BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Nilem...

12
25 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Nilem yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila 4.1.1 Kerusakan Tubuh Berdasarkan hasil pengamatan, gejala klinis yang pertama kali terlihat setelah ikan diinfeksikan bakteri Aeromonas hydrophila 10 8 cfu/ml adalah kerusakan dipermukaan tubuh ikan berupa peradangan, pembengkakkan di daerah bekas suntikan (Gambar 4), kemudian berkembang menjadi tukak (Gambar 5) dan mulai terjadi kematian di hari kedua. Gejala klinis tersebut terlihat setelah 18 jam penginfeksian dan terjadi pada semua perlakuan. Menurut Runnels (1965) dalam Hariyani (2012), radang yang terjadi merupakan reaksi pertama dari hewan secara vaskuler dan seluler terhadap serangan bakteri yang masuk ke dalam tubuhnya yang menimbulkan kerusakan pada jaringan. Menurut Irianto (2003) penyakit MAS ditandai oleh adanya luka- luka kecil di permukaan tubuh (yang mengakibatkan lepasnya sisik), pendarahan (hemoragik) lokal, eksoptalmia serta pembengkakan abdominal. Gambar 4. Peradangan pada ikan Gambar 5. Tukak pada ikan (Sumber : Dokumentasi Pribadi 2013)

Transcript of BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Nilem...

25

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gejala Klinis Ikan Nilem yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila

4.1.1 Kerusakan Tubuh

Berdasarkan hasil pengamatan, gejala klinis yang pertama kali terlihat

setelah ikan diinfeksikan bakteri Aeromonas hydrophila 108 cfu/ml adalah

kerusakan dipermukaan tubuh ikan berupa peradangan, pembengkakkan di daerah

bekas suntikan (Gambar 4), kemudian berkembang menjadi tukak (Gambar 5) dan

mulai terjadi kematian di hari kedua. Gejala klinis tersebut terlihat setelah 18 jam

penginfeksian dan terjadi pada semua perlakuan.

Menurut Runnels (1965) dalam Hariyani (2012), radang yang terjadi

merupakan reaksi pertama dari hewan secara vaskuler dan seluler terhadap

serangan bakteri yang masuk ke dalam tubuhnya yang menimbulkan kerusakan

pada jaringan. Menurut Irianto (2003) penyakit MAS ditandai oleh adanya luka-

luka kecil di permukaan tubuh (yang mengakibatkan lepasnya sisik), pendarahan

(hemoragik) lokal, eksoptalmia serta pembengkakan abdominal.

Gambar 4. Peradangan pada ikan

Gambar 5. Tukak pada ikan

(Sumber : Dokumentasi Pribadi 2013)

26

Perendaman dengan ekstrak buah mengkudu dilakukan pertama kali pada

saat 29 jam setelah penyuntikan. Hal ini dilakukan karena 18 jam setelah

penginfeksian bakteri Aeromonas hydrophila ikan pada semua perlakuan sudah

menunjukkan gejala klinis berupa pembengkakan dan perdangan tapi belum sama

rata kondisinya. 29 jam setelah penyuntikan semua ikan uji mengalami gejala

klinis yang sama kerusakannya. Setelah itu langsung dilakukan perendaman

dengan ekstrak buah mengkudu selama 24 jam.

Pada hari pertama setelah perendaman dengan ekstrak buah mengkudu,

tidak terjadi kematian pada seluruh perlakuan. Sedangkan peradangan dan

pembengkakkan pada setiap ikan uji pada kelima perlakuan mulai terlihat

berbeda-beda. Pada hari pertama radang yang terjadi pada perlakuan A dan B

merupakan keadaan yang paling parah. Dimana ada ikan uji yang sudah terluka

dipermukaan tubuhnya mulai susah untuk berenang dan hanya berada di sekitar

batu aerasi.

Pada hari ke-2 masa pemeliharaan, mulai terjadi kematian pada ikan uji

disetiap perlakuan. Perkembangan radang dan pembengkakkan pada perlakuan A

(kontrol) merupakan yang paling parah diantara perlakuan lainnya. Hal ini

disebabkan perlakuan A tidak diberi ekstrak buah mengkudu, sedangkan

perlakuan B (70 ppm), C (90 ppm), D (110 ppm) dan E (130 ppm) diberikan

ekstrak buah mengkudu.

Kematian terus terjadi hingga hari ke-8 masa pemeliharaan. Keadaan ikan

uji pada semua perlakuan mulai membaik. Radang dan pembengkakkan yang

terlihat hanya di perlakuan A saja. Pada perlakuan lain radang sudah tidak terlihat,

hanya dibeberapa ikan uji masih terjadi pengelupasan sisik yang masih terjadi.

Peradangan dan luka yang berada di tubuh ikan uji sudah mulai sembuh dan

membaik.

Dari hari ke-9 hingga hari terakhir masa pemeliharaan yaitu hari ke-14,

tidak lagi terjadi kematian. Tapi kerusakan pada permukaan tubuh ikan pada

perlakuan A tetap terjadi hingga akhir pengamatan. Pada hari ke-9 ikan yang

bertahan hidup mulai mengalami pemulihan dari tukak dan pembengkakan

(Gambar 8). Sedangkan pada hari ke-10 dan seterusnya tidak lagi terjadi kematian

27

pada ikan. Kondisi ikan pada hari ke-14 terlihat sangat baik, pembengkakan dan

perdarahan tidak terlihat lagi. Kecuali pada perlakuan A semua ikan uji tampak

sembuh. Perlakuan A (kontrol) juga tidak mengalami kematian lagi hingga hari

ke-14, kondisi ikan uji terlihat luka dan sisik terkelupas disekujur tubuh ikan

(Gambar 9 a-c).

Gambar 8. Penyembuhan Tukak pada Ikan Hari ke-9

(Sumber : Dokumentasi Pribadi 2013)

(a) (b)

(c)

Gambar 9. Kondisi Ikan Uji pada Perlakuan Kontrol Hari ke-14

(a). ikan uji yang kehilangan sisik dan bengkak

(b). bintik merah pada ikan uji (c). luka pada tubuh ikan uji

(Sumber : Dokumentasi Pribadi 2013)

Kerusakan jaringan organ di permukaan tubuh benih ikan nilem ini

merupakan akibat dari toksin yang di keluarkan oleh bakteri Aeromonas

hydrophila yang terbawa aliran darah ke seluruh tubuh. Menurut Lallier (1984)

Toksin yang disebarkan keseluruh tubuh melalui aliran darah menyebabkan

hemolisis dan pecahnya pembuluh darah yang mengakibatkan bercak merah pada

tubuh ikan.

28

Salah satu senyawa yang terkandung dalam ekstrak buah mengkudu adalah

saponin. Menurut Harbone (1987), mekanisme saponin dalam menyembuhkan

luka dengan cara memacu pembentukan kolagen, dimana kolagen merupakan

struktur protein yang berperan dalam proses penyembuhan luka. Saponin

merupakan glikosida tripena dan sterol yang berfungsi sebagai senyawa aktif

bersifat seperti sabun dan dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya

membentuk busa dan menghemolisis darah.

Dari uraian di atas terlihat bahwa ikan uji yang di beri perlakuan dengan

perendaman ekstrak buah mengkudu mengalami penyembuhan, sedangkan ikan

uji yang tidak di beri ekstrak buah mengkudu mengalami peradangan yang tidak

mengalami penyembuhan sehingga mengalami kematian. Hal ini membuktikan

bahwa bahan aktif yang terdapat pada ekstrak buah mengkudu dapat

menyembuhkan dan mengurangi peradangan yang di akibatkan serangan bakteri

Aeromonas hydrophila.

4.1.2 Respon Pakan

Berdasarkan hasil pengamatan hari ke-1 setelah perendaman dengan

ekstrak buah mengkudu, respon pakan tidak ada sama sekali dan pada hari ke-2

respon pakan sudah mulai terlihat di beberapa perlakuan (Tabel 1). Menurut

Nabib dan Pasaribu (1989) dalam Hariyani (2012), respon makan ikan sangat

sedikit karena ikan mengalami stres pasca penyuntikan. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Kordi dan Gufran (2004) bahwa stres juga dapat mengakibatkan

menurunnya kepekaan ikan terhadap lingkungan sekitar.

Benih ikan nilem yang tidak diberikan ekstrak buah mengkudu perlakuan

A (kontrol) kurang responsif terhadap pakan yang diberikan hingga akhir

pengamatan. Terlihat dengan banyak sisa pakan yang mengendap di dasar

akuarium saat dilakukan penyiponan. Keadaan ini diduga disebabkan oleh reaksi

yang ditimbulkan akibat penyebaran dan aktivitas bakteri di seluruh tubuh benih

ikan nilem yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Sebagaimana pendapat

Angka et al. (1981) serangan bakteri Aeromonas hydrophila mengakibatkan nafsu

makan ikan menjadi hilang hingga terjadi kematian. Menurut Austin (1993)

29

masuknya bakteri ke organ tubuh khususnya organ sistem pencernaan melalui

cairan tubuh dan aliran darah dapat mengakibatkan gangguan pencernaan ikan

yang terinfeksi bakteri.

Tabel 1. Respon Benih Ikan Nilem Selama Masa Penelitian Terhadap Pakan

Hari

ke-

Perlakuan

A B C D E

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

1

2

3

4

5

6

7-14

-

-

-

-

-

+

+

-

-

-

-

-

-

+

-

-

-

-

-

+

+

-

-

-

-

-

+

++

-

-

-

-

+

+

+

-

-

-

-

-

+

++

-

-

+

+

++

++

++

-

-

+

++

++

++

++

-

-

-

+

+

++

++

-

+

++

++

++

++

++

-

+

++

++

++

++

++

-

+

++

++

++

++

++

-

+

+

++

++

++

++

-

-

+

+

++

++

++

-

+

+

+

++

++

++

Keterangan : (++) Respon pakan normal

(+) Respon pakan rendah

(-) Respon pakan tidak ada

Pada tabel 1 terlihat respon pakan benih nilem yang terinfeksi bakteri

Aeromonas hydrophila terhadap pakan pada perlakuan B (70 ppm) yang diberi

ekstrak mengkudu dari hari ke-1 hingga hari ke-4 tidak ada respon terhadap

pakan. Mulai hari ke-6 hingga hari ke-14 respon pakan sudah berjalan normal.

Pada perlakuan C yang diberi ekstrak 90 ppm, dari hari ke-1 hingga hari ke-2

respon pakan tidak ada. Mulai hari ke-4 hingga hari ke-14 respon pakan mulai ada

dan kembali normal. Perlakuan D dengan penambahan ekstrak 110 ppm respon

pakan rendah sampai hari ke-2, kemudian respon pakan kembali normal mulai

hari ke-3 hingga ke-14. Pada perlakuan E dengan pemberian ekstrak buah

mengkudu sebesar 130 ppm, respon pakan rendah terjadi hingga hari ke-4

sedangkan hari ke-5 hingga ke-14 respon pakan kembali normal.

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa ikan uji yang diberi perlakuan

ekstrak buah mengkudu dapat mengembalikan respon ikan nilem terhadap pakan

secara normal, sedangkan perlakuan A (kontrol) yang tidak diberi ekstrak buah

mengkudu respon pakannya rendah. Hal ini diduga karena senyawa yang

terkandung dalam ekstrak buah mengkudu berperan sebagai antibakteri telah

bereaksi dan efektif menghambat penyakit MAS dan memperbaiki kerusakan pada

jaringan tubuh ikan nilem akibat infeksi bakteri Aeromonas hydrophila.

30

4.1.3 Uji Refleks

Ikan nilem yang terinfeksi MAS akibat bakteri Aeromonas hydrophila

mengalami penurunan respon terhadap kejutan. Uji refleks dilakukan dengan cara

menepuk dinding akuarium pada setiap perlakuan (Tabel 2).. Hasil yang diperoleh

memperlihatkan bahwa pada hari ke-1 hingga hari ke-2 tidak ada respon yang

berarti, hal ini disebabkan karena ikan mengalami stress akibat suntikan dan

infeksi dari bakteri Aeromonas hydrophila yang mulai menyebar keseluruh tubuh

ikan.

Tabel 2. Respon Benih Nilem Selama Masa Penelitian Terhadap Kejutan

Hari

ke-

Perlakuan

A B C D E

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

1 - - - - - - - - - - - - - - -

2 - - - - - - - - - - - - - - -

3 - - - + + + + + + + + + + + +

4 - - - + + + + + + + + + + + +

5 - - + + + + + + + + + + + + +

6 + + + + + + + + + + + + + + +

7-14 + + + + + + + + + + + + + + +

Keterangan : (+) Adanya reflex

(-) Tidak adanya reflex

Dari tabel 2 terlihat bahwa pada hari ke-3 hingga hari ke-14 pada

perlakuan yang diberi ekstrak buah mengkudu perlakuan B (70 ppm), C (90 ppm),

D (110 ppm), dan E (130 ppm) seluruh ikan memberikan respon (+) dimana ikan

tersebut menjauhi sumber tepukan. Sedangkan pada perlakuan kontrol A (0 ppm)

respon (+) baru tampak dihari ke-6. Hal ini disebabkan oleh zat anti bakteri yang

terkandung dalam buah mengkudu antara lain minyak atsiri, alkaloid, saponin,

flavonoid, polifenol dan antrakuinon sudah mulai bereaksi dan mengobati benih

nilem pada hari ke-3 sehingga mengalami kesembuhan dari serangan bakteri

Aeromonas hydrophila. Menurut Heath (1987) Masuknya larutan ekstrak buah

mengkudu kedalam tubuh ikan bisa melalui insang, makanan, air yang diminum,

dan melalui kulit.

31

4.2 Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nilem yang Terserang Penyakit MAS

Setelah Pengobatan dengan Ekstrak Buah Mengkudu

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kematian benih ikan nilem yang di

infeksikan bakteri Aeromonas hydrophila dengan penggunaan ekstrak buah

mengkudu dalam perlakuan yang berbeda konsentrasi menghasilkan mortalitas

yang berbeda-beda. Selama 14 hari masa pemeliharaan menunjukkan bahwa pada

perlakuan A (kontrol) mengalami rata-rata kematian hingga akhir pengamatan

yaitu sebanyak 10 ekor. Sedangkan pada perlakuan B (70 ppm) hingga akhir

pengamatan mengalami kematian sebanyak 2 ekor. Pada perlakuan C (90 ppm)

mengalami kematian sebanyak 3 ekor. Pada perlakuan D (110 ppm) hanya ada 1

ekor ikan yang mati hingga akhir masa pemeliharaan. Pada perlakuan E (130

ppm) ada 2 ekor ikan yang mati (Tabel 3).

Tabel 3. Mortalitas Benih Ikan Nilem Sesudah Direndam dengan Ekstrak

Buah Mengkudu.

P Mortalitas ikan uji hari ke- pengamatan Jumlah ikan Rata-

rata

ikan

mati

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 mati hidup

A1 - 4 - 2 - 1 2 1 - - - - - - 10 5 10,3

ekor A2 - 5 1 - - 1 - 4 - - - - - - 11 4

A3 - 2 - 3 1 1 - 3 - - - - - - 10 5

B1 - 1 1 - - - - - - - - - - - 2 13 2,3

ekor B2 - 2 - 1 - - - - - - - - - - 3 12

B3 - - 1 1 - - - - - - - - - - 2 13

C1 - 4 - - - - - - - - - - - - 4 11 3,6

ekor C2 - - - - - - - - - - - - - - 0 15

C3 - 5 - 2 - - - - - - - - - - 7 8

D1 - 1 - - - - - - - - - - - - 1 14 0,3

ekor D2 - - - - - - - - - - - - - - 0 15

D3 - - - - - - - - - - - - - - 0 15

E1 - - - - - - - - - - - - - - 0 15 2 ekor

E2 - 2 - - - - - - - - - - - - 2 13

E3 - - 2 2 - - - - - - - - - - 4 11

Keterangan : P : perlakuan

A : perendaman 0 ppm ekstrak buah mengkudu

B : perendaman 70 ppm ekstrak buah mengkudu

C : perendaman 90 ppm ekstrak buah mengkudu

D : perendaman 110 ppm ekstrak buah mengkudu

E : perendaman 130 ppm ekstrak buah mengkudu

1,2,3 : pengulangan

32

Berdasarkan hasil sidik ragam (lampiran 7) menunjukkan bahwa

penggunaan ekstrak buah mengkudu untuk pengobatan penyakit MAS pada benih

ikan nilem dengan perendaman 24 jam memberikan pengaruh yang berbeda nyata

terhadap kelangsungan hidup benih ikan nilem pada setiap perlakuan. Hasil uji

jarak berganda Duncan dengan taraf 5% menunjukkan bahwa perlakuan A (0

ppm), C (90 ppm), dan D (110 ppm) berbeda nyata, sedangkan perlakuan B (70

ppm) dan E (130 ppm) tidak memberikan perbedaan yang nyata (Tabel 4).

Tabel 4. Rata-Rata Kelangsungan Hidup Ikan Nilem setelah direndam

Ekstrak Buah Mengkudu dan Signifikasi Perlakuan

Kosentrasi ekstrak

buah mengkudu

(ppm)

Kelangsungan

hidup (%)

Hasil transformasi

Ke- Arcsin

Signifikasi

(A) 0

(B) 70

(C) 90

(D) 110

(E) 130

31,1

84,46

75,53

97,76

86,66

33,86

66,88

65,26

88,63

72,5

a

c

b

d

c

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada

pengaruh yang berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.

Pada Tabel 4 terlihat bahwa benih nilem pada perlakuan A atau kontrol (0

ppm) yaitu yang tidak direndam dalam ekstrak buah mengkudu menghasilkan

kelangsungan hidup lebih rendah dibandingkan dengan benih nilem yang

direndam dalam ekstrak buah mengkudu yaitu perlakuan B (70 ppm), C (90 ppm),

D (110 ppm) dan E (130 ppm). Hal ini memperlihatkan bahwa eksrak buah

mengkudu mengandung zat aktif sebagai anti bakteri yaitu Acubin, L

asperuloside, alizarin, Antraquinon dan Flavonoid yang dapat menghambat

serangan bakteri Aeromonas hydrophila pada benih, maka dari itu kematian benih

nilem yang terserang Aeromonas pun dapat ditekan.

Pada perlakuan A (tanpa direndam dalam ekstrak mengkudu) persentasi

kelangsungan hidup benih ikan nilem hingga akhir masa pemeliharaan hanya

31,1%. Pada kondisi ini benih nilem yang terserang Aeromonas hydrophila hanya

mengandalkan antibodi alami yang dibentuk tubuh dalam kondisi normal, hal ini

33

mengakibatkan ikan lemah hingga mengalami kematian yang lebih tinggi jika

dibandingkan dengan perlakuan lainnya yang diberi ekstrak buah mengkudu.

Pada perlakuan B (70 ppm) presentase kelangsungan hidup benih ikan

nilem sebesar 84,46%. Sedangkan pada perlakuan C (90 ppm) presentase

kehidupan 75,53% sementara perlakuan D (110 ppm) merupakan perlakuan yang

paling efektif dengan presentase kelangsungan hidup tertinggi yaitu 97,76% dan

perlakuan E (130 ppm) memiliki presentase kehidupan 86,66%. Perbedaan

presentasi kelangsungan hidup pada setiap perllakuan tersebut disebabkan karena

adanya perbedaan bahan aktif antibakteri pada setiap konsentrasi.

Pada perlakuan B (70 ppm) dan E (130 ppm) memberikan kelangsungan

hidup yang tidak berbeda nyata dan lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan

D (110 ppm). Pada perakuan B konsentrasi ekstrak buah mengkudu yang

diberikan belum optimal dalam menghambat serangan bakteri Aeromonas

hydrophila, sehingga kematian benih lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan

D (Tabel 3). Dilihat dari mortalitasnya, perlakuan mengalami kematian pada hari

ke-2 hingga hari ke-4 sebanyak 15,54%. Dan dilihat dari gejala klinisnya,

perlakuan B mengalami penyembuhan mulai hari ke-5 setelah dilakukan

perendaman. Diduga sebelum ekstrak buah mengkudu bekerja maksimal

mengobati luka dan tukak, benih ikan nilem yang sudah terserang MAS dan

rentan terhadap penyakit tidak kuat lalu mengalami kematian karena kurangnya

konsentrasi pemberian ekstraknya sendiri.

Pada perlakuan E (130 ppm) menghasilkan kelangsungan hidup yang

cenderung sama dengan perlakuan B (70 ppm), namun perlakuan E tetap lebih

baik presentase kelangsungan hidup yang diperoleh sebesar (86,66%). Dan dari

gejala klinis juga perlakuan E mengalami penyembuhan mulai dari hari ke-3

setelah perendaman ekstrak buah mengkudu. Hal ini di sebabkan karena terlalu

besarnya konsentrasi ekstrak buah mengkudu yang diberikan pada saat

perendaman sehingga ekstrak buah mengkudu menjadi toksik. Buah mengkudu

mengandung saponin, dimana saponin dapat menyebabkan keracunan pada ikan

nilem. Harborne (1987) mengungkapkan bahwa senyawa saponin dalam

konsentrasi tinggi yang melewati batas toleransi tubuh dapat menimbulkan

34

keracunan bahkan sering mematikan. Dan dari uji pendahuluan LC50 24jam

diketahui bahwa konsentrasi sebesar 123 ppm merupakan LC10 yang berarti

dengan konsentrasi 123 ppm dapat membunuh 10% benih ikan nilem mati pada

perendaman 24 jam dengan ekstrak buah mengkudu.

Sedangkan pada perlakuan C (90 ppm) memberikan kelangsungan hidup

sebesar 75,53%. Di duga kondisi tubuh benih ikan nilem yang sudah terinfeksi

MAS menjadi lemah sudah tidak bisa mentolerir serangan bakteri Aeromonas

hydrophila, sehingga hari ke-2 banyak terjadi kematian pada benih ikan nilem dan

juga diduga benih nilem pada perlakuan C memiliki antibodi alami yang rendah

hingga tidak kuat terhadap serangan Aeromonas hydrophila, akibatnya terjadi

kematian. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ganiswara (1995) bahwa antibodi

tubuh yang terbentuk secara alami pada ukuran benih masih rentan terhadap

serangan penyakit, sehingga diperlukan senyawa atau zat dari luar tubuh yang

dapat merespon kerja antibodi dengan baik.

Perlakuan D (110 ppm) merupakan perlakuan dengan presentase

kelangsungan hidup tertinggi yaitu 97,76%. Dari gejala klinis juga perlakuan D

mengalami penyembuhan pada hari ke-2 setelah perendaman. Berdasarkan

pengamatan selama masa pemeliharaan, zat aktif yang terdapat pada ekstrak buah

mengkudu dengan konsentrasi 110 ppm dapat menghambat serangan bakteri

Aeromonas hydrophila yang menyebabkan penyakit MAS pada benih ikan nilem.

Menurut Mursito (2005) dalam Hasnah (2009), Zat aktif yang terkandung dalam

buah mengkudu antara lain minyak atsiri, alkaloid, saponin, flavonoid, polifenol

dan antrakuinon. Menurut Bangun dan Sarwono (2005) dalam Hasnah (2009)

bahwa kandungan lainnya adalah terpenoid, asam askorbat, scolopetin, serotonin,

damnacanthal, resin, glikosida, eugenol dan proxeronin. Zat aktif ini bersama-

sama melawan bakteri Aeromonas hydrophila dan menyembuhkan penyakit

MAS. Menurut Djauhariya (2013) flavonoid merupakan senyawa antibakteri yang

paling banyak terdapat pada buah mengkudu. Flavonoid bersifat polar sehingga

lebih mudah menembus lapisan peptidoglikan yang juga bersifat polar pada

bakteri dari pada lapisan lipid yang nonpolar. Seperti pernyataan Dewi (2010)

aktivitas penghambatan ekstrak mengkudu pada bakteri Aeromonas hydrophila

35

menyebabkan terganggunya fungsi dinding sel sebagai pemberi bentuk sel dan

melindungi sel dari lisis osmotik. Dengan terganggunya dinding sel akan

menyebabkan lisis pada sel.

Hal ini membuktikan bahwa ekstrak buah mengkudu berfungsi sebagai

penambah antibodi selain antibodi alami yang dimiliki oleh tubuh ikan. Ekstrak

buah mengkudu juga terbukti memiliki zat antibakteri yang dapat menyembuhkan

penyakit MAS dengan hasil presentasi kelangsungan hidup perlakuan yang

ditambahkan ekstrak buah mengkudu berbeda nyata dengan kontrol tanpa

perendaman dengan ekstrak buah mengkudu. Pelczer dan Chan (1997)

berpendapat bahwa mekanisme zat antibakteri dalam menghambat pertumbuhan

bakteri dengan cara mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang

menyebabkan kebocoran nutrien dapat mengalami dehidrasi sehingga

menyebabkan membran sel menjadi rusak dan mengalami kematian.

Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkungannya.

Effendie (2003) mengungkapkan bahwa kualitas air yang baik dapat menunjang

kelangsungan hidup ikan. Hasil pengukuran kualitas air yang diperoleh selama

penelitian memperlihatkan bahwa kisaran suhu rata-rata pada saat penelitian

berada pada nilai optimal. Menurut Soeseno (1986) Kisaran suhu yang diperlukan

dalam pembudidayaan ikan nilem adalah anatara 180C – 28

0C. Kehidupan ikan

nilem mulai terganggu apabila suhu perairan menurun sampai 9oC – 10

oC atau

meningkat di atas 30oC. Aktivitas nilem terhenti pada perairan yang suhunya

dibawah 4oC atau di atas 38

oC.

Tabel 5. Kualitas Air selama Penelitian

Perlakuan Suhu

(oC)

pH DO

(mg/L)

A (0 ppm)

B (70 ppm)

C (90 ppm)

D (110 ppm)

E (130 ppm)

21-23

21-23

21-23

21-23

21-23

7,89

7,34

7,55

7,55

7,32

4,01

4,22

4,18

4,65

4,39

Optimal 18-28a 6,5-8,5

b 3-5

b

Keterangan : aSoeseno (1986),

bBoyd (1990),

36

Derajat keasaman (pH) selama penelitian di atas kisaran pH optimal,

menurut Boyd (1990) Derajat keasaman (pH) yang ideal bagi kehidupan ikan

berkisar antara 6,5 - 8,5. Kisaran kandungan oksigen terlarut (DO) pada saat

penelitian berada pada kisaran optimal sesuai dengan pernyataan Boyd (1990)

kadar oksigen terlarut yang baik dalam perairan minimal 3 mg/L dan optimal 5

mg/L. Jadi dapat dikatakan bahwa ikan pada perlakuan mengalami kematian

bukan karena kualitas air yang buruk.

Berdasarkan analisis regresi terbukti adanya pengaruh dari perendaman

dengan ekstrak buah mengkudu terhadap tingkat kelangsungan hidup pada benih

ikan nilem yang terkena penyakit MAS yang disebabkan oleh infeksi dari bakteri

Aeromonas hydrophila (lampiran 8). Dari hasil analisi regresi terlihat bahawa

antara konsentrasi ekstrak buah mengkudu dan kelangsungan hidup benih ikan

nilem yang terkena penyakit MAS yang disebabkan oleh infeksi bakteri

Aeromonas hydrophila menghasilkan hubungan kuadratik, dengan hasil

persamaan sebagai berikut Y = -41,31 x² + 98,26 x + 31,2. Setelah dilakukan

analisis regresi hingga mendapatkan persamaan hubungan kuadratik, dilakukan

lagi analisis hingga mendapatkan nilai R² sebesar 0,879490025. Dari nilai R²

dapat diketahui pengaruh perbedaan konsentrasi ekstrak buah mengkudu yang

diberikan pada perendaman terhadap kelangsungan hidup benih ikan nilem yang

terkena MAS adalah sebesar 87,95%. Dari hasil ini terbukti bahwa ekstrak buah

mengkudu dapat mengobati penyakit MAS yang menyerang benih ikan nilem

yang disebabkan oleh serangan bakteri patogen yaitu Aeromonas hydrophila.