BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN -...
Transcript of BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN -...
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kajian Peta Daerah Berpotensi Banjir Rob Karena Pasang Surut
Analisis daerah yang berpotensi terendam banjir rob karena pasang surut
dilakukan dengan pemetaan daerah berpotensi banjir rob yang di ambil pada
pasang tertinggi pada musim barat bulan Desember 2012-Febuari 2013 (Gambar
3).
Gambar 3. Peta Resiko Banjir Rob Karena Pasang Surut
Berdasarkan hasil visualisasi pasang surut pada musim barat bulan
Desember 2012-Febuari 2012 dengan ketinggian pasang 0,4256 m. Pada Gambar
3 dapat dilihat daerah yang terendam banjir rob akibat pasang surut tertinggi.
Legonkulon Blanakan
Laut Jawa
19
Daerah yang terendam banjir rob dapat dibedakan dengan warna. Bencana
banjir rob terjadi di Kecamatan Legonkulon antara lain Desa Patimban, Desa
Pangarengan, Desa Legonwetan, Desa Mayangan, Desa Tegalurung, dan Desa
Anggasari. Sedangkan banjir rob yang terjadi di Kecamatan Blanakan antara lain
Desa Tanjungtiga, Desa Muara, Desa Langensari, Desa Blanakan, Desa
Jayamukti, dan Desa Rawameneng. Warna merah menunjukan daerah yang
ketinggian nya <0-0,6 m dpl merupakan daerah yang berpotensi banjir rob karena
ketinggian pasang nya mencapai 0,4256 m, daerah yang tidak terkena banjir rob
ada pada ketinggian daerah 0,6- >2 m dpl daerah yang tidak berpotensi banjir rob
karena ketinggian pasang 0,4256 m sehingga ketinggian pasang nya tidak sampai
daerah tersebut. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bachtiar dan Novice
(2012) besarnya suatu elevasi pasang surut di perairan dengan level tertentu akan
memberikan elevasi yang signifikan ketika pasang air tertinggi dari suatu nilai
pasang surut diakumulasikan dengan fenomena lain di laut.
Daerah yang berpotensi banjir rob mengalami kerugian terbesar yang di
akibatkan oleh pasang surut yaitu Desa Legonwetan yang mengalami kerugian
pada daerah pemukiman dan tambak terendam seluas 48,99 Ha, Desa
Pangarengan mengalami kerugian pada daerah pemukiman dan tambak seluas
142,97 Ha, Desa Patimban mengalami kerugian pada daerah sawah, pemukiman
dan tambak seluas 34,57 Ha, total daerah perdesaan yang berpotensi banjir rob
sebesar 1,9% dari luas Kecamatan Legonkulon dan panjang pesisir Kabupaten
Subang yang terkena banjir rob mengalami kerugian pada daerah tambak dan
pemukiman sepanjang 45,21 km. Dapat dilihat luasan daerah yang berpotensi
terkena banjir rob (Tabel 2).
Tabel 2. Luas Daerah yang berpotensi Banjir rob karena Pasang Surut air laut di
pesisir Kabupaten Subang
No. Desa Luas Desa (Ha) Luas Rob (Ha) % Berpotensi
1. Legonwetan 789,37 48,99 6,3
2. Pangarengan 2399,95 142,97 6
3. Patimban 1684,41 34,57 2,1
20
Jumlah 4873,73 226,53
Kebanyakan daerah yang mengalami kerugian terbesar pada Kecamatan
Legonkulon karena rusak nya dan berubah nya ahli fungsi hutan mangrove
menjadi tambak dan pemukiman warga pesisir. Faktor dari daerah Blanakan yang
mengalami bencana banjir rob rendah karena hutan mangrove yang berada di
pesisir Kecamatan Blanakan masih berfungsi dengan baik.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Asdak (2004) menyatakan bahwa
besarnya banjir tergantung kepada beberapa faktor, diantaranya kondisi-kondisi
tanah (kelembaban tanah, vegetasi, perubahan suhu/musim, keadaan permukaan
tanah yang tertutup rapat oleh bangunan; batu bata, blok-blok semen, beton,
pemukiman/perumahan dan hilangnya kawasan-kawasan tangkapan air/alih fungsi
lahan).
4.2 Kajian Peta Daerah Berpotensi Banjir Rob Karena Gelombang Laut
Berdasarkan analisis daerah yang berpotensi terendam banjir rob karena
gelombang laut dilakukan dengan pemetaan daerah berpotensi banjir rob yang di
ambil pada gelombang laut tertinggi 1,01 m pada bulan November 2012-Agustus
2013. Pada Gambar 4 menjelaskan bahwa daerah yang berwarna merah
menunjukan daerah dengan ketinggian <0-1,0 m dpl merupakan daerah yang
berpotensi tinggi terkena banjir rob karena ketinggian gelombang mencapai 1,01
m sehingga daerah yang rendah tergenang banjir rob. Daerah yang tidak terkena
banjir rob ada pada ketinggian 1,0- >2 m dpl merupakan daerah tidak berpotensi
banjir rob karena ketinggian gelombang mencapai 1,01 m sehingga daerah dengan
ketinggian tesebut tidak mengalami bencana banjir rob.
21
Dapat dilihat pada Gambar 4 peta daerah berpotensi banjir rob karena
gelombang laut tinggi.
Gambar 4. Peta Resiko Banjir Rob Karena Gelombang Laut
Pada analisis ini membutikan bahwa faktor penyebab banjir rob karena
gelombang laut cukup berpengaruh besar. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Triatmodjo (1999) bahwa membagi daerah dengan kecepatan angin dapat
menimbulkan gelombang yang tinggi dan mampu melintasi daerah yang rendah.
Bencana banjir rob terjadi di Kecamatan Legonkulon antara lain Desa
Patimban, Desa Pangarengan, Desa Legonwetan, Desa Legonkulon, Desa
Rancadaka, Desa Mayangan, Desa Tegalurung, dan Desa Anggasari. Sedangkan
banjir rob yang terjadi di Kecamatan Blanakan antara lain Desa Tanjungtiga, Desa
Muara, Desa Langensari, Desa Blanakan, Desa Jayamukti, dan Desa
Rawameneng. Hasil dari analisis peta derah berpotensi banjir rob karena
Blanakan Legonkulon
Laut Jawa
22
Gelombang Tertinggi Daerah Kecamatan Legonkulon mengalami kerugian yang
cukup parah seperti terendamnya daerah pemukiman dan tambak milik warga hal
tersebut dikarenakan tidak ada nya breakwater atau pemecah gelombang, dan
berubah ahli fungsi hutan mangrove menjadi lahan tambak dan pemukiman.
Pada Desa Legonwetan mengalami kerugian pada daerah pemukiman dan
tambak seluas 58,69 Ha, pada Desa Pangarengan mengalami kerugian pada
daerah pemukiman dan tambak seluas 187,49 Ha, pada Desa Patimban mengalami
kerugian pada daerah sawah, pemukiman dan tambak seluas 70,94 Ha, pada Desa
Anggasari mengalami kerugian pada daerah tambak seluas 4,07 Ha, total daerah
perdesaan yang berpotensi banjir rob sebesar 2,8% dari luasan Kecamatan
Legonkulon dan pada panjang Pesisir Kabupaten Subang mengalami kerugian
pada daerah tambak dan pemukiman sepanjang 46,76 km. Dapat dilihat luasan
daerah yang berpotensi terkena banjir rob (Tabel 3).
Tabel 3. Luas Daerah yang berpotensi Banjir rob karena Gelombang air laut di
pesisir Kabupaten Subang
No. Desa Luas Desa (Ha) Luas Rob (Ha) % Berpotensi
1. Legonwetan 789,37 58,69 7,5
2. Pangarengan 2399,95 187,49 7,9
3. Patimban 1684,41 70,94 4,2
4. Anggasari 1435,70 4,07 2,9
Jumlah 6309,43 321,19
4.3 Kajian Peta Daerah Berpotensi Banjir Rob Karena Kenaikan Muka
Air Laut
Peta pada Gambar 5 merupakan bentuk dari hasil visualisasi peta resiko
bencana banjir rob karena muka air laut yang diambil bobot tertinggi pada tahun
2013 dengan kenaikan muka air laut 0,005711 mm/tahun-¹.
23
Gambar 5. Peta Resiko Banjir Rob Karena Kenaikan Muka Air Laut
Gambar 5 menjelaskan daerah yang mengalami tejadinya banjir rob sangat
sedikit, karena kenaikan muka air laut yang di ambil rata-rata 0,005711
mm/tahun. Sehingga daerah yang berwarna merah dengan ketinggian <0-0,2 m
dpl saja yang mengalami tergenangnya banjir rob. Sedangkan daerah yang berada
pada ketinggian 0,2- >2 m dpl, merupakan daerah yang aman dari banjir rob atau
tidak berpotensi banjir rob.
Bencana banjir rob karena kenaikan muka air laut terjadi di Kecamatan
Legonkulon antara lain Desa Patimban, Desa Pangarengan, Desa Legonwetan,
Desa Mayangan, Desa Tegalurung, dan Desa Anggasari. Banjir rob yang terjadi di
Kecamatan Blanakan antara lain Desa Tanjung Tiga, Desa Muara, Desa
Langensari, Desa Blanakan, Desa Jayamukti, dan Desa Rawameneng. Hanya ada
beberapa kerugian yang di alami oleh warga Kecamatan Blanakan beda hal nya
Laut Jawa
Blanakan Legonkulon
24
dengan Kecamatan Legonkulon yang mengalami kerugian cukup besar pada Desa
Legonwetan mengalami kerugian pada daerah tambak dan pemukiman warga
seluas 29,96 Ha, pada Desa Pangarengan mengalami kerugian pada daerah
pemukiman dan tambak milik warga seluas 111,68 Ha, pada Desa Patimban
mengalami kerugian pada daerah sawah, pemukiman, dan tambak seluas 22,19
Ha, total daerah perdesaan yang berpotensi banjir rob sebesar 1,4% dari luas
Kecamatan Legonkulon dan sepanjang pesisir Kabupaten Subang mengalami
kerugian pada daerah pemukiman dan tambak milik warga sepanjang 42,68 km
(Tabel 4).
Tabel 4. Luas Daerah yang berpotensi Banjir rob karena kenaikan muka air laut di
pesisir Kabupaten Subang
No. Desa Luas Desa (Ha) Luas Rob (Ha) % Berpotensi
1. Legonwetan 789,37 29,96 3,7
2. Pangarengan 2399,95 111,68 4,6
3. Patimban 1684,41 22,19 1,4
Jumlah 4873,73 163,83
Salah satu faktor yang membuat Kecamatan Legonkulon mengalami banjir
rob cukup parah yaitu berubah nya fungsi hutan mangrove yang menjadi tambak
milik warga dan terjadinya abrasi di sebagian daerah yang berada di Desa
Patimban dan Desa Pangarengan. Salah satu faktor yang mengakibat kan daerah
Blanakan mengalami kerugian yang rendah adanya hutan mangrove yang masih
berfungsi dengan baik dan terjadi nya akresi di daerah yang berada di pesisir
Kecamatan Blanakan. Hal tersebut sesuai dengan kenaikan muka air laut dan
kenaikan temperatur laut melebihi batas normal dari kemampuan biota laut untuk
beradaptasi maka dampak dari kenaikan tersebut dapat merusak ekosistem laut
dan ekosistem pantai sehingga muka air laut dapat menggenangi daerah pesisir
(Latief, 2007).
25
4.4 Peta Daerah Berpotensi Banjir Rob Dari Pasang Surut, Gelombang,
dan Kenaikan Muka Air Laut
Gambar 6 merupakan analisis daerah yang berpotensi terendam banjir rob
karena 3 variabel yaitu pasang surut, gelombang, muka air laut. Dapat dilihat pada
Gambar 6 hasil dari penggabungan data pasang surut tertinggi 0,4256 m pada
musim barat bulan Desember 2012-Febuari 2013, gelombang diambil dari
gelombang tertinggi 1,01 m pada November 2012-Agustus 2013, muka air laut di
ambil nilai tertinggi 0,005711 mm/tahun-¹.
Gambar 6. Peta Resiko Banjir Rob Kabupaten Subang Jawa Barat
Pada warna dapat membedakan daerah yang berpotensi terkena banjir rob
dan daerah yang tidak berpotensi terkena banjir rob akibat 3 variabel yang terjadi
secara bersamaan. Pada warna merah ketinggian <0-1,6 m dpl menunjukan bahwa
daerah tersebut berpotensi banjir rob. Pada daerah yang tidak berpotensi banjir rob
Laut Jawa
BLANAKAN LEGONKULON
26
berada pada ketinggian daerah nya 1,6- >2 m dpl, sehingga daerah ini cukup
aman. Bencana banjir rob di pesisir Kabupaten Subang bisa terjadi karena 3
variabel yaitu pasang surut tertinggi, gelombang tertinggi, kenaikan muka air laut
tertinggi terjadi di Kecamatan Legonkulon antara lain Desa Patimban, Desa
Pangarengan, Desa Legonwetan, Desa Mayangan, Desa Tegalurung, dan Desa
Anggasari.
Banjir rob yang terjadi di Kecamatan Blanakan antara lain Desa Tanjung
Tiga, Desa Muara, Desa Langensari, Desa Blanakan, Desa Jayamukti, dan Desa
Rawameneng.
Daerah yang mengalami kerugian terkena banjir rob antara lain Desa
Legonwetan mengalami kerugian pada daerah pemukiman dan tambak seluas
63,38 Ha, pada Desa Pangarengan mengalami kerugian pada daerah pemukiman
dan tambak milik warga seluas 237,67 Ha, pada Desa Patimban mengalami
kerugian pada daerah sawah, pemukiman dan tambak milik warga seluas 81,07
Ha, pada Desa Anggasari mengalami kerugian pada daerah tambak milik warga
seluas 5,751 Ha, total daerah perdesaan yan berpotensi banjir rob sebesar 3,4%
dari luas Kecamatan Legonkulon dan panjang daerah pesisir Kabupaten Subang
yang mengalami kerugian pada daerah pemukiman dan tambak sepanjang 48,20
km. Dapat dilihat luasan daerah yang berpotensi terkena banjir rob (Tabel 5).
Tabel 5. Luas Daerah yang berpotensi Banjir rob di pesisir Kabupaten Subang
No. Desa Luas Desa (Ha) Luas Rob (Ha) % Berpotensi
1. Legonwetan 789,37 63,38 8,1
2. Pangarengan 2399,95 237,67 10
3. Patimban 1684,41 81,07 4,8
4. Anggasari 1435,70 5,751 0,5
Jumlah 6309,43 387,88
Hal ini membuktikan bahwa hasil dari pemantauan berdasarkan
penginderaan jarak jauh dapat dipatokan daerah yang ketinggiannya <0 m dpl-1,6
m dpl berpotensi banjir dan daerah dengan ketinggian 1,6 m dpl- >2 m dpl tidak
27
berpotensi banjir rob. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Kodoatie dan
Sugiyanto (2002) yang menyatakan citra-citra satelit ditafsirkan, kemudian
dipakai sebagai patokan pemetaan daerah-daerah rawan banjir dan daerah-dearah
jalur banjir.
4.5 Evaluasi Tata Guna Lahan Kaitannya Dengan Banjir Rob
Pada Gambar 7 memperlihatkan daerah yang mengalami kerugian di
Pesisir Kabupaten Subang Jawa Barat.
Gambar 7. Peta Tata Guna Lahan Kabupaten Subang Jawa Barat
Legonkulon Blanakan
Laut Jawa
28
Daerah berpotensi banjir rob di Kabupaten Subang tidak lepas dari
wilayah Peta Tata Guna Lahan untuk mengetahui daerah apa saja yang mengalami
kerugian saat terjadi bencana banjir rob seperti pada Gambar 7 yang membedakan
dengan warna biru sungai, warna hijau sawah, warna orange pemukiman, warna
hijau muda ladang tegalan, warna cream rawa dan tambak, warna garis ungu
akresi, warna garis kuning abrasi, warna merupakan daerah yang berpotensi
terkena banjir rob, dan warna hijau merupakan daerah tidak berpotensi terena
banjir rob. Pada peta Gambar 7 dapat terlihat daerah yang mengalami kerugian
seperti daerah pemukiman, tambak, rawa, sawah, dan sungai merupakan daerah
yang mengalami kerugian yang cukup signifikan pada daerah kecamatan
legonkulon, sedangkan pada kecamatan blanakan hanya mengalami kerugian
lebih sedikit dari kecamatan legonkulon, dapat dilihat dengan tanda garis merah
bahwa daerah blanakan mengalami kerugian hanya di sebagian pemukiman, rawa,
dan tambak. Hal ini dikarenakan pesisir kecamatan blanakan tutupan mangrove
nya masih tinggi dan Kecamatan Blanakan berada di teluk. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Ankiq dan Furqon (2010) akibat kemajuan garis pantai paling besar
terjadi oleh karena pada bagian tersebut merupakan sisi bagian dalam dari teluk
dipesisir Kecamatan Blanakan dan terdapat anak sungai Ciasem, sehingga
memperparah terjadinya sedimentasi.
Hal mengindikasikan pada penandaan daerah tata guna lahan yang banyak
mengalami kerugian dan risiko bencana terkena genangan banjir rob, daerah yang
semakin tinggi tutupan lahannya, maka semakin rentan daerah yang mengalami
genangan banjir rob sampai ke pemukiman dan lahan tambak milik warga. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Irianto (2006) dalam tujuan pengaturan tata guna lahan
melalui undang-undang agraria dan peraturan-peraturan lainnya adalah untuk
menekan risiko terhadap nyawa, harta benda dan pembangunan di kawasan-
kawasan rawan bencana.
29
4.6 Kondisi Luasan Hutan Mangrove di Kecamatan Blanakan
Pada analisis dari hasil penelitian Soraya (2012) membuktikan bahwa
Ekosistem Mangrove di Kecamatan Blanakan dikelola oleh Komisi Pengelolaan
Hutan (KPH) Tegal Tangkil, Perum Perhutani Bagian Kesatuan Pemangkuan
Hutan (BKPH) Ciasem. Data Luasan mangrove yang terlihat pada potensi
sumberdaya mangrove Kecamatan Blanakan adalah data mangrove tahun 1996,
2002 dan 2011. Fluktuasi luas lahan mangrove berkaitan erat dengan besarnya
konversi lahan mangrove yang telah terdegradasi karena berubah alih fungsi
menjadi tambak dan pemukiman warga.
Gambar 8. Grafik Luasan Hutan Mangrove Kecamatan Blanakan.
Pada Gambar 8 menunjukan bahwa konversi lahan mangrove tertinggi
terjadi di desa Tanjungtiga dengan 533 Ha pada tahun 2011, sehingga
pengamanan hutan mangrove terjamin dan berlangsung secara kontinyu. Dapat
dilihat dari Grafik Gambar 8 membuktikan bahwa luasan hutan mangrove di
Kecamatan Blanakan hanya mengalami penurunan sedikit dan masih berfungsi
dengan baik harus dijaga kelestarian hutan mangrove yang berada di Kecamatan
Blanakan, sehingga daerah Pesisir Kecamatan Blanakan luasan hutan mangrove
0
100
200
300
400
500
600
700
Luas
Man
gro
ve (H
a)
1996 2002 2011
30
nya masih berfungsi dengan baik dan dapat mengurangi limpasan banjir rob yang
berasal dari laut.
4.7 Kondisi Luasan Hutan Mangrove di Kecamatan Legonkulon
Kondisi Ekosistem mangrove yang berada di kecamatan Legonkulon
dikelola oleh KPH Poponcol, Perum Perhutani BKPH Ciasem Pamanukan. Data
Luasan mangrove yang terlihat pada potensi sumber daya mangrove kecamatan
Legonkulon adalah data mangrove tahun 1996, 2002 dan 2011, dan ditampilkan
dalam gambar 9.
Gambar 9. Grafik Luasan Mangrove Kecamatan Legonkulon
Terlihat pada Gambar 9 rata-rata luasan mangrove di kecamatan
Legonkulon yang mengalami penurunan. terjadi penurunan luas hutan mangrove
di tahun 2011 yang diakibatkan oleh konversi lahan mangrove menjadi tambak
serta penebangan pohon mangrove secara berlebihan sehingga mengakibatkan
abrasi di wilayah tersebut. Penurunan tersebut karena tidak adanya pelestarian
hutan mangrove yang secara baik dan berkontinyu.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Soraya (2012) Pengikisan kawasan
pesisir terlampau tinggi sehingga terjadi abrasi yang berakhir tanpa hasil
disebabkan oleh gelombang yang masuk ke dalam kawasan ekosistem mangrove
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
Tegalurung Mayangan Legon wetan Pangarengan
Luas
Man
gro
ve (H
a)
1996 2002 2011
31
cukup tinggi. Ombak menggerus kawasan mangrove yang mengakibatkan
propagul mangrove yang disemai tidak dapat bertahan lama. Kurang baiknya
pelestarian hutan mangrove di pesisir Kecamatan Legonkulon dapat mengurangi
fungsi dari mangrove sebagai penahan air limpasan dari laut.