BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Orientasi Kancah …
Transcript of BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Orientasi Kancah …
60
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Orientasi Kancah Penelitian
Penelitian ini berjudul Pengaruh Pelatihan Konsep Diri Terhadap
Orientasi Masa Depan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW. Adapun
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan
konsep diri terhadap orientasi masa depan pada mahasiswa. Penelitian
dilaksanakan dalam dua tahap yang berlangsung selama dua minggu. Pada
tahap pertama, peserta akan dibagi kedalam kelompok kecil dan didampingi
oleh seorang fasilitator untuk mengikuti rangkaian aktivitas yang telah
ditentukan. Pada tahap pertama ini aktivitas dilangsungkan di kampus
UKSW dan sekitarnya yang mendukung untuk penyelenggaraan aktivitas.
Pada tahap kedua, aktivitas dilaksanakan di wisma anak mandiri selama 3
hari 2 malam. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan agar partisipan
penelitian dapat mengikuti seluruh rangkaian pelatihan tanpa gangguan, dan
sebagai usaha untuk mengontrol variabel sekunder diluar pelatihan.
Jumlah seluruh partisipan penelitian ini adalah 20 mahasiswa aktif
Fakultas Psikologi UKSW yang terdiri dari angkatan 2014, 2015, dan 2016.
Sejak tahun 2015 Fakultas Psikologi UKSW sudah mulai menyelenggarakan
program magang bagi mahasiswanya. Hal ini dilakukan supaya mahasiswa
memiliki gambaran tentang dunia kerja, dan dapat menentukan langkah
selanjutnya setelah mereka lulus. Kebijakan ini diharapkan dapat membantu
mahasiswa untuk memiliki gambaran akan masa depan beserta perencanaan
karir yang matang. Rangkaian pelatihan konsep diri akan diselenggarakan
sebelum partisipan mengikuti program magang untuk menghindari adanya
variabel sekunder dalam penelitian.
61
4.2. Pelaksanaan Penelitian
Secara umum pelaksanaan penelitian ini terbagi menjadi dua tahap
yaitu tahap pra penelitian atau persiapan penelitian, dan tahap pelaksanaan
penelitian.
4.2.1. Pra Penelitian
Pada tahap ini penulis melakukan seluruh persiapan penelitian berupa
antara lain :
1. Preliminary Study
Pada tahap ini penulis melakukan observasi dan wawancara awal
terhadap 3 mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW pada tanggal 21
Maret 2017, dan seorang alumni Fakultas Psikologi UKSW yang
sudah berkerja pada tanggal 11 April 2017. Preliminary study
dilakukan untuk memetakan fenomena dan memperoleh data awal
terkait dengan orientasi masa depan pada mahasiswa dan alumni
Fakultas Psikologi UKSW. Selain itu, data preliminary study juga
diperlukan sebagai salah satu dasar dilangsungkannya penelitian ini.
2. Penyusunan Instrumen Penelitian
Selanjutnya, penulis mempersiapkan instrumen penelitian yaitu
Future Orientation Questionnaires (FOQ), yang nantinya akan
digunakan untuk mengukur orientasi masa depan mahasiswa Fakultas
Psikologi UKSW. FOQ merupakan instrumen yang dikembangkan
oleh Seginer (2009) dari 3 komponen orientasi masa depan yaitu (1)
motivasional; (2) representasi kognitif; dan (3) perilaku. Penulis
melakukan modifikasi alat ukur FOQ dengan menerjemahkan
kedalam bahasa Indonesia dan menyusunnya dalam bentuk skala
Likert. Penulis juga menambahkan beberapa aitem sehingga
62
didapatkan sejumlah 38 aitem, yang akan dilakukan uji coba terlebih
dahulu.
Selain instrumen FOQ, penulis juga menyiapkan instrumen
untuk evaluasi pelatihan. Tovey (dalam Sopacua & Budijanto, 2007)
menjelaskan bahwa evaluasi pelatihan adalah pengumpulan informasi
tentang rangkaian pelatihan, peserta pelatihan, pelatih atau fasilitator,
desain, metode, sumberdaya dan sarana yang digunakan serta dampak
dari pelatihan yang telah disusun. Instrumen evaluasi pelatihan dalam
penelitian ini disusun oleh penulis berdasarkan empat tahap evaluasi
Kirkpatrick (dalam Sopacua dan Budijanto, 2007) yaitu reaction
level, learning level, behavioral level, dan result level.
3. Penyusunan Modul Pelatihan Konsep Diri
Dalam penelitian eksperimen, keberadaan modul menjadi hal
yang penting karena memuat seluruh tahapan dan prosedur
pemberian perlakuan. Keberhasilan penelitian eksperimen bergantung
pada kesesuaian antara modul dan pelaksanaan di lapangan. Pada
penelitian ini, penulis menyusun modul pelatihan konsep diri
berdasarkan teori konsep diri yang dikembangkan oleh Fitts (1971),
dengan 8 komponen yaitu identity self, behavioral self, judging self,
physical self, moral-ethical self, personal self, family self, dan social
self. Selama penyusunan modul penulis berkonsultasi dengan seorang
Psikolog Pendidikan yaitu Enjang Wahyuningrum, M.Si., Psi. yang
juga menjadi expert judgement dalam penyusunan rangkaian
pelatihan konsep diri.
4. Persiapan enumerator dan fasilitator pelatihan
Mengingat kompleksitas dan kerumitan pemberian perlakuan,
63
penelitian eksperimental seringkali memerlukan enumerator atau tim
pelaksana lapangan agar perlakuan dapat diberikan secara efektif.
Pada penelitian ini penulis dibantu oleh empat mahasiswa yang
bertugas sebagai enumerator, dan empat mahasiswa sebagai
fasilitator. Empat orang enumerator pelatihan akan bertugas untuk
menyelesaikan hal-hal administratif, teknis, serta berkoordinasi
dengan peneliti saat pelaksanaan pelatihan konsep diri, seperti
berkoordinasi dengan narasumber, mempersiapkan tempat dan
peralatan yang diperlukan, dan hal-hal teknis lain yang diperlukan.
Pelatihan konsep diri pada tahap pertama akan dilakukan
didalam kelompok kecil bersama dengan seorang fasilitator. Terdapat
empat kelompok dengan masing-masing kelompok berjumlah 4
sampai 5 orang. Oleh karena itu dalam pelaksanaan tahap pertama ini
diperlukan sejumlah 5 fasilitator yang akan memimpin 4 aktivitas.
Fasilitator dalam pelatihan ini ialah mahasiswa Fakultas Psikologi
UKSW angkatan 2014 dan 2015, yang telah dipersiapkan dengan
melakukan simulasi dan role play untuk setiap aktivitas. Daftar
susunan enumerator dan fasilitator terlampir pada lampiran 5.
5. Koordinasi dengan narasumber, lembaga, dan komunitas.
Untuk memaksimalkan pelaksanaan pelatihan konsep diri penulis
juga mengundang narasumber dan pihak-pihak yang memiliki
kapasitas dan kompetensi di bidangnya masing-masing. berikut ini
ialah daftar narasumber, lembaga, maupun komunitas yang turut
berpartisipasi dalam pelaksanaan pelatihan konsep diri
a. Dr. Aloysius Soesilo M.A. (Staf pengajar Fakultas Psikologi
UKSW)
b. Retmono Adi, S.Psi, Psikolog (Praktisi Psikodrama Indonesia)
64
c. Galuh Ayu Anitasari, S.Psi. (Alumni Fakultas Psikologi UKSW,
trainer, dan penulis)
d. Winang Pranandana, S.Psi. (Alumni Fakultas Psikologi UKSW,
entrepreneur, dan ketua komunitas Padma)
e. Padma dan Bryum (komunitas pendidikan dan alam)
f. Pusat Layanan Psikologi, Fakultas Psikologi UKSW
6. Pengumpulan Partisipan Penelitian
Partisipan penelitian yang menjadi kelompok eksperimen dalam
penelitian ini dikumpulkan dengan cara mempublikasikan informasi
akan kebutuhan partisipan penelitian pada mahasiswa Fakultas
Psikologi UKSW angkatan 2014, 2015, dan 2016. Informasi tersebut
dikemas dalam bentuk video dan poster yang akan disebarkan
disekitar gedung fakultas psikologi UKSW dan melalui media sosial.
Publikasi dimulai sejak tanggal 1 Agustus sampai dengan 15 Agustus
2017. Sebanyak 30 peserta telah mendaftar, namun akhirnya hanya
20 partisipan penelitian yang menyatakan bersedia untuk mengikuti
aktivitas dari awal hingga akhir.
7. Persiapan lokasi pelatihan
Pada pelatihan ini terdapat beberapa lokasi yang digunakan
sebagai tempat pelaksanaan pelatihan konsep diri. Untuk tahap 1,
fasilitator bersama dengan anggota kelompoknya akan mengambil
tempat di lingkungan sekitar kampus UKSW yang sekiranya
mendukung untuk pelaksanaan aktivitas didalam kelompok kecil.
Pada tahap 2, aktivitas akan dilangsungkan dengan menginap selama
3 hari 2 malam bertempat di Wisma Anak Mandiri, Getasan, Kab.
Semarang. Pemilihan tempat ini karena dianggap cukup kondusif
65
untuk penyelenggaraan pelatihan dan lokasinya tidak terlalu jauh dari
Salatiga. Penulis bersama dengan enumerator terlebih dulu akan
memastikan ketersediaan tempat dan fasilitas yang ada di lokasi
tersebut.
4.2.2. Pelaksanaan Penelitian
Secara umum, penelitian dimulai terhitung sejak penulis melakukan
uji coba alat ukur orientasi masa depan yaitu pada tanggal 2 hingga 4
Agustus 2017. Sementara itu, pemberian perlakuan dilaksanakan tanggal 14
Agustus 2017 hingga tanggal 27 Agustus 2017. Tabel 4.1. berikut ini
merupakan rincian pelaksanaan pelatihan konsep diri.
Tabel 4.1. Rincian Pelaksanaan Penelitian
No Rincian Kegiatan Waktu dan Tempat
Pelaksanaan
Keterangan
1 Uji coba alat ukur
penelitian
Waktu : 2- 4 Agustus 2017
Lokasi : Gedung Fakultas
Psikologi UKSW
Penulis melakukan
try out instrumen
penelitian dan
berkonsultasi dengan
pembimbing
2 - Technical meeting
(perkenalan,
penjelasan seluruh
kegiatan, &
pembagian
kelompok)
- Mengisi informed
consent
- Pre test
- Tes psikologi
(MBTI & Holland)
Waktu : Senin, 14 Agustus
2017.
Lokasi : Gedung Fakultas
Psikologi UKSW ruang PB
2017
Diikuti oleh seluruh
partisipan penelitian,
enumerator, dan
fasilitator. Pada
kesempatan ini,
peserta akan bertemu
dengan anggota
kelompok dan
fasilitatornya.
Tahap 1
3 Pelaksanaan aktivitas 1
Define yourself
Waktu : 15-17 Agustus
2017.
Durasi : Setiap aktivitas
180 menit
Aktivitas dalam
kelompok kecil
bersama dengan 4 Pelaksanaan aktivitas 2
Every part of me
66
5 Pelaksanaan aktivitas 3
Dead Poet Society
Lokasi: Lingkungan sekitar
kampus UKSW
fasilitator.
6 Pelaksanaan Aktivitas
4 the unspoken words
7 Pelaksanaan aktivitas 5
Bermain Peran
Waktu : Jumat, 18 Agustus
2017
Durasi : 420 menit.
Lokasi : Gedung F, UKSW
Partisipan mengikuti
aktivitas bermain
peran bersama
Retmono Adi, S.Psi,
Psikolog
Tahap 2
8 Field trip Waktu : Jumat, 25 Agustus
2017.
Lokasi : Air terjun
Seloprojo, Kopeng, Kab.
Magelang.
Aktivitas ini
merupakan kegiatan
pembuka sebelum
masuk pada
rangkaian program
tahap 2. Peserta
mengikuti kegiatan
outbound dan wisata
bersama dengan tim
Bryum.
9. Pelaksanaan aktivitas 6
Find your bliss
Waktu : Jumat, 25 Agustus
2017.
Durasi : 120 menit (19.00-
09.00)
Lokasi : Wisma Anak
Mandiri
Peserta menerima
materi yang
dibawakan oleh Dr.
Aloysius Soesilo
M.A.
10 Pelaksanaan aktivitas 7
berdamai dengan diri
Waktu : Sabtu, 26 Agustus
2017
Durasi : 120 menit (07.30-
09.30)
Lokasi : Wisma Anak
Mandiri
Peserta akan bertemu
dan sharing bersama
dengan narasumber
yaitu Galuh Ayu
Anitasari, S.Psi.
11 Pelaksanaan aktivitas 8
Hening
Waktu : Sabtu, 26 Agustus
2017.
Durasi : 120 menit (18.30-
21.30)
Lokasi : Wisma anak
mandiri
Materi hening
dibawakan oleh
Winang Pranandana,
S.Psi. yang
kemudian akan
ditutup dengan sesi
api unggun dan
keakraban
12 Pelaksanaan aktivitas 9
time line
Waktu : Minggu, 27
Agustus 2017.
Durasi : 120 menit
Peserta mengikuti
aktivitas time line,
menggambarkan
67
Penutupan dan
pelaksanaan posttest
(07.30-09.30).
Lokasi : Wisma anak
mandiri
dirinya di masa
depan. Dibawakan
oleh Winang
Pranandana, S.Psi
4.3. Deskripsi Hasil Try Out Instrumen Penelitian
Tahap try out instrument penelitian dilakukan pada tanggal 2-4
Agustus 2017 kepada 70 mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW yang terdiri
dari angkatan 2014, 2015, dan 2016. Penulis meminta bantuan kepada
mahasiswa Fakultas Psikologi yang saat itu sedang berada di sekitar gedung
Fakultas Psikologi UKSW untuk mengisi instrumen yang telah disiapkan
sebelumnya. Selama proses pengambilan data untuk try out, penulis
mempertimbangkan beberapa hal antara lain yaitu (1) mahasiswa sedang
tidak terburu-buru dan memiliki waktu luang untuk mengisi instrumen, (2)
Suasana di lingkungan sekitar kampus mendukung untuk pengerjaan
instrumen, (3) partispian try out bersedia dan berada dalam kondisi yang baik
untuk mengisi instrumen. Tabel 4.2. berikut ini merupakan deskripsi sebaran
frekuensi partisipan try out berdasarkan angkatan dan jenis kelamin.
Tabel 4.2. Gambaran Partisipan Try Out Instrumen Penelitian
Jenis
Kelamin
Angkatan Jumlah Presentase
2014 2015 2016
Laki-laki 8 9 8 25 35,7%
Perempuan 12 17 16 45 64,3%
Jumlah 20 26 24 70 100%
Presentase 28,6% 37,1% 34,3% 100%
4.3.1. Daya Diskriminasi Aitem dan Reliabilitas Skala
Akurasi dan ketepatan penelitian juga ditentukan oleh kualitas
instrumen yang digunakan. Instrumen yang reliabel diperlukan untuk
membandingkan skor orientasi masa depan sebelum dan sesudah perlakuan.
Reliabilitas alat ukur dalam penelitian juga diperlukan untuk mengetahui
68
Oleh karena itu penulis melakukan uji coba instrumen terlebih dahulu untuk
mengetahui aitem-aitem yang layak digunakan dan skor reliabilitas dari skala
orientasi masa depan.
Pada skala orientasi masa depan terdapat sebanyak 38 aitem yang
akan di uji coba. Setelah dilakukan perhitungan diskriminasi aitem sebanyak
satu putaran melalui corrected-item total correlation diketahui terdapat 10
aitem yang memiliki koefisien korelasi ≤ 0,30 dan dinyatakan gugur. Aitem
tersebut antara lain yaitu aitem nomer 5, 12, 18, 19, 24, 25, 27, 28, 29, 36,.
Tabel 4.3. berikut ini ialah sebaran aitem orientasi masa depan yang layak
dan yang gugur.
Tabel 4.3. Sebaran Aitem Skala Orientasi Masa Depan
No Komponen Aspek Nomor Aitem
Valid
Nomor
Aitem Gugur
1 Motivasional Value 21, 22, 23, 30, 33
Expectance 4, 11, 20 18, 19
Internal
Control
15, 16, 17 25, 27
2 Kognitif Content 1, 6, 9, 26, 34
Valensi
Hope
Fear
8, 32, 37
38
28
24, 29, 36
3 Perilaku Exploration 13, 14, 31 5, 12
Commitment 2, 3, 7, 10, 35
Jumlah 28 10
Selanjutnya, penulis menyeleksi aitem-aitem yang gugur tersebut dan
mengulang kembali prosedur diskriminasi aitem untuk putaran ke 2, dan
hasilnya tidak ditemukan lagi aitem yang gugur.
Penulis kemudian melakukan pengujian reliabilitas untuk mengetahui
apakah skala orientasi masa depan yang telah disusun layak digunakan dalam
69
penelitian ini. Pengujian reliabilitas dilakukan dengan melihat koefisien
cronbach’s alpha dan dihitung dengan bantuan SPSS. Tabel 4.4. berikut ini
alah hasil uji reliabilitas skala orientasi masa depan.
Tabel. 4.4. Hasil Uji Reliabilitas Skala Orientasi Masa Depan
Koefisien Alpha
Koefisien Alpha Aitem
Terstandar Jumlah Aitem
.890 .891 28
Berdasarkan hasil uji reliabilitas yang ditampilkan pada Tabel 4.4.
diketahui bahwa skor koefisien alpha pada skala orientasi masa depan ialah
0,890 dengan jumlah aitem sebanyak 28 aitem. Azwar (2017)
mengungkapkan bahwa reliabilitas telah dianggap memuaskan apabila
koefisiennya mencapai = 0,90; namun untuk skala yang digunakan
dalam pengambilan keputusan individual yang sangat penting sebaiknya
koefisien reliabilitas mencapai angka = 0,950.
Senada dengan hal tersebut Wells dan Wollack (dalam Azwar, 2017)
menjelaskan bahwa high-stakes standardized tests yang dirancang secara
profesional hendaknya memeiliki koefisien konsistensi internal minimal
0,90; sedangkan untuk tes yang tidak begitu besar pertaruhannya harus
memiliki koefisien konsistensi internal paling tidak setinggi 0,80 atau 0,85.
Sesuai dengan pernyataan tersebut skala orientasi masa depan memperoleh
koefisien alpha sebesar 0,890 yang berarti skala ini layak digunakan sebagai
alat ukur penelitian, karena berada di atas skor koefisien konsistensi minimal
yaitu 0,85 (Azwar, 2017).
4.4. Deskripsi Partisipan Penelitian
Partisipan dalam penelitian eksperimen ini adalah 20 mahasiswa
Fakultas Psikologi UKSW yang terdiri dari angkatan 2014, 2015, dan 2016.
Tabel 4.5. berikut ini merupakan deskripsi partisipan penelitian berdasarkan
70
angkatan dan jenis kelamin.
Tabel 4.5. Gambaran Partisipan Penelitian Kelompok Eksperimen
Jenis
Kelamin
Angkatan Jumlah Presentase
2014 2015 2016
Laki-laki 3 - 1 4 20%
Perempuan 4 8 4 16 80%
Jumlah 7 8 5 20 100%
Presentase 35% 40% 25% 100%
Dari Tabel 4.5. di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 16 orang atau
sebesar 80% dari seluruh partisipan penelitian ini berjenis kelamin
perempuan. Sementara itu, sisanya yaitu sebanyak 4 orang atau sebesar 20%
dari seluruh partisipan penelitian ini berjenis kelamin laki-laki. Selanjutnya
apabila kita cermati sebaran angkatan partisipan penelitian ini yaitu sebanyak
7 orang atau 35% dari seluruh partisipan adalah angkatan 2015; 8 orang atau
40% dari seluruh partisipan adalah angkatan 2015; dan 5 orang atau
sebanyak 25% dari seluruh partisipan adalah angkatan 2016.
4.5. Deskripsi Perubahan Skor Pretest dan Posttest Partisipan
Penelitian
Pada bagian ini akan ditampilkan secara deskriptif perubahan skor
partisipan penelitian sebelum dan sesudah diberikan perlakuan berupa
pelatihan konsep diri. Perubahan skor masing-masing individu perlu
dicermati agar dapat melihat manfaat pelatihan konsep diri pada partisipan
penelitian. Dari selisih perubahan skor masing-masing individu inilah dapat
diketahui ada tidaknya peningkatan skor orientasi masa depan. Tabel 4.6.
berikut ini adalah perbandingan data orientasi masa depan seluruh partisipan
sebelum dan sesudah diberikan perlakuan.
71
Tabel 4.6. Data Perubahan Skor Pretest dan Posttest Partisipan Penelitian
No Partisipan Skor Orientasi Masa
Depan
Selisih
Perubahan Skor
Orientasi Masa
Depan Pretest Posttest
1 Partisipan 1 108 110 2
2 Partisipan 2 102 112 10
3 Partisipan 3 97 110 13
4 Partisipan 4 103 119 16
5 Partisipan 5 119 118 -1
6 Partisipan 6 108 133 25
7 Partisipan 7 106 113 7
8 Partisipan 8 85 102 17
9 Partisipan 9 103 117 14
10 Partisipan 10 111 136 25
11 Partisipan 11 98 98 0
12 Partisipan 12 97 131 34
13 Partisipan 13 122 129 7
14 Partisipan 14 99 116 17
15 Partisipan 15 102 125 23
16 Partisipan 16 102 118 16
17 Partisipan 17 105 115 10
18 Partisipan 18 102 100 -2
19 Partisipan 19 115 111 -4
20 Partisipan 20 104 114 10
Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa hampir sebagian besar
partisipan mengalami peningkatan skor orientasi masa depan setelah
mengikuti pelatihan konsep diri. Meski begitu masih terdapat seorang
partisipan yang tidak mengalami perubahan skor yaitu partisipan 11,
sementara 3 orang partisipan lainnya justru mengalami penurunan skor
setelah mengikuti pelatihan konsep diri yaitu partisipan 5 dengan selisih -1;
partisipan 18 dengan selisih -2; dan partisipan 19 dengan selisih -4. Rata-rata
selisih antara skor pretest dan posttest adalah sebesar 11,95. Besaran
peningkatan skor orientasi masa depan masing-masing partisipan sangat
72
bervarisi mulai dari selisih minimun sebesar 2 hingga selisih maksimum
sebesar 34. Sementara penurunan skor yang muncul pada tiga orang
partisipan berkisar di angka -1 hingga -4.
Selanjutnya, pada grafik 4.1. berikut ini akan ditambilkan diagram
perbandingan perubahan skor orientasi masa depan sebelum dan sesudah
diberikanya perlakuan untuk masing-masing partisipan.
Keterangan : Data pretest Data posttest
Grafik 4.1. Perubahan Skor Pretest dan Posttest Pada Partisipan Penelitian
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa secara umum partisipan
penelitian mengalami peningkatan skor orientasi masa depan. Hanya terdapat
satu orang pertisipan yaitu partisipan 11 yang memiliki skor yang sama
antara pretest dan posttest. Sementara terdapat 3 orang partisipan justru
73
mengalami penurunan skor setelah mengikuti pelatihan konsep diri yaitu
partisipan 5, partisipan 18 dan partisipan 19.
4.6. Uji Asumsi
Dalam inferensi statistika, data yang akan dianalisis dianggap
memenuhi asumsi-asumsi yang disyaratkan bagi komputasi formulasinya
apabila telah dilakukan uji asums terlebih dahulu (Azwar, 2010). Uji asumsi
dilakukan agar peneliti mengetahui apakah teknik statistik parametris dapat
dilakukan udalam pengujian hipotesis. Apabila tidak memenuhi syarat
asumsi yang ditentukan, maka teknik statistik parametris tidak dapat
digunakan dan akan digunakan statistik nonparametris (Sugiyono, 2013).
Pada penelitian ini uji asumsi yang dilakukan adalah uji normalitas.
Pengujian normalitas pada penelitian ini dilakukan dengan uji one
sample Kolmogorov-Smirnov yang dihitung dengan bantuan SPSS. 16. Tabel
4.7. berikut ini adalah hasil uji normalitas dengan teknik Kolmogorov-
Smirnov.
Tabel 4.7. Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
Uji One Sample Kolmogorov-Smirnov
Pretest Posttest
N 20 20
Parameter Normala Rata-rata 104.40 116.35
Std. Deviasi 8.242 10.469
Perbedaan yang terlihat Absolut .135 .150
Positif .131 .150
Negatif -.135 -.122
Kolmogorov-Smirnov Z .606 .671
Asymp. Sig. (2-tailed) .857 .758
a. Pengujian terdistribus normal
Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov, diketahui bahwa nilai
74
koefisien pretest adalah sebesar 0,857 (p > 0,05) yang berarti data orientasi
masa depan untuk pretest berdistribusi normal. Sementara itu nilai koefisien
posttest adalah sebesar 0,758 (p >0,05) yang berati bahwa data orientasi
masa depan untuk posttest juga berdistribusi normal.
4.7. Uji Hipotesis
4.7.1. Uji t Sampel Berpasangan
Uji t sampel berpasangan (paired sample t-test) dilakukan untuk
melihat perbedaan tingkat orientasi masa depan pada mahasiswa Fakultas
Psikologi UKSW sebelum dan sesudah diberikan perlakuan. Syarat
dierimanya hipotesis penelitian ini adalah ketika harga t hitung lebih besar
dari t Tabel. Tabel 4.8. berikut ini adalah Tabel hasil uji t contoh
berpasangan perbedaan tingkat orientasi masa depan sebelum dan sesudah
perlakuan
Tabel 4.8. Hasil Uji t Sampel Berpasangan Tingkat Orientasi Masa Depan Pada
Mahasiswa Fakultas Psikologi Sebelum dan Sedudah Perlakuan
Statistik Sampel Berpasangan
Rata-rata N Std. Deviasi
Std. Kesalahan
Rata-rata
Pasangan 1 Pretest 104.40 20 8.242 1.843
Posttest 116.35 20 10.469 2.341
Pada Tabel 4.8. di atas diketahui bahwa rata-rata skor orientasi masa
depan mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW sebelum diberikan perlakuan
adalah 104,40 dengan standar deviasi sebesar 8,242. Setelah diberikan
perlakuan, rata-rata kelompok eksperimen meningkat menjadi 116,35 dengan
standar deviasi sebesar 10,469. Dari data statistik di atas dapat dilihat bahwa
skor posttest lebih tinggi daripada pretest.
Untuk melihat ada tidaknya perbedaan diperlukan nilai signifikansi
75
paired sample t test haruslah dibawah 0,05. Tabel 4.9. berikut ini merupakan
Tabel hasil uji t sampel berpasangan perbedaan tingkat orientasi masa depan
antara kelompok prestest dan posttest.
Tabel 4.9. Hasil Uji Sampel Berpasangan Perbedaan Tingkat Orientasi Masa Depan
Mahasiswa Antara Pretest dan Posttest
Dari Tabel 4.9. di atas diketahui bahwa nilai t hitung adalah sebesar -
5,266 (t Tabel = 2,093) dengan signifikansi (2-tailed) adalah sebesar 0,000
(p<0,05). Dari hasil uji t sampel berpasangan tersebut dapat dilihat bahwa
nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) yang berarti terdapat perbedaan
signifikan terhadap orientasi masa depan mahasiswa Fakultas Psikologi
UKSW sebelum dan sesudah pelatihan. Perbedaan dapat juga diketahui
dengan membandingkan t hitung dengan t tabel. t hitung yang didapatkan
ialah sebesar -5,266 dengan t Tabel sebesar 2,093. Angka minus pada t
hitung dikarenakan skor rata-rata pretest lebih kecil daripada posttest. Oleh
karena itu, simbol minus memiliki makna positif sehingga nilai t hitung
menjadi 5,266. Karena t hitung lebih besar dari t Tabel maka dapat
disimpulkan terdapat perbedaan signifikan antara skor pretest dan posttest.
Uji Sampel Berpasangan
Perbedaan Pasangan
t df
Sig. (2-
tailed)
Rata-
rata
Std.
Deviasi
Rata-rata
Std. Error
Interval
kepercayaan
sebesar 95%
terhadap perbedaan
Lower Upper
Pasangan
1
Pretest -
Posttest -11.950 10.149 2.269 -16.700 -7.200 -5.266 19 .000
76
4.8. Evaluasi Pelatihan Konsep Diri
Dalam sebuah pelatihan, evaluasi perlu dilakukan untuk mengetahui
kelebihan dan kekurangan selama pelaksanaan pelatihan. Evaluasi juga
diperlukan untuk perbaikan dan proses penyempuraan pelatihan konsep diri
apabila akan diselenggarakan kembali. Dalam konteks penelitian, evaluasi
ini juga akan membantu penulis beserta enumerator untuk mengetahui
hambatan dan kekurangan selama proses pelaksanaan penelitian. Instrumen
evaluasi pelatihan dalam penelitian ini disusun oleh penulis berdasarkan
empat tahap evaluasi Kirkpatrick (dalam Sopacua dan Budijanto, 2007) yaitu
reaction level, learning level, behavioral level, dan result level. Rincian
evaluasi pelatihan dapat dilihat pada lampiran 4.
Terdapat setidaknya 7 komponen yang dievaluasi pada pelatihan
konsep diri antara lain yaitu (1) penguasaan tema/topik pelatihan; (2) Cara
penyajian materi; (3) Manfaat materi; (4) Interaksi dengan peserta; (5)
suasana saat pelatihan; dan (6) penggunaan alat bantu dan (7) sikap tim
penyelenggara. Evaluasi disusun berdasarkan 5 kategori tingkat kepuasan
terhadap 4 tahap evaluasi menurut Kirkpatrick.(rincian perhitungan interval
dapat dilihat pada lampiran 5). Berikut ini adalah kategori rata-rata skor
evaluasi pelatihan.
Sangat memuaskan 85 ≤ x≤ 100
Cukup memuaskan 69 ≤ x≤ 84
Netral 53 ≤ x≤ 68
Tidak memuaskan 37 ≤ x≤ 52
Sangat tidak memuaskan 20 ≤ x≤ 36
Setelah menentukan jarak interval antar kategori, penulis menghitung
rata-rata skor pada setiap aktivitas untuk tahap 1 dan tahap 2. Grafik 4.2 dan
77
80,0
82,6
87,8
90,2
90,0
83,2
90,2
20 40 60 80 100
Penguasan tema/topik pelatihan
Cara penyajian materi
Manfaat materi
Interaksi dengan peserta
Suasana saat pelatihan
Penggunaan alat bantu
Sikap Tim penyelenggara
4.3. berikut ini adalah gambaran hasil evaluasi pelaksanaan pelatihan konsep
diri.
Grafik 4.2. Rata-rata Skor Evaluasi Pelaksanaan Pelatihan Konsep Diri Tahap 1
Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa secara umum rata-rata
skor evaluasi pelatihan konsep diri tahap 1 berada dalam kategori cukup
memuaskan dan sangat memuaskan. Terdapat tiga komponen pada tahap 1
yang masuk dalam kategori cukup memuaskan yaitu penguasaan materi
pelatihan dengan nilai rata-rata 80; cara penyajian materi dengan nilai rata-
rata 82,6; dan penggunaan alat bantu dengan nilai rata-rata 83,2. Sementara
itu 4 komponen yang lain masuk dalam kategori sangat memuaskan.
Keempat komponen tersebut adalah manfaat materi dengan nilai rata-rata
87,8; interaksi dengan peserta dengan nilai rata-rata 90,2; suasana dalam
78
pelatihan dengan nilai rata-rata 90; dan sikap tim penyelenggara yang
memiliki nilai rata-rata 90,2.
Selanjutnya grafik 4.3. berikut ini akan menggambarkan hasil rata-
rata evaluasi pelatihan konsep diri pada mahasiswa fakultas psikologi
UKSW.
Grafik 4.3. Rata-rata Skor Evaluasi Pelaksanaan Pelatihan Konsep Diri Tahap 2
Grafik di atas menunjukkan bahwa secara umum rata-rata skor
evaluasi pelatihan konsep diri tahap 2 juga berada dalam kategori cukup
memuaskan dan sangat memuaskan. Terdapat hanya 1 komponen pada tahap
2 yang masuk dalam kategori cukup memuaskan yaitu penggunaan alat bantu
dengan nilai rata-rata 84. Sementara itu sisanya 6 komponen yang lain masuk
dalam kategori sangat memuaskan. Keenam komponen tersebutantara lain
yaitu penguasaan tema/topik pelatihan dengan nilai rata-rata 86,5; cara
penyajian materi dengan nilai rata-rata 87; manfaat materi dengan nilai rata-
rata 89,25; interaksi peserta dengan nilai rata-rata 89; suasana saat pelatihan
dengan nilai rata-rata 87,5; dan sikap tim penyelenggara dengan nilai rata-
rata 91,5.
79
Dari kedua grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan
pelatihan konsep diri pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW cukup
memuaskan.
4.9. Pembahasan
Dari hasil uji t sampel berpasangan diketahui bahwa nilai signifikansi
sebesar 0,000 (p<0,05) dan t hitung sebesar -5,266 (t Tabel = 2,093) maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat orientasi masa depan
pada mahasiswa fakultas psikologi UKSW sebelum dan sesudah perlakuan.
Dengan kata lain hipotesis penelitian ini diterima atau terdapat pengaruh
pelatihan konsep diri dalam meningkatkan orientasi masa depan mahasiswa.
Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Seginer dan Shoyer
(2005); Ziera dan Dekel (2005); Adamson, Wreder, dan Kerpelman (2007);
Jackman dan MacPhee (2015); Putri, (2006); Maya (2011); dan Aslamawati,
Sobari, dan Utami (2012), yang menyimpulkan bahwa konsep diri
berpengaruh terhadap orientasi masa depan individu.
Kesimpulan tersebut diperkuat dengan adanya perbedaan rata-rata
skor orientasi masa depan sebelum dan sesudah perlakuan. Pada Tabel 4.5.
dapat dilihat bahwa rata-rata skor pretest adalah sebesar 104,40 dan rata-rata
kelompok posttest adalah sebesar 116,35. Data tersebut menunjukkan adanya
peningkatan skor rata-rata dimana skor posttest lebih tinggi daripada pretest.
Selanjutnya, pada Tabel 4.6. dan grafik 4.1. menunjukkan bahwa hampir
sebagian besar partisipan mengalami peningkatan skor orientasi masa depan
setelah mengikuti pelatihan konsep diri. Meski begitu masih terdapat seorang
partisipan yang tidak mengalami perubahan skor yaitu partisipan 11,
80
sementara 3 orang partisipan lainnya justru mengalami penurunan skor
setelah mengikuti pelatihan konsep diri antara lain yaitu partisipan 5,
partisipan 18, dan partisipan 19. Tidak terjadinya perubahan dan penurunan
skor yang terjadi dimungkinkan karena partisipan telah mengetahui arahan
hidupnya di masa depan atau telah memiliki skor orientasi masa depan yang
tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis
pada tanggal 20 September 2017 kepada partisipan seusai mengikuti
pelatihan konsep diri. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa seorang
partisipan telah memiliki perencanaan yang matang setelah lulus kuliah dan
telah menentukan akan berkarir dalam bidang yang ia minati. Sementara 3
orang partisipan lainnya merasa pelatihan konsep diri yang diikuti tidak
memberikan dampak bagi dirinya dan perlu dikembangkan lagi dengan
memberikan pilihan-pilihan profesi yang lebih spesifik agar peserta memiliki
gambaran akan pilihan-pilihan profesi di masa depan.
Hasil penelitian ini mendukung pernyataan yang disampaikan oleh
Fitts (1971) bahwa diri individu memiliki dua makna yang berbeda yaitu
makna diri sebagai objek (self as object) dan diri sebagai proses (self as
process). Diri secara utuh merupakan hasil dari interaksi kedua makna diri
melalui segenap dimensi konsep diri. Dimensi inilah yang akan turut
memengaruhi orientasi masa depan individu dimana setiap dimensi
merupakan representasi keadaan diri individu di masa lalu, masa sekarang,
yang pada akhirnya menentukan gambaran diri di masa yang akan datang.
Sama halnya dengan Damon dan Hart (1988) yang mengungkapkan bahwa
seiring dengan tahap perkembangan individu, ia akan menggunakan
pemahaman atas dirinya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan serta
mengelola pemahaman diri berdasarkan keyakinan dan perencanaan akan
masa depan. Hal ini berarti segenap pengetahuan dan persepsi tentang diri
81
memiliki peran penting dalam perkembangan orientasi masa depan
Penulis mengajukan beberapa dalil untuk menjelaskan penyebab
terjadinya pebedaan skor pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah
diberikannya perlakuan. Dalil yang pertama yaitu pelatihan konsep diri
disusun dengan pendekatan experiental learning menurut Kolb (1984).
Melalui experiental learning, partisipan penelitian tidak hanya menerima
materi yang diajarkan tetapi juga terlibat secara aktif mengalami materi
tersebut. Pelatihan konsep diri dirancang sesuai dengan 4 langkah
experiental learning menurut Kolb (1984) antara lain yaitu (1) Concrete
experience; (2) observation and reflection; (3) formations of abstract
concept and generalizations; (4) testing implementation. Keempat langkah
tersebut oleh penulis kemudian diejawantahkan ke dalam 9 aktivitas dimana
masing-masing aktivitas disusun berdasarkan dimensi konsep diri menurut
Fitts (1971). Pada saat partisipan mengikuti rangkaian pelatihan konsep diri,
mereka akan melalui 4 langkah experiental learning terkait materi konsep
diri. Pendekatan experiental leaning dalam pelatihan konsep diri
memfasilitasi peserta untuk mengalami secara langsung pembentukan
konsep dirinya. Dengan experiental learning partisipan tidak hanya
mengetahui konsep dirinya tetapi juga secara aktif terlibat dalam
pembentukan dan rekonstruksi konsep diri yang baru. Pernyataan tersebut
didukung oleh hasil penelitian Baker dan Robinson (2016) yang
mengungkapkan bahwa siswa yang terlibat dalam experiental learning
memiliki skor kreativitas yang lebih tinggi dalam bidang spesifik yang
dipelajari.
Dalil yang kedua adalah karena rangkaian pelatihan konsep diri
disusun dari model multidimensional konsep diri yang dikembangkan oleh
Fitts (1971). Sebuah model multidimensional tentunya memiliki level
82
abstraksi yang lebih luas dan mencakup lebih banyak komponen. Sesuai
dengan pernyataan Jarvis, Podsakoff dan MacKenzie (2003) bahwa konstruk
multidimensional adalah konstruk yang dibentuk dari konstruk laten, yang
didalamnya termasuk konstruk unidimensional dengan arah indikatornya
dapat berbentuk reflektif maupun formatif. Sembilan aktivitas yang telah
diterapkan dikembangkan dari 8 komponen konsep diri antara lain identity
self, behavioral self, judging self, physical self, moral ethical self, personal
self, family self, dan social self. Karena cakupan dimensi konsep diri yang
lebih luas dan komponen yang lebih beragam, partisipan penelitian dapat
memiliki gambaran yang komprehensif terhadap konsep dirinya. Gambaran
yang utuh terhadap konsep diri inilah yang pada akhirnya membantu
partisipan untuk mengembangkan orientasi masa depan.
Kemudian dalil berikutnya yaitu bentuk aktivitas yang dilakukan juga
turut berperan dalam perbedaan skor pretest dan posttest. Dalam proses
penyusunan modul, setiap komponen konsep diri akan dikemas dalam
bentuk aktivitas sesuai dengan pengertian kosep dan operasional komponen
tersebut. Misalnya agar partisipan mampu menggambarkan identitas dirinya
(identity self) penulis memberikan perlakuan aktivitas 1 (define yourself)
yang mengajak partisipan untuk mengisi lembar kerja yang berisi
pertanyaan-pertanyaan tentang diri termasuk label-label dan simbol-simbol
yang melekat pada dirinya yang disadari. Dengan lembar kerja tersebut
partisipan dapat mendeskripsikan karakteristik dirinya dari apa yang mereka
ketahui baik itu positif maupun negatif. Gambar 4.1 berikut ini ialah contoh
lembar kerja aktivitas 1 yang telah diisi oleh partisipan penelitian.
83
Gambar 4.1. Contoh Lembar Kerja Define Yoursef Setelah Diisi Partisipan
Dari gambar tersebut terlihat salah seorang partisipan berusaha untuk
mengisi lembar kerja secara jujur melalui pengalaman langsung serta
pengamatan dan observasi terhadap dirinya sendiri. Setelah selesai mengisi,
partisipan kemudian akan mengungkapkan hasil kerjanya di dalam kelompok
bersama dengan fasilitator, dan anggota kelompok diberikan waktu untuk
menanggapi partisipan tersebut. Keberanian untuk mengakui secara jujur dan
menceritakan dalam kelompok akan membuat partisipan menerima keadaan
diri seutuhnya.
Selanjutnya pada aktivitas ke 2 (every part of me), peserta diajak
untuk menyadari segala tingkah lakunya yang muncul pada situasi tertentu
(behavioral self). Tingkah laku individu termasuk diantaranya kebiasaan,
84
pengambilan keputusan, dan hal-hal yang mendorongnya untuk memiliki
sikap dan perilaku tertentu. Gambar 4.2 berikut ini adalah contoh lembar
kerja aktivitas 2 yang sudah diisi oleh partisipan.
Gambar 4.2. Contoh Lembar Kerja Every Part Of Me Setelah Diisi Oleh
Partisipan
Lembar kerja aktivitas 2 dikemas dalam bentuk puzzle bagian tubuh
manusia. Masing-masing bagian tubuh berisi pertanyaan reflektif yang harus
diisi oleh peserta. Setelah mengisi puzzle tersebut peserta akan menyusunnya
satu persatu sambil bercerita di dalam kelompok. Selama proses bercerita di
dalam kelompok, masing-masing partisipan akan mulai menyadari sikap dan
perilakunya serta segenap karakteristik yang ada dalam dirinya. Fasilitator
dan anggota kelompok yang lain akan memberikan tanggapan dan
menguatkan peserta selama aktivitas berlangsung.
85
Aktivitas 1 dan 2 di atas bertujuan untuk mengajak partisipan
menyadari dan menerima gambaran diri yang sebenarnya yang selama ini
disangkal atau tidak diinginkan. Sesuai dengan pernyataan Rogers (dalam
Feist & Feist, 2011) bahwa segala pengetahuan tentang diri dapat diakses,
dicari dan dipahami hingga menuju kesadaran kita. Rogers juga
menyampaikan salah satu cara untuk menyelaraskan antara diri sebenarnya
dan diri ideal, individu dapat mengembangkan persepsi positif, dan mulai
menerima diri yang sebenarnya, tidak terlalu mengkhawatirkan apa yang
orang lain inginkan, dan meningkatkan pengalaman positif di dunia. Dengan
mengikuti aktivitas 1 dan aktivitas 2, partisipan dapat melihat segenap
kelebihan dan kelemahan dirinya, kemudian menyusunnya menjadi satu
bagian utuh dirinya melalui simbol puzzle bagian tubuh manusia.
Pada aktivitas 3 (dead poet society) dan aktivitas 4 (the unspoken
words) partisipan masih dalam kelompok kecil bersama dengan seorang
fasilitator, untuk berdiskusi maupun mengungkapkan apa yang sedang di
alami. Untuk aktivitas ke 4 partisipan akan diajak untuk merekonstruksi
ulang konsep diri negatif yang dimiliki karena pengalaman hidup individu,
dengan cara menulis surat untuk dirinya sendiri di masa lalu. Proses ini akan
memfasilitasi partisipan untuk melihat kembali peristiwa-peristiwa dalam
hidupnya melalui sudut pandang yang baru, sehingga akhirnya ia akan
memiliki pemaknaan yang baru terhadap peristiwa tersebut. Pernyataan
tersebut didukung oleh Pennebaker (1997) yang mengungkapkan bahwa
ketika seseorang menulis pengalaman hidupnya di masa lalu, ia akan
dihadapkan kembali kepada peristiwa-peristiwa di masa lalu namun dengan
pikiran dan perasaan yang lebih baru dalam melihat dirinya. Proses ini
melibatkan rekonstruksi kognitif terhadap pemaknaan diri sehingga individu
mampu menerima keadaan diri seutuhnya.
86
Selanjutnya, untuk aktivitas 5 hingga aktivitas 9, penulis dibantu oleh
narasumber dan pemateri yang memiliki kapasitas untuk membawakan
materi-materi yang telah ditentukan. Keberadaan narasumber dan pemateri
memiliki peran penting mengingat latar belakang pemateri yang sudah
berpengalaman dan narasumber sebagai pelaku utama dapat membuat
pelaksanaan pelatihan konsep diri menjadi lebih efektif dan reliabel. Selain
itu, adanya proses verifikasi oleh pemateri dan narasumber, akan
memperdalam pemahaman partisipan yang telah diperoleh pada tahap
sebelumnya. Hal ini juga akan membuat pengetahuan partisipan terkait
dengan konsep dirinya akan lebih komprehensif sehingga membantu
partisipan untuk mengimplementasikan materi-materi yang sudah diterima.
Secara umum rata-rata skor evaluasi pelatihan konsep diri tahap 1
berada dalam kategori cukup memuaskan dan sangat memuaskan. Terdapat
tiga komponen pada tahap 1 yang masuk dalam kategori cukup memuaskan
yaitu penguasaan materi pelatihan, cara penyajian materi, dan penggunaan
alat bantu. Sementara itu sisanya 4 komponen yang lain seperti manfaat
materi, interaksi dengan peserta, suasana dalam pelatihan, dan sikap tim
penyelenggara masuk dalam kategori sangat memuaskan. Sementara itu pada
tahap kedua, secara umum rata-rata skor evaluasi juga berada dalam kategori
cukup memuaskan dan sangat memuaskan. Namun kali ini hanya terdapat 1
komponen pada tahap 2 yang masuk dalam kategori cukup memuaskan yaitu
penggunaan alat bantu. Sementara itu sisanya 6 komponen yang lain masuk
dalam kategori sangat memuaskan. Meski hasil evaluasi secara umum
tergolong memuaskan, namun sebagai model intervensi maupun dalam
konteks penelitian, penulis merasa perlu banyak dilakukan pembenahan di
segala sisi sehingga kedepannya pelatihan ini dapat dilaksanakan lebih baik
lagi khususnya terkait peningkatan orientasi masa depan individu.
87
4.10. Kekuatan dan Kelemahan Penelitian
4.10.1. Kekuatan Penelitian
1. Penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya di Fakultas
Psikologi UKSW maupun di institusi manapun sehingga pelatihan
konsep diri ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pihak
Fakultas maupun Universitas untuk menyelenggarakan pelatihan
konsep diri untuk meningkatkan orientasi masa depan mahasiswa
2. Pelatihan konsep diri disusun dengan model experiental learning
yang memfasilitasi partisipan untuk mengalami secara langsung
pembentukan konsep diri, sehingga partisipan memiliki
pemahaman mengenai konsep diri yang mendalam.
3. Seluruh aktivitas pada pelatihan konsep diri dikembangkan dari
model multidimensional konsep diri yang dikembangkan oleh Fitts
(1971) dibawah pengawasan oleh Psikolog Pendidikan sebagai
expert judgement. Model multidimensional konsep diri
memungkinkan partisipan untuk memperoleh pemahaman konsep
diri secara menyeluruh.
4.10.1. Kelemahan Penelitian
1. Penelitian ini menggunakan desain eksperimen kuasi one-group
pretest-posttest design, dimana hanya terdapat satu kelompok
sampel subjek yang diberikan perlakuan. (Azwar, 2017)
mengungkapkan bahwa desain ini rentan akan faktor maturitas
dan faktor histori karena tidak terdapat kelompok kontrol.
2. Jumlah sampel yang diperoleh dalam penilitian ini diambil
dengan teknik insidental sampling. Oleh karena itu pengambilan
sampel dalam penelitian ini tidak dapat dikatakan representatif
berdasarkan angkatan kuliahnya.
88
3. Hasil evaluasi pada tahap 1 terdapat 3 komponen yang masuk ke
dalam kategori cukup memuaskan antara lain penguasaan materi
pelatihan, cara penyajian materi, dan penggunaan alat bantu. Hal
ini menunjukkan bahwa persiapan enumerator dan fasilitator
pelatihan perlu dilakukan dengan lebih baik kedepannya.
4. Pada pelatihan konsep diri tidak dilakukan pengukuran pada
masing-masing aktivitas. Pengukuran hanya dilakukan setelah
seluruh rangkaian pelatihan konsep diri selesai diberikan. Hal ini
menyebabkan tidak diketahuinya dampak pemberian perlakuan
untuk setiap aktivitas. Dampak perlakuan hanya diketahui setelah
seluruh rangkaian diberikan.