlibatannya mendukung
perkembangan konflik. Yaitu, kaum brahmana dituduh oleh Kertajaya sebagai
pihak yang bersalah dalam kerusuahan yang diakibatkan oleh Ken Arok. Konflik
pun akhirnya semakin berkembang dengan adanya siasat kaum brahmana untuk
menempatkan Ken Arok di Tumapel.
Setelah dimunculkan konflik, maka dilanjutkan dengan peningkatan
konflik, dimana konflik yang di munculkan semakin berkembang, dan peristiwa
semakin menegangkan. Pada tahap ini konflik yang dimunculkan adalah konflik
yang sifatnya utama, atau inti dari cerita mulai disampaikan menuju ke klimaks.
Konflik yang digambarkan pada tahap ini adalah peristiwa pertemuan antara Ken
Arok dengan Ken Dedes. Ken Arok terpesona akan kecantikannya, berniat pula
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
116
akhirnya ia untuk menggulingkan Tunggul Ametung. Terlebih Ken Arok
mengetahui dari Lohgawe, bahwa siapa yang dapat menikahi Ken Dedes ia akan
menjadi raja. Dengan peristiwa ini, maka inti cerita mulai dimunculkan. Empu
gandring menjadi korban dalam siasat Ken Arok gulingkan Tunggul Ametung.
Klimaks sebagai puncak konflik yang dialami oleh para tokoh, diantaranya
tokoh; Ken Arok, Tunggul Ametung dan Kebo Ijo. Pertama kali klimaks muncul
adalah dengan penggamabaran peristiwa terbunuhnya Tunggul Ametung.
Kematian Akuwu, sebenarnya adalah perbuatan Ken Arok, namun seolah-olah
tangan Kebo Ijolah yang telah melakukannya. Ken Arok berhasil menghasut
orang-orang dan para prajurit, dan seolah-olah Ken Arok sebagai pahlawan dalam
penangkapan Kebo Ijo. Semua rencananya berjalan mulus, hingga Kebo Ijo
akhirnya mati oleh tangan Ken Arok. Pada tahap klimaks ini, juga dimaksudkan
sebagai tahap untuk memberikan kesempatan kepada tokoh sentral untuk
memenangkan perjuangan sebagai buah dari usahanya. Akhirnya ia dapat
menggantikan Tunggul Ametung sebagai Akuwu. Ken Dedes menjadi isterinya
dan gelar bethara guru telah disandangnya.
Pada bagian akhir terdapat tahap penyelesaian. Konflik yang sudah
mencapai klimaks diberi penyelesaian. Namun pada naskah drama ini pada tahap
akhir sebelum penyelesaian pembaca disuguhi kembali peristiwa yang cukup
menegangkan yaitu peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh Anusapati
terhadap Ken Arok. Peristiwa yang dapat dikatakan sebagi klimaks kedua ini
merupakan peristiwa penyerangan pasukan yang dibawa oleh Anusapati kepada
Ken Arok. Hal tersebut dikarenakan di dalam naskah drama (pementasannya),
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
117
biasanya konflik tidak segera diakhiri oleh pengarang. Kalau masih bisa
pengarang akan mempertahankannya sebagai suspense. Jika perlu konflik yang
telah gawat dan sulit harus tetap terus didramatisir.
Pada tahap penyelesaian, terdapat beberapa adegan yang memberikan
ketegangan, yaitu adegan ketika Ken Arok diserang berkali-kali, ditusuki dengan
keris namun ia tetap melawan dan kuat, hingga Anusapati tidak tahan melihat
perlakuan Ken Arok. Ia berikan keris Empu Gandring kepada orang desa Batil.
Tubuh Ken Arok jatuh, terkapar. Ia mati terbunuh oleh keris Empu Gandring.
Anusapati pun muncul sebagai pemenang dalam ceritanya.
Berdasarkan pemaparan tahap pengaluran pada naskah drama Ken Arok,
maka urutan peristiwanya dapat digambarkan menggunakan diagram struktur plot.
Berikut digambarkan diagram struktur plot pada naskah drama Ken Arok.
Klimaks 1
Peningkatan
Konflik ** Klimak 2
***
Pemecahan
Pemunculan
Konfliks *
Awal Tengah Akhir
Keterangan: * konflik dimunculkan dan semakin ditingkatkan.
** konflik semakin meningkat hingga mencapai klimaks.
Klimaks yang paling intensif dan menegangkan.
Muncul peristiwa, konflik dibangun hingga mendekati
penyelesaian.
***konflik dan ketegangan dikendorkan.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
118
2. Tahap Pengaluran Novel Arok Dedes Karya Pramoedya Ananta Toer
Sama halnya dengan pengaluran pada naskah drama, pada novel Arok
Dedes pun pengaluran dibedakan menjadi lima tahap, yaitu tahap penyituasian,
tahap pemunculan konflik, tahap peningkatan konflik, tahap klimaks, dan tahap
penyelesaian. Berikut kelima tahap alur pada novelnya.
Tabel 8
Pengaluran dalam Novel Arok Dedes
No. Tahapan Keterangan
1. Penyituasian Peristiwa Ken Dedes yang akan dinikahkan secara
paksa dengan Tunggul Ametung dan munculnya
Borang di desa Bantar, sebagai tahap perkenalan
tokoh.
2. Pemunculan konflik a. Laporan kerusuhan oleh Borang kepada
Tunggul Ametung.
b. Tunggul Ametung bertemu dengan Borang,
kaum brahman patut bertanggungjawab.
c. Bango Samparan menjadi budak, Ken arok
bersumpah akan membebaskannya.
d. Ki Lembong terbunuh oleh prajurit Tumapel,
Ken Arok berniat untuk balas dendam.
e. Ken Arok datang ke Tumapel sebagai siasat
dari Lohgawe.
3. Peningkatan konflik a. Ken Dedes jatuh cinta kepada Ken Arok dan
menyerahkan hidup dan mati suaminya kepada
Ken Arok.
b. Ken Arok teringat kata Lohgawe, untuk
menjatuhkan Tunggul Ametung seolah-olah
bukan karena tangannya.
c. Hayam Lumang Celukan memfitnah Ken Arok.
d. Kebo Ijo jatuh hati pada Ken Dedes.
e. Ken Arok mengetahui rencana busuk
Belakangka, Kebo Ijo dan Empu Gandring.
f. Terbunuhnya Empu Gandring adalah kesalahan
yang dibuat Kebo Ijo.
4. Klimaks a. Serangan besar-besaran terhadap tumapel oleh
pasukan Umang, Tanca, Lingsang, Oti, arih-
arih, Santing, Bana, Mundrayana, Gusti Putra
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
119
dibantu oleh penduduk dan para petani.
b. Kebo Ijo keluar dari bilik agung dengan pedang
berlumuran darah.
c. Ken Arok memerintahkan untuk menangkap
Kebo Ijo.
d. Terbongkarnya kebusukan Belakangka.
5. Penyelesaian a. Orang-orang menyaksikan tumbangnya
Tunggul Ametung, hanya Empu Purwa yang
menolak untuk hadir.
b. Ken Arok tahu Ken Umang mengandung
anaknya.
c. Perbudakan dihapus.
d. Ken Arok menjadi Akuwu Tumapel.
e. Ken Arok berjanji akan menumpas kejahatan
baik didalam maupun luar Tumapel (Kediri).
f. Ken Arok memiliki dua Paramesywari.
Pada novel Arok Dedes, tahap awal atau yang disebut sebagai tahap
penyituasian ditunjukan dengan adanya perkenalan tokoh Ken Dedes dan Tunggul
Ametung. Kedua tokoh tersebut menjadi penting dimunculkan pada awal
penceritaan, karena kedua tokoh tersebut termasuk tokoh yang banyak diceritakan
oleh pengarangnya. Tokoh Ken Dedes dimunculkan pertama kali sebagai
pembuka cerita, sebagai gambaran kepada pembaca tentang dirinya sebagai pihak
yang menderita, sedangkan Tunggul Ametung sebagai orang yang berlaku jahat,
dimunculkan sebagai sumber terjadinya konflik atau peristiwa. Tokoh yang
menderita dan jahat tersebut, menimbulkan pertanyaan di benak pembaca tentang
akhir cerita terhadap tokoh yang menderita dan tokoh yang berlaku jahat tersebut.
Perkenalan lebih lanjut juga dimunculkan oleh peristiwa Tunggul Ametung yang
bertemu dengan Borang, seorang pemuda yang seringkali membuat resah Tunggul
Ametung dan prajuritnya. Borang yang dimaksud sebenarnya adalah tokoh Ken
Arok. Kemunculannya dalam tahap perkenalan menggambarkan bahwa Ken
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
120
Arok, yang digambarkan sebagai penyamaran atau sandiwaranya sebagai seorang
pemuda yang bernama Borang adalah tokoh yang berlaku baik. Kemunculan Ken
Arok berpura-pura bernama Borang ini, berperan sebagai tokoh penyelamat bagi
tokoh yang menderita sekaligus musuh dari tokoh antagonis. Ketiga tokoh
tersebut menjadi sentral cerita sebagai tokoh yang berperan aktif dalam
memunculkan berbagai konflik.
Tahap pemunculan koflik dalam novel Arok Dedes menjadi lebih
berkembang dibandingkan dengan naskah dramanya. Antara keduanya hanya
memiliki dua peristiwa yang sama terhadap tahap pemunculan konflik, yaitu
sama-sama terdapat siasat tokoh Lohgawe dan adanya peristiwa kedatangan Ken
Arok di Tumapel. Terjadinya perbedaan atau pengembangan pemunculan konflik
tersebut, pastinya akan menyebabkan peningkatan konflik menjadi berbeda.
Terbukti hanya ada satu peristiwa yang hampir sama yaitu adanya seseorang yang
mengagumi kecantikan Ken Dedes. Pada novelnya digambarkan bahwa Ken Arok
dan Kebo Ijolah yang telah mengakui kecantikan Ken Dedes, tetapi Ken Arok
hanya sebatas mengagumi tidak menjadi tujuan utama untuk ia bersanding dengan
isteri dari Akuwu itu. Lain halnya dengan Kebo Ijo, dalam novelnya ini, ia
digambarkan sebagai seorang yang berambisi menggulinggan Tunggul Ametung
dan berkeinginan memperisteri Ken Dedes. Peristiwa ini juga mempengaruhi
munculnya peristiwa atau konflik lainnya yang akan muncul kemudian. Salah
satunya adalah timbulnya pertentangan antara Kebo Ijo dengan Ken Arok, yang
sama-sama ingin menjatuhkan Tunggul Ametung. Tidak seperti pada naskah
dramanya, yang mana tokoh Kebo Ijo digambarkan sebagai tokoh yang bijaksana
dan patuh pada Tunggul Ametung.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
121
Tahap klimaks merupakan titik puncak konflik dari jalinan peristiwa-
peristiwa sebelumnya. Yang darinya akan diperoleh titik hasil cerita, dan
biasanya akan dialami oleh tokoh utama baik protagonis maupun antagonis. Baik
dalam naskah drama Ken Arok maupun novel Arok Dedes, dalam ceritanya sama-
sama mengisahkan tantang peralihan kekuasaan dari Tunggul Ametung kepada
Ken Arok, maka menggulingkan Tunggul Ametung menjadi sumber terjadinya
konflik utama yang dialami para tokoh. Kaitannya dengan hal tersebut, maka
untuk tahap klimaks atau inti cerita tertuju pada peristiwa tumbangnya Tunggul
Ametung. Hanya saja peristiwa yang melatarbelakangi munculnya tahap klimaks
tersebut antara kedua karya sastra pasti akan berbeda.
Tahap akhir atau penyelesaian dalam novel Arok Dedes adalah
kemenangan pada tokoh protagonis, khususnya tokoh sentral yang berjuang,
akhirnya mendapatkan hasil dari perjuangannya. Ken Arok menjadi Akuwu
Tumapel menggantikan Tunggul Ametung, disertai dengan bertemunya beberapa
tokoh dengan para keluarganya. Pada tahap ini konflik mulai diredakan,
ketegangan dikendorkan, pada klimaks diberi penyelesaian. Digambarkan setelah
Ken Arok dinobatkan sebagai Akuwu tokoh yaitu Ken Arok menyatakan bahwa;
akan dihapuskannya perbudakan dan berjanji untuk menumpas segala macam
kejahatan. Kejahatan yang dimaksud adalah; merampok, mencuri, merampas,
menganiaya, dan memperkosa, seperti yang dilakukan oleh Tunggul Ametung dan
balatentaranya. Memiliki dua perempuan; Ken Dedes dan Ken Umang, juga
menjadi salah satu kebahagiaan milik Arok, ia akan setia hanya kepada kedua
isterinya itu, merekalah yang akan menemani hidupnya.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
122
Tahap-tahap peristiwa pada novel bersifat kronologis, artinya dari awal
hingga akhir memiliki tingkatan konflik yang runtut. Dari awal pemunculan
konflik, semakin meningkat hingga mencapai klimaks sebagai puncak ceritanya.
Setelah klimaks tidak terdapat cerita yang menegangkan, sebaliknya cerita mulai
dikendorkan. Hal tersebut dapat juga digambarkan dalam bentuk (gambar)
diagram. Diagram struktur yang dimaksud, didasarkan pada urutan kejadian
secara kronologis. Berikut diagram struktur pengaluran pada novel Arok Dedes.
Klimaks
Peningkatan Konflik **
Pemunculan
Konflik * ***Pemecahan
Awal Tengah Akhir
Keterangan : * konflik dimunculkan dan semakin ditingkatkan.
** konflik semakin meningkat hingga mencapai klimaks.
*** konflik dan ketegangan dikendorkan.
3. Persamaan dan Pertentangan Tahap Pengaluran antara Naskah Drama
Ken Arok dengan Novel Arok Dedes
Berdasarkan tahap alur yang sudah dipaparkan, maka dapat disimpulkan,
bahwa alur antara naskah drama Ken Arok dengan novel Arok Dedes memiliki
persamaan dan perbedaan. Hal tersebut dikarenakan pada naskah drama
cenderung pengarang tidak akan menceritakan peristiwa dengan bertele-tele,
karena cukup dengan menampilkan cerita inti, pembaca pun sudah cukup mampu
untuk menangkapnya (memahaminya). Lain halnya dengan sebuah novel yang
mempunyai kemungkinan besar untuk mengulur-ulur serta memperpanjang
peristiwa inti dengan peristiwa sampingan. Berikut pemaparan persamaan dan
pertentangan alur dalam naskah drama Ken Arok dan novel Arok Dedes.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
123
Tabel 9
Pemaparan dan Persamaan dan pertentangan alur dalam naskah drama Ken Arok
dan novel Arok Dedes.
No. Tahap
Pengaluran Persamaan
Pertentangan
Naskah Drama Novel
1. Penyituasian - Tokoh Ken Arok. Tokoh Tunggul
Ametung dan Ken
Dedes.
2. Pemunculan
konflik
Laporan
kerusuhan Ken
Arok, dan
meminta
tambahan
prajurit.
Laporan
ditujukkan kepada
Prabu Kertajaya
Laporan ditujukkan
kepada Akuwu
Tunggul Ametung
Kaum brahmana
harus
mempertanggung
jawabkan
kerusuhan Ken
Arok.
Terbengkelainya
tugas brahmana
yang tidak dapat
mendidik rakyat ke
arah kebaikan.
Karena hanya
brahmana
(Lohgawe) lah
yang mengetahui
akan kemunculan
seorang brahmana
muda.
-
Tidak ada dalam
naskah drama.
Bango Samparan
menjadi budak,
Ken Arok
bersumpah akan
membebaskannya.
-
Tidak ada dalam
naskah drama.
Ki Lembong
terbunuh, Ken
Arok berjanji akan
membalaskan
dendam kepada
Tumapel.
Kedatangan Ken
Arok ke Tumapel
atas perintah
Lohgawe
Bertujuan untuk
mendidik Ken
Arok, agar tidak
mengganggu
rakyat Kediri.
Bertujuan untuk
menggulingkan
Tunggul Ametung.
3. Peningkatan
konflik
- Tidak terdapat
pada naskah
drama.
Ken Dedes
mencintai Ken
Arok,
menyerahkan hidup
dan mati Tunggul
Ametung
kepadanya.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
124
Petuah dari
Lohgawe,
sehingga ia
menginginkan
jatuhnya Tunggul
Ametung.
Karena ingin
memiliki Ken
Dedes dengan
begitu ia akan
menjadi raja.
Karena dukungan
dari kaum
brahmana untuk
membasmi segala
macam kejahatan.
- - Hayam memfitnah
Ken Arok
- -
Kebo Ijo
menginginkan Ken
Dedes
- -
Ken Arok tahu
rencana Kebo Ijo,
Mpu Gandring dan
Belakangka.
Terbunuhnya
Mpu Gandring
Oleh Ken Arok
dengan keris Mpu
Gandring
Mati terbakar di
asrama Ken Arok
4. Klimaks Akuwu mati
terbunuh, Kebo
Ijo menjadi
tersangka.
Orang tahu bahwa
keris yang
tertancap pada
tubuh Akuwu
adalah milik Kebo
Ijo.
Prajurit melihat
kebo Ijo keluar dari
bilik agung (tempat
istirahat Akuwu)
dengan pedang
berlumur darah.
- Tewasnya Prabu
Kertajaya
Tidak ada dalam
novel.
- -
Terbongkarnya
kebusukan
Belakangka.
5. Penyelesaian
-
Tumbangnya Ken
Arok dan
posisinya
digantikan oleh
anusapati menjadi
tahap
penyelesaian.
Ken Arok menjadi
Akuwu Tumapel
menjdi tahap
penyelesaian.
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat diuraikan adanya persamaan dan
pertentangan tahap pengaluran dalam naskah drama Ken Arok dan novel Arok
Dedes. Adalah sebagai berikut.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
125
1. Tahap perkenalan tokoh (awal cerita).
Pada naskah drama dan novel, awal cerita pada keduanya terdapat tahap
awal yang berupa pengenalan tokoh. Ini dimaksudkan dapat membawa pembaca
untuk segera mengenali tokoh yang akan dikisahkan. Dengan cara ini pembaca
segera mengetahui “siapa dan bagaimana”-nya, jati diri tokoh-tokoh tersebut.
Sebelum berbicara tentang persamaan dan pertentangan pada tahap perkenalan
tokoh, maka kita baca terlebih dahulu dua buah kutipan berikut ini. Kutipan ini
merupakan bagian awal dari naskah drama Ken Arok dan novel Arok Dedes.
Adegan 1
Tampak Ken Arok tidur di suatu tempat yang agak tinggi, sesuatu
yang dapat dibayangkan penonton sebagai batu besar atau cabang pohon
dan sebangsanya. Tita, sahabat dan pembantu Ken Arok berdiri di suatu
tempat sambil mengamati ke arah dari mana rombongan pedagang akan
datang. Beberapa orang, antara tiga sampai lima orang perampok,
berada di dekatnya, juga tampak mengawasi dan gelisah.
Perampok 1 : Tita, biasakah dia tidur seperti itu?
Tita : (Tersenyum) Apa salahnya dia tidur?
Perampok 1 : Ya tidak ada salahnya. Tapi rasanya tidak pantas. Orang lain
gelisah dan tegang, ia enak-enak tidur.
Tita : Kalau kau takut, kami tidak memaksamu ikut dalam
pekerjaan ini.
Perampok 1 : Kau tahu saya tidak takut.
Tita : Barangkali kau tidak percaya kepadanya?
Perampok 1 : (Ragu-ragu) Tidak juga. Dia begitu terkenal, masa
bertindak sembrono.
Tita : (Tersenyum) Kau tidak akan memahaminya. Dia bukan
manusia. Sekarang tenanglah.
Adegan 2
Ken Arok bangun dan bangkit. Seperti seekor harimau ia menggeliat. Ia
berjalan ke arah anak buahnya. Gerakannya memperlihatkan gerakan
seekor binatang buas, lembut tetapi penuh tenaga. Ia memandang ke arah
matahari.
Ken Arok : Dalam beberapa saat mereka akan tiba.
Tita : Bagaimana kau tahu?
Ken Arok : Dari Kediri mereka berangkat subuh. Mereka membawa
beban dan gerakan mereka tidak akan cepat. Jadi beberapa
saat mereka akan tiba disini.
Tita : Kau yakin?
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
126
Ken Arok : Sudah ku cium bau mereka. Sekarang cepat kalian
bersembunyi. Aku akan membunuh yang paling kuat
diantara mereka. Begitu aku menyerang, kalian langsung
menyerang. (Para perampok bersembunyi kecuali Ken
Arok).
Tita : Arok, sembunyilah kau.
Ken Arok : Tidak. Sembunyilah kalian. (Terdengar suara rombongan
datang. Ken Arok berdiri di tengah jalan)
(Saini KM, Ken Arok, 1990:15-16)
Ia takkan dapat lupakan peristiwa itu pertama kali ia sadar dari
pingsan. Tubuhnya dibopong dan diturunkan dari kuda, dibawa masuk
keruangan besar ini juga. Ia digeletakan diatas peraduan, dan orang yang
menggotongnya yaitu, Taunggul Ametung, berdiri mengawasinya. Ia
tengkurapkan diri diatas peraduan dan menangis. Orang itu tak juga pergi.
Dan ia tidak diperkenankan meninggalkan bilik besar ini. Gede Mirah
menyediakan untuknya air, tempat membuang kotoran dan makanan.
Matari belum terbit. Lampu-lampu suram menerangi bilik besar itu. Begitu
matari muncul masuk ke dalam seorang tua mengenakan tanda-tanda
brahmana. Ia tak mau turun dari peraduan. Tetapi Tunggul Ametung
membopongnya lagi, mendudukannya di sebuah bangku yang diberi tilam
permadani. Ia tutup mukanya dengan tangan. Tunggul Ametung duduk di
sampingnya. Orang dengan tanda brahmana itu telah menikahinya. Hanya
Gede Mirah bertindak sebagai saksi. Kemudian Tunggul Ametung
meninggalkan bilik bersama brahmana itu. Sejak itu ia tidak
diperkenankan keluar dari bilik besar ini.
(Toer, Arok Dedes, 2009:1-2).
Dalam sebagian besar cerita secara umum, permulaan cerita biasanya
benar-benar merupakan suatu permulaan dan terkait dengan cerita yang akan
berlangsung berikutnya (bersifat temporal). Akan tetapi, dua buah kutipan di atas
menunjukkan bahwa kemungkinan tidak setiap cerita bagian awalnya benar-benar
merupakan “awal”.
Kutipan Ken Arok di atas menunjukkan bahwa Saini KM memberikan
sejumlah informasi tertentu kepada pembaca. Kita diperkenalkan dengan karakter
seorang tokoh. Kita diberi tahu tokoh itu bernama Ken Arok, yang sedang tertidur
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
127
sambil menunggu rombongan (mangsa) datang. Kita juga diberi tahu bahwa tokoh
tersebut adalah seorang perampok yang dibantu oleh kawanannya. Kondisi fisik
dengan keadaan tubuh yang kuat dan penuh tenaga itu juga diinformasikan kepada
kita. Juga termasuk sifat kejamnya dalam menghadapi lawan, karena tidak segan-
segan ia membunuh mangsanya. Tahap awal ini juga berfungsi untuk
menggambarkan khusus tentang konflik yang akan berbuntut pada peristiwa-
peristiwa berikutnya.
Demikian pula halnya dengan kutipan yang kedua, awal Arok Dedes.
Informasi yang diperoleh setelah membaca kutipan tersebut adalah bahwa cerita
ini diawali oleh peristiwa kecil yang berguna untuk melukiskan watak tokoh,
meskipun bukan tokoh utama namun tokoh tersebut dipandang penting dalam
keseluruhan cerita. Tokoh yang dimunculkan pada tahap awal ini adalah Tunggul
Ametung, yang memaksa menikahi seorang perempuan bernama Ken Dedes, ia
sebagai korban dari perbuatan yang dilakukan oleh Tunggul Ametung.
Sebenarnya, pada tahap awal yang digambarkan tentang peristiwa pemaksaan ini
adalah sebuah informasi kepada pembaca tentang salah satu bentuk kejahatan,
yang tidak lain dilakukan oleh Tunggul Ametung.
Akan tetapi pada titik ini kita tidak diberi tahu apa sebabnya Ken Dedes
dinikahi secara paksa dan kemudian kenapa ia tidak merasa bahagia menjadi isteri
dari seorang Akuwu. Juga kita tidak diberi informasi kenapa pada bagian awal
cerita digambarkan tiba-tiba Ken Dedes sadar dari pingsan, dan dirasa memang
pembaca merasa penasaran tentang apa yang terjadi pada Ken Dedes, sebelum ia
tersadar dari pingsan. Informasi-informasi tentang hal itu memang diberikan oleh
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
128
pengarang agak kemudian dalam cerita itu. Jadi awal cerita yang sesungguhnya
novel Arok Dedes tidak di bagian permulaan, namun pada bagian-bagian
selanjutnya. Memang pada dasarnya kutipan yang kedua; novel Arok Dedes,
menunjukkan bahwa sepertinya tidak setiap cerita bagian awalnya benar-benar
merupakan “awal”.
Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pertentangan
tahap awal yaitu tahap perkenalan tokoh, antara naskah drama dan novelnya
terdapat pada “siapa yang diperkenalkan pengarang pada awal ceritanya”. Saini
KM pada naskah drama Ken Arok, menggambarkan awal ceritanya dengan jati
diri Ken Arok dengan peristiwa perampokan yang ia lakukan dengan kawanannya.
Sebagai salah satu gambaran perilaku (antagonis) dan tidak kejahatan yang
dilakukannya, yang berbuntut pada peristiwa atau konflik yang akan muncul
kemudian. Sedangkan oleh Pramoedya Ananta Toer pada novel Arok Dedes,
perkenalan tokoh pada tahap awal menggambarkan bentuk kejahatan yang yang
dilakukan oleh Tokoh Tunggul Ametung dengan korbannya adalah Ken Dedes.
Tunggul Ametung meskipun bukanlah tokoh sentral namun tokoh inilah yang
menjadi penyebab utama timbulnya konflik dalam cerita, dan berhubungan erat
dengan tokoh sentral.
2. Laporan kerusuhan Ken Arok, dan permintaan tambahan prajurit.
Peristiwa laporan kerusuhan serta permintaan tambahan prajurit, sama-
sama digambarkan baik pada naskah drama maupun novelnya. Tentang hal
tersebut, maka perlu dibaca terlebih dahulu dua buah kutipan berikut ini. Kutipan
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
129
ini merupakan gambaran pertentangan, tentang laporan kerusuhan pada naskah
drama Ken Arok dan novel Arok Dedes.
Kertajaya : Persilahkan Mahisa Taruna masuk (Penjaga keluar, lalu
kembali mengiringkan Mahisa Taruna). Sekarang,
bicaralah Mahisa Taruna...
Mahisa Taruna : Ampun atas kelancangan hamba, Gusti Prabu; tapi Ken
Arok bukan perampok biasa.
Kertajaya : (Mengejek) Kalian cerdik, Mahisa Taruna. Kau tutupi
ketidakmampuan kalian dengan memuji lawan kalian.
Mahisa Taruna : Kami bersumpah tidak akan pulang sebelum memenggal
kepalanya, Gusti Prabu. Namun, tanpa tambahan prajurit
kami khawatir kami tidak dapat menangkapnya. Kami
sudah tahu tempat persembunyiannya (Saini KM,
1990:18).
Pengumuman itu diserukan di panggung alun-alun. Belum lagi
tersebar ke semua desa seorang kepala pasukan telah menjatuhkan diri di
hadapan Tunggul Ametung di pendopo.
“Ampun Yang Mulia, kerusuhan di barat Kutaraja. Sahaya mohon
balabantuan. Mereka terlalu kuat.”
“Siapa bangkitkan kerusuhan itu? Borang? Santing?”
“Bukan, Yang Mulia.”
“Arih-arih lagi?”
“Tidak jelas, Yang Mulia”
“Bukankah yang dipadamkan Kidang Tandingan sebulan yang lalu
bernama Arih-arih?”
“Tepat, Yang Mulia.”
“Juga yang sekali ini orangnya muda?”
“Boleh jadi, Yang Mulia.”
“Siapkan pasukan kuda, aku sendiri yang bakal menangkap
bajingan itu (Toer, 2009:41).”
Berdasarkan kutipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pertentangan
pada laporan kerusuhan terdapat pada “kepada siapa laporan tersebut
disampaikan”. Pada kutipan pertama naskah drama Ken Arok menggambarkan
bahwa berita kerusuhan dilaporkan dan ditujukan kepada Prabu Kertajaya.
Sedangkan pada kutipan kedua novel Arok Dedes, laporan kerusuhan disampaikan
kepada Akuwu Tunggul Ametung.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
130
3. Kaum brahmana harus mempertanggung jawabkan kerusuhan Ken Arok.
Ken Arok digambarkan sebagai perusuh, ia dan komplotannya disebut-
sebut sebagai musuh dari Kertajaya, ataupun musuh Tunggul Ametung dalam
novelnya. Atas kerusuhan yang dibuat oleh Ken Arok atau Borang samaran Ken
Arok dalam novelnya, menjadikan kaum brahmana dituding sebagai pihak yang
berhak untuk mempertanggung jawabkan atas perbuatan Ken Arok tersebut. Maka
berikut dua buah kutipan pada naskah drama dan novelnya, yang menggambarkan
pertentangan alasan mengapa kaum brahmana harus mempertanggung jawabkan
kerusuhan tersebut.
Kertajaya : Kami tidak tersinggung, Mamanda. Kami pun tidak
berkeberatan Mamanda berbicara secara langsung tentang
tugas-tugas yang berhubungan dengan darma Ksatrya.
Namun sebaliknya, kami harap Mamanda pun tidak
tersinggung kalau kami menyatakan, kalau ada rakyat kami
yang memihak kepada perampok dan pemerkosa itu, hal itu
diantaranya disebabkan oleh terbengkelainya tugas Mamanda
dan kaum brahmana umumnya. Janganlah heran kalau ada
warga Kediri yang berkata; Mengapa Ken Arok menjadi
perampok dan pemerkosa, padahal di Kediri terdapat
pendeta-pendeta terkenal yang bertugas mendidik rakyat ke
arah kebaikan? Bukanlah sebagian pajak yang dibayarkan
oleh rakyat diserahkan kepada pendeta, agar para pendeta
dapat melaksanakan tugas mendidik rakyat dengan tentram
(Saini KM, 1990:21-22).
....Lagipula tak mungkin seorang muda bisa jadi brahmana Untuk dapat
menguasai Sansekerta paling tidak dia membutuhkan waktu sepuluh tahun.
Tanpa itu bagaimana seorang muda dapat mengenal Atharwaweda dan
menjadi brahmana? Berapa umur orang yang mengaku brahmana muda
itu, Yang Mulia?.
“Dari kumisnya yang setebal kepalan, kiranya tigapuluh.”
“Dengan umur tigapuluh orang baru bisa menghafal mantra-mantra
petahbisan,” Arya Artya mengangguk. “Belum pernah terdengar ada
brahmana berkumis sekepal. Di mana Yang Mulia jumpai dia?”
Tunggul Ametung tak menjawab. Pada waktu itu Belakangka
datang. Menghormat kedua-duanya dan memulai:
“Yang Mulia, mendengar dari para prajurit tentang brahmana muda
itu....”
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
131
“Tak ada brahmana muda berkumis sekepal, Yang Mulia,
percayalah,” Sumbar Arya Artya.
“Serahkan persoalan ini pada sahaya, Yang Mulia. Bukan suatu
perkara yang sulit.”
“Tak ada brahmana seperti itu. Dia hanya penipu, Yang Mulia.
Sepatutnya dihancurkan saja dengan gerukan kerang.”
“Pada dadanya terpasang lembaran perak panjang, selebar satu
setengah jengkal, dengan gambar Hyang Durga Mahisasuramardini,”
Tunggul ametung mengadu.
“Patut disobek-sobek kulitnya diumpankan pada anjing hutan,
penipi itu,” Arya Artya membenarkan.
“Tiadakah Yang Mulia salah lihat?” Belakangka menguji.
“Jagad Pramudita. Apakah aku sudah dianggap rabun?”
“Di manakah Yang Mulia pernah melihat Hyang Durga seperti
itu?” Belakangka mendesak menyisihkan Arya Artya.
Tunggul Ametung menyadari Belakangka sedang menyelidiki
kepercayaannya. Dia bisa mengadu kepada Yang Tersuci di Kediri, dan
nasibnya akan terjerembab. Ia perintahkan dua orang itu pergi.
Sebelum meninggalkan jenjang Yang suci Belakangka berbisik
padanya:
“Hanya Lohgawe yang harus dituntut tanggungjawabnya, Yang
Mulia, biar belakangka ini mengurusnya (Toer, 2009:47-48).”
Dalam kedua kutipan di atas menggambarkan, bahwa dengan alasan
tertentu kaum brahmana ditunjuk sebagai pihak yang patut untuk bertanggung
jawab kerusuhan yang disebabkan oleh Ken Arok. Tetapi alasan yang menjadikan
kaum brahmana untuk bertanggung jawab, pada naskah drama dengan novelnya
bertentangan. Pada kutipan pertama naskah drama Ken Arok, menggambarkan,
bahwa adanya Ken Arok melakukan tindak kejahatan berupa merampok dan
memperkosa, tidak lain adalah dari ketidakmampuan kaum brahmana dalam
mendidik rakyat. Maka rakyat khususnya Ken Arok menjadi wajar apabila
melakukan kejahatan, karena ia dianggap tidak mendapatkan pendidikan yang
baik dan benar dari para pendeta di Kediri. Sedangkan pada novel Arok Dedes,
alasan kaum brahmana sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kerusuhan Ken
Arok tidaklah demikian.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
132
Ken Arok, dalam novelnya digambarkan sebagai seorang brahmana muda
yang melakukan pemberontakan kepada kerajaan dengan cara melakukan
penyamaran, dengan menyandang nama Borang. Ia memiliki kumis sekepal
dengan mengenakan kalung pada lehernya yang bergambar Hyang Durga
Mahisasuramardini. Penjelasan dalam kutipan; bahwa kemunculan perusuh (ken
Arok) dengan umur tigapuluh tahun, yang sudah menguasai Sansekerta dan
mengenal Atharwaweda. Itu menjadi hal yang sulit dipercaya, baik oleh tunggul
Ametung, Arya Artya maupun Belakangka. Terlebih mereka tidak pernah
mengenal dan tidak pernah ada seorang brahmana yang memiliki kumis sekepal.
Anggapan mereka, bahwa yang mengetahui kemunculan brahmana muda satu-
satunya adalah seseorang yang memiliki sebutan brahmana juga, yaitu Lohgawe.
Alasannya adalah; Lohgawe disebut-sebut sebagai seorang brahmana terkemuka,
terlebih ia sangat paham dengan murid-muridnya yang menyandang julukan
brahmana. Salah satunya brahmana muda dengan sebutan Borang itu. Itulah
alasan yang menjadikan kaum brahmana, khususnya Lohgawe harus bertanggung
jawab.
4. “Bango Samparan menjadi budak” tidak terdapat pada naskah drama Ken
Arok.
Berikut ini dijelaskan dalam kutipan, bahwa Bango Samparan telah
diperbudak dan Ken Arok berjanji akan membebaskannya.
“Mengapa kau menangis, Umang?” tegur Tanca, “bukankah kau
semestinya gembira bertemu dengan abangmu?”
Kaki Umang semakin menggigil, kemudian jatuh berlutut.
“Ampuni Aku, Umang, ayah sudah terburu diperbudakkan.”
Umang menjatuhkan badan di tanah dan menangis sejadi-jadinya.
“Bangun, kau, prajurit!” perintah Tanca.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
133
Tangis Umang menjadi keras.
“Umang!” panggil Arok, “bangun kau, dan dengar aku.”
Umang bangun, berdiri di hadapan Arok dan membuang muka.
“Dengarkan, aku bersumpah untuk membebaskan ayahmu” Dan
kepada yang lain-lain: “Siapa yang tidak sanggup membantu?
Kepungan orang itu melompat berdiri:
“Perintahkan! Perintahkan!”
“Kau dengar Umang? Semua temanmu sedia melakukan.”
“Dengan pemimpin, Arok, pimpinanmu sendiri.” (Toer, 2009:273-
274)”
Dalam novelnya digambarkan bahwa Ken Arok siap untuk membebaskan
Bango Samparan, ayah Ken Umang. Sebenarnya peristiwa ini tidak terlalu
mendukung konflik yang akan timbul kemudian. Namun tidak tanpa alasan,
pengarang memunculkan peristiwa diperbudakannya Bango Samparan dalam
novel Arok Dedes. Peristiwa ini berfungsi untuk menggambarkan karakter dari
Ken Arok yaitu memberikan informasi kepada pembaca, bahwa ken Arok adalah
seorang penyayang, ia perduli terhadap Umang. Seorang yang tahu balas budi,
terbukti ia masih ingin membebaskan ayah pungutnya dan juga Arok sebagai
seorang pemimpin yang tidak gentar, pemberani. Bertentangan pada naskah
dramanya, peristiwa diperbudaknya Bango Samparan tidak dimunculkan oleh
pengarangnya. Hal tersebut disebabkan pada naskah drama, cenderung lebih
terfokus pada inti cerita, dan tidak akan mengulur-ulur cerita seperti dalam novel.
Terlebih hal (peristiwa) itu tidak sepenuhnya mendukung dalam perkembangan
konflik, maka hal tersebut akan diabaikan. Seperti dalam novelnya, sebenarnya
peristiwa diperbudakannya Bango Samparan tidaklah mendukung konflik yang
akan timbul kemudian.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
134
5. “Terbunuhnya Ki Lembong” Tidak terdapat pada naskah drama Ken Arok.
Peristiwa ini tidaklah perlu dicantumkan pada naskah dramanya, seperti
halnya dengan peristiwa diperbudakkannya Bango Samparan pada novelnya,
karena tidak terlalu berpengaruh pada konflik yang akan timbul kemudian. Pada
naskah drama tidak digambarkan tentang kematian Ki Lembong, hanya penemuan
bayi Ken Arok oleh Ki Lembonglah yang digambarkan pada naskah dramanya.
Peristiwa “terbunuhnya Ki Lembong” pada novelnya, juga hanya digunakan oleh
Pramoedya untuk menjelaskan atau memberikan informasi kepada pembaca
tentang kebaikan Ken Arok dan tindak kejahatan dari Tumapel. Di gambarkan,
bahwa Ki Lembong sebagai ayah pungut dari Ken Arok telah dibunuh oleh
prajurit Tumapel, dan Ken Arok sebagai anak yang berbakti patutlah jika ia
membalaskan dendam atas kematian ayahnya. Hal tersebut sesuai dengan kutipan
berikut.
“Ampun, Mak, tidak, bukan prajurit Tumapel,” Ia dekati Nyi
Lembung, dan wanita itu menghindarinya.
“Mengapa, Mak?”
“Jangan sentuh aku.”
Tapi Arok telah membopongnya lagi, berbisik:
“Bukan prajurit Tumapel, Mak, bukan.”
“Bapakmu mereka bunuh di desa Kidal, Temu, tidak pernah
kembali lagi, sudah lima tahun berselang,” Ia mulai menangis lagi.
“Diam, Mak, aku sudah dengar. Inilah anakmu yang akan
membalaskan dendam brahmaputramu, Mak (Toer, 2009:286).”
6. Kedatangan Ken Arok ke Tumapel atas perintah Lohgawe
Dengan adanya kedatangan Ken Arok ke Tumapel, menjadi sumber utama
terjadinya atau timbulnya berbagai konflik, ia dapat bergerak sebebas-bebasnya
untuk dapat menggulingkan Akuwu Tunggul Ametung. Hal tersebut sama-sama
digambarkan, baik dalam naskah drama maupun dalam novelnya. Hanya saja
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
135
alasan mengapa Ken Arok oleh Lohgawe ditempatkan di Tumapel, antara
keduanya berlainan. Berikut ini dua buah kutipan pada naskah drama Ken Arok
yang menggambarkan alasan penempatan ken Arok di Tumapel.
Lohgawe : Kau tidak perlu pusing-pusing lagi kalua kau setuju jadi
pengawal pribadi Akuwu Tumapel.
Ken Arok : Bagi saya bukan imbalan kalau pasukan Kertajaya tidak
mengganggu. Gangguan itu tidak memusingkan saya. Saya
minta imbalan lain.
Lohgawe : Katakanlah.
Ken Arok : Satu: Bukan saya saja yang jadi pengawal tetapi semua anak
buah saya. Dua: Kerajaan tidak mengganggu kegiatan saya
disini.
Lohgawe : Seandainya imbalan itu disetujui, tidak akan ada lagi
gangguan terhadap rakyat Kediri.
Ken Arok : Dari anak buah saya, tidak.
Lohgawe : Baiklah, Anakku, kami akan membicarakannya dengan
Tunggul Ametung. Kami harus berangkat sekarang juga.
Sekali lagi, kau bersedia tidak mengganggu rakyat Kediri
dengan imbalan jadi pengawal pribadi Tunggul Ametung
(Saini KM, 1990:42-43).
Muncul Lohgawe, Tunggul Ametung, Kebo Ijo dan Utusan.
Tunggul Ametung : Kalau dia bertanya, kapan kita sedia menerimanya,
katakan setiap waktu.
Utusan : Baik, Akuwu (Menyembah. Pergi)
Lohgawe : (Kepada Mpu Pamor dan Mpu Sridhara) Setengah
tugas kita selesai. Tinggal kita berusaha mendidik
Ken Arok, menjinakkannya hingga ia benar-benar
jadi seorang manusia (Saini KM, 1990:49).
Berdasarkan kedua kutipan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa; Ken
Arok diperintahkan datang ke Tumapel untuk menjadi pengawal Tunggul
Ametung, dengan begitu maka kerusuhan dapat diredakan. Dengan kedatangan
Ken Arok ke Tumapel, dimaksudkan agar ia dapat bertanggung jawab atas
tugasnya menjadi pengawal Akuwu. Selanjutnya, digambarkan pada kutipan
kedua, setelah ia berada di Tumapel ia memiliki kawajiban untuk belajar dan
kaum brahmana sendiri yang akan mendidiknya. Diharapkan dengan mendidik
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
136
Ken Arok, maka ia akan bertaubat secara pelan-pelan menjadi manusia yang
hidup sewajarnya. Maka dengan dibawanya Ken Arok ke Tumapel, semata-mata
hanyalah untuk merubahnya agar menjadi manusia yang baik-baik, tidak seperti
sebelumnya; perampok, pemerkosa, pencuri, dan penjudi.
Sedangkan pada novel Arok Dedes, “keinginan kaum brahmana untuk
merubah Ken Arok, bahkan mendidiknya” bukanlah menjadi alasan dibawanya
Ken Arok ke Tumapel. Hal tersebut berbeda dengan penggambaran Pramoedya
dalam novelnya. Dalam novel justru sebaliknya, kaum brahmanalah yang
merencanakan kedatangan Ken Arok ke Tumapel, dengan tujuan menggulingkan
Akuwu Tunggul Ametung. Kaum brahmana percaya kepada Ken Arok, bahwa
hanya ia yang dapat tumbangkan Tunggul Ametung. Dengan kedatangannya di
Tumapel maka ia akan mendapatkan kepercayaan dari Akuwu. Meskipun harus
menghamba kepada Akuwu, semata-mata dilakukannya agar dengan bebas dapat
menggulingkannya. Hal tersebut sesuai dengan kutipan berikut.
Dalam kereta Arok baru mendengar maksud gurunya: ia hendak
dibawa menghadap Tunggul Ametung untuk meredakan kerusuhan di
bagian selatan negeri.
“Garudaku!” Bisik Lohgawe, “hanya kau yang dapat tumbangkan
Akuwu Tumapel. Hanya cara ini yang bisa ditempuh. Kau harus
mendapatkan kepercayaan dari Tunggul Ametung. Dengan kepercayaan
itu kau harus bisa menggulingkannya. Semua brahman di Tumapel, Kediri,
di seluruh pulau Jawa, akan menyokongmu. Dengan Tumapel di tanganmu
kau akan bisa hadapi Kediri. Demi Hyang mahadewa, kau pasti bisa.”
Arok terpesona oleh tugas yang datang secara mendadak itu. Dari
medan pertempuran ia harus pindah ke medan siasat.
“ Kau pasti bisa,” ulang Lohgawe mempengaruhi.
“Sahaya pasti bisa.”
“Pegang Tumapel dan hadapi Kediri”
“Pegang Tumapel dan hadapi Kediri, ya, Bapa Mahaguru (Toer,
200:6-7).”
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
137
7. “Ken Dedes mencintai Ken Arok dan menyerahkan hidup dan mati Tunggul
Ametung kepadanya” tidak terdapat pada naskah drama Ken Arok.
Arok menerima tugas untuk meredakan kerusuhan di bagian selatan
negeri, dengan menjadi anak buah Tunggul Ametung. Dengan demikian, Arok
dapat memeasuki pakuwan Akuwu dengan sah. Dalam pada itu, ia bertemu
dengan Ken Dedes di Pakuwan. Arok terpesona oleh kecantikan Dedes. Dedes
juga mengagumi bahkan mencintai Arok. berikut kutipan yang menggambarkan
Ken Dedes jatuh hati kepada Ken Arok.
...Dengan jujur ia mengakui pada dirinya telah jatuh cinta pada
pemuda sudra tanpa darah Hindu setetes pun itu, yang demikian fasih
berbahasa ilmu para dewa...
Dialah yang patut jadi suamiku, pemegang kekuasaan atas Tumapel,
seorang brahmana yang akan dapat memuliakan cakrawati Hyang Syiwa.
Ia pejamkan mata, menikmati musik yang terdengar dalam Sansekerta
Arok (Toer, 200:340).
Ken Dedes menginginkan untuk bersanding dengan Ken Arok,
digambarkan bahwa hanya Ken Aroklah yang pantas menjadi suaminya,
seseorang yang dapat memuliakan Hyang Syiwa. Dedes juga mengambil peranan
tidak kecil untuk menggulingkan suaminya sendiri, Akuwu Tumapel. Maka dapat
dikatakan bahwa pemberontakan dan kudeta terhadap Tunggul Ametung
sebenarnya hasil kerjasama Arok dan Dedes. Berikut dijelaskan dalam kutipan.
“Katakan padaku, pada pihak siapa kau berada.”
“Sahaya ada di pihak para brahmana, pada pihak Kakanda.”
“Apakah hanya cukup dengan pemihakan?”
“Sahaya serahkan suami sahaya, hidup dan matinya pada Kakanda,”
ia menunduk,”semua yang dituntun oleh tangan Dang Hyang Lohgawe
pasti kebenaran yang tak dapat ditawar (Toer, 200:344).”
Peristiwa jatuh cintanya Ken Dedes kepada Ken Arok tidaklah
dicantumkan pada naskah dramanaya. Hal tersebut dikarenakan Saini KM
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
138
menggambarkan Ken Arok adalah seorang penjahat, apabila di hubungkan
dengan kehidupan sebenarnya tidak pantaslah anak seorang brahmana
menginginkan pernikahan dengan seorang yang jahat. Pada naskah dramanya pun,
dijelaskan bahwa Ken Dedes menjalankan pernikahan dengan Ken Arok dengan
keterpaksaan. Berikut penjelasan dalam kutipan.
Ken Arok : Hari ini saya bermaksud memperisteri Ken Dedes.
Ken Dedes : Oh!
Lohgawe : Tapi...
Ken Arok : Tidak ada tapi, Mamanda...(Lohgawe didorong untuk berdiri
di depan Ken Arok dan Ken Dedes. Ken Dedes akan bangkit,
akan tetapi dipegang oleh Ken Arok dan di dudukan kembali
tidak berdaya) (Saini KM, 10:6).
8. Ken Arok mendapat petuah dari Logawe, sehingga ia menginginkan jatuhnya
Tunggul Ametung.
Pada naskah drama dan novelnya, sama-sama digambarkan, bahwa atas
pertemuannya dengan Ken Dedes, membuat Ken Arok terpesona akan kecantikan
isteri Akuwu itu. Tiada mengelakan, tokoh Lohgawe mengungkapkan bahwa
dengan diperisterinya Ken Dedes maka ia akan menjadi raja. Baik pada naskah
drama maupun pada novelnya menggambarkan hal demikian, yang ada pada
kedua kutipan berikut.
Tinggal Lohgawe dan Ken Arok.
....
Ken Arok : Saya baru melihat betis seperti itu.
Lohgawe : Ken Dedes wanita luar biasa. Ia adalah wanita nareswari.
Siapa pun yang menikahinya akan menjadi raja (Tersenyum)
saya sudah mengatakan hal itu berulang-ulang kepada
Akuwu. Sekarang marilah kita lanjutkan pembicaraan kita.
Ken Arok : betisnya disebut Nareswari?
Lohgawe : eanita nareswari, Arok!
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
139
Ken Arok : Apakah hanya betisnya atau seluruhnya, tidak menjadi
maslah bagiku. Masalahnya bagaimana saya bisa
mendapatkan wanita nareswari itu (Saini KM, 10:54-55).
“Sahaya mengerti sepenuhnya, Bapa Mahaguru.”
“Mungkin kau lupa jatuhkan Tunggul Ametung seakan tidak
karena tangamu. Tangan orang lain harus melakukannya Dan orang itu
harus dihukum didepan umum berdasarkan bukti tak terbantahkan. Kau
mengambil jarak secukupnya dari peristiwa itu. Tanpa jatuhnya Tumapel
kita takkan bisa menghadapi Kediri. Tumapel adalah modal pertama,
Arok. Jangan kau lupa.”
Ia diam, memejamkan mata kemudian meneruskan:
“Segera setelah jatuhnya Tunggul Ametung, Belakangka akan
bertindak sebagai wakil Kediri. Ia akan menempatkan seseorang untuk
menjadi pengganti sementara. Itu tidak boleh. Dedes harus segera
memegang kekuasaan pengganti suaminya. Dia harus mampu
menjatuhkan hukuman bagi yang bersalah dan karunia bagi yang berjasa.
Kaulah harus jadi tempat ia menyandarkan diri.
...
“Hanya orang seperti kau yang berhak memiliki dia. Ingat, Arok,
dia berdarah Hindu. Bila ia memegang kekuasaan atas Tumapel adalah
sudah wajar menurut kebiasaan lama. Bukan kau. Dari perkawinanmu
dengannya saja syarat-syarat baru tersedia untukmu”
“Tiadakah Bapa Mahaguru menaruh banyak, kepercayaan pada
sahaya?”
“Kau hanya menjalani kehendak kaum brahmana” (Toer, 200:347-
348).”
Berdasarkan kedua kutipan tersebut, tampaknya Saini KM dan Pramoedya
Ananta Toer, tidak lain; bermaksud menggambarkan Lohgawe sebagai perantara
untuk Ken Arok jatuhkan Tunggul Ametung. Hanya saja munculanya ” Lohgawe”
dalam naskah dramanya berfungsi sebagai seorang yang berkewajiban
menyampaiakan hal-hal tertentu yang perlu Ken Arok ketahui. Maka apa yang
disampaikan oleh Lohgawe tentang “perempuan nareswari” seperti pada kutipan
pertama di atas, tampaknya hanya bertujuan untuk memberikan pengetahuan
kepada Ken Arok tentang hal itu. Terlebih Lohgawe pun tidak menginginkan Ken
Arok melakukan tindakan sesuai apa yang diucapkannya, karena itu berarti ia
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
140
segera merebut Ken Dedes dari tangan Akuwu. Akan tetapi Ken Arok tidak ingin
melewatkan kesempatan itu, ia benar-benar menginginkan Ken Dedes untuk
nantinya dapat menggantikan Tunggul Ametung.
Sama seperti pada naskah dramanya, pada novel Arok Dedes pun tokoh
Lohgawe telah menempati posisi penting dalam maksud Ken Arok jatuhkan
Tunggul Ametung. Kali ini ia bukan sebagai penghalang Ken Arok untuk
memiliki Ken Dedes, bahkan sebaliknya Ken Arok oleh Lohgawe dianggap sebagi
seorang yang pantas memiliki Ken Dedes. Lohgawe telah mendukung penuh
kepada Ken Arok untuk menguasai Tumapel, kemudian ke Kediri, karena itu telah
menjadi kehendak kaum brahmana. Di gambarkan pada kutipan kedua pada
novelnya, bahwa Lohgawe mengatakan; setelah jatuhnya Tunggul Ametung, Ken
Dedeslah yang harus memegang kekuasaan. Tetapi tidak menutup kemungkinan
dengan diperisterinya Ken Dedes, syarat Ken Arok untuk menjadi Akuwu akan
terpenuhi. Maka hal tersebut tidak jauh bebeda dengan yang ada pada naskah
dramanya, yang menjelaskan bahwa “siapa saja yang dapat menikahi Ken Dedes
ia akan menjadi seorang raja”.
Tapi tidak seperti pada naskah dramanya, bahwa Ken Arok menginginkan
Ken Dedes semata-mata hanyalah agar ia dapat menyandang gelar raja. Berbeda
dengan yang digambarkan oleh Pramoedya dalam novelnya, bahwa Ken Arok
memiliki kesempatan untuk mendapatkan Tumapel dan bersanding dengan Ken
Dedes tidak lain adalah kehendak kauam brahmana.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
141
9. “Hayam Lumang Celukan memfitnah Ken Arok” tidak terdapat pada naskah
drama Ken Arok.
Tokoh Hayam tidak dimunculkan dalam naskah drama Ken Arok, juga
tidak dimunculkannya tokoh lain sebagai penyebab timbulnya konflik sampingan
seperti tokoh Hayam dalam novelnya. Konflik pada naskah dramanya hampir
keseluruhannya ditampilkan oleh tokoh sentral, seperti; terbunuhnya Empu
gandring, fitnah terhadap Kebo Ijo, dan terbunuhnya Kertajaya. Keseluruhan
permasalahan tersebut ditimbulkan oleh Ken Arok. Sedangkan pada novelnya,
berhubung pada sebuah novel pengarang lebih leluasa mengulur-ulur cerita. Maka
menjadi hal wajar pada novel Arok Dedes terdapat beberapa konflik sampingan
dan salah satunya adalah dimunculkannya konflik Hayam Lumang Celukan yang
melakukan pemfitnahan kepada Ken Arok. Berikut kutipan yang menjelaskannya.
“Dia anggap dirinya Hyang Yama sendiri,” pekik Arok.
“Dengarkan suara brahmana palsu itu. Dengarkan aku, kalian, tak ada
brahmana menggunakan nama para dewa untuk kepentingannya sendiri,
kecuali brahmana palsu.” Dan ia memekik, “Hayam, singkirkan
brahmanamu ini, keluar kau, dan hadapi Arok. Jangan bersembunyi pada
tengkuk anak buah! Kau, penghasut, pemfitnah!”
Hayam tak juga keluar.
Arok memerintahkan satu regu untuk mengawasi jalan negeri, agar
tidak tersusul oleh tentara Tumapel.
“Dan kalian anak buah Hayam, jangan angkat senjatamu. Biar kita
semua selesaikan pertengkaran ini. Keluarkan pimpinamu, seorang warok
yang tidak dapat dipercaya mulutnya itu.”
“Lumatkan Arok!” perintah Arya Artya.
“Sama saja nilaimu dengan Hayam, brahmana! Dengan modal
fitnah dan hasut hendak dapatkan segala-galanya (Toer, 200:36).”
10. “Kebo Ijo menginginkan Ken Dedes ” tidak terdapat pada naskah drama Ken
Arok.
Tindakan “Kebo Ijo menginginkan” Ken Dedes sama halnya dengan
keinginan Ken Arok pada naskah dramanya. Sama-sama terpesona dengan
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
142
kecantikan Ken Dedes dan menginginkannya dengan cara menggulingkan
Tunggul Ametung. Kebo Ijo oleh Saini KM digambarkan sebagai seorang
pimpinan pengawal yang patuh terhadap Akuwunya, dan sama sekali tidak ada
keinginan untuk menginginkan Ken Dedes apalagi menjatuhkan Tunggul
Ametung. Lain halnya pada novel Arok Dedes, Pramoedya menggambarkan kebo
Ijo adalah seorang tamtama yang menginginkan permaisuri dan singgasana
Tumapel. Berikut dijelaskan dalam kutiapan.
Dan Kebo Ijo tak habis-habis heran melihat paramesywari
Tumapel memerlukan berhenti dan memberinya perintah menunggu terus
di Pura.
....
Ia mengimpikan diri menjungkirkan Tunggul Ametung, dan Dedes
mendampinginya (Toer, 200:407-408).
11. “Ken Arok tahu rencana busuk Mpu Gandring, Kebo Ijo, dan Belakangka”
tidak terdapat pada naskah drama Ken Arok.
Pramoedya memunculkan Empu Gandring, tokoh yang diceritakan
mempunyai pandai besi pembuat senjata, yang juga memiliki hasrat ingin
menguasai Tumapel. Dialah penghasut pertama agar para tamtama ingkar kepada
Tunggul Ametung dalam kemerosotannya. Empu Gandring sebagai pemimpin
dari para pemuda, tani dan Kebo Ijo, ia yang nantinya akan memetik buah
usahanya. Empu Gandring ingin keluar sebagai pemenang tanpa berkelahi, dan
demikian maka ia akan jadi pewaris Tunggul Ametung. Begitu juga dengan
Belakangka yang menginginkan agar Tunggul Ametung seorang sudra digantikan
oleh seorang satria, ia memperguanakan Kebo Ijo yang memiliki silsilah satria
untuk menyingkirkan Ken Arok.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
143
Hal yang sudah dipaparkan tersebut, tidaklah seperti yang digambarkan
pada naskah drama Ken Arok. Empu Gandring bukanlah seorang yang
menginginkan tumbangnya Tunggul Ametung, ia hanya seorang pandai besi
pembuat senjata. Begitu juga dengan Kebo Ijo, apabila dalam novelnya Kebo Ijo
adalah seorang yang dikendalikan oleh Empu Gandring untuk dapat singkirkan
Ken Arok dan Tunggul Ametung. Tetapi pada naskah dramanya Kebo Ijo justru
digambarkan sebagai korban dari Ken Arok, dengan keris Empu Gandring sebagai
penyebab utamanya.
12. Terbunuhnya Empu Gandring.
Saini KM dan Pramoedya dalam karyanya, sama-sama mencantumkan
peristiwa kematian seorang pandai besi bernama Empu Gandring. Hanya saja hal
yang melatar belakangi (cara) matiannya Empu Gandring , pada naskah drama
dan novel, berlainan. Berikut dijelaskan dalam kutipan.
Empu Gandring : Kau ini tidak sabar benar, Arok. Apakah kau akan
membunuh orang?
Ken Arok : Tidak, Empu (Menusukkan keris ke tubuh Empu
Gandring)
....
Tita : Mengapa kau bunuh orang tua ini?
Ken Arok : Ada tiga tujuan yang hendak kucapai. Pertama, aku tidak
usah membayar pada orang tua itu, yang lainnya kau
akan tahu kemudian....
Tita : Kau sungguh tak terduga, Arok (Saini KM, 10:5-60).
“Arok, kau telah tangkap Empu Gandring dan Yang Suci atas
perintah Yang Mulia Akuwu?”
“Benar.”
“Dimanakah mereka Sekarang?”
“Dalam Guci abu.”
“Jagad Dewa! Telah kau bunuh mereka.”
“Tidak. Kau yang membunuhnya. Mereka di dalam asramaku
waktu prajurit-prajuritmu kau perintahkan membakar asramaku.”
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
144
“Mengapa mesti kau perbuat itu, kebo? Tiadakah kau mengerti
bagaimana prihatinku memikirkan semua ini? Engkau menambahi
keprihatinanku begini.”
“Ampun Yang Mulia, prajurit-prajurit dungu tidak berpikiran
begitu....”
“Tetapi kau yang memerintahkan. Mereka takkan berani
melakukannya tanpa perintahmu,” Paramesywari menekankan (Toer,
200:42).
Berdasarkan kedua kutipan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kematian Empu Gandring yang digambarkan dalam naskah dramanya dan
novelnya, memiliki perbedaan yaitu pada cara yang dilakukan dan tempat
berlangsungnya pembunuhan.
Saini KM pada naskah dramanya menggambarkan pembunuhan terhadap
Empu Gandring, secara langsung dilakukan oleh Ken Arok. Awalnya hanya
berpura-pura melihat keris buatan Empu itu, kemudian Ken Arok menancapkan
keris ke tubuh Empu gandring. Pikirannya sangat licik, ia melakuakan hal
tersebut untuk tujuan tetentu. Lain halnya pembunuhan Empu Gandring yang
digambarkan oleh Pramoedya Ananta Toer. Dalam novelnya, Empu Gandring
mati terbakar di dalam asrama Ken Arok. Kebo Ijo bermaksud membakar asrama
Ken Arok dengan anggapan Ken Arok pun akan menjadi abu di dalamnya. Tetapi
tidak demikian, Ken Arok semula sudah mengetahui rencana busuk Kebo Ijo,
maka Empu Gandring yang berhasil dibawa ke Tumapel dan ditempatkan di
asrama Arok pun menjadi korban dari perbuatan Kebo
13. Akuwu mati terbunuh, Kebo Ijo menjadi tersangka.
Ken Arok melakukan rencana pembunuhan terhadap Akuwu secara
bertahap. Baik pada naskah drama maupun novelnya, Ken Arok melakukan
pembunuhan dengan sangat rapi, sehingga seolah bukan Ken Arok yang
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
145
membunuh Sang Akuwu. Saini KM menggambarkan rencana Ken Arok untuk
memunuh Akuwu adalah dengan cara memberikan keris miliknya kepada Kebo
Ijo. Ia berpura-pura bersikap manis, seakan-akan ia merelakan keris
kepunyaannya dihadiahkan kepada seorang yang akan dikambing hitamkan dalam
rencananya membunuh Akuwu. Peristiwa yang terjadi adalah; Ken Arok berpura-
pura menyuruh Kebo Ijo untuk beristirahat dari penjagaan, dan Ken Arok
mengatakan bahwa ia sanggup untuk menggantikan penjagaan Tumapel. Saat
Kebo Ijo sedang terlelap, Ken Arok menjalankan rencananya. Hingga waktunya
tiba, Ken Arok memberikan pengumuman bahwa Akuwu sudah terbunuh oleh
keris yang sedang ia bawa, yaitu keris miliknya yang ia berikan kepada Kebo Ijo.
Logisnya berarti pada saat Kebo Ijo sedang terlelap tidur, Ken Arok tanpa
sepengetahuan Kebo Ijo telah mengambil keris itu darinya. Hingga seakan-akan
pembunuhan Akuwu adalah perbuatan Kebo Ijo. Berikut penjelasan dalam
kutipan.
Kebo Ijo : Kakanda baik sekali kepada saya.
Ken Arok : Kalau kau mau balas budi, cepatlah tidur.
Kebo Ijo : Ah, kakanda. Baiklah kalau Kakanda sudah siap berjaga,
kami akan tidur sekarang. Mari kawan-kawan, mari Tita
(mereka pergi).
Ken Arok : selamat tidur, semoga pulas, Kebo Ijo.
Kebo Ijo : (Tertawa) Selamat jaga! (Pergi, Ken Arok memberi isyarat
kepada Tita).
....
Adegan 8
Muncul Ken Arok dari gerbang diiringkan oleh Tita. Ken Arok memegang
keris Mpu Gandring yang berdarah.
Ken Arok : Akuwu Tunggul Ametung tewas dibunuh orang. Pasti orang
dalam. Sekitar Pakuwon dijaga ketat. Ini keris
pembunuhnya. Siapa yang kenal dengan keris ini? Keris siapa
ini?
Prajurit : Keris Kebo Ijo! Itu keris Kebo Ijo!
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
146
Ken Arok : Panggil Kebo Ijo. Paksa bawa kesini (Prajurit berlarian)
(Saini KM, 10:66).
Sementara itu, Pramoedya memunculkan peristiwa pembunuhan Akuwu
yang seakan-akan dilakukan oleh Kebo Ijo, bukanlah demikian seperti pada
naskah dramanya. Arok merencanakan menggulingkan Akuwu, dan ia
mempergunakan segala sesuatu yang berguna baginya. Akuwu dibius Dedes
dengan arahan dari Ken Arok. Kebo Ijo yang akhirnya membunuh Tunggul
Ametung, dengan perkataan yang tepat, Arok membuat Kebo Ijo melakukan
pembunuhan itu, dan Dedes membiarkannya. Dengan demikian Kebo Ijo dituduh
membunuh Akuwu yang sedang mabuk. Pramoedya menggambarkan dalam
novelnya, bahwa Kebo Ijo memang mengaku telah menancapkan pedang pada
tubuh Akuwu, tetapi ia melakukannya hanya sekali. Sedangkan pada tubuh
Akuwu terdapat bekas pukulan pedang sebanyak tiga kali, dan Kebo Ijo tidak
merasa telah memukulkan pedangnya sejumlah itu. Berikut oleh Pramoedya
digambarkan dalam kutipan.
“Kakanda! Kakanda! Tangis Dedes, membungkuki suaminya.”
“Berapa kali kau pukulkan pedangmu” desak Arok.
“Hanya sekali, pada perutnya.”
Arok melangkah cepat ke arah Tunggul Ametung, membungkuk
sebentar, merabanya sedikit, kembali kepada Kbo Ijo:
“Penipu, pembunuh. Paling tidak tiga kali kau memedang.
Badannya masih hangat, jari-jarinya masih bergerak. Tak ada orang lain
masuk kecuali kau!” ia menuding ke arah pintu Taman Larangan. Dan
disana tombak-tombak menyirngai tanpa nampak prajurit-prajurit yang
memeganginya. “Hanya kau!”
“Sahaya hanya sekali memedang, sungguh mati, pada peritnya
(Toer, 200:525).”
Berdasarkan kutipan tersebut maka dapat disimpulkan, bahwa terdapat
seseorang yang telah memedang tubuh Tunggul Ametung sebanyak dua kali
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
147
sebelum Kebo Ijo memedang pada bagian perutnya. Maka, satu-satunya orang
yang berani dan sudah merencanakan hal tersebut adalah Ken Arok.
14. “Terbunuhnya Kertajaya” tidak terdapat pada novel Arok Dedes.
Dijelaskan pada kutipan berikut.
....
Kertajaya : (Berjalan ke arah singgasana, tertegun) Tak ada tempat
lain untuk mengungsi, selain Dewalaya. (Menusuk
dadanya dengan keris).
Aditya/Narayana : Gusti! (Kertajaya tewas. Black Out) (Saini KM, 10:76).
Peristiwa terbunuhnya Kertajaya seperti pada kutipan di atas, tidak
terdapat pada novelnya. Pramoedya hanya menggambarkan keberanian Ken Arok
tentang janjiannya terhadap rakyat. Ia menyatakan, bahwa akan melakukan
penyerangan kepada Kediri, apabila Sri Baginda Kertajaya tidak menyukai dan
mengirimkan balatentaranya untuk menyerang.
15. “Terbongkarnya kebusukan Belakangka,” tidak terdapat pada naskah drama
Ken Arok.”
Ken Arok pada novel Arok Dedes, setelah kemenangannya menjatuhkan
Tunggul Ametung, kemudian disusul dengan peristiwa pengakuan Keo Ijo tentang
kebusukan yang dilakukan oleh Yang Suci Belakangka. Dapat dikatakan bahwa
peristiwa yang digambarkan oleh pramoedya ini merupakan konflik puncak yang
mendekati penyelesaian. Pada peristiwa ini pembaca dibawa kepada hal yang
menegangkan. Belakangka selalu mengelak dan memojokkan Ke Arok bahwa
Ken Aroklah dalang dari permasalahan di Tumapel. Belakangka bukannya
semakin kuat tetapi ia semakin melemah, ketika Kebo Ijo menyatakan tentang
kebusukan Yang Suci. Bahwa lewat Kebo Ijolah, Belakangka berencana
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
148
menyingkirkan Ken Arok juga Dang Hyang Lohgawe. Berikut digamabrkan
dalam kutipan.
“Jangan jatuhkan dulu hukuman atas mereka, Yang Mulia. Mereka belum lagi bicara tentang kesertaan Belakangka dalam perkara ini.” Pada anak buahnya: “Bawa kemari Yang Suci Belakangka.”
Kebo Ijo gemetar menjadi-jadi. Belakangka berdiri di hadapan Arok. Jubahnya telah lusuh dan
destarnya agak miring. Ia bersidekap mempertahankan kemuliannya. Tak ada tongkat padanya.
“Nah, katakan, kau, Kebo Ijo, apa perintah yang kau terima dari Yang Suci.” “Menumpas Arok,” jawabnya. “Mengapa tak kau lakukan? Baik, kau tak mau menjawab. Jadi Yang Suci jelas hendak menumpas aku dan pasukanku. Dengan bantuan pasukan kuda pun kau tak lakukan itu. Yang Suci, Yang Suci telah dengar sendiri.” Si penipu! Desau Belakangka pelahan. “Demi hidup dan demi mati,” susul Kebo Ijo, “dan memerintahkan juga menumpas Dang Hyang Lohagawe (Toer, 200:530-5).”
16. Pada tahap penyelesaian; pada naskah drama “Ken Arok mati dan
berkuasanya Anusapati di Singasari” sedangkan pada novelnya “Ken Arok
menang dan menjadi Akuwu Tumapel.”
Tahap penyelesaian pada naskah drama Ken Arok sangat bertentangan
dengan novel Arok Dedes. Hal ini dikarenakan pada keduanya memiliki peristiwa
atau konflik yang berbeda pula, maka pada tahap ini pun peristiwa disesuaikan
dengan tahap atau cerita sebelumnya.
Pada naskah dramanya, Saini KM menggambarkan Ken Arok adalah
seorang yang jahat, menggulingkan Akuwu hanya untuk kepentingan pribadinya.
Akhirnya menjadi raja, tapi keberadaannya semakin membuat resah warga. Maka
pada tahap penyelesaian, kemenangan didapat oleh Anusapati yang telah
menjatuhkan Ken Arok. Saini KM menggambarkan tahap penyelesain diawali
dengan kedatangan orang desa Batil kepada Anusapati yang melaporkan bentuk
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
149
dari kejahatan Ken Arok. Disusul dengan peristiwa kedatangan Anusapati ke
Singasari terjadilah peristiwa pembunuhan terhadap ken Arok.
Sementara Pramoedya dalam novelnya, menggambarkan Ken Arok adalah
pejuang yang membela rakyat, sudah sepantasnya ia mendapatkan gelar Akuwu
menggantikan Tunggul Ametung. Hanya ialah yang dapat memimpin para rakyat
dan berani melawan Kediri. Itulah kehendak kaum brahaman. Pada tahap
penyelesaian ini, kesempatan Pramoedya untuk mengendorkan suasana. Peristiwa
digambarkan sebagai akhir dari permasalahan, yaitu penyaksian mayat Tunggul
Ametung oleh pendukung Arok dan rakyat umumnya. Kemudian disusul dengan
peristiwa yang sifatnya menyenangkan antara lain; dihapuskannya perbudakan,
Arok mengetahui Umang mengandung dan Arok memiliki dua isteri. Itulah
menjadi gambaran kemenangan Ken Arok , dalam novel Arok Dedes.
4. Pengaluran pada Naskah Drama Ken Arok dan Novel Arok Dedes
Berdasarkan Kriteria Urutan Waktu
Berdasarkan kriteria urutan waktu plot (alur) dibedakan menjadi tiga, yaitu
plot lurus (progresif), plot sorot-balik (fals-back) dan plot campuran. Apabila
dilihat dari berbagai plot tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa cerita
pada naskah drama Ken Arok memiliki alur lurus, sedangkan pada novel Arok
Dedes menggunakan alur campuran.
Saini KM pada naskah drama Ken Arok, telah menggunakan alur lurus,
karena peristiwa-peristiwa yang ditampilkan bersifat kronologis, keterbatasan
karena peristiwa harus dipentaskan, maka penggarapan terhadap peristiwa atau
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
150
bahkan waktu pun harus bersifat kronologis, ada semacam ketentuan mana yang
harus didahulukan dan mana yang memang harus dikemudiankan. Naskah drama
Ken Arok memiliki cerita yang runtut dari tahap awal hingga ke tahap akhir. Ken
Arok membuat kerusuhan yang menimbulkan pihak kerajaan resah dan berusaha
untuk menangkapnya, namun Ken Arok penjahat yang luar biasa menangkap atau
membunuhnya menjadi hal yang sulit untuk dilakukan. Gagalnya penangkapan
terhadap Ken Arok membuat Kertajaya marah dan memerintahkan kepada kaum
brahmana untuk berusaha mendidiknya menjadi orang yang baik-baik, maka
dikirimkanlah Ken Arok ke Tumapel untuk menjadi prajurit dan menerima
pendidikan sekaligus. Kedatangan Ken Arok ke Tumapel telah membuatnya jatuh
hati kepada Ken Dedes, ingin ia miliki perempuan cantik itu, hingga akhirnya
menggulingkan Tunggul Ametung manjadi tujuan utamanya. Perencanaan
pembunuhan terhadap Tunggul Ametung tersusun rapi, hingga kemenangan
didapat pula oleh Ken Arok. Terbunuhnya Tunggul Ametung telah
menjadikannya Akuwu dan mengganti nama Tumapel menjadi Singasari. Hingga
pada tahap penyelesaian pengarang memunculkan tokoh Anusapati, setelah
delapan belas tahun Ken Arok menjadi raja Anusapati tumbuh dewasa, ia yang
akhirnya menggulingkan Ken Arok dan menjadi penguasa Singasari.
Pramoedya menggunakan cara (plot) campuran untuk menceritakan latar
belakang Arok dan Dedes dalam novel ini. Pada tahap awal penceritaaan
Pramoedya menggambarkan tokoh Ken Dedes sebagai gadis desa yang sedang
dirundung kesedihan. Ia dinikahi tanpa restu dari orang tuanya. Hingga sudah
waktunya selama empat puluh hari sebagai hari selesainya wadad pengantin.
Pramoedya menggambarkan pula dalam novelnya tentang kemunculan Ken Arok
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
151
yang menyamar menjadi Borang, ia mengakui telah menentang Tumapel dan
Kertajaya. Ken Arok menjadi murid Lohgawe, setelah ia menempuh pendidikan
pada Tantripala. Di sinilah terjadi adanya penceritaan ulang Ken Arok pada masa
kecilnya. Ia membaca rontal dari Tantripala.
Temu (nama kecil; Ken Arok) ditemukan Ki Lembong sebagai bayi yang
dibuang pada tengah malam oleh orang tuanya di gerbang sebuah pura desa
Randualas. Menginjak usia enam tahun, ia sudah terbiasa bergaul dengan kerbau,
menggembalakan hingga memandikannya. Memasuki umur sepuluh tahun ia
mulai membantu bertani, tempat penggembalaan menjadi medan bermain
untuknya. Pramoedya menggambarkan bahwa kegesitan, kekuatan, kecerdasan
dan kekukuhan telah melekat pada dirinya, memimpin juga menjadi hal yang
sudah bisa ia lakukan.
Temu dilukiskan Pramoedya sebagai seorang pemuda yang dapat
memihak kepada orang yang teraniaya. Dalam pengembaraannya untuk pertama
kali, ia melihat seorang prajurit Tumapel memasuki rumah penduduk dan
merampas kambingnya. Seorang bocah menangisi binatang kesayangannya itu.
Hatinya memberontak melihat perampasan itu. Ia mendapatkan kebahagiaan
dengan perbuatan itu. Juga dalam sekali peristiwa, ia melihat empat orang prajurit
menyeret seorang gadis, dibawa masuk kedalam hutan. Ia mengerahkan semua
temannya dan mengikuti prajurit-prajurit itu, mengganggu mereka, sehingga
terpaksa melepaskan korban mereka.
Pada suatu hari Temu dan anak-anak desa Randualas menyerang kereta
Tumapel yang membawa upeti emas. Tetapi penyerangan itu tidak berhasil. Maka
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
152
anak-anak terpaksa buyar melarikan diri, melalui jalan-jalan yang tidak dapat
ditempuh oleh kuda. Mereka dikejar pasukan Tumapel. Temu memasuki desa
Karangksetra. Napasnya sudah hampir putus waktu ia tiba di sebuah ladang. Lima
orang bapak-beranak dilihatnya sedang mencangkul. Prajurit-prajurit Tumapel
bersorak menyuruh penduduk membantu menangkapanya. Memasuki desa itu,
Temu pasti tertangkap bila mereka dibantu beramai-ramai. Temu melihat sebatang
pacul yang tergeletak tidak digunakan. Cepat ia mengambilnya dan mulai ia ikut
mencangkul. Suara sorak prajurit semakin mendekat. Bapak dan empat orang
anaknya memperhatikannya, mengerti apa yang sedang terjadi, dan meneruskan
pekerjaan mereka seakan-akan tiada terjadi sesuatu. Sejak itu Temu diambil oleh
orang tua yang bersamanya, sebagai anak pungutnya Ki Bango samparan. Ayah
angkat ini sangat menyayanginya. Bertahun-tahun Temu tinggal dengan keluarga
itu. Setiap hari ia bekerja dengan saudara-saudaranya.
Tiga tahun kemudian Temu meninggalkan ayah angkatnya, karena
saudara-saudaranya, kecuali Umang, cemburu pada kasih bapak mereka kepada
Temu, seorang pendatang yang tidak menentu asalnya. Ki Bango samparan
mengirim Temu kepada Bapa Tantripala di desa Kapundungan yang merupakan
guru pertama baginya. Tantripala merupakan seorang Budha yang tidak mau
mengakui kebudhaannya. Tantripala mengajarkan cipta dan karsa dalam
ekagrata. Dia terpaku melihat kecerdasan muridnya. Sebenarnya dia memerlukan
tiga tahun untuk melaksanakannya. Tetapi, Temu berhasil melaksanakannya
hanya dalam seminggu. Tantripala tidak berani memimpinnya lebih lanjut untuk
menjadi mahasiddha (orang sakti). Tanggung jawabnya sebagai guru terlalu berat.
Tantripala menjelaskan padanya, bahwa ia sudah melewati pendidikan cantrik,
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
153
mangayu, jejanggan, uluguntung. Dia sudah sampai pada tingkat cikil, tingkat
kelima dalam tata pendidikan. Di atasnya masih ada tiga tingkat lagi: wasi, resi
dan bagawan. Maka, Temu dikirikannya kepada Dang Hyang Lohgawe, guru yang
kedua bagi Arok. Meneruskan belajar pada Dang Hyang Lohgawe berarti ia akan
mencapai tingkat wasi. Temu menimba ilmu dari guru yang keduanya, Dang
Hyang Lohgawe. Temu menerima nama Arok daripadanya, karena dia dianggap
sebagai harapan bagi semua brahmana.
Penceritaan hal yang seharusnya sudah berlalu, juga digambarkan pada
tokoh Ken Dedes. Sudah berhari-hari ia termenung di Tumapel menjadi seorang
isteri Akuwu. Namun bukanlah kebahagiaan yang ia dapatkan. Hingga pada suatu
siang ia mengingat kejadian ketika ia diculik oleh Tunggul Ametung dirumahnya.
Diceritakan bahwa; Sore hari Mpu purwa ayah Ken Dedes berpamitan untuk pergi
dalam waktu yang agak lama. Ia ditinggal dirumah bersama bujang-bujang dan
wanita. Malam harinya ia mendengar kabar bahwa esok hari di desanya akan
kedatangan rombongan Sang Akuwu, dan semua warga harus hadir. Ia adalah
seorang yang tak mau dan tak sudi menyembah seorang Akuwu yang belum patut
mendapatkan penghormatannya. Tibalah pagi itu, Ken Dedes turun ke pancuran
berniat untuk menghindarkan diri dari rombongan Akuwu. Sambil menghafal
sepuluh syair dan bermain dengan curah air dari pancuran bambu. Datanglah
seorang bujang kepadanya memberitahukan bahwa rombongan Akuwu sudah
pergi. Ken Dedes berniat untuk kembali pulang, ia melewati lereng bukit,
menyebrangi padang. Sampai ditepi hutan ia terengah-engah, berhenti untuk
memeriksa keliling. Ia merasa aman, tetapi tidak diduganya seekor kuda telah
berdiri tegak didepannya dengan penunggang yang setengah baya. Dedes tahu
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
154
itulah Tunggul Ametung. Secara paksa lalu dibopongnya Dedes menunggang
kuda, hingga sampai di Tumapel.
C. Persamaan dan Pertentangan Pelataran antara Naskah Drama Ken Arok
Karya Saini KM dengan Novel Arok Dedes Karya Pramoedya Ananta
Toer.
Penggambaran latar pada naskah drama Ken Arok dan novel Arok Dedes,
secara umum sebenarnya sama karena kedua karya tersebut mengisahkan
kehidupan Ken Arok, yang dalam penggambarannya peristiwa-peristiwa yang
berlangsung tersebut berada di wilayah Tumapel. Akan tetapi apabila dilihat
secara detail, akan tampak perbedaan latar, khususnya latar tempat, latar waktu
dan latar sosial, yang akan memperjelas keadaan. Berikut pemaparannya.
1. Persamaan dan Pertentangan Latar tempat
Terdapat persamaan dan pertentangan yang menunjukkan latar (setting)
tempat, pada naskah drama Ken Arok dengan novel Arok Dedes. Berikut
dijelaskan dalam tabel.
Tabel 10
Persamaan dan pertentangan latar tempat peristiwa pada naskah drama Ken Arok
dengan novel Arok Dedes
No. Latar Tempat Persamaan Pertentangan
Naskah Drama Novel
1. Kediri Kerajaan yang
dipimpin oleh
Prabu Kertajaya
- -
2. Tumapel Kerajaan di
bawah
pemerintahan
Kediri yang
dipimpin oleh
- -
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
155
seorang Akuwu;
Tunggul
Ametung
3. Pabrik atau
bengkel Empu
Gandring
-
Di Lulumbang Di selatan
Kutaraja
4. Tempat bayi
Ken Arok
ditemukan oleh
Ki Lembong
-
Di kuburan Di gerbang
sebuah pura desa
5. Desa
Kapundungan -
Tempat Ken
Arok melakukan
kejahatan
Kediaman
Tantripala
6. Kediaman Ki
Lembong -
Desa Pangkur Randu Alas
7. Kediaman
Bango
Samparan
-
Gunung Lejar Karangksetra
8. Kediaman
Lohgawe -
Jambudwipa Desa Pangkur
9. Kediaman Mpu
Purwa -
Panawijen Panawijil
10. Tempat matinya
Empu Gandring -
Di
kediamannya;
bengkel besi
Empu Gandring
Asrama Ken Arok
di Tumapel
11. Tempat
bertemunya
pertama kali
Ken Arok
dengan Ken
Dedes
Di Taman
Baboji
Depan pintu
gerbang belakang
pakuwan
a. Kerajaan Kediri
Berikut keterangan yang menunjukan latar tempat “Kediri” pada naskah
drama Ken Arok.
Di Keraton Kediri, siang hari.
Raja Kertajaya dihadap para menteri, pendeta kerajaan, di antara Mpu
Pamor dan Mpu sridhara, kedua panglima, yaitu Mahisa Walungan dan
Gubar Baleman (Saini KM,10:18).
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
156
Berikut keterangan yang menunjukan latar tempat “Kediri” pada pada
novel Arok Dedes.
Tunggul Ametung hanya seorang penjahat dan pendekar yang
diangkat untuk jabatan oleh Sri Kertajaya untuk menjamin arus upeti ke
Kediri (Toer, 200:3).
b. Tumapel
Berikut keterangan yang menunjukan latar tempat “Tumapel” pada naskah
drama Ken Arok.
Lohgawe : Sekarang tentang Tunggul Ametung.
Mpu sridhara : Akuwu Tumapel ini orang baik-baik...(Saini KM,10:)
Berikut keterangan yang menunjukan latar tempat “Kediri” pada pada
novel Arok Dedes.
Dan siang itu Tunggul Ametung, tidak menjenguknya. Sore hari
juga tidak. Kemudian ia mengetahui: suaminya telah meninggalkan
tumapel langsung menjuju ke Kediri (Toer, 200:123).
c. Kediaman Empu Gandring
Berikut keterangan yang menunjukan latar tempat “kediaman Empu
Gandring” pada naskah drama Ken Arok.
Di Lulumbang, di bengkel pandai besi Mpu gandring. Siang.
Mpu Gandring sedang bekerja di bengkelnya. Muncul Ken Arok Dengan
Tita (Saini KM, 1990:57).
Berikut keterangan yang menunjukan latar tempat “kediaman Empu
Gandring” pada pada novel Arok Dedes.
Mereka berpisahan. Rombongan besar berjalan seorang-seorang ke
berbagai jurusan. Arok dan Hayam langsung menuju ke selatan Kutaraja.
....
Anjing itu menggonggong gila waktu Hayam dan Arok
menghampiri rumah itu (Toer, 2009:2).
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
157
d. Tempat ditemukannya bayi Ken Arok oleh Ki Lembong
Berikut keterangan yang menunjukan latar tempat “ditemukannya bayi
Ken Arok oleh Ki Lembong” pada naskah drama Ken Arok.
Empu Sridhara : Asal-usul Ken Arok tidak karuan Maharesi. Sebagai
bayi ia ditemukan di kuburan lalu dipungut sebagai
anak oleh Ki Lembong, orang desa Pangkur...(Saini
KM, 1990:30).
Berikut keterangan yang menunjukan latar tempat “ditemukannya bayi
Ken Arok oleh Ki Lembong” pada pada novel Arok Dedes.
Ki Lembung! Dialah orang pertama-tama di dunia ini yang ia kenal
sebagai pengasihnya. Menurut ceritanya, dialah yang menemukan dirinya
sebagai bayi, dibuang oleh orangtuanya di gerbang sebuah pura desa.
Tengah malam (Toer, 2009:91).
e. Kapundungan
Berikut keterangan yang menunjukan latar tempat “Kapundungan” pada
naskah drama Ken Arok.
....
Ken Arok : Tapi kalau berjudi aku sering kalah. Kau kadang-kadang
menang.
Tita : Itu tidak penting, bukan! Uangmu kembali karena waktu
pulang pemenangnya kau rampok.
Ken Arok : Kalah itu tak enak.
Tita : Pantas.
Ken Arok : Pantas apa?
Tita : Waktu penyadap di Kapundungan hampir mencelakakan
kau, kau perkosa anak gadisnya.
Ken Arok : Gadis itu cantik.
Tita : Kau bajingan (Saini KM, 1990:64).
Berikut keterangan yang menunjukan latar tempat “Kapundungan” pada
pada novel Arok Dedes.
Sejak pertama kali ia tahu Bapa Tantripala jatuh kasih kepadanya.
Mata itu! Ia sering dengar guru itu menyebut. Juga Bango Samparan kasih
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
158
padanya sejak pandang pertama karena matanya. Untuk pertama kali pula
dalam hidupnya di Kapundungan...(Toer, 2009:84).
f. Kediaman Ki Lembong
Berikut keterangan yang menunjukan latar tempat “kediaman Ki
Lembong” pada naskah drama Ken Arok.
Empu Sridhara : Asal-usul Ken Arok tidak karuan Maharesi. Sebagai
bayi ia ditemukan di kuburan lalu dipungut sebagai
anak oleh Ki Lembong, orang desa Pangkur...(Saini
KM, 1990:30).
Berikut keterangan yang menunjukan latar tempat “kediaman Ki
Lembung” pada pada novel Arok Dedes.
Menjelang pagi mereka telah mengepung Randu Alas yang
terpencil di dalam hutan. Desa kecil itu telah padat dengan gubuk-gubuk
para pelarian dari Tumapel....
Rumah Ki Lembong kini berada di tengah-tengah desa. Arok maju
tanpa ragu-ragu ke rumah, kemudian berbalik memeriksa kandang ( Toer,
2009:284).
g. Kediaman Bango Samparan
Berikut keterangan yang menunjukan latar tempat “kediaman Bango
Samparan” pada naskah drama Ken Arok.
Di dalam hutan di daerah Gunung Lejar. Waktu, sembarang.
Adegan I
Pentas tampak sibuk. Di bagian depan orang-orang yang minum tuak.
Ada yang mabuk, setengah mabuk dan segala macam tingkahnya. Bagian
tengah orang-orang menari dengan ronggeng merangkap pelacur. Di
bagian belakang orang-orang berjudi. Muncul pembawa berita.
Pembawa Berita : Paman Bango Samparan mana?
Seseorang : Di dalam!
Pembawa Berita : Katakan ada tamu! (Saini KM, 1990:38).
Berikut keterangan yang menunjukan latar tempat “kediaman Bango
Samparan” pada pada novel Arok Dedes.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
159
Setelah menerima kumisnya ia berjalan bergegas seorang diri
melalui perladangan, menghindari Kutaraja, menuju ke utara. Ia tidak
singgah di Pangkur atau pun Kapundungan. Tujuan sementara ini hanya
satu: Karangksetra, keluarga Bango samparan (Toer, 2009:270).
h. Kediman Lohgawe
Berikut keterangan yang menunjukan latar tempat “kediaman Lohgawe”
pada naskah drama Ken Arok.
Empu sridhara : Kita akan mengirim utusan ke Jambudwipa. Kita mohon
Mamanda Lohgawe sudi berkunjung ke Bumi Jawa.
Sekarang marilah kita tinggalkan tempat ini (Mereka
pergi dengan pendeta-pendeta lain) (Saini KM,
1990:24).
Berikut keterangan yang menunjukan latar tempat “kediaman Lohgawe”
pada pada novel Arok Dedes.
Jauh sebelum iring-iringan telah berjalan lebih dahulu pasukan yang
membersihkan jalanan dan sekitarnya dari para perusuh. Seorang peseru
mewartakan keberangkatan Paramesywari ke Pangkur untuk sowan Dang
Hyang Lohgawe (Toer, 2009:250).
i. Kediaman Mpu Purwa
Berikut keterangan yang menunjukan latar tempat “kediaman Mpu Purwa”
pada naskah drama Ken Arok.
Empu Sridhara : Akuwu Tumapel ini orang baik-baik. Sudah barang tentu
sebagai manusia ia punya kelemahan. Isterinya Ken
Dedes tidak dinikahinya secara wajar. Tunggul Ametung
menculiknya dari tempat ayahnya di Panawijen. (Saini
KM, 1990:32).
Berikut keterangan yang menunjukan latar tempat “kediaman Mpu Purwa”
pada pada novel Arok Dedes.
“Dedes, Tanca, anak Empu Purwa. Diculik dari desanya di Panawijil.”
“Semua sudah dengar”
“waktu Empu Purwa bersama kami.”
“Ya.”
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
160
“Anak brahmana keturunan. Tentunya cantik (Toer, 2009:282).”
j. Tempat matinya Empu Gandring
Berikut keterangan yang menunjukan latar tempat “matinya Empu
Gandring” pada naskah drama Ken Arok.
Di Lulumbang, di bengkel pandai besi Mpu Gandring.
....
Empu Gandring : Kau ini tidak sabar benar, Arok. Apakah kau akan
membunuh orang?
Ken Arok : Tidak, Empu (Menusukkan keris ke tubuh Empu
Gandring)
....
Tita : Mengapoa kau bunuh orang tua ini?
Ken Arok : Ada tiga tujuan yang hendak kucapai. Pertama, aku
tidak usah membayar pada orang tua itu, yang lainnya
kau akan tahu kemudian....
Tita : Kau sungguh tak terduga, Arok (saini KM, 1990:57-
60).
Berikut keterangan yang menunjukan latar tempat “matinya Empu
Gandring” pada pada novel Arok Dedes.
“Arok, kau telah tangkap Empu Gandring dan Yang Suci atas
perintah Yang Mulia Akuwu?”
“Benar.”
“Dimanakah mereka Sekarang?”
“Dalam Guci abu.”
“Jagad Dewa! Telah kau bunuh mereka.”
“Tidak. Kau yang membunuhnya. Mereka di dalam asramaku
waktu prajurit-prajuritmu kau perintahkan membakar asramaku.”(Toer,
2009:492).
k. Tempat pertama kalinya Ken Arok bertemu dengan Ken Dedes
Berikut keterangan yang menunjukan latar tempat “pertama kalinya Ken
Arok bertemu dengan Ken Dedes.” pada naskah drama Ken Arok.
Di taman Baboji.
....
Lohgawe : Mereka sudah daptang. Kita lanjutkan pembicaraan lain kali,
anakku.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
161
Ken Arok : Baik, Mamanda. (Tunggul Ametung turun dan muncul
dari kereta. Ia mengulurkan tangannya, membantu Ken
Dedes, Ken Dedes turun, betisnya terbuka dan Ken Arok
melihatnya dengan terpesona) (Saini KM, 1990:53).
Berikut keterangan yang menunjukan latar tempat “pertama kalinya Ken
Arok bertemu dengan Ken Dedes.” pada novel Arok Dedes.
Dalam iringan dua orang ia melakukan jalan. Tandu itu berhenti di
depan pintu gerbang belakang pakuwan. Ia berhenti memberi hormat dan
menggendikkan pangkal tombak pada bumi.
Parameswari turun dari tandu. Ia terpesona oleh kecantikannya.
Kulitnya gading. Angin meniup dan kulitnya tersingkap memperlihatkan
pahanya yang seperti pualam. Arok mengangkat muka dan menatap Dedes
(Toer, 2009:330).
2. Persamaan dan Pertentangan Latar waktu
Adapun persamaan dan pertentangan latar waktu pada naskah drama Ken
Arok dengan novel Arok Dedes. Berikut dijelaskan dalam tabel.
Tabel 11
Persamaan dan pertentangan latar waktu peristiwa pada naskah drama Ken Arok
dengan novel Arok Dedes
No. Peristiwa Persamaan
Pertentangan
Naskah
Drama Novel
1. Permintaan penambahan
prajurit untuk dapat
meredakan kerusuhan yang
dilakukan oleh Ken Arok
Siang - -
2. Kedatangan Lohgawe ke
Tumapel - Siang
Satu
minggu
yang akan
datang
3. Ken Arok mendatangi Empu
Gandring dan menagih
senjata yang dipesannya
Siang - -
4. Terbunuhnya Tunggul
Ametung
Malam - -
5. Ken Arok menjadi Akuwu Malam - -
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
162
Berdasarkan pemaparan keterangan latar waktu pada tabel tersebut, maka
berikut dipaparkan secara terperinci.
a. Permintaan penambahan prajurit untuk dapat meredakan kerusuhan yang
dilakukan oleh Ken Arok.
Berikut keterangan yang menunjukkan latar waktu “Permintaan penambahan
prajurit untuk dapat meredakan kerusuhan yang dilakukan oleh Ken Arok” pada
naskah drama Ken Arok.
Di Keraton Kediri. Siang Hari.
....
Mahisa Taruna : Ampun beribu ampun, Gusti Prabu. Hamba datang
diutus oleh Panglima Nala untuk mohon tambahan
prajurit.
Kertajaya : Wah! Wah! Kami mengharapkan kau datang
membawa berita bahwa kepala Ken Arok berada
dalam perjalanan untuk diserahkan kepada kami
(Saini KM, 1990:18).
Berikut keterangan yang menunjukan latar waktu “Permintaan
penambahan prajurit untuk dapat meredakan kerusuhan yang diakibatkan oleh
Ken Arok” pada novel Arok Dedes.
Pengumuman itu diserukan di panggung alun-alun. Belum lagi tersebar ke
semua desa seorang kepala pasukan telah menjatuhkan diri di hadapan
Tunggul Ametung di pendopo.
“Ampun Yang Mulia, kerusuhan di barat Kutaraja. Sahaya mohon
balabantuan. Mereka terlalu kuat.”
“Siapa bangkitkan kerusuhan itu? Borang? Santing?”
“Bukan, Yang Mulia.”
“Arih-arih lagi?”
“Tidak jelas, Yang Mulia”
“Bukankah yang dipadamkan Kidang Tandingan sebulan yang lalu
bernama Arih-arih?”
“Tepat, Yang Mulia.”
“Juga yang sekali ini orangnya muda?”
“Boleh jadi, Yang Mulia.”
“Siapkan pasukan kuda, aku sendiri yang bakal menangkap
bajingan itu.
....
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
163
Tunggul Ametung tertawa meremehkan. Hari ini juga ia akan
perlihatkan apa yang ia bisa pada Paramesywari. Resi Tal pengurus Candi
Belahan itu bukankah sudah meramalkan diri bakal lebih besar, jauh lebih
besar daripada Sri Baginda Kertajaya? Sebelum matari tenggelam ia sudah
akan mengutip karunia yang ia janjikan sendiri (Toer, 2009:41).”
b. Kedatangan Lohgawe ke Tumapel
Berikut keterangan yang menunjukan latar waktu “kedatangan Lohgawe
ke Tumapel” pada naskah drama Ken Arok.
Lohgawe : Marilah kita pergi ke tempat Akuwu Tunggul Ametung. (Black
Out)
Babak IV
Di istana Akuwu Tumapel Tunggul Ametung. Siang hari.
Adegan I
Hadir pendeta Lohgawe, Mpu Sridhara, Mpu Pamor, Tunggul Ametung,
para pembantu kepercayaan Tunggul Ametung dan prajurit juga (Saini
KM, 1990:33-34).
Berikut keterangan yang menunjukan latar waktu “Kedatangan Lohgawe
ke Tumapel” pada naskah drama Arok Dedes.
“Tidak mungkin dang Hyang Lohgawe bisa menjawab sekarang
juga. Herilah waktu barang seminggu,” jawab tuan rumah, “Lohgawe akan
turun ke Tumapel dan menyampaikan sesuatu. Cukuplah kiranya ucapan
ini. Dan kau, Cucu, juga aku akan temui kau di Tumapel seminggu yang
akan datang.”
***
Pada hari yang ditentukan Lohgawe datang ke Tumapel, menaiki
pendopo yang masih berterompah tapas. Sang patih menyambutnya.
Belakangka dan Akuwu masih harus di cari.
Kemudian Akuwu keluar dari bilik agung bersama Ken Dedes.
(Toer, 2009:262).
c. Ken Arok mendatangi Empu Gandring dan menagih senjata yang dipesannya.
Berikut keterangan yang menunjukan latar waktu “Ken Arok mendatangi
Empu Gandring dan menagih senjata yang dipesannya” pada naskah drama Ken
Arok.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
164
Tita : Selamat siang, Mpu.
Mpu Gandring : Selamat siang. Ah, rupanya kalian.
....
Ken Arok : Mpu, bagaimana dengan keris pesanan saya?
Mpu Gandring : Sudah kubilang, keris yang baik hanya dapat diselesaikan
dalam satu tahun (Saini KM, 199057-58).
Berikut keterangan yang menunjukkan latar waktu “Ken Arok mendatangi
Empu Gandring dan menagih senjata yang dipesannya” pada naskah drama Arok
Dedes.
Dengan regu itu pula pada suatu siang ia mendatangi pabrik
senjata. Ia mengenakan gelang dan kalung perwira Tumapel, langsung
masuk dan mendapatkan empu itu sedang memeriksa nilai tombak-tombak
yang baru turun dari penyepuhan.
....
“Baru kali ini sahaya melihat Tuan. Nama Arok sahaya kenal tapi
baru sekali ini melihat. Duduk, Tuan Arok,” ia mempersilakannya pada
selembar tikar yang tergelar dipojokan. “Lebih baik berdiri saja begini.” “Baik. Tentunya Tuan ada keperluan penting.” “Aku datang membawakan dua hal. Pertama, bagaimana warta
tentang senjata yang aku pesan (Toer, 2009462-463)?”
d. Terbunuhnya Tunggul Ametung
Berikut keterangan yang menunjukan latar waktu “terbunuhnya Tunggul
Ametung” pada naskah drama Ken Arok.
Di depan gerbang Pakuwon Tumapel. Malam hari. .... Muncul Ken Arok dari gerbang diiringkan oleh Tita. Ken Arok memegang keris Mpu Gandring yang berdarah. Ken Arok : Akuwu Tunggul Ametung tewas dibunuh orang. Pasti orang
dalam. Sekitar Pakuwon dijaga ketat. Ini keris pembunuhnya. Siapa yang kenal dengan keris ini? Keris siapa ini?
Prajurit : Keris Kebo Ijo! Itu keris Kebo Ijo! Ken Arok : Panggil Kebo Ijo. Paksa bawa kesini (Prajurit berlarian) (Saini KM, 1990:66). Berikut keterangan yang menunjukan latar waktu “Terbunuhnya Tunggul
Ametung” pada naskah drama Arok Dedes .
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
165
Malam itu seratus depa jalanan kiri dan seratus depa jalanan depan pakuwan bermandikan sinar damar besar, berjajar sampai ke pelataran, pendopo pakuwan.
.... Di depan peraduan Tunggul Ametung menggeletak di lantai kayu,
bermandi darah, tuak, dan muntahan sendiri. Dadanya belah, perutnya menganga....(Toer, 2009:520-524).
e. Ken Arok menjadi Akuwu.
Berikut keterangan yang menunjukkan latar waktu “Ken Arok menjadi
Akuwu” pada naskah drama Ken Arok.
Ken Arok : Kalian tahu, akulah Kepala Kawal di Tumapel. Oleh karena
itu, kekuasaan atas wilayah Tumapel jatuh ketanganku.
Ken Arok : ...Malam ini kita akan berpesta! Sembelih kerbau sesuka
kalian! Alirkan tuak dari guci-guci! Bongkar gudang-gudang!
Menari dan menyanyilah kalian, karena hari ini dan
selanjutnya adalah kemenangan kita (Saini KM, 1990: 68-
72). Berikut keterangan yang menunjukkan latar waktu “Ken Arok menjadi
Akuwu” pada naskah drama Arok Dedes. Sorak sorai bertalu menantang tengah malam. Sekilas alam terang
oleh petir yang dibarengiulah ledakannya. “Bicara kau Arok!” perintah Lohgawe. “Dengarlah aku berjanji, sebagai Akuwu Tumapel perbudakan
tidak akan diadakan lagi, aku lawan dan aku hapuskan. Dengan bantuan kalian semua akan kutumpas kejahatan dalam bentuk dan cara apa pun. Aku takkan menghaki milik kalian, juga tidak akan merampas apa pun dari siapa pun. Dua orang wanita ini saja yang akan menyertai hidupku sebagai istri. Dan akan ku pimpin kalian menghadapi dan melawan kejahatan dari luar Tumapel, dari siapa pun datangnya (Toer, 2009:549-550).”
3. Persamaan dan Pertentangan Latar Sosial
a. Persamaan
Latar sosial merujuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi,
begitupun latar sosial pada naskah drama. Berdasarkan kajian yang dilakukan
terhadap latar tempat dan waktu, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa latar
sosial dalam naskah drama Ken Arok dengan novel Arok Dedes tidaklah jauh
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
166
berbeda yaitu latar sosial yang mencerminkan kehidupan di zaman kerajaan
khususnya kerajaan Kediri dan Tumapel.
Naskah drama Ken Arok dan novel Arok Dedes, sama-sama bercerita
tentang kehidupan kerajaan Kediri, sebuah kerajaan yang pernah besar di Jawa
Timur. Kehidupan yang dimaksud bukanlah hanya tentang kehidupan raja-raja,
melainkan kehidupan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Hal tersebut
dibuktikan dengan adanya; sebutan Prabu (Sri Baginda), Akuwu, Pangeran, Gusti,
Paramesywari, Adinda, Cucunda, Kekenda, Kakanda, serta terdapat; dayang-
dayang, Prajurit, Emban, dan Pengawal. Sebutan, julukan atau gelar yang
dipaparkan tersebut merupakan salah satu tradisi atau kebiasaan yang dilakukan
dalam sebuah pemerintahan yang berbentuk kerajaan.
Tradisi sebagai suatu keyakinan (religiositas) dimunculkan oleh Saini KM
dan Pramoedya Ananta Toer, tidaklah jauh berbeda yaitu penggambaran para
tokoh sebagai penganut agama Hindu dan Budha. Mengingat sejarah kerajaan
Kediri juga termasuk sebagai kerajaan yang bercorak Hindu-Budha. Maka pada
naskah drama dan novelnya pun oleh kedua pengarang yang berbeda sama-sama
dimunculkan tokoh-tokoh yang berperan sebagai pendeta (kaum brahmana).
Adanya sebutan pendeta terhadap tokoh; Lohgawe dan Mpu Purwa, ritual
sembahyang di kuil dan Wiracerita Mahabarata Ramayana yang terdapat pada
naskah drama Ken Arok, sebagai gambaran para tokoh yang mempunyai
keyakinan Hindu-Budha. Begitu juga pada novel Arok Dedes, bukan hanya
keyakinan pada agama Hindu- Budha tetapi juga Syiwa dan Wisynu. Seperti
dijelaskan pada kutipan berikut.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
167
“Kalian lihat, aku adalah seorang Syiwa, isteriku, Umang, orang
Wisynu, bapa angkatku, Bango Samparan dan Ki Lembung juga orang
Wisynu, guruku, Yang terhormat Tantripala adalah Budha, mahaguruku,
Yang Suci Dang Hyang Lohgawe adalah Syiwa (Toer, 2009:547).”
b. Pertentangan
1) “Ken Arok” dalam naskah drama berstatus sosial rendah sedangkan dalam
novelnya berstatus sosial tinggi.
Pertentangan pada naskah drama Ken Arok dengan novel Arok Dedes,
berhubungan dengan tokoh apabila dilihat dari status sosial tokoh yang
bersangkutan. Maka pertentangan terdapat pada kebiasaan hidup pada tokoh
sentral, “yaitu Ken Arok”. Saini KM pada naskah dramanya menggambarkan Ken
Arok sebagai seorang yang berstatus sosial rendah, sedangkan pada novelnya ia
berperan sebagai seorang yang berstatus sosial tinggi.
Berikut kutipan pada naskah drama Ken Arok, yang menjelaskan Ken
Arok berstatus sosial rendah.
Empu Sridhara : Asal-usul Ken Arok tidak karuan Maharesi. Sebagai
bayi ia ditemukan di kuburan lalu dipungut sebagai
anak oleh seorang pencuri bernama Lembong, orang
desa Pangkur. Ketika tumbuh menjadi anak-anak, ia
mulai pandai mencuri dan berjudi. Tak ada ternak,
barang atau uang yang aman dari tangannya yang
panjang. Begitu parahnya ia keranjingan berjudi,
hingga akhirnya ia tidak saja menghabiskan harta
ayah-pungutnya, akan tetapi bahkan menjual kerbau
milik majikannya. Ketika berangkat remaja, ia tidak
saja mencuri, akan tetapi merampok dan lebih
daripada perampok lain. Nyawa orang seperti tidak
ada harganya baginya. Sedikit tersinggung ia cepat
mencabut keris dan membunuh orang,...(Saini KM,
1990:30-).
Berdasarkan pada kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa Ken Arok
adalah seorang yang seringkali melakukan tindakan tercela. Mencuri, merampok,
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
168
memperkosa dan membunuh orang, merupakan tindakan yang tidak sepatutnya
tidak dilakukan oleh seorang manusia. Terlebih perbuatan yang demikian adalah
perbuatan yang merugikan orang lain. Menyebabkan orang lain itu akan
memandang seorang yang melakukan perbuatan jahat itu sebagai seorang yang
tiada artinya, orang yang rendah, seseorang yang tidak disukai oleh orang lain.
Maka seperti tokoh; Ken Arok pada naskah dramanya termasuk sebagai tokoh
yang berstatus sosial rendah.
Sedangkan pada novel Arok Dedes, apabila ditinjau dari cara
berpikir dan bersikap, maka tokoh; Ken Arok berperan sebagai tokoh yang
berstatus sosial tinggi. Hal tersebut dikarenakan tokoh Ken Arok yang
digambarkan oleh Pramoedya Ananta Toer, berbeda bahkan bertentangan
dengan figur Ken Arok yang digambarkan oleh Saini KM. Pada naskah
dramanya, Ken Arok ini digambarkan sebagai tokoh yang berperilaku
baik, terlebih ia juga menguasai berbagai ilmu. Hal tersebut sesuai dengan
kutipan berikut.
“Dengarkan sahaya ulangi kata-katanya: Wanita adalah Dewa;
Wanita adalah kehidupan; Wanita adalah perhiasan untuk pria....Yang
Mulia. Sahaya membenarkan, hanya alasannya tidak, Yang Mulia,
menyesatkan....”
Dengan susah payah Ken Dedes berbalik, melangkah cepat-cepat
meninggalkan Taman Larangan, masuk ke Bilik Agung. Sepanjang
perjalanan ia menyebut-nyebut:
“Jagad Dewa, Jagad Pramudita!”
Tunggul Ametung meninggalkan tempat duduk, berjalan cepat
memburu isterinya. Arok menutup mata memusatkan ekagrata pada
pendengarannya, dan ia dengar:
Tunggul Ametung : Mengapa, Permata? Mengapa?
Ken Dedes : Jagad Dewa! Jagad Pramudita!
Tunggul Ametung : Ya-ya, mengapa?
Ken Dedes : Bukan semestinya dia duduk di tanah begitu di
hadapan Dedes.
Tunggul Ametung : Mengapa?
Ken Dedes : Akulah yang semestinya menyeka kakinya.
Tunggul Ametung dengan nada sengit : Mengapa?
Ken Dedes darai Sansekertanya jelas dia telah kuasa semua ilmu.
Dia tahu yang aku tidak tahu....(Toer, 2009:335).
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
169
Pada kutipan tersebut dijelaskan bahwa Ken Arok adalah seorang yang
menguasai berbagai ilmu salah satunya adalah ilmu Sansekerta. Hal inilah yang
membuat Ken Dedes merasa kagum padanya. Sampai akhirnya Dedes merasa
bahwa Ken Arok adalah seorang yang pantas untuk ia hormati, dengan bukti
ungkapan akan kesediannya untuk menyeka kaki Arok. Maka dalam hal cara
bepikir, Ken Arok dalam novelnya dapat dikelompokkan pada seorang yang
berstatus tinggi.
2) Terdapat gambaran kehidupan perbudakan pada novelnya dan tidak terdapat
pada naskah dramanya.
Mundrayana dan Oti dalam naskah drama Ken Arok, di gambarkan
sebagai tokoh yang berstatus sosial sangat rendah, mereka berdua adalah suami
isteri yang berlaku sebagai budak. Kehidupan perbudakan tidak dijelaskan dalam
naskah drama Ken Arok. Budak bukan berarti tokoh tersebut selalu berlaku tidak
baik, akan tetapi budak yang dimaksud adalah tokoh yang dimunculkan sebagai
seorang yang patuh kepada perintah pimpinan, tidak memiliki kedudukan di
kerajaan atau di lingkungan masyarakatnya, pekerjaan yang dilakukannya
dipandang rendah, dan hukuman adalah hal biasa yang diterimanya. Pramoedya
dalam novel Arok Dedes menggambarkan kehidupan perbudakan yang dilakukan
Belakangka dan Tunggul Ametung, untuk dipersembahkan kepada Kediri Sri
Baginda Kertajaya. Kehidupan perbudakan digambarkan sebagai seorang yang
pekerjaannya hanya sebagai pembelah atau pemahat batu ataupun mendulang
emas, pakaian yang dikenakan pun hanya lembaran kain untuk menutupi
tubuhnya, terlebih seorang laki-laki yang hanya memakai cawat kecil hampir
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
170
telanjang bulat. Para budak bertempat tinggal pondok-pondok yang terbuat dari
dedaunan yang dijepit dengan bambu belah, tebal sejengkal, atapnya dari ilalang,
tinggi tiga depa, lebar empat dan panjang lima depa, itupun mereka dirikan sendiri
dibawah pohon-pohon rindang. Seorang budak sudah terbiasa apabila hidupnya
kekurangan,terkekang dan tidak lagi suci bagi seorang perempuan. Seperti tokoh
Oti, ia adalah gambaran seorang budak perempuan hina, yang dahulunya sering di
perjualbelikan dari pulau satu ke pulau yang lain, dengan begitu banyak lelaki
yang menggunakannya tanpa mendapatkan seorang bayi. Berdasarkan hal tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa tokoh Oti dalam novel Arok Dedes adalah tokoh
yang memiliki status sosial paling rendah.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
171
Tabel 12
D. Gambaran Umum Hubungan Intertekstual antara Naskah Drama Ken Arok Karya Saini KM dengan Novel Arok Dedes
Karya Pramoedya Ananta Toer
No. Unsur Intrinsik Keterangan Persamaan Pertentangan
Naskah Drama Novel
1. Tokoh:
a. Berdasarkan fungsi
penampilan tokoh
Protagonis
Ken Dedes, Ken Umang,
Empu Purwa, Lohgawe.
Tunggul Ametung, Empu
Gandring, Kebo Ijo,
Anusapati, Empu Pamor,
Mahisa Taruna, mahisa
Walungan, Gubar Baleman,
Empu Sridhara, Punta,
Prasanta, Orang desa Batil
dan Juru Deh.
Ken Arok, Bango Samparan,
Tanca, Lingsang, Gusti Putra,
Bana, Mundrayana, Oti,
Rimang, Gede Mirah, Nyi
Lembong, Lurah Sina,
Tantripala, Lurah Moleng, dan
Ki Lembong.
Antagonis Kertajaya
Ken Arok, Tita, Bango
Samparan, Empu Narayana,
Empu Aditya.
Tunggul Ametung, Empu
Gandring, Kebo Ijo,
Belakangka, Arya Artya,
Hayam, dan Dadung Sungging.
b. Berdasarkan
Keterlibatan dalam
Keseluruhan Cerita
Tokoh Utama Ken Arok - -
Tokoh Tambahan Tunggul Ametung,
Kertajaya, Lohgawe,
Empu Gandring, Ken
Dedes, Ken Umang, Kebo
Ijo, Bango Samparan, Ki
Lembong, dan Empu
Purwa
Anusapati, Empu Pamor,
Empu Narayana, Mahisa
Walungan, Gubar Baleman,
Mahisa taruna, Empu
Sridhara, Empu Aditya,
Punta, Prasanta, Juru Deh,
Emban, dan orang desa Batil
Belakangka, Arya Artya,
Tanca, Lingsang, Gusti Putra,
Hayam, Bana, Mundrayana,
Oti, Rimang, Gede Mirah, Nyi
Lembong, Lurah Sina,
Tantripala, Dadung Sungging,
dan Lurah Moleng.
c. Penokohan Penokohan; dengan menggunakan teknik pelukisan tokoh, yaitu teknik Analitis dan
dramatik.
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
172
2. Pengaluran Penyituasian
Tahap perkenalan tokoh. Tokoh Ken Arok. Tokoh Tunggul Ametung dan
Ken Dedes.
Tahap pemunculan
konflik
Laporan kerusuhan Ken
Arok, dan meminta
tambahan prajurit.
Laporan ditujukkan kepada
Prabu Kertajaya
Laporan ditujukkan kepada
Akuwu Tunggul Ametung
Kaum brahmana harus
mempertanggung
jawabkan kerusuhan Ken
Arok.
Terbengkelainya tugas
brahmana yang tidak dapat
mendidik rakyat ke arah
kebaikan.
Karena hanya brahmana
(Lohgawe) lah yang
mengetahui akan kemunculan
seorang brahmana muda.
-
Tidak ada dalam naskah
drama.
Bango Samparan menjadi
budak, Ken Arok bersumpah
akan membebaskannya.
-
Tidak ada dalam naskah
drama.
Ki Lembong terbunuh, Ken
Arok berjanji akan
membalaskan dendam kepada
Tumapel.
Kedatangan Ken Arok ke
Tumapel atas perintah
Lohgawe
Bertujuan untuk mendidik
Ken Arok, agar tidak
mengganggu rakyat Kediri.
Bertujuan untuk
menggulingkan Tunggul
Ametung.
Tahap peningkatan
konflik
-
Tidak terdapat pada naskah
drama.
Ken Dedes mencintai Ken
Arok, menyerahkan hidup dan
mati Tunggul Ametung
kepadanya.
Petuah dari Lohgawe,
sehingga ia
menginginkan jatuhnya
Tunggul Ametung.
Karena ingin memiliki Ken
Dedes dengan begitu ia akan
menjadi raja.
Karena dukungan dari kaum
brahmana untuk membasmi
segala macam kejahatan.
- - Hayam memfitnah Ken Arok
- - Kebo Ijo menginginkan Ken
Dedes
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
173
- -
Ken Arok tahu rencana Kebo
Ijo, Mpu Gandring dan
Belakangka.
Terbunuhnya Mpu
Gandring
Oleh Ken Arok dengan keris
Mpu Gandring
Mati terbakar di asrama Ken
Arok
Klimaks
Akuwu mati terbunuh,
Kebo Ijo menjadi
tersangka.
Orang tahu bahwa keris yang
tertancap pada tubuh Akuwu
adalah milik Kebo Ijo.
Prajurit melihat kebo Ijo
keluar dari bilik agung
(tempat istirahat Akuwu)
dengan pedang berlumur
darah.
- Tewasnya Prabu Kertajaya Tidak ada dalam novel.
Terbongkarnya kebusukan
Belakangka
Penyelesaian -
Tumbangnya Ken Arok dan
posisinya digantikan oleh
Anusapati menjadi tahap
penyelesaian.
Ken Arok menjadi Akuwu
Tumapel menjdi tahap
penyelesaian
Berdasarkan kriteria
urutan waktu - Berplot Lurus Berplot Campuran
3.
Pelataran
a. Latar Tempat
Kerajaan yang
dipimpin oleh Prabu
Kertajaya
Kediri -
-
Kerajaan yang
dipimpin oleh Tunggul
Ametung
Tumapel - -
Pabrik atau bengkel
Empu Gandring
Kediaman Empu
Gandring Di Lulumbang
Di Selatan Kutaraja
Tempat penemuan
bayi Ken Arok Di Kuburan
Di gerbang sebuah pura desa
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016
174
Desa Kapundungan
Tempat Ken Arok melakukan
kejahatan
Kediaman Tantripala
Kediaman Ki
Lembong Desa Pangkur
Randu Alas
Kediaman Bango
Samparan Gunung Lejar
Karangksetra
Kediaman Lohgawe Jambudwipa Desa Pangkur
Kediaman Mpu Purwa Panawijen Panawijil
Tempat matinya Empu
Gandring
Di kediamannya; bengkel
Empu Gandring
Asrama Ken Arok di Tumapel
Tempat bertemunya
pertama kali Ken Arok
dengan Ken Dedes
Di Taman Baboji Depan pintu gerbang belakang
Pakuwan
b. Latar Waktu Permintaan
ditambahkannya
prajurit untuk
menangkap Ken Arok
Siang -
Kedatangan Lohgawe
ke Tumapel - Siang
Satu minggu yang akan
datang
Ken arok mendatangi
Empu Gandring dan
menagih senjata
pesanannya.
Siang - -
Terbunuhnya Tunggul
Ametung Malam -
-
Ken Arok menjadi
Akuwu Malam -
c. Latar Sosial - Kehidupan Kerajaan - -
- Tokoh Ken Arok Berstatus sosial rendah Berstatus sosial tinggi
- - - Kehidupan perbudakan
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA ..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016