BAB IV GAMBARAN UMUM EKONOMI PERDAGANGAN...

18
1 BAB IV GAMBARAN UMUM EKONOMI PERDAGANGAN ANTARA INDONESIA-AMERIKA SERIKAT DALAM KERANGKA TIFA 4.1. Sejarah dan Hubungan Ekonomi Bilateral Indonesia-Amerika Serikat dalam kerangka TIFA. Indonesia merupakan sebuah negara yang unik, karena seluruh wilayah Indonesia tersusun oleh gugusan pulau yang jumlahnya lebih dari tujuh belas ribu pulau. Wilayah Indonesia sendiri terletak di kawasan benua Asia bagian Tenggara. Selain itu, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, yaitu lebih dari 261 juta jiwa. Indonesia juga merupakan negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia dengan persentase lebih dari delapan puluh lima persen dari total jumlah penduduk Indonesia (Census Government, 2017). Berbeda dengan Indonesia, Amerika Serikat merupakan sebuah negara daratan yang terletak di benua Amerika bagian Utara. Amerika Serikat merupakan sebuah negara federal yang tersusun dari lima puluh negara bagian dan merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar ketiga di dunia, yaitu lebih dari 326 juta jiwa (Census Government, 2017).

Transcript of BAB IV GAMBARAN UMUM EKONOMI PERDAGANGAN...

1

BAB IV

GAMBARAN UMUM EKONOMI PERDAGANGAN ANTARA

INDONESIA-AMERIKA SERIKAT DALAM KERANGKA

TIFA

4.1. Sejarah dan Hubungan Ekonomi Bilateral Indonesia-Amerika Serikat

dalam kerangka TIFA.

Indonesia merupakan sebuah negara yang unik, karena seluruh wilayah

Indonesia tersusun oleh gugusan pulau yang jumlahnya lebih dari tujuh belas ribu

pulau. Wilayah Indonesia sendiri terletak di kawasan benua Asia bagian Tenggara.

Selain itu, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat

di dunia, yaitu lebih dari 261 juta jiwa. Indonesia juga merupakan negara dengan

jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia dengan persentase lebih dari delapan

puluh lima persen dari total jumlah penduduk Indonesia (Census Government,

2017). Berbeda dengan Indonesia, Amerika Serikat merupakan sebuah negara

daratan yang terletak di benua Amerika bagian Utara. Amerika Serikat merupakan

sebuah negara federal yang tersusun dari lima puluh negara bagian dan merupakan

negara dengan jumlah penduduk terbesar ketiga di dunia, yaitu lebih dari 326 juta

jiwa (Census Government, 2017).

2

Gambar 2. Peta lokasi Indonesia (hijau) dan Amerika Serikat (oranye).

Sumber : BlankMap-World6-Google Maps.

Pada dasarnya hubungan atau kontak awal antara Indonesia (Hindia

Belanda) dan Amerika Serikat telah dimulai sejak tahun 1801 di mana Amerika

Serikat memiliki Konsulat di Batavia Jakarta, hingga kemudian ditutup tahun 1942.

Hubungan kedua negara kemudian dilanjutkan ketika Indonesia merdeka di tahun

1945 hingga saat ini (US Government, 2017). Dalam hal ini, dinamika hubungan

bilateral antara Indonesia dan Amerika Serikat mengalami pasang surut sejak awal

kemerdekaan hingga saat ini. Hal ini dapat digambarkan seperti misalnya pada

masa pemerintahan awal, Presiden Soekarno bersikap anti Barat (AS) baik di dalam

penerapan politik luar negeri maupun dalam negerinya karena beberapa alasan,

seperti keinginan pemerintah Indonesia sebagai negara yang baru merdeka untuk

mandiri dari pengaruh-pengaruh Barat (Bunnel, 1996). Keadaan ini tentu saja

berubah drastis tatkala Presiden Soekarno lengser dan digantikan oleh rezim

Soeharto yang sangat pro terhadap Barat (AS) di dalam penerapan politik luar

negeri maupun dalam negerinya (Smith, 2003).

Dengan adanya penerapan sikap anti Barat oleh Presiden Soekarno, ternyata

hal tersebut memberikan dampak buruk terhadap perekonomian Indonesia.

Keadaan inilah yang kemudian coba dirubah oleh Presiden Soeharto yang mulai

menjabat menjadi Presiden Indonesia sejak tahun 1967. Dengan adanya warisan

3

hutang yang begitu banyak dari pemerintahan sebelumnya, Soeharto memutuskan

untuk beralih pandangan dengan pro terhadap blok Barat guna dapat menyelesaikan

permasalahan finansial keuangan Indonesia. Soeharto berpandangan bahwa kunci

untuk menyelesaikan permasalahan tersebut adalah dengan menjadikan Amerika

Serikat sebagai mitra kerjasama. Melalui tindakan dan sikap Presiden Soeharto

inilah, hubungan antara Indonesia dengan Amerika Serikat berangsur-angsur

membaik (Smith, 2003). Di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, perekonomian

Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan melalui Repelita

(Rencana Pembangunan Lima Tahun) yang dicanangkan oleh Presiden Soeharto.

Keberhasilan-keberhasilan pembangunan ekonomi di Indonesia inilah yang

kemudian menjadikan kerjasama bilateral Indonesia-Amerika Serikat di bidang

perekonomian semakin meningkat (Kemendag, 2017). Salah satu wujud nyata dari

kerjasama perekonomian antara kedua negara adalah dengan ditandatanganinya

komitmen kerjasama bilateral kedua negara melalui Trade and Investment

Framework Agreements (TIFA) di tahun 1996 (Kemendag, 2017).

Dalam masa peralihan kekuasaan dari Presiden Soeharto di akhir tahun

1990-an, Indonesia seperti banyak negara-negara di Asia Timur menderita akibat

adanya Krisis Finansial. Krisis Ekonomi di tahun 1997 (dimulai di Thailand dan

kemudian dengan cepat menyebar ke beberapa negara, termasuk Indonesia)

kemudian berimbas pada adanya depresiasi nilai rupiah. Keadaan seperti inflasi,

banyaknya perusahaan yang bangkrut (disebabkan oleh adanya hutang jangka

pendek perusahaan dan perilaku bisnis yang korup), serta hampir runtuhnya sistem

perbankan Indonesia. Pada tahun 1998, GDP riil Indonesia berkurang sebanyak

13.2 persen, dengan perincian ekspor dan impor berkurang sebanyak 13.2 persen

dan 34.5 persen. Pada akhirnya, kemiskinan yang diakbatkan oleh pengangguran

bertumbuh pesat pada pertengahan 1997 dan di akhir 1998 (Congresional Research

Service, 2004).

4

Tabel 4.1. Grafik ekonomi Indonesia tahun 1997-2003.

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003

Rata-rata Kurs mata uang

(Rupiah per US$

2,909

10,014

7,855

8,422

10,261

9,321

8,571

Pertumbuhan GDP riil (%)

4,5 -13,2 0,8 4,9 3,5 3,6 4,1

GDP (Miliar US$) 216 95 141 152 145 178 215

Ekspor (Miliar US$)

53,4 48,8 48,7 62,1 56,3 57,2 59,8

Impor (Miliar US$)

41,7 27,3 24,0 33,5 31,0 31,3 32,9

Stok Investasi Langsung Asing (FDI) dalam (%) dari GDP (Miliar

US$)

68,8

68,5

65,2

60,6

57,4

53,9

54,8

Hutang dalam (%) dari GDP

72,5 55,2 76,9 102,4 90,1 78,1 70,7

Pengangguran (%) 4,6 5,5 6,4 6,1 8,1 8,3 8,7

Sumber : Data diolah dari Intelejen Ekonomi dan Pemerintah Indonesia.

Keadaan politik yang tidak stabil dalam hal ini menyebabkan munculnya

krisis ekonomi yang berkepanjangan, yang mana berdampak pada mundurnya

Presiden Soeharto pada Mei 1998. Runtuhnya rezim Soeharto, Indonesia memasuki

babak baru, yaitu politik demokrasi di Indonesia di bawah pemerintahan berikutnya

B. J. Habibie (21 Mei 1998-20 Oktober 1999) dan kemudian digantikan oleh Gus

Dur (20 Oktober 1999-23 Juli 2001) yang mana kemudian keadaan politik ekonomi

Indonesia mengalami masa yang lebih stabil tatkala Megawati Soekarnoputri (23

Juli 2001-20 Oktober 2004) mulai menjabat (Presiden RI, 2017). Tidak dapat

dielakkan bahwa sebagaimana digambarkan oleh GDP (Gross Domestic Product /

Produk Domestik Bruto / Pendapatan kotor suatu negara) Indonesia melalui tabel

4.1., dapat dikatakan bahwa perekonomian Indonesia mengalami penurunan

signifikan selama tahun 1997-1998.

5

Dapat dilihat juga melalui persentase pertumbuhan GDP, Indonesia baru

mengalami peningkatan setelah tahun 1999, di mana pada periode 1997-1998,

Indonesia mengalami penurunan sebanyak 13.2 persen. Perubahan atau

peningkatan GDP baru terjadi di tahun 2002, ketika masa pemerintahan Megawati

Soekarnoputri. Adanya peningkatan perekonomian Indonesia menjadi lebih baik

tidak lain karena adanya bantuan dari pinjaman asing seperti Bank Dunia, IMF

(International Monetary Fund), Bank Pembangunan Asia, maupun bentuk

pinjaman luar negeri lainnya (Congresional Research Service, 2004). Dengan

adanya ketidakstabilan perekonomian dan politik Indonesia pada masa peralihan

rezim Soeharto ke era Demokrasi, TIFA antara Indonesia dan Amerika Serikat baru

efektif digunakan pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri, walaupun

memang penandatanganan Nota Kesepahaman antara kedua negara telah dilakukan

pada 16 Juli 1996 (Kemendag, 2017).

Tabel 4.2. Mitra dagang utama Indonesia tahun 2002.

(Miliar US$)

Mitra dagang Total perdagangan

Ekspor Impor Keseimbangan (Balance)

Jepang 16.4 12.0 4.4 7.6

Amerika Serikat 10.2 7.6 2.6 5.0

Singapura 9.4 5.3 4.1 1.2

Korea Selatan 5.7 4.1 1.6 2.5

Tiongkok 5.3 2.9 2.4 0.5

Sumber : Data diolah dari PBB-Perdagangan dan Pembangunan.

Berdasarkan data PBB dan WTO (World Trade Organization), pada tahun

2002, Indonesia merupakan negara eksportir terbesar ke-28 dan merupakan negara

importir terbesar ke-39 di dunia. Melalui gambar di atas, beberapa negara mitra

dagang dari Indonesia adalah Jepang, Amerika Serikat, Singapura, Korea Selatan

dan Tiongkok. Amerika Serikat adalah mitra dagang terbesar kedua Indonesia di

tahun 2002 dan merupakan negara importir terbesar Indonesia (Congresional

Research Service, 2004). Dalam hal ini sebagaimana telah disebutkan sebelumnya,

6

TIFA antara Indonesia dan Amerika Serikat baru mulai digunakan di awal tahun

2000-an, yaitu pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. Salah

satu bentuk kerjasama melalui TIFA yang kemudian diwujudnyatakan oleh kedua

negara adalah dengan adanya peningkatan kualitas perdagangan kedua negara. Hal

ini tercermin dengan adanya peningkatan ekspor Indonesia ke Amerika Serikat baik

migas maupun non-migas (Kemendag, 2017).

Peningkatan ekonomi perdagangan Indonesia dan Amerika Serikat melalui

TIFA pada awal tahun 2000-an mengalami peningkatan dan penurunannya

tersendiri. Amerika Serikat di awal tahun 2000-an mengindikasikan bahwa

Indonesia bukanlah merupakan negara utama yang menjadi mitra dagang Amerika

Serikat. Pada tahun 2003, Indonesia merupakan negara tujuan ekspor terbesar ke-

37 dengan nilai 2.5 miliar dolar AS dan negara impor terbesar ke-26 dengan nilai

9.5 miliar dolar AS. Walaupun Indonesia bukan merupakan salah satu mitra utama

dagang dari Amerika Serikat, akan tetapi keseriusan kedua negara dalam

meningkatkan hubungan dagang bersifat positif. Seperti misalnya, Amerika Serikat

meningkatkan nilai ekspor terhadap Indonesia melalui kedelai, tekstil, peralatan

telekomunikasi dan crude rubber. Sebaliknya, Indonesia pada tahun 2003

melakukan ekspor utama ke Amerika Serikat melalui minyak sawit dan petroleum.

Nilai positif perdagangan kedua negara terlihat mengalami peningkatan di tahun

2003. Hal ini dapat dilihat melalui tabel 4.3. di bawah bahwa ekspor Indonesia ke

Amerika Serikat mengalami peningkatan pada tahun 2003 hingga tahun 2005, dan

mengalami penurunan pada tahun 2006 hingga meningkat kembali hingga tahun

2008, serta menurun kembali di tahun 2009 akibat adanya krisis global

(Congresional Research Service, 2004).

7

Tabel 4.3. Grafik ekspor non-migas Indonesia ke Amerika Serikat tahun 2000-2010.

Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia dan Kementerian Perekonomian.

Dalam tabel 4.3. dapat dilihat bahwa nilai ekspor non-migas Indonesia

mengalami peningkatan sebesar 12.25 persen pada 2008, lalu turun sebesar 16.77

persen pada 2009, namun disusul kemudian dengan kenaikan di tahun 2010 sebesar

31.49 persen (Kemendag, 2012). Dengan adanya dampak dari krisis global di tahun

2008, pemerintah kedua negara melalui Kemendag dan USTR melakukan

pembahasan mengenai permasalahan perdagangan kedua negara melalui kerangka

TIFA. Beberapa pembahasan yang dilakukan adalah mengenai penghapusan biaya

non-tarif, regulasi FDI (foreign direct investment atau investasi asing langsung)

yang semakin dipermudah dan pelibatan pihak dalam pemberian masukan terkait

kebijakan kedua negara (Kemendag, 2012).

Pada era saat ini tidak dapat dipungkiri bahwa Amerika Serikat masih

menjadi kekuatan utama baik politik maupun ekonomi dunia. Hal inilah yang

kemudian menjadi dasar bahwa Amerika Serikat hingga saat ini masih menjadi

mitra dagang utama Indonesia, selain Tiongkok dan Jepang. Dapat dilihat melalui

gambar di bawah bahwa Amerika Serikat masih mendominasi kekuatan ekonomi

dunia dengan tolok ukur GDP suatu negara, yang mana kemudian di susul oleh Uni

Eropa dan Tiongkok. Gambar di bawah menunjukkan besarnya GDP suatu negara

8

terhitung periode tahun 2015-2016 (World Bank, 2017). Dapat dipahami bahwa

kestabilan perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat menjadi salah satu

kekuatan ekonomi yang memberikan keuntungan pada keduanya, seperti misalnya

memberikan pangsa pasar ekspor yang besar terhadap kedua negara.

Tabel 4.4. Ranking negara berdasarkan GDP tertinggi pada tahun 2016.

Urutan/Ranking Negara GDP (US$ Miliar)

Dunia 75,543,543

1. Amerika Serikat 18,569,100

- Uni Eropa 16,397,980

2. Tiongkok 11,199,145

3. Jepang 4,939,384

4. Jerman 3,466,757

5. Britania Raya (UK) 2,618,886

6. Perancis 2,465,454

7. India 2,263,522

8. Italia 1,849,970

9. Brazil 1,796,187

10. Kanada 1,529,760

11. Korea Selatan 1,411,246

12. Rusia 1,283,162

13. Spanyol 1,232,088

14. Australia 1,204,616

15. Meksiko 1,045,998

16. Indonesia 932,259

17. Turki 857,749

9

18. Belanda 770,845

19. Swiss 659,827

20. Arab Saudi 646,438

Sumber : Data diolah dari Bank Dunia.

Tabel 4.5. Grafik nilai perdagangan Indonesia-AS tahun 2000-2015.

Keterangan : Merah ( Ekspor Amerika Serikat ke Indonesia), Biru

( Impor Amerika Serikat dari Indonesia/Ekspor Indonesia ke Amerika Serikat).

Sumber : Kamar dagang Amerika-Indonesia.

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, walaupun Indonesia saat ini

(2015) bukan merupakan mitra dagang utama Amerika Serikat (negara mitra

terbesar ke-27), namun Amerika Serikat adalah mitra dagang utama dari Indonesia.

Amerika Serikat merupakan salah satu negara tujuan ekspor terbesar Indonesia,

10

selain Tiongkok dan Jepang, atau dengan kata lain adalah Amerika Serikat

merupakan salah satu importir terbesar Indonesia (US Trade Government, 2017).

Dalam hal ini tentu saja ekspor yang dilakukan oleh Indonesia baik migas maupun

non-migas sangat dibutuhkan oleh Amerika Serikat, sehingga dapat menjadikan

Amerika Serikat sebagai salah satu tujuan utama ekspor Indonesia. Hal ini terbukti

dengan adanya nilai ekspor Indonesia yang selalu lebih besar dibandingkan dengan

nilai impor Amerika Serikat (US Chamber of Commerce, 2016). Dapat dilihat

melalui gambar di atas bahwa nilai ekspor-impor kedua negara menunjukkan

dinamika perdagangan kedua negara yang memberian keseimbangan positif

terhadap Indonesia.

Dalam hal ini peran TIFA dalam hubungan perdagangan Indonesia-

Amerika Serikat adalah berusaha memberikan tren positif dalam ekonomi

perdagangan kedua negara. Kedua negara menitikberatkan pembahasan mengenai

TIFA di tahun-tahun riskan seperti pada saat krisis global di tahun 2008 yang

memberikan dampak negatif terhadap perdagangan kedua negara pada tahun 2009

(Kemendag, 2017). Melalui tabel 4.5., dapat dipahami bahwa tren negatif

ditunjukkan oleh perdagangan kedua negara pada paruh waktu 2009, yang mana

hal ini disebabkan oleh krisis global di tahun 2008. Langkah yang kemudian

ditunjukkan atau diambil oleh kedua negara melalui TIFA adalah dengan

mengeluarkan beberapa kebijakan seperti penghapusan hambatan non-tarif,

pemberian regulasi yang semakin dipermudah maupun meningkatkan investasi

asing. Perlu diketahui juga bahwa peran TIFA antara pemerintah Indonesia dan

Amerika Serikat dalam membangun hubungan ekonomi bilateral kedua negara

hingga saat ini adalah langkah positif untuk meningkatkan nilai perdagangan dari

tahun ke tahun. TIFA bukan sebagai instrumen intervensi pemerintah untuk

meningkatkan nilai perdagangan, bukan sebagai alat yang digunakan sebagai

penghambat perdagangan bebas sebagaimana ditakutkan oleh liberalisme klasik.

Pada dasarnya, walaupun kedua negara baik Indonesia maupun Amerika

Serikat memiliki beberapa perbedaan, seperti bentuk pemerintahan maupun lokasi

geografis kedua negara yang berbeda. Namun, atas dasar kepentingan nasional, tiap

11

negara berusaha untuk menjalin hubungan bilateral yang semakin meningkat dari

tahun ke tahun, serta atas adanya fakta bahwa kondisi perekonomian dunia semakin

tergantung satu dengan yang lainnya, maka hubungan ekonomi bilateral yang kuat

semakin terjalin dalam perkembangannya. Diketahui bahwa saat ini (2015)

Indonesia merupakan mitra dagang urutan ke-27 bagi Amerika Serikat, mitra

dagang urutan ke-13 terbesar di Asia, dan mitra dagang terbesar urutan ke-6 di Asia

Pasifik bagi Amerika Serikat. Dalam hal ini walaupun fakta mengatakan bahwa

Indonesia bukan merupakan negara mitra utama bagi ekspor produk Amerika

Serikat, akan tetapi Indonesia memiliki posisi strategis dalam kestabilan ekonomi

politik Amerika Serikat di wilayah Asia, terutama wilayah Asia Pasifik (US Trade

Government, 2017).

Dalam hal ini bahkan pemerintah Amerika Serikat menyebut Indonesia

sebagai “the cornerstone of regional security in Southeast Asia and a key trading

partner” atau dapat dikatakan sebagai kunci dalam kesuksesan kepentingan

keamanan Amerika Serikat di wilayah Asia Tenggara dan Pasifik sekeligus sebagai

salah satu mitra dagang terpenting Amerika Serikat (Department of State, 2004).

Alasan Indonesia menjadi salah satu negara yang dianggap penting bagi Amerika

Serikat walaupun Indonesia bukan merupakan negara tujuan ekspor utama bagi

Amerika Serikat (ke-27) adalah bahwa Indonesia merupakan negara pemasok

barang (ekspor) terbesar ke-4 di wilayah Asia Pasifik setelah Vietnam, Malaysia

dan Thailand (US Trade Government, 2017). Dalam hal ini yang perlu menjadi

landasan utama dalam perdagangan internasional adalah bukan hanya bertumpu

pada seberapa besar nilai perdagangan yang dihasilkan, namun juga bertumpu pada

kestabilan perdagangan dari waktu ke waktu. Selain itu dalam konteks ekonomi,

hubungan ekonomi bilateral kedua negara memang sejak awal dilandasi tujuan

untuk menciptakan kondisi perekonomian yang sehat dan kondusif agar mampu

memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi, mengurangi

pengangguran, maupun meningkatkan kualitas hidup masyarakat kedua negara,

yang mana kedua negara percaya bahwa hal ini akan memberikan dampak yang

12

baik terhadap kualitas demokrasi dan kestabilan politik dalam relasi kedua negara

(Congresional Research Service, 2004).

4.2. Gambaran mengenai Trade and Investment Framework Agreements

(TIFA) antara Indonesia-Amerika Serikat.

Pada dasarnya TIFA adalah kerangka kerjasama (pakta perdagangan) di

bidang investasi dan perdagangan yang diinisiasikan oleh United States Trade

Representative (USTR) Amerika Serikat. USTR sendiri didirikan pada tahun 1962,

pada masa pemerintahan Presiden John F. Kennedy dan kemudian dipakai dan

dilanjutkan pada masa pemerintahan Presiden-presiden Amerika Serikat

berikutnya. USTR secara umum merupakan agen yang berada di dalam tubuh

pemerintahan federal Amerika Serikat yang secara umum merekomendasikan

kebijakan perdagangan kepada Presiden Amerika Serikat dan mengurus segala

sesuatu yang berhubungan dengan negosiasi perdagangan, baik pada level bilateral

maupun multilateral (USTR, 2016).

Pada dasarnya, USTR memiliki misi untuk membuka pasar di seluruh dunia

untuk menciptakan peluang baru dalam perekonomian Amerika Serikat bersama

dengan mitra kerjasama Amerika Serikat. Selain misi tersebut, USTR juga

berfungsi untuk mengkoordinasikan perdagangan internasional, kebijakan investasi

langsung Amerika Serikat, serta mengawasi negosiasi dengan negara lain.

Sebagaimana telah diutarakan sebelumnya, USTR merupakan bagian dari Badan

Eksekutif Presiden, yang mana melalui struktur antar agensi di dalam pemerintahan

federal Amerika Serikat, USTR memiliki tugas untuk berkoordinasi mengenai

masalah perdagangan, menyelesaikan permasalahan perdagangan dan memberikan

saran kepada Presiden Amerika Serikat terkait isu perdagangan. Selain hal tersebut,

USTR juga memiliki tanggungjawab mengenai perjanjian bilateral, regional,

multilateral maupun masalah investasi, perluasan pasar Amerika Serikat juga

menjadi hal utama di dalam tugas USTR (USTR, 2016). Dalam hal ini dapat

dikatakan bahwa USTR merupakan agen yang berperan penting dalam

mengusulkan saran perdagangan kepada Presiden Amerika Serikat yang kemudian

13

bertanggungjawab kepada Kongres. Hal ini kemudian menjadi dasar penting yang

secara tidak langsung mengatakan bahwa kerjasama ekonomi merupakan salah satu

bentuk politik luar negeri yang sangat dijunjung oleh Amerika Serikat. Kerjasama

bilateral dalam bidang ekonomi terlihat memberikan dasar yang kuat bagi Amerika

Serikat melalui terbentuknya USTR di tahun 1962 dan masih digunakan sebagai

badan yang penting bagi Presiden Amerika Serikat hingga saat ini untuk mengambil

kebijakan bagi politik luar negerinya.

TIFA antara Indonesia dengan Amerika Serikat ditandatangani pada 16 Juli

1996 oleh Menteri Perdagangan Indonesia T. Ariwibowo dan perwakilan USTR

Charlene Barshefsky di Kota Christchurch, Negara Bagian Virginia, Amerika

Serikat. Dapat dikatakan bahwa TIFA sendiri merupakan bentuk kerjasama di

bidang ekonomi perdagangan yang dikembangkan di era Presiden Soeharto dengan

era Presiden Clinton. Akan tetapi, efektivitas dari TIFA sendiri kemudian belum

dapat dicapai di era pembentukannya (Soeharto-Clinton), karena permasalahan

politik Indonesia di tahun 1998 dan masa peralihan dari masa Orde Baru ke masa

Reformasi. Sehingga hal ini mengakibatkan TIFA baru efektif digunakan pada era

Presiden Megawati Soekarnoputri. Dengan mulai efektifnya TIFA di masa

pemerintahan Presiden Megawati tersebut, kemudian TIFA menjadi agenda

tahunan kedua negara untuk saling bertemu dan membicarakan mengenai

permasalahan perdagangan antar kedua negara, yang mana Indonesia diwakili oleh

Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan AS diwakili oleh USTR (Kemendag,

2017).

Adapun beberapa tujuan utama dari TIFA sendiri yang dijelaskan dalam

Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/ MoU) kedua negara tentang

TIFA antara Indonesia dan Amerika Serikat antara lain adalah bahwa Indonesia dan

Amerika Serikat sangat berkeinginan untuk melakukan peningkatan kualitas

persahabatan kedua negara dengan adanya kerjasama ekonomi perdagangan

melalui TIFA. Selain itu, dapat dipahami bahwa kedua negara sangat berkeinginan

untuk mengembangkan lebih lanjut hubungan bilateral dalam perdagangan dan

14

ekonomi antara kedua belah pihak berdasarkan persamaan dan keuntungan bersama

(USTR, 2016).

Dalam permasalahan Nota Kesepahaman yang disetujui oleh kedua negara

dan dengan memperhatikan keanggotaan mereka dalam GATT / Organisasi

Perdagangan Dunia (WTO), dipahami bahwa Nota Kesepahaman ini tidak

mengurangi hak dan kewajiban para pihak berdasarkan GATT 1994, bersama-sama

dengan persetujuan, pengertian, dan instrumen lainnya, dan komitmen mereka

untuk menerapkan sepenuhnya dan setia terhadap hasil Putaran Negosiasi

Perdagangan Multilateral Uruguay. Selain itu, kedua pihak juga mengakui

pentingnya membina hubungan dalam lingkungan yang terbuka dan predictable

untuk investasi perdagangan internasional (USTR, 2016).

Dengan adanya Nota Kesepahaman yang disetujui oleh kedua negara, maka

kedua negara mengakui bahwa Nota Kesepahaman tersebut bertujan untuk

mengakui manfaat bagi masing-masing pihak akibat adanya peningkatan

perdagangan dan investasi internasional, dan menyetujui bahwa langkah-langkah

investasi dan proteksionisme yang bersifat distortif dapat menghalangi pihak-pihak

yang memanfaatkannya. Kedua negara juga menyadari adanya peran penting

investasi swasta, baik domestik maupun asing, dalam pertumbuhan yang lebih besar

untuk menciptakan lapangan kerja, memperluas perdagangan, memperbaiki

teknologi serta meningkatkan pembangunan ekonomi (USTR, 2016).

Dalam Nota Kesepahaman yang disetujui oleh kedua pihak, maka keduanya

menyadari bahwa investasi asing langsung (Foreign Direct Investment) memberi

manfaat positif pada masing-masing pihak dan menyadari bahwa peningkatan

layanan di bidang ekonomi dan hubungan bilateral sangat penting bagi kedua belah

pihak. Selain itu, kedua pihak percaya bahwa pertimbangan kebutuhan untuk

menghilangkan hambatan non-tarif guna memfasilitasi akses yang lebih besar ke

pasar kedua negara sangat diperlukan. Di dalam permasalahan standar perlindungan

produk, kedua negara juga menyadari pentingnya perlindungan dan penegakan hak

kekayaan intelektual secara memadai dan efektif, dan dengan mempertimbangkan

15

standar perlindungan yang ditetapkan oleh Perjanjian tentang TRIPs (Trade Related

Aspect of Intellectual Property Rights atau Aspek-Aspek Perdagangan yang

Berhubungan dengan Hak Milik Intelektual), dan konvensi hak kekayaan

intelektual (USTR, 2016).

Tujuan utama dari Nota Kesepahaman atau TIFA itu sendiri selain daripada

yang telah diulas sebelumnya juga memiliki tujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan pekerja dan memberikan persyaratan dan ketentuan kerja yang lebih

baik. Selain itu, kedua negara juga menyadari keinginan untuk menyelesaikan

masalah perdagangan dan investasi sesegera mungkin jika memang ada

permasalahan yang harus dibahas. Bahkan dalam hal ini, kedua negara juga

berkeinginan untuk menimbang bahwa akan menjadi kepentingan bersama untuk

membentuk mekanisme bilateral antara para pihak untuk mendorong liberalisasi

dan promosi perdagangan, investasi dan arus sains dan teknologi di antara mereka,

dan juga untuk konsultasi mengenai masalah perdagangan dan investasi bilateral.

Dari adanya dasar penjelasan Nota Kesepahaman kedua negara tersebut,

dapat dipahami bahwa secara umum tujuan utama dari TIFA sendiri adalah untuk

membentuk sebuah perjanjian perdagangan dengan kerangka kerja untuk

memperluas perdagangan serta menyelesaikan hambatan-hambatan perdagangan

yang ada. Konsep yang dimiliki oleh TIFA sendiri adalah sebuah bentuk kerjasama

bilateral yang memiliki fokus untuk meningkatkan nilai perdagangan kedua belah

pihak. Selain itu, dalam Nota Kesepahaman yang ditandatangani Indonesia dan

Amerika Serikat pada 16 Juli 1996 juga menghasilkan beberapa persetujuan yang

dimuat ke dalam peraturan perundang-undangan oleh kedua negara.

4.3. Peraturan Undang-Undang mengenai Trade and Investment Framework

Agreements (TIFA) antara Indonesia-Amerika Serikat.

Beberapa peraturan perundang-undangan yang dihasilkan maupun

disepakati oleh kedua negara, diantaranya adalah para pihak (Indonesia dan

Amerika Serikat, dalam Nota Kesepahaman yang berlaku antara kedua negara,

kedua negara setuju untuk menyebut Indonesia dan/atau Amerika Serikat sebagai

16

pihak) sepakat untuk membentuk Dewan Perdagangan dan Investasi (Pasal 1,

USTR, 2016). Adapun kemudian, Dewan Perdagangan dan Investasi terdiri dari

perwakilan kedua pihak. Pihak dari Indonesia akan diketuai oleh Departemen

Perindustrian dan Perdagangan / Kementerian Perdagangan Republik Indonesia,

dan pihak Amerika Serikat akan diketuai oleh Kantor Perwakilan Perdagangan

Amerika Serikat (USTR). Dalam menjalankan kegiatan kerjasama antara kedua

belah pihak, biasanya Dewan akan memasukkan beberapa pihak yang dirasa

penting untuk ikut dalam pembahasan, seperti misalnya kementerian lain yang

terkait maupun agensi-agensi tertentu (Pasal 2a, USTR, 2016). Dalam menjalankan

tugasnya, bahkan Dewan TIFA yang telah dibentuk oleh kedua negara dapat

membentuk kelompok kerja yang bersifat ad hoc dan dapat bertemu secara

bersamaan atau terpisah untuk memfasilitasi pekerjaannya (Pasal 2b, USTR, 2016).

Dewan yang telah dibentuk oleh Indonesia-Amerika Serikat dalam

menjalankan tugasnya melalui kerangka kerjasama TIFA dapat bertemu pada waktu

yang telah disepakati oleh kedua belah pihak (Pasal 3, USTR, 2016). Berkaitan

dengan pertemuan Dewan dalam melakukan pembahasan ekonomi perdagangan

melalui kerangka kerjasama TIFA, para pihak dapat meminta nasehat dari sektor

swasta di negara masing-masing mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan

Dewan. Perwakilan sektor swasta dapat juga diminta untuk berpartisipasi dalam

pertemuan Dewan, bilamana memang kedua belah pihak sepakat untuk

mengikutsertakan pihak-pihak terkait lainnya (Pasal 4, USTR, 2016).

Dalam menjalankan tugas dan tujuannya, Dewan yang telah dibentuk oleh

kedua negara pada dasarnya memiliki beberapa tujuan, seperti untuk memonitor

hubungan perdagangan dan investasi maupun untuk mengidentifikasi peluang guna

memperluas perdagangan dan investasi (Pasal 5a, USTR, 2016). Selain itu, Dewan

juga memiliki tugas untuk mengadakan konsultasi mengenai urusan perdagangan

dan investasi tertentu yang menarik bagi para pihak dan untuk menegosiasikan

kesepakatan yang sesuai (Pasal 5b, USTR, 2016). Dewan juga memiliki kewajiban

untuk mengidentifikasi dan bekerja untuk menghilangkan hambatan arus

perdegangan dan investasi yang ada dalam kerjasama kedua negara (Pasal 5c,

17

USTR, 2016). Dalam menjalankan tugasnya, Dewan yang dibentuk oleh kedua

negara juga dapat mendiskusikan hal-hal terkait lainnya yang disepakati oleh kedua

belah pihak (Pasal 5d, USTR, 2016).

Berkaitan dengan tugas konsultasi yang akan dilakukan oleh Dewan,

masing-masing pihak dapat mengajukan konsultasi dalam hal investasi

perdagangan di antara para pihak. Permintaan konsultasi harus disertai dengan

penjelasan tertulis tentang masalah yang akan dibahas dan konsultasi harus

diadakan dalam waktu 30 hari setelah permintaan, kecuali jika pihak tertentu

(pemohon) setuju untuk berubah (Pasal 6a, USTR, 2016). Konsultasi yang akan

dilakukan oleh kedua belah pihak melalui Dewan pada awalnya akan dilakukan di

negara dengan praktek yang akan menjadi subyek diskusi, namun dapat dirubah

jika kedua belah pihak setuju untuk melakukannya (Pasal 6b, USTR, 2016). Dalam

menegaskan peraturan perundang-undangan yang disetujui oleh para pihak, kedua

negara setuju bahwa hal-hal yang berkaitan dengan perundang-undangan tersebut

tidak akan mengurangi hak-hak salah satu pihak berdasarkan undang-undang dan

peraturan yang berlaku di masing-masing negara anggota WTO maupun perjanjian

terkait lain di mana kedua negara dijadikan pihak yang bersangkutan (Pasal 6c,

USTR, 2016).

Dalam permasalahan terkait dengan konsultasi yang sifatnya melibatkan

perselisihan mengenai tindakan praktek perdagangan dan investasi, maka para

pihak berusaha menyelesaikan permasalahan tersebut mulai dari tingkat terendah

terlebih dahulu, yaitu para pekerja. Selanjutnya permasalahan yang dihadapi oleh

kedua negara dapat dibahas ke dalam agenda yang lebih tinggi melalui Dewan

(Pasal 7, USTR, 2016). Dalam hal ini, Dewan akan segera memulai pekerjaan

dengan mempertimbangkan hal-hal yang termasuk ke dalam subyek bahasan

‘agenda aksi’ masalah perdagangan dan investasi yang terdapat di dalam lampiran

Nota Kesepahaman kedua negara (Pasal 8, USTR, 2016). Dalam

perkembangannya, Nota Kesepahaman yang telah dibuat oleh Indonesia dan

Amerika Serikat dapat ditambahkan atau diubah setiap saat dengan persetujuan

bersama para pihak (Pasal 9, USTR, 2016). Masa berlaku Nota Kesepahaman yang

18

ditandatangani oleh kedua negara berlaku pada saat tanda tangan perwakilan kedua

negara diberikan di dalamnya dan akan berakhir dengan persetujuan bersama oleh

kedua pihak atau salah satu pihak pada 180 hari pemberitahuan tertulis kepada

pihak lainnya.

Dalam hal ini, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, TIFA antara

Indonesia dan Amerika Serikat menjadi salah satu agenda kerjasama perekonomian

dalam kerangka kerjasama bilateral kedua negara yang semakin ditingkatkan dari

masa ke masa. Walaupun memang kemudian TIFA baru efektif digunakan pada

masa pemerintahan Presiden Megawati, namun TIFA kemudian menjadi agenda

tahunan antara kedua negara yang kemudian memberikan peningkatan kualitas

kerjasama kedua negara (Kemendag, 2017). Peningkatan kualitas kerjasama dalam

kerangka TIFA tersebut selain didasarkan pada pemberian solusi atas hambatan-

hambatan perdagangan yang ada diantara kedua negara, juga dilandasi fakta bahwa

kerangka kerjasama TIFA telah menghasilkan dampak terhadap ekonomi

perdagangan antara Indonesia dan AS.