BAB III ttg RRR
-
Upload
arifinmozaa -
Category
Documents
-
view
52 -
download
2
Transcript of BAB III ttg RRR
BAB III
DASAR TEORI
3.1. Metode Pengupasan Tanah Penutup (overburden)
3.1.1 Metode penggalian timbun – balik (Back filling digging method)
Pada cara ini tanah penutup dibuang ke tempat yang endapan bahan galiannya
sudah digali. Peralatan yang banyak digunakan ialah “power shovel” atau “dragline”.
Bila yang digunakan hanya satu unit peralatan mekanik power shovel atau dragline saja,
disebut “single stripping shovel/dragline” dan bila menggunakan lebih dari satu buah
power shovel/dragline disebut “tandem stripping shovel dragline”(lihat gambar 3.1 dan
gambar 3.2) .
Gambar 3.1
“Back Filling Digging Method” Dengan Power Shovel
Cara metode penggalian timbun - balik cocok untuk tanah penutup yang :
18
o Tidak diselingi oleh berlapis-lapis endapan batubara atau endapan bijih (satu
lapis)o Material atau batuannya lunak
o Letaknya mendatar (horizontal)
Gambar 3.2
”Back Filling Digging Method” Dengan Dragline
3.1.2 “Benching System” (Sistem Jenjang)
Pada pengupasan tanah penutup dengan sistem jenjang (benching system) ini
sekaligus sambil membuat jenjang (lihat gambar 3.3)
Gambar 3.3
”Benching System”
Cara metode penggalian ”Benching System” cocok untuk :
o Tanah penutup yang tebal
19
o Bahan galian atau lapisan batubara yang juga tebal
3.1.3 “Multi Bucket Excavator System”
Pada pengupasan dengan cara ini tanah penutup dibuang (ditimbun) ke tempat
yang sudah digali batubaranya (back filling) atau ke tempat pembuangan khusus (lihat
gambar 3.4). Cara pengupasan yang mirip dengan cara ini ialah dengan menggunakan
“Bucket Wheel Excavator “(BWE).
Gambar 3.4
“Multi Bucket Excavator System”
Sistem ini cocok untuk :
o Tanah penutup yang materialnya lunak
o Tidak ada bongkah-bongkah batuan dan tidak lengket
3.1.4 “Drag Scaper System”
20
Cara ini biasanya langsung diikuti dengan pengambilan bahan galian setelah
tanah penutupnya dibuang. Tetapi bisa juga tanah penutupnya dihabiskan terlebih
dahulu, kemudian baru bahan galiannya ditambang (lihat gambar 3.5)
Gambar 3.5
”Drag Scraper System”
Sistem ini cocok untuk :
o Tanah penutup yang materialnya lunak
o Tanah penutup yang materialnya lepas (loose)
Cara lain yang lebih maju (modern) daripada ”Drag Scraper System” adalah ”Slack
Line Cable Way Excavator”(lihat gambar 3.6)
21
Gambar 3.6
“Slack Line Cable Way Excavator System”
3.1.5 Cara Konvensional
Cara ini menggunakan kombinasi alat-alat pemindahan tanah mekanik (alat gali,
alat muat, dan alat angkut) seperti kombinasi antara bulldozer, track loador dan truck
curah (dumptruk). Bila material (tanah) penutup lunak bisa langsung dengan
menggunakan alat gali-muat, sedangkan bila materialnya keras mungkin memerlukan
alat-alat garu (ripper) atau pemboran dan peledakan untuk pemberaian tanah penutup
tersebut, baru kemudian dimuat dengan alat muat ke alat angkut, dan selanjutnya
diangkut ke tempat pembuangan atau penimbunan (lihat gambar 3.7). Bila diapai
gabungan kerja antara power shovel dengan truk curah biasa disebut sebagai “Shovel
and Truk Mining Sytem”
22
Gambar 3.7
Cara Konvensional
3.2 Perancangan Timbunan
Perancangan timbunan merupakan penunjang penting bagi rencana penambangan
terutama pada rancangan pengangkutan,penjadwalan,dan perkiraan area bagi peralatan.
Tujuan dari perencanaan timbunan adalah untuk merancang rangakaian fase atau urutan-
urutan penambangan dengan meminimumkan jarak horizontal dan vertikal antara
sumber material dari pit dengan tempat penimbunananya.Biaya pengangkutan
pengangkutan material merupakan komponen terbesar pada biaya penambangan
sehingga perancangan penimbunan merupakan hal yang penting karena mempengaruhi
keseluruhan operasi penambangan.
3.2.1 Lokasi Penimbunan
Penentuan lokasi penimbunan material didasarkan pada jenis material yang
ditimbun dan maksud dari penimbunan material. Berdasarkan jenis material dan maksud
penimbunannya, lokasi penimbunan antara lain :
23
a. Stockpile
Stockpile atau stockyard merupakan suatu tempat yang digunakan untuk menyimpan
timbunan material berharga yang akan diolah atau material berharga yang akan
dipakai kembali pada suatu saat.
b. out dump
Waste dump merupakan suatu lokasi yang digunakan untuk menimbun material
overburden atau material tidak berharga yang harus digali dari lokasi penambangan
untuk memperoleh material berharga. Waste dump biasanya ditempatkan pada
daerah yang tidak ditambang.
c. Inpit dump
Inpit dump merupakan suatu lokasi yang digunakan untuk menimbun material
overburden atau material yang tidak berharga, dimana letaknya diarea bekas
penambangan.
3.2.2 Jenis Timbunan
Proses penimbunan material, baik material berharga maupun tidak berharga,
dapat dilakukan dengan beberapa jenis timbunan, antara lain :
a. Valley fill atau crest dump
Jenis timbunan valley fill atau crest dump dapat diterapkan di daerah yang
mempunyai topografi curam dan biasanya dibangun pada sebuah lereng dengan
menetapkan elevasi puncak (dump crest) pada awal pembuatan timbunan. Dump
truck yang mengangkut muatannya ke elevasi ini akan menumpahkan muatannya
pada bagian atas lereng, kemudian bulldozer akan menggusur material ini. Elevasi
dump crest ini akan dipertahankan selama proses penimbunan.
b. Terraced dump atau timbunan yang dibangun ke atas (dalam lift)
24
Jenis timbunan terrace dump diterapkan jika kondisi topografinya tidak begitu
curam. Jenis timbunan ini dibangun dari bawah ke atas. Tinggi lift biasanya
disesuaikan dengan rekomendasi jenjang penimbunan (Gambar 3.4). Kerugian cara
ini adalah jarak angkut yang lebih panjang untuk perluasan lift pada saat memulai
suatu lift baru. Keuntungan dari jenis timbunan ini, lif yang dibangun berikutnya
terletak lebih ke belakang sehingga sudut lereng keselurahan (overall slope angle)
mendekat sudut yang dibutuhkan untuk reklamasi.
3.2.3 Cara penggusuran
Material dibawa ke lokasi penimbunan yang sudah ditentukan dan akan ditangani
oleh alat bantu untuk melakukan pemadatan dan penempatannya. Pada kegiatan ini
digunakan alat bantu berupa bulldozer. Bulldozer akan menggusur overburden yang
telah ditumpahkan oleh dump truck. Pada pelaksanaannya, alat ini bekerja dengan
beberapa cara sesuai kondisi yang ada, antara lain :
a. Down Hill Dozing
Pada metode ini bulldozer selalu mendorong ke bawah, jadi mengambil keuntungan dari bantuan gravitasi untuk menambah tenaga dan kecepatan (Gambar 3.3).
Gambar 3.8
Cara Penimbunan Down Hill Dozing
25
b. High wall atau float dozing
Bulldozer menggali beberapa kali kemudian mengumpulkan galian menjadi satu dan
mendorong dengan hati-hati pada lereng curam. Sebelum seluruh tanah habis
meluncur ke lereng, bulldozer harus direm agar tidak terjungkir (Gambar 3.4).
Gambar 3.9
Cara Penimbunan High Wall atau Float Dozing
c. Trench atau sloat dozing
Bulldozer yang menggusur melalui satu jalan yang sama akan menyebabkan
terbentuk semacam dinding pada kiri dan kanan bilah yang disebut spillages.
Sehingga pada pendorongan tanah berikutnya tidak ada tanah yang keluar dari
samping bilah (Gambar 3.5)
Gambar 3.10
Cara Penimbunan Trench atau Sloat Dozing
26
3.2.4 Penentuan Areal Timbunan
Langkah pertama dalam merancang tempat penimbunan adalah memilih tempat
yang sesuai untuk menampung jumlah material yang akan dipindahkan sepanjang umur
tambang. Pemilihan lokasi tergantung pada faktor faktor sebagai berikut :
a. Lokasi pit dan ukuranya sebagai fungsi waktu
Penataan lokasi timbunan perlu memperhatikan letak dan ketinggian lokasi
penambangan. Optimasi jarak antara tempat penambangan dan lokasi penimbunan
akan mempengaruhi biaya penimbunan.
b. Jenis material yang akan ditimbun.
Menentukan dimana material tersebut akan ditimbun. Apakah itu material tanah
pucuk yang harus di tempatkan di tempat tertentu ataukah itu material over burden
biasa.
c. Volume material yang akan ditimbun.
Hal ini menentukan berapa luas area yang harus dipersiapkan. Daerah yang
dipersiakan umum nya lebih besar dua atau tiga kali dari daerah penambangan,
karena material yang dibongkar berkembang 30% - 40% dibandingkan dengan
material insitu. Sudut kemiringan untuk suatu disposal umumnya lebih landai dari pit.
d. Akses jalan.
Ketersediaan jalan / ramp menuju lokasi timbunan harus diperhatiakan. Dalam
merancang suatu daerah timbunan, pembangunan jalan sebisa mungkin
diminimumkan biaya pembuatanya tapi harus disesuaikan dengan jalan yang sudah
tersedia.
e. Kondisi dasar tempat penimbunan
Meliputi topografi,struktur geologi,kondisi tumbuhan dan peristiwa mekanikyang
pernah terjadi pada dasar daerah tersebut baik karena kegiatan manusia ataupun
gejala alam. Hal ini berkaitan dengan daya dukung batas yang dimiliki area yang
27
akan digunakan sebagai tempat timbunan. Sedangkan topografi akan membatasi luas
area dan juga membatasi tipe atau bentuk dari timbunan.
f. Faktor lain.
Meliputi batas wilayah pinjam pakai, fasilitas penambangan dan infrastruktur
lain,jalur penirisan,persyaratan reklamasi, lingkungan setempat,dan peraturan
pemerintah.
Bentuk penambangan akan mendifinisan laju ( jumlah material) dan lokasi dari
mana material berasal. Umumnya material yang berasal daribawah akan ditimbun di
elevasi yang rendah begitujuga sebaliknya dengan harapan akan meminimalkan biaya
pengangkutan. Meskipun ini ideal namun batasan-batasan lain seperti topografi,jalur
penirisan, kesetabilan timbunan,dan reklamasi membuat hali ini tidak selalu dapat
dilakukan.
3.3 Pemuatan Tanah Penutup
Untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan sasaran produksi, maka pola
pemuatan yang digunakan perlu diperhatikan. Pola pemuatan yang digunakan tergantung
pada kondisi lapangan operasi pengupasan ,serta alat mekanis yang digunakan dengan
asumsi bahwa setiap alat angkut yang datang, mangkuk (bucket) alat gali – muat sudah
terisi penuh dan siap ditumpahkan. Setelah alat angkut terisi penuh, alat angkut segera
keluar dan dilanjutkan dengan alat angkut berikutnya, sehingga tidak terjadi waktu
tunggu pada alat angkut maupun alat gali – muatnya.
Pola pemuatan dapat dilihat dari beberapa keadaan yang ditunjukkan alat gali –
muat dan alat angkut, yaitu :
3.3.1 Cara Pemuatan Material
Cara pemuatan material oleh alat muat ke dalam alat angkut ditentukan oleh
kedudukan alat muat terhadap material dan alat angkut. Cara pemuatan material dibagi
menjadi 2 (dua), yaitu :
28
1. Top Loading adalah dimana posisi excavator backhoe di atas jenjang dan dump truk
di bawah.
2. Bottom Loading adalah dimana posisi excavator backhoe satu level dengan dum
truk.
3.4 Geometri jenjang
Geometri jenjang terdiri dari tinggi jenjang, sudut lereng jenjang tunggal, dan
lebar dari jenjang penangkap (catch bench). Rancangan geoteknik jenjang biasanya
dinyatakan dalam bentuk parameter-parameter untuk ketiga aspek ini. Komponen dasar
29
pada tambang terbuka adalah jenjang (Gambar 3.11). Bagian-bagian dari
geometri jenjang adalah :
a. Crest dan toe
Gambar 3.11
Bagian-Bagian Jenjang
b. Jenjang kerja (working bench)
Gambar 3.12
Working Bench dan Safety Bench
c. Jenjang penangkap (catch bench)
30
Jenjang penangkap merupakan jenjang yang berada di antara jenjang utama yang
dibuat guna menangkap material yang jatuh atau runtuh dari jenjang sebelumnya.
Ukuran dari jenjang ini biasanya relatif kecil dari jenjang utamanya
Gambar 3.13
Jenjang penangkap
d. Pit slope geometry
Pit slope geometry disebut juga geometri kemiringan dari bench front penambangan.
Face angle adalah sudut lereng jenjang tunggal dan overall slope angle adalah sudut
lereng keseluruhan jenjang.
31
Gambar 3.14
Face angle
Gambar 3.15
Overall slope angle
3.5 Pemilihan Alat
Kegiatan penambangan batubara berkaitan sangat erat dengan penggunaan alat-
alat berat (alat mekanis). Faktor-faktor yang menjadi dasar dalam pemilihan alat
mekanis adalah : (Gambar 3.16)
a. Metode penambangan yang digunakan
32
b. Jenis dari material (pasir, clay, batu)
c. Kekerasan daripada material (lembek, sedang, keras)
d. Daya dukung tanah
e. Tinggi dan lebar jenjang kerja (jangkauan dari alat gali)
f. Tingkat produksi yang diinginkan
g. Jarak angkut
h. Umur tambang dan finansial perusahaan
i. Kemiringan lapisan batuan
j. Shift kerja yang diberlakukan dalam perusahaan
Gambar 3.16
Prosedur Penentuan Peralatan
3.6 Faktor yang Mempengaruhi Produktifitas Alat Angkut33
Untuk menentukan kemampuan produksi alat angkut yang digunakan untuk
penimbunan overburden diarea disposal perlu diperhatikan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap produksi alat-alat tersebut. Faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap kemampuan produksi alat angkut adalah:
3.3.1 Faktor Pengisian Bucket (Bucket Fill Factor)
Faktor pengisian adalah perbandingan antara kapasitas nyata muat dengan
kapasitas baku alat muat yang dinyatakan dalam persen. Semakin besar faktor pengisian
maka semakin besar pula kemampuan nyata dari alat tersebut. Faktor pengisian
mangkuk disebut juga sebagai bucket fill factor. Untuk menghitung faktor pengisian
digunakan persamaan sebagai berikut :
Fp = ……….............……………………………..……….................(3.1)
Keterangan :
Fp = Faktor pengisian
Vb = Kapasitas nyata alat muat, m3
Vd = Kapasitas teoritis alat muat, m3
Sedangkan menurut spesifikasi Komatsu handbook, bucket fill factor adalah sebagai
berikut :
Tabel 3.I
Faktor Pengisian Alat (Fill Factor)
34
Excavating Conditions Bucket Fill Factor
EasyExcavating natural ground of clayey
soil clay, or soft soil1,1 – 1,2
AverageExcavating natural ground of soil such
as sandy soil, and dry soil1,0 – 1,1
Rather DifficultExcavating natural ground of sandy
soil with gravel0,8– 0,9
Difficult Loading of blasted rock 0,7 – 0,8
Sumber : Anonymous (2005), Komatsu Performance Handbook, 26th Edition, Japan
3.3.2 Waktu Edar
Waktu edar merupakan waktu yang diperlukan oleh alat untuk menghasilkan daur
kerja. Semakin kecil waktu edar suatu alat, maka produksinya semakin tinggi.
1. Waktu edar alat muat
Merupakan total waktu pada alat muat, yang dimulai dari pengisian bucket sampai
dengan menumpahkan muatan ke dalam alat angkut dan kembali kosong.
Rumus :
CTm = Am + Bm + Cm + Dm.....................................................................................(3.2)
Keterangan:
CTm = Total waktu edar alat muat (detik)
Am = Waktu untuk mengisi mangkuk (detik)
35
Bm = Waktu mengangkat mangkuk bermuatan (detik)
Cm = Waktu untuk menumpahkan material yang dimuat (detik)
Dm = Waktu memutar dengan mangkuk kosong (detik)
1) Waktu edar alat angkut
Waktu edar alat angkut pada umumnya terdiri dari waktu menunggu alat untuk
dimuat, waktu mengatur posisi untuk dimuati, waktu diisi muatan, waktu mengangkut
muatan, waktu dumping, dan waktu kembali kosong.
Rumus:
Cta = Aa + Ba + Ca + Da + Ea + Fa...................................................................... (3.3)
Keterangan :
Cta = Waktu edar alat angkut (menit)
Aa = Waktu mengambil posisi siap dimuati (menit)
Ba = Waktu diisi muatan (menit)
Ca = Waktu mengangkut muatan (menit)
Da = Waktu mengambil posisi untuk penumpahan (menit)
Ea = Waktu muatan ditumpahkan (menit)
Fa = Waktu kembali kosong (menit)
Waktu edar alat angkut ini merupakan waktu keseluruhan dari satu siklus produksi
yang terdiri dari :
- Waktu Pemuatan (Loading Time)
Adalah waktu yang diperlukan alat muat untuk mengisi bak dari alat angkut sampai
penuh.
36
- Waktu Pengangkutan (Hauling Time)
Merupakan waktu yang digunakan untuk pengangkutan material sampai ke tempat
penimbunan. Pekerjaan pengangkutan ini dipengaruhi oleh kondisi jalan angkut.
- Waktu Penimbunan (Dumping Time)
Merupakan waktu yang di butuhkan untuk menumpahkan material di tempat
penimbunan. Waktu penimbunan ini dipengaruhi oleh kondisi tempat
penimbunannya (disposal), mudah atau tidak untuk manuver alat angkut dan kondisi
dari meterial yang akan ditumpahkan baik ukuran ataupun kelengketannya.
- Waktu Kembali (Return Time)
Adalah waktu yang diperlukan alat angkut untuk kembali ke tempat pemuatan
setelah melakukan penumpahan material di tempat penimbunan (disposal).
- Waktu Penempatan Posisi (Manuver Time)
Merupakan waktu penempatan dari alat angkut (hauler) sampai siap untuk dimuati
kembali.
3.3.3. Kondisi Tempat Kerja
Tempat kerja tidak hanya harus memenuhi syarat bagi pencapaian sasaran produksi
tetapi juga harus aman bagi penempatan alat beserta mobilitas pekerja yang berada
disekitarnya. Tempat kerja yang luas akan memperkecil waktu edar alat karena ada
cukup tempat untuk berbagai kegiatan, seperti keleluasaan tempat untuk berputar,
mengambil posisi sebelum melakukan kegiatan sebelum pemuatan maupun untuk tempat
penimbunan sehingga kondisi tempat kerja menentukan pola pemuatan yang akan
diterapkan.
3.3.4. Faktor Efisiensi Kerja (Job Eficiency Faktor)
37
Faktor efisiensi kerja merupakan penilaian terhadap pelaksanaan suatu pekerjaan
atau merupakan perbandingan antara waktu yang dipakai untuk bekerja dengan waktu
yang tersedia. Dalam perhitungannya digunakan pengertian persentase waktu kerja
efektif (%). Beberapa faktor yang mempengaruhi efisiensi kerja adalah :
a. Waktu kerja penambangan (working time)
Waktu kerja penambangan adalah jumlah waktu kerja yang digunakan untuk melakukan
kegiatan penambangan, meliputi kegiatan penggalian, pemuatan dan pengangkutan.
Efisiensi kerja akan semakin besar apabila jumlah waktu kerja yang disediakan
digunakan secara optimal.
b. Kondisi tempat kerja (job layout)
Kondisi tempat kerja dalam hal ini adalah lokasi daerah penambangan dan kondisi jalan
angkut sangat berpengaruh pada efisiensi kerja peralatan mekanis dalam kegiatan
penambangan. Dengan kondisi tempat kerja yang baik maka alat mekanis dapat bekerja
dengan optimal, lain halnya dengan kondisi tempat kerja yang buruk akan
mengakibatkan alat tidak dapat bekerja secara optimal.
c. Kondisi cuaca (weather)
Turunnya hujan akan mempengaruhi terhadap volume produksi kegiatan penambangan,
terutama produksi Alat Gali Muat dan Alat Angkut. Maka perlu diperhatikan besar
kecilnya curah hujan untuk dilakukan analisis pengaruh hujan terhadap waktu kerja
maupun volume produksi yang dihasilkan.
d. Gangguan alat
Gangguan alat adalah segala hal yang mengakibatkan alat tidak berfungsi sebagaimana
mestinya pada suatu kegiatan penambangan. Dalam hal ini gangguan dapat berupa :
rusaknya alat pada suatu kegiatan produksi.
38
e. Faktor manusia (human element)
Faktor manusia sangat mempengaruhi efisiensi kerja penambangan, dalam hal ini adalah
kedisiplinan dalam kegiatan pekerjaan. Dengan bekerja pada waktu yang telah
ditentukan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan sesuai dengan jadwal yang
diharapkan efisiensi akan semakin meningkat. Sebaliknya dengan pekerja yang tidak
disiplin maka efisiensi sangat berkurang sehingga sasaran produksi tidak tercapai.
Effisiensi kerja = x 100 % ..................................................................................(3.4)
Keterangan :
Wke = waktu kerja effektif, (menit)
Wkt = waktu kerja tersedia, (menit)
3.3.5 Kesediaan Alat
3.3.5.1 Kesediaan Mekanis ( Mechanical Availability )
Kesediaan mekanik (MA) ini menunjukkan secara nyata kesediaan alat karena
adanya waktu akibat masalah mekanik. Persamaan dari kesediaan mekanik (MA)
sebagai berikut :
......................................................................................................
(3.5)
Keterangan :
39
W = waktu yang dibebankan kepada seorang operator suatu alat yang dalam kondisi
dapat dioperasikan, artinya tidak rusak. Waktu ini meliputi pula tiap hambatan
(delay time) yang ada. Termasuk dalam hambatan tersebut adalah waktu untuk
pulang pergi ke permuka kerja, pindah tempat, pelumasan dan pengisian bahan
bakar, hambatan karena keadaan cuaca, dll.
R = waktu untuk perbaikan dan waktu yang hilang karena menunggu saat perbaikan
termasuk juga waktu untuk penyediaan suku cadang (spare parts) serta waktu
untuk perawatan preventif.
3.3.5.2 Kesediaan Fisik (Physical Availability)
Merupakan catatan mengenai keadaan fisik dari alat yang dipergunakan dalam
beroperasi. Faktor ini meliputi adanya pengaruh dari segala waktu akibat permasalahan
yang ada. Persamaan dari keadaan fisik (PA), sebagai berikut :
..............................................................................................
(3.6)
Keterangan :
S = Stand by hours atau jumlah jam suatu alat yang tidak dapat dipergunakan
padahal alat tersebut tidak rusak dan dalam keadaan siap beroperasi
W + R + S = Schedule hours atau jumlah seluruh jam jalan alat dijadwalkan untuk
beroperasi
3.3.5.3. Kesediaan Pemakaian (Use Of Availability)
Menunjukkan jumlah persen waktu yang dipergunakan oleh suatu alat untuk
beroperasi pada saat alat tersebut dapat dipergunakan (available). Persamaan dari
kesediaan pemakaian (UA), sebagai berikut :
40
......................................................................................................(3.7)
Angka use of availability (UA) biasanya dapat memperlihatkan seberapa efektif suatu
alat yang tidak sedang rusak dapat dimanfaatkan. Hal ini dapat menjadi ukuran seberapa
baik pengelolaan peralatan yang dipergunakan.
3.3.5.4 Penggunaan Efektif (Effective Utilization)
Menunjukkan jumlah persen dari seluruh waktu kerja yang tersedia dapat
dimanfaatkan untuk kerja produktif. persamaannya adalah :
................................................................................................
(3.8)
Penggunaan efektif berguna untuk mengetahui seberapa efektif waktu kerja yang
digunakan untuk berproduksi yang berpengaruh terhadap hasil produksi kerja sehingga
dapat untuk mengetahui kemampuan produktivitas alat yang bekerja.
3.7 Produksi Alat Angkut
Produksi Alat Gali Muat dan Alat Angkut didasarkan pada perhitungan produksi
alat yang seharusnya dengan produksi nyata alat di lapangan. Dalam menghitung
produksi alat tidak menggunakan faktor pengembangan (swell Faktor), karena material
pada saat diambil untuk dimuat ke bak truk sudah dalam keadaan lepas.
3.4.1. Produksi Alat Angkut
Produksi Alat Angkut dalam hal ini truk dipengaruhi oleh banyaknya trip atau
lintasan yang dapat dicapai oleh Alat Angkut tersebut per satuan waktu. Banyaknya trip
41
dipengaruhi oleh waktu edar dan efisiensi kerja alat. Untuk menghitung produksi truk
dapat menggunakan persamaan :
Keterangan :
P : produksi Alat Angkut (BCM/jam)
Ca : waktu edar Alat Angkut (menit)
n : Jumlah pengisian bucket
Cam : Kapasitas Alat gali muat
MA : Kesediaan Mekanis
EU : Penggunaan Effektif
SF : Faktor Pengembangan material
3.8 Teori Grade
Kemiringan atau grade jalan angkut berhubungan langsung dengan kemampuan
alat angkut, baik dari pengereman maupun dalam mengatasi tanjakan. Kemiringan jalan
angkut biasanya dinyatakan dalam persen (%). Dalam pengertiannya, kemiringan () 1
% berarti jalan tersebut naik atau turun 1 meter atau 1 ft untuk setiap jarak mendatar
sebesar 100 meter atau 100 ft. Kemiringan jalan angkut dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut :
Grade () =
Keterangan : 42
h = Beda tinggi antara dua titik yang diukur
x = Jarak datar antara dua titik yang diukur
Secara umum kemiringan jalan maksimum yang dapat dilalui dengan baik oleh
alat angkut besarnya berkisar antara 8% - 10%. Akan tetapi untuk jalan naik maupun
turun pada bukit lebih aman kemiringan jalan maksimum sebesar 8 % atau 4,5o.
Kemampuan suatu alat angkut dalam mengatasi tanjakan (gradebility) sangat tergantung
pada gaya tarik maksimum yang bisa disediakan oleh mesin untuk menarik beban (berat)
yang ada pada alat angkut tersebut. Suatu gaya tarik maksimum yang bisa disediakan
oleh mesin disebut rimpull, merupakan suatu istilah yang hanya diterapkan pada
peralatan yang beroda ban (rubber tired equipment).
Truk dapat melewati tanjakan dengan baik apabila rimpull yang tersedia pada truk
sama atau lebih besar dari pada rimpull yang dibutuhkan untuk mengatasi tahanan gulir
(rolling resistance), tanjakan (grade resistance), percepatan. Besar kecilnya rimpull
tergantung pada kecepatan atau gear yang dipakai.
Rimpull yang tersedia dapat dihitung dengan persamaan :
RP = V
EMHP375
Keterangan :
RP = Rimpull (lb)
43
HP = kekuatan mesin (HP)
EM = efisiensi mekanis
V = Kecepatan truk (mph)
Besarnya rimpul untuk mengatasi tahanan gulir (rolling resistance) dicari dengan
persamaan :
RP = W x Dr
Keterangan :
RP = Rimpull untuk mengatasi tahanan gelinding (lb)
W = Berat kendaraan (ton)
Dr = Tahanan gelinding (lb/ton)
Tabel 3.2
Tahanan Gelinding (Rolling Resistance)
Kondisi Jalan AngkutTahanan
Gelinding (lb/ton)
Jalan terawat baik, permukaan halus dan rata, tidak lembek 40
Sama seperti kondisi diatas hanya roda truk agak tenggelam 70
Kurang terawat, lembek dan roda truk agak tenggelam 100
Tidak terawat, road base tidak di compact atau stabilized 160
Loose sand atau jalan gravel 200
44
Sama sekali tidak terawat, lembek, berlumpur, dan rusak 300 - 400
rimpull untuk mengatasi tanjakan dapat dihitung dengan persamaan :
RP = W x Dt x K
Keterangan :
RP = Rimpull untuk mengatasi tanjakan (lb)
W = Berat kendaraan (ton)
Dt = Rimpull yang dibutuhkan tiap % kemiringan, 20 lb/ton
K = kemiringan (%)
Rimpull untuk mengatasi percepatan dapat dihitung dengan persamaan :
RP = W x Da
Keterangan :
RP = Rimpull untuk mengatasi percepatan (lb)
W = Berat kendaraan (ton)
Da = Kelebihan rimpull, 20 lb/ton pada tiap gear
3.9 Keserasian Kerja (Match Factor)
Untuk mendapatkan hubungan kerja yang serasi antara alat gali – muat dan alat
angkut, maka produksi alat gali – muat harus sesuai dengan produksi alat angkut. Faktor
keserasian alat gali – muat dan alat angkut didasarkan pada produksi alat gali – muat dan
produksi alat angkut, yang dinyatakan dalam Match Factor (MF).
MF =
45
Keterangan :
MF = Match Factor atau faktor keserasian
Na = Jumlah alat angkut dalam kombinasi kerja (unit)
Nm = Jumlah alat gali-muat dalam kombinasi kerja (unit)
n = Banyaknya pengisian tiap satu alat angkut
Cta = Waktu edar alat angkut (menit)
Ctm = Waktu edar alat gali-muat (menit)
CTm = Lamanya pemuatan ke alat angkut, yang besarnya adalah jumlah pemuatan
dikalikan dengan waktu edar alat gali-muat (n.Ctm)
Bila hasil perhitungan diperoleh :
1. MF < 1
Produksi alat angkut lebih kecil dari produksi alat gali-muat
Waktu tunggu alat angkut (Wta) = 0
Waktu tunggu alat gali-muat (Wtm)
Faktor kerja alat angkut (Fka) = 100%
Faktor kerja alat gali-muat (Fkm) = MF x 100%
2. MF > 1 Produksi alat angkut lebih besar dari produksi alat gali-muat
Waktu tunggu alat gali-muat (Wtm) = 0
Waktu tunggu alat angkut (Wta)
46
Faktor kerja alat gali-muat (Fkm) = 100%
Faktor kerja alat angkut (Fka) = x 100%
3. MF = 1
Produksi alat angkut sama dengan produksi alat gali-muat
Waktu tunggu alat gali-muat (Wtm) = 0
Waktu tunggu alat angkut (Wta) = 0
Faktor kerja alat gali-muat sama dengan faktor kerja alat angkut (Fkm = Fka)
an alat muat akan sesua
47