BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi...

50
38 BAB IV ANALISIS A. Proses Kreatif Proses kreatif dapat dibagi menjadi lima tahapan antara lain prapenulisan, inkubasi, inspirasi/iluminasi, penulisan, hingga evaluasi/revisi. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui proses kreatif Hanum Salsabiela Rais dalam penulisan novel 99 Cahaya di Langit Eropa. 1. Prapenulisan Pada tahap prapenulisan, pengarang dapat mengemukakan gagasan berdasarkan ide yang telah diolahnya. Adapun dua hal tersebut berpengaruh terhadap proses kreatif Hanum Salsabiela Rais antara lain pengaruh/saran dari orang lain dan pemunculan ide. a. Pengaruh/Saran Orang Lain Sebelum menulis novel 99 Cahaya di Langit Eropa, Hanum mendapatkan saran dari sang suami, Rangga Almahendra, agar menulis sebuah novel. Menurutnya, sang suami menyarankan dirinya untuk menulis agar dapat mengisi waktu luang. Apalagi, Hanum telah menghasilkan buku, sehingga kreativitasnya telah terbentuk dalam dunia kepenulisan. Hal ini telah dijelaskan dalam kutipan wawancara berikut.

Transcript of BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi...

Page 1: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

38

BAB IV

ANALISIS

A. Proses Kreatif

Proses kreatif dapat dibagi menjadi lima tahapan antara lain prapenulisan,

inkubasi, inspirasi/iluminasi, penulisan, hingga evaluasi/revisi. Analisis ini dilakukan

untuk mengetahui proses kreatif Hanum Salsabiela Rais dalam penulisan novel 99

Cahaya di Langit Eropa.

1. Prapenulisan

Pada tahap prapenulisan, pengarang dapat mengemukakan gagasan

berdasarkan ide yang telah diolahnya. Adapun dua hal tersebut berpengaruh terhadap

proses kreatif Hanum Salsabiela Rais antara lain pengaruh/saran dari orang lain dan

pemunculan ide.

a. Pengaruh/Saran Orang Lain

Sebelum menulis novel 99 Cahaya di Langit Eropa, Hanum mendapatkan

saran dari sang suami, Rangga Almahendra, agar menulis sebuah novel. Menurutnya,

sang suami menyarankan dirinya untuk menulis agar dapat mengisi waktu luang.

Apalagi, Hanum telah menghasilkan buku, sehingga kreativitasnya telah terbentuk

dalam dunia kepenulisan. Hal ini telah dijelaskan dalam kutipan wawancara berikut.

Page 2: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

39

…, sesampainya di Austria Hanum tidak banyak pekerjaan selain masak.

Biasanya siang antar masakan ke kampus (Rangga). Beberapa waktu

kemudian dapat hadiah ulang tahun. Maka ia tulis novel berjudul Menapak

Jejak Amien Rais: Persembahan Seorang Putri untuk Ayah Tercinta sebagai

rasa terima kasih. Novel ini mengisahkan tentang kedekatan Hanum dengan

ayahnya. Di Indonesia sudah dijilid sebanyak 20.000 kopi dan dicetak 2 kali.

Kasih sayang ayah yang tampak dalam karakternya dapat membentuk karakter

Hanum. Kemudian Rangga sarankan untuk menulis novel lagi. Hal ini

dilakukan untuk mengisi waktu luang sekaligus berjalan-jalan. Maka

ditulislah novel 99 Cahaya di Langit Eropa…. (hasil wawancara Rangga pada

8 Agustus 2015).

Pada awalnya Hanum tidak bisa mengikuti sang suami karena kesibukannya di

TransTV. Namun karena mendapat nasihat dari sang ayah untuk memprioritaskan

keluarga, Hanum memutuskan ikut sang suami. Sebagaimana disampaikan dalam

hasil wawancara Rangga sebelum Hanum menulis novel 99 Cahaya di Langit Eropa

berikut.

Awalnya beliau (Hanum Salsabiela Rais) bekerja sebagai presenter TransTV

selama dua tahun (2008-2010). Pada saat itu ia (Rangga) mendapat beasiswa

dari pemerintah Austria untuk kuliah S3 di WU Wina, Austria sedangkan

Hanum menjalankan kariernya. Namun kemudian ia bingung karena harus

menentukan pilihan antara ikut suami ke Austria atau tidak. Namun, ia

mendapat nasihat dari ayahnya (Amien Rais) agar (1) harus mengikuti suami

karena suami adalah prioritas dan (2) nasihat beliau tentang luasnya bumi

Allah SWT yang harus dijelajahi (Hasil wawancara pada 8 Agustus 2015).

Hanum menyatakan bahwa tujuan menulis adalah sebagai sarana berkreasi

dan mengisi waktu luang. Hal ini dilakukan karena kemampuan Hanum sebagai

jurnalis dan bakatnya dalam kepenulisan sehingga pengarang dapat menguasai

kreativitas menulis. Hanum mampu mengolah kemampuan menulis secara ekspresif

berdasarkan gejolak batin dan berseni meski dengan gaya catatan perjalanan.

Kegiatan ini dilakukan agar tugasnya sebagai istri tidak hanya melayani suami dan

mengurus tempat tinggal semata. Melainkan lebih fokus juga pada aktivitas untuk

mengisi waktu luang agar hidupnya selama di Eropa tidak terbuang percuma.

Page 3: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

40

Sebagaimana dalam hasil wawancara Hanum, ia menyatakan, “Setelah hijrah ke

Eropa menemani suami yang sedang menempuh S3, praktis saya tidak melakukan

apa-apa selain menunggu suami pulang. Saya disarankan oleh Mas Rangga untuk

menulis apa saja untuk mengisi waktu” (Hasil wawancara pada 9 Juni 2015).

Pekerjaan Hanum sewaktu menjadi wartawan di TransTV kembali

dikembangkan dalam kepenulisan. Hal ini juga didukung oleh usul Rangga untuk

menulis tentang apa saja sambil mengelilingi Eropa. Pegalaman jalan-jalan itu ditulis

kembali dalam sebuah cacatan disertai eksplorasi. Eksplorasi itu diwujudkan dengan

gaya kepenulisan yang menarik. Pembaca dapat menyelami kisah perjalanan yang

ditulis Hanum berdasarkan kesan takjub yang dirasakannya. Ditambah dengan

Rangga yang mengeksplorasi karya ini dengan tambahan berbagai fakta. Berdasarkan

hasil wawancaranya, Rangga menyatakan, “Maka Rangga dan Hanum membuat

sebuah karya yang membuat pembaca mendapatkan hikmah dari perjalanan mereka”

(hasil wawancara pada 8 Agustus 2015). Kemampuan Hanum yang dapat

mengeksplorasi kemampuan seni tulis, dirasa mampu memengaruhi batin pembaca.

Menurutnya, bila pembaca menjadi tergugah dan terinspirasi maka lebih berharga.

Hal itu melibatkan unsur pemuasan batin dalam bahasa dan gaya tulis.

Hanum pernah menuturkan, ketertarikannya dengan kepenulisan memperkuat

minatnya untuk memilih bidang jurnalistik. Sebelumnya, ia memilih Jurusan Dokter

Gigi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta karena pengaruh minat teman-temannya.

Jurusan itu dianggap bergengsi sehingga memberikan daya tarik bagi teman-teman

Hanum untuk memilih bidang itu. Sebagaimana dalam hasil wawancaranya, Hanum

menyatakan, “Sesungguhnya passion saya ada di dunia kepenulisan dan jurnalisme,

Page 4: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

41

bukan jadi dokter gigi. Waktu itu mendaftar kuliah dokter gigi hanya ikut-ikutan

teman dan untuk gengsi-gengsian” (Hasil wawancara pada 9 Juni 2015).

Selain ketertarikannya dengan kepenulisan, ketiadaan panutan di lingkungan

keluarga sebagai dokter gigi menimbulkan daya tarik Hanum untuk memilih bidang

jurnalistik. Di bidang ini, ia tunjukkan bakatnya dengan berkarir di TransTV sebelum

menyusul Rangga ke Wina, Austria untuk studi S3. Selama di Eropa ia bekerja untuk

proyek Video Podcast Executive Academy di WU Viena selama 2 tahun. Tahun 2010,

ia memulai pengalamannya menjadi penulis buku karena telah menulis buku berjudul

Menapak Jejak Amien Rais: Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta dan

diterbitkan. Setelah itu, Hanum dan juga Rangga mulai menulis kisah perjalanan

mereka ke dalam novel-novel yang berlatar Eropa seperti Berjalan di Atas Cahaya

dan 99 Cahaya di Langit Eropa. Kini, Hanum Salsabiela Rais menjadi kontributor

detik.com untuk wilayah Eropa dan sekitarnya

Peran Rangga Almahendra sebagai pemberi ide perlu diperhitungkan.

Kegiatan ini didukung pula oleh latar belakangnya sebagai dosen dan peneliti di

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Hal ini bertolak dari pengalamannya yang

pernah menuliskan hasil penelitian sehingga ia bisa menyajikan fakta berdasarkan

fenomena yang diamati. Sebagaimana ia menuturkan, “Adanya passion dimana

Hanum sebagai wartawan dan Rangga sebagai dosen yang dapat menjadi penulis.

Keduanya mempunyai sinergi dalam membangun emosi dan pemaparan fakta” (Hasil

wawancara Rangga pada 8 Agustus 2015). Apa yang dikembangkan oleh Rangga

dalam penulisan novel 99 Cahaya di Langit Eropa, mempunyai unsur fakta disertai

referensi sejarah. Ia menyajikan fakta tentang hubungan historis antara Islam dengan

Page 5: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

42

Eropa disertai pengamatannya tentang kehidupan sosial masyarakat Eropa. Hal itu

membuktikan, Rangga dapat melibatkan diri dalam penulisan novel ini.

Kemampuannya juga didukung oleh kreativitas Hanum yang menyukai tulis-menulis

sejak kecil.

b. Ide

Awal penciptaan novel ini adalah saat Hanum mengikuti suaminya ke Wina

untuk studi doktoral di Universitas Wina selama kurang lebih tiga tahun. Hanum

mengikuti sang suami sejak tahun 2008. Hanum dalam wawancara tanggal 9 Juni

2015, mengatakan bahwa ia menulis novel ini karena adanya ketertarikan dengan

kondisi keagamaan di Eropa yang berbeda dengan Indonesia. Hal itu juga didukung

oleh kesadaran intelektual akan kondisi umat yang mengalami perang pemikiran.

Situasi keagaman sebagian besar masyarakat Eropa cenderung sekuler sehingga Islam

menjadi minoritas. Berbeda dengan situasi dan kondisi keagamaan masyarakat

Indonesia yang cenderung bebas dan terbuka karena kuatnya toleransi beragama.

Sebagaimana dalam hasil wawancaranya, ia menyatakan, “Situasi di Eropa yang

cenderung atheis justru membuat saya semakin jatuh cinta dengan Islam” (hasil

wawancara Hanum pada 9 Juni 2015).

Apa yang diungkapkan Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra dalam

novel 99 Cahaya di Langit Eropa merupakan ungkapan ekspresi dari kisah perjalanan

untuk mengungkap jejak-jejak Islam yang ada di Eropa. Ide dituliskan berdasarkan

pengalaman pengarang dalam setiap kisah perjalanan. Selain dakwah dan

menceritakan kisah perjalanan, cerita ini juga mempunyai muatan sastra dalam narasi

dan gaya kepenulisan. Sebagaimana dalam pernyataan Rangga berikut.

Page 6: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

43

Maka Rangga dan Hanum membuat sebuah karya yang membuat pembaca

mendapatkan hikmah dari perjalanan mereka. Kalau novel mempunyai

kekuatan narasi dan memiliki daya seni. Misalnya Andrea Hirata yang

menulis secara puitis. Namun kalau Hanum menulis dengan gaya tulisan yang

sederhana tetapi harus dapat membangun emosi. Maka novel ini juga

mempunyai muatan emosi (Hasil wawancara pada 8 Agustus 2015).

Seni berbahasa yang dipola secara menarik, dituliskan agar memberikan karakter atau

kesan bagi pembacanya. Penulisan sederhana ini juga dimaksudkan agar pembaca

dapat memahami maksud yang disampaikan Hanum dan Rangga. Dengan

penulisannya yang menyentuh jiwa, maka pembaca akan mudah menyerap maksud

pengarang. Sebagaimana menurut Sumardjo (2001: 58) bahwa bercerita adalah seni.

Namun secara praktis, gaya bahasa ini digunakan ketika Hanum dan Rangga

berinteraksi dengan orang-orang Eropa selama tiga tahun tinggal di sana.

Selama menikmati perjalanan, Hanum menemukan beberapa hal menarik

yang dapat memengaruhi proses penemuan ide. Menurut Rangga Almahendra dalam

hasil wawancara pada 8 Agustus 2015, tujuan penulisan novel ini adalah sebagai

realisasi untuk mewujudkan cita-cita „menjadi agen muslim yang baik‟. Tambahan,

dalam hasil wawancaranya, Hanum menyatakan, “Bagi saya yang lebih penting

adalah, bagaimana makna sebuah perjalanan harus bisa membawa pelakunya naik

„derajat„ yang lebih tinggi, baik horizon ilmu maupun perspektif kemanusiaannya,

meninggikan keimanan dan ketaqwaanya pada Allah SWT. Buku ini memaparkan

dan merefleksikan ini semua” (Hasil wawancara Hanum di situs

www.hanumrais.com). Berdasarkan proses penemuan ide, Hanum dan Rangga

menemukan nilai-nilai kesempurnaan Islam sesuai judul bukunya. Seperti judulnya,

angka 99 pada novel 99 Cahaya di Langit Eropa merupakan wujud kesempurnaan

dalam Asmaul Husna. Sebagaimana yang diyakini, nilai-nilai Islam yang hakiki

Page 7: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

44

adalah mengajarkan kedamaian dan kasih sayang. Menurutnya, letak kesempurnaan

terletak pada ajarannya sebagai pembawa kedamaian atau rahmatan lil ‘alamin. Hal

inilah yang menyebabkan masyarakat Eropa di masa lalu dapat menerima Islam

karena disampaikan dengan cara damai. Bukti penerimaan Islam yang ada di Eropa

tampak pada lukisan, arsitektur, produk budaya, ilmu pengetahuan, dan kehidupan

sosial yang memiliki unsur Islam. Sebagaimana dalam hasil wawancara dengan

Rangga, ia menyatakan, “Judul ini terinspirasi dari kalimat Asma‟ul Husna sebagai

implementasi kebebasan berpendapat tentang Islam yang sebenarnya. Apa yang

disampaikan dari buku ini menjelaskan tentang kebesaran Tuhan yang ada di Eropa”

(Hasil wawancara pada 8 Agustus 2015).

Rangga Almahendra juga menambahkan, bahwa nilai-nilai Islam mengandung

ajaran kedamaian. Sebagaimana dalam hasil wawancara dengan Rangga, ia

mengatakan, “Islam sebenarnya mengajarkan cinta damai di mana jika dihitung

secara kalkulasi adalah sebesar 99 persen. Sisanya 0,001 persen adalah kekerasan”

(hasil wawancara pada 8 Agustus 2015). Kenyataan ini membuktikan bahwa Islam

mengajarkan kebaikan dalam setiap syiarnya agar dakwahnya bisa diterima. Namun

untuk mencegah serangan musuh Islam, mereka harus bisa mempertahankan

kehormatan Islam dengan semangat jihad. Tetapi, tujuan itu mulai dirusak oleh

orang-orang yang jiwanya telah ternodai hawa nafsu. Menurut Hanum, pemikiran

mereka telah dipengaruhi oleh pemberitaan media Barat yang mendiskreditkan Islam.

Ada faktor kebencian yang sudah dipendam oleh orang-orang yang tidak menyukai

eksistensi Islam di Eropa. Hal ini disampaikan dalam prolog novel 99 Cahaya di

Page 8: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

45

Langit Eropa oleh Hanum dan Rangga tentang buruknya citra Islam akibat pengaruh

faktor eksternal.

Eropa dan Islam. Mereka pernah menjadi pasangan serasi. Kini hubungan

keduanya mengalami pasang surut prasangka dengan berbagai dinamikanya.

Berbagai kejadian sejak 10 tahun terakhir—misalnya pengeboman Madrid dan

London, menyusul serangan teroris 11 September di Amerika, kontroversi

kartun Nabi Muhammad, dan film Fitna di Belanda—menyebabkan hubungan

dunia Islam dan Eropa mengalami ketegangan yang cukup serius (Rais dan

Almahendra 2014: 4).

Selain itu juga ada perasaan tidak menyenangkan akibat hasutan orang-orang atau

kelompok-kelompok tertentu yang memengaruhi buruknya citra Islam. Mereka inilah

yang menjadi faktor keretakan hubungan dunia Islam dengan Eropa. Hanum pernah

menyatakan dalam kutipan novel ini, “Saya merasakan ada manusia-manusia yang

dari kedua pihak yang terus bekerja untuk memperburuk hubungan keduanya. Luka

dan dendam akibat ratusan tahun Perang Salib yang rupanya masih membekas sampai

hari ini” (Rais dan Almahendra 2014: 4).

Kondisi umat Islam yang kurang peka terhadap ilmu pengetahuan dan

lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi

penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya

syiar Islam semakin meluas dan mempunyai kekuatan. Sebagaimana dalam kutipan

prolog novel 99 Cahaya di Langit Eropa berikut.

Dunia Islam saat ini sudah mulai memalingkan muka dari pengembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi. Semakin jauh dari akar yang membuatnya

bersinar lebih dari 1.000 tahun yang lalu. Kemudian ketika ada negara yang

melarang pemakaian jilbab, pembangunan minaret, atau seorang yang

mengolok-olok Islam dengan membuat video Fitna, kita hanya bisa berteriak-

teriak di depan kedutaan negara mereka sambil membakar bendera. Hanya itu.

Ini yang coba saya refleksikan dalam catatan perjalanan ini.Saya mencoba

mengumpulkan kembali sisa kebesaran peradaban Islam yang kini terserak.

Page 9: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

46

Dan saya justru menemukan jejak-jejak peninggalan tersebut selama

menempuh perjalanan menjelajah Eropa (Rais dan Almahendra 2014: 6).

Fenomena yang disampaikan pengarang di atas, semakin gencar disuarakan orang-

orang yang membenci Islam, menjadikan Islam dipandang negatif bagi siapapun.

Namun, umat Islam kurang memiliki kemampuan untuk menghadapi pelaku

islamfobia (pembenci dakwah Islam). Kondisi ini yang menimbulkan rasa kecewa

bagi Rangga sehingga ingin membuktikan Islam yang sebenarnya dalam novel ini.

Sebagaimana dalam hasil wawancara, ia menyatakan, “Novel ini ditulis karena

adanya fenomena islamfobia, padahal Islam itu indah” (hasil wawancara Rangga pada

8 Agustus 2015).

Apa yang disampaikan di atas merupakan hasil perenungan Hanum dan

Rangga selama perjalanan. Bahkan apa yang terjadi terhadap umat Islam di zaman

modern ini, menguji kepekaannya untuk membuktikan Islam yang sebenarnya.

Hanum, dalam hasil wawancara pada 9 Juni 2015, ingin membuktikan the moderate

voice of Islam (membuktikan Islam yang sebenarnya) kepada seluruh pembaca,

termasuk umat Islam. Hal ini dapat dibuktikan oleh pendapat Rangga dalam hasil

wawancaranya berikut.

Maka ditulislah novel 99 Cahaya di Langit Eropa sebagai implementasi

dakwah sekaligus menyuarakan pendapat mereka tentang Islam yang

sebenarnya (the moderate voice of Islam). Seringkali media Barat

mengidentikan Islam dengan kekerasan seperti contohnya adanya aksi

terorisme. Bahkan masyarakat Indonesia yang muslim, diantaranya ada yang

menjadi islamfobia (Hasil wawancara pada 8 Agustus 2015).

Apa yang disampaikan di atas, membuktikan bahwa kisah perjalanan juga bisa

dilukiskan dalam bentuk novel. Berbagai peristiwa yang terjadi, dapat memengaruhi

Page 10: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

47

pemikiran pengarang. Berbagai ide, pandangan, dan perspektif dapat memengaruhi

proses penciptaannya yang selanjutnya membentuk gagasan penulisan.

2. Inkubasi

Proses inkubasi yaitu bagaimana pengarang menyimpan idenya agar dapat

diingat kembali sebelum dituang ke dalam karya tulis. Apa yang dialami Hanum dan

Rangga selama di Eropa, membuatnya perlu merefleksikan kejadian-kejadian yang

pernah dialami. Mereka menemukan berbagai hal menarik yang diyakini dapat

menggugah emosi dan daya intelektual. Semua itu dideskripsikan dalam novel 99

Cahaya di Langit Eropa. Hanum pernah bertemu dengan orang-orang yang dianggap

mempunyai pengetahuan dan terkait dengan dunia Islam di Eropa, terutama dari segi

sejarah seperti Fatma, Marion, Sergio, dan Luiz. Hanum juga dibantu oleh Rangga

saat akan menuliskan dalam novel. Rangga lebih banyak membantu Hanum dari segi

intelektual seperti sejarah maupun kehidupan sosial. Berdasarkan proses

pembuatannya, Hanum memberi pernyataan dalam dialognya di KompasTV tahun

2012.

Lumayan panjang dan harus cepat. Jadi waktu itu, begitu saya mau pulang,

baru menulis tentang perjalanan saya ini. Jadi, perjalanan selama tiga tahun ini

saya rangkum dalam waktu kurang lebih empat bulan. Saya menulis dibantu

oleh suami saya. Jadi, dalam penulisan ini saya harus mengingat-ingat

kembali serpihan-serpihan bagaimana saya punya fase-fase berteman,

bagaimana interaksi dengan mereka. Itu yang bisa saya tebarkan atau sharing

kepada pembaca, sehingga ketika mereka akan ke Eropa, sudah tahu

bagaimana menghadapi hal tersebut (Hasil wawancara di KompasTV tahun

2012).

Proses penulisan yang dilakukan selama empat bulan, dihabiskan Hanum dengan

mengumpulkan berbagai data dan mengingat kembali pengalaman yang didapat.

Page 11: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

48

Pengalaman itu sebagian besar didapat dari hasil interaksi dengan beberapa orang

yang ada di Eropa. Pernyataan yang disampaikan mereka dan bagaimana perilaku

sosial masyarakat Eropa dapat diceritakan kembali dalam novel saat akan pulang ke

Indonesia. Hanum dan Rangga ingin merefleksikan kembali kisah perjalanan selama

tiga tahun di Eropa.

Ide-ide tersebut sebagian berdasarkan keterangan dan referensi yang didapat

saat melakukan perjalanan di Eropa. Data-data tentang kejadian menarik yang

terhimpun dalam kisah perjalanan, dikumpulkan kembali. Data-data itu berisi tentang

kehidupan sosial masyarakat Eropa hingga sejarah Islam di sana. Menurut Hanum,

hasil interaksi dengan orang-orang Eropa dapat dikembangkan kembali dalam karya

tulisnya. Berdasarkan hal ini Hanum menuturkan, “Saya menuliskannya dalam

bahasa ringan dan sederhana berdasarkan interaksi saya dengan banyak orang Eropa

dari berbagai lini yang pernah saya temui selama 3 tahun tinggal di Eropa” (Hasil

wawancara di situs www.hanumrais.com). Tanggapan dari beberapa warga Eropa

yang ditemui, Hanum kumpulkan dalam catatan. Catatan-catatan itu berisi tanggapan

dan argumen mereka, selanjutnya ia tuliskan ulang sebagai data untuk bisa mengingat

kembali ide-ide yang didapat.

Salah satu contoh interaksi dapat diketahui pada tokoh-tokoh yang merupakan

refleksi dari teman perjalanan Hanum dan Rangga selama melakukan perjalanan.

Contohnya pada tokoh Fatma dan Marion dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa.

Mereka mempunyai referensi yang menarik seputar sejarah Islam di Eropa.

Berdasarkan hal ini, Hanum menyatakan, “Marion dan Fatma banyak mempunyai

informasi tentang sejarah Islam di Eropa” (Hasil wawancara pada tanggal 9 Juni

Page 12: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

49

2015). Hanum mendapatkan hasil wawancara berdasarkan interaksi dengan Marion

dan Fatma. Marion yang merupakan peneliti bidang sejarah Islam Abad Pertengahan

lulusan Universitas Sorbonne Paris, mempunyai pengetahuan yang luas tentang

sejarah Islam di Perancis. Marion juga merupakan seorang mualaf (orang non-Islam

yang baru masuk ke dalam agama Islam) sehingga dapat memaparkan fakta sejarah

Islam di Eropa secara mendalam. Hasil interaksi ini dijadikan data oleh Rangga

disertai berbagai tambahan referensi. Maka, Marionlah yang dapat menginspirasi

Hanum untuk menulis tentang sejarah Islam di Perancis.

Fatma, ia merupakan seorang ibu rumah tangga asal Turki, yang berdomisili

di Wina. Selain berdomisili, ia juga pencari kerja namun sulit mendapatkannya

karena masalah jilbab. Akhirnya ia memilih ikut kursus bahasa Jerman sebagai

alternatif untuk diterima di suatu perusahaan yang membolehkan penggunaan simbol

agama namun harus menguasai bahasa Jerman. Saat kursus itulah ia mengenal

Hanum. Sikap gigih Fatma yang membuat Hanum tertarik berteman dengan dirinya.

Fatma yang mempunyai pengetahuan luas tentang sejarah penaklukkan Turki

Utsmani di Wina, dijadikan data sebagai inspirasi untuk mengumpulkan ide.Iajuga

dapat menjelaskan tentang latar belakang stigma negatif masyarakat Eropa terhadap

Islam.

Selain mereka, juga terdapat Sergio dan Gomez. Pertemuan pertama dimulai

dengan Gomez, ia merupakan warga Spanyol yang mengaku merupakan keturunan

Muslim dari kakek buyutnya. Hal ini mengindikasikan bahwa Islam pernah tegak di

Spanyol sejak awal penaklukkannya yaitu 750 tahun. Selain itu, Sergio, seorang

pemandu wisata yang menawarkan jasa perjalanan mengelilingi area Mezquita

Page 13: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

50

(masjid yang berubah menjadi gereja di Spanyol). Sergio merupakan pria tua yang

sudah lama bekerja sebagai agen pejalanan wisata bagi para turis. Ia banyak

menceritakan sejarah Islam di Cordoba serta pengaruhnya. Sergio juga

mengungkapkan kekecewaan terhadap ekspansi pasukan Kristen dari Iberia (daratan

di sekitar Spanyol) yang menguasai Spanyol dengan kekerasan. Hasil interaksi

dengan mereka dituangkan sebagai ide penulisan novel 99 Cahaya di Langit Eropa.

Mereka dapat menjadi inspirasi dan pengetahuan menarik tentang sejarah

kekhalifahan Islam di Spanyol.

Rangga juga menyatakan tentang proses penyimpanan ide. Berdasarkan hal ini

ia menyatakan, “Untuk mengingat kembali ide-ide mereka, biasanya dilakukan

dengan banyak membaca berbagai karya seperti buku, dan lain-lain. Mereka juga

mencatat hal-hal menarik” (Hasil wawancara Rangga pada 8 Agustus 2015). Kisah

perjalanan Hanum selama tiga tahun di Eropa disusun kembali sebagai data sebelum

ditulis dalam novel. Rangga kemudian mencari referensi yang mendukung fakta

berdasarkan pemaparan Hanum. Mulai dari sejarah, nilai-nilai sosial, hingga aspek

kemanusiaan yang dihimpun dalam data, dihubungkan dengan berbagai referensi

seperti buku dan artikel. Semuanya berkenaan dengan sejarah kemunculan dan

perkembangan Islam di Eropa. Hal-hal itu mampu membantu memberi tambahan

refernsi terhadap berbagai fenomena yang berkaitan dengan hubungan historis antara

Islam dengan Eropa.

Page 14: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

51

3. Inspirasi/Iluminasi

Inspirasi/Iluminasi merupakan tahapan ketika pengarang mendapatkan

gagasan yang muncul secara tiba-tiba. Agar ide-ide Hanum dan Rangga dapat ditulis

kembali, mereka perlu merefleksikan kembali perjalanan di Eropa. Cara-cara itu

dapat dilakukan dengan membaca, menulis, beriskusi, dan lain-lain. Setelah itu,

muncul dorongan batin untuk mengeluarkan gagasan atau ide yang menurut Hanum

dan Rangga ideal untuk dituliskan. Ide itu sudah bisa dirasakan dan dipahami dengan

jelas. Pengarang dapat mewujudkan ide tersebut. Wujud ide itu cenderung kepada

penemuan nilai-nilai Islam yang ingin pengarang ungkapkan kepada pembaca.

Sebagaimana dalam pernyataan Hanum berikut.

Kondisi keberagamaan di Eropa sangat berbeda dengan di indonesia yang

mayoritas muslim. Namun yang membuat heran adalah ternyata Islam pernah

sangat berjaya di Eropa. Dibuktikan dengan banyaknya peninggalan situs-

situs besar Islam di banyak negara Eropa, seperti tertulis dalam novel 99

Cahaya di Langit Eropa (Hasil wawancara pada 9 Juni 2015).

Munculnya ide penulisan ini akan memunculkan gagasan nyata sebelum dapat

dikembangkan dalam karya tulis. Sebelumnya, ide-ide tentang kisah perjalanan yang

telah dihimpun menjadi data, memberikan sebuah gagasan menarik untuk

dikembangkan dalam tulisan. Perjalanan yang mereka rasakan bukan sekedar jalan-

jalan biasa untuk mendapatkan kesenangan semata, namun untuk mendapatkan

pemahaman tentang Islam. Sebagaimana dalam pernyataan Hanum dalam novelnya,

“Akhir dari perjalanan selama 3 tahun di Eropa justru mengantarkan saya pada

pencarian makna dan tujuan hidup. Mengantarkan saya pada sumber kebenaran abadi

sumber kebenaran abadi yang Mahasempurna” (Rais dan Almahendra, 2014: 9).

Hanum dan Rangga merasa telah menemukan nilai-nilai yang diyakini dapat

Page 15: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

52

menggugah iman. Kisah perjalanan ini dijadikan Hanum dan Rangga sebagai

inspirasi untuk dakwah. Sebagaimana dalam pernyataan Hanum, “Saya ingin

berdakwah melalui novel ini” (Hasil wawancara pada 9 Juni 2015).

Hal ini juga ditambah dengan kekaguman pengarang terhadap peradaban

Islam yang kini sulit dilacak. Sebagaimana hal itu, Hanum mengungkapkan, “Situasi

di Eropa yang cenderung atheis justru membuat saya semakin jatuh cinta dengan

Islam” (Hasil wawancara pada 9 Juni 2015). Kondisi ini yang kemudian menjadi daya

tarik bagi pengarang terhadap peradaban modern Eropa dan Islam yang pada masa

lalu pernah bersatu. Hal ini menimbulkan perasaan kagum bagi pengarang terhadap

hubungan kedua peradaban tersebut.

Ketertarikan pengarang dengan sejarah hubungan kedua peradaban tersebut

menjadi inspirasi untuk mengembangkan karya tulis. Setelah idenya didapat dan telah

ditransformasi dalam pikiran, selanjutnya dikembangkan menjadi karya tulis. Ide

yang didapat kemudian disimpan dan dihimpun sebagai data. Hanum dan Rangga

harus menghabiskan waktu selama empat bulan untuk bisa menghimpun data dan

menuliskannya kembali dalam bentuk kerangka tulisan sebelum ditulis dalam buku.

Sebagaimana dinyatakan Hanum ketika ia mengingat idenya kembali, “Dengan

terlebih dahulu membuat kerangka berfikir, yang kemudian dikembangkan menjadi

cerita” (hasil wawancara pada 9 Juni 2015).

Setelah dikembangkan dalam sebuah konsep, kemudian diseleksi untuk

menemukan bagian yang menurut mereka sesuai dengan ide penulisan sebelum

dituliskan. Mereka harus mencatat ide-ide dalam daftar atau catatan sebagai data atau

Page 16: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

53

bahan tulisan untuk penyederhanaan. Pengumpulan ide-ide tersebut juga disertai

dengan tambahan referensi seperti buku dan artikel untuk dapat membantu

menjelaskan ilham yang telah mereka dapatkan. Selain mencatat dan membaca,

Hanum juga mengumpulkan data berupa foto. Hanum mengumpulkan foto-foto itu

sebagai data untuk memberikan gambaran konkret tentang tempat-tempat yang telah

dikunjungi.

Ide yang telah ditemukan selanjutnya ditulis dalam novel. Hanum dan Rangga

telah melalui proses pengendapan ide untuk penyesuaian. Ide yang didapat

direfleksikan kembali menjadi data yang didapat dari kisah perjalanannya.

Berdasarkan pernyataan Hanum dalam buku 99 Cahaya di Langit Eropa, ia ingin

segera mengungkapkan kisah perjalanan ini kepada pembaca sebagaimana dalam

pernyataannya, “…,Tapi kita masih bisa menyelamatkan kenangan perjalanan kita

dalam sebuah buku. Kita harus menulis. Bukan hanya untuk kita, tapi juga

membaginya untuk yang lain” (Rais dan Almahendra 2014: 410).

Kenangan yang ditulis kembali dilakukan sebagai refleksi terhadap nilai-nilai

yang telah didapatkan. Hanum dan Rangga mendeskripsikan kembali isi buku ini

sebagai catatan perjalanan tentang sejarah peninggalan Islam di Eropa. Menurut

mereka, berkuasanya Islam di Eropa pada masa lalu telah meninggalkan sisa-sisa

peradaban Islam yang pernah disampaikan dengan cara damai. Sebagaimana dalam

pernyataannya sebagai berikut.

Buku ini adalah catatan perjalanan atas sebuah pencarian… Pencarian saya

telah mengantarkan saya pada daftar-daftar tempat-tempat ziarah baru di

Eropa yang belum pernah saya dengar sebelumnya…. Tapi dengan

mengunjungi tempat-tempat tersebut, saya jadi semakin mengenal identitas

Page 17: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

54

agama saya sendiri. Membuat saya makin jatuh cinta dengan Islam (Rais dan

Almahendra 2014: 3-4).

Misi pencarian untuk menemukan nilai-nilai Islam membuat pengarang ingin

mengulang kembali kisah perjalanan. Ide-ide itu dikembangkan dan dieksplorasi

secara mendalam. Berbagai hal seperti nilai-nilai keikhlasan, kasih sayang,

sinergisitas antara agama dengan pengetahuan, sosial, politik, dan sejarah dapat

dibuktikan dengan berbagai peninggalan yang dijelaskan dalam novel 99 Cahaya di

Langit Eropa.

Gagasan tantang permasalahan dunia Islam dan keinginan untuk

menggambarkan dunia Islam yang sesungguhnya, menjadi inspirasi Hanum dan

Rangga. Hanum meyakini bahwa kondisi dunia Islam yang semakin penuh dengan

ujian, mendorongnya memengaruhi pembaca agar dapat mencintai Islam. Ia tidak

ingin pembaca semakin menjauh dari nilai-nilai Islam. Gagasan yang telah terhimpun

dari kisah perjalanan dan dikumpulkan dalam data-data, diungkapkan kembali

sebagai refleksi atas pemahaman terhadap nilai Islam yang sebenarnya. Ide-ide itu

telah diketahui oleh pikiran-pikiran rasional mereka. Hal itu dilakukan setelah melalui

proses pengendapan ide.

Gagasan ini telah menemukan bentuknya yang ideal, yaitu telah tampak

bentuk ide yang sesuai untuk dikembangkan dan mudah ditulis. Gagasan ini

munculnya tiba-tiba, sehingga pengarang harus secepatnya mengeluarkan agar tidak

mudah tertinggal atau hilang. Pengalaman-pengalaman menarik yang didapat dari

perjalanan mereka harus secepatnya dikeluarkan. Hal ini disebabkan oleh dorongan

naluriah untuk secepatnya menuliskan karya. Hanum yang dianggap mempunyai

Page 18: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

55

talenta atau bakat dalam menulis, dapat menyampaikan dengan mudah isi pikiran

dalam olahan kreatif dan estetis. Hal ini dibarengi oleh Rangga yang merupakan

seorang dosen dan bisa menyumbangkan pemikiran intelektualnya. Sebagaimana

dikatakan Rangga, ia menyatakan, “Rangga dan Hanum mempunyai hubungan saling

melengkapi. Namun mereka berbeda gaya penulisan karena Hanum lebih kuat pada

emosi dan perasaan sedangkan Rangga lebih kuat pada unsur fakta” (Hasil

wawancara pada 8 Agustus 2015).

Kedua pengarang ini dapat membangun sinergi dan kerjasama yang baik

untuk bisa menelurkan pemikiran mereka. Hanum bisa mengolah gaya bahasa

semenarik mungkin sehingga daya emosi dan perasaan bisa memberikan penghayatan

bagi pembaca. Pengarang bisa segera menuliskannya dalam novel. Baginya, semakin

pembaca memahami ceritanya maka semakin baik. Hal ini dapat dibuktikan dari

olahan bahasa sederhana namun penuh dengan daya ekspresi agar pembaca dapat

menghayati dan memaknai setiap kisah perjalanan mereka. Pengarang ingin pembaca

menemukan nilai-nilai Islam agar semakin mencintai agamanya. Dari situlah,

pengarang dapat membangun emosi pembaca melalui deskripsi sejarah dari setiap

artefak dan simbol-simbol Islam yang ditemui.

4. Penulisan

Pengarang telah menemukan gagasan yang sesuai dengan tujuan penulisan

novel. Gagasan itu selanjutnya ditulis dalam catatan. Hal ini dilakukan sebagai sarana

penuangan gagasan berdasarkan hasil dari proses iluminasi. Pada proses itu,

pengarang harus menulis kembali setelah menemukan ide yang tepat. Namun, agar

Page 19: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

56

tersusun secara sistematis, diperlukan beberapa pola teknis untuk dapat menghasilkan

tulisan yang menarik. Adapun struktur penulisan yang digunakan Hanum dan Rangga

dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa adalah sebagai berikut.

a. Pengawalan Novel Secara Menarik

Pemilihan awal cerita dimulai dari judul. Judul cerita merupakan nama sebuah

buku atau karangan yang dapat menyiratkan secara singkat isi atau maksud si

pengarang. Judul karya ini adalah 99 Cahaya di Langit Eropa yang menyiratkan

tentang beberapa nuansa Islam yang terdapat di Eropa melalui berbagai simbol,

artefak, maupun nilai-nilai yang diterapkan. Angka „99‟ pada judul novel ini

merupakan simbol penting bagi umat Islam karena melukiskan nilai-nilai

kesempurnaan Islam yang terdapat dalam asmaul husna. Sebagaimana judul ini,

hubungannya dengan isi novel adalah keterkaitan nilai-nilai Islam dengan

eksistensinya di Eropa. Berdasarkan pengalaman sejarah, simbol-simbol Islam yang

ada di Eropa tersebut merupakan simbol penerimaan masyarakat Eropa terhadap

dakwah Islam. Sebagaimana tertera dalam kutipan novel ini, Hanum menyatakan,

“Perjalanan saya menjelajah Eropa adalah sebuah pencarian 99 cahaya kesempurnaan

yang pernah dipancarkan Islam di benua ini. Vienna, Paris, Madrid, Cordoba,

Granada, dan Istanbul masuk dalam manifest perjalanan saya selama menjelajahi

Eropa” (Rais dan Almahendra 2014: 8).

Selanjutnya, penggambaran disampaikan dalam bagian overture atau nada

awal. Penamaan ini didasarkan pada ketertarikan pengarang terhadap musik.

Pengawalan cerita dimulai dari kisah penaklukkan oleh Turki yang dipimpin oleh

Page 20: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

57

Mustafa Kara Pasha saat akan menaklukkan Eropa Barat. Namun, karena jumlah

pasukan Austria lebih banyak, ditambah datangnya pasukan bantuan dari Jerman dan

Polandia, membuat Turki akhirnya kalah. Hal itu berpengaruh terhadap renggangnya

hubungan Islam dengan Eropa. Kisah ini menjadi pemilihan awal cerita perjalanan

Hanum di Eropa, yaitu Austria. Penceritaan dimulai dari Bukit Kahlenberg sebagai

tempat kalahnya pasukan Islam yang diwakili Turki terhadap pasukan Austria,

Jerman, dan Polandia. Penceritaan itu menjadi menarik untuk menggambarkan awal

ketegangan hubungan antara Islam dengan Eropa. Sebagaimana dibuktikan dalam

pernyataan Fatma yang memperkuat sentimen Eropa terhadap Islam dalam novel

berikut.

„Aku perlu memberitahumu sedikit sejarah, Hanum.Turki negaraku, pernah

hampir menaklukkan Eropa Barat. Sekitar 300 tahun lalu, Pasukan Turki yang

sudah mengepung kota Wina akhirnya dipukul mundur oleh gabungan Jerman

dan Polandia dari atas bukit ini. Islam Ottoman Turki kemudian kalah terdesak

ke arah Timur. Jadi, bisa saja turis itu benar. Roti croissant memang simbol

kekalahan Turki saat itu‟ (Rais dan Almahendra, 2014: 42).

Pengawalan cerita yang dimulai dari pengaruh penaklukkan Turki terhadap Eropa dan

kemudian perjalanan Hanum serta Rangga mengelilingi Eropa, dapat menjadi bahan

menarik untuk ditulis di bagian awal cerita. Pada bagian novel ini, juga dijelaskan

latar belakang penulisannya. Hanum memberikan pernyataannya di awal novel ini

dengan menyatakan, “Buku ini adalah catatan perjalann saya atas sebuah pencarian”

(Rais dan Almahendra, 2014: 3). Pernyataan ini membuktikan bahwa awal penulisan

novel ini adalah perjalanan mereka mengelilingi Eropa untuk menyelami misteri

kejayaan Islam di Eropa, yang menyebabkan bangsa itu menjadi maju seperti

sekarang.

Page 21: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

58

b. Pengolahan Bahasa yang dapat Memikat Pembaca

Pengarang dapat mengolah gaya bahasa untuk memikat hati pembaca. Novel

ini ditulis berdasarkan penggunaan bahasa yang pernah dipelajari sewaktu berada di

dunia jurnalistik. Selain itu, pengarang juga mampu memanfaatkan seni bercerita

dengan pembentukan narasi. Retorika ini digunakan untuk dapat menyentuh emosi

pembaca. Hal ini dilakukan agar pembaca dapat menyelami makna dari sebuah

perjalanan yang diyakini mereka sebagai realisasi mewujudkan rasa cinta terhadap

Islam.

Kemampuan bahasa ini memainkan peran penting dalam teknik kepenulisan

novel 99 Cahaya di Langit Eropa. Pengarang perlu menguasai ketepatan

pengungkapan, keefektifan struktur kalimat, penggunaan bahasa kiasan yang

menarik, dan menguasai objek pembicaraan. Sebagaimana tertera dalam salah satu isi

novel ini yang mengandung unsur diksi seperti dijelaskan, “Dia begitu ringan

memahami agamanya tanpa menyulitkan dirinya sendiri. Jelas, tidak semua orang

muslim mempunyai pandangan sama, bahwa mereka boleh memasuki tempat ibadah

umat agama lain. Tapi bagi Fatma, semua itu berpulang pada niat dalam hati. Niat

saat itu tentu untuk mencari perlindungan diri dari serangan hawa dingin” (Rais dan

Almahendra, 2014: 36). Ungkapan pujian Hanum terhadap Fatma dalam menghadapi

musim dingin, memberi titik tolak dalam membentuk gaya bahasa sebagai sanjungan

terhadap sikap Fatma. Seperti kata, “dia begitu ringan memahami agamanya”

memberikan satu makna bahwa si tokoh Fatma dianggap mengagumkan karena ia

tidak ingin sebuah permasalahan dibesar-besarkan. Seperti ketika merasakan

menggigilnya tubuh akibat musim dingin, mereka memilih berlindung di tempat yang

Page 22: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

59

hangat bahkan di gereja sekalipun. Hal ini dikarenakan tidak ada tempat lain yang

bisa menghangatkan tubuh selain gereja. Namun, Hanum memberi penegasan dalam

kalimat berikutnya bahwa setiap tindakan tergantung pada niat. Jadi, dari gaya bahasa

tersebut Hanum ingin menunjukkan kekaguman terhadap Fatma dalam hal

kecerdasannya.

c. Pemilihan Gaya Bahasa disertai Diksi yang Tepat

Pengarang memilih gaya bahasa yang sesuai dengan kebutuhannya dalam

menulis novel ini. Cara pengungkapan pikiran melalui bahasa secara khas, yang

memperlihatkan jiwa dan kepribadian pengarang, merupakan pola yang dapat

membentuk gaya bahasa. Gaya bahasa yang dipakai pengarang juga sesuai dengan

daya ekspresi yang terefleksi dari realita. Gaya kepengarangan Hanum dapat

dibuktikan melalui aspek pemilihan kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana.

Pengarang menggunakan gaya bahasa sederhana disertai muatan ekspresi.

Penggunaan gaya bahasa dalam novel ini hampir sebagian besar dipengaruhi oleh

ekspresi pengarang. Beberapa hal yang menonjol adalah penggunaan gaya bahasa

metafora sebagai pembanding terhadap dua hal yang berbeda keadaan. Terdapat

beberapa contoh isi dalam novel ini yang menggunakan gaya metafora, di antaranya

berikut.

1. Ungkapan Hanum terhadap sikap bijak Fatma dalam menghadapi hinaan dari para

turis di Bukit Kahlenberg. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan berikut.

Cara berfikirku tak mampu menggapai cara berfikir seorang perempuan, ibu

rumah tangga, yang tak mengenyam pendidikan terlalu tinggi bernama

Fatma. Emosi dan perasaan tersinggung terkadang terlalu kelam dalam diri.

Page 23: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

60

Menutupi cara berfikir untuk “membalas dendam” dengan cara luar biasa

elok, elegan, dan jauh lebih berwibawa daripada sekedar membalas dengan

perkataan atau sikap antipasti (Rais dan Almahendra, 2014: 46).

Ungkapan ini dideskripsikan saat Hanum menemani Fatma ketika berada di

sebuah kafe di Kahlenberg. Namun, hinaan turis yang merendahkan Turki

membuat Fatma harus mengambil sikap bijak dengan membayar semua makanan

turis itu. Kesabaran dan ketulusan Fatma membuat Hanum merasa kagum.

Kekaguman ini digambarkan tokoh Hanum atassikap bijak Fatma. Sosok Fatma

yang ditemui saat di Austria memberikan nilai tersendiri bagi pengarang karena

sikapnya yang melampaui ibu rumah tangga pada umumnya. Kejadian ini

memunculkan inspirasi bagi Hanum untuk mengekspresikan berbagai kejadian

yang dialami. Hal ini juga terdapat pada bagian lain yang melukiskan suatu

kejadian secara sederhana dan dapat menyentuh batin pembaca karena daya

retorik dari Hanum.

2. Keikhlasan yang dibuktikan oleh sang pemilik Restoran Der Wiener Deewan.

Hanum menyatakan dalam kutipan novelnya, “Dia mempromosikan ajaran Islam

tentang ikhlas bukan dengan ucapan yang hanya berhenti di mulut. Dia

menggelarnya menjadi sebuah kedai makanan sumber kerelaan antara penjual dan

pembeli” (Rais dan Almahendra, 2014: 59). Bukti yang diberikan oleh pemilik

restoran, Natalie Deewan, ditunjukkan dengan adanya restoran yang

mengaplikasikan nilai-nilai Islam seperti keikhlasan. Hanum lantas

mengekspresikan kekagumannya terhadap penerapan nilai keikhlasan yang jarang

ditemui di Eropa.

Page 24: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

61

3. Ungkapan Hanum saat mendeskripsikan lukisan Maria Antoinete saat berkunjung

ke Istana Schoenbrunn. Dalam kutipan novel ini, Hanum menjelaskan, “Si pelukis

makin menambah kedigdayaan Maria dengan sengaja menyoroti wajah Maria

dengan cahaya matahari yang bersinar melalui jendela, sementara wajah suaminya

redup tak tersentuh sinar matahari” (Rais dan Almahendra, 2014: 66). Ungkapan

dengan kata kedigdayaan yang dihubungkan dengan sebab wajah Maria yang

disoroti cahaya matahari, memberikan satu simpulan bagi Hanum bahwa cahaya

merupakan simbol kegagahan dan keperkasaan.

d. Pemilihan Imaji untuk Menghidupkan Cerita

Pengarang memilih kesan-kesan yang dapat dihidupkan kembali dengan

melakukan konkretisasi citraan. Hal-hal menarik dalam pengisahan itu melibatkan

unsur panca indera dan perasaan. Citraan ini melibatkan imaji yang merupakan daya

bayang pengarang untuk menggambarkan atau mewujudkan sesuatu dalam angan-

angan (pikiran) secara cermat dalam hidup (Kasnadi dan Sutedjo, 2008: 217). Imaji di

sini merupakan gambaran pengalaman indera yang disampaikan dengan

menggunakan bahasa. Salah satu contoh kutipan ini dapat memberikan deskripsi

tentang pengamatan Hanum terhadap lukisan bunda Maria yang terdapat tulisan Arab

sebagai berikut.

Aku mengucek-ucek mata. Cahaya redup yang menyinari lukisan

membuat bayang-bayang kepalaku menggelapkan lukisan. Kumiringkan

kepalaku ke kanan dan ke kiri, mengecek penjelasan Marion tentang inkripsi

Arab di tepi kerudung Maria. Kuteliti lagi setiap jengkal kerudung yang

mengitari wajah Maria. Dari bawah ke tengah, ke kanan, dan ke kiri, lalu ke

atas. Bayi Yesus digambar itu tampak meremas bagian bawah kerudung Maria.

Coretan-coretan di kerudung itu memang tidak jelas, tapi aku yakin jika

diperhatikan benar-benar, goresan itu berbentuk tulisan Arab. Aku benar-benar

Page 25: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

62

menyerah. Marion tersenyum penuh misteri kepadaku (Rais dan Almahendra,

2014: 165).

Pengarang memberikan deskripsi tentang sebuah lukisan berdasarkan citraan yang

dapat merangsang indera pembaca. Kata-kata seperti mengucek-ucek mata, kuteliti,

cahaya redup, coretan-coretan, diperhatikan, dan goresan memberikan citraan

penglihatan sehingga pembaca seakan digiring untuk melihat secara langsung

terhadap objek yang dilihat. Kemudian kata kumiringkan dan tersenyum memberikan

imaji gerakan sehingga pembaca dapat mengikuti apa yang dilakukan oleh tokoh

Hanum dan Marion.

e. Pemilihan Aliran dan Tema yang Mengena

Pemilihan aliran sebuah cerita dipengaruhi oleh penentuan tema yang

digunakan (Kasnadi dan Sutedjo, 2008: 221). Tema didasarkan pada keinginan

pengarang untuk mengangkat persoalan kehidupan yang diilhami oleh pengalaman

hidup. Tema yang diangkat berkaitan dengan sejarah dunia Islam di Eropa. Persoalan-

persoalan itu dijelaskan kembali oleh pengarang melalui kisah perjalanan.

Petualangan mereka dilakukan dengan menemukan peninggalan sejarah Islam di

Eropa untuk membuktikan hubungan yang harmonis sejak dahulu di antara kedua

peradaban tersebut. Hal itu dilakukan sebagai respon terhadap realita yang

menyangkut kerenggangan di antara hubungan Islam dengan Eropa. Sebagaimana

tertera dalam bagian awal novel ini disebutkan, “Perjalanan saya menjelajah Eropa

adalah pencarian 99 cahaya kesempurnaan yang pernah dipancarkan Islam di benua

ini” (Rais dan Almahendra, 2014: 8).

Page 26: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

63

Setelah permasalahan tersebut ditentukan, kemudian terbentuklah aliran

cerita. Kemudian cerita ini mengarah pada pelukisan kejadian yang diamati

pengarang. Pengarang melukiskan manusia dan lingkungan sebagai refleksi terhadap

fenomena atau realita dalam kenyataan sosial. Berdasarkan permasalahan tersebut,

digunakanlah aliran realisme dalam novel ini. Menurut Hartoko dan Rahmanto (1986:

114), realisme merupakan bentuk penceritaan yang merefleksikan kenyataan dan

kebenaran. Hal ini tercermin dalam kutipan sebuah novel 99 Cahaya di Langit Eropa

seperti pernyataan Hanum, “Di Indonesia kami tak perlu susah payah minta izin

Shalat Jumat, memakai jilbab, atau cuti haji dan umrah. Tapi di Austria, segalanya

berbeda. Hal-hal sepele jika tidak ditanggapi dengan bijak bisa memercikkan konflik”

(Rais dan Almahendra, 2014: 205). Apa yang dilihat pengarang merupakan hasil

pengamatannya terhadap realitas masyarakat Eropa dan dunia Islam. Simbol dan

aktivitas keagamaan yang ada di Eropa tidak mendapat akses. Realita inilah yang

perlu dilukiskan pengarang untuk menggambarkan kondisi umat Islam di Eropa.

Realita itu digambarkan sesuai kenyataan untuk menggambarkan situasi keagaman di

Eropa.

f. Pemilihan Sudut Pandang

Pengarang menggunakan sudut pandang orang pertama yang bersifat

empatif, yaitu dapat melibatkan emosi dan peran ke dalam diri pembaca. Sudut

pandang ini dapat memengaruhi daya bayang pembaca sehingga mereka dapat

menghayati isinya. Pengarang dapat terlibat secara langsung dalam setiap kejadian di

dalam novel ini. Penggunaan seperti kata aku dapat berpengaruh secara langsung

terhadap imaji pembaca. Kekaguman tokoh Hanum terhadap pengetahuan sejarah

Page 27: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

64

Marion yang mampu menjelaskan pengaruh Islam dengan Eropa melalui artefak dan

simbol-simbol dalam novel ini, dijelaskan dengan pernyataan, “Tiba-tiba aku merasa

begitu mencintai sejarah karena ternyata dia bisa menyimpan begitu banyak teka-

teki” (Rais dan Almahendra, 2014: 171). Kata aku di atas dapat memengaruhi daya

bayang pembaca untuk mengikuti apa yang dilakukan pengarang.

g. Pemilihan Seting

Pemilihan tempat yang ada dalam novel ini sesuai dengan apa yang dialami.

Hal ini dilakukan untuk menceritakan pengalaman yang telah dirasakan pengarang.

Pemilihan setting ini adalah negeri Eropa karena sebagian besar isi cerita adalah

negeri Eropa. Perjalanan dimulai dari Wina (Austria), Paris (Perancis), Cordoba dan

Granada (Spanyol), dan Istanbul (Turki). Tempat-tempat di Eropa itu memenuhi

sebagian besar isi novel dan inilah yang tepat untuk menggambarkan latar perjalanan

yang dialami pengarang secara langsung. Sebagaimana pernyataan pengarang dalam

novel 99 Cahaya di Langit Eropa, disebutkan, “Sebagai pendatang baru, aku bertekad

untuk menghabiskan waktuku dengan berjalan-jalan mengelilingi kota Wina sambil

menunggu panggilan kerja di kampus Rangga” (Rais dam Almahendra 2014: 20-21).

Latar kota Wina, Austria menjadi latar penceritaan yang sesuai dengan pengalaman

Hanum dalam menikmati perjalanan.

h. Penciptaan Karakter yang Memikat

Penggambaran tokoh di sini harus sesuai dengan karakterisasi tokoh dan

kehidupannya. Tokoh-tokoh dalam novel ini sesuai dengan kisah nyata yang pernah

ditemui pengarang. Pengarang perlu menghidupkan kembali karakter baik melalui

Page 28: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

65

sifat maupun dialognya. Sebagaimana dinyatakan dalam isi novel ini disebutkan,

“Fatma yang tak bersekolah tinggi ini ternyata mempunyai kecermatan yang tinggi.

Meski muslimah sejati, ternyata dia tahu banyak model dan tipe gereja di Eropa.

Termasuk mengapa gereja dibangun dengan gaya khusus” (Rais dam Almahendra

2014: 37-38). Penggambaran sifat Fatma yang mampu menjelaskan tentang jenis-

jenis gereja, membuktikan bahwa ia mempunyai pengetahuan yang luas. Hal ini

membuktikan bahwa pemilihan tokoh Fatma tepat untuk membangun narasi dan

penokohan dalam novel ini.

i. Penentuan Efek Tegang dalam Sebuah Cerita

Hanum dan Rangga membuat kisah perjalanan yang mempunyai ciri berbeda

dari beberapa buku catatan perjalanan. Cerita ini mengandung unsur konflik yang

menjadi pembangun narasi. Ketegangan ini dibuat berdasarkan guncangan batin

pengarang terhadap para tokoh yang mengalami suatu kondisi tertentu. Beberapa

awal permulaan konflik dalam novel ini antara lain:

1) Konflik batin Hanum berhadapan dengan para turis yang menghina bangsa Turki

saat makan di kafe sekitar bukit Kahlenberg. Sikap mereka kemudian dibalas

Fatma dengan membayar semua pesanan mereka (Rais dan Almahendra, 2014:

38-40),

2) Konflik batin Hanum karena Fatma pergi dari Wina tanpa kabar akibat kematian

anaknya, Aise (Rais dan Almahendra, 2014: 106),

3) Kondisi batin yang dialami Rangga ketika berhadapan dengan beberapa kolega di

Wina karena berbeda pandangan dalam masalah budaya. Hal itu dibuktikan oleh

Page 29: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

66

pelarangan mereka kepada Rangga dan Khan untuk meletakkan bekal di

mikrowave dan kulkas, meskipun milik kampus (Rais dan Almahendra, 2014:

206), dan

4) Masalah agama ketika Rangga berhadapan dengan Stefan yang ateis karena selalu

mempertanyakan masalah ketuhanan (Rais dan Almahendra, 2014: 210-219).

Beberapa konflik di atas dapat memberikan unsur konflik yang dapat membangun

emosi pembaca.

j. Pemilihan Konflik Cerita

Kejadian-kejadian menarik dalam kisah perjalanannya, dapat diolah sebagai

bahan cerita dalam novel ini. Semua efek yang diakibatkan oleh tegangan sikap antar

para tokoh menjadikan hal ini sebagai faktor pembangun konflik. Seperti sikap

kesabaran Hanum dan Fatma dalam menghadapi situasi di Eropa yang penuh

tantangan. Konflik itu kemudian diolah semenarik mungkin untuk dapat membangun

kesan tegang terhadap situasi yang dialami pengarang. Contohnya terdapat pada

sebuah dialog antara Fatma dengan pelayan saat akan membayar pesanan untuk para

turis yang telah merendahkan bangsa Turki saat berada di Bukit Kahlenberg sebagai

balasan atas perlakuan mereka. Contoh kutipan ini disebutkan, “‟Aku yakin tagihan

mereka tak lebih dari 15 Euro. Kalau sisa, itu untuk tipmu. Kalau kurang, suruh

mereka bayar kekurangannya saja. Oh ya, berikan pesan ini untuk mereka kalau kami

sudah pergi,‟ ujar Fatma sambil menyerahkan kertas. Pelayan itu mendengarkan baik-

baik permintaan Fatma (Rais dan Almahendra, 2014: 41). Penghinaan para turis

terhadap bangsa Turki dengan menyamakannya pada roti croissant sambil memakan

Page 30: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

67

dengan rakus sebagai simbol membalas serangan mereka, memunculkan respon

Fatma dengan membayar pesanan para turis itu. Hal ini membuktikan bahwa sebuah

keburukan bisa dibalas dengan cara bijak sebagaimana yang ingin pengarang

sampaikan.

k. Pengakhiran Konflik Cerita

Kejutan yang dapat dibangun adalah tentang bagaimana bagian akhir dari

sebuah konflik cerita. Berbagai konflik yang terjadi dalam setiap kisah perjalanan

mereka menjadikan hal itu menarik dari sisi narasi. Pengarang memberikan akhiran

cerita berupa ekspresi Fatma saat mendapat balasan e-mail dari para pelancong yang

melecehkan Turki sewaktu berada di Kahlenberg dan ditunjukkan kepada Hanum

(Rais dan Almahendra, 2014: 369-370). Hal itu dilakukan seorang turis tersebut

sebagai ungkapan maaf karena melecehkan Turki dengan memakan roti croissant

sambil berkata, “Kalau kalian mau mengolok-olok Muslim, begini caranya!” (Rais

dan Almahendra, 2014: 38-39). Hal itu dilakukan dengan memakan roti croissant

secara rakus sebagai simbol pembalasan terhadap bangsa Turki. Namun di bagian

akhir cerita, para pelancong itu menyatakan perasaan menyesal dan meminta maaf

karena saat itu Fatma juga mengirimkan pesan yang tertulis, „Hi, I am Fatma, a

Muslim from Turkey‟ (Hai, nama saya Fatma, seorang Muslim asal Turki) (Rais dan

Almahendra, 2014: 46) yang menegaskan kemarahan wanita asal Turki tersebut.

l. Penggunaan Alur Cerita

Alur yang digunakan dalam novel ini sebagian besar bersifat maju. Hal ini

ditunjukkan melalui urutan peristiwa yang dialami Hanum dan Rangga bersifat

Page 31: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

68

kronologis karena selaras dari bagian per bagian. Hal ini membentuk urutan kejadian

dari sejak pengarang berada di Wina, yang merupakan tempat pertama saat tinggal di

Eropa, hingga menyelesaikan perjalanan mereka selama tiga tahun dan berakhir di

Istanbul (Turki). Alur-alur cerita mengikuti kisah perjalanan Hanum dari Wina

(Austria), Paris (Perancis), Cordoba dan Granada (Spanyol), hingga Istanbul (Turki).

m. Penciptaan Suasana Cerita

Suasana haru dan kagum mewarnai setiap kisah perjalanan tokoh Hanum dan

Rangga selama tiga tahun di Eropa. Perjalanan yang mereka alami menjadi

pengalaman menarik sebagai kekaguman terhadap aspek historis antara Islam dengan

Eropa. Suasana di Eropa selama perjalanan inilah, dipolakan semenarik mungkin

dengan pendeskripsian berbagai tempat dan situasi dalam penulisan novel 99 Cahaya

di Langit Eropa.

n. Penulisan Akhir Cerita

Cerita diakhiri pengarang dengan suasana menyenangkan (happy ending).

Pada bagian ini, pengarang memilih bagian yang tepat sebagai akhiran untuk

novelnya. Bagian akhir dituliskan dengan Epilog sebagai akhir cerita Hanum dan

Rangga mengelilingi beberapa negara di Eropa. Hanum juga menambahkan, kisah

perjalanan ini membuatnya merasa kembali di titik nol yang disebut sebagai

Adventurum ad Initio (sebuah pengembaraan akhir menuju awal). Bagian ini

menceritakan Hanum saat beribadah haji.

Awalnya aku tidak memedulikan isi surat edaran itu, namun entah

kenapa malam itu aku tak bisa tidur. Tadinya surat itu tak kupedulikan atau

kuremehkan begitu saja. Namun malam itu, surat itu kembali hadir seperti

Page 32: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

69

membisiki hatiku yang terdalam. Membuat hati ini gundah dan gelisah. Ada

bisikan kuat dalam hatiku untuk menuntaskan pengembaraanku selama di

Eropa ini. Sebuah pengembaraan akhir menuju titik awal. Adventurum ad

Initio.

Haji, itulah jawabannya. Jawaban yang membuat otakku akhirnya

bisa memerintah saraf-saraf mataku untuk melemas, mengantarku menuju

kematian kecilku malam ini. Aku tidur dengan pulas (Rais dan Almahendra,

2014: 377).

Setelah menceritakan bagian epilog, Hanum menceritakan tentang perjalanan

sejarah dunia Islam dalam judul Jejak Kronologis yang disusun dengan format

penulisan angka tahun dan peristiwa. Selanjutnya adalah penyajian foto berbagai

artefak dan tempat pernah dikunjungi pengarang selama perjalanan. Bagian terakhir

diberi judul Danke (ucapan terima kasih dalam bahasa Jerman) yang berisi

penceritaan proses pengumpulan foto sebagai data untuk dilampirkan dan

dimasukkan dalam cerita beserta ucapan terima kasih kepada beberapa pihak yang

telah bekerjasama dalam penulisan novel ini.

o. Penentuan Unsur Ekstrinsik Cerita

Pengarang menggunakan lokasi Eropa sebagai latar kisah perjalanan.

Berbagai aspek seperti sejarah dan kehidupan sosial memengaruhi kreativitas

pengarang untuk menghidupkan suasana dan latar cerita. Sebagaimana dalam kutipan,

“Tinggal di Eropa selama 3 tahun menjadi arena menjelajahi Eropa dan segala isinya”

(Rais dan Almahendra, 2014: 2). Berbagai kejadian dan fakta yang terdapat di Eropa,

seperti peninggalan sejarah dan kehidupan sehari-hari masyarakat Eropa, dapat

menjadi bahan untuk penulisan novel ini. Penceritaan sejarah seperti kedatangan

bangsa Turki untuk menaklukkan Eropa, sejarah cappuccino, sejarah roti croissant,

dan lain-lain; sedangkan aspek sosialnya adalah sekulerisme yang memengaruhi

Page 33: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

70

pemikiran masyarakat Eropa; dipilih mereka dalam olahan kreatif sebagai ekspresi

untuk menunjukkan salah satu pengaruh perkembangan Islam terhadap modernitas

Eropa.

p. Penyisipan Pesan

Pesan yang bisa ditangkap dapat dibuktikan dari ungkapan pengarang

terhadap kejayaan Islam di Eropa. Kejayaan itu dapat dibuktikan melalui berbagai

peninggalan sejarah Islam yang pernah ditorehkan di Eropa. Penghayatan itu yang

dapat memberi kesan kekaguman dan kecintaan terhadap Islam. Selain itu pesan yang

didapat dari penghayatan terhadap simbol Islam menjadi sebuah contoh dakwah dari

setiap kisah perjalanan. Hal itu bertujuan bagi pembaca dan pengarang untuk semakin

mencintai Islam. Sebagaimana dijelaskan dalam isi novel ini, “Belajar dari

keberhasilan sekaligus kegagalan agar manusia memiliki dua sayap pengalaman yang

lengkap, untuk membuatnya terbang lebih tinggi pada kemudian hari” (Rais dan

Almahendra, 2014: 392). Setiap pengalaman dapat memberi pelajaran kepada

pembaca tentang kemajuan yang ditorehkan dunia Islam. Dengan ini, pembaca akan

memahami esensi nilai-nilai Islam yang pernah ditorehkan pada masa jayanya.

q. Pemilihan Judul

Pemilihan judul dilakukan dengan menghayati setiap kisah perjalanan yang

dialami pengarang. Penggunaan angka 99 pada novel ini disimbolkan sebagai

kesempurnaan nilai-nilai Islam yang pernah berjaya di negeri Eropa. Hubungan

historis antara Islam dengan Eropa telah memberi kesan bagi pengarang sehingga

dapat memunculkan daya kreativitas dalam penentuan judul. Kekaguman pengarang

Page 34: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

71

terhadap situasi yang ada di Eropa, dapat dikemas dalam judul novel sebagai inti dari

setiap kisah perjalanan mereka. Jadi, judul novel 99 Cahaya di Eropa memiliki

makna sebagai implikasi berbagai pengaruh dari dunia Islam dalam memengaruhi

kemajuan Eropa.

5. Evaluasi/Revisi

Gagasan yang telah lama tersimpan dalam memori pengarang selanjutnya

dikembangkan dalam bentuk penulisan. Gagasan itu berupa pengalaman-pengalaman

yang didapat Hanum dan Rangga selama tiga tahun di Eropa. Gagasan yang telah

dikonkretisasi dalam bentuk tulisan, selanjutnya perlu diadakan perbaikan sebelum

dipublikasi melalui pencetakan.

Sebelumnya mereka saling bersinergi untuk melihat hasil tulisan yang akan

disunting kembali. Salah satu contoh adalah pada kata ka’bah pada novel 99 Cahaya

di Langit Eropa. Sesuai ketentuan yang diinginkan penerbit, pengarang harus

melakukan penyesuaian berdasarkan kaidah bahasa Indonesia resmi. Hal ini

dilakukan dengan mengganti redaksi penulisan menjadi kata kabah yang telah

mengikuti kaidah resmi bahasa Indonesia agar hasil karyanya diterima penerbit.

Sebagaimana dalam pernyataan Rangga dalam hasil wawancaranya, ia

menyatakan, “Novel ini dilakukan dengan beberapa proses editing yang sesuai

prosedur. Tentunya menggunakan standar Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).

Contohnya kata Ka’bah. Menurut editor, hal ini ditolak karena tidak sesuai dengan

kaidah bahasa Indonesia. Untuk itu pengarang harus menggantinya dengan kata

Kabah” (Hasil wawancara Rangga pada 8 Agustus 2015). Pengarang perlu

Page 35: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

72

memperbaiki redaksi penulisan novel. Sesuai dengan pernyataan diatas, Rangga dan

juga Hanum harus melakukan penyempurnaan dari segi redaksional sebelum

diterbitkan. Sebab, penerbit yang dituju adalah Gramedia sehingga tuntutan untuk

menjadikan naskah tulisan menarik untuk dibaca semakin besar. Untuk itulah

penyesuaian penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan mudah direspon pembaca

sangat penting.

B. Perwujudan Mimpi dan Hasrat

Analisis terhadap proses kreatif Hanum Salsabiela Rais dalam novel 99

Cahaya di Langit Eropa juga dapat ditinjau dari metode perwujudan mimpi dan

hasrat. Pendekatan ekspresif ini memiliki kaitan erat dengan psikologi pengarang.

Untuk mengkajinya, perlu pendekatan psikologi sastra berdasarkan aspek-aspek id,

ego, dan superego agar dapat mengetahui proses penciptaan novel tersebut. Untuk itu

perlu dijelaskan sebagai berikut.

1. Id

Id merupakan insting dasar manusia untuk mendapatkan pemenuhan. Hal ini

dapat disampaikan dari pendapat Freud tentang delir mimpi atau harapan tersembunyi

yang dimiliki pengarang. Fokus kajian ini selanjutnya diarahkan pada kejiwaan

Hanum dan Rangga seperti kepribadian maupun pemikiran. Memahami masalah itu

penting untuk mengetahui kepakaran, ungkapan perasaan dalam gaya bahasa, dan

seluk beluk tulisan yang mencerminkan perasaan pengarang.

Apa yang dipikirkan Hanum dan Rangga merupakan implementasi dakwah

yang harus dilakukan agar mudah dipahami masyarakat. Secara pemikiran, pengarang

Page 36: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

73

menilai kondisi masyarakat tidak sesuai dengan harapan untuk membangun dunia

Islam yang lebih baik. Hal itu dapat diketahui adanya fenomena islamfobia dan

kelemahan intelektual umat Islam. Karyanya merupakan gambaran gejolak batin

tentang permasalahan yang terjadi terhadap umat Islam. Sebagaimana dalam

kutipannya sebagai berikut.

Dunia Islam saat ini sudah mulai memalingkan muka dari pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Semakin jauh dari akar yang membuatnya

bersinar lebih dari 1.000 tahun yang lalu. Kemudian ketika ada negara yang

melarang pemakaian jilbab, pembangunan minaret, atau seorang yang

mengolok-olok Islam dengan membuat video Fitna, kita hanya bisa berteriak-

teriak di depan kedutaan negara mereka sambil membakar bendera. Hanya itu

(Rais dan Almahendra 2014: 6).

Apa yang diutarakan merupakan ungkapan kekecewaan Hanum terhadap realita yang

melingkupi umat Islam. Kegelisahan tentang kondisi umat Islam inilah yang

membuatnya ingin menyampaikan isi hati. Hal ini dapat membuktikan bahwa daya

kepekaan Hanum dan Rangga terhadap Islam sangat besar.

Wujud kecintaan terhadap Islam yang sangat besar membuat mereka harus

mampu tegar di bumi Eropa. Sebagaimana dalam pernyataan ini, Hanum menyatakan,

“Situasi di Eropa yang cenderung atheis justru membuat saya semakin jatuh cinta

dengan Islam” (Hasil wawancara pada 9 Juni 2015). Perwujudan rasa cinta terhadap

Islam membuatnya harus mampu bertahan dari kondisi sekulerisme dan ateisme yang

sudah bercokol di Eropa. Ia ingin menunjukkan nilai-nilai Islam yang prinsipil

melalui kisah perjalanan mengelilingi Eropa untuk menguak peninggalan Islam di

sana. Salah satunya dalam dialog antara Hanum dengan Sergio, pemandu wisata di

Cordoba, saat menceritakan letak mihrab Mezquita (masjid yang kini menjadi gereja).

Page 37: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

74

„Arah mihrab itu tidak sepenuhnya menghadap kiblat kalian di Mekkah.

Seharusnya mihrab itu dibangun sedikit miring ke Tenggara. Tapi mihrab itu

terlalu lurus ke selatan….jadi tidak menghadap apapun,‟ ujar Sergio dengan

kata-kata yang membuat kami sedikit „terusik‟.

„Itu tidak disengaja….mungkin saat itu belum ditemukan cara untuk

mengetahui secara persis arah tenggara,‟ kataku berusaha „membela‟ posisi

mihrab Mezquita.

„Bukan demikian. Penguasa saat itu, Sultan Al Rahman, sangat

menyadarinya. Dia memang sengaja membuatnya begitu. Karena—nah, ini

ada hubungannya dengan bagaimana Cordoba bisa menyandingkan orang-

orang yang berbeda keyakinan dengan begitu indah—di sebelah masjid ada

gereja yang sudah terlebih dahulu berdiri di situ. Jika memaksakan mihrab ke

arah tenggara, mau tak mau gereja itu harus dirobohkan. Sultan tak mau

melakukannya,‟ kata Sergio mengangkat bahunya singkat (Rais dan

Almahendra, 2014: 273-274).

Perjalanan ini dianggap istimewa bagi pengarang, karena bisa memberi pengetahuan

tentang dunia Islam di masa lalu, yang bisa menyebar di Eropa hanya bermodalkan

nilai-nilai keikhlasan para kaum muslim, cinta, dan kasih sayang. Hal ini juga

dijelaskan Hanum terkait tujuan penulisan novel ini, “Bagi saya yang lebih penting

adalah, bagaimana makna sebuah perjalanan harus bisa membawa pelakunya naik

„derajat„ yang lebih tinggi, baik horizon ilmu maupun perspektif kemanusiaannya,

meninggikan keimanan dan ketaqwaanya pada Allah SWT” (Hasil wawancara

Hanum di situs www.hanumrais.com).

Rasa kekecewaan ini juga disampaikan oleh Rangga Almahendra ketika harus

bertahan hidup di Eropa. Kuatnya pengaruh sekulerisme dan rasa alergi pada sebagian

besar masyarakat Eropa menjadikan segala aspek keagamaan dipisahkan dari urusan

dunia. Sebagaimana dijelaskan oleh Rangga saat menceritakan tentang kepribadian

Stefan sebagai salah satu cerminan sebagian masyarakat Eropa yang jauh dari

pengaruh agama, “Susah memang berbicara tentang Tuhan pada orang yang sejak

lahir tak pernah mengenal agama, batin Rangga. Stefan tidak percaya Tuhan itu ada.

Page 38: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

75

Dia berfikir jika Tuhan itu ada, mana mungkin Tuhan sejahat itu untuk membebankan

semua kewajiban untuk umat-Nya?” (Rais dan Almahendra, 2014: 215). Selain

masalah ketuhanan yang dikeluhkan Rangga, tidak berkumandangnya adzan dan

sulitnya menemukan rumah makan halal juga merupakan dampak sekulerisme di

Eropa. Akibatnya, mereka harus bisa mengatur sendiri jadwal shalat ataupun mencari

tempat shalat terdekat (masjid) dan terpaksa menyembelih sendiri.

Berdasarkan hal ini,Rangga menyatakan, “Rangga dan Hanum mengaku

kesulitan dengan kehidupan sehari-hari selama di Eropa. Misalnya saat mencari

makan, mereka berdua mengaku kesulitan mencari makanan halal.Selain itu sulitnya

menentukan waktu shalat karena tidak adanya adzan. Terpaksa mereka menyembelih

hewan sembelihan sendiri” (Hasil wawancara Rangga pada 8 Agustus 2015). Hal ini

juga tergambar dalam isi novel yang menjelaskan tentang sulitnya mendapat makanan

halal di Eropa, sehingga Hanum memilih solusi bijak dengan membawa dan membuat

bekal sendiri seperti kutipan, “Kami mempunyai kebiasaan membawa bekal dari

rumah untuk makan siang. Bukan kami tak suka makanan barat, namun karena

mencari menu yang tak bercampur babi di kantin kampus bukan perkara mudah”

(Rais dan Almahendra, 2014: 205).

Kekhawatiran itu yang menguji daya kepekaan Hanum dan Rangga untuk bisa

menjalani hukum-hukum Islam yang mereka anut. Apa yang ada dalam pikiran

mereka adalah kekhawatiran ketika berhadapan dengan kondisi yang membuat

keimanan mereka diuji. Akibatnya mereka harus bisa bersabar dengan kehidupan di

Eropa. Perasaan kecewa tentunya telah menggelayuti mereka selama tinggal di sana.

Sebagaimana realita tersebut, Hanum menyampaikan, “Saya pernah punya

Page 39: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

76

pengalaman pribadi. Saat itu saya melamar pekerjaan sebagai guru piano disebuah

sekolah di Austria. Saya datang interview dengan memakai hijab. Ternyata mereka

mau menerima saya sebagai guru asal saya mau mencopot jilbab saya. Saya putuskan

untuk tidak menerima pekerjaan tersebut daripada menggadaikan iman saya” (Hasil

wawancara Hanum pada 9 Juni 2015).

Hal ini yang menjadi perenungan terhadap kondisi yang dianggap bisa

menggadaikan iman. Salah satunya juga terdapat dalam ungkapan Hanum terhadap

situasi yang dialami Rangga dalam pernyataannya, “Sampai-sampai untuk minta

waktu mengerjakan Shalat Jumat, Rangga perlu meyakinkan supervisor dan kolega-

koleganya bahwa ini adalah ibadah wajib yang tak boleh dia tinggalkan.

Bagaimanapun Rangga menjelaskan, sepertinya mereka masih sulit memahaminya”

(Rais dan Almahendra, 2014: 205). Kondisi yang digambarkan pengarang di atas

merupakan sebagian ungkapan kekecewaan atas kondisi keberagaman yang tidak

mendapat bagian dari aspek kehidupan manusia. Situasi inilah yang menyebabkan

keimanan mereka diuji sehingga harus mampu bersikap bijak dalam menghadapi

benturan iman dan budaya.

Secara naluriah, daya kritis dan kepekaannya terbangun sehingga

memengaruhi terbentuknya ekspresi. Pemikirannya dapat diwujudkan dalam novel 99

Cahaya di Langit Eropa terhadap situasi Eropa yang sekuler. Salah satunya ketika

menyikapi Rangga ketika berhadapan dengan koleganya yang tidak boleh

menggunakan microwave untuk masak perbekalan sekaligus pelarangan oleh dosen

Rangga ketika meninggalkan ujian karena melakukan aktivitas yang dianggap

„mengganggu‟. Kondisi itu juga dapat dijelaskan Hanum dalam kutipan novel ini,

Page 40: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

77

“Kondisi di Eropa saat ini makin sekuler, menjungkir-balikkan antara yang patut dan

tidak patut. Menganggap orang yang beragama apapun itu adalah suatu bentuk

penyimpangan dan menilai orang tanpa keyakinan agama sebagai bentuk

kenormalan” (Rais dan Almahendra, 2014: 208).

Kata-kata yang dilontarkan Hanum dan Rangga disampaikan dengan bahasa

yang mudah dipahami dan dikemas secara sederhana. Sebagaimana dijelaskan dalam

bagian berikut.

Tak ada gunanya berdebat sengit menjelaskan shalat adalah kewajiban

personal, konsep dosa-pahala, dan lain sebagainya. Sampai lelah rasanya

harus menjelaskan kami umat muslim tidak makan babi. Berbuih-buih bibir

ini, mereka tidak paham juga bahwa itu adalah larangan dalam Al-Quran—

meskipun kami sudah menjelaskannya dengan bahasa rasional dari sisi

kesehatan sekalipun (Rais dan Almahendra, 2014: 209).

Kemampuan bahasa ini diolah berdasarkan kepakarannya ketika merespon realita.

Hal yang terjadi itu mampu membangkitkan hasrat untuk melepaskan segala beban

pikiran terhadap kondisi itu. Hal inilah yang selanjutnya membuat Hanum dan

Rangga perlu untuk segera menyampaikan kisah perjalanannya yang dikemas sebagai

realisasi dakwah/syiar Islam. Hal ini dilakukan sebagai implementasi membangkitkan

kesadaran kepada pembaca untuk mencintai Islam. Berbagai simbol yang ditemui

dapat menjadi pemuas batin untuk membuktikan kemajuan Islam di Eropa.

Sebagaimana ketika Hanum menjelaskan dalam bagian prolog tentang penulisan

kembali kisah perjalanan mereka, ia menjelaskan, “Ini yang coba saya refleksikan

dalam catatan perjalanan ini. Saya mencoba mengumpulkan kembali sisa kebesaran

peradaban Islam yang kini terserak. Dan saya justru menemukan jejak-jejak

peninggalan tersebut selama menempuh perjalanan menjelajahi Eropa” (Rais dan

Page 41: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

78

Almahendra, 2014: 6). Semua perwujudan keinginan ini dikonkretisasi dengan gaya

bahasa yang mampu membangkitkan emosi pembaca.

Salah satunya adalah ungkapan kekaguman terhadap kemajuan Islam Spanyol

yang menjadi percontohan sebuah toleransi dan kesejahteraan. Hal itu tertera dalam

isi novel ini yang menjelaskan, “Marion menyanjung Cordoba sebagai kota yang

berhasil mengawinkan kemakmuran, kesejahteraan, dan keharmonisan.Cordoba

adalah teladan peradaban Islam yang ideal di Eropa. Masjid-masjid dibangun

berdampingan dengan perpustakaan, universitas, rumah sakit, dan taman-taman yang

menyejukkan hidup manusia” (Rais dan Almahendra, 2014: 194). Ungkapan di atas

merupakan rasa bangga pengarang atas kejayaan islam yang pernah ditorehkan di

Eropa. Kata mengawinkan di atas merupakan suatu bentuk ungkapan metaforis

terhadap makna penyatuan Cordoba yang bisa menghidupkan suasana kemakmuran,

kesejahteraan, dan keharmonisan. Bentuk dan gaya bahasa yang tercermin dalam

ungkapan pengarang di atas merupakan ekspresi kekaguman terhadap kemajuan

peradaban Islam Eropa. Pengaruh kuatnya gaya, struktur, dan tema karya sastra

sebagai cerminan pikiran dan perasaan Hanum yang mencangkup pesan utama,

peminatan, gelora jiwa, dan sensasi tertentu dapat memberi kesinambungan dan

koherensi terhadap kepribadian.

2. Ego

Apa yang ada dalam pikiran pengarang selanjutnya dikonkretisasi dalam

bentuk karya sastra. Keadaan yang tersembunyi dalam alam bawah sadar akan

terbentuk melalui mimpi manifest, yaitu gambaran yang kita ingat ketika berada

Page 42: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

79

dalam wilayah sadar/bangun. Bangunan mimpi dalam alam bawah sadar terbentuk

melalui mekanisme perwujudan hasrat. Dengan kata lain, apa yang ada dalam pikiran

pengarang berupa ide, gagasan, dan hasrat dapat terwujud dalam realita melalui

berbagai bentuk seperti tulisan, gambaran, perilaku, dan lain-lain. Adapun kondisi itu

disebabkan oleh adanya fenomena tentang kondisi lemahnya intelektualitas dan

respon umat Islam dalam menjawab tantangan zaman. Permasalahan itu dapat terlukis

dalam ide pengarang yang salah satunya dapat diamati dalam kutipan di bawah ini.

Dunia Islam saat ini sudah mulai memalingkan muka dari pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Semakin jauh dari akar yang membuatnya

bersinar lebih dari 1.000 tahun yang lalu. Kemudian ketika ada Negara yang

melarang pemakaian jilbab, pembangunan minaret, atau seorang yang

mengolok-olok Islam dengan membuat video Fitna, kita hanya bisa berteriak-

teriak di depan negara mereka sambil membakar bendera. Hanya itu (Rais dan

Almahendra, 2014: 6).

Fenomena itu yang terus direnungkan Hanum untuk memperoleh pelepasan. Di

bagian selanjutnya Hanum menyatakan, “Ini yang coba saya refleksikan dalam

catatan perjalanan ini. Saya mencoba mengumpulkan kembali sisa kebesaran

peradaban Islam yang kini terserak. Dan saya justru menemukan jejak-jejak

peninggalan tersebut selama menempuh perjalanan menjelajah Eropa” (Rais dan

Almahendra 2014: 6). Ide-ide yang tertangkap Hanum saat melihat realita kaum

muslimmemunculkan keinginannya untuk menulis karya sebagai refleksi terhadap

prestasi peradaban Islam di Eropa. Berdasarkan gejolak batin, seharusnya umat Islam

bisa bangkit karena memiliki tingkat keilmuan yang mumpuni. Penulisan novel ini

dapat memberi contoh bagi pembaca terhadap kemajuan Islam yang pernah

ditorehkan di Eropa. Berbagai peninggalan, simbol, dan artefak yang kini berada di

Eropa mempunyai hubungan historis dengan peradaban Islam. Respon pengarang

Page 43: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

80

terhadap realita yang mengungkung umat islam inilah yang dapat ia wujudkan dalam

bentuk ungkapan kebahasaan melalui karya tulis.

Penulisan itu merupakan transformasi ide dan gagasan ke dalam wujud nyata

sebuah karya. Hal inilah yang disebut sebagai mekanisme figurasi. Ide yang

tersimpan dalam pikiran merupakan respon realita terkait dengan terdegradasinya

umat Islam. Salah satu faktornya dipengaruhi oleh media asing yang isi

pemberitaannya dianggap cenderung melemahkan nilai-nilai Islam. Sebagaimana

dinyatakan Rangga dalam dialognya.

Maka ditulislah novel 99 Cahaya di Langit Eropa sebagai implementasi

dakwah sekaligus menyuarakan pendapat mereka tentang Islam yang

sebenarnya (the moderate voice of Islam). Seringkali media Barat

mengidentikan Islam dengan kekerasan seperti contohnya adanya aksi

terorisme. Bahkan masyarakat Indonesia yang muslim, diantaranya ada yang

menjadi islamfobia (hasil wawancara pada 8 Agustus 2015).

Respon terhadap realita ini memengaruhi daya kepekaan Hanum dan Rangga untuk

membuktikan daya intelektualitas yang seharusnya dimiliki umat Islam. Islam yang

dipandang sebagai ajaran yang indah dan menentramkan harus dapat mencontoh

peradaban Islam di masa lalu yang dapat memajukan Eropa hingga seperti sekarang.

Salah satunya dalam kutipan pada novel ini yang menerangkan tentang sumbangan

peradaban Islam dalam membangun peradaban Eropa seperti kutipan, “Islam pertama

kali masuk ke Spanyol membawa kedamaian dan kemajuan peradaban. Benih-benih

Islam itu tumbuh menyinari tanah Spanyol hingga 750 tahun lebih, jauh sebelum dan

lebih lama daripada Indonesia mengenal Islam” (Rais dan Almahendra, 2014: 5).

Novel ini ditulis sebagai respon pemikiran mereka terhadap relita. Mereka

merespon dengan daya kreativitas yang mampu dikembangkan dengan gaya

Page 44: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

81

jurnalistik. Mereka mendayaupayakan pandangan hidup, guncangan emosi,

pengalaman, dan daya kritik terhadap krisis mengenai takdir hidup manusia. Semua

hal yang berkaitan dengan perasaan emosional dan krisis mengenai takdir manusia

umumnya akan memengaruhi pandangan hidup dalam pengalaman perjalanan.

Guncangan emosi Hanum dan Rangga dapat membentuk pola bahasa dan gaya

penyampaian mereka. Seperti diutarakan Rangga sebagai berikut.

Maka Rangga dan Hanum membuat sebuah karya yang membuat pembaca

mendapatkan hikmah dari perjalanan mereka.Kalau novel mempunyai

kekuatan narasi dan memiliki daya seni. Misalnya Andrea Hirata yang

menulis secara puitis. Namun kalau Hanum menulis dengan gaya tulisan yang

sederhana tetapi harus dapat membangun emosi. Maka novel ini juga

mempunyai muatan emosi (hasil wawancara Rangga pada 8 Agustus 2015).

Gaya penulisan Hanum yang sederhana ini penting untuk bisa membangun emosi

pembaca. Berbagai sajian dalam kisah perjalanan ini penting untuk memberi

pemahaman kepada pembaca akan pentingnya kesadaran mencintai agama Islam

sebagai agama yang cinta damai.

Sebagaimana penuangan ekspresi dan pandangan Hanum terhadap nasib suatu

peradaban melalui kisah perjalanan untuk mengungkapkan fakta sejarah yang

sebenarnya. Peradaban tersebut meliputi kebudayaan yang melingkupi kehidupan

manusia sebagai bagian dari suatu kekuasaan negara.

Saya mencoba membuka mata dan hati saya menerima hal-hal baru dan

merefleksikannya untuk memperkuat keimanan saya. Menelisik hikmah dalam

setiap perjalanan, belajar dari pengalaman dan membaca rahasia-rahasia masa

lalu yang kini hampir tak terlihat lagi di permukaan. Saya tak menyangka

Eropa yang sesungguhnya juga menyimpan sejuta misteri tentang Islam (Rais

dan Almahendra, 2014: 7-8).

Rasa keprihatinan Hanum dan Rangga ini menjadi bagian dari pengalaman yang

menginspirasi penciptaan novel ini. Respon ini juga terdapat dalam hasil wawancara

Page 45: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

82

kepada Hanum yang merasa kecewa terhadap kondisi umat Islam yang mulai

terdegradasi. Salah satunya adalah kasus Fatma yang tidak mampu menunjukkan arah

jalan kepada turis akibat tidak mampu berbahasa Inggris. Berbeda dengan perempuan

berpenampilan punk yang bisa berbahasa Inggris dengan baik sehingga memudahkan

turis itu menemukan jalan yang dimaksud.

Tentang keprihatinan saya tentang kondisi ummah sekarang ini. Itu yang

pertama dan paling memotivasi saya. Fatma, teman saya pernah getol sekali

ingin belajar bahasa Inggris bersama saya. Ketika saya tanya apa yang

membuatnya begitu termotivasi. Ia menjawab, karena suatu kali ia pernah

begitu tersinggung terhadap dirinya sendiri. Suatu kali seorang turis asing

berbahasa Inggris bertanya padanya, mungkin bertanya peta atau arah menuju

suatu tempat. Namun Fatma menggeleng tanda tak paham. Turis tadi kecewa,

mungkin ia sudah begitu desperate bahwa ada seseorang yang bisa

menjawabnya. Lalu Fatma melihat turis itu bertanya kepada seorang

berandalan jalanan berdandanan punk. Fatma tersinggung oleh dirinya sendiri,

ketika perempuan berbaju metal dengan penuh tempelan paku dan sekrup di

sekujur tubuhnya itu menjawab sang turis dengan bahasa Inggris yang sangat

lancar. Wajah turis itu langsung sumringah (Hasil wawancara Hanum di situs

www.hanumrais.com).

Apa yang tersampaikan dalam pikiran Hanum, mendorong hasrat untuk menunjukkan

nilai-nilai positif umat Islam. Hal ini mengindikasikan bahwa apa yang diinginkan

pengarang adalah membuktikan citra Islam yang positif. Kesadaran ini yang

membangkitkan hasratnya untuk membuktikan citra positif Islam melalui kisah

perjalanan ini. Inilah yang membuat alam bawah sadar Hanum dan juga Rangga

berusaha untuk menunjukkan Islam yang benar melalui bentuk konkretisasi yang

mudah diterima masyarakat, yaitu karya sastra.

Berdasarkan permasalahan proses kreatif dalam tinjauan prikologi, pemikiran

mereka yang terdiri dari ide dan pandangan hidup sebagai lapisan bawah sadarakan

mendorong terciptanya karya sastra sebagai bentuk yang dapat diterima masyarakat.

Page 46: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

83

Perasaan kecewa dan resah terhadap kondisi yang dialami umat Islam, memberikan

suatu pemunculan ide untuk mengembangkan syiar Islam melalui kisah perjalanan

yang dihimpun dalam novel. Hal ini dilakukan agar pembaca mudah menerima.

3. Superego

Unsur kejiwaan ini merupakan pengendali antara kejiwaan id dan kejiwaan

ego. Jika id merupakan prinsip naluri atau hasrat dan ego merupakan prinsip realitas,

maka superego merupakan prinsip idealitas. Hal ini membuktikan bahwa superego

merupakan unsur kejiwaan yang tidak dapat memberi energi namun mampu

mengimbangi pengaruh id dalam bekerja di alam realitas. Adapun pengendaliannya

lebih berorientasi pada kontrolnya terhadap unsur seksualitas. Kondisi ini akan

memunculkan sensor yang mengendalikan semua mekanisme perwujudan hasrat.

Nilai-nilai yang terpatri merupakan wujud kesadaran yang telah tertanam di

dalam batinnya. Nilai-nilai itu dapat mengontrol setiap mekanisme perwujudan

hasrat. Berbagai aspek kontrol yang mengatur pemuasan hasrat dapat terbangun dari

lingkungan dan pendidikan yang pernah dialami pengarang. Hal ini dapat terjadi pada

diri Hanum dan Rangga yang mempunyai maksud tertentu dalam mengembangkan

proses kreatifnya. Nilai-nilai yang dimiliki dapat tercermin dalam ide-ide yang

digunakan untuk menyampaikan maksud. Sebagaimana maksud penulisan dalam

novel ini, Hanum menyatakan, “Islam seperti yang diajarkan junjungan kita

Muhammad SAW” (Hasil wawancara Hanum pada 9 Juni 2015). Hal ini

membuktikan bahwa nilai-nilai yang diyakini merupakan aspek realisasi terhadap

pemahaman atas wujud Islam yang sebenarnya. Menurutnya, Islam yang sebenarnya

Page 47: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

84

adalah yang sebagaimana dituntun oleh Nabi Muhammad SAW. Alasannya adalah

karena nilai-nilai yang diajarkan sebagian besar adalah wujud kasih sayang Sang

Pencipta kepada hamba-Nya. Sebagaimana dalam hasil wawancaranya, Hanum

menyatakan, “Islam adalah Rahmatan lil ‘alamin” (hasil wawancara Hanum pada 9

Juni 2015). Pernyataan ini juga mencerminkan isi novel yang menjelaskan tentang

nilai-nilai Islam yang telah tertanam dalam diri pengarang. Salah satunya ketika

Hanum melihat kesedihan Fatma karena saat melihat lukisan kakek buyutnya, Kara

Mustafa Pasha, ia teringat akan sebuah kenangan buruk akibat kekalahannya yang

berakibat pada buruknya hubungan dunia Islam dengan Eropa. Kutipan ini

mencerminkan nilai-nilai yang tertanam dalam diri Hanum sebagai berikut.

Andai saya Mustafa bisa merengkuh Eropa dengan cinta dan kasih sayang,

mungkin lukisannya dipajang sebagai lukisan terbesar dan terhormat tidak

hanya di museum kecil ini, tetapi di seluruh museum Austria atau bahkan

Eropa. Tetapi itu hanya ilusi. Mustafa telah menetapkan hati. Dia maju perang

dengan pedang dan meriam untuk membuat Eropa berlutut di hadapannya.

Dia kalah dan mati di medan perang (Rais dan Almahendra, 2014: 82-83).

Berdasarkan kutipan di atas, Hanum merefleksikan sebuah harapan pada peristiwa

sejarah bahwa seorang penakluk asal Turki harus bisa menaklukkan Eropa dengan

cinta dan kedamaian. Hal ini mencerminkan nilai-nilai Islam yang seharusnya dianut

yaitu tentang kedamaian sebagaimana yang dijargonkan Islam sebagai agama

rahmatan lil ‘alamin atau rahmat seluruh alam. Pengarang juga mengandaikan, jika

para penganut agama Islam tidak menjalankan nilai-nilai itu maka yang didapat

mereka adalah permasalahan besar seperti kerusakan, kehancuran, dan permusuhan.

Berdasarkan hal tersebut, nilai-nilai yang tercermin dalam proses kreatifnya adalah

refleksi dari maksud pengarang.

Page 48: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

85

Nilai-nilai yang tertanam, berusaha mengendalikan kondisi batin sebelum

mempertimbangkan hal-hal yang seharusnya dapat diterima masyarakat dengan baik.

Apa yang ada dalam diri Hanum dan Rangga merupakan perasaan kecewa sebagai

umat Islam terhadap permasalahan umat Islam saat ini. Sebagaimana dalam hasil

wawancara Rangga berikut.

Judul ini terinspirasi dari kalimat Asma‟ul Husna sebagai implementasi

kebebasan berpendapat tentang Islam yang sebenarnya. Apa yang

disampaikan dari buku ini menjelaskan tentang kebesaran Tuhan yang ada di

Eropa. Islam sebenarnya mengajarkan cinta damai di mana jika dihitung

secara kalkulasi adalah sebesar 99 persen. Sisanya 0,001 persen adalah

kekerasan. Novel ini ditulis karena adanya fenomena islamfobia, padahal

Islam itu indah. Nilai-nilainya dapat kita ketahui dari ajaran-ajarannya yang

lembut sesuai dengan yang tercermin dalam Asma’ul Husna (hasil wawancara

Rangga pada 8 Agustus 2015).

Apa yang dinyatakan Rangga di atas merupakan ungkapan atas nilai Islam dalam

proses kreatif penulisan novel ini. Salah satunya pengarang menjelaskan tentang nilai

sebuah senyum yang merupakan refleksi dari substansi Islam sebagai agama cinta

damai, sebagaimana dalam pernyataan berikut.

‟Ezra sendiri yang tersadar akan kekuatan senyum Latife. Ezra tadinya sangat

iri dengan Latife. Tapi yang membuat Ezra jatuh cinta kepada Islam; karena

Latife selalu tersenyum pada semua orang, termasuk Ezra, meskipun ada

persaingan bisnis di antara mereka.Wajah Latife itu memang terlalu smiley.

Marah pun dia seperti tersenyum,‟ pungkas Oznur menyanjung Latife (Rais

dan Almahendra, 2014: 91-92).

Bukti ini memberikan suatu gambaran tentang nilai-nilai Islam yang dijelaskan

sebagaimana substansi ajaran Islam. Penggambaran yang disajikan pengarang melalui

pujian Oznur kepada Latife (mereka berdua adalah teman Fatma) memberikan sebuah

bukti tentang indahnya Islam yang mereka terapkan dalam kehidupan. Seperti

senyum pada contoh di atas, memberikan bukti bahwa Islam mengajarkan

perdamaian dan kasih sayang.

Page 49: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

86

Hanum ingin menunjukkan bahwa Islam yang benar adalah yang sesuai

dengan tuntunan Al-Quran dan Assunah yaitu menjadi rahmat seluruh alam semesta.

Pencarian terhadap nilai-nilai Islam dapat dibuktikan pula melalui kisah

perjalanannya. Hal ini dibuktikan melalui pemaparan tentang sejarah dunia Islam

yang pertama kali masuk ke wilayah Eropa seperti kutipan, “Islam pertama kali

masuk ke Spanyol membawa kedamaian dan kemajuan peradaban. Benih-benih Islam

itu tumbuh menyinari tanah Spanyol hingga 750 tahun lebih,....” (Rais dan

Almahendra, 2014: 5). Pandangan ini disampaikan pula oleh Hanum melalui

penuturan Sergio, seorang pemandu wisata asal Spanyol. Ia mengakui adanya

kegemilangan Islam di Eropa sebagai akibat dari kemajuan Islam yang ditebarkan di

Spanyol seperti kutipan, “„Dari Cordoba inilah sejatinya Eropa maju seperti sekarang.

Bukan hanya karena transfer ilmu pengetahuan, namun lebih daripada itu. Transfer

nilai-nilai keharmonisan hidup antarumat beragama. Semuanya dirayakan di Cordoba

ratusan tahun lalu,‟ Sergio lantas menghela nafas” (Rais dan Almahendra, 2014: 271-

272).

Hanum perlu melihat kondisi pembaca terhadap kemunculan novel 99 Cahaya

di Langit Eropaini. Respon pembaca yang dapat diketahui adalah penilaian mereka

menurut berbagai pandangan. Respon pembaca tersebutdapat dibuktikan dari kualitas

nalar ketika menilai suatu karya apabila telah dipublikasikan. Keyakinan terhadap

prinsip Islam dan sejarah dapat memberikan kekuatan untuk memberi rangsangan

pengetahuan atas Islam yang sebenarnya. Sebagaimana Hanum mengatakan,

“Bagaimana makna sebuah perjalanan harus bisa membawa pelakunya naik „derajat„

yang lebih tinggi, baik horizon ilmu maupun perspektif kemanusiaannya,

Page 50: BAB IV ANALISIS · lemahnya kaum muslim dalam merespon isu dapat menjadi pengendapan inspirasi penulisan. Hanum ingin agar umat Islam semakin mencintai agamanya sendiri supaya syiar

87

meninggikan keimanan dan ketaqwaanya pada Allah SWT” (Hasil wawancara

Hanum di situs www.hanumrais.com). Dialog yang disampaikan pengarang di atas

dapat mencerminkan pandangan pengarang yang terdapat dalam isi novel ini.

Ketika Konstantinopel kemudian jatuh ke tangan kekhalifahan Islam, Sultan

Mehmed sang penakluk Bynzantium hanya memplester semua ikon Kristen

itu, tapi tidak menghancurkannya. Dia hanya menutupnya dengan kain

sehingga tak terlihat ketika umat islam beribadah. Bahkan kemudian Sultan

Abdulmajid membuka plester itu dan melukis kembali semua mozaik dan

fresco yang ada di Haghia Sofia agar kembali seperti aslinya (Rais dan

Almahendra, 2014: 335).

Salah satu kutipan di atas membuktikan bahwa nilai-nilai Islam diterapkan oleh

pengarang melalui kekagumannya terhadap kemajuan peradaban di Eropa. Kemajuan

Islam di zaman dahulu, diyakini pengarang sebagai aplikasi dari pengamalan ajaran

islam yang sesungguhnya. Nilai-nilai yang diyakini pengarang dapat tersampaikan

dalam isi novelnya.

Nilai-nilai dan norma yang didapat dari pendidikan dapat membangun

karakternya dalam menghasilkan kreativitas menulis. Salah satunya pada penulisan

novel 99 Cahaya di Langit Eropa yang menjadikan Hanum sebagai pengarang yang

dikenal masyarakat hingga dikembangkan kembali dalam film berjudul sama. Isi

novel ini membuktikan bahwa perjalanan yang dilakukan bukan hanya sekedar

hiburan sebagaimana yang biasa dilakukan para avonturir (orang yang menjadikan

aktivitas jalan-jalan sebagai gaya hidup). Perjalanan yang diyakini Hanum merupakan

bentuk realisasi nilai-nilai Islam untuk menguak sejarah kemajuan Islam melalui

berbagai simbol dan artefak yang ada di Eropa.